persepsi tokoh dan anggota komunitas nahdatul ulama...
TRANSCRIPT
153
Lampiran I
Hari/Tanggal : Senin, 10 Desember 2012
Tempat : Rumah Ustadzah Solaehah di Kecamatan Susukan
Wawancara ini dilakukan peneliti dengan nara sumber perempuan, seorang
tokoh perempuan NU bernama Ustadzah Solaehah (nama samaran). Kesehariannya
adalah sebagai ibu rumah tangga, Guru Sekolah Dasar, Pedakwah, Inisiator kegiatan-
kegiatan Islami dan beliau terlibat dalam kepengurusan Muslimat NU di Kecamatan
Susukan. Muslimat Nahdatul Ulama adalah organisasi perempuan yang bertujuan
untuk mengayomi, memajukan Islam khususnya Nahdatul Ulama. Aktifitas Muslimat
NU yang rutin dikerjakan adalah pengajian. Berikut ini adalah detail wawancara
peneliti dengan nara sumber:
Peneliti : Siapa yang dapat disebut dengan orang Nahdatul Ulama ?
Nara Sumber : Nahdatul Ulama (NU) adalah agama Islam yang ajarannya
dibawa oleh para Ulama, termasuk para Wali Songo; kalau disini Ulama yang
dimaksud dapat dikatakan termasuk Mbah Kyai Hasyim Ashari.
Peneliti : Berarti ajaran yang khas yang membedakan atau ciri khas dari
NU, seperti apa ?
Nara Sumber : Ciri khas dari NU diantaranya itu ada; dzikir, tahlil dan
sholawatan.
Peneliti : Misalnya ada teman saya, yang sholatnya masih belum rutin
tapi dia menjalankannya sesuai dengan ajaran/tuntunan NU, kemudian juga
menjalankan ibadah lainnya seperti tahlil, apakah orang seperti itu tetap bisa disebut
orang NU?
Nara Sumber : Masalah sholat rutin atau tidak, itu masalah keyakinan dan
hak pribadi, apabila dia menjalankan tuntunan NU, ya dapat dikatakan orang NU.
Kalau masalah sholat 5 (lima) waktu itu panggilan hati, kesadaran.
Peneliti : Kalau prosentase jumlah umat Islam NU di Kecamatan
Susukan berapa ya !!
154
Nara Sumber : Mayoritas, 95%. Wilayah Susukan yang Muhammadiyah
disekitar pasar Susukan, Ahmadiyah disekitar Desa Muncar. Tetapi kalau secara
prosentase, lebih dominan NU yakni lebih dari 90%. Kalau MTA itu ajarannya
“Jangan menurut Ulama” yang jadi panutan itu yaitu satu; Nabi Muhammad SAW.
Apabila yang jadi panutan Nabi Muhammad maka umat pasti akan benar jalannya, Itu
yang saya dengar dari radio MTA FM. Kalau saya senang mendengarkan radio MTA
FM sebagai alat untuk membandingkan, tapi kalau bapak tidak memperbolehkan.
“kok bisa-bisanya mengikuti tuntunan Ulama itu salah, apakah orang-arang MTA itu
langsung ketemu Nabi”. Islam kan dibawa Nabi Muhammad, terus disampaikan
kepada sahabat, dan sampailah ke Ulama. Yang jelas sudah sepatutnya kita mengikuti
Ulama-Ulama yang dekat saja, kalau Nabi kan tidak bisa, sudah wafat.
Peneliti : Kalau informasi tadi anda dapat dari radio MTA FM ? Ustad
Sukino !!
Nara Sumber : Ya, saya sering mendengarkan radio itu, Ustad Sukino. Tapi
kalau ketahuan bapak tidak diperbolehkan.
Peneliti : Sebagian orang mengatakan Ustad Sukino dalam
pembawaanya sikap kurang santun ? menurut anda.
Nara Sumber : “Kemaki”, semacam nantang. Dia (Ustad Sukino), seperti
orang yang meremehkan Ulama, misalnya saja kalau dipikir secara logika, dia sendiri
(Ustad Sukino) dapat “ngaji” awalnya dari siapa? Pastinya ada gurunya, yaitu Kyai
atau Ulama. Masa dengan sendirinya lansung bisa, tidak mungkin. Kenapa kok dia
bisa mengatakan jangan percaya atau gampang menurut pada Ulama dan Kyai.
Kemudian juga dia seolah-olah meremehkan apa yang yang diajarkan oleh para
Ulama, misalnya tentang “Ajaran Kitab Kuning”.
Peneliti : Berarti sudah ada perbedaan jelas. Masa ibu tadi mengatakan
kalau darah halal menurut MTA?
Nara Sumber : Ya. Saren untuk mereka adalah halal, mungkin karena
katanya yang diharamkan adalah darah yang mengalir. Padahal saren kan darah yang
155
mengalir dan dikumpulkan dalam wadah. Sekarang masalah Anjing, Anjing saja
apabila tersentuh saja najis, apalagi dagingnya.
Peneliti : Saya dengar informasi, katanya kata Anjing itu haram dalam
Al-Qur’an tidak ada, tetapi memang benar kalau Babi di Al-Qur’an dinyatakan
haram, bagaimana dengan itu?
Nara Sumber : Selain najis untuk Anjing, Anjing kan mempunyai taring dan
pemakan daging, itu sudah jelas untuk menyatakan keharamannya. Sama halnya
dengan Kucing yang juga diharamkan. Menurut saya, MTA ini cocok untuk orang
yang pelit, soalnya ringkas. Orang mati tidak perlu ada peringatan-peringatan seperti
“mitung dino, nyatus atau nyewu”, itu kan lebih ngirit. Katanya (dari MTA) “zaman
dulu waktu zaman Nabi juga tidak ada peringatan-peringatan seperti itu”. Akan
tetapi kalau menurut saya, peringatan-peringatan seperti itu punya tujuan mulia,
diantaranya mengingatkan kita akan jasa orang tua dan keluarga kita sendiri yang
sudah meninggal, memperkuat silaturahmi, dan dengan sodakoh dapat menjadi
penolak bala, seperti yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Hadist.
Sodakoh pada peringatan-peringatan seperti tadi akan menjadi amal baik.
Kemudian yang dibaca pada pada peringatan-peringatan tersebut juga tidak dosa, itu
semua dari ayat-ayat Al-Qur’an, seperti surat Yassin. Kemudian saya katakan kalau
tidak ada peringatan-peringatan tersebut akan terjadi omongan-omongan tidak benar
terhadap Almarhum. Disamping adanya anggapan negatif, saya kira lebih banyak
nilai positifnya. Kalau untuk orang “irit-irit”, ya cocok (MTA). Warisannya yang
luas bisa diwarisi sendiri, nilainya sebagian tidak dipergunakan untuk peringatan-
peringatan tadi. Begini, semua peringatan-peringatan tadi pada dasarnya digunakan
sebagai rasa bakti dan hormat pada orang tua dari anak dan keluarga, sebagai suatu
penghargaan atas jasanya orang tua, sejak mengandung sampai membesarkan. Masa
di MTA kirim surat Al-Ihklas saja tidak sampai, bagaimana itu?...Kalau saya,
menurut saja pada Ulama yang dekat-dekat saja, masa harus langsung ke Nabi, itu
terlalu jauh, percaya saja pada kitab-kitab dari Ulama.
156
Peneliti : Kalau boleh dikatakan, NU secara agresif diserang oleh
ajaran MTA dari siaran radio, bagaimana tanggapannnya ?
Nara sumber : Ya, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika mendengarkan
radio, mau langsung menanggapi dan protes juga tidak bisa karena tidak ada layanan
interaktif lewat telepon. Isinya cuma jengkel-jengkel saja.
Peneliti : Sewaktu anda mengikuti pengajian Muslimatan, apakah anda
memberi informasi tentang MTA kepada peserta pengajian.?
Nara sumber : Kalau saya tidak pernah memberikan informasi tentang MTA
kepada jamaah pengajian Muslimat. Akan tetapi saya memberikan dakwah-dakwah
yang isinya sebagai benteng untuk umat Islam NU agar tetap berpegang teguh pada
ajaran yang diyakininya. Kalau saya hanya sesuai kemampuan saya. Memang, bagi
para Kyai-Kyai NU, benar memberikan informasi tentang MTA kepada umat, karena
itu memang tugasnya. Alasan saya adalah saya tidak mau menjelek-jelekan pihak
lain, lebih baik memperbaikai rumah sendiri “umat NU”.
Peneliti : Agar orang-orang NU, khususnya pengajian Muslimat, tidak
terpengaruh dengan ajaran MTA, bagaimana caranaya ?
Nara Sumber : Ya kan dengan pengajian, yang ngisi juga dari para Kyai-
Kyai tadi, semuanya disesuaikan dengan tema, misalkan pada Maulid Nabi, kalau di
MTA kan tidak ada, alasannya karena hari kelahiran cuma sekali hanya pada masa itu
saja. Kemudian para Kyai membahasnya kenapa diadakan Maulid Nabi.
Peneliti : Anda kan sering mengikuti pengajian di seluruh wilayah
Kecamatan Susukan , apakah persepsi warga Nahdatul Ulama tentang Ormas MTA di
masing-masing daerah itu sama ?
Nara Sumber : Ya sama, ibaratnya kan satu kitab. Tapi para Ulama NU juga
membebaskan umat untuk memilih pemimpin agamanya. Mau ikut MTA silahkan,
NU atau Muhammadiyah juga silahkan.
Peneliti : Apakah disini ada peristiwa diskriminasi terhadap warga
MTA ?
Nara Sumber : Insyaallah tidak ada.
157
Peneliti : Bagaimana seharusnya sikap orang NU ?
Nara Sumber : Tidak berbuat anarkis karena dunia itu tempatnya perbedaan,
kalau harus memaksa untuk sama dengan kita, itu tidak dapat dibenarkan.
Peneliti : Apakah anda mendapatkan informasi adanya perbedaan
antara NU dan MTA itu dari sumber radio saja?
Nara Sumber : Iya, saya cuma dari radio saja, lha saya tidak pernah
berkumpul dengan orang-orang MTA, lingkungan saya kan orang NU.
Peneliti : Berarti perbedaan halal dan haram tentang darah saja ?
Nara Sumber : Darah mengalir atau tidak mengalir tetap sama saja haram
seperti tadi Dideh atau Saren. Mungkin kalau darah yang diharamkan menurut MTA
adalah meminum darah yang mengalir.
Peneliti : Bagaimana tentang masalah-masalah seperti Slametan dan Tahlilan
dalam budaya Jawa ini?
Nara Sumber : Bagi orang MTA, Ingkung dan Tumpeng tidak boleh, haram
katanya. Yang “ewang-ewang” masak saja sebenarnya juga tidak diperbolehkan.
Kalau saya kan yang terpenting adalah proses dan niatnya. Ayamnya halal, cara
masaknya halal, yang terpenting itu niatnya kepada Allah. Kalau bentuknya kan cuma
kreativitas dan orang Jawa memaknainya dengan arti baik. Misalnya Ayam mati atau
bangkai atau tidak disembelih dengan benar itu haram. Saya memang mendengar dari
Radio, orang yang “ewang-ewang” saja dibilang orang yang sesat.
Peneliti : Kalau masalah Aqiqoh ?
Nara Sumber : Kalau MTA (Ustad Sukino), pas hari ketujuh. Kalau NU di
anjurkan pada hari ketujuh terhitung sejak lahirnya anak, kalau belum bisa ya pas
pada saat mampunya.
Oh ya, kalau masalah Kurban, sempat saya dengar dari radio, kalau MTA; bagian-
bagian dari hewan kurban harus dibagi seadil-adilnya, tidak boleh dijual dan
kemudian dibagikan dalam bentuk uang. Sampai kulit pun harus dibagi-bagi. Kalau
NU kan mudah kulit dijual kemudian uangnya dibagi-bagi kepada yang
158
membutuhkan, kalau kulit dibagi-bagi dapat bagian kecil- kecil, ya mubazir, untuk
apa?
NU dengan MTA banyak perbedaan, kalau NU dengan Muhammadiyah sih damai-
damai saja.
Peneliti : Kalau dengan Muhammadiyah, NU saling menghormati.
Saya dapat info dari teman, kalau nada dari Ustad Sukino dengan nada tinggi,
bagaimana kalau menurut anda ?
Nara Sumber : Kemaki. Saya pernah sholat di daerah ibu saya, itu sholat
jamaah Subuh di Mushola. Sewaktu itu seorang warga MTA jadi imamnya, dia
sebelum sholat, mengatakan kepada jamaah kalau sholatnya tidak akan ada doa
Kunut.
Kalau mau tahu tentang beragamnya ibadah sholat ya waktu saya menunaikan ibadah
Haji di Makkah. Saya ikut Ulama, orangnya pinter-pinter, kalau salah ya sudah
diprotes sewaktu zaman dulu. Orang yang Wali Songo yang mengIslamkan satu
Nusantara saja tidak pernah memusrik-musrikan orang Islam lainnya, tapi kalau
Ustad Sukino kan gampang sekali menyebut orang lain musrik. Tapi kalau menurut
saya, seharusnya saling menghormati, NU dan MTA secara tauhid;sama, sama-sama
mengerjakan rukun Islam. Hanya MTA ini gampang menyalahkan dan memusrikan
orang Islam lainnya. Memang kalau dipikir kan nantinya Islam akan terdiri dari
puluhan golongan. Bagi saya yang terpenting, Kyai dan Ulama tidak akan pernah
menyesatkan umat.
Peneliti : Anda pernah mendengarkan, Kyai NU kalau dakwah
menyinggung MTA?
Nara Sumber : Ya, jelas. Seperti pak Toyyib. Tetapi tidak setiap dakwah, tapi
sering sekali kan tujuannya untuk membentengi umat.
159
Lampiran 2
Hari/Tanggal : Minggu, 06 Januari 2013
Tempat : Rumah Pramudi di Kecamatan Susukan
Diskusi dilakukan peneliti dangan dua orang pemuda yang mengakui bahwa
dirinya merupakan penganut Islam Nahdatul Ulama (NU). Seorang pemuda berusia
24 tahun berasal dari Desa Susukan bernama Pramudi (nama samaran), sedangkan
seorang lainnya bernama Sentot (nama samaran) berusia 22 tahun berasal dari Desa
Ketapang, Kecamatan Susukan. Keduanya dipilih oleh peneliti sebagai narasumber
dengan alasan mereka adalah warga NU biasa, yang tidak ikut serta dalam
kepengurusan keorganisasian NU dan tidak pernah belajar agama Islam (NU) di
Pondok pesantren. Peneliti sebagai moderator dan diskusi berlangsung dalam kondisi
penuh keakraban.
Peneliti : Menurut anda bagaimana gambaran Nahdatul Ulama,
kemudian ajarannya seperti apa, adakah perbedaanya dengan ajaran Ormas Islam
lainnya ?
Nara Sumber 1 : NU adalah Nahdatul Ulama yang menjalankan syariat Islam
sesuai Al-Qur’an dan Hadist.
Peneliti : Karakter atau ciri khas NU, yang membedakan NU dengan
Ormas Islam lainnya apa?
Nara Sumber : Tidak ada perbedaan dari segi ibadah, misalnya sholat; Ormas
NU dan Ormas Islam lainnya sama-sama mengerjakan sholat 5 (lima) waktu dan
sholat Sunat.
Peneliti : Kalau menurut anda (Nara Sumber 2).
Nara Sumber 2 : “memprotes”….. “ini namanya bukan diskusi”
Nara Sumber 2 meminta apabila ia berbeda pendapat dengan Nara Sumber 1, ia
langsung dapat menyanggahnya.
Peneliti : Setuju.
160
Nara Sumber 1 : NU adalah Nahdatul Ulama, juga bisa disebut dengan
kumpulan Ulama. Sedangkan Majelis Tafsir Al-Qur’an adalah MTA. Dari sudut
pandang namanya sudah kelihatan berbeda.
Nara Sumber 2 menyanggah pernyataan Nara Sumber 1; menurutnya MTA dan
Nahdatul Ulama dari segi ibadah ada perbedaan, misalnya MTA menghalalkan
Anjing, pada sholat pada bagian “tahiyad ” tidak disebutkan kata “sayidina” namun
cukup dengan melafalkan kata “ngala”; padahal kata “sayidina” artinya adalah
tuanku. “sayidina Muhammad” artinya “tuanku Muhammad”.
Peneliti : Apakah ada indikator tertentu sehingga orang bisa disebut
dengan bagian dari warga NU ?
Nara Sumber 2 : Saya bukan termasuk anggota Ormas NU tetapi ajarannya
misalnya tuntunan dalam shalat; saya lakukan.
Peneliti : Menurut anda, MTA itu bagaimana ? Anda mendapat
informasi dari apa atau siapa tentang Ormas MTA ini ?
Nara Sumber 1 : Sering mendengarkan radio MTA FM. Saya pernah bertanya
kepada orang Islam NU yang fanatik; Apakah mereka cocok dengan ajaran MTA ?
mereka mengatakan, tidak cocok karena ajaran MTA berbeda atau menyimpang dari
ajaran NU, misalnya tentang Aqiqoh, di MTA harus dilakukan pada hari ketujuh
kelahiran, kalau di NU dianjurkan hari ketujuh tapi kalau tidak mampu pada saat itu,
bisa diganti pada masa lainnya. Selanjutnya Zinah, kalau menurut ajaran NU dengan
dilakukannya tobat Nasuha maka akan dilebur dosanya, tapi kalau di MTA ditentang
alasannya karena yang namanya dosa sudah pasti tercatat dan harus
dipertanggungjawabkan.
Peneliti : Anda tahu informasi tersebut, dari sumber mana ? kalau dari
radio MTA FM, nama progam acaranya apa ?
Nara Sumber 1 : Ustad Sukino, Jihad Pagi.
Peneliti : Kalau anda bagimana, (Nara Sumber 2).
161
Nara Sumber 2 : Saya juga mendengarkan dari radio, benar yang dikatakan
oleh Nara sumber 1, kalau di MTA untuk maslah Aqiqoh tidak boleh memakai usaha
utang-piutang.
Peneliti : Berapa kali anda mendengarkan radio MTA ? Berarti ajaran
MTA berseberangan dengan ajaran NU, ada nilai positifnya tidak, Omas MTA ini?
Nara Sumber 1 : Sering, “bola-bali”. Berseberangan. Nilai positif yang saya
dapat ambil dari sudut pandang Islam. Kalau di MTA jangan takut berbuat salah,
kalau di NU jangan berbuat salah.
Peneliti : Kalau anda seberapa sering anda mendengarkan radio MTA
ini ?
Nara Sumber 2 : Beberapa kali. Dulu saya sering kerumah teman, yang sering
mendengarkan radio MTA, dan saya sempat setuju.
Peneliti : Apa, contohnya bagaimana ?
Nara Sumber 2 : MTA, cara beragama Islam yang ringkes. Kalau MTA hanya
menjalankan syariat Islam saja, kalau NU; bagaimana caranya untuk dapat
mendekatkan diri kepada yang kuasa (Allah SWT). Misalnya dalam sholat, Ormas
selain NU biasanya melakukan gerakan-gerakan sholat yang penuh konsentrasi agar
tidak menyimpang dari yang telah diajarkan, tapi kalau di NU; sesuai yang diajarkan
tapi dibuat senyaman mungkin karena agar tidak mengganggu niatan atau
kehkusukan dalam solat.
Nara Sumber 2 menyanggah Nara Sumber 1 . Nara Sumber 1 salah, kalau MTA
adalah cara berIslam yang ringkes, bukannya bebas. Misalkan tidak ada acara
“matang puluh, nyatus, mitoni, dan lain sebagainya”. Memang benar sebagian
kegiatan itu adalah produk budaya Jawa, tapi dalam segi sudut pandang NU yang
terpenting adalah “bagaimana bisa dekat dengan Tuhan”.
Nara Sumber 1 : Di NU, biasanya walaupun dari orang miskin tapi harus tetap
menjalankan upacara adat seperti “matang puluh dan nyatus”. Kalau di MTA tidak
harus, karena kegiatan-kegiatan tersebut tidak akan menolong orang yang sudah mati,
kalau banyak dosa ya masuk neraka.
162
Peneliti : Bagaimana kalau ditempatmu.
Nara Sumber 2 : “menyanggah pernyataan Nara Sumber 1”, orang miskin
kalau dimasyarakat NU akan mendapatkan “sumbangan/bantuan”.
Nara Sumber 1 : Walaupun miskin kan tetap wajib ada, karena malu dengan
masyarakat.
Nara Sumber 2 : Tidak mungkin orang yang melakukan kegiatan “mitoni,
nyatus dan nyewu”, gara-gara hal tersebut akan jatuh miskin, karna pastinya kan
mendapatkan pertolongan dari gusti Allah, yang terpenting adala ihklas. Ada nilai
positif dalam kegiatan itu yaitu berbagi dan memperkuat persaudaraan.
Nara Sumber 1 : “menyangkal pernyatan Nara Sumber 1”. Orang yang miskin
tadi harus memberikan pelayanan yang layak karena gengsi dengan tetangga.
Nara Sumber 2 : Kan bisa apa saja, “sak mampune”, teh saja sudah cukup yang
diberikan saat tahlilan atau kegiatan lainnya.
Peneliti : Ada peristiwa yang fenomenal/unik menyangkut MTA ?
Nara Sumber 1 : Ada, orang Desa Penoh Ketapang, orang yang mengikuti
ajaran MTA dikucilkan, setiap omongannya diabaikan, dia kalau diundang tahlilan
oleh tetangga tidak akan berangkat.
Peneliti : Kalau di Desa Susukan?
Nara Sumber 2 : Pernah dengar tapi belum bisa memastikan kebenarannya,
sewaktu ada pengajian MTA, Power listriknya dimatikan. Sebenarnya kalau menurut
saya, ya tidak usah sampai hal itu dilakukan, terserah mereka mau berkegiatan apa
saja, kan sudah menjadi urusan masing-masing.
Peneliti : Benarkah kalau radio MTA FM ini menjadi sumber utam a
informasi tentang MTA, atukah ada sumber informasi lainnya.?
Nara Sumber 1 : Orang yang pernah ngaji MTA di Solo, pernah mau di usir
dari kampung gara-gara hendak menyebarkan ajararan MTA, informasi itu saya
dapatkan dari orang NU yang taat.
Peneliti : Menurut anda, pandangan NU terhadap MTA banyak positif
atau negatifnya ?
163
Nara Sumber 1 : Banyak Negatifnya.
Peneliti : Fenomena ini, sering menjadi obrolan dimasyarakat ?
Nara Sumber 1 : Banyak. Biasanya orang tua, tapi kalau anak muda kurang
perhatiannya terhadap masalah ini. Ada orang NU yang taat yang menjadi Muadzin di
Mushola membicarakan tentang MTA ini dan membanding-bandingkannya dengan
kebiasaan yang sudah membudaya di lingkungannya.
Peneliti : Kalau di Desa Susukan sama tidak dengan apa yang
disampaikan oleh Nara Sumber 1 ?
Nara Sumber 2 : Dulu banyak, tapi sekarang setahu saya sudah agak jarang,
sudah biasa.
Peneliti : Berarti MTA banyak negatifnya, terus sebagai warga NU
bagaimana seharusnya menyikapinya ?
Nara Sumber 1 : Cari persamaan dengan NU, lepaskan dari perbedaan bukan
menjadi suatu pemecah belah umat Islam karena pada dasarnya NU dan MTA sama
halnya tentang Iman dan Taqwa kepada Allah SWT.
Peneliti : Pernah lihat pengajian NU yang membahas tentang MTA ?
Nara Sumber 1 : Belum Pernah, malah yang dibahas tentang kasus Ariel, saya
jarang mendengarkan dan mengikuti pengajian umum.
Peneliti : Kalau menurut anda ?
Nara Sumber 2 : Keyakinan merupakan hak dasar, berbeda agama saja boleh,
apalagi satu agama.
Peneliti : Berarti menurut anda MTA ini secara Tauhid tidak masalah,
berbeda dengan Ahmadiyah ?
Nara Sumber 2 : Kalau Ahmadiyah sangat ekstrim, MTA dan NU sama-sama
memakai Al-Qur’an, Hadist, Nabi yang terakhir diakui sama, sedangkan Ahmadiyah
kan mempercayai Nabi Muhammad adalah bukan Nabi yang terakhir. Perbedaan NU
dan MTA hanya masalah Hadist.
Peneliti : Kalau boleh dikatakan, NU beradaptasi dengan budaya Jawa,
sedangkan MTA kurang dapat beradaptasi, bagaimana menurut anda ?
164
Nara Sumber 2 : Kata Cak Nun “ jowo tapi Islam”, orang Jawa beragama
Islam tapi “Jawanya tidak hilang”.
Nara Sumber 1 : Orang MTA tidak memakai budaya Jawa seperti Mitoni.
Peneliti : Ada yang mengatakan Ustad Sukino dari Ormas MTA
mempermasalahkan tumpengan dan lain sebagainya yang identik dengan budaya
Jawa, sebagai bentuk sesaji dan keyakinan terhadap dzat selain Allah SWT, menurut
anda ?
Nara Sumber 2 : Secara pribadi, ada tumpengan dan lainnya tidak masalah
bagi saya, itu tergantung pada konteks kepada siapa persembahan itu kita sampaikan.
Peneliti : Berarti ada suatu kesalahan persepsi terhadap simbol-simbol
dalam budaya Jawa.
Nara Sumber 2 : Ustad Sukino kurang paham dengan budaya, yang sering
disebut sebagai hasil kebudayaan Islam seperti; Sarung, Kupluk, Tasbih itu bukan
dari Islam, agama lain juga menggunakannya.
Peneliti : Untuk pertanyaan terakhir, radio merupakan sumber
informasi tentang Ormas MTA adalah MTA FM, bagaimana kesimpulan tentang
Ormas MTA ini ?
Nara Sumber 1 : MTA adalah Ormas ekstrim, mau menggeser budaya yang
sudah ada, ingin memisahkan budaya dengan agama.
Nara Sumber 2 : Sama dengan Nara Sumber 1.
Peneliti : Kenapa, Jihad Pagi ini sering anda dengarkan, masih banyak
radio lainnya.
Nara Sumber 1 : Ya, karena siaran radionya suaranya jernih, enak didengar,
trus juga bisa nambah wawasan tentang Islam, sekaligus membandingkan dengan
MTA.
Nara Sumber 2 : Kalau saya, biar tahu bagaimana ajaran MTA ini, tapi juga
saya akui kualitas sinyalnya disini bagus dibandingkan siaran radio lainnya.
165
Lampiran 3
Hari/Tanggal : Minggu, 03 Februari 2013
Tempat : Rumah Ustad Rois di Kecamatan Susukan
Wawancara ini dilakukan peneliti dengan nara sumber, seorang tokoh Pemuda
Nahdatul Ulama (NU) bernama Ustad Rois (nama samaran), beliau adalah seorang
Ulama muda lulusan Pondok Pesantren ternama di Jawa Timur. Kesehariannya
sebagai Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Dasar, Pedakwah, mantan Ketua IPNU
serta beliau terlibat dalam pembina Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) di
Kecamatan Susukan. IPNU adalah organisasi kepemudaan yang bertujuan untuk
mengayomi, memajukan Islam khususnya Nahdatul Ulama. Aktifitas IPNU yang
rutin dikerjakan adalah rapat rutin keorganisasian dan ragam kegiatan Islami sosial
lainnya. Berikut ini adalah detail wawancara peneliti dengan nara sumber:
Peneliti : Apakah ada indikator khusus, sehingga orang dapat disebut
sebagai orang Nahdatul Ulama ?
Nara Sumber : Memang tidak ada kartu anggotanya untuk dapat diakui
sebagai orang NU, tapi disisi lain terdapat kartu anggota sebagai tanda pengenal
bahwa orang itu adalah anggota Ormas NU ?
Peneliti : Misalkan, ada yang mengaku dirinya NU kemudian orang
tersebut ikut kegiatan “tahlilan” padahal sholatnya saja istilahnya Subuh-Magrib,
menurut anda bagaimana ?
Nara Sumber : Bisa.
Peneliti : Nah kalau begitu, karakter NU seperti apa ?
Nara Sumber : NU dan orang NU adalah dua hal yang serupa tapi agak
berbeda. Orang dapat mengaku dirinya sebagai orang NU bisa didasarkan dengan
pendekatan kultural, misalkan orang mengaku dirinya NU karena dilahirkan dan
dibesarkan dari keluarga NU.
166
Peneliti : Berarti ciri-ciri orang bisa disebut sebagai orang NU apabila
sewaktu sholat misalnya pada posisi “tahiyat” terdapat kata bacaan “sayidina”, atau
pada sholat subuh membaca doa “kunut” ?
Nara Sumber : Itu bukan orang NU saja.
Peneliti : Kalau ciri khas lain, katakanlah “tahlilan”, bagaimana ?
Nara Sumber : Kegiatam semacam “tahlilan” seperti itu erat kaitannya
dengan adat, biasanya banyak ditemui di Jawa. Kegiatan-kegiatan itu dan sejenisnya,
kalau ditelusuri adalah sebagai bentuk toleransi.
Peneliti : Berarti NU di Jawa dan di luar Jawa berbeda, terus NU ini
seperti apa tepatnya ?
Nara Sumber : NU di dunia ini secara prinsip itu sama. Prinsip pokoknya
antara lain; keseimbangan, toleransi dan moderat. Implementasi dari prinsip pokok
tersebut diantaranya adalah kegiatan tahlilan atau kegiatan yang erat kedekatannya
dengan adat. Itu semua dimaksudkan untuk wadah dan sarana terjalinnya kerukunan
dan sebagai upaya pengembangan agama. Gambarannya seperti perjuangan dari Wali
Songo. Masalah doa “kunut”, “sayidina” dan sebagainya yang dapat dikatakan
melekat pada NU, asal muasalnya karena Kyai atau Ulama yang kita jadikan panutan
dari dulu, menagajarkan demikian itu. Memang itu sudah dari dulu yang
membedakan NU dengan Ormas lainnya, seperti Muhammadiyah. Kalau disebut
orang yang tidak memakai doa “kunut” bukan orang NU ya bisa dan sebaliknya
apabila memakai doa “kunut” juga belum tentu disebut orang NU.
Peneliti : Kalau tidak ikut Tahlilan ?
Nara Sumber : ya bisa, orang non-muslim saja ikut tahlilan. Bukan berarti
ajaran NU itu harus ada tahlilannya, akan tetapi apa yang sudah ada di masyarakat itu
tetap dijaga, kemudian isinya itu dibuat baik, yang kiranya tidak “pas” dihilangkan.
Peneliti : Kalau Pondok Pesantern (Ponpes) di Kecamatan Susukan
yang NU, ada berapa ?
Nara Sumber : Yang istilahnya berasimilasi dengan NU itu, di Desa Kenteng
ada 3 (tiga) Ponpes, Desa Petak 1 (satu), Desa Jetis 1 (satu), Desa Baran 1 (satu), dan
167
Bakarjo 1 (satu). Kalau di Desa Gentan itu ada 1 Ponpes tapi bukan NU, sedangkan
di Desa Grabakan dulunya ada Ponpes tapi sekarang sudah tidak berkegiatan lagi.
Peneliti : Tolong digambarkan tentang keorganisasian NU di
Kecamatan Susukan ?
Nara Sumber : Di bawah naungan NU itu ada yang namanya Badan
Otonomi, kemudian badan otonomi yang membawahi kepengurusan keorganisasian
Perempuan, namanya Muslimat. Badan Otonomi yang membawahi kepengurusan
keorganisasian Pria adalah NU. Ada Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU), Ikatan
Pelajar Perempuan Nahdatul Ulama (IPPNU), keduanya termasuk badan otonom
yang membawahi Perempuan NU berusia antara 13 s/d 27 tahun. Kemudian ada lagi
yaitu Fataya, Ansor dan Banser. Tetapi yang aktif berkegiatan dan yang mempunyai
struktur keorganisasian yang jelas di Kecamatan Susukan adalah NU, Muslimat,
IPNU, IPPNU. Kalau Banser sebenarnya ada tapi kegiatan dan kepengurusannya
tidak begitu jelas.
Peneliti : Pernah mendengarkan dakwah dari Kyai atau Ulama di
Kecamatan Susukan yang menyinggung tentang Ormas MTA, kan Anda sering
mengikuti pengajian-pengajian umum. Misalnya Kyai dalam pengajian tadi
mengatakan kalau ada “Islam anyar” yaitu MTA ajarannya………..tapi terserah umat
yang menyikapi mau tetap di NU atau ke MTA ?
Nara Sumber : Ya. Tapi tidak demikian. Mereka memberikan informasi
tentang MTA sebagai Ormas Islam baru beserta ajarannya, akan tetapi disisi lain
mereka mengajak umat tetap pada jalurnya dan menjaga “rombongannya” (NU).
Peneliti : Gambaran dakwahnya seperti apa ?
Nara Sumber : MTA menganggap kegiatan seperti tahlilan itu haram, karena
tidak ada dasarnya dalam Islam. Kemudian Kyai atau Ulama itu menjelaskan bahwa
NU melakukan kegiatan tahlilan seperti itu, pastinya punya dasar yang kuat. Misalnya
mendoakan orang tua adalah kewajiban anak, sedangkan doa dari anak kepada orang
tua adalah amal ibadah yang tidak bisa putus. Disisi lain dikatakan oleh MTA bahwa
bentuk-bentuk makanan yang disajikan kepada jamaah itu perbuatan yang
168
mengidentifikasikan suatu kesyrikan, misalnya Tumpeng, Ayam ingkung, Nasi
Golong dan sebagainya yang identik dengan tahlilan, slametan, nyatus, nyewu, mitoni
dan sebagainya. Para pedakwah Kyai atau Ulama tersebut menjelaskan tidak apa-apa
tidak akan menggiring ke arah kesyrikan asalkan diniati oleh niat Shodakoh/Jariyah.
Lebih banyak yang mendoakan kan lebih baik, walaupun pada dasarmya bisa saja
anak atau hanya keluarga saja yang mendoakan orang tua yang telah meninggal.
Terkadang seolah-olah antara NU dan MTA mempertahankan kebenarannya sendiri-
sendiri. NU punya dasar, MTA juga punya dasar, yang terpenting dapat
mempertanggungjawbkannya, yang namanya perbedaan dari zaman dulu sampai
besok juga pastinya tetap ada.
Peneliti : Sewaktu anda masih aktif sebagai ketua IPNU, apakah
fenomena MTA ini sudah ada ?
Nara Sumber : Ormas MTA sudah ada, tapi belum menjadi fenomena seperti
sekarang ini.
Peneliti : Pernah mendengar radio MTA FM ?
Nara Sumber : Sering, tadi malam saya mendengarkan, hampir tiap malam
kalau ada waktu.
Peneliti : Apakah ada perbedaan yang anda temukan antara NU dan
MTA saat mendengarkan radio MTA FM. Saya dapat informasi dari nara sumber
lain, katanya darah yang tidak mengalir oleh MTA dihalalkan ?
Nara Sumber : Salah, pernyataan yang dikeluarkan MTA tersebut tidak
benar. Yang dimaksud dengan darah yang tidak mengalir adalah darah yang ada
ditubuh hewan yang tersisa sesudah disembelih. Setahu saya MTA juga tidak
menghalalkan.
Peneliti : Apakah anda menemukan hal lainnya ?
Nara Sumber : Apa ya. Pernah saya temui tentang siaran pada progam acara
Jihad Pagi (Ustad Sukino), ada jamaah pengajian yang menanyakan darah itu katanya
halal menurut MTA, kemudian dijawab oleh Ustad Sukino kalau semua itu tidak
benar, darah tetap haram. Saya tidak suka cara membentengi umat dengan cara
169
menjelek-jelekan pihak lain, kalau ingin keliahatan bagus (baik), ya kita harus
menunjukan bagusnya-baiknya. Saya tidak setuju kalau ada pengajian NU yang
menjelek-jelekan pihak lain misalnya pihak MTA. Saya suka apa yang diajarkan NU
dan saya mengikutinya, tetapi kalau menjelek-jelekan MTA, saya tidak setuju.
Peneliti : Bagaimana dengan perihal halal-haramnya Anjing, Darah
atau Tahlilan ?
Nara Sumber : Ya sama, Anjing tetap najis. Saya pernah mendengarkan
siaran ulang MTA FM tepatnya pogram acara Ahad Pagi. Ada salah satu jamah yang
membawa rekaman suatu pengajian di daerahnya dan jamaah itu memperdengarkan
rekamannya pada forum tersebut. Isi rekaman tersebut adalah dakwah dari seorang
Ulama yang mengatakan bahwa kalau di Sukoharjo (MTA) banyak yang jualan sate
daging Anjing karena menurut mereka (MTA) Anjing adalah halal. Kemudian hal itu
disangkal oleh Ustad Sukino, dan mengatakan Anjing adalah haram.
Peneliti : Berarti masalah halal-haram antara NU dan MTA sama ?
Nara Sumber : Sama Saja.
Peneliti : Kalau masalah Tahlilan bagiamana dari sudut pandang NU.
Kalau menurut MTA bagaimana sesuai apa yang anda dengar dari MTA FM ?
Nara Sumber : Kalau MTA mengatakan orang yang telah meninggal amal
ibadahnya teputus.
Peneliti : Anda setuju dengan pernyataan dari MTA tersebut ?
Nara Sumber : Itu benar, dalam Hadist diketahui bahwa orang yang telah
meninggal amal ibadahnya akan teputus, kecuali 3 (tiga) perkara yaitu Shodakoh,
Ilmu yang bermanfaat, dan Anak soleh yang mendoakan orang tua.
Peneliti : Apakah MTA juga sepaham dengan hal itu ?
Nara Sumber : Ya, sama. Disisi lain MTA menyatakan bahwa “berkatan”
dalam tahlilam itu haram, karena “berkatan” yang berupa makanan itu diniati untuk
dipersembahkan kepada orang yang meninggal tadi. Padahal aslinya semua itu
dilakukan dengan niat untuk Allah SWT, seperti saat menyembelih Ayam.
170
Peneliti : Apabila dinyatakan bahwa NU berjalan beriringan dengan
budaya, sedangkan MTA ingin memisahkan budaya dengan agama, menurut anda ?
Nara Sumber : NU bukan mencampuradukkan agama dengan budaya,
budaya tidak akan pernah bisa menjadi agama. Budaya tidak selamanya akan
bertolak-belakang dengan agama, bagian dari budaya yang dianggap “tidak pas” atau
dekat dengan kemusrikan bisa dibelokan isinya menjadi hal baik, walaupun dalam
kemasan yang tetap sama. Makanan yang disajikan dalam kegiatan tahlilan misalnya,
itu diperuntukan untuk tamu, doanya juga ditujukan kepada Allah SWT, yang
didoakan dan yang mendoakan juga orang Islam, kecuali yang didoakan itu bukan
orang Islam maka tidak akan sampai. Itu sudah ada contohnya dalam sejarah Islam,
doa Nabi Ibrahim yang diperuntukan kepada orang tuanya tidak diterima oleh Allah
SWT, karena orang tuanya (Ayahnya) tidak memeluk Islam.
Peneliti : Kalau dilihat secara jeli, dapat dikatakan bahwa dalam
lingkup sosialitas NU di Kecamatan Susukan berkembang respon negatif terhadap
MTA, selanjutnya bagaimana dengan pandangan dan sikap dari Kyai atau Ulama
dalam konteks ini. Anda kan sering ketemu dan menjalin hubungan silaturahmi
secara baik dengan Kyai atau Ulama ?
Nara Sumber : Saya tidak senang kalau ada orang NU yang menjelek-jelekan
MTA tapi juga sebaliknya, saya juga tidak setuju kalau MTA menjelek-jelekan NU.
Seringkali Ustad Sukino (MTA) dengan mudah memberikan pernyataan musrik bagi
orang Islam atau pihak lain yang tindakannya dianggap tidak benar.
Peneliti : Berarti benar kalau ada anggapan bahwa Ustad Sukino
gampang menyatakan orang Islam dari pihak lain itu musrik. Informasi itu apakah
anda dapat dari radio MTA FM ?
Nara sumber : Ya, ada yang sebagian saya setuju. Dari radio MTA FM
tersebut dijelaskan bahwa terdapat adat istiadat di daerah Wonosegoro yang agak
menyimpang. Adat istiadat penghormatan kepada orang yang telah meninggal disana
malah disisipi dengan kegiatan perjudian, kemudian hasil dari perjudian tersebut
sebagian diberikan kepada keluarga dari orang yang meninggal yang bertindak
171
sebagai tuan rumah kegitan perjudian itu. Orang yang meninggal itu orang Islam,
pemakamannya juga secara Islami. Saya setuju dengan MTA apabila itu dikatakan
musrik atau kegiatan berdosa.
Peneliti : Berarti, yang ditekankan oleh para Kyai NU mengenai
perbedaan dengan MTA itu lebih pada persoalan tahlilan (kegitan NU yang
menyangkut adat lokal) ?
Nara sumber : Ya. Kalau tahlilan di daerah sini saya setuju. Yang
dipermasalahkan kemusrikannya (oleh MTA) ini dimananya. Yang dibaca ayat dari
Al-Qur’an, makanan halal karena didapatkan, diolah dan diniatkan karena Allah.
Menurut saya, misalkan berbentuk sesaji ada kembang dan telur yang ditaruh
diperempatan jalan itu musrik karena diniatkan untuk “danyang”. Pernah saya
mengetahui sesaji di perempatan jalan, dan lalu telurnya saya ambil daripada
mubazir. Pada progam acara Ahad Pagi (Jihad Pagi) terkadang ada penyerahan jimat
dari jamaah MTA untuk dimusnahkan. Saya setuju apabila dikatakan musrik bagi
orang yang mempercayakan jalan hidupnya selain Allah SWT, seperti percaya jimat.
MTA apabila dikatakan salah ya tidak benar karena mereka menganggap ajarannya
benar menurut mereka sendiri. Letak kesalahannya MTA ini adalah sering
menganggap salah terhadap apa yang dilakukan orang lain (pihak lain), padahal orang
yang disalahkan ini juga orang Islam yang punya pedoman sendiri. Begitu juga NU,
kalau menyalahkan MTA ya dapat dikatakan itu tindakan salah. Dari dulu hal kecil-
kecil semacam ini masih diusik-usik, malah tugas yang besar dilupakan, lebih baik
kan memikirkan bagaimana caranya agar orang yang belum masuk Islam itu mau
masuk Islam dengan ihklas.
Peneliti : Kalau perbedaan pandangan tentang Aqiqoh, bagimana ?
Nara Sumber : Yang saya tahu dari radio (MTA FM), mereka mewajibkan
Aqiqoh itu dilaksanakan pada hari ketujuh terhitung dari hari kelahiran, selepas
melebihi hitungan hari tersebut apabila tetap dilaksanakan maka ibadah yang dicatat
tertulis Sodakoh (Jariyah) bukan lagi Aqiqoh. Kalau NU kan dianjurkan pada hari
172
ketujuh, tetapi kalau belum mampu ya nunggu saat mampu dan itu sah-sah saja
dilakukan.
Peneliti : Ada informasi yang berbeda antara pandangan NU dan MTA
tentang tobat Nasuha, misalkan pada perzinahan; MTA menganggap bahwa dosa ya
tetap dosa walaupun sudah melakukan tobat Nasuha ?
Nara Sumber : Masalah dosa atau tidak itu bukan urusannya manusia, itu
semua tuhan yang menentukan. Manusia cuma diberikan tuntunan dalam melakukan
tobat, diantaranya dengan tobat Nasuha. Tobat Nasuha itu sendiri pada dasarnya
memohon ampun atas dosa yang dilakukannya kepada Allah SWT dan berjanji tidak
akan mengulanginya. Ini kan tidak lepas pada konteks diterima atau tidaknya tobat
Nasuha yang dilakukannya tadi.
Peneliti : Kok, bisa berkembang dikalangan sosialitas warga NU
Kecamatan Susukan kalau daging Anjing itu halal menurut MTA ?
Nara Sumber : Itu sebut saja ada oknum yang memanfaatkan untuk
memecah-belah kerukunan Islam.
Penelliti : bisa-bisanya dapat informasi Anjing itu halal menurut MTA,
darimana ya informasi itu ?
Nara Sumber : Sepertinya juga saya pernah dengar dari radio MTA FM.
Peneliti : Seperti apa ?
Nara Sumber : Seperti itu.
Peneliti : Tapi yang paling dominan menjadi pembeda itu masalah
tahlilan. Siapa saja Kyai yang pernah menyinggung tentang tahlilan sewaktu dakwah
misalnya ?
Nara Sumber : Banyak. Pak Kyai Miftah itu enak kalau diajak ngobrol
tentang MTA ini, santai. Kalau Pak Kyai Mahfur terlalu fanatik dengan NU.
Sebenarnya NU dan MTA ini punya peluang yang sama tentang apakah ajarannya ini
benar atau salah. Dapat dikatakan NU banyak yang benar tapi juga sebagian kecil
juga berpeluang untuk salah, NU mempunyai kesalahan sedikit tapi yang benar jauh
lebih banyak itu juga bisa, hal itu juga kemungkinan terjadi di MTA.
173
Peneliti : Apakah anda masih membimbing IPNU di Kecamatan
Susukan ?
Narasumber : “ora” (dengan ekpresi tersenyum). Tapi belum lama ini dapat
undangan dari IPNU, ada kegiatan di Bancak.
Peneliti : Apakah pendapat IPNU ini sama dengan para Kyai sepuh,
dalam konteks fenomena Ormas MTA ini ?
Nara Sumber : Sama saja. Tetap sama saja antara NU dan MTA ada
perbedaan pemahaman, yang paling dominan itu masalah tahlilan.
Peneliti : Kalau masalah Anjing tadi ?
Nara Sumber : Ada suatu jawaban dari MTA mengenai pemahaman yang
berkembang kalau katanya MTA menghalalkan Anjing. Itu dijawab pada progam
acara Jihad Pagi bahwa semua itu salah, MTA mengharamkan Anjing.
Peneliti : Berarti, di radio MTA FM yang banyak anda dengarkan itu,
pada progam Jihad Pagi, alasannya?
Nara Sumber : Pertama kali saya mendengarkan radio MTA FM, karena
radio MTA ini kan sinyalnya kuat, baik, jernih suaranya dibandingkan radio-radio
Islam lainnya. Kemudian saya mendengarkan Jihad Pagi, siaran pas Minggu Pagi
atau pas siaran ulangnya, siang malam selalu ada acara Jihad Pagi. Saya ingin
memperluas pengetahuan Islam.
174
Lampiran 4
Hari/Tanggal : Minggu, 03 Maret 2013
Tempat : Rumah K.H. Muslim di Kecamatan Susukan
Wawancara ini dilakukan peneliti dengan nara sumber, dapat disebut sebagai
seorang tokoh atau Ulama Nahdatul Ulama (NU) bernama K.H Muslim (nama
samaran), beliau adalah seorang Kyai yang cukup termahsyur. Kesehariannya
sebagai Pedakwah dan guru ngaji. Berikut ini adalah detail wawancara peneliti
dengan nara sumber:
Peneliti : Apakah terdapat indikator khusus, sehingga seseorang dapat
disebut sebagai orang Nahdatul Ulama ?
Nara Sumber : Orang bisa disebut sebagai orang NU, ya kalau dalam
aktifitas agama atau aktifitas lainnya, mencerminkan orang NU. Misalnya saja
mengikuti tuntunan NU, yang diajarkan setidaknya oleh guru ngajinya, apa yang
menjadi arahan dari para Kyai (Ulama NU) dijalankan.
Peneliti : Misalkan, ada yang mengaku dirinya NU kemudian orang
tersebut ikut kegiatan “tahlilan”, padahal sholatnya saja istilahnya Subuh-Magrib,
menurut anda bagaimana ?
Nara Sumber : Kegiatam semacam “tahlilan” seperti itu erat kaitannya
dengan adat. Kegiatan-kegiatan itu dan sejenisnya, memang menjadi tradisi yang
sudah mengakar dalam diri NU. Dikatakan orang NU erat dengan Tahlilan ya bisa,
memang itu yang menjadi kebiasaan warga Nahdiyin (NU).
Peneliti : Kalau Pondok Pesantern (ponpes) di Kecamatan Susukan
yang NU itu ada berapa ?
Nara Sumber : Desa Kenteng ada 3 (tiga) Ponpes, Desa Petak 1 (satu), Desa
Jetis 1 (satu), Desa Baran 1 (satu), dan Bakarjo 1 (satu). Kalau di Desa Gentan itu
sebenarnya ada 1 Ponpes tapi itu bukan NU.
Peneliti : Pernah mendengarkan radio MTA FM ?
175
Nara Sumber : Pernah, saya mendengarkan dakwah dari Ustad Sukino, tapi
tidak setiap hari, kalau pas tidak ada kegiatan saja.
Peneliti : Jihad Pagi ?
Nara Sumber : Ya..pengajian Ahad Pagi..
Peneliti : Pesan atau informasi seperti apa yang bisa anda dapatkan dari
progam acara Jihad Pagi ?
Nara Sumber : MTA menganggap kegiatan seperti tahlilan itu haram, karena
tidak ada dasarnya dalam Islam. MTA menyebutkan bahwa bentuk-bentuk makanan
yang disajikan kepada jamaah itu perbuatan yang mengidentifikasikan suatu
kesyrikan. Tapi menurut saya, NU melakukan kegiatan tahlilan seperti itu, pastinya
punya dasar yang kuat. Misalnya mendoakan orang tua adalah kewajiban anak,
sedangkan doa dari anak yang saleh kepada orang tua adalah amal ibadah yang tidak
bisa putus. Tumpeng, Ayam ingkung, Nasi Golong dan sebagainya yang identik
dengan tahlilan, menurut saya dikerjakan tidak apa-apa, tidak akan menggiring ke
arah kesyrikan asalkan diniati oleh niat Shodakoh/Jariyah. Lebih banyak yang
mendoakan kan lebih baik, walaupun pada dasarmya bisa saja anak atau hanya
keluarga saja yang mendoakan orang tua yang telah meninggal.
Peneliti : Apakah ada perbedaan yang anda temukan antara NU dan
MTA saat mendengarkan radio MTA FM. Saya dapat informasi dari nara sumber
lain, katanya darah yang tidak mengalir oleh MTA dihalalkan ?
Nara Sumber : Setahu saya MTA juga tidak menghalalkan.
Peneliti : Apakah anda menemukan hal lainnya ?
Nara Sumber : Pernah saya temui tentang siaran pada progam acara Jihad
Pagi (Ustad Sukino), ada jamaah pengajian yang menanyakan darah itu katanya halal
menurut MTA, kemudian dijawab oleh Ustad Sukino kalau semua itu tidak benar,
darah tetap haram. Saya suka apa yang diajarkan NU dan saya mengikutinya, tetapi
kalau menjelek-jelekan MTA, saya tidak setuju.
Peneliti : Bagaimana dengan perihal halal-haramnya Anjing, Darah
atau Tahlilan ?
176
Nara Sumber : Ya sama, Anjing tetap najis. Saya pernah mendengarkan
siaran ulang MTA FM tepatnya pogram acara Ahad Pagi. Ada salah satu jamaah yang
membawa rekaman suatu pengajian di daerahnya dan jamaah itu memperdengarkan
rekamannya pada forum tersebut. Isi rekaman tersebut adalah dakwah dari seorang
Ulama yang mengatakan bahwa kalau di Sukoharjo (MTA) banyak yang jualan sate
daging Anjing karena menurut mereka (MTA) Anjing adalah halal. Kemudian hal itu
disangkal oleh Ustad Sukino, dan mengatakan Anjing adalah haram.
Peneliti : Berarti masalah halal-haram antara NU dan MTA sama ?
Nara Sumber : Untuk masalah halal-haram saya rasa sama Saja.
Peneliti : Kalau masalah Tahlilan bagiamana dari sudut pandang NU.
Kalau menurut MTA bagaimana, sesuai apa yang anda dengar dari MTA FM ?
Nara Sumber : Kalau MTA mengatakan orang yang telah meninggal amal
ibadahnya teputus. Menurut Hadist diketahui bahwa orang yang telah meninggal amal
ibadahnya akan teputus, kecuali 3 (tiga) perkara yaitu Shodakoh, Ilmu yang
bermanfaat, dan Anak soleh yang mendoakan orang tua.
Peneliti : Apakah MTA juga sepaham dengan hal itu ?
Nara Sumber : Ya, sama. Disisi lain MTA menyatakan bahwa “berkatan”
dalam tahlilam itu haram, karena “berkatan” yang berupa makanan itu diniati untuk
dipersembahkan kepada orang yang meninggal tadi. Padahal aslinya semua itu
dilakukan dengan niat untuk Allah SWT, seperti saat menyembelih Ayam.
Peneliti : Apabila dinyatakan bahwa NU berjalan beriringan dengan
budaya, sedangkan MTA ingin memisahkan budaya dengan agama, menurut anda ?
Nara Sumber : NU bukan mencampuradukkan agama dengan budaya,
budaya tidak akan pernah bisa menjadi agama. Budaya tidak selamanya akan
bertolak-belakang dengan agama, bagian dari budaya yang dianggap “tidak pas” atau
dekat dengan kemusrikan bisa dibelokan isinya menjadi hal baik, walaupun dalam
kemasan yang tetap sama. Makanan yang disajikan dalam kegiatan tahlilan misalnya,
itu diperuntukan untuk tamu, doanya juga ditujukan kepada Allah SWT, yang
didoakan dan yang mendoakan juga orang Islam, kecuali yang didoakan itu bukan
177
orang Islam maka tidak akan sampai. Itu sudah ada contohnya dalam sejarah Islam,
doa Nabi Ibrahim yang diperuntukan kepada orang tuanya tidak diterima oleh Allah
SWT, karena orang tuanya (Ayahnya) tidak memeluk Islam.
Peneliti : Berarti benar kalau ada anggapan bahwa Ustad Sukino
gampang menyatakan orang Islam dari pihak lain itu musrik. Informasi itu apakah
anda dapat dari radio MTA FM ?
Nara sumber : Ya, saya mendengarkanya dari progam acara Jihad Pagi.
Peneliti : Berarti, yang ditekankan oleh NU mengenai perbedaan
dengan MTA itu lebih pada persoalan tahlilan (kegitan NU yang menyangkut adat
lokal) ?
Nara sumber : Ya. Yang dipermasalahkan kemusrikannya (oleh MTA) ini
dimananya. Yang dibaca ayat dari Al-Qur’an, makanan halal karena didapatkan,
diolah dan diniatkan karena Allah. Menurut saya, misalkan berbentuk sesaji ada
kembang dan telur yang ditaruh diperempatan jalan itu musrik karena diniatkan untuk
“danyang”. Pada progam acara Ahad Pagi (Jihad Pagi) terkadang ada penyerahan
jimat dari jamaah MTA untuk dimusnahkan. Saya setuju apabila dikatakan musrik
bagi orang yang mempercayakan jalan hidupnya selain Allah SWT, seperti percaya
jimat. MTA apabila dikatakan salah ya tidak benar karena mereka menganggap
ajarannya benar menurut mereka sendiri. Letak kesalahannya MTA ini adalah sering
menganggap salah terhadap apa yang dilakukan orang lain (pihak lain), padahal orang
yang disalahkan ini juga orang Islam yang punya pedoman sendiri. Begitu juga NU,
kalau menyalahkan MTA ya dapat dikatakan itu tindakan salah.
Peneliti : Kalau perbedaan pandangan tentang Aqiqoh, bagimana ?
Nara Sumber : Yang saya tahu dari radio (MTA FM), mereka mewajibkan
Aqiqoh itu dilaksanakan pada hari ketujuh terhitung dari hari kelahiran, selepas
melebihi hitungan hari tersebut apabila tetap dilaksanakan maka ibadah yang dicatat
tertulis Sodakoh (Jariyah) bukan lagi Aqiqoh. Kalau NU kan dianjurkan pada hari
ketujuh, tetapi kalau belum mampu ya nunggu saat mampu dan itu sah-sah saja
dilakukan.
178
Peneliti : Ada informasi yang berbeda antara pandangan NU dan MTA
tentang tobat Nasuha, misalkan pada perzinahan; MTA menganggap bahwa dosa ya
tetap dosa walaupun sudah melakukan tobat Nasuha ?
Nara Sumber : Masalah dosa atau tidak itu bukan urusannya manusia, itu
semua tuhan yang menentukan. Manusia cuma diberikan tuntunan dalam melakukan
tobat, diantaranya dengan tobat Nasuha. Tobat Nasuha itu sendiri pada dasarnya
memohon ampun atas dosa yang dilakukannya kepada Allah SWT dan berjanji tidak
akan mengulanginya. Ini kan tidak lepas pada konteks diterima atau tidaknya tobat
Nasuha yang dilakukannya tadi.
Peneliti : Kok, bisa berkembang dikalangan sosialitas warga NU
Kecamatan Susukan kalau daging Anjing itu halal menurut MTA ?
Nara Sumber : Itu sebut saja ada oknum yang memanfaatkan untuk
memecah-belah kerukunan Islam. Tapi kemungkinan besar mereka juga memperoleh
informasi tersebut dari Ustad Sukino.
Peneliti : Tapi yang paling dominan menjadi pembeda itu masalah
tahlilan. Apakah anda menyinggunya saat dakwah ?
Nara Sumber : Sebenarnya MTA ini tidak mutlak salah, karena mereka juga
mengerjakan rukun Islam. Namun yang saya sesali Ustad Sukino mudah
menyebutkan Tahlilan, Slametan, Mitoni dan lain sebagainya itu cerminan perbuatan
musrik. Sejarah harus kita pelajari kembali bagaimana para wali memperjuangkan
Islam di Jawa dengan pendekatan budaya. Semuanya itu tinggal niatnya. Saya
berpendapat ajaran MTA ini tidak dapat diterapkan di lingkungan warga NU. Yang
saya sampaikan semacam itu, kenapa Slametan ada tahlilnya, saya ingatkan kembali
kepada sejarah.
Peneliti : Kalau masalah Anjing tadi ?
Nara Sumber : Ada suatu jawaban dari MTA mengenai pemahaman yang
berkembang kalau katanya MTA menghalalkan Anjing. Itu dijawab pada progam
acara Jihad Pagi bahwa semua itu salah, MTA mengharamkan Anjing.
179
Peneliti : Berarti, di radio MTA FM yang banyak anda dengarkan itu,
pada progam Jihad Pagi, alasannya?
Nara Sumber : Pertama kali saya mendengarkan radio MTA FM, karena
radio MTA ini kan sinyalnya kuat, baik, jernih suaranya dibandingkan radio-radio
Islam lainnya. Kemudian saya mendengarkan Jihad Pagi, siaran pas Minggu Pagi
atau pas siaran ulangnya, siang malam selalu ada acara Jihad Pagi. Saya ingin
memperluas pengetahuan Islam.
180
Lampiran 5
Hasil Observasi
Observasi 1
Waktu : dimulai pada bulan November 2012 s/d Maret 2013
Perihal : Latar Belakang Nara Sumber (informan kunci)
Sebelum memastikan siapa yang kiranya untuk dipilih dan dijadikan informan
kunci dalam studi kasus “persepsi komunitas Nahdatul Ulama (NU) di Kecamatan
Susukan terhadap Ormas Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA)”, peneliti menentukan
syarat kompetensi informan kunci terlebih dahulu. Berikut ini adalah syarat-syarat
yang telah ditentukan oleh peneliti :
A. Informan Kunci adalah orang Islam NU.
B. Informan kunci memiliki pengetahuan tentang Islam NU di Kecamatan
Susukan.
C. Informan Kunci warga masyarakat di Kecamatan Susukan.
D. Informan Kunci mengetahui tentang Ormas MTA.
E. Informan Kunci mengetahui tentang radio komunitas MTA FM.
F. Informan Kunci mempunyai pengaruh kepemimpinan di wilayah Kecamatan
Susukan.
G. Informan Kunci mempunyai kredibilitas sosial yang baik.
Selanjutnya peneliti mengumpulkan nama-nama calon informan kunci
kedalam tabel informan yang dilengkapi dengan data analisa kelemahan serta
kelebihan dari calon informan itu sendiri. Data analisa kelemahan serta kelebihan dari
calon informan itu didapatkan oleh peneliti dari hasil rekam jejak informan dengan
cara mengamati langsung kegiatannya dan menanyakan rekam jejak informan ke
orang lain yang dianggap “mengetahui”. Selanjutnya peneliti menentukan jumlah
informan kunci sesuai kebutuhan penelitian. Tahap terakhir peneliti melakukan
observasi tahap lanjut dan pengambilan data melalui proses wawancara yang
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian secara periodik. Berikut ini adalah latar
181
belakang dari 3 informan kunci dan 2 informan tambahan atau pendukung. Peneliti
menyamarkan nama asli dan tempat tingggal informan itu atas kesepakatan bersama.
a) KH. Muslim
Beliau merupakan seorang Ulama “kondang”di Kecamatan Susukan dan
sekitarnya. Aktivitas kesehariannya adalah mengasuh dan mengajar ilmu agama di
masjid dan forum-forum lainnya, serta berdakwah ke daerah-daerah baik di lingkup
Kecamatan Susukan maupun daerah sekitarnya, bahkan sampai ke luar Kota. Beliau
juga berperan serta dalam kegiatan-kegiatan Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan
sebagai Pembina atau “Sesepuh NU”. KH. Muslim merupakan orang yang dihormati
dan dijadikan tempat untuk “menimba ilmu”. Ia dilahirkan dan dibesarkan di
lingkungan keluarga Kyai Nahdatul Ulama terpandang di Kecamatan Susukan. Sejak
kecil dan memasuki usia sekolah KH. Muslim selalu mementingkan ilmu agama
daripada ilmu duniawi, hal ini dapat dibuktikan bahwa tempat sekolah formal beliau
dari sejak Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas adalah sekolah
yang “bernafaskan Islami”. Ilmu agama Islam, beliau dapatkan dengan belajar pada
orang tuanya sendiri yang juga merupakan Kyai besar pada masanya.
b) Ustadzah solaehah
Beliau merupakan seorang Ulama Wanita yang cukup “kondang” di
Kecamatan Susukan dan sekitarnya. Aktivitas kesehariannya adalah mengajar di
Sekolah Dasar Negeri, dan berdakwah ke daerah-daerah baik di lingkup Kecamatan
Susukan maupun daerah lainnya. Beliau juga berperan serta dalam kepengurusan
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan sebagai Pembina Kegiatan pemuda NU,
pengurus pengajian muslimat NU dan kegiatan-kegiatan Islami lainnya. Usia
informan ini, sekitar 47 tahun. Ustadzah Solaehah merupakan orang yang dihormati
atas pengetahuan agamanya dan kredibilitasnya sebagai muslim NU yang taat.
c) Ustad Rois
Beliau merupakan seorang Ulama muda “aktif” di Kecamatan Susukan dan
sekitarnya. Aktivitas kesehariannya adalah sebagai kepala sekolah dan mengajar di
Sekolah Dasar swasta, berdakwah ke daerah-daerah di lingkup Kecamatan Susukan.
182
Beliau juga berperan serta dalam kepengurusan Nahdatul Ulama di Kecamatan
Susukan sebagai Pembina organisasi ikatan pemuda NU Susukan (IPNU). Usia
informan ini, sekitar 30 tahun. Ustad Rois merupakan tokoh muda yang dihormati
dan dijadikan “panutan”. Kepandaian Islami lainnya dari Ustad muda ini adalah
kefasihannya dalam seni membaca ayat suci Al-Qur’an.
d) Pramudi dan Sentot (informan pendukung)
Pramudi merupakan pekerja swasta yang telah berkeluarga dan mengaku
kalau dirinya adalah pengikut ajaran Nahdatul Ulama. Beliau berdomisili di Desa
Susukan. Sedangkan Sentot adalah seorang pengikut ajaran Islam Nahdatul Ulama
yang berdomisili di Desa Ketapang, beliau masih menempuh pendidikan di perguruan
tinggi swasta. Pramudi dan Sentot adalah diantara sekian banyak orang yang
setidaknya pernah mendengarkan radio MTA FM.
183
Observasi II
Waktu : dimulai pada bulan November 2012 s/d Maret 2013
Perihal : Kegiatan Nara Sumber (informan kunci)
I. Kegiatan Nara Sumber Ustadzah Solaehah
Pada awal bulan November 2012, Ustadzah Solaehah berinisiatif untuk
menyatukan pemuda-pemudi Islam Nahdatul Ulama di salah satu Desa (kelurahan) di
bagian Utara wilayah Kecamatan Susukan. Beliau mengundang beberapa pemuda-
pemudi perwakilan dari tiap-tiap dusun di Desa tersebut untuk menghadiri pertemuan
bertemakan “pembentukan wadah kegiatan pemuda NU” ke rumahnya. Pertemuan
pertama tersebut menghasilkan suatu kesepakatan bersama yaitu melahirkan suatu
wadah organisasi pemuda-pemudi NU di Desa tersebut, menentukan struktur
organisasi, dan menentukan ragam kegiatan rutin. Pada forum itu, juga disepakati
bahwa nama organisasi bentukan dari Ustadzah Solaihah adalah IPNU (Ikatan Pelajar
Nahdatul Ulama) dengan menginduk ke IPNU Kecamatan Susukan. Ustad Rois
terpilih sebagai ketua sementara, dan disepakati bersama bahwa rapat rutin akan
digelar 2 minggu sekali secara berpindah-pindah dari Dusun 1 ke Dusun yang
lainnya. Isi acara rapat rutin diantarannya adalah pembukaan, sambutan-sambutan,
seni baca Al-Qur’an, tahlil, inti acara, warna sari dan penutup.
Ustadzah Solaihah mengikuti ragam kegiatan keagamaan rutin diantaranya
adalah penganjian dusun pada hari Selasa, Rabu, Jumat dan Minggu. Beliau juga
mengikuti kegiatan pengajian bulanan “lapanan” yaitu pengajian Muslimatan antar
Dusun/Desa, dan kegiatan-kegitan keagamaan lainnya. Ustadzah Solaihah
mempunyai 3 orang anak (2 Pria & 1 Wanita) dan 2 orang cucu. Beliau besama suami
sudah menjalankan ibadah haji untuk pertama kalinya. Selain sebagai Ibu rumah
tangga dan Ustadzah, ia juga merupakan seorang Guru sekolah dasar.
184
II. Kegiatan Nara Sumber Ustad Rois
Peneliti mengamati apa yang menjadi rutinas keseharian dari Ustad Rois.
Ustad Muda ini mengawali aktifitas di pagi hari dengan sholat berjamaah di Mushola
yang tidak jauh dari rumahnya, kemudian beliau menyiapkan diri dan berangkat
menuju ke Sekolah Dasar dimana menjadi tempat ia bekerja sebagai seorang Kepala
Sekolah sekaligus merangkap sebagai seorang guru kelas. Sepulangnya dari kegiatan
di Sekolah Dasar, kemudian Ia istirahat sejenak dan dilanjukan dengan
menyelesaikan pekerjaannya di tempat penggilingan padi miliknya. Walaupun
disibukan dengan rutinitas keseharian yang melelahkan, Ustad Rois tidak pernah
meninggalkan kewajiban ibadah Sholat 5 waktu. Beliau memiliki ilmu agama yang
kuat yang ia peroleh dari lingkungan keluarga, sekolah, dan pondok pesantren.
Banyak organisasi sosial dan keagamaan yang setidaknya pernah ia ikuti, diantaranya
adalah; Organisasi Karang taruna, Organisasi Sinoman, Organisasi IPNU dan lain
sebagainya. Pada hari minggu setelah sholat Maghrib, beliau beserta Ustad lainnya
mengajar seni baca Al-Qur’ankepada jamaah Nahdatul Ulama di salah satu Desa di
Kecamatan Susukan. Ustad Rois dalam berbagai kesempatan juga menjadi orang
yang dipercaya oleh masyarakat sebagai pemimpin doa tahlil, sholawatan, dan
pembawa seni baca Al-Qur’an. Ustad Rois merupakan salah satu orang kepercayaan
dari para Kyai/Ulama di Kecamatan Susukan untuk mengusung ragam kegiatan
keagamaan Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan, misalnya sebagai panitia
pengajian akbar yang diikuti oleh ribuan jamaah Nahdatul Ulama. Beliau juga
melakukan dakwah Islami pada forum-forum kepemudaan Islam, khususnya
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan. Ustad Rois merupakan Putra ke-dua dari 4
(empat bersaudara), beliau merupakan anak dari seorang Ustad dan dididik sejak dini
ilmu agama di Pondok Pesantren ternama di Jawa Timur.
III. Kegiatan Nara Sumber K.H Muslim
K.H muslim merupakan Kyai/Ulama “sepuh” yang disegani baik para
Kyai/Ulama di wilayak Kecamatan Susukan maupun di daerah sekitarnya. Beliau
disegani bukan perkara ilmu dan harta duniawi melainkan karena besarnya
185
pengetahuan agama Islam yang ia kuasai. Saat ini beliau menjadi panutan, tempat
dimana Kyai/Ulama, Tokoh Masyarakat, dan masyarakat biasa meminta
pertimbangan (petuah) tentang masalah agama dan sosial yang melibatkan kehidupan
pribadi atau masyarakat luas. K.H muslim dipercaya masyarakat setempat sebagai
Imam masjid, Pedakwah, Guru Agama (guru ngaji) dan lain sebagainya. Sering kali
beliau berdakwah di wilayah Kecamatan Susukan dan sekitarnya dalam berbagai
kesempatan misalnya; pada peringatan Aqiqoh, Maulid Nabi, Sadranan dan
pengajian-pengajian umum lainnya. Secara garis keturunan, K.H Muslim merupakan
anak-cucu dari Kyai besar “kondang” di Kecamatan Susukan yang berpengaruh
terhadap tumbuh kembangnya Islam (Nahdatul Ulama) dari masa ke masa.
IV. Kegiatan Nara Sumber Pramudi
Pramudi merupakan warga masyarakat di Kecamatan Susukan yang beragama
Islam berhaluan Nahdatul Ulama. Saat ini, ia merupakan wiraswastawan muda dan
telah berkeluarga dengan seorang anak Wanita yang berusia 1 (satu) tahun. Pramudi
dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan Islam yang kuat. Rumahnya bersebelahan
dengan Masjid besar yang mengakomodasi seluruh kegiatan keagamaan di
kampungnya. Kegiatan kesehariannya adalah menjalankan usaha yang dirintisnya
sejak duduk di bangku Universitas. Pramudi menjalankan ibadah Islaminya sesuai
dengan ajaran Nahdatul Ulama, hal ini dapat dilihat dari aktivitas yang mencirikan
seperti mengamalkan doa tahlil.
V. Kegiatan Nara Sumber Sentot
Sentot merupakan warga masyarakat di Kecamatan Susukan yang beragama
Islam berhaluan Nahdatul Ulama. Saat ini, ia masih tercatat sebagai mahasiswa salah
satu perguruan tinggi swasta di Salatiga. Sentot dilahirkan dan dibesarkan di
lingkungan Nahdatul Ulama yang kuat. Kegiatan kesehariannya adalah kuliah dan
aktif diberbagai macam kegiatan di kampungnya. Sentot menjalankan ibadah
Islaminya sesuai dengan ajaran Nahdatul Ulama, hal ini dapat dilihat dari aktivitas
yang mencirikan seperti mengamalkan doa tahlil.
186
Observasi III
Waktu : dimulai pada bulan November 2012 s/d Maret 2013
Perihal : Ragam tradisi komunitas NU di Susukan
Berikut ini adalah beberapa rangkuman ragam tradisi Jawa yang erat
kaitannya dengan kegitan dari komunitas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan.
Peneliti memperoleh informasi dari observasi dan wawancara singkat.
1. Jagongan Bayi dan Aqiqoh
Aqiqoh atau sering juga dari kebanyakan orang Jawa (Islam NU),
menyebutnya dengan sebutan “sepasaran bayi”. Kegiatan ini lazimnya dilakukan
pada hari ke-tujuh setelah kelahiran anak. Aqiqoh biasanya juga sebagai pertanda
berakhirnya prosesi perayaan penyambutan lahirnya seorang “bayi” (anak). Sebelum
sampai pada hari peringatan/perayaan Aqiqoh terdapat suatu tradisi yaitu “Jagongan
bayi”. Jagongan bayi dilakukan mulai malam pertama sejak kelahiran bayi, biasanya
dimulai dari pukul 19.30 s/d 20.00 Wib. Dalam lingkup masyarakat Jawa yang
beragama Islam khususnya berpedoman pada ajaran Nahdatul Ulama, tradisi
Jagongan bayi dihadiri oleh keluarga besar, kerabat, dan tetangga atau masyarakat
sekitar. Peneliti melihat isi acara pada tradisi Jagongan bayi ini, antara lain; Seni baca
Al-Qur’an, Tahlilan, Sholawatan serta Makan Bersama. Kesemuanya itu dipimpin
oleh para tokoh agama dan Kepala Desa/Dusun. Pada kegiatan Aqiqoh yang menjadi
inti acaranya hampir sama dengan tradisi Jagongan bayi, hal yang membedakan
adalah adanya tambahan acara yaitu dakwah (penyampaian petuah Islami) oleh
Ulama yang sengaja diundang oleh pihak tuan rumah. Pembeda lainnya terletak pada
banyaknya jumlah tamu undangan yang hadir dan diantara makanan yang disajikan,
biasanya terdapat makanan berupa olahan dari daging Kambing atau Domba. Ini
merupakan bentuk dari kewajiban dalam tradisi Islam tentang Aqiqoh yaitu
menyembelih 2 ekor Kambing/Domba Jantan untuk anak Pria, dan 1 ekor
Kambing/Domba Jantan untuk anak Wanita. Prosesi Aqiqoh biasanya dimulai dari
pukul 19.30 s/d 23.00 Wib.
187
2. Ziarah Kubur
Tradisi Ziarah Kubur biasanya dilakukan oleh masyarakat Islam NU
(Nahdatul Ulama) pada hari Kamis sore pada setiap minggunya. Kegiatan ini
dilakukan oleh para anak-cucu, keluarga dan kerabat untuk mendoakan orang yang
sudah meninggal dan dimakamkan pada kompleks pemakaman setempat.
Kebanyakan, orang akan mendatangi tempat pemakaman, kemudian menuju ke
kuburan. Selanjutnya mereka akan membersihkan rumput atau sampah di area
kuburan itu dan lalu membacakan doa Tahlil serta doa-doa lainnya, sebagai upaya
untuk memohonkan ampunan atas dosa-dosa orang yang sudah meninggal tadi
(anggota keluarganya).
3. Maulid Nabi
Maulid Nabi adalah tradisi Islam dalam memperingati hari kelahiran Nabi
Besar Muhammad SAW. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada tanggal 12 (dua belas)
maulud (penanggalan Jawa/Islam) atau pada hari sesudahnya itu. Terkadang di
wilayah Kecamatan Susukan terjadi perbedaan penentuan hari dilaksanakannya
peringatan Maulid Nabi, hal itu didasari karena alasan kesanggupan dari pengisi acara
inti yaitu dakwah Islami oleh Ulama. Acara yang sering dipergunakan di berbagai
Desa di Kecamatan Susukan adalah Hiburan Rebana (Musik Islami), Pidato sambutan
oleh panitia, Pidato Sambutan dari pemerintah Dusun/Desa, Seni baca Al-Qur’an,
Tahlilan, Sholawatan, Istirahat/Hiburan Rebana (Musik Islami), dan terakhir penutup
acara yaitu dakwah dari Ulama.
4. Sadranan
Sadranan merupakan salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat NU
(Nahdatul Ulama) di Kecamatan Susukan pada bulan Ruwah (penanggalan
Jawa/Islam). Hari pelaksanaannya pun terkadang berbeda-beda antara daerah satu
dengan daerah lainnya. Umumnya masyarakat Islam NU baik Pria-Wanita , tua atau
muda pada suatu daerah misalnya di Desa Timpik; akan berbondong-bondong dengan
188
membawa segala rupa makanan, minuman dan buah-buahan ke area pemakaman
setempat. Makanan yang dibawa antaranya adalah Nasi Ingkung, makanan khas Jawa,
buah-buahan, makanan ringan dan lain sebagainya. Acara dimulai dengan pidato
sambutan oleh Panitia/Kepala Dusun, kemudian dilanjutkan dengan Seni baca ayat
suci Al-Qur’an, Tahlilan yang dipimpin oleh Ulama setempat, istirahat (makan
bersama) dan ditutup dengan dakwah dari Ulama yang telah ditunjuk oleh penitia.
Namun adakalanya juga tradisi sadaranan ini ditempatkan atau dipusatkan di Masjid,
seperti halnya yang ditemukan oleh peneliti yaitu di Dusun Margosari, Desa Koripan,
Kecamatan Susukan. Untuk isi acaranya tetap selaras dengan yang digunakan di desa-
desa lainnya.
5. Merti Deso
Merti Deso merupakan tradisi yang masih banyak ditemui di berbagai
Dusun/Desa di Kecamatan Susukan. Merti Deso biasanya dilaksanakan pada bulan
Agustus bertepatan dengan kegiatan penyambutan atau peringatan hari proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia. Merti Deso kebanyakan diikuti oleh Pria dewasa
dan kegiatan ini ditempatkan di rumah kepala Dusun atau serambi Masjid setempat.
Pada hari dan waktu yang telah ditentukan, orang akan berbondong-bondong dengan
membawa “Ambeng” (nasi beserta lauk-pauk dan makanan khas Jawa) dan nasi
Ingkung (nasi dengan lauk ayam jantan, yang berbentuk satu ekor utuh) ke tempat
yang telah ditetapkan dan disediakan oleh panitia. Dalam perkembangannya sampai
saat ini banyak warga yang tidak hanya membawa “nasi Ambeng” saja, melainkan
juga ada yang membawa aneka buah-buahan serta makanan ringan. Sesampainya
ditempat tujuan, kemudian acaranya dimulai dengan ditandai adanya pidato sambutan
dari penitia/Kepala Dusun, dan dilanjutkan Tahlilan serta makan bersama. Bekal yang
masing-masing dibawa oleh kebanyakan orang itu kemudian dipertukarkan dan
dinikmati bersama. Setelah itu mereka saling berpamitan kepada para tokoh agama
dan tokoh masyarakat setempat untuk pulang menuju kembali ke aktivitasnya
masing-masing. Biasanya kegiatan Merti Deso ini dilanjutkan dengan digelarnya
hiburan rakyat seperti, pegelaran Wayang Kulit dan Kuda Lumping.
189
6. Nyatus/Nyewu
Salah satu tradisi yang berkembang dan sampai saat ini masih dipertahankan
oleh masyarakat (komunitas) Islam Nahdatul Ulama adalah tradisi dalam rangka
penghormatan kepada anggota keluarga, kerabat atau orang yang telah meninggal
yang menjadi bagian dalam komunitas Nahdatul Ulama ini. “Penghormatan” kepada
orang yang meninggal ini dilaksanakan secara periodik (berkelanjutan), misalnya
terdapat tradisi yang disebut dengan nelung dino, matang puluh, nyatus, mendak
pisan, mendak pindo, nyewu dan khaul. Tradisi berkelanjutan ini dilakukan oleh
pihak dari orang yang telah meninggal, misalnya anak-cucu dalam upaya untuk
mendoakan dan memintakan ampunan kepada Allah SWT atas dosa dari anggota
keluarganya yang meninggal tadi. Tuan rumah mengundang keluarga, kerabat, dan
masyarakat sekitar untuk kesediannya mendoakan orang yang telah meninggal itu.
Peneliti melihat, inti acara dalam tradisi ini adalah tahlilan dan doa yang dilakukan
secara bersama-sama, kemudian masyarakat yang hadir disuguhi dengan hidangan
“ala kadarnya” (semampunya) oleh pihak tuan rumah.
7. Slametan
Slametan dalam konteks tradisi masayarakat Islam Nahdatul Ulama adalah
bentuk rasa syukur atas kemurahan Allah SWT dalam aspek yang cukup luas. Peneliti
melihat tradisi slametan ini dapat dilaksanakan oleh orang secara individu atau
kelompok pada saat mendapatkan berkah dari tuhan (Allah SWT) sehingga mereka
merasa kiranya perlu membalasnya dengan rasa syukur yang dikemas dalam aspek
doa dan shodakoh (beramal). Misalnya, slametan yang dilaksanakan saat atau setelah
pembangunan rumah, ini merupakan bentuk syukur dari orang yang mempunyai hajat
(tuan rumah), serta terdapat suatu pengharapan agar semuanya; apa yang telah dan
akan dikerjakan nanti berjalan dengan baik, tanpa adanya suatu permasalahan yang
berarti. Kemudian tuan rumah (orang yang mempunyai hajat) menyampaikan maksud
dan tujuannya slametan yang ia lakukan itu kepada Ulama setempat untuk memimpin
190
tahlilan dan doa-doa lainnya. Makanan yang identik dengan tradisi Slametan adalah
nasi Tumpeng dan Ingkung.
191
Lampiran 6
PEDOMAN PERTANYAAN WAWANCARA
Berikut ini adalah pedoman pertanyaan dalam proses wawancara dengan nara
sumber. Pedoman wawancara ini dapat dialihbahasakan kedalam bentuk bahasa Jawa
dan dikembangkan oleh peneliti sebagai tindakan inisiatif “menggali data” yang
efektif. Latar belakang dan aktivitas nara sumber telah dipelajari oleh peneliti dari
informasi yang didapat dari informan lainnya dan pengamatan langsung.
1. Bagaimana sejarah dan ajaran Islam dari sudut pandang Nahdatul Ulama
(NU) di Kecamatan Susukan.
2. Bagaimana karakter dan ciri khas Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan.
3. Apakah terdapat indikator orang beragama Islam dapat disebut sebagai orang
Nahdatul Ulama.
4. Apa saja ragam kegiatan masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan.
5. Bagaimana gambaran kepeminmpinan dalam masyarakat Nahdatul Ulama di
Kecamatan Susukan.
6. Apakah setidaknya nara sumber mengetahui sedikit-banyak tentang Ormas
Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA).
7. Setujukah nara sumber dengan pernyataan bahwa fenomena Majelis Tafsir Al-
Qur’an (MTA) ini, menjadi topik hangat dalam lingkup sosialitas warga NU
di Kecamatan Susukan.
8. Apakah nara sumber mengetahui informasi tentang MTA ini dari radio MTA
FM, atau sumber lain.
9. Progam apa saja yang anda dengarkan, dan berapa kali nara sumber
mendengarkannya (ukuran waktu), adakah alasannya.
10. Dari kegiatan mendengarkan radio tersebut, nara sumber dapat menangkap
informasi seperti apa.
11. Menurut nara sumber, di Kecamatan Susukan ini, bagaimana pendapat warga
Nahdatul Ulama dalam menanggapi Ormas MTA ini.
192
12. Apakah ada peristiwa fenomenal menyangkut Ormas MTA ini yang terjadi di
Kecamatan Susukan.
13. Apakah kalau terdapat pandangan yang berlainan dengan yang nara sumber
sampaikan tentang Ormas MTA ini, itu juga merupakan pandangan warga
Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan.
14. Kesimpulan pandangan nara sumber tentang Ormas MTA ini bagaimana.
15. Apakah ada peran yang nara sumber dalam kegiatan islami NU di Kecamatan
Susukan. Apakah nara sumber memberikan informasi tentang MTA ini
kepada orang lain.
16. Bagaimana reaksi mereka, apakah mereka sudah mengetahui tentan Ormas
MTA ini sebelumnya.
17. Apakah proses penyebaran informasi tentang MTA ini, berpola sama dengan
halnya yang terjadi di lingkup sosialitas warga NU Kecamatan Susukan.
18. Bagaimana peran Ulama atau pemimpin warga NU dalam fenomena ini. Anda
(nara sumber) sebagai pedakwah, berkesempatan menyampaikan informasi
tentang MTA ini kepada warga NU lainnya. Apakah terdapat ruang atau
forum untuk menyampaikannya, bagaimana gambarannya.
19. Apabila dikatakan bahwa warga NU di Kecamatan Susukan “berselisih
paham” dengan Ormas MTA ini, apakah hal tersebut dapat menjadi
kesimpulan persepsi dari sudut pandang warga NU itu sendiri.
20. Dengan sepengatuhan anda tadi, saya (peneliti) ulangi pertanyaanya, apakah
anda (nara sumber) dapat memastikan warga NU di Kecamatan Susukan
mempunyai pandangan seperti yang anda (nara sumber) katakan, buktinya
apa.
193
Lampiran 7
Hasil Pra-Penelitian I
Waktu : Januari 2012
Tempat : Rumah Bapak Madi di Desa Koripan, Kecamatan Susukan
Peneliti menghadiri prosesi pemakaman Mbah Pardi, dirumah duka yang
bertempat di Dusun Margosari, Desa Koripan, Kecamatan Susukan. Mbah Pardi
seorang muslim yang kegiatan semasa hidupnya erat dengan Nahdatul Ulama. Beliau
memiliki 5 (lima) orang anak; 3 (tiga) perempuan dan 2 (dua) laki-laki. Diantara
Putra-Putri Mbah Pardi terdapat 1 (orang) anak laki-laki bernama Madi. Madi beserta
keluarganya menjadi warga komunitas Majelis Tafsir Al-Qur’an dan kebetulan satu
atap dengan Mbah Pardi. Lingkungan tempat tinggal Mbah Pardi adalah lingkungan
Jawa dan Nahdatul Ulama. Perbincangan-perbincangan tentang MTA muncul
diantara warga muslim (mayoritas Nahdatul Ulama) yang hadir dalam prosesi
pemakaman itu, karena berbagai macam faktor diantaranya adalah :
1. Hadirnya teman-teman pengajian Madi di Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA)
saat prosesi pemakaman Mbah Pardi yang notabene tidak dikenal oleh warga
sekitar.
2. Madi dan teman-temannya tidak melakukan tahlilan sebagaimana sepatutnya
dilakukan oleh warga sekitar.
3. Teman-teman Madi membawa bekal makanan dan minuman sendiri saat
berada di rumah duka.
Ketiga faktor tersebut membuat warga sekitar di kediaman Madi yang pada
hakikatnya menjalankan Islam sesuai cara pandang Nahdatul Ulama (NU) menjadi
gusar, bagaimana selayaknya jenazah Mbah Pardi dimakamkan dengan tradisi seperti
apa, apakah secara NU atau MTA?.... Mulailah perbincangan-perbincangan tentang
adat kebiasaan dari Majelis Tafsir Al-Qur’an melebar. Inti dari perbincangan-
perbincangan tersebut oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa MTA tidak melakukan
Tahlilan dan tradisi-tradisi Jawa seperti Nelung Dino, Mitung Dino dan lain
sebagainya, informasi-informasi tersebut diperoleh dari progam acara Jihad Pagi
194
MTA FM. Singkat cerita Madi sebagai tuan rumah memberikan keputusan bahwa
tidak akan ada prosesi Tahlilan dan Tradisi seperti Nelung Dino, Mitung Dino dan
lain sebagainya untuk menghormati wafatnya Mbah Pardi. Disisi lain warga sekitar
mengadakan doa Tahlilan di Mushola terdekat untuk mendoakan Mbah Pardi dan
anak-anak Mbah Pardi lainnya sepakat untuk menggelar tradisi seperti Nelung Dino
di rumah salah satu anak perempuan Mbah Pardi. Dari peristiwa ini terdengar banyak
dari warga Nahdatul Ulama yang mengutarakan keinginannya untuk mendengarkan
radio MTA FM, khususnya pada progam acara Jihad Pagi.
195
Hasil Pra-Penelitian 2
Waktu : 05/Juli/2012
Tempat : Rumah Bapak Rois (nama samara) di Kecamatan Susukan
“Nahdatul Ulama mengajarkan Islam sebagai pembawa rahmat bagi semesta
alam artinya pembawa rahmat kepada seluruh isi Jagad Raya ini. Seperti Wali
Songo berperan mengembangkan Islam di Indonesia dengan cara
mengalkulturasikan budaya lokal dengan Islam, akan tetapi dengan sayarat tidak
menodai keimanan berIslam”, (Bapak Rois).
Waktu : 08/Juli/2012
Tempat : Rumah Bapak Mustaqim (nama samaran) di Kecamatan Susukan
“Intinya Majelis Tafsir Al-Qur’an memberikan tuntunan dalam kehidupan ini
sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berpedoman
kepada Al-Qur’an”, (Bapak Mustaqim).
196
Hasil Pra-Penelitian 3
Waktu : Juli 2012
Tempat : Kecamatan Susukan
Tabel Pengetahuan Responden di Kecamtan Susukan Terhadap Ormas Majelis Tafsir
Al-Qur’an (MTA) dan Radio MTA FM
NO
NAMA
ALAMAT
KETERANGAN
1. Hidayah Desa Ngasinan Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
2. Taufiq Desa Muncar Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
3. Umi Mutmainah Desa Kemetul Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
4. Hidayat Desa Kenteng Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
5. Siti Muawanah Desa Koripan Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
6. Muh Rifa’i Desa Gentan Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
7. Triamin Desa Sidoharjo Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
8. Ipang Desa Susukan Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
9. Gatot Desa Ketapang Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
10. Mashudi Desa Bakalrejo Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
11. Sri Mulyani Desa Timpik Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
12. Mutmainah Desa Tawang Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
13. Ahmad Rofiq Desa Badran Mengetahui Ormas MTA dari radio
MTA FM
197
Lampiran 8
Foto Kegiatan Penelitian
Pengajian Muslimatan; identik dengan Tahlilan, foto ini diambil tanggal 25 Oktober
2012 di Wonosari, Desa Koripan, Kecamatan Susukan
198