persepsi mahasiswa politik universitas airlangga terhadap kasus korupsi nazaruddin
DESCRIPTION
Analisa Kualitatif Politik. Wawancara.TRANSCRIPT
PERSEPSI MAHASISWA POLITIK UNIVERSITAS
AIRLANGGA TERHADAP KASUS KORUPSI
NAZARUDDIN
Oleh:
Meyrza Ashrie Tristyana
070913042
Departemen Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2011
PENDAHULUAN
Topik:
Persepsi mahasiswa politik Universitas Airlangga dalam kasus korupsi Nazaruddin.
Tujuan:
Untuk mengetahui bagaimana persepsi tentang kasus korupsi Nazaruddin dari sudut
pandang mahasiswa politik.
Rumusan Masalah:
Bagaimana mahasiswa politik memandang kasus korupsi Nazaruddin?
Pernyataan tesis:
Sebagai mahasiswa politik, mereka pasti memiliki padangan tersendiri dan lebih
khusus jika dibandingkan dengan pandangan publik dalam menilai kasus korupsi Mantan
Bendahara Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Latar Belakang:
Muhammad Nazaruddin, Mantan Bendahara Partai Demokrat, harus berhadapan
berkali-kali dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nazaruddin dilaporkan terlibat
dalam proyek pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar di Kementerian Kesehatan.
Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KPPPI) melaporkan
dugaan penyelewengan itu ke KPK. KPPPI dalam laporannya ke KPK menyebut bahwa
Nazaruddin bersama Muhammad Nasir, saudaranya yang juga anggota DPR, terlibat
memuluskan proyek tersebut.
Nazaruddin diduga terlibat pada proyek pengadaan Alat Bantu Belajar Mengajar
Kementerian Kesehatan bernilai Rp 449.000.000.000,- untuk rumah sakit pendidikan dan
rumah sakit rujukan. Dua orang yang diduga anak buah Nazaruddin, Mindo Rosalina
Manulang dan Marisi Matondang, Direktur Utama PT Mahkota Negara, pun disebut berperan
penting di lapangan dalam memuluskan PT Buana memenangi proyek di anggaran perubahan
Kementerian Kesehatan pada 2010 itu.
Jika nantinya KPK benar-benar menemukan bukti keterlibatan Nazaruddin, maka
daftar kasus mantan bendahara umum Demokrat tersebut akan semakin panjang di KPK.
Nazaruddin mulanya terseret kasus proyek wisma atlet SEA Games XXVI di Jakabaring,
Palembang. Kemudian proyek di Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional.
Kedua kasus ini tengah ditangani KPK. Lembaga ini juga telah memanggil
Nazaruddin untuk dimintai keterangan. Namun, berkali-kali dipanggil ia yang kabarnya
berada di Singapura tak kunjung datang. Hampir satu bulan Ketua Dewan Pembina Partai
Demokrat (PD), Susilo Bambang Yudhoyono, menginstruksikan PD agar membantu KPK
menjemput Nazaruddin agar pulang ke tanah air. Tapi hasilnya hingga kini tak kunjung ada.
Strategi Penelitian:
Case study dengan teknik pengumpulan data mewawancarai kelompok dan semi
terstruktur. Responden adalah kelompok mahasiswa politik Universitas Airlangga angkatan
tahun 2007-2008 (dalam waktu dan tempat yang sama), 2009, dan 2010.
BAB I
Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin, ditengarai terlibat kasus suap
proyek asrama atlet SEA Games di Palembang. Kisah bermula saat Sekretaris Menteri
Pemuda dan Olahraga (Menpora), Wafid Muharram, tertangkap basah petugas Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) saat bertransaksi dengan Direktur Marketing PT Anak Negeri,
Mindo Rosalina Manulang, dan Direktur Marketing PT Duta Graha Indah, Muhamad Idris, di
kantor Sekretaris Menpora, Kamis malam, 21 April 2011.
Dalam penangkapan itu disita beberapa lembar cek senilai Rp 3.200.000.000,- serta
uang jutaan rupiah dalam mata uang rupiah, dolar Singapura, dan dolar Amerika Serikat.
Uang kontan dalam berbagai pecahan mata uang itu ditemukan petugas KPK di tempat
sampah. Rupanya saat penggerebekan uang itu sempat dibuang staf Wafid. Begitu tertangkap,
Menpora Andi Mallarangeng langsung memecat Wafid.
Penangkapan berbuntut panjang. Ditengarai kasus ini melibatkan petinggi Demokrat.
Dalam pemeriksaan Rosa mengaku hanya suruhan Nazaruddin. Berkali-kali hal ini diungkap
pengacara Rosa, Kamarudin Simanjuntak. Kata dia, Nazar mendapat bagian Rp
25.000.000.000,-. Saat ditangkap, Rosa sedang mengatur pemberian uang oleh Muhammad
Idris dari PT Duta Graha Indah, pemenang tender pembangunan Wisma Atlet SEA Games,
kepada Wafid.
Nazaruddin adalah salah satu figur penting di balik kemenangan Anas dalam
perebutan kursi Ketua Umum. Dia penggalang dana yang hebat, sehingga mampu
mensukseskan pemenangan Anas. Akhirnya Anas mengalahkan Andi dan Marzuki. Nazar
juga disebut-sebut penyetor dana terbesar buat Demokrat.
Namun sepekan kemudian, setelah berganti kuasa hukum, Rosa berbalik. Dia
mencabut keterangan sebelumnya. Meski Rosa mencabut keterangannya, Wafid justru
mengaku beberapa kali bertemu dengan Nazar untuk membahas anggaran wisma atlet.
Nazar segera menepis pengakuan Rosa, Kamarudin, maupun Wafid. Ia mengaku tidak
terkait kasus suap itu. Ia bahkan mengaku tidak mengenal semua orang yang tersangkut kasus
suap Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Nama lain yang disebut-sebut adalah anggota Fraksi Demokrat DPR Angelina
Sondakh. Janda aktor Adjie Massaid itu adalah koordinator anggaran Komisi Olahraga DPR
RI dan diduga ikut menggolkan proyek itu. Tapi dalam konferensi persnya, Angelina
membantah tudingan itu.
Karena desakan berbagai penjuru, Partai Demokrat (PD) lalu membentuk tim
investigasi. Hasilnya, mereka menyatakan tuduhan suap kepada Nazaruddin dan Angelina tak
terbukti. Namun mereka menyerahkan sepenuhnya ke KPK untuk menuntaskan kasus ini.
Soal pengakuan Rosa, Ahmad Mubarok, anggota Dewan Pembina PD, mengaku belum
menemukan keterkaitannya.
Namun Demokrat langsung dikecam karena dianggap tak sejalan dengan upaya Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) memberantas korupsi. Demokrat lalu membentuk tim
investigasi dan menyodorkan pilihan untuk Nazar. Kata Ketua DPP, Kastorius Sinaga, SBY
memberi dua opsi, yakni dipecat atau mundur.
Tapi tim investigasi segera membantah pernyataan Kastorius. Kata Mubarok,
pemecatan atau pemaksaan mundur memang prosedur Demokrat untuk kader yang terbukti
menerima suap.
Kastorius langsung ditembaki Ketua dan anggota tim investigasi, Benny K. Harman
dan Ruhut Sitompul, yang sejak awal mati-matian membela Nazaruddin. Sementara, Benny
malah langsung menuding Kastorius sengaja ingin memecah belah Demokrat.
Merebaknya perang kata-kata ini sulit dilepaskan dari asal-usul mereka. Nazar, Ruhut, dan
Benny adalah tim sukses Anas. Adapun Kastorius ada di kubu Andi. Namun Kastorius
membantah punya agenda tersembunyi.
Rupanya, di balik perang kata-kata itu, tarik ulur soal Nazaruddin memang sulit.
Selain isu pertarungan kubu pasca pemilihan Ketua Umum, posisi dia memang strategis.
Beredar kabar bahwa lelaki umur 33 tahun itu banyak memegang informasi penting sejumlah
politisi Demokrat di Senayan. Dalam dua kali diperiksa Dewan Kehormatan di kantor DPP
Salemba dan di Cikeas, Nazaruddin tegas membantah terlibat dalam kasus suap di
Kemenpora.
Padahal untuk menyelamatkan nama baik partai dan pemerintahan SBY Dewan
Kehormatan telah mengutus Anas untuk membawa surat pengunduran diri Nazar yang
mereka siapkan. Namun hasilnya nihil. Meski sudah harus terbang ke Bali untuk menjalankan
tugas Dewan Kehormatan, Anas harus membawa kembali surat pengunduran diri bendahara
umum partainya itu dalam keadaan kosong, tanpa tanda tangan Nazar.
Keputusan meminta Nazar mundur secara sukarela diambil SBY sebagai Ketua
Dewan Pembina, setelah Dewan Kehormatan menyimpulkan bahwa dia layak dipecat atau
diminta mundur. Apalagi, ada laporan dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D.
kepada SBY, bahwa Nazaruddin pernah memberikan duit sejumlah uang kepada Djanedri M.
Gaffar, Sekjen MK. Dalam rapat ini Anas diberi tugas meminta tanda tangan Nazar untuk
mengundurkan diri.
Saat bertemu Anas, Nazar membantah semua tuduhan. Ia pun menolak
menandatangani surat pengunduran diri yang dibawa Anas. Ia balik menyerang dan
menitipkan pesan penting untuk para petinggi Demokrat. Ia mengancam akan menyeret
empat petinggi partai, termasuk Edhie Bhaskoro Yudhoyono, Putra SBY, jika dipaksa
mundur.
Sekembalinya dari Bali, Anas melaporkan pertemuannya dengan Nazar ke Cikeas.
Saat itulah Anas menyampaikan tudingan balik Nazar. Saat dikonfirmasi Tempo, Anas
membantah cerita itu, demikian pula Choel, Marzuki dan Ibas. Namun Kastorius
membenarkan. “Nazar mengancam akan membuka 'bobrok' partai kalau dilengserkan,”
ujarnya.1
Setelah menerima laporan itu, keinginan menyingkirkan Nazar demi menyelamatkan
partai pun teredam. Semula SBY sangat bersemangat memerintahkan dewan kehormatan
menelaah kasus ini, dan memerintahkan langsung kepada Sekretaris Dewan Penasihat Amir
Syamsuddin. Namun, malam itu SBY mulai berhati-hati.
SBY berencana mengutus Anas bertemu pemimpin KPK, agar mendapat informasi
tentang kasus suap itu. Setelah mendengar titah SBY, para petinggi KPK menggelar rapat.
Mereka lalu memutuskan untuk tidak menerima Anas karena khawatir akan mengganggu
proses penyidikan.
1 http://tempointeraktif.com/khusus/selusur/nazaruddin/ (diakses Senin, 20 Juni 2011 pukul 15.00 WIB)
Anas menyanggah telah diutus SBY mengintervensi kasus suap yang melibatkan
Nazar di KPK. Menurut dia, posisi Demokrat jelas yaitu mengedepankan proses hukum.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Johan Budi S.P., mengaku belum mengetahui hal itu.
Suasana kian panas ketika Mahfud melaporkan kasus suap lain yang melibatkan
Nazar kepada SBY secara lisan. Usai bertemu Presiden, Mahfud membeberkan laporannya
kepada wartawan. Mahfud melaporkan tentang kasus pemberian uang oleh Nazaruddin
kepada Sekjen MK, Janedjri M. Gaffar, sebesar 120 ribu dollar Singapura.
Karena manuver ini, kolega Nazar menuduh Mahfud mencari popularitas murahan.
Ruhut Sitompul, langsung menyerang Manfud. Ia mencurigai motif Mahfud melapor ke SBY.
Awalnya Mahfud masih santai. Ia menyarankan agar Ruhut bertanya langsung kepada
SBY, mengapa dia melaporkan kasus ini. Tapi lama-kelamaan Mahfud panas juga, apalagi
Ruhut terkesan melecehkan Mahfud yang menurut dia hanya lulusan Universitas Islam
Indonesia, sementara dirinya lulusan Universitas Padjajaran.
Menurut Mahfud, tujuh bulan ia menyembunyikan kasus ini. Sikap Mahfud berubah
saat SBY memintanya membuka kasus ini.
Maka Senin malam, 23 Mei 2011, Dewan Kehormatan mengumumkan pemberhentian
Nazar sebagai Bendahara Umum. Namun Sekretaris Dewan Kehormatan, Amir Syamsuddin,
di Kantor Pusat Demokrat mengatakan bahwa status Nazar masih sebagai anggota DPR.
Keputusan itu ditentukan dalam rapat Dewan Kehormatan di rumah SBY dan atas kehendak
SBY. Dalam rapat Dewan Kehormatan, SBY meminta Dewan Kehormatan sepakat
memberhentikan Nazar.
Namun, kemelut tak juga usai. Nazar bahkan membuktikan perlawanannya. Selasa, 24
Mei 2011, Nazaruddin menebar ancaman ke media. Ia membeberkan tentang adanya
beberapa kader Demokrat yang bermain di balik kasus yang melibatkan dirinya. Nazar pun
mengancam akan membuka borok di tubuh sejumlah elit partai penguasa itu.
Dua petinggi Demokrat dibidik Nazar. Pertama Sekretaris Dewan Kehormatan, Amir
Syamsuddin. Kepada media, Nazar tanpa ragu menyatakan bahwa Amir tak lebih dari
seorang koruptor.
Bidikan kedua Andi Mallarangeng. Menurut Nazar Andi harus bertanggungjawab.
Sebab, Andi mengetahui proses tender proyek asrama atlit SEA Games.
Nazar pun menuding Sekjen MK, Janedjri, sering melobi DPR. Menurut dia, sebagai
pengelola anggaran di MK, Janedjri sering melobi dirinya. Adapun Mahfud MD disebutnya
sebagai penipu.
Anehnya, kali ini Nazar tak lagi menyebut nama Edhie Bhaskoro Yudhoyono. Karena
itu diduga ada semacam kesepakatan bahwa Nazar boleh menyebut berbagai nama yang
diduga terlibat dalam kasus suap yang melibatkan para petinggi Demokrat, kecuali Edhie
Bhaskoro Yudhoyono.
Awalnya Demokrat menanggapi ancaman Nazar dengan dingin. Amir mempersilakan
Nazaruddin membeberkan aibnya, jika memang ada. Andi Mallarangeng pun menantang
Nazar membongkar kasus suap di kementeriannya. Choel pun menyanggah tudingan Nazar.
Menurut dia, tuduhan itu tidak dilandasi bukti.
Janedjri juga membantah tudingan Nazar. Mahfud pun tak gentar. Ia malah makin
terbuka menyebut Nazar terkait dua kasus lainnya. Soal tudingan Nazar menyuap anak
buahnya, Mahfud lalu datang ke KPK untuk memberikan keterangan.
Dua hari pasca pemecatan Nazaruddin, Rabu malam 25 Mei 2011, Demokrat
menggelar konsolidasi. SBY mengundang seluruh kader Demokrat ke rumahnya di Cikeas.
Dalam pertemuan itu SBY marah-marah. Kemarahan SBY ini, kata Kastorius,
lantaran bawahannya kurang menjaga etika dan aturan organisasi. Sementara, terkait dengan
kasus Nazaruddin, para kader malah berselisih dan mempolitisir kasus hingga merugikan
citra partai.
Persoalan Nazaruddin dianggap SBY sebagai persoalan internal yang merugikan.
SBY merasa kader Demokrat kurang waspada. SBY melihat persoalan Nazaruddin serius
yang sudah merugikan kredibilitas SBY, karena itu beliau meminta Demokrat kompak solid.
Nazaruddin diminta fokus terhadap masalah hukum. Partai juga bisa menyiapkan bantuan
hukum.
Sehari kemudian Nazar dikabarkan kabur. Informasi kaburnya sang Bendahara Umum
itu meluncur dari mulut Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, seusai rapat Kabinet di
Kantor Kepresidenan, Kamis sore, 26 Mei 2011. Menurut Patrialis, sejak Senin sore, 23 Mei
2011 Nazaruddin sudah kabur ke Singapura dengan naik pesawat Garuda Indonesia.
Padahal Direktorat Jenderal Imigrasi baru Selasa sore, 24 Mei 2011 pukul 18.00 WIB,
menerima surat permintaan cekal dari KPK. Tentang permintaan KPK ini dijelaskan Direktur
Penyidikan dan Penindakan Ditjen Imigrasi, Muhammad Husin, beberapa jam sebelum
Patrialis berbicara kepada wartawan.
Juru bicara KPK, Johan Budi, pun membenarkan soal permintaan cekal dari KPK.
Sejak 24 Mei 2011, KPK sudah meminta pencegahan kepada empat orang dalam kasus suap
Wisma Altet, salah satunya Nazaruddin. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Wafid,
Rosa, dan Muhammad Idris, sebagai tersangka.
Begitu menerima surat permohonan cekal dari KPK, Imigrasi langsung menerbitkan
surat cekal Nazar dan langsung mengabarkan ke seluruh kantor Imigrasi. Karena itu Husin
menepis kabar bahwa Nazar sudah kabur. Sebab, secara online semua komputer imigrasi
akan mendeteksi hal itu.
Keganjilan mulai tampak ketika Ketua Fraksi Demokrat di DPR, Jafar Hafsah,
mengatakan bahwa Nazaruddin pergi ke Singapura sudah izin fraksi. Padahal semula para
pengurus partai mengaku tak tahu ke mana perginya Nazar. Menurut Jafar, Nazar telah
membuat surat pada 23 Mei 2011 dan sudah diberi disposisi. Namun ia mengaku tak tahu di
rumah sakit mana Nazar dirawat.
Berbeda dengan Jafar, Andi Nurpati, yang baru ditunjuk sebagai juru bicara Partai
mengaku tidak tahu kalau Nazaruddin pergi ke Singapura. Penjelasan Andi makin
melengkapi ketidakjelasan posisi Nazar, karena ia dikabarkan masih datang ke Cikeas pada
hari Rabu, 25 Mei 2011. Karena itu, politisi Partai Gerindra Permadi menduga Nazar sengaja
disuruh menyingkir ke Singapura.
Suasana belum reda ketika pada Sabtu siang beredar SMS yang sangat menohok
Presiden SBY dan para petinggi Demokrat. Beberapa media menerima pesan pendek itu.
Pesan pendek mengatasnamakan M. Nazaruddin yang dikirim dari nomor +6584393XXX itu
sungguh mencengangkan.
Berikut ini adalah isi pesan dari nomor tersebut.2 “Demi Allah, Saya M. Nazaruddin
telah dijebak, dikorbankan dan difitnah. Karakter, karier, masa depan saya dihancurkan. Dari
Singapore saya akan membalas. Saya akan bongkar skandal seks sesama jenis SBY dgn
Daniel Sparingga dan Mega korupsi Bank Century, korupsi Andi Malaranggeng dalam
Wisma Atlit, Manipulasi data IT 18 juta suara dlm Pemilu oleh Anas Urbaningrum dan Andi
Nurpati. Mohon doa dan dukungan. Wasallam.” Namun saat dikontak, nomor telepon
genggam Singapura itu tak diangkat.
Maka kegemparan terjadi dan pengurus Demokrat langsung menggelar rapat. Menurut
Andi Nurpati salah satu pembicaraan dalam rapat di Kantor Pusat Demokrat Sabtu petang
adalah soal pesan singkat itu. Ketua Umum menyampaikan, saat ini banyak cobaan yang
dihadapi Demokrat, karena itu semua kader dan pimpinan diminta solid, sabar, hati-hati, dan
siap menghadapi serangan dari luar pada saat itu.
Malam itu juga, sejumlah pengurus berangkat ke Cikeas menemui SBY. Namun,
menurut Soetan Bhatoegana, salah satu pengurus, mereka diundang ke Cikeas sekalian
nonton bola pertandingan final Liga Champions antara Manchester United melawan
Barcelona.
Staf Khusus Presiden Daniel Sparingga menyatakan bahwa hal itu adalah tuduhan
konyol. Dengan tegas, ia membantahnya. Sementara, Nazaruddin yang konon masih di
Singapura menegaskan bahwa dirinya tak pernah mengirim SMS seperti itu. “Ini fitnah, Demi
Allah ini enggak benar,” ujarnya, kepada Indonesia Monitor, Sabtu, 28 Mei 2011.3 Menurut
dia, ada yang sengaja mengadu domba dan melakukan kampaye hitam untuk menyerang
Demokrat dan Presiden SBY.
BAB II
2 http://www.wartaberita.net/2011/05/isi-sms-nazarudin.html (diakses Senin, 20 Juni 2011 pukul 15.00 WIB)3 http://monitorindonesia.com/2011/05/sms-gelap-borok-demokrat-tiba-dari-singapura/ (diakses Senin, 20 Juni 2011 pukul 15.00 WIB)
Skandal Nazaruddin terus bergulir. Setelah diduga terlibat suap dalam pembangunan
wisma atlet SEA Games, dia juga dituduh hendak menyuap Sekjen Mahkamah Konstitusi.
Kasus ini makin membuat geram banyak orang, karena sehari sebelum dicekal Nazaruddin
berhasil melenggang ke Singapura.
Kaburnya pengusaha batu bara dan perkebunan berusia 33 tahun ini memancing
kecurigaan banyak orang. Ada yang menuding rencana Komisi Pemberantasan Korupsi
memeriksa mantan Bendahara Partai Demokrat ini bocor duluan. Ada juga yang menduga
kaburnya Nazaruddin direkayasa untuk menghilangkan jejaknya yang terkait dengan banyak
politikus Demokrat lain.
Kecurigaan publik makin menjadi setelah muncul insiden pesan pendek Nazaruddin.
Dikirim dari nomor telepon Singapura, pesan pendek yang dikirim secara berantai itu berisi
sejumlah tuduhan balik ke elite Partai Demokrat, termasuk Susilo Bambang Yudhoyono.
Pengirimnya mengaku-aku sebagai Nazaruddin.
Semua perkembangan ini menyiratkan betapa tingginya muatan politis skandal ini.
Kalau Nazaruddin membuka suara, tak mustahil beberapa elite Partai Demokrat bisa terseret
jatuh. Ini tentu bakal mengganggu citra partai itu menjelang Pemilihan Umum 2014.
Jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia dua pekan lalu sudah mengirim pesan
bahaya: perolehan suara Partai Demokrat, jika pemilihan diadakan dalam waktu dekat ini,
turun sampai 3 persen dibanding perolehan mereka pada Pemilu 2009. Selisihnya dengan
partai nomor dua (Golkar dan PDIP bergantian ada di peringkat ini), yang semula 5-6 persen,
sudah menyusut sampai hanya 2 persen.4
Dengan latar belakang dan konstelasi semacam itu, wajar jika publik meragukan
keberanian Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut tuntas kasus ini. Sekitar 76,9 persen
pembaca tempointeraktif.com menilai komisi antikorupsi tak akan bisa menuntaskan kasus
Nazaruddin. Hanya 20,69 persen pembaca Tempo yang masih percaya KPK punya taji.5
Itu pula yang disampaikan oleh responden yang merupakan kelompok mahasiswa politik
Universitas Airlangga angkatan 2010. Mereka belum tergabung dalam organisasi mahasiswa
4 http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/06/13/brk,20110613-340227,id.html (diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 14.00 WIB)55 http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/06/06/IND/mbm.20110606.IND136875.id.html (diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 14.00 WIB)
apapun, namun memiliki komunitas yang luas. Sebagai mahasiswa yang masih terhitung baru
belajar politik, berikut ini adalah pandangan mereka tentang kasus korupsi Nazaruddin:
“Kasus Nazaruddin menjadi pertaruhan citra Partai Demokrat. Pasalnya, partai pemenang
Pemilu 2009 itu kerap menggunakan isu anti korupsi untuk dijadikan bahan pencitraan
positif.
Ini ujian keseriusan bagi Demokrat untuk melakukan pemberantasan korupsi di internal.
Apalagi isu-isu pemerintahan bersih termasuk partainya sering jadi isu utama yang diusung
SBY.
Kasus Nazaruddin mestinya dimanfaatkan Partai Demokrat untuk menunjukkan
komitmen anti korupsi partai. Kegagalan membawa pulang mantan bendahara umum Partai
Demokrat itu menunjukkan ketidakseriusan menjalankan komitmen yang diusung.
Seseorang yang diduga terkait kasus hukum kemudian pergi dengan alasan berobat,
sudah jadi alasan klasik. Nazaruddin pergi ke Singapura diam-diam, dan hingga saat ini tak
menunjukkan bukti kalau dia tengah menjalani pengobatan.”
Sedangkan responden yang merupakan kelompok mahasiswa politik Universitas
Airlangga tahun 2009 mengajukan pandangan sebagai berikut:
“Kasus korupsi Nazaruddin merupakan awal dari sebuah perpecahan besar Partai
Demokrat. Bukan hanya berdampak pada partai, kasus ini juga berdampak pada
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Satu sisi perpecahan dalam partai adalah keputusan untuk mengambil posisi pelengseran
bendahara umum, bahkan ingin memaksimalkan hukuman, perpecahan lain adalah ingin
meminimalkan hukuman partai. Demokrat seolah dibuat pusing sendiri dengan masalah
internalnya, terkesan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Dan publik mulai
menilai langkah apapun yang diambil oleh Partai Demokrat ini serba salah.
Selain itu, kasus Nazaruddin ini sengaja diperbesar oleh berbagai pihak yang
berseberangan dengan Partai Demokrat untuk menjatuhkan nama Partai Demokrat dan
menjatuhkan popularitas Susilo Bambang Yudhoyono sehingga dapat menutup kesempatan
Partai Demokrat untuk lebih melebarkan sayap di pemilihan umum 2014. Ini merupakan
kesempatan besar bagi partai lain untuk menunjukkan kelemahan Partai Demokrat.”
Kelompok mahasiswa politik Universitas Airlangga tahun angkatan 2008 dan 2007 yang
terdiri dari berbagai organisasi mahasiswa juga mengajukan pandangannya seperti berikut:
“Bagi kami, kasus yang menimpa Nazaruddin adalah kemajuan luar biasa dalam
penegakan hukum kita untuk benar-benar mewujudkan negeri ini sebagai negara hukum yang
demokratis, karena Nazaruddin adalah pejabat elite dari partai yang sedang berkuasa di
negeri ini.
Mudah-mudahan ini membuktikan bahwa supremasi hukum di negeri ini benar-benar
menjadi standar penilaian positif terhadap pemerintahan SBY, untuk terwujudnya good
governance sebagai salah satu ciri dari pemerintahan demokratis. Cita-cita untuk menjadikan
negara Indonesia sebagai negara hukum telah tertorehkan dalam konstitusi, tetapi
pengalaman di masa lampau tetap membuktikan bahwa tidak semua masalah harus selesai
dengan proses hukum, karena presiden sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus sebagai
Kepala Negara, memiliki pengaruh kekuasaan yang demikian besarnya.
Dalam logika hukum, kekuasaan Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan,
tentulah melebihi kewenangan Jaksa Agung untuk mendeponeer perkara, karena kewenangan
kejaksaan sendiri adalah bagian dari kewenangan pemerintahan. Jadi keputusan Dewan
Kehormatan Partai Demokrat yang diketuai SBY yang juga adalah presiden yang menurut
konstitusi juga beliau adalah pemegang kekuasaan pemerintahan terhadap kasus Nazaruddin
untuk menyerahkannya ke ranah hukum, adalah sikap negarawan yang patut diacungi jempol.
Kita tunggu, apakah betul-betul masalah itu akan selesai dalam jalur due process of law
sebagai bentuk dari supremasi hukum, atau tidak.
Jika tidak, hal ini membuktikan bahwa di negara Indonesia yang menyatakan diri sebagai
negara hukum, tetap memberi ruang adanya penyelesaian tanpa proses penegakan hukum bila
hal itu dilakukan oleh Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan. Jadi sangat
beralasan kalau sikap SBY untuk menyerahkan kasus Nazaruddin ini ke ranah hukum
sepatutnya diacungi jempol, sungguhpun itu akan menjadi pukulan berat bagi Partai
Demokrat yang selama ini terus berusaha mencitrakan diri sebagai partai bersih.
Penyelesaian secara hukum akan menjadi sesuatu yang memberikan multi player effect
yang sangat baik, karena bukan saja akan manjadi tradisi baik bagi perjalanan negeri ini
menjadi negara hukum, tetapi juga sekaligus akan menjawab berbagai prasangka yang akan
menjadi fitnah yang berkepanjangan bila tidak dibuka tentang benarkah Mahfud M.D.
melaporkan sepak terjang bawahan SBY itu untuk mendapatkan manfaat politik menghadapi
pemilihan presiden 2014 sebagaimana yang ditudingkan kepadanya.
Benarkah Nazaruddin mencoba menyuap MK melalui Sekjennnya atau benar-benar itu
adalah sikap baik dari seorang Nazaruddin sehingga hal tersebut bukan kepentingan dan tidak
sepengetahuan Ketua Partai Demokrat, atau benarkah alibi yang dikembangkan oleh Ruhut
Sitompul sebagai seorang kader Partai Demokrat yang menepis kemungkinan Nazaruddin
menyogok Sekjen MK sebagaimana yang ditudingkan kepada rekannya itu karena
bertentangan dengan logika, oleh karena menurutnya posisi Nazaruddin sebagai anggota DPR
lebih kuat dari Sekjen MK yang selalu berusaha mempengaruhi dewan untuk mendapatkan
tambahan anggaran MK.
Semua itu akan terang benderang bila KPK yang kini dipimpin Busyro Mukaddas
melakukan langkah pro aktif segera menangani masalah ini sesuai kebutuhan publik, tanpa
harus menunggu kedatangan Pak Mahfud untuk mengadukan hal itu ke KPK.”
PENUTUP
Akhir-akhir ini bangsa kita gaduh oleh sejumlah kasus skandal yang merugikan dan
merusak tatanan kenegaraan termasuk kasus korupsi Nazaruddin ini. Menggurita di lembaga
pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif). Trend yang tidak pernah usai sejak
keterbukaan demokrasi yang memungkinkan semua orang berpartisipasi di dalamnya.
Dari hasil wawancara, dapat diketahui bahwa mahasiswa politik Universitas Airlangga
telah mengikuti berita tentang kasus korupsi Nazaruddin dan cukup mendetail dalam
memandangnya.
Mahasiswa politik Universitas Airlangga angkatan tahun 2007-2008 memiliki pandangan
yang cukup berbeda dari dua angkatan setelahnya. Mereka memandang kasus ini dari sisi
positifnya, menganggap ini adalah sebuah ketegasan seorang SBY, terlepas dari separah apa
kerusakan di dalam tubuh partainya.
Memang seharusnya kasus ini tidak hanya dipandang dari satu sisi. Dapat disimpulkan
berdasarkan pandangan mahasiswa politik, kasus korupsi ini merupakan titik hancurnya
Partai Demokrat yang selama ini memimpin perolehan suara di pemilihan umum karena
kepercayaan publik yang berkurang. Selain itu, masalah ini juga menjadi kesempatan bagi
partai lain untuk menunjukkan bahwa Partai Demokrat tidak sebersih yang dijanjikan. Partai
lain juga mulai berusaha menghambil hati publik karena jatuhnya Demokrat akan
mempermudah persaingan partai-partai lain untuk bangkit.
Demokrat seolah terlalu disibukkan dengan urusan internalnya yang mulai merembet ke
stabilitas pemerintahan negara ini. Mudah bagi pemerintah untuk memunculkan isu-isu
pengalihan untuk menutupi kasus ini, namun rakyat semakin cerdas. Mereka tidak akan lupa
begitu saja. Rakyat justru semakin tidak puas dengan pemerintahan SBY karena masalah
semakin menumpuk. Masalah yang satu belum selesai, muncul lagi masalah yang baru.
Negara ini bukan hanya butuh seorang sosok pemimpin yang beda dan mampu
memperbaiki semua permasalahan. Partai politik sebagai instrumen demokrasi, harus mampu
menyiapkan kader-kader dengan basis ideologi yang mengakar. Mereka hanya bisa
digembleng dalam sistem kaderisasi yang ketat.
Bukan politisi dan pemimpin yang dihasilkan secara instan karena kemampuan finansial.
Seperti para politisi yang tidak jelas kepolitikannya, yang setiap hari akrab dengan berbagai
skandal memalukan.
Hasil survey Lingkar Survey Indonesia (LSI) yang dilakukan pada 1-7 Juni 2011 dan
melibatkan 1.200 responden menunjukkan bahwa Demokrat sudah kehilangan kepercayaan
publik. Lepas dari kebenaran kasus korupsi Nazaruddin atau tidak, publik sudah sangat yakin
terkait keterlibatan Demokrat terhadap sejumlah kasus Nazaruddin.
Maka kekecewaan publik sebagai pelaku demokrasi yang merasa dieksploitasi, bisa
diekspresikan melalui sejumlah artikulasi. Salah satunya pilihan untuk Golput (tidak
memilih) pada pemilu mendatang. Ini terlihat dari besarnya angka massa mengambang yang
menembus 80% sebagaimana rilis Lembaga Survey Indonesia (LSI) pada 29 Mei lalu.6
Persepsi kegagalan rezim SBY menciptakan pemerintahan bersih yang dikonstruk oleh
blow up media, tergambar dari ketidakpuasan masyarakat kian meruncing.
Sekarang saatnya kita sebagai generasi muda yang akan mengambil estafet
kepemimpinan bangsa. Kita hendaknya menyiapkan diri. Tantangan futuristik pemuda
menempa dua sisi integral. Integritas moral dan leadership yang semakin langka. Hal inilah
yang menjadi tugas kita, mahasiswa politik, yang nantinya akan menggantikan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.consumerreports.blog.opensubscriber.com/message/ekonomi-
[email protected]/15439913.html (diakses Senin, 20 Juni 2011 pukul 15.00 WIB)
6 http://fokus.vivanews.com/news/read/223391-lsi--demokrat-menang--tapi-pemilih-berkurang (diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 16.00 WIB)
http://fokus.vivanews.com/news/read/223391-lsi--demokrat-menang--tapi-pemilih-berkurang
(diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 16.00 WIB)
http://hukumpolitik.com/partai-politik/lsi-kasus-nazaruddin-gembosi-suara-demokrat.html
(diakses Senin, 20 Juni 2011 pukul 15.00 WIB)
http://infoindonesia.wordpress.com/2011/05/19/isu-m-nazarudin-dari-perkosa-spg-hingga-
penipuan-rp-7-miliar/ (diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 16.00 WIB)
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/06/06/IND/
mbm.20110606.IND136875.id.html (diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 14.00 WIB)
http://monitorindonesia.com/2011/05/sms-gelap-borok-demokrat-tiba-dari-singapura/
(diakses Senin, 20 Juni 2011 pukul 15.00 WIB)
http://news.okezone.com/read/2011/06/12/339/467429/golkar-ambil-untung-dari-kasus-
nazaruddin (diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 16.00 WIB)
http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/06/13/brk,20110613-340227,id.html
(diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 14.00 WIB)
http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2011/06/18/brk,20110618-341553,id.html
(diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 16.00 WIB)
http://tempointeraktif.com/khusus/selusur/nazaruddin/ (diakses Senin, 20 Juni 2011 pukul
15.00 WIB)
http://www.tribunnews.com/2011/06/12/lsi-perolehan-suara-demokrat-turun-karena-kasus-
nazaruddin (diakses Rabu, 22 Juni 2011 pukul 16.00 WIB)
http://www.wartaberita.net/2011/05/isi-sms-nazarudin.html (diakses Senin, 20 Juni 2011
pukul 15.00 WIB)