pernikahan di bawah umur dalam perspektif hukum …

20
19 Fadhlullah & Novi Andriani PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN Fadhlullah 1 Novi Andriani 2 1 Lecturer of Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh 2 Faculty of law student, University of Muhammadiyah Aceh Corresponding author: [email protected] . Abstract Underage marriages are marriages that are not in accordance with Law Number 1 of 1974 on Marriage. Article 7 paragraph (1) states "that marriage is only permitted if the male has reached the age of 19 and the woman has reached the age of 16". Underage marriages in Gunung Meriah Subdistrict, Aceh Singkil District are caused by several factors including low levels of education, a narrow mindset in understanding and understanding the nature and purpose of marriage, fear of parents that their children will become spinsters, and the result of free promiscuity they traveled, so the occurrence of pregnancy out of wedlock. Impact on underage marriages is affecting psychological conditions, social conditions in society, divorce, and impacting the law. Key words: Marriage, Underage, Age I. PENDAHULUAN Pernikahan memiliki peran yang sangat strategis dalam kehidupan bermasyarakat. Pernikahan merupakan gerbang awal untuk membentuk sebuah keluarga yang merupakan unit terkecil dari sebuah masyarakat. Keluarga yang merupakan unit terkecil dari masyarakat terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya. Perkawinan adalah sebuah komitmen yang serius antar pasangan dan pesta pernikahan merupakan sebuah pertanda peresmian hubungan mereka sebagai suami istri yang secara sosial diakui oleh masyarakat. Duvall & Miller dalam Sarwono dan Meinarno menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

19 Fadhlullah & Novi Andriani

PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF

HUKUM PERKAWINAN

Fadhlullah1

Novi Andriani2

1Lecturer of Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh

2Faculty of law student, University of Muhammadiyah Aceh

Corresponding author: [email protected].

Abstract

Underage marriages are marriages that are not in accordance with Law Number 1

of 1974 on Marriage. Article 7 paragraph (1) states "that marriage is only

permitted if the male has reached the age of 19 and the woman has reached the age

of 16". Underage marriages in Gunung Meriah Subdistrict, Aceh Singkil District

are caused by several factors including low levels of education, a narrow mindset

in understanding and understanding the nature and purpose of marriage, fear of

parents that their children will become spinsters, and the result of free promiscuity

they traveled, so the occurrence of pregnancy out of wedlock. Impact on underage

marriages is affecting psychological conditions, social conditions in society,

divorce, and impacting the law.

Key words: Marriage, Underage, Age

I. PENDAHULUAN

Pernikahan memiliki peran yang sangat strategis dalam kehidupan

bermasyarakat. Pernikahan merupakan gerbang awal untuk membentuk sebuah

keluarga yang merupakan unit terkecil dari sebuah masyarakat. Keluarga yang

merupakan unit terkecil dari masyarakat terdiri dari suami istri, atau suami istri dan

anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.

Perkawinan adalah sebuah komitmen yang serius antar pasangan dan pesta

pernikahan merupakan sebuah pertanda peresmian hubungan mereka sebagai suami

istri yang secara sosial diakui oleh masyarakat. Duvall & Miller dalam Sarwono

dan Meinarno menjelaskan bahwa pernikahan adalah hubungan pria dan wanita

yang diakui secara sosial yang ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual,

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 2: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

20 Fadhlullah & Novi Andriani

melegitimasi membesarkan anak, dan membangun pembagian peran di antara

sesama pasangan.1

Tujuan pernikahan tidak terbatas pada hubungan biologis semata. Pernikahan

memiliki tujuan yang lebih jauh dari itu, yaitu mencakup tuntunan hidup yang

penuh kasih sayang sehingga manusia bisa hidup tenang dalam keluarga dan

masyarakat. Untuk mencapai tujuan mulia dari perkawinan tentunya calon

mempelai harus telah masak jiwa raganya sebelum melangsungkan perkawinan.

Kematangan ini diharapkan dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik

tanpa berfikir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat.2

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagai

hukum positif perkawinan di Indonesia mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan

lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sebelum lahirnya undang-undang perkawinan mengenai tata cara perkawinan

bagi orang indonesia pada umumnya diatur menurut hukum agama dan hukum adat

masing-masing. Dan setelah berlakunya hukum negara yang mengatur mengenai

masalah perkawinan adalah Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Namun untuk membentuk suatu perkawinan di dalam undang-undang

hukum perkawinan telah di tetapkan syarat-syaratnya seperti mengenai batas usia

untuk dapat melakukan perkawinan (syarat materiil) salah satunya ketentuan

mengenai batas umur minimal tersebut terdapat di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-

1 Marmiati Mawardi, 2012, “Problematika Perkawinan di Bawah Umur”, Jurnal Analisa, Vol.

19 No. 2, Semarang, hlm. 202. 2 Ahmad Rofiq, 2003, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm.57.

Page 3: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

21 Fadhlullah & Novi Andriani

Undang No. 1 Tahun 1974 yang mengatakan bahwa “perkawinan hanya diizinkan

jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai

usia 16 tahun”. Di Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil ini banyak

yang menikah di bawah umur dengan rata-rata usia bagi pria dari 15-17 tahun dan

rata-rata usia bagi wanita 14-15 tahun.

Batasan ini untuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunan. Dari adanya

batasan usia ini dapat ditafsirkan bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tidak menghendaki pelaksanaan perkawinan di bawah umur yang telah ditentukan

oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Perkawinan di bawah umur bukanlah

suatu yang baru di Indonesia. Praktek ini sudah lama terjadi dengan begitu banyak

pelaku, tidak di kota besar maupun di pedalaman. Sebabnya bervariasi karena

masalah ekonomi, rendahnya pendidikan, pemahaman budaya dan nilai-nilai

agama tertentu, dan lain-lain.3

Pernikahan di bawah umur yang terjadi di masyarakat Kecamatan Gunung

Meriah Kabupaten Aceh Singkil kebanyakan terjadi karena pergaulan bebas dan

berbagai macam masalah antara lain masalah keagamaan, ekonomi dan sosial.

Masalah keagamaan terkait dengan pengalaman keagamaan seseorang, pada

kalangan yang taat beragama menikah di bawah umur sebagai pilihan untuk

menghindari dosa, takut berbuat zina, mengikuti sunah rasul, mengaharapkan

barokah dan sebagainya. Motivasi ekonomi dengan perkawinan mengharap

terangkat derajatnya, ekonomi keluarga meningkat, meringankan beban orang tua

3 Zulfiani, “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak di Bawah Umur Menurut Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974”, Jurnal Hukum, Vol. 12 No. 2, hlm 212.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 4: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

22 Fadhlullah & Novi Andriani

dan sebagainya. Masalah sosial misalnya bangga laki-laki bisa mengawini gadis

belia, memiliki kepuasan batin dan sebagainya.

Penyebab terjadinya pernikahan di bawah umur di Kecamatan Gunung Meriah

Kabupaten Aceh Singkil ada beberapa faktor. Diantaranya adalah rendahnya

tingkat pendidikan di masyarakat tersebut. Mereka banyak terpengaruh dengan

pola pikir yang sempit dalam memahami dan mengerti hakikat dan tujuan

pernikahan. Orang tua yang memiliki rasa ingin bebas merawat anak perawannya.

Bahwasanya pendidikan saat ini menurut mereka sangatlah mahal, apalagi anak

mereka tersebut ingin sekolah setinggi-tingginya dan dengan fasilitas yang

memadai, para orang tua merasa terbebani dengan biaya hidup anak perawannya.

Untuk itu mereka mengambil keputusan untuk menikahkan anak perawannya

sesegera mungkin supaya anaknya yang sudah menikah dapat membantu

meringankan beban perekonomian orang tuanya yang sedang kesusahan.

Di dalam pernikahan di bawah umur tersebut belum tentu dapat menjaga

amanah dan tangung jawab sebagai suami istri, bahwa sesungguhnya pasangan

suami istri mesti menyadari dan merasakan bagaimana cara mereka memikul

amanah karena amanah merupakan sebuah tanggung jawab terhadap yang

dipimpinnya.4

Berdasarkan uraian latarbelakang permasalahan di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu faktor yang melatar belakangi

terjadinya pernikahan di bawah umur, dan dampak yang terjadi di dalam

pernikahan di bawah umur.

4 Syaikh Mushthafa Masyhur, 2000, Fiqih Dakwah, Jilid 1, Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat,

hlm.119.

Page 5: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

23 Fadhlullah & Novi Andriani

II. METODE PENELITIAN

1. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul yang dipilih “Pernikahan Di Bawah Umur Dalam

Perspektif Hukum Perkawinan, maka ruang lingkup penelitian termasuk dalam

Hukum Perdata, Penelitian di lakukan di Wilayah Hukum Aceh Singkil.

2. Definsi Operasional Variabel

a) Pernikahan di bawah umur adalah pernikahan yang tidak sesuai

dengan undang-undang perkawinan Bab II pasal 7 ayat 1 yang

menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat diizinkan jika pihak pria

sudah mecapai usia 19 tahun dan pihak pihak wanita sudah mencapai

usia 16 tahun.

b) Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

mengatakan bahwa “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

2. Lokasi dan Populasi Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah di Kecamatan Gunung

Meriah Kabupaten Aceh Singkil.

b. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian terdiri dari Panitera Mahkamah Syar’iyah

Singkil, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Aceh Singkil, Imam

Gampong Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil,

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 6: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

24 Fadhlullah & Novi Andriani

Keuchik Gampong Kec. Gunung Meriah Kab. Aceh Singkil,

Masyarakat, Pelaku Pernikahan di Bawah Umur di Kecamatan

Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil.

3. Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan total

sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama

dengan populasi.. Sehingga dengan menganalisa data yang diberikan dari

beberapa orang yang terlibat secara langsung terhadap permasalahan dan

dianggap dapat menjawab pertanyaan mewakili populasi penelitian

sebagaimana telah ditetapkan dalam populasi di atas5.

4. Cara Pengumpulan Data

a. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari materi-materi bacaan

berupa buku-buku karangan ilmiah, dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

b. Penelitian lapangan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

mendapatkan informasi mengenai hal yang ditelitindari instansi

terkait serta pengumpulan data-data yang berkaitan dengan masalah

yang dibahas guna menunjang pembahasan masalah. Pencarian data

tersebut melalui narasumber atau responden, yaitu orang yang kita

jadikan objek penelitian atau orang yang kita jadikan sebagai sarana

mendapatkan informasi atau data.6

5 Suharsimi Arikonto, 2005, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 97.

6 Umi Narimawati, 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Teori dan Aplikasi,

Agung Media, Bandung, hlm.34.

Page 7: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

25 Fadhlullah & Novi Andriani

5. Cara Menganalisa Data

Data dari hasil penelitian kepustakaan (library reseach) maupun dari

penelitian lapangan (field reseach) yang telah terkumpul, diolah dan dianalisa

dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu cara penelitian yang

menghasilakan data deskriptif analisi yaitu yang dinyatakan oleh responden

secara tertulis atau lisan serta tingkah laku yang nyata, yang dipelajari dan

diteliti sebagai suatu yang utuh.

III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Pengertian Pernikahan di Bawah Umur

Perkawinan adalah suatu hal yang penting dalam realita kehidupan

umat manusia.7 Perkawinan juga merupakan kebutuhan hidup seluruh umat

manusia sejak zaman dahulu hingga sekarang. Dari perkawinan akan timbul

hubungan hukum antara suami istri dan kemudian dengan lahirnya anak, maka

menimbulkan hubungan hukum antara orangtua dan anak-anak mereka.8

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, yang selanjutnya disebut Undang-undang Perkawinan,

mengatakan bahwa “ perkawinan ialah ikatan lahir antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

7 Abdul Manan, 2008, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana

Prenada Media Groub, hlm. 1. 8 Mohd. Idris Ramulyo, 2004, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari Undang-undang

No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), Jakarta: Bumi Aksara, hlm. 2.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 8: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

26 Fadhlullah & Novi Andriani

Menurut Dlori mengemukakan bahwa pernikahan di bawah umur

merupakan sebuah perkawinan yang target persiapannya belum dikatakan

maksimal persiapan fisik, persiapan mental, juga persiapan materi. Karena

demikian inilah maka pernikahan di bawah umur bisa dikatakan sebagai

pernikahan terburu-buru, sebab segalanya belum dipersiapkan secara matang.9

Ada beberapa pengertian pernikahan di bawah umur dalam perspektif

hukum perkawinan, adalah sebagai berikut:

a. Pernikahan di bawah umur menurut konsep Undang-undang No. 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia yang berlaku

hingga sekarang, pengertian dewasa dan belum dewasa belum ada

pengertiannya. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

hanya mengatur tentang, izin orang tua bagi orang yang akan

melangsungkan perkawinan apabila belum mencapai umur 21 tahun (pasal

6 ayat 2) artinya pria maupun wanita yang ingin menikah harus

mendapatkan izin orang tua apabila belum genap 21 tahun, umur minimal

untuk diiznkan melangsungkan perkawinan, yaitu pria 19 tahun dan

wanita 16 tahun (pasal 7 ayat 2), anak yang belum mencapai umur 18

tahun atau belum pernah kawin, berada dalam kekuasaan orang tua (Pasal

57 ayat (2)), anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah

kawin, berada dibawah kekuasaan orang tuanya, berada di bawah

kekuasaan wali (Pasal 50 ayat 1).

9 Muhammad M. Dlori, 2005, Jeritan Nikah Dini, wabah, Pergaulan, Yogyakarta: Binar Press,

hlm. 5.

Page 9: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

27 Fadhlullah & Novi Andriani

Ketentuan mengenai batas umur dalam pasal 7 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatakan

bahwa, “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia

19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun”. Dari hal

tersebut dapat dikatakan bahwa UU No. 1 tahun 1974 tidak menghendaki

pelaksanaan perkawinan di bawah umur.

b. Perkawinan di bawah umur menurut konsep Hukum Adat

Soekanto mengatakan bahwa perkawinan itu bukan hanya satu

peristiwa yang mengenai mereka yang bersangkutan (perempuan dan laki-

laki menikah) saja, akan tetapi juga bagi orang tuannya, saudara-

saudaranya dan keluarganya.10

Menurut Hilman Hadikusuma, asas-asas perkawinan menurut

Hukum Adat adalah sebagai berikut :

1. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga, rumah tangga dan

hubungan kerabat yang rukun, damai, bahagia dan kekal.

2. Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut agama atau

kepercayaan, tetapi juga harus mendapat persetujuan dari para anggota

kerabat.

3. Perkawinan harus didasarkan pada persetujuan orang tua dan anggota

kerabat, masyarakat adat dapat menolak kedudukan sitri atau suami

yang tidak diakui oleh masyarakat adat setempat.

c. Perkawinan di bawah umur menurut konsep Kompilasi Hukum Islam

Allah SWT mensyariatkan perkawinan kepada umat manusia dan

menetapkan seperangkat ketentuan (syuruth dan arkan) untuk

mengokohkan institusinya. Di samping itu dia juga memperindahnya

10

Tolib Setiady, 2008, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan, Bandung:

Alfabeta, hlm. 221.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 10: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

28 Fadhlullah & Novi Andriani

dengan etik dan tuntunan-tuntunan moral (adab dan fadha’il). Allah SWT

telah menjadikan utusan-Nya, Muhammad SAW sebagai uswah hasanah

yang sepatutnya diteladani, dimana dia terekam dalam lembaran-lembaran

sejarah menikahi gadis perawan (nikr) dan janda (thayyib), dan juga

pernah mengawini wanita muda (saghirah) dan tua (kabirah).

Keseluruhan istrinya itu terpilih atas pertimbangan ilahiyah yang jauh dari

kalkulasi-kalkulasi fisik dan materi.11

Secara umum dalam menjawab hukum perkawinan di bawah umur,

pendapat para fuqaha dikategorikan menjadi 3 kelompok. Pertama,

pandangan jumhur fuqaha yang membolehkan perkawinan di bawah umur.

Walaupun demikian, kebolehan ini serta merta membolehkan adanya

hubungan badan. Kedua, pandangan yang dikemukakan oleh Ibnu

Syubrumah dan Abu Bakar al-Alsham, menyatakan bahwa perkawinan di

bawah umur hukumnya terlarang secara mutlak. Ketiga, pandangan yang

dikemukakan oleh Ibnu Hazm. Beliau memilah antara perkawinan anak

lelaki kecil dan anak perempuan kecil. Jika perkawinan anak perempuan

kecil oleh bapaknya diperbolehkan, sedangkan perkawinan anak lelaki

kecil dilarang. Argumen yang dijadikan landasan adalah zhahir hadist

perkawinan Aisyah RA dengan Nabi Muhammada SAW.12

11

Yusuf Hanafi, 2011, Kontoversi Perkawinan di Bawah Umur, Malang: Mandar Maju, hlm. 37.

12 Asroun Ni’am, 2009, Pernikahan Usia Dini dalam Perspektif Fikih Munakahah, dalam Ijma

Ulama, Majelis Ulama Indonesia, hlm. 214-218.

Page 11: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

29 Fadhlullah & Novi Andriani

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan di Bawah Umur di

Wilayah Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil

a. Faktor ekonomi

Orang tua menikahkan anaknya yang masih di bawah umur karena

factor ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhan atau kekurangan biaya

hidup oaring tuanya. Selain itu orang tua menganggap bahwa dengan

menikahkan anaknya yang masih di bawah umur akan mengurangi beban

ekonomi keluarga. Sebab dengan menyelenggarakan perkawinan yang

masih di bawah umur akan menerima sumbangan-sumbangan berupa bahan

pokok seperti beras ataupun sejumlah uang dari handai taulannya yang

selanjutnya dapar dipergunakan untuk menutup biaya kebutuhan sehari-hari

dalam beberapa waktu lamanya. Masyarakat Kecamatan Gunung Meriah

tidak semua dapat mencukupi ataupun memenuhi kebutuhan keluarga

karena keadaan ekonomi anatara keluarga yang satu dengna keluarga

lainnya berbeda. Masyrakat di Kecamatan Gunung Meriah mempunyai

beranekaragam mata pencaharian. Mata pencaharian tersebut antara lain

nelayan, petani, wiraswasta, dan PNS.

Menurut Ibu SL (orang tua). Ibu SL keluarga yang kerja sebagai

buruh di PT. Perkebunan Sawit, keadaan keluarga Ibu SL dapat dikatakan

kurang mampu, bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak

mudah dengan pekerjaan sebagai buruh perkebunan. Ibu SL mempunyai

seorang anak dan sudah memiliki pedamping (pacar) dan sudah lulus

sekolah menengah pertama, Ibu SL menyarankan untuk menikahkan

anaknya dengan pacarnya tersebut. Dengan anaknya segera menikah Ibu SL

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 12: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

30 Fadhlullah & Novi Andriani

berharap suami dari anaknya itu dapat membantu pekerjaan dan kebutuhan

keluarganya terutama kebutuhan anaknya. Selain itu jika anak gadisnya

menikah maka ia dapat memikirkan lagi anak laki-lakinya yaitu adik dari

anak gadisnya itu. Adiknya itu sudah kelas 6 (enam) SD dan akan segera

tamat, maka Ibu SL memerlukan biaya untuk kebutuhan masuk sekolah

menengah pertama anak laki-lakinya.13

b. Faktor rendahnya kesadaran terhadap pentingnya pendidikan

Orang tua menikahkan anak yang masih usia belia tidak hanya

karena keadaan ekonomi yang kurang mampu, tetapi rendahnya kesadaran

orang tua terhadap pentingnya pendidikan anak pun menjadi salah satu

pemicu berlangsungnya sebuah perkawinan. Dengan pendidikan orang tua

yang hanya lulus sekolah dasar bahkan ada juga yang tidak sekolah sama

sekali (buta huruf) dengan mudahnya untuk segera melangsungkan sebuah

perkawinan kepada anak-anaknya. Karena orang tua yang kurang mengerti

ataupun memahami sebuah perkawinan yang ideal, orang tua yang hanya

lulus sekolah dasar atau tidak sekolah sama sekali (buta huruf) ia hanya

melihat anak yang sudah besar sehingga ia berfikir sudah waktunya untuk

menikah. Dengan Bapak LM dan Ibu ML (orang tua). Keluarga Bapak LM

dapat dikatakan sudah mampu dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga, ia

termasuk keluarga yang mampu (kaya) tetapi Bapak LM dan Ibu ML

kurang begitu memperhatikan pendidikan anak-anaknya, dilihat dari

keluarga yang mampu (kaya) tidak sulit lagi untuk membiayai sekolah

13

Saliah (Ibu dari Hidayani), Pelaku Pernikahan di Bawah Umur Kecamatan Gunung Meriah,

Kabupaten Aceh Singkil, Wawancara, tanggal 06 Maret 2018, Aceh Singkil.

Page 13: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

31 Fadhlullah & Novi Andriani

anaknya. Tetapi itu tidak dilakukan oleh keluarga Bapak LM dan Ibu ML

karena dengan alasan tidak ada biaya, anak perempuannya jadi tidak perlu

sekolah tinggi dan lain sebagainya. Padahal melanjutkan sekolah adalah

harapan NL semasa masih duduk di sekolah menengah pertama, ia berharap

dapat melanjutkan sekolah tetapi orang tua tidak mengijinkannya akhirnya

ia memilih untuk menikah sebagaimana kemauan dengan pilihan orang

tuanya14

.

c. Faktor kekhawatiran orang tua

Keluaga yang mempunyai seorang anak gadi sudah besar tapi belum

mempunyai pendamping (pacar) maka orang tua merasa tidak tenang, orang

tua merasa gelisah, dan cemas. Jika anak gadisnya belum mempunyai

pendamping (pacar) maka orang tua segera mecarikan jodoh untuk anknya

itu belum tentu anaknya menyetujuinya. Tetapi orang tua selalu berusaha

keras mencarikan pendamping (pacar) untuk anaknya. Orang tuamerasa

takut anaknya menjadi perawan tua, orang tua merasa malu dengan

tetangga, masyarakat sekitar akan dikatakan tidak laku dan lain sebagainya.

Ketika anak gadisnya sudah mempunyai pendamping (pacar) tetapi belum

menikah juga orang tua merasa cemas, dan takut, takut mengalami hal-hal

yang tidak diinginkan yang dapat mencemari nama baik keluarga. Maka

dari itu orang tua segera merencanakan untuk kejenjang selanjunya yaitu

perkawinan, perkawinan adalah jalan satu-satunya yang diharapkan oleh

14

Lomos dan Marlaini (Orang tua dari Nurleili), Pelaku Pernikahan di Bawah Umur Kecamatan

Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Wawancara, tanggal 06 Maret 2018, Aceh Singkil.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 14: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

32 Fadhlullah & Novi Andriani

orang tua agar supaya anaknya mendapatkan kebahagiaan, ketika anaknya

sudah menikah maka orang tua merasa tenang dan bahagia.

Maka orang tua segera mencarikan pendamping (pacar) untuk

anaknya, ketika anaknya belum mempunyai pendamping (pacar), orang tua

merasa cemas, gelisah, merasa malu sama tetangga, dan sama masyarakat

sekitar. Setelah menemukan laki-laki yang dianggap cocok dengan

anaknya, maka tidak sabar untuk segera menikahkannya (naik pelaminan).

Mungkin awalnya anak kurang menyetujui dengan pilihan orang tua tetapi

ketika orang tua memaksa maka anak pun tidak dapat menolaknya selain itu

melihat sudah lulus sekolah dasar.15

d. Faktor lingkungan

Orang tua menikahkan anaknya bukan hanya karena keadaan

ekonomi, rendahnya kesadaran orang tua terhadap pendidikan, dan

kekhawatiran orang tua akan tetapi lingkungan tempat mereka tinggal pun

sangat mempengaruhi pola piker mereka (orang tau maupun anak).

Keluarga yang mempnyai anak perempuan maupun laki-laki, lebih-lebih

anak perempuan belum memiliki pendamping (pacar) melihat anak yang

seusia anaknya sudah memiliki pendamping (pacar) apalagisudah menikah

maka orang tua merasa cemas, dan gelisah, ia bersaha mencarikan

pendamping (pacar) untuk anaknya. Lingkungan sekitar, tetangga, saudara

pun selalu menanyakan “kapan menikah lihat teman-teman sebaya mu

15

Ardianto dan Patini (Orang tua dari Eka Syahfitri), Pelaku Pernikahan di Bawah Umur

Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Wawancara, tanggal 07 Maret 2018, Aceh

Singkil.

Page 15: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

33 Fadhlullah & Novi Andriani

sudah pada menikah apakah tidak malu tinggal kamu sendiri yang belum

menikah”. Dari itu SS berkeinginan untuk segera naik pelaminan, ia

menikah dengan pilihan orang tua maupun pilihannya sendiri tidak masalah

bagi SS. Sejak itu pula ia mencoba mencari pendamping (pacar) untuk

dijadikan istri, tidak lama ia menemukan calon istri yaitu AS yang sekarang

menjadi istrinya.16

Menurut Bapak Thaharuddin, SH, beliau mengatakan ada beberapa

faktor yang melatar belakangi terjadinya pernikahan di bawah umur:

1. Belum adanya pemahaman atau kurangnya pengetahuan masyarakat

mengenai pernikahan usia muda serta bagaimana dampaknya

terhadap anak-anak mereka.

2. Masih adanya pemikiran bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah

jauh-jauh apalagi sampai kuliah, yang penting anak itu bisa baca dan

menulis itu sudah cukup bagi mereka dan setelah itu anak

perempuan itu sudah bisa menikah, orang tua tidak pernah

mempertimbangkan umur anak perempuan mereka terpenting anak

perempuan mereka bisa memasak dan mengurus suami. Karena

meskipun pendidikan anak perempuan mereka tinggi pada akhirnya

akan kembali ke dapur juga.

3. Adanya anggapan dalam masyarakat bahwa anak perempuan yang

telah berusia remaja dan belum menikah maka akan dianggap

perawan tua dan tidak laku. Hal ini juga yang menyebabkan orang

tua segera menikahkan anaknya.

4. Tidak sekolah atau putus sekolah. Karena putus sekolah para remaja

biasanya lebih memilih untuk menikah dibandingkan untuk

melanjutkan sekolahnya. Karena dapat menaikkan taraf

perekonomian hidupnya.

5. Pergaulan bebas, yang mengakibatkan terjadinya hamil di luar

nikah. Dan solusi yang terbaik adalah menikahkan mereka agar tidak

membuat malu keluarga.

16

Syahputra Sutarmin dan Ayu Sarah (Suami Istri), Pelaku Pernikahan di Bawah Umur

Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Wawancara, tanggal 08 Maret 2018, Aceh

Singkil.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 16: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

34 Fadhlullah & Novi Andriani

6. Faktor kemauan sendiri, atas dasar suka sama suka dan saling cinta

sehingga menyebabkan terjadinya pernikahan di bawah umur. Dan

banyak faktor-faktor lain yang berasal dari diri mereka sendiri.17

C. Dampak Terhadap Suatu Pernikahan di Bawah Umur di Wilayah

Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil

Pernikahan di bawah umur mempunyai dampak negatif yang membuat

para remaja menjadi tergesa-gesa untuk menikah pada usia muda. Karena

menikah adalah suatu hal yang dilakukan seumur hidup sekali dan harus siap

secara mental dan fisik agar tidak terjadi kegagalan dalam berumah tangga.

Banyak orang dewasa yang gagal dalam berumah tangga, hal itu di karenakan

ketidak serasian serta lemahnya pendirian, dan akhirnya perceraian menjadi

pilihan mereka, apalagi menikah pada usia di bawah umur tentunya banyak

sekali rintangan yang harus dihadapi untuk menjaga utuhnya rumah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Syamsuwir, ada beberapa

dampak yang dapat terjadi dari pernikahan di bawah umur:

1. Dampak biologis

Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju

kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan

lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika

dipaksakan justru akan terjadi perobekan yang luas dan infeksi yang akan

membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak.

Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar

17

Thaharuddin, Panitera Mahkamah Syar’iah Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, Wawancara,

tanggal 02 Maret 2018 di Aceh Singkil.

Page 17: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

35 Fadhlullah & Novi Andriani

kesetaraan dalam hak reproduksi antara istri dan suami atau adanya

kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.

2. Dampak psikologis

Menurut para psikolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan di usia dini

dapat mengurangi harmonisasi dalam keluarga. Hal ini disebabkan oleh

emosi kedua pasangan yang masih labil, gejolak darah muda dan cara

berpikir yang belum matang.Secara psikis anak juga belum siap dan

mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma

psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak

akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan

yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan

perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan

(wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-

hak lainnya yang melekat dalam diri anak.

3. Dampak sosial

Dari dampak sosial dapat dirasakan bahwa adanya rasa dikucilkan oleh

beberapa masyarakat setempat tempat mereka tinggal.

4. Dampak terhadap hukum

Adanya pelanggaran terhadap UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

5. Dampak perilaku seksual menyimpang

Adanya perilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar

berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 18: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

36 Fadhlullah & Novi Andriani

pedofilia.18

Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan

seks anak), namun dikemas dengan perkawinan seakan-akan menjadi

legal. Hal ini bertentangan dengan UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak khususnya Pasal 81, ancaman pidana penjara

maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300

juta dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak diambil tindakan hukum

terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak secara ilegal akan

menyebabkan tidak ada efek jera dari pelaku bahkan akan menjadi contoh

bagi yang lain.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pernikahan di bawah umur adalah pernikahan yang tidak sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat (1)

menyatakan “bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah

mencapai usia 19 tahun dan pihak waita sudah mencapai usia 16 tahun”.

Pernikahan di bawah umur di Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh

Singkil disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah rendahnya tingkat

pendidikan, pola pikir yang sempit dalam memahami dan mengerti hakikat dan

tujuan pernikahan, rasa takut orang tua bahwa anaknya akan menjadi perawan

tua, dan akibat pergaulan bebas yang mereka tempuh, sehingga terjadinya

hamil diluar nikah. Dampak terhadap Pernikahan di bawah umur yaitu

18

Syamsuwir, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten

Aceh Singkil, Wawancara, tanggal 05 Maret 2018, Aceh Singkil.

Page 19: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

37 Fadhlullah & Novi Andriani

berdampak pada keadaan psikologis, keadaan sosial dalam masyarakat,

perceraian, serta berdampak pada hukum.

B. Saran

Diharapkan kepada orang tua dan masyarakat supaya dalam

perkawinan anak-anaknya yang dibawah umur harus semaksimal mungkin

dihindari demi masa depan anak-anaknya dalam rangka memperoleh

pendidikan dan kesempatan yang layak untuk memimilih pasangannya

masing-masing. Disamping itu jga sangat diharapkan peran pemerintah untuk

mencegah terjadinya pernikahan dibawah umur di Kecamatan Gunung Meriah

Kabupaten Aceh Singkil.

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdul Manan, 2008, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Kencana

Prenada Media Groub, Jakarta.

Ahmad Rofiq, 2003, Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Asroun Ni’am, 2009, Pernikahan Usia Dini dalam Perspektif Fikih Munakahah,

dalam Ijma Ulama, Majelis Ulama Indonesia.

Muhammad M. Dlori, 2005, Jeritan Nikah Dini, wabah, Pergaulan, Yogyakarta:

Binar Press.

Mohd. Idris Ramulyo, 2004, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis dari

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam), Jakarta:

Bumi Aksara.

Syaikh Mushthafa Masyhur, 2000, Fiqih Dakwah, Jilid 1, Al-I’tishom Cahaya

Umat, Jakarta.

Suharsimi Arikonto, 2005, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 20: PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM …

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

38 Fadhlullah & Novi Andriani

Tolib Setiady, 2008, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan,

Alfabeta, Bandung.

Ukasyah Athibi, 1998, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, Gema Insani,

Jakarta.

Umi Narimawati, 2008, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Teori dan

Aplikasi, Agung Media, Bandung.

Yusuf Hanafi, 2011, Kontoversi Perkawinan di Bawah Umur, Mandar Maju,

Malang.

B. JURNAL

Marniati Mawardi, 2018, “Problematika Perkawinan di Bawah Umur”, Jurnal

Analisa, Vol. 19 No. 2.

Zulfiani, “Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Anak di Bawah Umur Menurut

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974”, Jurnal Hukum, Vol. 12 No. 2.

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lembaran Negara

Nomor 1 Tahun 1974.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan

Nasional.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang PTPPO.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.