pj untuk lahan kritis

64
1 PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN LAHAN KRITIS DAS CILIWUNG HULU BOGOR RIZKY NUGRAHA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: miftahul-arozaq

Post on 24-Jul-2015

121 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pj Untuk Lahan Kritis

1

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM

INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN LAHAN

KRITIS DAS CILIWUNG HULU BOGOR

RIZKY NUGRAHA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: Pj Untuk Lahan Kritis

2

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM

INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PEMETAAN LAHAN

KRITIS DAS CILIWUNG HULU BOGOR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

RIZKY NUGRAHA

E14104055

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 3: Pj Untuk Lahan Kritis

3

RINGKASAN

RIZKY NUGRAHA. E14104055. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis Das Ciliwung Hulu Bogor. Dibimbing oleh : Dra. Nining Puspaningsih M.Si dan Dipo Yudhatama ST. M.Si.

Dalam beberapa dekade belakangan penutupan lahan DAS Ciliwung bagian hulu telah banyak mengalami perubahan. Areal pemukiman yang ada dari tahun ketahun semakin meningkat baik dalam jumlah maupun jenisnya yang lebih mengarah pada kawasan wisata. Tingkat pertambahan penduduk yang begitu pesat dengan luas DAS relatif tetap (tidak mengalami perubahan) mengakibatkan semakin meningkatnya konversi lahan yang pada umumnya kurang memperhatikan faktor konservasi tanah dan air dalam pengelolaannya. Hal ini menimbulkan masalah besar dalam kehidupan seperti terjadinya lahan kritis, penurunan tingkat kesuburan tanah, berkurangnya ketersediaan sumber air pada musim kemarau serta mengakibatkan banjir pada musim hujan. Pemetaaan lahan kritis pada DAS Ciliwung Hulu diperlukan untuk memberikan tingkat pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis bisa didapatkan informasi spasial yang diinginkan untuk pemetaan lahan kritis.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan penutupan lahan di DAS Ciliwung Hulu dengan Citra SPOT 4 tahun 2008 dan Citra Quickbird tahun 2006 dan melakukan pemetaan penyebaran lahan kritis di DAS Ciliwung Hulu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menentukan tindakan yang tepat dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2008 sampai dengan bulan September tahun 2008. Pengolahan data dilakukan di LAPAN Bagian Penyediaan Data dan di Laboratorium Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Data yang digunakan adalah Citra Satelit SPOT 4 Multispektral tahun 2008, Citra Satelit Quickbird tahun 2006, dan Data Spasial berupa Batas Administrasi DAS Ciliwung Hulu, Peta Topografi DAS Ciliwung Hulu, Peta Erosi DAS Ciliwung Hulu, Peta Solum Tanah DAS Ciliwung Hulu, Peta Pengelolaan Lahan DAS Ciliwung Hulu, dan Peta arahan fungsi kawasan. Untuk analisis data, penelitian ini menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunak ArcView GIS 3.3, ER Mapper 7.0, Microsoft Office (Microsoft word, Microsoft excel). Alat yang digunakan untuk pengambilan data lapangan yaitu GPS, kamera digital, dan alat tulis. Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 2 kegiatan yaitu analisis citra satelit dan analisis data spasial. Analisis citra satelit meliputi pra pengolahan citra satelit, interpretasi citra, pemeriksaan lapangan (Ground Check), klasifikasi, analisis penilaian akurasi dan analisis data spasial yang dijadikan parameter dalam penelitian ini.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 kelas penutupan lahan yaitu hutan, semak belukar, kebun campuran, tegalan/ladang, sawah, pemukiman, perkebunan teh, padang rumput, sungai dan jalan. Persentase penutupan lahan yang paling besar adalah Hutan sebesar 36,96 % (5503,02 ha). Berdasarkan hasil rata-rata keterpisahan menunjukkan nilai dalam kategori baik (1900 - 1999)

Page 4: Pj Untuk Lahan Kritis

4

sebesar 1983, 37. Nilai tersebut berarti bahwa pengkelasan pada klasifikasi dapat dibedakan dengan baik antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya. Terdapat 37 pasang kelas yang dikategorikan sangat baik (excellent), 26 pasang kelas yang dikategorikan baik (good) dan 2 pasang yang dikategorikan cukup (fair). Berdasarkan hasil dari uji akurasi didapatkan Overall accuracy sebasar 94, 55% yang berarti kelas penutupan lahan yang dibuat dapat digunakan karena hasilnya lebih ≥ 85 %. Analisis tingkat kekritisan lahan dilakukan pada 3 kawasan yaitu kawasan hutan lindung, kawasan budidaya pertanian dan kawasan lindung diluar kawasan hutan. Luasan kelas kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung secara berturut-turut adalah potensial kritis sebesar 3787,73 ha (31,33%), tidak kritis sebesar 1169,04 ha (9,67 %), agak kritis sebesar 443,15 ha (3,67 %), kritis 18,61 ha (0,15 %) dan sangat kritis 1,21 ha (0.01 %). Luas kekritisan lahan pada kawasan budidaya pertanian adalah kritis sebesar 3783,89 ha (31,30%), potensial kritis sebesar 1522,37 ha (12,59%), agak kritis sebesar 879,11 ha (7,27%), sangat kritis 126,94 ha (1,05%) dan tidak kritis 96,68 ha (0,80 %). Luas kekritisan lahan pada kawasan lindung non hutan (sempadan) adalah kritis 211,29 ha (1,75 %), sangat kritis 27,97 ha (0,23%), potensial kritis 11, 81 ha (0,10%), dan agak kritis 8,76 ha (0,07%).

Kata kunci : DAS Ciliwung Hulu, Lahan Kritis, SPOT 4

Page 5: Pj Untuk Lahan Kritis

5

SUMMARY

RIZKY NUGRAHA. E14104055. Use of Remote Sensing and GIS for Critical Land Mapping in Upper Course Ciliwung Bogor Watershed. Under the supervisions of: Dra. Nining Puspaningsih M.Si and Dipo Yudhatama ST. M.Si.

During the last decade, land in upper course of Ciliwung Bogor Watershed has experienced many conversions. There is an annual increase in number and types of land conversion to tourism oriented settlements. Unfortunately, water and soil conservations efforts were not taken under consideration. Thus, problems occurred such as critical land, decrease soil fertility, lack of water resources in dry season and flooding. Critical land mapping is necessary to determine the right efforts in the management of upper course of Ciliwung Bogor Watershed until not disturb ecosystem balanced. In order to perform critical land mapping, remote sensing and Geographic Information System can be used for spatial information.

The first objective of research was to conduct land cover mapping using SPOT 4 Image acquired in 2008 combined with Quickbird Image acquired in 2006 and the second objective was to determine critical land distributing map in upper course of Ciliwung Bogor Watershed. The results of this research can be use to determine the right efforts in the management of upper course of Ciliwung Bogor Watershed.

This research was conducted from July to September 2008. Data processing was carried out at Data Supplying Division of LAPAN and Remote sensing Laboratory of Forest Management Department, Faculty of Forestry Bogor Agricultural University. Some of the necessary data to use include 2008 satellite imaging SPOT 4 Multispectral, 2006 Quickbird satellite imaging, and other spatial data including upper course Ciliwung Bogor watershed administration border, topographic map, erosion map, soil layer map, land management map, and land purposive usage map. ArcView GIS 3.3, ER Mapper 7.0, Microsoft Office (Microsoft word and Microsoft excel) software were used for data analysis. GPS, digital camera, and writing tools were used for obtaining field data. This research comprised of 2 steps which includes satellite image analysis and spatial analysis. Satellite image analysis includes pre image processing, image interpretation, ground check, classification, accuracy analysis and spatial analysis to determine critical land mapping.

The results indicated 10 classes of land cover, which consisted of forest; The classes were forest, shrubs, mixed plant garden, unirrigated agricultural field, wet rice field, shelters, tea plantation, grassland, river and road. The biggest percentage of land cover was forest with 36.69 %. Separated mean value of each class was 1983.37 and categorized as fair. This number showed that class classification between each class can be well differentiated. There are 37 classes were classified as excellent, 26 class were classified as good and 2 classes were classified as fair.

Result of accuracy test showed that overall accuracy was 97.55%, suggesting that the land cover classification is suitable for this research. Critical land analysis was conducted for three areas; conservation forest, agriculture and non-forest conservation (riverside). Figure conservation forest area class showed that potential critical area was 3787.73 ha (31.33%), non critical area was 1169.04

Page 6: Pj Untuk Lahan Kritis

6

ha (9.67 %), closely critical area was 443.15 ha (3.67 %), critical area was 18.61 ha (0.15 %), and extremely critical area was 1,21 ha (0.01 %). Agricultural cultivation area class shows that critical area was 3783.89 ha (31.30%), potential critical area was 1522.37 ha (12.59%), closely critical area was 879.11 ha (7.27%), extremely critical area was 96.68 ha (0.80 %), and critical area was 1169.04 ha (9.67 %). Non-forest conservation area (riverside) shows that critical area was 211.29 ha (1.75 %), extremely critical area was 27.97 ha (0.23%), potential critical area was 11.81 ha (0.10%), and closely critical area was 8.76 ha (0.07%).

Keywords: Upper Course Ciliwung Bogor Watershed, Critical Land , SPOT 4

Page 7: Pj Untuk Lahan Kritis

7

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS

Ciliwung Hulu Bogor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan

dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada

Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, Oktober 2008

Rizky Nugraha

NRP. E14104055

Page 8: Pj Untuk Lahan Kritis

8

Judul Skripsi : Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS Ciliwung Hulu Bogor

Nama : Rizky Nugraha NIM : E14104055 Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dra. Nining Puspaningsih M.Si Dipo Yudhatama ST. MSi NIP. 131918662 NIP. 300001904

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131578788

Tanggal Lulus:

Page 9: Pj Untuk Lahan Kritis

i

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala

curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penyusunan Tugas Akhir ini

dapat diselesaikan. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian

ini adalah Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Dalam

Pemetaan Lahan Kritis DAS Ciliwung Hulu Bogor dibawah bimbingan Dra.

Nining Puspaningsih M.Si dan Dipo Yudhatama ST. M.Si.

Bagi penulis penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai wahana bagi

penulis untuk melatih keterampilan dan wawasan penulis dalam menyusun sebuah

Karya Ilmiah. Kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penyusun tulisan

ini sangat diharapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi

perencanaan dan pembangunan hutan di Indonesia.

Bogor, Oktober 2008

Penulis

Page 10: Pj Untuk Lahan Kritis

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 26 Agustus 2006 sebagai anak

terakhir dari lima bersaudara pasangan Bapak Sulaeman dan Ibu Siti Rochyani.

Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Tangerang dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) penulis diterima di program Strata 1 Departemen

Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis mengikuti kegiatan magang untuk

penyelesaian Tugas Akhir (Skripsi) di LAPAN dan praktek kerja lapang di KPH

Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada tahun 2008.

Praktek Pengenalan Hutan pada tahun 2007 di Baturaden-Cilacap, Jawa Tengah

dan Praktek Pengelolaan Hutan di Desa Getas, Kecamatan Randublatung,

Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah

Inventarisasi Sumber Daya Hutan dan mata kuliah Ilmu Ukur Hutan pada tahun

2007, dan mata kuliah Dendrologi pada tahun 2006. Selain itu juga penulis aktif

di Forest Management Student Club tahun 2006 – 2007 dan UKM Uni

Konservasi Fauna (UKF) tahun 2005 – 2006.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

IPB, penulis menyelesaikan skripsi berjudul “Pemanfaatan Penginderaan Jauh

dan Sistem Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS

Ciliwung Hulu Bogor ” dibawah bimbingan Dra. Nining Puspaningsih M.Si dan

Dipo Yudhatama ST. M.Si.

Page 11: Pj Untuk Lahan Kritis

iii

UNCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji hanyalah milik Allah SWT karena hanya dengan kasih sayang-

Nya akhirnya skripsi berjudul “Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem

Informasi Geografis Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS Ciliwung Hulu

Bogor” dapat diselesaikan.

Keberhasilan penulis dalam menyelaesaikan karya ini tentunya tidak

terlepas dari dukungan berbagai pihak yang telah banyak membantu. Pada

kesempatan ini penulis ingin menguncapkan terimakasih kepada :

1. Ayah, Ibu dan kakak – kakak tercinta yang selalu menjadi inspirasi terbesar

dan memberikan semua hal yang terbaik, kasih sayang, cinta dan ketulusan

serta pengorbanan untuk menyekolahkan penulis sampai menyelaesaikan

program sarjana ini,

2. Ibu Dra. Nining Puspaningsih M.Si yang telah banyak memberi nasihat,

bimbingan, arahan, dan kepercayaan serta kesabaran dalam penyelesaian

skripsi ini,

3. Bapak Dipo Yudhatama ST. M.Si (LAPAN) yang telah banyak memberikan

bimbingan dan masukan dalan proses penyusunan Skripsi,

4. Noviyanti Nugraheni yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan yang

terbaik dalam kehidupan penulis,

5. Keluarga besar Lab. Remote Sensing yang selalu memberikan dukungan,

motivasi dan semangat,

6. Rekan – rekan Manajemen Hutan : Amri, Eris, Hendro, Fatah, Nurlita, Ayu,

Vivi, Nanik dan semua yang tidak disebutkan, terimakasih atas dukungan dan

empati yang diberikan selama kuliah,

7. Keluarga Pondok Perjuangan : Bibi dan Mang Wata, Ata “dudul”, Cepi, Tri,

Tommy yang selalu memberikan dorongan dan semangat serta penerimaan

terhadap kekurangan penulis,

8. BPDAS Citarum – Ciliwung atas diskusi dan bantuannya selama penyelesaian

skipsi ini, dan

9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut

memberikan sumbangsihnya yang tidak ternilai.

Page 12: Pj Untuk Lahan Kritis

iv

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................ 2

1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................... 2

BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 3

2.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 3

2.3 Metode Penelitian .......................................................................... 5

1. Pra Pengolahan Citra .................................................................. 7

2. Download Citra .......................................................................... 8

3.Pemotongan Citra atau Cropping ................................................ 8

4. Interpretasi Visual Citra Satelit .................................................. 10

5. Pengambilan Data Lapangan (Ground check) ............................ 10

6. Klasifikasi Citra .......................................................................... 10

7. Analisis Penilaian Akurasi ......................................................... 14

8. Analisis Data Spasial .................................................................. 15

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak dan Luas Geografis .............................................................. 19

3.2 Iklim .............................................................................................. 19

3.3 Tanah dan Geologi ........................................................................ 19

3.4 Geomorfologi ................................................................................ 20

3.5 Topografi dan Bentuk Wilayah ..................................................... 20

3.6 Kependudukan ............................................................................... 21

3.7 Pendidikan .................................................................................... 22

Page 13: Pj Untuk Lahan Kritis

v

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Survey Lapangan ............................................................................ 23

4.2 Pemetaan Penutuan Lahan ............................................................. 23

4.3 Analisis Data Spasial ..................................................................... 29

1. Kondisi Penutupan Lahan ......................................................... 29

2. Kelas Kemiringan Lereng ......................................................... 31

3. Tingkat Bahaya Erosi ................................................................ 32

4. Pengelolaan Lahan .................................................................... 33

4.4 Analisis Lahan Kritis ..................................................................... 36

KESIMPULAN

A.Kesimpulan .............................................................................................. 41

B. Saran ....................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42

LAMPIRAN ......................................................................................................... 44

Page 14: Pj Untuk Lahan Kritis

vi

DAFTAR TABEL

Nomor Hal

Tabel 1 Karakteristik SPOT 4 ............................................................................ 4

Tabel 2 Karakteristik QUICKBIRD .................................................................. 5

Tabel 3 Kriteria tingkat keterpisahan ................................................................. 14

Tabel 4 Matriks kesalahan (confusion matrix) ................................................... 15

Tabel 5 Pengkelasan penutupan lahan hasil pengolahan citra ............................ 16

Tabel 6 Pengkelasan kemiringan lereng ............................................................. 16

Tabel 7 Deskripsi tingkat bahaya erosi ............................................................... 17

Tabel 8 Kelas tingkat bahaya erosi .................................................................... 17

Tabel 9 Deskripsi dan skor tingkat pengelolaan ................................................. 18

Tabel 10 Klasifikasi kekritisan lahan berdasarkan besaran nilai ......................... 18

Tabel 11 Kelas dan jumlah piksel training area ................................................. 25

Tabel 12 Hasil separabilitas klasifikasi ............................................................... 27

Tabel 13 Matrik kontigensi hasil uji akurasi terhadap area contoh ..................... 28

Tabel 14 Jenis tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor .................................. 26

Tabel 15 Kelas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor ............................. 30

Tabel 16 Pengkelasan kemiringan lereng ............................................................ 31

Tabel 17 Tingkat bahaya erosi DAS Ciliwung Hulu ........................................... 32

Tabel 18 Pengelolaan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor .................................... 34

Tabel 19 Tingkat kekritisan lahan berdasarkan kawasan .................................... 36

Page 15: Pj Untuk Lahan Kritis

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Hal

Gambar 1 Lokasi penelitian ................................................................................. 3

Gambar 2 Diagram alir penelitian ........................................................................ 6

Gambar 3 Croping citra SPOT 4 multispektral DAS Ciliwung Hulu .................. 9

Gambar 4 Croping citra QUICKBIRD multispektral DAS Ciliwung Hulu ........ 9

Gambar 5 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor .............................. 26

Gambar 6 Peta kelas kemiringan lereng DAS Ciliwung Hulu Bogor.................. 32

Gambar 7 Peta tingkat bahaya erosi DAS Ciliwung Hulu Bogor ........................ 33

Gambar 8 Peta pengelolaan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor ........................... 34

Gambar 9 Kekritisan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor ..................................... 37

Page 16: Pj Untuk Lahan Kritis

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Hal

Lampiran 1 Titik GCP ......................................................................................... 45

Lampiran 2 Gambar penutupan dan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu ..... 47

Page 17: Pj Untuk Lahan Kritis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Sub DAS merupakan unit alam berupa

kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit

yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya

ke sungai utama (Sunarti 2008). Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peran

yang besar sebagai sistem perlindungan dan penyangga kehidupan, oleh karena itu

keberadaannya perlu dikelola dengan baik sehingga peran tersebut dapat tetap

berfungsi secara lestari.

Kondisi penutupan vegetasi dalam bentuk hutan di wilayah Daerah Aliran

Sungai (DAS) sangat menentukan perilaku hidrologinya. Hutan merupakan

pengatur tata air dan tempat penyimpanan air tanah yang baik. Kerusakan hutan

menyebabkan kekeringan pada musim kemarau hingga kebutuhan air bersih

hampir tidak dapat terpenuhi. Banjir dan tanah longsor akan terjadi pada musim

hujan akibat tidak adanya hutan yang dapat menahan air dan menyimpan air

hingga menyebabkan terjadinya aliran permukaan dalam jumlah yang besar.

Tingkat pertambahan penduduk yang begitu pesat, dengan luas DAS yang

relatif tetap tidak mengalami perubahan, akan mengakibatkan semakin

meningkatnya perubahan penggunaan lahan yang pada umumnya kurang

memperhatikan faktor konservasi tanah dan air dalam pengelolaannya.

Pemanfaatan potensi DAS baik sumber daya lahan maupun sumberdaya air yang

tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi dan berlebihan akan

mengakibatkan degradasi terhadap kondisi DAS dan menyebabkan terjadinya

lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah

karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi (banyaknya alur

drainase) yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan daerah lingkungan

sekitarnya (Sukarman 1997).

Dalam beberapa dekade belakangan penutupan lahan DAS Ciliwung

bagian hulu telah banyak mengalami perubahan. Lahan yang semula berupa

kebun campuran, kawasan sempadan sungai dan tegalan berubah menjadi

Page 18: Pj Untuk Lahan Kritis

2

persawahan dan areal pemukiman. Sebagian hutan di DAS Ciliwung Hulu

berubah menjadi pemukiman dan tempat rekreasi. Areal pemukiman yang ada

dari tahun ketahun semakin meningkat baik dalam jumlah maupun jenisnya yang

lebih mengarah pada kawasan wisata (Candra 2003). Kondisi sumberdaya alam

dan lingkungan pada DAS Ciliwung hulu saat ini keadaannya cukup

memprihatinkan dimana kerusakan lingkungan sudah parah akibat pemanfaatan

dan penggunaan lahan yang tidak pada tempatnya serta kebutuhan hidup yang

mendesak. Hal ini menimbulkan masalah besar dalam kehidupan seperti

terjadinya lahan kritis, penurunan tingkat kesuburan tanah, berkurangnya

ketersediaan sumber air pada musim kemarau serta mengakibatkan kebanjiran

pada musim hujan (Candra 2003).

Pemetaaan lahan kritis pada DAS Ciliwung Hulu diperlukan untuk

memberikan tingkat pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu

keseimbangan ekosistem yang ada. Pesatnya perkembangan teknologi dibidang

remote sensing dengan dipadukan pada Sistem Informasi Geografis sangat

berguna dalam memberikan informasi spasial yang diinginkan sehingga pemetaan

dapat dilakukan dengan baik dan mempermudah prosesnya. Dengan kemudahan

dan kelebihan yang diberikan oleh kombinasai Sistem Informasi Geografis yang

di tunjang perkembangan teknologi yan muktahir dibidang remote sensing akan

membantu pemetaan lahan kritis yang ada di DAS Ciliwung hulu.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

• Melakukan pemetaan penutupan lahan di DAS Ciliwung hulu dengan Citra

SPOT 4 tahun 2008 dan Citra Quickbird tahun 2006

• Melakukan pemetaan penyebaran lahan kritis di DAS Ciliwung hulu

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah menentukan tindakan yang tepat

dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu

Page 19: Pj Untuk Lahan Kritis

3

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2008 sampai dengan bulan

September tahun 2008 dengan daerah penelitian DAS Ciliwung Hulu yang secara

geografis terletak pada 106o46’00’’ BT – 107o00’00’’ BT dan 6o37’50’’LS –

6o46’00’’ LS. (Gambar 1). Wilayah DAS Ciliwung Hulu meliputi Kabupaten

Bogor dan khususnya di beberapa kecamatan yaitu : Kecamatan Cisarua,

Megamendung, Ciawi, dan Sukaraja (Gambar 1).

Pengolahan data dilakukan di LAPAN Bagian Penyediaan Data dan di

Laboratorium Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan, Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Lokasi penelitian

2.2 Alat dan bahan penelitian

Data yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini dibagi ke dalam dua jenis

yaitu :

1. Citra Satelit

• SPOT 4 P/R : 285-363 tanggal perekaman 20 Januari 2008

Page 20: Pj Untuk Lahan Kritis

4

SPOT (Satellite Pour l'Observation de la Terre) adalah satelit pengamatan

permukaan bumi yang menyediakan resolusi sedang sampai resolusi

tinggi. SPOT dirancang oleh CNES (Centre national d'études spatiales)

atau Pusat Nasional Studi Antariksa Perancis yang bekerja sama dengan

Belgia dan Swedia (Swedish National Space Board-SNSB). Karakteristik

SPOT 4 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik SPOT 4

Tanggal peluncuran 24 Maret 1998, orbit sun-synchronous Siklus perekaman 26 days

Sensor resolusi spasial tinggi : 2 x HRVIR Kemampuan

menyapu 60 x 60 km at nadir

Maks. deviasi 27° dari nadir, lateral Resolusi spasial 20 m pada mode multispektral

10 m pada mode panchromatik Band spektral mode Multispektral 0.50 - 0.59 µm

0.61 - 0.68 µm 0.79 - 0.89 µm 1.58 - 1.75 µm

mode Panchromatik 0.61-0.68 µm Sumber : Lapan (2008)

• Quickbird hasil download dari Googlemaps daerah DAS Ciliwung Hulu

Bogor tanggal perekaman 26 Juni 2006

Satelit Quickbird adalah satelit pengamatan bumi komersil yang dimiliki

oleh Digital Globe Satelit. Quickbird diluncurkan pada 18 Oktober 2001

dengan menggunakan roket Delta II dari SLC-2W, Pangkalan Angkatan

Udara Vandenberg, California. Satelit ini merupakan salah satu satelit

tercanggih, terbaru dan terbaik karena resolusi spasialnya yang sangat

tinggi, dan datanya sudah bisa didapatkan di pasaran secara komersial.

Satelit Quickbird memiliki dua macam sensor yaitu sensor pankromatik

(hitam dan putih) dengan resolusi spasial 60-70 cm dan sensor

multispektral (berwarna) dengan resolusi spasial 2,4-2,8 m. Karakteristik

Satelit Quickbird dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 21: Pj Untuk Lahan Kritis

5

Tabel 2 Karakteristik Quickbird

Tanggal peluncuran : 18 Oktober 2001

Sensor : Pankromatik Multispektral

Resolusi spektral (nm) 445-900 Blue:450-520 Green:520-600 Red:630-690 Near IR:760-900

Resolusi spasial 61 cm 2,44 m Maks. deviasi dari nadir 45° Kemampuan menyapu 16,5 km Resolusi radiometrik 11 bits perpiksel Resolusi temporal 1-3 hari tergantung ukuran

Sumber : Wikipedia (2006b)

2. Data Spasial

• Batas Administrasi DAS Ciliwung Hulu

• Peta Topografi DAS Ciiwung Hulu

• Peta Erosi DAS Ciliwung Hulu

• Peta Solum Tanah DAS Ciliwung Hulu

• Peta Pengelolaan Lahan DAS Ciliwung Hulu

• Peta arahan fungsi kawasan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Seperangkat komputer dengan kelengkapan:

• Software ER Mapper 7.0 sebagai pengolah data citra

• Photoshop 9, Internet dan software Google Earth sebagai alat download

citra

• ARCView GIS Ver.3.3

• Microsoft Office (Microsoft word, Microsoft excel).

2. GPS (Global Positioning System) tipe Garmin 60

3. Kamera digital

4. Alat tulis

2.3 Metode Penelitian

Beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi 2 kegiatan

yaitu analisis citra satelit dan analisis data spasial. Analisis citra satelit meliputi

Page 22: Pj Untuk Lahan Kritis

6

pra pengolahan citra satelit, interpretasi citra, pemeriksaan lapangan (Ground

Check), klasifikasi, analisis penilaian akurasi dan analisis data spasial yang

dijadikan parameter dalam penelitian ini. Langkah-langkah dalam penelitian ini

dapat dilihat dalam diagram alur penelitian (Gambar 2).

ya tidak

Pengumpulan Data

Peta Pengelolaan Lahan

Data Spasial

Peta Pengelolaan Lahan 2007

Peta Erosi, Peta Solum

Peta Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

SKORING

Analisis SIG

PETA LAHAN KRITIS

Selesai

Peta Topografi

Analisis DEM

Peta Kelas Lereng

Citra SPOT 4

Interpretasi Citra, deliniasi dan klasifikasi

Analisis Separabilitas dan uji akurasi

Peta Tutupan Lahan

Pra Pengolahan Citra Koreksi Geometrik Landsat 7 TM,

Quickbird, Cropping

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Page 23: Pj Untuk Lahan Kritis

7

1. Pra Pengolahan Citra

Relief permukaan bumi yang begitu kompleks tidak bisa direkam secara

sempurna oleh sensor penginderaan jauh. Oleh karena itu data yang direkam pada

umumnya masih mengandung distorsi yang dapat menyebabkan terjadinya

penurunan kualitas data/citra yang diperoleh. Maka untuk menghilangkan

kesalahan data sebelum dilakukan analisa lebih lanjut perlu dilakukan pra

pengolahan citra yang nantinya akan menghasilkan citra yang telah terkoreksi

secara geometrik. Citra SPOT 4 tahun 2008 dan citra Quickbird tahun 2006 pada

penelitian ini sudah terkoreksi secara radiometrik sehingga hanya dilakukan

koreksi geometrik.

Koreksi Geometrik

Koreksi Geometrik bertujuan untuk memperbaiki kesalahan posisi obyek-

obyek yang terekam pada citra karena distorsi-distorsi yang bersifat geometrik.

Langkah awal koreksi geometrik adalah menentukan metode yang akan

digunakan untuk melakukan koreksi. Pemilihan metode tergantung jenis data yang

digunakan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode

triangulasi. Pada metode ini ada 3 tahapan yang harus dilakukan yaitu :

• Memilih titik kontrol lapangan (Ground control point).

GCP sedapat mungkin adalah titik-titik atau obyek yang tidak mudah

berubah dalam jangka waktu lama. GCP harus tersebar merata pada citra

yang akan dikoreksi dengan mempertimbangkan memilih titik GCP

terlebih dahulu pada setiap jendela citra. Banyaknya GCP yang dibuat

sebanyak 11 titik. Untuk hasil yang baik syarat besarnya RMS tiap titik

harus ≤ 1(Lapan, 2008).

• Rektifikasi

Rektifikasi merupakan suatu proses melakukan transformasi data dari

suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Rektifikasi

dilakukan dengan proses resampling. Resampling merupakan suatu proses

transformasi citra dengan memberikan nilai piksel terkoreksi. Pelaksanaan

resampling dilakukan dengan proses transformasi dari suatu sistem

koordinat ke sistem koordinat yang lain sedangkan metode yang

digunakan adalah Nearest Neighbour.

Page 24: Pj Untuk Lahan Kritis

8

• Evaluasi Registrasi

Proses evaluasi registrasi adalah proses untuk melihat apakah antara kedua

data (data citra hasil koreksi dengan data citra referensi) masih atau tidak

mengalami pergeseran. Evaluasi dilakukan dengan overlay kedua data

pada satu jendela algorithm. Jika masih mengalami pergeseran terutama

dengan citra referensi, maka pemilihan titik GCPnya diulang kembali

dengan menambah atau membenarkan letak titik GCPnya, sampai kira-

kira mendekati citra referensi.

2. Download data Citra

Pada penelitian ini download citra Quickbird di daerah penelitian

dimaksudkan menutupi kekurangan data SPOT 4 yang tertutupi awan. Proses ini

dilakukan karena ketersediaan citra pada google maps di daerah memiliki kualitas

yang lebih baik sehingga dapat digunakan untuk menutupi kekurangan data SPOT

4. Selanjutnya pada citra Quickbird ini dilakukan koreksi geometrik dengan titik

lapangan google earth.

3. Pemotongan Citra atau Cropping

Pemotongan Citra dilakukan guna memperkecil daerah yang dikaji sesuai

dengan area of interest dan juga mereduksi volume data citra supaya proses kerja

komputer bisa lebih ringan. Pada penelitian ini pemotongan citra dilakukan pada

DAS Ciliwung Hulu. Hasil pemotongan citra SPOT 4 dapat dilihat pada gambar 3

dan citra Quickbird pada gambar 4.

Page 25: Pj Untuk Lahan Kritis

9

Gambar 3 Croping Citra SPOT 4 Multispektral DAS Ciliwung Hulu

Gambar 4 Croping Citra Quickbird Multispektral DAS Ciliwung Hulu

Page 26: Pj Untuk Lahan Kritis

10

4. Interpretasi Visual Citra Satelit

Analisis visual (interpretasi secara visual citra satelit) merupakan suatu

kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek yang ada

dipermukaan bumi yang tampak pada citra dengan mengenalinya atas dasar

karakteristik citra. Pendekatan ini melibatkan analis/interpreter untuk

mendapatkan informasi yang terekam pada citra dengan cara interpretasi visual.

Keberhasilan ini sangat tergantung kepada analis dalam mengeksploitir secara

kolektif objek-objek yang tampak pada citra. Elemen-elemen diagnostik dalam

analisis visual yang digunakan adalah: ukuran, rona, warna, tekstur, pola, asosiasi,

bentuk dan lokasi. Unsur-unsur interpretasi tersebut digunakan untuk

membedakan jenis tutupan lahan. Pada penelitian ini interpretasi dilakukan pada

citra SPOT 4 dan citra Quickbird.

5. Pengambilan data lapangan (Ground Check)

Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan beberapa informasi, yaitu

informasi mengenai keadaan penutupan lahan yang sebenarnya di lapangan dan

juga titik-titik koordinat dari penutupan lahan tersebut Pengambilan titik-titik

koordinat tersebut dilakukan dengan bantuan GPS (Global Positioning System).

Selain itu, juga dilakukan pengambilan gambar tipe-tipe penutupan dan

penggunaan lahan serta wawancara terhadap penduduk yang memahami dan

mengenali lokasi penelitian dengan baik. Hasil interpetasi visual yang dilakukan

terhadap citra bisa saja berbeda dengan keadaan di lapangan, oleh karena itu

dilakukan reklasifikasi dengan mengacu pada data hasil pengamatan di lapangan

(Ground check). Hasil reklasifikasi digunakan pada pembuatan training area

dalam klasifikasi citra.

6. Klasifikasi Citra

Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan atau melakukan

segmentasi terhadap kenampakkan yang homogen dengan menggunakan tehnik

kuantitatif yaitu memasukkan piksel-piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-

kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan piksel yang

bersangkutan. Metode klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Page 27: Pj Untuk Lahan Kritis

11

klasifikasi terbimbing (supervised classification), dimana analis perlu membuat

area contoh (training area) terlebih dahulu.

Pengkelasan tutupan lahan didasarkan pada hasil interpretasi visual yang

telah direklasifikasi dan cek lapangan. Penutupan lahan didefiniskan sebagai

penyebutan kenampakan biofisik di permukaan bumi yang terdiri dari areal

vegetasi, lahan terbuka, lahan terbangun, serta tubuh air dan lahan basah.

Penggunaan lahan disefinisikan sebagai penyebutan kenampakan sosio-ekonomis

suatu areal, seperti pemukiman, pertanian dan lain-lain. Berikut adalah deksripsi

masing-masing kelas penutupan lahan :

1. Hutan

Seluruh kemanpakan hutan dataran rendah, dataran tinggi, dan perbukitan.

2. Semak Belukar

Kawasan bekas hutan yang telah tumbuh kembali atau kawasan dengan

liputan pohon jarang atau vegetasi rendah

3. Perkebunan teh

Lahan yang ditanami dengan tumbuhan teh baik yang sudah dipanen

(kenampakan berwarna coklat pada citra) maupun yang belum panen

4. Sawah

Sawah irigasi maupun sawah tadah hujan

5. Kebun campuran

Seluruh kenampakan lahan yang ditanami tanaman perkebunan, tanaman

kehutanan maupun kawasan yang ditanam dengan sistem tumpangsari

6. Tegalan/lagang

Semua jenis pertanian yang berselang-seling terkadang dengan semak

7. Padang Rumput

Kemapakan yang lebih mengarah kepada lahan kosong ditumbuhi

rerumputan

8. Pemukiman

Semua bangunan yang ada pada citra diklasifikasikan kedalam pemukiman

termasuk halaman dari vila-vila, gedung-gedung, dan lain-lain

9. Jalan

Jalan aspal (jalan raya) yang terlihat pada citra berwarna hitam kecoklatan

Page 28: Pj Untuk Lahan Kritis

12

10. Sungai

Badan air yang mengalir, pada citra berwarna biru kehitaman

11. Awan

Kenampakan awan yang menutupi suatu kawasan, berwarna putih sampai

putih keabuan

12. Bayangan Awan

Bagian dari permukaan bumi yang menjadi lebih gelap karena sinar matahari

yang menuju bumi terhalang oleh awan

Pada penelitian ini klasifikasi dilakukan pada citra SPOT 4 melalui

beberapa tahapan yaitu :

• Penentuan Area Contoh

Dalam tahapan ini analis mengidentifikasi area contoh yang mewakili dari

setiap penutupan lahan yang diinginkan dan membangun suatu deskripsi numerik

dari spektral tiap penutupan lahan tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan data yang didapatkan dari

pemeriksaan lapangan kemudian dilakukan penentuan dan pemilihan lokasi-lokasi

area contoh (training area) untuk pengambilan informasi statistik tipe-tipe

penutupan lahan. Informasi statistik dari setiap tipe penutupan lahan akan

digunakan untuk menjalankan fungsi akurasi. informasi statistik yang diambil

adalah nilai rata-rata, simpangan baku, nilai digital minimun dan maksimum, serta

matriks varian-kovarian untuk setiap tipe penutupan lahan.

Tahap terpenting dalam klasifikasi terbimbing ini adalah tahap penamaan

piksel (labelling) yang diperoleh dari data training area. Tahap ini juga mencakup

pemeriksaan lapangan (field check) atau dengan bantuan data rujukan lain seperti

potret udara atau peta topografi. Sekali piksel terpilih, maka analis kemudian

memerintahkan komputer untuk mengklasifikasi atau memberikan label/nama

seluruh piksel pada citra berdasarkan nilai statistik masing-masing kelas yang

terpilih dari traning area. Jumlah training area yang perlu dibuat adalah sebanyak

jumlah kategori atau kelas yang didefinisikan. Secara teori jumlah piksel yang

diambil untuk mewakili masing-masing kelas adalah sebanyak band (N) yang

digunakan ditambah satu (N+1), hal tersebut untuk menghindari matrik ragam

Page 29: Pj Untuk Lahan Kritis

13

peragam singular yang matriks kebalikannya tidak bisa dihitung. Pada prakteknya

jumlah piksel yang digunakan untuk setiap kelas adalah 10N bahkan 100N

dimana N adalah jumlah saluran yang digunakan.

• Metode Kemungkinan Maksimum (Maksimum Likehood Method)

Pada penelitian ini metode klasifikasi yang digunakan metode

Kemungkinan Maksimum (Maksimum Likehood Method). Menurut Jaya (2006)

metode ini adalah metode klasifikasi yang paling banyak digunakan, dimana DN

pada k band untuk setiap kelas mewakili pengamatan yang bebas (indepndent),

dan populasi yang digambarkan mengikuti distribusi normal-peubah ganda

(multivariate-normal distribution).

Metode ini menghasilkan hasil klasifikasi yang lebih akurat pada

mekanisme evaluasi terhadap jarak dan variasi statistik untuk pemisahan setiap

kelasnya. Metode ini mengelompokan piksel yang belum diketahui identitasnya

berdasarkan vektor rata-rata dan matriks ragam peragam dari setiap pola spektral

kelas informasi. Piksel dimasukan menjadi salah satu kelas yang memiliki

probabilitas (peluang) yang tinggi.

• Analisis Separabilitas

Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan

informasi mengenai evaluasi keterpisahan area contoh (traning area) dari setiap

kelas, apakah suatu kelas layak digabung atau tidak dan juga kombinasi band

terbaik untuk klasifikasi.

Pengujian terhadap traning area dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode Transformasi Divergensi (TD). Metode ini digunakan

untuk mengukur tingkat keterpisahan antar kelas. Nilai TD antara kelas i dan j

dapat diketahui dengan rumus di bawah ini :

( )( )[ ] ( )( )( )[ ]TjijiCjCiTrCjCiCjCiTrDij µµµµ −−++−−= −−−− 1111 5.05.0

−−=

8exp12000 ij

ij

DTD

Dengan : i,j : dua kelas yang dibandingkan Ci : matrik peragam kelas ke-i Cj : matrik peragam kelas ke-j Mi : vektor rata-rata kelas ke-i

Page 30: Pj Untuk Lahan Kritis

14

Tr : teras matriks -1, T : operasi invers dan transpose matrik Dij : jarak antara kelas kei dan kelas ke j TDij : separabilitas antar kelas i dengan kelas j

Transformasi divergensi mempunyai batas nilai 0-2000, adapun kriteria

yang digunakan dalam memisahkan antar kelas dari nilai transformasi divergensi

menurut jaya (2006) dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Kriteria tingkat keterpisahan

Nilai Transformasi Keterpisahan (Tdij)

Keterangan

2000 Sempurna keterpisahannya(Excellent) 1900 – 1999 Sangat baik keterpisahannya(Good) 1700 – 1899 Baik keterpisahannya (Fair) 1601 – 1699 Cukup baik keterpisahannya (Poor) TDij < 1600 Tidak terpisahkan (Inseparable)

Sumber : Jaya (2006)

7. Analisis Penilaian Akurasi

Penetapan akurasi dari klasifikasi citra sangat penting untuk mengevaluasi

kualitas peta yang dikembangkan dari data penginderaan jauh. Keakuratan

klasifikasi diperoleh dari perbandingan antara jumlah piksel yang dikelaskan

secara benar pada setiap kelas dengan jumlah contoh yang digunakan.

Evaluasi ini menguji tingkat keakuratan secara visual dari hasil klasifikasi

terbimbing dengan menggunakan titik-titik kontrol lapangan untuk uji akurasi.

Titik-titik lain yang ditentukan sebanyak kalas-kelas yang telah ditetapkan dalam

klasifikasi pada lokasi diluar area contoh yang telah digunakan sebelumnya.

Keakuratan hasil accuracy assessment dinyatakan dengan nilai user’s

accuracy,dan producer’s accuracy

Evaluasi akurasi terhadap besarnya kesalahan klasifikasi area contoh untuk

menentukan besarnya persentase ketelitian pemetaan. Evaluasi ketelitian

pemetaan meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar

atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel

dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total.

Page 31: Pj Untuk Lahan Kritis

15

Akurasi ketelitian pemetaan diuji dengan membuat matriks contingency

yang lebih sering disebut dengan matriks kesalahan (confusion matrix). Adapun

bentuk dari matriks kesalahan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Matriks kesalahan (confusion matrix).

Data acuan (Training Area)

Diklasifikasikan ke kelas (data kelas di peta)

Total baris Xk+

Producer’s Accuracy Xkk / Xk+

A B C D A X ii B C

..... D Xkk

Total kolom X+k N User’s accuracy Xkk/X+k Sumber : Jaya (2006)

Akurasi yang biasa dihitung berdasarkan tabel di atas antara lain, User’s

accuracy, Producer’s Accuracy dan overall accuracy. Secara matematis jenis-

jenis akurasi diatas dapat dinyatakan sebagai berikut :

%100' xX

XaccuracysUser

k

kk

+

=

%100'Pr xX

Xaccuracysoducer

k

kk

+

=

%100xN

XaccuracyOverall

r

kkk∑

=

8. Analisis Data Spasial

Berdasarkan hasil pengolahan citra yang telah dikoreksi dan dianalisa

tersebut kemudian dilakukan overlay dari citra hasil interpretasi dengan peta

digital yang dibuat dengan Sistem Informasi Geografis sehingga dapat

menentukan tingkat kekritisan lahan, mulai dari daerah yang rawan kritis sampai

sangat kritis. Adapun parameter – parameter yang digunakan untuk

meningkatkan kekritisan lahan adalah keadaan penutpan lahan, kemiringan lereng,

tingkat erosi dan tingkat pengelolaan lahan. Untuk analisis semua parameter

diberi skor. Tingkat kekritisan lahan didasarkan dari total skor parameter yang

digunakan dengan menggunakan formula atau model dari Direktorat Jendra

Page 32: Pj Untuk Lahan Kritis

16

Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2004, Departemen Kehutanan sebagai

berikut :

Σ skor = 50% FKP + 20% FKL + 20% FKE + 10% FKM

Dimana : FKP = Faktor Penutupan Lahan FKL = Faktor Kemiringan Lereng FKE = Faktor Tingkat Bahaya Erosi FKM = Faktor Pengelolaan Lahan

Pemberian proporsi nilai pada model yang digunakan untuk menentukan

tingkat kekritisan lahan tidak sama pada setiap parameter, karena diasumsikan

bahwa peranan setiap parameter terhadap terjadinya lahan kritis tidak sama.

Mengacu pada model tersebut maka parameter yang paling berpengaruh terhadap

terjadinya lahan kritis adalah pentupan lahan diikuti kemiringan lereng dan tingkat

bahaya erosi serta yang paling kecil pengaruhnya adalah pengelolaan lahan.

Selanjutnya skoring pada setiap parameter yang digunakan dapat dilihat pada

tabel 5 – 10.

Tabel 5 Pengkelasan penutupan lahan hasil pengolahan citra No Kelas Penutupan Lahan Skor 1 Sangat Rapat Hutan 5 2 Rapat Semak/Belukar 4 3 Sedang Perkebunan teh 3 4 Jarang Tegalan Ladang, Kebun campuran,

Sawah 2

5 Sangat jarang Padang Rumput, Pemukiman,Jalan Sungai

1

Tabel 6 Pengkelasan kemiringan lereng No Kelas Kelerengan

(%) Bentuk Lereng Skor

1 0 – 8 Datar 5 2 8 – 15 Landai 4 3 15 – 25 Agak Curam 3 4 25 – 40 Curam 2 5 � 40 Sangat Curam 1

Page 33: Pj Untuk Lahan Kritis

17

Tabel 7 Deskripsi tingkat bahaya erosi

No Kelas Deskripsi Skor

1 Ringan

Tanah dalam < 25% lapaisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak 20 -50 m Tanah dangkal < 25% lapsan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak > 50 m

5

3 Sedang

Tanah dalam 25 – 75 % lapaisan tanah atas hilang dan atau erosi alur pada jarak kurang dari 20m Tanah dangkal 25 – 50 % lapsan tanah atas hilang dan/atau erosi alur pada jarak 20 - 50 m

4

4 Berat

Tanah dalam >75% lapaisan tanah atas hilang dan atau erosi parit pada jarak 20 -50 m Tanah dangkal 50 – 75 % lapisan tanah atas hilang

3

5 Sangat Berat

Tanah dalam Semua lapisan tanah atas hilang > 25% lapisan tanah bawah dan/atau erosi parit dengan kedalaman sedang pada jarak <20 m Tanah dangkal < 75% lapsan tanah atas telah hilang dan/atau sebagian lapisan tanah bawah telah tererosi

2

Tabel 8 Kelas tingkat bahaya erosi

Solum Tanah Kelas Erosi

< 15 15 - 60 60 -180 180 - 480 > 480

Dalam > 90 SR R S B SB 0 I II III IV

Sedang 60 -90 R S B SB SB I II III IV IV

Dangkal 30 - 60 SR B SB SB SB II III IV IV IV

Sangat Dangkal < 30 B SB SB SB SB III IV IV IV IV

Page 34: Pj Untuk Lahan Kritis

18

Tabel 9 Deskripsi dan skor tingkat pengelolaan

No Tingkat Pengelolaan Lahan

Deskripsi Skor

1 Baik Tindakan konservasi lahan baik dan terpelihara dengan baik Tindakan pengamanan yang baik

5

2 Sedang

Tindakan konservasi lahan tidak lengkap dan tidak terpelihara dengan baik Tindakan pengamanan kurang baik

3

3 Buruk Tidak ada tindakan konservasi Tindakan pengamanan sangat kurang

1

Tingkat kekritisan lahan dikelompokkan kedalam tidak kritis, potensial

kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis. Penentuan ini didapat dari hasil overlay

semua parameter yang digunakan dengan mengetahui total skor sesuai dengan

formula sebagai berikut :

Tabel 10 Klasifikasi kekritisan lahan berdasarkan besaran nilai

No Tingkat

kekritisan Lahan

Kawasan Hutan

Lindung

Kawasan Budidaya Pertanian

Kawasan Lindung diluar Kaw. Hutan

1 Tidak Kritis 120 – 180 115 – 200 110 – 200 2 Potensial Kritis 181 – 270 201 – 275 201 – 275 3 Semi Kritis 271 – 360 276 – 350 276 – 350 4 Kritis 361 – 450 351 – 425 351 – 425 5 Sangat Kritis 451 – 500 426 – 500 426 – 500

Page 35: Pj Untuk Lahan Kritis

19

BAB III

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak dan Luas Geografis

DAS Ciliwung Hulu yang secara geografis terletak pada 106o46’00’’ BT –

107o00’00’’ BT dan 6o37’50’’LS – 6o46’00’’ LS. Berdasarkan BPDAS Citarum –

Ciliwung, luas DAS Ciliwung Hulu adalah 14.876 Ha terbagi kedalam 4 (empat)

Sub DAS yaitu :

1. Sub DAS Ciesek seluas 2.452,78 Ha

2. Sub DAS Hulu Ciliwung seluas 4.593,03 Ha

3. Sub DAS Cibogo Cisarua seluas 4.110,34 Ha

4. Sub DAS Ciseuseupan Cisukabirus seluas 3.719,85 Ha

3.2 Iklim

DAS Ciliwung Hulu mempunyai curah hujan rata-rata sebesar 2929 - 4956

mm/ tahun. Perbedaan bulan basah dan kering sangat menyolok yaitu 10,9 Bulan

basah per tahun dan hanya 0,6 Bulan kering per tahun. Tipe iklim DAS Ciliwung

Hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson ( 1951) yang didasarkan

pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (> 200 mm ) dan Bulan Kering (<

100 mm ) adalah termasuk kedalam Type A.

3.3 Tanah dan Geologi

Jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu meliputi

jenis komplek Aluvial Kelabu, Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Andosol

Coklat, Latosol Coklat, Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat. Hal ini

didasarkan atas Peta Tanah Tinjau untuk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor skala

1 : 250.000 dari Pusat Penelitian Tanah Bogor. Dari jenis-jenis tanah diatas, jenis

tanah yang tersebar luas di DAS Ciliwung Hulu adalah Latosol Coklat

Kemerahan dan Latosol Coklat sebesar 32,89 % dari total luas areal DAS

Ciliwung Hulu. Jenis tanah Latosol dan asosiasinya memiliki sifat tanah yang

baik yaitu tekstur liat berdebu hingga lempung berliat, struktur granular dan

remah, kedalaman efektif umumnya > 90 dan agak tahan terhadap erosi serta sifat

Page 36: Pj Untuk Lahan Kritis

20

kimia tanah pada dasarnya tergolong baik dengan PH tanah agak netral serta

kandungan bahan organik biasanya rendah atau sedang.

DAS Ciliwung Hulu dibangun oleh formasi geologi vulkanik yaitu

komplek utama Gunung Salak dan komplek Gunung Pangrango. Deskripsi

Litologi Kawasan DAS Ciliwung Hulu adalah tufa glas lhitnik kristal, tufa

fumice dan batu pasiran tufa, sedangkan kondisi fisiografi daerah kawasan DAS

Ciliwung Hulu merupakan daerah pegunungan dan berbukit. Elevasi umumnya

diatas 150 m dpl dan terdiri atas daerah lungur volkan tua dan muda. Bahan induk

tanah yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu adalah berupa tufa volkanik dan

derivatifnya merupakan bahan dasar pembentuk tanah jenis tanah Latosol Coklat

Kemerahan adalah jenis tanah yang dominan. Adanya pencampuran bahan

vulkanik tua dan yang lebih muda memungkinkan terbentuknya jenis-jenis tanah

lain yang berasosiasi dengan Latosol antara lain adalah tanah Andosol dan

Regosol.

3.4 Geomorfologi

Berdasarkan keadaan geomorfologinya, DAS Ciliwung Hulu didominasi

oleh dataran vulkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung seluas 3767,76 Ha

dan sebagian kecil merupakan alluvial sungai seluas 255,33 Ha.

3.5 Topografi dan Bentuk Wilayah

Berdasarkan bentuk topografinya, wilayah DAS Ciliwung Hulu bervariasi

antara bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat curam. Pada

wilayah hutan lindung, penyebaran vegetasinya tidak merata, sehingga terdapat

daerah gundul yang perlu segera direhabilitasi. Sekitar 30 % kawasan hutan di

DAS Ciliwung Hulu merupakan Hutan Produksi yang didominasi oleh jenis

Pinus, yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. perubahan fungsi

lahan terutama terjadi pada lahan budidaya pertanian dan budidaya non pertanian

(berupa permukiman pedesaan) dengan hak kepemilikan perseorangan yang

kemudian beralih fungsi menjadi lahan budidaya non pertanian berupa

permukiman perkotaan atau lahan untuk pariwisata.

Page 37: Pj Untuk Lahan Kritis

21

3.6 Kependudukan

Kependudukan di wilayah DAS Ciliwung Hulu meliputi beberapa aspek

penjabaran menyangkut jumlah, sex ratio, ukuran keluarga, kelas umur dan beban

tanggungan kerja produktif, mata pencaharian (BPDAS, 2006).

a. Jumlah dan Perkembangan Penduduk

Secara keseluruhan jumlah penduduk di DAS Ciliwung Hulu adalah sebanyak

219.395 jiwa yang terdiri dari 110.688 jiwa laki-laki dan 108.702 jiwa

perempuan dengan jumlah keluarga sebanyak 48.159 Kepala Keluarga.

Berdasarkan kondisi jumlah laki-laki dan perempuan seperti itu, maka sex

ratio yang terjadi adalah 1,02.

Berdasarkan kelas umur penduduk, jumlah penduduk terdiri atas kelas umur 0

– 15 tahun sebanyak 78.571 jiwa, kelas umur 16 - 55 tahun sebanyak 118.431

jiwa dan kelas umur Lansia (>56 tahun) adalah sebanyak 22.388 jiwa.

Keadaan penduduk demikian menunjukkan bahwa jumlah penduduk tidak

produktif lebih kecil sebanyak 100.959 jiwa dari penduduk produktif 118.431.

Hal ini mengakibatkan beban tanggungan tenaga produktif yang cukup besar

yaitu sebesar 85 %.

b. Keadaan Tenaga Kerja, Tekanan Penduduk & Laju Pertumbuhan Penduduk

Tingkat tenaga kerja di wilayah DAS Ciliwung Hulu adalah 1.369,06

jiwa/km2 untuk kepadatan geografis dan 43,54 jiwa/km2 untuk kepadatan

agraris. Kepadatan tenaga kerja yang terbesar yaitu di Kota Bogor (Desa

Katulampa, Sindangrasa, Sindangsari dan Tajur) yaitu sebesar 4.242,06

jiwa/km2 untuk kepadatan geografis dan 129,30 jiwa/km2 untuk kepadatan

agraris. Luas kepemilikan lahan pertanian di wilayah DAS Ciliwung Hulu

adalah seluas 5.039,221 ha dengan jumlah penduduk sekitar 219.395 jiwa.

c. Mata Pencaharian

Dengan jumlah penduduk 219.395 jiwa di seluruh wilayah DAS Ciliwung

Hulu, berbagai macam mata pencaharian penduduk sangat beragam dan yang

paling besar adalah mata pencaharian sebagai petani sejumlah 15.321 jiwa ,

buruh tani sejumlah 12.107 jiwa dan pedagang sejumlah 11.766 jiwa dan yang

lainnya sebagai Pegawai Negeri Sipil dan ABRI, Buruh Industri Kecil, sopir

angkutan, peternak dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa

Page 38: Pj Untuk Lahan Kritis

22

ketergantungan penduduk akan sumber daya alam berupa tanah /lahan

demikian besar dimana penghidupan penduduk didominasi oleh pemanfaatan

sumber daya alam berupa pertanian. Agar dominasi mata pencaharian

dibidang pertanian tidak mengganggu kelestarian alam dan agar produktifitas

penduduk dan lahan tetap terjaga diperlukan adanya upaya-upaya rehabilitasi

lahan dan konservasi tanah secara baik dan berkesinambungan.

3.7 Pendidikan

Pendidikan merupakan modal di dalam berkehidupan dan bermasyarakat,

dengan pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh anggota masyarakat suatu

daerah akan kelihatan tumbuh dan berkembang melalui pembangunan di berbagai

sektor. Pendidikan dan pengetahuan dapat dimiliki baik secara formal dan non

formal dan untuk itu diperlukan srana pendidikan.

Keadaan sarana pendidikan di wilayah DAS Ciliwung Hulu pada

umumnya terdiri dari pendidikan TK/RA 20 buah, SD 91 buah, SMP/MTS 15

buah. SMA/Aliyah 5 buah , Pesantren 93 Buah dan Madrasah 60 buah dan

Perguruan Tinggi 2 buah. Berdasarkan jumlah penduduk yang ada , jumlah

penduduk dengan tingkat pendidikan formal 129.116 jiwa atau 58,85 % dari

jumlah seluruh penduduk sedangkan non formal sebanyak 17.609 jiwa atau

sebesar 8 %.

Page 39: Pj Untuk Lahan Kritis

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Survey Lapangan

Survey lapangan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan

informasi keberadaan penggunaan atau penutupan lahan hasil interpretasi citra

satelit apakah sesuai dengan kondisi yang ada sekarang. Survey lapangan

dilakukan dengan pengambilan titik – titik koordinat pengamatan. Titik – titik

pengamatan diambil pada tempat – tempat yang tidak berubah untuk jangka waktu

yang lama atau mewakili penutupan lahan yang ada. Titik – titik pengamatan

disajikan pada lampiran 1. Berdasarkan pengamatan dilapangan sebagian besar

penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu adalah pemukiman berupa villa

(penginapan) terutama disepanjang jalan utama puncak, pemukiman juga terdapat

pada daerah sempadan sungai yang seharusnya menjadi kawasan lindung.

Budidaya pertanian yang ada berupa sawah, tegalan/ladang, dan kebun campuran.

Padang rumput yang ada lebih mendekati kepada lahan kosong. Semak belukar

tesebar pada kawasan dengan kelerengan landai sampai curam. Pada daerah

megamendung terdapat hutan pinus yang dikelola oleh pihak perhutani,

perbatasan hutan (TN Gede Pangrango) terdapat sedikit rambahan yang berubah

menjadi tegalan/ladang.

Citra Quickbird dikoreksi menggunakan titik lapangan dari google erath,

selanjutnya citra SPOT 4 dikoreksi mengikuti citra Quickbird dan menghasilkan

RMSerror sebesar 0.48 piksel. Menurut Jaya (2006), nilai RMSE tidak boleh

lebih dari 0,5 piksel. Berdasarkan hal tersebut hasil rektifikasi layak untuk

digunakan untuk proses selanjutnya. RMSerror menggambarkan radius kesalahan

yang diperbolehkan.

4.2 Pemetaan Penutupan Lahan

Berdasarkan elemen-elemen interpretasi penutupan lahan citra (rona,

ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan dan situs/asosiasi) yang digunakan dalam

interpretasi tutupan lahan SPOT 4 dan Quickbird DAS Ciliwung hulu Bogor

dihasilkan 10 kelas tutupan lahan yaitu hutan, semak belukar, kebun campuran ,

Page 40: Pj Untuk Lahan Kritis

24

tegalan/ladang, sawah, pemukiman, perkebunan teh, padang rumput, sungai dan

jalan. Pengkelasan tersebut didasarkan pada pengambilan data dilapangan dan

objek yang terlihat pada kedua citra. Pengkelasan tersebut dilakukan mengikuti

citra SPOT 4 sehingga jika pada citra Quickbird dapat dibuat lebih dari 2 kelas

pada suatu penampakan, maka harus mengikuti penampakan yang terlihat pada

citra SPOT 4.

Selanjutnya hasil pengamatan lapangan digunakan untuk training area

dalam klasifikasi citra. Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan atau

melakukan segmentasi terhadap kenampakkan yang homogen dengan

memasukkan piksel-piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah

ditentukan berdasarkan nilai kecerahan piksel yang bersangkutan. Metode

klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing

(supervised classification), dimana analis perlu membuat area contoh (training

area) terlebih dahulu. Pengkelasan klasifikasi berbeda dengan interpretasi visual

karena hanya SPOT 4 saja yang diambil nilai pikselnya untuk pembuatan training

area. Dalam klasifikasi dibuat 12 kelas yaitu Hutan, Semak belukar, Kebun

Campuran, Tegalan/Ladang, Sawah, Pemukiman, Perkebunan teh, Padang

Rumput, Sungai, Jalan, awan dan bayangan awan. Tahap terpenting dalam

klasifikasi terbimbing ini adalah tahap penamaan piksel (labelling) yang diperoleh

dari data training area. Pada penelitian ini jumlah training area yang digunakan

sebesar 6.652 (Tabel 11), maka berdasarkan ketentuan dimana jumlah training

area minimal adalah N+1, maka pengkelasan yang dibuat telah masuk persyaratan

jumlah training area.

Setelah membuat area contoh untuk klasifikasi, dapat dilihat apakah area

contoh suatu kelas dapat teridentifikasi secara statistik atau tidak dengan

melakukan uji separabilitas atau daya keterpisahan. Berdasarkan hasil rata-rata

keterpisahan menunjukkan nilai dalam kategori baik (1900 - 1999) sebesar 1983,

37. Nilai tersebut berarti bahwa pengkelasan pada klasifikasi dapat dibedakan

dengan baik antara kelas yang satu dengan kelas yang lainnya. Terdapat 37

pasang kelas yang dikategorikan sangat baik (excellent), 26 pasang kelas yang

dikategorikan baik (good) dan 2 pasang yang dikategorikan cukup (fair). Pada

Tabel 12 disajikan secara lengkap nilai hasil separabilitas.

Page 41: Pj Untuk Lahan Kritis

25

Tabel 11 Kelas dan jumlah piksel training area

Untuk melihat apakah klasifikasi dapat digunakan lebih lanjut untuk

keperluan menghitung lahan kritis maka harus diketahui nilai akurasi dari

klasifikasi. Metode yang paling umum digunakan untuk mengetahui tingkat

akurasi adalah dengan menggunakan matrik kesalahan (confusion matrik). Matrik

ini merupakan hasil dari proses klasifikasi dengan pembuatan training area

dimana dari matrik dapat dilihat penyimpangan yaitu berupa kelebihan jumlah

piksel dari kelas lain atau kekurangan jumlah piksel pada masing-masing kelas.

Idealnya seluruh elemen yang bukan diagonal didalam matriks tersebut harus

bernilai nol yang berarti tidak ada penyimpangan dalam klasifikasi. (Lillesand dan

Kiefer, 1990). Tingkat ketelitian sebagai kriteria utama klasifikasi tutupan lahan

yaitu overall accuracy minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus

tidak kurang dari 85 %. (Jaya 2006). Berdasarkan hasil dari uji akurasi didapatkan

Overall accuracy sebasar 94, 55% yang berarti kelas penutupan lahan yang

dibuat dapat digunakan karena hasilnya lebih ≥ 85 %. Untuk kelas penutupan

lahan yang memiliki nilai producer’s accuracy sebesar 100% ini berarti tidak ada

piksel dari dan ke kelas lain. Hasil uji akurasi terhadap area contoh dapat

dilihatdalam bentuk matrik kontigensi dapat dilihat pada Tabel 13.

Berdasarkan hasil klasifikasi dijital citra SPOT 4 dan Interpretasi citra

Quickbird pada daerah yang tertutup awan maka pada daerah penelitian terdapat

No Nama Kelas Jumlah 1. Hutan 807 2. Semak Belukar 231 3. Sawah 105 4. Bayangan Awan 942 5. Pemukiman 702 6. Tegalan/Ladang 552 7. Padang Rumput 54 8. Kebun Campuran 411 9. Sungai 51 10 Awan 2391 11 Perkebunan Teh 361 12 Jalan 45 Total 6652

Page 42: Pj Untuk Lahan Kritis

26

10 kelas tutupan lahan yaitu hutan, semak belukar, kebun campuran,

tegalan/ladang, sawah, pemukiman, perkebunan teh, padang rumput, sungai dan

jalan. Luasan masing-masing kelas tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 14 dan

sebaran spasialnya dapat dilihat pada gambar 5.

Tabel 14 Jenis Tutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

No Jenis Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan 5503,02 36,69 2 Jalan 36,45 0,24 3 Kebun Campuran 714,81 4,77 4 Padang Rumput 172,63 1,15 5 Pemukiman 2799,45 18,67 6 Perkebunan Teh 1311,01 8,74 7 Sawah 1414,28 9,43 8 Semak Belukar 945,06 6,30 9 Sungai 55,85 0,37 10 Tegalan/Ladang 2044,73 13,63

Total ± 14997,29 100 Sumber : Hasil interpretasi citra SPOT 4 tahun 2008 dan citra Quickbird tahun 2006

Gambar 5 Peta penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Page 43: Pj Untuk Lahan Kritis

27

Tabel 12 Hasil Separabilitas Klasifikasi

Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Hutan 0 2000 2000 1999.98 2000 1999.9 2000 1999.4 2000 2000 1988 2000

Sawah 2000 0 1999.8 2000 1966.6 1999.9 1992.9 1992.6 1955.6 2000 2000 1982.3

Semak Belukar 2000 1999.8 0 1993.19 2000 2000 2000 1912.9 1967.9 2000 2000 1977.1

Bay. Awan 1999.9 2000 1993.1 0 2000 2000 2000 1984.7 2000 2000 2000 1999.9

Pemukiman 2000 1924 2000 2000 0 1999.74 2000 1962.2 1995.4 2000 2000 1996.1

Tegalan/Ladang 1999.9 1966.6 2000 2000 1999.74 0 1999.4 1987.2 1999.2 2000 1995.83 1999.8

Padang Rumput 2000 1999.9 2000 2000 2000 1999.41 0 2000 2000 2000 2000 2000

Kebun Campuran 1999.4 1992.9 1612.9 1984.73 1962.29 1978.27 2000 0 1985.1 2000 2000 1899.6

Sungai 2000 1955.6 1967.9 2000 1995.42 1999.27 2000 1985.1 0 2000 2000 1780.4

Awan 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0 2000 2000

Perkebunan teh 1988 2000 2000 2000 2000 1995.83 2000 2000 2000 2000 0 2000

Jalan 2000 1982.3 1977.1 1999.95 1996.18 1999.89 2000 1899.6 1780.4 2000 2000 0

Average Seprabilitily = 1983, 37 (Baik/Good)

27

Page 44: Pj Untuk Lahan Kritis

28

Tabel 13 Matrik kontigensi hasil uji akurasi terhadap area contoh

Kelas 1 2 3 4 5 6 7 9 8 10 11 12 Total PA(%) Hutan 765 0 0 0 0 2 0 27 0 0 0 0 794 96,34 Sawah 0 93 0 0 4 1 0 0 0 0 0 0 98 94,89 Semak Belukar 9 0 174 1 0 2 0 72 0 0 0 0 258 67,44 Bay. Awan 3 0 0 912 0 0 0 0 0 0 0 0 915 99,67 Pemukiman 0 3 0 0 648 0 0 12 3 1 0 0 667 97,15 Tegalan/Ladang 0 6 3 0 3 504 0 0 3 0 5 0 524 96,18 Padang Rumput 0 0 0 0 0 0 54 0 0 0 0 0 54 100 Kebun Campuran 15 0 54 27 24 0 0 291 0 0 0 0 411 70,80 Sungai 0 3 0 0 6 9 0 3 42 3 0 0 66 63,63 Awan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2385 0 0 2385 100 Perkebunan teh 15 0 0 0 0 24 0 0 0 0 354 0 393 90,07 Jalan 0 0 0 0 9 0 0 6 3 0 0 45 63 71,42 Column Total 807 105 231 940 694 542 54 411 51 2389 359 45 6628 UA (%) 94,79 88,57 75,32 97,02 93,37 92,98 100 70,80 82,35 99,83 98,60 100

Overall accuracy = 94, 55%

28

Page 45: Pj Untuk Lahan Kritis

29

Penggunaan lahan pada DAS Ciliwung Hulu secara umum terbagi menjadi

kawasan hutan lindung, kawasan pertanian baik lahan basah ataupun lahan kering,

kawasan perkebunan dan areal pemukiman. Pada DAS Ciliwung Hulu Bogor

hutan yang ada berfungsi sebagai kawasan hutan lindung dengan status hutan

Negara, terdapat pada Desa Cibeurem dan Desa Citeko, Kecamatan Cisarua dan

Desa Megamendung Kecamatan Megamendung. Kawasan hutan didominasi

vegetasi hasil suksesi alami dimana kerapatan pada hutan lindung semakin

berkurang dan 30% dari kawasan hutan DAS Ciliwung hulu merupakan hutan

produksi tanaman pinus (Candra 2003).

Kawasan pertanian pada DAS Ciliwung hulu didominasi oleh persawahan

dan tegalan/ladang. Berdasarkan peta penutupan lahan kawasan pertanian telah

banyak yang berubah menjadi areal pemukiman. Daerah pertanian ini banyak

terdapat pada Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. Kawasan

perkebunan terdapat pada Kecamatan Cisarua. Jenis perkebunan adalah

perkebunan teh dimana selain berfungsi sebagai perkebunan teh juga sebagai

kawasan wisata.

Areal pemukiman pada daerah penelitian ini merupakan proporsi lahan

terbesar kedua setelah hutan. Pemukiman yang ada cenderung menyebar dan

berada disepanjang Jalan Raya Puncak. Masih terdapat pola pemukiman pedesaan

dan biasanya dekat dengan areal persawahan, tegalan/ladang dan kebun

campuran. Kebun campuran yang ada umumnya dalah tanaman palawija, kelapa,

dan karet.

Persentase penutupan lahan yang paling besar adalah hutan sebesar 36,96

% (5503,02 ha). Adapun urutan penutupan lahan dari yang terbesar hingga yang

terkecil adalah hutan, pemukiman, ladang/tegalan, sawah, perkebunan teh, semak

belukar, kebun campuran, padang rumput, sungai dan jalan.

4.3 Analisis Data Spasial

Data spasial yang dibutuhkan berdasarkan model dari Direktorat Jenderal

Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2004 adalah :

1. Kondisi Penutupan Lahan

Page 46: Pj Untuk Lahan Kritis

30

Informasi tentang penutupan lahan diperoleh dari hasil interpretasi citra

penginderaan jauh. Berdasarkan hasil interpretasi citra SPOT 4 tahun 2008 dan

citra Quickbird tahun 2006 terdapat 10 kelas penutupan lahan yaitu hutan, semak

belukar, kebun campuran , tegalan/ladang, sawah, pemukiman, perkebunan teh,

padang rumput, sungai dan jalan. Pengkelasan tersebut didasarkan pada

pengambilan data dilapangan dan objek yang terlihat pada kedua citra. Untuk

keperluan pemetaan lahan kritis maka berdasarkan pengamatan dilapangan dan

penampakan objek pada persentase penutupan tajuk pohon pada citra maka kelas

penutupan lahan tersebut dikelompokkan menjadi 5 kelas yaitu:

• Sangat rapat

Hutan adalah semua penampakan vegetasi lebat baik di dataran tinggi ataupun

di perbukitan pada DAS Ciliwung Hulu Bogor,

• Rapat

Semak belukar adalah kawasan bekas hutan yang telah tumbuh kembali atau

kawasan dengan liputan pohon jarang atau vegetasi rendah,

• Sedang

Semua penampakan perkebunan teh

• Jarang

Kawasan pertanian secara umum pada DAS Ciliwung Hulu ditanami dengan

tanaman dengan daur pendek,

• Sangat jarang

Kawasan yang lebih mengarah ke lahan kosong dan areal terbangun Luasan setiap kelas penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 15 dan

sebaran spasialnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 15 Kelas penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Kelas Penutupan Lahan Luas (ha) Persentase Sangat Rapat Hutan 5503,02 36,69

Rapat Semak/Belukar 945,06 6,30 Sedang Perkebunan teh 1311,01 8,74 Jarang Tegalan Ladang, Kebun campuran, Sawah 4173,82 27,83

Sangat jarang Padang Rumput, Pemukiman,Jalan Sungai

3064 20,43

Total ±14997.29 100

Page 47: Pj Untuk Lahan Kritis

31

2. Kelas Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng berpengaruh terhadap terjadinya lahan kritis karena

semakin curam tingkat kemiringan lereng, maka akan semakin besar potensi

terjadinya lahan kritis. Bentuk topografi wilayah DAS Ciliwung Hulu Bogor

bervariasi antara bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat

curam. Berdasarkan pengolahan peta topografi daerah penelitian diubah menjadi

kelas lereng menggunakan analisis permukaan atau DEM (Digital Elevation

Model), daerah penelitian diklasifikasikan menjadi 5 kelas kemiringan lereng.

Luasan setiap kelas kemiringan lereng daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel

16 dan sebaran spasialnya pada Gambar 6.

Tabel 16 Pengkelasan Kemiringan Lereng

Kelas Kelerengan Kecamatan Luas (Ha) Persentase

Cisarua Ciawi Megamendung Sukaraja

0 – 8 (Datar) 2521,61 504,81 2199,77 66,02 5292,21 35,29

8 – 15 (Landai) 1490,24 32,96 1024,16 70,29 2617,66 17,45

15 – 25 (Agak Curam) 1547,04 30,22 1117,83 20,86 2715,94 18,11

25 -40 (Curam) 2633,83

1046,84

3680,66 24,54

>40 (Sangat Curam) 566,18

124,65

690,83 4,61

Total ±14997,29 100

Kelas kemiringan lereng yang mendominasi daerah penelitian ini adalah

kelas kemiringan lereng datar (0 – 8 %) dengan luas sebesar 5292, 21 ha (35,29

%). Kelas kemiringan lereng sangat curam (45 – 100 %) merupakan kelas

kemiringan dengan luasan terkecil sebesar 690,83 ha (4,61 %). Kemiringan lereng

datar terluas terdapat pada Kecamatan Cisarua seluas 2521, 61 ha (47, 64%)

sementara untuk luasan terkecil terdapat pada Kecamatan Sukaraja seluas 66,02

ha (1,25 %).

Page 48: Pj Untuk Lahan Kritis

32

Gambar 6 Peta kelas kemiringan lereng DAS Ciliwung Hulu Bogor

3. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Peta tingkat bahaya erosi (TBE) didapatkan dari peta erosi dan peta solum

tanah tahun 2007 yang bersumber dari BPDAS Citarum – Ciliwung. Pemetaan

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dilakukan dengan cara mengoverlay peta erosi

dengan solum tanah. Dalam penelitian ini Tingkat Bahaya Erosi diklasifikasikan

menjadi 4 kelas yaitu ringan, berat, sedang, dan sangat berat. Luasan setiap kelas

tingkat bahaya erosi (TBE) dapat dilihat pada Tabel 17 dan sebaran spasialnya

pada Gambar 7.

Tabel 17 Tingkat Bahaya Erosi DAS Ciliwung Hulu

TBE Kecamatan

Luas (Ha) Persentase Cisarua Ciawi Megamendung Sukaraja

Ringan 2987.47 - 1710.90 - 4698.37 31.33

Berat - 9.14 153.98 31.88 194.99 1.3

Sedang 60.94 - 42.74 0.06 103.74 0.69

Sangat Berat 5719.14 562.74 3591.50 126.82 10000.19 66.68

Total ±14997,29 100

Page 49: Pj Untuk Lahan Kritis

33

Kelas tingkat bahaya erosi yang mendominasi pada daerah penelitian

adalah kelas tingkat bahaya erosi sangat berat seluas 10000,19 ha (66,68 %)

dengan luasan proporsi terbesar terdapat pada Kecamatan Cisarua dan Kecamatan

Megamendung. Kelas tingkat bahaya erosi yang terkecil adalah kelas tingkat

bahaya erosi sedang seluas 103,74 ha (0,69%) dengan luasan proporsi terbesar

terdapat pada Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung.

Gambar 7 Peta tingkat bahaya erosi DAS Ciliwung Hulu Bogor

4. Pengelolaan Lahan

Pengelolaan lahan diartikan sebagai tindakan yang diberikan terhadap

pengunaan lahan yang diperlukan agar tanah tidak rusak dan tanah dapat

digunakan secara berkelanjutan. Dalam hal ini adalah pengelolaan tanaman dan

konservasi lahan. Pengelolaan merupakan salah satu parameter yang digunakan

untuk menilai kekritisan lahan. Penggunaan lahan akan berpengaruh terhadap

pengelolaan lahan. Untuk kawasan lindung, penilaian dilihat dari aspek

pengamanan dan ada tidaknya pengawasan. Untuk kawasan pertanian dilihat dari

adanya terasering atau penanaman searah kontur, adanya tanaman penutup tanah

yang cukup. Untuk kawasan perkebunan apakah adanya alur/parit sebagai

penahan erosi. Untuk areal pemukiman apakah pembangunannya menggunakan

Page 50: Pj Untuk Lahan Kritis

34

tindakan konservasi seperti luas bangunan yang ada tidak melebihi luas tanah

yang ada, apakah faktor jarak diperhitungkan antara rumah yang satu dengan yang

lainnya. Tingkat pengelolaan akan sangat berpengaruh terhadap kerusakkan suatu

lahan. Pada Tabel 18 disajikan luasan tiap kelas pengelolaan lahan dan sebaran

spasialnya pada Gambar 8.

Tabel 18 Pengelolaan Lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Kelas Kecamatan

Luas (ha) Persentase Cisarua Ciawi Megamendung Sukaraja Baik 5005.59 - 1808.48 - 6814.07 45.44 Buruk 605.36 109.64 378.07 0.20 1093.26 7.29 Sedang 3156.71 462.23 3312.57 158.56 7090.07 47.28

Total ±14997,29 100

Gambar 8 Peta pengelolaan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Dengan asumsi pada setiap jenis tutupan lahan mempunyai tindakan

pengelolaan yang sama maka pengelolaan lahan dikelaskan menjadi 3 yaitu :

• Baik

Kawasan yang memiliki pengawasan yang baik, tata batas yang jelas,

pengelolaan tanamannnya baik dan tindakan konservasi tanah diperhatikan.

Page 51: Pj Untuk Lahan Kritis

35

Tutupan lahan yang masuk kelas kelas ini adalah kawasan hutan dan

perkebunanan teh. Kawasan hutan pada DAS ini merupakan kawasan lindung

yang berstatus hutan negara sehingga tindakan pengelolaan cukup baik dari

segi pengamanan, tata batas, vegetasi yang rapat merupakan hasil dari suksesi

alami. Jika dilihat dari segi tata batas perkebunan teh memiliki batas yang

jelas, pengelolaannya sangat dijaga mengingkat kawasan perkebunan pada

daerah penelitian merupakan kawasan produksi teh. Konservasi lahan dilihat

dari parit, pembuatan teras-teras, dan pengelolaan tanah yang searah kontur

sebagai tindakan konservasi.

• Sedang

Kawasan yang memiliki pengelolaan tanaman dan konservasi lahan yang

cukup baik dan pengamanannya kurang baik. Tutupan lahan yang masuk

dalam kelas ini adalah semak belukar, kawasan pertanian (sawah,

tegalan/ladang, dan kebun campuran), serta sebagian pemukiman. Bekas hutan

(semak belukar) yang telah tumbuh kembali atau kawasan dengan liputan

pohon jarang atau vegetasi rendah serta tidak terawat baik dari segi

pengelolaan tanaman dan konservasi lahan. Kawasan pertanian baik

tegalan/ladang, kebun campuran, maupun sawah pada dasarnya memiliki

tindakan pengelolaan yang baik tapi tidak ada batasan area yang jelas. Untuk

pemukiman yang tidak rapat dengan adanya ruang terbuka hijau dan dibangun

pada areal datar sampai landai.

• Buruk

Kawasan yang tidak memiliki tindakan konservasi lahan. Tutupan lahan yang

masuk dalam kelas ini adalah padang rumput, jalan, sungai, dan sebagian

pemukiman. Jalan yang dimaksud adalah jalan aspal yang telah mengalami

pengerasan akibat tujuan tertentu sehingga tidak mempunyai kemampuan

penyerapan air, pemukiman yang dibangun dengan rapat yang akan

berpengaruh terhadap penyerapan air. Sempadan sungai merupakan kawasan

lindung selain kawasan hutan lindung yang harus dijaga sehingga dapat

berfungsi sebagaimana mestinya. Namun jika dilihat dari keadaan lapangan

kanan kiri sungai telah banyak yang beralih fungsi menjadi pemukiman.

Page 52: Pj Untuk Lahan Kritis

36

Kelas pengelolaan yang mendominasi pada daerah penelitian ini adalah

kelas pengelolaan sedang dengan luas sebesar 7090,07 ha (47,28%) dan kelas

pengelolaan baik dengan luasan sebesar 6814,07 (45,44%). Kelas pengelolaan

lahan sedang terluas terdapat pada Kecamatan Megamendung sebesar 3312,57 ha

dan luasan terkecil terdapat pada Kecamatan Sukaraja sebesar 0,20 ha .

4.4 Analisis Kekritisan Lahan

Berdasarkan model dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan

Perhutanan Sosial 2004, Departemen Kehutanan, tingkat kekritisan lahan dapat

diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu tidak kritis, potensial kritis, semi kritis,

kritis, dan sangat kritis. Analisis tingkat kekritisan lahan dibatasi pada 3 kawasan

yaitu kawasan hutan lindung, kawasan budidaya pertanian dan kawasan lindung

diluar kawasan hutan. Klasifikasi kekritisan lahan berdasarkan besaran nilai setiap

kawasan disajikan pada Tabel 10. Pemetaan kekritisan lahan dilakukan dengan

overlay semua parameter (penutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya

erosi dan pengelolaan lahan). Pembobotan nilai berbeda-beda sesuai dengan

peranan masing-masing parameter dalam terbentuknya kekritisan lahan. Hasil

overlay akan mempunyai nilai hasil penggabungan dari beberapa parameter yang

digunakan. Luasan tingkat kekritisan lahan disajikan pada Tabel 19 dan sebaran

spasialnya pada gambar 9.

Tabel 19 Tingkat kekritisan lahan berdasarkan kawasan

Kelas Hutan Lindung

Kawasan budidaya pertanian

Kawasan lindung non hutan Luas

2008 Luas * 2003 Luas

(ha) % Luas (ha) % Luas (ha) %

tidak kritis 1169.04 9.67 96.68 0.80 - 0.00 1265.72 2631.96

potensial kritis

3787.73 31.33 1522.37 12.59 11.81 0.10 5321.90 3538.37

agak kritis 443.15 3.67 879.11 7.27 8.76 0.07 1331.02 3453.85

kritis 18.61 0.15 3783.89 31.30 211.29 1.75 4013.78 2438.18

sangat kritis 1.21 0.01 126.94 1.05 27.97 0.23 156.12 1668.10

Total 5419.73 44.83 6408.98 53.02 259.83 2.15 12088.54 13730.46

Ket * : Luasan hasil penelitian Candra 2003

Page 53: Pj Untuk Lahan Kritis

37

Gambar 9 Kekritisan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama

Gambar 9 Kekritisan lahan DAS Ciliwung Hulu Bogor

Jika dibandingkan hasil penilitian ini (Tabel 19) dalam jangka 5 antara

tahun 2003 dan tahun 2008, terlihat luasan kekritisan lahan pada DAS Ciliwung

Hulu Bogor mengalami banyak perubahan. Untuk kelas tidak kritis luasannya

berkurang dari 2631.96 Ha menjadi 1265.72 Ha, kelas potensial kritis luasannya

bertambah dari 3538.37 Ha menjadi 5321.90 Ha, kelas agak kritis luasannya

berkurang dari 3453.85 Ha menjadi 1331.20 Ha dan kelas kritis luasannya

bertambah dari 2438.18 Ha menjadi 4013.78 Ha.

Hasil penelitian ini tidak dapat dibandingkan secara tepat karena data dan

metoda yang digunakan ada yang berbeda tapi hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai gambaran bahwa tingkat kekritisan lahan semakin besar. Hal ini

disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan dari tahun 2003 ke tahun 2008.

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama

melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber

daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan

Pembangunan berkelanjutan (Keppres No. 32 tahun 1990).

Page 54: Pj Untuk Lahan Kritis

38

Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas

yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan sekitar maupun

bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara

kesuburan tanah. Berdasarkan peta RTRW tahun 2003, Kawasan hutan dalam

daerah penelitian ini merupakan kawasan hutan lindung yang secara administrasi

terletak pada Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung. Luasan kelas

kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung secara berturut-turut adalah

potensial kritis sebesar 3787,73 ha (31,33%), tidak kritis sebesar 1169,04 ha (9,67

%), agak kritis sebesar 443,15 ha (3,67 %), kritis 18,61 ha (0,15 %) dan sangat

kritis 1,21 ha (0.01 %) dari luas keseluruhan. Kelas tidak kritis dan potensial kritis

memiliki penutupan lahan yang sangat rapat berupa hutan dengan tingkat

kemiringan lereng landai hingga curam, tingkat bahaya erosi sangat berat dan

pengelolaan lahan baik. Kelas agak kritis pada umumnya berada pada tingkat

kemiringan sangat curam. Untuk kelas kritis dan sangat kritis pada hutan lindung

pada umumya penutupan lahan yang ada berupa hutan telah berubah menjadi

padang rumput. Kelas kritis dan sangat kritis terdapat pada Kecamatan Cisarua

Desa Cibereum. Pada dasarnya kawasan hutan lindung di DAS Ciliwung Hulu

masih memegang peranan sebagai pelindung bagi daerah sekitarnya. Berbagai

cara untuk menangani lahan kritis telah dilakukan untuk salah satunya melalui

program reboisasi. Reboisasi bertujuan untuk mempertahankan mutu hutan

lindung dan diharapkan dapat meningkatkan daya pulih fungsi ekosistem hutan.

Kawasan budidaya pertanian adalah kawasan yang diperuntukkan untuk

budidaya pertanian termasuk didalamnya pertanian lahan kering, lahan basah dan

perkebunan. Kawasan budidaya pertanian paling banyak terdapat pada Kecamatan

Megamendung kemudian Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Cisarua, dan

Kecamatan Ciawi. Berdasarkan sebaran spasialnya kelas kekritisan lahan yang

mendominasi adalah lahan kritis dengan luas sebesar 3783,89 ha (31,30 %) dan

luasan terkecil adalah kelas tidak kritis sebesar 96,68 ha (0,80 %). Pada kawasan

bududaya pertanian kelas tidak kritis sampai agak kritis terdapat Kecamatan

Cisarua di Desa Tugu Selatan, Cibereum, Citeko dan pada Kecamatan

Megamendung di Desa Kuta, Megamendung, Cilember. Kondisi penutupan lahan

dari kelas rapat hingga sedang berupa semak belukar dan perkebunan teh, tingkat

Page 55: Pj Untuk Lahan Kritis

39

kemiringan lereng datar hingga landai, tingkat bahaya erosi ringan serta tingkat

pengelolaan lahan baik hingga sedang. Untuk kelas kritis memiliki penutupan

lahan jarang, tingkat bahaya erosi sangat berat, pengelolaan sedang dan kelas

kemiringan lereng beragam, pada Kecamatan Megamendung, Sukaraja, Ciawi

datar hingga landai sedangkan Kecamatan Cisarua landai hingga curam. Untuk

tingkat sangat kritis terdapat pada kecamatan cisarua di desa tugu selatan,

sukawangi, dan cibereum. Memiliki kelas penutupan lahan sangat jarang,

kemiringan lereng datar hingga landai, tingkat bahaya erosi sangat berat dan

pengelolaan lahan yang buruk. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa

sebagian kawasan budidaya pertanian di DAS Ciliwung Hulu memiliki tingkat

kritis yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah karena

berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi berat. Salah satu upaya

untuk mengatasi lahan kritis pada daerah ini adalah penghijauan. Penghijauan

merupakan upaya untuk memulihkan atau memperbaiki kembali keadaan lahan

kritis di luar kawasan hutan agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan

pengatur tata air yang baik serta mempertahankan dan meningkatkan daya guna

lahan sesuai peruntukkannya. Salah satunya dengan agroforestry. Agroforestry

merupakan perpaduan tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan. Tanaman

yang ditanam pada lahan tersebut dipilih tanaman potensial (adaptif pada kondisi

lahan kritis) yang berfungsi ekologis tapi juga berfungsi ekonomis. Seperti

tanaman dari family leguminosae (kaliandra, lamtoro gung, dan sengon) yang

dapat memperkuat teras dengan perakaran yang dalam, tahan terhadap musim

kering dan pertumbuhannya cepat. Pengelolaan dalam penggunaan lahan juga

diperlukan agar tanah tidak rusak dan tanah dapat digunakan secara

berkelanjutan.

Kawasan lindung selain hutan adalah kawasan yang termasuk

perlindungan setempat yaitu sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan sekitar

waduk/danau dan kawasan mata air (Keppres No. 32 tahun 1990). Berdasarkan

interpretasi citra pada DAS Ciliwung Hulu terdapat kawasan sempadan sungai

yaitu kawasan kanan kiri sungai Ciliwung Hulu dengan lebar 50 m karena pada

daerah penelitian sungai yang ada kurang dari 30 m. Tingkat kekritisan lahan

yang mendominasi adalah kritis seluas 211,29 ha (1,75 %) dan sangat kritis seluas

Page 56: Pj Untuk Lahan Kritis

40

27,97 ha (0,23%). Sedangkan kelas agak kritis adalah kelas dengan luasan terkecil

sebesar 8,76 ha (0,07 %). Pada sempadan sungai tidak terdapat kelas tidak kritis.

Pada kawasan ini kelas kritis dan sangat kritis ditandai dengan penutupan lahan

jarang-sangat jarang berupa areal pertanian (sawah, tegalan/ladang, kebun

campuran) dan pemukiman, kelas kemiringan lereng datar hingga landai, tingkat

bahaya erosi sangat berat dan pengelolaan sedang sampai buruk, yang

membedakan dengan kelas agak berat hanya pada tingkat bahaya erosinya berat.

Untuk kelas potensial kritis ditandai dengan kelas penutupan lahan rapat berupa

semak belukar, kelas kemiringan lereng datar, tingkat bahaya erosi sangat berat

dan pengelolaan lahan sedang. Sempadan sungai secara administrasi terdapat di

Kecamatan Ciawi, Sukaraja, Megamendung dan Cisarua. Pada kawasan ini yang

perlu dilakukan adalah penghijauan disepanjang DAS secara berkelanjutan.

Page 57: Pj Untuk Lahan Kritis

41

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan :

1. Dari interperetasi citra SPOT 4 kombinasi citra Quickbird, kelas

penutupan lahan yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu Bogor adalah

hutan, semak belukar, kebun campuran , tegalan/ladang, sawah,

pemukiman, perkebunan teh, padang rumput, sungai dan jalan. Dengan

persentase terbesar adalah hutan sebesar 36,69 %.

2. Dari analisis data spasial didapatkan peta penyebaran lahan kritis pada

kawasan hutan lindung, kawasan budidaya pertanian, dan kawasan

lindung selain hutan (sempadan sungai). Persentase lahan kritis pada

kawasan hutan lindung sebesar 0,15%, kawasan budidaya pertanian

sebesar 31,30% dan kawsan hutan lindung selain hutan (sempadan sungai)

sebesar 1,75%.

3. Dengan penggunaan Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis

pemetaan lahan kritis dapat dilakukan dengan lebih efisien baik baik dari

segi waktu, biaya dan tenaga.

B. Saran

1. Perlu dilakukan upaya konservasi dalam pengelolaan lahan terutama pada

kelas lereng curam sampai sangat curam seperti pembuatan tanaman

penutup, pembuatan terassering searah kontur sehingga dapat mengurangi

laju erosi

Page 58: Pj Untuk Lahan Kritis

42

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi tanah dan Air. Edisi kedua. IPB Press. Bogor

Candra, A. 2003. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Kritis di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu Kabupaten/Kota Bogor Dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2004. Petunjuk Tehnis Penyusunan Data Spasial lahan Kritis. Departemen Kehutanan.

Jaya, I.N.S. 2006. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Penginderaan Jarak Jauh. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Keppres No. 32.1990. http:// www.wgtenure.org/file/Peraturan_Perundangan [ 5 Agustus 2008]

Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Diterjemahkan oleh Dulbari et al. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Manan, S. 1992. Ekologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kursus Peltihan Pengelolaan Sungai Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan Holistik. Bogor.

Prahasta, E. 2008. REMOTE SENSING Praktis penginderaan Jauh dan Pengolahan citra Dijital dengan Perangkat Lunak ER Mapper. Informatika. Bandung.

Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geogarafi. Informatika. Bandung.

Prasatya, R D. 2006. Kajian Spasial Sebaran Vegetasi Mengguakan Citra Ikonos dan Sistem Informasi Geografis : Studi Kasus di Sub Das Ciliwung Hulu. Jurusan Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor. Bogor

Purwadhi, F.S.H. 2001. Interpretasi Citra Dijital. Grasindo. Jakarta.

Pusat Data Penginderaan Jauh. 2008. Bimbingan Teknis Pengolahan Dan Pemanfaatan Data satelit Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Potensi Daerah. LAPAN. Jakarta.

Sarief, S. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung.

Setyawan, M. 2007. Pendugaan Potensi Tegakan Hutan Lahan Kering Dengan Tehnik Double Sampling Menggunakan Citra Resolusi Tinggi Di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Jurusan Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 59: Pj Untuk Lahan Kritis

43

Sukarman. 1997. Statistik Sumber Daya Lahan/Tanah di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor.

Sunarti. Pengelolaan DAS Berbasis Bioregion. Suatu Altenatif Menuju Pengelolaan Berkelanjutan. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan.

Wikipedia.2006b. Quickbird (Satellite).http://en.wikipedia.org/wiki/Quickbird [2 November 2007]

Page 60: Pj Untuk Lahan Kritis

44

LAMPIRAN

Page 61: Pj Untuk Lahan Kritis

45

Lampiran 1 Titik GCP Point X Y KETERANGAN

1 713959.99873 9261944.97743 Pemukiman 2 719004.76317 9259349.69713 Tegalan/ladang 3 718306.19958 9259477.63011 Tegalan/ladang 4 714516.28060 9257784.65500 Perkebunan Teh 5 712767.12869 9263129.51104 Pemukiman 6 708591.58860 9260249.61800 Sawah 7 717094.19660 9260321.10100 Pemukiman 8 713237.22960 9263287.42100 Pemukiman 9 711056.56773 9265057.03994 Pemukiman

10 711977.99160 9263352.58300 Pemukiman 11 708340.62160 9260969.80100 Sawah 12 711164.75280 9264032.17615 Sungai 13 715800.28560 9258946.86800 Semak Belukar 14 720027.09760 9259547.91300 Perkebunan Teh 15 711407.53026 9261881.93244 Tegalan/ladang 16 710202.51060 9261169.17700 Tegalan/ladang 17 712094.66960 9262891.10100 Tegalan/ladang 18 709696.18915 9263609.51867 Pemukiman 19 711354.42660 9260213.63300 Sawah 20 707276.21360 9260527.28500 Pemukiman 21 714502.69161 9256545.14511 Sawah 22 710110.91772 9262713.48466 Tegalan/ladang 23 707477.64760 9260857.95600 Tegalan/ladang 24 713959.31060 9259284.34800 Pemukiman 25 712462.86595 9265035.05621 Pemukiman 26 712984.75806 9259099.69951 Perkebunan Teh 27 704717.01060 9264534.24800 Semak Belukar 28 714153.58960 9260457.74600 Pemukiman 29 713347.27865 9260721.66050 Sawah 30 710559.99881 9263703.10939 Sawah 31 704736.27360 9265475.69000 Sawah 32 714755.26951 9258934.54318 Pemukiman 33 716248.83360 9262138.82300 Semak Belukar 34 715854.22160 9259587.30200 Sawah 35 709062.70160 9264416.08100 Pemukiman 36 704797.91460 9266241.09700 Tegalan/ladang 37 707908.03360 9262098.46200 Tegalan/ladang 38 717498.48252 9259661.92266 Pemukiman 39 712308.21160 9261625.30900 Pemukiman 40 708700.56060 9265003.51000 Sawah 41 718454.15160 9261956.95400 Perkebunan Teh

Page 62: Pj Untuk Lahan Kritis

46

42 707527.73060 9262167.51400 Sawah 43 716394.68060 9257605.21700 Tegalan/ladang 44 714425.47060 9263698.81600 Tegalan/ladang 45 711997.25460 9259751.66500 Sawah 46 706012.57260 9265989.69000 Tegalan/ladang 47 715238.09040 9260511.80211 Padang Rumput 48 716786.54160 9257968.46900 Perkebunan Teh 49 717882.87160 9258660.44800 Perkebunan Teh 50 710758.81058 9261769.78094 Tegalan/ladang 51 714535.54360 9255721.36000 Hutan 52 719961.05360 9261292.69300 Perkebunan Teh 54 716060.97813 9260846.10062 Tegalan/ladang 55 715964.84460 9256441.54400 Hutan 56 705404.96860 9264254.14900 Tegalan/ladang 58 716618.12960 9257630.01700 Perkebunan Teh 59 717939.55860 9261020.37500 Hutan 60 708283.38360 9261841.21900 Pemukiman 61 708137.15176 9262167.54113 Kebun campuran 62 709079.08319 9261507.30777 Kebun campuran 63 708748.44260 9261378.27800 Sawah 64 714172.30160 9264071.79400 Hutan 65 713348.24355 9261381.56751 Jalan 66 719194.94460 9260306.51300 Hutan 67 706597.35627 9264240.67361 Sungai 68 716343.38803 9260439.81230 Jalan 69 713885.56160 9258529.63900 Perkebunan Teh 70 715050.07909 9262029.67064 Sawah 71 709190.38660 9265041.92600 Sawah 72 713634.04360 9256912.75100 Hutan 73 707549.74560 9265379.40600 Tegalan/ladang 74 716935.83375 9259600.49144 Semak Belukar 75 715340.86366 9260856.92904 Tegalan/ladang

Page 63: Pj Untuk Lahan Kritis

47

Lampiran 2 Gambar penutupan dan penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g) (h)

Page 64: Pj Untuk Lahan Kritis

48

(i) (j)

(k) (l)

Keterangan : (a). Sawah; (b). Pemukiman; (c). Kebun campuran; (d). Semak belukar; (e). Tegalan/Ladang; (f). Perkebunan teh; (g). Hutan dataran tinggi; (h). Hutan pinus; (i). Jalan; (j). Padang Rumput; (k). Kebun Campuran; (i). Sungai.