plagiarism checker x originality...
TRANSCRIPT
Plagiarism Checker X Originality Report
Similarity Found: 23%
Date: Tuesday, May 05, 2020
Statistics: 6119 words Plagiarized / 26740 Total words
Remarks: Medium Plagiarism Detected - Your Document needs Selective Improvement.
-------------------------------------------------------------------------------------------
MENGGAGAS MODEL PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN Penulis : Kadek
Aria Prima Dewi PF Editor : I Ketut Sudarsana Penerbit: Yayasan Gandhi Puri ISBN :
978-623-93011-6-3 Edisi Pertama : 5 Mei 2020 PENGANTAR Isu krisis lingkungan masih
menjadi topik yang hangat di berbagai belahan dunia. Pemerintah membangun
beragam strategi untuk mengurangi kerusakan lingkungan dengan memberdayakan
semua sektor pembangunan.
Salah satunya adalah dengan meningkatkan peran serta sekolah untuk melakukan
edukasi dan langkah kongkrit guna mengintervensi perilaku-perilaku yang diperlukan
untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pada Kerangka Acuan Pendidikan Karakter
Nasional tahun 2010, karakter peduli lingkungan merupakan salah satu karakter yang
wajib dikembangkan dan diinternalisasi melalui program sekolah, yang tidak hanya
diaktualisasikan dalam program pembelajaran, namun juga dikembangkan untuk
meningkatkan peran masyarakat dan keluarga dalam pendidikan formal.
Untuk itu digagas sebuah penelitian yang berupaya untuk mengembangkan karakter
peduli lingkungan dengan memberdayakan peran masyarakat di dalamnya, dengan
harapan model ini tidak hanya dapat mengintervensi para peserta didik untuk berlaku
bijak terhadap lingkungan, namun juga mampu menggerakan keluarga untuk berperan
dalam pembentukan karakter peserta didik. Semoga karya ini dapat menjadi referensi
dalam pengembangan pendidikan karakter lingkungan pada Lembaga Pendidikan
Formal.
Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v URGENSI PEMBUDAYAAN
KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN DI SEKOLAH 1 PENDIDIKAN NILAI BERBASIS
KOMUNITAS 9 A. DEFINISI NILAI 9 B. PENDIDIKAN NILAI 17 C. PENDIDIKAN BERBASIS
KOMUNITAS 20 D. PENDIDIKAN NILAI BERBASIS KOMUNITAS 25 PENDIDIKAN NILAI
DALAM PERSPEKTIF KURIKULUM TERSEMBUNYI (HIDDEN CURRICULUM ) 27 A. IKLIM
SEKOLAH 29 B.
KEKUATAN DAN PERAN PADA SISTEM INFORMAL 31 C. SISWA DAN SISTEM INFORMAL
32 D. GURU DAN SISTEM INFORMAL 33 PENDIDIKAN NILAI DALAM PERSPEKTIF
PERKEMBANGAN DAN PENDIDIKAN MORAL 35 PENDIDIKAN MORAL EMILE DURKHEIM
35 PERKEMBANGAN MORAL PIAGET 37 STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
41 A. PEMBELAJARAN DI KELAS 42 B. HABITUASI 44 C. EKTRAKURIKULER 45 D.
KETERLIBATAN/PARTISIPASI MASYARAKAT 46 MODEL PENDIDIKAN NILAI BERBASIS
KOMUNITAS 50 PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN NILAI BERBASIS KOMUNITAS
50 ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN NILAI BERBASIS KOMUNITAS 77
PENUTUP 100 REFERENSI 105 BAB I URGENSI PEMBUDAYAAN KARAKTER PEDULI
LINGKUNGAN DI SEKOLAH Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang
utuh, manusia sebagian besar menggantungkan hidupnya pada lingkungan, demikian
pula sebaliknya kelestarian lingkungan juga sangat tergantung pada perilaku manusia
terhadap, seringkali kecerdasan manusia tidak dipergunakan dengan baik dalam
pengelolaan lingkungan.
Sehingga memasuki abad 21, isu krisis lingkungan semakin merebak. Berdasarkan hasil
survey Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2012, Indonesia terkategori sebagai
negara yang memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan yang masih rendah
sejumlah 57% (Kementerian Lingkungan Hidup, 2013).
Dilakukan berbagai cara untuk merubah perilaku manusia, agar semakin bijak dalam
mengelola lingkungan, sehingga program pembudayaan kepedulian masyarakat
terhadap lingkungan menjadi salah satu prioritas utama di berbagai negara sebagai
usaha untuk menjaga perilaku manusia agar tetap bijak mengelola lingkungan, salah
satunya adalah sector pendidikan.
Beberapa program yang dikembangkan pada sektor Pendidikan seperti program
sekolah Adi Wiyata, penambahan mata pelajaran Pendidikan Lingkungan, Penguatan
Pendidikan Karakter serta program-program serupa lainnya. Akan tetapi strategi yang
dikembangkan pada sektor Pendidikan, utamanya pada Lembaga pendidikan formal
belum dapat merubah kondisi tersebut secara signifikan, salah satu penyebab program
tersebut tidak berjalan dengan lancer adalah kurangangnya dukungan dan konsistensi
segenap anggota sekolah dalam menyelenggarakan program-program peduli
lingkungan. Sekolah menjadi salah satu sektor yang penentu dalam merubah sikap atau
perilaku individu yang peduli lingkungan.
Sekolah diharapkan mengupayakan program yang mampu merekayasa tindakan
individu dalam berperilaku moral. Upaya tersebut bertujuan merubah perilaku siswa
lebih peduli kepada lingkungannya. Pendekatan yang dapat dilaksanakan melalui
pengembangan peran dan nilai-nilai masyarakat ke dalam program-program
pendidikan formal.
Salah satunya dengan meningkatkan pola hubungan sekolah dan keluarga sebagai
sebuah sistem sosial dalam pendidikan. Sekolah sebagai institusi pendidikan adalah
sebuah bentuk dari sistem sosial. Sekolah memiliki sifat terbuka dalam arti senantiasa
menerima masukan (input) lingkungan, dan juga memberikan out put kepada
lingkungannya.
Secara logika keberhasilan sebuah lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan,
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan yang ada di sekelilingnya, sehingga
diperlukan kompetensi guru yang memiliki kemampuan memahami lingkungan serta
memanfaatkan lingkungan tersebut sebagai sumber belajar, agar dapat memberikan
kontribusi terhadap keberhasilan pendidikan (Robandi, 2007,hlm 171).
Dalam hubungan dengan lingkungan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan nasional
secara sistemik memiliki tiga jalur pendidikan yang meliputi jalur pendidikan formal,
pendidikan non-formal dan jalur pendidikan informal. Kondisi ini terurai dalam pasal 1
Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Pendidikan formal adalah jalur Pendidikan yang
terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan pendidikan
tinggi.
Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan yang dapat diselenggarakan secara
terstruktur dan berjenjang di luar Pendidikan formal, dan pendidikan informal
merupakan jalur pendidikan yang diselenggarakan dalam lingkungan keluarga.
Pendidikan dapat dilaksanakan pada tiga jenis lingkungan. Pada hakekatnya ketiga jenis
lingkungan pendidikan tersebut bermuara pada sebuah tujuan nasional yakni “berupaya
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur serta memungkinkan para
warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun
rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kemudian oleh Ki Hajar Dewantara diungkapkan terdapat tiga jenis lingkungan
pendidikan sebagai tempat terjadinya pendidikan disebut Tri Pusat pendidikan yaitu
alam keluarga, alam perguruan dan alam pemuda. Kemudian dari konsep tripusat
pendidikan inilah lahir konsep pendidikan formal, informal dan nonformal (Robandi,
2007, hlm. 173).
Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat, dan dalam keluargalah individu
memperoleh pendidikan pertamanya. Keluarga menjalin hubungan dengan anggotanya
menggunakan interaksi yang bersifat hubungan interpersonal (Khairuddin, 2008, hlm. 4).
Jika ditinjau dari sudut pandang paedagogis, keluarga diharapkan menjalankan
fungsi-fungsinya.
Fungsi tersebut antara lain: (1) fungsi biologik merupakan fungsi keluarga sebagai
tempat lahirnya anak-anak. (2) fungsi afeksi pada keluarga nampak dari jalinan
hubungan sosial yang penuh dengan cinta kasih, dan (3) fungsi sosialisasi, menunjukkan
peran keluarga dalam membentuk kepribadian anak.
Pada interaksi sosial, anak dapat mempelajari pola tingkah laku, sikap keyakinan,
cita-cita dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat untuk perkembangan
kepribadiannya (Khairudin, 2008, hlm. 14). Jadi jelas sekali bahwa keluarga memiliki
peranan yang amat penting dalam mengembangkan kepribadian utamanya yang
nantinya berhubungan dengan sikap, keyakinan juga cita-cita dan nilai-nilai masyarakat.
Terkait dengan isu krisis lingkungan, masyarakat dalam kondisi ini mengharapkan
anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga memiliki kepekaan terhadap
masalah lingkungan. Idealnya keluarga sebagai lembaga pendidikan utama dan pertama
mampu menjalankan fungsinya tersebut. Tujuannya agar anak berkembang menjadi
pribadi atau memiliki karakter yang diharapkan oleh masyarakat khususnya dalam usaha
pemeliharaan lingkungan.
Keluarga dewasa ini menyerahkan segala proses pendidikan pada lembaga pendidikan
formal, hampir mengabaikan fungsinya sebagai lembaga pendidikan utama dan
pertama. Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal. Sekolah kurang memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakatnya
dalam usaha mengembangkan program pendidikan di sekolah.
Jika dihubungkan kepada peran sekolah sebagai alat transmisi kebudayaan (Nasution,
2011, hlm. 15), maka sekolah dapat dikatakan gagal menjalankan peran tersebut.
Sekolah lebih berorientasi pada materi pelajaran yang mengacu pada konsep dalam
takaran teoretis. Akibatnya, banyak materi pelajaran yang dipelajari siswa di sekolah
kurang fungsional ketika mereka berada di luar lingkungan sekolah (Alwasilah, 2009: 43).
Idealnya sebuah pengembangan pendidikan mengacu atau disesuaikan dengan budaya,
agama dan nilai-nilai yang berkembang dan yang sedang ingin dikembangkan oleh
masyarakat. Pendidikan memegang peranan penting pada masyarakat yang baru
berkembang. Fungsi pendidikan adalah untuk mempertahankan ketertiban dalam
masyarakat dan mensosialisasikan manusia (Durkheim dalam Blackledge dan Hunt ,
2001, hlm. 38).
Sekolah dalam proses pembelajaran masih terpaku pada strategi pengembangan
karakter anak didiknya melalui pendekatan moral knowing. Nampak lembaga
pendidikan kurang cermat menangkap isu yang berkembang di masyarakat. Sekolah
kurang memberikan nilai aksiologi dari pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas.
Nilai aksiologi ini dapat menjadi solusi yang tepat untuk menanggapi masalah yang
sedang dihadapi masyarakat. Berkaitan dengan isu krisis lingkungan/ekologi. Individu
sebagai bagian dari masyarakat sudah mulai kehilangan pegangan atau kehilangan
nilai-nilai. Utamanya nilai yang berkaitan dengan tindakan individu sebagai usaha untuk
memelihara lingkungan. Kondisi seperti ini dapat disebut dengan anomie.
Anomie adalah suatu keadaan dimana individu kehilangan pegangan apapun dalam
menjalani kehidupannya pada masyarakat (Ritzer, 2013, hlm. 92). Untuk dapat
mengatasi krisis lingkungan yang terjadi, pengendalian tindakan individu menjadi ranah
yang cukup penting untuk diteliti. Dewasa ini telah dilakukan kajian untuk mengatasi
masalah tersebut. Utamanya kajian dari perspektif pendidikan khususnya pendidikan
lingkungan.
Usaha lain untuk mengendalikan perilaku kurang peduli lingkungan nampak dari
kebijakan pengembangan kurikulum 2013. Pada kurikulum ini mensyaratkan atau
menekankan karakter peduli lingkungan sebagai salah satu karakter yang harus
dikembangkan melalui lembaga pendidikan formal dari jenjang pendidikan dasar
sampai pada jenjang pendidikan tinggi. Strategi pengembangannya telah diuraikan
dalam Kerangka Acuan Pendidikan Karakter 2010.
Strategi pengembangan pendidikan karakter menekankan pentingnya peran sekolah,
keluarga dan masyarakat secara bersama-sama dalam usaha mengembangan karakter
positif siswa di sekolah. Dalam konteks mikro pengembangan nilai/karakter merupakan
latar utama yang harus difasilitasi bersama oleh Pemerintah Daerah dan Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemediknas, 2010, hlm. 28). Pada program Adi Wiyata sekolah
dituntut menyediakan suasana sekolah/iklim sekolah yang peduli lingkungan.
Nampaknya program ini belum dapat direalisasikan oleh semua sekolah mengingat
banyak indikator-indikator yang harus dipenuhi, disisi lain sekolah lebih menekankan
pengembangan aspek kognitif dibandingkan pengembangan karakter siswanya. Praktik
pendidikan pada pendidikan dasar mengalami persoalan orientasi taksonomi yang
dalam praktiknya cenderung terpeleset pada pengembangan aspek kognitif, sehingga
praktek pendidikan terlalu overkognitif (Akbar, 2011, hlm. 4-5).
Berkaitan dengan pengembangan karakter peduli lingkungan yang dicanangkan
kedalam kurikulum 2013, maka secara tidak langsung sekolah harus mempersiapkan
sebuah strategi guna mencapai tujuan yang dimaksud. Sejatinya, tanpa mengikuti
program adiwiyata, sekolah wajib mengembangkan karakter peduli lingkungan baik
melalui program kurikuler, kokurikuler maupun ektrakurikuler.
Upaya untuk dapat mengembangkan karakter peduli lingkungan di sekolah, tidak dapat
dilepaskan dari peran sekolah dan masyarakat dalam proses habituasi maupun
intervensi pengembangan karakternya (Budimansyah, 2011, hlm. 4). Namun pada
kenyataannya, dalam proses pendidikan karakter di sekolah kurang didukung oleh
lingkungan keluarga dan masyarakat, demikian pula sekolah kurang mampu menangkap
potensi nilai-nilai peduli lingkungan yang dikembangkan oleh masyarakatnya serta
masalah lingkungan yang terjadi di sekitarnya.
Kondisi yang sama juga terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, demikian pula di
daerah Bali. Bali merupakan daerah dengan penduduk yang sebagian besar
menggantungkan hidupnya pada sector pariwisata. Sehingga kelestarian alam menjadi
faktor pendukung utama bagi wisatawan, sedangkan usaha untuk menjaga kelestarian
lingkungan utamanya yang disebabkan oleh sampah masih kurang mendapat dukungan
dari masyarakat.
Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah Kota Denpasar melakukan
kerjasama dengan sebuah komunitas peduli lingkungan. Komunitas tersebut adalah
komunitas Bank Sampah. Komunitas ini bergerak sejak tahun 2013. Tujuannya merubah
cara pandang masyarakat terhadap sampah, sehingga sampah tidak menjadi momok
bagi masyarakat.
Secara jangka panjang, komunitas ini juga memiliki tujuan untuk menyediakan sumber
daya manusia yang berkualitas dan memiliki karakter tanggungjawab dan peduli pada
lingkungann sekitar. Gerakan ini juga merupakan implementasi dari gerakan Clean and
Green yang sedang didengung-dengungkan di kota Denpasar. Kepedulian masyarakat
tentang sampah sesungguhnya dapat ditumbuhkembangkan sejak dini, dimulai dari
keluarga, kemudian sekolah dan masyarakat.
Untuk itu perlu kiranya pihak sekolah mengembangkan sebuah model pendidikan
lingkungan yang nantinya dapat menumbuhkan kepedulian peserta didik terhadap
lingkungan utamanya cinta lingkungan dengan peduli terhadap bahaya sampah
terhadap ekosistem. Terkait dengan hal tersebut diperlukan model pendidikan yang
merupakan sinergi antara program pemerintah, lembaga pendidikan dan peran serta
dari seluruh masyarakat, salah satunya program Bank Sampah. Program ini mengajak
masyarakat untuk mencintai sampahnya, karena sampah yang dimiliki bisa ditabung
menjadi uang.
Mengingat demikian pentingnya program ini, maka keterlibatan orang dewasa saja tidak
cukup, namun juga memerlukan keterlibatan anak-anak sebagai generasi muda pewaris
bangsa. Untuk itu dikembangkan sebuah model pendidikan yang berupaya untuk
mengajak dan membiasakan anak mencintai serta menyayangi lingkungan juga peduli
dengan berbagai masalah yang membahayangan lingkungan utamanya yang
disebabkan oleh sampah plastik.
Model yang ingin dikembangkan merupakan kajian mengenai usaha enkulturasi nilai
peduli lingkungan di sekolah dengan mengembangkan sebuah model pendidikan yang
berusaha melibatkan peran serta keluarga dan masyarakat dalam mengembangkan
kepedulian siswa terhadap lingkungan. Dengan asumsi bahwa sikap kurang peduli
terhadap lingkungan yang kini sedang dialami oleh siswa sekolah, dapat disebabkan
oleh kondisi lingkungan, baik itu lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat
yang kurang peduli terhadap kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Siswa dalam hal ini senantiasa belajar dan mengimitasi perilaku yang dilakukan oleh
orang dewasa di sekitarnya. Kecenderungan siswa untuk bersikap tidak peduli terhadap
lingkungannya merupakan sebuah warisan dari nilai-nilai yang diperoleh oleh siswa,
baik itu di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakatnya. Seyognyanya, siswa
memperoleh contoh positif dari lingkungan tempatnya berinteraksi.
Orang tua atau keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi sekolah
anak. Utamanya jika orangtua melibatkan diri secara langsung terhadap pendidikan dan
memantau kegiatan anak setelah bekerja. Hal ini bermakna pentingnya keterlibatan
orang tua dalam membimbing anak untuk membantu mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditentukan oleh sekolah.
Sikap orang tua dan gaya memiliki dampak yang kuat terhadap anak. Prestasi siswa bisa
tercermin sikap dan gaya orang tua mereka. Oleh karena itu, ketidakseimbangan pola
pendidikan antara anggota keluarga dapat membuat masalah bagi siswa, utamanya
untuk remaja dan anak-anak. Mengingat demikian pentingnya peran orang tua dalam
pendidikan anak.
Maka sekolah dapat mengembangkan sebuah program pendidikan untuk mefasilitasi
hubungan antara sekolah dan keluarga dalam pengembangan pendidikan. Dewasa ini,
banyak praktisi pendidikan membuat upaya untuk membangkitkan keterlibatan orang
tua dalam lokakarya orangtua, sukarelawan dalam kegiatan kelas, atau berbagai
kesempatan lainnya (Chang etc, 2009, hlm. 156).
Upaya tersebut lebih banyak diwujudkan dalam kegiatan seminar yang bertujuan untuk
menyamakan visi antara sekolah dan masyarakat. Pada sekolah umum di Indonesia,
keterlibatan orang tua diwujudkan dengan mengembangkan organisasi komite sekolah,
yang beranggotakan tokoh masyarakat serta seluruh orang tua siswa. Usaha melibatkan
orang tua secara langsung untuk dapat datang ke sekolah ataupun ke kelas memiliki
kelemahan.
Kelemahannya adalah rendahnya partisipasi orangtua, mengingat kegiatan yang
dilaksanakan biasanya mengambil waktu efektif orang tua dalam bekerja. Dari uraian
tersebut maka diperlukan sebuah kajian pengembangan model pendidikan nilai
alternatif teoritik. Model tersebut adalah model Pendidikan yang memberdayakan peran
komunitas yang disinergikan pada program sekolah dengan meningkatkan keterilabatn
orang tua.
Model ini mengakomodasi komunikasi dan kerjasama antara tiga lingkungan
pendidikan, khususnya sekolah dan keluarga. Model tersebut dapat dijadikan acuan
bagi pemegang kebijakan, praktisi pendidikan dan stakeholder pendidikan dalam
melakukan pembudayaan nilai peduli lingkungan pada siswa di sekolah.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Padangsambian karena pada Kelurahan BAB II
PENDIDIKAN NILAI BERBASIS KOMUNITAS Untuk dapat menjabarkan dan merumuskan
konsep pendidikan nilai berbasis komunitas, maka akan diuraikan terlebih dahulu
konsep nilai, pendidikan nilai dan pendidikan berbasis komunitas. Kemudian baru
dirumuskan menjadi sebuah konsep model pendidikan nilai berbasis komunitas. A.
DEFINISI NILAI Terdapat banyak definisi tentang nilai dari beberapa ahli, dengan
menggunakan sudut pandang ilmu atau teori tertentu dalam pengembangan definisnya.
Erwing & Moore mendefinisikan nilai sebagai kualitas empiris yang tidak dapat
didefinisikan (dalam Kattsoft, 1986, hlm. 334). Nietzche mengartikan nilai sebagai
sebuah kreativitas dan imajinasi yang diciptakan manusia dari ketiadaan (dalam Ibrahim,
1978, hlm. 26).
Kupperman mendefinisikan nilai sebagai patokan normatif yang mempengaruhi
manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif, yang
menjadi penekanan adalah norma sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku
manusia. Sebagai seorang sosiolog, Kupperman memandang norma sebagai salah satu
bagian terpenting dari kehidupan sosial, oleh karena itu, salah satu bagian terpenting
dalam proses pertimbangan nilai (value judgement) adalah pelibatan nilai-nilai normatif
yang berlaku di masyarakat (dalam Mulyana, 2004, hlm. 9).
Kemudian Kluckhohn (Brameld, 1957) mendefinisikan nilai sebagai konsepsi (tersirat
atau tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang
diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir
tindakan. Menurut Brameld, pandangan Kulchohn tersebut memiliki banyak implikasi
terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya dan sesuatu itu dipandang bernilai apabila
dipersepsi sebagai sesuatu yang diinginkan.
Makanan, uang, rumah, memiliki nilai karena memiliki persepsi sebagai sesuatu yang
baik dan keinginan untuk memperolehnya memiliki mempengaruhi sikap dan tingkah
laku seseorang. Namun tidak hanya materi yang memiliki nilai, gagasan dan konsep
juga dapat menjadi nilai, seperti: kejujuran, kebenaran dan keadilan. Kejujuran misalnya,
akan menjadi sebuah nilai bagi seseorang apabila ia memiliki komitmen yang dalam
terhadap nilai itu yang tercermin dalam pola pikir, tingkah laku dan sikap (Mulyana,
2004, hlm, 10).
Dalam kajian sosiologi yang mengacu pada pandangan Durkheim, nilai merupakan fakta
social, fakta sosial merupakan cara bertindak, baik tetap maupun tidak, yang dapat
memberikan pengaruh atau hambatan eksternal bagi seorang individu. Jadi fakta social
ini dapat berupa cara bertindak, berfikir, ada sebelum individu itu ada, berada diluar
individu dan memiliki sifat memaksa serta terbentuk karena adanya pola di dalam
masyarakat.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sejak manusia dilahirkan secara tidak langsung
ia diharuskan untuk bertindak sesuai dengan lingkungan sosial dimana ia dididik dan
sangat sukar baginya untuk melepaskan diri dari aturan tersebut (dalam Ritzer, 2013,
hlm. 89). Adapun yang bisa dimaksudkan sebagai contoh dari fakta social adalah:
hokum, bahasa, nilai, kesepakatan social lainnya dapat digolongkan sebagai sebuah
fakta social.
Nilai menurut Durkheim merupakan sebuah konsep kebaikan yang dapat diterima
secara umum atau sebuah keyakinan yang menyepakati keberadaan dan pentingnya
struktur social serta perilaku tertentu yang terdapat dalam struktur social tersebut
(Kahmad, 2002, hlm. 58-59). Nilai sebagai fakta social memberikan sebuah kemungkinan
untuk dilakukan kajian, bagaimana nilai-nilai tersebut dienkulturasikan dan mampu
menjadikan individu tersebut dapat menjadi anggota masyarakat yang diinginkan.
Nilai dijadikan sebuah acuan dalam interaksi atau tindakan social yang dilaksanakan
oleh individu sehingga, tindakan tersebut memiliki nilai positif atau negative tergantung
dari nilai yang dijadikan acuan oleh masyarakat. Nilai agama merupakan salah satu
acuan yang dipergunakan oleh masyarakat, demikian pula yang terjadi pada masyarakat
Indonesia.
Segala tingkah laku masyarakatnya diukur dari nilai yang diajarkan oleh ajaran agama
yang dianutnya. Agama menurut Durkheim muncul karena manusia hidup di dalam
masyarakat, dengan mengembangkan kebutuhan dasar yang sesuai dengan kehidupan
kolektif mereka, agama ada karena dapat memenuhi fungsi social tertentu yang tidak
dapat dipenuhi oleh fungsi social lainnya, agama berperan mengikat dan
mempersatukan masyarakat dalam kepercayaan, nilai dan ritual bersama, jadi agama
memiliki fungsi memelihara masyarakat atau kelompok sebagai suatu komunitas moral
(Ishomuddin, 2002, hlm. 38).
Dalam ajaran agama Hindu, implementasi dari nilai diwujudkan kedalam sebuah ajaran
yang bernama Tri Kaya Parisudha (Sarasamuscaya 73-76), yang terdiri atas 1) Manacika
Parisudha (Menjaga kesucian pikiran), 2) Wacika Parisudha (menjaga kesucian
perkataan), dan 3) Kayika Parisudha (menjaga kesucian perbuatan). Berdasarkan konsep
ajaran Tri Kaya Parisudha ini, diketahui bahwa dalam usaha mewujudkan perilaku yang
baik, maka harus dikembangkan pola pemikiran yang baik, dari pikiran yang baik akan
melahirkan perkataan atau ucapan yang baik (santun), kemudian keduanya akan
bermuara kepada kayika parisudha yakni perbuatan yang baik.
Untuk dapat menyucikan pikiran, pikiran harus disucikan atau dibersikan dengan satya
(kebenaran), hal ini terurai dalam kitab Manawa Dharmasastra Bab V sloka 109. Secara
harfiaf isinya menguraikan tentang pikiran, agar manusia menjadi memiliki nilai dalam
hidupnya, manusia harus mempu mengendalikan perkataanya. Usaha untuk
mengendalikan perkataan diuraikan dalam kitab Sarasamuscaya.
Hal-hal yang harus dikendalikan yakni 1) tidak berkata jahat, 2) tidak berkata kasar, 3)
tidak memfitnah, 4) tidak mengeluarkan kata-kata bohong. Dalam kaitannya dengan
kayika parisudha kitab Sarasamuschaya sloka 76 menguraikan bahwa perbuatan yang
tidak patut dilakukan, membunuh, mencuri, berbuat zina, ketiganya itu jangan
hendaknya dilakukan terhadap siapapun, baik secara berolok-olok, bersenda gurau, baik
dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat dalam khayalan sekalipun,
hendaknya dihindari saja ketiganya itu.
Untuk dapat mengembangkan analisis, dilakukan klasifikasi nilai yang oleh Spranger
dibagi menjadi enam orientasi nilai yang dibagi berdasarkan pertimbangan nilai dalam
bidang kehidupan manusia dan karakteristik jenis nilai berdasarkan hirearkis. Dengan
uraian sebagai berikut. 1) Nilai teoretik: Nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan
rasional dalam memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu.
2) Nilai ekonomis: Nilai ini terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar
untung-rugi. 3) Nilai estetik: Nilai estetik menempatkan nilai tertingginya pada bentuk
dan keharmonisan. Apabila nilai ini ditilik dari subyek yang memiliknya, maka akan
muncul kesan indah-tidak indah.
4) Nilai sosial: Nilai tertinggi dari nilai ini adalah kasih sayang di antara manusia. 5) Nilai
politik: Nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan. Karena itu, kadar nilainya akan
bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah sampai pengaruh yang tinggi (otoriter).
6) Nilai agama: Secara hakiki sebenarnya nilai ini merupakan nilai yang memiliki dasar
kebenaran yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai sebelumnya.
Nilai ini bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai tertinggi
yang harus dicapai adalah kesatuan (unity) (dalam Mulyana, 2004, hlm. 32-35). Klasifikasi
nilai yang sedikit berbeda diuraikan oleh Sanusi (2013, hlm. 2), pengelompokan nilai ini
dilakukan oleh Sanusi atas dasar perhatiannya terhadap kondisi kehidupan yang
sedemikan kompleks tersebut, dalam menghadapi kehidupan yang kompleks.
Untuk itu individu perlu memperhatikan enam sistem nilai kehidupan yang terdiri atas:
1) Nilai Teologi, 2) Nilai Logik, 3) Nilai Etik, 4) Nilai Fisiologi, 5) Nilai Estetika, dan 6) Nilai
Teleologi. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan definisi nilai sebagai
acuan dari individu dalam mengambil keputusan, yang bersumber dari luar diri individu.
Keputusan diambil dengan melakukan pertimbangan dari sudut nilai teologi, logic, etik,
fisiologi, estetika dan teleology. Hasil pertimbangan dicerminkan kepada pikiran yang
baik, perkataan yang baik dan perbuatan yang baik. Nilai yang ingin dikembangkan
melalui Model Pendidikan Nilai Berbasis Komunitas adalah Nilai Peduli Lingkungan.
Pembudayaan nilai untuk mewujdukan karakter peduli lingkungan dapat dikembangkan
melalui tiga tahapan, yakni (1) moral knowing, (2) moral feeling (3) Moral action. Ketiga
tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut ini a. Pengetahuan Moral. Pengetahuan
moral tak lepas dari pengetahuan tentang nilai-nilai. Nilai moral yang baik harus dengan
tepat dipisahkan dan diketahui oleh anak dengan nilai moral yang tidak baik.
Lickona menyatakan bahwa ada banyak pengetahuan moral yang ada di sekitar kita dan
terus berubah sesuai dengan perubahan moral kehidupan. Adapun aspek-aspek yang
ditonjolkan sebagai tujuan pendidikan karakter yang diinginkan adalah 1) kesadaran
moral dengan menggunakan pemikiran mereka untuk melihat situasi yang memerlukan
penilaian moral serta memahami informasi dari permasalahan yang bersangkutan.
2) Pengetahuan nilai moral, mengetahui sebuah nilaiberarti memahami bagaimana nilai
yang bersangkutan diterrapkan dalam berbagai macam situasi, untuk itu ditekankan
pada strategi guru dalam menerjemahkan nilai-nilai abstark ke hal yang lebih konkrit. 3)
Penentuan perspektif, merupakan kemampuan individu untuk mengambil lanskap orang
lain, melihat situasi secara alami, membayangkan kecenderungan seseorang untuk
berpikir, merespon dan merasakan masalah yang ada. 4) Pemikiran moral meliputi
kemamapuan memahami sudut pandang moral kehidupan.
5) Pengambilan keputusan, hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pertimbangan
mengenai konsekuiensi yang diakibatkan akibat keputusan yang diambil. 6)
Pengetahuan pribadi, merupakan salah satu jenis pengetahuan moral yang cukup sulit
untuk dimiliki, namun menjadi salah satu indicator penting dalam pengembangan
karakter. b. Perasaan moral. Sisi emosional karakter yang diabaikan dalam pembahasan
nilai moral, yang sesungguhnya memiliki peranan yang sangat penting.
Hanya memiliki pengetahuan hal yang benar dan salah bukanlah merupakan jaminan
dapat melakukan tindakan moral yang baik. Sisi emosional karakter ini, seperti sisi
intelektualnya terbuka terhadap pengembangan yang dapat dilakukan oleh keluarga
dan sekolah. Aspek-aspek dari perasaan moral adalah: 1) Hati Nurani, memiliki empat
sisi yaitu sisi kognitif (mengetahui apa yang benar dan salah), sisi emosional
(berkewajiban untuk melakukan apa yang benar dan tidak melakukan apa yang salah).
2) Harga Diri, harga diri semestinya diukur dengan standar yang sehat, ketika individu
memiliki harga diri tindakannya tidak akan bergantung pada persetujuan orang lain.
Anak yang memiliki harga diri tinggi lebih tahan terhadap tekanan teman sebayanya
dan lebih mampu untuk mengikuti penilaian mereka sendiri dari pada anak-anak yang
memiliki harga diri yang rendah. 3) Empati, merupakan identifikasi dengan atau
pengalaman yang seolah-olah terjadi dalam, keadaan orang lain.
Empati merupakan kondisi untuk keluar dari diri sendiri dan masuk ke dalam diri orang
lain. 4) Mencintai hal yang baik, ini merupakan bentuk karakter yang tertinggi yakni
mengikutsertakan sifat yang benar-benar tertarik pada hal yang baik. 5) Kenali diri,
aspek ini diperlukan untuk menahan diri agar tidak memanjakan diri kita sendiri,
idelaisme yang tinggi merupakan faktor menyebab kegagalan dalam menghadapi pola
ini. 6) Kerendahan hati, merupakan kebaikan moral yang diabaikan akan tetapi
merupakan bagian mendasar dari karakter yang baik.
Kerendahan hati merupakan sisi afektif pengetahuan pribadi, sifat yang senantiasa
terbuka terhadap kebenaran sejati dan keinginan untuk bertindak memperbaiki
kegagalan. c. Tindakan Moral. Tindakan moral merupakan hasil dari dua sapek karakter
yang lain. Orang yang memiliki kualitas pengetahuan dan emosi moral yang baik
kemungkinan melakukan apa yang mereka ketahui dan apa yang dirasakan benar.
Aspek-aspek yang terkait dengan tindakan moral ini yakni 1) Kompetensi, kompetensi
moral merupakan kemampuan untuk mengubah penilaian dan perasaan moral ke dalam
tindakan moral yang efektif. Kemampuan untuk menyelesaikan konflik secara adil dalam
situasi moral tertentu. 2) Keinginan, menjadi orang yang baik seringkali memerlukan
tindakan keinginan yang baik, suatu penggerakan energi untuk melakukan apa yang
dipikirkan.
Diperlukan keinginan untuk menjaga emosi di bawah kendali pemikiran, melihat dan
berpikir melalui seluruh dimensi moral dalam suatu situasi. Diperlukan keinginan untuk
melaksanakan tugas sebelum memperoleh kesenangan. Keinginan berada pada inti
dorongan moral. 3) Kebiasaan pelaksanaan tindakan moral memperoleh manfaat dari
kebiasaan.
Untuk itu dalam pendidikan moral perlu disediakan kesempatan untuk
mengembangkan kebiasaan yang baik, banyak praktik dalam hal menjadi orang yang
baik. Dengan uraian tersebut sesungguhnya Lickona ingin menegaskan bahwa karakter
merupakan nilai operatif, nilai dalam tindakan, jadi individu berproses dalam
karakternya masing-masing, seiring nilai tersebut dikembangkan menjadi kebaikan,
dalam sebuah keadaan batin yang telah siap dalam menanggapi sebuah situasi dengan
melewati proses pertimbangan moral (2012, hlm. 81).
Kepedulian berasal dari kata peduli, peduli menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan, sedangkan kepedulian adalah
perihal sangat peduli, sikap mengindahkan, sikap memperhatikan. Dalam kurikulum
2013 karakter peduli lingkungan mendapatkan penekanan khusus, peduli lingkungan
didefinisikan sebagai sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
Pada survey yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2012, diuraikan
indeks perilaku masyarakat peduli lingkungan, untuk mengukur sikap peduli lingkungan
hidup, digunakan 15 variabel yakni: “1) Saya senang membakar sampah yang telah
menumpuk, 2) saya menikmati menanam tanaman, 3) saya merasa bahwa peningkatan
suhu bumi adalah hal yang perlu diwaspadai, 4) air mengalir tanpa digunakan membuat
saya risau, 5) saya merasa lebih nyaman bila rumah saya memiliki area resapan air, 6)
saya lebih senang bila saya berupaya menghemat listrik dan bahan bakar, 7) mematikan
alat elektronik jika tidak digunakan adalah langkah menghemat listrik, 8) saya lebih
nyaman menggunakan kendaraan umum ketika bepergian dibandingkan dengan
kendaraan pribadi, 9) saya senang bila saya dapat merawat kendaraan saya, 10) saya
merasa hal yang wajar bila satwa langka dipelihara perorangan dan bagian tubuhnya
diperjualbelikan, 11) saya merasa hal yang wajar bila satwa langka dipelihara
perorangan dan bagian tubuhnya diperjualbelikan, 12) saya lebih senang
mengkonsumsi bahan makanan yang diproduksi lokal, 13) saya senang memelihara,
memiliki dan memperjualbelikan tumbuhan yang dilindungi, 14) saya suka memilah
sampah plastik, sampah makanan, sampah kertas dan sampah lainnya sebelum dibuang,
serta saya senang bila sampah yang mengandung bahan kimia dikubur”(KLH, 2013, hlm.
50-51).
Konsep karakter peduli lingkungan dalam ajaran agama Hindu terurai dalam ajaran Sad
Kertih yang diuraikan dalam Lontar Purana Bali. Didalamnya disebutkan enam usaha
yang harus dilakukan oleh serorang raja bersama rakyatnya untuk kesejahteraan hidup
manusia (dalam Wiana, 1998, hlm. 23). 1) Atma kertih, yaitu upaya untuk menyucikan
atma, yang dapat dilakukan dengan melaksanakan tapa brata, makna ini dapat
ditafsirkan dengan membangun lingkungan rokhnai agar setiap orang mampu
menegakkan hati nuraninya dalam hidup dan tidak dipengaruhi oleh hawa nafsu.
Atma dapat disucikan dengan kebijaksanaan yang diperoleh dari pengetahuan. 2) Danu
kertih, yaitu upaya dalam menjaga kelestarian danau sebagai sumber air dan sumber
kehidupan. 3) Wana kertih, yaitu upaya untuk menjaga kelestarian hutan sebagai
sumber hidup seluruh mahluk hidup.
4) Samudra kertih, yakni upaya menjaga kelestarian laut sebagai sumber mata
pencaharian dan tempat hidup berbagai mahluk hidup. 5) Jagat kertih, yaitu upaya
untuk menjaga kelestarian alam semesta sebagai satu kesatuan lingkungan hidup. 6)
Jana kertih, yaitu upaya mengembangkan kepribadian manusia yang utuh, sehat lahir
dan bathin.
Keenam ajaran di atas meposisikan konsep pengembangan karakter peduli lingkungan
sangat holistic dan terpadu, lingkungan dalam konsep Hindu merupakan totalitas
keberadaan. Manusia sebagai individu yang utuh dan merupakan bagian dari
masyarakat, bagian dari alam semesta senantiasa berinteraksi dalam lingkungan rohani,
lingkungan social dan lingkungan alam.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, jika dihubungkan dengan teori pengembangan
moral Lickona yang menguraikan tiga komponen karakter yang harus diperhatikan
dalam pengembangan karakter. Titik temu dari ajaran Sad Kertih dengan teori karacter
Lickona adalah upaya membangun karakter manusia dalam konsep jana kertih dengan
mengembangkan pengetahuan yang baik (moral knowing), kemudian mengembangkan
perasaan moral dan tindakan moral, dalam ajaran sad kertih dapat dikembangkan
melalui empat usaha pembiasaan (moral acting) seperti yang terurai dalam konsep danu
kertih, wana kertih, samudra kertih, dan jagat kertih.
Kelima usaha tersebut membantu manusia memiliki kepribadian yang utuh, yakni
individu yang memiliki kepekaan terhadap lingkungan social, rohani serta lingkungan
alam yang disebut jana kertih. Kesimpulannya adalah, upaya untuk mengembangkan
individu yang paripurna dan utuh, diperlukan pembangunan kepekaan terhadap
lingkungan merupakan factor yang tidak bisa diabaikan, karena manusia memiliki
ketergantungan hidup terhadap lingkungan sekitarnya.
Pada penelitian ini, fokus pengembangan karakter peduli lingkungan ditekankan kepada
tiga komponen karakter menurut Lickona yakni pengetahuan moral, perasaan moral dan
tindakan moral, yang dihubungkan kedalam upaya mewujudkan perilaku kepedulian
siswa terhadap sampah. Kesalahan dalam penanganan sampah memberikan dampak
yang sangat banyak ke beberapa sektor, seperti bencana banjir, pencemaran air, udara
dan tanah juga kebersihan.
Dalam survei yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup 2012 diketahui bahwa
perilaku rumah tangga dalam menangani sampah rumah tangga memiliki kontribusi
besar terhadap kesehatan, kebersihan dan pencemaran lingkungan. Untuk itu
diperlukan sebuah gerakan yang bersifat pencegahan ataupun penanggulangan untuk
meningkatkan kesadaran pelaku rumah tangga dalam mengelola sampah.
Adapun sasaran penelitiannya adalah anak-anak dalam hal ini siswa SD di yang
merupakan generasi penerus pembangunan, dan wajib dibekali dengan kompetensi dan
sikap peduli terhadap lingkungan. Untuk mengembangkan karakter peduli lingkungan
pada siswa SD di Kelurahan Padangsambian, maka dirumuskan beberapa indikator
dalam pengukurannya yakni: 1) seberapa sering siswa membuang sampah pada
tempatnya, 2) seberapa sering siswa membuat sampah, 3) seberapa sering siswa
melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang, 4) perlakuan anak terhadap barang
bekas layak pakai, dihitung secara nominal, 5) perilaku anak dalam membuang sampah
ketika tidak terdapat tempat sampah di sekitarnya, 6) Keikutsertaan murid pada
program peduli lingkungan (khususnya Bank Sampah). B. PENDIDIKAN NILAI Pendidikan
nilai merupakan bagian dari sebuah proses pendidikan.
Jika ditinjau dari definisi pendidikan menurut Undang Undang Sisdiknas No. 20 Tahun
2003, disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu
mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, kepribadian yang baik, pengendalian diri, berakhlak mulia, kecerdasan dan
keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat.
Nampak jelas bahwa tujuan dari pendidikan tersebut adalah mengembangkan semua
kapasitas yang dimiliki oleh individu agar memiliki kemampuan yang mencakup
kecerdasan spiritual, kecerdasan social dan kecerdasan kognitif. Berkembangnya istilah
pendidikan nilai merupakan sebuah kritik dari pelaksanaan pendidikan itu sendiri, yang
ternyata belum mampu mencapai tujuan yang diinginkan.
Inti dari sebuah pendidikan adalah terjadinya perubahan perilaku, perilaku yang
dimaksud adalah perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Akan tetapi, pada
kenyataannya proses pendidikan yang dilaksanakan dewasa ini hanya mampu
mengembangkan kapasitas individu pada wilayah kognitif saja. Jelas sekali hal ini
mencederai konsep pendidikan itu sendiri.
Pendidikan yang dilaksanakan khususnya pendidikan persekolahan telah direduksi
menjadi konsep pengajaran, sekolah hanya difungsikan sebagai tempat untuk
mentransfer ilmu pengetahuan. Kembali kepada konsep pendidikan nilai, para ahli telah
banyak menguraikan definisi dari pendidikan nilai itu sendiri. Dalam beberapa litelatur,
pendidikan nilai dan pendidikan moral sering dipergunakan untuk kepentingan yang
sama, pendidikan nilai merupakan pendidikan yang mempertimbangkan objek dari
sudut pandang moral dan sudut pandang non moral, yang meliputi estetika yaitu
menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi dan etika yaitu menilai
benar atau salahnya dalam hubungan antar pribadi (Hakam, 200, hlm. 5).
Pendidikan nilai dalam definisi ini dipergunakan sebagai sebuah usaha dalam
membantu siswa mengembangkan nilai melalui sebuah pemikiran kritis untuk dapat
memperbaiki kualitas berfikir dan perasaannya. Pendidikan Nilai menurut Kohlberg
adalah rekayasa ke arah: (a) Pembinaan dan pengembangan struktur dan
potensi/komponen pengalaman afektual (affective component & experiences) atau “jati
diri” atau hati nurani manusia (the consiense of man) atau suara hati (al-qolb) manusia
dengan perangkat tatanan nilai-moral-norma.
(b) pembinaan proses pelakonan (experiencing) dan atau transaksi/interaksi dunia
afektif seseorang sehingga terjadi proses klarifikasi niai-moral-norma, ajuan
nilai-moral-norma (moral judgment) atau penalaran nilai-moral-norma (moral
reasoning) dan atau pengendalian nilai-moral-norma (moral control) (dalam Djahiri,
1996, hlm. 27). Sementara itu, Soelaeman dan Hasan menambahkan bahwa Pendidikan
Nilai adalah bentuk kegiatan pengembangan ekspresi nilai-nilai yang ada melalui proses
sistematis dan kritis sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas
kognitif dan afektif peserta didik, konsep pendidikan yang memiliki konsep umum,
atribut, fakta dan data keterampilan antara suatu atribut dengan atribut yang lainnya
serta memiliki label (nama diri) yang dikembangkan berdasarkan prinsip pemahaman,
penghargaan, identifikasi diri, penerapan dalam perilaku, pembentukan wawasan dan
kebiasaan terhadap nilai dan moral. (1988, hlm.14; 1996, hlm. 250).
Kemudian menurut Sumantri memahami Pendidikan Nilai sebagai suatu aktivitas
pendidikan yang penting bagi orang dewasa dan remaja, baik di dalam sekolah maupun
di luar sekolah, karena “penentuan nilai” merupakan suatu aktivitas penting yang harus
kita pikirkan dengan cermat dan mendalam (2009, hlm. 16). Sehingga dalam pendidikan
nilai ini merupakan tugas pendidikan (masyarakat didik) untuk berupaya meningkatkan
nilai-moral individu dan masyarakat.
Pendidikan nilai sebagai sebagai sebuah proses pendidikan memiliki tujuan. Adapun
tujuan Pendidikan Nilai adalah menjadikan manusia berbudi pekerti. Hakam (2000, hlm.
8) dan Mulyana (2004, hlm. 119) menambahkan bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk
membantu peserta didik mengalami dan menempatkan nilai-nilai secara integral dalam
kehidupan mereka.
Dalam proses Pendidikan Nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang lebih spesifik
dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus. Seperti dikemukakan komite
APEID (Asia and The Pasific Programme of Education Innovation for Development),
Pendidikan Nilai secara khusus ditujukan untuk: (a) menerapkan pembentukan nilai
kepada anak, (b) menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan,
dan (c) membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian tujuan Pendidikan Nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung
mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang
bernilai (UNESCO, 1994). Berdasarkan uraian di atas maka pendidikan nilai yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah sebuah proses pendidikan yang membantu
individu untuk mengambil keputusan moral, dengan melakukan pertimbangan dari
sudut nilai teologi, logic, etik, fisiologi, estetika dan teleology, dimana hasil
pertimbangan dicerminkan kepada pikiran yang baik, perkataan yang baik dan
perbuatan yang baik. C.
PENDIDIKAN BERBASIS KOMUNITAS Terdapat beberapa definisi dari masyarakat,
menurut Ogburn & Nimkoff, komunitas dapat dianggap sebagai sebuah system
organisasi kehidupan social dalam wilayah yang terbatas. Kemudian menurut K. Davis,
komunitas diartikan sebagai kelompok individu yang tinggal di dalam wilayah territorial
yang kecil yang memiliki aspek kehidupan social yang sama (dalam Sharma, 2003, hlm.
241).
Dengan demikian, komunitas dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal
bersama di wilayah geografis tertentu, dengan label yang sama, yang memiliki
kebiasaan umum, tradisi dan hal-hal lain yang bersifat mengikat antar anggotanya.
Contohnya pada masyarakat seperti di India terdiri atas komunitas Hindu dan komunitas
Muslim. Meskipun syarat utama sebuah komunitas adalah menempati wilayah geografis
yang sama, namun perbedaan adat, tradisi dari sekelompok manusia tersebut
merupakan unsure yang amat penting yang bertindak sebagai kekuatan kohesif yang
menciptakan identitas atau identifikasi diri yang berbeda antar kelompok yang satu
dengan lainnya.
Identitas ini dapat menyebabkan rasa kerelaan untuk berkorban untuk membela
kepentingan komunitasnya. Mengingat demikian eratnya hubungan setiap individu
(anggota komunitas) dalam sebuah komunitas, maka penting sekali memasukkan peran
komunitas dalam pendidikan. Masyarakat dapat menjadi media dalam proses
pendidikan untuk mengubah perilaku individunya (Sharma, 2004, hlm.242).
Oleh sebab itu maka, pendidikan dapat dikembangkan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat di dalamnya. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga
dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga, dan
mengembangkan aktivitas pendidikan. Sebagai sebuah kerjasama, maka masyarakat
diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan suatu program pendidikan.
Secara konseptual, pendidikan berbasis komunitas adalah model penyelenggaraan
pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat”. Pendidikan “dari masyarakat” artinya pendidik memberikan jawaban atas
kebutuhan masyarakat. Pendidikan “oleh masyarakat” artinya masyarakat ditempatkan
sebagai sujbyek/pelaku pendidikan.
Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi akifnya dalam setiap
program pendidikan, terutama pada saat pelaksanaannya. Adapun pengertian
pendidikan “untuk masyarakat” artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program
yang dirancang untuk menjawab kebutuhan mereka. Secara singkat dikatakan
masyarakat perlu diberdayakaan, diberi peluang dan kebebasan untuk mendesain,
merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan secara
spesifik di dalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri (Sihombing, 1999, hlm. 134).
Di dalam Undang-undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat
16, arti pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat sebagai
perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat. Dengan demikian nampak
bahwa pendidikan berbasis komunitas pada dasarnya merupakan suatu pendidikan
yang memberikan kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan
bidang pendidikan yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri.
Konsep Pendidikan berbasis komunitas kemudian dibatasi sebagai proses pendidikan
yang memberdayakan individu atau orang dewasa untuk lebih berkompeten dalam
ketrampilan, sikap dan konsep mereka dalam upaya untuk hidup dan mengontrol
aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi demokratisSementara itu di
lingkungan akademik para ahli juga memberikan batasan pendidikan berbasis
komunitas Galbraith (1992).
Selanjutanya Smith (2008) mengemukakan bahwa pendidikan berbasis komunitas
adalah proses yang disusun untuk meningkatkan kualitas kehidupan individu dan
kelompok dengan memberdayakan perang masyarakat atau kelompok masyarakat di
wilayahnya, atau berbagi kemanfaatan untuk kepentingan umum, dengan
mengembangkan secara sukarela tempat belajar, tindakan dan kesempatan refleksi
yang ditentukan oleh pribadi, sosial, ekonomi dan kebutuhan politik mereka.
Dengan demikian, pendekatan pendidikan berbasis komunitas adalah sebuah
pendekatan yang melihat masyarakat sebagai wakil sekaligus tujuan, yang melihat
pendidikan sebagai proses dan masyarakat itu sendiri adalah fasilitator yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik. Sehingga Pendidikan
dipahami berbasis komunitas jika seluruh bentuk tanggung jawab mulai dari
perencanaan sampai pada pelaksanaan berada di tangan masyarakat.
Asumsi dari penyelenggaraan Pendidikan berbasis komunitas jika setiap masyarakat
secara alami memiliki kemampuan dalam mengatasi masalahnya sendiri. Pendidikan ini
dapat terselenggara pada masyarakat kota ataupun desa, potnesi yang mereka miliki
telah terlatih untuk mengatasi masalah yang timbul dari lingkungan mereka endiri
berdasarkan atas sumber daya yang tersedia serta dapat menggerakkan aksi untuk
memecahkan masalah yang dihadapi bersama-sama.
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 di dalam pasal 55 tentang
Pendidikan Berbasis Masyarakat/Komunitas disebutkan sebagai berikut: 1. Masyarakat
berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis komunitas pada pendidikan formal dan
nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk
kepentingan masyarakat. 2.
Pelaksana pendidikan berbasis komunitas mengacu pada standar nasional Pendidikan
dalam mengembangkan dan melaksanakan kurikulum, evaluasi pendidikan, serta
manajemen dan pendanaan. 3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis komunitas
dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 4.
Lembaga pendidikan berbasis komunitas dimungkinkan untuk memperoleh bantuan,
baik itu bantuan teknis, tambahan dana dan sumber daya lain dengan prinsip adil dan
merata dari pemerintah. 5. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Berdasarkan kutipan di atas, pendidikan berbasis komunitas bias dilaksanakan pada jalur
formal ataupun nonformal, dan pondasi dari pendidikan berbasis masyarakat adalah
kebutuhan dan kondisi masyarajat, serta kewenangan yang diperoleh dari masyarakat
untuk mengelola. Oleh karenanya penyelenggaraan Pendidikan berbasis komunitas ini
perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Dalam hubungan ini, pendidikan nonformal berbasis komunitas adalah pendidikan
nonformal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pengetahuan dan
ketrampilan fungsional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarajat, majelis taklim serta satuan pendidikan yang
sejenis (Dihombing, 1999, hlm. 140).
Tujuan pendidikan berbasis komunitas dapat berupa isu-isu masyarakat yang spesifik
seperti perhatian terhadap lingkungan, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah,
pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, pendidikan bertani,
penanganan masalah kesehatan seperti korba narkotika, HIV/AIDS dan sejenisnya
(Sudjana, 2000).Pendidikan berbasis komunitas memiliki prinsip-prinsip seperti Galbraith
(1992), Self determination (bias menentukan sendiri).
Semua bagian dari masyarakat memiliki hak dan tanggungjawab dalam menentukan
kebutuhan masyarakat serta mengidentifikasi sumber daya masyarakat yang dapat
digunakan dalam merumuskan kebutuhan. Self help (dapat menolong diri sendiri).
Anggota masyarakat dapat dilayani dengan baik saat mereka memiliki kemampuan
untuk menolong diri mereka sendiri berkembang.
Leadership development (pengembangan kepemimpinan). Para pemimpin wilayah wajib
memperoleh pelatihan untuk mengembangkan keterampilan dalam memecahkan
masalah, merumuskan keputusan dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong
diri mereka sendiri secara terus menerus dan sebagai upaya mengembangkan
masyarakat. Localization (lokalisasi).
Potensi terbesar untuk tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat
diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan
kehidupan tempat masyarakat hidup. Intergrated delivery of service (keterpaduan
pemberian layanan). Terdapat hubungan antargensi di antara masyarakat dan
agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan
publik yang lebih baik.
Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya memanfaatkan secara
penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber daya manusia dalam lokalitas
mereka dan menordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan. Accept diversity
(menerima perbedaan).
Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis
kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat
secara menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat dapat dilaksanakan secara
luas dan distimulasi untuk berperan aktif dalam pengembangan, perencanaan dan
pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan. Institutional
responsiveness (tanggungjawab kelembagaan).
Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat secara terus menerus akan berubah, sebagai
kewajiban dari lembaga publik untuk melayani masyarakat. Lembaga harus tanggap
merespon beragam perubahan yang terjadi dalam masyarakat sehingga manfaat
lembaga akan terus dapat dirasakan. Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup),
kesempatan pembelajaran dalam lingkungan formal dan informal harus tersedia bagi
anggota masyarakat di segala usia dan beragam latar belakang masyarakat (Sudjana,
2000, hlm. 134).
Dalam perkembangannya, commonuty-based education merupakan sebuah gerakan
nasional di negara berkembang seperti Indonesia. Commonuty-based education
diharapkan menjadi salah satu upaya mendasar dalam mewujudkan masyarakat
sejahtera (civil siciety). Manajemen pendidikan yang berdasarkan pada
community-based education secara alamiah akan menampilkan wajah sebagai institusi
pendidikan dari masyarakat (Sudjana, 2000, hlm. 122).
Berdasarkan kajian di atas, pendidikan berbasis komunitas didefinisikan sebagai gerakan
pendidikan yang melibatkan partisipasi masyarakat dengan menganut prinsip dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan tujuan untuk mewujudkan
masyarakat madani. D. PENDIDIKAN NILAI BERBASIS KOMUNITAS Berdasarkan uraian
tersebut diatas, maka akan dibangun sebuah konsep baru tentang pendidikan nilai
berbasis komunitas.
Pendidikan nilai sendiri didefinisikan sebagai proses pendidikan yang membantu
individu untuk mengambil keputusan moral, dengan melakukan pertimbangan dari
sudut nilai teologi, logic, etik, fisiologi, estetika dan teleology, dimana hasil
pertimbangan dicerminkan kepada pikiran yang baik, perkataan yang baik dan
perbuatan yang baik.
Sedangkan pendidikan berbasis komunitas didefinisikan sebagai gerakan pendidikan
yang melibatkan partisipasi masyarakat dengan menganut prinsip dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat
madani. Dari kedua definisi tersebut disusun sebuah definisi pendidikan nilai berbasis
komunitas sebagai sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu individu
dalam mengambil keputusan moral, dengan melibatkan partisipasi masyarakat untuk
mewujudkan masyarakat madani.
Berkaitan dengan definisi pendidikan berbasis komunitas di atas, maka dapat dilihat
bahwa model pendidikan yang ingin dikembangkan amat berkaitan dengan nilai yang
dikembangkan oleh budaya dan masyarakat tempat dilaksanakannya pendidikan.
Adapun tempat dilaksanakannya pendidikan dalam penelitian ini berada di wilayah
Kelurahan Padangsambian, dimana mayoritas masyarakatnya memeluk agama Hindu.
Maka nuansa nilai yang dikembangkan akan cenderung bernuansa nilai-nilai agama
Hindu, dipadukan dengan nilai yang dikembangkan oleh komunitas Bank Sampah
sebagai sebuah komunitas cinta lingkungan yang sedang berkembang di wilayah
Kelurahan Padangsambian. BAB III PENDIDIKAN NILAI DALAM PERSPEKTIF KURIKULUM
TERSEMBUNYI (HIDDEN CURRICULUM ) Berbagai penelitian telah dilakukan dalam
penelaahan teori kurikulum tersembunyi, karya Dreeben (1968), Lynch (1989), Margolis
(2001) dan Giroux (2001) berupaya menjelaskan lingkup kurikulum tersembunyi.
Kurikulum tersembunyi diakui sebagai proses sosialisasi sekolah (Kentli, 2009: 83).
Drebeen (1968) berpendapat bahwa setiap siswa memiliki latar belakang orang tua yang
berbeda dan ketika masing mengikuti ke sekolah, para siswa bertemu norma-norma
sekolah yang akan mempersiapkan mereka untuk terlibat dalam kehidupan
public/masyarakat luas.
Dia mendefinisikan norma ini sebagai "kemerdekaan", "prestasi", "universalisme", dan
"kekhususan" dan menyarankan bahwa norma-norma yang dipergunakan untuk
mengajar berkolaborasi dengan masyarakat industri modern. Lynch (1989 ) berpendapat
bahwa sekolah memiliki aspek-aspek tersembunyi yang universal dan partikular yang
memungkinkan terciptanya lingkungan yang tidak sama bagi siswa.
Walaupun aspek-aspek yang terlihat seperti silabus, waktu sekolah dan prosedur ujian
yang mungkin diterima sebagai aspek yang universal, ada beberapa hal yang bersifat
tersembunyi seperti kegiatan sosial, sistem penghargaan yang mungkin diterima
sebagai partikularistik. Giroux (200) mengidentifikasi kurikulum tersembunyi seperti apa
yang diajarkan dan bagaimana kita belajar di sekolah karena ia juga menunjukkan
bahwa sekolah tidak hanya memberikan instruksi tetapi juga lebih seperti norma dan
prinsip-prinsip yang dialami oleh siswa sepanjang hidup pendidikan mereka.
Margolis (2001 berpendapat bahwa kurikulum tersembunyi, sekolah dan kehidupan
kelas, adalah reproduksi sekolah yang memungkinkan untuk memahami sekolah
dengan fungsi hegemoni, yang juga mempertahankan kekuasaan Negara atau nilai-nilai
yang diinginkan oleh negara. Emile Durkheim mengamati bahwa lebih banyak yang
diajarkan dan dipelajari di sekolah-sekolah dari yang ditentukan dalam kurikulum
maupun buku teks dan instruksional guru. Hal tersebut merupakan "kurikulum
tersembunyi".
Dalam Moral Pendidikan Durkheim (1961 ) menulis: "Bahkan, ada sistem seluruh aturan
di sekolah yang mentakdirkan perilaku anak. Ia harus datang ke kelas secara teratur, ia
harus tiba pada waktu tertentu dengan sikap yang tepat. Dia tidak boleh mengganggu
hal-hal dalam kelas (dalam Kentil, 2009, hlm. 83-84).
Kegiatan dalam kurikulum tersembunyi misalnya belajar untuk menunggu dengan
tenang, belajar menahan diri, menyelesaikan pekerjaan, bekerja sama, proses interaksi
dengan guru dan teman sebaya, penampilan rapi dan tepat waktu, dan kesopanan,
kurikulum tersembunyi membantu murid untuk membentuk hubungan sosial
sementara, menenggelamkan banyak identitas pribadi mereka, dan menerima legitimasi
perbaikan kategoris.
Dalam hal ini sekolah tidak sebagai badan mobilitas sosial tetapi mereproduksi struktur
kelas yang ada, mengirim pesan secara diam-diam, namun bersifat kuat yang berkaitan
dengan kemampuan intelektual mereka, sifat-sifat pribadi, dan pilihan pekerjaan yang
tepat, kurikulum tersembunyi merupakan struktur sekolah yang paling penting dalam
menentukan reproduksi hubungan kelas di sekolah-sekolah, dalam kurikulum
tersembunyi terjadi persiapan diam-diam yang berkaitan dengan proses produksi
dengan cara tertentu.
Sangat berbeda dengan kegiatan kurikuler, pedagogis, dan praktek murid, dimana
evaluasi menekankan keterampilan kognitif dan perilaku yang berbeda di setiap
lingkungan sosial dan dengan demikian memberikan kontribusi untuk pembangunan
anak dalam mengembangkan hubungan potensial tertentu untuk modal fisik dan
simbolik, pada otoritas, dan proses kerja, kurikulum tersembunyi melibatkan berbagai
kepentingan, bentuk-bentuk budaya, perjuangan, perjanjian, dan kompromi yang dapat
berupa norma-norma tak tertulis, nilai-nilai, dan keyakinan dan ditularkan kepada siswa
melalui aturan yang mendasari bahwa struktur rutinitas dan hubungan sosial di sekolah
dan kelas (P.Jackson,1968; R.Dreeben; 1967; S.Bowles and H.Gintis: 1976; P.Willis: 1977;
J.Anyon: 1980; M.Apple: 1982; H.Giroux: 1983).
Singkatnya, kurikulum tersembunyi merupakan kegiatan sosialisasi sekolah yang
diidentifikasikan dengan interaksi sosial dalam lingkungan. Oleh karena itu, dalam
proses kesehariannya memiliki fungsi untuk mengirimkan pesan secara diam-diam
kepada siswa tentang nilai-nilai, sikap dan prinsip-prinsip. Kurikulum tersembunyi dapat
diungkap melalui evaluasi lingkungan dan tak terduga, interaksi yang tidak disengaja
antara guru dan siswa yang mengungkapkan pedagogi kritis.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, kurikulum tersembunyi yang dimaksud adalah
sebuah upaya membudayakan nilai peduli lingkungan secara diam-diam melalui
kelompok teman sebaya maupun interaksi antara guru dengan siswa maupun
komponen sekolah lainnya, seperti melakukan pengkondisian lingkungan yang kondusif
dalam mengembangkan karakter yang diharapkan.
Konsep Kurikulum tersembunyi dikembangkan oleh Benson Snyder pada tahun 1971
dan digunakan oleh para pendidik, sosiolog dan psikolog dalam menggambarkan
sistem informal. Hal ini mengacu pada tuntutan implisit (yang bertentangan dengan
kewajiban eksplisit dari kurikulum terlihat). Prinsip dari Hidden Curuculum meliputi 3 R
(rules, regulations, dan routines) dimana semua anggota sekolah harus beradaptasi
pada hal tersebut.
Sistem internal sekolah memiliki dua aspek formal yakni aspek peran dan struktur dan
aspek informal, yang meliputi kurikulum tersembunyi seperti: suasana atau iklim
sekolah, relasi kekuasaan, dan konsekuensi tak terduga atas struktur sekolah formal. Hal
lain yang mempengaruhi lingkungan sekolah dapat berupa ukuran komunitas, tingkat
aktivitas orang tua, latar belakang siswa, layanan dan dukungan sekolah, dukungan
legislatif dan keuangan dan lain sebagainya Sistem pendidikan yang terjadi di sekolah
juga dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan terhadap sekolah.
Lingkungan sekolah meliputi komposisi dan ukuran komunitas, tingkat aktivitas orang
tua, latar belakang siswa, layanan dukungan sekolah, dukungan legislatif dan keuangan,
kelompok penekan politik dan lainnya, dan banyak pengaruh lain yang unik untuk setiap
sistem individu. A. IKLIM SEKOLAH Upaya untuk mengembangkan kapasitas siswa wajib
didukung oleh iklim sekolah yang positif.
Sehingga pengembangan iklim sekolah harus memperhatikan: 1) Nilai dari iklim,
maksudnya adalah sekolah merupakan lingkungan belajar yang terdiri atas siswa
dengan perbedaan latar belakang baik itu lingkungan keluarga, ras dan status sosial dan
semua hal tersebut memiliki kaitan terhadap motivasi dan perbedaan prestasi siswa, dan
sekolah idealnya membentuk iklim sekolah yang lebih bernilai guna membantu semua
siswa untuk meningkatkan motivasi dan prestasinya.
2) Iklim sekolah yang membangun konsep diri, konsep diri mengacu pada cara individu
memandang dirinya dalam peran tertentu. Dalam hal ini pengaruh teman sebaya
memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan konsep diri, oleh karenanya
sekolah perlu mengembangkan iklim sekolah yang memberdayakan peran teman
sebaya memperbaiki konsep dirinya.
3) Iklim sekolah yang berwawasan prestasi siswa, prestasi akademik siswa dipengaruhi
oleh empat jenis persepsi 1) persepsi siswa saat ini dengan harapan orang lain, 2)
persepsi siswa dari masa depan orang lain di sekolah atau sistem sosial, 3) persepsi
siswa tentang tingkat perasaan dalam menyerap sistem sosial di sekolah, 4) persepsi
siswa terhadap norma-norma akademik yang menekankan prestasi akademik, sehingga
sikap dan peran guru membantu membangun persepsi yang baik.
Guna dapat merubah iklim sekolah ke arah yang lebih positif, terdapat variable yang
menentukan perubahan iklim sekolah (Edward McDill dan Leo Rigsby) yakni: 1)
Nilai-nilai dijadikan landasan dalam pengembangan akademik siswa, 2) Terdapat
jenjang akuisi pengetahuan dan pembelajaran dihargai, 3) terdapat kriteria-kriteria
tertentu seperti kriteria intelektual sebagai status siswa, 4) Penekanan ilmu di sekolah, 5)
Penekanan seni, humaniora, ilmu sosial dan isu-isu sosial, dan 6) Orientasi siswa
terhadap kegiatan akademis dan ektrakurikuler Iklim sekolah yang membangun konsep
diri akan berkaitan dengan harapan guru dan siswa dalam interaksi di sekolah.
Harapan guru diwujudkan dalam membentuk perilaku anak-anak dalam situasi kelas.
Harapan ini akan didukung oleh budaya masing-masing sekolah yang isebut dengan
iklim sekolah, yang bersifat unik. Pada kenyataanya, tidak semua sekolah bisa
menciptakan iklim sekolah yang baik. Hal ini dapat dilihat dari interaksi yang dibangun
antar warga sekolah.
Terdapat fenomena guru yang senantiasa menjaga jarak dengan warga sekolah lainnya,
hal ini menunjukkan terdapat tanda otoritas dalam pola interaksi. Iklim kelas yang baik,
juga tidak sepenuhnya didapatkan pada setiap kelas. Kelas umumnya dipandang
sebagai suatu sistem mandiri, tertutup dari lingkungan luar. Iklim kelas tersebut akan
berdampak terhadap beragamnya sikap siswa yang ditunjukkan oleh siswa terhadap
sekolah dan pembelajaran, bahkan dapat menghasilkan sikap antisekolah.
Proses utama dari sistem sekolah adalah interaksi, yang membawa pesan tentang
harapan, hubungan kekuasaan dan sikap terhadap orang lain dan proses pembelajaran
yang melewati isyarat verbal dan non verbal. Interaksi di kelas, interaksi guru sehari-hari
dan hubungan interpersonal menentukan suasana kelas. Guru yang hangat cenderung
lebih efektif.
Persahabatan siswa dan pola interaksi di kelas (pola persahabatan dan interaksi siswa
bervariasi tergantung bagaimana kelas tersebut disusun), keramahan dan popularitas
berkolerasi dengan kecerdasan, daya tarik fisik dan kesadaran sosial semakin besar
ukuran kelas, semakin tinggi sosialisasi. Acara-acara khusus atau perubahan organisasi
dapat mengubah rutinitas kelas dan mempengaruhi partisipasi kelas.
Pengaturan tempat duduk, suhu, perlengkapan dan susunanya mempengaruhi interaksi
di kelas. Kemudian ukuran dan arsitektur sekolah, pada kelas yang kecil lebih baik,
karena mudah mengontrolnya, dan memungkinkan lebih banyak interaksi antara guru
dan siswa B.
KEKUATAN DAN PERAN PADA SISTEM INFORMAL Setiap individu senantiasa
berkembang dan mengembangkan teknik untuk mengatasi masalah yang dihadapi
dalam hari ke hari hubungan. Dinamika kekuasaan masuk ke dalam sebagian besar
hubungan. Aturan dan peraturan dapat memberitahu individu mengenai siapa yang
memegang otoritas, namun pada kenyataanya sering disalahgunakan.
Berikut akan diuraikan dinamika kekuatan atau otoritas yang berkaitan dengan sekolah.
atau bagaimana mereka bawahan figur otoritas mengatasi. Dinamika yang terjadi dan
berkaitan dengan sekolah, dijelaskan dalam Teoritis Daya Dinamika Dalam Ruang Kelas,
Di dalam kelas ada keseimbangan antara harapan formal dan proses informal. Terdapat
aturan yang berkaitan dengan perilaku formal dalam sekolah informal ditransmisikan.
Beberapa berpendapat bahwa informalitas ini melayani sekolah dan juga kelas, kelas
memiliki sedikit gambaran mengenai pelaksanaan aturan daripada organisasi formal,
yang idealnya adalah kondisi transisi dari rumah ke tempat kerja. Ketika siswa tidak
terhambat oleh aturan formal ini berarti siswa memiliki asimilasi kesadaran terhadap
aturan.
Sokolah dalam hal ini juga kelas belajar merupakan tempat untuk siswa dalam
mendamaikan kedua dimensi kehidupan (harapan formal dan proses informal dalam
semua organisasi formal). Pendekatan teoritis yang dipergunakan dalam diskusi
dinamika kekuasaan yaitu teori fungsional. Teori fungsional menekankan konsensus
yang dihasilkan dari fungsi sosialisasi kelas karena mempersiapkan siswa untuk
menjalankan perannya dalam masyarakat.
Fungsi utama lainnya adalah bahwa seleksi dan alokasi, yang dimulai di kelas SD dan
berlanjut sepanjang sekolah. Tidak hanya prestasi tetapi juga ketaatan dan kerjasama
merupakan aspek penting dari sekolah. Anak-anak belajar dengan cepat apa yang
diharapkan dari mereka, dan kerjasama mereka dalam sistem sekolah.
Mereka yang paling berhasil dalam memenuhi prestasi dan mewujudkan perilaku yang
diharapan melakukan dalam sistem sekolah merupakan siswa yang terpilih/dipilih. Siswa
"dipilih" sesuai dengan seberapa sukses mereka telah disosialisasikan ke dalam sistem
dan seberapa baik mereka bekerja sama dengan mereka yang berkuasa. C. SISWA DAN
SISTEM INFORMAL Pengaruh kelompok sebaya, subkultur siswa memiliki pengaruh
yang kuat dalam menentukan interaksi yg terjadi di sekolah, yang terpisah dengan
norma, harapan atau strategi untuk menghadapi tuntutan tersebut. Kekuatan subkultur
terletak pada anggotanya, penolakan dari teman sebaya menyulitkan interaksi siswa.
Teman sebaya memberikan referensi tentang pakaian, tingkah laku, pola bicara,
sepanjang perjalanan hidupnya. Kadang ada siswa yg ingin nampak tidak cerdas akibat
dari ketakutan kehilangann pengakuan dari teman sebaya. Sekolah dapat berfungsi
untuk mengalihkan fokus sehingga norma-norma (sosial remaja) dapat memperkuat
tujuan pendidikan mereka.
Hambatannya adalah kadang lingkungan persahabatan mereka terjadi semenjak sekolah
dasar, yg memiliki sedikit hubungan dengan aspek akademik sekolah. Dalam penelitian
Hargreaves ditemukan bahwa kelompok siswa yg memiliki nilai subkultul yg bersesuaian
dengan nilai-nilai positif di sekolah memiliki nilai yg lebih baik dari kelompok siswa dgn
subkultur yg negatif. D. GURU DAN SISTEM INFORMAL Guru memiliki strategi yg
berbeda disesuaikan dengan situasi yg dihadapi.
Martyn Hammersley menguraikan beberapa teknik alternatif atau strategi yang dapat
digunakan oleh guru untuk menangani kelas: 1. Organisasi formal (guru sebagai pusat
kegiatan), organisasi informal (guru berperan untuk meningkatkan kerjasama dan
interaksi siswa) 2. Guru sebagai pengawas atas aksi menyimpang dari siswa dan
melakukan intervensi atas penyimpangan tersebut. 3.
Guru dapat menggunakan perintah atau tuntutan dengan otoritas yang dimiliki. 4. Tes
kelas atau tes sekolah, alat untuk membandingkan kinerja siswa. Pengambilan
keputusan di dalam kelas, kebanyakan pengambilan keputusan guru terhadap situasi
kelas bersifat naluriah (pengalaman). Namun sesungguhnya guru memiliki strategi yg
disadari ataupun tidak disadari berdasarkan pendekatan situasionisme dan negosiasi.
Guru hendaknya memiliki strategi dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan. Tujuan dan
strategi terus berubah sesuai dengan situasi kelas. Guru harus mengerahkan segala
kemampuannya untuk terus dapat mengontrol situasi kelas. Dalam kaitanya dengan
kontrol dan strategi disiplin dalam kelas, guru memiliki strategi pengendalian selain
kekuatan fisik (penggunaan langsung kekuasaan, struktur sosial, intelektual dan
manipulasi fisik kelas), guru dpt menggunakan pengaruh atau manipulasi atau akhirnya
paksaan.
Pujian, penghargaan verbal, teguran, pengingat juga dapat dijadikan sebagai alat
control. Pada penelitian ini, prinsip kurikulum tersembunyi yang berupa rule, regulation
dan routinities dijadikan sebagai dasar dalam menganalisa kondisi objektif pelaksanaan
pendidikan nilai peduli lingkungan di sekolah.
Prinsip tersebut juga dijadikan acuan dalam menyusun MPNBK berkaitan dengan proses
pengaturan habituasi dan intervensi pada kegiatan kurikuler, kokurikuler dan
ektrakurikuler. Upaya membangun penguatan dilaksanakan melalui pengembangan
iklim sekolah peduli lingkungan sebagai salah satu aspek kurikulum tersembunyi. Usaha
meliputi penyediaan sarana dan prasarana pendukung baik itu tempat sampah, slogan,
pengembangan pengaruh teman sebaya, interaksi guru yang lebih intensif serta
dukungan seluruh komponen sekolah yang peduli lingkungan. BAB IV PENDIDIKAN
NILAI DALAM PERSPEKTIF PERKEMBANGAN DAN PENDIDIKAN MORAL A.
PENDIDIKAN MORAL EMILE DURKHEIM Pendidikan didefinisikan sebagai pengaruh
yang dilakukan oleh orang dewasa pada mereka yang belum siap untuk membantu
beradaptasi dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu pendidikan harus senantiasa
melihat perkembangan masyarakat dan menentukan pendidikan yang cocok sesuai
dengan kondisi masyarakat. Fungsi utama dari pendidikan bukanlah untuk
mengembangkan kemampuan yang terbagi terbagi dalam potensi-potensi untuk
kepentingan mereka sendiri.
Namun untuk mengembangkan kemampuan mereka dan kapasitas yang dibutuhkan
masyarakat. Fungsi umum pendidikan idealnya dapat membangkitkan potensi anak.
Setiap masyarakat membutuhkan beberapa kesamaan dasar pemikiran, nilai-nilai dan
norma-norma di antara para anggotanya, tetapi juga memerlukan beberapa spesialisasi,
untuk pembagian kerja dalam rangka menjaga ketertiban masyarakat. Pendidikan
idelanya bisa memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut.
Untuk dapat memuaskan masyarakat pendidikan membantu menciptakan generasi baru
bagi masyarakat, pendidikan meletakkan kondisi masyarakat untuk membantu individu
mengabadikan dirinya sendiri. Dalam pengertian ini, pendidikan memiliki fungsi
pelestarian dan pengembangan masyarakat. Fungsi Pendidikan yang sesungguhnya
adalah membantu proses sosialisasi individu terhadap masyarakat.
Durkheim menegaskan, bahwa meskipun sosialisasi dari sudut pandang individu
diperlukan dan diinginkan juga merupakan alternative yang harus disosialisasikan dalam
negara yang tanpa norma (anomie). Gagasan 'anomi' terutama dikembangkan dalam
penelitian Durkheim's of Sucide. Durkheim menjelaskan bahwa stabilitas kepribadian
individu tergantung pada stabilitas masyarakat, dalam masa pertumbuhan ekonomi
tiba-tiba, kendala datang dari masyarakat yang tiba-tiba maju, aspirasi berkembang ke
tingkat yang tidak pernah dapat dipuaskan dan kehidupan mulai menjadi tidak
memuaskan dan tidak berguna.
Untuk menjalani kehidupan yang memuaskan, untuk menemukan tujuan hidupnya,
manusia harus memiliki keinginan yang terbatas. Jadi pendidikan dalam hal ini berfungsi
untuk mensosialisasikan kebutuhan masyarakat terhadap individu, menyediakan
nilai-nilai dan norma-norma. Pendidikan harus memberikan norma-norma dan nilai-nilai
yang dibutuhkan oleh anak.
Hal ini yang menyebabkan Durkheim berpikir untuk memberikan kerangka kognitif
kepada anak dapat memahami dunia dan memperoleh pengetahuan. Durkheim
menentang pandangan bahwa pendidikan harus mengembangkan potensi anak, kecuali
sejauh ini diperlukan oleh masyarakat. Bagi Durkheim, fungsi pendidikan adalah untuk
menjaga masyarakat, untuk bersosialisasi dan memanusiakan manusia dengan
menyediakan kerangka kerja normatif dan kognitif.
Gagasan anomi yang terjadi dalam kajian ini adalah sebuah kondisi dimana masyarakat
Kelurahan Padangsambian kehilangan nilai-nilai seiring berubahnya kondisi masyarakat
di wilayah Padangsambian, dari masyarakat yang terikat pada nilai masyarakat agraris
tradisional ke masyarakat indsutri modern. Pendidikan Moral Pendidikan memegang
peranan penting pada masyarakat yang baru berkembang.
Fungsi pendidikan adalah untuk mempertahankan ketertiban dalam masyarakat dan
mensosialisasikan manusia. Untuk mewujudkan hal tersebut, Durkheim mencoba untuk
memecahkan masalah bagaimana manusia bisa diselamatkan dari kemungkinan anomie,
dalam suatu masyarakat di mana kendala tradisional dan moralitas agama yang mati,
menuntut individu bertindak sendiri untuk menerapkan prinsip-prinsip moral umum
untuk kehidupan sehari-hari.
Penerapan Moralitas dalam Pendidikan. Setelah meletakkan elemen dasar moralitas,
Durkheim mencoba untuk menerapkan ide-idenya ke sekolah. Sementara anak-anak
sering menunjukkan perubahan suasana hati, mereka juga sangat rentan terhadap
ide-ide dan perintah. Sekolah harus membangun kerentanan ini untuk mengembangkan
semangat disiplin.
Ketika seorang anak memasuki sekolah, ia dihadapkan dengan aturan yang mengikat
dirinya dan orang lain sama. Aturan-aturan yang lebih umum daripada yang ia alami di
rumah. Disiplin sekolah berfungsi untuk mengembangkan disiplin diri yang diperlukan
dalam masyarakat modern. Hukuman adalah penting, itu menunjukkan anak bahwa
aturan-aturan yang mengikat semua dan patut dihormati.
Hukuman fisik tidak diperlukan karena bertentangan dengan prinsip dasar moral
modern yang menghormati martabat manusia. Sekolah harus diatur sehingga anak
dapat menjalani hidup komunal. Sekolah harus memberikan anak gambar dari
kelompok mana dia berada, setiap kelas memiliki kepribadian sendiri, guru, sebagai
direktur kelas, harus mengembangkan persatuan dan solidaritas. Hukuman kolektif dan
manfaat dapat digunakan untuk tujuan ini, dari waktu ke waktu.
Kepala sekolah harus mengatur sekolah sedemikian rupa sehingga anak mengakui
bahwa kelas sendiri merupakan bagian dari keseluruhan yang lebih besar. Dengan ini
proses identifikasi dengan kelompok, anak dituntun untuk melampirkan dirinya ke
masyarakat luas. Pendidikan Moral, tentang elemen ketiga dari moralitas. Hal ini jelas
bahwa Durkheim merasa bahwa anak-anak perlu tahu alasan untuk bertindak secara
moral, mereka harus, karena itu, memiliki harus memiliki pemahaman tentang
masyarakat mereka sendiri dan kebutuhannya. Cara terbaik untuk mengembangkan
pemahaman ini adalah melalui ilmu pengetahuan.
Dalam upaya mengembangkan kapasitas siswa untuk peduli terhadap lingkungan maka
siswa diajak untuk mengetahui alasan bertindak untuk senantiasa memelihara
lingkungan. Alasan tersebut terurai dalam nilai-nilai yang dikembangkan oleh komunitas
masyarakat, serta dampak dari diabaikannya nilai-nilai tersebut terhadap kehidupan
masyarakat. B.
PERKEMBANGAN MORAL PIAGET Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-aturan
dan ketentuan-ketentuan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang untuk
berinteraksi dengan individu lainnya. Pakar perkembangan anak melakukan kajian untuk
tentang bagaimana proses anak-anak berpikir, pola tingkah laku dan menyadari tentang
aturan-aturan dalam lingkungannya.
Perkembangan moral yang dialami oleh anak berbeda dengan orang dewasa, sehingga
Piaget melakukan mengobservasi secara intensif serta melakukan wawancara dengan
anak usia 4-12 tahun. Ada dua macam studi yang dilakukan oleh Piaget mengenai
perkembangan moral anak dan remaja: 1. Melakukan pengamatan terhadap anak yang
bermain kelereng, dan mennganalisis proses bermain serta memikirkan aturan-aturan
permainan. 2.
Menanyakan kepada anak dengan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan
aturan-aturan etis, misalnya mencuri, berbohong, hukuman dan keadilan. Dari hasil studi
yang telah dilakukan tersebut, Piaget menyimpulkan bahwa anak-anak berpikir dengan
2 cara yang sangat berbeda tentang moralitas, tergantung pada kedewasaan
perkembangan mereka. Antara lain: Heteronomous Morality 1.
Merupakan tahap pertama perkembangan moral menurut teori Piaget yang terjadi
kira-kira pada usia 4-7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan dibayangkan sebagai
sifat-sifat dunia yang tidak boleh berubah, yang lepas dari kendali manusia. 2. Pemikir
Heteronomous menilai kebenaran atau kebaikan perilaku dengan mempertimbangkan
akibat dari perilaku itu, bukan maksud dari pelaku.
Misal: memecahkan 12 gelas secara tidak sengaja lebih buruk daripada memecahkan 1
gelas dengan sengaja, ketika mencoba mencuri sepotong kue. 3. Pemikir Heteronomous
yakin bahwa aturan tidak boleh berubah dan digugurkan oleh semua otoritas yang
berkuasa. 4. Ketika Piaget menyarankan agar aturan diganti dengan aturan baru (dalam
permainan kelereng), anak-anak kecil menolak.
Mereka bersikeras bahwa aturan harus selalu sama dan tidak boleh diubah. 5. Meyakini
keadilan yang immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturan dilanggar, hukuman akan
dikenakan segera. 6. Yakin bahwa pelanggaran dihubungkan secara otomatis dengan
hukuman. Autonomous Morality 1.
Tahap kedua perkembangan moral menurut teori Piaget, yang diperlihatkan oleh
anak-anak yang lebih tua (kira-kira usia 10 tahun atau lebih). Anak menjadi sadar bahwa
aturan-aturan dan hukum-hukum diciptakan oleh manusia dan dalam menilai suatu
tindakan, seseorang harus mempertimbangkan maksud-maksud pelaku dan juga
akibat-akibatnya 2. Bagi pemikir Autonomos, maksud pelaku dianggap sebagai yang
terpenting. 3.
Anak-anak yang lebih tua, yang merupakan pemikir Autonomos, dapat menerima
perubahan dan mengakui bahwa aturan hanyalah masalah kenyamanan, perjanjian yang
sudah disetujui secara sosial, tunduk pada perubahan menurut kesepakatan. 4.
Menyadari bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya terjadi apabila seseorang
yang relevan menyaksikan kesalahan sehingga hukuman pun menjadi tak terelakkan.
Piaget berpendapat bahwa dalam berkembang anak juga menjadi lebih pintar dalam
berpikir tentang persoalan sosial, terutama tentang kemungkinan-kemungkinan dan
kerja sama. Pemahaman sosial ini diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan teman
sebaya yang saling memberi dan menerima. Dalam kelompok teman sebaya, setiap
anggota memiliki kekuasaan dan status yang sama, merencanakan sesuatu dengan
merundingkannya, ketidaksetujuan diungkapkan dan pada akhirnya disepakati.
Relasi antara orang tua dan anak, orang tua memiliki kekuasaan, sementara anak tidak,
tampaknya kurang mengembangkan pemikiran moral, karena aturan selalu diteruskan
dengan cara otoriter. Secara garis besar, tahap-tahap perkembangan itu dapat
dituliskan dengan ciri-cirinya yang khusus dalam sebuah skema pada tabel berikut:
Tabel 1 Tahap-Tahap Perkembangan Moral Piaget TAHAP SENSORIMOTOR
PRAOPERASI OPERASI KONKRET OPERASI FORMAL Umur 0-2 tahun 2-7 tahun 7-11
tahun 11 tahun keatas Dasar Pemikiran Tindakan dan meniru Simbolis/bahasa dan
intuitif, imaginal Transformasi reversibel dan kekekalan, masih konkret Deduktif
hipotesis dan induktif, abstrak Saat Pemikiran Sekarang Mulai yang “tidak sekarang”
Masih terbatas kekonkretan Meninggalkan yang sekarang dan memulai yang
mendatang Ciri-ciri Lain Refleks, kebiasaan, pembedaan sarana dan hasil Egosentris
Pembendaan, seriasi, klasifikasi, konsep bilangan, waktu, probabilitas, kausalitas
Kombinasi, proposi, refrensi ganda, dua reversibel, fleksibel (Adisusilo, 2013, hlm. 19)
Pengetahuan pada anak usia sekolah dasar memasuki tahap perubahan pada aspek
kognitif.
Pada masa ini, terjadi perkembangan daya berpikir ke arah konkrit, rasional serta
objektif, oleh Piaget tahapan ini disebut pemikiran operasional kongkrit yaitu aktvitas
mental yang difokuskan pada obyek-obyek yang konkrit. Dalam masa ini terjadi 3
macam proses yakni 1) negasi (negation): anak memahami hubungan antara benda atau
keadaan yang satu dengan benda atau keadaan yang lain, 2) hubungan timbal balik:
anak memahami hubungan sebab akibat dalam suatu keadaan, 3) identitas: anak sudah
mengenal obyek yang ada disekitarnya.
Untuk itu maka pelibatan anak dalam kegiatan bank sampah melalui klub daur ulang
yang diperkuat dengan pendidikan dalam keluarga sesungguhnya tepat dilaksanakan
karena pada usia ini, anak SD sedang dalam kondisi pemikiran operasional kongkrit
dengan harapan dapat membantu perolehan pengetahuan yang lebih baik yang
nantinya memberikan dampak terhadap karakter yang diinginkan.
BAB V STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Pendidikan dalam Sisdiknas
Tahun 2003 didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pemelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara .
Pendidikan memiliki makna dan tujuan untuk mengembangkan kepribadian yang
menjadi tuntutan dalam kebijakan pengembangan pendidikan karakter. Hal ini tertuang
dalam Grand Desain Pendidikan Karakter Kemendiknas tahun 2010. Proses
pengembangan karakter dapat dilakukan dalam sebuah suasana belajar dan proses
pembelajaran.
Ini berarti bahwa dalam setiap proses pembelajaran harus melibatkan upaya
pengembangan karakter di dalamnya yang dapat dilakukan secara sengaja dan
terstruktur ataupun sifatnya penguatan melalui iklim sekolah, kegiatan ektrakurikuler
dan kokurikuler di sekolah. Secara prinsipil, pengembangan karakter tidak dimasukkan
sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran, pengembangan diri
dan budaya satuan pendidikan (Kemendiknas, 2010, hlm. 11). Nilai-nilai dapat
diintegrasikan dan dikembangkan kedalam kurikulum ataupun silabus yang telah ada.
Nilai diperkenalkan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Dalam Grand Desain Pendidikan Karakter Kemendiknas tahun 2010 menguraikan 4
(empat) prinsip dalam pengembangan pendidikan karakter (2010, hlm.11-13), yakni: 1)
Berkelanjutan Pengembangan karakter memerlukan sebuah proses yang panjang, oleh
sebab itu pelaksanaan pendidikan karakter dalam pendidikan formal dilaksanakan mulai
jenjang TK, SD, SMP, SMA sampai ke perguruan tinggi.
Pendidikan karakter pada perguruan tinggi lebih bersifat pada penguatan dari
pendidikan yang diperoleh dari tingkat pendidikan sebelumnya. 2) Melalui semua mata
pelajaran, pengembangan diri dan budaya satuan pendidikan Pengembangan karakter
dapat dilakukan melalui mata pelajaran/kurikuler, kokurikuler maupun ektrakurikuler.
Penguatan dapat dilaksanakan melalui pengembangan diri dan budaya satuan
pendidikan/sekolah.
3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan melalui proses belajar Nilai dalam proses
pembelajaran tidak dijadikan sebagai pokok bahasan. Materi pelajaran dipergunakan
sebagai media untuk mengembangkan nilai karakter pada peserta didik. Oleh sebab itu
pendidik tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan
materi pokok bahasan untuk mengembangkan nilai karakter.
4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan Pendidikan
karakter diawali dengan perkenalan terhadap pengertian ilai yang dikembangkan,
kemudian pendidik menuntun peserta didik agar secara aktif mrnumbuhkan nilai-nilai
karakter pada diri peserta didik melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas,
satuan pendidikan dan tugas-tugas di luar satuan pendidikan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam
berbagai proses pendidikan di sekolah seperti: 1) pembelajaran di kelas; 2) habituasi; 3)
Ektrakurikuler dan 4) keterlibatan masyarakat dalam pengembangan program
pendidikan. A. PEMBELAJARAN DI KELAS Berdasarkan desain pendidikan karakter 2010,
pembangunan karakter bangsa dapat dilakukan melalui pendidikan, pembangunan
karakter dalam konteks makro dan mikro. Dalam konteks makro melibatkan seluruh unit
utama di lingkungan pemangku kepentingan pendidikan nasional.
Dalam konteks mikro merupakan penyelenggaraan pendidikan pada tingkat sekolah,
pendidikan pada konteks mikro dibagi menjadi empat pilar yakni belajar mengajar di
kelas, keseharian dalam bentuk pengembangan budaya sekolah; kokurikoler dan
ekstrakurikuler; serta keseharian di rumah dan masyarakat (Sulistyowati, 2012, hlm.
11-12). Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi a) memasukkan atau
mengintegrasikan karakter tertentu ke dalam kegiatan pembelajaran dengan uraian
sebagai berikut: 1) menanamkan nilai kebaikan kepada anak (knowing the good), 2)
menggunakan cara yang membuat anak memiliki alasan atau keinginan berbuat baik
(desiring the good), 3) mengembangkan sikap mencintai perbuatan baik (loving the
good), 4) melaksanakan perbuatan yang baik (acting the good).
Selanjutnya b) membuat slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam
segala tingkah laku masyarakat sekolah, dan c) pemantauan secara kontinyu yang
merupakan wujud dari pelaksanaan pembangunan karakter, adapun hal-hal yang perlu
dipantau adalah 1) kedisiplinan masuk sekolah, 2) kebiasaan saat di kantin, 3) kebiasaan
di kelas, 4) kebiasaan dalam berbicara, 5) kebiasaaan ketika di tempat ibadah, dan 6)
kebiasaan lainnya (Suwito, 2012, hlm. 7-8).
Berkaitan dengan pengintegrasian karakter dalam pembelajaran di kelas, maka tidak
dapat dilepaskan dengan peran RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).
Pengintegrasian nilai-nilai pendidikan karakter di setiap teknik pembelajaran mulai dari
pendahuluan (apersepsi, motivasi), kegiatan inti (meliputi tahap elaborasi, eksplorasi,
dan konfirmasi), dan pada tahap penutup (kesimpulan, pemberian tugas terstruktur dan
tugas mandiri) (Suwito, 2012, hlm. 10).
Upaya pengintegrasian nilai-nilai karakter ke dalam pembelajaran diuraikan secara lebih
spesifik oleh Ghufron (2010, hlm. 5-12). Pemikiran Ghufron beranjak dari definisi
pembelajaran yang diuraikan oleh Saylor (1981, hlm 258), yang menyatakan bahwa
pembelajaran merupakan bentuk implementasi kurikulum sebagai dokumen tertulis.
Sehingga pembahasan tentang pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari persoalan
implementasi kurikulum yang berlaku.
Sehingga pembelajaran menjadi indicator penting dari kesuksesan pelaksanaan
kurikulum. Integrasi nilai-nilai karakter bangsa pada kegiatan pembelajaran dapat
dilakukan melalui tahap-tahap; perencanaan, implementasi dan evaluasi. Perencanaan
pembelajaran berkaitan dengan apa dan bagaimana pembelajaran dilaksanakan di
dalam dan luar kelas, produknya berupa RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran).
Upaya lain dalam perencanaan adalah penataan lingkungan belajar yang memiliki
tujuan untuk mengatur berbagai situasi dan kondisi (fisik dan non fisik) yang dapat
mengembangkan rasa kepekaan, fleksibilitas, demokratisasi dan rasa tanggap peserta
didik terhadap berbagai kebutuhannya. Integrasi nilai karakter dalam pelaksanaan
pembelajaran dilakukan pada setiap mata pelajaran, dan terumuskan dalam tahap
pendahuluan, inti dan penutup.
Dengan demikian pada setiap tahap pembelajaran akan diiringi dengan pesan moral
atau nilai karakter bangsa yang relevan dengan materi pokok mata pelajaran yang
sedang dibahas. Salah satu strategi dalam mengatur intergasi tersebut adalah dengan
membagi waktu tahap pelaksanaan pembelajaran dan menguraikan nilai-nilai tersebut
sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan.
Komponen lain yang memikili peran penting dalam proses integrasi nilai pada proses
pelaksanaan pembelajaran adalah kemampuan guru dalam melakukan pengelolaan
kelas serta pemberian layanan belajar sebagai bimbingan akademik. Tahap akhir dari
kegiatan integrasi adalah melakukan penilaian, yang memiliki tujuan untuk mengetahui
keberhasilan peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar yang dilakukan
pada saat proses maupun akhir pembelajaran.
Adapun komponen yang menetukan nilai akhir adalah jumlah tatap muka, penyelesaian
tugasm nilai ujian tengah semester dan nilai akhir semester, yang dikemas dalam bentuk
laporan hasil belajar peserta didik yang diberikan kepada orangtua setiap akhir
semester. B. HABITUASI Dalam kerangka acuan pendidikan karakter Kemendiknas 2010,
habituasi didefinisikan sebagai penciptaan situasi dan kondisi serta penguatan yang
memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, rumahnya, dan lingkungan
masyarakatnya.
Habituasi menurut Hakam adalah pembiasaan, dimana perilaku baik perlu dibiasakan,
bukan merupakan pilihan tetapi menjadi keharusan. Pembiasaan perbuatan baik harus
terus menerus bukan situasional. Terjadinya inkonsistensi perbuatan moral, sering
mendorong anak untuk memilih tindakan immoral. Untuk itulah diperlukan adanya
suasana kondusif di sekolah agar nilai moral dapat teraplikasikan dalam setiap
tindakan.Upaya pembiasaan harus menjadi bagian integral dari kepribadian para
pendidik. (tt, hlm. 10).
Penciptaan situasi dan kondisi dalam upaya proses habituasi memerlukan kepekaan
sekolah dalam menciptakan sebuah iklim sekolah yang membuat siswa terbiasa untuk
berperilaku sebagai wujud dari karakter positif. Sebagai contoh, dalam upaya
mengembangkan karakter peduli lingkungan, maka untuk membiasakan siswa
membuang sampah sebagai salah satu indicator dalam kegiatan peduli lingkungan,
maka sekolah harus menyiapkan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan karakter
tersebut.
seperti tempat sampah di berbagai sudut sekolah dan ruang kelas, serta kebiasaan
positif guru yang dapat dijadikan contoh baik bagi siswa dalam pengembangan karakter
peduli lingkungan. C. EKTRAKURIKULER Kegiatan ekstrakurikuler menjadi bagian yang
amat penting dalam system pendidikan di Amerika, hal ini diuraikan oleh Lunenburg
dalam sebuah jurnal dengan judul Extracurricular Activities.
Kegiatan ektrakurikuler memegang bagian yang amat penting dalam tujuan pendidikan,
kegiatan ektrakurikuler dapat mengembangkan kapasitas siswa untuk belajar bekerja
dalam kelompok (teamwork), mengembangkan hobi dan minat baik yang berkaitan
dengan bidang seni ataupun olahraga. Secara tidak langsung, pengembangan minat
siswa merupakan sebuah metode pembelajaran nilai yang bersifat rekreatif.
Akan tetapi tidak meninggalkan fungsi utama pendidikan sebagai pengembangan
nilai-nilai dan kebajikan. Selama ini, kegiatan ektrakurikuler disadari sebagai upaya
melayani kebutuhan siswa dalam pengembangan minat dan bakat. Jika kegiatan
ektrakurikuler dikembangkan secara baik dan utuh dapat memperkuat pembelajaran
yang dilaksanakan di kelas, melengkapi program yang dikembangkan dalam kurikulum,
mengintegrasikan pengetahuan yang diperoleh di kelas serta mengembangkann
kemampuan siswa untuk dapat hidup berdemokrasi.
Adapun contoh dari peran kegiatan ektrakurikuler dalam memperkuat pembelajaran di
kelas seperti Klub Bahasa Inggris, dalam kegiatan klub ini siswa mempelajari bahasa
Inggris secara mengkhusus tidak hanya dalam konteks empat ketrampilan berbahasa
seperti membaca, menulis, mendengar dan menyimak. Akan tetapi lebih kepada konteks
budaya bahasa yang dipelajari seperti cara berpakaian, makanan, etika dan lain
sebagainya.
Yang secara tidak langsung mendukung keempat ketrampilan atau kemampuan sebagai
indicator dalam mata pelajaran bahasa Inggris. Fungsi lain dari kegiatan ektrakurikuler
adalah melengkapi program yang dikembangkan dalam kurikulum. Dengan kata lain,
kegiatan ektrakurikuler memiliki fungsi untuk memberikan pengalaman yang tidak
diperoleh siswa dalam pembelajaran di kelas.
Seperti kegiatan organisasi, publikasi dan juga olahraga. Fungsi berikutnya adalah
mengintegrasikan pengetahuan. Dalam sebuah proses belajar, khususnya proses belajar
yang dilaksanakan secara sengaja dalam lembaga pendidikan, memiliki tujuan penting
untuk mengintegrasikan pengetahuan ke alam sekitar atau masyarakat.
pembelajaran di kelas seringkali memberikan gambaran-gambaran abstrak, dan untuk
mengkonkritkan gambaran tersebut diperlukan sebuah situasi kehidupan yang nyata.
Kegiatan ektrakurikuler dapat menjadi media dalam mengembangkan gambaran
abstrak situasi kehidupan menjadi nyata. Fungsi ektrakurikuler dalam pengembangan
hidup demokrasi dapat dilihat dari kegiatan ektrakurikuler yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan OSIS, tim basket,
pramuka, yang mengajarkan siswa untuk mengembangkan kemampuan bekerjasama
dalam sebuah tim, dan mewujudkan cita-cita yang telah dirumuskan (Lunenburg, 2010,
hlm. 1-4). D.
KETERLIBATAN/PARTISIPASI MASYARAKAT Implementasi nilai-nilai pendidikan karakter
dilaksanakan melalui proses pemberdayaan dan pembudayaan sebagaimana digariskan
sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses tersebut
berlangsung dalam 1) sekolah, 2) keluarga, dan 3) masyarakat. Proses pemberdayaan
dan pembudayaan yang dilaksanakan pada masyarakat dilaksanakan melalui usaha
intervensi dengan memberikan contoh pembelajaran melalui perilaku terpuji dan
karakter yang baik (Sulistyowati, 2012, hlm, 11).
Pelibatan masyarakat dalam dunia pendidikan nampak dari posisi dan peran komite
dalam lembaga pendidikan formal. Segala program pendidikan yang ingin
dikembangkan sekolah idealnya dilakukan bersama dengan komite. Komite merupakan
perpanjangan peran masyarakat di dalam sekolah. Ada beberapa teknik partisipasi\\
masyarakat dalam sekolah yang diwujudkan kepada sebuah kerjasama.
Adapun teknik kerjasama yang dapat dilakukan adalah a) melalui badan pembantu
penyelenggaraan pendidikan (BP3), b) melalui konsultasi, c) melalui surat menyurat, d)
melalui rapat bersama, e) melalui bazaar sekolah, f) melalui penyusunan program
bersama, g) melalui ceramah, serta h) melalui radio dan televise (Suryosubroto, 2012,
hlm. 65-66).
Kerangka pemikiran Davis mengandung tiga pokok pikiran yakni 1) adanya keterlibatan
mental dan pikiran, 2) adanya kemampuan bertindak dan bekerja, dan 3) adanya
tanggung jawab terhadap permasalahan kelompok dalam mencapai tujuan.. Kohen
mengemukanan bahwa partisipasiadalah keterlibatan di dalam proses pembuatan
keputusan pelaksanaan program, pengambilan manfaat dan pengevaluasian hasil (1977,
hlm. 7).
Berdasarkan uraian tersebut hal-hal yang harus diperhatikan masyarakat dalam
berpartisipasi terhadap suatu program adalah a) partisipasi dalam proses perencanaan
atau pembuatan keputusan, b) partisipasi dalam pelaksanaan program, c) partisipasi
dalam pemanfaatan hasil dan d) partisipasi dalam pengevaluasian program (Suryobroto,
2012, hlm. 75).
Adapun klasifikasi masyarakat yang ikut berpartisipasi adalah a) masyarakat setempat
seperti penduduk dan pelajar setempat, b) pegawai pemerintahan, c) instansi swasta
dan d) kelompok-kelompok yang mewakili masyarakat. Dalam upaya masyarakat
mewujudkan partisipasinya, terdapat beberapa prasyarat yang harus diperhatikan
seperti a) tersedianya waktu yang cukup untuk mengadakan partisipasi karena
partisipasi sulit dilaksanakan dalam keadaan serba darurat, b) pembiayaan partisipasi
hendaknya tidak melebihi hasil-hasil yang akan diperoleh serta memperhatikan
segi-segi penghematan, c) pelaksana partisipasi harus memandang pentingnya
keberadaan kelompok kerja yang akan dipartisipasinya, d) peserta partisipasi harus
mempunyai kemampuan khusus sehingga efektif untuk dipartisipasikan, e) pelaku
partisipasi harus dapat berhubungan secara timbale balik sehingga dapat saling
bertukar ide dengan pengertian dan bahasa yang sama, f) tidak ada pihak-pihak yang
merasa bahwa posisinya terancam akibat adanya partisipasi, dan g) partisipasi akan
lebih efektif jika didasarkan atas azas kebebasan kerja (Wstra, 1977, hlm. 16).
Partisipasi masyarakat memiliki dampak positif berupa keuntungan yakni a)
memungkinkan diperolehnya keputusan yang benar, 2) memungkinkan para pekerja
menggunakan kemampuan berpikir secarakreatif, c) mengembalikan nilai-nilai martabat
manusia, dorongan serta membangun kepentingan bersama, d) mendorong orang
untuk bertanggung jawab, e) memperbaiki semangat kerja sama serta menimbulkan
kesatuan kerja dan f) memungkinkan untuk mengikuti perubahan-perubahan (Westra,
1977, hlm. 18).
Dalam pengembangan model pendidikan nilai berbasis komunitas untuk
mengembangkan karakter peduli lingkungan di SD. Teknik partisipasi yang dilakukan
melalui komite sekolah dalam pengembangan dan penyusunan program, dan
pemberian ceramah melalui program parenting. Adapun klasifikasi masyarakat yang
dilibatkan adalah kelompok masyarakat yang mewakili konsep pewarisan nilai peduli
lingkungan (Bank Sampah), instansi pemerintah dalam hal ini kepala kelurahan
Padangsambian, serta kontribusi Unilever dalam pengadaan sarana administrasi
pendukung dalam kegiatan Bank Sampah di sekolah seperti Buku Tabungan, Buku Kas
dan sebagainya. Berkaitan dengan usaha mengintegrasikan nilai peduli lingkungan ke
dalam proses pembelajaran karakter.
Hal tersebut dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas. Mengacu pada konsep
pengembangan nilai peduli social, peduli lingkungan, rasa ingin tahu dan kreatif.
Berdasarkan Grand Desain Pendidikan Karakter Kemendiknas 2010 memerlukan upaya
pengkondisian sehingga peserta didik memiliki kesempatan untuk memunculkan
perilaku yang menunjukkan nilai tersebut.
Pengembangan model pendidikan nilai berbasis komunitas, dalam upaya
mengembangkan karakter peduli lingkungan pada siswa SD dilaksanakan melalui
pengkondisian lingkungan sebagai media dalam proses pengembangan karakter.
Peserta didik dituntun untuk memahami lingkungan alamnya serta dampaknya yang
berpengaruh terhadap lingkungan social, demikian pula sebaliknya bagaimana tindakan
social manusia memiliki dampak terhadap lingkungan alam dan manusia lainnya. BAB VI
MODEL PENDIDIKAN NILAI BERBASIS KOMUNITAS A.
PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN NILAI BERBASIS KOMUNITAS Pengembangan
Model Pendidikan nilai berbasis komunitas dibangun atas rasionalisasi, analisis
kebutuhan, analisis SWOT, dan analisis nilai, yang kemudian digunakan untuk untuk
mengembangkan karakter peduli lingkungan. Model ini dirancang dan dikembangkan
secara umum dengan menerapkan tiga langkah pokok penyelenggaraan, yakni:
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. a.
Perencanaan Perencanaan merupakan tahap awal dalam tahapan pengembangan
model MPNBK ini. Pada tahap ini dilakukan proyeksi mengenai apa yang akan dilakukan
pada tahap pelaksanaan. Pada tahapan ini akan diuraikan hal-hal yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan MPNBK yang terdiri atas komponen-komponen yang dibagi menjadi
empat kegiatan pokok dalam pengembangan karakter peduli lingkungan pada siswa SD
Kelurahan Padangsambian: kegiatan pembelajaran di dalam kelas, kegiatan
ekstrakurikuler, iklim sekolah dan kemitraan sekolah dengan rumah.
Kemudian empat kegiatan tersebut dikoordinasikan kedalam komponen-komponen
utama antara lain tujuan, materi, metode, media serta evaluasi. Komponen tujuan
memiliki fungsi untuk menentukan arah juga sebagai panduan dalam pengaplikasian
kegiatan di lapangan, materi memiliki fungsi untuk memberikan makna dari tujuan,
metode derta media memiliki fungsi sebagai cara serta alat bantu untuk mencapai
tujuan kemudian yang terkahir evaluasi berguna untuk mengukur pencapaian tujuan
serta umpan balik Implementasi MPNBK mengembangkan pendekatan dalam
menyusun program pembelajaran yang berdasarkan kepentingan masyarakat,
kebutuhan orang tua dan guru.
Untuk itu dalam perumusan tujuan yang dalam hal ini adalah mengembangkan karakter
peduli lingkungan didasarkan atas analisis kebutuhan yang telah dilakukan pada
masyarakat, kepala sekolah serta guru. Adapun langkah-langkah dalam perencanaan
meliputi: a) Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan karakter peduli lingkungan
Idealnya pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan dari masyarakat, yang nantinya
diharapkan dapat mengisi kesenjangan antara harapan dengan fakta di lapangan.
Kegiatan mengidentifikasi kebutuhan ini dilakukan bersama dengan orang tua,
masyarakat, guru beserta kepala sekolah. Kebutuhan pengembangan karakter peduli
lingkungan dilakukan melalui pengumpulan data dengan prinsip pendekatan kualitatif.
b. Menetapkan Tujuan MPNBK Pengembangan model ini memiliki tujuan untuk
menawarkan sebuah model pendidikan nilai peduli lingkungan yang dilaksanakan
secara terpadu dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat bagi siswa Sekolah
Dasar.
Model ini merupakan sebuah model yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan dari
sekolah, keluarga dan masyarakat dalam mengembangkan nilai/karakter peduli
lingkungan sejak usia dini yang berbasiskan komunitas dalam masyarakat. Model ini
penting untuk dikembangkan karena berdasarkan hasil penelitian terdahulu dalam
proses internalisasi nilai-nilai melalui pendidikan formal di sekolah dalam upaya
pengembangan karakter anak didik utamanya karakter peduli lingkungan belum
menunjukkan manfaat yang benar-benar diharapkan oleh masyarakat secara umum
utamanya jika dikaitkan dengan masalah krisis lingkungan yang sedemikian parah.
Model ini juga berupaya memberikan alternatif strategi pembelajaran bagi guru dalam
aplikasi penerapan kurikulum 2013 baik itu di kelas maupun penguatannya di luar kelas
yang menggunakan paradigma pendekatan tematik integratif. Kemudian secara khusus,
Model Pendidikan Nilai Berbasis Komunitas (MPNBK) ini memiliki tujuan: a.
Memperkenalkan konsep Model Integratif (sekolah, rumah dan masyarakat) pada
pendidikan di Sekolah Dasar. b.
Menekankankan pentingnya peran kemitraan sekolah-rumah dalam upaya internalisasi
nilai-nilai peduli lingkungan dalam pendidikan. c. Menekankan pentingnya penguatan
nilai-nilai peduli lingkungan melalui program ekstra kurikuler. d. Menguatkan peran
iklim sekolah dalam pendidikan nilai peduli lingkungan. e. Mendorong integrasi konsep
pendidikan nilai (utamanya nilai peduli lingkungan) dalam proses pembelajaran di kelas
melalui mata pelajaran agama Hindu.
c) Penentuan Tenaga Guru dan Pelatih Klub Daur Ulang Agar pelaksanaan MPNBK dapat
berjalan dengan baik, diperlukan tenaga guru dan pelatih klub daur ulang yang
menguasai materi dan strategi pelaksanaan MPNBK. Adapun kriteria guru adalah guru
agama Hindu dengan persyaratan sebagai berikut. (1) Menguasai materi yang akan
disampaikan. (2) Mampu menggunakan alat bantu mengajar. (3) Mampu mengevaluasi
hasil proses pembelajaran. (4) Mampu bekerjasama dalam tim (team teaching).
(5) Siap mendampingi siswa dalam studi lapangan. (6) Kemudian untuk tenaga pelatih
klub daur ulang harus memenuhi kriteria sebagai berikut. (1) Tergabung dalam
komunitas Bank Sampah. (2) Memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam
melaksanakan prinsip 3 R. (3) Mampu bekerjasama dalam tim (team teaching. 4) Mampu
membangun komunikasi yang menyenangkan kepada peserta klub daur ulang. b.
Pelaksanaan Pelaksanaan model pendidikan nilai berbasis komunitas ini dilaksanakan
pada tiga lingkungan pendidikan yakni sekolah, rumah dan masyarakat (melalui Klub
Daur Ulang bekerja sama dengan komunitas Bank Sampah). a) Membangun kemitraan
antara sekolah dan rumah Langkah-langkah yang dilakukan dalam membangun
kemitraan antara sekolah dan rumah dalam rangka mengembangkan karakter peduli
lingkungan mengikuti acuan strategi Membangun Kemitraan Sekolah-Rumah Yang Kuat
dari Lickona (2012, hlm. 79-105).
Strategi ini terdiri atas 20 langkah, namun aplikasinya dalam penelitian ini tidak
mengikuti 20 langkah tersebut, 20 langkah ini diadaptasi menjadi 7 langkah, adapun
langkah-langkah yang dilakukan dalam membangun kesepakatan antara sekolah dan
rumah dalam mengembangkan karakter peduli lingkungan dalam penelitian ini adalah:
1. Menegaskan keluarga sebagai pendidik karakter yang paling utama.
Penegasan ini dilakukan dalam pertemuan antara orangtua murid, komunitas Bank
Sampah dan pihak sekolah yang diadakan oleh sekolah, dimana sekolah yang menjadi
media dalam pertemuan tiga pihak ini. Jadi pada pertemuan ini dilakukan diskusi dan
perbincangan untuk menyamakan persepsi dari tiga pihak tersebut dalam
mengembangkan karakter peduli lingkungan yang ditinjau dari perilaku siswa terhadap
sampah. 2.
Meminta orang tua untuk berpartisipasi Dalam upaya pengembangan karakter peduli
lingkungan, orang tua diminta untuk berpartisipasi, dengan meminta menjadi
sukarelawan dalam kelas/kegiatan ekstrakurikuler dua kali seminggu dengan waktu
kurang lebih selama dua jam pelajaran (90 menit). 3. Menyediakan program tentang
parenting dan berusaha untuk meningkatkan tingkat partisipasi Program yang
disediakan dalam langkah keempat ini adalah menjadwalkan orang tua murid bertemu
dengan pihak sekolah untuk membicarakan program bersama dalam usaha
mengembangkan karakter peduli lingkungan. 4.
Menetapkan PR Keluarga PR keluarga merupakan pekerjaan rumah-tugas yang
berkaitan dengan pengembangan karakter peduli lingkungan siswa SD Kelurahan
Padangsambian. Siswa membawa PR untuk dikerjakan dengan orangtua mereka, jika
orang tua tidak ada, maka siswa dapat mengerjakan PR tersebut dengan anggota
keluarga yang lebih tua atau dewasa.
Salah satu PR Kelurga yang dilakukan adalah melakukan pemilahan sampah organik dan
anorganik di rumah, membuat kompos, membuat produk recycle (daur ulang), serta
membuat biopori. 5. Menguatkan peran komite orang tua dalam pengembangan
pendidikan karakter Komite orang tua yang telah dibentuk di sekolah, akan diperkuat
perannya dalam pengembangan pendidikan karakter. 6.
Membuat perjanjian moral dengan orang tua Untuk menghindari rusaknya pola
hubungan antara orang tua dan guru di sekolah, maka orang tua diminta untuk
menandatangani perjanjian moral, yang dalam hal ini merupakan perjanjian yang
berkaitan dengan pengembangan karakter peduli lingkungan. Perjanjian ini juga
meliputi kegiatan ekstrakurikuler, perang terhadap sampah, serta memerangi dampak
negatif media. 7.
Responsif terhadap Keluhan Orang Tua Sekolah harus menunjukkan komitmennya
dalam upaya membangun kemitraan sekolah dan rumah yang kuat, salah satunya
dengan cara senantiasa responsive terhadap keluhan orang tua yang nantinya akan
ditindaklanjuti dengan memberikan perhatian dan mengatasi keluhan orang tua
tersebut. b) Membangun kesepakatan antara sekolah dan masyarakat Kegiatan yang
dilakukan dalam membangun kesepakatan antara sekolah dan masyarakat dilaksanakan
dengan mengefektifkan interaksi antara warga sekolah dengan masyarakat. Masyarakat
disini diwakili oleh komunitas Bank Sampah.
Upaya dalam meningkatkan interaksi antara warga sekolah dengan komunitas Bank
Sampah melalui sistem learning communities atau komunitas belajar, jadi siswa diajak
berperan aktif dalam kegiatann komunitas Bank Sampah melalui kegiatan
ekstrakurikuler Klub Daur Ulang yang akan dibentuk di sekolah. Tenaga pengajardengan
mengapada Klub Daur Ulang diambil dari komunitas Bank Sampah.
Jadi disini akan terlihat upaya saling membantu antara komunitas Bank Sampah dengan
sekolah. c) Membangun kesepakatan antara sekolah dan pemerintah (kelurahan)
Langkah yang dilakukan dalam upaya membangun kesepakatan antara sekolah dan
pemerintah (kelurahan) adalah pemerintah diajak untuk ikut serta mengembangkan
program-program yang dapat menstimulasi anak dalam mengikuti gerakan peduli
lingkungan.
Salah satunya seperti lomba menabung sampah, gerakan memungut sampah plastik,
serta memberikan reward kepada sekolah yang memiliki komitmen tinggi dalam upaya
menjaga kebersihan lingkungan. d) Perumusan materi pelajaran di kelas Pengembangan
karakter peduli lingkungan akan diintegrasikan dalam pelajaran agama Hindu dengan
pokok bahasan Tri Hita Karana (bisa dikembangkan melalui pokok bahasan lain). Materi
ini akan dirumuskan dan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat dengan
mudah dipahami oleh siswa.
Format yang dipergunakan dalam merumuskan materi pelajaran MPNBK (terlampir) e)
Perumusan ekstrakurikuler klub daur ulang Klub Daur Ulang merupakan kegiatan
ekstrakurikuler baru yang akan dikembangkan di SDN Kelurahan Padangsambian dalam
upaya untuk memberikan pengalaman belajar yang kontekstual terhadap siswa
sehingga dapat mempermudah upaya enkulturasi karakter peduli lingkungan di
lingkungan sekolah.
Kegiatan ekstrakurikuler dapat berupa program yang berupa pengayaan dan perbaikan
yang berkaitan dengan kegiatan intrakurikuler. Pendidikan Nilai dalam Kegiatan
Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler itu penting dapat diartikulasikan kedalam 3
lingkup pendidikan nilai (Taylor dalam Sukardi, 1990. Hlm. 105), yaitu: 1.
Pendidikan nilai adalah cara terencana yang melibatkan sejumlah pertimbangan
nilai-nilai edukatif, baik yang tercakup dalam manajemen pendidikan maupun dalam
kurikulum pendidikan.Dari hal yang paling luas sampai yang paling sempit. Cara dapat
diwakili oleh pencapaian visi dan misi untuk pengembangan nilai, moral, etika, dan
estetika sebagai keseluruhan dimensi pendidikan sampai pada tindakan guru dalam
melakukan penyadaran nilai-nilai pada peserta didik. 2.
Pendidikan nilai adalah situasi yang berpengaruh tehadap perkembangan pengalaman
dan kesadaran nilai pada peserta didik. Situasi dapat berupa suasana yang nyaman,
harmonis, teratur, akrab dan tenang. Sebaliknya, situasi dapat berupa suasana yang
tidak mendukung perkembangan peserta didik, misalnya suasana konfil, berantakan,
acuh tak acuh, dan lainnya.
Semua situasi pendidikan tersebut berpengaruh terhadap pengembangan kesadaran
moral siswa, karena hal itu melibatkan pertimbangan-pertimbangan psikologis seperti
persepsi, sikap, kesadaran dan keyakinan mereka. 3. Pendidikan nilai adalah peristiwa
seketika yang dialami peserta didik. Artinya pendidikan nilai dapat berlangsung pada
sejumlah kejadian yang sifatnya spontan, tak terduga, dan sukarela.
Terdapat kondisi yang segalanya tidak ada dalam perencanaan, tidak dikondisikan
secara sengaja dan dapat terjadi kapanpun. Penggalan-penggalan peristiwa seperti itu
merupakan hidden curriculum yang dalam kasus pengalaman tertentu dapat berupa
suatu kejadian kritis (critical incident) yang mampu mengubah tatanan nilai dan perilaku
seseorang (peserta didik).
Berkaitan dengan tiga lingkup pendidikan nilai tersebut di atas, maka inti dari Kegiatan
Ekstrakurikuler adalah pengembangan kepribadian peserta didik. Karena itu, gambaran
kepribadian yang matang adalah tujuan utama dari aktivitas yang disediakan dalam
ekstrakurikuler. Pengembangan kepribadian yang matang tetap memperhatikan
tahapan perkembangan kemampuan peserta didik.
Mereka dituntut untuk memiliki kematangan dan keutuhan dalam kehidupan sebagai
anak yang tengah belajar. Mereka mampu mengembangkan bakat dan minat, bias
menghargai orang lain, memiliki sikap kritis, terhadap suatu kesenjangan, berani
mencoba hal-hal positif yang menantang, peduli terhadap lingkungan, sampai pada
melakuan kegiatan-kegiatan intelektual dan ritual keagamaan.
Klub Daur Ulang yang dikembangkan di SDN sekolah, dikembangkan dengan mengikuti
prinsip kegiatan manajemen ekstrakurikuler dengan kegiatan perencanaan yang
meliputi: A. Perencanaan Kegiatan Klub Daur Ulang mengacu pada jenis-jenis kegiatan
yang memuat unsur-unsur: 1. Sasaran kegiatan Sasaran utama kegiatan dalam kegiatan
ekstrakurikuler Klub Daur Ulang ini adalah anak-anak kelas 5 SD di Kelurahan
Padangsambian, dengan tujuan agar anak mengetahui bahaya sampah dalam usaha
menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan, serta mengembangkan soft skill dalam
mengelola sampah anorganik dan organik. Sasaran lainnya adalah kepala sekolah, guru
dan orang tua siswa yang merupakan subjek pendukung dari sasaran utama dalam
penelitian ini. 2.
Substansi kegiatan Substansi dari kegiatan Klub Daur Ulang ini adalah mengembangkan
pola pikir siswa bahwa sampah bukanlah bahan buangan, bukan musuh namun sahabat
yang jika diperlakukan dengan baik akan memiliki nilai ekonomi dan manfaat yang luar
biasa. Selain itu anak dikembangkan untuk memiliki soft skill dalam mengelola sampah
anorganik dan organik.
Sampah anorganik dipilah menurut jenisnya, kemudian ditabung di Bank Sampah,
didaur ulang menjadi benda-benda dan hasilnya dipergunakan di sekolah, dijadikan
bahan prakarya yang dipajang dalam display kelas, serta setiap bulannya diberikan
reward bagi anak yang memiliki perkembangan yang lebih dari rekannya yang lain.
Sampah organik, didaurulang menjadi kompos yang dapat dimanfaatkan di sekolah
juga dapat dimanfaatkan di rumah.
Jika kompos yang dihasilkan cukup banyak, maka akan dijual kepada Bank Sampah yang
merupakan mitra dari kegiatan Klub Daur Ulang. Tabungan di Bank Sampah bukan
diatasnamakan Klub Daur Ulang, namun diatasnamakan kepada masing-masing peserta
Klub Daur Ulang. 3. Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait.
Pelaksana kegiatan dari Klub Daur Ulang sekolah dari Komunitas Bank Sampah
Kelurahan Padangsambian dan pemerintah Kelurahan Padangsambian. 4. Waktu dan
tempat Kegiatan rutin dilakukan dua minggu sekali yang mengajarkan pengetahuan dan
ketrampilan secara bertahap. Kegiatan insidental dilakukan pada saat ada kegiatan
sekolah, kegiatan kelurahan dan kegiatan komunitas Bank Sampah. 5.
Sarana Adapun sarana yang dipergunakan adalah sampah-sampah yang dihasilkan di
lingkungan sekolah dan rumah. B. Pelaksanaan Kegiatan selanjutnya adalah
penyelenggaraan program ekstrakurikuler dengan prosedur sebagai berikut: 1. Ekstra
kurikuler yang diselenggarakan bersifat rutin, spontan dan keteladanan dilaksanakan
secara langsung oleh guru, instruktur dan tenaga kependidikan di sekolah..
2. Kegiatan ekstra kurikuler yang terencana dilaksanakan sesuai dengan tujuan,
substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pelaksana sebagaimana telah
direncanakan. C. Pengawasan Ketika pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler, tentu
dibutuhkan pengawasan, oleh karenanya perlu ada pengawasan sebagi berikut: a)
Kegiatan ekstra kurikuler di sekola dipantau, dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan
pengawasan.
b) Pengawasan kegiatan ekstra kurikuler dilakukan secara: - intern, oleh kepala sekolah -
ekstern, oleh pihak yang secara struktural/fungsional memiliki kewenangan membina
kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud, seperti komunitas Bank Sampah dan Lurah
Padangsambian c) Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti
untuk peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler di
sekolah. D.
Evaluasi Hal terakhir yang dilakukan dalam manajemen kegiatan ekstrakurikuler adalah
kegiatan pengevaluasian berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang telah dilaksanakan.
Pengevaluasian ini berfungsi untuk memantau apakah kegiatan berjalan sesuai dengan
prosedur atau tidak. Selain itu, kegunaan evaluasi adalah untuk mengetahui berbagai
kekurangan kegiatan sebelumnya, sehingga dapat dijadikan pengalaman agar kegiatan
yang akan datang bisa berjalan lebih baik lagi.
f) Pengembangan Iklim Sekolah Dalam upaya membangun dan mengembangkan
karakter peduli lingkungan pada anak SD di Kelurahan Padangsambian, hal terpenting
yang tidak dapat diabaikan adalah iklim sekolah. Iklim sekolah tentunya harus dibentuk
sedemikian rupa untuk dapat mengembangkan karakter yang ingin dikembangkan.
Iklim sekolah yang tepat akan membantu transformasi siswa dalam mengembangkan
karakter peduli lingkungan.
Hal-hal yang dapat dilakukan terkait dengan pengembangan iklim sekolah yang
berkaitan dengan usaha mengembangkan karkter peduli lingkungan adalah: 1)
Membuat dan melaksanakan tata tertib kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.
2) Mengembangkan kecintaan dan kepedulian siswa terhadap lingkungan sekolah
melalui berbagai lomba peduli lingkungan, seperti lomba kebersihan antar kelas,
menulis, menggambar, atau aneka kreativitas lain yang bersifat ramah lingkungan. 3)
Mengadakan pengawasan dan penegakan kedisiplinan.
4) Mengadakan gerakan cinta kebersihan dan kesehatan lingkungan sekolah 5)
Memanipulasi lingkungan dalam upaya pengembangan karakter peduli lingkungan
seperti penyediaan tempat sampah yang sesuai dengan jenis sampah, mengurangi
penggunaan bahan plastik 6) Memanfaatkan hari-hari besar nasional untuk gerak peduli
lingkungan 7) Menciptakan satu hari dalam enam hari sekolah sebagai hari cinta
lingkungan.
g) Memilih media dan alat belajar Media dan alat belajar merupakan faktor penting
dalam pencapaian tujuan dari pengembangan model MPNBK ini dalam
mengembangkan karakter peduli lingkungan. Media dan alat belajar dalam model ini
diambil dari lingkungan dimana proses pengembangan karakter itu dilakukan. Salah
satu media belajar yang dipergunakan adalah media Bank Sampah yang mengajak siswa
untuk belajar kontekstual dalam upaya pengembangan karakter peduli lingkungan.
Selain itu media dan alat belajar yang isiapkan berupa keranjang sampah organik dan an
organik, keranjang takakura, komposter, sampah dan alat pendukung lainnya. h)
Penetapan Waktu, Tempat dan Jadwal Pelaksanaan MPNBK Pelaksanaan
pengembangan model integratif pendidikan nilau berbasis komunitas untuk
mengembangkan kepedulian siswa terhadap lingkungan dilaksanakan dalam 2 kali uji
coba model, uji coba model tahap pertama akan dilakukan pada 10 Juli s/d 2 Agustus
2014 kemudian uji coba model tahap kedua akan dilaksanakan pada 7 s/d 30 Agustus
2014. c.
Evaluasi Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan
sebagai pertimbangan untuk menentukan efektivitas pembelajaran yang telah
dilakukan. Rumusan tersebut memberikan gambaran bahwa inti dari evaluasi adalah
penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan. Untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan MPNBK, akan
dilaksanakan evaluasi, yaitu dengan mengetahui reaksi siswa, hasil uji coba model, dan
dampaknya.
Menurut Kamil (2010:65), instrumen untuk mengetahui reaksi anak didik dapat berupa
wawancara, lembar pertanyaan, kesan dan pesan anak didik/peserta dan analisis
laporan. Sementara instrumen yang dapat digunakan untuk mengetahui dampak
pelaksanaan MPNBK adalah observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan kuesioner.
Evaluasi yang dilaksanakan dalam pengembangan MPNBK ini dibagi menjadi 2 (dua),
yakni (1) evaluasi peserta, yang datanya akan disajikan dalam uji efektifitas model, dan
(2) evaluasi model, yang lebih diarahkan kedalam evaluasi proses pelaksanaan MPNBK.
Alat evaluasi peserta yang dipergunakan adalah instrumen dalam bentuk nontest
(kuesioner) dengan posttest kepada siswa baik siswa yang berada pada kelas control
maupun kelas eksperimen. Posttest merupakan test yang diberikan pada akhir
pelaksanaan model. Selain evaluasi siswa, juga dilaksanakan evaluasi MPNBK yang
bertujuan untuk melihat kesesuaian MPNBK yang dilaksanakan.
Sebelum dipergunakan dalam pelaksanaan posttest, baik pada uji coba model tahap
pertama atau kedua, kuesioner terlebih dahulu di uji validitasnya oleh para ahli. Selain
posttest, untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai dampak
pelaksanaan MPNBK ini, akan ditriangulasi dengan hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan kepada orang tua murid.
Evaluasi prosesnya dilaksanakan dengan melakukan pencatatan dan observasi dari
aplikasi model, observasi dilakukan oleh guru mata pelajaran lain di sekolah.
Pengembangan MPNBK merupakan implementasi Grand Desain Pendidikan Karakter
Tahun 2010. Sehingga secara garis besar MPNBK lebih banyak mengikuti pola
pengembangan tersebut, baik itu dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
MPNBK berusaha mengaktualisasikann pemikiran atau gagasan pengembangan
karakter dalam Grand Desain tersebut menjadi sebuah langkah yang lebih praktis.
Dengan harapan, panduan ini dapat mempermudah sekolah dalam melakukan
pengembangan karakter siswanya, utamanya yang berkaitan dengan usaha melibatkan
peran keluarga sebagai instutusi terkecil dari masyarakat. Berikut disampikan tahapan
implementasi Model Pendidikan Nilai Berbasis Komunitas.
TAHAP 1 USAHA PENYAMAAN PERSEPSI DALAM USAHA PENGEMBANGAN KARAKTER
PEDULI LINGKUNGAN DI SEKOLAH Tujuan : 1. Memberikan gambaran mengenai
pentingnya guru dan anggota sekolah lainnya dalam menangkap isu yang berkembang
di masyarakat utamanya isu kebersihan, bahaya sampah dan krisis lingkungan kemudian
mengembangkannya dalam pokok-pokok bahasan pelajaran. 2.
Mengajak guru-guru untuk bisa menjadi teladan dalam usaha pengembangan karakter
peduli lingkungan pada siswa di sekolah 3. Menyampaikan program pengembangan
karakter peduli lingkungan yang berbasis komunitas dengan berpedoman pada Buku
MPNBK (format Powerpoint 2) Waktu : 2 x 60 menit Alat dan Media : Powerpoint 1 dan
2 dengan handout powerpoin 1 dan 2, video 1, video 2, video 3, video 4, LCD, pointer
Teknik : Presentasi dan Tanya jawab Sasaran : Komite, guru, tata usaha, pegawai kantin,
satpam dan tenaga kebersihan Kegiatan : 1.
Kepala sekolah mengucapkan salam “Om Swastyastu” memperkenalkan dirinya sendiri
menyampaikan maksud dari pertemuan yang dilakukan pada jam tersebut. 2.
Selanjutnya kepala sekolah menyampaikan isu krisis lingkungan yang terjadi secara
global juga permasalahan lingkungan yang terjadi di kelurahan Padangsambian dengan
mempergunakan powerpoin 1 dan video 1, video 2, video 3 dan video 4 yang telah
disiapkan. 3.
Menyampaikan kepada komite sekolah untuk meningkatkan kerjasama antara sekolah
dengan pihak orang tua dalam usaha pengembangan karakter peduli lingkungan di
sekolah yang kemudian diperkuat di lingkungan keluarga. 4. Menyampaikan program
pengembangan karakter peduli lingkungan yang berbasis komunitas dengan
berpedoman pada Buku MPNBK (format Powerpoint 2) 5.
Tanya jawab antara kepala sekolah dengan guru dan anggota sekolah lainnya. 6. Acara
ditutup dengan ucapan terimakasih dan paramasanthi TAHAP 2 USAHA PENCARIAN
INFORMASI SIKAP PEDULI LINGKUNGAN ORANGTUA SISWA Tujuan : Untuk
memperoleh informasi mengenai pemahaman dan perilaku orantua siswa dalam
pemeliharaan lingkungan rumah.
Waktu : 1 hari Alat dan Media : Instrumen yang dilengkapi dengan identitas orang tua
murid berupa nama, alamat, jenis kelamin, pendidikan serta pekerjaan (Format 1),
Bolpoin Sasaran : Orang tua siswa Kegiatan : 1. Angket format 1 dibagikan oleh wali
kelas kepada siswa untuk diisi di rumah oleh orang tua siswa yang bersangkutan
dengan limit waktu pengembalian angket yaitu 1 hari. 2. Wali kelas memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pertanyaan terkait dengan angket yang
harus diisi oleh orang tua siswa yang bersangkutan.
TAHAP 3 PARENTING SESSION Tujuan : 1. membina hubungan antara sekolah dengan
orang tua siswa dalam usaha mengembangkan karakter peduli lingkungan. 2.
Menyampaikan dasar pemikiran pentingnya peran orangtua dalam usaha
mengembangkan karakter anak dengan mengefektifkan komunikasi orangtuasiswa
dengan sekolah. 3. Mempertegas peran orang tua dalam usaha pengembangan karakter
peduli lingkungan. 4.
Menyampaikan program pengembangan karakter peduli lingkungan yang berbasis
komunitas dengan berpedoman pada Buku MPNBK (format Powerpoint 3) 5.
Penandatangan ikrar orangtua dengan sekolah dalam usaha pengembangan karakter
peduli lingkungan (format 2) Teknik : Presentasi dan Tanya Jawab Waktu : 2 x 60 menit
Alat dan Media : Powerpoint 3 dengan handout powerpoint 3, video 1, video 2, video 3,
video 4, LCD, Laptop Sasaran : Orangtua siswa Kegiatan : 1.
Kepala sekolah mengucapkan salam “Om Swastyastu” kemudian memperkenalkan
dirinya, serta memperkenalkan kedua pembicara lainnya yakni Kepala Kelurahan
Padangsambian serta Komunitas Bank Sampah yang akan menyampaikan pentingnya
pengembaangan karakter peduli lingkungan dilakukan pada siswa di lingkungan
sekolah dan ruma. 2. Kepala sekolah menayangkan powerpoint 3 dengan tema
parenting session serta menjelaskan apa yang dimaksud dalam powerpint tersebut. 3.
Selanjutnya kepala kelurahan Padangsambian menyampaikan permasalahan lingkungan
yang terjadi di kelurahan Padangsambian dengan menyampaikan bukti-bukti berupa
foto, serta mengajak para orangtua bersama siswa untuk berkontribusi menjaga
kelestarian lingkungan di kelurahan Padangsambian. 4. Setelah Kepala Kelurahan
menyampaikan materi serta data-data tentang kerusakan lingkungan di kelurahan
Padangsambian, Komunitas Bank Sampah memperkenalkan dirinya kembali,
memperkenalkan apa itu Bank Sampah, pentingnya peran keluarga dalam pemilahan
sampah di rumah, prinsin 3-R (re-use, re-duse, re-cycle). 5.
Tanya jawab antara kepala sekolah, kepala kelurahan, komunitas Bank Sampah dengan
orang tua siswa. 6. Orang tua menandatangani Ikrar Orang tua untuk pengembangan
karakter peduli lingkungan. TAHAP 4 PERTEMUAN KEPALA KELURAHAN, KOMUNITAS
BANK SAMPAH DENGAN SELURUH SISWA Tujuan : Menjelaskan kepada siswa
mengenai krisis lingkungan, bahaya sampah plastik dan solusinya.
Teknik : Ceramah dan Tanya Jawab Alat dan media: LCD, laptop, bahan pemilahan
sampah, komposter, video 1, video 2, video 3, video 4, bibit tanaman, media tanam
Waktu : 90 menit Sasaran : Siswa Sekolah Dasar Padangsambian Aktivitas : 1. Kepala
sekolah menyampaikan salam “Om Swastyastu” dan memperkenalkan Kepala Kelurahan
serta komunitas Bank Sampah yang akan menjelaskan program peduli lingkungan.
2. Kepala Kelurahan menyampaikan keinginnanya agar anak-anak ikut berkontribusi
dalam usaha kelestarian lingkungan melalui penanggulangan sampah dengan ikut aktif
dalam kegiatan di Bank Sampah. 3. Komunitas Bank Sampah menayangkan video 1,
sampai dengan video 4 sembari menjelaskan mengenai bahaya sampah terhadap
kelestarian lingkungan.
4. Komunitas Bank Sampah mengajarkan kepada siswa mengenai cara untuk melakukan
pemilahan sampah. 5. Komunitas Bank Sampah mengajarkan siswa cara memperlakukan
sampah organik dengan memasukkannya ke komposter agar bias menjadi pupuk. 6.
Komunitas mengajak anak-anak untuk menabung sampah pada acara Jumat bersih,
dengan mengumpulkan sampah di sekolah dan membawa sampah yang sudah terpilah
dari rumah.
7. Komunitas mengajarkan anak-anak untuk membuat taman gantung dengan
menggunakan bahan-bahan bekas sebagai medianya dan dipajang di sekolah. 8.
Setelah komunitas memberikan edukasi lingkungan, Kepala Sekolah mempertegas
penyampaian dari komunitas Bank Sampah untuk membawa sampah setiap hari jumat
untuk ditabung, kemudian anak-anak diminta ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler
klub Daur Ulang setiap hari Rabu pukul 15.00 wita. 9.
Acara ditutup dengan ucapan terimakasih dan paramasanti “Om Santhi Santhi Santhi
Om” TAHAP 5 KEGIATAN PEMBELAJARAN AGAMA HINDU DI KELAS SEBAGAI SUMBER
NILAI PEDULI LINGKUNGAN Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Satuan
Pendidikan : Sekolah Dasar Negeri 1 Padangsambian Kelas/Semester : V/1 (Ganjil) Mata
Pelajaran : Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Topik : Tri Hita Karana Pertemuan
ke- : 1, 2, dan 3 Alokasi Waktu : 3 X pertemuan A.
Kompetensi Inti KI 1 : Menerima dan menjalankan nilai-nilai dalam ajaran Tri Hita Karana
KI 2 : Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, dan percaya diri dalam
hubungan di pawongan, palemahan dan parahyangan KI 3 : Memahami pengetahuan
faktual mengenai ajaran Tri Hita Karana, fungsi mahluk ciptaan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa dalam lingkungan tersebut serta benda-benda dalam ajaran Tri Hita Karana KI 4 :
Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis dalam sebuah karya
impelemtasi dari ajaran Tri Hita Karana. B. Kompetensi Dasar 1. Menerima konsep Tri
Hita Karana dalam kehidupan 2.
Memiliki perilaku peduli sesuai ajaran Tri Hita Karana dalan kehidupan sehari-hari C.
Indikator Pencapaian Kompetensi 1. Menjelaskan pengertian ajaran Tri Hita Karana 2.
Menjelaskan bagian-bagian dari ajaran Tri Hita Karana 3. Menguraikan contoh-contoh
ajaran Tri Hita Karana 4. Menunjukkan perilaku peduli dan santun sesuai dengan ajaran
Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-hari D. Tujuan Pembelajaran Agar siswa dapat:
1.
Menjelaskan pengertian ajaran Tri Hita Karana 2. Menjelaskan bagian-bagian dari ajaran
Tri Hita Karana 3. Menguraikan contoh-contoh ajaran Tri Hita Karana 4. Menunjukkan
perilaku peduli dan santun sesuai dengan ajaran Tri Hita Karana dalam kehidupan
sehari-hari E. Bahan Ajar (terlampir) F. MetodePembelajaran 1. Studi Lapangan 2.
Ceramah 3. Diskusi 4. Modeling G. SumberBelajar 1. Buku Pegangan Agama Hindu kelas
V/1 2. Video H. Media Pembelajaran 1. LCD 2. Laptop 3.
Papantulis I. Kegiatan Inti Pertemuan 1 (3x40 menit) A. Pendahuluan (15 menit) a.
Mengucapkan salam “Om Swastyastu” b. Berdoa sebelum belajar dengan mengucapkan
mantra “Om Awignam Astu Nama Sidam” “Om Sidirastu Tat Astu Swaha” c. Mengabsen
kehadiran siswa d. Apersepsi e. Memaparkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai f.
Menjelaskan manfaat kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan 15 Menit B. Kegiatan
Inti (90 menit) a.
Guru mempersilahkan siswa untuk membaca materi pelajaran tentang Tri Hita Karana
dalam buku teks Pendidikan Agama Hindu untuk siswa kelas V. b. Selanjutnya gur
memberikan uraian untuk memperjelas pemahaman siswa mengenai ajaran Tri Hita
Karana. c. Untuk memperkuat pemahaman siswa serta menyentuh perasaan siswa agar
peduli terhadap lingkungan sekitar, guru menayangkan gambar-gambar kondisi
lingkungan yang mengalami krisis serta bahayanya bagi kehidupan umat manusia. d.
Siswa diberikan kesempatan untuk memberi tanggapan mengenai tayangan yang telah
ditampilkan. e.
Guru memberikan PR Keluarga dengan mengerjakan tugas (terlampir) C. Penutup (10
menit) a. Siswa diminta membuat kesimpulan dan refleksi dari materi yang disampaikan
b. Guru menyampaikan garis besar materi yang akan disampaikan minggu depan c.
Bersama-sama menutup pelajaran denganmengucapkan paramasanthi Om Santhi
Santhi Santhi Om. Pertemuan 2 (3x40 menit) A. Pendahuluan (15 menit) a.
Mengucapkan salam “Om Swastyastu” b. Berdoa sebelum belajar dengan mengucapkan
mantra “Om Awignam Astu Nama Sidam” “Om Sidirastu Tat Astu Swaha” c. Mengabsen
kehadiran siswa d. Memaparkan kembali tujuan dan manfaat pembelajaran yang ingin
dicapai e. Guru meminta para siswa mengumpulkan PR keluarga yang telah dibuat; B.
Kegiatan Inti (90 menit) a.
Guru mempersilahkan siswa untuk duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
b. Menyeleksi tugas yang telah dibuat sesuai topic yang dipilih c. Mengumpulkan topic
yang sama serta memilih satu topic yang paling banyak dipilih oleh siswa untuk dibahas
bersama-sama d. Guru memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk
menanyakan masalah berkaitan dengan tema yang dipilih. e.
Guru menjawab pertanyaan siswa dan memberikan penjelasa berkaitan dengan
pertanyaan yang dipilih. f. Guru meminta siswa membuat catatan berkaitan dengan
diskusi yang telah dibuat, dan mengemukakann perasaan berkaitan dengan topic yang
dibahas bersama. g. Guru meminta siswa mengumpul catatan hasil diksusi C. Penutup
(10 menit) a. Guru memperkuat hasil diskusi dengan menyampaikan kesimpulan b.
Guru menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya dan
mempersiapkan perlengkapan yang harus dibawa pada pertemuan berikutnya. c.
Bersama-sama menutup pelajaran denganmengucapkan paramasanthi Om Santhi
Santhi Santhi Om. Pertemuan 3 (3x40 menit) A. Pendahuluan (15 menit) a.
Mengucapkan salam “Om Swastyastu” c. Berdoa sebelum belajar dengan mengucapkan
mantra “Om Awignam Astu Nama Sidam” “Om Sidirastu Tat Astu Swaha” c.
Mengabsen kehadiran siswa f. Mengajak siswa berbaris di lapangan sekolah persiapan
studi lapangan g. Membagikan format tugas lapangan D. Kegiatan Inti (90 menit) a.
Siswa sampai di sumber belajar b. Guru memberikan pengantar mengenai apa yang
harus dilakukan dalam kegiatan lapangan c. Guru memberikan kesempatan untuk
bertanya kepada siswa mengenai hal yang kurang jelas d. Siswa diperkenankan
berkeliling dengan kelompoknya. e.
Siswa melakukan pencatatan sesuai dengan format lapangann yang telah dibuat. f.
Ssetelah siswa melakukan pengamatan, siswa diminta memberikan penjelasan mengenai
apa yang telah diamati tersebut. g. Siswa diminta menghubungkan apa yang dilihat di
lapangan dengan materi yang diperoleh pada pertemuan inti pertama (1). h.
Guru meminta siswa mengumpul hasil studi lapangan. i. Guru memperkuat pemahaman
siswa dengan memberikan pemahaman-pemahaman mengenai studi yang dilakukan E.
Penutup (10 menit) a. Guru memperkuat hasil diskusi dengan menyampaikan
kesimpulan b. Guru menyampaikan gambaran umum materi yang akan dilakukan pada
pertemuan berikutnya. c. Bersama-sama menutup pelajaran denganmengucapkan
paramasanthi Om Santhi Santhi Santhi Om.
TAHAP 6 KLUB DAUR ULANG Klub Daur Ulang merupakan ektrakurikuler yang
dilaksanakan setiap dua minggu sekali di luar pembelajaran. Kegiatan: A. Pembukaan:
Kegiatan senantiasa diawali dengan salam Om Swastyastu Tepuk 3 R : plok plok
plok….kurangi…. plok plok plok…pakai ulang… plok plok plok…daur ulang… lingkungan
bersih Lagu : minggir dong minggir dong minggir dong, anak peduli lingkungan mau
lewat, jangan di tengah jalan nanti bisa ketabrak minggir dong minggir dong minggir
dong, jangan dong jangan dong jangan dong, kita membuang sampah sembarangan,
buanglah ditempatnya jagalah kebersihan, agar lingkungan asri dan sehat Kemudian
dilanjutkan dengan senam otak B. Kegiatan Inti No KEGIATAN JULI AGUSTUS MK3 MK4
MK1 MK2 MK3 MK4 1.
Daur ulang tutup botol menjadi pembatas buku ? 2 Membuat pupuk kompos dengan
media komposter ? 3. Daur ulang botol minum menjadi pot gantung dan tempat pensil
? 4. Membuat bibit tanaman ? 5. Daur ulang gelas plastik menjadi ingka plastik ? 6. Daur
ulang bungkus kopi menjadi dompet ? ? 7 Evaluasi ? C. Penutup Tepuk 3 R : plok plok
plok….kurangi….
plok plok plok…pakai ulang… plok plok plok…daur ulang… lingkungan bersih Lagu :
minggir dong minggir dong minggir dong, anak peduli lingkungan mau lewat, jangan di
tengah jalan nanti bisa ketabrak minggir dong minggri dong minggir dong, jangan
dong jangan dong jangan dong, kita membuang sampah sembarangan, buanglah
ditempatnya jagalah kebersihan, agar lingkungan asri dan sehat Kemudian dilanjutkan
dengan senam otak, dan mencuci tangan.
Kegiatan mencuci tangan dipandu dengan singkatan TEPUNG SELACI PUPUT (telapak
tangan. Punggung tangan, sela jari, kunci, putar, putar). Kegiatan senantiasa ditutup
dengan salam Om Santhi Santhi Santhi Om TAHAP 7 KOMUNITAS MENABUNG Siswa
diminta bergabung dalam komunitas Bank Sampah dengan cara menabung di Bank
Sampah. Buku tabungan atas nama kelompok kelas. Satu kelas dibagi menjadi 4
kelompok.
Sampah yang telah dipilah berupa sampah organik ditampung ke dalam komposter,
sampah anorganik disimpan dalam kantong plastik besar untuk ditimbang pada jumat
pagi. Selain sampah di sekolah, siswa diminta membawa sampah dari rumah sebagai PR
bersama anak dengan orang tua, sampah yang dibawa sudah terpilah menurut jenisnya
seperti gelas plastik bening, botol plastik bening, kresek, kemasan makanan, dan
sebagainya.
Sampah yang dibawa dari rumah di tabung dengan buku tabungan berbeda dengan
nama dari siswa yang bersangkutan. TAHAP 8 USAHA PENCARIAN INFORMASI PEDULI
LINGKUNGAN PADA SISWA (post-test) Tujuan : Untuk memperoleh informasi mengenai
pemahaman dan perilaku siswa dalam pemeliharaan lingkungan rumah.
Waktu : 30 menit Alat dan Media : Instrumen yang dilengkapi dengan identitas siswa
berupa nama, jenis kelamin, (Format 2), Bolpoin Sasaran : Siswa Kegiatan : 1. Angket
format 1 dibagikan oleh walikelas kepada siswa untuk diisi di sekolah oleh siswa yang
bersangkutan dengan limit penyelesaian 30 menit. 2. Wali kelas memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pertanyaan terkait dengan angket yang
harus diisi oleh orang tua siswa yang bersangkutan. B.
ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN NILAI BERBASIS KOMUNITAS Model
pendidikan nilai berbasis komunitas dikembangkan atas dasar teori moral Emile
Durkheim, yang menekankan kepada pengembangan kompetensi peseta didik kepada
kebutuhan masyarakat. Model ini merupakan sebuah model integratif, yang
mensinergikan peran sekolah, keluarga dan masyarakat dalam usaha mengembangkan
karakter peduli lingkungan, dimana nilai yang dikembangkan adalah nilai komunitas
Bank Sampah di Kelurahan Padangsambian.
Pendidikan berbasis komunitas dewasa ini lebih dikembangkan pada pendidikan non
formal. Pendidikan berbasis masyarakat juga dapat diselenggarakan melalui pendidikan
formal atau lembaga pendidikan formal seperti sekolah. Pada Undang-Undang No. 20
Tahun dua ribu tiga (2003) pada ayat 1 disebutkan bahwa “Jalur Pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonfromal dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya”, sehingga dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan
berbasis masyarakat dalam hal ini pendidikan berbasis komunitas dapat juga
mengambil ketiga jalur tersebut. Gilbraith dalam Sunarto (2005 hlm.
332), menguraikan bahwa pendidikan berbasis masyarakat yang diselenggarakan dalam
lembaga formal biasanya diselenggarakan oleh organisasi formal seperti sekolah.
Pendidikan berbasis masyarakat jika ditinjau dari sudut pandang sosiologis, merupakan
hal yang berbeda dengan pendidikan masyarakat yang dalam hal ini diselenggarakan
oleh Negara.
Jika pendidikan masyarakat diterjemahkan sebagai sebuah upaya pendidikan dalam
membangun partisipasi serta potensi masyarakat dalam sebuah proses pengambilan
keputusan secara local, maka pendidikan berbasis masyarakat diterjemahkan sebagai
sebuah tanggapan masyarakat dari ketidakberdayaan Negara dalam melayani
masyarakatnya untuk menyelesaikan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bidang
ekonomi, kesehatan, perumahan maupun pendidikan.
Jadi pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan yang tak bisa dilepaskan dari
budaya dan masyarakat tempat pendidikan itu dilaksanakan (Cunningham dalam Husen
dan Postlethwaite, 1994 hlm 900-901). Pada prinsip pendidikan berbasis masyarakat
terdapat konsep community. Dalam persepektif geografis sosiologis, komunitas yang
dihubungkan dengan pendidikan berbasis masyarakat didefinisikan sebagai sebuah
konfigurasi dari individu yang hidup didalamnya dengan berbagai ikatan baik itu ikatan
umum, pekerjaan, ideology, bakat, agama, budaya, gerakan sejarah dan sebagainya
(Cunningham dalam Husen dan Postlethwite, 1994 hlm 900). Dalam model konseptual
ini, dilakukan sebuah pengembangan model pendidikan nilai berbasis komunitas.
Komunitas yang dimaksud adalah komunitas Bank Sampah yang merupakan sebuah
komunitas yang bergerak pada usaha menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan
utamanya yang berkaitan dengan masalah sampah sebagai salah satu penyebab dari
rusaknya lingkungan. Bank Sampah merupakan sebuah komunitas yang mengumpulkan
masyarakat dengan persamaan kepentingan dalam usaha menjaga kelestarian
lingkungan.
Program ini diwujudkan dalam sebuah gerakan peduli dan cintai sampah. Bank Sampah
merupakan sebuah upaya untuk merubah cara pandang masyarakat, yang sebelumnya
memandang sampah sebagai bahan buangan atau musuh, menjadi benda yang
memiliki nilai ekonomi serta menjadikan sampah itu menjadi sahabat.
Bank Sampah meyakini, dengan merubah cara pandang masyarajat terhadap
sampahnya, maka masalah lingkungan yang disebabkan oleh sampah akan dapat
diatasi. Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang
tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal
dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006, hlm. 23).
Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah
adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk
padat. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste)
adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang
dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil kegiatan manusia yang dibuang karena
sudah tidak berguna. Dengan demikian sampah mengandung prinsip sebagai berikut :
1. Adanya sesuatu benda atau bahan padat 2. Adanya hubungan langsung/tidak
langsung dengan kegiatan manusia 3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi
(Notoatmojo, 2003, hlm.
44) Faktanya tidak semua sampah merupakan benda buangan yang tidak memiliki
kegunaan lagi. Berdasarkan pada fakta tersebut, muncul prinsip 3-R yang berkembang
menjadi 4-R kemudian 5-R. Upaya ini merupakan penanganan sampah yang tidak
semuanya merupakan benda tak berguna atau buangan.
Sehingga sampah tidak lagi dapat didefinisikan sebagai bahan buangan yang tidak
berguna. Pergeseran definisi mengenai sampah ini diakibatkan oleh kondisi masyarakat
yang semakin sejahtera dan pendapatan yang semakin meningkat , sehingga
meningkatkan perilaku konsumtif di kalangan masyarakat (KLH, 2012, hlm. 17).
Masyarakat mengganti barang-barang yang belum tentu tidak berguna lagi, mengganti
dengan barang baru, kemudian barang yang lama dibuang dan anggap sebagai
sampah. Sampah pada prinsipnya masih memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Untuk
mengetahui jenis sampah yang masih memiliki nilai ekonomis, maka akan diuraikan
jenis-jenis sampah sebagai berikut: a.
Sampah anorganik terbagi menjadi tiga, yaitu: sampah plastik, kertas, dan logam.Plastik,
kertas dan,logam dapat di daur ulang menjadi bahan baku industri. Sampah anorganik
seperti baju bekas, karet, pempers dan lainnya yang tidak dapat di daur ulang dapat di
bakar dengan menggunakan incenerator. Incenerator yaitu mesin pembakar sampah.
Arangnya dapat di gunakan sebagai campuran kompos. Arang dapat menyerap B3
(bahan beracun berbahaya).
Sampah anorganikmemerlukan waktu yang lama untuk terurai.Sampah kertas dapat
terurai selama 2-5 bulan.Sampah organik dapat terurai selama 1-6 bulan.Sampah plastik
dapat terurai selama 50-80 tahun.Sampah kaleng dapat terurai selama 80-100 tahun.
Bahkan styrofoam tidak dapat dihancurkan. b. Sampah organik terdiri atas sampah
dapur yaitu sisa makanan,bagian sayuran yang tidak digunakan, kulit buah dan
sebagainya.
Sampah organik dapat membusuk apabila dibiarkan terlalu lama dalam tempat terbuka.
Maka dari itu sampah organik dapat dijadikan pupuk kompos. Baik sampah organik
maupun sampah anorganik keduanya memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi,
contohnya sampah anorganik dapat didaurulang kembali menjadi benda yang lebih
berguna. Namun diperlukan teknologi yang tinggi untuk mewujudkan hal tersebut.
Hal yang dapat dilakukan untuk merubah sampah anorganik ini memiliki nilai ekonomis
adalah dengan memilah berdasarkan jenisnya, seperti kertas, kaleng dan plastik, yang
kemudian dapat dijual atau di tabung melalui Bank Sampah. Bank Sampah sebagai
media penghubung dari rumah tangga dengan pihak pengelola sampah berteknologi
tinggi.
Setelah sampah terkumpul, Bank Sampah akan membawa atau mengolah menjadi
barang-barang berharga lainnya. Sebagai warga masyarakat, dimana masyarakat rumah
tangga dikatakan sebagai bagian dari masyarakat yang berkontribusi besar dalam
menimbulkan sampah, cukup melakukan penanggulangan sampah melalui prinsip 3 R
dan memanfaatkan media Bank Sampah.
Pada tahap apa dan mau diapakan sampah tersebut, Bank Sampah akan memediasi
kondisi tersebut, membawa sampah yang terkumpul kepada perusahaan pengelola
sampah dalam skala yang besar, yang nantinya dapat dirubah menjadi barang baru
yang lebih berguna. Jadi sampah disini bukan lagi sebuah barang buangan atau tidak
berguna, namun barang jika diolah memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan dapat
meningkatkan pendapatan keluarga. Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan dalam
penanganan sampah misalnya dengan menerapkan prinsip 3-R, 4-R atau 5-R.
Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara Reduce
(mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle (mendaur ulang sampah),
sedangkan 4-R ditambah Replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain
4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan Replant (menanam kembali).
Penanganan sampah 4-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan
sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga diharapkan dapat
mengurangi biaya pengelolaan sampah. a. Reduce Prinsip Reduce dilakukan dengan
cara sebisa mungkin melakukan minimalisasi barang atau material yang digunakan.
Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Menurut Suyoto (2008, hlm 12) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan
program reduce: a) Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan
sampah dalam jumlah besar, b) Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang
sama atau fungsi lain, c) Gunakan baterai yang dapat di charge kembali, d) Jual atau
berikan sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan, e) Ubah pola makan
(pola makan sehat : mengkonsumsi makanan segar, kurangi makanan kaleng/instan), f)
Membeli barang dalam kemasan besar (versus kemasan sachet), g) Membeli barang
dengan kemasan yang dapat di daur ulang (kertas, daun dan lain-lain), h) Bawa
kantong/tas belanja sendiri ketika berbelanja, i) Tolak penggunaan kantong plastik, j)
Gunakan rantang untuk tempat membeli makanan, k) Pakai serbet/saputangan kain
pengganti tisu, l) Kembali kepemakaian popok kain bagi para ibu b. Reuse Prinsip reuse
dilakukan dengan cara sebisa mungkin memilih barang-barang yang bisa dipakai
kembali.
Dan juga menghindari pemakaian barang-barang yang hanya sekali pakai. Hal ini dapat
memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. Menurut Suyoto
(2008, hlm. 12) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program reuse: a) Pilih
produk dengan pengemas yang dapat didaur ulang Gunakan produk yang dapat diisi
ulang (refill), b) Kurangi penggunaan bahan sekali pakai, c) Plastik kresek digunakan
untuk tempat sampah, d) Kaleng/baskom besar digunakan untuk pot bunga atau
tempat sampah, e) Gelas atau botol plastik untuk pot bibit, dan macam-macam
kerajinan, f) Bekas kemasan plastik tebal isi ulang digunakan sebagai tas, g) Styrofoam
digunakan untuk alas pot atau lem, h) Potongan kain/baju bekas untuk lap, keset, dan
lain-lain, i) Majalah atau buku untuk perpustakaan, j) Kertas koran digunakan untuk
pembungkus c. Recycle Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa mungkin,
barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang.
Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal
dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Menurut
Suyoto (2008, hlm. 13) tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan program
recycle: a) Mengubah sampah plastik menjadi souvenir b) Lakukan pengolahan sampah
organik menjadi kompos c) Mengubah sampah kertas menjadi lukisan atau mainan
miniatur Dalam ajaran agama Hindu, upaya menjaga lingkungan diuraikan dalam ajaran
Tri Hita Karana, yang diuraikan dalam tiga bagian pokok yakni (1)Parahyangan,
(2)Pawongan dan (3)Palemahan.
Dalam ajaran Tri Hita Karana disebutkan bahwa dalam upaya menjaga keharmonisan
hidup manusia maka manusia senantiasa menjaga hubungan yang harmonis dengan
Tuhannya dalam hal ini Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Parahyangan), menjaga hubungan
yang harmonis antara manusia dengan manusia lainnya (pawongan), serta hubungan
yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya (palemahan).
Implementasi dari ajaran ini diterjemahkan oleh sebuah komunitas yakni Bank Sampah
dalam upaya mewujudkan apa yang telah diuraikan dalam ajaran agama. Untuk
mewujudkan Tri Hita Karana, maka manusia diisyaratkan untuk berperilaku Sad Kertih.
Dengan kata lain bahwa dalam upaya membangun atau menjaga hubungan harmonis,
maka harus dibangun individu yang memiliki kemampuan atau karakter positif dalam
mendukung upaya tersebut, yakni (Wiana, 1999 hlm 48) 1) upaya menjaga
keharmonisan hubungan sosial yang produktif dengan dasar dharma (jagat kertih).
2) Upaya untuk menjaga kesucian atma sebagai bagian dari paramatma yang berada
pada bhuwana alit (atma kertih). 3) Upaya untuk menjaga kelestarian sumber daya yang
berada di laut (samudra kertih). 4) Upaya menjaga kelestarian hutan karena hutan
memiliki tiga fungsi utama yakni maha wana (hutan sebagai sumber hayati, tapa wana
(hutan sebagai tempat melakukan pertapaan orang suci), serta sri wana (hutan sebagai
sumber untuk membangun perekonomian).
5) Upaya menjaga kelsetarian sumber air tawar yang berada di wilayah daratan (danu
kertih). 6) Upaya meningkatkan kualitas individu yang ideal yang akan dapat
dikembangkan jika manusia bertumbuh dan berkembang kedalam sebuah wadah
lingkungan alam dan sosial yang kondusif (jana kertih). Berkaitan dengan ajaran
tersebut, jelas dalam proses pendidikan tidak bisa dilepaskan dari lingkungan alam dan
sosialnya.
Individu yang cerdas adalah individu yang memiliki kecerdasan sosial dan ekologi.
Untuk itu penting mengembangkan karakter peduli lingkungan sebagai upaya dalam
mewujudkan manusia yang paripurna atau jika dianalogikan dengan ajaran dalam
agama hindu adalah individu yang jana kertih.
Untuk mewujudkan hal tersebut, model pendidikan nilai berbasis komunitas dirumuskan
dengan melakukan perbagai pertimbangan dan melihat potensi dari masyarakat dalam
hal ini komunitas bank sampah untuk mewujudkan individu yang jana kertih. Surakhmad
(2002 hlm 20) menyebutkan terdapat enam kondisi yang mendukung terlaksananya
konsep pendidikan berbasis masyarakat yakni (1) masyarakat peka dan peduli terhadap
pendidikan, (2) memiliki kesadaran bahwa pendidikan memiliki arti penting dalam
kemajuan masyarakat, (3) masyarakat memiliki pendidikan sebagai potensi dari
kemajuan mereka, (4) mayarakat memiliki kemampuan dalam menetapkan tujuan
pendidikan yang sesuai dengan mereka, (5) masyarakat aktif dalam penyelenggaraan
pendidikan, dan (6) masyarakat dapat menjadi pendukung dalam pembiayaan dan
pengadaan sarana pendidikan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Bank Sampah sudah memenuhi enam
kondisi dalam menentukan terlaksananya konsep pendidikan berbasis masyarakat.
Hanya perlu dikembangkan formula yang tepat, sehingga model ini nantinya akan dapat
terlaksana dengan baik dalam sebuah lembaga pendidikan formal dalam hal ini di
tingkat sekolah dasar pada Kelurahan Padangsambian.
Komunitas Bank Sampah yang berkembang di wilayah Padangsambian memiliki strategi
pendekatan dalam menjaga atau mengendalikan jumlah sampah sebagai usaha untuk
menjaga kelestarian lingkungan, dengan memegang prinsip 3R (reuse, reduse, recycle).
Reuse merupakan prinsip pengelolaan sampah dengan menggunakan kembali benda
yang hendak dibuang, reduse merupakan prinsip untuk mengurangi jumlah sampah,
misalnya dengan membawa pembungkus atau tas barang dari rumah ketika berbelanja,
dan yang terakhir adalah recycle merupakan mendaur ulang sampah menjadi benda lain
yang memiliki daya manfaat yang berbeda. Ketiga prinsip ini dibawa kedalam proses
habituasi dalam usaha mengembangkan karakter peduli lingkungan.
Pada implementasi proses habituasi pelaksanaan prinsip 3R sebagai sebuah usaha
mekondisikan siswa untuk senantiasa berperilaku peduli lingkungan (tindakan moral),
sekolah membutuhkan intervensi dari pihak orangtua untuk dapat menciptakan sebuah
kebiasaan yang bersigat berkelanjutan. Usaha mengintervensi disepakati dalam sebuah
perjanjian moral oleh sekolah bersama orang tua.
Hasil dari proses ini memberikan pengaruh yang berbeda kepada orang tua, dalam
proses ini terjadi situasi timbale balik yakni siswa melakukan intervensi untuk ikut serta
peduli terhadap masalah-masalah lingkungan. Hal ini disebabkan oleh dampak
komunitas menabung yang diikuti oleh siswa, yang menyebabkan siswa senantiasa
berkompetisi untuk memperoleh atau memiliki saldo tabungan yang lebih tinggi.
Hubungan intervensi lebih kuat terjadi pada siswa yang berasal dari keluarga RTM
(Rumah Tangga Miskin), lingkungan atau daerah yang dijadikan sebagai wilayah untuk
mngumpulkan sampah tidak saja berasal dari rumah,namun juga wilayah lain yang
memiliki sampah yang masih memiliki nilai guna atauu nilai jual. Jika sebelumnya pada
siswa masih memiliki rasa malu untuk mengumpulkan barang bekas, setelah
implementasi model ini terbentuk, konsep memulung yang sebelumnya merupakan
sebuah kegiatan yang bersifat memalukan untuk dilakukan, kini hal tersebut tidak terjadi
lagi, mengingat semua siswa di sekolah yang terdiri atas berbagai status sosial telah
bergabung dalam komunitas yang sama.
Berbicara tentang sampah yang selama ini dipandang sebagai momok utamanya di
kota-kota besar atau kota metropolitan, yang akibatnya dari pandangan tersebut
melahirkan sebuah konsep bahwa sampah itu adalah musuh, sampah harus dibuang
dan sampah harus disingkirkan dari lingkungan. Pada kenyataanya, perlakuan
masyarakat terhadap sampah ternyata hanya terbatas pada usaha menyingkirkan
sampah tersebut dari manusia atau indiviu,kemudian menimbunnya di tempat lain yang
kemudian menyisakan masalah yang berbeda, seperti perusakan terhadap lingkungan
sebagai habitat dari manusia.
Yang sesungguhnya, sikap ini memiliki arti bahwa manusia sedang merusak dirinya
sendiri. Sebab manusia tidak bisa lepas dari alam, manusia senantiasa membutuhkan
alam, dan jika alam rusak, maka manusia tidak akan bisa memenuhi semua kebutuhan
hidunya. Dalam ajaran agama Hindu, dalam lingkaran proses kehidupan ada yang
dinamakan dengan Tri Kona. Dalam Pustaka Bhuwana Kosa IV.33, disebutkan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa menciptakan alam semesta dan menciptakan kekuatan Tri Kona,
yang terdiri dari Utpati, sthiti, dan praline.
Segala ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak luput dari hokum Tri Kona ini. Proses
penciptaan atau kemunculan alam dengan segala isinya disebut dengan utpati, proses
keberadaan atau eksistensinya disebut sthiti dan proses hilangnya atau leburnya disebut
dengan praline. Segala ciptaan Tuhan tidak bisa lepas dari ketiga hokum ini.
Sehingga alam semesta ini senantiasa berada dalam posisi keseimbangan, ada lahir, ada
hidup dan ada mati. Namun, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, manusia sebagai mahluk berpikir, senantiasa berproses dalam usahanya
beradaptasi dengan lingkungannya. Seiring dengan proses tersebut, manusia melakukan
proses penciptaan benda-benda yang memiliki tujuan untuk mempermudah segala
proses hidupnya di dunia.
Namun pada kenyataanya, benda yang diciptakan oleh manusia tidak memenuhi hokum
Tri Kona, sehingga benda yang diciptakan, dan kemudian tidak memiliki nilai guna
menjadi bertumpuk dan berpotensi untuk merusak alam sehingga dapat menjadi
penyebab ketidak seimbangan alam dan kerusakan alam. Nilai ini dienkulturasi melalui
pembelajaran agama Hindu di kelas, melalui proses intervensi pembelajaran yang
dilaksanakan di kelas oleh guru agama Hindu.
Gambar 1 Bagan proses intervensi nilai agama dalam pembelajaran agama Hindu Untuk
itu, agar ciptaan manusia tersebut tidak merusak alam, maka manusia harus
menciptakan sebuah sistem yang bisa mengatasi bahan buangan yang telah
ditimbulkan, dalam hal ini seperti sampah plasti yang sampai ratusan tahun tidak bisa
diurai oleh alam, dan berpotensi tinggi merusak lingkungan.
Bank Sampah dalam kapasitas ini berada dalam posisi praline atau penghancuran benda
yang berpotensi merusak lingkungan, yang dalam hal ini adalah sampah-sampah plastik
yang tidak bisa diurai oleh alam. Nilai ini yang akan dikembangkan dalam pendidikan
berbasis komunitas, sebagai usaha manusia untuk tetap menjaga keseimbangan alam
semesta beserta isinya.
Pendidikan berbasis komunitas yang dikembangkan adalah sebuah strategi pendidikan
berbasis komunitas dengan tujuan untuk mengembangkan karakter peduli lingkungan
siswa sekolah dasar. Mengingat pendidikan berbasis komunitas ini dikembangkan pada
pendidikan formal, maka dalam pelaksanaannya memperhatikan pola pendukung
keberhasilan sistem pendidikan di sekolah formal.
Secara umum, kesuksesan pelaksanaan pendidikan utamanya pendidikan nilai atau
karakter di sekolah disebabkan oleh berbagai faktor pendukung, utamanya dukungan
orang tua, strategi penerapan pembelajaran baik kurikuler, kokurikuler maupun
ektrakurikuler, iklim sekolah dan sebagainya. Dalam upaya pelaksanaan model
pendidikan nilai berbasis komunitas ini, dikembangkan sebuah upaya sekolah
mengintervensi keluarga dalam pengembangan karakter peduli lingkungan. Model
pendidikan seperti ini sering disebut sebagai istilah pendidikan interventif.
Intervensi adalah sebuah proses dalam pendidikan karakter yang dilakukan secara
formal, dan kemudian dikemas kedalam sebuah interaksi belajar dan pembelajaran
secara sengaja dan terstruktur untuk mencapai pengembangan karakter tertentu, proses
ini dapat dilakukan oleh semua subjek pembelajaran dengan kondisi penekanan yang
berbeda (Budimansyah, 2011 hlm. 4).
Upaya sekolah dalam mengembangkan pendidikan interventif ini dilakukan dengan
mengacu pada langkah pembelajaran nilai moral yang dikembangkan oleh Thomas
Lickona, yakni mengembangkan kemitraan sekolah dan rumah. Pengembangan
kemitraan sekolah dan rumah yang dikembangkan olah Thomas Lickona mengacu
kepada 20 (duapuluh) langkah, yang kemudian dalam penelitian ini direduksi menjadi 7
(tujuh) langkah saja yakni: 1) Menegaskan keluarga sebagai pendidik karakter yang
paling utama. 2) Meminta orang tua untuk berpartisipasi.
3) Menyediakan program tentang parenting dan berusaha untuk meningkatkan tingkat
partisipasi. 4) Menetapkan PR Keluarga 5) Menguatkan peran komite orang tua dalam
pengembangan pendidikan karakter 6) Membuat perjanjian moral dengan orang tua
dan 7) Responsif terhadap Keluhan Orang Tua.
Selain melakukan proses intervensi dalam pengembangan model pendidikan nilai
berbasis komunitas ini, proses yang tidak kalah penting yang perlu dilaksanakan dalam
upaya mengembangkan karakter peduli lingkungan pada siswa sekolah dasar yakni
proses habituasi, proses ini merupakan sebuah proses penciptaan atau pengkondisian
sebuah situasi yang merupakan upaya penguatan yang dapat dilakukan oleh peserta
didik pada satuan pendidikannya, di rumah ataupun dalam lingkungan masyarakatnya,
upaya ini bertujuan membiasakan siswa berperilaku sesuai dengan nilai atau karakter
yang ingin dikembangkan (Budimansyah, 2011 hlm 3-7).
Kegiatan habituasi dalam pengembangan MPNBK ini dilaksanakan di dalam kelas dalam
bentuk piket kelas, kemudian penguatan melalui kegiatan ektrakurikuler Klub Daur
Ulang, serta memberikan PR bersama yang harus dikerjakan oleh siswa dan orangtuanya
di rumah. Guna lebih mengefektifkan proses intervensi dan habituasi yang
dikembangkan dalam MPNBK ini maka dikembangkan buku sambung yang dinamakan
dengan Jana Kertih Pariksa, yang berisikan tentang tugas-tugas yang harus dilaksanakan
oleh siswa bersama orang tua di rumah.
Penguatan juga harus didukung oleh semua komponen di sekolah, oleh sebab itu maka
pada pengembangan dan pelaksanaan MPNBK ini, slogan-slogan tentang kebersihan
dan pelestarian lingkungan akan dibuat dalam bentuk dan ukuran yang lebih besar serta
menarik. Di lingkungan sekolah disiapkan sarana pendukung berupa tempat sampah
yang terdiri atas tempat sampah yang terpisah antara sampah organik dan an organik,
komposter, pengkondisian kantin sekolah yang menyediakan jajanan dengan kemasan
ramah lingkungan, serta pengumpulan sampah melalui strategi Bank Sampah masuk
sekolah.
Sarana pendukung tersebut disediakan oleh komunitas Bank Sampah bekerjasama
dengan Kepala Kelurahan serta sponsor atau donator yang memiliki kepentingan yang
sama dalam usaha mengembangkan karakter peduli lingkungan pada masyarakat.
Pelaksanaan model pendidikan nilai berbasis komunitas ini terdiri atas delapan tahap
atau langkah pelaksanaan yakni: Tahap 1, Usaha Penyamaan Persepsi Dalam Usaha
Pengembangan Karakter Peduli Lingkungan Di Sekolah, tahapan ini memiliki tujuan
untuk menyamakan persepsi semua komponen yang berkaitan dalam pelaksanaan atau
implementasi MPNBK, mengingat masuknya nilai-nilai yang dikembangkan oleh Bank
Sampah ke sekolah merupakan hal yang baru, sehingga diperlukan penyamaan persepsi
ini guna mempermudah pelaksanaan model dalam mencapai tujuan yng diinginkan,
dalam hal ini adalah mengembangkan karakter peduli lingkungan pada siswa SD di
Kelurahan Padangsambian.
Pada tahapan ini, semua komponen sekolah dilibatkan tanpa kecuali, baik itu tenaga
pendidik, tenaga administrasi, satpam atau penjaga keamanan sekolah sampai tenaga
kantin sekolah. Semua komponen ini secara tidak langsung memiliki fungsi untuk
memberikan penguatan dalam proses intervensi dan habituasi pengembangan karakter
peduli lingkungan.
Pada tahapan ini merupakan usaha mewujudkan sekolah yang beriklim peduli
lingkungan. Aturan disosialisasilan kepada seluruh anggota sekolah, dan mengajak para
anggota sekolah ikut berkontribusi dalam mewujudkan iklim sekolah yang diinginkan.
Pengaturan letak tempat sampah berdasarkan jenisnya (organik dan anorganik)
diletakkan pada depan masing-masing kelas.
Pengaturan letak slogan yang indah dan mudah dibaca (slogan kebersihan), pengaturan
pembagian tugas yang harus dilakukan oleh guru beserta wali kelas. Usaha ini
merupakan implementasi pengkondisian kurikulum tersembunyi dalam pengembangan
karakter peduli lingkungan. Emile Durkheim mengamati bahwa lebih banyak yang
diajarkan dan dipelajari di sekolah-sekolah dari yang ditentukan dalam kurikulum
maupun buku teks dan instruksional guru. Hal tersebut merupakan "kurikulum
tersembunyi".
Dalam Moral Pendidikan Durkheim (1961 ) menulis: "Bahkan, ada sistem seluruh aturan
di sekolah yang mentakdirkan perilaku anak. Ia harus datang ke kelas secara teratur, ia
harus tiba pada waktu tertentu dengan sikap yang tepat. Dia tidak boleh mengganggu
hal-hal dalam kelas (dalam Kentil, 2009, hlm. 83-84).
Hal ini berarti, ketika sekolah menetapkan karakter sebagai tujuan akhir dari sebuah
proses pendidikan, maka strategi pengembangan kurikulum tersembunyi tidak dapat
diabaikan. Proses atau sistem sekolah yang diatur merupakan sebuah kondisi untuk
memperkenalkan nilai-nilai masyarakat terhadap siswa. Demikian pula dalam usaha
mengembangkan karakter peduli lingkungan, yang merupakan sebuah kondisi yang
menjadi harapan masyarakat global dalam usaha menjaga kelestarian bumi sebagai
tempap hidup manusia.
Diperlukan usaha yang serius dari pihak sekolah, mewujudkan sekolah yang berkarakter
melalui penerapan aturan, pengaturan dan routinitas yang menjadi implementasi atau
muara dari praktek pengembangan karakter. Tahap usaha pencarian informasi sikap
peduli lingkungan orang tua siswa, merupakan tahapan kedua yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran informasi mengenai pehamanan serta perilaku orang tua dalam
kegiatan pemeliharaan lingkungan.
Hasil dari usaha pencarian informasi ini akan menentukan materi yang akan
disampaikan pada kegiatan atau tahapan berikutnya. Informasi dijadikan dasar dalam
kegiatan parenting session yang merupakan tahapan keempat dalam penelitian ini. Pada
sekolah dasar di Padangsambian melaksanakan program pendidikan yang dari tahun
ketahun cenderung sama.
Tidak nampak usaha sekolah untuk melihat latar belakang keluarga siswa yang
berbeda-beda, dimana hal ini akan berdampak pada proses pendidikan yang
dilaksanakan di kelas. Terdapat ketimpangan yang cukup tinggi dari kondisi/latar
belakang siswa di SD Kelurahan Padangsambian, ada yang berasal dari keluarga modern
(mewarsikan nilai-nilai modern), ataupun dari latar belakang siswa yang sangat
tradisional, baik itu pewarisan tradisi, nilai-nilai agama, maupun pola interaksi
(pergaulan).
Jika hal ini dilakukan, maka pola pendidikan yang diimplementasikan tidak serta merta
diseragamkan dari tahun ke tahun atau pada kelas-kelas tertentu. Sebagai contoh, pada
kelas V di SDN 1 Padangsambian, siswa kelas VA lebih banyak berasal dari penduduk
asli PAdangsambian, yang masing memegang nilai-nilai tradisional dalam lingkungan
yang telah modern.
Anak-anak diasuh oleh ibu yang masih terikat dengan kewajiban-kewajiban agama dan
adat pada masing-masing pura paibon ataupun banjar. Anak yang merupakan
penduduk asli Padangsambian, lebih banyak berinteraksi dan diasuh bersama dalam
keluarga besar. Dalam keluarga besar dapat terdiri atas 1-2 pasang kakek dan nenek,
sepasang ayah ibu kandung, lebih dari dua pasang paman atau bibi, serta kakak sepupu.
Nilai-nilai tidak sedemikian rupa diwariskan melalui ayah dan ibu. Inipun berlaku pada
ibu-ibu yang tidak bekerja, walaupun nampaknya ibu tidak bekerja memiliki banyak
waktu untuk berinteraksi di rumah, hal ini tidak demikian adanya. Ibu-ibu tidak bekerja
justru menjadi motor penggerak kegiatan adat dan agama.
Pada anak/siswa kelas VB lebih heterogen, siswa kelas ini memiliki jumlah siswa yang
memiliki perbandingan yang hampir sama, antara siswa yang merupakan penduduk asli
dan siswa yang berasal dari orang tua/penduduk pendatang. Pada siswa/anak yang
berasal dari keluarga pendatang, pengasuhan dilakukan oleh orang tua kandung, yang
masa balitanya dibebankan pada tenaga pengasuh, baik itu pengasuh pribadi ataupun
pengasuh di TPA.
Namun, masih lebih banyak diasuh oleh ibu dan ayah kandungnya sendiri bekerja,
dengan mengatur jadwal kerja pada masing-masing lokasi pekerjaan. Perbedaan pola
pengasuhan akan berdampak kepada nilai yang diinternalisasikan kepada anak.
Demikian pula pada usaha pencarian informasi mengenai kepedulian orang siswa
terhadap lingkungan (khususnya tata kelola sampah/pengendalian sampah di rumah).
Siswa yang merupakan warga asli/penduduk asli, dibagi menjadi dua kategori, yakni 1)
masyarakat biasa dan 2) masyarakat priyayi. Masyarakat biasa maksudnya siswa yang
berasal dari golongan waisya dan sudra pada pengelompokan wangsa di Bali.
Sedangkan kelompok priyayi merupakan kelompok masyarakat yang berasal dari
wangsa ksatriya.
Pola pengasuhan pada keluarga dari masyarakat priyayi cenderung diasuh oleh keluarga
yang sangat besar. Mereka hidup dalam satu lingkungan puri yang dapat terdiri atas
empat pasang kakek nenek, lebih dari sepuluh pasang orang tua, dan belasan kakak
sepupu. Pada pola pengasuhan seperti ini, nilai-nilai yang cenderung diikuti merupakan
nilai yang sudah diaplikasikan oleh keluarga puri.
Pada keluarga ini, masih terdapat penyeroan (pembantu), yang tidak dibayar karena ada
ikatan hutang budi leluhur. Pada anak/siswa yang diasuh dalam kondisi di atas,
cenderung mewariskan nilai peduli lingkungan yang diacu oleh keluarga besarnya. Anak
kurang dilibatkan pada usaha pelestarian lingkungan demikian pula dalam
pengendalian sampah keluarga.
Masih terdapat rasa arogan, rasa malu yang menganggap bahwa pekerjaan memilah
sampah bukanlah pekerjaan mereka. Posisi penyeroan inilah yang diberdayakan dalam
usaha menjaga kebersihan lingkungan. Setiap harinya, di depan puri (jeroan), nampak
pemandangan tumpukan sampah yang sangat tinggi, yang berasal dari sampah
keluarga puri/jeroan tersebut.
Berdasarkan penggalian informasi yang diberikan melalui instrument, 85% siswa yang
berasal dari keluarga puri mewariskan nilai yang kurang baik dalam pengembangan
karakter peduli lingkungan. Sisanya yang berjumlah 15% mewariskan nilai yang jauh
lebih baik. Saat dilakukan survey kepada masing-masing siswa, diketahui bahwa orang
tua siswa tersebut sudah tidak tinggal dalam keluarga besar puri.
mereka sudah tinggal terpisah, bermigrasi dari puri dan tinggal bersama keluarga kecil
yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Ada juga beberapa siswa yang orang tuanya tidak
bertempat tinggal di puri, namun masih bersama kakek dan neneknya. Kondisi yang
berbeda nampak dari siswa yang berasal dari masyarakat biasa.
Pada masyarakat biasa siswa lebih banyak diasuh oleh keluarga kecil, dan lebih sedikit
diasuh dalam keluarga yang cukup besar. Namun tidak sebesar keluarga yang berasal
dari puri. Namun warisan nilai peduli lingkungan cenderung sama, kurang melakukan
pengelolaan sampah di tingkat keluarga, namun tingkat peran aktif orang tua dan siswa
pada kegiatan kebersihan pada lingkungan tempek atau banjar lebih tinggi dari siswa
yang berasal dari masyarakat priyayi.
Namun secara umum, nilai peduli lingkungan yang diwariskan dalam keluarga masih
kurang. Untuk itu dikembangkan program parenting, dengan pemberian materi lebih
ditekankan pada isu-isu kerusakan lingkungan serta peran keluarga dalam mengatasi isu
tersebut. Tahap parenting session merupakan tahap awal yang dilakukan oleh sekolah
dalam upaya mengintervensi orang tua untuk mendukung usaha sekolah dalam
mengembangkan karakter peduli lingkungan. Pada tahapan ini, sekolah menyampaikan
pentingnya dukungan orangtua dalam membantu mengembangkan karakter peduli
lingkungan pada anak di sekolah.
Dukungan tersebut disepakati dan ditandatangi oleh orang tua dalam sebuah perjanjian
moral/ikrar antara sekolah dan orang tua. Melalui perjanjian tersebut, orang tua dituntut
komitmennya untuk melaksanakan berbagai dukungan yang nanti diinstruksikan oleh
sekolah melalui beberapa tugas yang harus dikerjakan bersama oleh orang tua bersama
anak.
Mengenai tugas yang dikerjakan oleh anak bersama orang tua, merupakan upaya
menghabituasi anak agar memiliki atau terbiasa melakukan tindakan moral (moral
acting). Sehingga pengetahuan moral (moral knowing) yang dimiliki dapat
diimplementasikan, kemudian setelah siswa mengetahu manfaat dari tindakan yang
dilakukan, anak akan memiliki moral feeling yang baik. Parenting dalam pandangan
Lickona merupakan salah satu strategi pengembangan program kemitraan sekolah dan
rumah.
menurut Lickona keterlibatan orang tua adalah indicator utama bagi kesuksesan sekolah
(2012, hlm. 79). Sekolah yang berkomitmen dengan pendidikan karakter dapat
membangunnya melalui strategi membangun hubungan kemitraan sekolah dan rumah.
melalui program tersebut, sekolah dapat menjangkau orangtua untuk terlibat bersama
dalam proses pendidikan di sekolah.
Tahap pertemuan kepala kelurahan, komunitas bank sampah dengan seluruh siswa
merupakan sebuah usaha dari pihak sekolah bersama dengan tokoh masyarakat beserta
komunitas Bank Sampah untuk membuka wawasan siswa mengenai krisis lingkungan,
dampak serta upaya yang dapat dilakukan oleh siswa sejak dini. Usaha sekolah
mengajak tokoh masyarakat yang dalam hal ini adalah kepala kelurahan Padangsambian
merupakan upaya memberikan penekanan serta tauladan bagi siswa agar siswa tertarik
melakukan kegiatan peduli lingkungan.
Tahapan ini merupakan tahap awal dari pengembangan MPNBK yang bertujuan
membangun atau mendorong pengembangan kesadaran siswa untuk peduli kepada
lingkungan melalui dorongan ekternal. Proses ini sejalan dengan fungsi pendidikan yang
diuraikan oleh Durkheim, bahwasannya pendidikan itu memiliki fungsi untuk
mensosialisaikan apa yeng menjadi kebutuhan masyarakat, mengenkulturasi nilai dan
norma yang dibutuhkan oleh anak dalam upaya penyesuaian dirinya di masyarakat.
Jadi pendidikan haru smemiliki upaya untuk mewujudkan hal tersebut, dengan tujuan
untuk menjaga anak agar bisa mengikuti kebutuhan masyarakat. Durkheim
menguraikan bahwa tindakan moral adalah keterlibatan atau kecenderungan individu
untuk bertindak di dalam masyarakat. Jadi kecenderungan tindakan tersebut berkaitan
dengan kepentingan kolektif.
Jika tindakan yang dilaksanakan hanya untuk memajukan sendiri individu bukanlah
sebuah tindakan moral. Demikian pula tindakan yang dilaksanakan yang hanya
bertujuan untuk menguntungkan individu lain juga merupakan tindakan non-moral.
Tindakan moral adalah sebuah tindakan yang bermanfaat bagi realitas yang disebut
masyarakat.
Pada pertemuan ini, kepala kelurahan akan mengajak siswa untuk melakukan tindakan
moral yang bermanfaat secara kolektif bagi masyarakat di kelurahan Padangsambian.
Proses internalisasi nilai menurut Hakam pada hakikatnya sebuah upaya menghadirkan
sesuatu (nilai) yang asalnya ada pada dunia eksternal menjadi milik internal baik bagi
seseorang ataupun lembaga.
Untuk itu dipandang perlu adanya pewarisan nilaiyaitu pewarisan nilai luhur yang
dijunjung tinggi masyarakat kepada anggota masyarakat tersebut termasuk pada
generasi berikutnya. Adapun salah satu proses dalam internalisasi nilai meliputi 1)
penyampaian informasi, pada tahapan penyampaian informasi yang sarat akan nilai
untuk dapat berterima, tidak hanya ditentukan oleh muatan nilai, akan tetapi sering juga
dipengaruhi oleh agen si pembawa atau si penyampai informasi.
Kualitas agen akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas nilai itu dapat
berterima bagi individu. Kredibilitas dan kewibawaan agen juga menjadi salah satu
faktor penentu sebesar apa informasi tersebut dapat berterima (Hakam, 2012, hlm,5-7).
Berdasarkan atas teori tersebut, maka menghadirkan kepala kelurahan bersama Bank
Sampah di sekolah merupakan upaya agar penyampaian informasi tentang pentingnya
menjaga kebersihan lingkungan dengan mengelola sampah dapat lebih berterima pada
siswa.
Tahap berikutnya berupa kegiatan pembelajaran agama hindu di kelas sebagai sumber
nilai peduli lingkungan, kegiatan ini memiliki tujuan untuk mengembangkan nilai peduli
lingkungan yang bersumber dari ajaran agama Hindu. Agama merupakan salah satu dari
sumber nilai-nilai ataupun norma yang dapat mengatur tingkah laku manusia menjadi
lebih positif.
Dalam pembelajaran agama, siswa akan diajarkan mengenai nilai peduli lingkungan
beserta dampak dari sikap atau perilaku manusia jika tidak peduli terhadap lingkungan.
Pengembangan nilai peduli lingkungan melalui pembelajaran agama sesungguhnya
memiliki maksud bahwa menjaga kelestarian lingkungan sama artinya menjaga diri
manusia itu sendiri. Merusak lingkungan berarti merusak diri individu itu sendiri,
sehingga hokum karmaphala akan berlaku bagi manusia jika manusia merusak
lingkungan.
Siswa dalam ajaran agama Hindu disebut sedang memasuki tahap Brahmacari seperti
yang terurai dalam ajaran Catur Asrama. Agar manusia dalam hal ini siswa yang sedang
memasuki tahap Brahmacari memiliki tugas untuk belajar, baik itu belajar di lembaga
pendidikan formal maupun di lingkungan masyarakat.
Secara umum, di era globalisasi ini siswa dikatakan belajar jika siswa masuk atau
menempuh pendidikan di dalam lembaga pendidikan formal, pada hakekatnya jika
dihubungkan dengan ajaran Panca Yajna, belajar itu harus dikaitkan kepada lima
persembahan/pengorbanan suci secara tulus ikhlas hal ini terurai dalam Rg Weda VIII,
40.4. Sebagai siswa/Brahmacarin, segala tingkah laku nya dilaksanakan semata sebagai
bentuk yajna dalam hal ini lima yajna yang disebut dengan ajaran panca yajna tersebut,
yang terdiri atas 1) Dewa Yajna (persembahan atau pengorbanan yang ditujukan kepada
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, 2) Rsi Yajna (persembahan atau pengorbanan terhadap
pendeta), 3) Pitra Yajna (persembahan kepada leluhur), 4) Manusa Yajna (persembahan
atau pengorbanan terhadap manusia atau sesama manusia dan 5) Bhuta Yajna yang
merupakan persembahan atau pengorbanan terhadap tumbuh-tumbuhan, lingkungan
alam dan isinya.
Sebagai seorang Brahmacari dalam usaha menuntut ilmu, segala sesuatunya hendaknya
dikerjakan secara tulus ikhlas, dan segalanya dikerjakan untuk kepentingan yajna.
Dewasa ini, yajna dimaknai secara sempit, yajna hanya dilakukan dalam kegiatan
upacara yajna, dan harus didukung oleh sarana upakara. Dalam pembelajaran agama
Hindu melalui pengembangann model PNBK ini, siswa sebagai seorang Brahmacari,
diajarkan untuk melakukan kegiatan yajna yang tidak semata melihat yajna sebagai
kegiatan upacara yang harus didukung oleh sarana upakara.
Pembelajaran agama Hindu dalam pengembangan MPNBK ini mengajak siswa untuk
melakukan yajna sebagai sebuah persembahan dan pengorbanan dalam usaha menjaga
kelestarian lingkungan, yang memiliki keterkaitan dalam menjaga keharmonisan seperti
yang diuraikan dalam ajaran Tri Hita Karana. Siswa diajarkan untuk melakukan yajna
yang berbentuk bhuta yakna, yang selama ini dimaknai sebagai yajna yang
diperuntukkan untuk Sang Hyang BUtha, yang jika dimaknai secara dangkal, Bhuta
dimaknai sebagai roh-roh halus yang menguasai alam bawah atau swah loka.
Bhuta yang sesungguhnya akan menjadi kala, jika manusia tidak mampu dan tidak mau
menjaga lingkungan sekitarnya. Bhuta akan menjadi kala (bencana), jika manusia
memaknai lingkungan sebagai sesuatu yang berbeda dengan dirinya. Oleh sebab itu,
melalui pembelajaran agama Hindu ini, siswa akan diajak untuk merubah pandangan
bahwa yajna tidak hanya melalui upacara dan upakara, namun juga dapat dilaksanakan
dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Merusak alam sebagai bhuwana agung,
berarti manusia sedang merusak dirinya sendiri sebagai bhuwana alit.
Untuk merealisasikan hal tersebut, maka siswa dalam pembelajaran agama Hindu ini,
dihadapkan kepada sebuah masalah, sehingga siswa memiliki kebebasan dalam
menginterpretasikan sebuah fenomena, dibawah bimbingan guru. Siswa diajak
mengujungi tempat atau daerah lingkungannya, yang sudah mulai rusak. Edgar Dale
berpendapat bahwa yang disebut sumber belajar itu pengalaman.
Siswa diberikan pengalaman awal mengenai dampak dari perilaku membuang sampah
dengan melihat kondisi alam lingkungan yang rusak akibat oleh sampah. Dalam prinsip
pengembangan pembelajaran, maka strategi inilah yang disebut dengan pendidikan
hadap masalah (problem-posing) (Freire, 2008: hlm.65). Dalam prinsip pendidikan ini,
individu dapat mengembangkan kemampuannya untuk memahami secara kritis realita
kehidupan manusia.
Melalui strategi ini guru dan murid bersama sama bisa melakukan refleksi sehingga
terbangun sebuah tindakan yang sejati. Pembelajaran agama Hindu dalam
pengembangan model PNBK ini lebih bertujuan untuk membangun siswa, siswa diajak
untuk melihat fenomena dan melakukan diskusi dan berpartisipasi dalam gerakan cinta
lingkungan. Gambar.
2 Bagan implementasi pengalaman sebagai sumber belajar Tahap Klub Daur Ulang,
pada tahapan pengembangan MPNBK ini, merupakan tahap penguatan karakter peduli
lingkungan melalui kegiatan ektrakurikuler. Dalam upaya mengembangkan karakter
positif menurut Thomas Lickona,akan memperoleh hasil yang maksimal jika meliputi
pengembangan melalui wilayah pengembangan moral knowing, moral feeling dan
moral acting. Dalam kegiatan Klub Daur Ulang ini, lebih menekankan kepada moral
acting dan moral feeling.
Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam upaya pengembangan karakter, dapat
dilaksanakan melalui proses intervensi dan habituasi. Pelaksanaan Klub Daur Ulang ini
merupakan usaha dalam mengimplementasikan proses pengembangan karakter melalui
habituasi, siswa akan dibiasakan untuk melakukan kegiatan mencintai sampah, dengan
prinsip 3-R (re use, reduse, dan rycykle).
Pelaksana dari kegiatan Klub Daur Ulang ini adalah komunitas Bank Sampah, baik dari
tenaga pendukung dan sarana dalam kegiatan Klub Daur Ulang. Materi yang
disusunpun merupakan materi yang diarahkan oleh komunitas dari Bank Sampah,
mengingat Bank Sampah sudah memiliki pemahaman yang lebih baik dalam usaha
mengembangkan karakter peduli lingkungan melalui kegiatan cintai sampahmu.
Pembentukan Klub Daur Ulang di sekolah juga merupakan sebuah upaya untuk
membentuk komunitas peduli lingkungan di sekolah. Komunitas yang terdiri atas siswa
usia kelas V ini berupaya mengoptimalkan peran teman sebaya sebagai salah satu
implementasi dari prinsip pengembangan kurikulum tersembunyi.
Pada siswa kelas V, siswa merupakan individu atau anak yang jika dihhubungkan dalam
tahap perkembangan moral Piaget, memasuki tahap berpikir Autonomous Morality,
pada tahap ini anak telah memiliki kesadaran mengenai aturan dan hokum yang ada
merupakan ciptan dari manusia, yang memiliki tujuan untuk menilai sebuah tindakan,
sehingga dalam bertingkah laku penting melakukan pertimbangan berdasarkan maksud
atau tujuan serta akibat yang dapat ditimbulkan dari tindakan tersebut.
pada tahap beripikir ini, maksud tindakan dari pelaku merupakan hal yang terpenting.
Pada tahap ini anak sudah lebih pintar dalam mengamati dan menyelesaikan persoalan
sosial, mereka sudah belajar tentang kemungkinan dan kerjasama atau manfaat
membangun sebuah relasi melalui teman sebaya.
Melalui komunitas peduli lingkungan yang dibentuk dalam Klub Daur Ulang ini, siswa
dibantu untuk menemukan konsep diri, dalam rangka memandang diri dan
lingkungannya. Siswa diajak untuk melakukan pilihan mengenai tata cara atau perilaku
yang dapat menjaga atau merusak lingkungan. Tahap berikutnya adalah tahapan
menabung sampah (komunitas menabung).
Jika dihubungkan dengan proses pengembangan karakter, dalam kegiatan menabung
sampah ini merupakan perpaduan dari usaha interventif sekolah bersama orang tua
serta proses habituasi agar anak memiliki perilaku positif, serta memiliki ruang gerak
dalam melakukan kegiatan cinta lingkungan. Tabungan sampah yang dikumpulkan
merupakan kumpulan sampah yang dikumpulkan di sekolah selama satu minggu, serta
sampah yang memiliki nilai jual yang dikumpulkan di rumah bersama orang tua.
Penguatan yang dilaksanakan dalam gerakan menabung sampah ini adalah sebuah
upaya mendekatkan anak kepada nilai peduli lingkungan dengan pendekatan material
(uang). Tahapan terakhir dari penerapan MPNBK ini adalah tahap usaha pencarian
informasi peduli lingkungan pada siswa (post-test). Tahapan ini akan mengukur sejauh
mana perkembangan karakter peduli lingkungan ini berkembang setelah ujicoba ini
dilaksanakan.
Model pendidikan nilai berbasis komunitas (MPNBK) yang dikembangkan merupakan
sebuah model yang disusun dalam kerangka teori pendidikan umum. Model ini
berupaya untuk menjawab masalah yang terjadi dalam masyarakat, dalam pandangan
Newton substansi pengembangan model ini merupakan pengembangan
pengetahuan/ketrampilan vital untuk hidup dan meningkatkan kelayakan masyarakat
modern dalam isu krisis lingkungan (tt, hlm.10).
Substansi ini jika diidentifikasi kepada tiga pendekatan model pendidikan umum,
termasuk kedalam model effective citizen. MPNBK lenih menekankan pada tindakan
sebagai usaha dalam menjawab masalah lingkungan. Model ini dikembangkan pada
siswa Sekolah Dasar, dengan harapan dapat membekali lulusan dengan keterampilan,
pengetahuan yang bertumbuh dalam krisis lingkungan.
Orientasi yang ingin dikembangkan adalah pengembangan alat dan komitmen siswa
dalam menjawab isu kriris lingkungan di wilayahnya. Kedepan siswa tidak hanya
bergerak dalam lingkungan rumahnya saja, namum juga bertindak/bersikap peduli
lingkungan pada setiap interaksi sosial yang dilakukan. MPNBK sebagai salah satu
bentuk Effective citizen model, dikembangkan pada lembaga pendidikan formal
(Sekolah Dasar), dan bekerjasama dengan komunitas masyarakat (Bank Sampah), untuk
menjawab masalah lingkungan yang sedang dihadapi pada wilayah sekolah itu berada
yakni Kelurahan Padangsambian.
BAB VII P E N U T U P Model pendidikan nilai khususnya dalam pengembangan karakter
peduli lingkungan yang dipergunakan dewasa ini belum sepenuhnya dapat
menyelesaikan tantangan masyarakat, yakni dapat membentu anak didik yang memiliki
kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya. Emile Durkheim menyatakan pendidikan
harus senantiasa melihat perkembangan masyarakat dan menentukan pendidikan yang
cocok sesuai dengan kondisi masyarakat.
Fungsi utama dari pendidikan bukanlah untuk mengembangkan kemampuan yang
terbagi terbagi dalam potensi-potensi untuk kepentingan mereka sendiri. Namun untuk
mengembangkan kemampuan mereka dan kapasitas yang dibutuhkan masyarakat
(dalam Blackledge & Hunt, 1985, hlm. 32). Kondisi masyarakat saat ini membutuhkan
anak didik yang peka dan peduli terhadap masalah krisis lingkungan yang sedang
mengglobal.
Untuk itu perlu dikembangkan model pendidikan nilai berbasis komunitas yang bersifat
integrative dalam mengembangkan karakter peduli lingkungan, dengan melibatkan
peran sekolah, keluarga dan masyarakat secara bersama-sama untuk mencapai tujuan
tersebut. Dalam pengembangan model integratif di sekolah, untuk dapat mencapai hasil
yang maksimal maka akan dilakukan dengan pendekatan pada kegiatan kurikuler,
ekstrakurikuler dan hidden kurikulum.
Dalam kegiatan ekstrakurikuler akan diujicobakan sebuah kegiatan ekstrakurikuler yang
baru yakni Klub Daur Ulang, yang tentunya tidak akan berhasil tanpa dukungan dari
pengkodisian kurikulum tersembunyi. Kurikulum tersembunyi yang dimaksud adalah
sebuah upaya membudayakan nilai peduli lingkungan secara diam-diam melalui
kelompok teman sebaya maupun interaksi antara guru dengan siswa maupun
komponen sekolah lainnya seperti iklim sekolah.
Beberapa pakar telah mengembangkan pembelajaran nilai moral, dengan tujuan
membentuk watak atau karakteristik anak. Lickona memiliki pandangan dalam usaha
pengembangan karakter yang dikenal dengan educating for character atau pendidikan
karakter/watak untuk membangun karakter atau watak anak.
Dalam hal ini, Lickona mengacu pada pemikiran filosofi Michael Novak yang
berpendapat bahwa watak/ karakter seseorang dibentuk melalui tiga aspek yaitu, moral
knowing, moral feeling, dan moral behavior, yang satu sama lain saling berhubungan
dan terkait. Lickona menggarisbawahi pemikiran Novak tentang pembentukan
karakter/watak anak dapat dilaksanakan dalam tiga kerangka pikir, yaitu konsep moral
(moral knowing), sikap moral (moral feeling), dan prilaku moral (moral behavior).
Dengan demikian, hasil pembentukan sikap karekter anak pun dapat dilihat dari tiga
aspek, yaitu konsep moral, sikap moral, dan tindakan moral. Berkaitan dengan hal
tersebut, diperlukan sebuah strategi pendekatan penanaman ataupun pembudayaan
nilai moral yang idealnya dilakukan semenjak usia dini dan usia SD, karena pada periode
atau tahap perkembangan inilah dikatakan sebagai periode kehidupan yang memiliki
peranan penting untuk pembinaan moralitas individu.
Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan formal yang pertama yang sangat
menentukan potensi peserta didik. Oleh karena itu kekelirun metodologis dalam
pendidikan nilai moral di Sekolah Dasar akan berdampak panjang pada kehidupan
moral individu (Kama, 2011, hlm. 165). Dalam konteks ini D. Purpel da K. Ryan (1976), W.
Puspoprodjo (1999), Hakam (2000) dan Abdullah (2005) menyatakan bahwa kegagalan
pendidikan nilai (agama dan moral) karena sekolah masih terbatas pada penyampaian
moral knowing dan moral training tapi tidak menyentuh moral being yaitu
membiasakan anak untuk terus menerus melakukan perbuatan moral. Agar tercipta
moral being siswa tentu dibutuhkan suasana kelas dan sekolah yang kondusif agar nilai
moral tersebut teraplikasikan.
Tugas seperti itu menuntut sekolah untuk menuntut sekolah untuk menjadi lembaga
pembudayaan nilai-moral, bukan hanya sebagai lembaga pengajaran moral dan
lembaga pelatihan moral (Simon, Rath & Herminn, 1978; dan Kohlberg, 1981 dan 1984
dalam Hakam, 2011, 165). Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Akbar (2011),
bahwa diperlukan revitalisasi pendidikan karakter pada Sekolah Dasar karena dalam
proses pendidikan di sekolah, praktek pendidikan mengalami persoalan orientasi
taksonomi, yang mana proses pendidikan mata pelajaran agama, PKn, Budi Pekerti
cenderung overkognitif.
Dengan praktik pendidikan yang cenderung overcognitive itu, maka menjadikan dunia
pendidikan lebih bermodus “memiliki” dari pada bermodus “menjadi”. Padahal,
seharusnya pendidikan itu lebih bermodus “menjadi” dari pada sekadar “memiliki”.
Ketika pendidikan bermodus “memiliki” maka seluruh energy pendidikan diarahkan
pada “agar siswa memiliki pengetahuan yang banyak”.
Pengetahuan yang berasal dari guru, buku-buku pelajaran, dan sumber lainnya dipindah
ke peserta didik agar mereka memiliki pengetahuan yang banyak. Persoalannya adalah
“milik” itu bisa hilang, seperti kita memiliki uang bisa hilang dan lepas dari diri kita.
Pengetahuan yang memenuhi kepala siswa-siswi kita bisa saja hilang tidak membekas.
Hal ini berbeda jika kita menjadikan pendidikan lebih bermodus “menjadi”.
Seluruh proses pendidikan diupayakan untuk menjadikan peserta didik menjadi dirinya
sendiri. Apa yang dipelajari peserta didik menjadi bagian kepribadiannya. Proses
pendidikan dilakukan dalam rangka menghadirkan nilai-nilai, internalisasi nilai,
menyemaikan dan mengembangkan nilai-nilai kebaikan dari berbagai dunia nilai
sehingga teraktualisasi pada perilaku baik peserta didik.
Dari uraian tersebut maka diperlukan sebuah kajian pengembangan model pendidikan
nilai alternatif teoretik yang nantinya dapat dijadikan acuan bagi pemegang kebijakan,
praktisi pendidikan dan stakeholder pendidikan dalam melakukan pembudayaan nilai
moral guna dapat mengembangkan karakter anak didik di sekolah yang bersesuaian
dengan tujuan pendidikan nasional. Model Pendidikan Nilai Berbasis Komunitas dikaji
berdasarkan penelitian pengembangan di Kelurahan Padangsambian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menanamkan karakter peduli
lingkungan sejak dini, sehingga diambil sampel penelitian anak usia Sekolah Dasar, hal
ini dianggap bersesuaian dengan apa yang telah diuraikan oleg Piaget mengenai tahap
perkembangan moral anak yang sesungguhnya mengikuti tahap perkembangan pribadi
anak tersebut berdasarkan usinya.
Berdasarkan asumsi Hakam dan Akbar mengenai Revitalisasi pendidikan karakter pada
Sekolah Dasar maka dirasakan perlu mengembangkan model teoretik ini dengan
menggunakan media belajar Bank Sampah. Teori yang dipergunakan dalam kajian ini
adalah teori kerucut pengalaman Edgar Dale (1964) yang berpendapat bahwa yang
disebut sumber belajar itu pengalaman.
Ia juga mengklasifikasikan pengalaman yang dapat dipakai sebagai sumber belajar
menurut jenjang tertentu yang berbentuk cone of experience (kerucut pengalaman)
yang disusun dari yang konkret sampai dengan yang abstrak yang tercantum di dalam
audio visual methods in teaching. Pengalaman akan diberikan melalui media Bank
Sampah yang akan diujicobakan sebagai model pendidikan integratif yang baru.
Bank Sampah merupakan media yang jika dianalisa dalam klasifikasi media belajar Dale
masuk kepada kategori media yang dapat memberikan pengalaman langsung,
aPengalaman Langsung (Direct Purposeful Experiences) Dasar dari pengalaman kerucut
Dale ini adalah merupakan penggambaran realitas secara langsung sebagai pengalaman
yang kita temui pertama kalinya. Ibarat ini seperti fondasi dari kerucut pengalaman ini,
dimana dalam hal ini masih sangat konkrit.
Dalam tahap ini pembelajaran dilakukan dengan cara memegang, merasakan atau
mencium secara langsung materi pelajaran. Maksudnya seperti anak Taman
Kanak-Kanak yang masih kecil dalam melakukan praktik menyiram bunga. Disini anak
belajar dengan memegang secara langsung itu seperti apa, kemudian menyiramkannya
kepada bunga.
Demikian pula dalam mewujudkan siswa yang memiliki kepekaan terhadap masalah
lingkungan, maka siswa akan diajak terjun langsung ke dalam masalah tersebut.
Pemilihan media Bank Sampah dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan Teori
Pengalaman Dale tersebut di atas serta dianggap memenuhi syarat dalam upaya
memberikan pengalaman langsung dalam pengembangan karakter peduli lingkungan
pada siswa.
Selain itu, dari dua buah kajian penelitian yang relevan mengenai Bank Sampah, media
ini dianggap layak untuk dipergunakan dalam kegiatan pengembangan Model teoritik
ini, karena media ini dianggap layak dalam membantu proses pembudayaan nilai peduli
lingkungan pada masyarakat dewasa, kemudian untuk dapat memberikan dampak yang
lebih konservatif maka media ini perlu dikembangkan dalam pembudayaan nilai peduli
lingkungan di Sekolah Dasar.
Kemudian guna dapat memperkuat hasil yang diharapkan, model teoretik ini akan
diterapkan di sekolah dengan dukungan lingkungan keluarga dan sekolah. Dalam upaya
memperoleh dukungan dari keluarga, penelitian ini akan mencoba strategi Character
Matters dari Lickona dengan meliputi 20 tahapan yang telah terurai dalam bab
sebelumnya.
Kemudian dukungan masyarakat dilakukan oleh Komunitas Bank Sampah bersama
tokoh masyarakat di kelurahan Padangsambian, upaya ini dilakukan guna melakukan
pendidikan integratif yang dilakukan oleh tiga lingkungan Tri Pusat Pendidikan yakni
sekolah, keluarga dan masyarakat dengan menciptakan iklim sekolah yang sesuai
dengan karakter yang ingin dikembangkan yaitu karakter peduli REFERENSI A. Buku
Abdullah, Idi.
(2010), Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo
Perkasa. Adisusilo, Sutarjo. (2012). Pembelajaran Nilai-Karakter, Jakarta: PT. Grafindoraja
Perkasa. Adiwikarta. S. (1988). Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis tentang
Hubungan Pendidikan dengan Masyarakat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Ali, Mohammad, (2011), Memahami Riset Prilaku dan Sosial, Pustaka Cendikia Utama.
Anonimous. (2008). Dari Non Vitae sed Scholae Discimus Menuju Non Scholae sed Vitae
Ballantine J. H. (1983). The Sociology of Education A Sistematic Analysis, USA:
Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs. Barbara, B, Seels & Rita CRickey. (1994). Teknologi
Pembelajaran. Pustaka Teknologi No 12. Borg, W.R. & Gall,M.D. (1989).
Educational Research An Introduction Fifth Edition. New York: Longman Group Borg,
W.R. & Gall,M.D. (2003). Educational Research. London: Longman Group Blackledge D. &
Barry H. (1985), Sociological Interpretations of Education (Sosial Analysis), USA: Croom
Helm, 51 Washington Street, Dover New Hampshire.
Budimansyah, Dasim, (2011), Handout Ceramah Greenhill, tp. Budimansyah, Dasim,
(2010), Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa,
Bandung: Widya Aksara Press. Cresswell, J.W. (1994). Qualitative & Quantitative
Approach. London New Delhi: SAGE Publications. Copi, I.M., (1978). Introduction to
Logic Fifth Edition.
New York : Macmillan Publishing Co., Inc. Cunningham.P,M,(1994),Community
Educationand Community Development” dalam The International Enctclopedia of
Education editor kepala Toersten Husen dan T. Neville Postlethwaite, Vol.II, Oxford:
Pentagon. Dahlan,M.D, (2004),Pendidikan Agama dan Perkembangan Kepribadian Siswa
Dalam 50 Tahun Kiprah Mencerdaskan Bangsa, Pemikiran-Pemikiran dari Bumi Siiwangi
(S.
Hamid Hasan,ed) Bandung: UPI Press. Dale, Edgar. (1969). Audio-visual methods in
teaching. New Yoek : Rinehart and Winston Djahiri, K, (1996), Menelusur Dunia Afektif,
Pendidikan Nilai dan Moral, Bandung: Lab, Pengajaran PMP IKIP Bandung. Donder.
Ketut. (2006). Brahmavidya: Teologi Kasih Semesta & Kritik Terhadap Epistemologi
Teologi, Klaim Kebenaran, Program Misi, Komparasi Teologi, Dan Konversi. Surabaya:
Paramitha.
Duska R & Mariellen W. 1982, Perkembangan Moral Perkenalan Dengan Piaget dann
Kohlberg, Yogyakarta: Kanisius. Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai.
Bandung: Alfabeta. Freire, Paulo. (2013), Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta: LP3S.
Fulya.D.K. (2009). Comparison Of Hidden Curriculum Theories. Europan Journal for
Educational Studies. George F. K. tt. Introduction to The Philosophy of Education. John
Wiley & Sons, Inc. New York. Gorton, R. A. (1996).
School Administration. Dubuque, Lowa: Wm C. Brown Company Publisher. Gregory, R.
(2000). Psyhological Testing History, Principles, and Application, Singapore: Allyn &
Bacon. Inc. Hakam, K. A. (2000). Pendidikan Nilai. Bandung: Value Press. Henslin. M. J.
(2007). Down to Earth Sociology Introductory Readings. USA. Hoy, W. K. & Miskel, C. C.
(1987). Educational Administration: Theory, Research & Practices.
New York: Random House. Ibrahim, M.D. (1993). Teknologi, Emansipasi dan Transedensi.
Bandung: Mizan Indrafachrudi, S. (1994). Bagaimana Mengakrabkan Sekolah dengan
Orangtua Murid dan Masyarakat. Malang: IKIP Malang. Kementerian Lingkungan Hidup.
(2013). Perilaku Masyarakat Peduli Lingkungan Survei KLH 2012. Jakarta: Kementerian
Lingkungan Hidup RI.
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat
Kurikulum Dan Perbukuan . (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta:
Kementerian Pendidikan Nasional. Kattsoft. Louis. (1986). Pengantar Filsafat. Yogyakarta:
Tiara Wacana. Keraf, A. Sonny, 2010, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara Khairuddin, H, (2008), Sosiologi Keluarga, Yogyakarta: Liberty. Kurniawan, K.
(2008).
Paradigma Baru Pendidikan Moral. http://groups.google.co.id, [27 Agustus 2013]. Lanur,
A., (1983). Logika Selayang Pandang. Yogyakarta : Kanisius Latif, Abdulah., (2009).
Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan, Bandung: PT. Refika Aditama. Lickona, T.
(2012). Educating For Character Mendidik Untuk Membentuk Karakter Bagaimana
Sekolah Dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Tanggung Jawab.
Jakarta: Bumi Aksara.
Lickona, T. (2012). Character Matters Persoalan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara Lickona, T.
(2004). Character Matters How To Help Our Childrn Develop Good Judgment, Integrity
and Other Esestial Virtues. New York: Touchstone. Lickona, T. (1992). Educating for
Character, How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantan
Books. Maisyaroh. (2003).
Manajemen Keterlibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam, Imron,
A., Maisyaroh, dan Burhanuddin (Eds.), Manajemen Pendidikan: Analisis Substansi dan
Aplikasinya dalam Institusi Pendidikan (hlm.121-128). Malang: UM Press. McMillan, J.H.
Dan Sally S. (2001). Research in Education A Conceptual Introduction. US: Addison
Wesley Longman Inc. Moleong, L.J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Miffen Frank & Miffen Sydney. (1986). Sosiologi Pendidikan. Bandung: Tarsito. Milles.
Mattew B dan Huberman A. Michael, 1992, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: UI Press.
Mulyana, R.(2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Mulyana,
Enceng. (2008). Model Tukar Belajar. Bandung: Alfabeta. Nasution, S. (1995), Bumi
Aksara, Jakarta: Bumi Aksara. Na-Ayudhya, Art-Ong Jumsai. (2008).
Model Pembelajaran Nilai Kemanusian Terpadu (Human Values Integrated Intructional
Model). Yayasan Pendidikan Sathya Sai Indonesia. Jakarta. Olivia. Peter. F. (1992).
Developing the Curriculum. Third Edition. United States of America: HarperCollins
Publishers Parsons, T. (1995). Sistem Sosial: Kerangka Konseptual untuk Menganalisis
Struktur Masyarakat (Terjemahan Soemardi dan Editor Akhli Sudardja Adiwikarta), Jawa
Barat: Ikatan Sosiologi Indonesia. Phenix, P. (1964), Realm of Meaning, A Philosphy of
the Curriculum For General Education, New York:Mc Graw Hill Rook Campany. Pudja,
Gede. (1991).
Wedaparikrama, Jakarta, Hanuman Sakti Pudja, Gede. (1984). Pengantar Agama Hindu
untuk Perguruan Tinggi, Mayasari, Jakarta Purpel,.D & Giroux. H (tt). The Hidden
Curriculum and Moral Education. California: Mr Qutchan Publising Coorporation.
Purwanto, M.N. (2002). Ilmu Pendidikan, Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya. Rangkuti, Freddy.
(2009), Analisis SWOT TeknikMembedah Kasus Bisnis (Reorientasi Konsep Perencanaan
Strategis Untuk Menghadapi Abad 21), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Ritzer,
Goerge Douglas, (2012), Teori Sosiologi, Yogyakarta: Kreasi Wacana. Robandi, B. dkk
(2007). Pedagogik, Bandung: Cipta Utama Rogers, Everett M. (1983). Diffusion of
Innovations. London: The Free Press. Rogers, Everett M. (1995). Diffusions of Innovations,
Forth Edition. New York: Tree Press. Sanusi, Ahmad. (2015).
Sistem Nilai, Bandung: Nuansa Cendikia. Syarief, A. Hamid, (1995), Pengenalan
Kurikulum Sekolah dan Madrasah, Bandung: Citra Umbara Bandung. Schunk, D. H.
(2012). LearningTheories an Education Perspective (Teori-teori Pembelajaran: Perspektif
Pendidikan).Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sharma. Yogendra. K. (2003). Foundations In
Sociolgy of Education. New Delhi: Kanishka Publhisers. Simamora.Bilson. (2002).
Panduan Riset Perilaku Konsumen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Singarimbun M & Effendi Sofian, (2011), Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES.
Soelaeman.M.I (1988), Suatu Telaah tentang Manusia-relegi-Pendidikan, Jakarta: Proyek
Pengembangan LPTK Dirjen Dikti. Sommers, M. (1992). Logika. Bandung : Alumni
Subroto B. Suryo. (1997). Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
Suriasumantri, J.S. (2009). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sukardi Dewa Ketut & Desak Made Sumiati,
(1990), Bimbingan Dan Penyuluhan, Jakarta: Rineka Cipta. Sukmadinata, N. S. (2007).
Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Kerjasama UPI dengan PT. Rosdakarya.
Sumantri, E. (2009). Pendidikan Umum, Bandung: Prodi PU, SPS UPI. Susilo D. R.K. (2008).
Sosiologi Lingkungan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sudjana (2005). Metode
Statistik, Bandung: Tarsiti. Sudjana, Djudju. (2001). Metode dan Teknik Pembelajaran
Partisipatif. Bandung: Falah Production. Sudjana, Djudju. (2000). Pendidikan Luar Sekolah
(Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafag Teori Pendukung Asas), Bandung: Falah
Production. Sudjana, Djudju. (1989).
Pendidikan Luar Sekolah Kebutuhan Pendidikan Sepanjang Hayat, Relevansi dengan
Pembangunan Masyarakat dan Wawasan ke Masa Depan, Bandung: Krida Nusantara.
Suharyo, Toto, (2005), Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat, Jurnal Cakrawala
Pendidikan Th. XXIV. No.3. Suyoto, Bagong. (2008). Fenomena Gerakan Mengelola
Sampah, PT Prima Infosarana Media, Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tanggal 8 Juli 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78
dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301). Unruh, A. & Willer,
R.A. (1974). Public Relations for School. Belmont California: Liar Siagler Inc./ Fearon
Publishers. UNESCO (1993). Strategies and Methods for Teaching Values in the Context
of Science and Technology.
Bangkok: Principal Regional Office Asia an the Pasific. Usman. Moh, & Lilis Setyowati,
(1993), Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Bandung: Rosdakarya. Walgito,
Bimo, (2003), Psikologi Sosial, Yogyakarta: CV. Andi Ofset. Wiana, I Ketut. (1999), Tri Hita
Karana Menurut Konsep Hindu, Surabaya: Paramitha. William, Monier (1990). Sanskrit
English Dictionary. Delhi: Motilal Banarsiddash. Winecoff, L.H, (1987),Concepts in Values
Education.
Handout pada FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan B. Jurnal Budimansyah, Dasim, (2008).
Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penguatan Partisipasi Masyarakat” tulisan dalam
jurnal Eucationist yang diterbitkan oleh UPI bekerjasama dengan Assosiasi Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia (Vol. II No. 1 Januari 2008). Ghufron Anik
(2010) Integrasi Nilai-nilai Karakter Bangsa pada Kegiatan Pembelajaran.
Journal Cakrawala Pendidikan Esisi Khusus Dies Natalis UNY Tahun 2010. Ida
Rochmawati, (2012), Optimalisasi Peran Madrasah Dalam Pengembangan Sistem Nilai
Masyarakat tulisan dalam Jurnal Pedagogia Vol I no 2 Juni 2012. Kama, H.A.. (2011),
Pengembangan Model Pembudayaan Nilai-Moral dalam Pendidikan Dasar di Indonesia:
Studi Kasus di Sekolah dasar Negeri Bandungrejosari 1 Kota Malang, Bandung: Jurnal
Sosiohumanikan Larijani Maryam. Assesment of Enviromental Awarness among Higher
PrimarySchool Teachers. Journal Hum Ecol. 31 (2): 121-124. Lunenburg. Fred.
C. (2010). Extracurricular Activities. Journal Schooling Volume 1. Number 1. 2010.
Mahbub Rashid, Kent Spreckelmeyer, Neal J Angrisano (2012). Green Buildings,
Environmental Awareness And Organizational Image. Journal of Corporate Real Estate.
Vol. 14 Iss: 1 pp hal- 21-49. Newton, Robert. R (tt). Tensions and Models In General
Education Planning diterjemahkan oleh Kama Abdul Hakam Universitas Pendidikan
Indonesia. Prashant Kumar Astalin.
Environmental Awarness in Relation to Awarness towards Socia; Duty and Some
Educational Factors Affecting it Among Higher Secondary Students. Journal of Education
and Practice Vol 2 No. 3. Prashant Kumar Astalin. A Study Of Enviromental Awareness
Among Higher Secondary Students and Some Educational Factors Affecting It.
Journal of Multidisicplin Research Vol 1 Issue 7, November 2011. ISSN 2231 5780. Hal
90-98 Rachma Triwardani dan Sarmini (2013), Pembudayaan Karakter Peduli Lingkungan
Melalui Kegiatan Bank Sampah di Desa Duwet Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan,
jurnal Ilmiah Kajian Moral dan Kewarganegaraan Vol 3 No 1 Tahun 2013. Schmidt. Julie.
E. (2007).
From Intentions to Actions: The Role of Enviromental Awarness on College Students.
Journal of Undergraduated Research X.hal. 1-4. Sharma Neeraj Kumar. A Study On
Enviromental Awarness of College Students in Relations to Sex, Rural-Urban Background
and Academic Stream Wise. The Online Journal of New Horizons in Educatioan. Vol 4.
Issue 2. Selvam. V. and Abdul Nazar. (2011).
An Analysis of Enviromental Awarness and Responsibility Among University Students.
International Journal of Current Research Vol 3, Issue, 11hal. 202-205 Oktober 2011.
Skulmoski, G J., et al. (2007). Journal of Information Technology Education “The Delphi
Method for Graduate Research”. Journal of Information Technology Education. (2), 1 -
21. Suwito. Anton. (2012).
Integrasi Nilai pendidikan Karakter ke Dalam Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di Sekolah Melalui RPP> Jurnal CIVIS Volume II no 2 Juli. Michael
Molenda. (2003). Cone of Experience. Submitted for publication in A. Kovalchick & K.
Dawson, Ed's, Educational Technology Encyclopedia. Copyright ABC-Clio, Santa Barbara,
CA, 2003. C. Thesis/Disertasi Ahmad S.R.(2012).
Disertasi “Model Pendidikan Nilai Integratif Dalam Tradisi Pesantren Modern Yang
Merupakan (Penelitian Interpretatif Hermeneutis Terhadap Fenomena Pendidikan Di PP
AL-Basyariah)”. Bandung: UPI. Dinny Mardiana (2014). Disertasi “Internalisasi Etika
Lingkungan di Sekolah (Studi Kasus di Sekolah Dasar Negeri Sukawangi Bandung)”.
Bandung: UPI Januariawan, I Gede. (2004) Thesis “Sastra Suci Hindu dan Kelestarian
Lingkungan” Denpasar: IHDN Denpasar. Kama, H.A. (2011).
Disertasi “Pengembangan Model Pembudayaan Nilai-Moral di Sekolah Dasar: Studi
Kasus pada Sekolah Dasar (SD) Negeri Bandungrejosari 1 Kota Malang Provinsi Jawa
Timur)” Bandung: UPI. Sulthoni (2010). Disertasi “Pendidikan Budi Pekerti Dalam
Keluarga Sekolah dan Masyarakat (Studi Kasus Pengembangan Model Pendidikan Budi
Pekerti Terintegrasi pada Sekolah Dasar di Kota Malang)”. Bandung: UPI Sutrisna W.
(2012).
Disertasi “Pengembangan Model Kontekstual Rumah Belajar Lingkungan Hidup (Eco
Learning Camp) Sebagai Model Pendidikan Nilai”. Bandung: UPI Somad, M.A. (2007).
Pengembangan Model Pembinaan Nilai-nilai Keimanan dan Keberagamaan Siswa di
Sekolah (Studi Kasus di SMAN 2 Bandung). Disertasi Doktor pada SPs UPI: tidak
diterbitkan. D. Sumber Internet Akbar. S.
(2011), Revitalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar, Pidato Pengukuhan Guru Besar
Dalam Bidang Ilmu Pendidikan/Pendidikan Dasar Disampaikan Pada Sidang Terbuka
Senat Universitas Malang Tanggal 8 Juni 2011 Kementrian Pendidikan Nasional
Universitas Malang (UM); http:// <http://library.um.ac.id/> [12 September 2013]
Mustadji, (2014). Teori, Model dan Penelitian Pengembangan Dalam Perspektif
Teknologi Pembelajaran [online] Tersedia: <http://pasca.tp.ac.i> [14 November 2014].
Sudrajat, A. (2008) Konsep, Ruang Lingkup dan Sasaran Pendidikan Umum. [Online].
Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/
konsep-ruang-lingkup-dan-sasaran-pendidikan-umum.
[11 Sep 2013] Tanpa Nama (2012). Extracurricular in Elementary School.
(<http://jgibbons.ca/>, diakses tgl 1 November 2013, pukul 23.00 Wita). Tiweng, T.
(2008). Penanaman Pendidikan Nilai. [Online]. Tersedia: http://www.
freelists.org/archives/ppi/09-2005/msg00225.html. [11 Sep 2013] Trimo. (2007).
Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia:
http://re-searchengines.com/0807trimo.html.
[16 Sept 2013] Widhiarso, W (2011), SKALO Program Analisis Skala Guttman, (diakses
tanggal 14 Agutus 2014). Zakaria, T.R. (2008) Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai
dan Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. [Online]. Tersedia:
http://groups.yahoo. com /group/pakguruonline/message/131. [11 Sep 2013). Data
pendukung kelurahan Padangsambian diperoleh dengan melakukan akses secara
regular pada alamat web. <http://padangsambian.denpasarkota.go.id/> E.
Sumber Kitab Suci Kitab Sarasamuscaya Kitab Manawadharmasastra Reg Weda Samhita
Transkrip Lontar Purana Bali
INTERNET SOURCES:
-------------------------------------------------------------------------------------------
<1% -
https://watawasoubilhaqqi.blogspot.com/2017/11/pengembangan-kurikulum-pendidika
n-agama.html
<1% -
https://gurukujos.blogspot.com/2016/03/makalah-peran-strategis-guru-dalam.html
<1% -
https://reviewbukumu.blogspot.com/2018/12/katalog-buku-dv-bookstore-3801-3900.ht
ml
<1% -
http://www.maarif-nu.or.id/Opini/tabid/157/ID/13493/Pendidikan-Karakter-Landasan-Pe
mbangunan-Bangsa.aspx
<1% -
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/2771/2/MELLY%20KUMALA%20PUTRI%20%20W_I
MPLEMENTASI%20PENDIDIKAN.pdf
<1% -
https://id.123dok.com/document/q0eo4wly-bab-6-memperkukuh-persatuan-dan-kesat
uan-bangsa-dalam-negara-kesatuan-republik-indonesia-nkri.html
<1% - https://annisacicha1205.blogspot.com/2016/11/keluarga-sebagai-sistem.html
<1% -
https://radityapenton.blogspot.com/2012/11/pendidikan-formal-informal-dan-nonform
al.html
<1% -
http://www.ahmadfauzipls.com/2016/03/satuan-dan-program-pendidikan-nonformal.ht
ml
<1% -
https://tarbiyahstaidarussalam.blogspot.com/2014/06/makalah-ilmu-pendidikan-pendid
ikan.html
<1% - https://www.pelajaran.co.id/2019/20/pendidikan-non-formal.html
<1% -
https://ilmukitanih.blogspot.com/2010/04/makalah-konsep-dan-jenis-lingkungan.html
<1% - https://ssbputraintan.blogspot.com/2013/01/program-kerja.html
<1% - https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/4220/UU%20NO%202%20TH%201989.pdf
<1% -
https://fkippgsd265-unpak.blogspot.com/2013/07/perkembangan-biologis-dan-persept
ual.html
<1% - https://jagokata.com/kata-bijak/kata-pergerakan.html
<1% - https://sukardjoskmmkes.blogspot.com/2010/10/
<1% -
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64031/Chapter%20II.pdf?seque
nce=4&isAllowed=y
<1% -
https://mydreamend.blogspot.com/2017/12/apa-pengertian-individu-keluarga-dan.html
<1% - https://amisisiliasari.blogspot.com/2012/11/keluarga-dan-sosialisasi_20.html
<1% -
https://kuliahkependidikan.blogspot.com/2018/03/manajemen-pengelolaan-bimbingan.
html
<1% -
https://sdnpekauman3kotategal.blogspot.com/2011/10/pendidikan-budaya-dan-karakt
er-bangsa.html
<1% -
https://www.kompasiana.com/fontannaofirafeodora/5837b9465193730505e2962c/penti
ngnya-pendidikan-dalam-masyarakat-bagi-kemajuan-negara
<1% - https://helidasari.blogspot.com/2013/05/pendidikan_1819.html
<1% - https://bintacecilia.blogspot.com/2014/09/aksiologi-ilmu-pengetahuan-dan.html
<1% - https://ml.scribd.com/doc/88726739/Kelas-XII-SMA-IPS-Sosiologi-3-Aman
<1% - https://www.ganipramudyo.web.id/2017/05/perubahan-organisasi.html
<1% - https://annisaauliya.wordpress.com/tag/pendidikan/
<1% -
https://muhsinpamungkas.wordpress.com/2011/07/03/pendidikan-berkarakter-bagian-
4/
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/271729532_Sekolah_Islam_Terpadu_Filsafat_Id
eologi_dan_Tren_Baru_Pendidikan_Islam_di_Indonesia
<1% - https://www.dosenpendidikan.co.id/manajemen-sumber-daya-manusia/
<1% - https://core.ac.uk/download/pdf/144126253.pdf
<1% -
https://febrinaprimarani.blogspot.com/2013/06/makalah-kelompok-7-pengelolaan.html
<1% -
https://www.belajarsejarah.web.id/2018/07/faktor-pendorong-pergerakan-nasional-indo
nesia.html
<1% - https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1119251012-3-BAB%202.pdf
<1% -
https://www.edunews.id/edunews/kampus/pendidikan-vokasi-dukungan-pemerintah-m
asih-kurang
<1% - https://islami.co/perempuan-muslimah-memelihara-anjing-bolehkah/
<1% -
https://www.kompasiana.com/asronyfaslah/55004ff9a333115d6f510821/kebijakan-dala
m-bidang-pendidikan-dan-kesehatan
<1% -
https://kang-lukman.blogspot.com/2011/11/permasalahan-lingkungan-dampaknya-dan
.html
<1% - https://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/07/sampah-masalah-dan-solusi.html
<1% - http://etheses.uin-malang.ac.id/1564/12/11410005_Ringkasan.pdf
<1% -
https://www.kompasiana.com/paulodenoven/5a667237cbe5237e6c208d03/peran-orang
-tua-dalam-pendidikan-anak
<1% -
https://uyunkachmed.blogspot.com/2011/10/peran-serta-masyarakat-dalam-mbs.html
<1% - http://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nadwa/article/download/589/535
<1% -
https://4me4u389.blogspot.com/2009/01/faktor-psikologi-yang-mempengaruhi_13.html
<1% - https://muhdahlanthalib.blogspot.com/#!
<1% - http://repository.ump.ac.id/7495/3/BAB%20II_BELA%20PUJA_PAI%2718.pdf
<1% - https://gunawansantosopkn.blogspot.com/
<1% -
https://hanivie.wordpress.com/2013/05/17/istilah-nilai-karakter-akhak-moral-budi-peke
rti-dan-etika/
<1% - https://www.e-akuntansi.com/teori-legitimasi/
1% -
https://suksespend.blogspot.com/2009/06/konsep-dasar-dan-filosofi-pendidikan.html
<1% -
https://khairulazharsaragih.blogspot.com/2014/01/fakta-sosial-menurut-emile-durkhei
m.html
<1% -
http://www.braindilogsociology.or.id/2017/07/teori-konstruksi-sosial-sebagai.html
<1% - https://susahkal.blogspot.com/2016/03/interelasi-agama-dan-masyarakat.html
<1% - https://bakultinta.blogspot.com/2011/
<1% - https://www.gurupendidikan.co.id/lembaga-pendidikan/
<1% -
https://www.kompasiana.com/gustiayuoktaviani9853/5e8563edb9c234799d6cabd2/pan
casila-sebagai-ideologi-negara
<1% -
https://www.wawasanpendidikan.com/2013/09/Makalah-Sosiologi-tentang-Agama-dan
-Masyarakat.html
<1% -
https://id.123dok.com/document/q7wv42oz-pendidikan-agama-hindu-dan-budi-pekerti
-kelas-xi.html
<1% - https://ayudwimelati.blogspot.com/2015/07/ajaran-tatasusila-dalam-kitab.html
<1% - https://materiagamahindu.blogspot.com/2014/12/tat-twam-asi.html
<1% -
https://hamdanixxxx.blogspot.com/2015/07/skripsi-kesusastraan-analisis-nilai.html
<1% - http://digilib.unila.ac.id/1157/8/bab%202.pdf
<1% - http://journal.unhas.ac.id/index.php/jupiter/article/download/25/23
<1% - http://journal2.um.ac.id/index.php/jmsp/article/download/4084/3007
<1% - http://repository.unpas.ac.id/13808/4/BAB%20II.pdf
<1% -
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/integrasi%20nilai-nilai%20karakter%20bangsa%2
0pada%20pembelajaran%2001.pdf
<1% -
https://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-
sebagai-landasan-penelaahan-ilmu/
<1% - https://syafrinamaula.wordpress.com/2014/05/05/komponen-karakter/
<1% - https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/didaktika/article/view/123/116
<1% - http://repository.upy.ac.id/1271/1/34.%20Beny%20Dwi%20Lukitoaji.pdf
<1% - https://intenpratiwii.wordpress.com/2015/06/12/moral-yang-baik/
<1% - https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/1101989116
<1% -
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00029-PS%20Bab2001.pdf
<1% -
https://blog.uad.ac.id/fatimatuz1300001275/2015/01/09/makalah-bimbingan-dan-kons
eling-sosial-empati/
<1% - http://repository.radenintan.ac.id/2236/4/Bab_II.pdf
<1% - https://syafrinamaula.wordpress.com/category/materi/
<1% -
https://mayangs027.wordpress.com/2014/04/21/strategi-pembelajar-dan-jenis-kegiatan
-pengembangan-yang-di-gunakan-di-tk/
<1% -
http://pasca.um.ac.id/repository/index.php/2017/01/23/profil-moralitas-anak-bmi-buru
h-migran-indonesia-di-kabupaten-tulungagung-dan-implikasi-bimbingan-dan-konselin
gnya/
<1% - https://vivipatriah04.blogspot.com/
<1% -
https://vivipatriah04.blogspot.com/2016/03/menumbuhkan-rasa-kepedulian-terhadap.h
tml
<1% -
https://nay-hyukvie.blogspot.com/2016/06/hambatan-hambatan-guru-dalam-mendidik.
html
<1% -
http://blog.unnes.ac.id/oktaviamulyatikaw/2015/11/20/pengembangan-karakter-pada-a
nak-sejak-usia-dini/
<1% - http://repository.upy.ac.id/379/1/FK14_Subardiyono%2088-94.pdf
<1% -
https://id.123dok.com/document/zwv4mmlq-kelas-07-smp-pendidikan-agama-hindu-d
an-budi-pekerti-guru.html
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/313104898_THE_IMPLEMENTATION_OF_SAD_
KERTIH_TEACHING_IN_ACTUALIZING_ENVIRONMENT_CULTURED_PRIMARY_SCHOOL
<1% -
https://bali.kemenag.go.id/opini/merusak-alam-berarti-menghancurkan-kehidupan-um
at-manusia
<1% -
https://aniafitriah.wordpress.com/2016/01/25/makalah-keragaman-individual-manusia/
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/290440087_Pendidikan_Karakter_Strategi_Me
mbangun_Karakter_Bangsa_Berperadaban
<1% - https://ayatykasury26.blogspot.com/2013/05/
<1% - http://repository.radenintan.ac.id/158/3/Bab_II.pdf
<1% -
https://artikelpendidikanrpp.blogspot.com/2020/02/pengaruh-teknologi-terhadap-pend
idikan.html
<1% -
https://www.gurupendidikan.co.id/14-peran-pendidikan-bagi-kehidupan-manusia/
<1% -
https://bacapikiran.com/pengertian-pendidikan-inklusi-masyarakat-inklusi-dan-lingkung
an-inklusi-lengkap/
<1% -
http://repository.unika.ac.id/4903/3/04.40.0107%20Veronica%20Widiaryanti%20BAB%20
II.pdf
<1% -
https://kumpulanmakalah94.blogspot.com/2016/01/teori-dan-konsep-pendidikan.html
<1% -
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR/Nomor_14-Oktober_2010/PE
NDIDIKAN_NILAI_DI_SEKOLAH_DASAR.pdf
<1% - https://sofyanpu.blogspot.com/2009/
<1% -
https://dosenmuslim.com/filsafat-pendidikan/pengertian-nilai-dalam-filsafat-pendidikan
/
<1% -
http://sejarah.fkip.unej.ac.id/wp-content/uploads/sites/15/2018/04/Proposal-Satria-Janis
ar-140210302043.pdf
<1% - https://mutiaraislam.net/ayat-alquran-tentang-perkataan-baik/
<1% -
https://ainamulyana.blogspot.com/2016/08/keragaman-suku-bangsa-dan-budaya-di_19
.html
<1% -
https://ferryrosstar.wordpress.com/2015/02/21/pendidikan-berbasis-masyarakat-kapita-
selekta/
<1% -
https://jumatinsus.blogspot.com/2010/03/desain-pembelajaran-berbasis-masyarakat.ht
ml
<1% -
https://rezaadiputranto.blogspot.com/2009/05/pendidikan-nonformal-berbasis.html
<1% -
https://sihwikaningtyas.blogspot.com/2012/02/pendidikan-berbasis-masyarakat.html
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/314047367_Strategi_Peningkatan_IPM_Pendid
ikan_Berbasis_Community_Learning_di_Kabupaten_Kotabaru
<1% -
https://duniapendidikanilmu.blogspot.com/2011/06/uu-no-20-tahun-2003-tentang-sist
em.html
<1% -
https://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_20_Tahun_2
003
<1% -
https://visiuniversal.blogspot.com/2018/01/pemahaman-tentang-pendidikan-nonformal
.html
<1% -
https://amaliyahnasrudin.blogspot.com/2017/05/pendidikan-berbasis-masyarakat.html
<1% -
https://arifyogapratama.blogspot.com/2013/11/penerapan-blended-learning-berbasis.h
tml
<1% - https://wahyuhidaryani.blogspot.com/2018/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html
<1% -
https://catatankuliahs2ku.blogspot.com/2010/11/manfaat-perencanaan-ruang-lingkup.h
tml
<1% - http://jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/permen/2019/PM_12_TAHUN_2019.pdf
<1% - http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/assets/article/download/684/616
<1% -
http://www.lppm.serambimekkah.ac.id/jurnal/PeranankepemimpinandanPartisipasiMasy
arakat.pdf
<1% -
https://www.kompasiana.com/mindasay/551b71eea333119920b65ee7/asasasas-dan-su
mber-peraturan-perundangundangan
<1% - http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_guru_dosen.htm
<1% - https://m-mahbubi.blogspot.com/2013/04/
<1% - https://www.dosenpendidikan.co.id/pendidikan-non-formal/
<1% -
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/195908261986031-JAJAT_S
_ARDIWINATA/Options.pdf
<1% - http://repository.upi.edu/6751/6/T_PD_1101578_Chapter3.pdf
<1% -
https://ujisem2muklas.blogspot.com/2012/06/pendidikan-non-formal-berbasis.html
<1% -
http://www.aman.or.id/2018/11/pendidikan-alternatif-solusi-pengorganisasian-di-maren
a/
<1% -
https://teguhgoonerfirmansyah.wordpress.com/2014/09/04/contoh-makalah-pkn-tenta
ng-masyarakat-madani/
<1% - https://akhryandodi.blogspot.com/2012/06/makalah-masyarakat-madani.html
<1% - http://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma/article/download/908/915
<1% -
https://rofanikotilawati.blogspot.com/2015/11/pengertian-peran-dan-fungsi-kurikulum.
html
<1% - http://anzwild.com/wp-content/uploads/2018/12/sn18.pdf
<1% - https://tutorialkhen.blogspot.com/
<1% -
https://nala-indra-dewa.blogspot.com/2011/05/pengelolaan-kelas-yang-baik.html
<1% - https://myblogekaapriliani.blogspot.com/2017/01/hidden-curriculum_2.html
<1% -
https://rumahradhen.wordpress.com/2018/03/30/makna-tanggung-jawaban-legitimasi-
pemerintahan/
<1% - http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/Cakrawala/article/download/60/69
<1% -
https://sheismariyati.blogspot.com/2015/05/nakalah-konsep-diri-manusia-sebagai.html
<1% - https://melapurnamamediabki.wordpress.com/konseling/teman-sebaya/
<1% -
https://hendraprijatna68.files.wordpress.com/2012/06/pengembangan-budaya.docx
<1% -
https://johannessimatupang.wordpress.com/2009/04/16/membangun-strategy-yang-be
rdaya-saing/
<1% -
https://text-id.123dok.com/document/oz11kjez-komunikasi-interpersonal-guru-dengan
-siswa-tunarungu-di-sekolah-luar-biasa-idayu-a-pakis.html
<1% -
https://darmawan95.blogspot.com/2016/04/pendekatan-dan-strategi-pembelajaran.ht
ml
<1% - https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-sosialisasi/
<1% -
https://annisawally0208.blogspot.com/2016/06/contoh-makalah-filsafat-hukum-tentang
_52.html
<1% - https://repository.unja.ac.id/2190/1/ARTIKEL%20SKRIPSI.pdf
<1% - https://novalitamp07.blogspot.com/feeds/posts/default
<1% - https://kedaididik.blogspot.com/2011/06/landasan-pendidikan.html
<1% - https://geograpik.blogspot.com/2020/03/sosiologi-x-bab-1-fungsi-sosiologi.html
<1% -
https://islamiceducation001.blogspot.com/2019/02/faktor-faktor-pendukung-pendidika
n.html
<1% - https://keajaibanikhlas.blogspot.com/2013/02/pengertian-nilai.html
1% - https://novinasuprobo.wordpress.com/2008/06/18/teori-perkembangan-moral/
<1% - https://alfallahu.blogspot.com/2013/04/kajian-etika-moral-dan-nilai.html
<1% - https://lastrimegaw.blogspot.com/
<1% -
https://udahkuganti.blogspot.com/2013/05/implementasi-teori-perkembangan-dalam.h
tml
<1% - https://primaajis.blogspot.com/2017/02/perkembangan-moral-dan-spiritual.html
<1% - https://abdiplizz.wordpress.com/2011/04/19/perkembangan-moral/
<1% - https://syukronalvi.blogspot.com/2014/
<1% -
https://syukronalvi.blogspot.com/2014/03/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget.ht
ml
<1% -
https://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-karakteristik-perke
mbangan-anak.html
<1% -
https://www.kompasiana.com/lailatulistiqomah71298/58399e355293736214cb5619/per
kembangan-anak-usia-612-tahun
<1% - https://konselingperkembangan.blogspot.com/2011/03/belajar-pada-anak.html
<1% -
https://ekapawitmartiana.blogspot.com/2013/01/perkembangan-fisik-motorikkognitif-d
an.html
<1% -
https://taofiqtn07.blogspot.com/2009/05/menu-pembelajaran-anak-usia-dini.html
<1% - https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-pendidikan/
<1% - https://hardiynti22.blogspot.com/2016/11/dimensi-pendidikan-ips.html
<1% - https://qoidul.blogspot.com/2013/06/pendidikan-islam-dan-karakter.html#!
<1% -
https://imadeyudhaasmara.wordpress.com/2015/04/01/pendekatan-pembelajaran-dan-i
mplementasinya-dalam-proses-belajar-mengajar/
<1% - http://repository.uin-malang.ac.id/1328/2/1328.pdf
<1% - https://imroatuljannah.blogspot.com/2013/11/
<1% - https://aguswuryanto.wordpress.com/2011/03/
<1% -
https://seruni.id/15-contoh-poster-pendidikan-beserta-pengertian-dan-cara-membuatn
ya/
<1% - https://www.dosenpendidikan.co.id/pendidikan-karakter/
<1% -
https://www.pediapendidikan.com/2016/07/prinsip-dan-pendekatan-pengembangan.ht
ml
<1% - https://ojs.unm.ac.id/index.php/iap/article/download/1762/776
<1% -
http://10604714.siap-sekolah.com/2011/06/02/peran-pesantren-dalam-pendidikan-kara
kter/
<1% - http://eprints.walisongo.ac.id/2114/4/63111059-Bab3.pdf
<1% -
https://jumapologreensch.blogspot.com/2015/11/membangun-karakter-peduli-lingkun
gan-di.html
<1% -
https://likemakalah.blogspot.com/2016/10/makalah-kurikulum-2013-di-sekolah-dasar.h
tml
<1% - http://journal.upgris.ac.id/index.php/civis/article/download/454/408
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/307088520_Membangun_Karakter_Siswa_Mel
alui_Kegiatan_Intrakurikuler_Ekstrakurikuler_dan_Hidden_Curriculum_di_SD_Budi_Mulia_
Dua_Pandeansari_Yogyakarta
<1% -
https://forumoperator.blogspot.com/2016/03/alokasi-jam-mengajar-jadwal-mingguan-
di-simpatika-sesuai-kma-207.html
<1% -
https://www.kompasiana.com/aloevera/5528bf00f17e6144028b45bc/penilaian-ranah-ps
ikomotorik
<1% - https://nuansa-pendikar.blogspot.com/2012/02/kerangka-acuan-pendikar.html
<1% -
https://pustakailmiah78.blogspot.com/2016/04/implementasi-konsep-pendidikan-karak
ter.html
<1% -
https://kamaabdulhakam.wordpress.com/2015/02/21/pendidikan-karakter-di-sekolah-d
asar-indonesia/
<1% -
https://rijalamirudin.blogspot.com/2013/06/manajemen-sarana-dan-prasarana-lembaga
_7.html
<1% - http://sobatkeren.site/extracurricular-activities/
<1% -
https://id.123dok.com/document/qvlkxxdy-layanan-anak-berkebutuhan-khusus-di-sekol
ah-penyelenggara-pendidikan-inklusif-sppi-sekolah-dasar-wilayah-kecamatan-lendah-k
abupaten-kulon-progo.html
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/328634125_Implementasi_Pendidikan_Karakte
r_Dalam_Pembelajaran_Matematika_Melalui_Pendekatan_Konstektual
<1% - https://yayamasri.wordpress.com/2019/05/26/desain-pendidikan-karakter/
<1% -
https://saluranpengetahuan.blogspot.com/2013/10/pendidikan-karakter-strategi.html
<1% - https://asharikeren.wordpress.com/tag/pendidikan/
<1% -
https://simba-corp.blogspot.com/2018/10/makalah-manajemen-berbasis-sekolah.html
<1% -
https://izafaqih.blogspot.com/2011/04/manajemen-hubungan-lembaga-pendidikan.htm
l
<1% -
https://gudangmakalah.blogspot.com/2009/09/tesis-perencanaan-pembangunan.html
<1% -
https://id.123dok.com/document/yj8j26kq-evaluasi-program-gerakan-pembangunan-m
asyarakat-pantai-gerbang-mapan-di-kabupaten-tangerang-fisip-untirta-repository.html
<1% -
https://189selalutersenyum.blogspot.com/2011/04/pengembangan-pendidikan-budaya
-dan.html
<1% - https://juonorp.blogspot.com/2014/10/konsep-integrasi-nilai-nilai-islam.html
<1% -
https://alkhafy.blogspot.com/2008/11/perencanaan-pelaksanaan-dan-evaluasi.html
<1% -
https://chrismamuaja.blogspot.com/2015/01/pengertian-proyeksi-bisnis-dan-ruang.htm
l
<1% -
https://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/mimpi-tentang-das-ci
liwung/
<1% -
https://udinwahyudin388.blogspot.com/2013/01/kemampuan-guru-dalam-merencanak
an.html
<1% -
https://paudfip.wordpress.com/2009/06/17/peranan-keluargasekolah-dan-masyarakat-d
alam-pendidikan-anak/
<1% - https://gloriasuter.wordpress.com/2011/07/29/pendidikan-karakter/
<1% -
https://desimulyani85.blogspot.com/2012/11/makalah-keterlibatan-keluarga-orang-tua.
html
<1% -
https://renkeu.bppt.go.id/index.php/berita/98-rekonsiliasi-tiga-pihak-antara-bppt-bpk-
dan-kementrian-keuangan
<1% - https://wirasojiro.blogspot.com/2014/03/penulisan-karya-ilmiah.html
<1% -
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/282/1/COVER_BAB%20I_BAB%20V_DAFTAR%20P
USTAKA.PDF
<1% -
https://tkatpaayyatuliman.blogspot.com/2010/06/program-unggulan-dan-ekstrakurikul
er.html
<1% - https://abdisyaifullah96.blogspot.com/2013/11/i-pendahuluan-a.html
<1% - https://ariefyuri.blogspot.com/2009/03/pentingnya-kegiatan-ekstrakurikuler.html
<1% -
https://paksisgendut.files.wordpress.com/2007/08/pendidikan-nilai-dalam-kegiatan-ekst
rakurikuler.doc
<1% - https://12entinfujirahayu.wordpress.com/2011/05/04/ekstrakurikuler/
<1% - https://mafiadoc.com/pengembangan-diri_5a2b64a31723dde25710a47a.html
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/328740926_PERAN_ORANG_TUA_DALAM_ME
NINGKATKAN_MOTIVASI_BELAJAR_SISWA_KELAS_V_DI_SEKOLAH_DASAR_INPRES_ILIGE
TANG
<1% -
http://www.bandungkab.go.id/uploads/20190624090914-peraturan-persampahan-gabu
ng.pdf
<1% -
https://regional.kompas.com/read/2017/12/21/08172151/di-daerah-ini-sampah-diolah-j
adi-pupuk-gas-hingga-bio-solar
<1% -
https://sdntw.blogspot.com/2016/11/pengembangan-minat-dan-bakat-siswa.html
<1% -
https://oriharayuzuru.blogspot.com/2014/03/pengelolaan-sampah-di-sekolah.html
<1% - https://ekanurastiningrum.blogspot.com/2013/02/kebersihan-sekolah.html
<1% -
https://disdikpora.bulelengkab.go.id/artikel/menjaga-lingkungan-sekolah-yang-sehat-5
8
<1% - https://putrisritanjungunior.wordpress.com/2016/11/25/gerskan-literasi-sekolah/
<1% - https://fathanrahman.blogspot.com/2013/11/kliping-lingkungan-hidup_24.html
<1% -
https://www.kompasiana.com/faqih_hindami/552fe6bd6ea83422628b45bb/pendidikan-
karakter-berbasis-kearifan-budaya-lokal
<1% - https://imansoenhadji.wordpress.com/2014/03/
<1% -
https://chabiboktafianjati.blogspot.com/2016/11/makalah-jenis-evaluasi-program-bk-g
oal.html
<1% -
https://andriew.blogspot.com/2011/03/ujian-pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html
<1% - http://digilib.unila.ac.id/14806/17/BAB%20III.pdf
<1% -
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/740/1/COVER_DAFTAR%20ISI_BAB%20I_BAB%20V
_DAFTAR%20PUSTAKA_LAMPIRAN.pdf
<1% -
https://novretman.blogspot.com/2016/05/makalah-lingkungan-perkembangan-anak.ht
ml
<1% -
https://www.kampusgurucikal.com/wp-content/uploads/2019/12/SKGB-23-Literasi-Untu
k-Berdaya.pdf
<1% - https://issuu.com/beritapagi/docs/rabu__8_maret_2017
<1% - https://setiyawati.blogspot.com/2010/09/rpp-memahami-prinsip-prinsip.html
<1% -
https://suaidinmath.files.wordpress.com/2014/09/1d-silabus-agama-hindu-sd_garuda.d
oc
<1% - https://imadeyudhaasmara.wordpress.com/page/2/
<1% - https://id.scribd.com/doc/229472481/KD-SD-2013
<1% -
https://id.123dok.com/document/zgr56mnq-5-ki-dan-kd-kurikulum-2013-sd-kelas-1-6-
1.html
<1% - https://lenikusmiati.blogspot.com/2013/11/contoh-rpp.html
<1% -
https://text-id.123dok.com/document/7qv7wpplq-tujuan-metode-media-dan-sumber-b
elajar.html
<1% -
https://muriadinyoman.blogspot.com/2012/12/bahan-ajar-pendidikan-budi-pekerti.html
<1% -
https://suardeyasa.wordpress.com/2014/06/26/contoh-rpp-agama-hindu-dan-budi-pek
erti-kurikulum-2013/
<1% -
https://imadeyudhaasmara.wordpress.com/2016/04/22/implementasi-ajaran-sad-parami
ta-dalam-menanamkan-sikap-spiritual-siswa-smk-negeri-3-tabanan/
<1% -
https://faizalnizbah.blogspot.com/2013/11/rpp-ips-tentang-perjuangan-melawan.html
<1% -
https://sekolahharapanbatam.blogspot.com/2016/01/43-model-pembelajaran-untuk.ht
ml
<1% - https://shinnola44.blogspot.com/2013/09/rpp-bahasa-inggris-smk.html
<1% - https://www.slideshare.net/teacherObsession/buku-siswa-kls-5-tema-3
<1% -
https://lioneletus.blogspot.com/2014/07/rencanapelaksanaan-pembelajaran-rpp-06.htm
l
<1% -
http://repository.ump.ac.id/3621/4/DIAN%20ZAHRAH%20ROFIQOH%20-%20BAB%20III.
<1% - http://fliphtml5.com/cbqs/xtyg/basic/301-336
<1% - https://issuu.com/epaper-kmb/docs/bpo_01112009i
<1% -
https://barangbekas-blog.blogspot.com/2018/03/daftar-harga-rongsok-plastik-bekas-2
018.html
<1% - https://rinastkip.wordpress.com/tag/pengantar/
<1% -
https://www.kompasiana.com/inthand/552a86e76ea8346218552d34/konsep-perubahan
-sosial-budaya-dalam-masyarakat
<1% -
https://www.abihamid.com/2010/06/pengaruh-lingkungan-keluarga-terhadap.html
<1% - https://www.gurupendidikan.co.id/ekonomi-makro-dan-mikro/
<1% -
https://makalahilmupendidikandanperpustakaan.blogspot.com/feeds/posts/default
1% -
https://evynurhidayah.wordpress.com/2012/06/01/upaya-penanganan-sampah-di-masy
arakat-dengan-prinsip-re-use/
<1% - https://febriandhy.blogspot.com/2014/04/tpa-tamangapa-antang.html
<1% -
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30773/Chapter%20II.pdf;sequen
ce=4
<1% -
https://ilmuusekolah.blogspot.com/2017/07/mari-kenali-jenis-jenis-sampah-di.html
<1% -
http://bapelkescikarang.bppsdmk.kemkes.go.id/kamu/kurmod/pengelolaansampah/mi-
5c%20modul%20pembuatan%20kompos%20metode%20takakura.pdf
<1% - http://repository.upi.edu/32453/4/FPIPS_S_SOS_1301669_Chapter1.pdf
<1% -
https://economy.okezone.com/read/2017/04/28/320/1678868/pengusaha-limbah-plasti
k-miliki-nilai-ekonomis-tinggi
<1% - https://nendikesmas2013.blogspot.com/2016/05/makalah-tentang-sampah.html
<1% - https://hanierous.blogspot.com/
<1% -
https://manfaatmatoa.blogspot.com/2020/02/sampah-organik-pengertian-jenis.html
<1% - https://www.finansialku.com/13-perilaku-yang-dimiliki-entrepreneur-sukses/
<1% - https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/konsep-kesehatan-lingkungan
<1% -
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132309678/pengabdian/PPM+PEMILAHAN+SAMPAH.p
df
<1% -
https://www.ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2015/08/Jurnal%20ak
hmad%20fadillah%20mantap%20(08-24-15-09-22-47).pdf
<1% -
https://banksampahjakarta.blogspot.com/2013/07/konsep-pengelolaan-sampah.html
<1% - https://www.scribd.com/document/363304535/implentasi
<1% -
https://www.tintapendidikanindonesia.com/2016/12/konsep-3-r-4-r-atau-5-r-dalam.htm
l
<1% - https://pt.scribd.com/doc/310389390/definisi-sampah
<1% -
https://id.123dok.com/document/ynernejy-kelasxii-hindu-bs-www-divapendidikan-com.
html
<1% -
https://artayahonest.wordpress.com/2012/09/22/tri-hita-karana-makalah-lingkungan/
<1% -
http://repository.unika.ac.id/14649/6/10.11.0111%20Sony%20Tri%20Laksono%20-%20B
AB%20V.pdf
<1% -
https://www.erincoodi.web.id/2019/09/contoh-interaksi-manusia-dengan-lingkunganny
a.html
<1% - http://www.cilacapkab.go.id/v2/files/2014_09_hut_kopri_ida.pdf
<1% - https://id.scribd.com/doc/155232793/Lestarikan-Tradisi-Kelola-Komunikasi
<1% -
https://zainulmuchlas.files.wordpress.com/2012/10/kecerdasan-sosial-untuk-membangu
n-organisasi-yang-efektif.pdf
<1% - http://makalahme02.blogspot.co.id/feeds/posts/default
<1% -
https://tunashijau.id/2020/03/mengenal-reduce-pada-prinsip-3r-atau-reduce-reuse-rec
ycle-olah-sampah/
<1% - https://ericksebelasipsempat.blogspot.com/
<1% - https://afniatyzetria.wordpress.com/
<1% -
http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-08/S43970-Adhi%20Kurniawan%20Poer%20Utom
o
<1% -
https://sempurnaselalu.blogspot.com/2010/05/tips-persiapan-memulai-sebuah-bisnis.ht
ml
<1% -
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/16132/Chapter%20II.pdf;sequen
ce=4
<1% -
https://merryhardilah.blogspot.com/2014/07/dampak-teknologi-bagi-kehidupan-manus
ia.html
<1% - https://niwayanmariaseh.blogspot.com/feeds/posts/default
<1% - https://issuu.com/epaper-kmb/docs/bpo_29082010
<1% -
https://id.123dok.com/document/yngjjdkz-kelas-10-sma-pendidikan-agama-buddha-da
n-budi-pekerti-bs-2016.html
<1% -
https://sibage.blogspot.com/2016/01/analisis-daya-tampung-beban-pencemaran.html
<1% - https://rumahlia.com/tips-trik/info-dasar/cara-pengolahan-limbah-rumah-tangga
<1% -
https://ceritanyalisa.blogspot.com/2013/12/pengelolaan-lingkungan-berbasis.html
<1% -
https://buku-rahma-detail.blogspot.com/2013/03/character-matters-persoalan-karakter.
html
<1% -
https://nurernawatii.blogspot.com/2013/12/penanaman-karakter-nasionalisme.html
<1% -
https://sang-aktor.blogspot.com/2013/07/prinsip-pendidikan-karakter-islami-di_9704.ht
ml
<1% -
https://bsd.pendidikan.id/data/2013/kelas_4sd/siswa/Kelas_04_SD_Tematik_4_Berbagai_
Pekerjaan_Siswa_2017.pdf
<1% - http://lib.unnes.ac.id/21784/1/3201411147-S.pdf
<1% -
https://ayu-maha.blogspot.com/2013/07/permasalahan-pernikahan-beda-kasta-dan.ht
ml
<1% - https://binekasnetwork.blogspot.com/2008/
<1% - http://digilib.unila.ac.id/19872/3/0713032018-pendahuluan.pdf
<1% - https://buelok.blogspot.com/2011/11/penerapan-pendidikan-karakter-di.html
<1% - https://tutiimagine.blogspot.com/2008/02/arti-organisasi-bagi-kegiatan.html
<1% -
https://id.123dok.com/document/y95x6gjz-pelaksanaan-pendidikan-karakter-melalui-p
endidikan-agama-islam-dan-implementasinya-pada-perilaku-siswa-kelas-viii-r2-di-smp
n-3-mentaya-hilir-utara-digital-library-iain-palangka-raya-1.html
<1% -
https://andicvantastic.blogspot.com/2013/11/makalah-peran-serta-orang-tua-dalam.ht
ml
<1% -
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/sigit-dwi-kusrahmadi-drs-msi/PKn%20M
KU%202008%201.doc
<1% - https://www.slideshare.net/alfilatifah/makalah-peran-guru-dalam-pembelajaran
<1% -
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/15414/05.2%20bab%202.pdf?sequ
ence=6&isAllowed=y
<1% - http://seminar.uad.ac.id/index.php/snk/article/download/1509/pdf
<1% - https://bagawanabiyasa.wordpress.com/category/kebahasaan/
<1% - https://www.scribd.com/document/374918896/10710042
<1% -
https://fpmhdunud28.blogspot.com/2013/03/pembentukan-karakter-melalui-pendidika
n.html
<1% -
https://komunitasgurupkn.blogspot.com/2014/08/pengertian-norma-macam-macam-n
orma-dan.html
<1% -
https://matapelajaranagama.blogspot.com/2017/08/penjelasan-bagian-dari-catur-asma
ra.html
<1% - https://sitihajarr28.blogspot.com/2016/01/makalah-teknologi-pendidikan.html
<1% - https://id.scribd.com/doc/9246363/Kumpulan-Artikel-Hindu
<1% - http://gamabali.com/upacara-dan-upakara/
<1% -
https://bayusatrya007.blogspot.com/2013/06/pengertian-yadnya-tujuan-dan-jenis.html
<1% -
https://ekacrudhgeograf.blogspot.com/2011/07/kerucut-pengalaman-dale-dan-belajar.
html
<1% -
https://id.123dok.com/document/ky66g24y-pengembangan-bahan-ajar-al-islam-berori
entasi-perdamaian-studi-kasus-di-sekolah-madrasah-muhammadiyah-di-yogyakarta-ta
hun-kedua.html
<1% - http://repository.unpas.ac.id/11912/4/9.%20%20BAB%20II.pdf
<1% -
https://www.astra-honda.com/ahm-siapkan-generasi-muda-peduli-melalui-ahmbs-2015
<1% -
https://manajemenpendidikan.net/adiwiyata/panduan-adiwiyata-sekolah-peduli-dan-be
rbudaya-lingkungan/
<1% -
https://www.misjuli.com/2015/02/macam-macam-strategi-pembelajaran-dan.html
<1% -
https://chandraandani.blogspot.com/2015/05/pengertian-dan-macam-macam-norma.ht
ml
<1% -
https://smaddimasalembusmart.blogspot.com/2013/12/teori-teori-belajar-dan-model-
model.html
<1% -
https://docplayer.info/140992354-Pengaruh-pola-asuh-orang-tua-terhadap-perilaku-bu
llying-melalui-interaksi-teman-sebaya-pada-siswa-kelas-v-sekolah-dasar-di-kota-malan
g-tesis.html
<1% -
https://www.slideshare.net/yesintabella/laporan-pbl-i-desa-rempoah-kecamatan-baturr
aden-kabupaten-banyumas-2015
<1% - https://www.slideshare.net/EndinSalahudin/rks-sd-pmy-2014-2018
<1% - https://pratiwikalit.blogspot.com/2011/03/peran-perawat-keluarga.html
<1% -
https://simpulanilmu.blogspot.com/2018/02/pengertian-nilai-moral-dan-norma-serta.ht
ml
<1% - https://kelaspkn.blogspot.com/2017/09/nilaimoralnormadlmpancasila.html
<1% - https://obsesi.or.id/index.php/obsesi/article/download/28/26
<1% -
https://nananghidayat17.blogspot.com/2009/10/pengertian-konsep-nilai-moral-norma.
html
<1% - http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jinop/article/download/2450/2658
<1% - https://rahajengyuandak.blogspot.com/
<1% - http://staffnew.uny.ac.id/upload/132309073/penelitian/SEMINAR%20AP3KNI.pdf
1% -
http://library.um.ac.id/images/stories/pidatogurubesar/2011/REVITALISASI%20PENDIDI
KAN%20KARAKTER%20DI%20SEKOLAH%20DASAR%20Prof%20Sa%20dun%20Akbar.pdf
<1% - https://core.ac.uk/download/pdf/80117375.pdf
<1% -
https://cecepkustandi.wordpress.com/2015/06/29/kerucut-pengalaman-edgar-dale/
<1% - http://repository.upi.edu/24150/
<1% - http://repository.upi.edu/8358/7/d_adp_0707201_bibliography.pdf
<1% - https://eprints.umk.ac.id/6127/7/DAFTAR_PUSTAKA.pdf
<1% - http://repository.upi.edu/8749/7/d_mtk_009804_bibliography.pdf
<1% - https://www.jstor.org/stable/4049252
<1% - http://repository.upi.edu/10006/8/t_pkn_0907646_bibliography.pdf
<1% - https://en.wikipedia.org/wiki/Pennsylvania%27s_21st_congressional_district
<1% - https://scholar.google.co.id/citations?user=QR7eG44AAAAJ&hl=en
<1% - https://psychology.wikia.org/wiki/Introduction_to_education
<1% - https://www.uh.edu/~irothman/rothman_cv.html
<1% - https://psycnet.apa.org/psycinfo/2003-88183-000
<1% -
https://saylordotorg.github.io/text_sociology-understanding-and-changing-the-social-w
orld-comprehensive-edition/s06-02-the-elements-of-culture.html
<1% -
https://kamiluszaman.blogspot.com/2017/07/penjamin-pengembangan-budaya-agama
-di.html
<1% - http://scholar.unand.ac.id/31290/4/compressed_DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
<1% - https://jurnal.konselingindonesia.com/index.php/jkp/article/view/120
<1% - http://repository.upi.edu/3077/9/T_SEJ_1104007_Bibliography.pdf
<1% - http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/idaarah/article/download/4273/3935
<1% - http://repository.upi.edu/28638/9/T_PAUD_1302252_Bibliography.pdf
<1% - http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/IJHSRS/article/view/157
<1% - https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/educan/article/view/3987
<1% - http://ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2020/03/etika-perkantoran.pdf
<1% - http://repository.upi.edu/24260/9/D_ADPEND_1102604_Bibliography.pdf
<1% - http://repository.upi.edu/15310/9/T_IPS_1201253_Bibliography.pdf
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/315598796_MODEL_PROSES_PEWARISAN_NIL
AI-NILAI_BUDAYA_LOKAL_DALAM_TRADISI_MASYARAKAT_BUTON
<1% - http://eprints.walisongo.ac.id/1145/7/081311023_Bibliografi.pdf
<1% - http://repository.upi.edu/28973/10/S_MIK_1303481_Bibliography.pdf
<1% - http://repository.upi.edu/10845/7/s_mat_1007000_bibliography%281%29.pdf
<1% -
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/40882/Reference.pdf;sequence
=1
<1% - https://ooyblog.wordpress.com/2014/03/
<1% - http://eprints.walisongo.ac.id/2113/1/63111058-Bibliografi.pdf
<1% - https://issuu.com/setyodimarrizal/docs/prosiding_seminar_csr_cover_dan_isi
<1% - https://cancerjantan.wordpress.com/2014/05/12/mitosisasi-penididkan/
<1% - http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_20_03.htm
<1% -
https://jdih.kemdikbud.go.id/arsip/Salinan%20Permendikbud%20Nomor%2020%20Tahu
n%202020.pdf
<1% -
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195902251985031-ABD_MAJID/ARTIKEL/SIL
ABI_SEMPEN_NILAI_S3.pdf
<1% - http://repository.upi.edu/8331/7/d_pu_0706992_bibliography.pdf
<1% - http://docshare.tips/research-report-2005_58930d16b6d87f3aa68b49b4.html
<1% - https://www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/article/viewFile/200/85
<1% - https://www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/article/download/200/85
<1% - https://www.scirp.org/journal/PaperInformation.aspx?PaperID=84468
<1% -
http://www.yieldopedia.com/paneladmin/reports/1fe3a32897b58999c1485ab3441951f6.
<1% -
https://mafiadoc.com/pembudayaan-karakter-peduli-lingkungan-melalui-_5a1dec01172
3dd00a6362e01.html
<1% - https://bircu-journal.com/index.php/birci/article/view/711
<1% - http://shodhganga.inflibnet.ac.in/bitstream/10603/7060/7/07_chapter%202.pdf
<1% - https://www.journalcra.com/
<1% -
https://www.researchgate.net/publication/328327496_The_Heidelberg_VR_Score_develo
pment_and_validation_of_a_composite_score_for_laparoscopic_virtual_reality_training
<1% - https://www.informingscience.org/Journals/JITEIIP/Articles
<1% - https://www.maxwell.vrac.puc-rio.br/20583/20583_9.PDF
<1% - http://repository.upi.edu/12855/9/T_PKN_1201280_Bibliography.pdf
<1% - http://repository.upi.edu/20577/9/D_PU_0908650_Bibliography.pdf
<1% -
https://carijudulindonesia.blogspot.com/2015/03/pengembangan-kurikulum-3.html