permasalahan psikososial terhadap orang tua anak...
TRANSCRIPT
PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL TERHADAP ORANG TUA
ANAK PENYANDANG AUTISME DI YAYASAN MARYAM
KARIM DEPOK
SKRIPSI
DisusunOleh:
MayantyRegitaPangestika
Nim: 11140541000017
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M
i
ABSTRAK
Mayanty Regita Pangestika (11140541000017), Permasalahan
Psikososial Orang Tua Anak Penyadang Autismedi Yayasan
Maryam Karim Depok.
Ketika memiliki ABK, rasa khawatir pasti akan timbul
sehingga hal ini berdampak pada psikologis dan sosial orang tua
sehingga dapat menimbulkan permasalahan psikososial. Maka dari itu
dalam keluarga, orang tua yang memiliki ABK seperti Autisme
menunjukan masalah psikososial termasuk depresi yang berawal dari
stress, kecemasan, dan perilaku marah karena menghadapi berbagai
kesulitan yang parah dalam merawat kebutuhan anak-anak mereka serta
adanya perasaan pesimis tentang masa depan anak.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini merupakan hasil dari wawancara. Tujuan
secara garis besar dalam penelitian ini adalah membahas tentang
bagaimana permaslaahan psikosoial serta faktor penyebab
permasalahan psikososial yang dialami orang tua anak penyandang
autisme. Adapun teori yang digunakan secara garis besar merujuk pada
teori Lazarus dan Folkman.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa orang tua anak
penyandang autisme di Yayasan Maryam Karim mengalami masalah
psikososial yaitu stress, kecemasan dan juga masalah sosial ekonomi.
Stress yang didasarkan pada gejala-gejala baik fisik atau psikologi,
jenis-jenis stress, kecemasan yang didasarkan pada penyebab dan jenis
kecemasan dan juga kondisi sosial ekonomi berdasarkan tingkat
pendidikan, jenispekerjaan dan pendapatan.
Kata Kunci: Permasalahan Psikososial, Orang Tua, Anak
Penyandang Autisme.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada baginda alam
nabi besar Muhammad shalallahu ‘alaihiwasallam, beserta keluarga dan
para sahabatnya serta pengikutnya yang senantiasa berjalan di jalan
Allah hinggaharikiamat.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan
sebagai syarat meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan
Sosial. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh Karena itu, penulis
dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun untuk
memperbaiki skripsi ini. Dalam hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah
Shallallahu‘alaihi Wasallam bersabda ‘orang yang tidak
berterimakasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada
Allah’. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepadapihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi
ini, yaitu kepada:
1. Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Ibu Dr. Siti Napsiyah MSW
sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr. Sihabudin
Noor, MA sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum.
Bapak Drs. Cecep Castrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan.
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si., sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA
sebagai Sekertaris Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Jakarta.
3. Ibu Ellies Sukmawati, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi
penulis. Terimakasih bersedia meluangkan waktunya dalam
memberikan dukungan, bimbingan dan motivasi sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh jajaran dosen Program Studi Kesejehteraan Sosial dan
seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih atas segala
pelajaran yang telah diberikan, semoga dapat bermanfaat bagi
penulis.
5. Bapak Budi Rahman Hakim, MSW sebagai dosen penasehat
akademik.
6. Seluruh pihak perpustakaan fakultas dan perpustakaan umum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orang tua penulis yang senantiasa memberikan
dorongan, mendoakan, memberikan dukungan dan motivasi
serta kasih sayang yang luar biasa kepada penulis.
8. Kakak dan saudara penulis, Alfaz Nurfath Assidiq, Almatina
Alimddin Karim, Amrina Rosadah, Irna Nurhalisa. Terimakasih
atas doa, dukungan dan semangatnya.
9. Bapak Fauzan Safari,Amd.Ot,S.Pd. MM sebagai Direktur
Operasional dan Kepala Sekolah Yayasan Maryam Karim yang
telah menerima penulis untuk melakukan penelitian serta
bimbingannya.
10. Seluruh petugas Yayasan Maryam Karim yang telah
menerimapenulisdenganbaik. Khususnya terimakasih kepada
Ibu Sandra Asril, S. Sos sebagai Direktur Keuangan dan
Fundrising, Ibu Devi Ariani sebagai Staff Keuangan dan
Admin. Ibu Eha Seukmawati, S. Pd sebagai Manajer Umum,
HRD dan Akademik. Ibu Maskuningsih Amd, Kep. Sebagai
Koordinator Keseahteraan Anak. Ibu Indah Witriah, S. Pd.
Sebagai Wakil Kepala Sekolah yang telah memberikan ilmu
dan pengalamannya kepada penulis.
11. Seluruh Orang Tua atau siswa/i yang ada di Yayasan Maryam
Karim terima kasih atas pengalaman yang telah kalian bagikan.
Khususnya kepada Orang Tua atau Siswa/i yang penulis jadikan
informa.
12. Teman-teman Kesejahteraan Sosial 2014, khususnya Koplak
Squad Diah Farhana Noviani, Novita Sari, Siti Nurrahimatun,
Siti Sarah Agusti, Shinta Saraswati, Devi Marita dan Marsya
Tarinawardani.
13. Kepada pacar yang selalu menemani dan memberikan support
baik materil maupun non-materil kepada penulis,
AlbyMeldianNugraha.
iv
14. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan baik
materil maupun non-materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis merasa bahwasannya skripsi ini masih banyak sekali
kekukurangan, dari segi teknik penulisan maupun isi, tetapi penulis
telah berusaha melakukan yang terbaik. Maka dari itu penulis
mengharapkan dengan tulus atas kritik dan saran yang membangun
dari pihak manapun.
Demikianlah skripsi ini penulis persembahkan, penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan semua
pembaca pada umumnya.
Jakarta, 6 November 2019
MayantyRegitaPangestika
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................... ix
DAFTAR BAGAN .............................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Batasan Masalah ....................................................................... 8
C. Rumusan Masalah .................................................................... 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 9
E. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 10
F. Metodologi Penelitian .............................................................. 16
G. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 19
H. Pemilihan Informan .................................................................. 20
I. Sumber Data ............................................................................. 20
J. Teknik Analisa Data ................................................................. 21
K. Teknik Keabsahan Data ............................................................ 22
L. Sistematika Penulisan ............................................................... 22
vi
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................. 25
A. Psikososial ................................................................................ 25
1. Definisi Psikososial ............................................................ 25
2. Faktor yang Mempengaruhi Psikososial ............................ 26
B. Ruang Lingkup Masalah Psikososial Keluarga ........................ 36
1. DefinisiMasalahPsikososial ................................................ 26
2. DefinisiMasalahPsikososialKeluarga ................................. 28
3. Gambaran Permasalahan Permasalahan Psikososial
Keluarga (Orang Tua) Anak Autisme ................................ 29
C. Stres .......................................................................................... 38
1. Definisi Stres ...................................................................... 38
2. Gejala Stres ......................................................................... 39
3. Jenis Stres ........................................................................... 45
4. TahapanStres ...................................................................... 46
D. Kecemasan ................................................................................ 51
1. Definisi Kecemasan ............................................................ 51
2. Jenis Kecemasan ................................................................. 51
E. Kondisi Sosial Ekonomi ........................................................... 52
1. Definisi Kondisi Sosial Ekonomi ....................................... 52
2. Faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya status
ekonomi .............................................................................. 53
F. Definisi dan Fungsi Keluarga ................................................... 57
G. Definisi Orang Tua ................................................................... 59
H. Definisi dan Jenis Anak Berkebutuhan Khusus ....................... 60
I. Autisme ..................................................................................... 62
vii
1. Definisi Autisme ................................................................. 62
2. Karakteristik Autisme ......................................................... 63
3. Penyebab Autisme .............................................................. 66
J. Kerangka Pemikiran ................................................................. 69
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ................................... 74
A. Latar Belakang Lembaga .......................................................... 74
B. Tujuan ....................................................................................... 76
C. Visi dan Misi ............................................................................ 76
D. Struktur Organisasi ................................................................... 78
E. Program Umum ........................................................................ 81
F. Program dalam Mengatasi Masalah Psikososial ...................... 82
G. SumberDayaManusia (SDM) ................................................... 83
H. Sarana dan Prasarana ................................................................ 86
I. Kerjasama dalam Lembaga ...................................................... 88
J. Alur Metode Penanganan Klien ............................................... 88
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .............................. 95
A. Profil Informan ......................................................................... 95
B. Stress ......................................................................................... 98
1. Pemahaman Orang tua Tentang Stres ................................. 98
2. Gejala Stres ....................................................................... 101
3. Jenis Stres ......................................................................... 117
C. Kecemasan .............................................................................. 119
D. Kondisi Sosial Ekonomi ......................................................... 122
viii
BAB V PEMBAHASAN ................................................................... 130
A. Permasalahan Psikis ............................................................... 131
1. Stres .................................................................................. 131
2. Kecemasan ........................................................................ 151
B. Permasalahan Sosial ............................................................... 154
1. Kondisi Sosial dari Stres dab Kecemasan Ekonomi ......... 154
2. Kondisi Sosial Ekonomi ................................................... 155
BAB VI PENUTUP ........................................................................... 161
A. Kesimpulan ............................................................................. 161
B. Implikasi ................................................................................. 166
C. Saran ....................................................................................... 168
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 169
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Informan Penelitian ............................................................ 20
Tabel 3.1 Sarana dan Prasarana .......................................................... 74
Tabel 3.1 Profil Anak Asuh ................................................................ 77
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran .......................................................... 73
Bagan 3.1 Struktur Organisasi ............................................................ 78
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1PedomanWawancara Orang TuaPerempuan (Ibu)
Lampiran 2PedomanWawancara Orang TuaLaki-laki (Bapak)
Lampiran 3TranskipWawancaraIbu A
Lampiran 4TranskipwawancaraIbu T
Lampiran 5TranskipWawancaraBapak H
Lampiran 6TranskipWawancaraIbu S
Lampiran 7SuratBimbinganSkripsi
Lampiran 8 SuratIzinPenelitian
Lampiran 9 Informan Consent
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyandang autis diberbagai negara sangatlah banyak, bahkan
dalam kurun tahun demi tahun semakin meningkat. Pada tahun 2000
jumlah penyandang autisme meningkat menjadi satu per 5000 anak.
Sedangkan tahun 2015 diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak
penyandang autisme atau 134.000 penyandang spectrum autis di
Indonesia. Berdasarkan hasil WHO pravelensi autis di Indonesia
mengalami peningkatan luar biasa, dari 1 per 1000 penduduk menjadi
8 per 1000 penduduk (Kompasiana.com, 2017). Data UNESCO pada
2011 mencatat sekitar 35 juta orang penyandang autisme di dunia.Itu
berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autisme. Data
tersebut menunjukan bahwa peningkatan autisme sangat pesat, jika
penderita autisme meningkat, menurut Depkes RI akan berakibat
hilangnya generasi penerus bangsa karena anak autis pun adalah anak
yang ikut andil dalam menentukan masa depan Indonesia.
Anak merupakan suatu yang paling berharga untuk dijaga dan
dirawat, sebab anak merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa
menurut Undang-Undang Perlindungan Anak tahun 2014.Kondisidan
situasi eksistensi anak dimasa sekarang merupakan keberhasilan bangsa
dimasa yang akan datang. Aset yang potensial bagi pembangunan
adalah anak apabila mereka diberi kesempaan untuk dikembangkan dan
2
dibina secara optimal agar anak dapat memperoleh kesejahteraan
(Bphn.go.id, 2014).
Telah dijelaskan Allah SWT dalam Al-Quran telah berfirman
bahwa manusia diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya yang tertulis
dalam surah at-Tin ayat 4 berbunyi:
﴾٤﴿
Artinya : “ Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik- baiknya. We have indeed created man in the best of
moulds. “(4) (Qomari, 2010:597).
Berdasarkan ayat tersebut kita dapat melihat bahwa Allah SWT
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.Allah SWT
juga mengaruniakan akal yang tidak dikaruniakan kepada makhluk
lainnya.Karena dengan akal, manusia dapat membedakan kebaikan dan
keburukan. Pada kenyataannya.meskipun anak berkebutuhan khusus
memang terlahir baik dari segi fisik maupun mental yang kurang
sempurna tetapi merka tetap mulia dimata Allah.Seorang anak akan
menjadi qurratu a’yun didalam al-quran, buah hati dan perhiasan jika
tumbuh dalam pola pengasuhan yang baik dan berkualitas. Al-quran
juga mengigatkan manusia bahwa anak tidak hanya memiliki potensi
menjadi hiasan dan kebanggaan keluarga, tetapi juga memiliki untuk
menjadi musuh dan ujian yang berat bagi keluarga (Ismail, 2010:153).
Namun kadang harapan jauh dari kenyataan.Sebagian, keluarga
akanmemiliki anak tidak sesuai dengan perkembangan sejak lahir.Akan
ada yang lebih dan ada yang kurang, mereka diberikan potensi yang
berbeda-beda dan dari sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan untuk
3
mengasuh anak yang mereka miliki.Bagi masyarakat, anak
akanmemberikan kontribusi yang baik jika dapat
berkembangdantumbuh secara baik. Disisi lain jika mereka mengalami
hambatan dalam tumbuh kembangnya atau biasa yang disebut anak
berkebutuhan khusus akan sangat memerlukan perhatian yang lebih
dari orang sekitarnya terutama keluarga. Anak berkebutuhan khusus
merupakan anak yangterlambat secara fisik, kognitif, psikologis, atau
sosial dalam mencapai kebutuhan atau tujuan-tujuan dan potensinya
secara maksimal (Ponijo,2010: 5).
Memiliki anak yang normal merupakan keinginan setiap orang
tua, tetapi ketika keinginan orang tua tersebut tidak terpenuhi maka
akan menjadi masalah bagi orang tua. Memiliki anak cacat ternyata
tidak hanya membutuhkan biaya yang besar tetapi hal ini juga dapat
memberi dampak psikologis tertentu bagi orang tua (Pramono, 1996)
dalam (Maulina, 2017: 120).Penerimaan orang tua pasti selalu diiringi
dengan kasih sayang yang diberikan orang tua secara sempurna.
Ungkapan perhatian yang baik, empati, simpati dan untuk menolong
yang berbentuk tindakan merupakan bentuk kasih sayang
(Somantri,2006:33).
Jika orang tua memiliki anak berkebutuhan khusus,perasaan
senang, bahagia dan bangga yang dirasakan orang tua saat anak lahir
kini berubah menjadi perasaan marah, menolak, perasaan sedih, malu,
merasa bersalah, cenderung mengasihani diri sendiri dan depresi
(Telford & Sawrey dalam Mangunsong, dkk, 1998).
4
Depresi yaitu gangguan mental yang terjadi di tengah
masyarakat,maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi berawal dari stres
yang tidak diatasi (Taamu,dkk,2017:66).Hasil penelitian mengatakan
bahwasannya ibu yang memiliki anak cacat cenderung mengalami
stressyang lebih besar daripada ibu yang memiliki anak normal
menurut Adams, 1999 dalam (Maulina, 2017:121).Penelitian ini
dilakukan pada empat puluh orang ibu yang memiliki anak dengan
ringan atau retardasi mental sedang. Salah satu sumber stressyaitu
memiliki anak dengan berkebutuhan khusus dan menjadi beban bagi
orang tua baik secara fisik maupun mental.Lestari (2012) juga
menyatakan sumber stress yaitu salah satunya masalah anggota
keluarga yang berkebutuhan khusus. Dampak pada finansial yaitu
keluarga yang memiliki anak disabilitas seringkali menghadapi biaya
hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang memiliki
anak tanpa disabilitas (Baik & Choi, 2010; Yun, 2010) menurut
UNICEF tahun 2013 dalam (Desriyani, Dkk, 2019: 23).
Anak yang berkebutuhan khusus contohnya autisme dianggap
oleh para orang tua akan mengalami masalah pada karier mereka,
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Sulit dalam pencapaian
masa depan yang cerah bagi anak yang berkebutuhan khusus karena
keterbatasan mereka. Sang ibu tersebut akanmengeluhkan akan masa
depan anaknya dan merasa dirinya khawatir. Membuat sang ibu
mengalami kecemasan dengan keadaan anaknya tersebut terhadap
karier anaknya seperti anak normal pada umumnya. Sang ibu
mengkhawatirkansedangkanuntuk berbicara saja dia mengalami
5
kesulitan, bahwa apa yang bisa dilakukan anak dalam keadaan tidak
normal seperti itu, bagaimana bisa dia berkembang dan mencapai karier
yang bagus (Ariesta, 2016: 51). Rasa khawatir pasti akan timbul ketika
memiliki anak yang mempunyai kebutuhan khusus sehingga hal ini
berdampak pada psikologis dan sosial orang tua.
Masalah yang terkait antara faktor psikologis dan faktor sosial
menurut kepala Dinas Sosial Arif Nugroho,merupakanmasalah
psikososial, bisa berupa akibatmaupunsebab dari masalah lain.
menunjukan peningkatan yang cukup tinggi, berdasarkan Akhir-akhir
dari perkembangan masalah psikososial(Dinsos.pringsewukab.go.id:
2018).Menurut Lazarus dan Folkman, model dari stress dan coping
dalam keluarga mengatakan orang tua yang mempunyai anak-anak
cacat menunjukkan berbagai masalah psikososial termasuk depresi
yang berawal dari stress, kecemasan, dan perilaku marah karena
menghadapi berbagai kesulitan yang parah dalam merawat kebutuhan
anak-anak mereka serta adanya perasaan pesimis tentang masa depan
anakmenurut Sutatminingsih 2005 dalam (Munayang, Dkk, 2012: 120).
Dimana depresi merupakan salah satu gangguan jiwa yang dipengaruhi
oleh stress psikososial menurut Marchira, et.al (2007) dalam
(Anggraini, 2014: 40). Depresi berawal dari stressyang tidak diatasi,
maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi
(Taamu,dkk,2017:66).Menurut Hawari dalam bukunya Masalah
psikososial yang disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam
melakukan adaptasi dan mengatasi stressor psikososial, yaitu antara
lain berupa stress, cemas dan depresi (Hawari, 2001:3)
6
Dilihat dari permasalahannya,anak berkebutuhan khusus banyak
menarik minat dari berbagai lembaga. Salah satu LSM yang menangani
Anak Berkebutuhan Khusus adalah Yayasan Maryam Karim.Yayasan
Maryam Karim merupakan lembaga yang didirikan untuk tujuan
melakukan pengkhidmatan dan penyelenggaraan pendidikan bagi anak-
anak berkebutuhan khusus.Bagi para siswa yang berkelainan untuk
membantu guru/pendidik memastikan bahwa siswa yang bersangkutan
mengalami kemajuan disekolah.
Selain itu di Yayasan Maryam Karim bagi orang tua yang
memiliki masalah dengan anak mereka contohnya seperti permasalahan
psikososial yang dihadapi keluarga yang mempunyai anak
berkebutuhan khusus, pihak yayasan mengadakan program parenting
skill dengan memberikan pemahaman bagaimana cara menghadapi
anak berkebutuhan khusus dan juga kegiatan konsultasi pada orang tua
anak berkebutuhan khusus tersebut yang ditujukan untuk membantu
dan mengurangi masalah terkait psikososial pada orang tua anak
berkebutuhan khusus biasanya kegiatan tersebut rutin dilakukan setiap
enam bulan sekali atau setiap ada pertemuan orang tua . Permasalahan
psikososial yang dirasakan orang tua anak autisme di Yayasan Maryam
Karim adalah Stress, kecemasan dan juga kondisi sosial ekonomi.
Didalam keluarga yang memiliki anak autisme, adanya
ketergantungan anak didalam keluarga dan tuntutan ekonomi di
yayasan tersebut sehingga muncul gangguan kecemasan,sehinggaada
program subsisdi silang karena memang tingginya biaya hidup yang
ditanggung orang tua yang memiliki anak autisme sehingga banyak
7
orang tua yang mengalami kemerosotan ekonomi. Kesabaran tinggi
dibutuhkan dalam menghadapi emosi anak, sehingga keluarga dapat
mengalami depresi.
Yayasan Maryam Karim mempunyai tiga kelas yaitu Semeru,
Bromo dan Rinjani dengan tingkatan masing-masing kelas regular
diperuntukan bagi siswa yang tidak berasrama sedangkan kelas
boarding school diperuntukan bagi siswa yang berasrama.Di Yayasan
Maryam Karim juga hampir seluruh orang tua kesulitan dalam
mengasuh dan merawat anak tersebut sehingga membuat anak
mengambil program boarding school.Banyak dari orang tua tidak bisa
menerima kondisi anaknya yang berkebutuhan khusus.Maka perceraian
bisa terjadi jika fondasi rumah tangga kurang kuat (Republika,
2014).Berdasarkan hal diatas apat disimpulkan bahwa orang tua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus lebih rentan mengalami
perceraian.Dimana memiliki anak berkebutuhan khusus seprti autisme
dapat menyebabkan stres serta sangat memengaruhi suatu hubungan
pernikahan. Dapat mengalami keretakan hubungan pernikahan tersebut
seperti perceraian dan perpisahan dibandingkan orang tua yang
memiliki anak normal (Kusumastuti,2014:55).Anak autis biasanya
mengalami masalah yang pelik mencakup segi emosional, sosial dan
perilakunya.Tingkat stres pada ibu menurut sebuah studi, yang
memiliki anak autis lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang
anaknya tidak autis. Hal ini mungkin bisa disebabkan karena kesulitan
orang tua dalam menghadapi masalah pada anak dengan ASD, yang
meliputi kesulitan berkomunikasi, perilaku yang diulang-ulang (ritual),
8
perilaku yang tidak biasa, dan kesulitan bersosialisasi
(www.sehat.com:1).
Menurut penjelasan kepala Yayasan Maryam Karim faktor
penyebab orang tua kesulitan dalam mengasuh dan merawat banyak
dikarenakan orang tua yang tidak sabar dengan minimnya pengetahuan
dalam mengasuh dan merawat anak tersebut serta sebagian orang tua
enggan menerima anak autisme seperti merasa malu, kecewa atau
bahkan mengganggap anak autisme sebagai aib bagi dirinya dan
keluarganya makanya ada beberapa Anak di yayasan tersebut yang
orang tuanya bercerai.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas,
mendorong penulis untuk melakukan pembahasan dan penelitian secara
lebih mendalam mengenai “Permasalahan Psikososial terhadap
Orang Tua Anak Penyandang Autisme di Yayasan Maryam Karim
Depok"
B. Batasan Masalah
Pada penelitian ini, penulis memberikan batasan permasalahan
dengan tujuan agar terhindar dari perluasan materi yang akan ditidak
diinginkan yang akan penulis paparkan. Pokok permasalahan yang akan
dibahas adalah “Permasalahan Psikososial terhadap Orang Tua Anak
Penyandang Autisme di Yayasan Maryam Karim Depok.”
9
C. Rumusan Masalah
Maka penulis membuat rumusan masalah yang akan dikaji dari
pembahasan diatas:
1. Bagaimana permasalahan psikososial terhadap orang tua
anak penyandang autisme di Yayasan Maryam Karim
Depok?
2. Apa saja faktor penyebab permasalahan psikososial
terhadap orang tua anak peyandang autisme di Yayasan
Maryam Karim Depok?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana permasalahan psikososial
terhadap orang tua anak penyandang autisme di Yayasan
Maryam Karim Depok
b. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab
permasalahan psikososial terhadap orang tua anak
penyandang autisme di Yayasan Maryam Karim Depok
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan
kepustakaan untuk memperkaya bidang kesejahteraan
sosial mengenai permasalahan psikososial terhadap orang
tua anak penyandang autisme di Yayasan Maryam Karim
sehingga dapat dimanfaatkan oleh peserta didik
10
berikutnya dalam proses pendidikan. Dapat dijadikan
sebagai bahan bacaan untuk peningkatan ilmu pengetahuan.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Yayasan
Sebagai masukan bagi pihak yayasan sebegai
acuan mengenai permasalahan psikososial terhadap
orang tua anak penyandang autisme di yayasan maryam
karim Depok
2) Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi
tambahan pengetahuan baik keluarga maupun seluruh
jajaran masyarakat permasalahan psikososial terhadap
orang tua anak penyandang autisme di Yayasan Maryam
Karim Depok
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penelusuran juga dilakukan penulis
terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian yang akan penulis teliti diantaranya terdapat tiga jurnal yang
saling berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Menurut Anne F Farrel dan Gloria L Krahn, Family Life Goes
On: Disability in Contemporary Families, tahun 2014.Penulis
menggambarkan dalam jurnal ini bahwa kehidupan keluarga
penyandang cacat adalah sebuah perjalanan itu termasuk stres dan
ketahanan.Penulis juga memberikan gambaran kemiskinan lebih sering
merupakan karakteristik keluarga penyandang cacat dibandingkan
11
dengan populasi umum. Kesulitan ekonomi lebih jelas di
antarakeluarga orang tua tunggal, rumah tangga ras dan etnis
minoritas, dan rumah tangga yang memiliki banyak anggota
penyandang cacat. Penentu sosial utama kesehatan dan kualitas
hidupadalahkemiskinan.Dampak ganda seperti yang Swenson dan
Lakin jelaskan dengan fasih dari tekanan kemiskinan dan tantangan
akomodasi terhadap disabilitas memiliki implikasi yang jelas untuk
kebijakan dan program untuk mendukung keluarga.Peristiwa antara
sosial-ekonomidandisabilitas yang disengaja namun kuat muncul secara
konsisten.Konsisten dengan perpindahan bidang dari orientasi
perbaikan ke kekuatan, kita dapat melihat bahwa hidup dengan
penyandang cacat memilikipeningkatan kehidupan dan aspek
kehidupan yang kuat.Meskipun meningkatnya tekanan hidup dengan
disabilitas dalam sebuah keluarga, individu dan keluarga jauh lebih
tangguh terhadap tantanga itu dan hadir seumur hidup.
Gambaran di dalam jurnal, bahwaperbedaan dalam persepsi
orang tua danstres orang tua tentang perkembangan bahasa antara orang
tua dari anak-anak dengan down sindrom dan orang tua dari anak-anak
dengan cacat lain seperticerebral palsy, sindrom genetik dan gangguan
perkembangan meresap. Tingkat stres total yang lebih rendah dari
orang tua dari anak-anak dengan Downsyndromemengalami,stres yang
terkait dengan interaksi orang tua-anak dan stres terkait anak.
Walaupun serupa antara keterampilan bahasa yang diukur, orang tua
anak-anak dengan down sindrom menganggap kesulitan komunikasi
anak-anak mereka tidak separah orang tua anak-anak dengan cacat
12
lainnya. Para penulis ini membingkai diskusi mereka dalam hal
kebutuhan untuk mempertimbangkan etiologi dan variabel lain dalam
memahami respons keluarga dan menyoroti proses kognitif sosial yang
mungkin mempengaruhi bagaimana orang tua membangun pemahaman
mereka sendiri tentang kekuatan dan kebutuhan anak-anak mereka.
Jurnal ini menyebutkan lebih banyak portofolio penelitian yang
beragam untuk mengembangkan pemahaman tentang bagaimana
kecacatan adalah bagian dari kehidupan keluarga, kepuasan dan
tekanan.Lebih banyak variasi dalam fokus penelitian, desain penelitian,
populasi, tindakan, dan suara.Penelitian perlu menangkap sifat
longitudinal dan interaktif yang saling terkait antara keluarga dan
kecacatan, serta anak-anak bersarang dalam keluarga, keluarga di
masyarakat, dan komunitas dalam sistem layanan.Akan sangat penting
pemodelan bertingkat untuk menangkap kompleksitas yang melekat
untuk memahami apapreferensi mereka, yang keluarga butuhkan, dan
daya tanggap dukungan yang dimaksudkan untuk mempromosikan
kesejahteraan. Jurnal ini memberikan gambaran tentang stress dan juga
ketahahan keluarga serta keadaan ekonomi keluraga penyandang
disabilitas, yang membedakan dari penelitian ini yaitu disini tidak
menampilkan tentang kecemasan pada keluarga yang memiliki Anak
Berkebutuhan Khusus.
Kecemasan Orang Tua menurut Ayu Ariestaterhadap Karier
Anak Berkebutuhan Khusus, Universitas Negeri Yogyakarta tahun
2016. Disini penulis menggambarkan kecemasan orang tua terhadap
karier anak berkebutuhan khusus dan mengidentifikasi harapan orang
13
tua terhadap anak berkarir berkebutuhan khusus yaitu orang tua mereka
akan mengkhawatirkan kemampuan anak berkebutuhan khusus dalam
membaca,menulis, menyelesaikan sekolah dengan baik, berinteraksi
dengan teman sekolah, memahami pelajaran sekolah dan tidak akan ada
tempat untuk bekerja akan menerima. Namun, ada harapan bagi orang
tua dari karier anak berkebutuhan khusus, yaitu harapan kesehatan
sehingga anak bisa bersekolah, belajar menulis, membaca dan
mengembangkan potensi mereka.
Yang ingin dicapai dari tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi kecemasan orang tua terhadap karier anak
berkebutuhan khusus dan mengidentifikasi karier anak berkebutuhan
khususterhadapharapan orang tua.Sementara manfaat dari penelitian
adalah bebagai bahan informasi bagi orang tua lainnya yang memiliki
anak berkebutuhan khusus, merupakan pengetahuan dan pemahaman
langsung mengenai kecemasan orang tua terhadap karier anak
berkebutuhan khusus.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
(qualitative research).Penelitian kualitatif ini secara spesifik lebih
diarahkan kepada penggunaan metode studi kasus.Sebagaimana
pendapat Nasution (2003: 27) bentuk penelitian yang mendalam
tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia didalamnya
merupakan studi kasus.Maksud dengan kecemasan orang tua dalam
penelitian ini yaituterhadap karier anak berkebutuhan khusus suatu
reaksi emosional pada objek yang tidak jelas karena perasaan khawatir
yang membuat orang tua merasa sesuatu hal buruk yang akan terjadi
pada pekerjaan dan dunia kerja anak mereka yang memiliki perbedaan
14
dari anak-anak normal lainnya, baik dari segi mental,fisik, emosi serta
mengalami hambatan dalam mencapai perkembangan yang optimal
sehingga dapat menghambat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang
bertujuan untuk mengubah keadaan hidup anaknya yang lebih baik.
Dengan ini, Peneliti mencoba meneliti tentang kecemasan pada
keluarga yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus, yang
membedakan dari penelitian ini yaitu dalam jurnal ini membahas
tentang kecemasan orang tua terhadap kemampuan anak berkebutuhan
khusus dalam menulis, membaca, menyelesaikan sekolah dengan baik,
berinteraksi dengan teman sekolah, memahami pelajaran sekolah serta
tidak akan ada tempat bekerja yang akan menerima, sedangkan untuk
penelitian saya lebih membahas tentang jenis kecemasan dan juga
faktor penyebab kecemasan itu sendiri.
Tingkat Stres Ibu menurut Bania Maulina, yang Memiliki Anak
Penyandang Retardasi Mental, Universitas Islam Sumatera Utara tahun
2017.Disini penulis menggambarkan tentang penilaian stres dapat
mencakup kerugian / kerugian, seperti kehilangan orang yang dicintai
atau orang yang dihargai.Akan muncul terkait kelahiran secara fisik
atau mental anak-anak cacat.Keterbelakangan mental adalah salah
satunya.Penelitian ini menggunakan studi deskriptif dengan
menggunakan metode laporan pribadi, termasuk skala untuk mencari
tahu tingkat stres ibu yang mengalami anak keterbelakangan
mental.Skala termasuk beberapa pernyataan yang diatur menurut
psikologis individu reaksi terhadap situasi stres (Atkinson,
2000).Penelitian ini dilakukan pada 40 orang ibu yang memiliki anak
15
dengan ringan atau retardasi mental sedang.Hasilnya ditemukan bahwa
55 persen ibu mengalami stres dalam kategori tinggi.
Dalam jurnal ini menggambarkan bagaimana orang tua juga
merasa tidak percaya diri, merasa tidak berdaya dan kehilangan
harapanharapan yang realistik karena kehadiran anak yang tidak sesuai
dengan harapan.Menjalani peran sebagai seorang ibu ternyata dapat
menyebabkan individu mengalami stres.Peran ibu sebagai individu
yang bertanggung jawab dalam memelihara, menuntun dan mendidik
anak dapat menyebabkan ibu mengalami stres yang lebih besar
daripada peran ibu sebagai pengurus rumah tangga. Peran wanita
sebagai seorang ibu merupakan sumber stres tersendiri dan stres akan
semakin besar jika ibu memiliki anak penyandang cacat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak cacat
cenderung mengalami stres yang lebih besar daripada ibu yang
memiliki anak normal (Adams, 1999).
Memiliki anak penyandang cacat, stres pada ibu khususnya
retardasi mental berhubungan dengan adanya permasalahan perilaku
anak tersebut.Hal ini Walker (1989) memperkuat bahwa permasalahan
perilaku anak penyandang retardasi mental dapat menyebabkan ibu
mengalami stres. dalam penelitian ini juga mengkategorisasikan tingkat
stres pada ibu yang memiliki anak penyandang retardasi mental,
gambaran tingkat stres ibu dari anak penyandang retardasi mental
ditinjau dari pekerjaan, gambaran tingkat stres ibu dari anak
penyandang retardasi mental ditinjau dari pendidikan terakhir,
gambaran tingkat stres ibu dari anak penyandang retardasi mental
16
ditinjau dari jenis kelamin anak, gambaran tingkat stres ibu dari anak
penyandang retardasi mental ditinjau dari tingkat keparahan anak.
Sedangkan untuk penelitian saya lebih kepada mengidenifikasi gejala-
gejala stress yang dialami oleh keluarga yang memiliki anak
berkebutuhan khusus baik secara fisik ataupun psikologis dan juga
mengidentisikasi faktor penyebab stress pada orang tua yang memiliki
anak beberkebutuhan khusus baik dari segi internal atau external serta
mengetahui jenis stress yang dimiliki oleh orang tua tersebut.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
dalam penelitian ini.VBodgan dan Krik sebagaimana dikutip
dalam oleh Basroi dan SuwandiVmendefinisikan bahwa tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuanVsosialVmerupakan penelitian
kualitatif yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
dalam manusia dalamVkawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orangVtersebut dalamVbahasanya maupun
peristilahannyaV(Basrowi dan Suwandi, 2008:21).VPenelitian
kualitatifVdimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnyaVpersepsi, perilaku,
motivasi,tindakan dll. Secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk bahasa dan kata-kata,Vpada suatuVkonteks khusus
yang alamiah dan denganVmemanfaatkan berbagai metode
alamiah (Moleong, 2007:6).
17
Pendekatan dalamVpenelitian iniVadalah pendekatan
deskriptif. Pendekatan deskriptif merupakan metode penelitian
yang menggambarkan dan menginterpetasi objek sesuai dengan
apa adanya. Sebagaimana dikutif oleh Lexy J. Moleong, menurut
Bodgan dan Taylor mendeskripsikan metodologi kalitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
perilaku dan data-data yang diamati.Pendekatan ini, menurutnya
diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh (holistic)
(Moleong: 2007:4).
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam Yakub mengutip pendapat Mc. Leod,dari sudut ilmu
system informasi pengertian data adalah angka-angka maupun
fakta-fakta yang secara relatif tidak berarti bagi pemakai (Yakub,
2012:5). Dalam hal inipenulis menggunakan teknik pengumpulan
data kualitatif yang berupa observasi, wawancara dan studi
dokumentasi.
a. Observasi
Pengertian observasi secara umum adalah cara menghimpun
barang-barang keterangan atau data yang dilakukan dengan
mengadakan pencatatan dan pengamatan secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan (Sudijono, 2009: 38). Dalam Iskandar menurut
Arikunto, Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan
untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu
18
kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi buatan maupun
situasi yang sebenarnya (Iskandar , 2015: 50). Pengamatan atau
observasi berupa kegiatan yag meliputi pemusatan perhatian
terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera
dapat dilakukan melalui penglihatan, pendengaran, penciuman,
perabaan, dan pengecap (Arikunto , 2006: 156).
Adapun observasi yang dilakukan meliputi sikap dan prilaku
subjek saat wawancara, Dalam hal ini peneliti dapat mengamati
dan mencermati segala bentuk prilaku dan perasaan yang dialami
oleh orang tua yang memiliki anak autisme dari segi psikologis
dan sosial serta pengetahuan orang tua terkait stressdi Yayasan
Maryam Karim.
b. Wawancara
Yang dimaksud dengan wawancara secara umum adalah cara
menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara berhadapan muka,sepihakdan
dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan (Sudijono, 1996:82).
Kemudian dengan wawancara mendalam yang berupa sebuah
percakapan yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara
lisan kepada yang diwawancarai oleh pewawancara dalam
pertemuan tatap muka untuk memperleh informasi tertentu.
Wawancara dilakukan dalam penelitian ini secara berulang-
ulang terhadap subjek keluarga yang memiliki anak berkebutuhan
khusus agar mendapatkan informasi lebih mendalam dan
wawancara dilakukan kepada informan kunci yang sudah dipilih
19
utuk menceak data yang diberikan oleh subjek. Segala data dalam
mendapatkanyang dibutuhkan peneliti juga menggunakan alat
perekam atau melakukan pencatatan.
c. Studi Dokumentasi
Teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan
kepada subjek penelitianmerupakan studi dokumentasi.Tidak hanya
dokumen resmi, dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai
macam (Soehartono, 1999: 70). Peneliti berusaha mengumpulkan
data-data yang tertulis yang ada dilapangan dan juga data-data lain
yang didapat darijurnal,artikel, buku, majalah, surat kabar, dan lain
sebagainya.
G. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Tempat dimana proses studi yang digunakan untuk
memperoleh pemecahan masalah penelitian berlangsung
merupakan lokasi atau tempat penelitian (Sukardi, 2013: 53).
Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian di Yayasan Anak
Maryam Karim yang beralamat di Jl. Villa Santika Blok K 5,
Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo, Depok, Jawa Barat.
2. Waktu Penelitian
Penelitian di Yayasan Anak Maryam Karim akan
dilaksanakan pada bulan April- September 2019.
20
H. Pemilihan Informan
Pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yang bersifat Purposive Sampling sesuai dengan karakteristik penelitian
kualitatif.Purposive Sampling yaitu dengan memilih informan yang
diambil yang dipilih secara sengaja karena ada pertimbangan untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu (Sugiyono, 2010: 123).
Tabel 1.1
Informan Penelitian
No Informan Jumlah/Posisi
1 Kepala Sekolah di Yayasan Maryam
Karim
1 Informan
2 Orang Tua Siswa/ Wali 4 Informan
3 Tenaga Pengajar 1 Informan
4 Guru Pembimbing (Asisten Guru) 1 Informan
Total 7 Informan
I. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data sebagai
berikut:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber
pertama, baik dari perseorangan seperti hasil dari wawancara,
individu atau hasil dari pengisian kuesioner yang biasa
dilakukan oleh peneliti.
21
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data primer disajikan baik oleh
pihak pengumpul data primer atau oleh pihak laindan yang telah
diolah lebih lanjut misalnya dalam bentuk table-tabel atau
diagram-diagram.Data sekunder ini digunakan oleh peneliti
untuk diproses lebih lanjut (Umar, 2013: 42).
J. Teknik Analisa Data
Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk megurutkan,
mengelompokkan, memberi kode/tanda, mengatur,
danmengkategorikannya sehingga dipeoleh suatu temuan berdasarkan
focus atau masalah yang ingin dijawab.Data kualitatif, melalui
serangkaian aktivitas tersebut, yang biasanya berserakan dan
bertumpuk-tumpuk bisa disederhanakan untuk akhirnya bisa dipahami
dengan mudah (Affifudin, 2009: 58).
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan
adalah dengan mengacu pada konsep Miles & Huberman (2007) yaitu
interactive model (model interaktif) yang mengklarifikasi analisis data
dalam tiga langkah, yaitu reduksi data yang merupakan proses
pemusatan perhatian, pemilahan, pada pengabstrakan, penyederhanaan
dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis
dilapangan. Kemudian penyajian data sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memungkinkan akan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Selanjutnya adalah penarikan kesimpulan yang
mengungkap makna dari kata yang telah dikumpulkan.Dari sanalah
peneliti mencari hubungan antara reduksi datadanpenyajian data
22
sehingga data terverifikasi tidak melenceng dari hasil reduksi data dan
penyajian data yang telah dilakukan.Sehingga diperoleh penarikan
kesimpulan (verifikasi) yang dapat menjawab pertanyaan penelitian
(Almanshur dan Ghony, 2012: 306).
K. Teknik Keabsahan Data
Penulis menggunakan teknik triangulasi dalam hal memeriksa
keabsahan data. Teknik ini merupakan teknik pemeriksaan keabsahan
data yang menfaatkan suatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau pembanding tehadap data tersebut.
Penggunaantrianguasi data yaitu sebagai proses memantapkan
derajat kredibilitas/ validitas (kepercayaan) dan reabilitas (konsistensi)
data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis data dilapangan.
Yang digunakan penulis dalam keabsahan data adalah triangulasi
sumber yakni menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai
sumber dalam memperoleh data.Penulis dalam membandingkan data
yang sudah diperoleh dari wawancarayaitu menggunakan observasi dan
membaca arsip-arsip sekolah untuk (Gunawan, 2013: 219).
L. Sistematika Penulisan
Dalam hal mempermudah penulisan skripsi ini, lebih jelas lagi
penulis membuat sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan
penyajian dalam skripsi ini dijelaskan atas satu bab yang terdiri dari
sub-sub bab yang saling berkaitan sebagai berikut:
23
BAB I PENDAHULUAN :
Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah,
batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,
teknik pengumpulan data, lokasi dan waktu penelitian,
teknik pemilihan informan, sumber data, teknik analisa
data, teknik kebsahan data dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA :
Kajian pustaka meliputi Psikososial, Ruang Lingkup
Masalah Psikososial Keluraga, stres meliputi definisi,
gejala, jenis dan tahapan stres.kecemasan yang meliputi
definisi dan jenis kecemasan. Kondisi sosial ekonomi
yang meliputi definisi dan faktor yang dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya status ekonomi.Definisi
dan fungsi keluarga, definisi orang tua.Definisi dan jenis
anak berkebutuhan khusus.Definisi, karakteristik dan
faktor penyebab stres.Serta kerangka beripikir yang
meliputi permasalahan psikososial orang tua yang
memiliki anak autisme
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA:
Gambaran umum Yayasan Maryam Karim, yang terdiri
dari profil lembaga, visi dan misi, struktur lembaga,
program lembaga, sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, kerjasama dan jaringan lembaga.
24
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN :
Memahami dampak perceraian yang dialami siswa/i di
Yayasan Maryam Karim dari aspek psikososial orang
tua anak penyandang autisme yang berkaitan dengan
prilaku serta perasaan orang tua serta aspek sosial
berdasarkan hasil observasi, wawancara dan studi
dokumentasi.
BAB V PEMBAHASAN :
Pembahasan yang berisi uraian yang mengaitkan latar
belakang, teori dan rumusan teori baru dari penelitian.
BAB VI PENUTUP:
Penutup terdiri dari kesimpulan, Implikasi dan Saran.
25
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Psikososial
1) Definisi Psikososial
Kata psikososial itu sendiri menggaris bawahi suatu hubungan
yang dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana
masing-masingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial
mencakup cara seseorang berpikir dan merasa mengenal dirinya
dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang-orang yang
bermakna baginya, hubungan dengan orang lain dan lingkungan
sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-
kejadian disekitarnya (Departemen Sosial, 2004: 2).
Baron da Byrne mengemukakan bahwa psikologi sosial
adalah cabang psikologi yang berupaka untuk memahami dan
menjelaskan cara berpikir, berperasaan dan berprilaku individu
yang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain. Kehadiran orang lain
itu dapat dirasakan secara langsung, diimajinasikan atau
diimplikasikan (Hanurawan, 2010: 1).
Jadi psikologi sosial adalah cabang ilmu yang mempelajari
terkait bagaimana individu dapat berinteraksi dengan individu
lainnya dan saling mempengaruhi baik melalui pikiran maupun
dalam berperilaku.
26
2) Faktor yang mempengaruhi Psikososial
Meurut Pujiastuti psikososial dapat disebabkan oleh dua
faktor,yaitu faktor internal dan eksternal:
a. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam
diri sendiri
b. Faktor ekternal merupakan faktor yang berasal dari
lingkungan, yang merupakan keseluruhan fenomena fisik
atau sosial, meliputi lingkungan keluarga, sekolah, teman
sebaya dan masyarakat. Faktor keluarga meliputi fungsi
keluarga, pola hubungan orang tua-anak, serta kelas sosial
dan status ekonomi (Pujiastuti, 2013:204).
Sedangkan menurut Stewart dan Amir (2010) Masalah
psikososial disebabkan oleh 2 faktor :
a. Faktor Internal : Faktor biologis meliputi usia, jenis
kelamin, riwayat keluarga, penyakit yang pernah diderita.
b. Faktor Eksternal : Status perkawinan, pekerjaan, stressor
sosial dan dukungan sosial. Menurut Hawari (2013)
stressor psikososial terdiri dari perkawinan, problem orang
tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan,
keuangan, hukum, penyakit fisik/cidera dan trauma.
B. Ruang Lingkup Masalah Psikososial Keluarga
1. Definisi Masalah Psikososial
Masalah psikososial menurut kepala Dinas Sosial Arif
Nugrohoadalah masalah yang terkait antara faktor psikologis dan
faktor sosial, bisa merupakan akibat maupun sebab dari masalah
27
lain. Masalah psikososial adalah setiap perubahan dalam
kehidupan individu baik yang bersifat psikis ataupun sosial yang
mempunyai pengaruh timbale balik dan dianggap berpotensi
cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan
kesehatan (gangguan jiwa) secara nyata atau sebaliknya masalah
kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial.
Peraturan menteri sosial Republik Indonesia No. 16 tahun
2013 tentang lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga pada
pasal 1 ayat (8) yang dimaksud dengan masalah psikososial
adalah kondisi yang dialami seseorang yang disebabkan oleh
terganggunya relasi sosial, yang meliputi prilakudan sikap,
gangguan pemikiran, perasaan,perilaku atau relasi sosial yang
terus-menerus saling mempengaruhi antara satu dengan yang
lainnya (Djpp.kemenkumham.go.id,2013:4). Beberapa masalah
psikososial yang ditangani oleh LK3 diantaranya, yaitu anak
berhadapan hokum (ABH), korban pelecehan/ tindak kekerasan
seksual, ODHA, penyalahgunaan NAPZA, korban KDRT,
kemiskinan, keterlantaran, kehamilan yang tidak diinginkan,
diskomunikasi dalam keluarga, perceraian, perselingkuhan,
korban bencana alam dan bencana sosial, disabilitas, pekerja
migran, korban trafficking, penyakit kronis, dan lain sebagainya
(rakyatpos.com, 2017).
Masalah psikososial diistilahkan gambaran sebagaimaladaptif,
tidak sehat, emosional, intrapersonal dan keadaan perilaku
(Rajkumar, dkk, 2015:45).Masalah psikososial mencakup
28
spektrum luas dari segala sesuatu yang tidak sepenuhnya medis-
somatik.Dalam kehidupan sehari-hari, mereka mempengaruhi
fungsi pasien, dan menyangkut lingkungan dan / atau biografinya.
Di satu sisi, ini menyangkut masalah psikologis yang berbeda
seperti: perasaan gugup / cemas / tegang, paska trauma atau akut
(stress), depresi dan perasaanterbakar, tertekan, mudah
tersinggung, kesepian, gangguan tidur, masalah seksual, tics,
penyalahgunaan narkoba, penyalahgunaan alkohol,
penyalahgunaan tembakau, masalah ingatan, masalah perilaku,
kesulitan belajar, fase masalah hidup, ketakutan terhadap penyakit
mental, skizofrenia, psikosis, kegelisahan (kelainan), bunuh diri /
bunuh diri, gangguan somatisasi, neurasthenia / surmenage, fobia
/ gangguan obsesif kompulsif , gangguan kepribadian atau
masalah identitas, gangguan hiperkinetik, cacat intelektual,
masalah hubungan (dengan keluarga , teman dan / atau pasangan),
gejala medis yang tidak dapat dijelaskan dan gangguan makan
(Departement of General Practice:7).
2. Definisi Masalah Psikososial Keluarga
Masalah psikososial keluarga adalah masalah personal dan
interpesonal yang dihadapi oleh keluarga yang bersumber dari
tekanan-tekanan lingkungan sosialdanpsikologis. Kedua faktor
ini, saling berinteraksi secara dinamis, sehingga menimbulkan
masalah dalam penyesuaian diri keluarga yang selanjutnya akan
mengganggu keluarga dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Pemasalahan sosial yang timbul di tengah masyarakat seringkali
29
terjadidisebabkan disfungsi keluarga. Anggotakeluarga tidak
mampu mengoptimalkan peran dan fungsinya secara baik dan
benarsesuai denganpotensi yang dimiliki (Rakyatpos.com,2018).
3. Gambaran Permasalahan Psikososial Keluarga (Orang Tua)
Anak Berkebutuhan Khusus (Autisme)
a. Pengertian Masalah Keluarga (Orang Tua)
Masalah keluarga merupakan sebuah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan keluarga yang dianggap
dalam budaya populer sebagai hal yang 'kacau' dan 'lemah',
dan dilihat sebagai memerlukan intervensi dasarnya hukuman
untuk memodifikasi 'anti-sosial' dan 'perilaku tidak
bertanggung jawab' mereka. Yang sering dikaitkan dengan
bangsa 'kelas bawah' yang terdiri dari yang paling miskin,
paling tidak beruntung secara sosial, setidaknya sebagian,
dengan kekurangan yang dirasakan dalam karakter moral
mereka. Pelabelan kelompok dalam masyarakat sebagai hal
yang 'tidak layak‟ bukan fenomena.
Dalam praktik kerja sosial dengan anak-anak dan keluarga
ada penekanan yang kontras pada pendekatan yang dipimpin
untuk mengatasi kesulitan yang bertujuan untuk membangun
secara positif pada kemampuan dan sumber daya keluarga
untuk menghindari intervensi yang dialami sebagai
stigmatisasi. Ini benar bukti dalam penilaian bingkai kerja
untuk anak-anak yang membutuhkan keluarga mereka.
Namun sementara pendekatan semacam itu mungkin tepat dan
30
mungkin berhasil bagi lebih banyak keluarga yang mengalami
kesulitan, pekerja sosial menghadapi dillema ketika bekerja
dengan orang tua yang resis, bahkan bermusuhan, terhadap
intervensi profesional yang bertujuan menjaga keamanan
anak-anak (Harris&Hite: 2013, 365-366).
Saat ini permasalahan keluarga cenderung terus meningkat
baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, berbagai
bentuk seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
perselingkuhan, kekerasan seksual, aborsi, penculikan anak,
pembunuhan sampai konflik dalam masyarakat.Dengan
adanya situasi tersebut masyarakat membutuhkan media untuk
berbagi, berkonsultasi dan lembaga yang mampu mencarikan
alternative solusi permasalahan keluarga. Melihat kebutuhan
tersebut pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial RI
membentuk Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga
(LK3) di Kabupaten seluruh Indonesia sebagai upaya
pemenuhan solusi permasalahan dalam keluarga, khususnya
masalah psikososial (Dinsos.riau.go.id, 2016).
b. Gambaran Permasalahan Psikososial Keluarga (Orang
Tua) Anak Berkebutuhan Khusus (Autisme)
Model dari stress dan copingyaitu menurut Lazarus dan
Folkman, dalam keluarga mengatakan orang tua yang
mepunyai anak cacat menunjukkan berbagai masalah
psikososial termasuk depresi berawal dari stress, kecemasan,
dan perilaku marah karena menghadapi berbagai kesulitan
31
yang parah dalam merawat kebutuhan anak-anak mereka serta
adanya perasaan pesimis tentang masa depan anak, menurut
Sutatminingsih 2005 dalam (Munayang, Dkk: 2012, 120).
Dimana depresi merupakan salah satu gangguan jiwa yang
dipengaruhi oleh stress psikososial menurut Marchira, et.al
(2007) dalam (Anggraini, 2014: 40). Depresi berawal dari
stressyang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase
depresi (Taamu,dkk,2017:66).Menurut Hawari dalam
bukunya Masalah psikososial yang disebabkan karena
ketidakmampuan individu dalam melakukan adaptasi dan
mengatasi stressor psikososial, yaitu antara lain berupa stress,
cemas dan depresi (Hawari, 2001:3).
Reaksi yang pertama kali muncul pada saat orang tua
mengetahui bahwa anaknya mengalami kelainan yaitu
mengalami goncangan batin, perasaan terkejut , shok dan
tidak mempercayai kenyataanyangmenimpa anaknya menurut
Mangunsong (2011) dalam (Na‟imah, Nur‟aeni dan
Septiningsih, 2017:1). Beberapa orang tua yang memiliki
anak tunagrahita merasa tertekandan malu denganstigmadari
lingkungannyasehingga mereka cenderung menyembunyikan
anaknya menurut Napolion, 2010 dari (Lisnayanti, 2015: 16).
Keinginan setiap orang tua memiliki anak yang normal,
tetapi maka akan menjadi masalah bagi orang tua ketika
keinginan orang tua tersebut tidak terpenuhi. Memiliki anak
cacat ternyata tidak hanyadapat memberi dampak psikologis
32
tertentu bagi orang tua tetapi hal ini juga membutuhkan biaya
yang besar (Pramono, 1996). Perasaan bahagia, senang dan
bangga yang dirasakan orang tua saat anak lahir kini berubah
menjadi perasaan menolak, marah, perasaan sedih, merasa
bersalah, malu, cenderung mengasihani diri sendiri hingga
depresi menurut Telford & Sawrey dalam Mangunsong, dkk,
1998 dalam (Maulina, 2017:121). Depresi merupakan
gangguan mental yang terjadi di tengah masyarakat, berawal
dari stress yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke
fase depresi (Taamu,dkk,2017:66). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak cacat cenderung
mengalami stres yang lebih besar daripada ibu yang memiliki
anak normal menurut Adams, 1999 dalam (Maulina,
2017:121).
Salah satu sumber stres yaitu memiliki anak dengan
berkebutuhan khusus dan menjadi beban bagi orang tua baik
secara fisik maupun mental.Lestari (2012) juga menyatakan
sumber stres yaitu salah satunya masalah anggota keluarga
yang berkebutuhan khusus.Dampak pada finansial yaitu
keluarga yang memiliki anak disabilitas seringkali
menghadapi biaya hidup yang lebih tinggi dibandingkan
dengan keluarga yang memiliki anak tanpa disabilitas (Baik &
Choi, 2010; Yun, 2010). Keluarga juga mengalami masalah
lain seperti harus mengurangi jam kerjanya atau bahkan
sampai berhenti bekerja untuk merawat anggota keluarganya
33
yang disabilitas. Hal-hal tersebut bisa menurunkan standar
kehidupan jika tidak segera diatasi menurut UNICEF tahun
2013 dalam (Desriyani, Dkk, 2019: 23). Beban yang dialami
orang tua dengan anak autisme akanmemunculkan reaksi
emosional didalam dirinya. Hal yang perlu disoroti adalah
sebagian dari orang tua masih mengalami kendala dalam
mengakses informasi yang tepat sehingga tidak mengetahui
secara pasti tentang penanganan anak dengan baik. Menurut
Kemis dan Rosnawati (2013), mengatakan bahwa akibat dari
kendala dan stres yang dialami orang tua akan menimbulkan
penolakan atau justru mungkin akan memberikan
perlindungan secara berlebihan, sehingga akan mengakibatkan
masalah emosi danperilaku pada anak (Rachmawati &
Masykur, 2016:823).
Menurut Cohen dan Bolton (1993) ,bahwasannya
memiliki anak berkebutuhan khusus seperti autisme dapat
menyebabkan stres serta sangat memengaruhi suatu hubungan
pernikahan. Dapat mengalami keretakan hubungan pernikahan
tersebut seperti perceraian dan perpisahan dibandingkan orang
tua yang memiliki anak normal. Kondisi ini akan lebih parah
lagi dirasakan oleh orang tua tunggal dalam merawat anak
yang mengalami autisme, karena disamping biaya hidup
sehari-hari, orang tua tunggal biasanya sedih karena tidak
memiliki pasangan atau tempat untuk berbagi beban hidup,
dan memikirkan keadaan perilaku anak yang cenderung
34
negatif, serta melihat atau menerima pandangan masyarakat
yang negatif terhadap ibu tunggal (Kusumastuti,2014:55).
Perencana Keuangan Safir Senduk mengatakan, bercerainya
pasangan suami-istri akan menyisakan dampak perpisahan
bagi kondisi finansial keluarga, yakni kedua pasangandan juga
anak.
Utamanya karena salah satu pasangan akan kehilangan
sumber pencari nafkah, lantaran keuangan masing-masing
setelah bercerai telah terpisah meskipun ada perjanjian yang
mungkin sudah disepakati oleh kedua pasangan
(Finance.detik.com). Stres yang disebabkan karena perceraian
informan dengan suami dan diperkuat dengan masalah
lingkungan tempat tinggal seperti anak mendapat bullying
dari masyarakat sekitar (Hasanah, 2017:155).
Kehadiran anak berkebutuhan khusus seprti autistik di
tengah-tengahkeluargaakan mempengaruhi pada kehidupan
keluarga, khususnya pada aspek psikologis orang tua yang
selanjutnya mempengaruhi hubungan suami istri dan anggota
keluarga lainnya, termasuk didalamnya adalah saudara
kandung.Orang tua cemas dan bingung atas kondisidansituasi
perkembangan anaknya yang autistic pada saat ini atau dimasa
datang (Yuwono, 2009:113). Anak autis biasanya mengalami
masalah yang pelik mencakup segi emosional, sosial dan
perilakunya.Tingkat stres pada ibu menurut sebuah studi,
yang memiliki anak autis lebih tinggi dibandingkan dengan
35
ibu yang anaknya tidak autis.Hal ini mungkin bisa disebabkan
karena kesulitan orang tua dalam menghadapi masalah pada
anak dengan ASD, yang meliputi kesulitan berkomunikasi,
perilaku yang diulang-ulang (ritual), perilaku yang tidak
biasa, dan kesulitan bersosialisasi (www.sehat.com:1).
Menurut Hastings (2003) dalam Pisula (2011) menunjukkan
bahwa derajat stres pada ibu berhubungan dengan kondisi
kesehatan mental ayah dan masalah perilaku anak, sedangkan
stres pada ayah tidak berhubungan baik dengan kondisi
kesehatan mental ibumaupun perilaku anak.Bahwa hasil
penelitian menunjukkan,ibu memiliki derajat stres lebih tinggi
dan lebih luas daripada ayah menurut Pisula
(Armjayanthi,2017:39).
Anak yang berkebutuhan khusus berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan dianggap oleh para orang tua akan
mengalami masalah pada karier mereka. Sulit dalam
pencapaian masa depan yang cerahanak yang berkebutuhan
khusus karena keterbatasan mereka. Sehingga, sang ibu
tersebut mengeluhkan bahwa dirinya khawatir akan masa
depan anaknya. Dengan keadaan anaknya tersebut membuat
sang ibu mengalami kecemasan terhadap karier anaknya
seperti anak normal pada umumnya. Sang ibu
mengkhawatirkan sedangkan untuk berbicara saja dia
mengalami kesulitan, bahwa apa yang bisa dilakukan anak
dalam keadaan tidak normal seperti itu, bagaimana bisa dia
36
berkembang dan mencapai karier yang bagus (Ariesta, 2016:
51). Rasa khawatirpasti akan timbulketikamemilikianak yang
mempunyai kebutuhan khusus, sehingga hal ini berdampak
pada psikologis dan sosial orang tua. Stress yang dialami
individu akan berperilaku lain dibandingkan dengantujuannya
yangtidak mengalami stress. Oleh karena itu, kondisi individu
yang mengalami stress gejala-gejalanyadapat dilihat baik
secara fisik maupun secara psikologis (Sukadiyanto, 2010:
57).
Menurut Farrell (2014) kemiskinan dibandingkan dengan
populasi umum lebih sering merupakan karakteristik keluarga
penyandang cacat.Lebih jelasnya kesulitan ekonomi di antara
rumah tangga ras dan etnis minoritas, rumah tangga yang
memiliki banyak anggota penyandang cacat dan keluarga
orang tua tunggal.Kemiskinan merupakan penentu sosial
utama kualitas hidup dan kesehatan.Morris memberi tahu
kami tentang "hubungan yang kuat dan independen antara
kesejahteraan mental dan pendapatan, dengan orang tua yang
lebih miskin mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang
jauh lebih tinggi".Seperti yang Swenson dan Lakin jelaskan
dengan fasih, dampak ganda dari tekanan kemiskinan dan
tantangan akomodasi bagi penyandang cacat memiliki
implikasi yang jelas untuk kebijakan dan program untuk
mendukung keluarga. Yang malang tapi kuat kebetulan
37
kecacatan dan stres sosial ekonomi muncul secara konsisten
(Farrel, 2014:3).
Keefektifan keluarga dan sumber ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan,
papan, ataupun kebutuhan lainnya.Mencari sumber
penghasilan guna pengaturan penghasilan keluarga,
memenuhi kebutuhan keluarga, serta menabung untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.Ketika memiliki anak
tunagrahita, beban yang dirasakan keluarga berkaitan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi fungsi ekonomi.
Keluarga akan dihinggapi perasaan cemas terkait dengan
kemunduran produktivitas kepala keluarga, tentang masa
depan pembiayaan anak dan kekhawatiran bahwa karena
keterbatasan yang dimilikinya sehingga anak tidak mampu
berfungsi optimal secara ekonomis (PPSLB, 1984:36).
Kelainan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus
tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, namun juga
berdampak kepada keluarga dari anak berkebutuhan khusus
khususnya orang tua. Orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus, akan mengalami berbagai masalah
secara psikologis maupun sosial karena memiliki anak
berkebutuhan khusus (Daroni, 2018:4). Perkembangan
masalah psikososial akhir-akhir initelah menunjukan berbagai
peningkatan yang cukup tinggi
(Dinsos.pringsewukab.go.id,2018).
38
C. Stres
1. Definisi Stres
Stres dapatdipengaruhi oleh karakteristik individual
dan/atau proses psikologis dan didefinisikan sebagai respon
adaptif, yaitu akibat dari situasi, tindakan atau kejadian eksternal
yang menyebabkan tuntutan fisik ataupun psikologis terhadap
sesorang menurut Matteson dan Ivancevich (1979) dalam
(Hidayat & Uliyah, 2014:10)
Menurut Lazarus dan Folkman tahun 1984 mengatakan
bahwa stres adalah hubungan antara individu dengan
lingkungannya yang dievaluasi oleh seseorang dalam
mengahadapi situasi yang membahayakan atau mengancam
kesehatan sebagai ketidakmampuanatautuntutan.Selanjutnya,
Lazarus dan Folkman memberi penegasan bahwa appraisal yaitu
faktor utama dalam menentukan seberapa banyak jumlah stres
yang dialami oleh seseorang saat berhadapan dengan situasi
berbahaya (mengancam) (Gaol, 2016:5).
Merujuk pada Lazarus dan Folkman tahun tahun 1984,
Penilaian tahap awalyaitu primary appraisal yang dilakukan oleh
manusia ketika sedang mengalami stres yang dilakukan oleh
individu pada saat mulai mengalami sesuatu peristiwa.Khususnya
bagi individu mengevaluasi pengaruh yang memungkinkan timbul
dari adanya tuntutan-tuntutan terhadap sumber daya yang ada
pada kondisi kesehatan menurut Lyon, 2012 dalam (Gaol,
2016:6).
39
Stres dalam pengertian umum merupakan sesuatu yang
terasa menekan atau suatu tekanan dalam diri individu.Sesuatu
tersebut dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
kenyataan dan harapan yang dinginkan oleh individu, baik
keinginan yang bersifat rohaniah maupun jasmaniah. Dalam
Weinberg dan Gould (2003:81) menurut McGrath, stress
didefinisikan sebagai “a substantial imbalance between
demand(physical and/or psychological) andresponse capability,
under conditions wherefailure to meet that demand has
importance consequences”. Artinya, stress akan munculpada
individu bila ada kegagalan atau ketidak seimbangan individu
dalammemenuhi kebutuhannya baik itu yangbersifat jasmani
maupun rohani (Sukadiyanto, 2010:56).
2. Gejala Stress
Stress yang dialami individuakan berperilaku lain
dibandingkan dengantujuannya yang tidak mengalami stress.
Oleh karenanya, kondisiindividuyangmengalami stress gejala
gejalanya dapat dilihat baik secara fisik maupun secara psikologis
(Sukadiyanto,2010:57-59).
a. Gejala Fisik
Gejala secara fisik individu yang mengalami stress,
antara lain ditandai oleh: gangguan jantung, tekanan darah
tinggi, ketegangan pada otot, sakit kepala, telapak tangan
dan atau kaki terasa dingin, pernapasan tersengal-sengal,
kepala terasa pusing, perut terasa mual-mual, gangguan
40
pada pencernaan, susah tidur, bagi wanita akan mengalami
gangguan menstruasi, dan gangguan seksual (impotensi)
menurut Waitz, Stromme, Railo, 1983 dalam (Sukadiyanto,
2010: 59).
1) Gangguan Jantung : Detak jantungnya lebih cepat
(berdebardebar), dada sebelah kiri terasa nyeri (di daerah
sekitar puting susu). Jika rasaberdebar atau nyerinya
hilang tidak berarti bahwastress yang dialami individu
itu telah hilang.Untuk itu, diperlukan pencegahan agar
stress tidak berlangsung lama, sebab semakin lama
stress bersarang dalam diri individu dapat menjadi salah
satu penyebab serangan jantung.
2) Tekanan darah tinggi (hipertensi) : Tekanan darah
cenderungtinggi, stroke.Tekanandarah tinggi (hipertensi)
dapat diakibatkan oleh stress yang diderita individu,
sebab reaksi yang muncul terhadap impuls stress adalah
tekanan darahnya meningkat.
3) Ketegangan pada otot yang dirasakan individu dapat
diakibatkan oleh stressyangdiderita individu. Pada
umumnya, keteganganterjadipada kelompok otot di
daerah leher, bahu, tengkuk, dan rahang. Ketegangan
otot di sekitar tengkuk akan mengganggu suplai darah
ke otak, akibatnya kepala terasa nyeri karena
kekurangan suplai darah.
41
4) Sakit kepala karena terlalu banyak pikiran. Sakit kepala
dapat diakibatkan olehstress yang diderita individu, hal
itu berkaitan denganpenjelasan di atas. Dan daerah di
sekitar kepalatersebut dampakdari ketegangan kelompok
otot leher, jika berlangsung lama akan membahayakan
kesehatan karena suplai darah ke otak menjadi
terganggu
5) Telapak tangan dan kaki terasa dingin: Telapak tangan
dan kaki terasa dingin,juga dapat diakibatkan karena
suplai darah ke sel-sel otot lengan dan tungkai
berkurang. Oleh karena suplai aliran darah ke otot-otot
tangan dan kaki berkurang maka mengakibatkan tangan
dan kaki terasa dingin. Indikasi lain individu yang
mengalami stress ditandai dengan keluar keringat dingin
pada telapak tangan
6) Pernapasan tersengal-sengal atau Nafas pendek.
Pernapasan tersengal-sengal, dapat diakibatkan dari
reaksi stress yang melanda individu. Telah dikemukakan
Di atas bahwa stress mengakibatkan detak jantung
berdebar-debar, sehingga pernapasan menjadi tersengal-
sengal. Berirama dalam dan panjang saat menghela
napas adalah pernapasan yang normal.
7) Kepala terasa pusing dan perut terasa mual-mual dapat
diakibatkan oleh ketegangandanstress fisik yang lama.
Keterkaitannya dengan stress, di mana gangguan
42
peredaran darahseperti telah dijelaskan di atas, akan
berpengaruh terhadap berbagai kondisi psikologis dan
fisiologis individu
8) Gangguan pada sistem pencernaan dan buang air besar
menjadi terasa sakit atau sembelit. Stress akan
mempengaruhi fungsi kerja lambungserta usus. Kondisi
tersebut akan berdampak pada sistem pencernaan dan
buang air besar menjadi terasa sakit atau sembelit.
9) Susah tidur dan stress merupakan hubungan yang
bersifat timbal balik. Susah tidur dapat diartikan,
diakibatkan karena stress dan stress dapat mengkibatkan
susah tidur. Padahal proses yang penting guna
mengistirahatkan (merecovery) kondisi fisik maupun
psikis yaitu dengan tidur yang berkualitas. Selain itu,
pada saat individu tidur merupakan proses pembangunan
selsel yang rusak akibat akitifitas fisik. Untuk itu,
seyogyanya setiap individu dalam sehari semalam (24
jam) waktu tidurnya harus teratur dan minimal
berlangsung selama 7-8 jam.
10) Gangguan menstruasi bagi wanita dapat juga
ditimbulkan oleh faktor stress, yaitu masa subur menjadi
pendek bahkanmenjadi tidak subur lagi atau menstruasi
menjadi tidak teratur. Meskipun belum ada data
penelitianyang valid, ada kecenderungan wanita
yangsering mengalami stress akan sulit untuk
43
mendapatkan keturunan. Adapun timbul rasa nyeri, sakit
perut, mual-mual, dan pusing adalah keluhan para
wanita yang mengalami stress pada saat menstruasi.
11) Gangguan seksual : Individu yang mengalami stress ada
kecenderungan menurun libidonya. Jika tingkat stress
individu lebih berat cenderung akan mengalami
impoten. Apalagi penyebab munculnya stress karena
faktor perselingkuhan, maka pasangan suami istri
tersebut hampir pasti tidak memiliki libido lagi di antara
keduanya
b. Gejala Psikologis
Individu yang mengalami gejala secara psikologisstress,
antara lain ditandai dengan adanya perasaan selalu gugup
dan cemas, peka dan mudah tersinggung, gelisah, kelelahan
yang hebat, enggan melakukan kegiatan, kemampuan kerja
dan penampilan menurun, perasaan takut, pemusatan diri
yang berlebihan (merenung), mengasingkan diri dari
kelompok, dan pobia (Waitz, Stromme, Railo, 1983:41-50).
1) Perasaaan sealu gugup dan cemas. Indikasi individu
yang mengalami stress ditandai dengan perasaan selalu
gugupdancemas merupakan saat menghadapi
permasalahan. Jikaindividu selalu gugup setiap
menghadapi masalah antara lain contohnya saat akan
ujian mid semester, ujian, menghadap pimpinan, di
44
mana kondisi tersebut merupakan indikasi dari perasaan
stress.
2) Peka dan mudah tersinggung. Perasaannya menjadi peka
dan mudah tersinggung (sensitive) bagi Individu yang
mengalami stress. Setiap hal yang ada di sekitarnya
dirasakan selalu mengawasi individu Individu yang
mengalami stress. Padahal kondisi lingkungan semua
berjalan biasa dan tidakada syak wasangka terhadap
individu yang sedang stress tersebut. Kondisi seperti itu
dapat menyebabkan individu yang mengalami stress
selalu gelisah perasaannya, dimana gejala secara fisik
diwujudkan dengan berjalan mondar-mandir tanpa
tujuan yang jelas.
3) Penampilan, kemampuan kerja dan Kelelahan yang
hebat. Merupakan indikasi stressditandaai dengan
penampilan yang tampak seperti orang yang kelelahan
sekali. Meskipun tidak sehabis bekerja keras individu
yang stress tampak seperti orangyang amat sangat
kelelahan, sehingga enggan untuk melakukan berbagai
kegiatan fisik. Selain itu, individu yang stress
kemampuan kerja dan penampilan menurun, perilakunya
juga menjadi lamban.
4) Merasakan ketakutan yang tidak beralasan bagi individu
yang mengalami stress. Seringkali perasaan takut itu
dapat terbawa dalam mimpi-mimpi yang menyeramkan
45
saat tidur, mestinya individu merasa segarsaat bangun
tidur tetapikarena mimpi-mimpi tersebut mengakibatkan
saat bangun tidurindividu menjadi terasa lelah.
5) Pemusatan diri yang berlebihan (merenung). Cenderung
banyak merenung atau memusatkan diri yang berlebihan
bagi individu yang mengalami stress. Kondisi seperti ini
akan diikuti oleh individu dengan perilaku
mengasingkan diri dari lingkungannya atau kelom-
poknya. Oleh karena itu, jika tidak cepat diambil
tindakan untuk terapi, individu tersebut cenderung akan
cepat naik kelas dari stress menjadi depresi.
6) Mengasingkan diri dari kelompok dan phobia. Individu
yang mengalami stress tampilan wajahnya selalu
cemberut, kusam, dan tatapan matanya kosong, sehingga
tidak dapat gembira menghadapi situasi lingkungan. Ada
kecenderungan muncul perasaan bersalah, takut, dan
merasa tidak bermanfaat bagi siapapun.
3. Jenis Stress
a. Distress
Stress yang memberikan dampak buruk/negatif yang
memicu timbulnya stress berarti dapat menyebabkan
masalah mental dan kesehatan menurut (soewondo, 2010:4)
dalam psikologi umum.
b. Eustress
46
Stress yang memberikan dampak positif diistilahkan
dengan eustress menurut Gadzella, Baloglu, Masten &
Wang dalam (Gaol, 2016: 7) Stresspositif yang bertindak
sebagai motivasi diri, individu menerima stres dengan hati
yang terbuka Stress yang baik yang memberikan dampak
positif bagi individu
4. Tahapan Stress
Dr. Robert J. Van Amberg (1979) dalam penelitiannya
membagi tahapan-tahapan stress sebagai berikut (Hawari,
2001:27) :
Stress Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan
dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
a. Semangat bekerja besar, berlebihan (overacting).
b. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.
c. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya ; namun tanpa disadari cadangan energi
dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan
pula.
d. Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin
bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan
energi semakin menipis.
Stress Tahap II
Dalam tahap ini dampak stress yang semula
„menyenangkan‟ sebagaimana diuraikan pada tahap I diatas muali
47
menghilangkan, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan
karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena
tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat antara lain dengan
tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan
cadangan energi yang mengalami defisit. Analogi dalam hal ini
adalah misalnyahandphone(HP) yang sudah lemah kembali diisi
ulang (di- charge) agar dapat digunakan lagi dengan baik.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang
berada pada stress tahap II adalah sebagai berikut :
a. Merasa lebih letih sewaktu bangun pagi, yang
seharusnya merasa segar
b. Merasa mudah lelah sesudah makan siang
c. Lekas merasa capai menjelang sore hari
d. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort)
e. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-
debar)
f. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
g. Tidak bisa santai
Stress Tahap III
Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam
pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagai mana
diuraikan pada stress tahap II tersebut diatas, maka yang
bersangkutan akan menunjukan keluhan-keluhan yang semakin
nyata dan mengganggu yaitu:
48
a. Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya
keluhan „maag‟ (gastritis), buang air besar tidak teratur
(diare)
b. Ketegangan otot-otot semakin terasa
c. Perasaan ketidak tenangan dan ketegangan emosional
semakin meningkat
d. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk
mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun
tengah malam dan sukar kembali tidur (middle
insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak
dapat kembali tidur (late insomnia)
e. Koorfinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan
terasa mau pingsan)
Pada tahap ini harus bekonsultasi pada dokter untuk
memperoleh terapi, atau bisa juga beban stress hendaknya
dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat
guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.
Stress Tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memrikasakan diri ke
dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stress tahap III
diatas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan
kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi
dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja
tanpa mengenal istirahat, maka gejala stress tahap IV akan
muncul:
49
a. Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat
sulit
b. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenagkan dan
mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa
lebih sulit
c. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespons secara
memadai (adequate)
d. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin
sehari-hari
e. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang
menegangkan
f. Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada
semangat dan kegairahan
g. Gaya kosentrasi dan gaya ingat menurun
h. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan apa penyebabnya
Stress Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh pada
stress tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut :
a. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam
(physical and psychological ex-haustion)
b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan
sehari-hari yang ringan dan sederhana
50
c. Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-
intestinal disorder)
d. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang
semakin meningkat, mudah bingung dan panic
Stress Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang
mengalami serangan panic (panic attack) dan perasaan takut mati.
Tidak jarang orang yang mengalami stress tahap VI ini
berungkali dibawa ke unit gawat darurat bahkan ke ICCU,
meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan
kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stress tahap VI ini adalah
sebagai berikut:
a. Debaran jantung teramat keras
b. Susah bernafas (sesak dan megap-megap)
c. Sekujur badan terasa gemertar, dingin dan keringat
bercucuran
d. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
e. Pingsan atau collaps
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana
digambarkan diatas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik
yang disebabkan oleh gangguang faal (fungsional) organ tubuh
sebagai akibat stressor psikososial yang melebihi kemampuan
seseorang untuk mengatasinya (Hawari, 2001:33).
51
D. Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Menurut Atkinson (1993) kecemasanyaitu emosi yang tidak
menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti
kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang
dialami dalam tingkat yang berbeda-beda. Kartono tahun 1985,
mengatakan bahwa perasaan bahagia dan senang berhubungan
dengan keberhasilan, sedangkan perasaan sedih, kecewa, dan
putus asa dan cemas berhubungan dengan kegagalan.
Cemas merupakan suatu reaksi normal terhadap perubahan
lingkunganyang membawa ciri alam perasaan tidak nyaman dan
mengunggah seakan ada bahaya terhadap nyawa yang perlu di
elakkan.Sehingga, kecemasan menimbulkan suatu persiapan
untuk menghadapi segala kemungkinanmelawan atau melarikan
diri.Sebelum bertindak inilah reaksi cemas paling berasa dalam
keadaan siap.Tidak tampak lagi keadaan cemas ini biasanya
setelah peristiwa terjadi, tetapi usaha melarikan diri dan
perlawanan yang dikerjakan oleh yang bersangkutan (Roan,
1979).
2. Jenis Kecemasan
Mustamir Pedak (2009:30) membagi kecemasan menjadi
tiga jenis kecemasan, yaitu:
a. Kecemasan Rasional
Kecemasan ini, akibat adanya objek yang memang
mengancam timbul suatu ketakutan, misalkan ketika
52
menunggu hasil ujian.Ketakutan ini dianggap sebagai
unsure pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah
kita.
b.Kecemasan Irrasional
Kecemasan ini, berarti bahwa mereka mengalami emosi
dibawah keadaan-keadaan spesifik yang biasanya tidak
dipandang mengancam.
c. Kecemasan Fundamental
Merupakan suatu pertanyaan tentang untuk apa
hidupnya, siapa dirinya, akan kemanakan kelak hidupnya
berlanjut. Kecemasan ini bisa disebut sebagaikecemasan
eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi
kehidupan manusia.
E. Kondisi Sosial Ekonomi
1. Definisi Status Sosial Ekonomi Keluarga
Tiga kata yang memiliki makna yang berbeda-beda berasal
dari status sosial ekonomi.Status adalah penempatan orang pada
suatu jabatan tertentu.Sekumpulan hak dan kewajiban yang
dimiliki seseorang manusia sebagai makhluk sosial dalam
masyarakatnya disebut dengan status sosial. Dan ekonomi
berasal dari kata ekos dan nomos yang berarti rumah tangga yang
secara harfiah keadaan rumah tangga (dkampus.com,2016).
Status sosial ekonomi mempunyai makna suatu keadaan yang
menunjukan pada perlengkapan material dan kemampuan
53
finansial keluarga yang dimiliki (Basrowi &Juariyah,2010). Lebih
dari itu, menurut Santrock (2007) menyebutkan bahwa status
sosial ekonomi dapat dipandang sebagai pengelompokkan orang-
orang berdasarkan kesamaan karakteristik pendidikan, pekerjaan
dan ekonomi.
Ketidaksetaraan tertentu yang menunjukan status sosial
ekonomi,dimana anggota masyarakat memiliki pekerjaan
bervariasiprestasinya, dan beberapa individu memiliki akses yang
lebih besar terhadap pekerjaan berstatus lebih tinggi dibandingkan
orang lain, tingkat pendidikanyang berbeda, sumberdaya ekonomi
yang berbeda, akses lebih besar terhadap pendidikan lebih baik
disbanding orang lain, dan tingkat kekuasaan untuk
mempengaruhi institusi masyarakat (Santrock,2007).
Tentang kondisi seseorang atau suatu masyarakat
menggambarkan status sosial ekonomi yang ditinjau dari segi
ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan,
dan pekerjaan.Setiap masyarakat atauindividu pasti menginginkan
status sosial ekonomi yang lebih baik.Namun pada kenyataannya
masih banyak masyarakatatatauindividu yang berstatus sosial
ekonomi rendah (Indrawati, 2015:54).
2. Faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya status
ekonomi
Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya status
ekonomi di masyarakat antara lainbisa dilihat dari jenis pekerjaan,
tingkat pendidikan dan pendapatan (Indrawati, 2015:54).
54
a) Pekerjaan
Penentu status sosial ekonomi adalah pekerjaan karena
dari bekerja segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaan
tidak hanya mempunyai usaha namunnilai ekonomi manusia
untuk mendapatkan kepuasan dan mendapatkan
upahatauimbalan, berupa barang dan jasa akan terpenuhi
kebutuhan hidupnya. Akan mempengaruhi kemampuan
ekonominya pekerjaan seseorang, untuk itu bekerja
merupakan suatu keharusan bagi setiap individu sebab dalam
bekerja mengandung dua segi, terpenuhinya kebutuhan hidup
dan kepuasan jasmani. Dalam kaitannya, Soeroto (1986:5)
memberikan definisi mengenai pekerjaan adalah kegiatan
yang menghasilkan barang dan jasa bagi orang lainataudiri
sendiri, baik orang melakukan dengan tidak atau dibayar.
Pada jenis pekerjaan orang tua, tingkat pekerjaan orang
tua yang berstatus tinggi sampai rendah tampak, yaitu sebagai
berikut:
1. Pekerjaan yang menunjukkan status sosial ekonomi
tinggi, PNS golongan IV ke atas, pedagang besar,
pengusaha besar, dokter,.
2. Pekerjaan yang menunjukkan status sosial ekonomi
sedang adalah pensiunan PNS golongan IV A ke
atas, pedagang menengah, PNS golongan IIIb-IIId,
guru SMP /SMA, TNI, kepala sekolah, pensiunan
55
PNS golongan IId-IIIb, PNS golongan IId-IIIb, guru
SD, usaha toko.
3. Pekerjaan yang menunjukkan status sosial ekonomi
rendah adalah tukang bangunan, tani kecil, buruh
tani, sopir angkutan, dan pekerjaan lain yang tidak
tentu dalam mendapatkan penghasilan tiap
bulannya (Lilik, 2007).
b) Pendidikan
Dalam kehidupan manusi pendidikan berperan penting,
pendidikan dapat bermanfaat seumur hidup
manusia.Diharapkan seseorang dengan pendidikan, dapat
membuka pikiran untuk menerima hal-hal baru baik berupa
materi, teknologi, sistem teknologi maupun berupa ide-ide
baru serta bagaimana cara berpikir secara alamiah untuk
kelangsungan hidup dan kesejahteraan dirinya, masyarakat
dan tanah airnya.
Tingkat pendidikan orang tua bergerak dari tamat SD ,
tamat SMP, tamat SMAdantamat D3-sarjana. Diharapkan
seseorang yang telah mendapatkan pendidikan dapat lebih
baik dalam kemampuan, kepribadian ataupun ketrampilannya
agar bisa lebih baik dalam beradaptasi danbergaul di tengah-
tengah kehidupan masyarakat, sehingga mempermudah
seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Abdullah,
1993:327).
56
Tentang Sistem Pendidikan Nasional menurut undang-
undang No. 2 tahun 1999, pengukuran tingkat pendidikan
formal digolongkan menjadi empat yaitu:
1. Tingkat pendikan sangat tinggi yaitu minimal pernah
menempuh pendidikan tinggi seperti perguruan tinggi
yaitu.
2. Pendidikan SLTA/ Sederajat yaitu tingkat pendidikan
tinggi.
3. Pendidikan SMP/ Sederajatyaitu tingkat pendidikan
sedang
4. Pendidikan SD/ Sederajatyaitu tingkat pendidikan
rendah
b) Pendapatan
Berdasarkan penggolongannya BPS (Badan Pusat
Statistik) pendapatanpenduduk dibedakan menjadi empat
golongan yaitu:
1. Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika
pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000 per
bulan.
2. Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan
rata-rata antara Rp 2.500.000 s/d Rp. 3.500.000 per
bulan.
3. Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan
rata-rata dibawah antara Rp. 1.500.000 s/d 2.500.000
per bulan.
57
4. Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan
rata-rata Rp. 1.500.000 per bulan.
F. Definisi dan Fugsi Keluarga
1. Definisi Keluarga
Dapat dikatakan secara umum bahwa keluarga adalah suatu
organisasi atau lembaga terkecil yang membentuk masyarakat,
Goode (1991:2). Dari pendapat yang dikemukakan oleh Goode
dalam hal ini,bahwa masyarakat adalah struktur dapat
disimpulkan yang terdiri dari keluarga” dan untuk membentuk
keluarga ini perlu adanya ikatan perkawinan yang diakui baik
oleh agama maupun masyarakat.
Dengan demikian suatu bentuk ikatan melalui perkawinan
yang sah antara perempuandenganlaki-laki merupakan definisi
keluarga.Lahirlah, dari ikatan tersebut keturunan yang secara
hokum menjadi tanggung jawab ibu bapakatausuami dan istri
dalam mengembangkan dan membina mereka.
Kelompok orang yang ada hubungan darah atau
perkawinanadalahKeluarga.Orang-orang yang termasuk keluarga
adalah ibu, bapak dan anak-anaknya, Setiono (2011:24). Semua
orang dari satu keturunan dari kakek dan nenek yang sama,
termasuk keturunan suami dan istri ini yang disebut keluarga
batih (nuclear family) keluarga yang diperluas (extended family).
Keluarga mempunyai fungsi untuk mensosialisasi atau mendidik
anak, bekembang biak dan menolong serta melindungi yang
lemah, khususnya orang tua yang lanjut usia.
58
Keluarga adalah unit terkecil dan masyarakat yang terdiri dari
suami istri, atau suami istri dari anaknya atau ayah dan anaknya
atau ibu dan anaknya ataukeluarga sedarah dalam garis lurus
keatas atau kebawah sampai dengan derajat ketiga, menurut (UU
RI No. 23 Tahun 2002:4).
Jadi penulis dapat menarik kesimpulan berdasarkan
penjelasan diatas bahwasannya keluarga merupakan hubungan
antara dua orang atau lebih yang terlahir dari ikatan suami istri
sehingga tercipta dari hubungan darah atau adopsi dalam satu
rumah tangga yang akan menjadi tanggung jawab suami istri atau
ibu bapak dan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya yang
memiliki peran masing-masing.
2. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga secara umum menurut Friedman (2010:13)
dalam adalah sebagai berikut:
1) Mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain
merupakan fungsi afektif (the affective function)
merupakan fungsi keluarga yang utama. Fungsi ini
dibutuhkan untuk perkembangan psikososial dan
individu anggota keluarga.
2) Fungsi mengembangkan dan tempat untuk melatih anak
untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah
untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah
59
merupakan fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi
(sosialization and sosial placement function).
3) Fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan hidup merupakan fungsi reproduksi (the
reproduction function) .
4) Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan
kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga merupakan fungsi
ekonomi (the economic function).
5) Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas
tinggi. Kemampuan keluarga dalam memberikan
perawatan kesehatan mempengaruhi status kesehatan
keluarga merupakan fungsi perawatan atau pemeliharaan
kesehatan (the healt care function).
G. Definisi Orang Tua
Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, bahwa keluarga
terdiri dari ayah, ibu dan anak, bahkan ada juga keluarga yang terdiri
dari beberapa orang lainnya seperti kakek, nenek, paman dan
sebagainya.Dalam keluarga, ayah dan ibu biasa disebut sebagai orang
tua yang memiliki peran masing-masing dalam merawat dan
membesarkan anak-anaknya.
Menurut Miami dalam (Lestari, 2012: 29) orang tua adalah pria
atau wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk
60
memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang
dilahirkannya.Sedangkan menurut Gunarsa dalam (Slameto, 2003: 32)
orang tua adalah individu yang berbeda memasuki hidup bersama
dengan membawa pandangan, kebiasaan-kebiasaan sehari-hari.Selain
itu, Nasution dalam (Slameto, 2003: 46) mengartikan orang tua adalah
setiap orang yang bertanggung jawab dalam setiap keluarga atau tugas
rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut bapak dan
ibu.
H. Anak Berkebutuhan Khusus
1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak yang tergolong berkebutuhan khusus adalah anak yang
meyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal ciri-ciri mental,
perilaku emosionaldansosial, kemampuan fisikdansensorik,
kemampuan berkomunikasi dan memerlukan modifikasi dari
tugas-tugas sekolah, metode belajar yang ditunjukan untuk
megembangkan potensi dan kapasitasnya secara maksimal,
berdasarkan pendapat Frieda Mangunsong (2014:4). Anak
berkebutuhan khusus membuutuhkan suatu modifikasi dalam
proses belajarnya berdasarkan penjelasan ini.
2. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Tentang Penyandang Cacat, Penyandang Disabilitas menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997dikategorikan menjadi tiga
jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Cacat Fisik
61
Cacat fisik yaitu kecacatan yang mengakibatkan gangguan
pada fungsi tubuh, antara lain penglihatan, gerak tubuh,
pendengaran, dan kemampuan berbicara. Cacat fisik antara
lain: cacat tangan, cacat jari, cacat kaki, cacat punggung, cacat
leher, cacat netra, cacat rungu, cacat wicara, cacat raba (rasa),
cacat pembawaan.
Tuna daksa ataucacat tubuh berasal dari kata tuna yang
berarati kurangataurugi, sedangkan daksa berarti tubuh.Jadi
bagi mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna
disebut dengan tuna daksa.
Cacat tubuh dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Menurut sebab cacat adalah cacat sejak lahir,
disebabkan oleh penyakit, disebabkan oleh perang
dan disebabkan kecelakaan.
2. Cacat menurut jenisnya adalah putus (amputasi)
tungkai dan lengan; cacatsendi, tulang, dan otot pada
tungkai dan lengan; cacat tulang punggung; celebral
palsy; cacat lain yang termasuk pada cacat tubuh
paraplegia, orthopedi,.
b. Cacat Mental
Cacat mental adalah kelainan tingkah lakudan
ataumental, baik akibat dari penyakitmaupuncacat bawaan,
antara lain: retardasi mental, gangguan psikiatrik fungsional,
gangguan mental organik, alkoholisme, dan epilepsi
(kajianpustaka.com,2018).
62
c. Cacat Fisik dan Mental atauCacat Ganda
Tunaganda / Cacat ganda(doble handicap atau multiple
handicap) adalah anakyang memilikikombinasi
kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang
menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius,
sehingga dia tidak hanya dapat diatasi dengan suatu
program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja,
melainkan harus didekati dengan variasi program
pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki
(wikipedia.org,2018).
I. Autisme
1. Definisi Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada
anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini
mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi
komunikasi, interaksi sosial dan perilaku (Atmaja, 2018: 195)
Istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti diri
sendiri dan isme yang berarti aliran.Autism berarti suatu paham
yang tertarik hanya pada dunia sendiri.Adapula yang
menyebutkan bahwa autism adalah gangguan perkembangan yang
mencakup bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Gejalanya
mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun
(Atmaja, 2018: 196).
63
Menurut banyak buku rujukan, Leo Kanner adalah ahli
psikologi yang paling awal menggunakan istilah autism dan autis
pada tahun 1943.Kanner mendefinisikan autism sebagai
ketidakmampuan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki
gangguan dalam berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan
bahasa yang tertunda, ekolalia,mutism,pembalikan kalimat,
adanya aktivitas bermain repetitive danstereotype, urutan ingatan
yang kuat serta keinginan obsesif untuk mempertahankan
keteraturan di dalam lingkungannya (Dawson & Castelloe dalam
Widiastuti, 2007) (Atmaja, 2018:196).
WHO (World Health Organiation) International
Classification of Diseases (ICD-10) mengartikan autism yang
secara khusus yaitu Childhood autism (autism masa anak-anak)
sebagai adanya keabnormalan dan atau gangguan perkembangan
yang muncul sebelum usia tiga tahun dengan tipe karakteristik
tidak normalnya tiga bidang, yaitu interaksi sosial, komunikasi,
dan perilaku yang diulang-ulang menurut World Health
Organization, 1992 dalam (Atmaja, 2018: 197).
2. Karakteristik Anak Autisme
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan
yang merupakan bagian dari kelainan Spektrum Autisme atau
Autism Spectrum Disorder (ASD) dan juga merupakan salah satu
dari lima jenis gangguan dibawah paying Gangguan
Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder
(PDD).
64
Gejala-gejala autisme dapat muncul pada anak mulai dari
usia tiga puluh bulan sejak kelahiran hingga usia maksimal tiga
tahun. Penderita autism juga dapat mengalami masalah dalam
belajar, komunikasi dan bahasa. Seseorang dikatakan mengalami
autism apabila mengalami satu atau lebih dari karakteristik
berikut: kesulitan dalam berinteraksi sosial secara kualitatif,
kesulitan dalam berkomunkasi secara kalitatif, menunjukan
perilaku yang repetitif, dan mengalami perkembangan yang
terlambat atau tidak normal (Atmaja, 2018: 199)
Anak yang mengalami autism setidaknya memiliki enam
karakter yakni sebagai berikut (Atmaja, 2018: 200)
1) Masalah dibidang komunikasi
a. Kata yang digunakan kadang tidak sesuai dengan
artinya
b. Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang
c. Berbicara tidak menggunakan alat bantu
d. Senang meniru kata-kata atau lagu tanpa mengeri
artinya
e. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk
melakukan apa yang dia inginkan
f. Sebagai anak autisme tidak berbicara atau sedikit
berbicara
g. Perkembangan bahasanya lambat atau sama sekali
tidak ada, tampak seperti tuli atau silit berbicara
65
2) Masalah dibidang interaksi sosial
a. Suka tempat yang sepia tau menyendiri
b. Menghindari kontak mata secara langsung
c. Kurang suka untuk bermain bersama teman
sebayanya
d. Menolak untuk bermain bersama teman sebayanya
3) Masalah dibidang sensoris
a. Kurang merasakan sentuhan
b. Kurang merasakan sakit
c. Kurang senang dengan suara yang begitu keras
sehingga langsung saja menutup telinganya
d. Senang sekali untuk mengoral benda-benda
disekitarnya
4) Masalah dibidang pola bermain
a. Tidak bermain seperti teman-teman sebayanya
b. Tidak memainkan mainannya dengan baik
c. Sangat lekat dengan benda-benda tertentu
d. Senang sekali melihat sesuatu benda yang berputar
e. Kurang memiliki kreativitas dan imajinasi
f. Tidak suka bermain dengan teman sebayanya
5) Masalah dibidang perilaku
a. Terkadang berprilaku berlebihan atau tampak
sebaliknya
b. Melakukan sesuatu yang berulang-ulang
c. Kurang menyukai perubahan-perubahan disekitarnya
66
d. Merangsang diri
e. Dapat terdiam dengan pandangan yang kosong
6) Masalah dibidang emosi
a. Terkadang sering marah, menangis dan tertawa
tanpa alasan
b. Terkadang mampu agresif dan mampu merusak
benda-benda sekitar
c. Dapat marah besar dan tak dapat terkendali
d. Dapat menyakiti diri sendiri
e. Kurang memiliki rasa empati
3. Penyebab Autisme
Autisme atau disebut dengan autistic Spectrum Disorder
(ASD) hingga kini belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Meskipun demikian, saat ini sudah ada beberapa langkah tepat
untuk penderita autis agar dapat memiliki kemampuan
bersosialisasi, bertingkah laku dan berbicara.
Anak yang menderita autis sebenarnya dapat diketahui sejak
usia dini. Umumnya gejala tersebut muncul sebelum anak bersia
tiga tahun.Hanya kebanyakan orang tua kurang perhatian dengan
gejala itu. Karena pada usia itu anak sudah larut dalam dunianya
sendiri sehingga tidak bisa berkomunikasi dan berinteraksi
dengan teman-teman dan lingkungannya. Ketika kondisi tersebut
terlambat diketahui, langkah utama yang harus dilakukan adalah
memfokuskan kelebihan anak dibidang tertentu yang dikuasainya
(Atmaja, 2018: 203).
67
Autisme pada anak disebabkan oleh kombinasi berbagai
faktor, seperti karena faktor genetik atau keturunan, dan juga
lingkungan yang mengelilinginya.Inilah teori dari para ilmuan
bidang psikologi dan mental tentang penyebab autisme pada
anak.Teori biologis penyebab autisme pada anak. Dalam teori
biologis ini ada faktor yang semuanya merujuk pada aktivitas dan
kejadian dari biologis manusia beberapa faktor tersebut adalah
sebagai berikut (Atmaja, 2005: 205) :
1) Faktor Genetik
Genetik yang dimaksudkan disini adalah keturunan atau
keluarga yang menderita autis memiliki resiko lebih tinggi untuk
terkena autism pada anak. Genetik autis menjadikan desain
abnormal yang terjadi pada cabang genetik diatas yang akan
mempengaruhi faktor genetik dibawahnya, menyebabkan
abnormalitas pada pertumbuhan sel dan saraf.
2) Faktor prenatal, natal dan postnatal
Faktor prenatal, natal dan postnatal yaitu seperti pendarahan
pada kehamilan awal, penggunaan obat-obatan , tangis bayi dalam
kelahiran awal yang terlambat, gangguan pernapasan dan anemia,
kesemuanya adalah faktor yang dapat mempengaruhi dan
menyebabkan terjadinya autism pada anak. Kegagalan
pertumbuhan otak yang disebabkan karena kurangnya nutrisi
yang diperlukan dalam pertumbuhan otak, atau tidak diserap baik
untuk tubuh.Hal ini bisa jadi karena adanya jamur pada tubuh
68
sehingga nutrisi diserap tidak maksimal atau karena faktor
ekonomi.
3) Faktor neuro anatomi
Faktor neuro anatomi yaitu gangguan/fungsi pada sel-sel
otak selama masih dalam kandungan yang bisa jadi disebabkan
oleh terjadinya hambatan oksigenasi pendarahan atau infeksi,
yang hal ini bisa memicu terjadinya autism.Keadaan bayi ketika
masih dalam kandungan sangat penting sehingga harus dijaga
dengan baik.
4) Faktor kelainan struktur dan biokimiawi otak serta darah
Faktor kelainan struktur dan biokimiawi otak serta darah
merupakan kelaiann atau abnormalitas yang terdapat pada
cerebellum dengan sel-sel purkinje memiliki kandungan serotonin
dengan kadar tinggi. Dimungkinkan juga karena tingginya
kandungan dopamine dan upioids dalam darah.Hal ini bisa dipicu
karena keturunan zat kimia yang dikonsumsi.
5) Teori Psikososial penyebab autisme
Beberapa ahli dalam hal ini (Kanner & Bruno Bettelhem),
autism dianggap karena akibat hubungan yang dingin/ tidak
dekat dan akrab di antara orang tua ibu dan anak.Bisa juga
karena yang mengasuh anak terlalu kaku secara emosional,
obsesif dan bersikap tidak hangan dapat menyebabkan anak yang
diasuhnya menjadi autis.
6) Teori faktor keracunan logam berat penyebab autis
69
Dimaksudkan pada anak yang tinggal dekat dengan tambang
mineral bumi, seperti batubara, emas dan sebagainya.keracunan
yang dikonsumsi ibu hamil ini bisa menyebabkan autisme pada
anak yang dikandungnya. Pada penelitian diketahui bahwa
didalam tubuh anak-anak penderita autisme terdapat timah hitam
dan merkuri dalam kadar relatif tinggi.
7) Teori autoimun tubuh
Teori ini menyebutkan bahwa autoimun pada anak dapat
merugikan perkembangan pada tubuhnya sendiri karena zat-zat
yang bermanfaat malah dihancurkan oleh tubuhnya sendiri.imun
adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit,
sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh
tubuh sendiri justru kebal terhadap zat-zat penting dalam tubuh
dan menghancurkannya.
J. Kerangka Pemikiran
Orang tua dengan anak penyandang autisme dari beberapa
masalah yang dialami di Yayasan Maryam Karim, penulis ini berfokus
kepada masalah psikososial. Masalah psikososial sendiri merupakan
masalah yang diakibatkan karena faktor psikologis dan juga sosial
didalam kehidupan individu yang bersifat sosial ataupsikis yang saling
mempengaruhi dan memiliki timbal balik serta berpotensi sebagai
faktor penyebab dari gangguan jiwa.
Masalah psikososial keluarga adalah masalah personal dan
interpesonal yang dihadapi oleh keluarga yang bersumber dari tekanan-
70
tekanan lingkungan sosialdanpsikologis. Kedua faktor ini, saling
berinteraksi secara dinamis, sehingga menimbulkan masalah dalam
penyesuaian diri keluarga yang selanjutnya akan mengganggu keluarga
dalam menjalankan fungsi sosialnya. Saat orang tua baru mengetahui
bahwa anak mereka mengalami kelainan adalah timbul goncangan
batin yang membuat orang tua menjadi terkejut, shock bahkan tidak
percaya. Merupakan dambaan setiap orang tua memiliki anak normal,
tetapi jika keinginan tidak terpenuhi maka akan menjadi masalah pada
orang tua, seperti masalah psikososial.
Masalah psikososial sendiri biasa di hadapi keluarga terutama
orang tua dengan anak berkebutuhan khusus seperti autisme antara lain
stress, kecemasan dan masalah sosial ekonomi karena beban yang
dihadapi orang tua yang memiliki anak autisme tidaklah sedikit
karenapembiayaananakautisme itu lebih besar dibandingkan dengan
anak-anak pada umumnya dan mengalami kesulitan yang parah dalam
merawat anak autisme tersebut. Memiliki anak berkebutuhan khusus
seperti autisme merupakan bebandansumber stress bagi orang tua,
memiliki anak autisme tidak hanya dapat memberi dampak psikologis
tertentu bagi orang tuatetapihal ini jugamembutuhkan biaya yang besar.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak
yang mengalami kondisi menutup diri.Gangguan ini mengakibatkan
anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial dan
perilaku.Autisme sebagai ketidakmampuan dalam berinteraksi dengan
orang lain, memiliki gangguan dalam berbahasa yang ditunjukkan
dengan penguasaan bahasa yang tertunda, ekolalia,mutism,pembalikan
71
kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive danstereotype, urutan
ingatan yang kuat serta keinginan obsesif untuk mempertahankan
keteraturan di dalam lingkungannya. Untuk itu secara pendidikan, anak
autisme sendiri memerlukan layanan yang spesifik karena anak
berkebutuhan khusus memiliki hambatan dalam belajar sehingga
memrlukan layanan pendidkan yang sesuai dengan porsinya masing-
masing.Maka dari itu dalam mengatasi masalah tersebut sebagian
individu membuat layanan inklusi dalam menunjang kebutuhan yang
diperlukan oleh anak berkebutuhan khusus tersebut.Yayasan Maryam
Karim merupakan salah satu lembaga yang dibangun oleh Mirza A.
Karim yaitu sebuah lembaga yang didirikan untuk memberikan
penghidmatan dalam bidang pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus terutama anak autisme.
Dalam mengatasi permasalahan psikososial orang tua dengan
anak berkebutuhan khusus Yayasan Maryam Karim lebih melakukan
kegiatan parenting skill yaitu seperti memberikan pembekalan atau
pengetahuan. Biasanya orang tua melakukan sharing dan melakukan
diskusi untuk permasalahan termasuk permasalahan psikososial, dan
anak yang bersmasalah, bagaimana cara meghadapi anak berkebutuhan
khusus lebih kepenerapan konsistensi program, program disekolah
misalkan perbedaan antara kemauan di sekolah dan dirumah,
penyamaan persepsi dan instruksinya bagaimana yang diarang dan
diperbolehkan.
Program selanjutnya yaitu IP(Individual Program) khsusus setiap
anak baik untuk kemandirian dan prilaku penggalian bakat dan minat.
72
Berdasarkan program IP ini dilakukan lebih spesifik atau tepat sasaran
dalam memberikan program kepada anak-anak terutama dalam prilaku
karena memang prilku anak yang satu dengan yang lainnya berbeda ada
reward dan funishmen yang diberikan, funishmennya supaya
kedepannya anak bisa lebih baik lagi untuk tidak melakukan perbuatan
tersebut.
Yang terakhir adalah program subsidi silang yaitu seperti
pengurangan biaya orang tua yang memiliki kekurangan dalam
melunasi biaya administrasi, selanjutnya memberlakukan diskon
keringanan yang dijelaskan oleh pihak manajemen dan yayasan.
Di Yayasan Maryam Karim ini, anak berkebutuhan khsusus
seperti autisme lebih ditargetkan untuk melatih kemandirian dan
penggalian minat dan bakat bagaimana nantnya anak berkebutuhan
khusu bisa mengembangkan minat dan bakat secara maksimal.Anak
berkebutuhan khsuus di Yayasan Maryam Karim memiliki keahlian
sperti mandiri dengan merawat dirinya sendiri seperti mandi,
merapihkan tempat tidur, mengambil makan sendiri, berpakaian dan
lain sebagainya.Keterampilan seperti melukis, berenang, menggambar,
menari, mewarnai, bermusik, computer dan lain sebagainya.Melatih
kemandirian dan mengembangan minat dan bakat di Yayasan Maryam
Karim juga merupakan salah satu hal dalam mengatasi permasalahan
psikososial agar orang tua tidak khawatir dan cemas.
73
74
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Latar Belakang Lembaga
Yayasan Maryam Karim merupakan sebuah yayasan yang
didirikan untuk memberikan penghidmatan dalam bidang
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Yayasan ini berdiri
pada tahun 2011 berdasarkan akta No.27 tanggal 25 april 2011
dibuat dihadapan Khodijah ,SH. Notaris di Jakarta.
Yayasan Maryam Karim/Rumah Anak Mandiri Karim (RAM
Karim) merupakan pusat layanan bagi anak-anak berkebutuhan
khusus yang dikembangkan untuk memberikan pelayanan dalam
bentuk komunikasi, sosialisasi, akhlak, spiritual, kemandirian dan
mengembangkan kemampuan vokasional/talenta. Yayasan Maryam
Karim didukung oleh tim pengajar yang berpengalaman dibidang
PLB (Pendidikan Luar Biasa), Psikolog, Okupasi, Terapi, Terapi
Wicara dan Konsultan yang berpengalaman dibidangnya, serta
didukung perawat medis.
Awal mula Yayasan Maryam Karim terbentuk karena pemilik
Yayasan,Mirza A. Karim mempunyai Anak Bekebutuhan Khusus
dan beliau menginginkan mempunyai pelayanan yang sesuai
dengan keinginannya yang mungkin ditempat lain belum ada.
Pelayanan pertama yang diberikan yayasan yaitu dalam bidang
pendidikan dan sosial terutama untuk Anak Berkebutuhan Khusus,
kemudian meluas kepada pelayanan sosial kesehatan.
75
Yayasan Maryam karim mulai berdiri sejak tahun 2011
Yayasan Maryam Karim telah memulai penghidmatan dengan
kemandirian rumah anak mendiri karim di daerah Ciganjur, Jakarta
Selatan. Selama 5 tahun, pada tahun 2016 beliau menerima amanah
tanah wakaf sekitar 3500 m2 di daerah Grogol, Limo, Depok.
Selain menjadi sekolah dan asrama bagi anak-anak berkebutuhan
khusus, komplek pendidikan kami juga menjadi sekolah dan asrama
bagi anak-anak yatim dan duafa.Hal ini menjadi nilai tambah
keistimewaan lembaga pendidikan yang kami bina. kemudian,
khususnya di Yayasan Maryam Karim kita memutuskan hanya
untuk anak 10-20 tahun dengan target kami lebih ke prilaku
kemandirian dan penggalian minat dan bakat, kita tidak mengejar
ijazah dan persamaan lebih kerumah singgah bagaimana Anak
Berkebutuhan Khusus bisa mengembangkan minat dan bakatnya.
Rumah anak mandiri karim mengkhususkan pelayanan anak
yang mengalami kesulitan dalam belajar. Interaksi sosial dan bina
diri yang lebih dikenal dengan istilah “Attention Deficit
Hyperactivity Disorder” (ADHD).“Autism” gangguan
perkembangan tersebut prefasio dan gangguan perkembangan
tersebut saat ini lebih dikenal dengan istilah anak berkebutuhan
khusus atau Special Needs Children.
Pada tahun ajaran baru Tahun 2018/2019 ini, kami telah
menerima tambahan amanah untuk mengasuh dan mendidik 20
anak-anak yatim dan duafa, kami membuka program sekolah
beasiswa penuh yang merupakan sekolah menengah pertama
76
dengan desai berbasis IT. Untuk programnya Yayasan Maryam
Karim lebih mengedepankan program boarding untuk pembentukan
karakter, perilaku kemandirian anak supaya lebih konsisten, karena
regular mungkin lebih ada kekurangan atau perbedaannya untuk
konsisten program funishmen dan sebagainya.
B. Tujuan
Target kami lebih ke prilaku kemandirian dan penggalian minat
bakat kita tidak mengejar ijazah dan persamaan,lebih kerumah
singgah,bagaimana mereka bias mengembangkan bakat dan
minatnya.
C. Visi dan Misi
1) Visi
Menjadi lembaga pendidikan dan sosial terbaik dan
amanah yang memberikan pelayanan dengan semangat cinta
kasih Allah bagi mereka yang berkebutuhan khusus, yatim dan
dhuafa guna membekali mereka menjadi manusia mandiri,
sejahtera berdaya dan bermatabat.
2) Misi
a. Memberikan pelayanan dan pendidikan yang terbaik bagi
Anak Bekebutuhan khusus dan anak-anak yatim dhuafa.
Sesuai dengan kekhususan dan keunikan masing-masing
siswa dengan mengutamakan cinta kasih dan ketulusan,
serta menyiapkan program dan metode pengajaran yang
dirancang khusus bagi masing-masing siswa sesuai dengan
77
keistimewaan mereka untuk membantu mereka menghadapu
masa depan yang lebih baik.
b. Membekali kemandirian dengan menekankan pada akhlak
mulia kemandirian, pengembangan potensi dan bakat serta
kewirausahaan.
78
78
D. Struktur Organisasi
Bagan 3.1
DIREKTUR OPERASIONAL & KEPALA
SEKOLAH
FAUZAN SAFARI,Amd.OT,S.Pd. MM
KETUA YAYASAN MARYAM KARIM
MIRZA A. KARIM
DIREKTUR UTAMA
MERRY UTAMA,S.Sos
DIREKTUR KEUANGAN &FUNDRAISING
SANDRA ASRIL,, S.Sos
KOORDINATOR KESEJAHTERAAN ANAK
MASKUNINGSIH AMd.Kep
STAFF KEUANGAN & ADMIN
DEVI ARIANI
MANAGER UMUM, HRD & AKADEMIK
EHA SUKMAWATI, S.Pd
GURU & ASISTEN GURU
WALI KELAS DASAR
WAKIL KEPALA SEKOLAH
INDAH WITRIAH S,Pd
WALI KELAS ATAS
WALI KELAS MENENGAH
STAFF UMUM DOKUMENTASI
&MAINTENANCE
79
SUB DESKRIPSI PEKERJAAN
1. Ketua Yayasan
- Memberikan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan
pendidikan ABK di yayasan, memberikan kebijakan dalam
pengambilan kebutusan yag berhubungan dengan
kepentingan yayasan dan masyarakat sekitar
- Melakukan pengecekan di yayasan dan berinteraksi dengan
anak-anak.
2. Direktur Utama
- Memimpin Ram Karim untuk membina mengatur dan
mengarahkkan proses pelaksanaan kinerja dirumah Ram
Karim
- Penanggung jawab dalan pelaksanaan operasional Ram
Karim
3. Direktur Operasional:
- Menjalankan program-program yang ada diram karim dan
melaksanakan program yang ada dan juga bertanggung
jawab atas pelaksanaan, keberlangsungan dan keberhasilan
di ram karim
4. Kepala Sekolah
- Mengatur jalannya KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
- Menyusun program, mengawasi pelaksanaan program KBM
yang ada di ram karim dibantu wakil dan juga guru beserta
asisten guru
5. Direktur Keuangan, Staff Keuangan dan Admin:
80
- Mengurus administrasi keuangan pembayaran SPP anak
ataupun serta segala bentuk pembelanjaan atau pengeluaran
anak ataupun yayasan.
- Menginput semua data-data keuangan, merekap dan juga
bertanggung jawab keluar masuknya keuangan di ram karim
6. Koordnator Kesejahteraan Anak:
- Memastikan anak-anak mendapatkan asupan makanan yang
cukup, memperhatikan gizinya,memperhatikan alergi
makanan pada anak, memperhatikan kesehatan anak.
7. Manajer Umum, HRD & Akademik:
- Mengatur jadwal-jadwal pembagian shift kepegawaian
- Mengatur kepegawaian, tata tertib, , disiplin sanksi dan
aturan-aturan yang terkait dengan perizinan dan sebagainya
8. Wakil Kepala Sekolah:
- Monitor jalannya KBM masing-masing kelas.
- Membantu kepsek dalam mengatur dan melaksanakan
program-program kbm yang ada disekolah
- Mengawasi guru-guru dalam menjalankan tugas-tugas
sesuai atau tidak
9. Guru & Asisten Guru:
- Mengajar dan Memberikan Bimbingan pada anak didiknya
sesuai dengan kelasnya melalui individual program serta
membuat program, kemudian nanti melaporkan evaluasi
program.
10. Staff Umum Dokumentasi & Maintenance:
81
- Melakukan segala bentuk pelaporan dokumentasi dalam
bentuk foto dan video yang dilakukan diyayasan
11. Wali Kelas
- Membawai beberapa siswa dan bertanggung jawab atas
kegiatan belajar mengajar setiap harinya
- Mencatat dan melaporkan kepada orng tua dan juga kepsek
atas kendala atau keberhasilan siswa disampaikan kepada
kepsek, wakepsek dan orang tua
- Komunikasi itens dengan orang tua, karena sangat rentan
abk ini dia luka atau sakit atau terjadi sesuatu harus inten
komunikasi dengan ortu, menyampaikan program dan juga
perkembangannya kepada orang tua
E. PROGRAM UMUM
Regular
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dilaksanakan dalam 5
hari seminggu, mulai jam 08,30-14,30 dengan program
khusus yang di susun sesuai dengan kebutuhan khusus
Boarding
Selain program reular, RAM Karim juga menyediakan
program KNM berasrama demgan fasilitas yang memadai
(Full AC), monitor 24 jam penuh (CCTV) dengan program
dan kegiatan yang dirancang sesuai dengan kebutuhan anak
agar anak merasa nyaman. Kegiatan asrama mulai hari
Senin-Jumat.Hari sabtu-minggu anak diberikan kesempatan
82
berinteraksi dengan keluarga khususnya yang tinggal di
daerah JABODETABEK
.
F. Program dalam Mengatasi Masalah Psikososial
1. Parenting Skill
Dalam mengatasi permasalahan psikososial orang tua,
Yayasan Maryam Karim lebih melakukan panggilan atau
program parenting skill kepada orang tua yang mungkin
bermasalah dalam hubungan dengan anak mereka yang kurang
dan tentunya akan memberikan efek yang baik kepada orang tua
atau anaknya. Memberikan pemahaman kepada orang tua
terkait abk itu lebih kepada SOP (Standar Operasional
Prosedur) dan untuk lebih jauh yayasan yang memutuskan, jadi
banyak pihak yang terlibat. Kegiatan parenting dilakukan setiap
pengambilan raport (enam bulan sekali) lebih kepada
bagaimana cara menghadapi anak lebih kepenerapan konsistensi
program, program disekolah misalkan perbedaan antara
kemauan di sekolah dan dirumah, lebih kepada penyamaan
persepsi dan instruksinya bagaimana yang diarang dan
diperbolehkan. Biasanya orang tua melakukan sharing dan
melakukan diskusi untuk permasalahan termasuk permasalahan
psikososial. Masalah yang dihadapi keluarga seperti
kerenggangan hubungan antara orang tua dan anaknya
83
2. Subsidi Silang
Dalam menghadapi masalah ekonomi keuangan ram karim
menerapkan program subsidi silang, dari ekonomi ada
pengurangan biaya SPP dengan memberlakukan diskon
keringanan, presentasi sekitar 10%. Penjelasan diberikan dari
pihak manajemen dalam memutuskan kebijaksanaan dari
manajeman dan yayasan.
3. IP(Individual Program)
Individual Program atau Program Pembelajaran Individual
(PPI) adalah suatu program pembelajaran yang disusun untuk
membantu peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai
dengan kemampuannya.Individual program di Ram Karim di
peruntukan bagi setiap anak, baik untuk melatih kemandirian
dan perilaku serta dalam penggalian bakat dan minat agar orang
tua tidak lagi merasa khawatir. Berdasarkan program IP ini
dilakukan lebih spesifik atau tepat sasaran dalam memberikan
program kepada anak-anak terutama dalam perilaku karena
memang perilku anak yang satu dengan yang lainnya berbeda
ada reward dan funishment yang diberikan,untuk rewardnya
anak akan diberikan hadiah atau pujian sesuai dengan apa yang
dihasilkan, serta funishmentnya supaya kedepannya anak bisa
lebih baik lagi untuk tidak melakukan perbuatan tersebut.
G. Sumber Daya Manusia (SDM)
PLB : beruhubungan dengan program akademik bagaimana
anak-anak memahami bebrapa pelajaran dengan
84
keterbatasannya diberikan program-program seperti
pengklasifikasian berdasarkan kemampuan agar anak lebih
memahami dan mengerti pelajaran, kemudian terapan
terhadap keseharian anak.
Psikologi :
1. merancang kurikulum pendidikan yang disesuaikan dengan
porsi yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus.
2. Memonitor prilaku anak berkebutuhan khusus dilingkungan
sekolah, keluarga ataupun masyarakat denga melakukan
komunikasi dua arah
3. Melakukan bimbingan dan konseling terhadap anak
berkebutuhan khusus agar tidak menimbulkan konflik antara
anak berkebutuhan khusus lainnya, keluarga ataupun
masyarakat.
Terapis :
1) Memberikan pendekatan sensor integrasi bagaimana anak-
anak bisa melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan
sensorinya, adapun yang megalami sensory berlebihan atau
kurang sesorina akan diberikan motivasi dan simulasi bagi
anak didik dan akan dikembangkan.
2) Memberikan perkembangan fisik dan refleks, bagi anak
didik yang masih memiliki refleks bayi.
3) Memberikan koordinasi kepada anak didik dalam kegiatan
sehari-hari sperti cara makan, berpakaian dan lain
sebagainya.
85
4) Memberikan pelatihan simulasi bagi anak didik yang
mengalami keterbatasan pada otot-otonya.
Bk (Bimbingan Konseling):
1) Memberikan bimbingan dan konsultasi untuk anak didik
dengan biasanya permasalahan hubungan dengan guru yang
ada di yayasan, kemudian mengatasi permasalahan yang
dihadapi anak dengan teman-teman yang lain seprti prilaku
yang dilakukan seperti mengganggu atau tidak nyaman,
seperti agresif atau sekedar iseng.
2) Memberikan pembelajaran kepada anak didik agar terjaga
dari perbuatan negatif yang merugikan diri sendiri atau
orang lain.
Guru PAI (Pendidikan Agama Islam)
Memberikan pembelajaran kepada anak didik seperti sholat
berjamaah, membaca Al-Qur’an,Iqra’ dan surat pendek,
diutamakan untuk doa-doa harian bertujuan.
SPDI
1) Memberikan akademik terapan seperti mengenalkan huruf
dan angka, di aplikasikan dalam kegiatan sehari-hari.
Mengenalkan uang dan melakukan simulasi misalkan
mengajarkan penggunaan uang untuk membeli barang dan
jasa.
Mengajarkan komunikasi fungsional kepada anak,
bagaimana berbicara dan menyampaikan keinginannya
dalam verbal atau non verbal
86
SPDPAUD
Melakukan pendekatan paud seperti mengajarkan menulis
dan berhitung secara dasar, mengajarkan anak dalam
mengenal warna-warna yang diaplikasikan dalam bentuk
benda atau buah-buahan
H. Sarana dan Prasarana
Yayasan Maryam Karim telah dilengkapi sarana dan prasarana
yang cukup memadai untuk mendukung proses pelayanan. Berbagai
upaya pembentukan sarana dan prasarana terus dilakukan agar
pelayanan maksimal
Sarana
Komputer, televisi, perlengkapan melukis, satu set kegiatan belajar
seperti papan tulis, meja dan bangku belajar,satu set musik, ayunan,
trampoline, besi panjat, jarring laba-laba, rebana, tempat tidur, Full
AC, CCTV, Perlengkapan dapur, mesin cuci, setrika, meja makan.
87
Prasarana
NAMA RUANGAN JUMLAH
Gedung Mutohari
1. Kantor 1
2. Ruang Komputer 1
3. Ruang Musik 1
4. Lobby 1
5. Ruang Tengah 1
6. Ruang Makan 1
7. Poliklinik 1
8. Kelas Atas 1
9. Ruang Tidur 10
10. Ruang Isolasi 1
11. Dapur Umum 1
12. Dapur Akademik 1
13. Tempat Mencuci dan Setrika 1
Gedung Soleha
1. Kelas Dasar 1
2. Kelas Menengah 1
3. Ruang Melukis dan Art 1
Musholah Suro Ismail 1
Taman Bermain 1
Gedung Belakang
1. Area Workshop 1
88
2. Ruang Khusus Belajar anak (Mencuci,
Setrika dan Masak)
1
TOTAL 29
Tabel 3.1
I. Kerjasama dalam Lembaga
Ram Karim lebih membangun kerjasama dengan orag tua yang
misalnya mempunyai hotel, laundry, restoran dan pelayanan
housekeeping agar anak bisa ikut berpartisipasi agar anak bisa
lebih mematangkan life skill yang mereka miliki. Kemudian Ram
Karim juga bekerja sama dengan Sekolah-sekolah SLB dan
lembaga yang menampung Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
untuk melakukan kerjasama dalam bidang perlombaan dan studi
banding baik dari dalam atau luar kota, studi banding sekolah
untuk ABK yang hampir sama untuk boarding school.
J. Alur Metode Penangaan Klien Lembaga
a. Sasaran Lembaga
Pelayanan diberikan untuk anak laki-laki atau perempuan yang
masih berusia 10-20 tahun, anak yang memiliki kebuthan
khsus yang secara fisik mobilitas lancar tidak kesusahan karena
kontur bangunan, tidak menerima yang cacat ganda seperti
buta tuli, lebih ke ABK murni dengan tidak ada penyerta
menyakit yang berat seperti kanker dan menular, tidak pernah
memiliki masalah kejiwaan, tidak ada indikasi mengancam dan
senjata tanjam, tidak ada dendam ,menerima semua
89
kemampuan ABK dari berat hingga ringan, untuk perilaku
yang tidak terlalu berat seperti terlalu agresif dan menyerang
orang lain secara berlebihan.
b. Profil Anak Asuh
Hingga bulan Maret 2019, jumlah anak asuh laki-laki dan
perempuan adalah anak. Dengan perincian sebagai berikut :
No Jenis
Kelamin
Boarding Reguler Disabilitas
Ringan
( Kelas
Rinjani)
Disabilitas
Menengah
(Kelas
Bromo)
Disabilitas
Berat
(Kelas
Semeru)
1 Laki-Laki 17 Siswa 6 Siswa 5 Siswa 10 Siswa 8 Siswa
2 Perempuan 4 Siswa 0 Siswa 2 Siswa 0 Siswa 2 Siswa
Jumlah 21 Siswa 6 Siswa 7 Siswa 10 Siswa 10 Siswa
Tabel 3.2
Ket:
1. Kelas Rinjani = diperuntukan bagi siswa yang hanya
memerlukan sedikit bantuan atau sudah bisa mandiri
2. Kelas Bromo= Diperuntukan bagi siswa yang masih
memerlukan bantuan atau sebagian mandiri
3. Kelas Semeru= Diperuntukan bagi siswa yang masih
banyak memerlukan bantuan atau belum bisa mandiri
c. Kegiatan Lembaga
1) ADL/Activity of Daily Living, Activity of Daily Living
merupakan kegiatan keseharian yang biasa dilakukan.
90
Jadi dalam hal ini anak diajarkan dalam hal makan,
minum, berpakaian, toileting dan personal hygien. Dari
makan, anak diajarkan prosesnya bagaimana makan
dengan baik seperti dalam menggunakan alat makan
seperti sendok, garpu atau pisau makan, belajar
mengunyah harus diperhatikan agar anak dapat makan
dengan baik dan tidak berantakan, selanjutnya untuk
minum juga anak diberikan takaran untuk minum dan
diajarkan dalam menuang minuman sert
mempergunakan gelas dengan baik. Untuk berpakaian
anak diajarkan bagaimana cara memakai baju yang
benar agar tidak terbalik dan anak diajarkan agar tidak
memakai pakaian yang basah, kotor atau bau. Untuk
toileting anak diajarkan tahapan-tahapan mandi, cuci
tangan, sikat gigi dan sebagainya. Untuk personal
hygien anak diajarkan untuk selalu tampil bersih seperti
mencuci muka, sikat gigi dan mencuci tangan sehabis
melakukan kegiatan.
2) Okupasi terapi dan sensori integrasi
Okupasi terapi
Dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada anak
yang mengalami gangguan fisik atau mental dengan
menggunakan latihan/ aktifitas untuk meningkatkan
kemandirian dan untuk berperan dalam aktifitas
keseharian.Disini anak diajarkan untuk meningkatkan
91
produktifitas bagiamana anak-anak bisa melakukan hal-
hal yang bisa menghasilkan sesuatu, ada beberapa
produktifitas misalkan dalam hal menulis atau membaca
bagaimana nanti dia bisa melakukan sesuatu dari
akademiknya dia bisa melakukan, mengarahkan bakat
minat di produktifitasnya.
Sensori Integrasi
Anak diajarkan dalam meningkatkan kemampuan untuk
mengolah dan mengartikan seluruh rangsang sensoris
yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan
kemudian menghasilkan respons yang terarah.Misalkan
dalam sikap tubuh, motorik halus, motorik kasar,
bagimana anak mengolah rangsangan.
3) Olahraga (renang, futsal, basket, dll)
Anak diajarkan untuk mempergunakan waktu luang
dengan baik agar hobi-hobi anak dapat tersalurkan
dengan baik contohnya dalam hal olahraga.
4) Fun game indoor dan outdoor
Anak diajarkan untuk bermain kuis dan anak
diperkenalkan dengan segala jenis wahana bermain agar
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
5) Ahlak spiritual dan kemandirian
Anak diajarkan dalam hal keagamaan seperti mengenal
huruf hijaiyah, anak diajarkan untuk sholat, membaca
Iqro’ atau Al Quran, serta mengajarkan anak untuk
92
mengamalkan Do’a harian, seperti Do’a makan,tidur,
masuk kamar mandi, berpergian dan lain sebagainya.
6) Akademik terapan
Anak diajarkan bagaimana mengenal angka, mengenal
uang dan belanja, jadi di Ram Karim anak bukan
mengejar ijazah tapi mengambil konsep keterapan
misalkan uang digunakan untuk mebeli barang atau jasa.
7) Manajemen prilaku
Anak diajarkan bagaimana berprilaku normal, untuk
menghindari anak dari berprilaku mal adaptive seperti
main tangan, kuku, rambut dan menjauhkan anak dari
sikap agresif kepada orang lain atau menyakiti diri
sendiri.
8) Komunikasi fungsional
Verbal atau non verbal
siswa bisa menyampaikan keinginannya secara lisan
atau tulisan, untuk verbal anak diajarkan menggunakan
alat komunikasi seperti menulis dikomputer atau
handphone dan non verbal mengajarkan anak-anak
bahasa isyrata atau menggunakan bahasa tubuh agar kita
dapat mengerti apa yang anak inginkan atau sampaikan.
9) Sosialisasi
Anak diajarkan untuk saling berinteraksi baik dengan
teman di yayasan atau diluar yayasan serta mengajak
sesama anak untuk saling bekerjasama.
93
10) Musik
Anak diajarkan bagaimana anak bisa membunyikan
suara atau nada-nada, agar anak dapat mepergunakan
alat musik sebagaimana mestinya seperti gitar, drum dan
piano.
11) Memasak
Untuk kelas dasar, anak diajarkan dalam
memeprgunakan alat-alat masak dan mengenali bahan-
bahan masakan, selanjutnya untuk kelas atas anak
diajarkan bagaimana memasak suatu masakan seperti
tahapan-tahapannya dan bahan-bahannya, bumbu dan
proses masaknya diharapkan dengan ini anak-anak dapat
mandiri dirumah
12) Komputer
Untuk komputer hanya diperkenankan bagi kelas atas,
anak diajarkan dalam menulis diword, memasukan data
di excel, bikin power point, searching dan bikin animasi
13) Berkuda
Melatih anak-anak dalam control postur mengendalikan
dirinya atau control emosi, serta melatih keseimbangan
pada anak dan membangun kedekatan dengan binatang
14) Berbelanja
Melatih anak untuk berbelanja seperti atk untuk
prakarya atau bahan masakan, seperti buah-buahan,
94
sayuran dan lain sebagainya, selanjutnya berbelanja ini
agar anak dapat mengenal angka dan juga uang.
15) Art and Craft
Anak diajarkan bagaimana mempergunakan kanvas dan
cat minyak dengan baik, yang diperuntukan untuk
meningkatkan kreatifitas pada anak.
16) Traveling
Mengunjungi tempat-tempat umum seperti taman, mall,
outing bermain, kuliner dan sebagainya.
17) Transportation
Anak dikenalkan dengan transportasi dan juga diajarkan
untuk mempergunakan transportasi umum seperti bus,
kereta dan lain sebagainya agar anak dapat mengenal
mengenai transportasi dan juga agar bisa menjalin
kedekatan dengan orang lain.
95
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Berdasarkan hasil temuan lapangan melalui metode wawancara
dan observasi dapat diperoleh beberapa informasi terkait permasalahan
psikososial terhadap orang tua dengan anak autisme di Yayasan
Maryam Karim. Dalam bab ini penulis menjabarkan terkait
permasalahan serta penyebab timbulnya permasalahan yang dihadapi
orang tua yang memiliki anak autisme yang ditinjau dari berapa aspek
yang biasa dirasakan oleh orang tua yang memiliki anak autisme.
Dalam menentukan informan, penulis menentukannya dengan
kualifikasi yang dimaksudkan ditujukan kepada empat keluarga dengan
satu keluarga perwakilan satu orang tua yang memiliki anak autisme
yang ada di Yayasan Maryam Karim baik yaitu perwakilan orang tua
yang memiliki ikatan darah dengan anak autisme. Selain perwakilan
orang tua, penulis juga mewawancarai satu guru pembimbing yang ada
di yayasan tersebut. Orang tua yang kami wawancarai berjumlah empat
orang, empat orang anggota keluarga ini memiliki guru pembimbing
yang sama.
A. Profil Informan
1. Informan Pertama
Nama : A
Umur : 54 Tahun
Asal : Jember (Jawa Timur)
Jenis Kelamin : Perempuan
96
Pendidikan : S1 Kedokteran
Pekerjaan : Dokter Gigi
Agama : Islam
Status : Bercerai
Anggota keluarga yang pertama penulis wawancarai
yaitu bernama A. Penulis mewawancarai ibu A pada tanggal 20
Mei 2019, sekitar jam 08.00 pagi. Penulis mewawancarai ibu A
karena perceaian yang dihadapi oleh ibu A penulis ingin
mengetahui lebih dalam lagi mengapa timbul perceraian yang
dihadapi oleh ibu A. Banyak orang tua yang tidak bisa
menerima kondisi anaknya yang mengidap autisme. Jika
fondasi rumah tangga kurang kuat, maka perceraian bisa terjadi.
2. Informan Kedua
Nama : T
Umur : 47 Tahun
Asal : Jakarta
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : D3 Sekertaris
Pekerjaan : Instruktur Komunitas Brain Gym
Agama : Islam
Status : Menikah
Anggota keluarga yang kedua penulis wawancarai yaitu
bernama ibu T. Penulis mewawancarai ibu T pada tanggal 27
97
Juni 2019, sekitar jam 10.00 pagi. Penulis mewawancarai ibu T
karena kondisi ekonomi yang awalnya cukup menjadi
memperihatinkan karena untuk merawat dan mengobati
anaknya yang mengidap autisme. Sebab, dari segi ekonomi
tidaklah mudah merawat dan juga mengasuh anak autisme
dimana anak autisme memerlukan perhatian dan ekstra, dari segi
pendidikan, program terapi yang harus dijalankan dalam
perkembangan anak itu sendiri yang tentunya tidak memerlukan
biaya yang sedikit.
3. Informan Ketiga
Nama : H
Umur : 50 Tahun
Asal : Padang (Sumatera Barat)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S2 Manajemen
Pekerjaan : Wirausaha
Agama : Islam
Status : Menikah
Anggota keluarga yang ketiga penulis wawancarai yaitu
bernama bapak H. Penulis mewawancarai bapak H pada tanggal
05 Juli 2019, sekitar jam 09.00 pagi. Penulis mewawancarai
bapak H karena ingin melakukan perbandingan antara ayah dan
ibu, ditambah kedua orang tua anak tersebut bekerja jadi
memang kurangnya waktu yang diluangkan untuk anak selain
98
itu anaknya tersebut lebih dekat dengan bapaknya dari pada
ibunya karena ibunya sibuk bekerja. Anak yang belajar dirumah
dengan adanya perhatian dari kedua orang tuanya maka akan
memotivasi anak tersebut sehingga dapat berkembang dengan
lebih baik.
4. Informan Keempat
Nama : S
Umur : 52 Tahun
Asal : Bandung (Jawa Barat)
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : S2 Manajemen
Pekerjaan : Konsultan Keuangan/Wirausaha
Agama : Islam
Status : Bercerai
Anggota keluarga yang keempat penulis wawancarai yaitu
bernama ibu S. Penulis mewawancarai Ibu S pada hari tanggal
08 Juli 2019 sekitar jam 08.00 pagi. Penulis mewawancarai ibu
S seperti ibu S juga mengalami perceraian dalam rumah
tangganya setelah memiliki anak yang berkebutuhan khusus.
B. Stress
1. Pemahaman Orang Tua terkait Stres
Permasalahan pertama yang penulis sebutkan adalah stress.
Dari hasil observasi yang penulis lakukan pada saat wawancara
99
dengan orang tua ,keempat orang tua merasa bingung sehingga
ragu sebelum menjawab pertanyaan penulis, apakah benar
stress seperti itu. Meskipun sempat bertanya, tetapi pada
akhirnya mereka dapat menjawab dengan baik, hal ini karena
keterbatasan pengetahuan orang tua mengenai stress. Menurut
informan stress merupakan suatu kekecewaan yang mereka
rasakan ketika mereka mengetahui bahwa mereka memiliki anak
autisme. Seperti yang telah diungkapkan oleh ibu A berikut
penjelasannya.
“Awal tau anak autis waktu anak saya umur 1,5 tahun sih
memang saya tidak menyangka jika mempunyai Anak
Autis, karena memang saat saya menikah dengan papahnya
saya menginginkan anak yang normal seperti pada
umumnya, Cuma mau gimana lagi dia tetap anak kita karena
pikiran awalku pas tahu anak autis tidak ada gunanya yang
membuat saya sedih, kemudian saya dapat masukan dari
berapa teman bahwa anak autis bisa juga tumbuh dan
bekembang walau tidak seperti anak nomal lainnya masih
bisa saya ajak jalan, makan kemudian masih bisa diajak
komunikasi walau Cuma satu arah, jadi memang saya
nerapin atau anggep anak saya seperti anak normal,kadang
memang kalau terlalu berharap hasilnya akan
mengecewakan.“
Selain ibu A, ibu S juga memberikan gambaran yang sama
mengenai stress sebagai berikut:
“kalo dibilang kan anak saya itu masuk sini angkatan
pertama ya, dia umur 1,5 tahun belom ngomong kan udah
mulai gak nyaman nih kok belom ngomong dan dia
hyperaktif kan akhirnya ke dokter anak buat konsul setiap
sebulan, saya gatau malah ya kalo anak saya kena autis
karena dokter itu bilang hanya bilang hyperaktif disorder,
kemudian saya bener-bener berusaha dan awalnya saya
100
bener-bener berharap anak saya sembuh dan seperti anak
yang lain Cuma kalo untuk dibilang sembuh itu mustahil
kemungkinannya apalagi pas anak saya terkena neurotix
syndrome ya jadi memang kecewa sekali saya disitu dan
saya menolak juga karena memang saya sangat berharap ini
akan berubah sampe coba jalan alternatif segala agar anak
saya bisa sembuh dan tidak hyperaktif lagi karena saya
pengen bener punya anak normal Cuma memang ga bisa. “
Disamping ibu A dan ibu S, ibu T juga memberikan
gambaran terkait stress sebagai berikut :
“awal saya tahu dia autis itu umur 2 tahunan sih ya, karena
waktu sebelum itu masih biasa aja masih seperi anak
normal, nah pas mulai 2 tahun itu lah dia tingkahnya kok
aneh kata saya, akhirnya saya bawa dia ke dokter. Awalnya
saya gak tau mba autis itu apa waktu didiagnosa dokter,
Cuma pas tau itu saya shock ya dan merasa gak percaya
anak saya seperti itu, karena saya pengen anak saya itu
seperti anak yang lain, itu sih kecewa sama keadaan dan
tertekan juga karena keluarga tidak bisa menerima makanya
saya sempet stress.”
Yang terakhir bapak H juga memberikan gambaran mengenai
stress sebagai berikut:
“Tau anak saya pertama kali autis itu sebelum umur 2 tahun
yak arena kebetulan mamahnya dokter, yaudah harus nerima
awalnya gitu karena dulu dia sangat hyperaktif dan gak tahu
bahayatapi ga sampe stress sih, stress itu kan menurut saya
penyakit ya karena memang ada tekanan dia disitu, awalnya
saya tahu anak saya autis itu saya kaget sih mba sedih juga
karena pengen punya anak normal, tetapi saya berusaha
untuk kuat, jadi memang tidak merasa tertekan dan bikin
stress apalagi banyak yang support dari temen-temen dan
keluarga juga.”
101
2. Gejala Stress
Dalam mengukur stress ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu gejala stress berupa fisik dan psikologis.
a. Gejala Fisik
Secara umum dapat disimpulkan gejala-gejala fisik yang
biasanya dirasakan oleh orang tua anak autisme diyayasan
maryam karim seperti tekanan darah tinggi, ketegangan pada otot,
pernapasan tersengal-sengal, pusing dan sakit kepala, tangan dan
kaki terasa dingin, gangguan pada sistem pencernaan, susah tidur
dan gangguan menstruasi. Sedangkan untuk gangguan jantung
dan gangguan seksual (impoten) orang tua di yayasan maryam
karim tidak merasakan gejala tersebut.
Dari berapa gejala fisik yang dialami oleh orang tua anak
autisme, sebagian besar orang tua mengalami pusing dan sakit
kepala yang diakibatkan karena perilaku anaknya seperti yang
diungkapkan oleh ibu A sebagai berikut.
“waktu tahu anak saya autis saya sering sakit kepala
karena kepikiran dari memang tingkahnya yang sering
bikin gara-gara seperti agresif dan ngerusak barang kalo
ada keinginan dia gak diturutin pernah waktu itu tv
dirumah sampe pecah makanya saya gak pake tv lagi,itu
bikin pusing dan efeknya jadi kepala ya pernah hampir
hilang keseimbangan juga mungkin karena anak saya itu
mba.“
Hal yang sama terkait dengan pusing dan sakit kepala juga
dirasakan oleh ibu T yang diungkapkan sebagai berikut.
“saya sering pusing kalo liat tingkah anak saya yang
kadang tidak terkontrol dan terlalu agresif sering
nyakitin dirinya sendiri udah tuh tangan pada luka gara-
102
gara dicakar-cakarin apalagi anak saya kalo lagi
berantem sama saya dan bapanya pernah saya saking
pusingnya sampe sakit muntah-muntah gitu tapi jarang
sih mba paling kalo posisinya sampe telat makan. “
Ibu S juga merasakan pusing dan sakit kepala dijelaskan
sebagai berikut.
“aduh kadang kalo ngumpul banget kan suka curhat saya
sering pusing banget kalo misalkan anak saya itu lagi
kambuh agresfinya Kediri dia sendiri jadi suka nyakitin
badannya sendiri gitu itu yang bikin aku bener-bener
pusing sampe sering nangis juga kalo misalkan gak
diturutin kemauannya, misalnya waktu anak saya
disunat aja saya pusing banget tuh mba mikirin gimana
kalo anak saya disunat maksudnya ambil darah aja susah
sampe 10 orang yang megangin.”
Sedangkan untuk bapak H tidak merasakan pusing
dan sakit kepala dijelaskan sebagai berikut:
“saya mah si kalo anak saya bandel atau rewel saya gak
pernah kaya yang gimana-gimana gak pernah ambil
pusing juga yang penting masih bisa dibilangin walau
kadang suka susah.”
Selain pusing atau sakit kepala, gejala lain yang dirasakan
oleh orang tua anak autisme yaitu susah tidur. Hal tersebut
dirasakan oleh dua orang tua dari empat orang tua yang penulis
wawancarai.Susah tidur yang dirasakan oleh orang tua anak
autisme karena mereka selalu memikirkan keadaan anaknya.
Seperti yang diungkapkan oleh ibu A sebagai berikut.
“waktu anak saya di asrama kan anak saya kejang sampe
2 kali beturut-turut waktu tahun 2017 ya udah tuh disitu
saya gak bisa tidur mba karena takut anak saya kenapa-
103
kenapa karena gimana ya paling tidur itu 2 jam yang
namanya seorang ibu itu kalo ngeliat anaknya sakit siapa
yang kepikiran untuk tidur gitu karena saya ingin
mantau kondisi anak saya sampe dia bener-bener pulih
mba.”
Susah tidur juga pernah dirasakan oleh ibu S sebagai berikut
hal tersebut dikarenakan kondisi orang tua yang jauh dari
anaknya.
“susah tidur itu biasanya kalo saya lagi pusing ya mba
lagi banyak pikiran itu tidur saya jadi gak teratur dari
biasanya 7-8 jam ini Cuma 4 jam, apalagi pas awal-awal
anak saya masuk TK dan yayasan ya itu saya bener-
bener gak bisa tidur takut dari pihak sekolahnya nelpon
saya dan anak saya kenapa-kenapa, Cuma kalo misalkan
dia udah nyaman di sekolahnya atau diyayasannya baru
saya udah gak terlalu mikirin dan bisa tidur tenang.”
Sedangkan untuk ibu T dan bapak H tidak pernah
mengalami susah tidur seperti yang dialami oleh ibu A dan
ibu S, sebagai berikut :
“Saya gak pernah ngalamin yang namanya susah tidur
sih mba, walaupun banyak pikiran juga malah saya
bawaannya pengen tidur terus kalo lagi ada masalah
gitu.”(ibu T)
“Waduh, saya malah orangnya gak bisa begadang atau
gak pernah sampe kurang tidur gitu, soalnya kan saya
kerja jadi harus jaga stamina walaupun ya kadang anak
saya suka bikin saya kesel tapi gak pernah sampe
kebawa pikiran terus gak bisa tidur”(bapak H)
Selanjutnya, ada juga orang tua yang mengalami gejala
seperti tangan dan kaki terasa dingin Karena memikirkan
kondisi anaknya sepertiyang dialami oleh ibu A dan ibu T :
104
“ya seperti yang saya bilang tadi saya suka degdegan itu
sampe tangan dan kaki saya dingin keringat dingin kalo
misalkan saya ajak anak saya keluar buat jalan-jalan
takut ada yang berpikiran negative terkait kondisi anak
saya.” (ibu A)
“suka sih kaya gitu paling kalo anak saya lagi main
kerumah keluarga takut aja dia di apa-apain karna kan
kondisi anak saya begitu jadi sampe tangan sama kaki
tuh dingin terus keluar keringat dingin juga karena
tegang.”(ibu T)
Sedangkan untuk ibu S dan bapak H tidak merasakan hal
tersebut, berikut penjelasannya:
“gaada sih mba kaya gitu karena degdegan kaki dan
tangan biasa aja paling kalo lagi kesemutan, bukan
karena anak saya.”(ibu S)
“ga pernah sih karena anak saya tangan dan kaki terasa
dingin Cuma emang bener si paling deg-degan doang,
paling kaki sama tangan terasa dingin kalo emang lagi
ditempat dingin.”(bapak H)
Ada juga orang tua yang mengalami gejala fisik lain seperti
tekanan darah tinggi (hipertensi) yang dialami oleh ibu T karena
memikirkan anaknya yang berkebutuhan khusus dan masalah
lainnya yang ia juga sedang hadapi. Berikut adalah
penjelasannya.
“waktu itu memang ada pernah saya ada riwayat darah
tinggi itu pas saat saya belum kenal kinesiology ya
karena saya kenal kinesiology tuh sekitar tahun 2014
dan saat itu posisi saya lagi down banget udah suami di
phk ditambah keadaan anak semata wayang saya yang
seperti itu udah makanya saya sering kepikiran gitu
mungkin itu penyebab saya punya darah tinggi Cuma
105
memang darah tinggi saya waktu itu hampir pernya itu
100 lebih tapi cuma sakit sewaktu untungnya.”
Sedangkan untuk ketiga orang tua tidak mengalami hal
seperti yang dirasakan oleh ibu T, berikut penjelasannya:
“ walaupun saya itu sering kepikiran tentang kondisi
anak saya Cuma gak sampe darah tinggi sih
Alhamdulillah.”(ibu A)
“ untuk darah tinggi untungnya saya gak pernah punya
riwayat darah tinggi sih mba walaupun ada masalah,
selagi saya masih bisa ngatasin semuanya ya fine
aja.”(ibu S)
“Kalo darah tinggi sih eggak ya soalnya bapak kan gak
ada riwayat darah tinggi dan untuk tensian terakhir juga
engga sih, walaupun saya pernah ada masalah terkait
usaha saya.” (bapak H)
Disamping itu bahkan ada orang tua yang mengalami gejala
sesak napas seperti napas tersengal-sengal.Hal ini disebabkan
karena prilaku anak yang tidak terkontrol Hal ini diungkapkan
oleh ibu S sebagai berikut.
“Saya sering degdegan itu pas anak saya lagi gak sama
saya ya contohnya itu saat dia TK kalo misalkan ada
dari pihak sekolah yang menelpon saya itu saya
langsung mba gemetar dan benar saat ditelpon ada aja
gara-garanya sampe masuk ketoren, belum lagi
temennya terjepit pintu karena ulah anak saya akhirnya
saya yang tanggung biayanya, sekarang sering juga sih
mba negrasain seperti itu kalo misalkan ada telpon dari
RAM karim itu saya langsung was-was.”
Sedangkan untuk ketiga orang tua tidak pernah
merasakan gejala sesak nafas seperti yang dialami oleh ibu
S berikut penjelasannya:
106
“kalo untuk nyesek gitu sih enggak ya paling Cuma deg-
degan misalnya kalo saya ajak anak saya jalan-jalan
Cuma gak sampe sesek nafas gitu sih.”(ibu A)
“nyesek itu gak pernah sih saya selama ini nafas baik-
baik aja gak ada gangguan apapun walaupun pernah
degdegan misalnya kalo lagi main keruma keluarga
bapak saya karna banyak yang gak bisa nerima anak
saya.”(Ibu T)
“deg-degan itu pasti ya ngalamin misalnya pas anak
saya lagi main atau apa sama temen-temennya, Cuma
untuk nyesek itu gaada.” (Bapak H)
Dalam merawat anak autisme, orang tua juga biasanya
mengalami ketegangan pada otot, seperti yang dirasakan oleh ibu
T dengan penjelasan sebagai berikut.
“saya sering tuh ngalamin yang namanya nyeri otot gitu
mba apalagi saya kan harus kerja juga apalagi waktu itu
kan anak saya pas belum asrama Cuma sekolah khusus
abk belum lagi kalo ngurusin anak saya makanya anak
saya saya asramain soalnya saya juga udah gak kuat
ngurusnya dulu kan saya sering sakit-sakitan juga sering
nyeri otot kalo kecapean kalo misalkan lagi jualan gitu
ya saya kan dulu apa aja saya jualin yang penting buat
makan dan untuk anak saya. “
Sedangkan untuk ketiga orang tua tidak mengalami
ketegangan pada otot seperti yang dirasakan oleh ibu T
sebagai berikut:
“cape itu pasti yaa namanya ngurusin anak, Cuma gak
sampe kayak ngalami otot kram atau semacamnya
gitu.”(ibu A)
“engga ada sih kayak otot bermasalah gitu mba dalam
mengurus anak juga paling suka capek aja.”(ibu S)
107
“kalo urusan otot gitu engga sih ya, paling suka capek
atau lemes misalkan kalo seharian beraktfitas sama anak
saya.” (bapak H)
Disamping itu ada juga orang tua yang mengalami gangguan
pada pencernaan karena biasanya orang tua anak autisme kurang
memperhatikan pola makan karena beban yang berat dalam
merawat anaknya.Hal ini dirasakan oleh ibu S sebagai berikut.
“saya itu pernah mba waktu itu maggh lambung saya
bahkan sampe infeksi karena keseringan minum kopi,
karena memang kan beban saya berat banget ya
memiliki anak autis kan gak gampang jadi memang saya
mencari pelampiasan disitu biar pikiran saya itu lebih
tenang saya mulai mengonsumsi kafein itu pasca
perceraian sama suami saya ya yang gabisa menerima
keadaan anaknya.“
Sedangkan untuk ketiga orang tua tidak mengalami
gangguan pencernaan seperti yang dirasakan oleh ibu S
sebagai berikut:
“kalo untuk sampe gangguan penecernaan karna kurang
jaga pola makan atau minum engga sih ya karna
ngurusin anak saya malah saya berpikir harus tetap jaga
kondisi soalnya kalo saya sakit anak saya siapa yang
ngurus.”(ibu A)
“sering emang sering diare Cuma bukan karna anak saya
emang sayanya aja yang bandel mba.”(ibu T)
“gangguan pencernaah engga sih Alhamdulillah baik-
baik saja saya emang dari dulu gak pernah makan
sembarangan.”(bapak H)
Gejala terakhir yang biasa dialami oleh orang tua anak
autisme yaitu gangguan menstruasi, hal tersebut dialami oleh ibu
T karena banyaknya pikiran tentang anaknya yang berkebutuhan
108
khusus dan disamping masalah ekonomi dihadapi.Berikut
penjelasannya.
“Dulu aku pas anak saya umur 17 tahun itu aku sampe
sakit miom sampe dua kilo jadi kaya hamil delapan
bulan jadi pendarahan terus menerus kaya darah nifas,
jadi memang sangat megganggu proses menstruasi. Jadi
waktu kami di Malaysia waktu cari sekolah untuk anak
saya justru tidak menstruasi sama sekali itu sekitar tahun
2009, sejak anak saya umur 17 tahun baru ketahuan saya
miom akhirnya saya operasi setelah saya miom sekitar
tahun 2012-2014 saya miom itu benar-benar sakitnya itu
luar biasa ya lalu tahun 2014 saya dioperasi ditambah
suami saya kena phk itu sekitar tahun 2012 itu sih yang
bikin saya sakit sampe dioperasi. “
Sedangkan untuk dua orang tua tidak pernah mengalami
gangguan menstruasi seperti yang dialami oleh ibu T
sebagai berikut:
“kalo untuk gangguan menstruasi itu gak pernah paling
telat aja, Cuma dari saya sebelum mempunyai ABK juga
sering telat sih.”(ibu A)
“Gak pernah sih ngalami gangguan menstruasi gitu,
Alhamdulillah makanya saya bisa diberikan
keturunan.”(Ibu S)
Sedangkan untuk gejala seperti gangguan jantung dan
juga gangguan seksual orang tua di Yayasan Maryam Karim
tidak merasakannya, berikut penjelasan terkait gangguan
jantung :
“ga pernah punya riwayat sakit jantung apalagi karena
anak saya sih mba, alhamdulillah normal. “ (ibu A)
109
“selama ini gaada si riwayat sakit jantung gara-gara
anak karena memang jantung saya normal.”(ibu T)
“Ga ada tuh mba selama ini riwayat sakit jantung,
karena semua baik-baik saja bersyukur.”(bapak H)
“ga pernah ada mba saya sakit jantung, tensian saya dan
kolesterol saya juga normal, makanya gaada untuk
riwayat itu.”(ibu S)
Untuk gangguan seksual (impoten) bapak H juga tidak
merasakan gejala tersebut, berikut penjelasannya:
“Alhamdulillah saya sama istri saya harmonis karena
walaupun punya anak autis itu ga pernah rebut
mempersalahkan jadi ga pernah ada gangguan dengan
hal tersebut.”
b. Gejala Psikologis
Ada beberapa gejala psikologis yang biasanya dialami oleh
orang tua yang memiliki anak autisme antara lain ditandai oleh :
perasaan selalu gugup dan cemas, peka dan mudah tersinggung,
gelisah, kelelahan yang hebat, enggan melakukan kegiatan,
kemampuan kerja dan peampilan menurun, perasaan takut,
pemusatan diri yang berlebihan (merenung) dan mengasingkan
diri dari kelompok.
Dari gejala psikologis yang dialami oleh orang tua dengan
anak autisme sebagian besar orang tua mengalami masalah pada
penampilan, kemampuan kerja menurun dan kelelahan yang
hebat. Hal tersebut dirasakan karena sulitnya dalam merawat dan
mengasuh anak autisme, yang pertama dialami oleh ibu A sebagai
berikut.
“Saya pernah berasa diposisi yang cape banget ngadepin
anak saya karena anak saya tipe anak yang kalo dikasih
tahu gabisa dikasih tahu sempet kalau dia mukul saya
110
bales tapi gak mukul sih Cuma tak sentil jadi memang
pernah karena saya saking capenya saya cuekin bener-
bener saya cuekin”
Selanjutnya, saat saya melakukan observasi terhadap
penampilan ibu A beliau terlihat seperti sedang menghadapi
masalah, seperti wajahnya yang sayu atau cemberut dan saat
saya bertanya terkait focus masa depan anaknya beliau
menjawab bingung dengan tatapan mata yang kosong, dan
juga terlihat sedih.
Kondisi yang sama juga dirasakan oleh ibu S sebagai berikut.
“ kalo untuk ngurus anak itu pasti cape apalagi jika
anaknya itu autis ya kaya anak saya itu capenya itu
mungkin bisa 3 kali lipat belum lagi saya harus bekerja
dan dulu waktu saya lagi kritis pembantu dan supirnya
sampe keluar dua-duanya dihari yang sama itu benar-
benar saya yang harus ngurus anak saya benar-benar jadi
memang saya sering ya namanya kecapean gitu pastilah
cape apalagi anaknya hiperaktif ya kaya anak saya itu
jadi bonus juga buat saya, sampe dulu pas anak saya itu
kena gangguan ginjal itu saya sering ditegor juga karena
sering gak masuk ya mau focus ngurus anak saya jadi
memang saya sampe mengundurkan diri dari kantor.”
Hal ini juga dirasakan oleh bapak H sebagai berikut:
“Anak saya kan memang itu dekatnya sama saya ya apa-
apa maunya sama saya pake sepatu pun saya yang
pakein, kalo ibunya kan sibuk bekerja jadi memang kalo
anak saya ini kalo lagi dirumah itu pasti saya yang
ngurus, jadi memang kalau dibilang cape mah pasti cape
banget ya namanya ngurus anak apalagi seperti anak
saya, cuma memang maunya sih dibawa enjoy aja
karena memang sayanya yang senang sampe waktu itu
kan saya juga ikut bisnis property pun gak berjalan
111
dengan baik karena memang saya mau focus ngurus
anak waktu anak saya belum di yayasan ya jadi memang
saya mikirnya kalo bukan saya yang ngurus siapa lagi
sedangkan ibunya sibuk kerja. “
Selain itu ibu T juga mengalami hal serupa, sebagai berikut:
“saya pernah kan mba sampe masuk rumah sakit itu
karena kelelahan banget hingga saya sakit, sampe saya
pernah diposisi yang pasrah banget apalagi kalo anak
saya sedang agresif gitu, Cuma Alhamdulillah sekarang
karena saya sudah terbiasa kali ya.
Selain masalah penampilan, kemampuan kerja dan kelelahan
yang hebat, ada gejala lain yang dialami oleh kedua orang tua
anak autisme seperti adanya perasaan gugup dan cemas, hal
tersebut biasanya dirasakan saat pertama kali orang tua tau
anaknya terindikasi berkebutuhan khusus. Seperti yang dialami
oleh ibu A sebagai berikut.
“Saat tau anak saya ada indikasi autis saat itu aku
langsung ke dokter awalnya, bu A ayo kita bawa anak
ibu kerumah sakit sama psikiater karena memang saya
begitu gugup dan cemas karena khawatir akan keadaan
anak saya makanya saat saya tahu anak saya itu autis
dulu saya langsung sering ajak anak saya ke terapis
pernah sampe ke spiritual segala karena disitu posisinya
memang lagi down banget.“
IbuS juga mengalami perasaan gugup dan cemas sebagai berikut.
“anak saya itu kan bisa dibilang angkatan pertama autis
ya, jadi jaman dulu umur 1,5 tahun blm ngomong dan
mulai gak nyaman dan cemas sekali itu mba Karen anak
saya hyeraktif memang dan saya bener-bener sampe
rutin konsultasi itu sebulan sekali ke dokter anak terus
kata dokternya biasa lah anak laki, kecuali udah 2 tahun
gabisa ngomong baru harus di cek EEG. Jadi aku gak
112
nyaman ditambah cemas bener pas 2 tahun itu makanya
aku langsung minta cek EEG dan pas dicek itu gaada
apa-apa gaada kelainan, tapi setelah eeg itu aku
langsung periksa ke dokter syaraf langsung bukan ke
dokter anak lagi karena aku penasaran. Dokter syaraf
bilang itu bukan autis tapi hyperaktif disorder, akhirnya
dikasih vitamin dan obat tapi gak ngaruh juga tetep
hyperaktif. Abis itu pas umur 3 tahun itu aku langsung
mencari tahu, sampe datengin skolah buat autis sekitar
tahun 96 karna saking penasaran, karena waktu itu aku
ketemuibu-ibu dan punya anak dengan gerak gerik yang
sama kaya anak saya itu dia bilang anak saya autis
makanya aku mulai kepikiran juga tapi pikiran waku
waktu itu menolak dan merasa gak mungkin anak saya
terkena autis sampe waktu itu dikasih obat sampe 30
macem dan gak ada yang cocok.”
Selain ibu A dan ibu S, ibu T juga merasakan hal yang
sama sebagai berikut:
“cemas itu pernah yaa saya mikirin kalo anak saya
belum bisa mandiri juga saat sudah dewasa gimana
malah saya pernah berpikir semoga aja saya meninggal
itu setelah anak saya, karena saya selalu berpikir dan
cemas terkait hal itu.”
Sedangkan bapak H tidak pernah mengalami gugup dan
cemas, berikut penjelasannya:
“engga pernah mempunyai perasaan kayak gitu sih
karna saya selalu optimis bahwa anak saya pasti bisa
menjadi mandiri walaupun tanpa saya.” Disamping itu ada beberapa orang tua yang mengalami gejala
psikologis lain berupa pemusatan diri yang berlebihan
(merenung), hal ini biasanya dirasakan oleh orang tua anak
autisme karena kondisi anakanya yang kadang tidak bisa
terkontrol dan juga terkait masa depan anak tersebut. Saya
113
mengetahui ibu T mengalami gejala tersebut dari hasil observasi
saat sedang melakukan wawancara.Saat sedang melakukan
wawancara beliau banyak merenung menatap lurus kedepan
dengan tatapan yang sedih sehingga beliau banyak bingung dalam
menjawab pertanyaan karena ada beberapa bagian yang beliau
tidak simak dan juga mengalami kesulitan saat menjawabnya
sehingga ada beberapa pertanyaan yang saya ulangi.”
Selanjutnya saat saya tanyakan kepada ibu T beliau
menjawab sebagai berikut :
“iya saya emang suka bengong gini mba, anak saya
tingkahnya kadang diluar batas coba tadi pagi dia ngerusakin
hp karena gak saya kasih dibanting coba, saya gak tahu nih
dia nanti kalo kedepannya gimana masa harus saya bilangin
terus.”
Hal tersebut juga dialami oleh ibu Asebagai berikut.
“saya pagi ini maaf ya mba kalo gak focus dan banyak
bengong habis saya pusing sama anak saya mba, gak
terkontrol coba aja bayangin suka ngelakuin penelitian gitu
dia sampe hampir masukin jarinya ke stopkontak yang buat
listrik coba, saya mikir aja takut dia ngelakuin kaya gitu
waktu di asrama gak habis pikir saya. “
.
Pemusatan diri yang berlebihan (merenung) juga dirasakan
oleh ibu S sebagai berikut.
“kalo merenung itu saya sering sih mba merenung
sampe gabisa tidur, apalagi kalo anak saya sakit ya itu
saya was-was juga takut dia kenapa-kenapa, belum lagi
khawatir sama masa depannya itu saya sering mikirin
juga mba tapi merenungnya itu bukan sekedar bengong
aja si mba tapi mikirin juga solusi yang terbaik untuk
anak saya makanya sekarang untuk masadepan anak
saya itu saya lebih ke yang penting anak saya bahagia ya
114
dan gak nuntut banyak-banyak juga anak saya harus bisa
ini itu.”
Sedangkan untu bapak H tidak mengalami hal serupa,
berikut penjelasannya:
“ kalo untuk bengong gitu engga sih mikirin anak saya
pasti setiap orang tua mikirin Cuma ya seprti yang saya
bilang sebelumnya bahwa saya orangnya selalu optimis
bahwa anak saya bisa menjadi pribadi yang mandiri.”
Ada juga orang tua yang mengalami gejala psikologis lain
seperti peka dan mudah tersinggung karena kurangnya
penerimaan yang dilakukan masyarakat kepada anaknya yang
berkebutuhan khusus, hal ini pernah dialami oleh ibu A sebagai
berikut:
“saya memang tipikal orang yang gampang marah gitu
atau tersingung apalagi kalo nyangkut soal anak saya,
misalkan jika ada yang ngeliatin anak saya berlebihan
aja gitu kadang saya memang ngerasa kesel sih yah
karena memang anak-anak seperti itu belum membumi
jadi memang banyak yang memandang sebelah mata.”
Selain ibu A, ibu T juga pernah mengalami hal yang
serupa,berikut penjelasannya:
“saya itu sering sedih atau tersinggung itu karena keluarga
bapak saya ya yang tidak mau menerima kehadirana anak
saya ya, sering marah juga kadang sampe saya tegor Cuma
tau sendiri saya orangnya gaenakan.”
Sedangkan untuk ibu S dan Bapak H tidak merasakan hal
seperti yang dialami oleh ibu A dan Ibu T, sebagai berikut:
“saya sih termasuk tipikal yang budeg ya mau orang kayak
gimana kayak gimanapun ada orang yang ngomongin anak
saya orangnya gak terbawa sampe kehati gitu sih jadi gak
115
pernah sampe tersinggung gitu yang penting gak sampe main
fisik ke anak saya.”(ibu S)
“engga pernah dengerin mau orang ngomongin apapun juga
sih ke anak saya selagi masih batas wajar, karna saya
orangnya sabar sih ngadepin situasi yang seperti itu ditambah
banyak support dan saya sama anak saya bersyukur banget
keluarga sama temen-temen sebagian besar bisa nerima
bahkan ada yang sayang.”(bapak H)
Bahkan ada gejala psikologis lain yang dialami oleh orang tua
dengan anak autisme yaitu ketakutan yang tidak beralasan.
Ketakutan yang tidak beralasan yang dialami orang tua anak
autisme dikarenakan kekhawatiran akan bahaya yang menimpa
anaknya tanpa tahu apa penyebabnya. Hal tesebut pernah
dirasakan oleh ibu S sebagai berikut.
“Saya pernah merasakan disuatu posisi bermimpi anak
saya itu meninggal itu pas dia terkena kelainan ginjal ya
itu saya bener-bener takut anak saya kenapa-kenapa
padahal itu Cuma mimpi dan anak saya masih bisa
punya harapan yang besar untu tetap hidup walaupun
harus minum obat seumur hidup sampe pengen dibacain
yasin 40 hari segala sampe bilang kalo mau ambil ya
ambil saja dari pada anak saya menderita, Cuma
memang hati saya itu gak bisa menerima namanya
seorang ibu ya ya pasti bener-bener mencoba yang
terbaik untuk anak saya sampe ke pengobatan altrnatif
dulu ke Garut.”
Sedangkan untuk ketiga orang tidak pernah mengalami hal
yang dirasakan oleh ibu S, sebagai berikut:
“kalo takut sih saya selalu ada penyebabnya ya gak ujug-ujug
takut gitu aja walaupun mimpi buruk misalkan terkait anak
saya ga pernah sampe ketakutan itu kan Cuma mimpi.”(ibu
A)
116
“engga ngalamin gitu sih ketakutan misalkan tanpa tau
penyebabnya karna pasti selalu ada sebab misalnya karna
anak saya dikucilkan atau apa. “(ibu T)
“kalo ketakutan karna gaada alasannya engga pernah ya kalo
mengalami mimpi burukpun tentang anak saya, saya selalu
berdoa agar anak saya diberikan kesehatan dan umur yang
panjang, engga sampe ketakutan karna saya anggepnya hanya
mimpi, bunga tidur.”(bapak H)
Gejala psikologis terakhir yang biasa dirasakan oleh orang tua
dengan anak autisme yaitu mengasingkan diri dari kelompok dan
phobia.Hal ini dirasakan oleh ibu T karena banyak yang tidak bisa
menerima kehadiran anak autisme ditengah mereka, berikut
penjelasannya.
“Saat saya tahu anak saya terkena autism saya memang
sangat cemas dan memang saya merasa sedih apalagi
saat orang terdekat menghujat anak saya terutama dari
keluarga bapak saya ya saya sering merasa marah karena
saya terus yang disalahkan sama keluarga bapaknya
sehingga memang semenjak itu saya menjadi jauh
dengan keluarga dari bapak saya, selain itu karena tidak
tega melihat anak saya di perlakukan tidak adil bahkan
seperti gak mau megang dia atau tidak dianggep benar-
benar sangat dibedakan saya dan keluarga saya seperti
tidak ada harganya. “
Sedangkan tiga orang tua tidak merasakan hal yang
serupa seperti yang dialami oleh ibu T, sebagai berikut:
“kalo untuk menjauh diri dari masyarakat itu engga sih
karna saya bukan orang yang seperti itu kalo ada orang
yang ngejelekin anak saya paling Cuma saya lihatin aja
walaupun dalam hati kesel karena saya memang
emosian walaupun kadang tidak saya luapin.”(ibu A)
“saya malah orangnya suka ngumpul yaa gak pernah
sampe ngejauhin diri gitu karna anak saya misalkan
takut dikucikan itu engga ada.”(ibu S)
117
“engga pernah ngalamin gitu sih menjauh dari temen-
temen saya atau keluarga malah kebanyakan dari mereka
itu mensupport dan sayang sama anak saya.”(Bapak H)
3. Jenis Stress
Selain gejala stress yang dialami oleh orang tua, penulis juga
apat mengidentfiikasi jenis stress yang dialami oleh orang tua anak
autisme yaitu distress dan eustress.
a. Distress
Distress biasaya dihadapi orang tua anak autisme saat
mengalami stress secara berulang sehingga menyebabkan
masalah fisik dan mental. Orang tua mengalami stress jenis ini
karena tekanan yang diakibatkan penolakan dari keluarga, serta
sulitnya dalam merawat dan mengasuh anak autisme tersebut. Hal
ini dirasakan oleh kedua orang tua sebagai berikut.
Jenis eustress ini pernah dirasakan oleh ibu T sebagai berikut.
“Saya memang dulu sering sakit-sakitan ya saampe
bolak-balik masuk rumah sakit mungkin karena banyak
yang saya pikirkan contohnya baru kemarin saat anak
saya main kerumah mertua tiba-tiba dikunciin semua
pintunya semua gak dianggeplah disitu saya jadi
kepikiran jadi memang tekanan saya disitu sih
untungnya saya diberikan kekuatan dari komunitas saya
karena kalau dulu sebelum saya kenal dengan
kinesiologi emosi saya bisa lebih parah dari saya yang
sekarang bisa ngamuk-ngamuk, mungkin bisa dibilang
rada-rada. “
Disamping itu saya juga melakukan observasi dengan
mengunjungi rumah ibu T juga melakukan wawancara ibu T
menunjukan sikap emosional yang cukup tinggi,contohnya
saat mencari kunci mobil untuk diperbaiki dengan menelpon
118
suaminya, ibu T teriak teriak sambil marah-marah hingga
terdengar sampai keluar karena kunci mobil yang tidak
ketemu dengan mengeluarkan semua pakaian yang ada
dilemari ibu T untuk mencari kunci mobil yang hilang.
Hal yang sama juga dirasakan oleh ibu S sebagai berikut.
“Saya pas ngalamin masa-masa kritis sampe masuk
rumah sakit itu kan memang berat banget ya pas tahu
anak saya kena kelainan ginjal, ditambah saya
kehilangan pekerjaan dan saya juga bercerai dengan
suami itu saya benar-benar seperti orang setengah gila
dibilang, cuma karena memang keinget anak saya yang
harus saya urusin akhirnya saya kuat-kuatin aja mba
disitu walaupun batin saya itu rasanya berat banget.”
Hal yang sama juga dirasakan oleh ibu A sebagai berikut:
“waktu anak saya di asrama kan anak saya kejang sampe
2 kali beturut-turut waktu tahun 2017 ya udah tuh disitu
saya gak bisa tidur mba sampe sakit juga tapi untungnya
engga ada apa-apa udah suami gaada kan.”
b. Eustress
Eustress yang dialami orang tua anak autisme biasanya
dimaksudkan sebagai stress yang bersifat positif yang bertindak
sebagai motivasi diri dan orang tua bisa menerima stress dengan
hati yang terbuka atau pasrah. Jenis eustress pernah diungkapkan
oleh bapak H berikut penjelasannya.
“Perasaan saya pas tahu anak saya autis itu memang
kaget terus terpukul, sedih juga kalau dulu saya sih
mikirinya anak saya autis justru saya menguatkan diri ya
justru saya merasa saya dipercaya itu aja. Justru dengan
keadaan anak saya yang seperti itu sebelum saya kurang
di agama justru saya bisa mendalami agama gitu jadi
119
banyak belajar banyak taklim hingga saya keluar dari
Bank jadi memang saya lebih mengambil ke positifya
justru kalo kita ngambil ke negatifnya nanti malah jadi
beban untuk kita jadi memang prinsip saya sih seperti ini
Tuhan tidak akan mengasih cobaan diluar batas dari
kemampuan manusia itu sendiri.”
C. Kecemasan
Kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan anak autisme
biasanya disebabkan karena masyarakat yang tidak bisa menerima
kehadiran anak autisme yang membuat orang tua merasa tidak
nyaman disamping kondisi anak tersebut.
Kecemasan yang disebabkan karena masyarakat yang tidak
bisa menerima kehadiran anak autisme yang membuat orang tua
merasa tidak nyaman pernah dialami oleh ibu T sebagai berikut.
“Saya sering merasa tidak nyaman karena khawatir jika
anak saya itu dekat dengan orang lain terutama dari
keluarga bapak saya ya karena yang saya takutkan itu
pengusiran ya dan juga anak saya disana bukannya
dirangkul tetapi malah diperlakukan tidak adil dan
dianggap malah seperti penyakit menular itu yang
membuat saya khawatir dan takut jika anak saya
nantinya akan merasa tertekan atau bertindak agresif
karena perlakuan dari keluarganya jadi memang saya
sering merasa khawatir karena dari anaknya juga merasa
tidak nyaman.”
Sedangkan kecemasan yang disebabkan karena kondisi
anaknya dialami oleh ibu S sebagai berikut.
“Saya pingin gitu mba anak saya mengurangi prilaku
berteriak dan menyakiti dirinya sendiri seperti memukul
perutnya dan marah saat keinginannya gak terpenuhi itu
120
yang bikin saya ngerasa cemas gitu kalo anak saya lagi
di asrama takut nyakitin dan agresif ketemennya kalo
anak saya ngerasa tidak nyaman untuk itu karena sikap
dia yang begitu waktu TK anak saya itu jadi bahan
bulian temennya bahkan didepan saya sendiri anak saya
sampe dipukul makanya saya langsung keluarin anak
saya karna anak saya karena gamau diapa-apain
makanya saya langsung gamau bergabung lagi di TK
tersebut.“
Sedangkan untuk ibu A dan Bapak H tidak mengalami
hal yang serupa,berikut penjelasannya:
“saya gak pernah merasa tidak nyaman sih yang
membuat saya kahwatir atau cemas kalo anak saya dekat
dengan siapapun malah selalu saya selalu ajak ngumpul
sama teman-teman atau keluarga saya karna
Alhamdulillah mereka bisa menerima Cuma malah anak
sayanya yang tidak mau kalo saya ajak.” (Ibu A)
“engga adankayak gitu sih karena saya selalu anggap
baik-baik aja,gak pernah merasa tidak nyaman yang
membuat saya kahwatir atau cemas misalkan, karna
banyak keluarga dan teman-teman yang memberikan
support juga.” (bapak H)
Selain itu kecemasan yang dialami oleh orang tua
dengan anak berekebutuhan khusus dibagi menjadi tiga jenis
yaitu kecemasan rasional, irrasional dan fundamental.
Jenis kecemasan pertama yang biasa dialami oleh orang
tua anak autisme yaitu kecemasan rasional yang disebabkan
karena penolakan yang dilakukan oleh keluarganya sendiri
dengan anak autisme tersebut, hal ini seperti yang dirasakan
oleh ibu T sebagai berikut.
121
“Saya pernah atau sering merasa khawatir jika anak saya
itu dekat dengan keluarga dari bapaknya ya karena
memang anak saya sering diperlakukan tidak adil,
pernah suatu ketika saya itu tinggalin anak saya dirumah
sodara dari bapak saya tetapi malah diusir oleh
spupunya dan bilang kalau anak autis gak boleh ada
disini, akhirnya saya ditelpon oleh ibu saya dan saya
langsung menyusul anak saya kesana dan marah dengan
seppunya tersebut makanya saya sering merasa terancam
jika anak saya dekat dengan keluarga bapaknya
ditambah saya yang selalu sering disalahkan.”
Jenis kecemasan kedua yang dialami oleh orang tua anak
autisme yaitu kecemasan irrasional, hal tersebut dikarenakan
orang tua khawatir terkait keadaaan yang akan menimpa
anaknya padahal belum pasti akan terjadi seperti yang
dialami oleh ibu S sebagai berikut.
“Anak saya kan pernah mba yang namanya ngalamin
kejang gitu sebanyak 2 kali waktu tahun 2017, sekitar
kurang lebih jam 7 malem selalu habis sholat maghrib
itu waktu dirumah saya benar-benar waktu itu saya
kelimpungan saya nangis kan takut banget anak saya
kenapa-kenapa, makanya semenjak itu setiap habis
sholat maghrib itu saya rasanya takut banget takut
kejadian kaya waktu itu. “
Yang terakhir jenis kecemasan yang biasa dialami oleh
orang tua anak autisme yaitu kecemasan fundamental, orang
tua merasakan hal tersebut karena orang tua yang
mengalami ketakutan akan masa depan anaknya bila orang
tuanya sudah tidak ada. Kondisi seperti ini pernah dirasakan
oleh ibu A sebagai berikut:
122
“Pasti setiap orang tua mikirin masa depan anaknya ya
mau anaknya autispun tetep mikirin,cuma saya pernah
diposisi saya merasa bersalah gitu mungkin karena
kesalahan masa lalu saya hingga anak saya autis cuma
saya juga sering merasa khawatir gimana ya nanti anak
saya masa depannya dan kedepannya seperti apa itu juga
saya sering mikirin gimana nanti kalo saya udah gak ada
sedangkan anak saya belum bisa mandiri pokoknya
banyak yang saya pikirkan sebenernya cuma saya sih
tipikal orang yang gak mau terlalu mikrin sih fokusnya
untuk sekarang yang udah saya tadi bilang lebih ke
melatih kemandirian anak saya dulu karena kalo udah
mandiri ibaratnya rasa khawatir saya berkurang.”
Sedangkan untuk bapak H beliau tidak mengalami jenis
kecemasan yang dirasakan oleh ibu A,T dan S berikut
penjelasannya
“ saya gak pernah sih merasa cemas atau takutan gitu
karena saya gak pernah mau terus kepikiran, karean itu
kan penyakit yaa, yang penting say amah selalu berdoa
aja sih yang terbaik untuk anak saya.”
D. Kondisi sosial ekonomi
1. Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penyebab
stress, seperti penjelasan dari ketiga orang tua anak autisme yang
sebelumnya memiliki status sosial ekonomi yang mapan tetapi tiba-
tiba mengalami kemerosotan yang menyebabkan turunnya status
sosial ekonomi. Seperti yang diungkapkan oleh ibu T terkait kondisi
sosial ekonomi sebagai berikut.
“Saya dulu saat masih diatas malah sempet punya dua
rumah tapi rumah itu dijual dua-duanya karna memang
suami saya pernah di PHK dari perusahaan dengan
pembiayaan yang besar belum lagi harus ngurus anak
123
dengan biaya yang sangat besar ditambah banyak peristiwa
tetapi saya masih bersyukur karena masih punya tempat
tinggal walaupun bukan punya sendiri saya semenjak
ngontrak itu awalnya malu sih terutama keluarga saya cuma
sekarang engga yang penting bersyukur masih punya tempat
tinggal.”
Selain itu bapak H juga mengalami kemerosotan kondisi
sosial ekonomi dalam pekerjaannya, berikut penjelasannya.
“Kemaren saya pernah ngalamin tahun 2014-2016 itu ya
lumayan usaha saya dari saya berhenti kerja itu dari BNI itu
saya bikin usaha sendiri lumayan ini mba tapi lewat dari itu
saya mengalami masa kritis, saya kemaren ini sempet bikin
rumah juga bangun rumah terus jeblok, usaha juga gitu tapi
ini nih yang floris itu omsetnya dari tinggi lama-lama turun
karena memang anak saya kan harus ada yang ngurus
sedangkan mamahnya sibuk kerja jadi mau gamau pikirsan
saya terbagi, dulu nih saya bisa di bilang anak saya aja
keyayasan supirnya sendiri, sekarang udah harus saya yang
anterin, ditambah itu karena ada perubahan-perubahan dari
pemerintah juga, saya juga dulu sampe buka kantor
konsultan sendiri mba tapi sekarang udah engga, itu karena
ada ketentuan-ketentuan masalah pajak itu kan bikin jadi
riweh saya main property salah ini sih antisipasi bisnis.
Mungkin kalo untuk transportasi atau kebutuhan sehari-hari
itu pake usaha saya dan kalau untuk sekolah anak saya kan
besar biayanya itu ibunya yang nanggung kalo untuk malu
dengan tetangga atau masyarakat sih engga terkait kondisi
saya.”
Disamping kedua orang tua terkait kemerosotan ekonomi,
Hal yang sama juga dialami oleh ibu S dalam pekerjaannya
sebagai berikut.
“Saat anak saya autis dan juga neurotic sindrom itu kan
bapanya gamau nerima ya karena dia bilang dia mau hidup
normal dan akhirnya kami bercerai itu bener-bener masa
124
kritis yang saya alami, belum lagi saya harus berenti kerja
karena mau fokus sama kesembuhan anak saya dulu jadi
pekerjaan saya kesampingkan dan akhirnya saya
mengundurkan diri dan tidak mempunyai pekerjaan tetap,
belum lagi biaya pengobatan yang harus saya bayar.
Selanjutnya saya juga sampe kehilangan rumah saya yang
dulu saya jual dang anti dengan rumah yang lebih kecil
bahkan perbandingannya itu 3:1, untuk anak saya belum
lagi tanggungan saya yang besar karena anak saya dua
akhirnya saya beli rumah yang lebih kecil ditambah saya
bercerai dengan suami saya karena suami yang tidak bisa
menerima kondisi anak saya yang seperti itu dengan
pembiayaan yang besar. “
Disamping itu, ibu A juga pernah mengalami kemerosotan
ekonomi,berikut penjelasannya:
“saya mengalami kemerosotan ekonomi itu saat saya
berhenti dilembaga keuangan yaa, ditambah suami yang
meminta cerai itu yang membuat ekonomi saya terpuruk
karna mantan suami yang tidak bisa menerima anak saya,
saya sampe jual rumah saya dengan rumah yang lebih kecil
itu untuk tabungan anak saya nantinya.”
2. Faktor yang menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial
ekonomi
Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya status
ekonomi di masyarakat diantaranya bisa dilihat dari tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan dan pendapatan.(Indrawati,
2015:54).
Terkait pekerjaan orang tua anak autisme di yayasan
maryam karim sebagai informan penulis mengidentifikasi
terkait status pekerjaan orang tua berdasarkan hasil
125
dokumentasi dan wawancara dari yayasan tersebut sebagai
berikut.
1. Informan pertama
Untuk ibu A, beliau bekerja sebagai Dokter gigi
klinik di Jakarta pekerjaan beliau menunjukkan status
sosial ekonomi tinggi, PNS golongan IV ke atas,
pedagang besar, pengusaha besar, dokter. Sedangkan
untuk mantan suaminya bekerja sebagai pegawai
swasta Bank Internasional (ISBC) atau sebagai
pekerja dengan menunjukan status sosial ekonomi
sedang.
2. Informan kedua
Untuk ibu T beliau bekerja sebagai pedagang dengan
menjual baju-baju seperti kemeja, koko dan lain
sebagainya dengan pekerjaan yang menunjukan status
sosial ekonomi rendah karena tidak memiliki toko
pribadi dengan pendapatan yang tidak menentu.
Sedangkan untuk suaminya sebelumnya bekerja
sebagai di Nuenergy di perusahaan MIGAS dan di
PHK lalu bekerja sebagai Dosen di salah satu
perguruan tinggi dengan status sosial ekonomi
sedang.
Seperti yang sudah dipaparkan oleh ibu T
terakit pekerjaannya dan pekerjaan suaminya :
“Kalo saya itu kan kerjanya hanya ngebantuin
suami saya aja mba kaya jualan baju-baju gitu
126
karena sebelumnya kan dia di PHK jadi
Nuenergy di perusahaan MIGAS, tapi
alhamdulillah sekarang udah kerja jadi dosen. “
3. Informan ketiga
Untuk bapak H beliau bekerja sebagai pengusaha
toko tanaman seperti bunga dengan pekerjaan yang
menujukan status sosial ekonomi sedang.Sedankan
untuk istrinya beliau bekerja sebagai Dokter umum di
salah satu rumah sakit dengan pekerjaan yang
menunjukan status sosial ekonomi tinggi.
4. Informan keempat
Untuk Ibu S sebelumnya beliau bekerja sebagai
support head di bagian keuangan di salah satu bank
dan akhirnya belai mengundurkan diri dan sekarang
membuka usaha konsultan sendiri dirumah dengan
pekerjaan yang menunjukan status sosial ekonomi
sedang. Sedangkan untuk suami bekerja sebagai
pegawai swasta dengan pekerjaan yang menunjukan
status sosial ekonomi sedang.
Selain pekerjaaan, terdapat status pendidikan
orang tua sebagai informan penulis mengidentifikasi
terkait status pendidikan orang tua berdasarkan hasil
dokumentasi dari yayasan tersebut sebagai berikut
yang menunjukan keempat orang tua anak autisme
menunjukan status pendidikan yang sangat tinggi.
1. Informan pertama
127
Untuk Ibu A, pendidikan terakhir beliau adalah
S1 dengan status tingkat pendidikan yang sangat
tinggi. Sama seperti Ibu A, pendidikan terakhir
mantan suaminya juga menunjukan status tingkat
pendidikan yang sangat tinggi yaitu S1.
2. Informan Kedua
Untuk ibu T, pendidikan terakhir beliau adalah
D3 dengan status tingkat pendidikan yang sangat
tinggi. Hal yang sama juga di dapatkan oleh
suami ibu T, pendidikan terakhir beliau adalah S2
dengan status tingkat pendidikan yang sangat
tinggi.
3. Informan ketiga
Untuk bapak H pendidikan terakhir beliau adalah
S2 degan status tingkat pendidikan yang sangat
tinggi.Sedangkan untuk istrinya pendidikan
terakhir beliau adalah S2 dengan status tingkat
pendidikan yang sangat tinggi.
4. Informan keempat
Untuk ibu S pendidikan terakhir beliau adalah S2
dengan status tingkat pendidikan yang sangat
tinggi.Sedangkan untuk mantan suaminya
pendidikan terakhirnya adalah S2 dengan status
tingkat pendidikan yang sangat tinggi.
128
Disamping pekerjaan dan pendidikan, penulis
juga mengidentifikasi pendapatan yang diperoleh dari
hasil wawancara yang dilakukan kepada keempat
orang tua, sebagai berikut. Seperti yang diungkapkan
oleh ibu A tentang pendapatan yang diperoleh berikut
penjelasannya.
“Semenjak saya bekerja sebagai dokter gigi di
klinik kan sebenarnya pendapatan saya cukup ya
kurang lebih 11-12 juta tetapi kan tau sendiri
untuk anak saya aja biaya sekolah di yayasan
mandiri karim untuk sppnya aja perbulan 10 juta,
makanya saya suka kelimpungan karena
pengeluaran yang besar untuk anak saya, apalagi
saya punya dua anak dan yang satu harus
kuliah.”
Selain ibu A, ibu T juga merupakan orang tua
yang bekerja dan memiliki pendapatan, sebagai
berikut.
“Saya kan kalo bekerja itu paling usaha kecil-
kecilan ya kayak usaha jual pakaian-pakaian
yang pendapatannya itu gak nentu dengan
maksimal itu paling 1,5 juta perbulan Cuma kan
saya hanya bantuin suami aja, kalo suami saya
kan dalam bekerja pernah kena PHK Cuma
sekarang udah kerja jadi dosen sekitar 4 jutaan
lah perbulan Cuma memang pendapatan suami
itu gak nutup buat kebutuhan anak saya mba,
saya makanya sampe jual kedua rumah saya buat
biaya hidup untung ada temen saya yang mau
ngontrakin rumahnya dengan harga yang sangat
murah.”
129
Disamping usaha yang dilakukan oleh ibu T, ibu
S juga mempunyai usaha sendiri dan mempunyai
pendapatan sebagai berikut.
“Saya itu buka usah konsultan trainer gitu mba
dalam bagian keuangan, dan pendapatan saya
sekitar 12 jutaan perbulan, itu paling sumber
penghasilan saya, saya memang harus
mempunyai usaha untuk anak saya, tau sendiri
kan anak saya sppnya aja mahal sampe 10 juta
perbulan, belum termasuk obatnya.”
Yang terakhir, hal yang sama tarkait pendapatan
dalam usaha juga dirasakan oleh bapak H sebagai
beikut.
“Kalau pendapatan saya kan punya toko bunga
pribadi gitu ya mba dan kalau usaha kan gak
menentu juga pendapatannya tergantung
banyaknya konsumen, Cuma kalo diitung-itu
pendapatan saya perbulan itu kurang lebih 6
jutaan perbulan. Sedangkan kalo istri saya kan
bekerja sebagai dokter umum di salah satu rumah
sakit dengan pendapatan kurang lebih 12 juta
jadi memang saya sama istri saya itu saling
ngebantu yang memang dengan kondisi
pengeluaran anak saya yang cukup tinggi
makanya sekarang saya udah gak punya sopir
pribadi lagi.”
130
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam penyusunan bab ini, penulis akan menjabarkan hasil
temuan yang dikaitkan dengan teori-teori dan latar belakang yang telah
dipaparkan pada bab sebelumnya. Dapat dilihat dari paparan bab
sebelumnya bahwa adanya masalah psikososial dan faktor penyebab
timbulnya masalah psikososial yang menjadi fokus pembahasan dalam
mengkaji permasalahan psikososial yang dihadapi orang tua anak
autisme di Yayasan Maryam Karim. Dalam menganalisa hasil temuan
penulis dalam garis besar menggunakan teori dari Lazarus dan
Folkman, model dari stress dan coping dalam keluarga mengatakan
orang tua yang mmepunyai anak cacat menunjukkan berbagai masalah
psikososial termasuk depresi berawal dari stress, kecemasan, dan
perilaku marah karena menghadapi berbagai kesulitan yang parah
dalam merawat kebutuhan anak-anak mereka serta adanya perasaan
pesimis tentang masa depan anak. Permasalahan yang dihadapi
diantaranya yaitu stress, yang berisi pemahaman orang tua mengenai
stress, gejala stress, jenis stress ,kecemasan yang berisi tentang jenis
kecemasan dan juga kondisi sosial ekonomi yang dikaji berdasarkan
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan juga pendapatan.
Dalam hal ini stress yang di rasakan orang tua anak autisme di
yayasan maryam karim disebabkan oleh beberapa faktor yaitu internal
dan eksternal. Untuk internal mengutip dari pujiastuti bahwa faktor
internal merupakan faktor dari dalam diri sendiri.Sedangkan faktor
131
eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan, yang
merupakan keseluruhan fenomena fisik atau sosial, meliputi lingkungan
keluarga, sekolah, teman sebaya dan masyarakat. Faktor keluarga
meliputi fungsi keluarga, pola hubungan orang tua-anak, serta kelas
sosial dan status ekonomi. Berikut hasil analisa temuan lapangan
mengenai permasalahan psikososial keluarga ABK di Yayasan Maryam
Karim.
A. Permasalahan Psikis
1. Stress
Keinginan setiap orang tua memiliki anak yang normal, tetapi
maka akan menjadi masalah bagi orang tua ketika keinginan orang
tua tersebut tidak terpenuhi yang menyebabkan stress (lihat bab II,
h. 31). Karena stress dalam pengertian umum adalah sesuatu yang
terasa menekan atausuatu tekanan dalam diri individu. Sesuatu
tersebut dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
kenyataan dan harapan yang dinginkan oleh individu, baik
keinginan yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah (lihat bab II, h.
39). Dimana saat saya melakukan wawancara dengan orang tua
anak autisme orang tua menjadi merasa tidak percaya diri, merasa
tidak berdaya dan kehilangan harapanharapan yang realistik karena
kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan (lihat bab IV, h.
99). Merujuk pada Lazarus dan Folkman, Penilaian tahap awalyaitu
primary appraisal yang dilakukan oleh manusia ketika sedang
mengalami stress yang dilakukan oleh individu pada saat mulai
132
mengalami sesuatu peristiwa (bab II, h. 38). Hal ini sejalan yang
dirasakan oleh keempat orang tua yang sudah ditulis pada bab
sebelumnya saat pertama kali mengetahui anaknya autis, yaitu pada
orang tua pertama awalnya beliau tidak percaya akan memiliki anak
autis yang membuat orang tua menjadi sedih. Sedangkan untuk
orang tua kedua tidak jauh berbeda dengan orang tua pertama yaitu
awalnya beliau merasa tidak percaya akan memiliki anak autis
karena awalnya hanya didiagnosa hiperaktif disorder dan saat orang
tua tahu anaknya di diagnosis autism orang tua sempat menolak
sampai mencoba pegobatan alternatif cuma selanjutnya orang tua
harus menerima bahkan menganggap bahwa anaknya adalah
normal, yang terakhir yaitu orang tua ketiga awalnya saat beliau
tahu anaknya mengidap autis beliau shock dan merasa tidak
percaya akan peristiwa yang menimpa anaknya. Sedangkan untuk
orang tua keempat juga merasakan hal yang serupa yaitu merasa
shock dan sedih saat pertama kali mengetahui anaknya
berkebutuhan khusus. (lihat bab IV, h. 99). Dimana autism adalah
gangguan perkembangan yang mencakup bidang komunikasi,
interaksi dan perilaku. Gejalanya mulai tampak pada anak sebelum
mencapai usia tiga tahun (lihat bab II, h. 62). Dapat disimpulkan
bahwa stress yang diketahui oleh keempat orang tua yang memiliki
anak autismedi yayasan maryam karim saat saya melakukan
wawancara pada bab sebelumnya karena merasakan kekecewaan
karena memiliki anak autismekarena harapan mereka adalah
memiliki anak yang normal seperti pada umumnya, stress yang
133
dialami orang tua juga sejalan dengan saat mulai mengalami suatu
peristiwa yaitu pada saat orang tua mengetahui bahwa orang tua
memiliki anak autisme dan stress yang dialami oleh orang tua
disebabkan karena faktor internal atau dari dalam diri sendiri bahwa
orang tua awalnya merasa tidak terima dengan kehadiran anak
mereka sehingga mengalami tekanan yang mengakibatkan stress.
Selanjutnya Individu yang mengalami stress akan
berperilaku lain dibandingkan dengantujuannya yang tidak
mengalami stress. Oleh karena itu, Vkondisi individuyang
mengalami stress gejala-gejalanyaVdapat dilihat baik secara fisik
maupun secara psikologis (lihat bab II, h. 36).
A. Gejala Stress
1. Gejala Fisik
Gejala fisik yang dirasakan oleh orang tua di yayasan
maryam karim disebabkan oleh faktor eksternal, seperti kondisi
dan prilaku anak yang agresif, beban dalam merawat anak
autisme dan kondisi ekonomi. Untuk kondisi dan perilaku anak
yang agresif menyebabkan orang tua merasakan gejala fisik
seperti pusing dan sakit kepala, tangan dan kaki terasa dingin,
susah tidur dan sesak nafas.
Pusing dan sakit kepala yang dialami ketiga orang tua dari
keempat orang tua karena prilaku anak yang agresif dan suka
merusak barang karena keinginan anak yang tidak bisa
terpenuhi yang paling banyak dialami oleh orang tua di yayasan
maryam karim maka dari itu gejala yang dirasakan ketiga orang
134
tua, orang tua menjadi pusing bahkan perut terasa mual dapat
diakibatkan oleh stress dan ketegangan fisik yang lama.
Sedangkan salah satu orang tua tidak merasakan gejala pusing
dan sakit kepala karena tidak pernah terbawa pikiran (lihat
babIV, h.101).Hal yang dialami orang tua sesuai dengan
karakteristik anak autism dimana anak autisme memiliki
masalah dibidang emosi yaitu terkadang mampu agresif dan
mampu merusak benda-benda sekitar (lihat bab II, h.
66).Sehingga Keterkaitannya dengan stress seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, di mana gangguan peredaran darah akan
berpengaruh terhadap berbagai kondisi fisiologis dan kondisi
psikologis individu. Disamping itu terlalu banyak pikiran, sakit
kepala dapat diakibatkan oleh stress yang diderita individu, hal
itu berkaitan dengan penjelasan di atas. (lihat bab II, h. 42).
Selain itu tiga orang tua dari keempat orang tua yang
mengalami pusing dan sakit kepala merupakan ibu dimana
bahwa derajat stress pada ibu berhubungan dengan kondisi
kesehatan mental ayahdanmasalah perilaku anak, sedangkan
stress pada ayah tidak berhubungan baik dengan kondisi
kesehatan mental ibumaupun perilaku anak dan hasil studi
menunjukkan bahwa ibu memiliki derajat stress lebih tinggi dan
lebih luas daripada ayah (lihat bab II h. 35).
Tangan dan kaki terasa dingin dirasakan oleh orang tua anak
autisme karena memikirkan kondisi dan keadaan anak. Hal
tersebut dirasakan oleh dua orang tua anak autisme, orang tua
135
pertama karena merasa degdegan hingga tangan dan kaki terasa
dingin hingga keringat dingin jika mengajak anak jalan keluar
karena melihat kondisi anaknya takut mendapatkan respon
negatif dari masyarakat dan juga merupakan orang tua yang
mengalami perceraian (lihat bab IV, h. 104). Hal ini sejalan,
bahwa stres yang disebabkan karena perceraian informan
dengan suami dan diperkuat dengan masalah lingkungan tempat
tinggal seperti anak mendapat bullying dari masyarakat sekitar
(lihat bab II, h. 34).Untuk orang tua kedua jika main kerumah
keluarganya disamping kondisi anak yang seperti itu.
Sedangkan untuk dua orang lagi tidak merasakan gejala tersebut
karena anaknya ( lihat bab IV, h. 104). Dimana anak yang
tergolong berkebutuhan khusus adalah anak yang meyimpang
dari rata-rata anak normal dalam hal ciri-ciri mental,
emosionaldan perilaku sosial (lihat bab II, h. 60).Telapak tangan
dan kaki terasa dingin,juga dapat diakibatkan karena suplai
darah ke sel-sel otot lengan dan tungkai berkurang.Oleh karena
suplai aliran darah ke otot-otot tangan dan kaki berkurang maka
mengakibatkan tangan dan kaki terasa dingin. Indikasi lain
individu yang mengalami stress ditandai dengan keluar keringat
dingin pada telapak tangan (lihat bab II, h. 40). Telapak tangan
dan kaki terasa dingin juga merupakan stress tahap VI dimana
individu mengalami sekujur badan terasa gemetar, dingin dan
keringat bercucuran pada tahap ini (lihat pada bab II, h. 50).
136
Kondisi dan keadaan anak juga membuat orang tua juga
merasakan susah tidur. Dua orang tua mengalami susah tidur
dan hanya tidur selama 2-4 jam. Sedangkan untuk dua orang tua
lainnya tidak merasakan hal yang serupa (lihat bab IV, h. 102).
Padahal proses yang penting guna mengistirahatkan
(merecovery) kondisi fisik maupun psikis yaitu dengan tidur
yang berkualitas. Selain itu, pada saat individu tidur merupakan
proses pembangunan selsel yang rusak akibat akitifitas fisik.
Untuk itu, seyogyanya setiap individu dalam sehari semalam
(24 jam) waktu tidurnya harus teratur dan minimal berlangsung
selama 7-8 jam (lihat bab II, h. 42). Selain itu dua orang dari
keempat orang tua yang mengalami susah tidur merupakan ibu
tunggal yang mengalami perceraian. Dimana Kondisi ini akan
lebih parah lagi dirasakan oleh orang tua tunggal dalam
merawat anak yang mengalami autisme, karena tidak memiliki
pasangan atau tempat untuk berbagi beban hidup, dan
memikirkan keadaan perilaku anak yang cenderung negatif
(lihat bab II, h. 33). Susah tidur merupakan stress tahap III,
dimana individu mengalami gangguan pola tidur (insomnia),
misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau
terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle
insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak dapat
kembali tidur (late insomnia) (lihat pada bab II, 47)
Gejala fisik yang dirasakan orang tua karena perilaku anak
yang agresif juga mengakibatkan sesak nafas. Hal ini dialami
137
oleh salah satu orang tua karena prilaku anak yang tidak
terkontrol sehingga membuat orang tua menjadi khawatir
dimana anak yang dari orang tua tersebut menderita autism
(lihat bab IV, h.105). Hal ini mungkin bisa disebabkan karena
kesulitan orang tua dalam menghadapi masalah pada anak
dengan ASD, yang meliputi kesulitan berkomunikasi, perilaku
yang diulang-ulang (ritual), perilaku yang tidak biasa, dan
kesulitan bersosialisasi (lihat bab II, h.35). Sedangkan untuk
ketiga orang tua tidak mengalami sesak nafas seperti yang
dialami oleh salah satu orang tua (lihat bab IV, h. 106). Nafas
pendek, Pernapasan tersengal-sengal, dapat diakibatkan dari
reaksi stress yang melanda individu. Di atas telah dikemukakan
bahwa stress mengakibatkan detak jantung berdebar-debar,
sehingga pernapasan menjadi tersengal-sengal. Pernapasan yang
normal adalah panjangdanberirama dalam saat menghela napas
(lihat bab II, No. 41). Sesak nafas dan jantung berdebar-debar
merupakan stress tahap VI, dimana individu merasakan debaran
jantung teramat keras sehingga menjadi susah bernafas (sesak
dan megap-megap) (lihat bab II, h. 50).
Selain karena kondisi dan perilaku anak yang agresif yang
menyebabkan gejala fisik ada juga dikarenakan kondisi
ekonomi dan beban dalam merawat ABK yaitu ketegangan pada
otot, gangguan menstruasi, gangguan pada pencernaan dan
tekanan darah tinggi. Hal ini sejalan dengan dimana keluarga
yang memiliki anak disabilitas seringkali menghadapi biaya
138
hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang
memiliki anak tanpa disabilitas (lihat bab II, h. 32).
Gejala fisik pertama yang dialami orang tua di yayasan
maryam karim karena beban dan kondisi ekonomi dalam
merawat ABK yaitu orang tua mengalami ketegangan pada otot.
Ketegangan pada otot dapat juga diakibatkan oleh stress yang
diderita individu. Pada umumnya, ketegangan terjadi pada
kelompok otot di daerahleher, bahu, tengkuk, dan rahang.
Ketegangan otot di sekitar tengkuk akan mengganggu suplai
darah ke otak, akibatnya kepala terasa nyeri karena kekurangan
suplai darah (lihat bab II, h. 40).Berdasarkan hasil wawancara
yang telah dilakukan bahwasannya ketegangan pada otot yang
dialami oleh salah satu orang tua dikarenakan saat orang tua
harus bekerja disamping harus merawat anaknya tersebut
sebelum anaknya asrama yang membuat orang tua menjadi
kelelahan yang menyebakan sakit pada ototnya.Sedangkan
untuk ketiga orang tua tidak merasakan ketegangan pada otot
yang dialami oleh salah satu orang tua (lihat bab IV, h. 106).
Ketegangan pada otot merupakan stress tahap II, dimana pada
tahap ini individu merasakan otot-otot punggung dan tengkuk
terasa tegang (lihat pada II, h.46).
Gejala fisik selanjutnya yang dialami orang tua di yayasan
maryam karim karena beban dalam merawat ABK yaitu
gangguan menstruasi. Gangguan menstruasi bagi wanita juga
dapat ditimbulkan oleh factor stress, yaitu masa subur menjadi
139
pendek bahkan menjadi tidak subur lagi dan menstruasi menjadi
tidak teratur. Meskipun belum ada data penelitian yang valid,
ada kecenderungan wanita yang sering mengalami stress akan
sulit untuk mendapatkan keturunan. Adapun keluhan para
wanita yang mengalami stress pada saat menstruasi adalah
timbul sakit perut, rasa nyeri, mual-mual, dan pusing (lihat bab
II, h. 42). Hal ini sejalan dengan gejala yang biasa dialami oleh
orang tua anak autismeyaitu gangguan menstruasi, hal tersebut
dialami oleh salah satu orang tua karena beban pikiran yang di
rasakan oleh orang tua untuk anaknya hingga ke Malaysia dan
juga suami yang diPHK sampai orang tua tersebut terkena
miom yang ada ditubuhnya yang mengakibatkan masalah pada
menstruasi hingga akhirnya orang tua harus dioperasi.
Sedangkan dua orang tua dari ketiga orang tua tidak mengalami
gangguanmenstruasi. (lihat bab IV, h. 107).
Selanjutnya gejala fisik yang dirasakan orang tua yang
diakibatkan karena beban dalam merawat ABK yaitu
mengalami gangguan pada pencernaan.Hal ini dikarenakan
biasanya orang tua anak autisme kurang memperhatikan pola
makan karena beban berat dalam merawat anaknya. Stress akan
mempengaruhi kerjadanfungsi usus serta lambung. Kondisi
tersebut akan berdampak pada system pencernaan dan buang air
besar menjadi terasa sakit (sembelit) (lihat bab II, h. 42). Hal ini
sejalan dengan yang dirasakan oleh salah satu orang tua sampai
lambungnya bermasalah, karena memang orang tua tersebut
140
tidak menjaga pola makan dan makan atau minum sembarangan
karena beban yang berat dalam merawat anaknya yang
berkebutuhan khusus ditambah orang tua ini mengalami
perceraian yang membuat bebannya semakin berat (lihat bab
IV, h. 107). Hal ini seperti yang diungkapkan sebelumnya
dimana dalam merawat anak yang mengalami autisme kondisi
ini akan lebih parah lagi dirasakan oleh orang tua tunggal,
karena tidak memiliki pasangan atau tempat untuk berbagibeban
hidup (lihat bab II, h. 33). Sedangkan untuk ketiga orang tua
tidak mengalami hal serupa seperti yang dialami oleh salah satu
orang tua yang mengalami gangguan padapencernaan (lihat bab
IV, h. 107). Gangguan pada sistem pencernaan merupakan
stress tahap III, dimana pada tahap ini individu mengalami
Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan
‘maag’ (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare) (lihat
pada bab II, h. 47).
Gejala fisik terakhir yang dirasakan orang tua karena
kondisi ekonomi yaitu tekanan darah tinggi. Orang tua yang
merasakan tekanan darah tinngi sama seperti orang tua yang
mengalami gangguan menstruasi. Hal ini dirasakan oleh salah
orang tua dari keempat orang tua, dimana untuk orang tua
pertama dikarenakan terus memikirkan keadaan anaknya
ditambah mengalami kesulitan ekonomi karena suami di PHK
orang tua tersebut merasakannya saat belum mengenal
kinesiology. Sedangkan ketiga orang tua tidak merasakan hal
141
serupa seperti yang dirasakan oleh salah satu orang tua yang
mengalami tekanandarah tinggi (lihat bab IV,h. 104).Hal ini
sejalan, kemiskinandibandingkan dengan populasi umum lebih
sering merupakan karakteristik keluarga penyandang cacat.
Lebih jelasnya kesulitan ekonomi di antara rumah tangga ras
dan etnis minoritas, rumah tangga yang memiliki banyak
anggota penyandang cacat dan keluarga orang tua tunggal (lihat
bab II, h.36). Tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat
diakibatkan oleh stress yang diderita individu, sebab reaksi
yang muncul terhadap impuls stress adalah tekanan darahnya
meningkat (lihat bab II, h.40).
Sedangkan untuk gejala seperti adanya riwayat
gangguan jantung dan gangguan seksual (impoten) orang tua
tidak merasakan gejala tersebut terkait karena anak mereka yang
berkebutuhan khusus (lihat bab IV, h.108). Gangguan jantung
seperti detak jantungnya lebih cepat (berdebardebar), dada
sebelah kiri terasa nyeri (di daerah sekitar puting susu). Jika
rasa berdebar atau nyerinya hilang tidak berarti bahwa stress
yang dialami individu itu telah hilang. Untuk itu, diperlukan
pencegahan agar stress tidak berlangsung lama, sebab semakin
lama stress bersarang dalam diri individu dapat menjadi salah
satu penyebab serangan jantung (lihat bab II, h. 40). Untuk
gangguan seksual (impoten) orang tua tidak merasakannya
karena hubungan orang tua tersebut harmonis dengan istrinya,
tidak pernah ada masalah yang membuat mereka menjauh
142
terkait kondisi anak mereka yang berkebutuhan khusus (lihat
bab IV, h. 109). Dimana Individu yang mengalami stress ada
kecenderungan menurun libidonya. Jika tingkat stress individu
lebih berat cenderung akan mengalami impoten. Apalagi
penyebab munculnya stress karena faktor perselingkuhan, maka
pasangan suami istri tersebut hampir pasti tidak memiliki libido
lagi di antara keduanya (lihat bab II, h. 43)
Dapat disimpulkan dari gejala fisik yang dirasakan orang
tua sejalan dengan dimana stres yang dialami orang tua dalam
mengatasi perilaku anak, kondisi yang dialami anak, beban
dalam merawat ABK dan juga kondisi ekonomi.
B. Gejala Psikologis
Sedangkan gejala psikologis yang dirasakan oleh orang tua
di yayasan maryam karim disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal, seperti pemikiran orang tua terkait masa depan anak
dafn kondisi anak, sulitnya dalam merawat ABK, reaksi orang
tua saat pertama kali memiliki ABK dan juga kurangnya
penerimaan dari keluarga atau masyarakat.
Gejala psikologis yang dirasakan orang tua di yayasan
maryam karim terkait sulitnya dalam merawat ABK karena
berperilaku agresif dan pemikiran terkait masa depan anak dan
kondisi ditandai oleh masalah penampilan dan kelelahan yang
hebat, pemusatan diri yang berebihan (merenung), ketakutan
yang tidak beralasan dan adanya perasaan gugup dan cemas.
143
Dimana anak yang tergolong berkebutuhan khusus adalah anak
yang meyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal ciri-ciri
mental, perilaku emosionaldansosial, kemampuan
fisikdansensorik, kemampuan berkomunikasi dan memerlukan
modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar yang
ditunjukan untuk megembangkan potensi dan kapasitasnya
secara maksimal (lihat bab II, h. 60). Dalam pencapaian masa
depan yang cerahsulit bagi anak autismekarena keterbatasan
mereka. Sehingga membuat sang ibu tersebut mengeluhkan
bahwa dirinya khawatir akan masa depan anaknya. Membuat
sang ibu dengan keadaan anaknya tersebut sehingga mengalami
kecemasan terhadap masa depan anaknya seperti anak normal
pada umumnya (lihat bab II, h. 35).
Gejala psikologis pertama yang dirasakan oleh orang tua
terkait dalam merawat anak autisme karena perilaku anak yang
agresif dan juga pemikiran orang tua yayasan maryam karim
terkait masa depan anak yaitu mengalami masalah pada
penampilan dan kelelahan yang hebat. Kelelahan yang hebat
dirasakan oleh dua orang tua anak autismekarena sulitnya dalam
menghadapi dan merawat anak autisme ditambah karena prilaku
anak yang agresif (lihat bab IV, h. 109). Penampilan yang
tampak seperti orang yang kelelahan sekali merupakan indikasi
stress. Meskipun tidak sehabis bekerja keras individu yang
stress tampak seperti orang yang amat sangat kelelahan,
sehingga enggan untuk melakukan berbagai kegiatan fisik.
144
Selain itu, individu yang stress dan penampilan juga menurun
(lihat bab II, h. 44). Hal ini sejalan berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan penampilan menurun yang dirasakan oleh salah
satu orang tua anak autisme sejalan dengan banyaknya pikiran
terkait masa depan anaknya dengan tatapan mata yang kosong
dan wajah terlihat sayu. Keempat orang tua juga yang
merasakan masalah penampilan dan kelelahan yan hebat salah
satu orang tua sampai merasakan kemampuan kerja yang
menurun (lihat bab IV, h. 110). Kelelahan yang hebat dan
kemampuan kerja menurun merupakan stress tahap V, dimana
individu pada tahap ini merasakan Kelelahan fisik dan mental
yang semakin mendalam (physical and psychological ex-
haustion) dan ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan
sehari-hari yang ringan dan sederhana (lihat pada bab II, h. 49).
Terkait pikiran orang tua terakait masa depan anak membuat
orang tua mengalami gejala psikologis lain berupa pemusatan
diri yang berlebihan (merenung) hal ini biasanya dirasakan oleh
orang tua anak autisme karena kondisi anakanya yang kadang
tidak bisa terkontrol dan juga terkait masa depan anak tersebut.
Saat melakukan observasi dan wawancara tiga orang tua
mengalami pemusatan diri yang berlebihan (merenung). Untuk
orang tua pertama beliau banyak merenung dengan tatapan
lurus kedepan sehingga mengalami kesulitan dalam menjawab
pertanyaan hal yang menyebabkan orang tua menjadi seperti itu
adalah terkait perilaku anak dan juga masa depan anak.
145
Sedangkan untuk orang tua kedua beliau merenung, karena
memikirkan masa depan anak dan juga mencari solusi
kedepannya seperti apa serta perilaku anak yang tidak terkonrol.
Disamping itu ada juga orang tua yang mengalami hal serupa,
hal tersebut dikarenakan kondisi anaknya serta memikirkan
terkait masa depan anaknya. Dari keempat orang tua salah satu
orang tua tidak mengalami gejala psikologis ini dikarenakan
orang tua tersebut selalu optimis terkait masa depan anak
tersebut (lihat bab IV, h. 101). Individu yang mengalami stress
cenderung banyak merenung atau memusatkan diri yang
berlebihan. Kondisi seperti ini akan diikuti oleh individu dengan
perilaku mengasingkan diri dari kelompok atau lingkungannya.
Oleh karena itu, jika tidak cepat diambil tindakan untuk terapi,
individu tersebut cenderung akan cepat naik kelas dari stress
menjadi depresi (lihat bab II, h. 45). Merenung atau
memusatkan diri yang berlebihan merupakan indikasi stres
tahap IV, dimana individu pada tahap ini daya konsentrasi dan
daya ingat menurun (lihat pada bab II, h. 113)
Disamping kondisi anak, orang tua juga mengalami gejala
psikologis lain seperti ketakutan yang tidak beralasan.
Ketakutan yang tidak beralasan dialami oleh salah satu orang
tua anak autisme dikarenakan kekhawatiran akan bahaya yang
menimpa anaknya tanpa tahu apa penyebabnya hal ini dirasakan
oleh orang tua yang mengalami mimpi buruk mengenai
anaknya. Sedangkan ketiga orang tua dari keempat orang tua
146
tidak merasakan gejala psikologis serupa. (lihat bab IV, h. 115).
Dimana Individu yang mengalami stress merasakan ketakutan
yang tidak beralasan. Seringkali perasaan takut itu dapat
terbawa dalam mimpi-mimpi yang menyeramkan saat tidur
sehingga saat bangun tidur mestinya individu merasa segar,
tetapi karena mimpi-mimpi tersebut mengakibatkan saat bangun
tidur menjadi terasa lelah (lihat bab II, h. 44). Ketakutan yang
tidak beralasan disertai dengan mimpi-mimpi yang
menyeramkan merupakan indikasi dari stres tahap IV, dimana
individu pada tahap ini timbul perasaan ketakutan dan
kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya dan
juga mengalami gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-
mimpi yang menegangkan (lihat pada bab II, h. 48).
Sedangkan gejala psikologis lain yang dialami orang tua
terkait kondisi anak, orang tua merasakan adanya perasaan
gugup dan cemas. Hal tersebut biasanya dirasakan saat pertama
kali orang tua tau bahwa anaknya terindikasi berkebutuhan
khusus.Untuk orang tua pertama saat orang tua tahu bahwa
anaknya terindkasi autis sering mengunjungi terapis hingga
spiritual.ntuk orang tua yang kedua saat orang tua tahu bahwa
anaknya autis sering melakukan konsultasi dengan
dokter.sedangkan untuk orang tua ketiga adanya perasaan
gugup dan cemas karena kondisi anaknya yang belum bisa
mandiri. sedangkan salah satu orang tua dari keempat orang tua
tidak merasakan gejala gugup dan cemas (lihat bab IV, h. 111).
147
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dimana saat pertama
kali orang tua tau bahwa anaknya terindikasi berkebutuhan
khusus tentunya ada perasaan menolak, perasaan sedih, marah,
malu, merasa bersalah, cenderung mengasihani diri sendiri dan
depresi (lihat bab II, h. 32). Perasaan selalu gugup dan cemas,
merupakan indikasi individu yang mengalami stress saat
menghadapi permasalahan. Jika individu selalu gugup setiap
menghadapi masalah antara lain seperti contohnya saat akan
ujian mid semester, ujian, menghadap pimpinan, di mana
kondisi tersebut merupakan indikasi dari perasaan stress (lihat
bab II, h. 43). Perasaan gugup dan cemas merupakan indikasi
dari stress tahap V, dimana pada tahap ini individu Timbul
perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat,
mudah bingung dan panik (lihat bab II, h. 49).
Orang tua yang memiliki anak tunagrahita merasa malu dan
tertekan dengan stigma dari lingkungannya sehingga mereka
cenderung menyembunyikan anaknya (lihat bab II,h. 31). Hal
ini sejalan dengan gejala psikologis lain yang dirasakan orang
tua yang disebabkan karena kurangnya penerimaan dari
keluarga dan masyarakat seperti peka dan mudah tersinggung,
dan mengasingkan diri dari kelompok dan phobia. Gejala
psikologis pertama yang dirasakan orang tua karena kurangnya
penerimaan dari keluarga yaitu adanya perasaan peka dan
mudah tersinggung.Hal ini dirasakan oleh dua orang tua karena
kurangnya penerimaan yang dilakukan masyarakat kepada
148
anaknya yang berkebutuhan khusus.Untuk orang tua pertama
dikarenakan banyak yang memandang sebelah mata anak
autisme.Orang tua kedua dikarenakan keluarga yang tidak mau
menerima kehadiran anaknya ditengah-tengah mereka.
Sedangkan dua orang tua tidak merasakana gejala psikologis
serupa, salah satunya dikarenakan banyaknya support dan
penerimaaan yang didapatkan dari keluarga dan masyarakat
(lihat bab IV, h.114). Individu yang mengalami stress
perasaannya menjadi peka dan mudah tersinggung (sensitif).
Setiap hal yang ada di sekitarnya dirasakan selalu mengawasi
individu yang mengalami stress. Pada hal kondisi lingkungan
semua berjalan biasa dan tidak ada syak wasangka terhadap
individu yang sedang stress tersebut. Kondisi seperti itu dapat
menyebabkan individu yang mengalami stress selalu gelisah
perasaannya, dimana gejala secara fisik diwujudkan dengan
berjalan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas (lihat bab II, h.
44). Peka dan mudah tersinggung merupakan indikasi dari stress
tahap III, dimana individu pada tahap ini merasakan Perasaan
ketidak tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat
(lihat pada bab II, h. 47).
Disamping kurangnya penerimaan dari keluarga atau
masyarakat, orang tua juga merasakan gejala psikologis lain
seperti mengasingkan diri dari kelompok dan phobia. Hal ini
dirasakan oleh salah satu orang tua karena banyaknya yang
tidak bisa menerima kehadiran anak autisme, hal ini dialami oleh
149
orang tua anak autisme karena keluarga dari orang tua yang tidak
bisa menerima kehadiran anak autisme di tengah-tengah mereka.
Sedangkan tiga dari keempat orang tua tidak merasakan hal
serupa (lihat bab IV, h. 116). Seperti yang sudah dijelaskan
seblumnya bahwa kebanyakan orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus seperti autisme merasa malu dan tertekan
dengan stigma dari lingkungannya sehingga mereka cenderung
menyembunyikan anaknya (lihat bab II, h. 31). Individu yang
mengalami stress tampilan wajahnya selalu kusam, cemberut,
dan tatapan matanya kosong,sehingga tidak dapat gembira
menghadapi situasi lingkungan. Ada kecenderungan muncul
perasaan takut, bersalah, dan merasa tidak bermanfaat bagi
siapapun (lihat bab II, h. 45).
Dapat disimpulkan dari gejala psikologis yang dialami
orang tua anak berkebutuhuhan khusus di Yayasan Maryam
Karim dikarenakan kurangnya penerimaan dari masyarakat dan
juga dari keluarga, sehingga orang tua menjauhkan diri dari
lingkungan dan juga orang tua akan mengalami ketakutan
terkait kondisi dan masa depan anaknya.
2. Jenis Stres
a. Distress
Stres yang memberikan dampak buruk/negatif yang memicu
timbulnya stres. Sehinggga dapat menyebabkan masalah mental
dan kesehatan biasaya dihadapi orang tua anak autisme saat
mengalami stres secara berulang sehingga menyebabkan
150
masalah fisik dan mental (lihat bab II, h. 45). Dimana memiliki
anak dengan berkebutuhan khusus merupakan salah satu sumber
stres dan beban bagi orang tua baik dan berdampak pada fisik
maupun mental.menyatakan sumber stres adalah salah satunya
masalah anggota keluarga yang berkebutuhan khusus. Beban
yang dialami orang tua dengan anak autisme memunculkan
reaksi emosional didalam dirinya (lihat bab II, h.33). Hal ini
dirasakan oleh ketiga orang tua anak autisme.Orang tua pertama
karena anaknya tidak diterima oleh keluarga dari suaminya
sehingga menjadi tekanan bagi orang tua tersebut.Sedangkan
orang tua kedua, dikarenakan saat mengetahui bahwa anaknya
memiliki kelainan ginjal dan mengalam perceraian hingga orang
tua mengalami masa-masa kritis bersama anaknya hingga
masuk kerumah sakit.Untuk orang tua ketiga juga mengalami
masalah pada kesehatan karena kondisi anaknya yang suka
kejang-kejang. Sedangkan salah satu orang tua tidak merasakan
halyang sama. (lihat bab IV, h. 117).
b. Eustress
Eustress yang dialami orang tua anak autisme biasanya
dimaksudkan sebagai stress yang bersifat positif yang bertindak
sebagai motivasi diri dan orang tua bisa menerima stres dengan
pasrah atau hati yang terbuka (lihat bab II, h. 46). Dimana hal
tersebut dirasakan oleh salah satu orang tua bahwa beliau
sempat merasa terpukul memiliki anak autis, Cuma justru dari
kejadian yang menimpa anaknya dia banyak belajar bahwa
151
dengan melakukan pendalaman keagamaan dan juga
mengambil sisi positif dari setiap kejadian (lihat bab IV, h.
118).
Dapat disimpulkan bahwa distress merupakan stress
yang paling banyak dialami ibu dari anak autisme di yayasan
maryam karim dimana orang tua mengalami masalah mental
dan kesehatan, dikarenakan banyaknya beban pikiran yang
dirasakan orang tua terkait dengan kondisi anak tersebut.
Sedangkan salah satu orang tua merupakan jenis eustress
dimana hal yang dialami oleh orang tua dijadikan motivasi
untuk dirinya.
B. Kecemasan
Cemas merupakan suatu reaksi normal terhadap perubahan
lingkungan yang membawa ciri alam perasaan tidak nyaman dan
mengunggah seakan ada bahaya terhadap nyawa yang perlu di
elakkan (lihat bab II, h. 51). Hal tersebut dirasakan oleh dua orang
tua anak autisme.Untuk orang tua yang pertama kecemasan
disebabkan karena masyarakat yang tidak bisa menerima kehadiran
anak autisme yang membuat orang tua merasa tidak nyaman.Orang
tua kedua kecemasan disebabkan karena perilaku anaknya yang
menyimpang sehingga mendapatkan perlakuan yang buruk dari
teman-temannya. Sedangkan untuk dua orang tua tidak merasakan
hal yang serupa (lihat bab IV, h. 119). Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya sesuai dengan karakteristik anak autism
152
dimana anak autisme memiliki masalah dibidang emosi yaitu
terkadang mampu agresif dan mampu merusak benda-benda sekitar
(lihat bab II, h.66). Dapat disimpulkan bahwa kecemasan yang
dialami oleh orang tua anak autisme di yayasan maryam karim
diakibatkan karena masyarakat yang tidak bisa menerima dan juga
prilaku anak yang cenderung agresif.
Selain itu kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan anak
berekebutuhan khusus dibagi menjadi tiga jenis yaitu kecemasan
rasional, irrasional dan fundamental.Jenis kecemasan pertama yang
biasa dialami oleh orang tua anak autisme yaitu kecemasan rasional
yang merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang
mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakutan ini
dianggap sebagai unsure pokok normal dari mekanisme pertahanan
dasariah kita (lihat bab II, h. 52). Hal ini dirasakan oleh salah satu
orang tua anak autisme yang disebabkan karena penolakan yang
dilakukan oleh keluarganya suaminya sendiri dengan anak autisme
tersebut yang menyebabkan orang tua menjadi khawatir karena
takut akan diperlakukan tidak baik oleh keluarganya maka dari itu
orang tua akan merasa terancam jika anaknya dekat dengan
keluarga suaminya (lihat bab IV, h. 121).
Jenis kecemasan kedua yang dialami oleh orang tua anak autisme
yaitu kecemasan irrasional, Yang berarti bahwa mereka mengalami
emosi dibawah keadaan-keadaan spesifik yang biasanya tidak
dipandang mengancam (lihat babII, h. 52). Kecemasan irrasional
dirasakan oleh salah satu orang tua anak autisme hal tersebut
153
dikarenakan oleh mimpi orang tua yang membuatnya khawatir
terkait keadaaan yang akan menimpa anaknya padahal belum pasti
terjadi.(lihat bab IV, h. 121)
Yang terakhir jenis kecemasan yang biasa dialami oleh orang tua
anak autisme yaitu kecemasan fundamental. Merupakan suatu
pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, akan
kemanakan kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut
sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran
fundamental bagi kehidupan manusia (lihat bab II, h. 52).
Kecemasan ini sejalan dengan yang dirasakan oleh salah satu orang
tua anak berkebutuhan khusus seperti autisme, hal tersebut
dikarenakan orang tua memikirkan terkait masa depan dirinya dan
anaknya kelak jika orang tua tidak ada sedangkan anaknya belum
bisa mandiri sehingga membuatnya sering khawatir dan merasa
cemas. Sedangkan salah satu orang tua tidak merasakan jenis
kecemasan tersebut karena yang terpenting yaitu selalu berdoa
karena cemas menurutnya merupakan suatu penyakit (lihat bab IV,
h. 122). Dapat disimpulkan bahwa orang tua anak autisme di
yayasan maryam karim memiliki jenis kecemasannnya masing-
masing dengan pengertian yang berbeda hal ini sejalan dengan
ketakutan yang dialami oleh orang tua itu sendiri terhadap anaknya.
154
B. Permasalahan Sosial
1. Kondisi sosial dari Stres dan Kecemasan
Memiliki anak autisme ternyata tidak hanya berdampak kepada
psikis orang tua saja tetapi juga berdampak kepada kondisi sosial
orang tua.Ada yang berdampak terhadap lingkungan keluarga
seperti perceraian dan hubungan yang menjadi tidak harmonis dan
ada juga yang berdampak terhadap lingkungan masyarakat.Yang
pertama yaitu terhadap lingkungan keluarga seperti perceraian dan
hubungan yang menjadi tidak harmonis.Terkait dengan kondisi
sosial sehingga orang tua mengalami gejala fisik yaitu karena
keadaan anak yang membuat hubungan antara orang tua anak dan
anak tersebut menjadi tidak harmonis yaitu orang tua mengalami
pusing dan sakit kepala karena keadaan anak tersebut yang agresif
sehingga membuat anak sering berantem dengan salah satu orang
tuanya yang tentunya membuat salah satu orang tua mengalami
gejala tersebut (lihat bab IV, h. 101). Gejala kedua karena
perceraian dimana yang saya temukan terkait dengan kondisi sosial
sehingga orang tua mengalami gejala fisik yaitu karena orang tua
memikirkan kondisi anak ditambah suami yang meminta bercerai
karena tidak bisa menerima kondisi anaknya , untuk itu pasca
perceraian orang tua jadi mengkonsumsi kafein yang berdampak
terhadap pencernaan karena beban yang dihadapinya untuk itu
orang tua mengalami gejala fisik seperti gangguan pencernaan
(lihat bab IV, h. 107). Disamping itu ada juga orang tua karena
155
kondisi lingkungan keluarga mengalami gejala psikologis seperti
menjauhkan diri dari kelompok atau phobia, seperti yang dirasakan
oleh salah satu orang tua karena keluarga dari bapak orang tua
tersebut tidak bisa menerima anaknya bahkan sampai menghujatnya
untuk itu orang tua menjadi jauh dengan keluarga dari bapaknya
dan merasa takut dengan keluarga bapaknya tersebut (lihat bab IV,
h. 116). Selanjutnya terkait dengan kecemasan ada juga yang
berpengaruh Karena kondisi lingkungan keluarga seperti sehingga
orang tua mengalami kecemasan yaitu karena kondisi anak yang
seperti itu bahkan keluarga menganggap anak tersebut sebagai
penyakit menular sehingga diperlakukan tidak adil untuk itu orang
tua mengalami kecemasan (lihat bab IV, h. 119). Selain itu ada juga
yang Karena pengaruh dari lingkungan masyarakat yaitu membuat
orang tua mengalami kecemasan karena anaknya pernah mengalami
pembulian dari temannya saat anaknya masih TK dulu sehingga
orang tua tidak lagi mau bergabung dari TK tersebut karena cemas
terkait dengan anaknya yang mengalami pembulian tersebut (lihat
bab IV, h. 120).
2. Kondisi sosial ekonomi
Berdasarkan yang telah penulis paparkan sebelumnya bahwa
beban yang dirasakan keluarga ketika memiliki anak tunagrahita
berkaitan dengan ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi
fungsi ekonomi. Keluarga akan dihinggapi perasaan cemas tentang
masa depan pembiayaan anak, terkait dengan kemunduran
produktivitas kepala keluarga dan kekhawatiran bahwa karena
156
keterbatasan yang dimilikinya sehingga anak tidak mampu
berfungsi optimal secara ekonomis (lihat bab II, h. 37).
Setiap individu atau masyarakat pasti menginginkan status
sosial ekonomi yang lebih baik.Namun pada kenyataannya masih
banyak individu atau masyarakat yang berstatus sosial ekonomi
rendah. Kondisi sosial ekonomi merupakan salah satu faktor
penyebab stress, seperti penjelasan dari keempat orang tua anak
autisme yang sebelumnya memiliki status sosial ekonomi yang
mapan tetapi tiba-tiba mengalami kemerosotan yang menyebabkan
turunnya status sosial ekonomi. Orang tua yang pertama
dikarenakan mengalami kemerosotan karena suaminya di PHK
sedangkan beliau harus mengurus anaknya dengan biaya yang besar
karena keadaan itulah membuat orang tua menjadi malu dengan
keluarganya. Sedangkan untuk orang tua kedua mengalami masalah
ekonomi karena beliau harus berhenti bekerja dari lembaga
keuangan karena harus mengurus anaknya sedangkan istrinya sibuk
bekerja dan tidak ada yang mengurus anaknya(lihat bab IV, h. 123).
Hal ini sejalan dengan bahwa keluarga juga mengalami masalah
lain seperti harus mengurangi jam kerjanya atau bahkan sampai
berhenti bekerja untuk merawat anggota keluarganya yang
disabilitas (lihat bab II, h. 32).Untuk orang tua yang ketiga
mengalami masalah ekonomi pasca bercerai dengan suaminya
karena suami yang tidak bisa menerima keadaan anak ditambah
pembiayaan anak yang besar untuk itu salah satu orang tua ingin
fokus untuk kesembuhan anaknya dan memilih membuka usaha
157
sendiri dirumah. Untuk orang tua keempat sama seperti orang tua
ketiga yaitu mengalami masalah ekonomi pasca bercerai dengan
suaminya karena suami yang tidak bisa menerima anak disamping
pembiayaan yang besar (lihat bab IV, h. 123). Dapat disimpulkan
bahwa orang tua anak autisme di yayasan maryam karim memiliki
masalah keadaan sosial ekonomi dikarnakan mengalami
kemerosotan dari segi ekonomi baik dari pekerjaan maupun usaha
dan juga perceraian. Dimana Perencana Keuangan Safir Senduk
mengatakan, bercerainya pasangan suami-istri akan menyisakan
dampak bagi kondisi finansial keluarga, yakni kedua pasangan dan
juga anak.Utamanya karena salah satu pasangan akan kehilangan
sumber pencari nafkah, lantaran keuangan masing-masing setelah
bercerai telah terpisah meskipun ada perjanjian yang mungkin
sudah disepakati oleh kedua pasangan (lihat bab II, h. 34).
Status sosial ekonomi menggambarkan tentang kondisi
seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi ekonomi,
gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan
(lihat bab II, h. 53). Hal ini sejalan dengan yang sudah penulis
temukan sebelumnya bahwa penulis melakukan klasifikasi
berdasarkan tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan orang
tua di yayasan maryam karim.
Terkait pekerjaan orang tua anak autisme di yayasan maryam
karim sebagai informan penulis mengidentifikasi terkait status
pekerjaan orang tua berdasarkan hasil dokumentasi dari yayasan
tersebut dengan pekerjaan yang berbeda-beda. Untuk orang tua
158
pertama beliau bekerja sebagai Dokter gigi klinik di Jakarta dengan
pekerjaan beliau menunjukkan status sosial ekonomi tinggi (lihat
bab IV, h. 125). Hal ini sejalan bahwa pekerjaan yang menunjukkan
status sosial ekonomi tinggi yaitu PNS golongan IV ke atas,
pedagang besar, pengusaha besar, dokter (lihat bab II, h. 54). Orang
tua kedua beliau bekerja sebagai pedagang dengan menjual baju-
baju seperti kemeja, koko dan lain sebagainya dengan pekerjaan
yang menunjukan status sosial ekonomi rendah karena tidak
memiliki toko pribadi dengan pendapatan yang tidak menentu atau
dibawah rata-rata. Sedangkan untuk suaminya bekerja sebagai
dosen difakultas swasta dengan status ekonomi yang sedang (lihat
bab IV, h. 125). Hal ini sejalan dengan bahwa Pekerjaan yang
menunjukkan status sosial ekonomi rendah adalah tukang
bangunan, tani kecil, buruh tani, sopir angkutan, dan pekerjaan lain
yang tidak tentu dalam mendapatkan penghasilan tiap bulannya
(lihat bab II, h. 55). Untuk orang tua ketiga beliau bekerja sebagai
pengusaha toko tanaman seperti bunga dengan pekerjaan yang
menujukan status sosial ekonomi sedang. Sedangkan istrinya
bekerja sebagai dokter umum disalah satu rumah sakit (lihat bab IV,
h. 126). Hal ini sejalan bahwa Pekerjaan yang menunjukkan status
sosial ekonomi sedang adalah pensiunan PNS golongan IV A ke
atas, pedagang menengah, PNS golongan IIIb-IIId, guru SMP
/SMA, TNI, kepala sekolah, pensiunan PNS golongan IId-IIIb, PNS
golongan IId-IIIb, guru SD, usaha toko (lihat bab II, h. 55).
Sedangkan untuk orang tua keempat sama seperti orang tua
159
ketigadengan menunjukan status sosial ekonomi sedang dalam
pekerjaan bahwa beliau membuka usaha konsultan sendiri (lihat
bab IV, h. 126).
Selain pekerjaaan, terdapat juga tingkat pendidikan orang tua
yang penulis mengidentifikasi terkait tingkat pendidikan orang tua
berdasarkan hasil dokumentasi dari yayasan tersebut.Dalam
kehidupan manusi pendidikan berperan penting, pendidikan dapat
bermanfaat seumur hidup manusia. Diharapkan seseorang dengan
pendidikan, dapat membuka pikiran untuk menerima hal-hal baru
baik berupa materi, teknologi, sistem teknologi maupun berupa ide-
ide baru serta bagaimana cara berpikir secara alamiah untuk
kelangsungan hidup dan kesejahteraan dirinya, masyarakat dan
tanah airnya. (lihat bab II, h. 55). Telah penulis paparkan pada bab
sebelumnya bahwa keempat orang tua memiliki tingkat pendidikan
yang tinggi yaitu S1 dan paling rendah yaitu D3 yaitu untuk orang
tua kedua (lihat bab IV, h. 126). Hal ini sejalan dengan undang-
undang No. 2 tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pengukuran tingkat pendidikan formal yang menyebutkan bahwa
tingkat pendikan sangat tinggi, yaitu minimal pernah menempuh
pendidikan tinggi seperti perguruan tinggi (lihat bab II, h. 56).
Disamping pekerjaan dan pendidikan, penulis juga
mengidentifikasi pendapatan yang diperoleh dari hasil wawancara
yang dilakukan kepada keempat orang tua. Untuk orang tua yang
pertama dengan pendapatan kurang lebih 11-12 juta perbulan
dengan pengeluaran yang tidak sebanding dengan pendapatan
160
dengan status pendapatan yang sangat tinggi (lihat bab IV, h. 128).
Penulis menggolongkan pendapatan berdasarka BPS (Badan Pusat
Statistik) bahwa Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika
pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000 per bulan.(lihat bab
II, h. 56) Untuk orang tua kedua mebuka usaha kecil-kecilan seperti
menjual berbagai macam pakaian-pakaian dengan pendapatan
maksimal 1,5 juta perbulan dan termasuk golongan yang rendah.
Sedangkan suami bekerja sebagai dosen di salah satu universitas
swasta dengan pendapatan 4 juta perbulan (lihat bab IV, h. 128).
Hal ini sejalan bahwa Golongan pendapatan rendah adalah jika
pendapatan rata-rata Rp. 1.500.000 per bulan (lihat bab II, h.57).
Selanjutnya untuk orang tua ketiga memiliki pendapatan sekitar 12
juta perbulan dengan membuka usaha konsultan trainer tetapi yang
menunjukan status pendapatan yang sangat tinggi.untuk orang tua
terakhir dengan memiliki total pendapatan sebanyak kurang lebih 6
juta perbulan dan istri memiliki total pendapatan sebanyak 12 juta
perbulan dengan status pendapatan yang sangat tinggi (lihat bab IV,
h. 129). Dapat disimpulkan bahwa masalah sosial ekonomi yang
dialami orang tua di yayasan maryam karim paling dominan
disebabkan karena pekerjaan dan pendapatan dimana orang tua
yang penulis wawancarai ada orang tua yang memiliki tingkat
pekerjaan dan pendapatan yang rendah.
161
BAB VI
PENUTUP
Dalam bab ini membahas kesimpulan dari hasil penelitian yang
telah penulis lakukan, implikasi dari hasil penelitian, dan saran.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan
psikososial orang tua anak penyandang autisme di Yayasan Maryam
Karim Depok, penulis dapat menyimpulkan berdasarkan fokus
penelitian sebagai berikut. Dalam hal ini stress yang di rasakan orang
tua anak autisme di Yayasan Maryam Karim disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu internal dan eksternal. Untuk internal mengutip dari
Pujiastuti bahwa faktor internal merupakan faktor dari dalam diri
sendiri.Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari
lingkungan, yang merupakan keseluruhan fenomena fisik atau sosial,
meliputi lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya dan masyarakat.
Faktor keluarga meliputi fungsi keluarga, pola hubungan orang tua-
anak, serta kelas sosial dan status ekonomi.
Dalam hal ini permasalahan psikososial yang dirasakan ketika
memiliki Anak Autisme adalah stress. Dari segi pemahaman orang tua
mengenai stress keempat orang tua anak berekebutuhan khusus
memiliki pemahaman yang baik meskipun sedikit ragu tapi mereka bisa
menjawab dengan baik. Menurut mereka stress merupakan suatu
kekecewaan yang mereka rasakan ketika mereka mengetahui bahwa
162
mereka memiliki Anak Berkebutuhan Khusus seperti autisme karena
umumnya mereka mengharapkah mempunyai anak yang normal.
Gejala fisik yang dirasakan oleh orang tua di yayasan maryam
karim disebabkan oleh faktor eksternal, seperti kondisi dan prilaku
anak yang agresif, beban dalam merawat ABK dan kondisi ekonomi.
Untuk kondisi dan perilaku anak yang agresif menyebabkan orang tua
merasakan gejala fisik seperti pusing dan sakit kepala, tangan dan kaki
terasa dingin, susah tidur dan sesak nafas. Selain karena kondisi dan
perilaku anak yang agresif yang menyebabkan gejala fisik ada juga
dikarenakan kondisi ekonomi dan beban dalam merawat ABK yaitu
ketegangan pada otot, gangguan menstruasi, gangguan pada pencernaan
dan tekanan darah tinggi. Gejala fisik yang dirasakan oleh orang tua
Anak Autisme di yayasan maryam karim,paling di dominasi oleh ibu
dimana mengacu pada sebuah studi bahwa derajat stress ibu lebih
tinggi dirasakan oleh ibu dibandingkan ayah, sedangkan terdapat juga
faktor lain yang menyebabkan gejala fisik stress yang dirasakan oleh
orang tua yaitu karena perceraian. Sedangkan untuk gejala fisik seperti
gangguan jantung dan gangguan seksual (impoten) orang tua tidak
merasakan hal tersebut karena anak mereka yang berkebutuhan khusus.
Terkait dengan gejala fisik juga dapat dikaji berdasarkan tahapan stress
dimana stres tahap II orang tua mengalami ketegangan pada otot. Stress
tahap III, orang tua mengalami susah tidur, dan gangguan pada sistem
pencernaan. Stres tahap VI, orang tua mengalami tangan dan kaki
terasa dingin, sesak nafas dan jantung berdebar-debar.
163
Terkait gejala psikologis yang dirasakan oleh orang tua di
yayasan maryam karim disebabkan oleh faktor internal dan eksternal,
seperti pemikiran orang tua terkait masa depan anak dan kondisi anak,
sulitnya dalam merawat ABK, reaksi orang tua saat pertama kali
memiliki ABK dan juga kurangnya penerimaan dari keluarga atau
masyarakat. Gejala psikologis yang dirasakan orang tua di yayasan
maryam karim terkait sulitnya dalam merawat anak autisme karena
berperilaku agresif dan pemikiran terkait masa depan anak dan kondisi
ditandai oleh masalah penampilan dan kelelahan yang hebat, pemusatan
diri yang berebihan (merenung), ketakutan yang tidak beralasan dan
adanya perasaan gugup dan cemas. Sedangkan gejala psikologis lain
yang dirasakan orang tua yang disebabkan karena kurangnya
penerimaan dari keluarga dan masyarakat seperti peka dan mudah
tersinggung, dan mengasingkan diri dari kelompok dan phobia. Untuk
gejala psikologis stress, pernah dirasakan oleh keempat orang tua
diyayasan maryam karim. Terkait dengan gejala psikologis juga dapat
dikaji berdasarkan tahapan stres. Yang pertama stres tahap III yaitu
orang tua merasakan peka dan mudah tersinggung yang dirasakan oleh
dua orang tua dari keempat orang tua. Stres tahap IV dimana orang tua
mengalami pemusatkan diri yang berlebihan (merenung) yang
dirasakan oleh tiga orang tua dari keempat orang tua, ketakutan yang
tidak beralasan disertai dengan mimpi-mimpi yang menyeramkan
dirasakan oleh salah satu orang tua dari keempat orang tua. Stres tahap
V, dimana orang tua merasakan kelelahan yang hebat dirasakan oleh
dua orang tua dari keempat orang tua dan penampilan dan kemampuan
164
kerja menurun dirasakan oleh salah satu orang tua dari keempat oragtua
dan juga adanya perasaan gugup dan cemas dirasakan oleh tiga orang
tua dari keempat orang tua.
Sedangkan secara sosial ada yang berdampak terhadap
lingkungan keluarga seperti perceraian dan hubungan yang menjadi
tidak harmonis dan ada juga yang berdampak terhadap lingkungan
masyarakat. Gejala fisik yang pertama karena kondisi sosial yaitu
karena keadaan anak yang membuat hubungan antara orang tua anak
dan anak tersebut menjadi tidak harmonis yaitu pusing dan sakit kepala
dirasakan oleh salah satu orang tua dari keempat orang tua. Selanjutnya
karena perceraian orang tua mengalami gejala fisik seperti gangguan
pencernaan yang dirasakan oleh salah satu orang tua dari keempat
orang tua. Sedangkan untuk gejala psikologis karena kondisi
lingkungan keluarga seperti menjauhkan diri dari kelompok atau
phobia dirasakan oleh salah satu orang tua dari keempat orang tua.
Terkait dengan kecemasan ada juga yang berpengaruh Karena kondisi
lingkungan keluarga sehingga orang tua mengalami kecemasan, hal ini
dirasakan oleh salah satu orang tua dari keempat orang tua. Terkait
dengan kecemasan ada juga yang karena pengaruh dari lingkungan
keluarga, dirasakan oleh saah satu orang tua dari keempat orang tua.
Disamping gejala-gejala yang dirasakan terdapat juga jenis stress
yang dialami orang tua diantaranya distress dan eustress. Eustress
dimaksudkan sebagai stress yang bersifat positif, dan jenis stress tersebut
dirasakan oleh salah satu orang tua Anak Autisme . Sedangkan untuk distress
dimaksudkan sebagai stress yang bersifat negatif dirasakan oleh tiga orang
tua anak autisme. Berarti dapat disimpulkan bahwa jenis stress yang paling
165
banyak dirasakan oleh orang tua anak autisme yaitu distress atau stress yang
bersifat negatif yang menyebabkan masalah kesehatan atau stress dan hal
tersbut dikarenakan banyaknya beban pikiran yang dirasakan orang tua
terkait dengan kondisi anak tersebut.
Terdapat juga faktor penyebab stress yaitu kecemasan dan kondisi
sosial ekonomi. Stress yang disebabkan oleh kecemasan dirasakan oleh dua
orang tua anak autisme dari keempat perwakilan orang tua, kecemasan yang
dirasakan oleh orang tua anak autisme disebabkan karena timbulnya perasaan
tidak nyaman pada diri orang tua karena masyarakat yang tidak bisa
menerima kehadiran anak tersebut. Selain itu kecemasan yang dialami
oleh orang tua dengan anak berekebutuhan khusus dibagi menjadi tiga
jenis yaitu kecemasan rasional, irrasional dan fundamental.Kecemasan
rasional yang dirasakan oleh salah satu orang tua dikarenakan
penolakan yang dilakukan oleh keluarga terhadap anaknya.Kecemasan
irrasional yang di rasakan oleh salah satu orang tua karena mimpi buruk
terkait anaknya yang membuat orang tua merasa khawatir. Kecemasan
fundamental yang dirasakan oleh salah satu orang tua dikarenakan
terkait masa depan dirinya dan anaknya. Sedangkan salah satu orang
tua dari keempat orang tua tidak merasakan hal yang sama. Hanya tiga
orang tua yang mengalami kecemasan ini, dengan masing-masing
kecemasan dialami oleh salah satu orang tua anak autisme.
Selain kecemasan, terdapat juga stres yang disebabkan oleh
kondisi sosial ekonomi. Ketiga orang tua dari keempat orang tua pernah
merasakan kemerosotan dari segi ekonomi, dua diantaranya harus
berhenti dari pekerjaannya karena harus fokus merawat anak mereka
yang berkebutuhan khusus, disamping karena permasalahan lain seperti
166
bersamaan dengan karena suami yang di PHK, ada yang disebabkan
karena bidang usahanya yang mengalami kegagalan dan ada orang tua
yang disebabkan karena perceraian. Faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya status ekonomi di masyarakat diantaranya bisa dilihat dari
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan pendapatan.Terkait tingkat
pendidikan orang tua, keempat orang tua anak autisme memiliki status
tingkat pendidikan yang sangat tinggi dengan minimal pendidikan yang
ditempuh yaitu D3.Untuk jenis pekerjaan orang tua, satu orang tua
yang saya wawancarai memiliki status pekerjaan yang tinggi dan
duanya sedang, sedangkan satu orang tua memiliki status pekerjaan
yang rendah. Yang terakhir terkait pendapatan orang tua anak autisme,
tiga diantaranya memiliki pendapatan yang tinggi, sedangkan satu
orang tua memiliki pendapatan yang rendah.
B. Implikasi
Penelitianyang dilakukan tanpa adanya manfaat untuk orang
lain tentu merupakan hal yang sia-sia. Dalam penelitian ini penulis
berharap yang telah dilakukan dapat bermanfaat baik dari segi teoritis
maupun praktis. Adapun implikasi dari penelitian ini yang dapat
bermanfaat untuk kedepannya adalah
1. Teoritis
Dari segi teoritis penulis megharapkan bahwa penelitian ini
dapat bermanfaat bagi akademisi maupun keluarga yang memiliki anka
berkebutuhan khusus yang membaca penelitian ini. Adapun implikasi
dari segi teoritis adalah berdasarkan teori Lazarus dan Folkman model
dari stress dan coping dalam keluarga mengatakan orang tua yang
167
mempunyai anak cacat menunjukkan berbagai masalah psikososial
termasuk depresi berawal dari stres, kecemasan, dan perilaku marah
karena menghadapi berbagai kesulitan yang parah dalam merawat
kebutuhan anak-anak mereka serta adanya perasaan pesimis tentang masa
depan anak. Untuk itu diharapkan keluarga dapat mengenali hal-hal
yang termasuk masalah psikososial terutama orang tua Anak anak
autisme.
2. Praktis
Dari segi praktis, penulis mengharapkan bahwa penelitian ini
dapat bermanfaat bagi praktisi, keluarga dan lembaga yang bergerak
dalam bidang berkebutuhan khusus seperti autisme.Khususnya untuk
anak-anak, adapun implikasi dari segi praktis adalah.
a. Yayasan Maryam Karim dapat mengatasi permasalahan psikososial
yang dialami oleh orang tua anak autisme yaitu dengan adanya
parenting skill dalam memperbaiki hubungan dengan anak mereka
dan orang tua dapat diskusi terkait masalah yang sedang dihadapi.
b. Yayasan Maryam Karim dapat mengatasi masalah psikososial dari
segi ekonomi dengan adanya subsidi silang dengan memberlakukan
diskon keringanan.
c. Yayasan Maryam Karim dapat mengatasi masalah psikososial dari
segi kecemasan dengan adanya program Individual Program dalam
menggali minat, bakat dan melatih kemandiiran Anak
Berkebutuhan Khusus seperti autisme sehingga anak tersebut dapat
berkembang dengan baik.
168
3. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis,
untuk dapat mengatasi masalah psikososial yang dialami oleh orang tua
anak autisme dalam hal ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran
akademis, praktis dan kepada peneliti selanjutnya.
a. Akademis
Dalam memahami permasalahan psikososial terhadap orang tua
anak autisme. Sebaiknya, kita dapat memperdalam teori mengenai
permasalahan psikososial terhadap orang tua anak autisme dari berbagai
sudut pandang seperti para ahli atau akademisi lainnya sehingga kita
dapat memahami masalah psikososial lebih dalam lagi terutama terkait
aspek-aspek yang menjadi masalah psikososial tersebut.Hal ini karena
permasalahan psikososial bukan hanya masalah mengenai stress,
kecemasan dan kondisi sosial ekonomi tetapi dapat berpotensi
terjadinya gangguan jiwa seperti depresi dan sebagainya.
Mengenai referensi yang dapat dijadikan rujukan mahasiswa
dalam menambah pengetahuan mengenai masalah psikososial terhadap
orang tua anak autisme. Penulis menganggap bahwa dalam penulisan
skripsi ini penulis masih mengalami kesulitan dalam mencari referensi.
Penelitian ini menjelaskan bagaimana orang tua anak autisme
dapat mengalami permasalahan psikososial yaitu stress, kecemasan dan
juga kondisi sosial ekonomi, maka peneliti selanjutnya diharapkan
dapat mengkaji lebih dalam lagi mengenai permasalahan psikososial
dari berbagai sisi.
169
Penelitian mengenai permasalahan psikososial terhadap orang
tua Anak Autisme ini dilakukan pada orang tua anak autisme yang orang
tua anaknya yang bersekolah di Yayasan Maryam Karim, maka peneliti
selanjutnya bukan hanya kepada orang tua tetapi kepada saudara
kandung yang mempunyai ikatan darah dengan Anak Autisme dan juga
dapat meneliti di lembaga lain yang memiliki cangkupan lebih luas
dengan ABKnya bukan hanya autisme.
b. Praktis
Sebagai wadah bagi Anak Berkebutuhan Khusus seperti
autisme, orang tua dan siapapun yang peduli dengan Anak Autisme,
sebaiknya Yayasan Maryam Karim dapat menambahkan tenaga atau
dukungan terakit dalam mengatasi permasalahan psikososial. sebagai
bentuk dukungan diharapkan Yayasan Maryam Karim bahwa
keluargakhususnya orang tua tidak berjuang sendirian dan bisa saling
bertukar pikiran dengan ditambahkannya seorang Pekerja Sosial dalam
mengembalikan keberfungsian keluarga, dan juga kita dapat
mengetahui apa saja kebutuhan yang diharapkan oleh orang tua Anak
Autisme tersebut.
Selain itu program kegiatan untuk orang tua yang ada di
yayasan maryam karim dalam mengatasi permasalahan psikososial
hanya terpaku kepada program parenting skill, diharapkan kedepannya
dapat ditambahkan lagi program dalam mengatasi permasalahan
keluarga seperti konseling keluarga yang memfokuskan pada masalah-
masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan
penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga.
170
Daftar Pustaka
A. Sumber Buku
Afifudin. 2009. Metodologi Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Agung, Lilik. 2007. Human Capital Competencies. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Amir. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Almnshur, Fauzan dan M. Djunaidi Ghony. 2012. Metode Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Amandemen Undang-Undang Perlindungan Anak. 2015. UU RI No. 35
Tahun 2014. Jakarta: Redaksi Sinar Grafika.
Anas, Sudijono. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
CMHN. 2006. Modul Community Mental Health Nursing. Jakarta: FIK
UI.
Departement of General Practice. Prevalence And Management of
Psychosocial Problems in Primary Care in Flanders. KU Leuven,
t.t.
Friedman, M.MM., Dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga
Riset, Teori dan Praktik. 5 ed. Jakarta: EGC.
171
Goode ,William J. 1991. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara.
Gunawan ,Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2014. Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia. Ed.2 . Jakarta: Salemba Medika.
Ihromi. 2013. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Iskandar, Dadang Narsim. 2015. Penelitian Tindakan Kelas dan
Publikasinya. Cilacap: Ihya Media.
Ismail, Asep Usman. 2012. Al-Quran dan Kesejahteraan Sosial Sebuah
Rintisan Membangun Paradigma Sosial Islam yang Berkeadilan
Dan Berkesejaahteraan. Tangerang: Lentera Hati.
Moleong ,Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Pedak, Mustamir. 2009. Metode Supernol Menaklukan Stress. Jakarta:
Hikmah Publishing House.
Ponijo. 2010. Modul Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Direktoral Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini.
Proyek Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 1984. Petunjuk
Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa. Jakarta: DEPDIKBUD.
Qomari. 2010. Al-Qur’an terjemah pararel Indonesia Inggris. Solo: Al-
Qur’an Qomari.
S, Abdullah T. 1993. Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Setiono, Kusdwiratri. 2011. Psikologi Keluarga. Bandung: Alumni.
172
Soeharton, Irwan. 199. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT
Refika Aditama. Cet. 1.
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Pers. Cet 12.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Indonesia: Alfabeta.
Sudijono, Anas. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta:
Rajawali pers
Sukardi, 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetisi dan
Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.
Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Edisi 7.
Umar, Husein. 2013. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis.
Jakarta: Rajawali.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002. 2003.
Surabaya: Kesindo Utama.
Yuwono,Joko. 2009. Memahami Anak Autistik. 1 ed. Bandung:
Alfabeta.
Yakub. 2012. Pengantar Sistem Informasi. Yogyakarta. Graha Ilmu.
173
B. Sumber Jurnal/Artikel
Ariesta, Ayu. 2016. Kecemasan Orang Tua terhadap Karier Anak
Berkebutuhan Khusus. Vol. 4 No. 5. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Desriyani, Susi, Dkk. 2019. Burden Of Parents In Children With
Disability At Sekolah Luar Biasa Negeri Cileunyi. Fakultas
Keprewatan: Universitas Padjajaran
Farrell, Anne F. dan Gloria L. Krahn. 2014. Family Life Goes On:
Disability in Contemporary Families, NCFR. University of
Connecticut: Family Relation.
Harris, John dan Vicky hite. 2013. Dictionary of Social Work & Social
Care. 1 ed. United Kingdom: Oxford University Press.
Hasanah, Uswatun, dan Sofia Retnowati. 2017. Dinamika Resiliensi
Ibu Single parent dengan Anak Tuna Ganda. Vol. 3 No. 3.
Universitas Gajah Mada: Fakuultas Psikologi.
Hawari, Dadang. 2013. Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2014. Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia, 2 ed. Jakarta: Salemba Medika.
Indrawati, Endang Sri. 2015. Status Sosial Ekonomi dan Intensitas
Komunikasi Keluarga pada Ibu Rumah Tangga di Panggung
Kidul Semarang Utara. Vol. 14 No.1. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Kusumastuti, Astri Nur. 2014. Stres Ibu Tunggal yang Memiliki Anak
Autis. Vol. 2 No. 7. Jawa Barat: Universitas Gunadarma.
174
Leahey, Maureen dan Lorraine M. Wright. 1987. Families &
Psychosocial Problems. Series. United States Of America: Keith
Lassner
Lisnayant, Ni Wayan, Dkk. 2015. Hubungan Tingkat Harga Diri (Self-
Esteem) Dengan Tingkat Ansietas Orang Tua dalam Merawat
Anak Tunagrahita di Sdlb C Negeri Denpasar. Vol. 3 No. 2.
Universitas Udayana: Fakultas Kedokteran.
Melmuyani, Yani dan Caryoto. Media Pembelajaran Adaptif. Jakarta:
Luxima Metro Media, 2013.
Maulina, Bania. 2017. Tingkat Stress Ibu yang Memiliki Anak
Penyandang Retardasi Mental. Vol. 6 No. 2. Indonesia: Wahana
Inovasi.
Mangunsong, Frieda. 2014. Psikologi dan Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Depok: LPSP 3 UI.
Munayang, Herdy, Dkk.2012. Depresi pada Ibu-ibu yang Mempunya
Anak Cacat yang Bersekolah di Yayasan Pembinaan (YPAC)
Manado. Vol.4 No.3. Manado: Biomedik.
Na’imah, Tri Dkk. 2017. Orientasi Happiness Pada Orang Tua yang
Memiliki Anak Tunagrahita Ringan. Vol. 16 No. 7.
Rachmawati, Sarah Nur dan Achmad Mujab Masykur. 2016.
Pengalaman Ibu yang Memiliki Anak Down Syndrome. Vol. 5 No.
4. Semarang: Unversitas Diponegoro.
Pioh, Efanke Y. Pioh. 2017. Peran Pengasuh dalam Meningkatkan
Kemandirian Anak Disabilitas Netra di Panti Sosial Bartemeus
Manado. Vol. 6 No.1. Manado: Acta Diurna.
175
Pujiastuti, Endah, Eddy Fadlyana, dan Herry Garna. 2013.
Perbandingan Masalah Psikososial pada Remaja Obes dan Gizi
Normal Menggunakan Pediatric Symptom Checklist (PSC)-17”.
Vol. 15 No.4.Indonesia: Sari Pediatri.
Sukadiyanto. 2010. Stress dan Cara Menguranginya. Universitas
Negeri Yogykarta: Fakultas Ilmu Kedokteran.
Yahya, Wan Saniah Wan. Stress dalam Kehidupan. Universiti Malaysia
Perlis, t.t.
Joko Yuwono. 2009. Memahami Anak Autistik, 1 ed. Bandung:
Alfabeta.
C. Sumber Website
https://www.ypedulikasihabk.org/2017/11/06/anak-berkebutuhan-
khusus-bukan-tertinggal-hanya-berbeda/
http://dinsos.pringsewukab.go.id/index.php/2018/05/01/dinas-sosial-
ingin-tangani-
https://www.kajianpustaka.com/2018/07/pengertian-jenis-dan-hak-
penyandang-disabilitas.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Tunaganda
https://www.dkampus.com/2016/02/konsep-dan-kriteria-status-sosial-
ekonomi/
https://finance.detik.com/perencanaan-keuangan/d-3804191/ini-
dampak-perceraian-ke-keuangan-keluarga
Lampiran
Pedoman Wawancara Orang Tua Perempuan (Ibu)
Tanggal :
Waktu :
Lokasi :
1) Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Asal :
Pendidikan Terakhir :
Status :
2) Transkip Wawancara
1) Sejak kapan Ibu tahu anak ibu Berkebutuhan Khusus?
2) Bagaimana perasaan setelah mengetahui bahwa ibu
memiliki Anak Berkebutuhan Khusus? Apakah itu perasaan
cemas, takut, marah atau sedih?
3) Menurut ibu stress itu seperti apa?
4) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik pusing dan sakit
kepala yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
5) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik susah tidur yang
Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang berkebutuhan
khusus?
6) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik tekanan darah
tinggi (hipertensi) yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
7) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik sesak napas yang
Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang berkebutuhan
khusus?
8) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik telapak tangan dan
kaki terasa dingin yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
9) Apakah Ibu pernah memiliki riwayat gangguan jantung
yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
10) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik ketegangan pada
otot yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
11) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik gangguan pada
pencernaan yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
12) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik gangguan pada
menstruasi yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
13) Apakah Ibu sering mengalami masalah masalah pada
penampilan, kemampuan kerja menurun atau kelelahan yang
hebat yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
14) Apakah Ibu sering mengalami masalah adanya perasaan
gugup dan cemas yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
15) Apakah Ibu sering mengalami berupa pemusatan diri yang
berlebihan (merenung) yang Ibu rasakan saat mengasuh
anak ibu yang berkebutuhan khusus?
16) Apakah Ibu sering mengalami berupa seperti peka dan
mudah tersinggung yang Ibu rasakan saat mengasuh anak
ibu yang berkebutuhan khusus?
17) Apakah Ibu sering mengalami seperti ketakutan yang tidak
beralasan yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
18) Apakah Ibu sering mengalami seperti mengasingkan diri dari
kelompok dan phobia yang Ibu rasakan saat mengasuh anak
ibu yang berkebutuhan khusus?
19) Apa saja hal yang membuat ibu sering merasa tidak nyaman
yang membuat khawatir terkait Anak Ibu yang
berkebutuhan khusus?
20) Apasaja yang paling menjadi sumber kecemasasan terkait
anak ibu sehingga membuat ibu menjadi sakit?
Jawab:
21) Apasaja Ibu pernah mengalami kecemasan terkait anak?
22) Apakah Ibu pernah mengalami kemerosotan dalam hal
ekonomi? Alasannya apa?
23) Berapa jumlah pendapatan Ibu dalam bekerja? Apakah ada
ketidaksesuaian antara pendapatan dengan pembiayaan
anak?
Pedoman Wawancara Orang Tua Laki-laki (Bapak)
Tanggal :
Waktu :
Lokasi :
1) Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Asal :
Pendidikan Terakhir :
Status :
2) Transkip Wawancara
1) Sejak kapan Bapak tahu anak Bapak Berkebutuhan Khusus?
2) Bagaimana perasaan setelah mengetahui bahwa bapak
memiliki Anak Berkebutuhan Khusus? Apakah itu perasaan
cemas, takut, marah atau sedih?
3) Menurut bapak stress itu seperti apa?
4) Apakah bapak sering mengalami sakit fisik pusing dan sakit
kepala yang Bapak rasakan saat mengasuh anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
5) Apakah bapak sering mengalami sakit fisik susah tidur yang
bapak rasakan saat mengasuh anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
6) Apakah bapak sering mengalami sakit fisik tekanan darah
tinggi (hipertensi) yang bapak rasakan saat mengasuh anak
bapak yang berkebutuhan khusus?
7) Apakah bapak sering mengalami sakit fisik sesak napas
yang bapak rasakan saat mengasuh anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
8) Apakah bapak sering mengalami sakit fisik telapak tangan
dan kaki terasa dingin yang bapak rasakan saat mengasuh
anak bapak yang berkebutuhan khusus?
9) Apakah bapak pernah memiliki riwayat gangguan jantung
yang bapak rasakan saat mengasuh anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
10) Apakah bapak sering mengalami sakit fisik ketegangan pada
otot yang bapak rasakan saat mengasuh anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
11) Apakah bapak sering mengalami sakit fisik gangguan pada
pencernaan yang bapak rasakan saat mengasuh anak bapak
yang berkebutuhan khusus?
12) Apakah bapak pernah memiliki riwayat gangguan seksual
(impoten) yang bapak rasakan saat mengasuh anak bapak
yang berkebutuhan khusus?
13) Apakah bapak sering mengalami masalah masalah pada
penampilan, kemampuan kerja menurun atau kelelahan yang
hebat yang bapak rasakan saat mengasuh anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
14) Apakah bapak sering mengalami masalah adanya perasaan
gugup dan cemas yang bapak rasakan saat mengasuh anak
bapak yang berkebutuhan khusus?
15) Apakah bapak sering mengalami berupa pemusatan diri
yang berlebihan (merenung) yang bapak rasakan saat
mengasuh anak bapak yang berkebutuhan khusus?
16) Apakah bapak sering mengalami berupa seperti peka dan
mudah tersinggung yang Bapak rasakan saat mengasuh anak
bapak yang berkebutuhan khusus?
17) Apakah bapak sering mengalami seperti ketakutan yang
tidak beralasan yang bapak rasakan saat mengasuh anak
bapak yang berkebutuhan khusus?
18) Apakah bapak sering mengalami seperti mengasingkan diri
dari kelompok dan phobia yang bapak rasakan saat mengasuh
anak bapak yang berkebutuhan khusus?
19) Apa saja hal yang membuat bapak sering merasa tidak
nyaman yang membuat khawatir terkait anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
20) Apasaja yang paling menjadi sumber kecemasasan terkait
anak bapak sehingga membuat bapak menjadi sakit?
21) Apasaja bapak pernah mengalami kecemasan terkait anak?
22) Apakah bapak pernah mengalami kemerosotan dalam hal
ekonomi? Alasannya apa?
23) Berapa jumlah pendapatan bapak dalam bekerja? Apakah
ada ketidaksesuaian antara pendapatan dengan pembiayaan
anak?
Transkip Wawancara Orang Tua Perempuan (Ibu A)
Tanggal : 20 Mei 2019
Waktu : 08:00 WIB
Lokasi : Yayasan Maryam Karim
1) Nama : A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54 Tahun
Asal : Jember
Pendidikan Terakhir : S1
Status : Bercerai
2) Transkip Wawancara
1) Sejak kapan ibu tahu anak ibu Berkebutuhan Khusus?
Jawab:
“Kita tahunya baru umur 1,5 tahun waktu pertumbuhan
dari sebelum 1,5 tahun normal aja dan lebih cepat dari
kakaknya, 11 bulan sudah jalan secara fisik, nah
semenjak 1,5 tahun kok anak gak bisa ngomong
akhirnya saya kedokter.”
2) Bagaimana perasaan setelah mengetahui bahwa ibu
memiliki Anak Berkebutuhan Khusus? Apakah itu perasaan
cemas, takut, marah atau sedih?
Jawab:
“Memang saya tidak menyangka jika mempunyai Anak
Autis, karena memang saat saya menikah dengan
papahnya saya menginginkan anak yang normal seperti
pada umumnya, Cuma mau gimana lagi dia tetap anak
kita karena pikiran awalku anak autis tidak ada gunanya
yang membuat saya sedih, kemudian saya dapat
masukan dari berapa teman bahwa anak autis bisa juga
tumbuh dan bekembang walau tidak seperti anak nomal
lainnya masih bisa saya ajak jalan, makan kemudian
masih bisa diajak komunikasi walau Cuma satu arah,
jadi memang saya nerapin atau anggep anak saya seperti
anak normal,kadang memang kalau terlalu berharap
hasilnya akan mengecewakan.“
3) Menurut ibu stress itu seperti apa?
Jawab:
“stress itu kan menurut saya suatu kekecewaan karena
tidak sesuai harapan, karena memang saat saya menikah
dengan papahnya saya menginginkan anak yang normal
seperti pada umumnya.”
4) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik pusing dan sakit
kepala yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“waktu tahu anak saya autis saya sering sakit kepala
karena kepikiran dari memang tingkahnya yang sering
bikin gara-gara seperti agresif dan ngerusak barang kalo
ada keinginan dia gak diturutin pernah waktu itu tv
dirumah sampe pecah makanya saya gak pake tv lagi,itu
bikin pusing dan efeknya jadi kepala ya pernah hampir
hilang keseimbangan juga mungkin karena anak saya itu
mba.“
5) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik susah tidur yang
Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang berkebutuhan
khusus?
Jawab:
“waktu anak saya di asrama kan anak saya kejang sampe
2 kali beturut-turut waktu tahun 2017 ya udah tuh disitu
saya gak bisa tidur mba karena takut anak saya kenapa-
kenapa karena gimana ya paling tidur itu 2 jam yang
namanya seorang ibu itu kalo ngeliat anaknya sakit siapa
yang kepikiran untuk tidur gitu karena saya ingin
mantau kondisi anak saya sampe dia bener-bener pulih
mba.”
6) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik tekanan darah
tinggi (hipertensi) yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“walaupun saya itu sering kepikiran tentang kondisi
anak saya cuma gak sampe darah tinggi sih
Alhamdulillah.”
7) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik sesak napas yang
ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang berkebutuhan
khusus?
Jawab:
“kalo untuk nyesek gitu sih enggak ya paling Cuma
deg-degan misalnya kalo saya ajak anak saya jalan-jalan
Cuma gak sampe sesek nafas gitu sih.”
8) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik telapak tangan dan
kaki terasa dingin yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“ya seperti yang saya bilang tadi saya suka degdegan itu
sampe tangan dan kaki saya dingin keringat dingin kalo
misalkan saya ajak anak saya keluar buat jalan-jalan
takut ada yang berpikiran negative terkait kondisi anak
saya.”
9) Apakah Ibu pernah memiliki riwayat gangguan jantung
yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“ga pernah punya riwayat sakit jantung apalagi karena
anak saya sih mba, alhamdulillah normal. “
10) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik ketegangan pada
otot yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“cape itu pasti yaa namanya ngurusin anak, Cuma gak
sampe kayak ngalami otot kram atau semacamnya gitu.”
11) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik gangguan pada
pencernaan yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“kalo untuk sampe gangguan penecernaan karna kurang
jaga pola makan atau minum engga sih ya karna
ngurusin anak saya malah saya berpikir harus tetap jaga
kondisi soalnya kalo saya sakit anak saya siapa yang
ngurus.”
12) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik gangguan pada
menstruasi yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“kalo untuk gangguan menstruasi itu gak pernah paling
telat aja, Cuma dari saya sebelum mempunyai ABK juga
sering telat sih.”
13) Apakah Ibu sering mengalami masalah masalah pada
penampilan, kemampuan kerja menurun atau kelelahan yang
hebat yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Saya pernah berasa diposisi yang cape banget ngadepin
anak saya karena anak saya tipe anak yang kalo dikasih
tahu gabisa dikasih tahu sempet kalau dia mukul saya
bales tapi gak mukul sih Cuma tak sentil jadi memang
pernah karena saya saking capenya saya cuekin bener-
bener saya cuekin”
14) Apakah Ibu sering mengalami masalah adanya perasaan
gugup dan cemas yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Saat tau anak saya ada indikasi autis saat itu aku
langsung ke dokter awalnya, bu A ayo kita bawa anak
ibu kerumah sakit sama psikiater karena memang saya
begitu gugup dan cemas karena khawatir akan keadaan
anak saya makanya saat saya tahu anak saya itu autis
dulu saya langsung sering ajak anak saya ke terapis
pernah sampe ke spiritual segala karena disitu posisinya
memang lagi down banget.“
15) Apakah Ibu sering mengalami berupa pemusatan diri yang
berlebihan (merenung) yang Ibu rasakan saat mengasuh
anak ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya pagi ini maaf ya mba kalo gak focus dan banyak
bengong habis saya pusing sama anak saya mba, gak
terkontrol coba aja bayangin suka ngelakuin penelitian gitu
dia sampe hampir masukin jarinya ke stopkontak yang buat
listrik coba, saya mikir aja takut dia ngelakuin kaya gitu
waktu di asrama gak habis pikir saya. “
16) Apakah Ibu sering mengalami berupa seperti peka dan
mudah tersinggung yang Ibu rasakan saat mengasuh anak
ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya memang tipikal orang yang gampang marah gitu
atau tersingung apalagi kalo nyangkut soal anak saya,
misalkan jika ada yang ngeliatin anak saya berlebihan
aja gitu kadang saya memang ngerasa kesel sih yah
karena memang anak-anak seperti itu belum membumi
jadi memang banyak yang memandang sebelah mata.”
17) Apakah Ibu sering mengalami seperti ketakutan yang tidak
beralasan yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“kalo takut sih saya selalu ada penyebabnya ya gak ujug-ujug
takut gitu aja walaupun mimpi buruk misalkan terkait anak
saya ga pernah sampe ketakutan itu kan Cuma mimpi.”
18) Apakah Ibu sering mengalami seperti mengasingkan diri dari
kelompok dan phobia yang Ibu rasakan saat mengasuh anak
ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“kalo untuk menjauh diri dari masyarakat itu engga sih
karna saya bukan orang yang seperti itu kalo ada orang
yang ngejelekin anak saya paling Cuma saya lihatin aja
walaupun dalam hati kesel karena saya memang
emosian walaupun kadang tidak saya luapin.”
19) Apa saja hal yang membuat ibu sering merasa tidak nyaman
yang membuat khawatir terkait Anak Ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya gak pernah merasa tidak nyaman sih yang
membuat saya kahwatir atau cemas kalo anak saya dekat
dengan siapapun malah selalu saya selalu ajak ngumpul
sama teman-teman atau keluarga saya karna
Alhamdulillah mereka bisa menerima Cuma malah anak
sayanya yang tidak mau kalo saya ajak.”
20) Apasaja yang paling menjadi sumber kecemasasan terkait
anak ibu sehingga membuat ibu menjadi sakit?
Jawab:
“waktu anak saya di asrama kan anak saya kejang sampe
2 kali beturut-turut waktu tahun 2017 ya udah tuh disitu
saya gak bisa tidur mba sampe sakit juga tapi untungnya
engga ada apa-apa udah suami gaada kan”
21) Apasaja Ibu pernah mengalami kecemasan terkait anak?
Jawab:
“Pasti setiap orang tua mikirin masa depan anaknya ya
mau anaknya autispun tetep mikirin,cuma saya pernah
diposisi saya merasa bersalah gitu mungkin karena
kesalahan masa lalu saya hingga anak saya autis cuma
saya juga sering merasa khawatir gimana ya nanti anak
saya masa depannya dan kedepannya seperti apa itu juga
saya sering mikirin gimana nanti kalo saya udah gak ada
sedangkan anak saya belum bisa mandiri pokoknya
banyak yang saya pikirkan sebenernya cuma saya sih
tipikal orang yang gak mau terlalu mikrin sih fokusnya
untuk sekarang yang udah saya tadi bilang lebih ke
melatih kemandirian anak saya dulu karena kalo udah
mandiri ibaratnya rasa khawatir saya berkurang”
22) Apakah ibu pernah mengalami kemerosotan dalam hal
ekonomi? Alasannya apa?
Jawab:
“saya mengalami kemerosotan ekonomi itu saat saya
berhenti dilembaga keuangan yaa, ditambah suami yang
meminta cerai itu yang membuat ekonomi saya terpuruk
karna mantan suami yang tidak bisa menerima anak
saya, saya sampe jual rumah saya dengan rumah yang
lebih kecil itu untuk tabungan anak saya nantinya.”
23) Berapa jumlah pendapatan ibu dalam bekerja? Apakah ada
ketidaksesuaian antara pendapatan dengan pembiayaan
anak?
Jawab:
“Semenjak saya bekerja sebagai dokter gigi di klinik kan
sebenarnya pendapatan saya cukup ya kurang lebih 11-
12 juta tetapi kan tau sendiri untuk anak saya aja biaya
sekolah di yayasan mandiri karim untuk sppnya aja
perbulan 10 juta, makanya saya suka kelimpungan
karena pengeluaran yang besar untuk anak saya, apalagi
saya punya dua anak dan yang satu harus kuliah.”
Transkip Wawancara Orang Tua Perempuan (Ibu T)
Tanggal : 27 Juni 2019
Waktu : 10.00 pagi
Lokasi : Rumah Ibu T
1) Nama : T
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 47 tahun
Asal : Jakarta
Pendidikan Terakhir : D3
Status : Menikah
2) Transkip Wawancara
1) Sejak kapan Ibu tahu anak ibu Berkebutuhan Khusus?
Jawab:
“awal saya tahu dia autis itu umur 2 tahunan sih ya,
karena waktu sebelum itu masih biasa aja masih seperi
anak normal, nah pas mulai 2 tahun itu lah dia
tingkahnya kok aneh kata saya, akhirnya saya bawa dia
ke dokter.”
2) Bagaimana perasaan setelah mengetahui bahwa ibu
memiliki Anak Berkebutuhan Khusus? Apakah itu perasaan
cemas, takut, marah atau sedih?
Jawab:
“awalnya saya gak tau mba autis itu apa waktu
didiagnosa dokter, Cuma pas tau itu saya shock ya dan
merasa gak percaya anak saya seperti itu, karena saya
pengen anak saya itu seperti anak yang lain.”
3) Menurut ibu stress itu seperti apa?
Jawab:
“Menurut saya stress itu sih karena kecewa sama
keadaan dan tertekan juga karena keluarga tidak bisa
menerima keadaan makanya saya sempet stress.”
4) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik pusing dan sakit
kepala yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya sering pusing kalo liat tingkah anak saya yang
kadang tidak terkontrol dan terlalu agresif sering
nyakitin dirinya sendiri udah tuh tangan pada luka gara-
gara dicakar-cakarin apalagi anak saya kalo lagi
berantem sama saya dan bapanya pernah saya saking
pusingnya sampe sakit muntah-muntah gitu tapi jarang
sih mba paling kalo posisinya sampe telat makan. “
5) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik susah tidur yang
Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang berkebutuhan
khusus?
Jawab:
“Saya gak pernah ngalamin yang namanya susah tidur
sih mba, walaupun banyak pikiran juga malah saya
bawaannya pengen tidur terus kalo lagi ada masalah
gitu.”
6) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik tekanan darah
tinggi (hipertensi) yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“waktu itu memang ada pernah saya ada riwayat darah
tinggi itu pas saat saya belum kenal kinesiology ya
karena saya kenal kinesiology tuh sekitar tahun 2014
dan saat itu posisi saya lagi down banget udah suami di
phk ditambah keadaan anak semata wayang saya yang
seperti itu udah makanya saya sering kepikiran gitu
mungkin itu penyebab saya punya darah tinggi Cuma
memang darah tinggi saya waktu itu hampir pernya itu
100 lebih tapi cuma sakit sewaktu untungnya.”
7) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik sesak napas yang
Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang berkebutuhan
khusus?
Jawab:
“nyesek itu gak pernah sih saya selama ini nafas baik-
baik aja gak ada gangguan apapun walaupun pernah
degdegan misalnya kalo lagi main keruma keluarga
bapak saya karna banyak yang gak bisa nerima anak
saya.”
8) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik telapak tangan dan
kaki terasa dingin yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“kerumah keluarga takut aja dia di apa-apain karna kan
kondisi anak saya begitu jadi sampe tangan sama kaki
tuh dingin terus keluar keringat dingin juga karena
tegang.”
9) Apakah Ibu pernah memiliki riwayat gangguan jantung
yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“selama ini gaada si riwayat sakit jantung gara-gara
anak karena memang jantung saya normal.”
10) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik ketegangan pada
otot yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya sering tuh ngalamin yang namanya nyeri otot gitu
mba apalagi saya kan harus kerja juga apalagi waktu itu
kan anak saya pas belum asrama Cuma sekolah khusus
abk belum lagi kalo ngurusin anak saya makanya anak
saya saya asramain soalnya saya juga udah gak kuat
ngurusnya dulu kan saya sering sakit-sakitan juga sering
nyeri otot kalo kecapean kalo misalkan lagi jualan gitu
ya saya kan dulu apa aja saya jualin yang penting buat
makan dan untuk anak saya. “
11) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik gangguan pada
pencernaan yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“sering emang sering diare Cuma bukan karna bukan
anak saya emang sayanya aja yang bandel mba.”
12) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik gangguan pada
menstruasi yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Dulu aku pas anak saya umur 17 tahun itu aku sampe
sakit miom sampe dua kilo jadi kaya hamil delapan
bulan jadi pendarahan terus menerus kaya darah nifas,
jadi memang sangat megganggu proses menstruasi. Jadi
waktu kami di Malaysia waktu cari sekolah untuk anak
saya justru tidak menstruasi sama sekali itu sekitar tahun
2009, sejak anak saya umur 17 tahun baru ketahuan saya
miom akhirnya saya operasi setelah saya miom sekitar
tahun 2012-2014 saya miom itu benar-benar sakitnya itu
luar biasa ya lalu tahun 2014 saya dioperasi ditambah
suami saya kena phk itu sekitar tahun 2012 itu sih yang
bikin saya sakit sampe dioperasi. “
13) Apakah Ibu sering mengalami masalah masalah pada
penampilan, kemampuan kerja menurun atau kelelahan yang
hebat yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya pernah kan mba sampe masuk rumah sakit itu
karena kelelahan banget hingga saya sakit, sampe saya
pernah diposisi yang pasrah banget apalagi kalo anak
saya sedang agresif gitu, Cuma Alhamdulillah sekarang
karena saya sudah terbiasa kali ya.”
14) Apakah Ibu sering mengalami masalah adanya perasaan
gugup dan cemas yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“cemas itu pernah yaa saya mikirin kalo anak saya
belum bisa mandiri juga saat sudah dewasa gimana
malah saya pernah berpikir semoga aja saya meninggal
itu setelah anak saya, karena saya selalu berpikir dan
cemas terkait hal itu.”
15) Apakah Ibu sering mengalami berupa pemusatan diri yang
berlebihan (merenung) yang Ibu rasakan saat mengasuh
anak ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“iya saya emang suka bengong gini mba, anak saya
tingkahnya kadang diluar batas coba tadi pagi dia ngerusakin
hp karena gak saya kasih dibanting coba, saya gak tahu nih
dia nanti kalo kedepannya gimana masa harus saya bilangin
terus.”
16) Apakah Ibu sering mengalami berupa seperti peka dan
mudah tersinggung yang Ibu rasakan saat mengasuh anak
ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya itu sering sedih atau tersinggung itu karena keluarga
bapak saya ya yang tidak mau menerima kehadirana anak
saya ya, sering marah juga kadang sampe saya tegor Cuma
tau sendiri saya orangnya gaenakan.”
17) Apakah Ibu sering mengalami seperti ketakutan yang tidak
beralasan yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“engga ngalamin gitu sih ketakutan misalkan tanpa tau
penyebabnya karna pasti selalu ada sebab misalnya karna
anak saya dikucilkan atau apa. “
18) Apakah Ibu sering mengalami seperti mengasingkan diri dari
kelompok dan phobia yang Ibu rasakan saat mengasuh anak
ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Saat saya tahu anak saya terkena autism saya memang
sangat cemas dan memang saya merasa sedih apalagi
saat orang terdekat menghujat anak saya terutama dari
keluarga bapak saya ya saya sering merasa marah karena
saya terus yang disalahkan sama keluarga bapaknya
sehingga memang semenjak itu saya menjadi jauh
dengan keluarga dari bapak saya, selain itu karena tidak
tega melihat anak saya di perlakukan tidak adil bahkan
seperti gak mau megang dia atau tidak dianggep benar-
benar sangat dibedakan saya dan keluarga saya seperti
tidak ada harganya. “
19) Apa saja hal yang membuat ibu sering merasa tidak nyaman
yang membuat khawatir terkait Anak Ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Saya sering merasa tidak nyaman karena khawatir jika
anak saya itu dekat dengan orang lain terutama dari
keluarga bapak saya ya karena yang saya takutkan itu
pengusiran ya dan juga anak saya disana bukannya
dirangkul tetapi malah diperlakukan tidak adil dan
dianggap malah seperti penyakit menular itu yang
membuat saya khawatir dan takut jika anak saya
nantinya akan merasa tertekan atau bertindak agresif
karena perlakuan dari keluarganya jadi memang saya
sering merasa khawatir karena dari anaknya juga merasa
tidak nyaman.”
20) Apasaja yang paling menjadi sumber kecemasasan terkait
anak ibu sehingga membuat ibu menjadi sakit?
Jawab:
“Saya memang dulu sering sakit-sakitan ya saampe
bolak-balik masuk rumah sakit mungkin karena banyak
yang saya pikirkan contohnya baru kemarin saat anak
saya main kerumah mertua tiba-tiba dikunciin semua
pintunya semua gak dianggeplah disitu saya jadi
kepikiran jadi memang tekanan saya disitu sih
untungnya saya diberikan kekuatan dari komunitas saya
karena kalau dulu sebelum saya kenal dengan
kinesiologi emosi saya bisa lebih parah dari saya yang
sekarang bisa ngamuk-ngamuk, mungkin bisa dibilang
rada-rada. “
21) Apasaja Ibu pernah mengalami kecemasan terkait anak?
Jawab:
“Saya pernah atau sering merasa khawatir jika anak saya
itu dekat dengan keluarga dari bapaknya ya karena
memang anak saya sering diperlakukan tidak adil,
pernah suatu ketika saya itu tinggalin anak saya dirumah
sodara dari bapak saya tetapi malah diusir oleh
spupunya dan bilang kalau anak autis gak boleh ada
disini, akhirnya saya ditelpon oleh ibu saya dan saya
langsung menyusul anak saya kesana dan marah dengan
seppunya tersebut makanya saya sering merasa terancam
jika anak saya dekat dengan keluarga bapaknya
ditambah saya yang selalu sering disalahkan.”
22) Apakah ibu pernah mengalami kemerosotan dalam hal
ekonomi? Alasannya apa?
Jawab:
“Saya dulu saat masih diatas malah sempet punya dua
rumah tapi rumah itu dijual dua-duanya karna memang
suami saya pernah di PHK dari perusahaan dengan
pembiayaan yang besar belum lagi harus ngurus anak
dengan biaya yang sangat besar ditambah banyak
peristiwa tetapi saya masih bersyukur karena masih
punya tempat tinggal walaupun bukan punya sendiri
saya semenjak ngontrak itu awalnya malu sih terutama
keluarga saya cuma sekarang engga yang penting
bersyukur masih punya tempat tinggal.”
23) Berapa jumlah pendapatan ibu dalam bekerja? Apakah ada
ketidaksesuaian antara pendapatan dengan pembiayaan
anak?
Jawab:
“Saya kan kalo bekerja itu paling usaha kecil-kecilan ya
kayak usaha jual pakaian-pakaian yang pendapatannya
itu gak nentu dengan maksimal itu paling 1,5 juta
perbulan Cuma kan saya hanya bantuin suami aja, kalo
suami saya kan dalam bekerja pernah kena PHK Cuma
sekarang udah kerja jadi dosen sekitar 4 jutaan lah
perbulan Cuma memang pendapatan suami itu gak nutup
buat kebutuhan anak saya mba, saya makanya sampe
jual kedua rumah saya buat biaya hidup untung ada
temen saya yang mau ngontrakin rumahnya dengan
harga yang sangat murah.”
Transkip Wawancara Orang Tua Laki-laki (Bapak H)
Tanggal : 05 Juli 2019
Waktu : 09.00 Pagi
Lokasi : Yayasan Maryam Karim
1. Nama : H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 50 tahun
Asal : Padang
Pendidikan Terakhir : S2
Status : Menikah
2. Transkip Wawancara
1) Sejak kapan Bapak tahu anak bapak berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Tau anak saya pertama kali autis itu sebelum umur 2
tahun yak arena kebetulan mamahnya dokter, yaudah
harus nerima awalnya gitu karena dulu dia sangat
hyperaktif dan gak tahu bahaya, karena dulu juga saya
kerja jadi gak terlalu terpikir yadah akhirnya udah
karena memang udah dapet begitu dan mamahnya juga
tahu awalnya terapi dari umur 2 tahun itu terapi.”
2) Bagaimana perasaan setelah mengetahui bahwa bapak
memiliki Anak Berkebutuhan Khusus? Apakah itu perasaan
cemas, takut, marah atau sedih?
Jawab:
“Perasaan saya pas tahu anak saya autis itu memang
kaget terus terpukul, sedih juga kalau dulu saya sih
mikirinya anak saya autis justru saya menguatkan diri ya
justru saya merasa saya dipercaya itu aja. Justru dengan
keadaan anak saya yang seperti itu sebelum saya kurang
di agama justru saya bisa mendalami agama gitu jadi
banyak belajar banyak taklim hingga saya keluar dari
Bank jadi memang saya lebih mengambil ke positif. “
3) Menurut bapak stress itu seperti apa?
Jawab:
“stress itu kan menurut saya penyakit ya karena memang
ada tekanan dia disitu, awalnya saya tahu anak saya
autis itu saya kaget sih mba sedih juga karena pengen
punya anak normal, tetapi saya berusaha untuk kuat, jadi
memang tidak merasa tertekan dan bikin stress apalagi
banyak yang support dari temen-temen dan keluarga
juga.”
4) Apakah Bapak sering mengalami sakit fisik pusing dan sakit
kepala yang Bapak rasakan saat mengasuh anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya mah si kalo anak saya bandel atau rewel saya gak
pernah kaya yang gimana-gimana gak pernah ambil
pusing juga yang penting masih bisa dibilangin walau
kadang suka susah.”
5) Apakah Bapak sering mengalami sakit fisik susah tidur yang
Bapak rasakan saat mengasuh anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Waduh, saya malah orangnya gak bisa begadang atau
gak pernah sampe kurang tidur gitu, soalnya kan saya
kerja jadi harus jaga stamina walaupun ya kadang anak
saya suka bikin saya kesel tapi gak pernah sampe
kebawa pikiran terus gak bisa tidur”
6) Apakah Bapak sering mengalami sakit fisik tekanan darah
tinggi (hipertensi) yang Bapak rasakan saat mengasuh anak
bapak yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Kalo darah tinggi sih eggak ya soalnya bapak kan gak
ada riwayat darah tinggi dan untuk tensian terakhir juga
engga sih, walaupun saya pernah ada masalah terkait
usaha saya.”
7) Apakah Bapak sering mengalami sakit fisik sesak napas
yang Bapak rasakan saat mengasuh anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“deg-degan itu pasti ya ngalamin misalnya pas anak
saya lagi main atau apa sama temen-temennya, Cuma
untuk nyesek itu gaada.”
8) Apakah Bapak sering mengalami sakit fisik telapak tangan
dan kaki terasa dingin yang Bapak rasakan saat mengasuh
anak bapak yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“ga pernah sih karena anak saya tangan dan kaki terasa
dingin Cuma emang bener si paling deg-degan doang,
paling kaki sama tangan terasa dingin kalo emang lagi
ditempat dingin.”
9) Apakah Bapak pernah memiliki riwayat gangguan jantung
yang Bapak rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Ga ada tuh mba selama ini riwayat sakit jantung,
karena semua baik-baik saja bersyukur.”
10) Apakah Bapak sering mengalami sakit fisik ketegangan
pada otot yang Bapak rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“kalo urusan otot gitu engga sih ya, paling suka capek
atau lemes misalkan kalo seharian beraktfitas sama anak
saya.”
11) Apakah Bapak sering mengalami sakit fisik gangguan pada
pencernaan yang Bapak rasakan saat mengasuh anak
bapakyang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Gangguan pencernaah engga sih Alhamdulillah baik-
baik saja saya emang dari dulu gak pernah makan
sembarangan.”
12) Apakah Bapak pernah memiliki riwayat gangguan seksual
(impoten) yang Bapak rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Alhamdulillah saya sama istri saya harmonis karena
walaupun punya anak berkebutuhan khusus ga pernah
rebut mempersalahkan jadi ga pernah ada gangguan
dengan hal tersebut.”
13) Apakah Bapak sering mengalami masalah masalah pada
penampilan, kemampuan kerja menurun dan kelelahan yang
hebat yang Bapak rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Anak saya kan memang itu dekatnya sama saya ya apa-
apa maunya sama saya pake sepatu pun saya yang
pakein, kalo ibunya kan sibuk bekerja jadi memang kalo
anak saya ini kalo lagi dirumah itu pasti saya yang
ngurus, jadi memang kalau dibilang cape mah pasti cape
banget ya namanya ngurus anak apalagi seperti anak
saya, cuma memang maunya sih dibawa enjoy aja
karena memang sayanya yang senang sampe waktu itu
kan saya juga ikut bisnis property pun gak berjalan
dengan baik karena memang saya mau focus ngurus
anak waktu anak saya belum di yayasan ya jadi memang
saya mikirnya kalo bukan saya yang ngurus siapa lagi
sedangkan ibunya sibuk kerja.”
14) Apakah Bapak sering mengalami masalah adanya perasaan
gugup dan cemas yang Bapak rasakan saat mengasuh anak
ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“engga pernah mempunyai perasaan kayak gitu sih
karna saya selalu optimis bahwa anak saya pasti bisa
menjadi mandiri walaupun tanpa saya.”
15) Apakah Bapak sering mengalami berupa pemusatan diri
yang berlebihan (merenung) yang Bapak rasakan saat
mengasuh anak ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“ kalo untuk bengong gitu engga sih mikirin anak saya
pasti setiap orang tua mikirin Cuma ya seprti yang saya
bilang sebelumnya bahwa saya orangnya selalu optimis
bahwa anak saya bisa menjadi pribadi yang mandiri.”
16) Apakah Bapak sering mengalami berupa seperti peka dan
mudah tersinggung yang Bapak rasakan saat mengasuh anak
bapak yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“engga pernah dengerin mau orang ngomongin apapun
juga sih ke anak saya selagi masih batas wajar, karna
saya orangnya sabar sih ngadepin situasi yang seperti itu
ditambah banyak support dan saya sama anak saya
bersyukur banget keluarga sama temen-temen sebagian
besar bisa nerima bahkan ada yang sayang.”
17) Apakah Bapak sering mengalami seperti ketakutan yang
tidak beralasan yang Bapak rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“engga pernah ngalamin gitu sih menjauh dari temen-
temen saya atau keluarga malah kebanyakan dari mereka
itu mensupport dan sayang sama anak saya.”
18) Apakah Bapak sering mengalami seperti mengasingkan diri
dari kelompok dan phobia yang Bapak rasakan saat mengasuh
anak bapak yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“engga pernah ngalamin gitu sih menjauh dari temen-
temen saya atau keluarga malah kebanyakan dari mereka
itu mensupport dan sayang sama anak saya.”
19) Apa saja hal yang membuat bapak sering merasa tidak
nyaman yang membuat khawatir terkait Anak bapak yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“engga adankayak gitu sih karena saya selalu anggap
baik-baik aja,gak pernah merasa tidak nyaman yang
membuat saya kahwatir atau cemas misalkan, karna
banyak keluarga dan teman-teman yang memberikan
support juga.”
20) Apasaja yang paling menjadi sumber kecemasasan terkait
anak bapak sehingga membuat Bapak menjadi sakit?
Jawab:
“Perasaan saya pas tahu anak saya autis itu memang
kaget terus terpukul, sedih juga kalau dulu saya sih
mikirinya anak saya autis justru saya menguatkan diri ya
justru saya merasa saya dipercaya itu aja. Justru dengan
keadaan anak saya yang seperti itu sebelum saya kurang
di agama justru saya bisa mendalami agama gitu jadi
banyak belajar banyak taklim hingga saya keluar dari
Bank jadi memang saya lebih mengambil ke positif ya
justru kalo kita ngambil ke negatifnya nanti malah jadi
beban untuk kita jadi memang prinsip saya sih seperti ini
Tuhan tidak akan mengasih cobaan diluar batas dari
kemampuan manusia itu sendiri.”
21) Apasaja Bapak pernah mengalami kecemasan terkait masa
anak?
Jawab:
“saya gak pernah sih merasa cemas atau takutan gitu
karena saya gak pernah mau terus kepikiran, karean itu
kan penyakit yaa, yang penting say amah selalu berdoa
aja sih yang terbaik untuk anak saya.”
22) Apakah bapak pernah mengalami kemerosotan dalam hal
ekonomi? Alasannya apa?
Jawab:
“Kemaren saya pernah ngalamin tahun 2014-2016 itu ya
lumayan usaha saya dari saya berhenti kerja itu dari BNI
itu saya bikin usaha sendiri lumayan ini mba tapi lewat
dari itu saya mengalami masa kritis, saya kemaren ini
sempet bikin rumah juga bangun rumah terus jeblok,
usaha juga gitu tapi ini nih yang floris itu omsetnya dari
tinggi lama-lama turun karena memang anak saya kan
harus ada yang ngurus sedangkan mamahnya sibuk kerja
jadi mau gamau pikirsan saya terbagi, dulu nih saya
bisa di bilang anak saya aja keyayasan supirnya sendiri,
sekarang udah harus saya yang anterin, ditambah itu
karena ada perubahan-perubahan dari pemerintah juga,
saya juga dulu sampe buka kantor konsultan sendiri mba
tapi sekarang udah engga, itu karena ada ketentuan-
ketentuan masalah pajak itu kan bikin jadi riweh saya
main property salah ini sih antisipasi bisnis. Mungkin
kalo untuk transportasi atau kebutuhan sehari-hari itu
pake usaha saya dan kalau untuk sekolah anak saya kan
besar biayanya itu ibunya yang nanggung.”
23) Berapa jumlah pendapatan bapak dalam bekerja? Apakah
ada ketidaksesuaian antara pendapatan dengan pembiayaan
anak?
Jawab:
“Kalau pendapatan saya kan punya toko bunga pribadi
gitu ya mba dan kalau usaha kan gak menentu juga
pendapatannya tergantung banyaknya konsumen, Cuma
kalo diitung-itu pendapatan saya perbulan itu kurang
lebih 6 jutaan perbulan. Sedangkan kalo istri saya kan
bekerja sebagai dokter umum di salah satu rumah sakit
dengan pendapatan kurang lebih 12 juta jadi memang
saya sama istri saya itu saling ngebantu yang memang
dengan kondisi pengeluaran anak saya yang cukup
tinggi makanya sekarang saya udah gak punya sopir
pribadi lagi.”
Transkip Wawancara Orang Tua Perempuan (Ibu S)
Tanggal : 08 Juli 2019
Waktu : 08.00 pagi
Lokasi : Yayasan Maryam Karim
1) Nama : S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 52 tahun
Asal : Bandung
Pendidikan Terakhir : S2
Status : Bercerai
2) Transkip Wawancara
1) Sejak kapan Ibu tahu anak ibu Berkebutuhan Khusus?
Jawab:
“kalo dibilang kan anak saya itu masuk sini angkatan
pertama ya, dia umur 1,5 tahun belom ngomong kan udah
mulai gak nyaman nih kok belom ngomong dan dia
hyperaktif kan akhirnya ke dokter anak buat konsul setiap
sebulan.”
2) Bagaimana perasaan setelah mengetahui bahwa ibu
memiliki Anak Berkebutuhan Khusus? Apakah itu perasaan
cemas, takut, marah atau sedih?
Jawab:
“awalnya saya gak tau mba autis itu apa waktu
didiagnosa dokter, Cuma pas tau itu saya shock ya dan
merasa gak percaya anak saya seperti itu.”
3) Menurut ibu stress itu seperti apa?
Jawab:
“stress itu kan menurut saya karena saya pengen anak
saya itu seperti anak yang lain, itu sih kecewa sama
keadaan dan tertekan juga karena keluarga tidak bisa
menerima makanya saya sempet stress.”
4) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik pusing dan sakit
kepala yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“aduh kadang kalo ngumpul banget kan suka curhat saya
sering pusing banget kalo misalkan anak saya itu lagi
kambuh agresfinya Kediri dia sendiri jadi suka nyakitin
badannya sendiri gitu itu yang bikin aku bener-bener
pusing sampe sering nangis juga kalo misalkan gak
diturutin kemauannya, misalnya waktu anak saya
disunat aja saya pusing banget tuh mba mikirin gimana
kalo anak saya disunat maksudnya ambil darah aja susah
sampe 10 orang yang megangin.”
5) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik susah tidur yang
Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang berkebutuhan
khusus?
Jawab:
“susah tidur itu biasanya kalo saya lagi pusing ya mba
lagi banyak pikiran itu tidur saya jadi gak teratur dari
biasanya 7-8 jam ini Cuma 4 jam, apalagi pas awal-awal
anak saya masuk TK dan yayasan ya itu saya bener-
bener gak bisa tidur takut dari pihak sekolahnya nelpon
saya dan anak saya kenapa-kenapa, Cuma kalo misalkan
dia udah nyaman di sekolahnya atau diyayasannya baru
saya udah gak terlalu mikirin dan bisa tidur tenang.”
6) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik tekanan darah
tinggi (hipertensi) yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“untuk darah tinggi untungnya saya gak pernah punya
riwayat darah tinggi sih mba walaupun ada masalah,
selagi saya masih bisa ngatasin semuanya ya fine aja.”
7) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik sesak napas yang
Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang berkebutuhan
khusus?
Jawab:
“Saya sering degdegan itu pas anak saya lagi gak sama
saya ya contohnya itu saat dia TK kalo misalkan ada
dari pihak sekolah yang menelpon saya itu saya
langsung mba gemetar dan benar saat ditelpon ada aja
gara-garanya sampe masuk ketoren, belum lagi
temennya terjepit pintu karena ulah anak saya akhirnya
saya yang tanggung biayanya, sekarang sering juga sih
mba negrasain seperti itu kalo misalkan ada telpon dari
RAM karim itu saya langsung was-was.”
8) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik telapak tangan dan
kaki terasa dingin yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“gaada sih mba kaya gitu karena degdegan kaki dan
tangan biasa aja paling kalo lagi kesemutan, bukan
karena anak saya.”
9) Apakah Ibu pernah memiliki riwayat gangguan jantung
yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“ga pernah ada mba saya sakit jantung, tensian saya dan
kolesterol saya juga normal, makanya gaada untuk
riwayat itu.”
10) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik ketegangan pada
otot yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“engga ada sih kayak otot bermasalah gitu mba dalam
mengurus anak juga paling suka capek aja.”
11) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik gangguan pada
pencernaan yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya itu pernah mba waktu itu maggh lambung saya
bahkan sampe infeksi karena keseringan minum kopi,
karena memang kan beban saya berat banget ya
memiliki anak autis kan gak gampang jadi memang saya
mencari pelampiasan disitu biar pikiran saya itu lebih
tenang saya mulai mengonsumsi kafein itu pasca
perceraian sama suami saya ya.“
12) Apakah Ibu sering mengalami sakit fisik gangguan pada
menstruasi yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Gak pernah sih ngalami gangguan menstruasi gitu,
Alhamdulillah makanya saya bisa diberikan keturunan.”
13) Apakah Ibu sering mengalami masalah masalah pada
penampilan, kemampuan kerja menurun atau kelelahan yang
hebat yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“ kalo untuk ngurus anak itu pasti cape apalagi jika
anaknya itu autis ya kaya anak saya itu capenya itu
mungkin bisa 3 kali lipat belum lagi saya harus bekerja
dan dulu waktu saya lagi kritis pembantu dan supirnya
sampe keluar dua-duanya dihari yang sama itu benar-
benar saya yang harus ngurus anak saya benar-benar jadi
memang saya sering ya namanya kecapean gitu pastilah
cape apalagi anaknya hiperaktif ya kaya anak saya itu
jadi bonus juga buat saya, sampe dulu pas anak saya itu
kena gangguan ginjal itu saya sering ditegor juga karena
sering gak masuk ya mau focus ngurus anak saya jadi
memang saya sampe mengundurkan diri dari kantor.”
14) Apakah Ibu sering mengalami masalah adanya perasaan
gugup dan cemas yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu
yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“anak saya itu kan bisa dibilang angkatan pertama autis
ya, jadi jaman dulu umur 1,5 tahun blm ngomong dan
mulai gak nyaman dan cemas sekali itu mba Karen anak
saya hyeraktif memang dan saya bener-bener sampe
rutin konsultasi itu sebulan sekali ke dokter anak terus
kata dokternya biasa lah anak laki, kecuali udah 2 tahun
gabisa ngomong baru harus di cek EEG. Jadi aku gak
nyaman ditambah cemas bener pas 2 tahun itu makanya
aku langsung minta cek EEG dan pas dicek itu gaada
apa-apa gaada kelainan, tapi setelah eeg itu aku
langsung periksa ke dokter syaraf langsung bukan ke
dokter anak lagi karena aku penasaran. Dokter syaraf
bilang itu bukan autis tapi hyperaktif disorder, akhirnya
dikasih vitamin dan obat tapi gak ngaruh juga tetep
hyperaktif. Abis itu pas umur 3 tahun itu aku langsung
mencari tahu, sampe datengin skolah buat autis sekitar
tahun 96 karna saking penasaran, karena waktu itu aku
ketemuibu-ibu dan punya anak dengan gerak gerik yang
sama kaya anak saya itu dia bilang anak saya autis
makanya aku mulai kepikiran juga tapi pikiran waku
waktu itu menolak dan merasa gak mungkin anak saya
terkena autis sampe waktu itu dikasih obat sampe 30
macem dan gak ada yang cocok.”
15) Apakah Ibu sering mengalami berupa pemusatan diri yang
berlebihan (merenung) yang Ibu rasakan saat mengasuh
anak ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“kalo merenung itu saya sering sih mba merenung
sampe gabisa tidur, apalagi kalo anak saya sakit ya itu
saya was-was juga takut dia kenapa-kenapa, belum lagi
khawatir sama masa depannya itu saya sering mikirin
juga mba tapi merenungnya itu bukan sekedar bengong
aja si mba tapi mikirin juga solusi yang terbaik untuk
anak saya makanya sekarang untuk masadepan anak
saya itu saya lebih ke yang penting anak saya bahagia ya
dan gak nuntut banyak-banyak juga anak saya harus bisa
ini itu.”
16) Apakah Ibu sering mengalami berupa seperti peka dan
mudah tersinggung yang Ibu rasakan saat mengasuh anak
ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya sih termasuk tipikal yang budeg ya mau orang kayak
gimana kayak gimanapun ada orang yang ngomongin anak
saya orangnya gak terbawa sampe kehati gitu sih jadi gak
pernah sampe tersinggung gitu yang penting gak sampe main
fisik ke anak saya.”
17) Apakah Ibu sering mengalami seperti ketakutan yang tidak
beralasan yang Ibu rasakan saat mengasuh anak ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Saya pernah merasakan disuatu posisi bermimpi lutfi
itu meninggal itu pas dia terkena kelainan ginjal ya itu
saya bener-bener takut anak saya kenapa-kenapa padahal
itu Cuma mimpi dan anak saya masih bisa punya
harapan yang besar untu tetap hidup walaupun harus
minum obat seumur hidup sampe pengen dibacain yasin
40 hari segala sampe bilang kalo mau ambil ya ambil
saja dari pada anak saya menderita, Cuma memang hati
saya itu gak bisa menerima namanya seorang ibu ya ya
pasti bener-bener mencoba yang terbaik untuk anak saya
sampe ke pengobatan altrnatif dulu ke Garut.”
18) Apakah Ibu sering mengalami seperti mengasingkan diri dari
kelompok dan phobia yang Ibu rasakan saat mengasuh anak
ibu yang berkebutuhan khusus?
Jawab:
“saya malah orangnya suka ngumpul yaa gak pernah
sampe ngejauhin diri gitu karna anak saya misalkan
takut dikucikan itu engga ada.”
19) Apa saja hal yang membuat ibu sering merasa tidak nyaman
yang membuat khawatir terkait Anak Ibu yang
berkebutuhan khusus?
Jawab:
“Saya pingin gitu mba anak saya mengurangi prilaku
berteriak dan menyakiti dirinya sendiri seperti memukul
perutnya dan marah saat keinginannya gak terpenuhi itu
yang bikin saya ngerasa cemas gitu kalo anak saya lagi
di asrama takut nyakitin dan agresif ketemennya kalo
anak saya ngerasa tidak nyaman untuk itu karena sikap
dia yang begitu waktu TK anak saya itu jadi bahan
bulian temennya bahkan didepan saya sendiri anak saya
sampe dipukul makanya saya langsung keluarin anak
saya karna anak saya takut diapa-apain.“
20) Apasaja yang paling menjadi sumber kecemasasan terkait
anak ibu sehingga membuat ibu menjadi sakit?
Jawab:
“Saya pas ngalamin masa-masa kritis sampe masuk
rumah sakit itu kan memang berat banget ya pas tahu
anak saya kena kelainan ginjal, ditambah saya
kehilangan pekerjaan dan saya juga bercerai dengan
suami itu saya benar-benar seperti orang setengah gila
dibilang, cuma karena memang keinget anak saya yang
harus saya urusin akhirnya saya kuat-kuatin aja mba
disitu walaupun batin saya itu rasanya berat banget.”
21) Apasaja Ibu pernah mengalami kecemasan terkait anak?
Jawab:
“Anak saya kan pernah mba yang namanya ngalamin
kejang gitu sebanyak 2 kali waktu tahun 2017, sekitar
kurang lebih jam 7 malem selalu habis sholat maghrib
itu waktu dirumah saya benar-benar waktu itu saya
kelimpungan saya nangis kan takut banget anak saya
kenapa-kenapa, makanya semenjak itu setiap habis
sholat maghrib itu saya rasanya takut banget takut
kejadian kaya waktu itu. “
22) Apakah ibu pernah mengalami kemerosotan dalam hal
ekonomi? Alasannya apa?
Jawab:
“Saat anak saya autis dan juga neurotic sindrom itu kan
bapanya gamau nerima ya karena dia bilang dia mau
hidup normal dan akhirnya kami bercerai itu bener-
bener masa kritis yang saya alami, belum lagi saya harus
berenti kerja karena mau focus sama kesembuhan anak
saya dulu jadi pekerjaan saya kesampingkan dan
akhirnya saya mengundurkan diri dan tidak mempunyai
pekerjaan tetap, belum lagi biaya pengobatan yang harus
saya bayar. Selanjutnya saya juga sampe kehilangan
rumah saya yang dulu saya jual dang anti dengan rumah
yang lebih kecil bahkan perbandingannya itu 3:1, untuk
anak saya belum lagi tanggungan saya yang besar
karena anak saya dua akhirnya saya beli rumah yang
lebih kecil. “
23) Berapa jumlah pendapatan ibu dalam bekerja? Apakah ada
ketidaksesuaian antara pendapatan dengan pembiayaan
anak?
Jawab:
“Saya itu buka usah konsultan trainer gitu mba dalam
bagian keuangan, dan pendapatan saya sekitar 12 jutaan
perbulan, itu paling sumber penghasilan saya, saya
memang harus mempunyai usaha untuk anak saya, tau
sendiri kan anak saya sppnya aja mahal sampe 10 juta
perbulan, belum termasuk obatnya.”
Hasil Observasi
1. Pemahaman Informan terkait dengan stress.
Dari hasil observasi yang penulis lakukan pada saat
wawancara dengan orang tua ,keempat orang tua awalnya
merasa bingung sehingga ragu sebelum menjawab pertanyaan
penulis, apakah benar stress seperti itu. Meskipun sempat
bertanya, tetapi pada akhirnya mereka dapat menjawab dengan
baik, hal ini karena keterbatasan pengetahuan orang tua
mengenai stress.
2. Perilaku dan perasaan orang tua saat melakukan wawancara.
Observasi yang pertama terkait dengan penampilan
orang tua. Saat penulis melakukan observasi terkait dengan
penampilan orang tua penulis menemukan bahwa salah satu
orang tua beliau terlihat seperti sedang menghadapi masalah,
seperti wajahnya yang sayu atau cemberut dan saat saya
bertanya terkait focus masa depan anaknya beliau menjawab
bingung dengan tatapan mata yang kosong, dan juga terlihat
sedih.
Observasi yang kedua terkait dengan pemusatan diri
yang berlebihan (merenung). Saat melakukan wawancara, salah
satu orang tua banyak merenung menatap lurus kedepan dengan
tatapan yang sedih sehingga beliau banyak bingung dalam
menjawab pertanyaan karena ada beberapa bagian yang beliau
tidak simak dan juga mengalami kesulitan saat menjawabnya
sehingga ada beberapa pertanyaan yang saya ulangi.
Observasi yang ketiga terkait dengan emosional yang
dimiliki oleh orang tua. Salah satu orang tua menunjukan
emosional yang tinggi saat melakukan wawancara.
contohnya saat mencari kunci mobil untuk diperbaiki
dengan menelpon suaminya, orang tua teriak teriak sambil
marah-marah hingga terdengar sampai keluar karena kunci
mobil yang tidak ketemu dengan mengeluarkan semua
pakaian yang ada dilemarinya untuk mencari kunci mobil
yang hilang.
Dokumentasi
Kegiatan memasak di Kidzania untuk menggali bakat dan minat
Kegiatan makan siang di ruang makan Yayasan Maryam karim bersama orang
tua
Penulis dengan salah satu orang tua dan kepala yayasan
Contoh kegiatan parenting skill antara orang tua dengan guru disana