pkmp alvian safrizal ui

25
1 USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA SEBARAN POTENSI DEPOSIT EMAS DENGAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS DI KABUPATEN MAMUJU, SULAWESI BARAT) BIDANG KEGIATAN: PKM-P Diusulkan oleh: Sesa Wiguna 0806328732 angkatan 2008 Muhammad Faeyumi 0806453900 angkatan 2008 Alvian Safrizal 0806328221 angkatan 2008 Mila Khaerunnisa 0806328594 angkatan 2008 Osmar Shalih 0806328663 angkatan 2008 DEPARTEMEN GEOGRAFI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2010

Upload: alviansafrizalui

Post on 16-Apr-2015

100 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pkmp Alvian Safrizal Ui

1

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

SEBARAN POTENSI DEPOSIT EMAS DENGAN PENGINDERAAN

JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

(STUDI KASUS DI KABUPATEN MAMUJU, SULAWESI BARAT)

BIDANG KEGIATAN:

PKM-P

Diusulkan oleh:

Sesa Wiguna 0806328732 angkatan 2008

Muhammad Faeyumi 0806453900 angkatan 2008

Alvian Safrizal 0806328221 angkatan 2008

Mila Khaerunnisa 0806328594 angkatan 2008

Osmar Shalih 0806328663 angkatan 2008

DEPARTEMEN GEOGRAFI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2010

Page 2: Pkmp Alvian Safrizal Ui

2

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Sebaran Potensi Deposit Emas dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

(Studi Kasus di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat).

2. Bidang Kegiatan : PKM-P

3. Bidang Ilmu : MIPA

4. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap : Sesa Wiguna

b. NPM : 0806328732

c. Jurusan : Ilmu Geografi

d. Universitas : Universitas Indonesia

e. Alamat Rumah : Kampung Pematang Sempur,Cikeusik, Pandeglang, Banten

f. No.Telp./HP : 085695266747

g. Alamat Email : [email protected] /[email protected]

5. Anggota Pelaksana Kegiatan : 4 orang

6. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Rokmatulloh, M. Eng

b. NIP. : 132 172 208

c. Alamat Rumah : Puri Beta Jl. Tanjung III No. 33 Larangan Utara, Tangerang 15154

d. No.Telp/HP : 0818986464

7. Biaya Kegiatan Total

a. Dikti : Rp 9.456.000,00

8. Jangka Waktu Pelaksanaan : 3 Bulan

Depok, 20 Agustus 2010

Menyetujui, Ketua Departemen Geografi FMIPA UI, Ketua Pelaksana Kegiatan,

(Dr.rer.nat. Eko Kusratmoko, M.S) (Sesa Wiguna )

NIP. 131 855 576 NPM. 0806328732

Direktur Kemahasiswaan UI, Dosen Pendamping,

(Dr.Kamarudin, M.si) (Dr.Rokhmatulloh, M.Eng)

NIP. 197010251998021001 NIP. 132 172 208

Page 3: Pkmp Alvian Safrizal Ui

3

A. JUDUL

Sebaran Potensi Deposit Emas dengan Penginderaan Jauh dan Sistem

Informasi Geografis (Studi Kasus di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat)

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Emas merupakan logam yang banyak digunakan sebagai perhiasan dan

cadangan devisa negara. Hal ini dikarenaka sifat emas yang lunak dan mudah

ditempa. Emas memiliki kekerasan berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs) dan berat

jenis yang tergantung pada kandungan logam dan jenis logam lain yang berpadu

di dalam emas. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral

ikutan (Gangue Minerals). Mineral ikutan umumnya berupa kuarsa, karbonat,

turmalin, flourpar dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas

juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa

emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan senyawa

emas dengan unsur-unsur belerang, antimon dan selenium. Elektrum sebenarnya

jenis lain dari emas native yang memiliki kandungan perak di dalamnya > 20%.

Cebakan emas di dalam bumi terdapat dua jenis, yaitu pertama emas

alluvium (emas sekunder) terdapat bersama endapan sungai berupa pasir atau

kerakal. Emas alluvium merupakan obyek tambang rakyat karena

penambangannya yang sangat sederhana dan sangat mudah ditambang. Kedua

adalah emas primer yang juga terbagi menjadi dua jenis, yaitu dalam bentuk

porphiry copper (tembaga porfiri) merupakan mineral ikutan dari logam utama

tembaga. Tipe porfiri biasanya volumenya besar. Profiri copper merupakan

cebakan emas dalam batuan massif (gunung). Emas primer yang lain adalah

berupa endapan emas epitermal yang bentuk vein (urat) dan biasanya memiliki

cadangan yang kecil. Indonesia termasuk dalam 7 atau 8 produsen emas penting di

dunia. Sumber daya emas Indonesia sebesar 10.000 ton, sedangkan cadangannya

sebesar 3.450 ton. Angka ini belum termasuk endapan alluvial yang diperkirakan

sebesar 167 ton dengan angka produksi rata-rata 90 ton per tahun. Maka emas

Indonesia dapat ditambang hingga 100 tahun ke depan.

Kabupaten Mamuju merupakan salah satu kabupaten yang ditetapkan

sebagai Ibu kota Provinsi Sulawesi Barat (berdasarkan UU No. 26 Tahun 2004).

Page 4: Pkmp Alvian Safrizal Ui

4

Secara astronomis, Kabupaten Mamuju terletak di 118°45’21,55” –

119°45’46,79” BT dan 2°12’25,47” – 2°55’28,1” LS. Sedangkan secara geografis,

Kabupaten Mamuju berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Utara di utara,

Kabupaten Luwu Utara (Provinsi Sulawesi Selatan) di timur, Kabupaten Majene,

Polmas dan Tator (Provinsi Sulawesi Selatan) di selatan serta Selat Makasar

(Provinsi Kalimatan Timur) di barat. Luas wilayah Kabupaten Mamuju yang

mencapai 801.406 Ha memiliki potensi sumber daya alam yang belum

dieksplorasi.

Perkembangan aplikasi SIG dan penginderaan jauh dalam pemetaan

wilayah potensi dilakukan dengan mengintegrasikan berbagai jenis data spatial,

kemudian menentukan model yang tepat untuk mengetahui wilayah potensi

mineral tersebut. Sensor yang digunakan untuk mengidentifikasikan deposit

mineral adalah Advanced Spaceborne Thermal Emission Radiometer (ASTER).

Salah satu kelebihan citra ASTER dalam memetakan sebaran mineral permukaan

adalah ketersediaan saluran (band) yang lebih banyak (VNIR saluran 1-3, SWIR

saluran 4-9 dan TIR saluran 10-14) dengan resolusi spasial yang lebih baik

dibandingkan citra sejenis, seperti Landsat. Oleh karena itu, ASTER cocok dalam

memetakan berbagai jenis batuan dan mineral. Kelebihan lainnya yaitu harga citra

ASTER yang jauh lebih murah dibandingkan menggunakan satelit hyperspectral

ataupun pemetaan udara. Kelebihan-kelebihan ini menjadikan ASTER menarik

untuk digunakan lebih jauh. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan

kemampuan ASTER yang baik dalam pemetaan geologi (Alam Primada 2008)

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan penjelasan di atas tentang kemampuan Penginderaan Jauh dan

Sistem Informasi Geografis dalam mendeteksi kandungan deposit emas, serta

keterkaitan antara karaktersitik wilayah yang berupa variabel fisik seperti batuan

induk, struktur geologi dan lereng menggunakan sensor TERRA/ASTER, maka

dibuat beberapa perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dan

Penginderaan Jauh untuk mengetahui sebaran deposit emas di

Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat ?

Page 5: Pkmp Alvian Safrizal Ui

5

2. Bagaimana asosiasi antara variable fisik berupa batuan induk, struktur

geologi dan lereng terhadap deposit emas?

3. Dimana daerah deposit emas potensial di Kabupaten Mamuju,

Sulawesi Barat ?

D. TUJUAN

1. Mengetahui pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dan

Penginderaan Jauh untuk mendapatkan sebaran deposit emas di

Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.

2. Mengetahui asosiasi antara variabel fisik yang berupa batuan induk,

struktur geologi dan lereng terhadap deposit emas.

3. Mengetahui daerah yang memiliki deposit emas potensial di

Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

Diperolehnya peta sebaran deposit emas di Kabupaten Mamuju, Sulawesi

Barat.

F. KEGUNAAN

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi kepada

pemerintah daerah Sulawesi Barat tentang potensi emas di daerahnya, sehingga

diharapkan dapat menarik minat investor lokal maupun asing untuk melakukan

eksplorasi di daerah tersebut serta mengembangkan penggunaan Penginderaan

Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam mengeksplorasi mineral

tambang yang ada di Indonesia.

Page 6: Pkmp Alvian Safrizal Ui

6

G. TINJAUAN PUSTAKA

Emas dalam bentuk cebakan (mineral

deposit) di alam dijumpai dalam dua tipe,

yaitu cebakan emas primer dan emas

sekunder. Cebakan emas primer terbentuk

oleh aktifitas hidrotermal yang membentuk

tubuh bijih dengan kandungan mineral

utama silika. Cebakan emas primer

mempunyai bentuk sebaran berupa urat atau

tersebar pada batuan. Proses erosi,

transportasi dan sedimentasi yang terjadi

terhadap hasil disintegrasi cebakan emas

pimer akan menghasilkan cebakan emas

sekunder. Emas sekunder dapat berada pada

tanah residu dari cebakan emas primer

sebagai endapan koluvial, kipas aluvial dan umumnya terdapat pada endapan

sungai.

Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa,

kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung

pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa

emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral

ikutan tersebut umumnya berupa kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar dan

sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi

dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari

emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan

unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari

emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya > 20%.

Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di

permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak

dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis

menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua

yaitu:

Gambar 1. Karakteristik Emas

Page 7: Pkmp Alvian Safrizal Ui

7

1. endapan primer;

2. endapan plaser (sekunder).

Kandungan emas dalam cebakan bijih logam dapat dikategorikan sebagai

komponen utama atau bisa juga merupakan komoditas ikutan, hal ini tergantung

pada tipe cebakannya. Pada cebakan Cu-Au tipe porfiri komoditas utama berupa

tembaga, sedangkan emas dan perak sebagai mineral ikutan. Cebakan bijih emas

tipe urat kuarsa epitermal, emas merupakan komoditas utama dan perak sebagai

bahan ikutan. Sebaran cebakan bijih emas yang berupa urat kuarsa pada satu

wilayah dapat dijumpai dalam bentuk beberapa urat tunggal atau berupa zona urat.

Panjang bijih emas urat kuarsa dapat mencapai tubuh bijih dan sekitarnya,

membentuk beberapa kilometer dan ketebalan beberapa kumpulan butiran emas

dengan tekstur meter, dapat pula lebih kecil berupa urat dengan permukaan kasar.

Akibat proses tersebut, panjang hanya beberapa meter, tebal beberapa butiran-

butiran emas pada cebakan emas sentimeter.

Bijih emas selain mengandung unsur lain sebagai komoditas ikutan yang

dapat bernilai ekonomi, sering juga dijumpai berasosiasi dengan mineral dengan

kandungan unsur berbahaya bagi lingkungan. Unsur-unsur tersebut antara lain Hg

As, Cd dan Pb. Cebakan bijih emas dengan karakteristik fisik dan kimianya

memungkinkan untuk ditambang dan diolah menggunakan peralatan dan

teknologi sederhana, sehingga banyak dijumpai pertambangan emas yang

diusahakan oleh masyarakat setempat.

Emas sekunder (alluvial) pada umumnya alluvial menempati cekungan

Kuarter berupa lembah sungai yang membentuk morfologi dataran atau undak.

Cebakan terdiri dari bahan bersifat lepas atau belum terkonsolidasi secara

sempurna, berukuran pasir kerakal, dapat berselingan dengan lapisan lempung

atau lanau. Lapisan pembawa emas berupa lapisan tunggal atau perulangan

memiliki kemiringan relatif datar, ketebalan hingga beberapa meter dengan

kedalaman relatif dangkal. Kelimpahan kandungan emas ke arah vertikal dan

lateral sangat heterogen (erratic). Bentuk butiran emas umumnya cenderung

pipih. Potensi sumber daya emas aluvial di Indonesia banyak dijumpai di

Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Endapan pembawa emas alluvial

disusun oleh fragmen dan matriks, terpilah buruk sampai baik. Fragmen

Page 8: Pkmp Alvian Safrizal Ui

8

berukuran kerikil sampai kerakal, kadang disertai berangkal sampai bongkahan

yang umumnya berbentuk membulat. Matriks terdiri dari mineral berat dan

mineral ringan.

Cebakan emas alluvial dapat dijumpai berupa tanah lapukan dari cebakan

bijih emas primer (eluvial), endapan koluvial, endapan fluviatil dan endapan

pantai. Cebakan emas pada tanah lapukan dari cebakan emas primer mempunyai

sumber daya kecil, bijih emas primer merupakan batuan resisten cenderung

membentuk morfologi terjal, sehingga tanah penutup cenderung tipis dan mudah

tererosi. Cebakan emas koluvial mempunyai pemilahan buruk, fragmen penyusun

berukuran bervariasi hingga dapat mencapai ukuran bongkah. Penyebaran pada

daerah sempit di sekitar tekuk atau punggung lereng perbukitan.

Pada alur sungai stadium muda, cebakan emas alluvial dijumpai berupa

endapan dengan sebaran sempit pada sepanjang badan sungai dengan fragmen

penyusun yang umumnya berukuran kasar, sebagian besar mengandung bongkah.

Pada endapan sungai stadium dewasa sampai tua dapat dijumpai cebakan emas

dengan sebaran luas. Ketebalan alluvial mengandung emas dapat mencapai

beberapa meter, lebar beberapa ratus meter dan panjang beberapa kilometer.

Selain umumnya terdapat pada endapan berumur Resen - Kuarter, cebakan emas

letakan dapat dijumpai juga pada batuan lebih tua berupa konglomerat. Cebakan

emas alluvial yang umum ditemukan di Indonesia dalam bentuk endapan kipas

alluvial, endapan gravel bars, endapan channel, endapan dataran banjir dan

endapan pantai.

Secara fisiografi, wilayah Provinsi Sulawesi Barat termasuk dalam

Mandala Geologi Sulawesi Barat atau merupakan bagian tengah dari Busur

Volkanik Sulawesi Barat yang didominasi oleh batuan plutonik-volkanik

Paleogen-Kuarter serta batuan-batuan sedimen dan metamorfik Mesozoik-Tersier.

Geologi umum daerah Kabupaten Mamuju dan Majene, di samping disarikan dari

kerangka geologi Indonesia (Herman Darman dan Hasan Sidi, 2000) yang

diterbitkan Ikatan Ahli Geologi Indonesia, juga dari Geologi Lembar Mamuju

(Ratman dan Atmawinata, 1993) dan Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat

Lembar Palopo (Djuri, dkk., 1998), Sulawesi, skala 1:250.000 yang diterbitkan

oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Page 9: Pkmp Alvian Safrizal Ui

9

Sejarah geologi daerah penyelidikan di Kabupaten Majene dan Mamuju,

Provinsi Sulawesi Barat dimulai pada zaman Kapur dengan pengendapan Formasi

Latimojang (Kls) yang terdiri dari batu sabak, kuarsit, filit, batu pasir, kuarsa

malih, batu lanau malih dan pualam, setempat batu lempung malih. Formasi

Latimojong ditutupi secara tidak selaras oleh Formasi Toraja (Tet) yang terdiri

dari perselingan batu pasir kuarsa, serpih dan batulanau, dengan sisipan

konglomerat kuarsa, batu lempung karbonan, batu gamping, napal, batu pasir

hijau, batu pasir gampingan dan batubara, setempat dengan lapisan tipis resin

dalam batulempung, berumur Eosen.

Anggota Rantepao, Formasi Toraja (Tetr) diendapkan bersamaan dengan

Formasi Toraja (Tet) terdiri dari batu gamping numulites dan batu gamping

terhablur ulang, sebagian tergerus dan berumur Eosen. Formasi Mapi (Tmpm)

diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Toraja dan Anggota Rantepao,

Formasi Toraja terdiri dari batu pasir tufaan, batu lanau, batu lempung, batu

gamping pasiran dan konglomerat. Kandungan fosil foraminifera menunjukkan

umur Miosen Tengah-Pliosen. Formasi Mapi tersingkap di S. Mapi, setebal  ±

100 m. Secara bersamaan, pada kala Miosen Tengah diendapkan Batuan Gunung

Api (Tmv) dan Tuf Beropa (Tmb). Batuan Gunung Api terdiri dari breksi gunung

api, tuf dan lava andesitik-basaltik, sisipan batu pasir, napal dan setempat

batubara, sedangkan Tuf Beropa terdiri dari perselingan tuf dan batu pasir tufaan,

sisipan breksi gunungapi dan batupasir wacke.

Formasi Sekala (Tmps) diendapkan menjari dengan Batuan Gunung Api

(Tmv) terdiri dari batu pasir hijau, grewake, napal, batu lempung dan tuf, sisipan

lava bersusunan andesit-basal, berumur Miosen Tengah – Pliosen. Formasi

Mandar (Tmm) terdiri dari batu pasir, batu lanau dan serpih, berlapis baik,

mengandung lensa lignit yang berumur Miosen Akhir. Tebalnya mencapai 400 m,

diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai delta. Pada Lembar Mamuju

formasi ini disebut Formasi Mamuju (Ratman dan Atmawinata, 1993), didominasi

oleh napal dan batu gamping dengan sisipan tuf, batu pasir dan konglomerat.

Formasi Mamuju diendapkan bersamaan dengan Anggota Tapalang

Formasi Mamuju (Tmmt) yang terdiri dari batu gamping terumbu, batu gamping

kepingan dan napal. Keduanya menjemari dengan formasi Batuan Gunung Api

Page 10: Pkmp Alvian Safrizal Ui

10

Talaya (Tmtv). Disusul oleh Formasi Lariang (Tmpl) yang terdiri dari perselingan

antara konglomerat dan batu pasir, sisipan batu lempung dan setempat tuf,

berumur Miosen Akhir – Pliosen.

Formasi-formasi di atas diterobos oleh granit, granodiorit, riolit, diorit dan

aplit (Tmpi). Napal Pambuang (Qpps) diendapkan diatas Formasi Mapi (Tmpm),

Formasi Mandar atau Mamuju (Tmm), Anggota Tapalang, Formasi Mamuju

(Tmmt), Formasi Batuan Gunung Api Talaya (Tmtv) dan Formasi Sekala (Tmps),

terdiri dari napal tufan, serpih napalan mengandung nodul, batu pasir tufan dan

lensa-lensa konglomerat; mengandung fosil foraminifera yang menunjukkan umur

Plistosen. Tebal satuan sekitar 300 m dan kemungkinan terendapkan di

lingkungan laut dangkal. Formasi Budong-Budong (Qb) diendapkan secara

selaras di atasnya, terdiri dari konglomerat dan batu pasir, setempat sisipan batu

gamping dan batu lanau, berumur Plistosen – Holosen.

Batu Gamping Koral (Ql) diendapkan menjari dengan Formasi Budong-

Budong (Qb), terdiri dari batu gamping terumbu dan batu gamping bioklastika,

berongga, setempat dengan moluska, berumur Plistosen – Holosen. Endapan

Aluvial dan Endapan Pantai (Qal) yang terdiri dari lempung, lanau, pasir dan

kerikil merupakan endapan termuda berumur Holosen.

Pengaruh tumbukan lempeng Pasifik, Benua Asia dan Australia terhadap

Pulau Sulawesi adalah bersatunya bagian barat dan bagian timur Sulawesi yang

berbentuk K, terbentuknya jalur gunungapi dalam Mandala Geologi Sulawesi

Barat, serta terjadinya sesar Palu-Koro yang berarah barat laut – tenggara. Di

daerah Kabupaten Mamuju dan Majene berkembang beberapa sesar ikutan atau

sesar sekunder yang berarah hampir barat – timur.

Keadaan topografi Kabupaten Mamuju didominasi oleh daerah curam dan

tidak curam dengan kelerengan antara 15 - 45 persen. Kondisi ini berpengaruh

terhadap topografi wilayah sehingga bervariasi mulai dari daerah datar, landai

hingga agak curam, sehingga tingkat kepekaan tanah terhadap erosi juga

bervariasi. Kabupaten Mamuju secara umum memiliki topografi yang bergunung-

gunung dan berbukit-bukit berada pada ketinggian 395 meter dari permukaan laut.

Berdasarkan data statistik bahwa kemiringan lereng yang memiliki porsi terbesar

adalah kemiringan antara 12 - 25 persen dengan luas cakupan sebesar 224.910 Ha.

Page 11: Pkmp Alvian Safrizal Ui

11

Kemiringan lereng seperti ini terdapat hampir di semua kecamatan dalam wilayah

Kab.Mamuju, tetapi wilayah Kec.Tapalang yang memiliki porsi terbesar seluas

32.613 Ha disusul Kec.Budong-Budong seluas 31.034 Ha dan kec.Topoyo seluas

17.150 Ha.

Kemiringan antara 25 - 40 persen mencakup wilayah seluas 206.387 Ha.

Kemiringan seperti ini dominan terdapat di Kec. Topoyo seluas 21.553 Ha,Kec.

Karossa seluas 20.906 Ha dan Kec. Kalukku seluas 20.748 Ha. Sedangkan di

wilayah kecamatan lain juga ada namun luasannya tidak seberapa. Kemiringan

diatas 40 Persen mencakup wilayah seluas 186.336 Ha. Kemiringan seperti ini

dominan terdapat di wilayah Kec. Kalumpang dan Bonehau dengan luasan

mencapai 77.890 Ha disusul Kec. Karossa seluas 50.589 Ha dan Kec. Topoyo

dengan luas 33.686 Ha. Kemiringan antara 0 - 2 persen dengan luas cakupan

113.134 Ha. Dominan terdapat di Kec. Budong-Budong seluas 30.048 Ha, Kec.

Kalukku 19.069 Ha dan Kec. Topoyo seluas 15.781 ha. Kemiringan seperti ini

terdapat di seluruh wilayah Kab. Mamuju, sedangkan kemiringan antara 2 - 15

persen hanya mencakup wilayah seluas 82.122 Ha tersebar di seluruh wilayah

Kab. Mamuju, Kec.Budong - Budong mempunyai wilayah yang terluas sekitar

31.034 Ha.

Advanced Spaceborne Thermal Emission Radiometer (ASTER)

merupakan salah satu dari lima sistem sensor yang terdapat pada satelit Terra.

Satelit ini dikembangkan oleh konsorsium yang terdiri dari National Aeronautics

and Space Administration (NASA) dan Kementrian Ekonomi Perdagangan dan

Industri Jepang. Sensor ASTER terbagi atas tiga jenis seperti pada gambar Visible

and Near Infrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength nfrared Radiometer

(SWIR), dan Thermal Infrared Radiometer (TIR) dengan lebar cakupan sebesar

60 km x 75 km.

Page 12: Pkmp Alvian Safrizal Ui

12

Gambar 2. Spektrum Citra ASTER

sumber : asterweb.jpl.nasa.gov/images/spectrum.jpg

Ketersediaan dan aksesibilitas 14 saluran multispektral menjadikan

ASTER memiliki potensi untuk diterapkan pada berbagai aplikasi, seperti analisis

spektral, global warming, area hidrologi, investigasi sumber daya alam, klasifikasi

tumbuhan, eksplorasi daerah pesisir dan pemantauan bencana alam. Untuk

pertambangan banyak aplikasi yang dapat dilakukan, antara lain photogeological

dan generasi basemap untuk pertambangan.

Selain itu, bertambahnya resolusi spektral dan spasial saluran SWIR dan

TIR disertai resolusi spasial meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi

mineralogi dipermukaan melalui diagnosa nilai spektral dibandingkan dengan

satelit Landsat TM (Gozzard, 2006). Karena spesifikasinya yang lebih baik

dibandingkan dengan satelit Landsat TM, terutama pada tipe saluran SWIR dan

TIR, ASTER memiliki mampu memetakan mineral dengan jumlah yang lebih

banyak. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 saluran SWIR dapat

membedakan mineral alunit, piropilit, kaolinit, ilit-muskovit-serikrit dan MgOH-

mineral karbonat. Sedangkan TIR dapat mengidentifikasi felspar, kuarsa,

karbonat, amfibol dan clay (Gozzard, 2006).

Page 13: Pkmp Alvian Safrizal Ui

13

Gambar 3. Jenis mineral yang dapat diidentifikasi oleh aster (Rokhmatullah, 2007)

Tabel 1. Karakteristik Sensor ASTER

Radiometer Band Wavelength Spatial

Resolution

VNIR

1 0,52-0,6

15m 2 0,63-0,69

3N 0,76-0,86

3B 0,76-0,86

SWIR

4 1,6-1,7

30m

5 2,145-2,185

6 2,185-2,225

7 2,235-2,285

8 2,295-2,365

9 2,36-2,43

TIR

10 8,125-8,475

90m

11 8,475-8,825

12 8,925-9,275

13 10,25-10,95

14 10,95-11,65

Page 14: Pkmp Alvian Safrizal Ui

14

Gambar 4. Grafik Refleksi Spektral Mineral Emas Kuarsa

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam kegiatan eksplorasi

mineral terutama mineral logam telah dikenal sejak awal tahun 1980-an oleh

industri pertambangan dan lembaga-lembaga pemerintah di Indonesia. Dalam hal

ini, SIG pada umumnya hanya diaplikasikan sebagai alat bantu dalam pembuatan

peta dan sebagai sistem penyimpanan data (basis data) hasil eksplorasi. Sementara

itu perkembangan pemanfaatan SIG dalam kegiatan eksplorasi saat ini telah

berkembang dengan pesat terutama di negara-negara maju seperti Australia,

Kanada dan Amerika Serikat. Di negara-negara tersebut SIG tidak saja hanya

dimanfaatkan sebagai alat bantu pengganti manusia dalam menghasilkan peta,

tetapi juga sudah dimanfaatkan sebagai suatu sistem informasi terpadu yang

ditujukan untuk pengambilan keputusan terutama dalam analisis kuantitatif dan

integrasi data spasial. Mengingat belum banyaknya kajian mengenai aplikasi SIG

seperti tersebut di Indonesia, maka studi ini dilakukan dengan tujuan utama adalah

untuk mempelajari metoda dan teknik dalam SIG yang umum diterapkan dalam

analisis kuantitatif dan integrasi data spasial, terutama data spasial yang

Page 15: Pkmp Alvian Safrizal Ui

15

berhubungan dengan kegiatan eksplorasi mineral logam seperti data geologi,

geokimia, geofisika dan penginderaan jauh (remote sensing).

Aplikasi penginderaan jauh dalam eksplorasi mineral memiliki banyak

keuntungan, antara lain cakupan wilayahnya luas, hemat biaya, data yang mudah

diperbaharui (up date) dan memungkinkan integrasi dengan berbagai jenis data

satelit, geofisika, geokimia, Digital Elevation Model (DEM) dan sebagainya.

Sehingga proses analisa semakin efisien, cepat dan akurasi yang meningkat.

Penggunaan penginderaan jauh dalam eksplorasi pertambangan telah lama

digunakan dan sudah berkembang luas, beberapa pendekatan yang banyak

diaplikasikan antara lain, pemetaan lithologi, struktur dan alterasi (Rajesh, 2004;

Siegal dan Gillespie, 1991). Pemetaan lithologi merupakan pemetaan sumberdaya

mineral dengan menarik kesimpulan dari beberapa parameter utama yang

diperoleh melalui observasi penginderaan jauh, seperti mengidentifikasi nilai

spektral batuan, penampakan struktural, pelapukan dan bentuk daratan (landform),

serta pola aliran sungai. Pemetaan struktur didasarkan pada hubungan antara

deposit mineral dengan beberapa tipe deformasi, seperti patahan, lipatan atau

struktur geologi lainnya. Sedangkan pendekatan alterasi merupakan teknik

pemetaan mineral yang mengasosiasikan deposit mineral dengan alterasi

hidrotermal dan batuan sekitar, jenis dan luasnya zona alterasi menggambarkan

tipe dari deposit mineral (Rajesh, 2004). Distribusi spasial dari batuan hasil

alterasi hidrotermal merupakan kunci utama untuk mengetahui zona aliran dari

hidrotermal dan sebagai petunjuk penting untuk mengenali deposit mineral

(Pirajno, 1992 dalam Rajesh, 2004).

Metode yang digunakan untuk mendeteksi mineral tersebut yaitu Defoliant

Technique atau Directed Principal Component (DPC). Pemilihan metode tersebut

didasarkan pada karakteristik wilayah tropis yang bervegetasi rapat sehingga

menjadi hambatan tersendiri dalam mendeteksi deposit mineral. Untuk itu metode

yang mampu meminimalisir pengaruh vegetasi, seperti Defoliant Technique

sangat cocok untuk digunakan (Carranza, 2003; Rojas, 2003).

Defoliant Technique pada dasarnya adalah teknik penajaman yang

dilakukan dengan menggabungkan dua rasio saluran (Carranza, 2002; Fraser dan

Green, 1987 dalam Rojas, 2003), adapun hasil dari proses ini adalah sebaran

Page 16: Pkmp Alvian Safrizal Ui

16

mineral permukaan yang digambarkan dalam citra skala keabuan (grayscale).

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Defoliant Technique

mampu mengidentifikasi keberadaan alterasi hidrotermal di daerah bervegetasi,

seperti yang dilakukan oleh Carranza dan Hale pada tahun 2001 di wilayah

Baugio, Filipina. Kemudian untuk menguji tingkat akurasi, hasil pencitraan akan

diverifikasi dengan data titik bor.

H. METODE PELAKSANAAN

Pemetaan potensi deposit mineral emas ini didasarkan pada identifikasi

model untuk deposit mineral dan kondisi lingkungan terkait. Oleh karena itu,

penerapan model yang paling baik adalah mendekati konsep eksplorasi (Rojash,

2003). Konsep model eksplorasi tersusun atas variabel-variabel yang menjadi

penciri keberadaan mineral emas, seperti geologi, geokimia dan interpretasi citra

satelit. Garis besar metodologi penelitian meliputi empat tahap, yaitu :

1. pengumpulan dan pemasukkan data yang akan digunakan sebagai

variabel;

2. pembuatan model yang didasarkan pada studi empiris dan penentuan

kriteria umum untuk mengenali deposit emas;

3. ekstraksi, penajaman dan integrasikan data;

4. asosiasi antara variabel fisik dengan deposit emas dan pola sebaran

potensi deposit emas.

Adapun data yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan sebaran

mineral permukaan dan kerapatan vegetasi adalah Citra ASTER yang diambil

pada musim kemarau, hal ini bertujan agar dapat diperoleh citra yang bebas dari

gangguan awan. Faktor fisik struktur geologi dari foto udara; batuan induk berasal

dari peta geologi detail wilayah Mamuju terbitan Badan Survey Geologi Bandung;

sedangkan wilayah kelerengan didapatkan dari pengolahan peta RBI skala

1:50.000. (Hal 26 Universitas Indonesia Sebaran Potensi..., Alam Primanda,

FMIPA UI, 2008).

H.1. SUMBER DATA

Sumber data pada penelitian ini antara lain :

1. Citra ASTER

Page 17: Pkmp Alvian Safrizal Ui

17

Citra ASTER digunakan level 1B yang sudah terektifikasi

diperoleh dari Earth Remote Sensing Data Analysis Centre

(ERSDAC) Jepang.

2. Peta Rupabumi Indonesia (RBI)

Bersumber dari Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan

Nasional (BAKOSURTANAL) skala 1:50.000

3. Peta Geologi

Peta Geologi wilayah Mamuju Sulawesi Barat, skala 1:100.000

diperoleh dari Badan Survey Geologi Bandung.

I. JADWAL KEGIATAN

No Jenis Kegiatan Bulan Ke-

I II III IV V

1. Pembelian Citra ASTER,

Peta Geologi dan Peta RBI

Daerah Mamuju, Sulawesi

Barat.

2. Pembuatan Peta Lereng

Daerah Mamuju, Sulawesi

Barat.

3. Pengolahan Peta Geologi,

Peta Lereng dan Citra

ASTER Daerah Mamuju,

Sulawesi Barat.

4. Analisis asosiasi antara

variable fisik berupa batuan

induk, struktur geologi dan

lereng terhadap deposit emas.

5. Analisis daerah deposit emas

potensial di Kabupaten

Mamuju, Sulawesi Barat

Page 18: Pkmp Alvian Safrizal Ui

18

J. RANCANGAN BIAYA

J.1. Honorium

1. Dosen Pembimbing

2 org @ Rp 500.000,00 x 3 bulan Rp 3.000.000,00

2. Peneliti

5 org @ Rp 200.000,00 x 3 bulan Rp 3.000.000,00+

Jumlah Rp 6.000.000,00

J.2. Data Penelitian

1. Citra Satelit ASTER Rp 2.500.000,00

2. Peta Geologi Rp 100.000,00

3. Peta RBI 2 lembar @ Rp 45.000,00 Rp 90.000,00

4. Biaya Transportasi Pembelian Peta Rp 100.000,00 +

Jumlah Rp 2.790.000,00

J.3. Lain-lain

1. Biaya Print

1) Print Peta 3 buah @ Rp 72.000 Rp 216.000,00

2) Print Laporan Rp 200.000,00

2. Fotokopi Rp 150.000,00

3. ATK Rp 100.000,00+

Jumlah Rp 666.000,00

J.4 Rekapitulasi Biaya

1. Honorium Rp 3.000.000,00

2. Data Penelitian Rp 2.790.000,00

3. Lain-lain Rp 666.000,00+

Total Rp 9.456.000,00

6. Pembuatan Laporan dan

Artikel tentang daerah

deposit emas potensial di

Kabupaten Mamuju, Sulawesi

Barat

Page 19: Pkmp Alvian Safrizal Ui

19

K. DAFTAR PUSTAKA

Carranza, E.J.M., 1999. Geological-Constrained Probabilistic Mapping of Gold

Potensial, Baguio District, Pilipines. Delft, The Netherland: International

Instititute for Aerospace Survey and Earth Sciences.

Gozzard, J.R., 2006. Image Processing of ASTER Multispectral Data. Australia:

Geological Survey of Western Australia.

Lillesand, T.M., Kiefer, R.W., dan Chipman, J.W. 2004. Remote Sensing and

Image Interpretation. Fifth Edition. New York : John Willey

Primanda, Alam. 2008. Skripsi Sebaran Potensi Deposit Nikel Laterit di

Sorowako, Sulawesi Selatan (Studi Kasus Areal Eksplorasi Tambang PT.

International Nickel Indonesia, Tbk.). Depok

Raines, G.L., dan Canney, F.C., 1998. Remote Sensing in Geology. New York:

John Wiley & Sons.

Rajesh, H.M., 2004. Aplication of Remote Sensing and GIS in Mineral Resource

Mapping- An Overview. Australia: University of Quensland.

Rojas, S.A., 2003. Prediction Mapping of Massive Sulphide Potensial in The

Western Part of The Escamby Terrain, Cuba. Enschede, Netherland:

International Instititute for Geo-Information Science and Earth Observation.

Rokhmatulloh. 2008. Bahan Ajar Aplikasi Sistem Informasi Geografis 2 : Aplikasi

Penginderaan Jauh untuk Geologi/Mineral dan Untuk Pemetaan Vegetasi.

Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia. 2004. UU no 24: Mamuju sebagai Ibukota

Sulawesi Barat. Indonesia.

Page 20: Pkmp Alvian Safrizal Ui

20

L. LAMPIRAN

1) BIODATA KETUA DAN ANGGOTA KELOMPOK

CURRICULUM VITAE

Nama : Sesa Wiguna

Tempat, Tanggal Lahir : Pandeglang, 28

Desember 1990

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Program Studi : Geografi

NPM : 0806328732

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Rumah : Kampung Pematang Sempur, Cikeusik, Banten

No.HP : 085695266747

E-mail : [email protected]

Motto : “Hidup sekali, Hiduplah yang berarti”.

Page 21: Pkmp Alvian Safrizal Ui

21

CURRICULUM VITAE

Nama : Mila Khaerunnisa R

Tempat, Tanggal Lahir : Serang, 21 Juli 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Program Studi : Geografi

NPM : 0806328594

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Rumah : Taman Pinang indah Blok H/30 Rt.04/04,

Neroktog Pinang, Tangerang 15148

No.HP : 085710420422

E-mail : [email protected]

Motto : “ Cintailah apa yang kamu kerjakan ”

Page 22: Pkmp Alvian Safrizal Ui

22

CURRICULUM VITAE

Nama : Osmar Shalih

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Oktober 1990

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Program Studi : Geografi

NPM : 0806328663

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Rumah : Jalan I No. 14 Kebon Baru, Tebet,

Jakarta Selatan

No.HP : 085714763046

E-mail : [email protected]

Motto : “impossible is nothing”

Page 23: Pkmp Alvian Safrizal Ui

23

CURRICULUM VITAE

Nama : Alvian Safrizal

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 14 Mei 1989

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Program Studi : Geografi

NPM : 0806328221

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Rumah : Jalan raya Bojong Gede, Puri Artha Sentosa Blok

C6 No.28, Bojong Gede,Bogor

No.HP : 08561149954

E-mail : [email protected]

Motto : “ Selalu berprasangka baiklah terhadap

Tuhanmu, maka Ia akan lebih Menyayangi dan

meridhoi hidupmu”.

Page 24: Pkmp Alvian Safrizal Ui

24

CURRICULUM VITAE

Nama : Muhammad

Faeyumi

Tempat, Tanggal Lahir : Ciamis, 10

Juli 1990

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Program Studi : Geografi

NPM : 0806453900

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Rumah : Jl.Pangandaran No.76 Rt.03/01 Cangkring

Ratawangi, Banjar sari, Ciamis, Jawa Barat

No.HP : 085718060591

E-mail : [email protected]

Motto : “Kejarlah duniamu seakan-akan

kau mati besok dan raihlah akhiratmu seakan-akan

kau hidup selamanya”.

Page 25: Pkmp Alvian Safrizal Ui

25

2) BIODATA DOSEN PENDAMPING

Nama : Dr. Rokmatulloh, M. Eng

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

NIP : 132 172 208

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Rumah : Puri Beta Jl. Tanjung III No. 33 Larangan Utara,

Tangerang 15154

No.Telp/HP : 0818986464