persepsi masyarakat tentang pentingnya ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/769/1/skripsi...

142
i PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENTINGNYA PENDIDIKAN FORMAL IMPLIKASINYA DALAM SIKAP KEDEWASAAN ANAK DI DUSUN SEMOYO, DESA SUGIHMAS, KECAMATAN GRABAG, KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) Oleh NUR ASLIKUDIN NIM 111 11 152 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015

Upload: doxuyen

Post on 25-May-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENTINGNYA

PENDIDIKAN FORMAL IMPLIKASINYA DALAM SIKAP

KEDEWASAAN ANAK DI DUSUN SEMOYO,

DESA SUGIHMAS, KECAMATAN GRABAG, KABUPATEN

MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Oleh

NUR ASLIKUDIN

NIM 111 11 152

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2015

ii

iii

iv

v

vi

MOTTO

العلم بتعلّم البنسب

Ilmu itu didapat dengan belajar, tidak dengan nasab (keturunan).

(Mauidhoh)

K.H Ihsanudin Abdan

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Penulis Persembahkan Untuk:

1. Kepada kedua orang tua penulis, bapak Ashuri dan ibu Siyamah, yang

selalu memberikan perhatian penuh serta pengorbanan dan doa yang

sangat tulus sehingga dengan segala usahanya penulis dapat melanjutkan

studi dengan lancar.

2. Kakak-kakak dan adikku, Nur Faizah, Nur Aslikah, Nur Laylatul

Musyarofah beserta kakak ipar. Keponakan-keponakanku, Nur Ulyatun

Nafi‟ah, Isna Rosyidah, Arjunnaja al Adib, dan Nada Mustafida, yang

selalu memberikan dukungan, hiburan, serta motivasi kepada penulis

3. Dra. Ulfah Susilawati M. Si selaku dosen pembimbing akademik yang

selalu membimbing dan memotivasi penulis dengan sabar dari bangku

studi sampai terselesaikannya skripsi ini.

4. Drs. Abdul Syukur M. Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing penulis dengan sabar.

5. Seluruh dosen di IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmu pengetahuan

kepada penulis.

6. Murobbi ruhi K.H Ikhsanudin Abdan wa ahli baitihi, Al Maghfurlah K.H

Abdul Khaliq, Al Ustadz M. Imam Hanif, Al Ustadz Fauzi Al hidayat

yang telah banyak memberikan pelajaran tentang makna kehidupan dalam

diri pribadi penulis.

7. Seluruh keluarga besar SD N Sugihmas 2 yang telah mengajarkan

kehidupan sosial yanng sesungguhnya bagi penulis

viii

8. Teman-teman karibku, Sodiq Tjokrodimulyo, Triyono, Ahmad Fatikhin,

dan Eri Ristiawan yang selalu menemani suka duka penulis.

9. Para sedulur Fk WaMa (Forum Komunikasi MahaANAK Magelang),

khususnya penghuni camp, yang selalu memberi semangat kepada penulis.

10. Keluarga besar IKMAAL (Ikatan Alumni Ma‟had Awwal) yang menjadi

tempat rujukan dan solusi dalam memecahkan masalah yang dihadapi

penulis dan juga menjadi tempat diskusi keagamaan bagi para alumni

pondok pesantren Awwal Koripan, Dawung, Tegalrejo, Magelang.

11. Teman, rekan, sahabat selama studi di IAIN Salatiga semua angkatan,

khususnya angkatan 2011 PAI D, dan semua yang rekan yang mendukung

dan memberikan kontribusi yang berarti bagi proses studi penulis selama

ini.

12. Chabibah fi qolbi, yang selalu mengisi hati penulis.

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

بسم هللا الحمد هلل صالة وسالما على رسول هللا اّما بعده

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha

Esa sebagai ungkapan rasa syukur yang telah melimpahkan hidayah dan inayah-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu

persyaratan wajib untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan

Islam (S.Pd.I) Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Shalawat serta salam

penulis sanjungkan ke pangkuan Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang

telah melimpahkan syafaatnya min hadzihis sa’ah ila yaumil qiyamah.

Skripsi ini menyingkap sedikit tentang persepsi masyarakat terhadap

pentingnya pendidikan formal yang dalam masa ini pendidikan merupakan salah

satu aspek yang sangat diperhatikan berbagai kalangan, utamanya pemerintah.

Adapun fenomena yang terjadi di masyarakat yang menjadi objek penelitian ini

yaitu kurangnya minat masyarakat terhadap pendidikan formal. Fenomena ini

membuktikan bahwa pendidikan yang selama ini digencarkan oleh pemerintah

belum sepenuhnya disadari oleh masyarakat. Hal ini menjadi motivasi bagi pelaku

pendidikan, dalam hal ini guru sekolah dasar di tempat tersebut, untuk

menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pendidikan formal.

Dengan melihat berbagai faktor yang ada dalam masyarakat, penulis

berusaha mengungkapkan segala yang menghambat perkembangan pandangan

x

masyarakat terhadap pendidikan formal. Adapun tujuannya tidak lain adalah

untuk mengetahui apa saja sebab-sebab “keterbelakangan pemikiran” yang ada

dalam masyarakat tersebut, sehingga diharapkan dapat ditemukan solusi untuk

meningkatkan mutu pendidikan formal di lingkungan masyarakat tersebut.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemui hambatan, tetapi

dengan rahmat-Nya dan perjuangan penulis serta bantuan berbagai pihak sehingga

skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak

terima kasih atas segala nasehat, bimbingan, dukungan, dan bantuannya kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Selaku Kajur PAI IAIN Salatiga.

4. Ibu Dra. Ulfah Susilawati M. Si. selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan sumbangan pemikiran

terbaiknya dalam masa bimbingan hingga selesainya penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Abdul Syukur M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah membimbing penulis dengan sabar.

6. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga yang

telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama

di bangku perkuliahan.

7. Ayah, Ibu, dan kakak-kakakku serta adikku tercinta yang dengan tulus dan

ikhlas berdoa dan memberikan segalanya untuk kelancaran dalam

menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.

xi

8. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan do‟a dan dukungan agar dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Atas jasa mereka penulis hanya dapat memohon do‟a semoga amal mereka

diterima oleh Allah SWT. Dan mendapat pahala yang lebih baik di dunia maupun

di akhirat.

Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya

dan para pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga, 10 Februari 2016

Penulis

xii

ABSTRAK

Aslikudin, Nur. 2016. 11111152. Persepsi Masyarakat tentang Pentingnya

Pendidikan Formal Implikasinya dalam Sikap Kedewasaan Anak di Dusun

Semoyo, Desa Sugihmas, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang

Tahun 2015. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan

Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M. Si.

Kata kunci: Persepsi, Pendidikan Formal, dan Sikap Kedewasaan

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui persepsi masyarakat

Dusun Semoyo, Desa Sugihmas, Kecamatan Grabag, kabupaten Magelang

yangmana di dusun tersebut tingkat pendidikan formal anak masih sangat minim.

Adapun pertanyaan yang ingin dijawab penulis adalah 1. Bagaimana persepsi

masyarakat terhadap pendidikan formal implikasinya dengan sikap kedewasaan

anak di dusun Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan Grabag, kabupaten Magelang,

2. Bagaimana persepsi anak dusun Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan Grabag,

kabupaten Magelang terhadap pentingnya pendidikan formal anak, 3. Apakah

pendidikan formal berdampak terhadap sikap kedewasaan anak di dusun Semoyo,

desa Sugihmas, kecamatan Grabag, kabupaten Magelang.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif, mengingat

bahwa obyek yang diteliti adalah keadaan alamiah tentang persepsi sebuah

masyarakat, model penelitian ini merupakan metode paling baik guna

memperoleh dan mengumpulkan data asli (original data) untuk mendeskripsikan

keadaan populasi dan untuk mendapatkan data dengan menggunakan metode

observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian disusun

dan dianalisis dengan reduksi data, penyusunan data dan mengambil kesimpulan.

Berdasarkan temuan lapangan, ditemukan tiga kesimpulan, yaitu:

1. Masyarakat dusun Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan Grabag, kabupaten

Magelang sadar akan pentingnya dunia pendidikan formal. Hanya saja,

kepedulian masyarakat akan pendidikan formal masih kurang.

2. Banyak persepsi anak dalam memandang dunia pendidikan. Untuk saat ini,

kebanyakan anak masih ingin melanjutkan pendidikan minimal sampai SMP.

Setelah SMP banyak dari mereka yang ingin ke pondok pesantren, ada juga

yang ingin bekerja membantu orang tua mereka. Pemikiran anak-anak dusun

Semoyo tentang pentingnya pendidikan formal sedikit banya dipengaruhi oleh

pemikiran orang tua yang masih memandang bahwa pendidikan formal tidak

begitu penting. Bisa membaca, menulis, dan menghitung bagi masyarakat

dusun Semoyo sudah dianggap cukup untuk bekal hidup dalam masyarakat.

a. Dampak kedewasaan yang nyata bagi anak yang meneruskan pendidikan

formal pada umumnya berbeda dalam masalah bergaul dengan masyarakat

atau pengalaman. Anak yang meneruskan pendidikan formal ke jenjang yang

lebih tinggi di dusun Semoyo biasanya lebih percaya diri dalam mengeluarkan

pndapatnya di masyarakat ketika sedang bermusyawarah.

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ... i

LEMBAR BERLOGO ................................................................................... ....ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... ... v

MOTTO .......................................................................................................... ... vi

PERSEMBAHAN ........................................................................................... ... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ... ix

ABSTRAK ...................................................................................................... ... xii

DAFTAR ISI ................................................................................................... .. xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Fokus Penelitian ................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian................................................................................ 6

E. Definisi Operasional............................................................................. 7

F. Metode Penelitian................................................................................. 9

G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 16

xiv

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Persepsi Masyarakat

1. Pengertian persepsi......................................................................... 18

2. Faktor yang mempengaruhi persepsi ............................................. 19

3. Proses persepi ................................................................................. 19

B. Pendidikan Formal

1. Pengertian pendidikan Formal ....................................................... 21

2. Komponen Pendidikan ................................................................... 23

3. Belajar, salah satu aplikasi dari pendidikan ................................... 27

4. Urgensi Pendidikan ........................................................................ 33

C. Sikap Kedewasaan Anak

1. Sikap ............................................................................................... 44

2. Kedewasaan.................................................................................... 48

D. Implikasi Pendidikan terhadap Sikap Kedewasaan Seseorang ............ 51

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran umum desa Semoyo ............................................................ 53

1. Letak Geografis .............................................................................. 53

2. Kondisi Masyarakat ....................................................................... 55

B. Temuan hasil Penelitian ....................................................................... 57

1. Profil Responden ............................................................................ 57

2. Hasil Wawancara ........................................................................... 65

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Persepsi Masyarakat terhadap Pendidikan Formal ........................ 90

xv

B. Persepsi Masyarakat terhadap Pentingnya Pendidikan Formal ..... 91

C. Persepsi anak terhadap Pendidikan Formal.................................... 93

D. Dampak Pendidikan terhadap Kedewasaan Anak.......................... 98

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 104

B. Saran ..................................................................................................... 105

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seringkali masyarakat mendengar sebuah kata “pendidikan”. Akan

tetapi, banyak yang tidak mengetahui secara pasti definisi serta makna dari

kata pendidikan tersebut meskipun masyarakat tahu dan sadar akan

pentingnya pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam

kehidupan masyarakat. Melalui pendidikan, seseorang dapat lebih diakui

keberadaannya. Melalui pendidikan juga seseorang dapat meningkatkan

kehidupan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Masalah pendidikan sangat diperhatikan Allah melalui Al Qur‟an Q.S

Al Mujadalah ayat 11 yang berbunyi :

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya

Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:

"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan

meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah

Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q. S Al Mujadilah:

11)

2

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa salah satu syarat seseorang

mendapatkan hidup yang lebih baik diantaranya adalah dengan ilmu.

Masalah ini juga dapat dikaitkan dengan hadits Nabi SAW yang berbunyi:

من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد األخرة فعليه بالعلم ومن ارادهما فعليه

بالعلم

Artinya : “ barang siapa menginginkan kebahagiaan di dunia, maka dapat

diperoleh dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan

kebahagiaan di akhirat, maka dapat diperoleh dengan ilmu, dan

barang siapa menginginkan kebahagiaan dunia dan akhitrat,

maka dapat diperoleh dengan ilmu “ HR Turmudzi.

Oleh karena itu, jika seseorang ingin kehidupan yang layak, baik

dari segi kehidupan dunia maupun akhirat, maka pendidikan menjadi hal

yang wajib diperhatikan.

Adapun definisi pendidikan sebagaimana tertera dalam UU Sistem

Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003: “Pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (UU sisdiknas no 20 th 2003:3).

Pengertian pendidikan menurut Riva‟i dan Murni, yang dikutip oleh Abdul

Syukur (2014 : 20), adalah proses secara sistematis untuk mengubah

tingkah laku seseorang ke arah yang lebih baik. sehingga untuk menunjang

keberhasilan seorang dalam dunia pendidikan maupun dunia kehidupan

3

yang layak, sudah seharusnya pendidikan diajarkan orang tuanya dimulai

ketika anak masih kecil.

Jadi, secara sederhana, pendidikan dapat diartikan sebagai proses

pembelajaran peserta didik dari yang tidak diketahui menjadi mengetahui

yang nantinya diharapkan agar peserta didik mewujudkan dan

mengembangkan potensi yang dimilikinya serta membentuk kepribadian

yang sesuai.

Telah diketahui bahwa pendidikan dibagi menjadi tiga macam,

yaitu Pendidikan Formal, Pendidikan Non Formal, dan Pendidikan

Informal. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003

disebutkan bahwa:

a. Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,

dan pendidikan tinggi.

b. Pendidikan Non Formal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan

formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

c. Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

(UU Sisdiknas No 20 Th 2003: 4).

Melalui beberapa pengertian pendidikan diatas dapat disimpulkan

bahwa :

a. Pendidikan Formal adalah pendidikan yang mengacu pada program

yeng terencana, terstruktur, dan berjenjang mulai dari tingkat

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Di

4

Indonesia, pendidikan ini dimulai dari Sekolah Dasar, Sekolah

Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Perguruan Tinggi.

b. Pendidikan Non formal adalah pendidikan terstruktur dan berjenjang

yang ada diluar pendidikan formal. Pendidikan ini berfungsi sebagai

penambah, pengganti, dan pelengkap pendidikan formal, misalnya

Pondok Pesantren, Les Privat, Bimbingan Belajar, dan sebagainya.

c. Pendidikan informal adalah pendidikan yang terjadi di dalam keluarga

dan lingkungan. Ini adalah pendidikan tingkat pertama yang sangat

mendasar yang dialami oleh semua orang. Dimana dalam pendidikan

informal ini karakter anak akan terbentuk. Pola asuh orang tua sangat

mempengaruhi baik buruknya sikap anak. Oleh karena itu, pendidikan

informal seharusnya menjadi pendidikan yang sangat diperhatikan oleh

orang tua.

Dalam sebuah masyarakat pedesaan, tepatnya di dusun Semoyo,

desa Sugihmas, kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang masih

ditemukan banyaknya anak yang tidak melanjutkan pendidikan secara

formal. Kebanyakan dari mereka hanya lulusan Sekolah Dasar, dan anak-

anak melanjutkan ke Sekolah Menengah masih bisa dihitung dengan jari.

Daripada melanjutkan sekolah, orang tua mereka lebih suka menempatkan

anak-anaknya ke pondok pesantren dengan berbagai alasan. Bahkan,

banyak dari mereka yang setelah lulus Sekolah Dasar dipaksa untuk

berada di rumah, mengerjakan pekerjaan sawah layaknya orang tua

mereka. Selain itu juga, pernikahan dini masih banyak ditemukan di desa

5

tersebut. Ini menarik untuk diteliti, ada apa dibalik fenomena ini, apakah

karena faktor pendidikan orang tua terdahulu yang hanya menanamkan

pendidikan agama, atau pandangan masyarakat yang masih memandang

bahwa pendidikan formal tidak begitu penting, atau ada faktor lain yang

mempengaruhi pola pikir masyarakat yang cenderung “memandang

sebelah mata” dari pendidikan formal.

Berdasarkan latar belakang diatas itulah penulis melakukan sebuah

penelitian dengan judul “PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG

PENTINGNYA PENDIDIKAN FORMAL IMPLIKASINYA DALAM

SIKAP KEDEWASAAN ANAK DI DUSUN SEMOYO, DESA

SUGIHMAS, KECAMATAN GRABAG, KABUPATEN

MAGELANG TAHUN 2015”

B. Fokus Penelitian

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pendidikan formal implikasinya

dengan sikap kedewasaan anak di dusun Semoyo, desa Sugihmas,

kecamatan Grabag, kabupaten Magelang tahun 2015?

2. Bagaimana persepsi anak dusun Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan

Grabag, kabupaten Magelang terhadap pentingnya pendidikan formal

tahun 2015?

3. Apakah pendidikan formal berdampak terhadap sikap kedewasaan siswa

di dusun Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan Grabag, kabupaten

Magelang?

6

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui persepsi masyarakat tentang pendidikan formal yang

berimplikasi dengan sikap kedewasaan siswa di dusun Semoyo, desa

Sugihmas, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang tahun 2015.

2. Mengetahui persepsi anak dusun Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan

Grabag, kabupaten Magelang terhadap pentingnya pendidikan formal

tahun 2015.

3. Mengetahui dampak pendidikan formal terhadap sikap kedewasaan anak

di dusun Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan Grabag, kabupaten

Magelang tahun 2015.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Bagi Instansi IAIN Salatiga, sebagai salah satu sumber kekayaan

ilmiah yang bisa dijadikan rujukan pengembangan ilmu.

b. Bagi masyarakat dusun Semoyo, sebagai bahan pengetahuan agar

lebih mengetahui pentingnya pendidikan formal.

c. Bagi penulis, untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat

dusun Semoyo terhadap dunia pendidikan formal.

2. Secara Praktis

a. Bagi penulis, meningkatkan kesadaran akan dunia pendidikan,

sehingga lebih semangat dalam mengamalkan ilmu di sekolah.

b. Bagi masyarakat dusun Semoyo, agar lebih mengetahui pentingya

pendidikan formal yang berimplikasi pada dukungan orang tua

7

terhadap anak agar dapat melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih

tinggi.

c. Bagi anak dusun Semoyo, untuk meningkatkan kesadaran akan

pendidikan formal sehingga kedepan diharapkan akan membawa

kemajuan bagi desa.

E. Definisi Opersional

Dalam penelitian ini, peneliti mengguankan beberapa istilah yang

menjadi kunci, yaitu:

1. Persepsi Masyarakat

Persepsi merupakan tanggapan (penerimaan) langsung dari suatu.,

serapan. Persepsi juga merupakan proses seseorang mengetahui beberapa

hal melalui panca indranya (depdiknas, KBBI, 2007:863). Sedangkan

persepsi yang dimaksud disini adalah pandangan masyarakat dusun

Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan Grabag, kabupaten Magelang

tentang pendidikan formal.

Masyarakat merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang

melakukan antarhubungan, sedikit banyak bersifat kekal, berlandaskan

perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan serta

berkesinambungan dalam waktu yang lama. (Elly M. Setyadi, 2006 : 83-

84). Di dalam masyarakat telah terbentuk sebuah komunitas yang saling

tergantung antara yang satu dengan yang lain, sehingga apapun

permasalahan yang terjadi dalam sebuah masyarakat biasanya akan

diselesaikan secara bersama-sama.

8

2. Pendidikan Formal

Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003

disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,

dan negara (UU sisdiknas no 20 th 2003:3). Pendidikan juga bisa

dikatakan sebagai proses belajar untuk mengetahui dari yang tidak tahu

menjadi tahu, artinya, dalam pendidikan biasanya bertujuan untuk

mentransformasikan ilmu pengetahuan dari guru kepada muridnya. Oleh

sebab itu, maka pendidikan merupakan hal yang sangat dibutuhkan

masyarakat dalam rangka perkembangan dan kemajuan dari suatu

masyarakat tersebut. Dengan kata lain, bila dalam masyarakat tersebut

banyak yang mempunyai pendidikan tinggi, bisa dikatakan bahwa pola

pemikiran masyarakat sudah maju. Sedangkan pendidikan formal adalah

jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan formal inilah yang nantinya bisa dijadikan tolok ukur

kemajuan sebuah masyarakat.

3. Sikap Kedewasaan Anak

Sikap merupakan emosi atau afek yang diarahkan pada seseorang

kepada orang lain. (Fattah Hanurawan, 2012: 64). Kedewasaan adalah

9

sebuah kondisi diri dan sikap dapat menyelesaikan masalah dalam

pergaulan dan kehidupan sosial. Sedangkan siswa atau peserta didik

adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan tertentu (Wiji Suwarno, 2006 : 36). Antara sikap dan

kedewasaan biasanya tidak bisa dipisahkan. Seseorang bisa disebut

mempunyai sikap yang baik jika dia bisa dewasa dalam bertindak.

Seseorang yang bersikap dewasa biasanya dapat menyelesaikan sebuah

masalah dengan bijaksana, mempunyai pemikiran yang bisa diterima oleh

semua kalangan. Sikap yang menunjukkan dewasa juga bisa dilihat

dengan adanya kestabilan seseorang dalam melakukan sebuah tindakan.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yangmana

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian survei,

dimana penelitian survei merupakan penelitian yang mengumpulkan data

pada saat tertentu dengan tiga tujuan penting, yaitu:

a. Mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu.

b. Mengidentifikasikan secara terukur keadaan sekarang untuk

dibandingkan.

c. Penentuan hubungan sesuatu yang hidup diantara kejadian spesifik

(Sukardi, 2009: 193).

10

Mengingat bahwa obyek yang diteliti adalah keadaan alamiah

tentang persepsi sebuah masyarakat, model penelitian ini merupakan

metode paling baik guna memperoleh dan mengumpulkan data asli

(original data) untuk mendeskripsikan keadaan populasi, (Sukardi, 2009:

193). Model inilah yang nantinya akan digunakan peneliti dalam

melakukan penelitian.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai observer,

dimana peneliti melakukan survey langsung ke tempat lokasi dan meneliti

keadaan masyarakat secara langsung. Sedangkan orang tua dan anak

dusun Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan Grabag, kabupaten Magelang

menjadi subjek dalam penelitian ini. Subjek penelitian adalah sumber

tempat tempat peneliti memperoleh keterangan atau data penelitian

(Abdullah Idi, 2013: 54), dan persepsi serta sikap kedewasaan anak dari

masyarakat tersebut menjadi objek dari penelitian ini.

3. Lokasi

Lokasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah dusun Semoyo,

desa Sugihmas, kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang pada tahun

2015.

11

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis memperoleh sumber data dengan cara

sebagai berikut :

a. Buku referensi

Buku referensi digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini,

sebagai bukti bahwa dalam penelitian, peneliti menggunakan kaidah

penelitian, tanpa plagiat dari hasil karya orang lain.

b. Observasi

Observasi digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh

kejelasan data tentang kondisi lapangan.

c. Wawancara

Wawancara digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data

yang valid dari narasumber.

Adapun jenis data yang didapat merupakan merupakan data

deskriptif dimana peneliti melakukan penelitian tentang persepsi

masyarakat, sehingga, model penelitian kualitatif dengan deskripsi dirasa

lebih tepat untuk menggambarkan keadaan suat masyarakat atau daerah.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peneliti mengumpulkan data dengan

menggunakan metode :

a. Observasi non partisipan

Dalam observasi non partisipan, peneliti tidak terlibat langgsung

dengan orang yang sedang diamati, dan hanya sebagai pengamat

12

independen. Peneliti mencatat, menganalisis, dan selanjutnya dapat

membuat kesimpulan tentang obyek yang diteliti (Sugiyono, 2011:

145).

b. Wawancara

Metode wawancara digunakan dalam penelitian ini untuk

memperoleh data langsung dari informan. Adapun wawancara

ditujukan kepada orang tua beserta anak di dusun Semoyo untuk

mengetahui persepsi mereka terhadap pendidikan formal.

c. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan sebagai metode pendukung dalam

penelitian ini. Adapun dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto

yang berkaitan dengan penelitian.

6. Analisis Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang tepat dan benar, maka

diperlukan metode yang tepat untuk menganalisis data. Adapun analisis

yang digunakan untuk menganalisa data kualitatif diperlukan langkah-

langkah :

a. Memperoleh data dari lapangan dengan melakukan survey lapangan,

wawancara, serta dokumentasi. Kualitas data ditentukan oleh kualitas

alat pengambilan data atau alat pengukur. Kalau alat pengambilan data

cukup reliabel dan valid, maka datanya juga cukup reliabel dan valid.

(Isni Ariyanti, 2010).

13

b. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak.

Oleh karena itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data

berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada

hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data

yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan

memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya

serta mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2006: 277-278).

c. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat,

bagan, dan sejenisnya. Tetapi yang paling sering digunakan adalah

teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan

memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami (Sugiyono, 2006: 280).

d. Kesimpulan dan Verifikasi

Data yang sudah dipolakan, difokuskan, dan disusun secara

sistematis melalui reduksi dan penyajian data yang kemudian

disimpulkan sehingga makna data dapat ditemukan. Untuk

memperoleh kesimpulan yang lebih mendalam, maka diperlukan data

baru sebagai penguji terhadap kesimpulan awal.

14

7. Pengecekan Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian ini ada beberapa bentuk,

meliputi:

a. Credibility

Pengujian ini berfungsi untuk melakukan penelaahan data

secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai.

Adapun teknik yang digunakan yaitu memperpanjang masa

observasi, menganalisis kasus yang belum ada, menggunakan bahan

referensi, membicarakan dengan orang lain.

b. Transferability

Transferability merupakan validitas eksternal yang

menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil

penelitian kepopulasi dimana sampel tersebut diambil. Nilai transfer

ini bergantung pada pemakai hingga hasil penelitian tersebut dapat

digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain (Sugiyono, 2006:

310).

c. Dependability

Dalam penelitian ini disebut juga reliabilitas, uji

dependenbility dilakukan dengan melakukan proses penelitian ke

lapangan/audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Apabila

peneliti tidak dapat menunjukkan “jejak aktivitas lapangannya”,

maka dependabilitas penelitiannya patut diragukan.

15

d. Confirmability

Pengujian ini disebut juga dengan uji objektivitas penelitian.

Penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati

banyak orang. Menguji confirmability berarti menguji hasil

penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan (Sugiyono, 2006:

310-311).

8. Tahap-tahap Penelitian

Ada beberapa tahap yang digunakan peneliti dalam penelitian ini,

yaitu:

a. Tahap penelitian pra lapangan

Ada beberapa kegiatan dalam tahap ini, yaitu:

1) Mengajukan judul.

2) Konsultasi dan revisi judul.

3) Menyusun proposal penelitian.

4) Konsultasi proposal ke pembimbing.

b. Tahap kegiatan lapangan

Dalam kegiatan lapangan ini meliputi:

1) Persiapan diri dengan data yang diperlukan.

2) Pengumpulan data dari responden berupa survey lapangan,

wawancara, serta pengumpulan dokumentasi yang berkaitan

dengan penelitian.

16

c. Tahap analisis data

Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang sudah

diperoleh dalam pengumpulan data yang ada di lapangan.

d. Tahap penulisan

Dalam tahap ini ada tiga tahap penulisan, yaitu:

1) Penulisan hasil penelitian.

2) Konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing.

3) Persiapan mengikuti ujian munaqosah.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini meliputi latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika

penulisan skripsi.

BAB II : Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka memuat tentang:

a. Persepsi masyarakat, dimana didalamnya memuat

tentang pengertian, faktor yang mempengaruhi, proses

persepsi, serta pemngertian dan jenis masyarakat.

b. Pendidikan formal, yang didalamnya memuat tentang

pengertian pendidikan formal, komponen pendidikan,

17

sedikit tentang belajar sebagai aplikasi dari

pendidikan, serta urgensi pendidikan formal.

c. Sikap kedewasaan, yang mencakup tentang sikap dan

kedewasaan.

BAB III : Paparan Data dan Temuan Penelitian

Dalam bab ini memuat tentang gambaran umum dusun

Semoyo serta penyajian data hasil dari penelitian.

BAB IV : Pembahasan

Dalam bab ini membahas hasil dari penelitian tentang

persepsi masyarakat terhadap pendidikan formal.

BAB V : Penutup

Dalam bab ini dibahas tentang kesimpulan dari penelitian

ini, serta saran dari peneliti untuk masyarakat dusun

Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan Grabag, kabupaten

Magelang.

18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. PERSEPSI MASYARAKAT

1. Pengertian persepsi

Kata “persepsi” mungkin terasa asing bagi orang awam. Akan

tetapi, sebenarnya mereka dapat merasakan dalam kehidupan sehari-

harinya. Menurut beberapa sumber, pengertian persepsi adalah:

a. Persepsi adalah tanggapan langsung atas segala sesuatu. (Fajri dan

Senja, 2001 : 470).

b. Persepsi merupakan sejenis aktivitas pengelolaan informasi yang

menghubungkan seseorang dengan lingkungannya. (Fattah

Hanurawan, 2012 : 34).

c. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan menafsirkan pesan (Jalaluddin Rakhmat, 2003 : 51).

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil sebuah kesimpulan

bahwa persepsi merupakan pandangan seseorang yang dipengaruhi oleh

objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

19

2. Faktor yang mempengaruhi persepsi

Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi. Menurut

Abdurrahman Saleh (2004 : 119), faktor yang mempengaruhi persepsi

antara lain :

a. Perhatian yang selektif

b. Ciri-ciri rangsang

c. Nilai dan kebutuhan individu

d. Pengalaman dahulu.

3. Proses persepsi

Darwis Hude menuturkan, bahwa persepsi merupakan tindak lanjut

dari sensasi. Tahap awal dalam proses penerimaan informasi adalah

sensasi. Jika alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls

syaraf dengan “bahasa” yang dipahami oleh “komputer” otak, maka

terjadilah proses sensasi. “Apa saja yang menyentuh alat-alat indera

disebut stimulus (stimuli, jika banyak). Stimuli ini oleh alat indera akan

diubah menjadi energi syaraf lalu ditransmigrasikan ke otak untuk

dianalisis lebih lanjut. Tidak ada persepsi tanpa sensasi, karena persepsi

sebenarnya hanyalah pemberian makna pada stimulan yang ditangkap

oleh alat-alat indera. Persepsi seperti halnya sensasi, amat tergantung

pada faktor personal dan situasional (faktor fungsional dan struktural).

(Darwis Hude, 2006:120).

Persepsi membantu manusia bertindak dan memahami dunia

sekelilingnya, karena persepsi adalah mata rantai terakhir dalam suatu

20

rangkaian peristiwa yang saling terkait. Mata rantai itu dimulai dari objek

eksternal yang ditangkap oleh organ-organ indera, selanjutnya dikirim

dan diproses didalam otak untuk mendapat kopian arsip yang telah

tersimpan (Darwis Hude, 2006 : 121).

Jadi, dari berbagai pendapat para ahli tersebut dapat diambil

sebuah kesimpulan sederhana, bahwa persepsi merupakan pandangan

seseorang dalam menafsirkan suatu keadaan atau aktifitas yang dialami

di lingkungannya. Faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu perhatian,

faktor fungsional, dan faktor struktural. Adapun proses persepsi terjadi

jika alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls syaraf

dengan “bahasa” yang dipahami oleh “komputer” otak yang selanjutnya

akan ditransmigrasikan ke otak untuk dianalisis lebih lanjut. Hasil dari

analisis otak manusia inilah yang sering disebut dengan persepsi. Oleh

sebab itu, wajar jika persepsi antar individu antara manusia yang satu

dengan yang lain sering bahkan selalu berbeda.

4. Pengertian Masyarakat

Menurut Handerson dan Mapp, yang dikutip oleh Fatchurrohman

(2012 : 32), masyarakat merupakan orang-orang yang berada di

lingkungamn atau suatu tempat di sekitar sekolah, masyarakat setempat

yang tinggal di suatu wilayah, mereka bisa jadi tidak mempunyai anak

yang disekolahkan, tetapi mempunyai ketertarikan terhadap sekolah, atau

kelompok masyarakat yang tinggal dalam suatu daerah yang masih ada

hubungan kekerabatan.

21

5. Jenis Masyarakat

Dalam masyarakat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok

masyarakat tradisional dan kelompok masyarakat modern. Masyarakat

tradisional lebih dikenal dengan masyarakat yang tinggal dipedesaaan,

sedangkan masyarakat modern mengacu pada masyarakat yang tinggal di

daerah perkotaan.

Adapun masyarakat tradisional mempunyai ciri-ciri homogenitas

sosial, hubungan primer, kontrol sosial yang ketat dan bergotong royong.

Sedangkan dalam masyarakat modern mempunyai ciri-ciri heterogenitas,

individualistis, kontrol sosial yang tidak begitu ketat, serta dinamika

sosial yang cepat (Fatchurrohman, 2012 : 33-35).

B. PENDIDIKAN FORMAL

1. Pengertian Pendidikan Formal

Seringkali masyarakat mendengar istilah pendidikan. Bahkan,

masyarakat yang tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali pun

mengetahui kata pendidikan. Bagi masyarakat awam, pendidikan

diidentikkan dengan sekolah. Akan tetapi, sebenarnya pendidikan tidak

hanya terbatas pada sekolah saja. Mengacu pada UU Sisdiknas nomor 20

tahun 2003 (UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 : 3), pendidikan sendiri

dapat dikatakan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

22

serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara”.

Telah diketahui bahwa pendidikan dibagi menjadi tiga macam,

yaitu Pendidikan Formal, Pendidikan Nonformal, dan Pendidikan

Informal. Tiga macam pendidikan ini mencakup semua sektor bidang

pendidikan. Pendidikan formal dalam perspektif masyarakat biasanya

sering disebut dengan pendidikan yang ada di sekolah, pendidikan non

formal meliputi pendidikan di pondok pesantren, dan pendidikan informal

mencakup pendidikan dalam keluarga. Semua persepsi masyarakat

tentang pendidikan tidak sepenuhnya salah, karena jika melihat pada UU

Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 (UU Sisdiknas No 20 Th

2003 : 4) telah disebutkan bahwa:

a. Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi.

b. Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan

formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

c. Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan

lingkungan.

Dilihat dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa pendidikan

tidak terbatas pada pendidikan di lingkungan sekolah saja, yang dalam

bahasa akademik disebut dengan pendidikan formal. Lingkungan keluarga

pun bisa dikategorikan sebagai tempat berlangsungnya pendidikan.

23

Pondok-pondok pesantren juga bisa dikategorikan sebagai tempat

berlangsungya pendidikan. Akan tetapi dalam skripsi ini yang lebih

dibahas khususnya adalah pendidikan formal yang berarti jalur

pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan

dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

2. Komponen Pendidikan

Dalam pendidikan, baik formal, non formal, maupun informal

mempunyai komponen pendidikan. Adapun komponen pendidikan dalam

pendidikan formal meliputi:

a. Kurikulum

Kurikulum merupakan komponen ilmu pendidikan yang

berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Teori yang

dikembangkan dalam komponen ini meliputi tujuan pendidikan,

organisasi kurikulum, isi kurikulum, dan modul pengembangan

kurikulum.

b. Belajar

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan

dengan proses pelaksanaan interaksi ditinjau dari sudut peserta didik.

Teori yang dikembangan meliputi karakteristik peserta didik, jenis

belajar, cara belajar, hirarki, jenis, dan kondisi belajar.

c. Mendidik dan mengajar

Mendidik dan mengajar merupakan komponen ilmu

pendidikan yang berkaitan dengan proses pelaksanaan interaksi

24

ditinjau dari sudut pndang pendidik. Teori yang dikembangkan dalam

komponen ini meliputi karakteristik pendidik, karakteristik kegiatan

pendidikan dan mengajar, metode dan teknik mengajar, sistem

pengelolaan kelas.

d. Lingkungan pendidikan

Lingkungan pendidikan berkenaan dengan situasi ketika

interaksi belajar mengajar berlangsung, teori ini meliputi perencanaan

pendidikan, manajemen pendidikan, bimbingan konseling, kebijakan

pendidikan, dan ekonomi pendidikan.

e. Evaluasi pendidikan

Evaluasi berkenaan dengan prinsip, mental, teknik, dan

prosedur dengan cara-cara bagaimana pencapaian tujuan pendidikan.

Teori yang dikembangkan dalam komponen ini adalah model-model

penilaian, metode, teknik, instrumen penilaian (Mulyono, 2010 : 51-

52).

Umar Tirtarahardja dan La Sula, (2000 : 51-52) menyebutkan

bahwa unsur pendidikan mempunyai tujuh bagian, yaitu: Subjek yang

dibimbing (peserta didik), Orang yang membimbing (pendidik), Interaksi

antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif), Ke arah mana

bimbingan ditujukan (tujuan pendidik), Pengaruh yang diberikan dalam

bimbingan (materi pendidikan), Cara yang digunakan dalam bimbingan

(alat dan metode), Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung

(lingkungan pendidikan).

25

a. Subjek yang dibimbing (Peserta didik)

Unsur ini merupakan unsur yang sangat vital dalam dunia

pendidikan. Peserta didik mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap keberhasilan dunia pendidikan. Kualitas dari pribadi peserta

didik ini yang akan menjadi tolok ukur pendidikan. Pendidikan

dianggap gagal jika apa yang dilakukan peserta didik tidak sesuai

dengan apa yang diharapkan oleh lembaga pendidikan.

b. Orang yang membimbing (Pendidik)

Pendidik juga mempunyai peran yang sangat penting dalam dunia

pendidikan. Keberhasilan peserta didik tergantung bagaimana cara

mendidik yang dilakukan oleh pendidik. Kepribadian seorang

pendidik juga tak lepas dari perhatian agar peserta didik mencapai

keberhasilan sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu pantaslah

bahwa pendidik harus mempunyai syarat-syarat seperti kompetensi

paedagogik, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan

kompetensi kepribadian.

c. Interaksi antara pendidik dan peserta didik (Interaksi Edukatif).

Pendidikan bisa dikatakan kondusif bila ada interaksi yang baik

antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi antara peserta didik

dengan pendidik sangat diperlukan untuk menjaga hubungan yang

harmonis yang tentunya dalam hubungan ini harus ada batas-batas

tertentu.

26

d. Ke arah mana bimbingan ditujukan (Tujuan Pendidik)

Setiap individu maupun organisasi pasti mempunyai tujuan tertentu.

Begitu juga dengan dunia pendidikan. Pendidik harus mempunyai

tujuan yang jelas dalam mendidik peserta didik. Mendidik dengan

tanpa tujuan bisa diibaratkan orang dengan berjalan ditengah hutan

yangmana orang tersebut tidak mengetahui arah mata angin. Jika

pendidik tidak mempunyai tujuan yang jelas, maka hampir bisa

dipastikan bahwa apa yang diajarkan pendidik kepada peserta didik

tidak akan pernah membekas di dalam diri peserta didik.

e. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (Materi Pendidikan)

Materi pendidikan menyumbang peran yang besar terhadap

keberhasilan pendidikan. Jika pendidik tidak mempunyai ataupun

menguasai materi yang akan diberikan kepada peserta didik, maka

tujuan dari pendidikan tidak akan tercapai dalam kegiatan tersebut.

f. Cara yang digunakan dalam bimbingan (Alat dan Metode)

Alat dan metode dalam pendidikan mempunyai peran yang tak kalah

pentingnya dalam menunjang keberhasilan pendidikan. Metode

dalam pendidikan bisa sebagai solusi yang jitu bagaimana cara

menghadapi keanekaragaman peserta didik. Mengenai alat dalam

pendidikan memang sangat penting, tapi ada alat yang bisa

dialihkan. Misalkan, jika dalam sekolah tidak mempunyai ruang

yang layak bisa dialihkan ke luar ruangan yang dekat dengan pohon.

27

g. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (Lingkungan

Pendidikan)

Lingkungan pendidikan sangat mempengaruhi keberhasilan

pendidikan. Jika lingkungan mendukung pendidikan, maka kualitas

peserta didik akan lebih baik. Tingkat pendidikan peserta didik juga

lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Apalagi jika

membahas tentang kepribadian individu. Lingkungan akan sangat

mempengaruhi kepribadian dari individu tersebut. Semakin

masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan, maka biasanya

kualitas lingkungan semakin baik. Pemikiran masyarakat juga

semakin beragam. Selain itu, keterbukaan serta toleransi masyarakat

juga akan semakin besar.

3. Belajar, salah satu aplikasi dari pendidikan.

a. Perwujudan perilaku belajar

Dalam proses pembelajaran baik dari pembelajaran dalam

pendidikan formal, in formal, maupun non formal mempunyai

manifestasi atau perwujudan perilaku belajar yang biasanya lebih

sering tampak dala perubahan-perubahan sebagai berikut :

1) Kebiasaan

Setiap siswa yang mengalami proses belajar, kebiasaan-

kebiasaannya akan tampak berubah. Dalam proses belajar,

kebiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak

diperlukan. Karena proses pengurangan atau penyusutan inilah,

28

muncul suatu pola tingkah laku baru yang relatif menetap dan

otomatis. Sebagai contoh, siswa yang belajar bahasa secara

berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau

struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa menggunakan

bahasa secara baik dan benar. Jadi, berbahasa dengan baik dan

benar itulah perwujudan dari belajar.

2) Keterampilan

Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan

urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam

kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan

sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun, keterampilan ini

memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran tinggi.

Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik

dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap

kurang atau tidak terampil. Keterampilan bukan hanya meliputi

gerakan motorik, melainkan juga pengejawantahan fungsi

mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas, sehingga

sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain.

Artinya, orang yang mempu mendayagunakan orang lain secara

tepat juga dianggap orang yang terampil.

3) Pengamatan

Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan

memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera

29

seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar, seorang

siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar-benar

obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah

akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula.

Sebagai contoh, seorang anak yang baru pertama kali

mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar benar-benar

berada dalam kotak bersuara itu. Namun, melalui proses belajar,

lambat laun akan diketahuinya bahwa yang ada dalam radio

tersebut hanya suaranya sedangkan penyiarnya berada jauh di

studio pemancar.

4) Berpikir asosiatif dan daya ingat

Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir

dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya.

Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan

antara rangsangan dan respons. Dalam hal ini perlu dicatat

bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif

yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau

pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh,

siswa yang mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul

Awal, kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan

tanggal bersejarah dengan maulid Nabi Muhammad saw. hanya

bisa didapat apabila ia mempelajari sejarah tersebut.

30

Selain itu, daya ingat pun perwujudan belajar, sebab

merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa

yang telah mengalami proses belajar akan ditamdai dengan

bertambahnya simpanan materi (penggetahuan dan pengertian)

dalam memori, serta meningkatnya kemampuan

menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulasi

yang sedang ia hadapi.

5) Berpikir rasional dan kritis

Berpikir rasional dan kritis merupakan perwujudan

perilaku belajar, terutama yang bertalian dengan pemecahan

masalah. Pada umumnya, siswa yang berpikir rasional akan

menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam

menjawab “bagaimana” dan “mengapa”. Dalam berpikir

rasional, siswa dituntut menggunakan logika untuk menentukan

sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan,

dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum dan ramalan-

ramalan. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut untuk

menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji

keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan

atau kekurangan.

6) Sikap

Dalam arti sempit, sikap adalah pandangan atau

kecenderungan mental. Menurut Bruno, yang dikutip Haryu

31

Islamudin (2011 : 167), sikap (attitude) adalah kecenderungan

yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk

terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, sikap itu

dapat dianggap sebagai suatu kecenderungan siswa untuk

bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan

perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya

kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah terhadap

objek, tata nilai, dan sebagainya.

7) Inhibisi

Dalam hal belajar, inhibisi adalah kesanggupan siswa

untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu,

lalu memilih atau melakukan tindakan lainny yang lebih baik

ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. Kemampuan siswa

dalam melakukan inhibisi umumnya diperoleh melalui proses

belajar. Oleh sebab itu, makna dan perwujudan perilaku belajar

seorang siswa akan tampak pula dalam kemampuannya

melakukan inhibisi ini.

8) Apresiasi

Apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau

penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun konkret,

yang bernilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afektif yang

pada umumnya ditinjau pada karya seni budaya.

32

9) Tingkah laku Afektif

Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang

menyangkut keanekaragaman perasaan seperti takut, marah,

sedih, kecewa, dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak

terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia

juga dapat dianggap sebagai perilaku belajar. (Haryu Islamudin,

2012 : 164-168)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam:

1) Faktor Internal (faktor dari siswa), yakni keadaan atau kondisi

jasmani siswa.

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi

dua aspek, yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis

a) Faktor fisiologis

Pada faktor ini, kesehatan fisik atau jasmani siswa

sangat mempengaruhi belajar siswa. Siswa yang mempunyai

kesehatan fisik yang buruk biasanya lebih sulit menerima

pelajaran dari guru dibandingkan dengan siswa yang

mempunyai kesehatan yang baik. Sebagai contoh, siswa yang

mempunyai pendengaran kurang baik lebih lama dalam

memahami pelajaran daripada siswa yang pendengarannya

baik.

33

b) Faktor psikologis

Dalam faktor ini, umumnya yang dipandang adalah

tingkat kecerdasan siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat

siswa, serta motivasi siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi

lingkungan disekitar siswa.

3) Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni jenis

upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang

digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran

materi-materi pelajaran (Haryu Islamudin, 2011 : 181).

4. Urgensi Pendidikan Formal

a. Bagi pribadi manusia

Gambaran manusia perspektif Islam yang sesuai dengan

alquran adalah manusia sebagai makhluk ciptaannya yang utama atau

sebagai khalifatullah fil ard. Ini ditegaskan dalam Al Qur‟an surah

Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi:

. . . . . . .

Artinya: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para

Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang

khalifah di muka bumi." (Q. S Al Baqarah: 30 )

34

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa manusia adalah makhluk

yang sempurna, dimana manusia bertugas menjaga keseimbangan

dunia. Oleh sebab itu, manusia yang ditugasi menjadi pemimpin di

dunia diberikan kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain, yaitu

akal. Dengan akal, manusia dapat menciptakan kedamaian dunia.

Dengan akal pula manusia akan merusak dunia sebagaimana firman

Allah diatas. Oleh karena itu, agar dapat melaksanakn tugasnya,

manusia berkewajiban untuk mengembangkan potensinya, salah

satunya melalui pendidikan. Mengutip pendapat H.A.R. Tilaar (2012

: 187), pendidikan diasumsikan dapat mengembangkan potensi-

potensi yang tak terbatas didalam pembentukan watak dan derajat

manusia. Karena manusia dikaruniai kecerdasan dan pengetahuan

yang merupakan karunia Tuhan yang terbesar itulah, maka manusia

harus mempertahankan seluruh perbuatannya kepada sang pencipta,

antara lain dengan mendayagunakan kecerdasan dan pengetahuannya

itu.

Dalam sejarah peradaban umat manuia, dunia akademik

selalu memainkan peranan sentral. Ada masanya dunia akademik

dijadikan konservator nilai-nilai tertentu dari suatu sistam kekuasaan

dan diperalat oleh suatu sistem kekuasaan, ada pula masanya dunia

akademik menjadi mata air perubahan sosial. Dari kedua situasi

tersebut tersirat hakikat paling dalam dari dunia akademik ialah

35

adanya kebebasan atau keterbukaan berpikir (H.A.R. Tilaar, 2006 :

93).

Keterbukaan dalam berpikir inilah yang akan menentukan

keluasan serta tingkat pendidikan manusia. Apabila manusia mau

membuka pikirannya, maka tidak menutup kemungkinan, bahwa

manusia yang dipandang sangat miskin sekalipun oleh

masyarakatnya dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan yang lainnya. Tidak menutup kemungkinan

juga bahwa orang yang dianggap sangat bodoh sekalipun oleh orang

lain bisa juga lebih pandai daripada orang lain. Inilah esensi dari Al

Qur‟an surah Al Mujadilah ayat 11 yang berbunyi:

. . .

. . . .

Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di

antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat”. (Q. S Al Mujadilah: 11)

Selain itu, banyak juga hadits yang menyiratkan pentingnya

ilmu untuk mencari kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat,

diantaranya terdapat hadits:

فعليه بالعلم ومن ارادهما من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد االخرة

بالعلمفعليه Artinya: “ barang siapa menginginkan kebahagiaan di dunia,

maka dapat diperoleh dengan ilmu, dan barang siapa

menginginkan kebahagiaan di akhirat, maka dapat

diperoleh dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan

kebahagiaan dunia dan akhitrat, maka dapat diperoleh

dengan ilmu “ HR Turmudzi.

36

Selain manusia diberi akal untuk bertugas sebagai khalifah

fil ard dan memanfaatkan akal untuk mencari ilmu agar pandai

secara intelektual, manusia juga diberi akal agar memiliki

kepribadian yang baik. Inilah yang membedakan manusia dengan

makhluk lain. Dalam Al Qur‟an Surah At Tin ayat 4 yang

berbunyi:

. . . . . . .

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam

bentuk yang sebaik-baiknya”.(Q. S At Tin: 4)

Akan tetapi manusia juga harus memiliki konsekuensi jika

manusia lebih condong pada kepribadian yang tidak baik, maka

kedudukan manusia tidak lebih baik daripada makhluk yang lain,

sebagaimana firman Allah surah At Tin ayat 5:

. . . . . . .

Artinya: “kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang

serendah-rendahnya (neraka)”. (Q. S At Tin: 5)

Oleh karena itu, jika manusia tidak ingin tersesat di tempat

yang sangat rendah disisi Allah, maka pendidikan sangat mutlak

harus dilakukan pada semua manusia, tidak memandang dari

kedudukan serta harta kekayaan yang ia miliki.

Ketika manusia telah mencapai derajatnya masing-masing

dihadapan sang Khaliq, pada hakikatnya tujuan Allah “membuat

semua skenario semua itu” hanyalah untuk menyembah kepada

37

sang pencipta. Ini termaktub dalam Qur‟an surah Adz Dzariyat

ayat 56 yang berbunyi:

. . . . . . .

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan

supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.(Q. S Adz Dzariyat: 56)

Dari pemaparan urgensi pendidikan bagi manusia ini,

setidaknya ada tiga poin penting yang dapat diambil

kesimpulannya, yaitu:

1) Manusia diciptakan oleh Allah sebagai Khalifah fil ard,

sehingga untuk menjaga amanat tersebut mutlaklah bagi

manusia untuk mencari ilmu agar tidak menyimpang dari

“skenario” Allah tersebut. Adapun ilmu hanya didapat oleh

manusia melalui pendidikan baik secara formal, informal,

maupun non formal.

2) Jika manusia ingin memperoleh derajat yang tinggi disisi

Allah, maka manusia harus mencapainya dengan perantara

ilmu. Ini agar manusia menjadi Insan Kamil sebagaimana

firman Allah dalam Qur‟an surah At Tin ayat 4.

3) Tugas dalam hidup manusia yang paling utama adalah

mancapai ridha Allah mdengan menyembah kepada-Nya.

Untuk itu, diperlukan ilmu yang membantu manusia untuk

mendekatkan diri kepada Allah.

38

b. Bagi lingkungan keluarga

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi

manusia ketika masih anak-anak. Orang tua, terutama seorang kepala

keluarga, mempunyai kewajiban dalam menjaga keturunannya agar

apa yang dilakukan keturunan tersebut sesuai yag diinginkan.

Adapun kewajiban orang tua untuk menjaga keturunannya

diantaranya terdapat dalam qur‟an surah At Tahrim ayat 6 yang

berbunyi:

. . . . . . .

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka”. (Q. S At tahrim: 6)

Ayat diatas mengisyaratkan bahwa orang tua mempunyai

kewajiban yang sangat besar terhadap keturunannya. Ini tersirat dari

perintah Allah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka,

jelaslah, untuk menjaga keluarga dari neraka memerlukan sebuah

pendidikan agar diri dan keluarganya bisa mencapai kebahagiaan

hidup di dunia maupun di akhirat.

Selain orang tua berkewajiban menjaga keturunannya, orang

tua juga berkewajiban mendidik dengan memberikan perhatian

secukupnya terhadap pendidikan anak dan istri, baik dari segi

jasmani maupun rohani. Tentunya tanggung jawab ini mempunyai

konsekuensi keuangan dan pendidikan ( Muhamad Fauzi, 2007 :

127). Dari segi keuangan, orang tua mempuyai kewajiban untuk

39

menjamin kesejahteraan angggota keluarganya berupa papan,

sandang, dan pangan yang memadai. Dari segi pendidikan, orang tua

mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan yang layak

baik dari pendidikan formal, non formal, maupun informal.

Pendidikan ini tentunya bertujuan agar keluarga, terutama anak

mempuyai kemampuan secara intelektual sesuai yang diinginkan

orang tua yangmana hasil dari pendidikan ini kelak diharapkan akan

berkontribusi ketika sang anak terjun langsung menjadi anggota

masyarakat.

Selanjutnya, orang tua juga mempunyai kewajiban mendidik

anak dalam hal pembentukan sikap dan karakter anak. Artinya, orang

tua mempunyai kewajiban untuk menjaga akhlak anak agar anak

kelak menjadi orang yang selain secara intelektual mempunyai

kemampuan, anak juga mempunyai akhlak yang baik. Antara

intelektual dan akhlak tidak dapat dipisahkan. Jika anak hanya

pandai dari segi intelektual saja, maka kehidupan anak akan sering

bertentangan dengan norma-norma, baik norma sosial maupun norma

agama, ini dikarenakan anak tidak mempunyai pedoman yang

menyangkut tentng moral dan sosial. Sebaliknya, jika anak hanya

mempunyai akhlak atau moral yang baik saja tanpa mempunyai

keterampilan, maka kehidupan sang anak seolah-olah tidak

dipentingkan oleh masyarakat. Adapun sikap orang tua

mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak, dan perlakuan

40

mereka terhadap anak sebaliknya sikap anak terhadap mereka dan

perilaku meraka. Jika orang tua tidak terlalu memperhatikan

pendidikan anak, maka biasanya anak juga kurang punya minat

dalam menerima pelajaran di sekolah, ini berimplikasi pada sikap

anak terhadap kehidupan sehari-harinya.

Dari paparan diatas, diketahui bahwa pendidikan dalam

keluarga merupakan hal yang penting, ini dikarenakan bahwa

manusia sebagai orang tua mempunyai kewajiban terhadap anggota

keluarga setidaknya dalam hal :

a. Menjaga diri dan keluarga dari hal-hal buruk yang menimpa

keluarga.

b. Mendidik anak dari segi intelektual untuk menunjang masa depan

anak.

c. Mendidik anak dengan pendidikan akhlak, agar tercipta

keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan

emosional.

Semua hal diatas tidak bisa dilakukan dengan instan. Semua

hanya bisa dilakukan melalui pendidikan, orang yang sudah siap

berkeluarga harus membekali diri dengan pendidikan tentang

kekeluargaan. Jika seseorang berkeluarga tidak mempunyai konsep

yang jelas dalam membangun kekeluagaannya, maka seringkali yang

terjadi adalah keretakan dalam hubungan antar keluarga. Untuk

41

menjaganya, maka pendidikan merupakan hal mutlak yang harus

dilakukan setiap orang.

c. Bagi lingkungan Masyarakat

Kelanjutan hidup dari manusia adalah bermasyarakat. Dalam

bermasyarakat diperlukan pemikiran yang matang untuk membangun

kemajuan masyarakatnya. Selain itu, diperlukan keluasan berpikir

serta toleransi yang tinggi agar tercipta masyarakat yang aman,

damai, serta bersatu membangun masyarakat. Untuk itu, diperlukan

upaya agar kesatuan masyarakat tetap terjalin. Pentingnya persatuan

masyarakat ini juga diperhatikan Allah lewat Al Qur‟an Surah Ali

Imran ayat 103 yang berbunyi :

. . . . . . .

Artinya: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)

Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. (Q. S Ali

Imran: 103)

Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia mempunyai peran dan

kedudukan yang sangat penting dalam bermasyarakat. Dalam

kehidupan selanjutnya, manusia mempunyai peran yang sangat

penting dalam proses terwujudnya masyarakat yang mandiri.

Manusia dikaruniai akal oleh Allah untuk mewujudkan kehidupan

masyarakat yang bermartabat, masyarakat yang aman dan damai.

Untuk mencapai hal terebut, ilmu menjadi bekal yang mutlak bagi

manusia.

42

Yang tak kalah pentingnya, kehidupan masyarakat adalah

sebagai salah satu penopang roda kehidupan bangsa. Suatu

masyarakat sangat diharapkan perannya dalam mewujudkan cita-cita

bangsa, dimana, dalam masyarakat sangat diharapkan partisipasinya

sebagai anggota dari bangsa untuk mewujudkan bangsa dan negara

yang aman.

Dari materi pendidikan diatas dapat diambil sebuah kesimpulan

bahwa pendidikan merupakan usaha secara sadar dan terencana untuk

mewujudkan proses belajar yang bertujuan untuk membentuk kecerdasan

serta kepribadian dari peserta didik. Adapun pendidikan dibagi menjadi 3

macam, yaitu :

a. Pendidikan formal

Pendidikan formal adalah pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi.

b. Pendidikan non formal

Pendidikan non formal adalah pendidikan diluar pendidikan formal yang

berjenjang dan berstruktur. Contohnya adalah kursus.

c. Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah pendidikan yang ada di dalam keluarga dan

lingkungannya.

Dalam dunia pendidikan tentunya tidak lepas dari yang namanya

lembaga. Adapun komponen dalam pendidikan secara garis besar terdiri dari

43

kurikulum, belajar, mendidik dan mengajar, lingkungan pendidikan, dan

evaluasi pendidikan.

Dalam hal belajar, ada aplikasi dari hal tersebut yang harus

diperhatikan baik oleh pendidik maupun peserta didik, yaitu kebiasaan,

keterampilan, pengamatan, berpikir asosiatif dan daya ingat, berpikir rasional

dan kritis, sikap, inhibisi, apresiasi, dan tingkah laku afektif. Adapun faktor

yang mempengaruhi belajar secara umum terdiri atas faktor internal, faktor

eksternal, serta faktor pendekatan belajar.

Pendidikan tentunya juga mempunyai makna tersendiri, adapun

makna (urgensi) pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu :

a. Bagi pribadi manusia

1) Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah fil ard, sebagai

pemimpin bumi, pendidikan mutlak harus didapat pada manusia agar

dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya.

2) Manusia memerlukan pendidikan untuk mencapai tujuannya sebagai

insan kamil.

3) Manusia memerlukan pendidikan agar menjadi sarana mendekatkan

diri kepada sang Khaliq.

b. Bagi lingkungan keluarga

Pendidikan juga sangat penting di dalam keluarga. Adapun pendidikan

dalam keluarga diperlukan untuk :

1) Menjaga anggota keluarga dari hal-hal buruk

2) Mendidik anak dari segi intelektual untuk menunjang masa depan anak

44

3) Mendidik anak dari segi akhlak untuk menciptakan moralitas anak

c. Bagi lingkungan masyarakat

Pendidikan mempunyai makna yang sangat besar dalam lingkungan

masyarakat. Manusia sebagai anggota masyarakat berperan penting dalam

menciptakan kedamaian dalam masyarakat. Untuk itu, pendidikan mutlak

diperlukan dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut.

C. SIKAP KEDEWASAAN ANAK

1. Sikap

a. Pengertian sikap

Sikap merupakan emosi atau afek yang diarahkan pada

seseorang kepada orang lain. (Fattah Hanurawan, 2012 : 64). Sikap

melibatkan seseorang untuk memiliki kecenderungan puas atau tidak

puas, positif atau negatif, suka atau tidak suka terhadap suatu objek.

b. Ciri-ciri sikap

a) Sikap itu tidak dibawa sejak lahir

Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum

membawa sikap-sikap tertentu pada suatu objek. Karena sikap

tidak dibawa sejak individu dilahirkan, ini berarti bahwa sikap itu

terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan.

b) Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap

Oleh karena itu, sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam

hubungannya dengan objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi.

Hubungan yang positif atau negatif antara individu dengan objek

45

tertentu akan menimbulkan sikap tertentu pula pada individu

terhadap objek tersebut

c) Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju

pada sekumpulan objek.

Bila seseorang mempunyai sikap yang negatif pada orang

lain, ia akan mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan

sikap yang negatif pula pada kelompok dimana seseorang tersebut

tergabung didalamnya.

d) Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Jika sikap itu telah menjadi nilai dalam kehidupan

seseorang, maka biasanya relatif sulit berubah. Sebaliknya, jika

sikap itu belum begitu mendalam dalam diri seseorang, maka

sikap tersebut relatif mudah berubah.

e) Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi

Sikap seseorang terhadap objek tertentu akan selalu diikuti

perasaan baik perasaan yang negatif maupun positif. Disamping

itu, sikap juga mendorong seseorang untuk berperilaku yang

sesuai untuk beradaptasi dengan objek yang ada dihadapannya.

c. Komponen sikap

Ada tiga komponen yang terdapat dalam sikap, yaitu:

1) Komponen respon evaluatif kognitif

Adalah gambaran tentang cara seseorang dalam

mempersepsi objek, peristiwa, atau situasi sebagai sasaran sikap.

46

Komponen ini adalah pikiran, keyakinan, atau ide seseorang

tentang suatu objek. Dalam bentuk yang paling sederhana,

komponen kognitif adalah kategori-kategori yang digunakan

dalam berpikir. Misalnya,tukang tambal ban adalah kategori

pekerjaan laki-laki, sedangkan menjahit adalah kategori pekerjaan

wanita.

2) Komponen respon evaluatif afektif

Yaitu perasaan atau emosi yang dihubungkan dengan suatu

objek sikap. Perasaan meliputi kecemasan, kasihan, benci, marah,

cemburu, atau suka. Misalanya, orang tua biasanya lebih cemas

jika anak perempuan keluar sampai larut malam daripada anak

laki-laki yang keluar malam.

3) Komponen respon evaluatif perilaku

Merupakan tenndensi untuk berperilaku pada cara-cara

tertentu terhadap objek sikap. Dalam hal ini, tekanan lebih pada

tendensi untuk berperilaku dan bukan pada perilaku secara

terbuka (Fattah Hanurawan, 2012 : 65).

d. Fungsi sikap

Sikap mempunyai empat fungsi, yaitu :

1) Fungsi penyesuaian diri

Fungsi penyesuaian diri berarti bahwa orang

mengembangkan sikap yang akan membantu untuk mencapai

tujuannya secara maksimal. Misalnya, seseorang yang hidupnya

47

sering di pondok pesantren akan lebih nyaman memakai sarung

daripada celana.

2) Fungsi pertahanan diri

Fungsi pertahanan diri mengacu pada pengertian bahwa

sikap dapat melindungi seseorang dari keharusan untuk mengakui

kenyataan tentang dirinya. Contohnya, seseorang yang banyak

bicara cenderung akan menilai bahwa orang yang hanya diam saja

berarti dia tidak banyak memiliki ide kreatif.

3) Fungsi ekspresi nilai

Fungsi ekspresi nilai berarti bahwa sikap membantu

ekspresi positif nilai-nilai dasar seseorang, memamerkan citra

dirinya, dan aktualisasi diri. Contoh: seseorang yang menyukai

alam akan cenderung menyukai tantangan yang berasal dari alam,

misalnya naik gunung.

4) Fungsi pengetahuan

Fungsi pengetahuan berarti bahwa sikap membantu

seseorang dalam menetapkan standar evaluasi terhadap suatu hal.

Standar ini menggambarkan keteraturan, kejelasan, dan stabilitas

kerangka acu pribadi seseorang dalam menghadapi objek atau

peristiwa di sekelilingnya (Hanurawan, 2012 : 66).

Sikap berbeda dengan perilaku. Meski demikian, para ahli

memandang bahwa ada kaitan antara sikap dan perilaku. Bahkan,

perilaku yang baru terbentuk pun dapat dapat dikurangi atau juga dapat

48

dihilangkan. Perilaku yang tidak menguntungkan atau tidak

menyenangkan cenderung akan dihilangkan atau dikurangi

kemunculannya oleh si objek. (Edi Purwanta, 2012 : 67). Jadi, dengan

mengetahui sikap seseorang, orang akan mendapatkan gambaran

kemungkinan perilaku yang timbul dari orang yang bersangkutan

(Bimo Walgito, 2002 : 105).

2. Kedewasaan

Segala peristiwa yang yang akan datang pasti akan menimbulkan

kesulitan manusia dalam menjalani kehidupannya. Dan orang dewasa

pasti akan menganggap kesulitan-kesulitan yang menghadang kehidupan

manusia bukanlah demi menghancurkan kehidupan itu, tetapi demi

mengokohkan akar kehidupannya. Kesulitan hidup akan selalu ada dalam

kehidupan manusia untuk mendidiknya dan mengajarkan kebijaksanaan.

Itulah yang dinamakan kedewasaan. Kedewasaan tidak mutlak

dipengaruhi oleh umur. Banyak orang yang sudah berumur masih belum

dianggap dewasa, tapi tidak sedikit juga anak-anak yang secara umur

umumnya masih kanak-kanak sudah dianggap dewasa. Ini tidak lepas

dari pandangan masyarakat yang memandang tentang arti dari

kedewasaan. kedewasaan dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kedewasaan Fisik, yaitu orang yang mempunyai bentuk tubuh

proporsi yang relatif mantap dan organnya telah siap menjalankan

fungsi-fungsi secara normal.

49

b. Kedewasaan Intelektual, yaitu orang yang mampu menampilkan cara

berpikir objektif, logis, dan reflektif dalam memecahkan masalah

yang dihadapi.

c. Kedewasaan Sosial, yaitu orang yang mampu berpartisipasi dalam

kehidupan bersama dan konstruktif dala bekerja sama.

d. Kedewasaan emosional, yaitu orang yang mampu mengendalikan

gejolak emosi liar dan menyatakannya dalam bentuk atau cara yang

beradab, serta dapat menghargai orang lain dengan cara arif dan

bijaksana.

e. Kedewasaan Kerja, yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk

dapat menampilkan amal dan karya terbaik yang dapat dikerjakan

pada saat itu.

f. Kedewasaan Moral, yaitu orang yang mempunyai kemampuan untuk

dapat memiliki nilai-nilai kehidupan yang luhur, dapat mengetahui

dengan jelas nilai-nilai hidup yang menjadi miliknya atau darah

dagingnya, dapat berbuat sesuai dengan nilai-nilai hidup yang

menjadi miliknya, dapat turut serta mengajak orang lain untuk

membuat sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimilikinya, dan dapat

mempunyai kata hati yang selalu menyerukan kebenaran dan

mendorong untuk selalu memilih kebenaran dan berbuat sesuai

dengan kebenaran tersebut. (Redja Mudyahardjo, 2001 : 501-503)

50

Dari materi sikap dapat diambil kesimpulan bahwa sikap merupakan

keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif statis, yang

disertai adanya perasaan tertentu yang menjadi tanda dari keadaan dalam

menerima atau menolak objek atau keadaan tersebut. Adapun ciri-ciri sikap

yaitu :

a. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir

b. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap tersebut

c. Sikap dapat tertuju pada satu objek, tetapi juga dapat tertuju pada

sekumpulan objek

d. Sikap dapat berlangsung lama maupun sebentar

e. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi

Sikap mempunyai empat fungsi, yaitu fungsi penyesuaian diri, fungsi

pertahanan diri, fungsi ekspresi nilai, dan fungsi pengetahuan. Sikap juga

mempunyai komponen. Adapun komponen sikap meliputi komponen respon

evaluatif kognitif, komponen respon evaluatif afektif, dan komponen respon

evaluatif perilaku.

Kedewasaan merupakan keadaan dimana sudah ada ciri-ciri

psikologik tertentu pada diri seseorang. Kedewasaan tidak mutlak

dipengaruhi umur. Akan tetapi, ciri orang yang dewasa menurut G. W. Alport

adalah:

a. Pemekaran diri sendiri yang ditandai dengan kemampuan seseorang untuk

menganggap orang lain sebagai bagian dari dirinya juga.

b. Kemampuan melihat diri sendiri secara objektif.

51

c. Memiliki falsafah hidup tertentu tanpa perlu perumusan dan pengucapan

dengan kata-kata.

D. IMPLIKASI PENDIDIKAN TERHADAP SIKAP KEDEWASAAN

ANAK

Tingkat pendidikan juga mempunyai dampak yang sangat berarti bagi

kedewasaan anak dalam kehidupan sehari-hari. Semakin tinggi pendidikan,

semakin dewasalah anak dalam berpikir dan bertindak. Hal ini disebabkan

semakin terbukanya pemikiran yang ada dalam diri orang tersebut. Dampak

yang sangat kelihatan dari tingkat pendidikan seseorang adalah:

1. Pengetahuan secara Intelektual

Secara umum, tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi

tingkat intelektual manusia dalam masing-masing bidang yang

dipelajarinya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi pendidikan, maka

semakin dalam pula materi yang disampaikan. Misalnya, lulusan SMA

dengan lulusan SMP tentunya akan berbeda dalam menguasai pelajaran

dengan materi yang sama.

2. Moral secara Umum

Secara umum, tingkat pendidikan akan mempengaruhi moral

seseorang. Misalnya, dalam hal sopan santun, anak yang hanya lulus SD

dengan anak yang lulus SMP lebih sopan anak yang lulus SMP. Hal ini

bisa dimungkinkan hanya karena ketidaktahuan penerapan anak yang

lulus SD tersebut.

52

3. Kedewasaan dalam menghadapi masalah

Secara umum, tingkat pendidikan juga mempengaruhi seseorang

dalam menghadapi masalah. Seseorang yang mempunyai pendidikan

yang lebih tinggi mempunyai solusi yang lebih baik dan lebih matang

dibandingkan seseorang yang tingkat pendidikannya rendah.

53

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gambaran Umum Desa Semoyo

1. Letak Geografis

Dusun Semoyo terletak di ujung timur dan paling selatan dari

kecamatan Grabag. Dusun ini masuk ke wilayah desa Sugihmas,

kecamatan Grabag, kabupaten Magelang. Sebelah timur dusun ini adalah

dusun Banaran dan Dukuh yang juga masih dalam wilayah desa

Sugihmas. Adapun sebelah utara dusun Semoyo adalah dusun Pelas yang

sudah masuk wilayah desa Muneng, kecamatan Pakis, kabupaten

Magelang.

Dusun Semoyo jauh dari keramaian. Dusun ini agak sulit dijangkau

karena terletak di wilayah atas kecamatan Grabag, dan berjarak sekitar 3

KM dari jalan raya Daleman (Pakis) – Grabag. Untuk Mencapai dusun

Semoyo, diperlukan waktu sekitar 7 menit dari jalan raya ini. Rute untuk

menuju dusun ini adalah dari perempatan pasar Grabag lurus ke selatan,

sekitar 8 KM sampai arah SMP N 3 Grabag. Kemudian dari SMP N 3

Grabag lurus ke timur sekitar 4 KM. Mulai dari SMP N 3 Grabag ini

jalan sudah tidak beraspal lagi. Akan tetapi, jalan sampai dusun Semoyo

di cor blok. Atau bisa juga dari arah Daleman (Pakis) lurus ke utara

sampai dusun Senden. Dari dusun Senden ke arah timur sekitar 5 KM.

54

Adapun rute dari arah Senden ini lebih sulit dijangkau. Hal ini

dikarenakan sebagian jalan masih berupa tanah yang jika dimusin

kemarau jalan sangat berdebu, dan jika dimusin hujan jalan sangat licin.

Jika digambarkan secara umum, maka lokasi dusun Semoyo

sebagai berikut :

a. Batas Wilayah:

Sebelah Utara : Sawah, dusun Gumiwang

Sebelah Selatan : Dusun Pelas

Sebalah Barat : Sawah, dusun Senden, dusun Geru

Sebalah Timur : dusun Banaran.

b. Topografi: kaki gunung Merbabu

c. Suhu udara rata-rata: ± 20º C

d. Jarak ke Pemerintahan:

1) Jarak ke Pemerintah Desa : ± 1 KM

2) Jarak ke Pemerintah Kecamatan : ± 10 KM

3) Jarak ke pemerintah Kabupaten : ± 25 KM

e. Demografi

1) Jumlah Penduduk Dusun:

Jumlah Kepala Keluarga : 134 KK

Jumlah Penduduk Laki-laki : 253 jiwa

Jumlah Penduduk Perempuan : 205 jiwa

55

2. Kondisi Masyarakat

a. Bidang Pendidikan

Pendidikan Formal

Dalam bidang pendidikan, masyarakat dusun Semoyo

kebanyakan masih dalam taraf rendah, ini dibuktikan dengan jumlah

anak yang masuk sekolah dari kategori tingkat pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi yang belum berimbang.

Berikut tabel tingkat pendidikan anak pada tahun 2015 di dusun

Semoyo:

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1. TK / PAUD -

2. Sekolah Dasar 32

3. Sekolah Menengah Pertama 21

4. Sekolah Menengah Atas 5

5. Perguruan Tinggi -

Pendidikan Non formal

No Nama Kegiatan Jumlah

1 TPA / MADIN 45

2 Pesantren 15

3 Kursus -

4 Lain-lain -

56

b. Bidang Sosial

1) Jumlah penduduk menurut Agama: 428 jiwa

2) Perangkat dusun

Kepala dusun : Pak Samhari

Ketua RW : Pak Samsuri

Ketua RT : a) Pak Asmuni

b) Pak Sulaiman

c) Pak Suyitno

d) Pak Giyanto

e) Pak Suroso

f) Pak Rohim

g) Pak Slamet

c. Bidang Ekonomi

Jumlah Penduduk menurut profesi:

a) Petani : 320 jiwa

b) Pedagang : 5 jiwa

c) Pelajar : 58 jiwa

d) Belum berprofesi : 45 jiwa

57

B. Temuan Hasil Penelitian

Dalam hasil penelitian ditemukan bahwa didalam masyarakat

dusun Semoyo masih banyak ditemukan yang tidak mengetahui

tentang pendidikan.

1. Profil Responden

Masyarakat

Profil Masyarakat yang diwawancarai dalam penelitian ini

adalah:

a. Nama : Pak S

Jabatan : Kepala Dusun

Tanggal Wawancara : 03 November 2015 jam 18:13 WIB

Tempat : Rumah Pak S

Pak S adalah kepala dusun di dusun Semoyo. Selain

sebagai kepala dusun, beliau berprofesi sebagai petani. Beliau

pergi ke sawah setiap hari sepulang dari kantor desa. Pak S

juga mempunyai sapi dua. Kata beliau, sapi merupakan hewan

ternak sampingan yang hampir setiap keluarga memeliharanya.

Meskipun sebagai kepala dusun, beliau adalah orang yang

penuh humoris, suka dengan anak-anak. Bahkan, ketika anak-

anak sering memanggilnya pak jenggot, beliau tidak marah,

malah sering mengajak anak-anak untuk jalan-jalan dengan

beliau.

58

Pak S adalah orang tua yang selalu berpikir ke depan

agar bagaimana anak-anankya lebih maju dari orng tuanya.

Oleh karena itu, beliau cenderung lebih maju akan dunia

pendidikan formal. Meskipun begitu, beliau juga tidak

memaksakan anaknya harus sekolah. Jika anaknya ingin ke

pondok pesantren atau kerja, beliau tidak pernah melarangnya.

a. Pak Ar

Nama : Ar

Jabatan : Kepala Keluarga

Tanggal Wawancara : 05 November 2015 jam 17:33 WIB

Tempat : Rumah Pak Ar

Pak Ar adalah warga dusun Semoyo. Beliau berprofesi

sebagai petani. Beliau memelihara kambing, setiap pulang dari

sawah, beliau selalu mambawa rumput untuk makanan

kambingnya. Pak Ar juga termasuk sebagai salah satu ustadz

TPQ yang ada di dusun Semoyo, dan kebetulan juga rumah pak

Ar hanya terpaut satu rumah dengan TPQ tempat anak-anak

dusun Semoyo dan sekitarnya mengaji. Pak Ar masih cukup

muda. Beliau ramah terhadap siapapun. Pak Ar cukup luas

dalam memandang dunia pendidikan formal, meski pandangan

beliau lebih cenderung pada pendidikan di psantren yang

merupakan salah satu dari pendidikan non formal.

59

b. Ibu Zr

Nama : Zr

Jabatan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Wawancara : 05 November 2015 jam 17:08 WIB

Tempat : Rumah Ibu Zr

Ibu Zr adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat

ramah. Pekerjaan beliau adalah membantu suaminya yang

berprofesi sebagai pedagang tengkulak. Adapun dagang

keluarga beliau adalah dagang musiman, dimana jika musim

tembakau, beliau berdagang tembakau, jika musim panen cabai

beliau membeli cabai dari warga dusun Semoyo. Kata beliau,

profesi sebagai pedagang tengkulak yang ada di Semoyo hanya

beliau saja, hal itu dikarenakan beliau tidak mempuyai sawah

sama sekali, tidak seperti kebanyakan warga yang mempunyai

sawah yang sangat luas. Sehingga, untuk mencukupi

kebutuhannya beliau harus rajin-rajin membeli barang sebagai

dagangannya. Dalam memandang pendidikan, beliau selalu

mengikuti keinginan anaknya. Jika anaknya maju sekolah,

maka beliau akan berusaha menyekolahkan anaknya minimal

sampai SMP. Dan jika anaknya tidak mau sekolah, maka beliau

mendorong ananknya untuk mengaji di pondok pesantren.

60

c. Ibu Rn

Nama : Rn

Jabatan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Wawancara : 08 November 2015 jam 17:16 WIB

Tempat : Rumah Ibu Rn

Ibu Rn adalah seorang ibu muda yang pekerjaannya

adalah sebagai petani. Ibu Rn setiap hari bekerja ke sawah

membantu suaminya. Ibu Rn merupakan lulusan SMP dan

sudah termasuk orang yang berpendidikan tinggi di dusun

Semoyo pada waktu itu. Kehidupan beliau tergolong sejahtera.

Dalam hal pendidikan, ibu Rn sudah peduli kegiatan

pendidikan. Beliau memperhatikan dengan pola belajar anak

dan menyeimbangkannya dengan mengajarkan anak agar rajin

membantu ke sawah. Meskipun sepulang sekkolah anaknya

disuruh ke sawah, tapi dalam hal pembiayaan anak, semacam

buku, alat tulis, uang saku, diperhatikan oleh orang tuanya,

sehingga, selain anak terbiasa bekerja tapi mempunyai waktu

yang cukup untuk belajar.

d. Ibu SM

Nama : SM

Jabatan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal Wawancara : 09 November 2015 jam 16:46 WIB

Tempat : Rumah Ibu SM

61

Ibu SM adalah warga dusun yang berprofesi sebagai

petani. Beliiau hidup dengan kondisi yang cukup. Beliau tidak

begitu paham akan pandidikan. Yang beliau tahu hanyalah

beliau menyekolahkan anaknya agar besok ketika anaknya

sudah besar bisa lebih baik dari ibunya.

Anak dusun Semoyo

Dalam melakukan penelitian pada anak, peneliti hanya

mengambil objek dari anak yang sudah kelas 6 saja. Ini

dikarenakan kelas 6 sudah mampu menjawab pertanyaan sesuai

logika berpikir mereka. Mereka juga sudah mulai mempunyai

pandangan kedepan sehingga segala pertanyaan yang sesuai

dengan penelitian yang dilakukan peneliti sudah bisa masuk dalam

logika berpikir mereka. Adapun nama-nama anak tersebut adalah :

a. AR

AR adalah murid SD N Sugihmas kelas 6. Dia adalah

murid yang dalam pelajaran tergolong sedang. Namun, dia anak

yang rajin, setiap ada tugas sekolah selalu dikerjakan dengan

baik, dia tidak pernah sekalipun lupa dalam mengerjakan PR

maupun tugas lainnya. Ketika peneliti menanyakan apa

sebabnya dia rajin, dia selau menjawab bahwa ibunya setiap

malam menyuruh untuk belajar, sehingga dia tidak lupa pada

62

tugas-tugasnya. Adapun Waktu Wawancara pada tanggal 07

November 2015 jam 16:45 WIB.

b. P

P adalah murid SD N Sugihmas klas 6. Dia anak laki-

laki yang agak pendiam, meski dalam pelajaran juga tergolong

sedang, tapi dia punya kelebihan dalam menggambar dan

melukis, dia lebih menonjol pada bidang seni lukis dan

kaligrafi. P juga termasuk anak yang rajin. Setiap tugas yang

diberikan gurunya selalu dikerjakan. Dalam mengerjakan tugas

sekolah, dia tidak pernah disuruh orang tuanya, tapi dia

mempunyai inisiatif sendiri dalam belajar di rumahnya.

Wawancara dengan P yaitu tanggal 09 November 2015 jam

17:03 WIB.

c. Af

Af juga merupakan siswa kelas 6. Dia anak seorang

guru TPA di dusun Semoyo. Dalam pelajaran agama dia

tergolong pandai, tapi dalam pelajaran lainnya tergolong

sedang. Dalam mengerjakan tugas dia selalu mengerjakan,

tetapi jawaban dari tugasnya kadang tidak sesuai dari apa yang

diinginkan oleh gurunya. Meskipun begitu, dia tergolong siswa

yang penurut terhadap semua perintah guru. Waktu wawancara

dengan Af adalah tanggal 11 November 2015 jam 17:17 WIB.

63

d. MR

MR adalah siswa yang dalam hal pelajaran tergolong

lebih lambat dibandingkan dengan teman-teman lainnya.

Meskipun dari berbagai pelajaran lambat, tapi dia tertib dalam

melaksanakan setiap tugas dari guru, walaupun lebih sering

tugas yang diberikan tidak sesuai dari apa yang diinginkan

gurunya. Waktu wawancara dengan MR adalah 16 November

2015 jam 17:07 WIB.

e. Is

Is adalah siswa kelas 6 yang sangat pendiam, dia

tergolong pandai dalam hal pelajaran. Is adalah siswa yang

selalu menuruti segala perintah guru. Dia juga selalu tertib

dalam mengerjakan semua tugas dari guru. Wawancara dengan

Is adalah tanggal 18 November 2015 jam 16:48 WIB

f. AM

AM adalah siswa kelas 6 yang suka humor. Dia

seringkali membuat ulah yang lucu. Meski demikian, dia tetap

selalu memperhatikan penjelasan guru. Dalam hal pelajaran pun

dia tergolong cukup pandai. Selain itu, semua tugas yang

ditugaskan oleh guru selalu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.

Adapun waktu wawancara dengan AM adalah tanggal 17

November 2015 jam 17:02 WIB.

64

g. KB

KB adalah murid yang lumayan pandai. Meskipun

berbadan kecil, tapi dia jarang sakit, kalaupun hanya masuk

angin dia tetap berangkat ke sekolah. Biar tidak ketinggalan

pelajaran katanya. Semua tugas yang diberikan guru pun selalu

dikerjakan dengan baik. Waktu wawancara dengan KB adalah

tanggal 18 November 2015 jam 16:48 WIB.

h. FR

FR adalah siswa yang tergolong biasa saja dalam hal

pelajaran. Namun, dia mempunyai kelebihan percaya diri yang

tinggi. Karena percaya diri, sewaktu kelas 4 dan 5 sering

mewakili sekolah untuk lomba pidato. Waktu wawancara

dengan FR adalah tanggal 22 November 2015 jam 16:45 WIB.

i. R

R adalah siswa yang dalam hal pelajaran tergolong

lambat, dia juga kadang tidak mengerjakan tugas dari guru. Jika

ditanya tugasnya, alasannya sering ketinggalan. Jika disuruh

mengambil sampai lama baru kembali ke kelas. Adapun

waktuwawancara dengan R adalah tanggal 21 November 2015

jam 17:00 WIB

j. DS

DS adalah siswa yang dalam hal elajaran juga tergolong

lambat. Dia sudah tidak semangat lagi belajar. Mungkin karena

65

perasaan minder bahwa dia merasa tidak bisa. Namun, semua

tugas yang diberikan guru selalu dikerjakan dengan baik.

Adapun waktu wawancara dengan DS adalah tanggal 25

November 2015 jam 16:50 WIB.

2. Hasil Wawancara

Wawancara dengan masyarakat

1. Apa yang bapak / ibu ketahui tentang pendidikan?

a. Pak S

Pendidikan itu ya yang ada di sekolah itu mas. Kala secara

pengertian saya tidak begitu tahu, tapi pendidikan menurut

saya adalah belajar, gitu aja

b. Pak Ar

Pendidikan niku nggih proses belajar ingkang kados ting

SD niku mas.

c. Ibu Zr

Pendidikan niku nggih sekolah ingkang sak duwur-duwure

pak. Sing cara dunyo niku nggih sekolah, sing cara akhirat

niku nggih ngaji.

d. Ibu Rn

Kalau menurut saya, pendidikan adalah suatu pelajaran

yang diberikan guru untuk muridnya pak. Murid yang

belajar di sekolah, akan mendapat pendidikan yang baik.

66

e. Ibu SM

Pendidikan niku nggih pelajaran ingkang wonten ting

sekolahan mas guru, ting mriku sing diparingi pelajaran

sing pirang-pirang, ngasi kadang komah niku mesake le

ndalu sok sinau

2. Apa yang bapak / ibu ketahui tentang pendidikan formal?

a. Pak S

Pendidikan formal itu ya SD, SMP, SMA itu mas.

b. Pak Ar

Pendidikan formal midherek kulo niku pendidikan nggen

negoro

c. Ibu Zr

Prndidikan formal niku midherek kulo nggih pendidikan

sing carane ting sekolahan ngaten niku pak.

d. Ibu Rn

Kalau pendidikan formal itu pendidikan di sekolah yang

mengajarkan tentang pelajaran masa kini.

e. Ibu SM

Pendidikan formal nggih pendidikan sing sae sanget kagem

lare-lare.

67

3. Bagaimana pandangan bapak / ibu tentang pendidikan formal?

a. Pak S

Kalau menurut saya, pendidikan di sekolah itu sangat

penting, pendidikan di sekolah berguna ketika masyarakat

sedang ada pejabat misalnya, anak yang mempunyai

pendidikan sekolah yang tinggi biasanya tidak grogi jika

menemui pak camat, atau siapa saja yang bertamu ke desa.

b. Pak Ar

Sekolah niku nggih penting sanget mas, nggih nyuwun seu,

lare ingkang mligi mondok biasane pergaulan nggen

masyarakat kirang, carane babagan nyambut damel nggih

tetep benten. Biasane malah luwih semangat ingkang

sekolah tok.

c. Ibu Zr

Sekolah niku penting, mondok nggih penting. Dados,

sekolah niku cara-carane kagem pados gawean, ndene

mondok kagem pados sangu damel akhirat.

d. Ibu Rn

Kalau saya, pendidikan di sekolah itu ya yang disitu

mendidik, mengajarkan sopan santun, dan sebagainya.

68

e. Ibu SM

Sekolah niku nggih ndadosaken lare luwih sae timbang

tiyang sepuhe. Pas alit nek di ajari maos, ngitung, kagem

lare-lare niku sae.

4. Apakah menurut bapak / ibu, pendidikan formal penting atau

tidak? Mengapa?

a. Pak S

Ya itu tadi, sekolah sangat penting buat masyarakat, jika

semisal ada tamu dari luar bisa menyambut, terus jika ada

rembug ketika ada kegiatan dalam masyarakat biasanya

orang yang sekolah lebih berani mengutarakan

pendapatnya.

b. Pak Ar

Pendidikan sekolah midherek kulo penting, masalahe niku

nek sakniki minimal niku SMP kedah, masalahe nek lare

minimal SMP ngenjing ting pesantren niku memorine le

nangkep gampil. Nek kulo ngih tetep mentingke, mumpung

lare tasih alit.

c. Ibu Zr

Midherek kulo nggih penting pak, sakumpami kok ngenjang

ajeng pados damelan luwih gampil timbang nek mboten

sekolah, keranten jaman niku soyo majeng, dados sekolah

nggih penting, mondok nggih tetep penting.

69

d. Ibu Rn

Kalau menurut saya penting, karena dengan sekolah anak

bisa lebih pintar, bisa lebih berpikir luas, mandiri, tidak

terlalu tergantung dengan orang tua, tidak minder jika

bertemu orang lain yang tidak dikenal ataupun para

pejabat.

e. Ibu SM

Nggih tetep penting, keranten lare niku saget mikir ingkang

sae, saget mikir pundi ingkang leres, pundi ingkang salah.

5. Apakah yang bapak / ibu ketahui tentang pendidikan non

formal?

a. Pak S

Pendidikan non formal setahu saya ya pondok pesantren itu

mas

b. Pak Ar

Pendidikan non formal niku nggih pendidikan ingkang

mikir babagan akhirat, ingkang niku nggih penting sanget

kagem sangu ngibadah ting dunyo

c. Ibu Zr

Nek kulo pendidikan sing mboten ting sekolahan niku nggih

namung pendidikan ting pondok pak.

70

d. Ibu Rn

Pendidikan non formal itu ya pendidikan di luar sekolah

yang mengajarkan tentang mengaji, bagaimana mengaji

yang baik, bagaimana bisa baca al qur’an dengan benar,

bagaimana bisa baca kitab kuning yang baik dan lancar

itu.

e. Ibu SM

Pendidikan sing mboten ting sekolah niku nggih pendidikan

ting pondok pesantren pak.

6. Menurut bapak / Ibu,apakah perbedaan output dari sikap

kedewasaan anak yang belajar di pendidikan formal dan non

formal?

a. Pak S

Ya jelas berbeda. Kalau dari sekolahan itu lebih pada

keberaninan dalam mengutarakan pendapatnya, selain itu,

kalau di sini, rasa menghargai perbedaan dalam

masyarakat lebih tinggi daripada yang keluaran pondok.

Di sini itu yang nyantri malah lebih saklek, karepe kudu

plek agama, yang haram tetap haram, yang halal ya halal.

Kalau anak yang lulus SMP misalnya, jika ada yan tidak

jumatan ya tidak langsung ditegur bahwa itu dosa, tapi

dengan halus mengajak, ayo jumatan, gitu.

71

b. Pak Ar

Nggih tetep enten bentene mas, sing di alami ting dusun

niki, yen lare pondok niku babagan ngibadah luwih sregep,

nanging kadang ting masyarakat malah mboten nate medal,

nggih mboten ngertos nopo alasane. Ting babagan

rembagan nek lare sekolah niku luwih cerdas ngomong ting

ngajeng, luwih wantun. Dados, nggih tetep enten bedane

antarane tiyang sing mondok kalih sekolah niku.

c. Ibu Zr

Nggih tetep benten pak. Nek mriki niku nggih sami iren-

irenan menawi gadah gawe, biasane sing maju misale ting

ngantenan, tiyang sripah, niku sing lulusan SMP, la nek

sing ndongani niku sing saking pondok.

d. Ibu Rn

Biasanya kalau anak yang lulusan SMP saja terus tidak

mengaji malah lebih nakal. Mereka hanya kluyuran ngetan

ngulon tidak jelas. Berbeda dengan anak yang di pondok

pesantren. Mereka lebih anteng di rumah. Ibadahnya pun

lebih rajin. La anak-anak remaja sini yang tidak mondok

kadang jumatan saja tidak berangkat kok pak.

72

e. Ibu SM

Kulo mboten ngertos, wong kulo niki mbote sekolah inggil

nggih mboten ngaos. Neng kulo pingin nginjing anak kulo

niku pinter, manur kalih tiyang sepuhe.

7. Menurut bapak / ibu, apakah biaya sekolah itu mahal?

a. Pak S

Sebenarnya sama saja, sekolah tidak mahal, kalau sampai

SMP lho, anak saya blas tidak bayar kalau sekolah, paling-

paling hanya LKS, apalagi umah itu, paling sehari Cuma

dua ribu, trus nanti ngaji di TPA minta seribu, ya biaya

hanya itu-itu saja. Kalau SMA saya tidak tau.

b. Pak Ar

Jane nggih mboten awis, sakniki niku mondok nggih tiap

bulane malah paling mboten 150, wong di masakke, dereng

jajane lare, nek sekolah niku ulya namung sedinten kalih

ewu mawon pun cekap.

c. Ibu Zr

Nggih nek di pikir-pikir biaya antarane sekolah kalih

mondok nik sami mawon pak. Riyen sek jamane eni ting

SMP nggih bayar LKS, buku, werni-werni. Jaman ting

pondok sesasi nggih tetep mboten cekap 300 eni niko, ali

sakniki seminggu nggih 10 ewu. Sesasi nak nggih tetep

sekitar ting 300 niku, dados nggih sami mawon.

73

d. Ibu Rn

Menurut saya ya tidak mahal, tapi juga tidak murah. Yang

berat itu adalah uang saku sehari-hari itu. Kalau pas ada

ya memang yidak terasa berat. Kalau pas tidak ada sampai

utang hanya karena uang saku.

e. Ibu SM

Nggih mboten awis, kulo namung nyangoni tok kok pak,

komah niku menawi pas tumbas buku sangune mboten

damel jajan, neng damel tumbas buku. Dadi nggih mboten

keberatan kulo.

8. Apakah bapak / ibu mempunyai keinginan untuk

menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi?

a. Pak S

Kalau saya pribadi iya, tapi semua tetap tergantiung

anaknya, nari karepe bocah to pak. Kalau anak saya yang

laki-laki itu setelah SMP pingin kerja, ya saya biarkan

saja. Kalau ingin sekolah atau mondok pun saya tetap

sanggup membiayai, bagaimanapun caranya.

b. Pak Ar

Nek kulo nggih tetep paling mboten ngenjing ulya niku

SMP riyen, njuk tak ken mondok. Soale nek lare wedok niku

ngreksane kedah luwih to pak. Nek ajeng dugi SMA niku

74

biasane lare ingkang sekolah SMA kalih mondok mboten

purun. Dados nggih tetep bar SMP mondok.

c. Ibu Zr

Nek kulo nderek larene niku mampu mikir mboten pak. Nek

larene mampu mikir nggih tak sekolahke, sopo ngerti

ngenjing nyambut damele luwih gampil, wong ajeng

nyambut damel ting saben mriki mboren gadah saben,

ajeng ken ngrumputke sapi wong nggh mboten gadah

sapine.

d. Ibu Rn

Iya, tetap pingin anaknya sekolah, tapi juga mbuh mangkih,

soalnya anak perempuan itu kalau sudah umur 17 tahun ke

atas kalau belum nikah ya bagaimana, paling setelah lulus

SD ini tak suruh mondok ke ngandong itu. Biar tidak hanya

sekolah saja, tapi ilmu agama juga dapat.

e. Ibu SM

Nek karepe kulo tak ken mondok mawon, wong cah wedok

niku kek pun rabi nggih pun di gondhol sing lanang to.

Ning mbuh, karepe komah pingin SMP riyen.

9. Bagaimana sikap anak yang dewasa menurut bapak / ibu?

a. Pak S

Kalau saya, anak yang dewasa itu anak yang mandiri,

setiap hari umpama ambil nasi sendiri, nyuci baju sendiri,

75

ngrewangi nyuci piring, untuk ukuran anak SD itu sudah

dewasa.

b. Pak Ar

Nek kulo lare ingkang dewasa niku lare sing saget

ngrewangi tiyang sepahe, nggih ajar asah-asah, ngumbahi

pakaiane kiyambak, nurut kalih tiyang sepah.

c. Ibu Zr

Nek midherek kulo lare ingkang dewasa niku lare ingkang

mboten boros sangune, saget nggunake arto sing sak

mestine, ting ngomah purun ngrewangi tiyang sepahe.

d. Ibu Rn

Sikap anak yan dewasa menurut saya adalah anak menjadi

baik, mempunyai sopan santun, anak menurut pada orang

tua, rajin, menghormati yang lebih tua. Saya kira jika itu

terdapat pada anak SD sudah kermasuk anak yang

bersikap dewasa, Karena rata-rata anak di sini epulang

sekolah malah bermain, malam juga hanya nonton TV, pagi

juga jarang ada yang membantu orang tua menyapu, nyuci

piring,

e. Ibu SM

Midherek kulo anak niku nurut kalih tiyang sepah kalian

mengertosi kawontenane tiyang sepah niku pun sae pak.

76

10. Menurut bapak / ibu, apakah pendidikan formal berpengaruh

terhadap sikap kedewasaan anak?

a. Pak S

Ya jelas berbeda, kalau anak yang sekolah ke jenjang yang

lebih tinggi biasanya lebih mandiri dalam memenuhi

kebutuhan sehari-harinya, selain itu, jika dalam acara

yasinan misalnya, ada rembugan yang penting, semisal

ngcor jalan orang yang minimal lulus SMP itu tidak

gontok-gontoka dalam berbicara. Berbeda sekali dengan

orang yang hanya lulus SD. Orang yang hanya lulus SD

kadang malah hanya ngregoni saja kalau rembugan, jika

tidak, hanya diam saja, tapi di belakang nggrundel.

b. Pak Ar

Nggih tetep wonnten, lare ingkang lulus mboten namung

SD niku carane lare srawung ting masyarakat niku luwih

kendel, kejawi niku biasane nek enten masalah saget

ngatasi kanti manah ingkang ngatos-atos, mboten grusa

grusu, ela elu. Nek namung lulusan SD nak enten masalah

biasane sing langsung ngamuk tiyang sepahe lah, sing

minggat pinten-pinten dinten lah.

c. Ibu Zr

Nek lare sing minimal lulus SMP tetep benten pak, menawi

lare sing nerusake sekolah niku biasane luwih ngerti

77

kahanan wong tuane, lare sing SMP niku cara-carane

sangune nggih pun saget ngatur sepinten kebutuhane, ting

griyo nggih mboten mung klonthang klanthung kados sing

mboten neruske, di atur nggih luwih gampil, mboten sak

karepa dewe.

d. Ibu Rn

Ya berpengaruh, dulu ketika ani masih kelas 3 saja bangun

masih kesiangan, sekarang karea sudah kelas enam bangun

pagi, langsung membantu saya memasak. Saya kira jika

anak lulus SMP lebih bisa membantu lebih banyak lagi,

tapi ada juga yang melanjutkan SMP malah semakin nakal.

Semua tergantung anaknya juga pak.

e. Ibu SM

Kulo niko mboten sekolah kok nggih, neng nek weruh sing

pinter-pinter niku remen sanget, saben esuk lare mangkat

sekolah pamit, wangsul dugi griyo nggih ngrewangi

mbokne ting tegal. Benten kalih cah ler niko sing mboten

sekolah. Anane mung numpak honda ngetan ngulon ra

jelas, nyepeti wong liyo to nggih pak nek ngaten niku.

78

Wawancara dengan Siswa

1. Apakah kedua orang tuamu bisa membaca, menulis,

menghitung?

a. AR

Ayah dan ibu saya bisa membaca, menulis, dan menghitung

b. P

Kedua orang tua saya bisa membaca, menulis, dan

menghitung

c. Af

Kedua orang tua saya bisa semua

d. MR

Kalau ayah tidak bisa membaca dan menulis,hanya sedikit

bisa menghitung. Kalau ibu bisa membaca, menulis,

menghitung

e. Is

Ayah dan ibu bisa membaca, menulis, dan menghitung.

f. AM

Kedua orang tua saya bisa membaca, menulis, dan

menghitung

g. KB

Ayah ibu saya bisa membaca, menulis, dan juga bisa

menghitung

79

h. FR

Ayah ibu saya bisa semua

i. R

Bisa semua

j. DS

Bisa semua, ayah dan ibu bisa baca, tulis, hitung

2. Apakah pendidikan terakhir kedua orang tuamu?

a. AR

Ayah lulus SD, Ibu lulus SMP

b. P

Ayah dan ibu lulus SD

c. Af

Ayah dan Ibu lulus SD

d. MR

Ayah dan ibu lulus SD

e. Is

Ayah dan ibu lulus SD

f. AM

Ayah dan Ibu lulus SD

g. KB

Ayah dan ibu lulus SD

h. FR

Ayah dan ibu saya lulus SD

80

i. R

Orang tua saya lulus SD

j. DS

Lulus SD semua

3. Mengetahui tingkat pendidikan kedua orang tuamu, Akan ke

manakah kamu setelah lulus SD?

a. AR

Saya ingin melanjutkan ke pondok pesantren

b. P

Kalau saya ingin meneruskan sekolah lagi ke SMP, setelah

itu tidak tau mau kemana.

c. Af

Saya ingin sekolah lagi

d. MR

Kalau saya ingin melanjutkan ke pondok pesantren

e. Is

Saya ingin sekolah meskipun orang tua tidak mendukukng

saya

f. AM

Kalau saya ingin melanjutkan sekolah

g. KB

Saya ingin bekerja membantu orang tua saya

81

h. FR

Saya ingin bekerja membantu orang tua saya

i. R

Saya ingin bekerja membantu orang tua saya

j. DS

Ingin bekerja saja, sudah malas sekolah

4. Mengapa kamu memilih (sekolah/pondok/di rumah) tersebut?

a. AR

Saya akan ke pondok karena keinginan orang tua saya

b. P

Karena sekolah sangat penting bagi saya

c. Af

Karena saya masih kecil, sehingga saya harus sekolah dulu

d. MR

Karena saya bisa akan mengetahui tentang tata krama

terhadap orang tua, seperti sopan kepada orang yang lebih

tua, kalau diperintah orang tua nurut. Di pondok saya juga

bisa mendoakan orang tua saya, terutama kakek, paman,

dan bibi saya yang sudah tiada.

e. Is

Agar saya lebih berpengalaman dan juga mendapatkan

ilmu yang lebih banyak.

82

f. AM

Karena kalau sekolah akan dapat dibutuhkan oleh

siapapun.

g. KB

Karena saya ingin bekerja membantu orang tua saya

h. FR

Tidak tahu, saya tidak tahu apakah saya mondok atau

sekolah

i. R

Karena akan sangat berguna bagi kita

j. DS

Ingin membantu orang tua saya saja

5. Apakah (sekolah/pondok/di rumah) mendapat dukungan orang

tuamu?

a. AR

Ya. Bapak ibu saya lebih mendukung saya ke pondok,

malah bapak ibu saya mengharuskan saya ke pondok.

b. P

Iya, saya mendapat dukungan dari bapak dan ibu saya

untuk sekolah ke SMP

c. Af

Ya, bapak ibu saya juga menyuruh saya ke SMP, kemudian

mondok

83

d. MR

Ya, karena orang tua saya lebih suka kalau saya mondok

e. Is

Iya, tapi kata ibu saya kalau tidak kuat nanti tidak usah

diteruskan

f. AM

Iya, mendapat dukungan dari orang tua

g. KB

Kalau orang tua saya lebih suka bahwa saya di rumah saja,

lalu membantu orang tua bekerja

h. FR

Tidak tahu, orang tua saya juga cuek saja kok

i. R

Kalau orang tua saya meminta saya untuk mondok saja

j. DS

Kalau ayah saya terserah saya saja. Tapi bapak meminta

saya untuk kejar paket B

6. Lebih suka manakah orang tuamu, anaknya sekolah, mondok,

atau di rumah membantu orang tua? Mengapa?

a. AR

Orang tua saya lebih suka saya di pondok, karena disana

akan mendapat ilmu agama yang banyak, sehingga menjadi

tidak nakal

84

b. P

Orang tua saya mendukung saya sampai SMP, kaena kalau

SMA katanya mahal

c. Af

Orang tua saya pingin saya mondok saja, tapi saya ingin

tetap sekolah dulu

d. MR

Orang tua saya sangat lebih suka saya di pondok, biar saya

tidak menjadi anak nakal

e. Is

Orang tua saya menyuruh saya di rumah saja, tapi saya

tetap ingin sekolah dulu

f. AM

Orang tua saya menyuruh saya sekolah SMP dulu, baru

mau mondok atau bekerja terserah

g. KB

Orang tua saya menyuruh saya di rumah saja membantu

orang tua

h. FR

Orang tua saya lebih mendukung saya mondok

i. R

Sekolah dulu, baru mondok

85

j. DS

Boleh bekerja, tapi kalau bisa tetap harus kejar paket B

katanya

7. Jika dari keinginanmu sendiri, ingin kemanakah kamu

sebenarnya? Mengapa kamu memilih (sekolah/pondok/di

rumah) tersebut?

a. AR

Di pondok saja, menuruti orang tua

b. P

Sekolah dulu, biar pintar dulu

c. Af

Sekolah. Saya ingin sukses

d. MR

Di pondok, karena ingin menuruti semua perintah orang

tua saya

e. Is

Saya ingin sekolah dulu

f. AM

Sekolah dulu

g. KB

Sebenarnya saya ingin mondok dulu, biar pintar mengaji

dulu

86

h. FR

Mondok, karena saya ingi menjadi pintar dan mengerti

hukum agama

i. R

Ingin sekolah, ingin seperti teman-teman lain

j. DS

Saya ingin bekerja membantu orang tua saya

8. Jika keinginanmu tidak sesuai dengan orang tua, apakah yang

akan kamu lakukan?

a. AR

Saya tetap mengikuti keinginan orang tua saja

b. P

Kalau saya terserah ibu dan bapak

c. Af

Pasrah pada orang tua

d. MR

Saya lebih memilih menuruti orang tua saya

e. Is

Saya akan berusaha meyakinkan orang tua saya

f. AM

Saya akan berdoa kepada tuhan agar keinginan saya

terkabul

87

g. KB

Saya tetap harus menuruti orang tua saya

h. FR

Menuruti saja keinginan saya, kecuali keinginan saya tidak

pantas, maka saya harus menuruti orang tua

i. R

Lebih baik nurut dengan orang tua

j. DS

Saya akan berusaha nuruti orang tua

9. Menurutmu, penting manakah antara pondok dan sekolah?

Mengapa?

a. AR

Dua-duanya penting. Karena kalau sekolah jadi pandai

ilmu umum, kalau mondok jadi pintar ilmu agama

b. P

Penting semua, karena di sekolah dan TPA saya

mendapatkan ilmu

c. Af

Penting semua, biar pandai semua

d. MR

Penting pondok. Kalau sekolah itu banyak biayanya

e. Is

Sekolah, karena saya ingin sekolah dulu

88

f. AM

Sekolah, karena di sekolah mendapat pelajaran umum dan

agama, sedangkan di pondok tidak mendapat pelajaran

umum

g. KB

Di pondok, karena di pondok akan menjadi pintar membaca

kitab kuning

h. FR

Lebih penting pondok, untuk bekal di akhirat

i. R

Penting semua

j. DS

Tidak tahu

10. Menurut pengamatanmu, adakah perbedaan lulusan pondok

dan sekolah di masyarakat? Jika ada, apakah perbedaanya?

a. AR

Ada, kalau lulusan pondok lebih patuh pada orang tua

b. P

Semua tergantung orang yang melakukannya

c. Af

Ada, kalau lulusan pondok bisa memimpin tahlilan, kalau

lulusan sekolah pintar berbicara ketika mau rembugan

89

d. MR

Ada, kalau anak pondok itu hampir semua anak baik,

sopan pada orang tua, rajin shalat 5 waktu kalau di rumah.

Kalau anak sekolah banyak yang tidak sopan pada orang

tua

e. Is

Tidak ada, sama saja

f. AM

Semua lulusan pondok dan sekolah biasa saja

g. KB

Tidak ada, sama saja

h. FR

Tidak ada, hanya kalau anak pondok pakaiannya lebih

rapi, pakai jilbab

i. R

Ada, kalau anak pondok lebih rajin beribadah

j. DS

Ada, kalau anak pondok biasanya lebih rajin shalat

jamaah.

90

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Persepsi Masyarakat terhadap Pendidikan Formal

Dusun Semoyo merupakan sebuah dusun yang secara umum

masyarakat masih belum begitu menganggap penting akan dunia pendidikan.

Ini diketahui dari kesadaran masyarakat akan dunia pendidikan, yangmana

masih banyak ditemukan anak yang hanya sekedar lulus Sekolah Dasar, dan

sangat sedikit yang meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi. Fakta ini didapat

dari hasil survey ke sekolah dasar berdasarkan lulusan lima tahun yang lalu

sebagaimana tabel dibawah ini.

No Tahun Jumlah lulusan Jumlah anak yang melanjutkan

1 2011 24 7

2 2012 27 12

3 2013 25 10

4 2014 23 8

5 2015 25 11

Data diatas menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat terhadap

pendidikan formal masih minim. Terbukti dari 124 siswa kelas enam selama

lima tahun lalu hanya 48 siswa yang melanjutkan sekolah ke sekolah

menengah pertama. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya minat masyarakat

dalam pendidikan formal. Masyarakat pun kurang begitu mengetahui

91

tingkatan-tingkatan pendidikan dalam pendidikan formal. Sebagian besar dari

mereka hanya mengetahui sebatas SD dan SMP saja. Masih sangat sedikit

yang mengetahui tingkat sekolah menengah atas. Bahkan, pernah peneliti

bertanya pada seorang nenek, beliau hanya menjawab kulo niku mboten

ngertos sekolah mas, riyen mboten sekolah blas, sak ngertose kulo sekolah

niku nggih namung SD ingkang wonten ing pojok wetan deso niko.

B. Persepsi Masyarakat terhadap Pentingnya Pendidikan Formal

Dalam penelitian yang dilakukan kurang lebih 15 hari bisa diambil

kesimpulan dalam penemuan data bahwa masyarakat masih kurang peduli

terhadap pendidikan formal. Masyarakat belum sepenuhnya mengerti akan

arti dari pendidikan, utamanya pendidikan formal. Ini dibuktikan dengan hasil

wawancara peneliti dengan beberapa warga yang umumnya mereka

mengatakan bahwa:

a. Pak S, kepala dusun Semoyo

Masyarakat di dusun Semoyo masih banyak yang tidak

meneruskan ke sekolah yang lebih tinggi mas. Kebanyakan dari mereka

hanya lulus sekolah dasar saja, selanjutnya mereka kalau tidak mondok

ya malah hanya pergi ke sawah membantu orang tuanya. Orang tua

mereka beranggapan bahwa orang yang lulus SMP atau SMA belum

tentu mendapat pekerjaan yang menentu, jadi, bagi kita orang desa itu

pekerjaan yang menentu adalah tani, yadi yang pasti bagi masyarakat

desa yang terpenting hanyalah bisa sekolah ke sekolah dasar atau

menengah bawah.

92

b. Pak Ar, warga dusun Semoyo

Untuk masyarakat sekitar sini, dari anak-anaknya sebetulnya

sudah mulai maju, hanya kadang orang tua yang kurang maju, anak

setelah pulang sekolah dikasih kerjaan, kadang ada juga yang anaknya

maju, orang tuanya maju, biaya yang kurang.

c. Ibu Zr, warga dusun Semoyo

Kalau orang sini itu kadang seumpama anaknya maju orang tua

tidak maju gitu mas, kadang yang tua maju, anaknya yag tidak mau,

begitu, kalau saya keinginannya ya karena saya tidak punya sapi

sehingga kalau saya ingin anak saya sekolah sekalian mengaji, kalau

tidak ya salah satunya, karena kalau dua-duanya anak juga keberatan

pikiran to mas.

Kurangnya kepedulian masyarakat dusun Semoyo ini juga

diketahui oleh masyarakat sekitar dusun Semoyo, ini terlihat dari

percakapan peneliti ketika peneliti pada waktu istirahat sekolah

berbincang-bincang dengan pak J, guru SD N Sugihmas 2 yang

mengatakan

“Wong tuwo murid kene ke saben esuk sangger anake wis mangkat

sekolah yo ra di openi meneh, ora di karuhke piye pelajaran nang

sekolahan, opo meneh yen musim tandur ngene iki, kadang anak rung do

tangi wong tuwo wis lungo nang tegal, dadi, wong tuwo ra tau ngerti

perkembangan anake, kadang, wong kene ke luwih mentingke sapine

timbang anake dewe”

93

Melalui perbincangan diatas dapat diambil gambaran bahwa dalam

mendidik anak, masyarakat dusun Semoyo masih kurang mempedulikan

pola pendidikan anak. Anak terlalu dibiarkan bebas ketika waktu siang

hari, sehingga untuk masalah kebersihan dirinya sendiri pun anak kurang

memperhatikan, bahkan, banyak ditemukan setelah sekolah anak hanya

berganti pakaian, kemudian bermain sampai terlalu larut sore. Semua ini

mempengaruhi minat belajar anak. Selain itu juga minat anak sendiri

untuk melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi juga masih minim.

Terbukti dari lima tahun berlalu yang meneruskan sekolah ke Sekolah

Menengah Pertama selama lima tahun lalu selalu kurang dari 50 %. Hal ini

menunjukkan semangat dan kesadaran akan pendidikan formal dari anak

maupun orang tua masih sangat kurang.

C. Persepsi Anak terhadap Pendidikan Formal

Banyak persepsi anak dalam memandang dunia pendidikan. Untuk

saat ini, kebanyakan anak masih ingin melanjutkan pendidikan minimal

sampai SMP. Setelah SMP banyak dari mereka yang ingin ke pondok

pesantren, ada juga yang ingin bekerja membantu orang tua mereka.

Pemikiran anak-anak dusun Semoyo tentang pentingnya pendidikan formal

sedikit banya dipengaruhi oleh pemikiran orang tua yang masih memandang

bahwa pendidikan formal tidak begitu penting. Bisa membaca, menulis, dan

menghitung bagi masyarakat dusun Semoyo sudah dianggap cukup untuk

bekal hidup dalam masyarakat. Ada kemungkinan pemikiran seperti inilah

yang membuat anak-anak dusun Semoyo kurang bersemangat dalam belajar

94

di sekolah. Hal ini terlihat saat peneliti mengajar anak-anak dusun Semoyo,

ketika peneliti bertanya tentang sekolah, apakah mereka suka sekolah atau

tidak, banyak jawaban mereka tentang hal ini.

Kata AR, anak dusun Semoyo siswa kelas 6, “saya ingin melanjutkan

ke pondok pesantren”. Pilihan AR tersebut bukan semata-mata karena pilihan

sendiri, tapi lebih karena pilihan orang tua yang mengharuskan anaknya

setelah SD mondok di pondok pesantren. Sehingga dalam menentukan

pilihannya sendiri selalu tergantung pada oranng tuanya. Ini berpengaruh pada

semangat belajar anak di sekolah. Anak menjadi kurang aktif dalam

mengikuti pembelajaran di sekolah, sehingga, ketika anak kurang paham

dengan penjelasan guru, maka si anak tidak ada inisiatif untuk bertanya.

Ketika hal ini terus-menerus, maka persepsi anak tentang dunia pendidikan

juga akan mengikuti pandangan orang tua yang menganggap bahwa

pendidikan tidak begitu penting.

Wawancara dengan P, siswa kelas 6, mengatakan “Kalau saya ingin

meneruskan sekolah lagi ke SMP, setelah itu tidak tau mau kemana”.

Memang si anak mengatakan akan ke SMP, akan tetapi setelahnya belum

mempunyai tujuan yang pasti. Hal ini dikarenakan orang tua si anak tidak

begitu memberikan perhatian tentang pendidikan anaknya, sehingga, anak

tidak begitu mengetahui apa yang akan dilakukannya. Sikap orang tua yang

seperti itu juga mempengaruhi pola belajar anak. Anak menjadi tidak

mengetahui cara belajar yang efektif. Keadaan seperti ini menjadikan anak

tidak begitu bersemangat dalam mengikuti pembelajaran, ketika anak kurang

95

bersemangat dalam belajar secara otomatis apa yang diajarkan guru juga

kurang begitu terserap dalam pikiran anak. Jika hal ini terjadi terus-menerus,

maka pandangan anak tentang dunia pendidikan tidak akan berkembang.

Anak akan selalu menganggap bahwa pendidikan formal hanya pelajaran-

pelajaran yang hanya butuh pemikiran yang menggunakan kecerdasan otak

saja. Keadaan ini akan berlanjut pada pemikiran negatif tentang pendidikan

formal yang menganggap bahwa pendidikan formal tidak begitu penting.

Pandangan Af “Karena saya masih kecil, sehingga saya harus sekolah

dulu”. Pandangan seperti itu bagus. Ketika anak masih kecil, yang dilakukan

adalah belajar untuk masa depan. Pandangan seperti ini terjadi karena dalam

hal sekolah mendapat dukungan dari orang tuanya. Jika dilihat, orang tua dari

anak sudah mempunyai wawasan tentang pendidikan formal, meskipun dalam

wawancara selanjutnya disebutkan “Ya, bapak ibu saya juga menyuruh saya

ke SMP, kemudian mondok”. Hal ini dikarenakan latar belakang orang tuanya

yang juga sebagai guru mengaji di TPA. Sehingga, anaknya juga diwajibkan

untuk mondok di pondok pesantren.

Berbeda dengan pemikiran MR yang berorientasi pada pondok

pesantren. “Kalau saya ingin melanjutkan ke pondok pesantren”. Alasan

ingin ke pondok pesantren tak lain adalah ingin membahagiakan orang

tuanya, “Saya lebih memilih menuruti orang tua saya”. Pengarahan orang tua

ke pondok pesantren tanpa sekolah mejadikan anak tidak mempunyai

semangat untuk mengikuti pelajaran di sekolah. Sebagai hasilnya, prestasi

dari anak tidak sesuai dengan apa yang diinginkan guru di sekolahnya.

96

Pandangan siswa tentang dunia sekolah yang patut ditiru adalah Is.

Meskipun kurang mendapat dukungan dari orang tua, tetapi tetap mempunyai

prinsip akan melanjutkan sekolah. “Orang tua saya menyuruh saya di rumah

saja, tapi saya tetap ingin sekolah dulu”. Prinsip untuk maju kedepan

menghadapi tantangan ini jarang dimiliki oleh anak usia SD, dimana

kebanyakan anak usia SD biasanya lebih cenderung pada menuruti segala

perintah orang tua, termasuk dalam hal pendidikan yang akan dilakukan

dimasa yang akan datang. Prinsip ini yang akan dapat merubah pandangan

masyarakat tentang pendidikan formal.

Prinsip yang sejalan dengan pemikiran kepala dusun Semoyo adalah

AM. Dia berpikiran, kelak jika sekolah akan dibutuhkan oleh siapapun,

“Karena kalau sekolah akan dapat dibutuhkan oleh siapapun”. Pemikiran

seperti ini memang seperti apa yang digambarkan Pak S, bahwa implikasi dari

pendidikan di Sekolah yaitu anak mempunyai kepercayaan diri ketika bertemu

dengan orang yang penting, seperti pejabat. Dan juga ketika bermusyawarah

antar warga bisa menyampaikan ide-ide yang berguna bagi masyarakat

dusun.

Pemikiran umum masyarakat tentang pendidikan formal yang masih

belum menganggap penting juga tercermin juga pada KB. “Saya ingin

bekerja membantu orang tua saya”. Pemikiran ini masih banyak dimiliki

masyarakat yang secara umum “mendewakan” harta merupakan segala-

galanya. Pandangan KB bukan tanpa alasan, orang tuanya juga lebih suka

anaknya dirumah membantu orang tua, sebagaimana ungkapnya “Kalau

97

orang tua saya lebih suka bahwa saya di rumah saja, lalu membantu orang

tua bekerja”. Pandangan seperti inilah yang memerlukan waktu yang tidak

singkat untuk merubahnya.

Pandangan yang cenderung apatis dalam hal pendidikan formal juga

ada didalam masyarakat dusun Semoyo. Salah satunya adalah tercermin pada

FR, yang bahkan dia sendiri tidak mengetahui apa yang akan dilakukan.

“Tidak tahu, saya tidak tahu apakah saya mondok atau sekolah, orang tua

saya juga cuek saja kok”. Jika orang tuanya membiarkan terus-menerus, dan

anak juga tidak mempuyai inisiatif sendiri, maka yang terjadi adalah anak

hanya di rumah, tidak melanjutka sekolah, tidak juga ke pondok pesantren. Ini

sangat mengkhawatirkan, mengingat masa-masa setelah usia SD sudah

memasuki masa puber yangmana anak memiliki gejolak yang sangat besar.

Dan jika tidak segera ada perubahan sikap orang tua, besar kemungkinan anak

akan menjadi “remaja nakal” yang hanya akan menjadi perbincangan buruk di

masyarakat.

Pandangan lain yang cenderung lebih memilih pendidikan non formal

adalah R, sebagaimana dalam perkataannya, “Belum ada rencana, tapi

sepertiya akan mondok”. Keinginan anak ini tidak lain karena disuruh orang

tua untuk tidak melanjutkan pendidikan sekolahnya, tapi lebih memililh ke

pondok pesantren. Pandangan orang tua yang hanya berorientasi pada pondok

pesantren saja inilah yang juga mempengaruhi semangat belajar anak ketika

di sekolahan.

98

Persepsi anak yang menganggap pendidikan formal tidak penting

adalah DS, meski orang tuanya mendukung ke pendidikan, anaknya juga tetap

tidak mau melanjutkan sekolah, dan memilih bekerja, sebagaimana ucapannya

“Ingin bekerja saja, sudah males sekolah”. Keinginan anak untuk tidak

melanjutkan sekolah ini merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan

sekolah, mengingat masa-masa setelah SD belum masanya untuk bekerja

sebagaimana orang tuanya.

D. Implikasi Pendidikan terhadap Kedewasaan Anak

Meskipun masyarakat dusun Semoyo kurang peduli terhaap

pendidikan formal, masyarakat sebenarnya tetap beranggapan bahwa

pendidikan formal mempunyai dampak pada sikap kedewasaan anak, menurut

masyarakat dusun Semoyo, semakin tinggi pendidikan anak, maka kontribusi

anak kepada masyarakat juga semakin besar. Berikut ini hasil wawancara

peneliti dengan sebagian masyarakat dusun Semoyo:

a. Pak S, kepala dusun Semoyo

Bagi anak yang meneruskan ke sekolah maupun tidak biasanya

ada bedanya, bedanya pada masalah bergaul dengan masyarakat atau

pengalaman, tapi dalam masalah pekerjaan secara keseluruhan sama

saja. Cuma ketika anak hanya lulus Sekolah Dasar ketika dewasa juga

tetap ada kekurangannya. Ketika mempunyai masalah dalam masyarakat

kurang bisa memberikan jalan keluarnya. Kadang juga anak yang hanya

lulus Sekolah Dasar kemudian langsung ke pondok pesantren dalam hal

99

bergaul dengan tetangga juga kurang, karena yang mereka pikirkan

terlalu ke akhirat saja.

b. Pak Ar, warga dusun Semoyo.

Menurut saya, pendidikan sangat penting,masalahnya, jika mau

ke pesantren, kalau anak minimal lulus SMP memori anak lebih cerdas,

kalau saya mumpung masih kecil ya sekolah dulu, semampunya biaya.

Kalau masalah sekolah jika ada berbagai kegiatan masyarakat jika ada

pejabat atau orang penting lainnya bisa berbicara, jika dalam acara

kumpulan kelihatan perbedaan lulusan sekolah tinggi dibandingkan

lulusan sekolah dasar, misalnya ketika rembugan mau “ngecor” jalan,

itu sangat kelihatan sekali perbedaannya.

c. Ibu Zr, warga dusun Semoyo.

Pendidikan sangat penting sekali. Dalam pendidikan di sekolah,

nanti harapannnya adalah dalam mencari pekerjaan lebih enak, bisa

mendapat pekerjaan yang mapan, meski sebagian besar warga disini

beranggapan bahwa sekolah setinggi-tingginya nanti juga tidak bakal

jadi pegawai. Mereka berkata seperti itu karena mereka sawahnya

banyak dan juga luas. Coba kalau seperti saya yang tidak punya sawaah

ini. Harapannya tetap sekolah sampai SMA, kemudian anak bisa bekerja

yang mapan.

Dari wawancara diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat

dusun Semoyo sudah mempuyai pemikiran yang mulai maju tentang

pendidikan. Masyarakat juga sadar bahwa pendidikan berdampak pada

100

kontribusi masyarakat ketika dihadapkan pada permasalahan-permasalahan

yang ada di masyarakat, serta kedewasaan anak dalam kehidupan sehari-hari.

Hanya saja tidak sedikit juga warga masyarakat masih banyak yang

mengeluhkan masalah-masalah dalam pendidikan. Ini dikarenakan pemikiran

masyarakat dusun Semoyo yang masih bisa dibilang terbelakang. Pemikiran

ini disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya:

a) Kemiskinan

Kendala utama masyarakat dalam hal pendidikan secara umum

adalah karena kemiskinan. Sebagian masyarakat miskin desa secara

umum mampu membiayai kegiatan pembiayaan pendidikan yang dalam

hal pembayaran dilakukan secara berkala, seperti membayar LKS,

pembelian alat tulis, pembelian alat sekolah. Akan tetapi kebanyakan dari

para orang tua mengeluhkan masalah pembiayaan sehari-hari anak

mereka, seperti uang saku, uang transportasi, dan lain-lain. Pembiayaan

sehari-hari inilah yang seringkali menjadi kendala masyarakat di dusun

Semoyo.

b) Tingkat pendidikan yang rendah

Kebanyakan tingkat pendidikan masyarakat dusun Semoyo masih

sebatas sekolah dasar, sedikit orang tua dari masyarakat dusun Semoyo

yang sampai sekolah menengah. Rendahnya pendidikan ini yang kadang

dari setiap menusia mempunyai pemikiran bahwa sekolah hanya

membuat beban bagi keluarga saja, dan menganggap bahwa sekolah tidak

terlalu penting, yang penting bisa baca, tulis, dan hitung. Itu sudah sangat

101

bagus, sehingga sebagian warga dalam membeli sepatu untuk anak saja

kadang ditangguhkan.

c) Orientasi pada harta benda saja

Sikap masyarakat yang hanya berorientasi pada kekayaan secara

materi juga menghambat kemajuan pendidikan di dusun Semoyo. Banyak

warga dusun Semoyo yang beranggapan bahwa harta kekayaan seperti

sawah, tegal, hewan ternak, dijadikan ukuran kekayaan bagi warga dusun

Semoyo. Masyarakat menganggap seorang warga dianggap kaya jika ia

memiliki sapi yang banyak, atau sawah yang luas. Mereka menganggap

hanya orang yang seperti itulah orang yang bisa menyekolahkan anak ke

tingkat yang setinggi-tingginya. Adapun orang yang memiliki sawah, sapi

yang banyak biasanya juga beranggapan bahwa sekolah tidak penting.

Ketika peneliti suatu ketika berbincang-bincang dengan warga, beliau

mengatakan ”sekolah niku mboten jaminan angsal damelan ingkang

mapan pak, ingkang mboten sekolah kadang malah kathah ingkang saget

sugih.”

d) Kurangnya minat Orang tua dalam hal pendidikan

Minat orang tua dalam masalah pendidikan juga masih bisa

dibilang rendah. Ini terbukti dalam keseharian anak-anak yang ada di

dusun Semoyo. Setiap pagi, terutama bagi anak yang masih kecil, jarang

mandi sebelum berangkat sekolah karena setiap pagi seringkali orang tua

mereka sudah berangkat ke sawah. Setelah pulang sekolah, anak mulai

kelas empat banyak yang ke sawah membantu orang tua mereka, ada

102

yang membantu membawa pupuk kandang, ada yang membantu

menanam cabai, ada juga juga yang mencari rumput untuk sapi-sapi yang

mereka pelihara. Ketika peneliti menanyakan, kebanyakan dari mereka

mengaku disuruh oleh kedua orang tuanya. Ada juga yang mengaku

dimarahi jika sepulang sekolah tidak membantu orang tua ke sawah.

Selain itu ada juga orang tua yang sekan-akan “tidak mau tahu” dengan

anaknya. Anaknya dibiarkan bermain sepuasnya, jika waktu dzuhur

disuruh makan, setelah itu bermain lagi sampai sore. Kegiatan terlalu

banyak bermain bagi anak juga tidak baik. Ini berdampak pada kegiatan

pembelajaran anak di sekolah. Anak yang kesehariannya bermain saja

ketika di sekolah cenderung lebih sulit diatur. Sedangkan anak yang

kesehariannya terlalu banyak di sawah dalam pembelajaran di sekolah

cenderung pasif dalam pelajaran. Mereka hanya diam memperhatikan,

tidak banyak inisiatif dengan pertanyaan yang ia belum mengetahuinya.

e) Kurangnya minat anak terhadap pendidikan

Kurangnya perhatian orang tua dalam hal pendidikan bisa

menyebabkan minat anak dalam belajar juga berkurang. Pernah suatu

ketika peneliti bertanya pada anak kelas 4, dia menjawab “kulo mboten

sinau nggih mae mboten nyeneni kok”, ini menandakan bahwa orang tua

kurang peduli terhadap prestasi anaknya.

103

f) Kecenderungan orang tua hanya pada pendidikan non formal. (dalam hal

ini pondok pesantren)

Banyak warga yang jika anaknya tidak mengaji di TPA, maka

anaknya dimarahi. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua lebih

mengutamakan pendidikan agama daripada pendidikan umum. Memang,

orang yang mempunyai pendidikan agama yang sangat bagus dalam hal

beribadah, kesopanan terhadap orang yang lebih tua, mereka lebih

mempunyai nilai lebih dalam masyarakat, akan tetapi, jika pendidikan

non formal dilanjutkan setelah lulus SD, ketika masa tua akan lebih sulit

beradaptasi dengan lingkungan yang ada. Banyak dari orang yang hanya

ke pondok pesantren saja ketika melihat kondisi masyarakat lebih

cenderung menjustifikasi bahwa masyarakat tempat dia tinggal sudah

sangat buruk. Akibatnya, jika tidak mempunyai metode yang tepat untuk

menyadarkan masyarakat agar sesuai keinginannya, maka yang terjadi

hanyalah akan banyak dibenci masyarakat sekitar. Selain itu, pemikiran

atau tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan agama, maka

cenderung dibencinya, sehingga, terjadi kecenderungan menyendiri dari

masyarakat yang ada.

104

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian dan penjelasan dari bab 1 sampai IV diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa:

3. Masyarakat dusun Semoyo, desa Sugihmas, kecamatan Grabag,

kabupaten Magelang sadar akan pentingnya dunia pendidikan formal.

Hanya saja, kepedulian masyarakat akan pendidikan formal masih

kurang. Masyarakat juga sadar bahwa pendidikan berdampak pada

kontribusi masyarakat ketika dihadapkan pada permasalahan-

permasalahan yang ada di masyarakat, serta kedewasaan anak dalam

kehidupan sehari-hari. Hanya saja tidak sedikit juga warga masyarakat

masih banyak yang mengeluhkan masalah-masalah dalam pendidikan. Ini

dikarenakan pemikiran masyarakat dusun Semoyo yang masih bisa

dibilang terbelakang.

4. Banyak persepsi anak dalam memandang dunia pendidikan. Untuk saat

ini, kebanyakan anak masih ingin melanjutkan pendidikan minimal

sampai SMP. Setelah SMP banyak dari mereka yang ingin ke pondok

pesantren, ada juga yang ingin bekerja membantu orang tua mereka.

Pemikiran anak-anak dusun Semoyo tentang pentingnya pendidikan

formal sedikit banya dipengaruhi oleh pemikiran orang tua yang masih

memandang bahwa pendidikan formal tidak begitu penting. Bisa

105

membaca, menulis, dan menghitung bagi masyarakat dusun Semoyo

sudah dianggap cukup untuk bekal hidup dalam masyarakat.

5. Masyarakat dusun Semoyo sudah mempuyai pemikiran yang mulai maju

tentang pendidikan. Masyarakat juga sadar bahwa pendidikan berdampak

pada kontribusi masyarakat ketika dihadapkan pada permasalahan-

permasalahan yang ada di masyarakat, serta kedewasaan anak dalam

kehidupan sehari-hari. Adapun dampak kedewasaan yang nyata bagi anak

yang meneruskan pendidikan formal pada umumnya berbeda dalam

masalah bergaul dengan masyarakat atau pengalaman. Anak yang

meneruskan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi di dusun

Semoyo biasanya lebih percaya diri dalam mengeluarkan pndapatnya di

masyarakat ketika sedang bermusyawarah.

B. Saran

1. Bagi masyarakat dusun Semoyo, perlu diadakannya penyuluhan tentang

pentingnya pendidikan formal bagi anak, sehingga kedepan ada kemajuan

di dusun Semoyo.

2. Perlu adanya perhatian pada anak dalam hal pendidikan formal, misalnya

dalam hal belajar anak perlu didampingi, sehingga orang tua mengetahui

perkembangan belajar anak.

3. Perlu adanya pemberian kesempatan dan keseimbangan pola belajar anak

dengan membantu orang tua ataupun bermain anak, sehingga, anak selain

bisa membantu orang tua juga bisa belajar dengan maksimal.

106

4. Bagi anak-anak dusun Semoyo, perlu diadakan kegiatan belajar

kelompok di dusun, sehingga anak-anak lain yang belum pandai bisa

mengikuti pelajaran di sekolah.

5. Diperlukan pengaturan waktu sendiri agar antara membantu orang tua

dan belajar seimbang, sehingga, selain bisa meringankan beban orang tua

juga bisa tetap belajar dengan baik.

Daftar Pustaka

Ariyanti, Isni. 2010. Persepsi dan Motivasi Guru dalam Berjilbab ( Studi pada

Guru SMA N 1 Suruh tahun 2010). IAIN Salatiga. Skripsi

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Fajri, Em Zul, Ratu Aprilia Senja. 2009. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.

Jakarta: Diva Publisher

Fatchurrohman. 2012. Kemitraan pendidikan. Relasi Sinergis antara Sekolah,

Keluarga, dan Masyarakat. Salatiga: STAIN Salatiga Press

Hanurawan, Fattah. 2012. Psikologi Sosial, Suatu Pengantar. Bandung : Remaja

Rosda Karya

Hude, Darwis. 2006 Emosi. (terjemah). Jakarta : Erlangga.

Islamuddin, Haryu, Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2012

Mudyahardjo, Redja. 2010. Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi Awal Tentang

Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indoneia.

Jakarta : Raja Grafindo Persada

Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.2010

Purwanta, Edi. 2012 Modifikasi Pelaku, alternatif penanganan anak

berkebutuhan khusus. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda

Karya.

Saleh, Abdurrohman, Dkk. 2004. Psikologi, suatu pengantar. Jakarta: Prenada

Media

Sa‟ban, Muhammad, Dkk. 2012. AlQur‟an dan Terjemahan. Jakarta: Surya

Prsima Sinergi

Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-teori Pendidikan. Jogjakarta: Ar Ruzz Media

Setyadi, Elly M. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Soehartono, Soeparlan. 2008. Wawasan Pendidikan, Sebuah Pengantar.

Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Syukur, Abdul. 2014. Profesi Pendidik. Salatiga : STAIN Salatiga Press.

Tilaar, H.A.R. 2006. Manajemen Pendidikan Nasional, kajian Pendidikan masa

depan. Bandung : Remaja Rosda Karya

___________, 2012Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Paedagogik

Transformatif untuk Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta

Tim penyusun kamus. 2007. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka.

Tirtarahardja, Umar, La Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka

Cipta.

Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) nomor 20 yahun

2003. Jakarta : Sinar Grafika. 2009

Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR NILAI SKK

Nama : Nur Aslikudin NIM : 111 11 152

Dosen P.A : Dra. Ulfah Susilawati. M. Si. Jurusan : PAI

No Jenis Kegiatan Waktu

Pelaksanaan Status Skor

1.

Orientasi Pengenalan Akademik dan

Kemahasiswaan (OPAK) “Revitalisasi

Gerakan Mahasiswa di Era Modern

Untuk Kejayaan Indonesia”

20-22

Agustus 2011 Peserta 3

2.

Achievement Motivation Training

(AMT) “Membangun Mahasiswa

Cerdas Emosi, Spiritual, dan

Intelektual”

23 Agustus

2011 Peserta

2

3.

Orientasi Dasar keislaman (ODK)

“Menemukan Muara Sebagai

Mahasiswa Rahmatan Lil Alamin”

24 Agustus

2011 Peserta 2

4. Seminar Entrepreneurship dan

Koperasi

25 Agustus

2011 Peserta 2

5. User Education (Pendidikan Pemakai) 19 September

2011 Peserta 2

6.

MTQ ke 3 mahasiswa JQH dengan

tema “melalui MTQ kita raih prestasi

menjadi insan Qurani”

18 september

2011 Peserta 2

7. GEMA ITTAQO dengan tema “Fathu

Afaqil „Alam bil Lughotil „Arobiyah”

29 Oktober

2011 Peserta 2

8.

Pelatihan penggunaan maktabah

syamilah dan mengetik arab cepat

dalam rangka STAIN ARABY dengan

tema “bahasa arab sebagai penunjang

perkuliahan mahasiswa” oleh

ITTAQO STAIN Salatiga.

17 Maret

2012 Peserta 2

9.

Seminar regional dengan tema “peran

mahasiswa dalam BLSM (BLT) tepat

sasaran” oleh DEMA STAIN Salatiga.

3 Mei 2012 Peserta 4

10. Lomba khitobah dalam rangka Milad

X LDK STAIN Salatiga tanggal 12 Mei 2012 Peserta 2

11.

Seminar bahasa dengan tema

“problematika dan solusi pengajaran

bahasa” ITTAQO STAIN Salatiga.

2 juni 2012 Peserta 2

12.

Bimbingan belajar menghadapi UAS

siba sibi dengan tema “meningkatkan

khazanah keilmuan mutakhir dengan

bahasa inggris dan bahasa arab” oleh

ITTAQO STAIN Salatiga.

22 Juni 2012 Peserta 2

13.

Musabaqoh Lughoh Arobiyah dengan

tema “mewujudkan potensi berbahasa

dengan musabaqoh lughoh arobiyah

MLA”

17 Oktober

2012 Panitia 3

14.

Kegiatan Siba-sibi training UAS

Semester ganjil tahun CEC_ITTAQO

STAIN Salatiga.

30 Oktober

2013 Panitia 3

15.

Gema ITTAQO dengan tema

“aktualisasi bahasa arab dalam

menjaga khazanah keilmuan islam

mutakhir.

27-28

Oktober 2012 Panitia 3

16.

Tabligh akbar “tafsir tematik dalam

upaya menjawab peesoalan Israel dan

Palestina . landasan QS Al Fath:26-

27” JQH STAIN Salatiga.

1 Desember

2012 Peserta 2

17.

Workshop KKG PAUD TPQ Kota

Salatiga dengan tema “workshop kiat

jitu pengembangan dan pengelolaan

manajemen PAUD” tanggal di hall

pemerintah kota Salatiga

27 Januari

2013 Peserta 2

18.

Seminar Nasional dalam rangka

pelantikan pengurus HMI cabang kota

Salatiga dengan tema “kepemimpinan

dan masa depan bangsa

23 Februari

2013 Peserta 8

19.

Seminar Nasional bahasa arab dengan

tema “Inovasi pembelajaran bahasa,

upaya menjaga eksistensi dan masa

depan pembelajaran bahasa arab”

ITTAQO STAIN Salatiga.

9 Oktober

2013

Panitia 8

20.

GEMA ITTAQO 2013 dengan tema

“mengukuhkan eksistensi bahasa arab

dalam ranah pendidikan islam di era

16-17

november

2013

Panitia 3

modern” tanggal

21.

Kegiatran siba-sibi training UAS

semeter ganjil CEC-ITTAQO STAIN

Salatiga

10-11 januari

2014 Panitia 3

22.

Sosialisasi penanggulangan

HIV/AIDS SR-NU cabang kota

Salatiga dengan tema “pelajar

berkualitas tanpa HIV/AIDS, pelajar

berakhlak tanpa diskriminasi pelaku

HIV/AIDS tanggal

6 april 2014 Panitia 6

23. SK Ketua STAIN Salatiga tentang

panitia MLA 2014

28 April

2014 Panitia 3

INSTRUMEN PERTANYAAN

A. Orang tua

1. Apa yang bapak ketahui tentang pendidikan?

2. Apa yang bapak ketahui tentang pendidikan formal?

3. Bagaimana pandangan bapak tentang pendidikan formal?

4. Apakah menurut bapak, pendidikan formal itu penting atau tidak?

Mengapa?

5. Apakah yang bapak ketahui dari pendidikan non formal?

6. Menurut bapak, apakah perbedaan output dari sikap kedewasaan anak

yang belajar di pendidikan formal dan non formal?

7. Menurut bapak, apakah biaya sekolah itu mahal atau tidak?

8. Apakah bapak mempunyai keinginan untuk menyekolahkan anak ke

tingkat pendidikan yang lebih tinggi?

9. Bagaimana sikap anak yang dewasa menurut bapak?

10. Menurut bapak, apakah pendidikan formal berpengaruh terhadap sikap

kedewasaan anak?

B. Anak

1. Apakah kedua orang tuamu bisa membaca, menulis, menghitung?

2. Apakah pendidikan terakhir kedua orang tuamu?

3. Mengetahui tingkat pendidikan kedua orang tuamu, Akan ke manakah

kamu setelah lulus SD?

4. Mengapa kamu memilih (sekolah/pondok/di rumah) tersebut?

5. Apakah yang menjadi sebab kamu memilih (sekolah/pondok/di rumah)

tersebut?

6. Apakah (sekolah/pondok/di rumah) mendapat dukungan orang tuamu?

7. Lebih suka manakah orang tuamu, anaknya sekolah, mondok, atau di

rumah membantu orang tua? Mengapa?

8. Jika dari keinginanmu sendiri, ingin kemanakah kamu sebenarnya?

Mengapa kamu memilih (sekolah/pondok/di rumah) tersebut?

9. Jika keinginanmu tidak sesuai dengan orang tua, apakah yang akan

kamu lakukan?

10. Menurutmu, penting manakah antara pondok dan sekolah? Mengapa?

11. Menurutmu pengamatanmu, adakah perbedaan lulusan pondok dan

sekolah di masyarakat? Jika ada, apakah perbedaanya?

Hasil Wawancara

Nama : Samhari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Jabatan : Kepala Dusun

Waktu Wawancara : tanggal 3 desember 2015 jam 18.03

11. Apa yang bapak ketahui tentang pendidikan?

Pendidikan itu ya yang ada di sekolah itu mas. Kala secara pengertian

saya tidak begitu tahu, tapi pendidikan menurut saya adalah belajar,

gitu aja

12. Apa yang bapak ketahui tentang pendidikan formal?

Pendidikan formal itu ya SD, SMP, SMA itu mas

13. Bagaimana pandangan bapak tentang pendidikan formal?

Kalau menurut saya, pendidikan di sekolah itu sangat penting,

pendidikan di sekolah berguna ketika masyarakat sedang ada pejabat

misalnya, anak yang mempunyai pendidikan sekolah yang tinggi

biasanya tidak grogi jika menemui pak camat, atau siapa saja yang

bertamu ke desa

14. Apakah menurut bapak, pendidikan formal itu penting atau tidak?

Mangapa?

Ya itu tadi, sekolah sangat penting buat masyarakat, jika semisal ada

tamu dari luar bisa menyambut, terus jika ada rembug ketika ada

kegiatan dalam masyarakat biasanya orang yang sekolah lebih berani

mengutarakan pendapatnya

15. Apakah yang bapak ketahui dari pendidikan non formal?

Pendidikan non formal setahu saya ya pondok pesantren itu mas

16. Menurut bapak, apakah perbedaan output dari sikap kedewasaan anak

yang belajar di pendidikan formal dan non formal?

Ya jelas berbeda. Kalau dari sekolahan itu lebih pada keberaninan

dalam mengutarakan pendapatnya, selain itu, kalau di sini, rasa

menghargai perbedaan dalam masyarakat lebih tinggi daripada yang

keluaran pondok. Di sini itu yang nyantri malah lebih saklek, karepe

kudu plek agama, yang haram tetap haram, yang halal ya halal. Kalau

anak yang lulus SMP misalnya, jika ada yan tidak jumatan ya tidak

langsung ditegur bahwa itu dosa, tapi dengan halus mengajak, ayo

jumatan, gitu

17. Menurut bapak, apakah biaya sekolah itu mahal atau tidak?

Sebenarnya sama saja, sekolah tidak mahal, kalau sampai SMP lho,

anak saya blas tidak bayar kalau sekolah, paling-paling hanya LKS,

apalagi umah itu, paling sehari Cuma dua ribu, trus nanti ngaji di

TPA minta seribu, ya biaya hanya itu-itu saja. Kalau SMA saya tidak

tau.

18. Apakah bapak mempunyai keinginan untuk menyekolahkan anak ke

tingkat pendidikan yang lebih tinggi?

Kalau saya pribadi iya, tapi semua tetap tergantiung anaknya, nari

karepe bocah to pak. Kalau anak saya yang laki-laki itu setelah SMP

pingin kerja, ya saya biarkan saja. Kalau ingin sekolah atau mondok

pun saya tetap sanggup membiayai, bagaimanapun caranya.

19. Bagaimana sikap anak yang dewasa menurut bapak?

Kalau saya, anak yang dewasa itu anak yang mandiri, setiap hari

umpama ambil nasi sendiri, nyuci baju sendiri, ngrewangi nyuci

piring, untuk ukuran anak SD itu sudah dewasa

20. Menurut bapak, apakah pendidikan formal berpengaruh terhadap sikap

kedewasaan anak?

Ya jelas berbeda, kalau anak yang sekolah ke jenjang yang lebih tinggi

biasanya lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya,

selain itu, jika dalam acara yasinan misalnya, ada rembugan yang

penting, semisal ngcor jalan orang yang minimal lulus SMP itu tidak

gontok-gontoka dalam berbicara. Berbeda sekali dengan orang yang

hanya lulus SD. Orang yang hanya lulus SD kadang malah hanya

ngregoni saja kalau rembugan, jika tidak, hanya diam saja, tapi di

belakang nggrundel

Nama : Zaeriyah

Jenis Kelamin : Perempuan

Jabatan : Ibu Rumah Tangga

Waktu Wawancara : tanggal 15 desember 2015 jam 17.08

1. Apa yang ibu ketahui tentang pendidikan?

Pendidikan niku nggih sekolah ingkang sak duwur-duwure pak. Sing

cara dunyo niku nggih sekolah, sing cara akhirat niku nggih ngaji.

2. Apa yang ibu ketahui tentang pendidikan formal?

Prndidikan formal niku midherek kulo nggih pendidikan sing carane

ting sekolahan ngaten niku pak.

3. Bagaimana pandangan ibu tentang pendidikan formal?

Sekolah niku penting, mondok nggih penting. Dados, sekolah niku

cara-carane kagem pados gawean, ndene mondok kagem pados sangu

damel akhirat.

4. Apakah menurut ibu, pendidikan formal itu penting atau tidak?

Mangapa?

Midherek kulo nggih penting pak, sakumpami kok ngenjang ajeng

pados damelan luwih gampil timbang nek mboten sekolah, keranten

jaman niku soyo majeng, dados sekolah nggih penting, mondok nggih

tetep penting.

5. Apakah yang ibu ketahui dari pendidikan non formal?

Nek kulo pendidikan sing mboten ting sekolahan niku nggih namung

pendidikan ting pondok pak.

6. Menurut ibu, apakah perbedaan output dari sikap kedewasaan anak

yang belajar di pendidikan formal dan non formal?

Nggih tetep benten pak. Nek mriki niku nggih sami iren-irenan menawi

gadah gawe, biasane sing maju misale ting ngantenan, tiyang sripah,

niku sing lulusan SMP, la nek sing ndongani niku sing saking pondok.

7. Menurut ibu, apakah biaya sekolah itu mahal atau tidak?

Nggih nek di pikir-pikir biaya antarane sekolah kalih mondok nik sami

mawon pak. Riyen sek jamane eni ting SMP nggih bayar LKS, buku,

werni-werni. Jaman ting pondok sesasi nggih tetep mboten cekap 300

eni niko, ali sakniki seminggu nggih 10 ewu. Sesasi nak nggih tetep

sekitar ting 300 niku, dados nggih sami mawon.

8. Apakah ibu mempunyai keinginan untuk menyekolahkan anak ke

tingkat pendidikan yang lebih tinggi?

Nek kulo nderek larene niku mampu mikir mboten pak. Nek larene

mampu mikir nggih tak sekolahke, sopo ngerti ngenjing nyambut

damele luwih gampil, wong ajeng nyambut damel ting saben mriki

mboren gadah saben, ajeng ken ngrumputke sapi wong nggh mboten

gadah sapine.

9. Bagaimana sikap anak yang dewasa menurut ibu?

Nek midherek kulo lare ingkang dewasa niku lare ingkang mboten

boros sangune, saget nggunake arto sing sak mestine, ting ngomah

purun ngrewangi tiyang sepahe.

10. Menurut ibu, apakah pendidikan formal berpengaruh terhadap sikap

kedewasaan anak?

Nek lare sing minimal lulus SMP tetep benten pak, menawi lare sing

nerusake sekolah niku biasane luwih ngerti kahanan wong tuane, lare

sing SMP niku cara-carane sangune nggih pun saget ngatur sepinten

kebutuhane, ting griyo nggih mboten mung klonthang klanthung kados

sing mboten neruske, di atur nggih luwih gampil, mboten sak karepa

dewe.

Dokumentasi