perjanjian siaran iklan antara pt. martina berto dengan prima radionet tesis · 2013-07-12 ·...
TRANSCRIPT
PERJANJIAN SIARAN IKLAN ANTARA PT. MARTINA BERTO
DENGAN PRIMA RADIONET
TESIS
Disusun
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S2
Program Studi Magister Kenotariatan
Oleh :
Galih Budi Prastawati
NIM : B4B008103
PEMBIMBING :
Suradi, SH, M.Hum
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2010
PERJANJIAN SIARAN IKLAN ANTARA PT. MARTINA BERTO
DENGAN PRIMA RADIONET
Disusun Oleh :
Galih Budi Prastawati
NIM : B4B008103
Disusun
Untuk Memenuhi Persyaratan memperoleh Derajat S2
Program Studi Magister Kenotariatan
Pembimbing,
Suradi, SH, M.Hum
NIP 19570911198403 1003
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rasa syukur, Penulis panjatkan doa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan cinta dan kasih sehingga
Penulis dapat menempuh studi hingga saat tersusunnya tesis ini yang
berjudul : PERJANJIAN SIARAN IKLAN ANTARA PT. MARTINA
BERTO DENGAN PRIMA RADIONET.
Adapun maksud dan tujuan penyusunan ini adalah untuk
memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S2 di Magister Ilmu
Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Di dalam penyusunan tesis ini, Penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi semakin sempurna tesis ini, hal
tersebut karena tesis ini masih banyak kekurangan mengingat
kemampuan serta pengalaman Penulis yang sangat terbatas.
Dengan sepenuh hati, Penulis menyadari kekurangan dan
merasakan betapa besar bantuan dari banyak pihak yang telah membantu
Penulis di dalam penyusunan tesis ini, oleh karena itu Penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Diponegoro Semarang;
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang;
3. Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang;
4. Bapak Ketua Program Bidang Studi Magister Kenotariatan,
Sekretaris Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro
Semarang;
5. Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang;
6. Dosen Pembimbing, yang telah membimbing untuk menyelesaikan
tesis ini;
7. Marketing Manager Prima Radionet dan Marketing Manager dari
PT. Martina Berto, yang telah memberikan bantuan data;
8. Suami dan Ananda tercinta, yang telah memberi dukungan serta
inspirasi dan yang selalu setia menemani;
9. Rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang Angkatan 2008.
Akhirnya Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna,
untuk saran dan kritik yang bersifat memperbaiki selalu Penulis harapkan
demi sempurnanya tesis ini.
Semarang, Pebruari 2010
Galih Budi Prastawati
ABSTRAKSI
Untuk mengembangkan promosinya PT. Martina Berto melakukan kegiatan periklanan dengan mengadakan perjanjian dengan Prima Radionet. Dalam perjanjian penyiaran tersebut ada wanprestasi yang dilakukan oleh Prima Radionet dengan tidak menyiarkan iklan selama 2 hari.
Dalam penelitian yang menjadi masalah bagaimana pelaksanaan perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima Radionet dan bagaimana penyelesaiannya bila terjadi wanprestasi.
Metode ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, dan spesifikasi penelitian berdasarkan deskritif Analis, dengan Sumber data primer dan sumber data sekunder, dan tehnik pengumpulan datanya dengan wawancara terhadap orang yang telah ditentukan .
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian wanprestasi yang terjadi adalah dilakukan dengan tidak melalui pengadilan atau diluar jalur hukum, yaitu dengan jalan musyawarah. Tetapi tetap berpedoman pada perjanjian atau kontrak yang telah dibuat yaitu Surat Pesanan Iklan.
Berdasarkan kenyataan dilapangan bahwa perjanjian atau kontrak penyiaran iklan tersebut kebanyakan dibuat di bawah tangan, yang cukup ditandatangani kedua belah pihak, maka akan lebih memberi kepastian hukum apabila perjanjian dengan pengaturan yang lebih lengkap mengenai hak dan kewajiban para pihak juga tentang wanprestasi dan keadaan memaksa atau overmacht atau dimungkinkan juga dibuat secara notariil.
Kata kunci : Perjanjian dan Penyelesaian Wanprestasi.
ABSTRACT
To developed of promotion PT. Martina Berto did jobs of advertisement and to showed about agreement with Prima Radionet. In agreement the promotion any has a wanprestasi who has by Prima Radionet with did not to funnel advertisement as long 2 days.
In research any some mistake who did how to execution agreement to funnel advertisement between PT. Martina Berto with Prima Radionet and how to completion if any have wanprestasi.
Research method in this writing using approach of yuridis empiris, and research specification based on analisis of deskriptif, with source primer data and source sekunder data, and collecting technique of data using interview to people have it.
The result from research show even thought wachfullness wanprestasi to happen something do not pass of court or in out of the law, any way that is meeting. But still focus to agreement or contract which to made that is advertisement letter of order.
Based on the field fact that agreement or contract to funnel advertisement much make in deep hands, which did not enough to signed to both, so any more give a certainty of law if the agreement with rule more complete about right and duty of side to about wanprestasi, and force condition or overmacht or may be to made reel note.
Keyword : agreement and completion of wanprestasi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
ABSTRAK (DALAM BAHASA INDONESIA) ........................................ v
ABSTRACT (DALAM BAHASA INGGRIS) ........................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................... vii
BAB I : PENDAHULUAN .............................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................... 1
B. Perumusan Masalah................................................. 4
C. Tujuan Penelitian...................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................... 5
1. Manfaat Teoritis................................................... 5
2. Manfaat Praktis.................................................... 5
E. Kerangka Pemikiran.................................................. 6
1. Kerangka Teori..................................................... 6
a. Perjanjian......................................................... 6
b. Asas-asas dalam Perjanjian........................... 7
1) Asas Kebebasan Berkontrak.................... 7
2) Asas Konsensuil........................................ 7
3) Asas Pacta Sunt Servanda........................ 8
4) Asas Itikad Baik......................................... 8
c. Hambatan....................................................... 8
1) Wanprestasi.............................................. 8
2) Akibat dari Wanprestasi............................ 9
3) Keadaan Memaksa (overmacht)............... 13
d. Berakhirnya Perjanjian.................................. 14
2. Kerangka Konsep................................................ 16
F. Metode Penelitian................................................... 17
1. Pendekatan Masalah........................................... 18
2. Spesifikasi Penelitian.......................................... 19
3. Sumber dan Jenis Data....................................... 19
a. Sumber Data.................................................. 19
b. Jenis Data..................................................... 21
4. Teknik Pengumpulan Data................................... 22
a. Studi Lapangan.............................................. 22
b. Studi Kepustakaan......................................... 23
5. Teknik Analisis Data ............................................ 23
G. Sistematika Penulisan................................................ 25
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...................................................... 28
A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya..................... 28
B. Unsur Perjanjian........................................................ 28
1. Adanya pihak, sedikitnya dua orang................... 28
2. Adanya perjanjian para pihak............................. 28
3. Adanya tujuan yang hendak dicapai................... 29
4. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan............ 29
5. Adanya bentuk tertentu tulisan atau lisan............ 29
6. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai sahnya
perjanjian............................................................. 30
C. Syarat Sahnya Perjanjian......................................... 30
1. Kesepakatan Mereka yang Mengikatkan Diri..... 30
2. Kecakapan Bertindak........................................... 31
3. Suatu Hal Tertentu.............................................. 32
4. Suatu Sebab yang Halal..................................... 33
D. Asas-Asas Dalam Perjanjian.................................... 35
1. Asas Kebebasan Berkontrak ............................... 35
2. Asas Konsensuil .................................................. 35
3. Asas Pacta Sunt Servanda ................................. 35
4. Asas Itikad Baik ................................................... 36
E. Jenis Perjanjian......................................................... 36
1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.... 36
2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak
membebani ................................................... 37
3. Perjanjian bernama dan tidak bernama.............. 37
4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator... 37
5. Perjanjian konsensual dan perjanjian real........... 37
F. Hambatan Dalam Melaksanakan Perjanjian............ 38
1. Wanprestasi........................................................ 38
2. Keadaan Memaksa............................................. 43
G. Berakhirnya Perjanjian ............................................ 46
H. Periklanan ................................................................ 47
1. Alasan beriklan .................................................... 48
2. Jenis periklanan .................................................... 49
3. Proses membuat iklan ........................................... 51
4. Media Radio .......................................................... 53
a. Menyiapkan iklan review yang efektif .............. 53
b. Spat Iklan ........................................................ 55
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 56
A. Pelaksanaan Penyiaran Pada Perjanjian Siaran
Iklan Antara PT. Martina Berto Dengan Prima
Radionet................................................................ 56
1. Perjanjian Siaran Iklan........................................ 56
2. Hak dan Kewajiban Para Pihak.......................... 61
a. Hak Pemberi Pesanan.................................. 61
b. Pihak Penerima Pesanan............................. 62
B. Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Siaran
Iklan Antara PT. Martina Berto dengan Prima
Radionet.................................................................. 81
BAB IV : PENUTUP ......................................................................... 86
A. Kesimpulan.............................................................. 86
B. Saran....................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
FORMAT ALUR PENULISAN TESIS
Ketua Program
Mahasiswa
Dosen
Proposal
Ujian Proposal
Pembimbing
Ujian
Terdiri dari:
1. Ketua & Sek
2. Pembimbing
Terdiri dari :
1. Ketua & Sek
2. Pembimbing
PERJANJIAN SIARAN IKLAN ANTARA PT. MARTINA BERTO
DENGAN PRIMA RADIONET
USULAN PENELITIAN TESIS
Disusun
Dalam Rangka Menyusun Tesis S2
Program Studi Magister Kenotariatan
Oleh :
Galih Budi Prastawati
NIM : B4B008103
PEMBIMBING :
Suradi, SH, M.Hum
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2009
PERJANJIAN SIARAN IKLAN ANTARA PT. MARTINA BERTO DENGAN PRIMA RADIONET
USULAN PENELITIAN TESIS
Disusun
Dalam Rangka Menyusun Tesis S2
Program Studi Magister Kenotariatan
Mengetahui
Pembimbing, Peneliti,
Suradi, SH, M.Hum Galih Budi Prastawati
NIP 19570911198403 1003 NIM. B4B008103
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister kenotariatan
Universitas Diponegoro
H. Kashadi, SH, MH.
NIP. 195406241982031001
PERJANJIAN SIARAN IKLAN ANTARA PT. MARTINA BERTO DENGAN PRIMA RADIONET
Disusun Oleh :
Galih Budi Prastawati
NIM : B4B008103
Dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal ..............................
Tesis ini telah diterima
Sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
Magister Kenotariatan
Pembimbing, Mengetahui,
Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan
Universitas Diponegoro
Suradi, SH, M.Hum H. Kashadi, SH. MH.
NIP 19570911198403 1003 NIP. 195406241982031001
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak cara yang ditempuh oleh suatu perusahaan untuk
mengkomunikasikan pesan yang ingin disampaikan kepada konsumen, salah
satunya adalah iklan, yang merupakan bagian penting dari pemasaran suatu
produk.
Iklan sebagai sarana pemasaran oleh suatu perusahaan bisa dilakukan
dengan cara yang paling sederhana dan ada juga pemasangan iklan yang
memerlukan persiapan panjang dan dana yang tidak sedikit. Iklan sederhana bisa
dilakukan oleh suatu perusahaan misalnya adalah dengan membuat materi iklan
seperti brosur, selebaran, iklan radio, atau poster. Sedangkan bentuk
pemasangan iklan yang membutuhkan persiapan panjang dan dana yang relatif
besar misalnya seperti iklan di baliho, internet, dan radio.
Lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang
mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik dan ekonomi.
Memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial.
1
Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar,
atau suara dan gambar yang berbentuk grafis, karakter baik yang bersifat
interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
Lembaga radio sebagai salah satu media komunikasi yang akrab dengan
masyarakat kita, tidak luput sebagai media yang dimanfaatkan perusahaan untuk
mengkomunikasikan produknya, yaitu dengan memasang iklan di radio berupa
spot iklan, adlib atau talkshow. Terutama jika ingin diketahui dengan cakupan
daerah yang tidak terlalu luas atau pemasaran dengan lokasi yang relatif sempit
maka radio bisa menjadi alternatif pilihan yang menarik bagi para produsen yang
ingin mengkomunikasikan produknya kepada masyarakat atau konsumen.
Perjanjian pemasangan iklan antara pemasang dan radio terlebih dahulu
diawali langkahnya dengan negosiasi harga untuk penyiaran iklan tersebut. Harga
tersebut tentu saja ditentukan berdasarkan pertimbangan berapa durasi atau
panjang iklan, periode atau jangka waktu iklan tersebut disiarkan, frekuensi
penyiaran iklan tersebut setiap hari, dan juga masalah materi iklan. Negosiasi
antara pemasang iklan dan pihak radio jika sudah tercapai kata sepakat, maka
keduanya akan terikat dalam bentuk perjanjian.
Perjanjian itu sendiri adalah perbuatan hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum, yaitu adanya
hak dan kewajiban yang mengikat untuk ditaati oleh para pihak. Pasal 1320 KUH
Perdata menyatakan bahwa syarat sahnya perjanjian adalah :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu 4. Suatu sebab yang tidak terlarang
Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata juga disebutkan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang‐undang bagi mereka yang membuatnya”.
Jadi pada saat para pihak sudah mencapai kata sepakat dan
menandatangani suatu perjanjian, maka perjanjian itu akan mengikat bagi para
pihak untuk melaksanakan isi perjanjian tersebut. Sedang perjanjian real adalah
perjanjian disamping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada
penyerahan nyata atau barang yang diperjanjikan.
Dalam perjanjian siaran iklan antara pihak pemasang iklan dan pihak
radio juga berlaku syarat perjanjian seperti tertuang dalam Pasal 1320 dan 1338
ayat (1) KUH Perdata. Dimana pihak pemasang iklan mengikatkan dirinya dengan
pihak radio yang akan menyiarkan iklan, dan pihak pemasang iklan berkewajiban
untuk membayar penyiaran iklan oleh radio sesuai dengan kesepakatan yang
telah disepakati.
Tidak terpenuhinya prestasi ini bisa karena kesalahan dari salah satu
pihak yang mengakibatkan wanprestasi.
Overmacht atau keadaan memaksa adalah suatu keadaan atau peristiwa
yang terjadi diluar tanggungjawab para pihak, yang membuat perjanjian itu tidak
dapat dilaksanakan sama sekali.1
Prima Radionet merupakan perseroan terbatas yang didirikan pada tahun
1991. PT. Prima Radionet sendiri merupakan anak perusahaan PT. Prima Ukir
Kota Jepara yang berkedudukan di Jepara. Prima Radionet beralamat di Jalan
Raya Tahunan KM 6 Jepara. Jangkauan wilayah pemasaran meliputi area DIY,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Prima Radionet jaringan yang mampu menjaring
jutaan pendengar potensial di berbagai wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur,
dengan target usia pendengar antara 15 ‐ 40 tahun. Prima Radionet sendiri
bergerak di bidang jasa periklanan, salah satu klien dari Prima Radionet adalah
PT. Martina Berto.
PT. Martina Berto adalah perusahaan yang bergerak dibidang kosmetik,
yang berlandaskan konsep kecantikan perempuan timur , dan kekayaan alam,
yang selalu mengoptimalkan khasiat bahan alami bagi dunia kecantikan. Salah
satu produk yang beriklan di Prima Radionet adalah produk Cempaka Kirana.
Wanprestasi dalam perjanjian penyiaran iklan bisa disebabkan karena
pihak radio tidak menyiarkan iklan secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian
dengan pemasang iklan, atau juga disebabkan iklan yang tidak sesuai dengan
1 Abdul Kadir Muhamad, op.cit, hal. 27
yang diperjanjikan (iklan kosmetik harus diputar jam 7.30 di acara wanita tetapi
tidak ditayangkan).
B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka penulisan tesis ini dibatasi
pada pelaksanaan perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima
Radionet. Adapun permasalahan yang dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian siaran iklan antara PT. Martina
Berto dengan Prima Radionet?
2. Bagaimana penyelesaian wanprestasi/overmacht dalam perjanjian
siaran iklan PT. Martina Berto oleh Prima Radionet ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian siaran iklan
antara PT. Martina Berto dengan Prima Radionet.
2. Untuk mengetahuai cara penyelesaian wanprestasi/overmacht dalam
perjanjian siara iklan PT. Martina Berto oleh Prima Radionet.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu
hukum pada umumnya dan hukum periklanan pada khususnya,
terutama mengenai pemasangan iklan di radio sebagai sarana
pemasaran.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat terutama
berkaitan dengan pemasangan iklan radio sebagai sarana
pemasaran.
b. Untuk memberikan masukan kepada pengusaha dan
kontribusi hukum bagi pengembangan hukum, khususnya
hukum periklanan yang berkaitan dengan media radio.
c. Untuk dapat dimanfaatkan bagi pihak‐pihak yang
membutuhkan pokok bahasan yang dikaji, dengan disertai
pertanggungjawaban secara ilmiah.
E. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teori
a. Perjanjian
Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi tentang
perjanjian sebagai berikut :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Rumusan tersebut selain tidak lengkap artinya juga
sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan
perjanjian sepihak saja, artinya sangat luas karena hanya
dipergunakan perkataan ‘perbuatan’ tercakup juga perwakilan
sukarela dan perbuatan melawan hukum.
Pasal 1338 KUH Perdata, “Semua persetujuan yang dibuat secara sah dan sesuai dengan Undang‐Undang berlaku sebagai Undang‐Undang bagi mereka yang membuatnya.”
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan‐alasan
yang ditentukan oleh Undang‐Undang. Persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik.
Pasal 1320 KUH Perdata, “Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu 4. Suatu sebab yang tidak terlarang
b. Asas‐asas dalam Perjanjian
Dalam hukum perjanjian berlaku beberapa asas hukum, yaitu :
1) Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang‐undang bagi mereka yang
membuatnya. Maksud ‘semua’ dalam pasal tersebut
meliputi seluruh perjanjian baik yang sudah maupun
belum diatur dalam undang‐undang.
Asas tersebut bukan berarti tidak ada batasannya
sama sekali, tetapi kebebasan seseorang dalam membuat
perjanjian yang dibuatnya tidak bertentangan dengan
kesusilaan, ketertiban umum dan undang‐undang.
2) Asas Konsensuil
Asas konsensuil perjanjian terjadi sejak saat
tecapainya kata sepakat antara pihak‐pihak dengan kata
lain, perjanjian itu sudah ada dalam pengertian telah
mempunyai akibat hukum atau sudah mengikat sejak
tercapainya kata sepakat. Asas ini terdapat dalam Pasal
1320 KUH Perdata.
3) Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini merupakan asas dalam perjanjian yang
berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian.
Bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah
telah mengikat para pihak dalam perjanjian atau berlaku
sebagai undang‐undang bagi mereka yang membuat
perjanjian tersebut.
Maka bila terjadi sengketa, isi perjanjian yang akan
dijadikan sarana untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
4) Asas Itikad Baik
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata, menyatakan bahwa :
“Semua perjanjian itu harus dilakukan dengan itikad
baik.”
c. Hambatan
1) Wanprestasi
Bentuk‐bentuk dari wanprestasi adalah :
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi.
3. Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya.
Dari bentuk‐bentuk wanprestasi tersebut di atas kadang‐
kadang menimbulkan keraguan, pada waktu debitur tidak
memenuhi prestasi, apakah termasuk tidak memenuhi
prestasi sama sekali atau terlambat dalam memenuhi
prestasi.
Apabila debitur sudah tidak mampu memenuhi
prestasinya maka ia termasuk bentuk yang pertama, tetapi
apabila debitur masih mampu memenuhi prestasi ia dianggap
sebagai terlambat dalam memenuhi prestasi.
Bentuk ketiga, debitur memenuhi prestasi tidak
sebagaimana mestinya atau keliru dalam memenuhi
prestasinya, apabila prestasi masih dapat diharapkan untuk
diperbaiki maka ia dianggap terlambat tetapi apabila tidak
dapat diperbaiki lagi ia sudah dianggap sama sekali tidak
memenuhi prestasi.
2) Akibat dari Wanprestasi
Sebagai akibat terjadinya wanprestasi maka debitur harus :
1. Mengganti kerugian.
2. Benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak
dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari
debitur.
3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik,
kreditur dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian.
Di samping debitur harus bertanggung gugat tentang hal‐
hal tersebut, maka apa yang dapat dilakukan oleh kreditur
menghadapi debitur yang wanprestasi itu. Kreditur dapat
menuntut salah satu dari 5 kemungkinan sebagai berikut :
1. Dapat menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian.
2. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian.
3. Dapat menuntut pengganti kerugian.
4. Dapat menuntut pembatalan dan pengganti kerugian.
5. Dapat menuntut pemenuhan dan pengganti kerugian.
Wanprestasi memang dapat terjadi dengan sendirinya
tetapi kadang‐kadang tidak. Banyak perikatan yang tidak
dengan ketentuan waktu pemenuhan prestasinya memang
dapat segera ditagih.
Ini diperlukan tenggang waktu yang layak dan ini
diperbolehkan dalam praktek.
Tenggang waktu dapat beberapa jam, dapat pula satu
hari bahkan lebih. Maka dari itu dalam perjanjian‐perjanjian
yang tidak ditentukan waktunya wanprestasi tidak terjadi
demi hukum, karena tidak ada kepastian kapan ia betul‐betul
wanprestasi.
Kalau perikatan itu dengan ketentuan waktu, kadang‐
kadang ketentuan waktu mempunyai arti yang lain yaitu :
bahwa debitur tidak boleh berprestasi sebelum waktu itu
tiba.2
2 Purwahid Patrik, 1994, Dasar‐Dasar Hukum Perikatan, hal 12, Penerbit Mandar Maju, Bandung.
Jalan keluar untuk mendapatkan kapan debitur itu
wanprestasi undang‐undang memberikan upaya hukum
dengan suatu pernyataan lalai (ingebrekestelling, sommasi).
Pernyataan lalai ialah merupakan upaya hukum untuk
menentukan kapan saat terjadinya wanprestasi. Sedangkan
pernyataan lalai adalah pesan (pemberitahuan) dari kreditur
kepada debitur yang menerangkan kapan selambat‐
lambatnya debitur diharapkan memenuhi prestasinya.
Biasanya diberikan waktu yang banyak bagi debitur terhitung
saat pernyataan lalai itu diterima oleh debitur.
Pernyataan lalai ada yang diperlukan dan ada yang tidak
diperlukan mengingat adanya bentuk wanprestasi.
1. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali maka
pernyataan lalai tidak diperlukan, kreditur langsung minta
ganti kerugian.
2. Dalam hal debitur terlambat memenuhi prestasi maka
pernyataan lalai diperlukan, karena debitur dianggap
masih dapat berprestasi.
3. Kalau debitur keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge Raad
berpendapat pernyataan lalai perlu, tetapi Meijers
berpendapat lain apabila karena kekeliruan debitur
kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang positif
(positive contrackbreuk), pernyataan lalai tidak perlu.
Pemutusan perjanjian yang positif adalah dengan prestasi
debitur yang keliru itu menyebabkan kerugian kepada milik
lainnya dari kreditur.
Lain halnya pemutusan perjanjian yang negatif,
kekeliruan prestasi tidak menimbulkan kerugian pada milik
lain dari kreditur, maka pernyataan lalai diperlukan.
3) Keadaan Memaksa (Overmacht)
Pada umumnya tidak memenuhi perikatan adalah
menjadi tanggung jawab dari debitur apabila ia baik karena
sengaja maupun kelalaiannya tidak memenuhinya. Dengan
perkataan lain, debitur, yang karena kesalahannya tidak
memenuhi prestasi ia harus bertanggung gugat untuk
wanprestasi. Tetapi apabila debitur tidak memenuhi prestasi
karena tidak ada kesalahan maka kita berhadapan dengan
keadaan memaksa yang tidak dapat dipertanggungkan
kepadanya.
Ada tiga syarat untuk overmacht ini :
1. Harus ada halangan untuk memenuhi kewajibannya.
2. Halangan itu terjadi tidak karena kesalahan dari debitur.
3. Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi resiko dari
debitur.3
Akibat dari overmacht :
1. Kreditur tidak dapat minta pemenuhan prestasi (pada
overmacht sementara sampai berakhirnya keadaan
overmacht).
2. Gugurnya kewajiban untuk mengganti kerugian (Pasal
1244, 1245 KUH Perdata).
3. Pihak lawan tidak perlu minta pemutusan perjanjian (Pasal
1266 tidak berlaku, putusan hakim tidak perlu).
4. Gugurnya kewajiban untuk berprestasi dari pihak lawan.4
Dalam keadaan memaksa (overmacht) maka perikatan
telah berhenti berlakunya, ini tidak berarti bahwa perikatan
menjadi lenyap.
Kalau keadaan overmacht itu sudah tidak ada maka
perikatan berlaku lagi.
3 Purwahid Patrik, 1994, Dasar‐Dasar Hukum Perikatan, hal 12, Penerbit Mandar Maju, Bandung. 4 Purwahid Patrik, 1994, Dasar‐Dasar Hukum Perikatan, hal 12, Penerbit Mandar Maju, Bandung.
Dalam perjanjian yang timbal balik, apabila salah satu
pihak karena overmacht terhalang untuk berprestasi maka
pihak lawan juga dibebaskan untuk berprestasi.
d. Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjanjian pada umumnya akan berakhir apabila tujuan
dari perjanjian itu telah dicapai, yang masing‐masing pihak telah
memenuhi prestasi yang diperjanjikan, sebagaimana yang mereka
kehendaki bersama dalam mengadakan perjanjian tersebut.
Di samping berakhirnya perjanjian seperti disebutkan diatas,
terdapat beberapa cara lainnya yang dapat mengakhiri perjanjian,
yaitu5 :
1) Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak yang
membuatnya. Misalnya; dalam perjanjian telah ditentukan
batas waktu berakhirnya dalam waktu tertentu.
2) Undang‐undang menentukan batas waktu perjanjian tersebut.
Misalnya : Pasal 1520 KUH Perdata, bahwa hak membeli
kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu,
yaitu lebih lama dari lima tahun.
3) Para pihak atau undang‐undang dapat menentukan bahwa
dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian akan
5 Ibid, hal 69
berakhir. Misalnya : jika salah satu pihak meninggal,
perjanjian menjadi hapus, sesuai dengan Pasal 1603 KUH
Perdata.
4) Karena perjanjian para pihak (herroeping). Seperti tercantum
dalam Pasal 1338 KUH Perdata bahwa perjanjian dapat ditarik
kembali atau dibatalkan dengan perjanjian para pihak yang
membuatnya.
5) Pernyataan penghentian perjanjian, dapat dilaksanakan oleh
kedua belah pihak atau oleh satu pihak hanya pada perjanjian
yang bersifat sementara, misalnya perjanjian kerja dan
perjanjian sewa menyewa.
6) Berakhirnya karena putusan hakim, misalnya jika dalam
perjanjian terjadi sengketa yang diselesaikan lewat jalur
pengadilan, kemudian Hakim memutuskan perjanjian tersebut
berakhir.
2. Kerangka Konsep
Perjanjian
KUH Perdata Pasal 1320, 1338 dab 1313
Wanprestasi
• Untuk mengetahui sebab timbulnya wanprestasi.
• Untuk mengetahui cara penyelesaian wanprestasi.
Overmacht
• Untuk mengetahui sebab timbulnya overmacht.
• Untuk mengetahui cara penyelesaian overmacht
Permasalahan
Berakhirnya Perjanjian
Gambar 1. Kerangka Konsep
Dari kerangka konsep ini, penulis ingin memberikan gambaran
guna menjawab perumusan masalah yang telah disebutkan pada awal
usulan penulisan tesis ini, sebab timbulnya wanprestasi dalam perjanjian
siaran iklan, karena perjanjian dinyatakan sah harus memenuhi syarat‐
syarat yang diinterpretasikan pada Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu adanya
kata sepakat, kecakapan para pihak, objek tertentu, dan adanya kuasa
yang halal, dan Pasal 1388 KUH Perdata tentang semuaperjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang‐undang bagi mereka yang
membuatnya. Pasal 1313 KUH Perdata tentang perjanjian adalah suatu
perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih, kemudian dibuat kesimpulan mengenai
penyelesaian wanprestasi PT. Martina Berto dengan Prima Radionet.
Hak dan Kewajiban
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisis dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau secara tertentu;
sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak
adanya hal‐hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Untuk
memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan suatu penulisan tesis yang
memenuhi syarat baik kualitas maupun kuantitas, maka dipergunakan metode
penelitian tertentu. Oleh karena penelitian adalah suatu sarana pokok dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten,
karena melalui proses penelitian tersebut diadakan analisis dan konstruksi
terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.
Metodologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata “Methodos” dan
“logos”. Methodos berarti cara atau jalan, sedangkan logos berarti ilmu
pengetahuan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metodologi menyangkut
masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu
yang bersangkutan.
Dengan menggunakan suatu metode penelitian, diharapkan mampu
untuk menemukan, merumuskan, menganalisa, maupun memecahkan masalah‐
masalah dalam suatu penelitian dan agar data yang diperoleh lengkap, relevan,
akurat dan realibel, diperlukan metode penelitian yang dapat diandalkan
(dependable).
Penyusunan karya ilmiah juga memerlukan suatu metodologi yang
memuat cara‐cara mempelajari, menganalisa, dan mendalami lingkungan‐
lingkungan yang dihadapi dari suatu permasalahan6.
1. Pendekatan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis
empiris. Metode ini dipergunakan dengan mengadakan pendekatan masalah
dengan meninjau ketentuan‐ketentuan hukum yang berhubungan dengan
perjanjian dan wanprestasi.
Faktor yuridis disini adalah peraturan atau norma‐norma hukum yang
berhubungan dengan perjanjian. Sedangkan faktor empiris adalah kenyataan
yang ada mengenai pelaksanaan perjanjian siaran iklan yang terjadi antara PT.
Martina Berto dengan Prima Radionet.
2. Spesifikasi Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan yang penulis ambil, maka spesifikasi
penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif analitis. Adalah penelitian yang
6 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, hal 6‐7, UI Press, Jakarta.
dimaksudkan untuk menggambarkan tentang manusia, keadaan atau gejala‐
gejala lainnya7.
Metode deskriptif analitis tersebut menggambarkan peraturan yang
berlaku, yang kemudian dikaitkan dengan teori‐teori hukum dan praktek
pelaksanaan hukum positif yang menyangkut perjanjian siaran iklan, dalam hal
ini penelitian ini bertujuan menggambarkan dan menganalisa permasalahan‐
permasalahan yang timbul dalam perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet.
3. Sumber dan Jenis Data
a. Sumber Data
Sumber data adalah seuatu yang menjadi sumber untuk
memperoleh sebuah data8. Sumber data yang digunakan dalam tesis ini
adalah :
1) Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang terkait langsung
dengan permasalahan yang diteliti yang diperoleh di lapangan9.
Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data primer adalah
Patricia Husada, Manager Marketing PT. Martina Berto Jakarta dan
Rachma Latifa, Manager Marketing PT. Prima Radionet Jepara.
7 Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, hal 36, Rajawali Press, Jakarta. 8 http://skripsi.dagdigdug.com (12 Oktober 2009 pukul 19.30 WIB) 9 Soerjono Soekanto, op.cit., hal 51‐52
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, atau data tersier10. Adapun sumber data sekunder yang
digunakan penulis dalam penulisan tesis ini yaitu :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan‐bahan hukum yang mengikat11.
Dalam penelitian hukum ini, bahan hukum primer yang digunakan antara
lain :
(1) KUH Perdata, pasal 1320 tentang syarat‐syarat terjadinya suatu
perjanjian yang sah.
(2) KUH Perdata, pasal 1338 tentang akibat persetujuan.
(3) KUH Perdata, pasal 1313 tentang perikatan yang lahir dari kontrak
atau persetujuan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer12. Bahan hukum sekunder yang
digunakan dalam penelitian hukum ini, antara lain : buku‐buku atau
literatur‐literatur mengenai perjanjian, pendapat hukum, berkas‐berkas
atau dokumen‐dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
10 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994), hlm. 118.
11 Loc. cit. 12 Ibid, hal 119
b. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1) Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama, melalui penelitian13. Dalam penelitian ini, yaitu Patricia Husada,
Marketing Manager PT. Martina Berto Jakarta dan Rachma Latifa,
Manager Marketing PT. Prima Radionet Jepara.
2) Data Sekunder
Data sekunder, antara lain mencakup dokumen‐dokumen resmi,
buku‐buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, harian dan
seterusnya14. Yaitu dokumen perjanjian kontrak iklan antara PT. Martina
Berto dengan PT. Prima Radionet.
Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu buku‐
buku atau literatur‐literatur dan peraturan perundang‐undangan
mengenai perjanjian, artikel, berkas‐berkas atau dokumen‐dokumen dan
sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
4. Teknik Pengumpulan Data
13 Soerjono Sokanto, op.cit, hlm 12 14 Loc.cit.
Teknik pengumpulan data adalah cara mendapatkan data yang kita
inginkan. Dengan ketepatan teknik pengumpulan data, maka data yang diperoleh
akan sesuai dengan yang diinginkan.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teknik pengumpulan
data15 :
a. Studi Lapangan
Yaitu suatu penelitian dimana peneliti secara langsung terjun ke lapangan
untuk mendapatkan data‐data dan keterangan‐keterangan yang diperlukan.
Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data melalui studi lapangan ini
adalah dengan menggunakan wawancara.
Wawancara ditentukan terhadap beberapa orang yang telah ditentukan
dalam penelitian ini. Dimana pertanyaan‐pertanyaan yang akan diajukan telah
dipersiapkan sebagai pedoman penerima informasi, dan dimungkinkan juga
pertanyaan lain yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat berlangsung
wawancara.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan :
a. Rachma Latifa, Kepala Bagian Marketing Manager Prima Radionet.
b. Patricia Husada, Marketing Manager PT. Martina Berto.
b. Studi Kepustakaan
15 Ibid, hal 60
Merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji,
serta mempelajari buku‐buku yang relevan dengan obyek yang diteliti, termasuk
buku‐buku referensi, peraturan perundang‐undangan, dokumen‐dokumen serta
sumber‐sumber lain yang berkaitan dengan perjanjian.
5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa data kualitatif.
Mengingat data yang terkumpul adalah data kualitatif, maka analisa yang
diperlukan adalah data kualitatif yaitu data yang diperoleh kemudian disusun
secara sistematis kemudian dianalisis untuk mencapai kejelasan masalah yang
akan dibahas16.
Data yang sudah diperoleh akan disusun dalam bentuk penyusunan data
kemudian dilakukan reduksi atau pengolahan data, menghasilkan sajian data dan
seterusnya akan diambil kesimpulan atau verifikasi yang dilakukan saling
menjalin dengan proses pengumpulan data.
Teknik analisis kualitatif ini dilakukan karena data yang didapat lebih
banyak bersifat uraian dan tidak menggunakan rumus‐rumus matematis maupun
model‐model statistik dalam menjawab permasalahan (interactive modal of
analysis)17.
16 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. 17 HB. Sutopo, 1991, Metodologi Kualitatif, Makalah, hal 13, UNS Press.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh yang sesuai dengan
aturan baru dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu
sistematika dalam penyusunan tesis. Adapun sistematika penulisan tesis terdiri
dari 4 (empat) bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, hasil penelitian dan
pembahasan, serta penutup ditambah dengan daftar pustaka dan lampiran‐
lampiran yang disusun dengan sistematika sebagai berikut :
Dalam bab I, akan diuraikan mengenai gambaran awal penelitian ini, yang
meliputi latar belakang perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan
Prima Radionet, kemudian mengenai perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika
penyajian yang akan dipergunakan dalam melakukan penelitian.
Dalam bab II, akan diuraikan mengenai landasan teori berdasarkan
literatur‐literatur yang penulis gunakan, tentang hal‐hal yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti. Hal tersebut meliputi, pengertian perjanjian pada
umumnya, unsur perjanjian, syarat sahnya perjanjian, asas‐asas dalam perjanjian
serta jenis perjanjian. Hal tersebut ditujukan agar pembaca dapat memahami
tentang permasalahan yang penulis teliti.
Dalam bab III, akan diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan.
Dalam pembahasan akan dianalisa mengenai telah terjadi wanprestasi dan
bagaimana bentuk wanprestasi dalam perjanjian siaran iklan antara PT. Martina
Berto dengan Prima Radionet. Bagaimana penyelesaian wanprestasi dalam
perjanjian siaran iklan PT. Martina Berto oleh Prima Radionet dan
penyelesaiannya bila terdapat keadaan memaksa (overmacht) dalam perjanjian
siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima Radionet.
Dalam bab IV, akan diuraikan mengenai penutup yang berisikan simpulan
dari hasil penelitian dan pembahasan serta memberikan saran‐saran terhadap
beberapa kekurangan yang menurut penulis perlu diperbaiki.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya
Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi tentang perjanjian sebagai
berikut :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Rumusan tersebut selain tidak lengkap artinya juga sangat luas. Tidak
lengkap karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja, artinya sangat luas
karena hanya dipergunakan perkataan ‘perbuatan’ tercakup juga perwakilan
sukarela dan perbuatan melawan hukum.
Sehubungan dengan hal itu maka perlu diadakan perbaikan mengenai
definisi tersebut, yaitu :
1. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan
yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
2. Menambahkan perkataan ‘atau saling mengikatkan dirinya’ dalam Pasal
1313 KUH Perdata.
3. Dalam pengertian tersebut tanpa disebutkan tujuan mengadakan
perjanjian.
Sehingga perumusannya menjadi18 :
“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.”
Perjanjian adalah perbuatan hukum bersegi dua atau jamak, dimana
untuk itu siperlukan syarat‐syarat seperti dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
B. Unsur Perjanjian
Pengertian perjanjian di atas, apabila diperhatikan mengandung unsur‐
unsur dari sebuah perjanjian, yaitu sebagai berikut19 :
1 Adanya pihak, sedikitnya dua orang
Para pihak dalam perjanjian ini disebut sebagai subjek perjanjian. Subjek
perjanjian dapat berupa orang atau badan hukum. Subjek perjanjian ini harus
berwenang untuk melaksanakan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan oleh
undang‐undang.
2 Adanya perjanjian para pihak
Perjanjian antara pihak bersifat tetap, bukan suatu perundingan. Dalam
perundingan umumnya dibicarakan mengenai syarat‐syarat subjek dan objek
18 Abdul Kadir Muhamad, 1990, Hukum Perikatan, hal 78, Citra Aditya Bakti, Bandung. 19 Ibid, hal 80
28
perjanjian. Perjanjian tersebut biasanya ditunjukkan dengan penerimaan syarat
atas suatu tawaran.
Apa yang ditawarkan oleh pihak yang satu diterima oleh pihak yang
lainnya. Apa yang ditawarkan dan perundingan itu pada umumnya mengenai
syarat‐syarat dan mengenai objek dari perjanjian.
Dengan disetujuinya oleh masing‐masing pihak tentang syarat‐syarat dan objek
perjanjian, maka timbullah perjanjian.
3 Adanya tujuan yang hendak dicapai
Tujuan yang hendak dicapai dari suatu perjanjian terutama untuk
memenuhi kebutuhan para pihak. Kebutuhan pihak hanya dapat dipenuhi jika
mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Tujuan yang hendak dicapai juga tidak
boleh bertentangan dengan undang‐undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
4 Adanya prestasi yang akan dilaksanakan
Perjanjian kemudian menimbulkan adanya kewajiban untuk
melaksanakan suatu prestasi. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi
oleh para pihak‐pihak sesuai dengan syarat‐syarat perjanjian.
5 Adanya bentuk tertentu tulisan atau lisan
Pentingnya bentuk tertentu ini karena undang‐undang yang
menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian
mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.
Perjanjian dapat dibuat juga secara lisan, tetapi jika para pihak
menghendaki dibuat secara tertulis, maka perjanjian juga dapat dibuat dengan
tertulis, misalnya dengan surat yang telah disetujui para pihak atau akta notaris.
6 Adanya syarat‐syarat tertentu sebagai sahnya perjanjian
Syarat‐syarat tersebut sebenarnya merupakan isi dari perjanjian, karena
dari syarat‐syarat tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban masing‐masing
pihak.
C. Syarat Sahnya Perjanjian
Untuk perbuatan perjanjian ini terdapat syarat‐syarat untuk sahnya suatu
perjanjian. Syarat‐syarat tersebut terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata :
“Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal.”
1. Kesepakatan Mereka yang Mengikatkan Diri
Sebelum ada perjanjian biasanya para pihak mengadakan perundingan
atau negosiasi, dimana pada tahap ini para pihak saling mengutarakan, dimana
pada tahap ini para pihak saling mengutarakan kehendaknya. Adanya kesesuaian
dalam negosiasi inilah, yang kemudian menjadi kesepakatan para pihak.
Kesepakatan yang terjadi diantara para pihak yang mengadakan
perjanjian harus terjadi dengan sukarela dan tanpa paksaan atau penipuan. Di
antara para pihak harus ada kehendak untuk mengikatkan diri. Dalam
pembuatan suatu perjanjian kemungkinan terjadi kata sepakat yang diberikan
karena ada paksaan atau berada di bawah ancaman sehingga seseorang terpaksa
menyetujui (Pasal 1324 KUH Perdata).
Perjanjian juga bisa terjadi karena adanya penipuan, yaitu dengan sengaja
melakukan tipu muslihat, dengan memberikan keterangan palsu dan tidak benar
untuk membujuk orang lain agar menyetujui (Pasal 1328 KUH Perdata).
Jika perjanjian dilakukan dengan di bawah ancaman, penipuan dan juga
dengan menggunakan kekerasan, maka mungkin saja diadakan pembatalan oleh
pengadilan atas tuntutan dari orang‐orang yang berkepentingan terhadap
perjanjian tersebut (Pasal 1454 KUH Perdata).
2. Kecakapan Bertindak
Pasal 1329 KUH Perdata :
Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.
Pasal 1330 KUH Perdata :
“Tidak cakap membuat perjanjian‐perjanjian adalah :
1. Orang‐orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. Orang‐orang perempuan, dalam hal‐hal yang ditetapkan oleh undang‐
undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang‐undang telah melarang membuat perjanjian‐perjanjian tertentu.”
Pasal 330 KUH Perdata menyatakan orang yang belum dewasa adalah mereka
yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin
sebelumnya.
Pasal 1330 Sub 3 KUH Perdata juga mengatur ketidakcakapan untuk membuat
perjanjian kepada orang‐orang tertentu yang telah ditentukan oleh undang‐
undang, antara lain20 :
a. Suami‐istri, yang oleh Pasal 1467 KUH Perdata, dinyatakan tidak
berwenang untuk melakukan transaksi jual beli yang satu kepada yang
lain.
b. Hakim, jaksa, panitera, advokat, pengacara, juru sita dan notaris dilarang
mengoper hak dan tagihan yang sedang disengketakan dalam wilayah
hukum dimana mereka melakukan pekerjaan mereka, Pasal 1467 KUH
Perdata.
20 Ibid, hal 17
c. Pejabat umum, baik sendiri maupun melalui perantara, juga dilarang
untuk membeli benda‐benda yang dijual dengan perantaraan atau
dihadapannya, Pasal 1469 KUH Perdata.
d. Demikian pula dilarang untuk membeli, baik sendiri maupun melalui
kuasa :
- Kuasa, atas barang untuk mana ia kuasakan untuk menjual,
- Curator, atas benda‐benda milik negara dan lembaga publik, yang
pemeliharaannya dan pengurusannya diserahkan kepada mereka,
Pasal 1470 KUH Perdata.
e. Demikian juga kepada para pesero yang melakukan beheer, dilarang
untuk mengasingkan, menggadaikan, membebani benda‐benda milik
perseroan, Pasal 1640 KUH Perdata.
3. Suatu Hal Tertentu
Syarat ketiga dari Pasal 1320 KUH Perdata adalah adanya suatu hal
tertentu. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ‘hal tertentu’, perlu
melihat kepada Pasal 1333 KUH Perdata, yang merupakan penjabaran lebih
lanjut dari Pasal 1320 ayat (3) KUH Perdata.
Pasal 1333 KUH Perdata :
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.”
Dalam Pasal 1333 KUH Perdata dikatakan bahwa perjanjian harus
mempunyai pokok suatu benda (zaak) yang paling sedikit ditentukan jenisnya.
Yang dimaksud disini adalah, bahwa objek perjanjian tidak harus secara
individual tertentu, tetapi cukup kalau jenisnya tertentu.
Hal tersebut berarti bahwa perjanjian sudah memenuhi syarat, kalau jenis
objek perjanjiannya saja sudah ditentukan. Maka ketentuan tersebut harus
ditafsirkan objek perjanjian harus tertentu, sekalipun masing‐masing objek tidak
harus secara individual tertentu21.
4. Suatu Sebab yang Halal
Sebab atau causa adalah suatu yang menyebabkan atau mendorong
orang untuk membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud sebab yang halal dalam
Pasal 1320 KUH Perdata bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau
yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi
perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para
pihak22.
Undang‐undang tidak melihat apa yang menjadi sebab orang
mengadakan perjanjian, yang diperhatikan adalah isi dari perjanjian tersebut,
yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai, apakah dilarang oleh undang‐
undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketentuan umum dan
kesusilaan atau tidak.
21 Ibid, hal 31. 22 Abdul Kadir Muhamad, hal 94, op.cit,.
Pasal 1337 KUH Perdata :
“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang‐undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”.
Pasal di atas berarti menurut undang‐undang, causa atau sebab yang
halal apabila tidak dilarang oleh undang‐undang, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan, maka perjanjian yang berisi causa atau sebab
yang halal diperbolehkan, sebaliknya jika perjanjian yang berisi causa atau sebab
yang tidak halal maka tidak diperbolehkan.
Keempat syarat tersebut di atas, jika digolongkan maka akan terbagi
menjadi dua, yaitu :
1. Syarat Subyektif
Adalah syarat yang menyangkut subjek dari perjanjian, yaitu pihak
yang mengadakan perjanjian. Yang termasuk dalam syarat ini adalah
kesepakatan untuk mengikatkan diri dan cakap untuk membuat
perjanjian. Jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian dapat
dimintakan pembatalannya.
2. Syarat Objektif
Adalah merupakan syarat yang mencakup objek dari perjanjian,
yaitu adanya hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Bilamana syarat
obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
D. Asas‐Asas Dalam Perjanjian
Dalam hukum perjanjian berlaku beberapa asas hukum, yaitu :
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang‐undang bagi mereka
yang membuatnya. Maksud ‘semua’ dalam pasal tersebut meliputi seluruh
perjanjian baik yang sudah maupun belum diatur dalam undang‐undang.
Asas tersebut bukan berarti tidak ada batasannya sama sekali, tetapi
kebebasan seseorang dalam membuat perjanjian yang dibuatnya tidak
bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang‐undang.
2. Asas Konsensuil
Asas konsensuil perjanjian terjadi sejak saat tecapainya kata sepakat
antara pihak‐pihak dengan kata lain, perjanjian itu sudah ada dalam pengetian
telah mempunyai akibat hukum atau sudah mengikat sejak tercapainya kata
sepakat. Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan
mengikatnya suatu perjanjian. Bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak
secara sah telah mengikat para pihak dalam perjanjian atau berlaku sebagai
undang‐undang bagi mereka yang membuat perjanjian tersebut.
Maka bila terjadi sengketa, isi perjanjian yang akan dijadikan sarana untuk
menyelesaikan sengketa tersebut.
4. Asas Itikad Baik
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, menyatakan
bahwa :
“Semua perjanjian itu harus dilakukan dengan itikad baik.” Pengertian
itikad baik mempunyai dua arti, yaitu :
a. Itikad baik dalam perjanjian yang subyektif diartikan sebagai kejujuran
seseorang dalam melakukan perbuatan hukum.
b. Itikad baik dalam pengertian objektif, maksudnya bahwa pelaksanaan
suatu perjanjian itu harus didasarkan pula pada norma kepatutan atau
apa‐apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.
E. Jenis Perjanjian
Secara garis besar KUH Perdata mengklasifikasikan jenis‐jenis perjanjian
adalah23 :
1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan
kewajiban kepada kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah
perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan kepada pihak
lainnya, misalnya hibah.
23 Abdul Kadir Muhamad, op.cit, hal 86‐88.
2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak membebani
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan
keuntungan kepada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang
membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu
selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi
tersebut ada hubungannya menurut hukum.
3. Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri,
yang dikelompokkan sebagai perjanjian‐perjanjian khusus, karena jumlahnya
terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak bernama
adalah perjanjian yag tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak
terbatas.
4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik
dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari
perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir sendiri adalah perjanjian yang
menimbulkan perikatan, artinya sejak timbulnya hak dan kewajiban para pihak.
5. Perjanjian konsensual dan perjanjian real
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada
perjanjian kehendak antara pihak‐pihak. Sedangkan perjanjian real adalah
perjanjian di samping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada
penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan.
F. Hambatan Dalam Melaksanakan Perjanjian
Suatu perjanjian dalam pelaksanaannya ada kemungkinan tidak sesuai
dengan yang diperjanjikan atau mungkin tidak dapat dilaksanakan karena adanya
hambatan‐hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan‐hambatan tersebut
dapat terjadi berupa wanprestasi dan keadaan memaksa24.
1. Wanprestasi
Wanprestasi menurut Abdul Kadir Muhamad mempunyai arti tidak
memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan
yang timbul karena perjanjian25.
Sedangkan menurut J. Satrio, wanprestasi mempunyai arti bahwa debitur
tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan
kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debitur
wanprestasi26.
Dari dua pengertian di atas, maka secara umum wanprestasi berarti
pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut
selayaknya. Misalnya seorang debitur disebutkan dalam keadaan wanprestasi
maka dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah terlambat dari
24 J. Satrio, 1999, Hukum Perikatan‐Perikatan Pada Umumnya, hal 83, Penerbit Alumni, Bandung. 25 Abdul Kadir Muhamad, op‐cit, hal 20. 26 J. Satrio, ibid, hal 122.
jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut
yang sepatutnya.
Debitur dikatakan telah melakukan wanprestasi baik karena lalai maupun
karena kesengajaan, apabila27 :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
b. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yang
diperjanjikan.
c. Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tetapi sudah terlambat.
d. Melakukan suatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.
Untuk menentukan dan menyatakan apakah seseorang melakukan
wanprestasi, tidaklah mudah karena seringkali tidak diperjanjikan dengan tepat
kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang telah diperjanjikan.
Sebelum dinyatakan wanprestasi, seorang debitur harus lebih dahulu
ditagih atau diberi teguran atau somasi, sebagaimana ketentuan Pasal 1238 KUH
Perdata yang menyebutkan :
“Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan terus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
27 J. Satrio, ibid, hal 122.
Pasal 1238 KUH Perdata mengatakan bahwa debitur lalai, dan oleh KUH
Perdata telah jelas ditetapkan, sejak kapan debitur dalam keadaan lalai, yaitu
dengan tiga jenis teguran atau peringatan :
1. Surat Perintah
Surat perintah atau surat peringatan resmi dari hakim atau juru sita
pengadilan biasanya berbentuk penetapan atau beschiking. Berdasarkan surat
perintah tersebut juru sita memberi surat teguran secara lisan kepada debitur
kapan selambat‐lambatnya ia harus berprestasi. Ini biasanya disebut dengan
exploit juru sita.
2. Akta sejenis
Akta sejenis ini merupakan peringatan secara tertulis, maksudnya dapat
berupa akta di bawah tangan atau dengan akta notaris.
3. Tersimpul dari perjanjiannya sendiri
Maksudnya sejak membuat perjanjian para pihak sudah menentukan saat
kapan terjadinya wanprestasi.
Pernyataan lalai sebenarnya merupakan suatu peringatan dari kreditur
agar debitur berprestasi, selambat‐lambatnya pada suatu saat tertentu28.
28 J. Satrio, op‐cit, hal 106.
Menurut Pasal 1267 KUH Perdata, pihak kreditur dapat menuntut pihak
debitur yang lalai dengan memilih beberapa kemungkinan tuntutan sebagai
berikut :
a. Pemenuhan perjanjian;
b. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi;
c. Ganti rugi saja;
d. Pembatalan perjanjian;
e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
Sedangkan menurut R. Subekti, akibat hukum bagi debitur yang telah
melakukan wanprestasi adalah suatu sanksi, terdapat 4 (empat) macam sanksi
yaitu :
a. Ganti Rugi
Debitur harus membayar ganti rugi sebagai akibat kerugian yang diderita
kreditur, seperti yang tersebut dalam Pasal 1243 KUH Perdata. Dalam pasal
tersebut menyebutkan perincian ganti rugi yang meliputi :
1) Biaya, yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata‐nyata
sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak.
2) Rugi, yaitu kerugian yang terjadi karena kerusakan barang‐barang
kepunyaan kreditur, yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.
3) Bunga, yaitu kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah
dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.
Undang‐undang juga memberikan ketentuan yang merupakan
pembatasan tentang apa yang dituntut sebagai ganti rugi, ketentuan‐ketentuan
tersebut terdapat dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata, yaitu
menyatakan sebagai berikut :
Pasal 1247 KUH Perdata :
“Si berhutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang nyata telah, atau sedianya dapat diduga sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya.”
Pasal 1248 KUH Perdata :
“Bahwa jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan karena tipu daya di berutang, pengganti biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perikatan.”
Dengan demikian walaupun debitur dalam kenyataan lalai atau alpa tetap
diberi perlindungan oleh undang‐undang terhadap kesewenangan pihak kreditur.
Akan tetapi pembatasan tersebut hanya meliputi kerugian yang dapat diduga
pada kemungkinan timbulnya kerugian dan besarnya kerugian. Serta kerugian
tersebut merupakan akibat langsung dari wanprestasi, sepeti yang ditentukan
dalam Pasal 1248 KUH Perdata.
b. Pembatalan Perjanjian
Pembatalan ini mempunyai maksud bahwa kedua belah pihak
berkehendak kembali kepada keadaan semula sebelum perjanjian diadakan. Bila
salah atu pihak telah memenuhi atau menerima prestasi dari pihak lain (baik
barang maupun uang), maka harus dikembalikan seperti sedia kala.
Pemutusan perjanjian karena wanprestasi debitur diatur dalam Pasal
1265‐1267 KUH Perdata, yaitu terdapat dalam bagian V Bab I buku III KUH
Perdata. Menurut undang‐undang dalam hal wanprestasi, harus memenuhi
syarat untuk melaksanakan pembatalan perjanjian, yaitu :
1) Debitur harus dalam keadaan wanprestasi;
2) Pemutusan perjanjian dengan perantaraan hakim;
3) Harus dalam perjanjian timbal balik.
c. Peralihan Resiko
Yang dimaksud dengan resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian
jika terjadi sesuatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa
barang yang menjadi objek perjanjian. Disebutkan dalam Pasal 1237 ayat (2) KUH
Perdata, bahwa atas kelalaian dari seseorang debitur maka ia akan dikenai sanksi
peralihan resiko.
d. Pembayaan Ongkos Perkara
Dalam hal debitur yang lalai dan sebagai pihak yang dikalahkan
diwajibkan membayar biaya perkara, seperti yang disebutkan dalam suatu
hukum acara pidana maupun acara perdata (Pasal 181 ayat (1) H.I.R).
Kreditur dapat memilih diantara beberapa kemungkinan tuntutan
ataupun sanksinya terhadap debitur tersebut. Kreditur dapat menuntut satu atau
lebih sanksi kepada debitur. Jadi selain dapat menuntut pemenuhan perjanjian
saja juga dapat disertai dengan menuntut ganti rugi.
Sedangkan bagi seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat
mengajukan beberapa alasan sebagai alat untuk membela diri, yaitu29 :
1) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah lalai;
2) Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa;
3) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk
menuntut ganti rugi.
2. Keadaan Memaksa
Dalam KUH Perdata, ketentuan tentang keadaan memaksa dapat
ditemukan dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245, Pasal 1244 KUH Perdata. Dari
ketiga paal tersebut, menurut R. Subekti30, untuk dapat dikategorikan keadaan
memaksa bahwa selain keadaan itu diluar kekuasaan si berhutang dan memaksa,
keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa suatu keadaan yang tidak dapat
diketahui pada waktu perjanjian itu dibuat, setidak‐tidaknya tidak dipikul
resikonya oleh si berhutang.
Jika si berhutang berhasil membuktikan timbulnya keadaan tersebut,
maka tuntutan akan terluput dari tuntutan kreditur, baik penghukuman untuk
29 R. Subekti, op.cit, hal 47‐49. 30 Ibid, hal 50
memenuhi perjanjian maupun untuk membayar ganti rugi. Artinya dalam
keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan, karena timbulnya diluar
kemauan dan kemampuan pihak debitur.
Dalam hukum Anglo Saxon, keadaan memaksa ini dilukiskan dengan
istilah frustation, yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang
terjadi diluar tanggung jawa para pihak, yang membuat perjanjian itu tidak dapat
dilaksanakan sama sekali31.
Keadaan memaksa atau overmacht mempunyai unsur‐unsur, sebagai
berikut32 :
a. Tidak dipenuhinya prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan
atau memusnahkan benda yang menjadi objek perikatan, unsur ini selalu
bersifat tetap;
b. Tidak dapat dipenuhinya prestasi karena suatu peristiwa yang
menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, unsur ini dapat
bersifat tetap atau sementara;
c. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur, jadi bukan
karena kesalahan pihak‐pihak khususnya debitur.
31 Abdul Kadir Muhamad, op.cit, hal 27 32 Ibid, hal 28
Menurut teori dapat tidaknya si berhutang mengemukakan keadaan
memaksa sebagai alasan untuk dibebaskan dari kewajibannya, ada dua teori
yang membahasnya, yaitu :
1. Teori Mutlak, seorang berhutang hanya dapat mengemukakan keadaan
memaksa sebagai alasan, jika pelaksanaan perjanjian tersebut tidak
mungkin bagi setiap orang.
Jadi keadaan memaksa dalam hal ini bersifat mutlak, misalnya barang
yang akan diserahkan musnah karena bencana alam.
2. Teori Relatif, seorang berhutang dapat mengemukakan keadaan
memaksa sebagai alasan untuk dibebaskan dari kewajibannya, meskipun
pelaksanaan perjanjian masih mungkin tetapi dengan pengorbanan yang
sangat besar dari si berhutang.
Jadi keadaan memaksa adalah relatif karena pelaksanaan perjanjian
sebenarnya masih dimungkinkan tetapi tidak dilaksanakan karena akan
menimbulkan pengorbanan yang besar dari pihak debitur.
Terjadinya keadaan memaksa dapat menghentikan bekerjanya perjanjian
dan menimbulkan berbagai akibat, yaitu kreditur tidak dapat lagi meminta
pemenuhan prestasi, debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai dan karenanya
tidak wajib membayar ganti rugi, resiko tidak beralih kepada debitur, serta
kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada perjanjian timbal balik33.
Artinya pada perjanjian sepihak dimana kewajibannya hanya satu pihak
saja, maka resiko atas timbulnya keadaan memaksa ditanggung oleh kreditur,
dengan kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya. Ketentuan ini dapat
ditemukan di dalam Pasal 1245 KUH Perdata.
Sedangkan pada perjanjian timbal balik dimana kedua belah pihak
masing‐masing mempunyai kewajiban, maka resiko yang berupa kerugian yang
timbul akibat keadaan memaksa ditanggung oleh pihak debitur.
Hal tersebut didasarkan alasan pada pendirian yang sudah umum dianut
bilamana debitur yang satu tidak ada lagi kewajibannya, maka sebagai akibat
kepatutan, debitur yang lain juga bebas dari kewajibannya.
G. Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjanjian pada umumnya akan berakhir apabila tujuan dari
perjanjian itu telah dicapai, yang masing‐masing pihak telah memenuhi prestasi
yang diperjanjikan, sebagaimana yang mereka kehendaki bersama dalam
mengadakan perjanjian tersebut.
Di samping berakhirnya perjanjian seperti disebutkan diatas, terdapat
beberapa cara lainnya yang dapat mengakhiri perjanjian, yaitu34 :
33 R. Setiawan, op.cit, hal 27
1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak yang membuatnya.
Misalnya; dalam perjanjian telah ditentukan batas waktu berakhirnya
dalam waktu tertentu.
2. Undang‐undang menentukan batas waktu perjanjian tersebut. Misalnya :
Pasal 1520 KUH Perdata, bahwa hak membeli kembali tidak boleh
diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu, yaitu lebih lama dari lima
tahun.
3. Para pihak atau undang‐undang dapat menentukan bahwa dengan
terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian akan berakhir. Misalnya :
jika salah satu pihak meninggal, perjanjian menjadi hapus, sesuai dengan
Pasal 1603 KUH Perdata.
4. Karena perjanjian para pihak (herroeping). Seperti tercantum dalam Pasal
1338 KUH Perdata bahwa perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatalkan
dengan perjanjian para pihak yang membuatnya.
5. Pernyataan penghentian perjanjian, dapat dilaksanakan oleh kedua belah
pihak atau oleh satu pihak hanya pada perjanjian yang bersifat
sementara, misalnya perjanjian kerja dan perjanjian sewa menyewa.
6. Berakhirnya karena putusan hakim, misalnya jika dalam perjanjian terjadi
sengketa yang diselesaikan lewat jalur pengadilan, kemudian Hakim
memutuskan perjanjian tersebut berakhir.
H. Periklanan
34 Ibid, hal 69
Periklanan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Advertising sendiri
berasal dari bahasa Latin ADVERTERE, artinya mengalihkan perhatian. Dengan
demikian periklanan dapat diartikan sebagai taktik untuk memikat audience
melalui berbagai strategi, serta mengevaluasinya, sehingga dapat menganalisis
efektivitas komunikasi antara source dan decorder .
Periklanan merupakan bentuk komunikasi massa, komunikasi yang
dilakukan oleh Pengiklan untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada Konsumen
melalui ( media ).
Agar pengiklan dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan
konsumen, mereka dibantu biro iklan untuk merancang pesan iklan yang kreatif
dapat menarik konsumen untuk melihat, mendengar, lalu membaca melalui
media ( TV, koran majalah, radio billboard, dan sebagainya ). Kenyataannya,
penyampaian pesan kepada konsumen akan selalu mendapat hambatan berupa
pesan‐pesan lain yang saling berebut perhatian audience‐nya. Oleh karena itu,
pesan iklan harus menarik agar dapat merebut perhatian dan mudah diingat
konsumen.
1. Alasan beriklan
Beriklan digunakan untuk mencapai sasaran jangka pendek dan jangka
panjang. Sasaran jangka pendek yaitu menyampaikan pesan secara luas
kepada calon pembeli yang prospektif ( awarness )
a. Kompetisi untuk iktikad baik
Beriklan dapat menciptakan pengakuan terhadap perusahaan
sehingga perusahaan lebih mudah menjalankan bisnisnya karena
mendapatkan goodwill dari stakeholders.
b. Kompetisi untuk para distributor dan pengecer
Pada dasarnya para distributor dan pebgecer lebih menyukai
produk/jasa yang memiliki dukungan periklanan dalam
pemasarannya.
c. Kompetisi untuk personal
Iklan dapat menaikkan citra perusahaan sehingga bagi para
profesional, bekerjadisebuah perusahaan yang memiliki nama adalah
suatu kebanggaan tersendiri.
d. Kompetisi untuk para penyalur
Suatu perusahaan yang melaksanakan progam periklanan secara
serius, jelas dapat menunjukan kepada publik bahwa perusahaan
tersebut bonafide.
e. Kompetisi untuk kepemimpinan
Kepemimpinan adalah salah satu faktor yang mudah memengaruhi
stakeholders.
f. Kompetisi benak pikiran
Menancapkan nama di benak konsumen merupakan lankah awal
untuk mencapai tujuan pemasaran.
2. Jenis periklanan
a. National advertising
Periklanan ini lebih cenderung untuk membangun citra produk
menciptakan pilihan terhadap merek (brand preference) bukan untuk
menciptakan pembelian. Periklanan ini menyebarkan informasi secara
nasional, dengan menggunakan media nasional, seperti Kompas atau
Media Indonesia
b. Retail advertising
Periklanan ini lebih cenderung untuk menciptakan pembelian dengan
segera. Oleh karena itu, periklanan ini biasanya memberikan
informasi‐informasi mengenai harga, yang jarang sekali dilakukan
pada National Advertising.
c. Cooperative Advertising
Ini adalah kerja sama antara Nasional Advertiser dengan local
advertiser. Tujuannya untuk mendorong penjualan. Biaya iklan ini
ditangguang oleh produsen dan relairer.
d. Trade Advertising
Pendekatan ini juga sering disebut profesional advertising. Periklanan
ini bertujuan memengaruhi para profesional ( arsitek , dokter dan
sebagainya ) melalui media profesional ( media yang tidak dibaca oleh
orang awam), kemudian para profesioanal dapat merekomendasikan
produk yang diiklankan kepada konsumennya.
e. Industrial Advertising
Dalam memproduksi produk, produsen tentu memerlukan bahan
mentah serta alat produksi. Alat produksi ini tentu saja dapat
diperoleh dari produsen lain. Dalam istilah lain dikatakan business to
business advertising. Iklan jenis ini tentu sangat segmented karena
hanya merupakan komunkasi antar produsen ke produsen.
f. Farm Advertising
Produsen hasil pertanian berkomunikasi dengan para petani serta
konsumennya melalui media pertanian.
3. Proses membuat iklan
Sebuah iklan diciptakan melalui sebuah proses yang cukup
panjang. Secara umum gambaran proses penciptaan sebuah iklan adalah
menentukan segmentasi pasar, mengetahui motivasi pembelian,
menciptakan pesan yang efektif, memilih media yang tepat, dan
mengevaluasi setiap langkah yang diambil.
Tentu saja hal ini dapat dilakukan setelah pengarahan singkat
(briefing) dari klien. Setelah semua informasi didapatkan, langkah
selanjutnya adalah menentukan posisi produk, perencanaan pesan, dan
perencanaan media. Adapun langkah‐langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Penjelasan Produk
Ini adalah proses awal penciptaan iklan. Briefing adalah
penjelasan‐penjelasan yang diperlukan biro iklan tentang produk atau
jasa yang akan diiklankan.
Briefing mengutarakan secara rinci tentang produk atau jasa
yang akan diiklankan, keuanggulannya, kekurangannya, siapa calon
konsumennya ( laki‐laki / perempuan ) dan lain sebagainya. Tentu saja
briefing ini cukup detail. Semakin lengkap briefing, semakin tajam
pendekatan pemasaran maupun kreatif yang dibuat biro iklan.
b. Pengumpulan Data
Setelah briefing dipahami, langkah berikutnya adalah pengumpulan
informasi sebanyak‐banyaknya dari internet, guntingan koran atau
majalah, biro riset resmi, wawancara kepada calon konsumen dan
sebagainya.
c. Sasaran
Tujuan pemilihan sasaran adalah untuk menentukan konsumen yang
paling prospektif. Jadi, sasaran yang dituju bukan semua masyarakat,
melainkan sekelompok masyarakat yang akan diajak berkomunikasi
melalui iklan.
d. Memosisikan Merek
Memosisikan merek berarti menempatkan produk ditempat yang
strategis di benak konsumen. Untuk sampai ke sana diperlukan
strategi. Dalam istilah sehari‐hari, ini disebut brand positioning.
e. Kreativitas Pesan Iklan
Menentukan pesan kreatif merupakan taktik untuk menyampaikan
pesan dengan harus memiliki appeal, yaitu membuat orang menoleh.
Pesan yang bicara pada kebutuhan manusia adalah pesan yang
memiliki kekuatan untuk menimbulkan hasrat.
4. Media Radio
Di Indonesia terdapat sekitar 800 lebih stasiun radio. Awlnya,
radio‐radio di Indonesia terutama di daerah‐daerah memiliki format
hiburan saat mulai mengudara, sebagai alternatif pilihan selain RRI yang
cenderung konvensional. Meskipun saat itu iklan sudah mulai ramai di
Indonesia, iklan radio sampai sekarang cenderung kurang menarik. Pada
tahun 60‐an, penulis sering mendengarkan siaran dari Singapura
meskipun belum mengerti bahasa Inggris. Namun, selain menunggu
siaran lagu‐lagu pop, mendengarkan iklan menjadi bagian yang
menyenangkan.
Pendengar radio umumnya tidak mendengarkan dengan serius.
Mereka mendengarkan hanya sebagai selingan. Jadi dalam hal ini para
ahli pembuat iklan harus mampu merancang pesan yang harus menarik.
Tiga detik pertama merupakan hal yang penting bagi iklan radio sehinnga
jika dianggap tidak menarik, khalayak bisa saja pergi atau mematikan
radio.
a. Menyiapkan iklan review yang efektif
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar iklan radio menjadi
efektif, yaitu :
1). Menambahkan efek suara untuk menciptakan theatre of the
mind.
2). Menciptakan suara –suara yang unik, jinggle yang mudah
diingat/ditiru. Ini akan membuat iklan Anda menonjol di antara
keramaian iklan.
3). Pesan Anda harus jelas dan jangan membebani iklan dengan
banyak pesan agar pendengar tidak bingung.
4). Menyebutkan target Anda di awal iklan untuk mencegah
pendengar yang cenderung marginal tidak berpindah saluran.
5). Menyebutkan nama produk dan janji Anda lebih dari sekali.
6). Mengaitkan iklan dengan progam‐progam favorit seperti
misalnya berita terhangat.
7). Mengangkat lagu yang sedang tren dengan mengubah lirik serta
mengganti penyanyinya.
8). Menggunakan jinggle dan lirik sederhana untuk mengulang nama
merek serta janji yang ingin disampaikan.
9). Memperhatikan pemilihan produk yang tepat.
10). Menggunakan disc jockeys yang memiliki kedekatan dengan para
pendengar untuk menyampaikan pesan iklan.
11). Memperhatikan ketepatan waktu untuk suatu iklan radio.
12). Memperhatikan lokasi yang tepat untuk lokasi iklan.
13). Menggunakan elemen suara dalam iklan televisi untuk iklan
radio ( imagery transfer )
14). Menggunakan telinga untuk menilai konsep iklan radio yang
sedang disiapkan.
b. Spot Iklan
Spot iklan dalam radio secara teknis merupakan waktu yang
disediakan untuk pengiklan, dimana pengiklan dapat memilih secara
tepat progam yang sesuai dengan sasaran yang ingin dituju.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Perjanjian Siaran Iklan Antara PT. Martina Berto Dengan
Prima Radionet
1 Perjanjian Siaran Iklan
Perjanjian siaran iklan yang dilakukan oleh PT. Martina Berto yang
berkedudukan di Jakarta dengan Prima Radionet di Jepara dimulai dengan
adanya kehendak dari pihak PT. Martina Berto untuk lebih mengenalkan
produk kosmetik khususnya Cempaka Kirana yang sasaran untuk
masyarakat wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
PT. Martina Berto mempunyai produk‐produk kosmetik yang untuk
akhir periode 2008 khusus relounching produk Cempaka Kirana untuk
segmen wanita dewasa usia 25‐45 tahun35.
Hal tersebut dirasa perlu, karena selain mereka sebagai pemasang
iklan di bidang kosmetik di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur
khususnya, salesnya menurun. Mereka juga merasa persaingan antar
usaha sejenis yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur juga
35 Vita, Produk Manager PT. Martina Berto Jakarta, wawancara, 19 Oktober 2009
49
semakin banyak, maka PT. Martina Berto menilai perlunya
mempromosikan kembali produk kosmetik Cempaka Kirana kepada
masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan cara yang efektif dan
menjangkau sasaran yang tepat untuk wanita usia 25 – 45 tahun di
wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Berdasarkan perhitungan nilai ekonomis namun dapat
menimbulkan dampak yang luas kepada masyarakat Jawa Tengah dan
Jawa Timur maka PT. Martina Berto melihat bahwa dengan menyiarkan
iklan produk kosmetik Cempaka Kirana di Prima Radionet akan
memberikan efek tersebut.
Menurut Vita36, Prima Radionet yang berkedudukan di Jalan Raya
Tahunan Km 6 Jepara menjadi pilihan, karena dua sebab :
a. Prima Radionet merupakan media yang tepat yang dianggap
memenuhi target pendengar paling banyak di Jawa Tengah (Jepara,
Kudus, Pekalongan, Purwokerto, Yogyakarta, Solo, Magelang dan
Semarang) dan Jawa Timur (Jember, Malang, Kediri, Lamongan,
Madiun dan Gresik).
b. Prima Radionet mempunyai tarif iklan yang relatif dapat dijangkau
oleh PT. Martina Berto.
36 Vita, Produk Manager PT. Martina Berto Jakarta, wawancara, 20 Oktober 2009.
Dengan dua alasan di atas tersebut, maka PT. Martina Berto mulai
mengadakan perjanjian siaran iklan dengan Prima Radionet.
Proses negosiasi perjanjian penyiaran iklan antara PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet dimulai dengan PT. Martina Berto menyatakan
maksudnya untuk mempromosikan produknya kepada Prima Radionet
wilayah Jawa Tengah (Prima‐Jepara, Suara Kudus‐Kudus, Samanta‐Tegal,
MS‐Pekalongan, Prima‐Purwokerto, Prima‐Yogyakarta, Prima‐Solo, Tidar‐
Magelang dan Kiss‐Semarang) untuk wilayah Jawa Timur (Kiss FM‐Jember,
Makobu‐Malang, Wijangsongo‐Kediri, Prameswara‐Lamongan, DCS‐
Madiun dan Suwara Giri‐Gresik) selama dua bulan untuk wilayah Jawa
Tengah dan 1(satu) bulan untuk wilayah Jawa Timur, dengan jenis iklan
wilayah Jawa Tengah talkshow, adlib, quick quiz, dan spot lepas. Untuk
wilayah Jawa Timur selain spot lepas ada talkshow.
Prima Radionet setelah mendengar maksud dan keinginan PT.
Martina Berto, kemudian menghitung total biaya dari iklan PT. Martina
Berto tersebut.
Kemudian PT. Martina Berto mengusahakan penurunan harga dan
pihak Prima Radionet mempertimbangkan, kemudian tercapai
kesepakatan biaya iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima Radionet.
Total Rp 65.754.000,‐ (enampuluh lima juta tujuh ratus lima puluh empat
ribu rupiah). Dengan jumlah pengeluaran biaya tersebut, PT. Martina
Berto menyetujuinya dan akan membayarnya secara bertahap 50% pada
saat perjanjian telah ditandatangani oleh kedua belah pihak dan 50% lagi
setelah mas tayang iklan selesai dengan dibuka oleh Prima Radionet
dengan menunjukkan seluruh bukti siar37.
Proses selanjutnya adalah pembuatan perjanjian kerjasama iklan
atau dikenal dengan surat pesanan iklan yang dilaksanakan di kantor
Prima Radionet Jalan Raya Tahunan Km 6 Jepara pada tanggal 29 Oktober
2008.
Pada saat penandatanganan surat pesanan iklan, PT. Martina Berto
diwakili oleh Patricia Husada sebagai Marketing Manager PT. Martina
Berto dan pihak Prima Radionet diwakili oleh Rachma Latifa sebagai
Marketing Manager.
Penandatanganan surat pesanan iklan antara PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet merupakan bukti kesepakatan‐kesepakatan yang
ada dalam proses negosiasi selain total biaya seperti :
a. Spot lepas dengan durasi 60 detik atau 1 menit dengan penyiar
3xspot per hari, yaitu antara jam 07.00 – 11.00 WIB.
b. Talk show untuk kota Jepara, Pekalongan, Yogyakarta dan Solo,
Kediri, Malang.
c. Adlibs di jam‐jam tertentu di acara wanita.
37 Rachma Latifa, Manager Marketing Prima Radionet Jepara, wawancara 10 Nopember 2009
d. Quick quiz interaktif dengan telepon durasi 5 menit dengan
frekuensi 1x per hari dengan schedule iklan (50 hari) dimulai per
tanggal 10 Nopember 2008 untuk semua stasiun setiap hari.
e. Penerima, yaitu pihak Prima Radionet, menjamin frekuensi
penyiaran tidak akan menyimpang dengan apa yang telah
tercantum dalam surat pesanan iklan.
f. Pemberi pesanan, yaitu PT. Martina Berto, menyetujui bahwa
penerima menjamin ketepatan waktu atau tanggal siaran, akan
tetapi apabila karena satu hal, siaran tidak dapat dilaksanakan pada
hari atau waktu yang telah direncanakan atau dijadwalkan, maka
pihak penerima akan mengganti dengan waktu lain.
g. Pemberi pesanan sanggup untuk membayar biaya siaran iklan,
selambat‐lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal tagihan
diterima.
h. Apabila dalam tempo 30 (tiga puluh) hari setelah kuitansi diterima
belum ada pembayaran oleh pihak pemberi pesanan, maka
penyiaran iklan untuk periode berikutnya oleh pihak penerima akan
dipertimbangkan.
Penandatanganan perjanjian siaran iklan atau pembuatan surat
pesanan iklan yang dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2008, antara PT.
Martina Berto dengan Prima Radionet, juga diikuti dengan pembayaran
pertama sebesar Rp 32.877.000,‐ (tiga puluh dua juta delapan ratus tujuh
puluh tujuh ribu rupiah) dari total biaya sebesar Rp 65.754.000,‐ (enam
puluh lima juta tujuh ratus lima puluh empat ribu rupiah) oleh PT.
Martina Berto.
2. Hak dan Kewajiban Para Pihak
Mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian siara iklan
antara PT. Marina Berto dengan Prima Radionet, yang terdapat dalam
Surat Pesanan Iklan, dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pihak Pemberi Pesanan – PT. MARTINA BERTO
1) Hak pemberi pesanan dapat dibagi 2 (dua) bagian yaitu :
a). Hak utama, yaitu menerima hasil pesanan secara utuh dan
sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dalam Surat
Pesanan Iklan. Maksudnya adalah hasil pesanan, yaitu
siaran iklan, telah disiarkan sesuai dengan keinginan pihak
pemberi pesan sesuai dengan kesepakatan yang dibuat
dengan pihak penerima pesanan dan diselesaikan dengan
pihak penerima pesanan dan diselesaikan sesuai dengan
jadwal yang juga telah disepakati.
b). Hak tambahan, adalah berupa :
- Mengetahui jalannya pelaksanaan perjanjian siaran
iklan.
- Mengadakan pemantauan jalannya pelaksanaan
perjanjian penyiaran iklan apakah sudah sesuai dengan
perjanjian atau tidak.
2) Kewajiban pemberi pesanan, dapat dibagi menjadi 2 (dua)
bagian yaitu :
a). Kewajiban utama adalah melakukan pembayaran sesuai
dengan nilai kesepakatan.
b). Kewajiban tambahan yaitu :
- Memberi materi iklan yang akan disiarkan.
b. Pihak Penerima Pesanan – PRIMA RADIONET
1) Hak pihak penerima pesanan dapat dibagi menjadi 2 (dua)
bagian yaitu :
a). Hak utama adalah menerima pembayaran sebesar nilai
kesepakatan dengan pihak pemberi pesanan.
b). Hak tambahan adalah mendapat materi iklan yang akan
disiarkan.
2) Kewajiban pihak penerima pesanan dapat dibagi menjadi 2
(dua) bagian yaitu :
a). Kewajiban utama adalah menyelesaikan pekerjaan yang
telah disepakati dalam Surat Pesanan Iklan, yaitu
menyiarkan iklan dari pihak pemberi pesanan.
b). Kewajiban tambahan antara lain meliputi :
- Mentaati dan melaksanakan ketentuan umum yang
berlaku tentang perjanjian pada umumnya.
- Mengadakan perencanaan yang baik agar pelaksanaan
siaran iklan pesanan dari pihak pemesan dapat
dilaksanakan dengan benar dan tepat pada waktunya
sesuai dengan kesepakatan.
- Membuat laporan kepada pihak pemesan apabila
terjadi wanprestasi atau keadaan memaksa sehingga
tidak dapat dilakukan penyiaran iklan pihak pemesan.
Dilihat dari perjanjian yang dibuat oleh PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet, yang tercantum dalam Surat Pesanan Iklan,
terlihat adanya unsur perjanjian, yaitu :
a) Adanya para pihak
Para pihak dalam perjanjian ini disebut sebagai subjek
perjanjian. Subjek perjanjian dalam perjanjian siaran iklan ini adalah
berupa badan hukum, yaitu PT. Martina Berto di Jakarta dengan
Prima Radionet yang berkedudukan di Jepara.
PT. Martina Berto dalam hal ini bertindak sebagai pihak
pemberi pesanan iklan kepada pihak penerima pesanan iklan, yang
dalam perjanjian ini adalah Prima Radionet.
b) Adanya persetujuan para pihak
Dalam perjanjian siaran iklan ini, sebelum ditandatangani
pada tanggal 29 Oktober 2008 telah terjadi perundingan yang
membicarakan mengenai syarat‐syarat subjek dan objek perjanjian.
Penandatanganan persetujuan pada tanggal 29 Oktober 2008
tersebut merupakan bukti persetujuan penerimaan syarat oleh
kedua belah pihak, bahwa apa yang telah ditawarkan oleh pihak PT.
Martina Berto telah diterima oleh pihak Prima Radionet demikian
juga sebaliknya.
c) Adanya tujuan yang hendak dicapai
Dimaksud dengan tujuan yang hendak dicapai disini terutama
adalah memenuhi kebutuhan para pihak. Kebutuhan pihak hanya
akan dicapai atau dipenuhi jika mengadakan perjanjian dengan
pihak lain. Dalam perjanjian ini terjadi antara dua pihak yaitu PT.
Martina Berto Jakarta dengan Prima Radionet Jepara.
Pihak PT. Martina Berto mempunyai tujuan untuk
memperkenalkan produk mereka kepada masyarakat Jawa Tengah
dan Jawa Timur dengan memanfaatkan media radio. Sedangkan
pihak Prima Radionet, tujuannya adalah jelas, dengan menerima
pesanan menyiarkan iklan maka akan memberi keuntungan secara
finansial yang akan berguna untuk membiayai kerja perusahaan
radio tersebut.
Tujuan PT. Martina Berto untuk memperkenalkan produk
mereka kepada masyarakat Jepara khususnya, juga secara jelas
terlihat tidak bertentangan dengan undang‐undang, kesusilaan, dan
ketertiban umum.
d) Adanya prestasi yang akan dilaksanakan
Persetujuan perjanjian siaran iklan ini jelas akan menimbulkan
kewajiban pemenuhan prestasi yang harus dipenuhi oleh masing‐
masing pihak.
Secara umum telah dikemukakan diatas, bahwa kewajiban
dari pihak PT. Martina Berto adalah membayar total biaya yang
telah disepakati untuk menyiarkan iklan, yaitu sebesar Rp
65.754.000,‐ (enam puluh lima juta tujuh ratus lima puluh empat
ribu rupiah). Sedangkan pihak Prima Radionet berkewajiban
menyiarkan iklan sesuai dengan kesepakatan dengan PT. Martina
Berto, yaitu sebanyak 884 (delapan ratus delapan puluh empat) kali
iklan, pada pagi hari yaitu antara jam 07.00 – 11.00, setiap hari
mulai tanggal 1 November sampai dengan 31 Desember 2008.
e) Adanya bentuk tertentu tulisan
Pentingnya bentuk tertentu ini karena undang‐undang yang
menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu akan
mempunyai kekuatan mengikat dan dapat sebagai bukti yang kuat.
Dalam hal ini, bentuk tulisan dari perjanjian siaran iklan antara
PT. Martina Berto dengan Prima Radionet adalah Surat Pesanan
Iklan yang telah ditandatangani pada tanggal 10 Oktober 2008.
f) Adanya syarat‐syarat tertentu sebagai sahnya perjanjian
Syarat‐syarat tersebut diatas sebenarnya merupakan isi dari
perjanjian, karena dari syarat‐syarat tersebut dapat diketahui hak
dan kewajiban masing‐masing pihak. Syarat‐syarat mengenai
perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima
Radionet tercantum dalam Surat Pesanan Iklan.
a. Mengenai Syarat Sahnya Perjanjian
Sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata, bahwa syarat sahnya suatu
perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal.
4 (empat) hal di atas juga yang menjadi dasar dalam
perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima
Radionet, yang tercantum dalam Surat Pesanan Iklan.
1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
Kesepakatan yang terjadi antara PT. Martina Berto dengan
Prima Radionet mengenai perjanjian siaran iklan tercantum dalam
Surat Pesanan Iklan yang ditanda tangani oleh kedua pihak pada
tanggal 10 Oktober 2008 di kantor Prima Radionet.
Pada penandatanganan Surat Pesanan Iklan tersebut, pihak
PT. Martina Berto diwakili oleh Saudari Patricia Husada sebagai
Marketing Manager, dan pihak Prima Radionet diwakili oleh Saudari
Rachma sebagai Marketing Manager media tersebut.
Dalam perjanjian siaran iklan ini, Surat Pesanan Iklan
merupakan bentuk kata sepakat oleh kedua belah pihak, setelah
mereka melakukan negosiasi baik mengenai harga, durasi, periode
penyiaran dan syarat‐syarat lainnya.
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pembuat perjanjian adalah orang‐orang yang memang cakap
dalam bertindak. Dalam perjanjian siaran iklan antara PT. Martina
Berto dan Prima Radionet, kedua pihak telah diwakili oleh orang‐
orang yang memang mempunyai tugas untuk melakukan atau
mewakili para pihak dalam membuat perjanjian.
Saudari Patricia Husada dalam hal ini bertindak untuk dan atas
nama PT. Martina Berto adalah menjabat sebagai Marketing
Manager. Oleh PT. Martina Berto Saudari Patricia Husada memang
diberi tugas untuk mengenalkan / mempromosikan produknya
kepada masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya dengan
cara‐cara yang efektif dan mempunyai dampak yang luas. Salah satu
cara yang kemudian dipakai oleh Saudari Patricia Husada adalah
dengan membuat iklan di media yaitu Prima Radionet.
Sedangkan Saudari Rachma dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama Prima Radionet, juga mempunyai jabatan sebagai
Marketing di media tersebut. Tugas Saudari Rachma adalah
melayani pihak‐pihak yang akan menyiarkan iklan di Prima
Radionet, salah satunya adalah membuat perjanjian siaran iklan
dengan PT. Martina Berto.
Dari uraian di atas, telah diketahui bahwa Saudari Patricia
Husada dan Saudari Rachma Lativa, keduanya cakap untuk
bertindak mewakili masing‐masing pihak.
3) Suatu hal tertentu;
Syarat ketiga dari syarat sahnya suatu perjanjian adalah suatu
hal tertentu. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ‘hal
tertentu’, perlu melihat kepada Pasal 1333 KUH Perdata, yang
merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pasal 1320 ayat (3) KUH
Perdata, yaitu mengenai :
g. Suatu persetujuan harus mempunyai pokok suatu barang
yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya;
h. Jumlah barang yang tidak tertentu tidak menjadi masalah,
asalkan jumlah tersebut dapat ditentukan atau dihitung.
Telah dikemukakan di atas, suatu hal tertentu, adalah
menyangkut pokok suatu barang yang paling sedikit dapat
ditentukan jenisnya dan jumlah barang tidak menjadi masalah asal
jumlah tersebut dapat ditentukan atau dihitung.
Perjanjian siaran iklan adalah penjualan jasa. Dimana radio
sebagai pihak yang menyiarkan iklan akan menawarkan atau
menerima tawaran dari pihak lain yang akan menyiarkan iklan.
Karena perjanjian penyiaran radio ini adalah perjanjian
dengan materi jasa, maka suatu hal tertentu terlihat dalam hal:
a. Total biaya penyiaran iklan yaitu sebesar Rp 65.754.000,‐
(enam puluh lima juta tujuh ratus lima puluh empat ribu
rupiah), yang telah dibayarkan oleh pihak PT. Martina Berto
50% saat pembuatan Surat Pesanan Iklan, yaitu pada tanggal
10 Oktober 2008 dan 50% lagi setelah penayangan iklan
selesai.
b. Jenis iklan yang dipesan oleh PT. Martina Berto adalah jenis
iklan spot lepas, adlib, talkshow dan quiz 3x perhari.
c. Jenis iklan spot adalah jenis iklan dengan durasi 30 detik atau 60
detik per spot. Pihak PT. Martina Berto memesan dengan
durasi 60 detik per spot.
d. Periode dan hari siar. Periode penyiaran iklan PT. Martina
Berto yang akan disiarkan Prima Radionet adalah 1 November
sampai dengan 31 Desember 2008 setiap hari, dengan hari
siar antara Senin sampai dengan Minggu.
4) Suatu sebab yang halal.
Dimaksud dengan sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUH
Perdata bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang
mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti
isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan
dicapai oleh para pihak.
Sesuai dengan Pasal 1337 KUH Perdata, bahwa suatu sebab
yang terlarang adalah yang bertentangan dengan undang‐undang,
berlawanan dengan kesusilaan, dan ketertiban umum.
PT. Martina Berto yang telah disiarkan oleh Prima Radionet,
sepanjang pengetahuan dan penjelasan baik oleh PT. Martina Berto
dan Prima Radionet, tidaklah bertentangan dengan Pasal 1337 KUH
Perdata, karena hanya memuat uraian‐uraian yang memancing
konsumen atau masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk
membeli produk Cempaka Kirana di counter‐counter terdekat.
Keempat syarat tersebut diatas, terbagi atas syarat subyektif
dan syarat objektif. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka akan
mengakibatkan hal berbeda pula, yaitu
a. Syarat Subjektif, adalah yang menyangkut subjek
perjanjian, dalam hal ini ada dua pihak yaitu PT. Martina
Berto dan Prima Radionet. Kedua pihak tersebut dapat
dinilai apakah dalam perjanjian siaran iklan ada kata
sepakat untuk mengikatkan diri dan masing‐masing
pihak cakap untuk membuat perjanjian. Dari penelitian
yang dilakukan, syarat subjektif telah terpenuhi.
b. Syarat Objektif, dalam hal ini menyangkut objek dari
perjanjian, yaitu adanya hal tertentu dan suatu sebab
yang halal. Dari yang telah dikemukakan di atas, syarat
objektif dalam perjanjian iklan antara PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet juga telah terpenuhi.
b. Mengenai Asas‐Asas dalam Perjanjian
Dalam perjanjian siaran iklan radio, antara PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet, ada beberapa asas hukum yang berlaku
seperti sebuah perjanjian.
1) Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang berarti
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang‐undang
bagi mereka yang membuatnya. Maksud ‘semua’ dalam pasal
tersebut meliputi seluruh perjanjian baik yang sudah maupun
belum diatur dalam undang‐undang.
Dengan adanya asas kebebasan berkontrak, maka dapat
disimpulkan bahwa sistem hukum perjanjian adalah terbuka, yaitu
para pihak boleh mengadakan perjanjian dengan pihak siapa saja
dan apa saja, meskipun belum diatur dalam KUH Perdata.
Dalam perjanjian siaran iklan, PT. Martina Berto, telah
melakukan asas kebebasan berkontrak. Hal tersebut terlihat, bahwa
Prima Radionet, yang menjadi pilihan bebas untuk mengadakan
perjanjian siaran iklannya. Menurut pihak marketing PT. Martina
Berto, Prima Radionet menjadi pilihannya karena :
a. Prima Radionet merupakan media yang dianggap PT. Martina
Berto mempunyai jumlah pendengar paling banyak di wilayah
Jawa Tengah – Jawa Timur (khususnya untuk kota Jepara).
b. Prima Radionet mempunyai tarif iklan yang relatif dapat
dijangkau oleh PT. Martina Berto.
2) Asas Konsensuil
Kata ‘konselsuilisme’ berasal dari bahasa latin consensus, yang
berarti sepakat. Jadi yang dimaksud asas konsensuil adalah
perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima
Radionet terjadi karena adanya kata sepakat dan kehendak yang
bebas dari para pihak yang membuat perjanjian siaran iklan terebut,
yaitu Surat Pesanan Iklan.
3) Asas Pacta Sunt Servanda
Asas Pacta Sunt Servanda adalah asas yang berarti perjanjian
yang dibuat oleh para pihak secara sah telah mengikat para pihak
dalam perjanjian atau berlaku sebagai undang‐undang bagi mereka
yang membuat perjanjian tersebut. Maka bila terjadi sengketa, isi
perjanjian yang akan dijadikan sarana untuk menyelesaikan
sengketa tersebut.
Maka perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan
Prima Radionet yang tertuang dalam Surat Pesanan Iklan, adalah
berlaku seperti undang‐undang bagi kedua belah pihak.
Bila terjadi sengketa antara PT. Martina Berto dan Prima
Radionet, yang menyangkut perjanjian siaran iklan tersebut, maka
isi perjanjian yang tertuang dalam Surat Pesanan Iklan yang
dijadikan sarana untuk menyelesaikan masalah.
4) Asas Itikad Baik
Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian
wajib dibuat dan dilakukan dengan itikad baik.
Itikad baik disini mempunyai arti :
a. Pengertian subyektif yaitu kejujuran dalam melakukan
perbuatan hukum.
b. Pengertian objektif yaitu pelaksanaan perjanjian itu harus
didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasa patut
dalam masyarakat.
Ketentuan‐ketentuan yang mengatur tentang wanprestasi
dalam perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan
Prima Radionet diatur dalam salah satu pasal yang ada dalam Surat
Pesanan Iklan.
Adanya wanprestasi dalam perjanjian siaran iklan ini mengacu
pada salah satu pasal dalam Surat Pesanan Iklan, yaitu Pasal 1 Surat
Pesanan Iklan :
“Penerima menjamin frekuensi penyiaran tidak akan menyimpang dengan apa yang tercantum dalam surat pesanan ini”.
Pasal diatas berarti bahwa pihak penerima pesanan akan
menjamin penyiaran akan berlangsung sesuai dengan jadwal yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak. Namun juka penerima
pesanan tetap akan melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan
perjanjian iklan ini maka diatur juga dalam pasal lain dalam
perjanjian siaran iklan tersebut.
Tindakan wanprestasi dalam Surat Pesanan Iklan, dinyatakan
sebagai berikut :
“Pemberi order setuju bahwa penerima tidak menjamin suatu ketepatan waktu atau tanggal siaran, tetapi apabila karena satu dan lain hal suatu siaran tidak dapat dilaksanakan pada hari/waktu yang telah direncanakan, penerima akan mengganti dengan waktu lain”.
Maka jika penerima pesanan, yaitu pihak Prima Radionet,
telah melanggar ketentuan‐ketentuan yaitu dengan tidak
menyiarkan iklan pihak penerima pesanan sesuai dengan waktu
yang telah disepakati maka pihak pemberi pesanan, yaitu PT.
Martina Berto, dapat menuntut pihak penerima pesanan sesuai
dengan pasal tersebut di atas, yaitu mengganti penyiaran iklan
dengan waktu lain yang telah disepakati.
Jika terjadi wanprestasi dari pihak penerima pesanan
sewajarnya memberi tahu kepada pihak pemberi pesanan. Hal
tersebut sesuai dengan asas itikad baik dari sebuah perjanjian.
Pemberitahuan wanprestasi dari penerima pesanan kepada
pemberi pesanan sewajarnya juga disampaikan tanpa harus
menunggu pihak pemberi pesanan melayangkan teguran atau surat
peringatan kepada pihak penerima pesanan, apalagi dalam hal ini,
belum tentu pihak pemberi pesanan selalu mengawasi apakah
penyiaran iklan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang telah
diperjanjikan oleh kedua belah pihak.
Keadaan memaksa atau lebih dikenal dengan overmacht,
dalam sebuah perjanjian kurang lebih mempunyai arti peristiwa
yang terjadi di luar dugaan atau kemampuan baik oleh pihak
penerima pesanan atau pihak pemberi pesanan, dimana peristiwa
tersebut berada di luar kekuasaan manusia yang berakibat tidak
dapat dilaksanakan pemenuhan prestasi oleh salah satu pihak.
Di dalam perjanjian siaran iklan yang tercantum dalam Surat
Pesanan Iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima Radionet
diatur tentang keadaan memaksa atau overmacht, yaitu dalam
pasal :
Tindakan wanprestasi dalam Surat Pesanan Iklan, dinyatakan
sebagai berikut :
“Pemberi order setuju bahwa penerima tidak menjamin suatu
ketepatan waktu atau tanggal siaran, tetapi apabila karena satu dan
lain hal suatu siaran tidak dapat dilaksanakan pada hari/waktu yang
telah direncanakan, penerima akan mengganti dengan waktu lain”.
Keadaan memaksa atau overmacht terdapat di dalam pasal di
atas pada kata ‘... tetapi apabila karena satu dan lain hal suatu
siaran tidak dapat dilaksanakan...’.
Namun pasal yang mengatur tentang keadaan memaksa atau
overmacht hanya berupa kata ‘karena satu dan lain hal’, hal
tersebut tidak diterangkan lebih lanjut apakah itu satu dan lain hal.
Karena dalam Surat Pesanan Iklan hanya satu kata yang
mengatur tentang keadaan memaksa atau overmacht, maka jika hal
tersebut terjadi akan diselesaikan dengan mengacu kepada Kitab
Undang‐Undang Hukum Perdata. Dianggap sebagai keadaan
memaksa atau overmacht sesuai dengan KUH Perdata:
Sesuai dengan ajaran keadaan memaksa, dikenal ada dua
teori yaitu :
1. Teori Mutlak (terus menerus), yaitu dimaksud adalah benda
yang menjadi objek perikatan musnah diluar kesalahan
debitur, yaitu Prima Radionet. Dalam perjanjian penyiaran
iklan, bisa saja benda yang menjadi objek perikatan yang ada
di tangan Prima Radionet, seperti terkena kebakaran, banjir,
dan gempa bumi, sehingga menyebabkan materi iklan hancur.
Hancurnya materi iklan tersebut menyebabkan iklan tidak
dapat disiarkan.
2. Teori Relatif (sementara), yang dimaksud disini adalah karena
menyangkut perbuatan debitur sendiri, yaitu pihak Prima
Radionet. Bisa saja iklan dari PT. Martina Berto tidak dapat
disiarkan oleh pihak Prima Radionet misalnya karena ada
perintah dari Pemerintah untuk dengan segera
mengumumkan adanya keadaan perang, epidemi penyakit,
atau PEMILU.
Pada terjadinya keadaan memaksa atau overmacht dalam
perjanjian siaran iklan tersebut, maka pihak Prima Radionet harus
membuktikan kepada pihak pemberi pesanan yaitu PT. Martina
Berto bahwa telah terjadi keadaan memaksa atau overmacht
tersebut.
Jika pihak pemberi pesanan berhasil membuktikan timbulnya
keadaan tersebut, maka akan terluput atau terhindar dari tuntutan
pihak pemberi pesanan, baik penghukuman untuk memenuhi
perjanjian maupun membayar ganti rugi. Artinya dalam keadaan
memaksa ini debitur atau penerima pesanan tidak dapat
dipersalahkan, karena timbulnya diluar kemauan dan kemampuan
pihak debitur.
Jika keadaan memaksa karena teori relatif (sementara) seperti
tersebut diatas, perjanjian penyiaran iklan masih dapat dilakukan,
yaitu dengan mengganti waktu penyiaran iklan. Tetapi pergantian
waktu penyiaran iklan tersebut, harus terlebih dahulu diberitahukan
kepada pihak pemesan iklan, bahwa telah terjadi keadaan memaksa
atau overmacht, sehingga iklan tidak dapat disiarkan sesuai dengan
perjanjian dan akan diganti dilain hari.
1. Surat Pesanan Iklan
a. Mengenai Unsur Perjanjian
Perjanjian siaran iklan yang dilakukan PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet telah diuraikan sebelumnya, dimulai
terlebih dahulu dengan pengutaraan maksud oleh PT. Martina Berto
kepada Prima Radionet.
Maksud PT. Martina Berto untuk menyiarkan iklan kemudian
disambut baik oleh pihak Prima Radionet, yang kemudian berlanjut
dengan negosiasi harga, durasi, jenis iklan, periode iklan, dan lain
sebagainya.
b. Mengenai Jenis Perjanjian
Perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima
Radionet mempunyai jenis tidak hanya satu jenis perjanjian saja,
tetapi ada 4 (empat) jenis perjanjian seperti yang telah diuraikan
dalam BAB II – E mengenai Jenis Perjanjian.
Pertama, perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet adalah termasuk dalam jenis perjanjian
timbal balik. Hal tersebut tampak karena kedua belah pihak masing‐
masing mempunyai hak dan kewajiban yang harus terpenuhi.
Hak dan kewajiban para pihak tercantum dalam Surat
Pesanan Iklan, yang secara umum adalah bahwa kewajiban dari
pihak PT. Martina Berto adalah membayar total biaya yang telah
disepakati untuk menyiarkan iklan, yaitu sebesar Rp 65.754.000,‐
(enam puluh lima juta tujuh ratus lima puluh empat ribu rupiah).
Sebaliknya pihak Prima Radionet berkewajiban menyiarkan
iklan sesuai dengan kesepakatan dengan PT. Martina Berto, yaitu
sebanyak 884 (delapan ratus delapan puluh empat) kali iklan, pada
pagi hari yaitu antara jam 07.00 – 11.00, setiap hari mulai tanggal
11 November 2008 sampai dengan 31 Desember 2008.
Kedua, perjanjian dengan alas hak yang membebani, yaitu
perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu
terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua
prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum. PT. Martina
Berto mempunyai kewajiban memenuhi prestasi yaitu untuk
membayar total biaya iklan sebesar Rp 65.754.000 (enam puluh
lima juta tujuh ratus lima puluh empat ribu rupiah) kepada pihak
Prima Radionet.
Demikian pula jika penyiaran iklan oleh Prima Radionet dilihat
sebagai prestasi, maka pihak PT. Martina Berto mempunyai kontra
prestasi untuk membayar total biaya iklan.
Ketiga, perjanijan tidak bernama. Perjanjian tidak bernama
adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dalam KUH
Perdata dan jumlahnya tidak terbatas. Perjanjian yang dilakukan
oleh PT. Martina Berto dan Prima Radionet adalah perjanjian siaran
iklan dan perjanjian tersebut tertulis dalam Surat Pesanan Iklan.
Keempat, perjanjian konsensuil. Perjanjian konsensuil adalah
perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak para
pihak. Dalam hal perjanjian yang terjadi antara PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet merupakan perjanjian konsensuil, karena
perjanjian tersebut timbul atas persetujuan para pihak yang dimulai
dengan proses negosiasi, dan kemudian persetujuan tersebut
dibuat secara tertulis dengan istilah Surat Pesanan Iklan yang
ditandatangani pada tanggal 10 Oktober 2008.
B. Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Siaran Iklan Antara PT.
Martina Berto Dengan Prima Radionet
Tujuan dari setiap perjanjian adalah terlaksananya dari isi perjanjian,
dalam arti masing‐masing pihak memberikan prestasinya, atau menyelesaikan
hak dan kewajibannya masing‐masing sesuai dengan kesepakatan yang telah
dibuat.
Adanya wanprestasi yang dilakukan oleh Prima Radionet, yaitu dengan
tidak menyiarkan iklan pada tanggal 10 November 2008, dipandang oleh pihak
PT. Martina Berto sebagai sebuah kelalaian pihak radio, dan juga tidak beritikad
baik, karena pihak Prima Radionet tidak memberitahukan adanya wanprestasi
kepada pihak PT. Martina Berto.
Wanprestasi ini diketahui pleh PT. Martina Berto karena pihak PT.
Martina Berto melihat Prima Radionet tidak memenuhi prestasinya atau tidak
menyiarkan iklan sesuai dengan Surat Pesanan Iklan.
Dalam perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima
Radionet ini terjadi wanprestasi dalam hal tidak disiarkannya iklan, pada tanggal
10 November 2008.
Pihak PT. Martina Berto yang memonitor acara Prima Radionet mulai
tanggal pertama iklan tersebut seharusnya disiarkan yaitu pada tanggal 10
November 2008, tidak melihat iklan tersebut disiarkan oleh Prima Radionet.
Pada penayangan iklan hari pertama yang tidak disiarkan tersebut, pihak
PT. Martina Berto belum memberikan respon atau tanggapan, hal tersebut
dibiarkan terlebih dahulu oleh pihak PT. Martina Berto, karena menurutnya bisa
saja pihaknya yang lupa atau terlewat tidak mendengar iklan tersebut disiarkan.
Tetapi kejadian tersebut berulang pada hari kedua seharusnya iklan
tersebut ditayangkan yaitu pada tanggal 14 November 2008, ternyata iklan
tersebut juga tidak disiarkan.
Setelah menunggu sampai hari berikutnya, yaitu pada tanggal 15
November 2008, tidak ada respon atau tangggapan dari pihak Prima Radionet,
maka PT. Martina Berto membuat surat teguran atau somasi dan juga melakukan
teguran lewat telepon, yang isinya menanyakan mengapa pihak Prima Radionet
tidak menayangkan iklan PT. Martina Berto yang seharusnya disiarkan pada
tanggal 10 dan 14 November 2008
Melihat bahwa pihak Prima Radionet tidak mempunyai itikad baik untuk
melaksanakan perjanjian yang telah disepakati, dan pihak PT. Martina Berto tidak
melihat adanya keadaan memaksa atau overmacht dalam masalah ini. 38.
Tidak ada keadaan memaksa atau overmacht dalam kejadian tersebut
menurut PT. Martina Berto dapat dibuktikan pada hari itu, yaitu tanggal 10 dan
14 November 2008, acara siaran di Prima Radionet berjalan biasa seperti hari‐
hari sebelumnya, jadi pada hari tersebut, acara di Prima Radionet tidak
mengalami perubahan sama sekali.
38 Vita, Produk Manager PT. Martina Berto Jakarta, wawancara tanggal 20 Oktober 2009
Lebih lanjut PT. Martina Berto menilai pihak Prima Radionet telah benar‐
benar tidak menayangkan iklan sesuai dengan yang telah diperjanjikan dalam
Surat Pesanan Iklan.39
Dengan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian siaran iklan ini, maka
akan berakibat pihak pemberi pesanan dapat menuntut kepada pihak penerima
pesanan untuk memenuhi kewajibannya dengan cara seperti diatur dalam Pasal
1267 KUH Perdata, bahwa pihak kreditur dapat menuntut pihak debitur yang
lalai dengan memilih beberapa kemungkinan tuntutan sebagai berikut :
a. Pemenuhan perjanjian;
b. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi;
c. Ganti rugi saja;
d. Pembatalan perjanjian;
e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
Dalam kasus wanprestasi perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto
dengan Prima Radionet, maka pihak PT. Martina Berto telah memberikan somasi
atau teguran secara tertulis, dan akibat wanprestasi tersebut juga telah diatur
dalam Surat Pesanan Iklan, yaitu :
“Pemberi order setuju bahwa penerima tidak menjamin suatu ketepatan waktu atau tanggal siaran, tetapi apabila karena satu dan lain hal suatu siaran tidak dapat dilaksanakan pada hari / waktu yang telah direncanakan, penerima akan mengganti dengan waktu lain”.
39 Vita, Produk Manager PT. Martina Berto Jakarta, wawancara tanggal 21 Oktober 2009
Pihak Prima Radionet, setelah menerima somasi yaitu lewat surat teguran
secara tertulis dan juga teguran lewat telepon kemudian mengakui adanya
wanprestasi tersebut. Menurut pihak Prima Radionet, wanprestasi terjadi karena
pada bagian operator siaran yang mempersiapkan materi siaran tidak
mempersiapkan materi iklan PT. Martina Berto, sehingga iklan tersebut tidak
disiarkan pada tanggal 10 dan 14 November 2008. Pihak Prima Radionet baru
disadari pada tanggal 15 November 200840.
Karena kelalaian ini, maka pihak Prima Radionet, lewat Kepala Bagian
Marketing, telah menemui pihak PT. Martina Berto dan meminta maaf secara
lisan. Selanjutnya, sesuai dengan Surat Pesanan Iklan, wanprestasi tersebut akan
disiarkan dengan diganti hari setelah iklan tersebut selesai sesuai perjanjian yaitu
tanggal 29 Desember 2008, dan akan diberi bonus iklan satu spot untuk satu hari,
setelah hari penggantian.
Jadi pemenuhan prestasi yaitu dengan menyiarkan iklan yang tidak
disiarkan akan diganti hari siarnya pada tanggal 18, 20 dan 22 November 2008.
Suatu perjanjian pada umumnya akan berakhir apabila tujuan dari
perjanjian itu telah dicapai, yang masing‐masing pihak telah memenuhi prestasi
yang diperjanjikan, sebagaimana yang mereka kehendaki bersama dalam
mengadakan perjanjian tersebut.
40 Rachma Latifa, Marketing Manager Prima Radionet, wawancara tanggal 17 Nopember 2009.
Perjanjian siaran iklan antara PT. Martina Berto dan Prima Radionet
seharusnya dapat berjalan sebagaimana mestinya, dimana para pihak
melaksanakan sesuai dengan yang telah diperjanjikan dalam Surat Pesanan Iklan,
maka perjanjian akan berakhirnya pada tanggal 31 Desember 2008.
Pada tanggal tersebut berakhir, karena PT. Martina Berto telah
melakukan pelunasan pembayaran pada saat berakhirnya surat perjanjian
tersebut 31 Desember 2008, dan pihak Prima Radionet juga telah menyiarkan
iklan sebagaimana Surat Pesanan Iklan dengan tepat waktu.
Namun dengan adanya wanprestasi yang dilakukan oleh pihak Prima
Radionet, dengan tidak menyiarkan iklan pada tanggal 10 dan 14 November
2008, maka perjanjian tidak berakhir pada tanggal 31 Desember 2008. Perjanjian
baru akan berakhir pada tanggal 5 Januari 2009, yaitu pada saat iklan disertai
iklan bonus pengganti selesai disiarkan.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan diuraikan dalam beberapa
bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Pelaksanaan penyiaran pada perjanjian siaran iklan antara PT.
Martina Berto dengan Prima Radionet telah menggunakan cara‐cara
yang diatur dalam KUH Perdata dan juga tidak bertentangan dengan
undang‐undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
2. Cara penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penerima
pesanan yaitu Prima Radionet, yang dikarenakan kelalaiannya tidak
menyiarkan iklan sesuai dengan Surat Pesanan Iklan, telah
diselesaikan sesuai dengan kesepakatan. Dalam perjanjian penyiaran
iklan antara PT. Martina Berto dengan Prima Radionet, yang tertuang
dalam Surat Pesanan Iklan, tidak mencantumkan pasal‐pasal yang
mengatur adanya keadaan memaksa atau overmacht. Maka apabila
terjadi keadaan memaksa atau overmacht dalam pelaksanaan
perjanjian tersebut, akan dipakai ketentuan‐ketentuan yang ada di
dalam KUH Perdata.
80
B. SARAN
Dalam bab ini, penulis ingin memberikan beberapa saran, antara lain:
1. Perjanjian penyiaran iklan yang dibuat kebanyakan adalah perjanjian
di bawah tangan yang hanya cukup ditandatangani kedua belah
pihak, lebih baik apabila dibuat perjanjian dengan pengaturan yang
lebih lengkap mengenai hak dan kewajiban para pihak juga tentang
wanprestasi dan keadaan memaksa atau overmacht atau
dimungkinkan juga dilakukan secara notariil.
2. Dalam pembuatan perjanjian siaran iklan sebaiknya pihak pemberi
pesanan, dalam hal ini PT. Martina Berto dapat lebih aktif dalam
membuat syarat‐syarat perjanjian.
3. Dalam pelaksanaan perjanjian siaran iklan, sebaiknya jika terjadi
wanprestasi maka pihak penerima pesanan dapat dengan cepat
berdasarkan asas itikad baik memberitahukan kepada pihak pemberi
pesanan.
4. Perbaikan kepada manajemen pihak Prima Radionet. Selama
penelitian, terkesan sekali manajemen pihak Prima Radionet sangat
tertutup. Bahkan pada saat terjadi wanprestasi, manajemen pihak
radio dilarang untuk membuat surat menyurat sehingga tanggapan
dari pihak Prima Radionet adalah lisan bukan tertulis.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Yahya, 1986, Segi‐Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.
Hilman, Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung.
Muhamad, Abdulkadir, 1986, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.
Prodjodikoro, Wiryono, 1993, Azas‐Azas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung.
Purwahid Patrik, 1994, Dasar‐Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung.
Satrio, J, 1999, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung.
Setiawan, R, 1999, Pokok‐Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung.
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.
Subekti, R, 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Abadi, Bandung.
Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian – Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta.
Sutopo, HB, 1991, Metodologi Kualitatif, Makalah, UNS Press.
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Tirtodiningrat, K.R,T.M, 1966, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Pembangunan, Jakarta.
Vollmar, H.F.A, 1984, Pengantar Studi Hukum Perdata – Jilid 2, Rajawali Pers, Jakarta.
Dari Internet :
http://skripsi.dagdigdug.com (12 Oktober 2009 pukul 19.30 WIB)
Dari Peraturan Perundang‐Undangan :
Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia Nomor : 28/P/M.Kominfo/9/2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran.
KUH Perdata pasal 1320 tentang Syarat‐Syarat Terjadinya Suatu Perjanjian Yang Sah.
KUH Perdata pasal 1338 tentang Akibat Persetujuan.
KUH Perdata pasal 1313 tentang Perikatan Yang Lahir Dari Kontrak Atau Persetujuan.