pertanggungjawaban tindak pidana penipuan travel …
TRANSCRIPT
i
PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA PENIPUAN
TRAVEL HAJI DAN UMRAH MENURUT HUKUM POSITIF
DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
SKIRPSI
Oleh:
OktaviaUtami
Pembimbing:
Drs. Rahmadi., M.HI
AlhusniS.Ag., M.HI
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAHUNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDINJAMBI
2019
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR
Yang bertandatangandibawahini:
Nama : OktaviaUtami
Nim : SHP 151883
Jutrusan/Konsentrasi : HukumPidana Islam
Fakultas : Syariah
Alamat : Simpang Sungai Duren
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul
“Pertanggungjawaban Tindak Pidana Penipuan Travel Haji Dan Umrah
Menurut Hukum Pidana Positif ditinjau dari Hukum Pidana Islam” adalah hasil
karya pribadi yang tidak mengandung plagiarisme dan tidak berisi materi yang
dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali kutiapan yang telah disebutkan
sumbernya sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan secara ilmiah.
Apabila pernyataan ini tidak benar, maka peneliti siap mempertanggungjawabkannya
sesuai hukum yang berlaku dan ketentuan UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi,
termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh dari skripsi ini.
Jambi, Mei 2019
Yang Menyatakan
OktaviaUtami
NIM. SHP 15188
iii
Pembimbing I : Drs. Rahmadi., M.HI
Pembimbing II :AlhusniS.Ag., M.HI
Alamat : FakultasSyariah UIN STS Jambi JL. Jambi MuaraBulian KM.
16 Simp.SE Duren Kab.Muaro Jambi 31346 Telp.
(0741)582021
Jambi, Mei 2019
KepadaYth.
Bapak Dekan Syariah
UIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi
Di-
Jambi
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamu’alaikumwr.wb
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi saudara
Oktavia Utami yang berjudul “Pertanggungjawaban Tindak Pidana Penipuan
Travel Haji dan Umrah Menurut Hukum Pidana Positif di Tinjau dari Hukum
Islam” telah disetujui dan dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna melengkapi
syarat-syarat memperoleh gelar sarjana strata satu (S.1) dalam Hukum Pidana Islam
pada Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi.
Demikianlah, kami ucapkan terimakasih semoga b ermanfaat bagi kepentingan
Agama, Nusa, dan Bangsa.
Wassalamu’alaikumwr.wb
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Rahmadi, M.HI Alhusni, S.Ag.,MHI
NIP. 197112019920320001 NIP. 197612252009011017
iv
v
MOTTO
ا أيه م ي نك ٱن تكون ت رة عن تراض م لذطل ا لب
لك بينك بأ ين ءامنوا ل تأ كوا ٱمو لذ
ول تقتلوا ٱ
كن ٱن للذ نذ ٱ
م ا بك رحيمافسك
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantarakamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyanyang kepadamu.” (QS, An-
Nisa:29)
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah..Alhamdulillah.. Alhamdulillahirobbil’alamin.
Sujud syukurku kusembahkan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang. Atas karunia serta kemudahan yang engkau berikan akhirnya
skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan
keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.Kupersembahkan karya sederhana ini kepada
orang yang sangat kukasihi dan kusayangi.
Untuk ayah dan ibu,Sugito dan Tukinah sebagai tanda bukti, hormat dan rasa
terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada ayah dan
ibuku tersayang, telah memberikan dukungan, semangat, iringan doa, nasehat dan
kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat, sabar
dalam menjalani setiap rintangan yang ada didepanku. Semoga ini menjadi langkah
awal untuk membuat ibu dan ayah bahagia karna kusadar, selama ini belum bisa
membuat yang lebih. Dalam hidupmu demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan
segala perasaan, dalam bekerja tanpa mengenal rasa lelah.
Untukadik-adikku M. Marzuki, Ahmad Ghozali dan Nofriansyah Syafitra tiada
yang paling mengharukan saat berkumpul bersama kalian, terima kasih atas doa dan
suport yang telah kalian berikan kepadaku sebagai adik dan kakak kalian. Serta untuk
semua keluarga yang telah banyak membantu dan memberikan semangat
kepadaku.Semoga Allah membalas kebaikan kalian. Aamiin
vii
ABSTRAK
Laporan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban dan
penyelesaian tindak pidana bagi orang yang melakukan penipuan travel haji dan
umrah, untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap pertanggungjawaban
tindak pidana penipuan travel haji dan umrah dalam hukum positif. Metode penelitian
yang digunakan dalam laporan penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan hukum normatif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
dokumentasi atau literatur. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif, komprehensif dan lengkap. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah penyelenggara perjalanan ibadah umroh yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalamPasal 45 ayat (1) dikenai sanksi administrative sesuai
dengan tingkat kesalahannya, yang berupa : a. Peringatan b. Pembekuan izin
penyelenggaraan atau c. Pencabutan izin penyelenggaraan. Dalam proses penyidikan
kasus tidak pidana penipuan calon Jemaah umroh terdapat 3 tahapan pemeriksaan,
peninjauan tempat kejadian perkara, dan penyidikan. Tindak pidana penipuan
dikategorikan kepada ta’zir Jika hukuman dikaitkan dengan sanksi hukuman positif
maka sanksi hukumannya yaitu sanksi hukuman penjara dan denda.
Kata Kunci :Pertanggungjawaban, pidana, penipuan, haji, umroh.
viii
KATA PENGANTAR
حيم رحمن الر ال بسم الله
AssalamualaikumWrWb
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta hidayah-Nya kepada penulis berupa
kesehatan rohani dan jasmani kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Tindak Pidana Penipuan Travel Haji
Dan Umrah Menurut Hukum Pidana Positif ditinjau dari Hukum Pidana Islam”
serta sholawat dan salam kepada nabi akhirulkalam yakni nabi besar Nabi Muhammad
SAW. Shalawat dan salam penulis hadiahkan kepada pembawa kebenaran yakni
Rasulullah Muhammad SAW, karena berkat perjuangan beliau dengan berlumurkan
darah, berselimutkan pedang dan bermandikan anak panah demi menegakkan kalimat
Lailahaillallah.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengaturkan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Yth. Bapak Dr.H.Hadri Hasan,MA selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
2. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Sua’idiAsyari, MA., Ph.D, Yth. Bapak Dr. H. Hidayat,
M.Pd, Yth. Ibu Dr.Hj. Fadhilah.M.Pd selaku Wakil Rektor I, II, dan III UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
ix
3. H. HermantoHarun, Lc.,M.HI.,Ph.D, Dr. RahmiHidayati.,MH Dan Dr.
Yuliatin.,MH SelakuPembantuDekan I,II, Dan III dilingkunganFakultasSyariah
UIN STS Jambi.
4. Ibuk Dr. Robiatul Adawiyah., S.HI.,MHI Dan Bapak Juharmen.,S.HI.,M.SI Selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah UIN STS
Jambi.
5. Bapak Dr. RahmadidanBapakAlhusni, S.Ag. M.HI selakuDosenPembimbingI dan
II skripsiini.
6. BapakdanIbukDosen, AsistenDosendanseluruhKaryawan/KaryawatiFakultas
Syariah UIN STS Jambi.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah
SWT memberikan keberkahan kepada kita semua. Akhir kata penulis sangat berharap
agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Dalam penyusunan sekripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin
untuk memenuhi persyaratan ilmiah. Namun penulis menyadari, bahwa penulisan
sekeripsi ini masih perlu penyempurnaan. Untukitu, saran maupun keritik yang sifatnya
konstruktif dari berbagai pihak, akan penulis terima dengan tangan terbuka serta
dengan senang hati demi kesempurnaan skripsi ini.
Selanjunya bila ada kebenaran maka semata-mata itu milik Allah SWT, dan
apabila ada kesalahan itu merupakan sebuah kekhilafan dari diri penulis. Semoga
bantuan apapun yang diberikan oleh penulis akan menjadi amal baik dan akan
x
mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap tulisan ini
bermanfaat adanya.
Jambi, May, 2019
Penulis
OktaviaUtami
NIM: SHP151883
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL. ..................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .............................................................. iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latarbelakang ..................................................................... 1
B. RumusanMasalah ............................................................... 6
C. BatasanMasalah…………………………………………. 6
D. TujuandanKegunaanPenelitian .......................................... 6
E. Kerangka Konseptual ......................................................... 8
F. MetodePenelitian................................................................ 15
G. SistematikaPenulisan…………………………………….19
BAB II PERTANGGUNGAWABAN DALAM HUKUM PIDANA
A. PengertianPertanggungjawabanPidana .............................. 21
B. KesalahandanPertanggungjawabanPidana ......................... 25
C. KemampuanBertanggungajawabanPidana ......................... 26
BAB III TINJAUAN TINDAK PIDANA PENIPUAN TRAVEL
HAJI DAN UMRAH
A. DefinisiTindakPidana ......................................................... 29
B. PengertianPenipuan ............................................................ 32
C. Unsur-Unsur Penipuan........................................................33
D. SanksiTindakPidanaPenipuan ............................................ 36
xii
E. Kewajiban Haji danUmrah……………………………….37
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. PertanggungjawabanTindakPidana Travel Haji danUmrah
............................................................................................ 40
B. PenyelesaianTindakPidana Travel Haji danUmrah ........... 47
C. PandanganHukum Islam TerhadapPertanggungjawaban
TindakPidanaPenipuan Travel Haji danUmrahMenurut
HukumPositif ..................................................................... 52
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 62
B. Saran ................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUMVITAE
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Haji dan umrah merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan bagi
setiap muslim yang mampu. Kewajiban ini merupakan rukun Islam yang
kelima.Karena haji merupakan kewajiban, maka apabila orang yang mampu
tidak melaksanakannya maka berdosa dan apabila melaksanakannya mendapat
pahala.1
Dalam Pasal9Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79
tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2018 tentang
penyelenggaraan ibadah haji, ibadah umrah yang dilaksankan diluar musim
haji.
Penyelenggaraan perjalanan Ibadah Umrah bertujuan memberikan
pembinaan, Pelayanan, dan perlindungan kepada Jemaah, sehingga Jemaah
dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan syariat, berdasarkan
Pasal l3 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2008
tentang penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah.
Indonesia adalah salah satu negara yang jamaah haji dan umroh
meningkat setiap tahunnya. Animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah
1Abduracman Rochimi, Segala Hal Tentang Haji dan Umrah, (Jakarta : PT. Gelora Aksara
Pratama, 2010). Hlm. 9
1
2
umroh tahun 2015 Begitu tinggi. Catatan sejak Januari 2015 hingga 16 April
2015 menunjukkan, jumlah jamaah umroh mencapai 21.425 orang. Rata-rata
setiap pekan ada sekitar 1.500 jamaah umroh berangkat ke Arab Saudi.Kantor
Urusan Haji (KUH) pemerintah Indonesia di Jeddah melaporkan, data jamaah
umroh hingga 16 April 2015 tercatat sebanyak 21.425 orang. Jamaah ini
berangkat dengan 85 unit travel atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah
(PPIU). Jumlah jamaah umrah ini diprediksi semakin banyak selama bulan
puasa, awal Idul Fitri, dan hari-hari besar keagamaan Islam lainnya, serta hari
libur sekolah.2
Perjalanan umrah yang semakin menjamur di Indonesia karena
banyaknya jamaah Umrah asal Indonesia yang ingin melaksanakan rukun Islam
kelima itu, dimanfatkan oleh pihak-pihak tertentu, sehingga dari sekian banyak
biro perjalanan umrah yang ada perlu diteliti apakah biro perjalanan umrah
tersebut legal artinya mendapat izin dari Kementerian Agama RI atau justru
illegal, jangan sampai masyarakat tertipu dengan tawaran-tawaran yang
menggiurkan dengan harga murah dari pihak biro perjalanan umrah akan tetapi
pada saat pelaksanaan justru malah tidak jadi berangkat.
2http://haji.kemenag.go.id/v2/content/tingginya-minat-umrah-kemenag-ingatkan-5-pastipublik
diakses pada tanggal 07 November 2018 jam 20.00 Wib.
3
Banyak pihak biro penyelenggaraan ibadah umrah meskipun memiliki
izinakan tetapi dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Hal tersebut dapat mengakibatkan
kerugian bagi calon jamaah yang menggunakan biro jasa tersebut. Sebagai
contoh dalam praktiknya, banyak pihak biro penyelenggaraan ibadah umrah
tidak melakukan atau memberikan perjanjian secara tertulis yang menjelaskan
jadwal keberangkatan dan kepulangan,fasilitas yang diperoleh, dan lain
sebagainya.
Contohnya, First travel diduga telah melakukan penipuan dengan
modus menawarkan paket promo umrah yang sangat murah yaitu Rp 14,3 paket
VIP. Paket promo umrah tersebut berhasil menarik banyak calon jamaah.
Jumlah calon jamaah terdaftar di first travel mencapai 72.672 orang. Namun
sebagian besar calon jamaah tersebut gagal berangkat umrah, dengan total nilai
kerugian Rp 848,7 miliar. Sejak Desember 2016 hingga Mei 2017, First travel
hanya mampu memberangkatkan 14.000 jamaah, sedangkan 58.682 calon
jamaah lainya merugi. Para calon jamaah yang merugi tersebut menyampaikan
laporannya ke crisis centre Bereskrim Polri. Total pelapor mencapai 4.043
orang. Terdapat laporan lainnya yang disampaikan melalui emailyaitu sebanyak
2.280 laporan.3
3Majalah Singkat Info Hukum, Vol. IX, No. 16/II/Puslit/Agustus/2017
4
Nilai-nilai kehidupan masyarakat yang rendah, memiliki peluang
tertentu kepada sebagian masyarakat untuk melakukan suatu tindak pidana
yang erat hubungannya dengankepercayaan dan harta kekayaan, yaitu tindak
pidana penipuan. Tindak pidana penipuan merupakan salah satu kejahatan yang
mempunyai objek terhadap benda atau barang untuk dimiliki secara pribadi.
Penipuan adalah suatu bentuk obral janji. Sifat umum dari obral janji itu adalah
bahwa orang dibuat keliru, dan oleh karena itu ia rela menyerahkan barang atau
uangnya. Kejahatan penipuan itu termasuk “materieel delict” artinya untuk
kesempurnaannya harus terjadi akibat.4
Dalam pelaksanaan pemberangkatan calon jamaah umrah yang
dilakukan oleh Pihak biro penyelenggara ibadah umrah dengan calon jamaah
umrah digunakan suatu perjanjian. Perjanjian padadasarnya adalah suatu
peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.Dari peristiwa ini,timbulah
suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.Perjanjian
itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.Bentuk
perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji
atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Dengan demikian hubungan
antar perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
4Tri Andrisman.DelikTertentu dalam KUHP (Bandar Lampung:Unila 2001) .hlm.176
5
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber
lain.5
Perikatan antara biro penyelenggara ibadah umrah dengan calon jamaah
umrah selanjutnya didahului dengan perjanjian diantara para pihak, yang
didalam perjanjian tersebut memuat syarat-syarat, hak, dan kewajiban para
pihak. Perjanjian yang dibuat tersebut mengikat kedua belah pihak yaitu antara
perusahaan atau biro penyelenggara Ibadah umrah sebagai pihak pertama
dengan calon jamaah umrah sebagai pihak kedua agar pelaksanaan suatu
perjanjian dapat berjalan dengan baik maka untuk menentukan apakah debitur
telah melaksanakan kewajiban memenuhi isi perjanjian ukurannya didasarkan
pada kepatuhan, ini artinya debitur telah melaksanakan kewajibannya menurut
yang sepatutnya, serasi, dan layak menurut semestinya seseuai dengan
ketentuan yang telah mereka setujui bersama dalam perjanjian.
Penipuan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab
yang terhadap calon jamaah terutama kepada calon jamaah yang kurang jeli
dalam memilih biro perjalanan. Penipuan terhadap penyelenggaraan ibadah
umrah yang melanggar kewenangan dan penyalagunaan hak, walaupun
pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
tentang penyelenggaraan Ibadah Umrah yang berlangsung kurang lebih 11
tahun diberlakukannya, namun masih banyak biro perjalanan umrah yang
5Subekti ,Hukum Perjanjian, (Jakarta, PT,Intermasa, 2005) Hlm.1
6
melakukan penipuan kepada calon Jemaah umrah. Setiap orang yang sengaja
dan tanpa hak bertindak sebagai penyelenggara perjalanan Ibadah
Umrahdengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan Jemaah umrah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,(lima ratus juta). Dari uraian diatas maka peneliti ingin
mengkaji lebih dalam mengenai masalah penipuan haji dan umroh dengan
menjadikannya skirpsi yang berjudul “Tindak Pidana Penipuan Travel Haji
dan Umroh menurut Hukum Positif di Tinjau dari Hukum Islam.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka menjadi
pokok permasalahan dalam peneliti proposal ini adalah:
1. Bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana bagi orang yang melakukan
penipuan travel haji dan umrah ?
2. Bagaimana penyelesaian tindak pidana penipuan travel haji dan umrah?
3. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pertanggungjawaban tindak
pidana penipuan travel haji dan umrah dalam hukum positif ?
C. Batasan Masalah
Untuk memeudahkan pembahasan serta tidak menyalahi sistematika
penulisan karya ilmiah sehingga membawa hasil yang diharapkan hasil yang
diharapkan, maka penulis membatasi masalah yang akan di bahas dalam
laporan penelitian ini. Yang mana peneliti membatasi hanya pada masalah
7
pertanggungjawaban tindak pidana penipuan travel haji dan umrah menurut
hukum positif di tinjau dari hukum pidana Islam.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak
dicapai oleh peneliti. Sedangkan tujuan nya sendiri merupakan sejumlah
keadaan yang ingin dicapai. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan
dalam rangka penulisan skirpsi ini adalah:
a. Ingin mengetahu pertanggungjawaban tindak pidana bagi orang yang
melakukan penipuan travel haji dan umrah.
b. Ingin mengetahui penyelesaian tindak pindana penipuan travel haji dan
umrah
c. Ingin mengetahui pandangan hukum Islam terhadap
pertanggungjawaban tindak pidana penipuan travel haji dan umrah
dalam hukum positif.
2. Kegunaan Penelitian
a. Dari sisi akademis hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pidana dan dapat dijadikan
titik tolak bagi penelitian lebih lanjut.
8
b. Sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi strata satu (S1) pada
Jurusan Hukum Pidana Islam UIN Sulthan Thaha Saifudddin Jambi.
E. Kerangka Konseptual
1. Pertanggungjawaban Pidana
Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila
si pelaku sanggup mempertanggungjawabkan yang telah diperbuatnya,
masalah pertanggungjawaban erat kaitannya dengan kesalahan, oleh
karena adanya asas pertanggungjawaban yang menyatakan dengan tegas
bahwa tindak pidana tanpa ada kesalahan.
Pertanggung jawaban pidana mengandung makna bahwa setiap
orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana
dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut
mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya.6
Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana adalah kemampuan
bertanggungjawab seseorang terhadap kesalahan.Unsur pertama adalah
kemampuan bertanggungjawab yang dapat diartikan sebagai implementasi
tanggungjawab seseorang untuk menerima setiap resiko atau konsekumsi
yuridis yang muncul sebagai akibat tindak pidana yang telah dilakukannya,
6Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hlm. 12
9
sedangkan unsur kedua adalah kesalahan yang dapat diartikan sebagai unsur
kesengajaan, kelalaian, atau kealpaan.
2. Penipuan
Timbulnya tindak pidana tidak disebabkan oleh satu faktor saja yang
berdiri sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sutherland bahwa:
“Tindak pidana adalah hasil dari faktor-faktor yang beraneka ragam dan
bermacam-macam. Dan bahwa faktor-faktor itu dan untuk selanjutnya tidak
bisa disusun menurut ketentuan yang berlaku umum tanpa ada pengecualian
atau dengan perkataan lain, untuk menerangkan kelakuan kriminal memang
tidak ada teori ilmiah”.7
Menurut bahasa, penipuan berasal dari kata “tipu” yang berarti
perbuatan atau perkataan tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan
maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Sedangkan
penipuan merupakan proses dari tindakan menipu.8 Secara yuridis, penipuan
berarti perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu, martabat
palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang dapat menyebabkan orang lain
dengan mudah menyerahkan barang, uang atau kekayaan.
7 Hari Saherodji, Pokok-Pokok Kriminologi, (Bandung : Aksara Baru, 1980), hlm. 35 8Adam Normies, Kamus Bahasa Indonesia, (Bandung : Karya Ilmu, 1992), hlm. 199
10
Tindak pidana penipuan yang terdapat pada Pasal 378 KUHP
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Barang siapa dengan maksud menguntungkan dirinya atau orang
lain;
b. Melawan hukum;
c. Dengan memakai nama palsu atau martabat palsu atau dengan tipu
muslihat atau rangkaian kebohongan.
Pada dasarnya tujuan hukum acara pidana itu adalah mencari,
menentukan, dan menggali kebenaran materil (materieele waarheid) atau
kebenaran yang sesungguh-sungguhnya.Dengan demikian, berkorelatif
aspek tersebut secara teoritis dan praktek peradilan guna mewujudkan
materieele waarheid maka suatu alat bukti mempunyai peranan penting dan
menentukan sehingga haruslah dipergunakan dan diberi penilaian secara
cermat agar tercapai kebenaran hakiki sekaligus tanpa mengabaikan hak
asasi terdakwa.9
Menurut Barda Nawawi Arif, hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa
hakim tidak boleh menjantuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah
9Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Acara Pidana Indonesia.
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 74
11
yang bersalah melakukannya. Alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184
adalah :
a) Keterangan Saksi;
b) Keterangan Ahli;
c) Surat;
d) Petunjuk;
e) Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui
sehingga tidak perlu dibuktikan.10
Pasal 185 ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa keterangan seorang
saksi sajatidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap
perbuatan yang didakwakan kepadanya, sedangkan dalam ayat 3 dikatakan
ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang
sah lainnya (unus testis nullus testis ). Saksi korban juga berkualitas sebagai
saksi, sehingga apabila terdapat alat bukti yang lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat 3, maka hal itu cukup untuk menuntut pelaku tindak pidana.
3. Travel Haji dan Umroh
Calon jama'ah adalah seseorang muslim memiliki niat menunaikan
ibadah haji dan kemampuan secara fisik untuk menjalani ritual peribadatan
10Ishaq,Intisai Hukum Acara Pidana, hlm46
12
dan menyediakan pembiayaan perjalanannya.11Semua itu tidak dapat
dipenihi secara fisik untuk menjalani ritual peribadatan dan menyediakan
pembiayaan perjalannya. Semua itu tidak dapat dipenuhi secara absolut
oleh dirinya sendiri, karena adanya keterkaitan dengan faktor-faktor lain
yang hanya dapat disediakan oleh lingkungannya. Namun penyediaan
layanan oleh lingkungan telah menempatkan calon jamaah sebagai seorang
customer yang sering kali menginginkan pelayanan prima dan mempuyai
kebebasan apa yang akan dipilihnya sesuai kemampuan dan tingkat
pelayanan dikehendaki.
Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban dan harus dilakukan
oleh setiap muslim yang mampu (istitho’ah) mengerjakan sekali seumur
hidup. Kemampuan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ibadah haji
dapat digolongkan dalam dua pengertian yaitu :
Pertama, kemampuan personal (internal), harus dipenuhi oleh masing-
masing individu mencakup antara lain kesehatan jasmani dan rohani,
kemampuan ekonomi yang cukup baik bagi dirinya dan keluarga yang
ditinggalkan, dan didukung dengan pengetahuan agama, khususnya
tentang manasik haji.
11 Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan,
(Jakarta, 2007) hlm. 12
13
Kedua, kemampuan umum (eksternal), harus dipenuhi oleh lingkungan
Negara dan pemerintah mencakup antara lain peraturan perundang-
undangan yang berlaku, keamanan dalam perjalanan, fasilitas, transportasi,
dan hubungan antara Negara baik multilateral maupun bilateral antara
pemerintah Indonesia dengan kerajaan Arab Saudi. Dengan terpenuhinya
dua kemampuan tersebut, maka perjalanan untuk menunaikan ibadah haji
baru dapat terlaksanakan dengan baik dan lancar.12
Umrah adalah salah satu ibadah dalam agama Islam. Hampir mirip
dengan ibadah haji, ibadah ini dilaksanakan dengan cara melakukan
beberapa ritual ibadah di kota suci Mekkah, khususnya di Masjidil Haram.
Seiring disebut pula dengan haji kecil.13
Ibadah umrah adalah dimulai dengan berikrom dari mikot makani,
kemudian masuk kota Mekah melakukan thawaf, Sa’i an diakhiri dengan
tahalu (memotong rambut paling sedikit tiga helai), serta dilakukan dengan
tertib (sesuai urutan tersebut).14
4. Hukum Positif
12J. Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, Edisi Revisi, (Jakarta, Prenada Media, 2004)
hlm. 2 13Dikutip di Wikipedia, Pengertian Umraah. Diakses pada 15 November 2018, pukul 22:43 14Dr. Haj. Sumuran Harahap, M.Ag, MM, MH, Drs. H. Mursidi, Mr, MM, Lintasa
SejarahPerjalanan Jemaah Haji Indonesia, (Jakarta, Insan Cemelang ) hlm. 326
14
Hukum Pidana Positif ialah Stafrecht dalam bahasa belada, Criminal
Law dalam bahasa inggris, dalam kamus hukum dikatakan hukum pidana
“peraturanhukum mengenai hukum pidana; hukum yang mencakup
keharusan dan larangan serta bagi pelanggarnya akan dikenakan sanksi
hukuman (pidana) terhadapnya.15
Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang
dapat dijatuhkannya kepada pelaku.16
5. Hukum Islam
Menurut istilah syariat berarti aturan atau undang-undang yang
diturunan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan
tuhannya,mengatur hubungan sesama manusia,dan hubungan antara
manusia dengan alam semesta.Sesuai dengan pengertian diatas,syariat
menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia sebagai individu,warga
masyarakat dan sebagai subjek alam semesta.
Hukum islam mengatur hidup manusia sebagai individu,yaitu hamba
Allah yang harus taat,tunduk, patuh kepada Allah.Ketaatan,ketundukan,dan
15Kamus Hukum, Charlie Rudyat, (Pustaka Mahardika), hlm. 217 16Bamang Waluyo, S.H.,Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), hlm. 6
15
kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang
tata caranya diatur sedemikian rupa oleh hukum islam.
Syariat islam mengatur pula tata hubungan antara seseorang dengan
dirinya sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang saleh.Kesalehan
individu itu mencerminkan sosok pribadi muslim yang paripurna.Ketaatan
muslim tidak kepada yang di nashkan saja,yaitu pada yang terdapat dalam
Al-Qurandan Hadis,tetapi mencakup juga hukum ijtihad dan praturan negara
yang dikeluarkan oleh ulil amri (pemerintah).Penghormataan dan ketaatan
tersebut wajib didahulukan secara syar’i jika peraturan tersebut bersumber
dari penguasa yang memegang teguh hukum islam.Pada dasarnya hukum
Islam tersebut aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan apa yang
dilakukannya,mendapatkan hukuman yang setimpal dari perbuatan orang-
orang yang melakukan kejahatan.17
F. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan
untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara
menganalisisnya, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap
fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan permasalahan yang timbul didalam gejala bersangkutan.
17Aminuddin,dkk,Pendidikan Agama Islam,(Jakarta : Ghalia Indonesia),2002,hal 83-84.
16
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah
pendekatanpenelitian hukum normatif dengan melakukan identifikasi
terhadap isu-isu hukum yang kurang berkembang dalam masyarakat,
mengkaji penerapan-penerapan hukum (normatif) dalam masyarakat,
mengkaji pendapat para ahli-ahli hukum terkait dan analisa kasus dalam
dokumen-dokumen untuk memperjelas hasil penelitian kemudian ditinjau
aspek praktis dan aspek akademis keilmuan hukumnya dalam penelitian
hukum.
Penelitian ini juga merujuk langsung kepada peraturan perundang-
undangan (law in books), sedangkan pendekatan yang digunakan untuk
mengkaji tindak pertanggungjawaban pidana penipuan travel haji dan umrah
menurut hukum positif dan hukum islam,juga menggunakan pendekatan
yuridis normatif.
2. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data
Dalam upaya merumuskan skiripsi ini, penulis melakukan penelitian
kepustakaan (Library Research), maka sumber data atau informasi yang
menjadi data baku peneliti, untuk diolah merupakan data yang berbentuk
bahan primer, bahan sekunder, dan bahan tertier.
17
1) Bahan Hukum Primer
Data primer adalah data pokok yang diperlukan dalam peneliti,
yang yang diperoleh langsung dari sumbernya atau pun dari lokasi objek
penelitian atau keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh
dilapangan.18Sumber utama adalah Al-Qur’an dan Undang Undang atau
Hukum positif yang berkaitan dengan kaitannya dengan judul peneliti.
2) Bahan Hukum Sekunder
Data penunjangnya ialah data data yang diambil dari sumber
sumber yang ada relevansinya dengan pembahasan yang berupa buku-
buku, majalah, jurnal, makalah, diklat, internet dan lain sebagainya.
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan-bahan yang memeberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder diperoleh dengan
mempelajari kamus hukum, kamus ilmiah, kamus bahasa Indonesia dan
kamus-kamus lainnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang diterapkan penulis pada
penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh penulis secara esensial
merupakan aktivitas penulis dalam mengadakan penelitian untuk
18Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Edisi Revisi (Jambi:Syariah Press,2012) hlm 45.
18
memperoleh data empiris yang diperlukan dalam rangka pemenuhan
informasi dan data yang diperlukan.Adapun metode yang dipergunakan
oleh penulis dalam pengumpulan data tersebut adalah metode
dokumentasi.19
Metode dokumentasi ialah metode yang digunakan peneliti
untuk “menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya.Metode dokumentasi ini digunakan oleh peneliti untuk
memperoleh data-data dan informasi serta pengetahuan kepustakaan
yang berkaitan dengan materi penelitian ini yaitu tentang
pertanggungjawaban tindak pidana penipuan travel haji dan umrah.
4. Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, selanjutnya data-data tersebut
dianalisis untuk mengadakan penarikan kesimpulan dan suatu
penelitian, harus berdasarkan pada hasil pengolahan dan harus selaras
dengan jenis data-data yang ada. Dalam metode analisa data ini peneliti
menggunakan cara yaitu analisa data kualitatif, oleh karena penelitian
yang dilakukan adalah penelitian kualitatif.
Mengingat penelitian ini yang digunakan adalah penelitian
pustaka (Library Research), maka alat pengumpulan data datanya
19Suryabrata, “Metode Penelitian”, (Jakarta: Raja Grafindo, 2008), hlm. 35.
19
berwujud studi dokumentasi atau literatur dan akses internet. Kemudian
data penelitian dianalisa dengan caraanalisis kualitatif, komprehensif
dan lengkap.20Analisis kualitatif artinya menguraikan data secara
bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, tidak tumpang
tindih dan selektif sehingga memudahkan interpretasi data dan
pemahaman hasil penelitian.Komprehensip artinya analisis data secara
mendalam dari berbagai aspek masuk dengan lingkup penelitian dan
lengkap artinya tidak ada bagian yang terlupakan, semuanya sudah
masuk dalam analisis. Analisis data dan interpretasi seperti ini akan
mengasilkan produk penelitian hukum normatif yang bermutu dan
sempurna.
G. Sistematika Penulisan
Guna mengetahui isi skripsi ini secara umum, perlulah diperhatikan
sistematika penulisan dibawah ini sebagai berikut :
Bab Ipendahuluan, terdiri dari: latarbelakangmasalah, rumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian, kerangka teori, dan tinjauan pustaka.
Bab II Adalah tentang maksud pertanggungjawaban dalam isitilah hukum
pidana.
20 Abdul kadir, “Hukum dan Penelitian”, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 127.
20
Bab IIIMerupakan tinjauan umum tentang penipuan travel haji dan umrah.
Bab IVPembahasan, mengenai pertanggungjawaban pidana dalam tindak
pidana penipuan haji dan umrah, mengenai penyelesaian tindak pidana
penipuan travel haji dan umrah, danpandangan hukum Islam terhadap
pertangngungjawaban tindak pidana penipuan travel haji dan umrah dalam
hukum positif.
BabVPenutup, Pada bab ini akan diuraikan kesimpulandari bab-bab
sebelumnya dari kesimpulan yang diperoleh tersebut penulis memberikan saran
sebagai refleksi bagi semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung.
21
BAB II
PERTANGGUNGAWABAN DALAM HUKUM PIDANA
A. Pengertian Pertanggungawaban Pidana
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,
bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan, perbuatan
pidana adalah perbuatan yang oleh suatu perbuatan hukum dilarang dan
diancam pidana, tergantung kepada apakah dalam melakukan itu orang tersebut
memiliki kesalahan.21 Dengan demikian, membicarakan pertanggungawaban
pidana mau tidak mau harus didahului dengan pejelasan tentang pidana. Sebab
seseorang tidak bisa meminta pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih
dahaulu ia melakukan perbuatan pidana. Dan tidak adil jika tiba-tiba seseorang
harus bertanggungjawab atas suatu tindakan, sedang ia sendiri tidak melakukan
tindak tersebut.22
Dalam hukum pidana, konsep “pertanggungajawaban” merupakan
konsep sentral yang dikenal dengan aran kesalahan. Dalam bahasa Latin, ajaran
kesalahan dikenal dengan sebutan mens rea. Doktrin ini dilandaskan pada suatu
perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran orang
21Moelatno, Asas-asas Hukum Pidana, (jakarta : Rineka Cipta, 1993), hlm. 54. 22Roeslan Saleh, Perbuatan pidana dan Pertanggungajwaban Pidana ; Dua Pengertian
DasarHukum Pidana, (Jakarta : Aksara Baru, 1983), hlm. 20-23.
21
22
itu jahat. Dalam bahasa Inggris doktrin tersebut dirumuskan dengan an act does
not make a person quilty, unless the mind is legally blameworty. Berdasarkan
asas tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidana
seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarang/perbuatan pidana (actus
reus), dan ada sikap batin jahat/tercela (mens rea).23
Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diterkannya celaan yang
obyektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subyektif yang ada
memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbutannya itu. Dasar adanya
perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya
pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat perbuatan pidana
hanya akan dipidana jika ia mempuyai kesalahan dalam melakukan perbuatan
pidana tersebut.24
Oleh karena itu, pertanggungawjawaban pidana adalah
pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya.
Tegasnya, yang dipertanggungjawaban orang itu adalah tindak pidana yang
dilakukannya. Dengan demikian, teradinya pertanggungjawaban pidana karena
telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban
pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh
23Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (jakarta : Sinar Grafika, 2011), hlm. 156. 24Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawan Pidana, hlm. 75
23
hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan
menolak” suatu perbuatan tersebut.25
Sudarto, sebagaimana dikutip oleh Mahrus Ali mengatakan bahwa
dipidanya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi
meskipun perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-undang
dan tidak dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat penatuhan
pidana. Untuk pemindanaan masih adanya syarat untuk penjatuhan pidana,
yaitu orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah.
Orang tersebut harus dipertanggungjawabkan atas perbuatannya atau jika
dilihat dari sudut perbuatannya, perbuatannya baru dapat
dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut.26
Berdasarkan penelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kesalahan
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memindana seseorang. Tanpa
itu, pertanggungjawaban pidana tidak pernah akan pernah ada. Makanya tidak
heran jika dalam hukum dikenal asas, “tiada pidana tanpa kesalahan”, (geen
straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir rea). Asas kesalahan ini
merupakan asas yang fundamental dalam hukum pidana, demikian
fundamentalnya asas tersebut sehingga meresap dan menggema dalam hampir
25Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada
TiadaPertanggungjawan Pidana Tanpa Kesalahan, (jakarta : Kencana, 2011), hlm. 71 26Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana , hlm. 156-157
24
semua ajaran penting dalam hukum pidana. Asas ini juga tidak tersebut dalam
hukum tertulis tapi dalam hukum yang tak tertulis yang uga di Indonesia
berlaku. Hukum pidana fisikal tidak memakai kesalahan. Di sana kalau orang
telah melanggar kewajiban ketentuan, dia diberi pidana denda atau rampas.27
Aturan mengenai pertanggungawaban pidana bukan merupakan standar
prilaku yang waib ditaati masyarakat, melainkan regulasi mengenai bagaimana
memperlakukan mereka yang melanggar faktor penentu bagi
pertanggungjawaban pidana. Tidak ada kesalahan, terutama penting bagi
penengak hukum untuk menentukan apakah seseorang yang melakukan tindak
pidana dapat dipertanggungawabkan dan karennya patut dipidana.
Aturan hukum mengenai pertanggungjawaban pidana berfungsi sebagai
penentu syarat-syarat yang harus ada pada diri seseorang sehingga sah jika
dijatuhi pidana. Penentu apakah seseorang patut dicela karena perbuatannya, di
mana wujud celaan tersebut adalah pemidanaan. Tekannya justru pada fungsi
meletimasi tindakan penengak hukum untuk menimpakan nesatapa pada
pembuat tindak pidana. Dengan keharusan untuk tetap menjaga keseimbangan
antara tingkat ketercelaan seseorang karena melakukan tindak pidan dan
penentuan berat ringannya nestapa yang menajadi konsekuensinya. Aturan
mengenai pertanggungjawaban pidana merupakan saringan pengenaan pidana,
27Moejatno, Asas-asas Hukum Pidana, ( Jakarta: Rineka Pratama)hlm. 153.
25
yaitu hanya dapat diterapkan terhadap mereka yang memiliki kesalahan dan
pidana yang dikenakan sebatas kesalahannya tersebut.28
Berdasarkan aturan ini, pertanggungawaban pidana justru didesain
dalam perspektif positif, yaitu sebagai obyek regulasinya adalah aparat negara.
Dalam hal ini aparat yang berwenang mengaktualisasi adanya kesalahan pada
diri seseorang. Dan apabila aturan tindak pidana bukan hanya tertuju para
pelaku kejahatan, tetapi juga anggota masyarakat yang berpotensi
melakukannya, maka atauran tentang pertanggungjawaban pidana
hanyaberkenaan dengan mereka yang ternyata telah melakukan tindak pidana
tersebut. Kenyataanya bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak
pidana bersambungan dengan penilaian kesalahan pada dirinya karena perbutan
itu. Dominasi aparatur hukum untuk menentukan kesalahan ini yang berada
dalam subtansi regulasi tentang pertanggungawaban pidana.29
B. Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana
Dalam pengertian hukum pidana dapat disebut ciri atau unsur kesalahan
dalam arti yang luas, yaitu :
1) Dapatnya dipertanggungjawabkan pembuat.
28Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan, hlm 17. 29Konsep pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana mengalami perkembangan sejak
diakuinya koorporasi sebagai subyek hukum pidana di samping manusia. Lihat Mahrus Ali , Dasar-
dasar Hukum Pidana, (Jakrta: Rineka Cipta , 1994), hlm. 130
26
2) Adanya kaitan fsikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu
adanya sengaja atau kesalahan dalam arti sempit (culpa).
3) Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapus dapatnya
dipetanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.30
Unsur yang ketiga dapat dilihat kaitannya antara kesalahan dan
melawan hukum. Tidak mungkin ada kesalahan tanpa adanya melawan
hukum. Tetapi seperti dikatakan oleh Vos, mungkin ada melawan hukum
adanya kesalahan. Melawan hukum adalah mengenai perbuatan yang
abnormal secara obyektif. Kalau perbuatan itu sendiri tidak melawan
hukum berarti bukan perbuatan obnormal. Untuk hal ini tidak lagi
diperlukan jawaban siapa pembuatnya. Kalau perbuatan sendiri tidak
melawan hukum berarti pembuatnya tidak bersalah. Kesalahan adalah unsur
subyektif, yaitu untuk pembuat tertentu.
C. Kemampuan Pertanggungawaban Pidana
Kemampuan bertanggungawaban dapat diartikan sebagai kondisi
batin yang normal atau sehat dan mampunya akal seseorang dalam
membeda-bedakan hal yang baik dan yang buruk, atau dengan kata lain,
30Andi Hamzah , Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), hlm. 130.
27
mampu untuk menginsyafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan
sesuai dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan kehendak.31
Untuk yang pertama yang dapat dijelaskan sebagai berikut keadaan
jiwa orang pada umunya (normal) memiliki kebebasan atau untuk
menentukan kehendaknya. Untuk syarat yang kedua orang yang normal
pada umumnya memiliki kemampuan menilai tentang kemampuan menilai
tentang perbuatan yang dia lakukan beserta akibatnya. Ia mampu menilai
akibat apa yang timbul dari perbuatan itu baik atau tercela. Sementara itu,
perihal yang ketiga adalah mengenai kemampuan bertanggungjawab dalam
hubungannya dengan sifat melawan hukum subektif. Artinya untuk memiliki
pertanggungjawan pidana pada pembuat ialah apabila keadaan iwanya
sedemikian rupa sehingga memiliki kesadaran atau keinsyafan bahwa
pembuat yang (akan) dilakukan itu adalah pembuat yang tercela, dilarang
baik maupun menurut masyarakat.32Andi Zainal Abidin mengatakan bahwa
kebanyakan undang-undang merumuskan syarat kesalahan secara negatif.
KUH-Pidana diseluruh dunia pada umunya tidak mengatur tentang
kemampuan bertanggungjawab. Dana yang diatur ialah kebalikannya, yaitu
ketidak kemampuan bertanggungjawaban. Demikian halnya dengan
ketentuan Pasal 44 KUH-Pidana yang berbunyi:
31Ibid., hlm. 131 32Drs. Adam Chazawi, Pelaaran hukum pidana (akarta : Raawali Pers, 2011), hlm.149-
150
28
(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, disebabkam karena jiwanya cacat
dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertannggungjawabkan
padanya disebabkan karena iwanya cacat dalam tubuhnya atau
terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan
supaya orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit, paling lama satu
tahun sebagai waktu percobaan.33
Pasal ini menentukan bahwa pelaku perbuatan pidana baru bisa
dianggap tidak mampu bertanggungawabkan atas perbutannya, apabila
dalam dirinya terjadi salah satu diantara dua hal, berikut ini :
1. Jiwa pelaku mengalami cacat mental sejak pertumbuhannya, hingga
akalnya menjadi kurang sempurna untuk membedakan antara yang
baik dan buruk .
2. Jiwa pelaku mengalami gangguangan kenormalan yang disebabkan
oleh suatu penyakit, hingga akalnya menadi kurang berfungsi
secara sempurna atau kurang optimal untuk membedakan hal-hal
yang baik dan yang buruk.
33KUHP, hlm 27
29
BAB III
TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENIPUAN
HAJI DAN UMRAH
A. Definisi Tindak Pidana
1 . Pengertian Tindak Pidana
Menurut Moeljatno tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman atau sanks iyang
berupa pidana tertentu,bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.34
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana
(yuridisnormatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara
yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis
normatif adalah perbuatan sepertiyang in-abstacto dalam perbuatan pidana.
Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang
menyalahi norma yang hidup dimasyarakat secara konkrit.35Oleh sebab itu
setiap perbuatan yangdilarang oleh undang-undang harus dihindari dan
barang siapa melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Jadi larangan-
larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap
34Moeljanto,PerbuatanPidanadan Pertanggungjawabanpidana.(Jogjakarta,1978), hlm.54 35TriAndrisman,HukumPidanaAsas-AsasdanDasarAturanUmumHukumPidanaIndonesia,
(BandarLampung,Unila,2011).Hlm.69
29
30
warga Negara wajib dicantumkan dalam undang-undang maupun peraturan-
peraturan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah.36
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam
undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan
kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan
mempertanggungjawaban perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai
kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan
perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normative
mengenai kesalahan yang dilakukan.37Tindak pidana adalah hasil dari factor-
faktor yang beraneka ragam dan bermacam-macam Dan bahwa faktor-faktor
itu dan untuk selanjutnya tidak bisa disusun menurut ketentuan yang berlaku
umum tanpa ada pengecualian atau dengan perkataan lain, untuk menerangkan
kelakuan kriminal memang tidak adateori ilmiah.38
36P.A.F.Lamintang, DasarDasa
rHukumPidanaIndonesia.PT.CitraAditytaBakti.Bandung.1996.hlm.7
37 Andi Hamzah, Bungga Rampai Hukum Pidana dan acara pidana, Ghalia Indonesia Jakarta,
2001, hlm 22
38HariSaherodji,Pokok-PokokKriminologi,Bandung:AksaraBaru,Bandung,1980,
hlm.12
31
2. Unsur-UnsurTindakPidana
Berdasarkan pengertian tindak pidana diatas dapat ditemukan
beberapa unsur yang terkandung dalam suatu tindakan perlu kita ketahui
beberapa pendapat sarjana mengenai unsur-unsur tindak pidana yaitu suatu
tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
menurut P.A.F.Laminating dan C.Djiman Samosir pada umumnya memiliki
dua unsur yakni subyektif yaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku unsur
obyektif yaitu unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan.39
Unsur subyektif dari suatu hukum pidana adalah :
a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolusatau culpa)
b. maksud atau voornemen pada suatu percobaan
c. Macam-macam maksudatau oogmerk
d. Merencankan terlebih dahulu atauvoobedachte raad
e. Perasaan takut atauvress
UnsurObjectif dari suatutindak pidanaadalah :
a . Sifat melanggar hukum
b . Kualitas dari pelaku
39P.A.F.Lamintang, danC. Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, Tarsito, Bandung, 1981
hlm.193.
32
c .Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab
dengan suatu kenyataan sebagai akibat.40
B. Pengertiaan Penipuan
Pengertian dari penipuan menurut Kamus Besar Bahasa Bahasa
Indonesia dari kata dasar penipuan yaitu tipu adalah perbuatan atau perkataan
yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud menyesatkan,
mengakali, dan mencari untung. Sedangkan penipuan adalah proses, perbuatan,
cara menipu.41
Kejahatan penipuan di dalam bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal
378 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian keboongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang atau
sesuatu kepadanya, atau memberikan hutang atau menghapus piutang, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Sifat dari tindak pidana penipuan adalah dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan atau berbuat sesuatu dengan
mempergunakan upaya-upaya penipuan seperti yang disebutkan secara
40LedenMarpaung.ProsesPenangananPerkaraPidana,Sinar.Grafika,Jakarta.1992.hlm
.295 41 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pusata, 1990), hal. 952
33
limitative di dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan untuk
mengetaui sesuatu upaya yang dipergunakan oleh si pelaku itu dapat
menimbulkan perbuatan penipuan atau tindak pidana penipuan, haruslah
diselidiki apakah orang yang melakukan atau pelaku tersebut mengetaui bahwa
upaya yang dilakukannya bertentangan dengan kebenaran atau tidak.
Seseorang yang melakukan suatu tindak pidan penipuan biasanya
berkata bohong atau dengan tipu muslihat untuk mendapatkan suatu
keuntungan dan telah merugikan orang lain secara melawan hukum makatelah
melakukan suatu tindak pidana yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Pasal 378 tentang Tindak Pidana Penipuan.
Menurut Moc.Anwar, dalam bukunya Hukum Pidana Bagian Khusus
bahwa tindak pidana penipuan atau penipuan adalah “membujuk orang lain
dengan tipu muslihat, rangkaian kata-kata bohong, nama palsu, keadaan palsu
agar memberikan sesuatu”
C. Unsur-Unsur Penipuan
1 . Unsur Objektif
Unsur-unsur objektif yang mengiputi perbuatan (menggerakkan), yang
digerakkan (orang), perbutan itu ditunjukan pada orang lain (menyerahkan
benda, memberi utang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan
perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat,
memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan.
34
Perbuatan mengerakan (Bewegen).Kata begwendapat juga diartikan
dengan istilah membujuk atau menggerakkan hati.Dalam KUHP sendiri tidak
memberikan keterangan apapun tentang isitilah begwen. Menggerakkan dapat
didefinisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh
kepada orang lain, karena objek yang dipengaruhi yakni yang abstrak, dan akan
terliat bentuknya secaara kongkrit bila diubungkan dengan cara melakukannya,
dan cara melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa
dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benardan dengan perbuatan yang
tidak benar.42
Di dalam sebuah penipuan, menggerakan diartikan dengan cara-cara
yang didalamnya mengandung ketidak benaran, palsu dan bersifat
membohongi atau menipu.Yang digerakkan adalah orang.Pada umunya orang
yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang
menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan
itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan
pasal 378 KUHP tidak sedikpun menunjukkan bahwa orang yang menyerakan
benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bias juga oleh selain
yang digerakkan, asalkan orang lain atau pihak ketiga menyerahkan benda itu
atas perintah atau kehendak orang yang digerakkan.
42Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2003). Hal. 27
35
2 . Unsur Subyektif
Unsur-Unsur subyektif dari penipuan, meliputi antara lain
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum.
Maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dalam hal ini
maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan menggerakkan harus
ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yaknu berupa
unsur kesalahan dalam penupuan. Terhadap sebuah kesengajaan harus
ditujukan pada menggutungkan diri, juga ditunjukan pada unsur lain
dibelakangnya, seperti unsur melawan hukum, menggerakkan,
menggunakan nama palsu dan lain sebagainnya. Kesengjaan dalam maksud
ini harus suda ada dalam diri si pelaku, sebelum atau setidak-tidaknya pada
saat memulai perbuatan menggerakkan.Menguntungkan artinya menambah
kekayaan dari yang suda ada. Menambah kekayaan ini baik bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain.43
Sedangkan maksud dari dengan melawan hukum, dalam hal ini unsur
maksud sebagaimana yang diterangkan di atas, juga ditunjukkan pada unsur
melawan hukum. Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud yang
melawan hukum. Unsur maksud dalam rumusan penipuan ditepatkan
43Kombes. Pol. Dr. ISMU gunadi, S.H., CN., MM, Dr. Joaedi Efendi, S.HI,. M.H, Cepat
& Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta, Kencana, 2014) hal : 150
36
sebelum unsur melawan hukum, yang artinya unsur maksud itu juga harus
ditunjukan pada unsur melawan hukum disini adalah berupa unsur subyektif.
Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidak-tidaknya ketika memulai
perbuatan menggerakkan, pelaku telah memiliki kesadaran dalam dirinya
bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan
perbuatan itu adala melawan hukum.
Melawan hukum di sini tidak semata-mata diartikan sekedar dilarang
oleh undang-undang atau melawan hukum formil, melainkan harus diartikan
yang lebih luas yakni juga bertentangan dengan apa yang dikendaki
masyarakat, suatu celaan masyarakat. Karena unsur melawan hukum ini
dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka menjadi wajib dibuktikan
dalam persidangan. Perlu dibuktikan disini adalah si pelaku mengerti
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan
orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan
sebagai hal yang dicela masyarakat.
D. Sanksi Tindak Pidana Penipuan
Mengenai sanksi untuk tindak pidana penipuab telah dijelaskan
sebelumnya, yang telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Pada Bab XXV Pada pokonya dalam Pasal 378 KUHP, yaitu:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
37
palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian keboongan, menggerakan orang
lain untuk menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya, atau memberikan
hutang atau menghapus piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun”44
Berdasarkan isi diatas, bahwa penipu tindak penipuan pada pokonya,
sanksi maupun ukuman maksimal adalah empat tahun penjara. Sedangkan
untuk tindak pidana penipuan ringan telah diatur dalam pasal KUHP,
yaitu:perbuatan yang dirumuskan didalam pasal 378, jika barang yang
diserahkan itu bukan ternak dan harga dari pada barang, hutang atau piutang
itu tidak lebih dari dua puluh lima ribu rupiah diancam sebagai penipuan ringan
dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
dua ratus lima puluh rupiah.45
E. Kewajiban Haji dan Umroh
Dalam Islam dikenal dengan “hajjatul Islam” yaitu kewajiban haji
yang wajib dilakukan sekali seumur hidup. Setelah itu, jika haji lagi
hukumnya sunnah saja. Wajibnya haji bagi yang memiliki kemampuan
merupakan kesepakatan jumhur ulama. Allah Ta’ala memerintahkan dalam
Al-Quran,
غن عن العالمي وللذ نذ اللذليه سبيل ومن كفر فا
تطاع ا عل النذاس حجه البيت من اس
443 kitab undang-undang hukum, KUHPer, KUHAP,(Gramedia press), hlm 578. 45 Ibid, hal 579
38
Artinya :“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah;
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.46
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
ية وجوب الحج عند الجمهور هذه ٱ
“Ini adalah ayat yang menunjukkan wajibnya haji menurut pendapat jumhur
ulama”
Ibnu Al-Mundzir mengatakan bahwa ini adalah ijma’, beliau berkata,
:وٱ جمعوا ٱ ن عل المرء في عمره حجة واحدة ل ٱ ن ينذر نذرا، فيجب عليه الوفاء به حجة الإسلم اإ
“Para ulama telah bersepakat bahwa wajib bagi seorang muslim untuk
menunaikan ibadah haji sekali seumur hidup, yaitu (disebut) haji Islam
kecuali (setelah berhaji) dia bernadzar (untuk berhaji lagi), maka wajib
baginya menunaikan haji nadzarnya”
وا الحجذ والع وٱتمه مرة لل
Artinya: “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah.47”
Pada ayat ini, haji dan umrah disebut secara bergandengan
menunjukkan kesatuan yang wajib.Dalil lainnya bahwa wanita diperintahkan
46 Qs. Al Imran: 97 47 Qs. Al Baqarah: 196
39
wajib berjihad, yaitu dengan haji dan umrah.Jika wanita saja wajib maka
bagaimana dengan laki-laki48.
48
https://muslimah.or.id/6453-haji-dan-umrah-wajib-sekali-seumur-hidup.html diakses
pada 05 Mei 2019 pukul 12.00 Wib.
40
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Penipuan Travel Haji dan Umrah
Pelaksanaan perjanjian pemberangkatan Ibadah Haji dan umroh antara
Biro Penyelenggara Ibadah Haji dan umroh dengan calon jamaah Haji dan
Umroh. Bentuk perjanjian Pemberangkatan Ibadah Haji dan Umrah antara
pihak Biro Haji dengan calon jamaah dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu;
dengan mengisi formulirpendaftaran yang diisi oleh pihak jamaah dan
selanjutnya kedua belah yaitu calon jamaah Haji dan Umrah dengan pihak biro
membubuhkan tanda tangan yang menjadi bukti kesepakatan. Selain itu
terdapat dalam brosur janji tersebut juga diucapkan secara lisan oleh pihak biro
pada saat pelatihan manasik di masing masing tempat yang telah ditentukan
oleh masing-masing biro penyelenggaraan ibadah haji dan umroh.49
Pelaksanaan perjanjian pemberangkatan haji dan umroh tidak sesuai
dengan Keputusan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggara Ibadah Haji Nomor D/348 Tahun 2003 yang mewajibkan Biro
Haji untuk membuat serta menandatangani perjanjian dengan setiap calon
jamaah yang berisi hak serta kewajiban kedua belah pihak, pencantuman hak
serta kewajiban masing-masing secara rinci dalam suatu perjanjian dilakukan
49Subekti ,Hukum Perjanjian, (Jakarta PT,Intermasa) Hlm.1
40
41
agar masing-masing mendapatkan suatu perlindungan serta untuk
mengantisipasi adanya wanprestasi anatara kedua belah pihak.
Apabila salah satu pihak lalai serta tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana sudah diatur dalam ketentuan maka salah satu pihak tesebut dapat
dikatakan melakukan wanprestasi. Wanprestasi adalah suatu keadaan
dimanadebitur disebabkan karena kealalaian atau kesalahannya tidak
memenuhi prestasisesuai yang ditetapkan dalam perikatan. Apabila si berutang
(debitur) tidakmelakukan apayang dijanjikannya maka dikatakan ia melakukan
wanprestasi. Ia alpa atau lalai dari perjanjian atau juga ia melanggar perjanjian,
bila iamelakukanatau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.
Wanprestasi atau tidak di penuhinya janji dapat terjadi baik karena disengaja
maupun tidak di sengaja. Pihak yang tidak sengaja wanprestasi ini dapat terjadi
karena memang tidak mampu memenuhi prestasi tersebut atau juga karena
terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. Wanprestasi dapat berupa:
1) Sama sekali tidak memenuhi prestasi,
2) Prestasi yang dilakukan tidaksempurna,
3) Terlambat memenuhi prestasi, dan
4) Melakukan apa yang dalamperjanjian dilarang untuk dilakukan.50
Apabila salah satu pihak lalai dalam melaksanakan perjanjian yang
disepakati tentu hal tersebut telah melanggar ketentuan yang telah disepakati
50Ahmad Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada), hlm
95
42
olehkedua belah pihak, salah satu pihak bisa dikatakan melakukan
wanpreastasi, makadari itu Penyelenggara Ibadah Haji Khusus dalam
menyelesaikan permasalahantersebut adalah sebagai berikut:
1) Menerima pengaduan dari pihak jamaah,
2) Menyelesaikan dengan jalan Musyawarah untuk mencapai mufakat atau
dengancara perdamaian, dan
3) Pembayaran ganti rugi.51
Perjanjian tertulis tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang
sempurna apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, karena dalam hal ini
penulis mengamati kecurangan tidak saja dilakukan oleh pihak Pihak Biro
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji dan umrah saja tetapi jamaah pun juga
dapat melakukan kecurangan tersebut seperti tidak melunasi biaya pelunasan
yang tidak sesuaidengan kesepakatan atau melunasi tetapi terlambat, hal
tersebut menyebabkan kerugian bagi biro itu sendiri.
Maka dari itu selain kesepakatan lisan yang dilakukan alangkah lebih
baiknya bahwa kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian
tertulis yang secara rinci menyebutkan ketentuan yang disepakati bersama
sehingga apabila terjadi cidera janji maka para pihak dapat menjadikan
perjanjian tersebut sebagai bukti untuk penuntutan haknya, karenamenurut
51Anggita Ning Tyas Sari, Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Pelaksanaan
PerjanjianPemberangkatan Ibadah Haji Antara Biro Penyelenggara Ibadah Haji Khusus Dengan
Calon Haji Plus, Skirpsi, Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2015
43
pengamatan penulis Biro Haji hanya menyampaikan janji-janjinya
dalambentuk brosur padahal brosur itu tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikatyang dapat diajukan pertanggungjawaban.
Suatu perjanjian antara pihak penyelenggara ibadah umroh harus
memiliki tujuan tertentu yaitu untuk pelaksanaan ibadah haji dan umroh yang
sesuai dengan syarat sahnya suatu perjanjian. Serta perjanjian antara pihak
penyelenggara ibadah haji dan umroh dengan jamaahnya harus merupakan
sebab yang halal yaitu kegiatan yang diperjanjikan disini adalah suatu ibadah
yang sifatnya halal sesuai dengan Al-Qur’an suratAl-Baqarah ayat 196 tentang
perintah untuk pelaksanaan ibadah umroh, atau tidak melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan. Jadi, perjanjian antara para pihak tersebut telah
sah karena telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang telah diatur
dalam hukum perikatan tersebut. Apabila perjanjian tidak tertulis atau secara
lisan terjadi perselisihan, maka akan sulit dalam hal pembuktiannya. Karena,
disamping harus dapat menunjukkan saksi-saksi, juga itikad baik dari pihak-
pihak dalam perjanjian itu.kesepakatan tersebut sesuai dengan asas konsensual,
asas yang menitik beratkan keharusan pada suatu perjanjian tersebut, harus
memiliki kata sepakat antara para pihak yang terikat atas perjanjian tersebut.
Dengan kata lain perikatan lahir dari perjanjian sejak tercapainya kesepakatan,
tanpa memerlukan formalitas dari perjanjian tersebut.Pelaksanan prestasi
berupa kewajiban dan syarat (promissory condition), karena adanya suatu
kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak sesuai janji yang telah
44
disepakati tanpa dilakukan secara tertulis atau formal dan disebut syarat karena
kewajiban tersebut akan dilaksanakan dengan syarat jamaah sudah
melaksanakan prestasinya terlebih dahulu.
Perjanjian antara para pihak dalam pelaksanaan ibadah umroh disini
berdasarkan pada brosur yang menjadi kewajiban bagi pihak penyelenggara
ibadah umroh. Kewajiban pihak perusahaan penyelenggara ibadah umroh
terhadap jamaahnya dari mulai sebelum keberangkatan, mulainya
keberangkatan sampai kembali ke tanah air yaitu sesuai dengan Pasal 45
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji:
1. Menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan
2. Memberangkatkan dan memulangkan jamaah sesuai dalam masa berlaku
visa umroh di Arab Saudi dan sesuai periode dari paket yang ditawarkan
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Memberikan pelayanan kepada jamaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang
disepakati antara pihak perusahaan penyelenggara ibadah umroh dan jamaah
4. Melapor kepada perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat
datang di arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia.
Hal ini telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan adanya kewajiban
pihak perusahaan penyelenggara ibadah umroh maka, pihak penyelenggara
dapat dikenai sanksi administratif apabila melanggar.Karena kewajiban pihak
perusahaan penyelenggara ibadah umroh tersebut telah di atur dalam undang-
45
undang yang berlaku.Sanksi administratif yang dimaksud adalah sanksi yang
tertuang dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi
terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang
melakukan wanprestasi untuk menuntut ganti rugi. Sehingga, oleh hukum
diharapkan tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi
tersebut.
Wanprestasi dimulai pada saat pihak penyelenggara ibadah umroh tidak
melakukan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan dan lalai
melaksanakannya. Maka suatu wanprestasi penyelenggara ibadah umroh, suatu
perbuatan hukum yang menyebabkan salah satu pihak dirugikan serta berada
dalam keadaan lalai sesuai dengan Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dan keadaan lalai dari pihak penyelenggra ibadah umroh dengan
adanya suatu pernyataan lalai dan telah diberi suatu peringatan tertulis tentang
pemenuhan kewajibannya terhadap perjanjian.52
Pada Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Suatu
perjanjian yang tidak dilaksanakan karena adanya suatu unsur kesalahan atau
kelalaian yang pada prinsipnya suatu wanprestasi membutuhkan pernyataan
lalai (somasi) dan tentang jangka waktu perhitungan ganti rugi yang dapat
dituntut, serta jenis dan jumlah ganti rugi yang dapat dituntut dengan dalil
52 Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi oleh J Somasi, http//www.hukumonline.com.
diakses pada tanggal 7 mei 2019, pukul 23.12
46
wanprestasi. Kecuali, tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena alasan-alasan
force majeure, yang umumnya membebaskan pihak yang tidak memenuhi
prestasi (untuk sementara atau untuk selama-lamanya).
Pembuktian terjadinya wanprestasi perusahaan penyelenggara ibadah
umroh pasti memiliki alasan mengapa kontrak tidak dibuat oleh para
pihak.Sebagian besar sengketa yang terjadi timbul karena rangkaian
kalimat.Setiap kontrak yang telah disepakati dan dibuat secara tertulis memiliki
konsekuensi berdasarkan peraturan yang berlaku.Terdapat 2 (dua) alasan
primer terhadap penegakan suatu kontrak.
Pertama adalah bahwa kesepakatan para pihak dalam kontrak tadi tidak
sungguh-sungguh. Kedua adalah,Itikad baik dalam kebebasan berkontrak,
Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi oleh J. Satrio,bahwa kontrak tadi tidak
memenuhi persyaratan undang-undang yaitu dalam kontrak tertentu harus
dalam bentuk tertulis.53
Dengan adanya suatu unsur serta hal-hal yang mencerminkan suatu
pembuktian adanya kecurangan oleh salah satu pihak maka, bukti-bukti dapat
diketahui dari pihak jamaah yang telah menjalani atau yang sudah mengikuti
ibadah umroh dengan menggunakan jasa dari perusahaan penyelenggara ibadah
umroh.
53Soedjono Dirdjosiworo, Misteri Kontrak Bermasalah, Bandung, Mandar Maju, 2002, hal 35
47
Suatu akibat muncul karena adanya wanprestasi atau tidak memenuhi
kewajiban dari salah satu pihak Dalam hal suatu tindakan pelanggaran yang
dilakukan oleh pihak penyelenggara ibadah umroh sanksi yang dikenakan yaitu
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terjadi dari beberapa
pelanggaran yang dilakukan yaitu: “penyelenggara perjalanan ibadah umroh
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan tingkat kesalahannya, yang
berupa : a. Peringatan b. Pembekuan izin penyelenggaraan atau c. Pencabutan
izin penyelenggaraan.”54
B. Penyelesaian tindak pidana penipuan haji dan umroh
Di Indonesia, penegakan hukum tindak pidana tidak hanya dilakukan
oleh Kepolisian saja. Ada sistem peradilan pidana, dimana peran Kepolisian,
Kejaksaan, dan Pengadilan yang tergabung dalam criminal justice system
merupakan satu kesatuan dalam penegakan hukum di Indonesia, termasuk
dalam penegakan hukum tindak pidana penipuan calon jamaah umroh yang
sedang hangat-hangatnya terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.
Dari ketiga instansi tersebut, peran Kepolisian sebagai garda terdepan
di dalam setiap penegakan hukum yang terjadi di masyarakat sangat vital,
karena dari sana lah proses penegakan hukum itu dimulai yaitu melalui proses
penyidikan.
54Pasal 46 ayat (1), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggara Ibadah
Haji dan Umrah
48
Penyidikan terhadap kasus tindak pidana penipuan calon jamaah umroh
yang sudah dilakukan oleh Kepolisian saat ini, masih cenderung
mengedepankan pasal penipuan atau penggelapan dalam proses penyidikannya.
Ini dapat kita lihat dari penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian di
Jawa Tengah terhadap CV Iqro Management yang didakwa dengan pasal
penipuan yang ada di KUHP saja yaitu Pasal 378 jo Pasal 65 (1) KUHP karena
melakukan penipuan berkelanjutan terhadap nasabahnya.
Contoh kasus lainnya adalah dari putusan PN Depok Nomor :
84/Pid.B/2018/PN.DpkTelah mendengar tuntutan Penuntut Umum yang
dibacakan dimukapersidangan tanggal 7 Mei 2018 yang pada pokoknya
menuntut, supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok yang memeriksa
dan mengadili perkara ini memutuskan :
1. Menyatakan Terdakwa SITI NURAIDA HASIBUAN alias KIKI telah
melakukan tindak pidana “Penipuan secara bersama-sama dengan
berlanjut”sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Pertama
Kesatu Pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1)
KUHP DanTelah melakukan tindak pidana “menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang
atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana Penipuan
yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dimaksud
49
dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul Harta Kekayaandilakukan bersama-sama dengan berlanjut”, dalam
dakwaan Kedua melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan danPemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo
pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa SITI NURAIDA HASIBUAN alias
KIKIdengan pidana penjara selama 18 (delapan belas ) tahun dikurangi
selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah Terdakwa tetap
ditahan dan denda sebesar Rp 5.000.000.000,-(lima milyar rupiah) subsidiair
1 (satu) tahun kurungan
perlu diketahui bahwa di Indonesia juga menganut asas lex specialis
derogat legigenerali, dimanaasas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa
hukum yang bersifat khusus (lexspecialis) mengesampingkan hukum yang
bersifat umum (lex generalis).
Jika kita mengacu kepadaasas tersebut, maka seharusnya tindak pidana
penipuan terhadap calon jamaah umroh yang selama initerjadi di Indonesia
lebih tepat apabila menggunakan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2008
TentangPenyelenggaraan Ibadah Haji yang di dalamnya juga mengatur adanya
sanski pidana bagi yangmelanggar ketentuan terkait penyeenggaraan ibadah
umroh.
Dalam KUHP memang mengatur tentang Concursus atau gabungan
dalam tindak pidana. Apabila dilihat dari kasus CV Iqro Management,
50
kemungkinan yang dilakuakan oleh Penyidik Polri adalah melihat dari ancaman
pidana yang teberatnya dalam kasus penipuan calon jamaah umroh tersebut,
karena memang dalam KUHP yang mengatur tentang concurcus jika sesuatu
perbuatan termasuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana, maka hanyalah satu
saja dari ketentuan-ketentuan itu yang dipakai, jika pidana berlain, maka yang
dipakai ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya.
Namun perlu diingat bahwa, penjelmaan asas lex specialis derogat legi
generali sebenarnya juga sudah tergambar secara jelas dalam KUHP terkait
dengan concurcus, karena di pasal 63 KUHP tersebut juga menyatakan bahwa
bagi sesuatu perbuatan yang dapat dipidana karena ketentuan pidana umum,
ada ketentuan pidana khusus, maka ketentuan pidana khusus itu sajalah yang
digunakan. Di Bab XV Undang Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, sudahjelas mengatur tentang ketentuan pidana
bagi setiap orang secara individu maupun Biro Penyelenggara Ibadah Umroh
yang melakukan pelanggaran terkait dengan penyelenggaraan ibadah umroh.
Di pasal 63ayat (2) disebutan bahwa:
”Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak bertindak sebagai
penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah dengan mengumpulkan dan/atau
memberangkatkan Jemaah Umrah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
51
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.55Pasal 43 ayat (2)
dalam kaitannya dengan Pasal 63 ayat(2) diatas berbunyi sebagai
berikut:“Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah dilakukan oleh Pemerintah
dan/atau biro perjalanan wisata yang ditetapkan oleh Menteri” Sedangkan
untuk Biro Penyelenggara Ibadah Umroh, ketentuan pidananya diatur dalam
Pasal 64 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, yaitu: “Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah
yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahundan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Pasal 45ayat (1)
kaitannya dengan Pasal tersebut diatas berbunyi sebagai
berikut:“Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah wajib memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. Menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan;
b. Memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlaku
visa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang
disepakati antara penyelenggara dan jemaah; dan
d.Melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat
55Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaran Ibadah
Umrah
52
datangdi Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia.56
C. Tinjauan Hukum Islam terhadap sanksi penyelenggaraan ibadah hajidan
umrah yang tidak memberangkatkan jama’ah haji di Indonesia
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penyelenggara Ibadah Haji Bagi Yang
Gagal Memberangkatkan Jama’ahnya. Islam adalah agama yang dasar-dasar
hukumnya bersumber dari Al Qur’an, hadist, dan Ar-ra’yu sehingga dalam
pelaksanaan hukumannya..
Islam adalah agama yang dasar-dasar hukumnya dari Al-Qur’an,
Hadist, dan Ar ra’yu, sehingga dalam pelaksaan hukumnya.Islam sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Adapun aturan-aturan yang telah
digariskan, islam sebagai sebagai agama rahmatanlil’alamin, senantisa
berisikan yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia, yang
akhir-akhir ini menjadi dalih semua orang untuk mendapatkan keadilan, bahkan
hukuman yang telah lama ada dan bersumber lansung dari Allah Swt.
Hukum pidana atau fiqh jinayah merupan bagian dari syariat islam yang
belaku semenjak di utus Rasulullah Saw. Oleh karenanya pada zaman Rasullah
Saw dan Khulafaur Rasyidin, hukum islam berlaku sebagai hukum publik.
Yaitu hukum yang diatur dan diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang
sah atau ulil amri.
56Nur Afrilia,Jurnal, Analisis Yuridis Tanggung Jawab Perusahaan Penyelenggara
IbadahUmrah Terhadap Jamaahnya, Vol 3 hal, 7, tahun 2015
53
Sebagaimana telah penulis jelaskan pada bab-bab terdahulu tentang
unsur-unsur jarimah penipuan baik menurut hukum Islam maupun unsur-unsur
penipuan menurut hukum pidana. Sehubungan dengan masalah yang terdapat
dalam bab-bab terdahulu, maka nilai meneliti beberapa nash baik AL-Qur’an
maupun dari sunnah Rasul, memang disana tidak menemukan ayat atau hadits
yang secara nyata menyinggung penipuan, namun begitu bukam berarti
penipuan tersebut dibolehkan atau hal tersebut tidak terjangkau oleh syari’at
Islam. Mengingat syari’at hukum Islam merupakan syari’at yang lengkap dan
sempurna serta dapat memenuhi tuntunan zaman. Sebagaimana firman Allah
dalam Surah Al-an’am ayat 38:
لك طنا في ٱ ا فرذ ٱمم ٱمثالكم مذ لذ
ناحيه ا ئ يطير ب لرض ول ط
ذة في ٱ ب ب من وما من دا ت
م ل رب ءم ثذ ا ون ش ش ي
Artinya : “Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-
burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan (umat juga) seperti
kamu. Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan”.57
Berbicara tentang perbuatan pidana penipuan yang didalm Al-Qur’an
tidak diterangkan secara jelas akan tetapi perbuatan tersebut merupakan salah
satu perbuatan-perbuatan yang di diharamkan karena perbuatan tersebut sangat
merugikan orang lain dan termasuk mengambil hak orang lain yang tertipu,
57QS.Al-An’am 38.
54
sedangkan mengambil hak orang lain itu hukumnya haram, berdasarkan firman
allah dalam surat an-nisa’ ayat 29:
ٱن تكون لذطل ا لب
لك بينك بأ ين ءامنوا ل تأ كوا ٱمو لذ
ا ٱ أيه م ول تقتلوا ي نك ت رة عن تراض م
كن بك للذ نذ ٱ
م ا رحيما ٱنفسك
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyanyang kepadamu.58
ketentuan hukum yang jelas dan terperinci tentang perbuatan pidana
penipuan tidak kita jumpai baik dalam nash Al-Qur’an maupun dalam As
sunnah, begitu juga tentang akibat terhadap pelanggaran yang disebabkan
karena perbuatan penipuan ini dikarenakan ayat-ayat hukum didialam Al-
Qur’an tidak seluruhnya bersifat tafsili akan tetapi sebagian bersifat ijma’li.
Didalam hal yang tidak terdapat ketentuan hukumannya, secara tegas
al-qur’an dan as-sunnah membolehkan ra’yu digunakan sebagai cara untuk
menetapkan hukum dengan pedoman pada dasar-dasar umum dan sumber-
sumber hukum Islam.
Ketentuan tindak pidana penipuan adalah produk pemerintah dan tidak
diatur didalam nash baik bentuk maupun hukumannya, maka tindak pidana
58QS, An-Nisa:29
55
penipuan itu dapat dikategorikan kepada ta’zir atas pelanggaran-pelanggaran
alal mukhalafat. Karena perbuatan yang dilarang dalam hal ini adalah
menimbulkan orang lain untuk menyerahkan suatu benda dengan melawan
hukum.
Ketentuan tindak pidana penipuan diserahkan kepada hakim untuk
menentukannya.Maksud pemberian hak ini adalah untuk memelihara
kepentingan sesuai dengan perkembangan zaman.Syarat bagi hakim dalam
menentukan hukuman harus sesuai dengan kepentingan masyarakat dan tidak
boleh bertentangan dengan nash-nash syara’ dan prinsip-prinsip umum.
Setelah dikemukakan hukuman yang diancam terhadap tindak pidana
penipuan , berikut ini hukuman menipu (merampas barang atau hak orang lain
secara diam-diam). Dalam hukum Islam disebutkan bahwa hukuman orang
yang merampas hak milik orang lain itu hukumnya haram, dari pernyataan
tersebut dapat diambil pengertian bahwa menipu itu dapat digolongkan dalam
jarimah ta’zir.
Jarimah ta’zir menurut hukum pidana Islam adalah tindakan yang
berupa edukatif (penganjaran) terhadap pelaku perbuatan dosa yang tidak ada
sanksi hadd dan kifaratnya. Atau kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat
edukatif dan hukumanya ditentukan oleh hakim, atau pelaku tindak pidana atau
pelaku perbuatan maksiat yang hukumnnya belum ditentukan.
56
Menurut istilah, Ta’zirt didefinisikan oleh mawardi “ta’zir adalah
hukuman yang bersifat Pendidikan atas perbuatan dosa yang hukumannya
belum diterapkan oleh syara’.”
Disebut dengan ta’zir, karena hukuman tersebut sebenarnya
menghalangi pelaku kejahatan untuk tidak kembali pada jarimah atau dengan
kata lain membuatnya jera. Sementara para Fuqaha’ mengartikan ta’zir dengan
hukuman yang tidak ditentukan oleh Al Qur’an dan hadits yang berkaitan
dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang berfungsi
untuk memberi pelajaran kepada pelaku kejahatan dan mencegahnya untuk
tidak mengulangi kejahatan yang serupa.
`Adapun tindak pidana yang tidak ditentukan oleh Al Qur’an maupun
Hadits disebut sebagai tindakan pidana ta’zir. Misalnya, tidak melaksanakan
amanah, mengina orang lain, menghina agama, dan suap.
Ciri khas ta’zir adalah:
a. Hukumanya tidak tertentu dan tidak terbatas. Artinya hukuman tersebut
belum ditentukan oleh syara’
b. Penentuan hukumanya tersebut oleh hakim.
Hukum-hukum jarimah ta’zir yaitu;
1) Hukuman mati
2) Hukuman cambuk
3) Hukuman kawan (penjara atau kurungan)
4) Hukuman Salib
57
5) Hukuman pengucilan
6) Hukuman ancaman, teguran, dan peringatan
7) Hukuman denda
8) Hukuman ta’zir berkaitan dengan harta
Adapun mengenai penipuan yang dilakukan oleh biro perjalanan haji
dan umrah yang gagal memberangkatkan jamaahnya adalah berakibat pada
pencurian uang, didalam fiqh jinayah dikategorikan kepada jarimah syariqah.
Jarimah Sariqah berarti mengambil harta milik seseoranf secara sembunyi-
bunyi dan dengan tipu daya.Sementara itu, secara terminologis definisi sariqah
dikemukakan beberapa ahli berikut.
a. Ali bin Muhamad Al-Jurjanji.
Sariqah dalam syariat islam yang pelakunya harus diberi
hukuman potong tangan adalah mengambil sejumlah harta senilai sepuluh
dirham yang masih berlaku, disimpan ditempat penyimpannya atau dijaga
dan dilakukan oleh seorang mukkalaf secara sembunyi-bunyi serta tidak
terdapat unsur subhat, sehingga barang itu kalau kurang dari sepuluh
dirham yang masih berlaku maka tidak dapat dikategorikan sebagai
pencurian yang pelakunya diancam hukuman potong tangan.59
b. Muhamad Al-Khatib Al-Syarbani (Ulama Mazhab Syafi’i)
59 Ali bin Muhammad Ar Jurjani, Kitab Al-Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al-Hikmah), hlm, 18
58
Sariqah sera bahasa berarti mengambil harta (orang lain) secara
sembunyi-bunyi dan secara istilah syara’ adalah mengambil harta (orang
lain) secara sembunyi-bunyi secara zalim, diambil dari tempat
penyimpananya yang biasa digunakan untuk menyimpan dengan berbagai
syarat.60
c. Wahbah Al-Zuhaili
Syariqah ialah mengambil harta milik orang lain dari
tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan secara
diam-diam sembunyi-bunyi. Termasuk dalam kategori mencuri adalah
mencuri informasi dan pandangan jika dilakukan secara sembunyi-
bunyi.61
d. Abdul Qadir Audah
Ada dua macam sariqah menurut syariat Islam, yaitu syariqah
yang diancam dengan ta’zir. Syariqah yang diancam dengan had
dibedakan menjadi dua, yaitu, yaitu pencurian kecil dan pencurian
besar. Pencurian kecil adalah mengambil harta milik orang lain secara
diam-diam. Sementara itu, pencurian besar adalah mengbil harta milik
60 Muhammad Khathib, Mughni Al-Muhtaj, (Beirut, Dar Al-Fikri) jilin IV hlm, 158 61 Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Al-Adillatuh, (Beirut, Dar Al-Fikri, 1997), cet. Ke-4
jilin VII,hlm, 5442
59
orang lain dengan kekerasan. Pencurian jenis ini juga disebut
perampokan.62
Dari beberapa rumusan definisi syariqah diatas, dapat disimpulkan bahwa
syariqah ialah, mengamil barang atau harta milik orang lain secara sembunyi-
bunyi ditempat penyimpanan yang biasa digunakan untuk menyimpan barang
atau harta kekayaan tersebut.
Berat timbangannya hukuman tindak piadana ada perbedaan yang
principal sekali dimana hukum positif memandang hukum tindak pidana
penipuan yang telah diperbuat oleh si pelaku hanya memperoleh akibat
hukuman yang diancam dengan hukuman penjara 4 tahun, hukaman ini hanya
bersifat penderitaan didunia saja. Setelah itu bebas dari hukuman. Sedangkan
pada hukum pidana islam tidak memandang demikian, bahwa orang yang
berbuat tindak pidana akan memperoleh ancaman hukuman yang lebih berat.
Meskipun didunia di dunia tidak Nampak hukam itu dan merasa tidak ada
hukuman dan bebas dari perbuatan tersebut, jangan dikira bahwa semua itu
sudah lepas dari dosa, namun semua itu ada pembalasan yang lebih keras dan
sangat pedih yaitu yaitu hukuman allah diakhirat nanti.
Oleh karena sanksi hukuman ta’zir tentang penipuan tidak ditentukan
karena nash syari’atnya diserahkan kepada pandangan hakim. Sanksi
62Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islami, (Beirut: Mu’asasah Al-Risalah, 1992)
jilid II hlm, 514
60
hukumanya yang paling tepatnya diterapkan sepenuhnya tergantung kepada
ijtihad hakim dengan syarat memiliki daya preventif, pembalasan dan
mendidik. Dari hukuman yang dapat ditetapkan dalam jarimah ta’zir adalah:
penjara, dibunuh, dipecat dari jabatan, dan sebagainya.
Jika hukuman tersebut dikaitkan dengan sanksi hukuman yang diatur
didalam KUHP maka sanksi hukuman yang hanya mencakup dua jenis, yaitu:
yaitu sanksi hukuman penjara dan denda adalah sejalan dengan hukuman islam
namun demikian jika dikaitkan dengan tujuan diadakan sanksi hukuman maka
ketentuan dalam KUHP dipandang belum dapat memberikan jaminan lebih
besar terhadap tercapainya tujuan tersebut. Hal ini berbeda dengan ketentuan
yang diatur dalam hukum Islam yang tidak ditentukan secara pasti sehingga
seorang hakim akan lebih menentukan jenis dan berat ringannya sanksi
hukuman sesuai dengan sanksi tempat dan waktu serta kesadaran hukum
masyarakat ketika memutuskan maslah jarimah penipuan tersebut. Hal ini dpat
dilihat ketentuan hukum islam yang meskipun memandang bahwa sanksi
hukuman ta’zir dimaksudkan sebagai peringatan-peringatan yang keras namun
jika tindakan itu tidak dapat dihentikan dengan membunuhnya maka haruslah
dibunuh.
Kemudian menganai pengulangan jarimah penipuan yang sanksi
hukumannya telah diatur dalam pasal 378 sampai 379 KUHP pada dasarnya
telah sesuai dengan ketentuan hukum islam yang menetapkan suatu sanksi
61
hukuman didasarkan pada tindakan, keadaan pelaku serta akibat yang
ditimbulkan oleh jarimah tersebut, dengan suatu syarat sanksi hukuman
tersebut masih dalam batas memiliki daya revresif dan mendidik, disamping
harus sesuai dengan jiwa syari’at dan prinsip-prinsip umunya.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil laporan penelitian dan pembahasan yang telah
dikemukakanmaka dapat diambil kesimpulan bahwa
1. Pertanggungjawaban tindak pidana penipuan travel haji dan umrah bagi
orang yang melakukan penipuan travel haji dan umrah adalah:
“penyelenggara perjalanan ibadah umroh yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dikenai sanksi administratif
sesuai dengan tingkat kesalahannya, yang berupa : a. Peringatan b.
Pembekuan izin penyelenggaraan atau c. Pencabutan izin penyelenggaraan.
Sementara didalam KUHP pada pokoknya dalam Pasal 378 KUHP yaitu:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu,
dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian keboongan, menggerakan orang
lain untuk menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya, atau memberikan
hutang atau menghapus piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun”
2. Penyelesaian tindak pidana penipuan travel haji dan umrah yaitu
kepolisianmelakukanPenyidikan terhadap kasus tindak pidana penipuan
62
63
calon jamaah umroh dengan mengedepankan pasal penipuan atau
penggelapan dalam proses penyidikan.
3. Pandangan hukum Islam terhadap pertanggungjawaban tindak pidana
penipuan travel haji dan umrah dalam hukum positif yaitutindak pidana
penipuan itu dapat dikategorikan kepada ta’zir atas pelanggaran-pelanggaran
alal mukhalafat. Jika hukuman dikaitkan dengan sanksi hukuman yang diatur
didalam KUHP maka sanksi hukuman yang hanya mencakup dua jenis,
yaitu: yaitu sanksi hukuman penjara dan denda adalah sejalan dengan
hukuman islam namun demikian jika dikaitkan dengan tujuan diadakan
sanksi hukuman maka ketentuan dalam KUHP dipandang belum dapat
memberikan jaminan lebih besar terhadap tercapainya tujuan tersebut. Hal
ini berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam hukum islam yang tidak
ditentukan secara pasti sehingga seorang hakim akan lebih menentukan jenis
dan berat ringannya sanksi hukuman sesuai dengan sanksi tempat dan waktu
serta kesadaran hukum masyarakat ketika memutuskan maslah jarimah
penipuan tersebut. Hal ini dpat dilihat ketentuan hukum islam yang
meskipun memandang bahwa sanksi hukuman ta’zir dimaksudkan sebagai
peringatan-peringatan yang keras namun jika tindakan itu tidak dapat
dihentikan dengan membunuhnya maka haruslah dibunuh.
64
B. Saran
a. Pelaksanaan ibadah Haji dan umroh merupakan suatu kebutuhan bagi
masyarakat khususnya yang beragama islam, oleh sebab itu terhadap
jamaah sebaiknya dalam memilih perusahaan penyelenggara ibadah
umroh harus lebih aktif untuk mencariin formasi tentang kredibilitas
perususahaan penyelenggara ibadah haji dan umrah. Agar,
kemungkinan kerugianyang bersifat materil atau kekecewaan dapat
dihindari oleh jamaah.
b. Berkaitan dengan keadaan bahwa tidak adanya perjanjian tertulisan
tara perusahaan penyelenggara ibadah umroh dengan jamaahnya
sebaiknya harus dibuat perjanjian tertulis, dimana perjanjian tertulis
bertujuan untuk melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihaknya
itu pihak penyelenggara ibadah umroh dan jamaahnya serta untuk
adanya bukti pertinggal atau bukti tertulis bagi kedua belah pihak.
c. Terhadap pemerintah khususnya Kementrian Pariwisata, Kementrian
Agama, serta kedutaan Negara Arab Saudi di Indonesia sebaiknya
membuat suatu koordinasi dengan perusahaan travel dalam hal
pengawasan pelaksanaan perjalanannya khususnya bagi travel yang
menjalankan usahanya dibidang wisata religi seperti perjalanan ibadah
umroh. Agar dapat lebih memudahkan dalam penilaian terhadap
perusahaan travel dalam pengurusan izin dari Kementrian Agama. Dan
65
jangka waktu pemberian izin dapat lebih cepat setidaknya diberi paling
lama 6 (enam) bulan setelah perusahaan tersebut menjalankan
usahanya. Namun tetap memperhatikan pertimbangan sesuai dengan
hasil penilaian yang berupa penilaian dari segi kualitas dan kuantitas
perusahaan penyelenggaraibadah umroh tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Al-Quran dan Terjemahannya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989
Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islami, Beirut: Mu’asasah Al-
Risalah, 1992 jilid II
Abdul kadir, “HukumdanPenelitian”, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.
Abduracman Rochimi, Segala Hal Tentang Haji dan Umrah, Jakarta : PT.
Gelora Aksara Pratama, 2010
Adam Normies, Kamus Bahasa Indonesia, Bandung: KaryaIlmu, 1992
Ahmad Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Jakarta, PT Raja
GrafindoPersada
Ali bin Muhammad ArJurjani, Kitab Al-Ta’rifat, Jakarta: Dar Al-Hikmah
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta :Rineka Cipta, 2001
Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Sinar Grafika
2007
Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawan Pidana Tanpa Kesalahan,Jakarta : Kencana, 2011
Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan
Keagamaan, Jakarta, 2007
Dr. Haj. Sumuran Harahap, M.Ag, MM, MH, Drs. H. Mursidi, Mr, MM,
Lintasa Sejarah Perjalanan Jemaah Haji Indonesia, Jakarta, Insan
Cemelang
Hari Saherodji, Pokok-Pokok Kriminologi, Bandung :Aksara Baru, 1980
J. Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, Edisi Revisi, Jakarta, Prenada
Media, 2004
Kamus Hukum, Charlie Rudyat, Pustaka Mahardika
Kombes. Pol. Dr. ISMU gunadi, S.H., CN., MM, Dr. Joaedi Efendi, S.HI,. M.H,
Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana, Jakarta, Kencana, 2014
Kitab undang-undang hukum, KUHPer, KUHAP,Gramedia press, 2014
Leden Marpaung Proses Penanganan Perkara Pidana, Sinar Grafika,
Jakarta.1992
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2011
Moejatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: SinarGrafika 2007
Muhammad Khathib, Mughni Al-Muhtaj, (Beirut, Dar Al-Fikri) jilin IV
Roeslan Saleh, Perbuatan pidana dan Pertanggungajwaban Pidana ; Dua
Pengertian Dasar Hukum Pidana, Jakarta : Aksara Baru, 1983
Suryabrata, “MetodePenelitian”, Jakarta: Raja Grafindo, 2008
Soedjono Dirdjosiworo, Misteri Kontrak Bermasalah, Bandung, Mandar Maju,
2002
Soerjono, Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT,Intermasa, 2005
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: BalaiPusata, 1990
Tim Penyusun, PedomanPenulisanSkripsiEdisiRevisiJambi:Syariah Press,2012
Tri Andrisman Delik Tertentu dalam KUHP Bandar Lampung:Unila 2001
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Al-Adillatuh, Beirut, Dar Al-Fikri,
1997, cet. Ke-4 jilin VII
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia,
(Bandung: Refika
Aditama, 2003
B. Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 46 ayat (1), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
penyelenggara Ibadah
Haji danUmrah
Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaran
Ibadah Umrah
C. Jurnal, Karya Ilmiah dan lain-lain.
Anggita NingTyas Sari, Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Pelaksanaan
Perjanjian Pemberangkatan Ibadah Haji Antara Biro Penyelenggara Ibadah
Haji Khususn Dengan Calon Haji Plus, Skirpsi, Universitas Muhamadiyah
Surakarta, 2015
Jurnal Bevi Septriana, Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Penipuan Calon Jamaah Umrah, vol 2 hal 16 tahun 2017
Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol . 12. No. 4 Desember 2017
Majalah Singkat Info Hukum, Vol. IX, No. 16/II/Puslit/Agustus/2017
Nur Afrilia, Jurnal, Analisis Yuridis Tanggung Jawab Perusahaan
Penyelenggara Ibadah Umrah Terhadap Jamaahnya, Vol 3 hal, 7,
tahun 2015
D. Website
http://haji.kemenag.go.id/v2/content/tingginya-minat-umrah-kemenag-
ingatkan-5-pastipublikdiaksespadatanggal 07 November 2018 jam
20.00 Wib
https://muslimah.or.id/6453-haji-dan-umrah-wajib-sekali-seumur-hidup.html
BeberapaSegiHukumTentangSomasioleh J Somasi,
http//www.hukumonline.com.
www.jimly.com/makalah namafile/56/PenegakanHukum.pdf