plagiat merupakan tindakan tidak terpuji - core.ac.uk · fisik deodoran ekstrak etanol daun...
TRANSCRIPT
PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK DEODORAN
EKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DENGAN
VARIASI JUMLAH SORBITAN MONOOLEATE SEBAGAI EMULSIFYING
AGENT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Natalia Noveli Hardita
NIM: 088114130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PERBEDAAN SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK DEODORANEKSTRAK ETANOL DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) DENGAN
VARIASI JUMLAH SORBITAN MONOOLEATE SEBAGAI EMULSIFYINGAGENT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Natalia Noveli Hardita
NIM: 088114130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Hidup ini bukan tentang mereka yang berbuat baik dihadapanmu, namun tentang mereka yang tetap setia di
belakangmu.”
“Ketika hidup memberi kata TIDAK atas apa yang kamuinginkan, percayalah, Tuhan selalu memberi kata Ya atas
apa yang kamu butuhkan.”
“Hanya Butuh Sedikit Perbedaan pola pikir dan tindakanuntuk mengubah diri kita dari seorang Pecundang menjadi
seorang Pemenang.”
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Mami dan Papi tercinta atas cinta dan kasih sayangnya
Sahabat-sahabatku
Almamaterku..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul: “Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas
Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dengan Variasi
Jumlah Sorbitan Monooleate sebagai Emulsifying Agent” ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program
Studi Ilmu Farmasi (S. Farm).
Dalam penyusunan laporan ini penulis tidak lepas dari bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rini Dwiastuti, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penelitian maupun penyusunan
skripsi.
2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan, kritik dan saran kepada penulis.
3. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si, Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis.
4. Ipang Djunarko, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
5. Seluruh dosen Fakultas farmasi USD atas ilmu yang diberikan dan kebersamaan
selama kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
6. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Wagiran, Pak Mukmin, serta
laboran-laboran lainnya atas bantuan selama penulis menyelesaikan penelitian.
7. RD. Thomas Riyadi selaku Pastor Paroki Santo Andreas Ciluar Bogor yang selalu
mendukung dan mendoakan penulis.
8. Stefanus Wahyu Kartiko Adi yang atas waktu, doa, bantuan dan dukunganmu.
9. Partner skripsiku Ananda Siwi Lesmana atas kesabaran, kerjasama, suka duka
dan bantuannya selama mengerjakan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
10. Dian Prasanti, Budiastuti Nurrochmah, Yohana Tika A, Evelyn Puspita Rini,
Eddie H, Sylvia N, Mariana, Agata Dessynta Putri, Lies Dewi, Octo Rahadian
Pius, Anna Sofiana dan Agnes Afrina F sebagai teman seperjuangan di lantai 1
atas canda tawa dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku alumni SMA Budi Mulia Bogor Vilis Chandra, Wulan
Febriningtyas, Rr. Felixita Woro A, Nugrahaning Sabatina, Valentina Evelyn S,
Andrian Saputra, Dennis Surya dan Derris Surya yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
12. Kelompok praktikum C1 “CICAK”. I Miss you guys..
13. Teman-teman angkatan 2008, khususnya teman-teman FST B atas suka duka,
canda tawa dan kebersamaannya selama ini.
14. Teman-teman kost Muria Ci Novi, Kak Eva, Kak Lusi, Dita, Frada dan lain-lain
yang selalu memberikan semangat dan perhatian kepada penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penyelesaian skripsi ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga isi, makna, maksud dan tujuan dari
skripsi ini kiranya dapat memberikan suatu inspirasi baru yang dapat dipetik manfaat
dan kegunaannya bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................ vi
PRAKATA ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xviii
INTISARI .............................................................................................................. xix
ABSTRACT ............................................................................................................ xx
BAB I. PENGANTAR .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
1. Rumusan masalah ...................................................................................... 3
2. Keaslian penelitian .................................................................................... 3
3. Manfaat penelitian ..................................................................................... 4
B. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5
1. Tujuan umum ............................................................................................ 5
2. Tujuan khusus ........................................................................................... 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ................................................................... 6
A. Bau Badan ....................................................................................................... 6
B. Beluntas ........................................................................................................... 7
1. Deskripsi tanaman ..................................................................................... 7
2. Taksonomi ................................................................................................. 7
3. Nama daerah .............................................................................................. 8
4. Manfaat ...................................................................................................... 8
5. Kandungan kimia ...................................................................................... 8
C. Isolasi Mikroba ................................................................................................ 9
1. Definisi ...................................................................................................... 9
2. Metode ....................................................................................................... 9
D. Identifikasi Mikrobia ....................................................................................... 11
1. Morfologi koloni ....................................................................................... 12
2. Morfologi sel ............................................................................................. 14
E. Pengujian Aktivitas Antibakteri ....................................................................... 15
F. Maserasi ........................................................................................................... 16
G. Deodoran ......................................................................................................... 17
H. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi ...................................................................... 18
1. Daya sebar ................................................................................................. 18
2. Viskositas .................................................................................................. 18
3. Stabilitas emulsi ........................................................................................ 18
I. Surfaktan Nonionik ........................................................................................... 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
J. Mikromeritik ..................................................................................................... 21
K. Uji Independent t-test ...................................................................................... 22
L. Landasan Teori ................................................................................................ 23
M. Hipotesis ......................................................................................................... 24
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...................................................................... 25
B. Variabel Penelitian .......................................................................................... 25
C. Definisi Operasional ........................................................................................ 25
D. Rancangan Penelitian ...................................................................................... 28
1. Bahan penelitian ........................................................................................ 28
2. Alat penelitian ............................................................................................ 28
E. Alur Penelitian ................................................................................................. 29
F. Prosedur kerja .................................................................................................. 30
1. Pengumpulan bahan ekstrak daun beluntas ............................................... 30
2. Pembuatan ekstrak etanol daun beluntas ................................................... 30
3. Penetapan kadar total fenolik .................................................................... 30
4. Isolasi bakteri ketiak dari lima probandus ................................................. 31
5. Identifikasi bakteri isolat dengan pengamatan morfologi koloni, morfologi
sel dan uji biokimiawi ............................................................................... 32
6. Penanaman isolat bakteri pada medium selektif ....................................... 34
7. Uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas ................................. 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
8. Pembuatan, uji sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun
beluntas ...................................................................................................... 35
G. Analisis Data ................................................................................................... 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39
A. Pengumpulan Bahan Ekstrak dan Determinasi Tumbuhan .............................. 40
B. Pembuatan Serbuk Daun Beluntas .................................................................. 41
C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Verifikasi Kandungan Senyawa
Fenolik dalam Ekstrak Etanol Daun Beluntas ................................................. 42
D. Isolasi Bakteri Ketiak ...................................................................................... 43
E. Identifikasi Isolat Bakteri Ketiak ..................................................................... 46
1. Pengamatan morfologi koloni bakteri isolat ketiak ................................... 47
2. Pengamatan morfologi sel ......................................................................... 49
3. Pergerakan bakteri (motilitas) ................................................................... 50
4. Uji biokimiawi ........................................................................................... 51
F. Determinasi Bakteri Isolat Ketiak .................................................................... 52
G. Penegasan genus Staphylococcus pada Medium Selektif ............................... 53
H. Pengujian Potensi Antibakteri dengan Metode Difusi .................................... 55
I. Pembuatan Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas ...................................... 57
J. Pengamatan Sifat Fisis Deodoran .................................................................... 59
K. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Daun Beluntas .................... 60
1. Daya sebar .................................................................................................. 60
2. Viskositas .................................................................................................. 61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
3. Persen pemisahan fase ............................................................................... 64
4. Ukuran droplet ........................................................................................... 65
5. Pergeseran ukuran droplet ......................................................................... 68
6. Pergeseran viskositas ................................................................................. 70
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 72
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 72
B. Saran ................................................................................................................ 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 74
LAMPIRAN .......................................................................................................... 78
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................... 112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula deodoran ekstrak etanol daun beluntas ................................ 35
Tabel II. Variasi jumlah sorbitan monooleate .................................................. 35
Tabel III. Formula deodoran .............................................................................. 36
Tabel IV. Hasil identifikasi bakteri isolat ketiak dibandingkan dengan pustaka
acuan .................................................................................................. 53
Tabel V. Diameter zona hambat ekstrak daun beluntas terhadap bakteri genus
Staphylococcus ................................................................................... 56
Tabel VI. Tabel hasil uji daya sebar ................................................................... 60
Tabel VII. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon daya sebar
pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan
menggunakan uji t-test tidak berpasangan ......................................... 61
Tabel VIII. Tabel hasil uji viskositas .................................................................... 62
Tabel IX. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon viskositas
pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan
menggunakan uji t-test tidak berpasangan ......................................... 63
Tabel X. Tabel hasil uji persen pemisahan fase ................................................ 64
Tabel XI. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon persen
pemisahan fase pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari
penyimpanan dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan ...... 65
Tabel XII. Tabel hasil uji ukuran droplet ............................................................. 67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
Tabel XIII. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon ukuran
droplet pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan
menggunakan uji t-test tidak berpasangan.......................................... 67
Tabel XIV. Tabel hasil uji pergeseran ukuran droplet .......................................... 68
Tabel XV. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon pergeseran
ukuran droplet pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan
dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan ............................ 69
Tabel XVI. Tabel hasil uji pergeseran viskositas ................................................. 71
Tabel XVII.Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon pergeseran
viskositas pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan
dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan ............................ 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman beluntas .............................................................................. 7
Gambar 2. Bentuk koloni bakteri ........................................................................ 12
Gambar 3. Pola pertumbuhan pada media agar tegak ......................................... 13
Gambar 4. Pola pertumbuhan pada media agar miring ....................................... 13
Gambar 5. Pola pertumbuhan pada media cair .................................................... 14
Gambar 6. Skema ketidakstabilan emulsi ........................................................... 19
Gambar 7. Daun beluntas yang dipetik untuk dibuat ekstrak ............................. 41
Gambar 8. Ekstrak Daun Beluntas yang Digunakan ........................................... 43
Gambar 9. Hasil isolasi ketiak dari lima probandus ............................................ 45
Gambar 10. Bakteri isolat ketiak pada medium Manitol Salt Agar ...................... 54
Gambar 11. Reaksi penyabunan triethanolamine dan asam stearat ...................... 59
Gambar 12. Pengamatan fisis deodoran yang dihasilkan ...................................... 59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan identifikasi daun beluntas .................................. 78
Lampiran 2. Certificate of Analysis ekstrak daun beluntas dari LPPT
UGM .............................................................................................. 79
Lampiran 3. Proses ekstraksi ekstrak etanol daun beluntas dari LPPT UGM ... 80
Lampiran 4. Penetapan kadar fenolik dari LPPT UGM ..................................... 81
Lampiran 5. Diameter zona hambat ekstrak daun beluntas ................................ 85
Lampiran 6. Uji normalitas dan uji Wilcoxon bakteri isolat ketiak .................... 86
Lampiran 7. Material Safety Data Sheet dari bahan-bahan yang digunakan ..... 90
Lampiran 8. Data penimbangan formula ............................................................ 102
Lampiran 9. Data uji sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak daun
beluntas .......................................................................................... 103
Lampiran 10. Uji normalitas dan profil kestabilan viskositas, daya sebar, ukuran
droplet, pergeseran viskositas, pergeseran ukuran droplet dan persen
pemisahan fase sediaan ekstrak etanol daun beluntas dengan program
R 2.9.0. ........................................................................................... 105
Lampiran 11. Dokumentasi .................................................................................... 111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
INTISARI
Penelitian mengenai Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik DeodoranEkstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dengan Variasi Jumlah SorbitanMonooleate sebagai Emulsifying Agent dilakukan untuk mengetahui konsentrasiekstrak etanol daun beluntas yang dapat digunakan sebagai antibakteri denganmenggunakan metode difusi dan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitasfisik yang signifikan pada variasi jumlah sorbitan monooleate dalam deodoranekstrak etanol daun beluntas.
Pada penelitian ini digunakan rancangan percobaan secara acak dengan satufaktor dan dua level (1,178 g dan 1,963 g). Respon yang diukur dalam penelitian iniadalah daya sebar, viskositas, ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet, pergeseranviskositas dan persen pemisahan fase. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisismenggunakan uji independent t-test dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 3% dapat memberikandaya hambat pada bakteri genus Staphylococcus. Sifat fisik daya sebar, viskositas danukuran droplet dan stabilitas fisik pergeseran ukuran droplet dan pemisahan fasememiliki perbedaan yang tidak signifikan, sedangkan stabilitas fisik pergeseranviskositas memiliki perbedaan yang signifikan.
Kata kunci: deodoran, ekstrak etanol daun beluntas, sorbitan monooleate, uji
independent t-test
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xx
ABSTRACT
The difference of physical properties and stabillity of deodorant from beluntasleaves (Pluchea indica L.) ethanolic extract with a variation of sorbitan monooleateas emulsifying agent was a study to determine antibacterial concentration of beluntasleaves ethanolic extract with diffusion method, and difference of physical propertiesand stability of deodorant with a variation of sorbitan monooleate.
The study is a random experiment with 1 factor and 2 levels (1,178 g and 1,963 g). Measured responses are spreadability, viscosity, droplet size, droplet sizeshift, viscosity shift, and phase separation precentation. The result was statisticallyanalyzed using T-test with 95% confidence interval.
Beluntas leaves ethanolic extract inhibits genus staphylococcus bacteria atconcentation of 3%. The physical properties of spreadability, viscosity and dropletsize and droplet size shift and phase separation in the physical stability did not differsignificantly, while the physical stability of viscosity shift has significant differences.
Keywords: deodorant, beluntas leaves ethanolic extract, sorbitan monooleate, T-test.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Bau badan merupakan proses dekomposisi protein yang terdapat dalam
keringat ekrin dan terutama apokrin oleh mikroba yang terdapat pada tubuh terutama
bagian ketiak (Mitsui, 1997). Penyebab utama bau badan adalah sekresi kelenjar
keringat yang merupakan hasil sebum, asam lemak tinggi dan debris (pigmen) yang
terkumpul menjadi sisa hasil metabolisme pada kulit. Sisa hasil metabolisme inilah
yang mendukung terbentuknya produk berbau hasil dekomposisi (penguraian) oleh
bakteri (Soeryati, 2010). Mikroba yang tinggal di permukaan kulit akan menguraikan
keringat beserta zat-zat yang terkandung didalamnya. Beberapa bakteri yang diduga
menjadi penyebab bau badan diantaranya Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Corybacterium acne,
Pseudomonas aeruginosa (Endarti et al., 2002). Hasil uraian keringat oleh mikroba
inilah yang menimbulkan bau tidak sedap, antara lain dengan terbentuknya asam-
asam organik yang berbau khas. Dalam keadaan ini, seseorang membutuhkan suatu
sediaan yang dapat mengurangi atau menghilangkan bau badan.
Selama ini deodoran yang beredar di pasaran dari berbagai bentuk dan merek
dagang digunakan untuk mengurangi atau mencegah bau badan. Sebagian besar
deodoran yang beredar di Indonesia berasal dari bahan sintetik. Penggunaan bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
sintetik perlu mempertimbangkan efek toksik yang mungkin ditimbulkan. Diperlukan
suatu solusi untuk mengurangi efek toksik yang ditimbulkan dari bahan sintetik.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki banyak tumbuhan berkhasiat sebagai
obat-obatan dan kosmetika. Diantaranya Daun Beluntas (Pluchea Indica L.). Selama
ini daun beluntas secara tradisional digunakan dengan cara diseduh dengan air panas
lalu diminum untuk menghilangkan bau badan. Hal ini tentunya memakan waktu
yang lama dan kurang praktis. Menurut penelitian Ardiansyah et al., 2003, daun
beluntas memiliki kemampuan untuk menghilangkan bau badan karena daun beluntas
memiliki kandungan fenol hidrokuinon, tanin, alkaloid yang berfungsi sebagai
antimikroba. Untuk itu, perlu dilakukan pengembangan terhadap tanaman beluntas
menjadi suatu bentuk sediaan yang lebih modern seperti deodoran yang dapat
digunakan secara praktis untuk menghilangkan bau badan. Penelitian menyebutkan
total fenolik ekstrak etanol terbanyak terdapat pada bagian daun (Nurmala et al,
2011).
Deodoran merupakan salah satu produk emulsi dengan viskositas tertentu
yang berfungsi menjaga stabilitas emulsi dan mencegah pengendapan bahan aktif
dalam sistem emulsi tersebut. Dalam pembuatan deodoran dalam bentuk emulsi
membutuhkan suatu emulsifying agent agar dapat membentuk emulsi yang stabil.
Pemilihan emulsifying agent perlu dipertimbangkan agar diperoleh suatu sistem
emulsi yang stabil.
Emulsifying agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah emulsifying
agent nonionik karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak mengiritasi kulit, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
sorbitan monooleate. Emulsifying agent ini diharapkan dapat memberikan suatu
sistem emulsi yang stabil dengan adanya gugus yang hidrofil dan lipofil.
Penelitian ini perlu dilakukan sebagai penelitian awal mengenai perbedaan
yang signifikan atau perbedaan yang bermakna dengan adanya variasi jumlah
sorbitan monooleate yang berbeda sebagai emulsifying agent terhadap sifat fisik dan
stabilitas fisik deodoran ekstrak etanol daun beluntas. Dari hasil penelitian ini dapat
diperoleh informasi untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh variasi
jumlah sorbitan monooleate sebagai emulsifying agent.
1. Perumusan Masalah
a. Apakah ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian ini
memiliki efek antibakteri terhadap bakteri penyebab bau badan?
b. Apakah ada perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada
variasi jumlah sorbitan monooleate dalam deodoran ekstrak etanol daun
beluntas yang digunakan dalam penelitian ini?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai ekstrak etanol daun beluntas yang berkaitan dan pernah
dilakukan adalah Quantification of Total Phenolics in Different Parts of Pluchea
indica (L.) Ethanolic and Water Extracts yang dilakukan oleh Normala, H. and
Suhaimi M.I (2011), menjelaskan tentang hasil kuantitatif total fenolik dalam ekstrak
air dan ekstrak etanol tanaman beluntas pada bagian yang berbeda serta Aktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Stabilitas
Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat pH yang dilakukan oleh
Ardiansyah (2003), menjelaskan tentang senyawa aktif yang diduga berperan sebagai
senyawa antimikroba daun beluntas dan bakteri yang sensitif terhadap senyawa
antimikroba daun beluntas dengan perbedaan konsentrasi garam.
Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian mengenai
Perbedaan Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas
(Pluchea indica L.) dengan Variasi Jumlah Sorbitan Monooleate sebagai Emulsifying
Agent belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis. Menambah informasi pengetahuan mengenai bentuk sediaan
deodoran dari bahan alam yaitu daun beluntas dengan menggunakan sorbitan
monooleate sebagai emulsifying agent.
b. Manfaat praktis. Memperoleh informasi sifat fisik dan stabilitas fisik
deodoran ekstrak daun beluntas dengan menggunakan variasi jumlah sorbitan
monooleate sebagai emulsifying agent.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak
etanol daun beluntas (Pluchea indica L.) yang bersifat antibakteri dengan variasi
jumlah sorbitan monooleate sebagai emulsifying agent.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat dalam penelitian
ini memiliki efek antibakteri penyebab bau badan.
b. Untuk mengetahui perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan
pada variasi jumlah sorbitan monooleate dalam deodoran ekstrak etanol daun
beluntas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Bau badan
Bau badan atau bromhidrosis adalah bau yang tidak menyenangkan yang
dirasakan oleh tubuh karena bakteri yang hidup pada kulit memecah keringat menjadi
asam. Kulit memiliki dua kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin.
Ketika suhu tubuh meningkat, sistem saraf otonomik merangsang kelenjar ekrin
untuk mengeluarkan cairan ke permukaan kulit. Cairan tersebut adalah keringat yang
berisi air, garam (natrium klorida), urea dan elektrolit lainnya yang membantu
mengatur kesetimbangan cairan dalam tubuh. Kelenjar apokrin mengeluarkan
keringat langsung ke tubulus kelenjar. Ketika seseorang sedang emosional, dinding
tubulus berkontraksi yang menyebabkan keringat keluar di permukaan kulit dimana
bakteri mulai memecahnya. Pemecahan keringat oleh bakteri inilah yang
menyebabkan bau (Mayo Clinic, 2010). Beberapa bakteri yang diduga menjadi
penyebab bau badan tersebur diantaranya ialah Staphylococcus epidermidis,
Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Corybacterium , Pseudomonas
aeruginosa (Endarti et al., 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
B. Beluntas
1. Deskripsi tanaman
Tanaman ini memiliki habitat perdu dengan tinggi 1-1,5 m. Batangnya
berkayu, bulat, tegak, bercabang, bila masih muda berwarna ungu setelah tua
putih kotor. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung runcing,
pangkal tumpul, berbuluhalus, panjang 3,8-6,4 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan
menyirip, warna hijau mudahingga hijau. Bunganya majemuk, mahkota lepas,
putik bentuk jarum, panjang ± 6 mm, berwarna hitam kecoklatan, kepala sari
berwarna ungu, memiliki dua kepala putik yang berwarna putih atau putih
kekuningan. Akar beluntas merupakan akar tunggang dan bercabang
(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
2. Taksonomi
Gambar 1. Tanaman beluntas
Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) taksonomi tanaman beluntas
dikelompokkan seperti dibawah ini:
Divisi : Spermathophyta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Pluchea
Jenis : Pluchea indica L.
3. Nama daerah
Di berbagai daerah di Indonesia beluntas dikenal dengan nama beluntas
(Sumatra), baruntas (Sunda), luntas (Jawa Tengah), baluntas (Madura), lamutasa
(Makasar). Sedangkan di luar Indonesia beluntas dikenal dengan nama lenabou
(Timor), beluntas (Malaysia), beluntas (Singapura), dan khlu (Thailand) (Heyne,
1987).
4. Manfaat
Secara tradisional daunnya digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau
badan, obat penurun panas, obat batuk dan obat antidiare. Daun beluntas yang telah
direbus sering pula digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Selain itu, daun
beluntas juga sering dikonsumsi sebagai lalapan (Winarno dan Sundari, 1998).
5. Kandungan kimia
Kandungan minyak atsiri dari daun beluntas mengandung benzil alkohol,
benzil asetat, eugenol, dan linolol (Rasmehuli, 1986). Flavonoid daun beluntas
memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propinobacterium sp, dan
Corneybacterium (Purnomo, 2001). Ekstrak etanol daun beluntas telah diteliti secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
ilmiah memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas
fluorecens, Escherichia coli dan Salmonela typhi (Ardiansyah et al, 2003). Skrining
Fitokimia menunjukkan hasil ekstrak etanol mengandung flavonoid, fenol
hidrokuinon, tanin dan sterol (Ardiansyah et al, 2003).
C. Isolasi mikroba
1. Definisi
Mengisolasi suatu mikrobia adalah memisahkan mikroba tersebut dari
lingkungannya di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium
buatan. Untuk mencirikan dan mengidentifikasi suatu spesies mikroba tertentu,
pertama-tama spesies tersebut harus dapat dipisahkan dari mikroba lain yang umum
dijumpai dalam habitatnya, lalu ditumbuhkan menjadi biakan murni yaitu biakan
dimana sel-selnya berasal dari pembelahan satu sel tunggal (Jutono, Soedarsono,
Hartadi, Kabirun, Suhadi dan Soesanto, 1980).
2. Metode
Ada beberapa metode yang digunakan untuk isolasi mikrobia yaitu dengan
menggunakan metode gores, metode tuang, metode sebar, metode pengenceran dan
micromanipulator. Dua diantaranya yang paling sering digunakan adalah teknik
metode tuang dan metode gores (Jimmy, 2008).
Metode gores (streak plate) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan
mikrobia di dalam media agar dengan cara menstreak (menggores) permukaan agar
dengan jarum ose yang telah diinokulasikan dengan kulur mikrobia. Dengan teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
ini mikrobia yang tumbuh akan tampak dalam goresan-goresan inokulum bekas dari
goresan jarum ose. Metode gores umumnya digunakan untuk mengisolasi mikrobia
pada cawan agar sehingga hasil yang diperoleh berupa koloni terpisah dan merupakan
biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang hanya berasal dari satu jenis mikroba
saja dan ditandai dengan adanya koloni terpisah baik dari warna, konsistensi maupun
bentuknya. Prinsip metode ini adalah menggoreskan suspensi bahan yang
mengandung mikrobia pada permukaaan medium agar yang sesuai pada cawan petri.
Setelah diinkubasi maka pada bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah
yang mungkin berasal dari 1 sel mikrobia sehingga dapat diisolasi lebih lanjut
(Rachdie, 2006).
Dalam metode gores, kita akan melihat beberapa koloni. Jika kita akan
mengisolasi salah satu dari koloni tersebut maka kita dapat memilih salah satu
diantaranya, misalnya koloni yang berwarna kuning. Dengan menggunakan ose, kta
buat lagi suspensi dengan air steril untuk kemudian dibuat lagi metode goresan,
sehingga kita memperoleh satu macam mikroba saja (Tarigan, 1988).
Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikrobia, diperlukan suatu
substrat yang disebut dengan media. Sebelum dipergunakan harus dalam keadaan
steril, artinya tidak ditumbuhi oleh mikrobia lain yang tidak diharapkan. Penggunaan
media bukan hanya untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba tetapi juga
untuk tujuan-tujuan lain, misalnya untuk isolasi, seleksi, evaluasi dan diferensiasi
biakan yang didapatkan (Suriawiria, 1986).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Agar mikrobia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam media,
diperlukan persyaratan tertentu yaitu:
a. Bahwa di dalam media harus terkandung semua unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikrobia.
b. Bahwa media harus mempunyai tekanan osmosa, tegangan permukaan dan pH
yang sesuai dengan kebutuhan mikrobia.
c. Bahwa media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditanami mikrobia
yang dimaksud tidak ditumbuhi oleh mikrobia lain yang tidak diharapkan
(Suriawiria, 1986).
D. Identifikasi mikrobia
Identifikasi adalah penentuan ciri atau karakter suatu biakan murni hasil
isolasi yang ditentukan berdasarkan pada morfologi, sifat biakan dan sifat
biokimiawinya. Morfologi mikrobia berdasarkan bentuk, ukuran dan penataan
biasanya tidak cukup untuk melakukan identifikasi. Ciri lainnya seperti pewarnaan,
pola pertumbuhan koloni, reaksi pertumbuhan pada karbohidrat dan penggunaan
asam amino sangat membantu dalam identifikasi yang disesuaikan dengan uji
biokimiawi mikrobia (Lay, 1994).
Ciri atau karakter yang diperoleh dari identifikasi digunakan untuk
mendeterminasi dengan tujuan memastikan kebenaran dari hasil identifikasi.
Determinasi adalah penentuan nama ilmiah yang dilakukan dengan mencocokkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
hasil identifikasi dengan literatur pustaka acuan, gambar-gambar yang dijadikan
acuan (Lay, 2004).
1. Morfologi koloni
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati morfologi koloni antara
lain warna permukaan koloni, waktu pertumbuhan dan diameter koloni, pada setiap
spesies untuk mencapai waktu pertumbuhan dan diameter maksimum koloni berbeda-
beda, ada yang cepat, lambat dan sangat lambat yang dipengaruhi oleh medium
(spesifik) yang digunakan; beberapa koloni mungkin mempunyai bentuk tepi koloni
yang rata (entire), berbolus (lobate), berlekuk (undulate) dan meruncing (erose);
bentuk-bentuk tekstur koloni antara lain seperti kapas, licin, padat (compact) dan
kasar, bentuk koloni ada yang bulat (round), oval, tak beraturan (irregular) dan
berfilamen (filamentous).
Gambar 2. Bentuk koloni bakteri
Morfologi koloni bertujuan untuk melihat pola pertumbuhan mikrobia pada
berbagai media (media cair, media agar petri, media agar miring dan media agar
tegak). Pada media cair sifat berdasarkan kebutuhan akan O2 sangat mudah dilihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
dan pola pertumbuhannya dapat dibedakan seperti endapan (sendiment), cincin (ring)
dan selaput (pellicle). Pola pertumbuhan agar miring, antara lain arborescent
(menyerupai pohon yang bercabang-cabang), beaded (menyerupai mutiara atau butir-
butir sepanjang bekas inokulasi), echinulate (pertumbuhan sepanjang bekas inokulasi
bergerigi), filiform (pertumbuhan sepanjang bekas inokulasi merata), rhizoid
(pertumbuhan dengan cabang-cabang tidak teratur) dan spreading (pertumbuhan
merata beberapa mm disekilas bekas inokulasi). Bentuk koloni pada media agar tegak
antara lain beaded, filiform, villous (bentuknya pendek, tebal dan permukaan seperti
rambut), rhizoid, arborescent dan echinulate (Lay, 2004).
Gambar 3. Pola pertumbuhan pada media agar tegak
Gambar 4. Pola pertumbuhan pada media agar miring
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Gambar 5. Pola pertumbuhan pada media cair
2. Morfologi sel
Morfologi sel yang digunakan untuk identifikasi meliputi ukuran, bentuk,
rangkaian sel, ada tidaknya spora, ada tidaknya flagella, ada tidaknya kapsula dan
reaksi-reaksi pengecatan. Untuk melihat struktur sel lebih seksama maka dapat
dilakukan beberapa pengecatan yang penting antara lain:
a. Pengecatan gram. Pengecatan ini dipakai untuk membedakan mikrobia
yang bersifat gram positif dan gram negatif. Mikrobia gram positif ditandai dengan
warna biru ungu sedangkan gram negatif berwarna merah. Hal ini bertujuan untuk
memberikan warna pada mikrobia sehingga akhirnya dapat diidentifikasi dengan
mudah. Sifat gram terutama ditentukan oleh sifat-sifat fisik dan kimia dinding sel dan
membran sitoplasmanya. Dinding sel dan membran sitoplasma mikrobia gram positif
mempunyai afinitas yang besar terhadap kompleks cat kristal violet dan iodium,
sedangkan pada mikrobia gram negatif afinitasnya sangat kecil. Pada waktu
pengecatan, larutan kristal violet dan iodium menembus sel-sel mikrobia gram positif
maupun gram negatif. Pada sel mikrobia gram positif, zat-zat ini membentuk suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
senyawa yang sukar larut, juga tidak larut dalam peluntur (alkohol). Hal ini terjadi
pada sel mikrobia gram negatif, akibatnya cat dapat dilunturkan. Pada pemberian cat
penutup, sel mikrobia gram positif tidak dapat terwarnai, sedangkan sel mikrobia
gram negatif dapat diwarnai sehingga warnanya kontras terhadap cat utama (Jutono
dkk, 1980).
b. Motilitas (pergerakan sel). Untuk mengamati garak pada mikrobia
dengan baik maka bisa menggunakan metode tetesan bergantung. Dalam pengamatan
mikrobia dengan baik maka bisa menggunakan metode tetesan bergantung. Dalam
pengamatan gerak mikrobia, ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu motilitas
mikrobia dan gerak brown. Mikrobia yang bersifat motil akan nampak jelas bergerak
dan bergeraknya melaju ke arah tertentu, sedangkan sel mikrobia yang tampak
sebagai gerak brown adalah gerakan yang bukan berasal dari mikrobia itu sendiri
melainkan dikarenakan adanya partikel-partikel air yang ada disekeliling sel atau
adanya energi kinetik (Riza, 2008).
E. Pengujian aktivitas antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi. Metode ini
didasarkan pada kemampuan obat untuk berdifusi ke dalam media tempat bakteri uji
berkembang biak secara optimal. Metode difusi ini dapat dilakukan menggunakan
paper disk yang mengandung senyawa antibakteri diletakkan di atas agar atau apabila
digunakan cara sumuran, senyawa antibakteri dimasukkan dalam sumuran. Besarnya
daerah difusi sesuai dengan daerah pertumbuhan atau hambatan bakteri uji dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
sebanding dengan kadar obat yang diberikan. Dalam metode difusi dikenal dua
Pengertian zona hambatan yaitu:
1. Zona radikal yaitu sekitar paper disk atau sumuran yang sama sekali tidak terlihat
adanya pertumbuhan bakteri. Potensi zat yang berefek antibakteri di ukur dengan
mengukur diameter zona radikal.
2. Zona irradikal yaitu daerah disekitar sumuran atau paper disk yang pertumbuhan
bakterinya dihambat oleh adanya senyawa antibakteri tersebut, tetapi tidak
dimatikan. Di sini terlihat pertumbuhan bakteri yang kurang subur atau lebih
jarang dibandingkan daerah di luar pengaruh senyawa antibakteri tersebut (Hugo
& Russel, 1987).
F. Maserasi
Istilah maseration berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya
”merendam”. Merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus
memungkinkan untuk direndam dalam penyari sampai meresap dan melunakkan
susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Pada proses maserasi, tumbuhan yang akan diekstraksi biasanya ditempatkan
pada wadah yang bermulut lebar, bersamaan dengan penyari yang telah ditetapkan,
bejana ditutup rapat dan isinya dikocok berulang-ulang lamanya biasanya berkisar
dari 2-14 hari. Pengocokan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang
masuk ke seluruh permukaan dari obat yang sudah halus. Kemudian ampasnya dapat
dipisahkan dengan menapis dan/atau menyaring dimana ampas yang telah dibilas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
bebas dari ekstrak dengan penambahan penyari melalui ayakan atau saringan ke
dalam seluruh ekstrak dalam wadahnya (Ansel, 1989).
G. Deodoran
Deodoran merupakan salah satu sediaan kosmetik yang terdiri dari sebuah
sistem emulsi minyak dalam air (o/w) atau air dalam minyak (w/o). Emulsi adalah
dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain yang tidak dapat bercampur.
Cairan yang terdispersi disebut fase internal sedangkan cairan yang mendispersi
(pendispersi) disebut fase eksternal (Suryani et al., 2000).
Deodoran digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan bau badan dan
mencegah terjadinya bau keringat dengan cara menghambat aktivitas penguraian
keringat oleh bakteri. Menurut Imron (1985), persyaratan yang harus dipenuhi oleh
sediaan deodoran adalah:
a. Digunakan secara lokal, tanpa resep dokter.
b. Mudah dioleskan pada kulit dan menyebar dengan rata.
c. Memberikan rasa nyaman dan tidak mengiritasi.
d. Nilai pH harus tepat.
Dalam formulasi deodoran bahan-bahan yang biasa digunakan adalah pelarut
(solvent), pengemulsi (emulsifier), stabilizer, pelembut kulit (emolient), pengental
(thickener). humektan, zat aktif antibakteri serta bahan aditif (parfum dan preservatif)
(Mitsui, 1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
H. Sifat fisis dan stabilitas emulsi
1. Daya sebar
Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak antara droplet dengan tempat
aksi. Hal ini menggambarkan kelicinan tiap tetes droplet. Pengukuran daya sebar
sediaan semisolid melalui pemberian shearing stress yang diseragamkan. Kecepatan
penyebaran tergantung dari viskositas formula, kecepatan penguapan pelarut,
kecepatan peningkatan viskositas sebagai hasil dari penguapan, dan shearing stress
yang diberikan (Garg, Anggarwal, Garg, and Singla, 2002).
2. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir,
sehingga semakin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya. Semakin luas
distribusi ukuran droplet maka akan semakin rendah viskositasnya dibandingkan
dengan emulsi yang ukuran droplet yang distribusinya lebih sempit (Martin et al.,
1993). Semakin besar konsentrasi fase dalam maka konsentrasi fase kontinyu akan
berkurang sehingga konsentrasi fase akan semakin besar, menyebabkan viskositas
akan meningkat (Mollet dan Grubenmann, 2001).
3. Stabilitas emulsi
Stabilitas emulsi merupakan suatu sifat emulsi untuk mempertahankan
distribusi halus yang terdiri dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu
yang lama (Voigt, 1994).
a. Creaming. Creaming adalah suatu pemisahan emulsi menjadi dua
bagian dengan satu bagian memiliki fase dispers lebih banyak daripada bagian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
lain. Pada emulsi M/A, creaming adalah pergerakan droplet minyak karena pengaruh
gaya gravitasi atau pada saat disentrifugasi dan membentuk suatu lapisan yang
terkonsentrasi pada bagian atas sediaan (Binks, 1998).
b. Flokulasi. Flokulasi terjadi karena droplet terdispersi membentuk
sebuah kumpulan dalam emulsi. Hal ini akan meningkatkan terjadinya creaming.
Flokulasi merupakan awal terjadinya creaming (Aulton, 2002).
c. Koalesen. Koalesen terjadi karena droplet-droplet menyatu menjadi
ukuran droplet yang lebih besar sehingga terjadi pemisahan fase dispers yang
membentuk lapisan. Perubahan ini besifat irreversible. Koalesen droplet minyak pada
tipe emulsi M/A ditahan oleh emulsifier yang secara mekanis terabsorbsi kuat di
sekitar tiap droplet (Aulton, 2002).
d. Ostwald ripening. Ostwald ripening lebih cenderung terjadi pada
emulsi polidispers, mengandung campuran fase minyak dengan fase air. Fenomena
ditandai dengan semakin meningkatnya ukuran droplet yang besar karena adanya
droplet kecil yang menempel pada droplet besar tersebut (Binks, 1998).
Gambar 6. Skema ketidakstabilan emulsi (Malmsten, 2002)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Uji stabilitas emulsi penting untuk mengetahui apakah sebuah emulsi tetap
stabil selama periode waktu tertentu, uji yang biasa dilakukan adalah:
1. Uji makroskopik
Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan uji derajat creaming yang
terjadi pada periode waktu tertentu. Hal ini dilakukan dengan menghitung rasio
volume emulsi yang mengalami pemisahan dibandingkan dengan volume total
emulsi.
2. Analisis ukuran droplet
Jika rata-rata ukuran droplet meningkat seiring bertambahnya waktu
(bersamaan dengan penurunan jumlah droplet), dapat diasumsikan bahwa koalesen
adalah penyebabnya.
3. Perubahan viskositas
Ditunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi viskositas emulsi.
Adanya variasi pada ukuran atau jumlah droplet dapat dideteksi dengan perubahan
viskositas secara nyata (Billany, 2002).
I. Surfaktan nonionik
Surfaktan nonionik biasa digunakan dalam seluruh tipe produk kosmetik dan
farmasetik (Rieger, 1996). Surfaktan ini bisa digunakan untuk kombinasi emulsifying
agent larut air dan larut minyak untuk membentuk lapisan antarmuka yang penting
untuk stabilitas emulsi yang optimum (Billany, 2002). Cara menstabilkan emulsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
adalah dengan adanya gugus polar dari surfaktan yang terhidrasi dan bulky, yang
menyebabkan halangan sterik antardroplet dan mencegah koalesen (Kim, 2005).
1. Asam stearat
Asam stearat merupakan asam lemak yang terdiri dari campuan asam stearat
(C18H32O2), dengan kandungan asam stearat tidak kurang dari 40% dan jumlah kedua
asam tersebut tidak kurang dari 90%. Asam stearat mempunyai bilangan penyabunan
200-220 dan titik leleh ≥ 540C. Dalam formulasi sediaan topikal, asam stearat
berfungsi sebagai emulsifying agent dan solubilizing agent (Allen, 2005).
2. Sorbitan monooleate
Sorbitan monooleate merupakan sorbitan esters (Rowe et al ., 2009). Sorbitan
esters merupakan surfaktan dengan gugus hidrofobik yang larut dalam minyak dan
digunakan sebagai emulgator A/M. Senyawa ini tidak larut dalam air tetapi dapat
terdispersi dalam air hangat dan dingin. Biasanya digunakan dalam emulsi, krim, dan
salep, dan dapat membentuk emulsi tipe M/A atau A/M. Krim dengan sorbitan ester
memiliki tekstur yang halus dan stabil (Aulton and Diana, 1991). Sorbitan
monooleate disebut juga span 80, dengan bentuk cairan kental berwarna kuning
dengan bau yang khas tajam (Rowe et al., 2009).
J. Mikromeritik
Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi tentang partikel kecil. Satuan ukuran
partikel yang sering digunakan dalam mikromeritik adalah mikrometer (μm). Bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
penting yang perlu diperoleh dari partikel yaitu (1) bentuk dan luas permukaan partikel
dan (2) ukuran partikel dan distribusi ukuran diameter (ukuran) partikel, sedangkan
bentuk partikel memberikan gambaran tentang luas permukaan spesifik partikel dan
teksturnya (kasar atau halus) (Martin et al., 1993).
Ukuran partikel merupakan diameter rata-rata partikel dari suatu sampel, dimana
sifat sampel pada umumnya adalah polidispers (heterogen), bermacam-macam diameter
dengan rentang yang lebar. Sampel dengan ukuran partikel yang sama disebut
monodispers. Salah satu metode dasar dalam mengetahui ukuran partikel adalah metode
mikroskopik. Metode mikroskopik merupakan metode sederhana yang hanya
menggunakan satu alat mikroskop, yang tidak memerlukan penanganan yang khusus.
Mikroskop biasa digunakan dalam pengukuran partikel yang berkisar 0,2 μm sampai 10
μm. Jumlah partikel yang harus dihitung sekitar 300-500 partikel agar mendapat suatu
perkiraan yang baik dari distribusi. Pengujian mikromeritik suatu sampel harus dilakukan
bahkan jika digunakan metode analisis ukuran partikel yang lain, karena adanya
gumpalan dari masing-masing partikel lebih dari satu komponen sering kali dideteksi
dengan metode mikroskopik (Martin et al., 1993).
K. Uji independent t-test
Uji t-test dua sampel independen (bebas) adalah metode yang digunakan
untuk menguji kesamaan rata-rata dari 2 populasi yang bersifat independen, dimana
peneliti tidak memiliki informasi mengenai ragam populasi. Independen maksudnya
adalah bahwa populasi yang satu tidak dipengaruhi atau tidak berhubungan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
populasi yang lain. Ciri-ciri uji t-test antara lain: penentuan nilai tabel dilihat dari
besarnya tingkat signifikan (α) dan besarnya drajat bebas (db) dan kasus yang diuji
bersifat acak (Anonim, 2009).
L. Landasan Teori
Bau badan disebabkan oleh dekomposisi protein yang terdapat dalam
keringat ekrin dan terutama apokrin oleh mikroba yang terdapat dalam tubuh
terutama bagian ketiak. Karena adanya pemecahan keringat oleh bakteri inilah yang
menyebabkan bau. Beberapa bakteri yang diduga menjadi penyebab bau badan antara
lain Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus pyogenes, Staphylococcus aureus,
Corybacterium, Pseudomonas aeruginosa.
Ekstrak etanol 50% dari daun beluntas yang memiliki kandungan senyawa
total fenolik paling banyak, flavonoid, alkaloid dan minyak atsiri mampu
menghambat aktivitas bakteri penyebab bau badan. Ekstrak etanol dari daun beluntas
berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu sediaan kosmetika sebagai penghilang
bau badan. Dalam penelitian ini, ekstrak daun beluntas diformulasikan dalam bentuk
deodoran. Deodoran merupakan suatu sistem emulsi dengan viskositas tertentu yang
berfungsi menjaga stabilitas emulsi dan mencegah pengendapan bahan aktif dalam
sistem emulsi tersebut. Sistem emulsi ini menggunakan emulsifying agent nonionik
yaitu sorbitan monooleate.
Sorbitan monooleate yang digunakan sebagai emulsifying agent berpotensi
mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas deodoran sehingga jumlah sorbitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
monooleate yang ditambahkan pada formula perlu diperhatikan. Penambahan
sorbitan monooleate yang berlebihan dapat membuat sediaan menjadi tidak stabil
karena komposisi fase minyak dan fase air menjadi tidak seimbang. Untuk melihat
perbedaan yang signifikan dari sifat fisik dan stabilitas deodoran, dapat dilakukan
dengan uji t-test dan dengan uji ini dengan menggunakan software R OpenOffice.org
pada taraf kepercayaan 95%.
M. Hipotesis
1. Ekstrak etanol daun beluntas memiliki daya antibakteri terhadap bakteri isolat
ketiak.
2. Terdapat perbedaan sifat fisik dan stabilitas fisik yang signifikan pada variasi
jumlah sorbitan monooleate dalam deodoran ekstrak etanol daun beluntas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni secara acak dengan
uji t tidak berpasangan untuk membandingkan sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran
ekstrak etanol daun beluntas dengan variasi jumlah sorbitan monooleate sebagai
emulsifying agent.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi jumlah sorbitan monooleate.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis deodoran meliputi
daya sebar dan viskositas, stabilitas deodoran meliputi pergeseran viskositas, uji
mikromeritik dan persen pemisahan fase.
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah alat percobaan, wadah
penyimpanan, lama penyimpanan deodoran, lama dan kecepatan pencampuran.
4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu ruangan,
kelembaban udara saat pembuatan dan penyimpanan.
C. Definisi operasional
1. Ekstrak daun beluntas merupakan ekstrak kering yang diperoleh dari hasil
maserasi simplisia daun beluntas (Pluchea indica, L.) dari CV. MERAPI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
FARMA HERBAL menggunakan pelarut etanol 50% dan dilakukan penetapan
kadar total fenolik oleh LPPT UGM.
2. Isolasi adalah usaha untuk memisahkan bakteri isolat ketiak yang diambil dari
probandus ke medium buatan untuk memperoleh kultur murni.
3. Identifikasi adalah penentuan identitas bakteri isolat ketiak didasarkan pada
morfologi sel (bentuk sel, sifat Gram, pergerakan sel) dan morfologi koloni
(bentuk, tekstur dan warna koloni) serta sifat biokimiawi (tes oksidase dan tes
katalase).
4. Determinasi adalah penentuan mikrobia isolat ketiak dengan mencocokkan hasil
identifikasi dibandingkan dengan pustaka.
5. Zona hambat adalah zona jernih disekitar paper disk dengan ekstrak etanol daun
beluntas atau deodoran ekstrak etanol daun beluntas, yang menghambat atau
membunuh isolat bakteri ketiak dibandingkan dengan kontrol negatif yaitu pelarut
ekstrak daun beluntas.
6. Deodoran ekstrak daun beluntas adalah sediaan semisolid berupa emulsi
antibakteri yang mengandung ekstrak etanol daun beluntas yang dibuat sesuai
dengan formula dan cara kerja pada penelitian ini.
7. Emulsifying agent adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka
dua cairan yang tidak saling campur.
8. Sifat fisis deodoran adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik
deodoran, dalam penelitian ini meliputi daya sebar dan viskositas emulsi
deodoran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
9. Stabilitas fisik deodoran adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui
tingkat kestabilan deodoran, dalam penelitian ini meliputi pergeseran viskositas,
pemisahan fase dan uji mikromeritik.
10. Persen pemisahan fase adalah persentase emulsi yang memisah pada tabung
berskala yang dibandingkan dengan volume total emulsi semula.
11. Daya sebar adalah diameter penyebaran emulsi deodoran pada alat uji yang
selama 1 menit diberi beban hingga 125 gram.
12. Viskositas optimum adalah viskositas yang memudahkan emulsi deodoran
diisikan ke dalam wadah, dikeluarkan dari wadah dan memiliki daya sebar yang
baik saat diaplikasikan ke kulit.
13. Ukuran droplet adalah sebaran ukuran droplet sebanyak 500 partikel dalam
deodoran ekstrak etanol daun beluntas yang dinyatakan dengan mean.
14. Pergeseran ukuran droplet adalah persentase dari selisih ukuran droplet emulsi
dalam waktu penyimpanan 30 hari dengan ukuran droplet setelah 48 jam
pembuatan.
15. Pergeseran viskositas adalah persentase dari selisih viskositas deodoran setelah
disimpan selama 30 hari pada suhu kamar dibandingkan dengan deodoran sesaat
setelah pembuatan. Kriteria pergeseran viskositas optimum adalah ≤ 10%. Untuk
mengetahui pergeseran viskositas digunakan rumus:% = × 100%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
D. Rancangan penelitian
1. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ekstrak etanol daun beluntas
(Pluchea Indica L.) produksi CV Merapi Farma Herbal, Kalasan, Yogyakarta,
dimethicone (farmasetis), gliserin (farmasetis), CMC (farmasetis), parafin liq.
(farmasetis), propilen glikol (farmasetis), metil paraben (farmasetis), propil
paraben (farmasetis), etanol (teknis), aquadest, asam stearat (farmasetis), sorbitan
monooleate (farmasetis) dan TEA (farmasetis), media Manitol Salt Agar, media
Nutrien Broth, media Nutrien Agar, bahan-bahan untuk morfologi sel: pengecatan
gram (kristal violet (gram A)), larutan iodine (gram B), alkohol 96% (gram C),
safranin (gram D) , reagen tetramethyl-paraphenyldiamine untuk tes oksidase,
10% atau 30% H2O2 untuk tes katalase dari Laboratorium Mikrobiologi USD.
2. Alat penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer (Philip),
timbangan analitik (METTLER TOLEDO GB3002 – Switzerland), vacuum
rotary evaporator (Janke-Kulken), cawan petri (Pyrex), waterbath (Tamson Zoete
meer-Holland 1985 0023), cawan porselin, mikroskop, alat uji daya sebar dan
viskotester seri VT-04 (RION-JAPAN), autoklaf (Model KT-40, ALP Co, Ltd,
Hamurashi, Tokyo, Japan), software Motic Image Plus 2.0 dan R OpenOffice.org.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
E. Alur Penelitian
Ekstraksi dan Identifikasi Ekstrak Daun Beluntas Pengumpulan bahan
Pembuatan ekstrak daun beluntas Uji kuantitatif penetapan kadar total fenolik
Pengujian potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntasmetode difusi paper disk Isolasi bakteri ketiak Identifikasi isolat bakteri ketiak
Pengamatan morfologi koloni dan morfologi sel Determinasi isolat bakteri ketiak Penegasan genus dengan medium selektif
Pembuatan deodoran ekstrak etanol daun beluntas denganvariasi jumlah sorbitan monooleate menggunakan hand mixerdengan kecepatan skala 1
Uji sifat fisik dan stabilitas sediaan deodoran Uji sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas
Uji stabilitas mikromeritik dan persen pemisahan fase
Analisis data daya sebar, viskositas, ukuran droplet, pergeseranukuran droplet, pergeseran viskositas, persen pemisahan fasedengan software R 2.9.0. untuk melihat signifikansinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
F. Prosedur kerja
1. Pengumpulan bahan ekstrak daun beluntas
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun beluntas (Pluchea indica L.)
yang tumbuh di daerah Kaliurang Km. 21, Kabupaten Sleman, provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, hasil budidaya dari CV. Merapi Farma Herbal. Pengambilan
cuplikan dilakukan pada sore hari, dipilih daun yang sehat (tidak terkena hama),
diambil pada waktu dan tempat penanaman yang sama. Daun dipilih berdasarkan
warna daun dan pucuk daun yaitu berwarna hijau muda tanpa bercak serta letak daun
yang diambil pucuk 1-6 daun dari atas tanaman beluntas. Bahan yang diperoleh
berupa daun segar setidaknya berumur 50 hari. Identifikasi daun beluntas dilakukan
oleh CV. Merapi Farma Herbal yang menyatakan bahwa daun yang digunakan
adalah benar daun beluntas (Pluchea indica Less). Kemudian penyerbukan dilakukan
oleh CV. Merapi Farma Herbal.
2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Ekstraksi daun beluntas dilakukan dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol 50% berdasarkan CoA yang dilakukan oleh LPPT UGM.
3. Penetapan Kadar Total Fenolik
Penetapan kadar total fenolik dilakukan dengan metode spektrofotometri
berdasarkan CoA yang dilakukan oleh LPPT UGM.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
4. Isolasi bakteri ketiak dari lima probandus
a. Isolat bakteri. Isolasi bakteri dari ketiak dilakukan kepada 5
probandus yang memiliki kriteria memiliki berat badan berlebih dan memiliki
masalah bau badan secara streak plate menggunakan cotton bud steril. Cotton bud
steril yang sudah dibasahi dengan NaCl steril dioleskan pada permukaan ketiak
kemudian diinokulasikan pada pada cawan petri berisi media NA 15 ml secara
aseptis. Bakteri diinkubasi terbalik selama 24 jam pada suhu 370C. Setelah
inkubasi akan terlihat koloni yang terpisah. Hasil isolasi akan digunakan untuk
tahap penelitian berikutnya.
b. Pembuatan suspensi bakteri uji. Tabung reaksi berisi larutan
pengencer BPW disiapkan sebanyak 9 ml. Larutan pengencer tersebut diteteskan
ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan pipet steril suspensi kultur murni
bakteri uji sampai kekeruhannya setara dengan kekeruhan standar Mac Farland II.
c. Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji. 1 ml suspensi kultur
murni bakteri uji diambil dengan kecepatan suspensi setara dengan larutan standar
Mac Farland II, kemudian diinokulasi ke dalam cawan petri berisi 15 ml media
NA secara pour plate. Cawan berisi bakteri uji diinkubasikan pada suhu kamar
selama 24 jam bersama kelompok perlakuan. Diamati pertumbuhan yang terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
5. Identifikasi bakteri isolat dengan pengamatan morfologi koloni, morfologi
sel dan uji biokimiawi
a. Morfologi koloni
Morfologi koloni diamati pada media cair, media agar tegak dan media
agar miring. Media nutrien cair (NB) dan nutrien agar yang telah disterilkan
disiapkan. Kemudian diinokulasikan secara aseptik biakan murni isolat
bakteri ketiak dengan menggunakan ose (1-2 ose) pada media NB dan media
NA. Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar 24-48 jam. Diamati
pertumbuhan media, kekeruhan, bau dan tidak ada endapan. Kemudian
diamati pula pada media agar tegak pertumbuhannya, merata atau tidak
(permukaan, dasar atau keseluruhan), bentuk pertumbuhan pada bekas
tusukan (filiform, echinulate, beaded, villous, rhizoid, arborescent).
Pengamatan agar miring meliputi Amati pertumbuhan tipis, sedang, lebat atau
tidak ada, bentuk pertumbuhan pada goresan, evelasi, kilat, topografi, warna,
bau dan konsistensinya
b. Morfologi sel
Pengamatan pada morfologi sel meliputi pengecatan gram, uji motilitas dan
uji biokimiawi.
1) Pengecatan gram
Pengecatan gram bertujuan untuk mengetahui sifat gram isolat
bakteri ketiak dengan cara sebagai berikut: dibuat pulasan bakteri terlebih
dahulu lalu difiksasi dan ditetesi dengan cat crystal violet, kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
diamkan 30-60 detik. Sisa cat dibuang dan dicuci dengan air mengalir.
Larutan iodine diteteskan dan diamkan selama 1-2 menit. Preparat dicuci
kembali dengan air mengalir, kemudian didekolorisasi dengan alkohol ±20
detik. Selanjutnya dicuci dan dikeringanginkan lalu diperiksa di bawah
mikroskop dengan perbesaran kuat, menggunakan minyak immersi.
Diamati perubahan yang terjadi untuk mengetahui perbedaan sifat Gram
positif dan Gram negatif. Jika sel berwarna ungu berarti isolat yang
diisolasi termasuk Gram positif sedangkan jika sel berwarna merah berarti
isolat tersebut termasuk Gram negatif.
2) Uji motilitas
Uji motilitas bertujuan untuk mengetahui sifat motilitas isolat
bakteri ketiak dengan cara sebagai berikut: sau ose kultur isolat bakteri
ketiak dari media padat diletakkan pada gelas penutup (kultur
ditambahkan air). Objek gelas yang telah diberi gumpalan vaselin
dibalikkan pada gelas penutup dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga
ujung-ujung vaselin pada objek gelas berlekatan dengan gelas penutup.
Kemudian objek gelas dibalikkan dan diamati sifat motilitas dengan
perbesaran lemah dan dengan menutup sebagian diafragma.
3) Uji biokimiawi
(a). Tes oksidase
2-3 tetes larutan tetramethyl-paraphenyldiamine diletakkan
pada kertas saring. Kemudian isolat bakteri ketiak diambil dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
nutrien cair dan diiokulasikan pada kertas saring yang telah ditetesi
reagen. Hasil positif terjadi bila terjadi perubahan warna menjadi ungu
biru tua.
(b). Tes katalase
1-2 tetes 10% atau 30% H2O2 diletakkan pada gelas kaca.
Kemudian 1 ose atau 2-3 tetes suspensi isolat murni bakteri diambil
dalam nutrien cair dan diinokulasikan pada gelas kaca. Hasil positif
ditandai oleh pembentukan buih seketika.
6. Penanaman isolat bakteri dengan medium selektif
Media NA dibuat sebanyak 15 ml dan dituang dalam cawan petri. Kemudian
50 µL diinokulasikan ke dalam media NA secara merata dengan cara spread plate.
Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu kamar.
7. Uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas
Potensi antibakteri ekstrak etanol daun beluntas diuji terhadap isolat bakteri
ketiak dengan metode difusi menggunakan paper disk. Seri konsentrasi yang
digunakan untuk ekstrak etanol daun beluntas adalah 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%,
8%, 9%, dan 10%. Petri berisi media NA diambil. Suspensi uji 50µL diinokulasikan
ke dalam media NA secara merata dengan cara spread plate. Paper disk diletakkan
pada permukaan media NA. Kemudian dengan menggunakan mikropipet,
diinokulasikan 50µL ekstrak etanol daun beluntas dengan berbagai seri konsentrasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Diamati zona keruh dan jernih
pada bakteri. Konsentrasi ekstrak etanol ditentukan dengan melihat aktivitas
antibakteri yang paling baik dengan mengamati zona hambat yang terbentuk.
8. Pembuatan, uji sifat fisik dan stabilitas deodoran ekstrak etanol daun
beluntas
a. Formula yang digunakan dalam pembuatan sediaan deodoran
Tabel I. Formula deodoran ekstrak etanol daun beluntasBahan Jumlah (g)
CMC Na 1Sorbitan monooleate 1,178 – 1,963Asam stearat 3,022Gliserin 10Parafin liq. 3Dimethicone 3Propilen glikol 2Metil paraben 0,2Propil paraben 0,2Etanol 4Ekstrak etanol daun beluntas 3%Triethanolamine 0,3Aquadest 40 ml
Dengan formula tersebut maka didapatkan variasi jumlah sorbitan
monooleate sebagai berikut:
Tabel II. Variasi jumlah sorbitan monooleateFormula Sorbitan Monooleate
1 1,1782 1,963
Dari variasi jumlah sorbitan monooleate, didapatkan formula
deodoran ekstrak etanol daun beluntas adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Tabel III. Formula deodoranBahan Formula 1
(g)Formula 2
(g)CMC Na 1 1Sorbitan monooleate 1,178 1,963Asam stearat 3,022 3,022Gliserin 10 10Parafin liq. 3 3Dimethicone 5 5Propilen glikol 2 2Metil paraben 0,2 0,2Propil paraben 0,2 0,2Etanol 1 1Ekstrak etanol daun beluntas 3% 3%Triethanolamine 0,3 0,3Aquadest 40 ml 40 ml
b. Pembuatan deodoran
CMC Na yang digunakan direndam dalam 60 ml aquadest selama 24
jam. Fase minyak yaitu sorbitan monooleate dipanaskan dengan
menggunakan waterbath. Paraffin liq., dimethicone, propil paraben, TEA dan
propilen glikol dicampurkan dan diaduk homogen. Asam stearat dilelehkan
terlebih dahulu secara terpisah dengan menggunakan waterbath. Gliserin,
metil paraben dan aquadest ditambahkan ke dalam campuran lainnya dan
diaduk hingga homogen. Fase minyak kemudian dimasukkan ke dalam fase
air dan ditambahkan ekstrak daun beluntas kemudian diaduk dengan hand
mixer selama 20 menit dengan kecepatan skala 1. Kemudian campuran
didiamkan selama 5 menit hingga membentuk massa yang kental.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
c. Pengujian daya sebar
Pengujian daya sebar merupakan hasil dari modifikasi metode
pengukuran daya sebar dari Garg et al. (2002). Deodoran ekstrak etanol daun
beluntas ditimbang sebanyak 1 gram diletakkan ditengah kaca bulat berskala.
Kaca bulat lain yang sudah ditimbang diletakkan diatasnya dan ditambahkan
beban hingga 125 gram. Diamkan selama 1 menit kemudian diukur diameter
penyebaran yang terbentuk.
d. Pengujian viskositas
Deodoran ekstrak etanol daun beluntas dimasukkan ke dalam wadah
dan dipasang pada viscostester VT 04. Nilai viskositas deodoran ditunjukkan
oleh jarum penunjuk saat viscostester dinyalakan. Hasilnya dicatat. Pengujian
dilakukan setelah 48 jam dan setelah disimpan selama satu bulan.
f. Uji persen pemisahan
Uji persen pemisahan fase dilakukan dengan menghitung rasio volume
emulsi yang memisah dibanding volume total emulsi (Aulton, 2002). Tiap
formula emulsi dimasukkan ke dalam tabung berskala. Pemisahan fase yang
teramati pada 48 jam dan 30 hari setelah penyimpanan
Hasil pemisahan fase dinyatakan dengan persentase pemisahan fase
dengan rumus:
% Pemisahan fase = 100%Keterangan: hu = tinggi pemisahan yang terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
ho = tinggi emulsi mula-mula
g. Uji mikromeritik (ukuran droplet)
Dioleskan sebanyak 9 µL sediaan deodoran pada gelas objek
kemudian diletakkan pada mikroskop. Ukuran droplet diamati yang
terdispersi pada sediaan deodoran. Perbesaran lemah digunakan untuk
menentukan objek yang diamati kemudian diganti menggunakan perbesaran
kuat. Dicatat diameter dari tiap droplet sebanyak 300-500 droplet (Martin,
1993).
Pengukuran diameter droplet dilakukan dengan menggunakan
Software Motic Image Plus 2.0 hingga didapatkan diameter (µm) dari 500
droplet yang akan diukur. Pengujian dilakukan setelah 48 jam pembuatan dan
30 hari penyimpanan.
G. Analisis data
Data yang dihasilkan berupa data daya sebar, viskositas, pergeseran
viskositas, ukuran droplet, pemisahan fase dan perubahan ukuran droplet. Data daya
sebar, viskositas, pergeseran viskositas, ukuran droplet, pemisahan fase dan
perubahan ukuran droplet yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan software R
OpenOffice.org (www.molmod.org) dari program R 2.9.0. untuk melihat signifikansi
dari variasi jumlah sorbitan monooleate sebagai emulsifying agent terhadap sifat fisik
dan stabilitas fisik deodoran. Signifikansi dinyatakan melalui nilai p, apabila p<0.05
menunjukkan bahwa variasi jumlah sorbitan monolaurate berbeda signifikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran. Nilai p diperoleh dari hasil analisis
secara parametrik melalui Unpaired t-test, untuk data yang berdistribusi normal
(p>0.05) dan non parametrik Two-samples Wilcoxon Test untuk data yang
berdistribusi tidak normal (p<0.05).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Bahan Ekstrak dan Determinasi Tumbuhan
Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kental etanol daun
beluntas yang dibuat oleh LPPT UGM. Daun beluntas yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari hasil budidaya tanaman beluntas yang ada di CV Merapi
Farma. Sebelumnya dilakukan determinasi tanaman untuk memastikan kebenaran
spesies tanaman yang digunakan dalam penelitian. Determinasi dilakukan dengan
mencocokkan morfologi tanaman dengan kunci determinasi (Van Steenis dan
Bloembergen, 1987) dan dari hasil wawancara dengan pengelola tanaman budidaya
CV. Merapi Farma. Dari hasil determinasi dinyatakan bahwa tanaman yang
digunakan adalah Pluchea indica L.
Daun beluntas yang digunakan berasal dari satu tempat untuk menghindari
variasi lingkungan dan iklim yang berbeda-beda. Pengumpulan daun beluntas yang
digunakan dalam penelitian ini diambil pada waktu sore hari yang diharapkan
kandungan senyawa zat aktif daun yaitu senyawa fenolik dalam keadaan optimal.
Daun beluntas yang diekstraksi berwarna hijau tua dan tidak berjamur karena pada
warna tersebut terkandung senyawa aktif yang cukup besar dan dipilih yang tidak
berjamur agar tidak mengubah metabolisme tumbuhan sehingga dapat merusak
komponen zat aktif dan aktivitas dari zat aktif tersebut menjadi hilang (Harborne,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
1974). Selain itu, daun dipilih berdasarkan letak daun yang diambil pucuk 1-6 daun
dari atas tanaman Beluntas.
Gambar 7. Daun Beluntas yang dipetik untuk dibuat ekstrak
B. Pembuatan Serbuk Daun Beluntas
Daun Beluntas yang telah kering kemudian diserbuk dengan menggunakan grinder.
Proses pembuatan serbuk beluntas dilakukan di CV. Merapi Farma menggunakan
mesin penyerbuk dengan saringan berdiameter 1 mm dengan alasan jika semakin
besar partikelnya maka kemungkinan partikel serbuk tidak dapat terbasahi seluruhnya
dengan pelarut sehingga penyarian menjadi kurang optimal. Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (1995) ukuran lubang pengayak 1 mm menunjukkan
nomor pengayak 18. Apabila derajat halus suatu serbuk dinyatakan dengan satu
nomor, menunjukkan semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut.
Nomor pengayak 18 berarti semua serbuk dapat melalui pengayak nomor 18. Hasil
Kelompokdaun 1-6yang dipetik
Kelompok daun> 6 (tidakdiigunakan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
penyerbukan simplisia daun beluntas kemudian dimasukkan ke dalam wadah tertutup
rapat untuk melindungi isi dari masuknya bahan padat dan mencegah kehilangan
bahan selama penanganan dan penyimpanan. Serbuk simplisia yang sudah terkumpul
kemudian dilanjutkan pada proses ekstraksi.
C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Beluntas dan Verifikasi Kandungan
Senyawa fenolik dalam Ekstrak Etanol Daun Beluntas
Ekstrak etanol daun beluntas dibuat dengan cara maserasi yaitu dengan cara
merendam simplisia yang sudah dikeringkan dan diserbuk dalam pelarut etanol 50%
selama 24 jam yang dilakukan di LPPT UGM sesuai dengan Certificate of Analysis
LPPT UGM. Senyawa aktif yang disari merupakan senyawa fenolik seperti flavonoid
dan eugenol yang bersifat polar karena mengandung gugus hidroksi yang mudah larut
dalam pelarut seperti etanol (Robinson, 1995). Pelarut etanol 50% yang digunakan
berdasarkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai penetapan
kadar total fenolik herba beluntas dimana kadar total fenolik terbanyak terdapat pada
ekstrak etanol 50% daun beluntas (Normala et al, 2011) sehingga diharapkan
senyawa fenolik dalam daun beluntas dapat tersari optimal.
Dipilihnya metode maserasi dikarenakan metode ini tidak memerlukan
pemanasan dalam proses ekstraksinya sehingga tidak mempengaruhi stabilitas
ekstrak. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi yang efektif dan sederhana
dilakukan dengan merendam serbuk simplisia di dalam cairan penyari. Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
aktif. Kemudian zat aktif akan terlarut dalam cairan penyari dan dengan adanya
perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat dan
terdesak keluar.
Ekstrak kental yang diperoleh kemudian diuji kuantitatif dengan menetapkan
kadar total fenolik secara spektrofotometri (kurva regresi y = 0,00285 x – 0,00296
dengan r2= 0,99948) dan diperoleh kadar total fenolik sebesar 4,84 %.
Gambar 8. Ekstrak Daun Beluntas yang digunakan
D. Isolasi bakteri ketiak
Menurut Jutono, Soedarsono, Hartadi, Kabirun, Suhadi, Soesanto (1980),
mengisolasi suatu mikroba ialah memisahkan mikrobia dari lingkungannya di alam
dan menumbuhkannya sebagai kultur murni dalam medium buatan. Isolat bakteri
diambil dari 5 probandus yang memiliki kriteria usia produktif 18-40 th, BMI
overweight, melakukan aktivitas lari selama 1 menit. Pemilihan kriteria ini dilihat
berdasarkan aktivitas seseorang yang cukup padat dengan BMI overweight karena
berat badan tersebut memiliki lipatan lemak yang cukup banyak. Lipatan lemak yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
cukup banyak menyebabkan bakteri lebih banyak tinggal pada lipatan lemak tersebut
dibandingkan dengan BMI normal.
Pembuatan isolat ketiak adalah dengan cara mengoleskan cotton bud lalu
mencelupkannya ke dalam larutan NaCl fisiologis. Tujuannya adalah agar bakteri
dapat tumbuh dapat sesuai dengan kondisi tubuh pada probandus. Cotton bud yang
telah dicelupkan pada NaCl kemudian dioleskan pada ketiak masing-masing
probandus di bagian atas, tengah dan bawah. Hal ini bertujuan agar hasil isolat yang
didapat lebih banyak jika dibandingkan hanya diambil dari satu bagian saja.
Kemudian bakteri isolat diinokulasikan pada media agar dengan metode streak plate.
Metode streak plate umum digunakan untuk mengisolasi koloni mikrobia sehingga
diperoleh biakan murni secara lebih spesifik. Prinsip kerja metode ini adalah
menggoreskan koloni mikrobia pada cawan agar sehingga didapatkan koloni terpisah
dan merupakan biakan murni. Biakan murni adalah biakan yang hanya berasal dari
perbanyakan satu sel mikrobia saja atau berasal dari perbanyakan satu sel mikrobia
dan ditandai dengan adanya koloni terpisah yang seragam baik warna, konsistensi
maupun bentuknya. Koloni yang terpisah tidak selalu diperoleh hanya dengan 1 kali
reisolasi saja namun memerlukan reisolasi sebanyak 2-3 kali hingga diperoleh koloni
terpisah. Reisolasi adalah mengisolasi koloni mikrobia lebih lanjut beberapa kali
dengan tujuan diperoleh koloni terpisah dan merupakan biakan murni yang hasilnya
dapat diamati dari keseragaman warna, bentuk dan konsistensinya (Pelezar, 1988).
Bakteri isolat ketiak yang telah diinokulasikan secara streak platting
diinkubasikan secara terbalik pada suhu 300C selama 24 jam. Pada isolasi tahap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
pertama dari kultur standar diperoleh koloni yang terpisah, namun isolat bakteri
ketiak didapatkan koloni yang terpisah. Oleh karena itu, dilakukan reisolasi sebanyak
2-3 kali sampai diperoleh biakan murni yang seragam baik warna, konsistensi
maupun bentuknya. Dari tahap reisolasi sebanyak 2 kali ini diperoleh koloni strain
bakteri dari isolat bakteri ketiak yaitu bulat (coccus) dan terpisah satu sama lain.
Biakan murni dari reisolasi yang diperoleh tersebut digunakan untuk tahap
identifikasi.
Kontrol media Isolat 1
Isolat 2 Isolat 3
Isolat 4 Isolat 5
Gambar 9. Hasil isolasi bakteri ketiak dari lima probandus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Gambar 9 menunjukkan adanya koloni terpisah yang seragam berbentuk bulat
dan kekuningan yang telah diinokulasikan secara streak platting. Koloni yang
terpisah yang diperoleh dari tahap reisolasi digunakan sebagai stok untuk identifikasi
dan determinasi berdasarkan pada morfologi koloni dan morfologi sel. Dari strain
tersebut dibandingkan dan diperoleh hasil yang menunjukkan adanya koloni terpisah
yang seragam baik warna, bentuk dan konsistensinya. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa isolat bakteri ketiak merupakan kultur murni yang berperan
terhadap masalah bau badan.
E. Identifikasi isolat bakteri ketiak
Identifikasi adalah penentuan ciri atau karakter sutu biakan murni hasil isolasi
yang ditentukan berdasarkan pada morfologi koloni, morfologi sel dan uji biokimiawi
yang dibandingkan dengan suatu spesies tertentu yang digunakan sebagai acuan dan
dianggap mewakili ciri-ciri suatu spesies. Morfologi koloni bertujuan untuk melihat
sifat pertumbuhan bakteri pada berbagai media (media cair, media agar petri, media
agar miring dan media agar tegak) dengan melihat pertumbuhan pada bagian
permukaan dan dasar tabung. Pada media cair diamati pertumbuhan koloni pada
permukaan media, kekeruhan, bau dan ada tidaknya endapan untuk mengidentifikasi
mikroba berdasarkan kebutuhan akan oksigen. Pada media agar agak tegak diamati
bentuk pertumbuhan koloninya pada bekas tusukan dan tingkat pertumbuhan merata
atau tidak. Pada media agar miring diamati tingkat pertumbuhannya, bentuk
pertumbuhan pada goresan, elevasi, topografi, warna dan konsistensinya. Sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
pada media cawan agar diamati bentuk pertumbuhannya, sktruktur dalamnya, tepi,
evaluasi dan warna koloninya (Lay, 2004).
1. Pengamatan morfologi koloni bakteri isolat ketiak
Pengamatan morfologi koloni bakteri isolat ketiak dilakukan dengan
menginokulasikan pada beberapa media seperti media cair, agak tegak dan media
agar miring. Pengamatan dilakukan setelah inkubasi selama 24 jam.
Secara garis besar, parameter yang diamati dari pengamatan morfologi koloni
adalah tekstur, bentuk dan warna koloni yang khas pada setiap spesies. Bentuk koloni
tergantung pada konsistensi medianya. Pada media cair sifat kebutuhan akan O2
sangat mudah dilihat dan penampakan koloninya dapat dibedakan seperti endapan
(sendiment), cincin (ring) dan selaput (pellicle). Demikian pula pada agar tegak atau
miring, memiliki bentuk yang spesifik untuk setiap spesies. Bentuk koloni yang
diinokulasikan pada agar miring antara lain beaded (menyerupai rantai mutiara atau
butir-butir sepanjang bekas inokulasi), echinulate (pertumbuhan sepanjang bekas
inokulasi bergerigi), filiform (pertumbuhan sepanjang bekas inokulasi merata),
rhizoid (pertumbuhan dengan cabang-cabang tidak teratur atau seperti susunan akar),
arborescent (menyerupai pohon yang bercabang-cabang) dan spreading
(pertumbuhan merata disekilas bekas inokulasi). Sedangkan bentuk koloni pada
media agar tegak yaitu beaded, filiform, villious, rhizoid, arborescent dan echinulate.
Bentuk koloni ada yang bulat (round), irregular dan filamentous. Tepi koloni ada
yang rata (entire), berlobus (lobate), meruncing (erose) dan berlekuk (undulate)
(Wuczkowski et al., 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Pada media cair, konsistensi media cair digunakan untuk mengamati bentuk
pertumbuhan koloni dan sifat koloni berdasarkan kebutuhan O2. Dari hasil
pengamatan diperoleh bentuk pertumbuhan koloni bakteri isolat berwarna kuning dan
terjadi pertumbuhan di atas dan di dasar media. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
bakteri isolat bersifat aerobik dan fakultatif anaerobik karena dapat tumbuh di dasar
media dan juga pada permukaan media. Hal ini berarti bakteri dapat melakukan
fermentasi sehingga dapat digolongkan dalam mikrobia yang bersifat fakultatif
anaerobik dan aerobik.
Pada media agar tegak, pengamatan morfologi koloni dilakukan dengan
menginokulasikan secara tusukan pada media agar tegak. Dari hasil pengamatan,
terlihat bentuk pertumbuhan koloni bakteri berbentuk villous yaitu pendek dan
menyerupai rambut di sepanjang bekas inokulasi dengan tingkat pertumbuhan yang
tidak merata yang pertumbuhannya lebih banyak pada permukaan media.
Pada media agar miring, pengamatan dilihat dari tingkat pertumbuhan,
bentuk, warna, elevasi dan tekstur pertumbuhannya. Dari hasil pengamatan terlihat
pertumbuhan bakteri merata di sekitar bekas inolukasi (spreading), berwarna kuning,
tingkat pertumbuhan koloni lebat dan elevasi rata (entire).
Dari pengamatan morfologi koloni pada media agar tegak, agar miring dan
media cair bakteri isolat ketiak mengarah pada genus Staphylococcus. Tetapi, untuk
memastikan bahwa bakteri isolat ketiak tersebut merupakan genus Staphylococcus
perlu dilakukan pengamatan selanjutnya yaitu pengamatan morfologi sel, uji
biokimiawi dan dilanjutkan dengan penanaman pada medium selektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
2. Pengamatan morfologi sel
Selain morfologi koloni, karakteristik yang penting untuk identifikasi bakteri
adalah morfologi sel yang meliputi bentuk sel dan sifat sel berdasarkan pewarnaan,
sifat gram dan sifat motilitas. Untuk mengamati bentuk dan morfologi sel diperlukan
preparat pulasan bakteri dilanjutkan dengan pengecatan Gram yang diamati di bawah
mikroskop.
Menurut Lay (2004), pengecatan merupakan tahap yang penting dalam
identifikasi dan pencirian. Pengecatan gram digunakan untuk mengidentifikasi
menjadi kelompok bakteri gram positif dan negatif. Dari sisi pewarnaan, mikroba
yang termasuk dalam kelompok gram positif memiliki range warna dari ungu sampai
kehitaman dan kelompok gram negatif memiliki warna merah.
Bakteri gram positif berwarna ungu karena tetap mengikat kompleks zat
warna kristal violet-iodium meskipun diberi decolorasi atau zat peluntur (alkohol
96%). Bakteri gram negatif berwarna merah karena kompleks kristal violet-iodium
larut ketika diberikan zat peluntur sehingga dapat diwarnai oleh cat lawan yang
berwarna merah (safranin). Pada bakteri gram negatif dinding sel terdiri dari beberapa
lapisan peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan merupakan komponen
dinding sel yang peka terhadap pewarnaan Gram. Karena bagian terluar dinding sel
bakteri gram negatif adalah membran luar maka pewarnaan gram menghasilkan
warna merah yang merupakan warna safranin yang mewarnai membran luar
(Purwoko, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Menurut Jutono dkk (1980), perbedaan sifat Gram positif dan Gram negatif
tidak mutlak tegas dan spesifik, tetapi masih bergantung pada beberapa faktor yang
dapat menyebabkan variasi dalam pengecatan gram antara lain:
1) Perubahan keasaman. Apabila pH turun kemungkinan sifat Gram positif dapat
berubah menjadi Gram negatif. Sebaliknya apabila pH naik ada kemungkinan
sifat Gram negatif dapat berubah menjadi Gram negatif.
2) Penyimpangan cara pengecatan. Misalnya, pencucian yang terlalu lama dengan
alkohol dapat menyebabkan mikrobia Gram positif memberikan hasil seperti
Gram negatif.
3) Faktor medium. Misalnya, mikroba Gram positif yang lemah apabila
ditumbuhkan dalam medium yang mengandung bahan yang mudah
difermentasikan dapat berubah menjadi Gram negatif.
4) Umur mikrobia. Mikrobia Gram positif yang telah tua atau kekurangan nutrisi
dapat berubah menjadi Gram negatif.
3. Pergerakan bakteri (motilitas)
Uji motilitas bertujuan untuk mengetahui sifat motilitas pada bakteri isolat.
Pergerakan atau motilitas dapat diamati secara langsung dengan metode tetes gantung
(hanging drop). Pengujian motilitas ini dilakukan dengan meletakkan satu ose kultur
bakteri isolat pada gelas penutup. Objek gelas yang telah diberi 4 gumpalan vaselin
dibalikkan pada gelas penutup dengan hati-hati sedemikian rupa sehingga ujung-
ujung vaselin pada objek gelas berlekatan dengan gelas penutup. Kemudian objek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
gelas dibalikkan dan diamati sifat motilitasnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa bakteri isolat bersifat non-motil.
4. Uji biokimiawi
Sifat-sifat morfologi sel dan morfologi koloni tidak cukup untuk melakukan
identifikasi, sifat biokimianya juga perlu diuji. Uji biokimia dilakukan berdasarkan
pada berbagai hasil metabolisme mikrobia yang disebabkan oleh kerja enzim. Uji
biokimia yang dilakukan meliputi uji oksidase dan katalase.
a. Uji oksidase
Uji oksidase bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri yang
diidentifikasi memiliki atau membentuk enzim oksidase sitokrom C atau tidak,
yang akan mengubah oksidase amin menjadi aldehid, ammonia dan H2O. Reagen
yang digunakan dalam tes oksidase ini adalah larutan tetramethyl-
paraphenydiamine. Tes oksidase akan berlangsung positif jika timbul warna biru
tua (Lay, 1994).
Pada hasil pengamatan didapatkan hasil yang negatif bahwa tidak terdapat
perubahan warna pada kertas saring dari coklat menjadi ungu. Hal ini
menunjukkan bahwa bakteri isolat tidak dapat mengoksidasi reagen sehingga
warna berubah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
b. Uji katalase
Katalase adalah enzim yang mengkataliskan penguraian hidrogen
peroksida (H2O2) menjadi air dan O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap
sel karena bahan ini mengaktivasi enzim dalam sel (Lay, 1994).
Dari hasil pengamatan menunjukkan hasil yang positif karena adanya buih
seketika. Adanya buih disebabkan oleh enzim katalase yang dapat memecah H2O2
menjadi H2O dan O2.
F. Determinasi bakteri isolat ketiak
Untuk determinasi bakteri digunakan literatur sebagai acuan yang memuat
sifat-sifat bakteri yang telah dikenal. Hasil identifikasi bakteri isolat dicocokkan
dengan pustaka acuan yaitu Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Holt et
al., 2000).
Berdasarkan hasil pengamatan, bakteri isolat ketiak memiliki kesamaan
dengan genus Staphylococcus yang terdapat dalam pustaka acuan Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology. Kultur bakteri berbentuk bulat (spheris), Gram positif,
tidak berflagel (non motil), katalase positif, oksidase negatif dan bersifat fakultatif
anaerob.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Tabel IV. Hasil identifikasi bakteri isolat ketiak dibandingkan dengan pustakaacuan
No. Karakteristik yangdiidentifikasi
Bakteri isolat ketiak dariprobandus
Holt et al., 2000
1. Bentuk sel Bulat (spheris) Spheris2. Sifat gram Gram positif Gram positif3. Kebutuhan akan O2 Fakultatif anaerob Fakultatif Anaerob4. Pergerakan Non motil Non motil5. Oksidase Negatif Negatif6. Katalase Positif Positif7. Warna koloni Kuning Kuning / orange
Tabel IV menunjukkan bahwa hasil identifikasi bakteri isolat ketiak dari 5
probandus yang dicocokkan dengan pustaka acuan (Holt et al., 2000) diperoleh
kesamaan identitas baik morfologi koloni, morfologi sel maupun sifat biokimiawinya.
Maka dapat disimpulkan bakteri isolat ketiak dari 5 probandus merupakan bakteri
dengan genus Staphylococcus dan merupakan bakteri isolat murni. Untuk lebih
mempertegas bahwa bakteri isolat ketiak adalah genus Staphylococcus maka
dilakukan penanaman bakteri pada medium selektif.
G. Penegasan genus Staphylococcus pada medium selektif
Media selektif digunakan untuk mengisolasi kelompok khusus bakteri. Media
ini dilengkapi bahan kimia untuk menghambat pertumbuhan satu tipe bakteri dan
menyebabkan pertumbuhan yang lainnya, sehingga memberi kemudahan untuk
mengisolasi bakteri yang diinginkan (Kusnandi, 2000).
Salah satu medium selektif yang digunakan untuk penegasan genus
Staphylococcus adalah medium Manitol Salt Agar. Manitol Salt Agar mengandung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
konsentrasi garam tinggi (7,5% NaCl), yang dapat menghambat pertumbuhan
kebanyakan bakteri, kecuali Staphylococcus. Media ini juga mengandung karbohidrat
mannitol, dimana beberapa Staphylococcus dapat melakukan fermentasi, “phenol
red” (pH indikator) digunakan untuk mendeteksi adanya asam hasil fermentasi
manitol. Staphylococcus ini memperlihatkan suatu zona berwarna kuning di
sekeliling pertumbuhannya, Staphylococcus yang tidak melakukan fermentasi tidak
akan menghasilkan perubahan warna (Kusnadi, 2000).
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat pertumbuhan bakteri
pada medium Manitol Salt Agar. Hal ini berarti sesuai dengan teori yang
menunjukkan bahwa hanya genus Staphylococcus yang tumbuh pada medium
Manitol Salt Agar.
Kontrol media Isolat 1 Isolat 2
Isolat 3 Isolat 4 Isolat 5
Gambar 10. Bakteri isolat ketiak pada medium Manitol Salt Agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Gambar 10, terlihat bahwa ada perbedaan warna antara kontrol media dengan
media yang telah ditumbuhi oleh bakteri. Perubahan warna ini terjadi karena bakteri
genus Staphylococcus dapat memfermentasi manitol sehingga terjadi penurunan pH
yang ditandai dengan perubahan warna dari orange menjadi kuning.
H. Pengujian potensi antibakteri dengan metode difusi
Potensi antibakteri ekstrak daun beluntas yang diuji terhadap isolat bakteri
ketiak dilakukan dengan metode difusi menggunakan paper disk. Seri konsentrasi
yang digunakan untuk ekstrak etanol daun beluntas yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%,
7%, 8%, 9% dan 10%. Aquadest steril digunakan sebagai kontrol negatif karena
aquadest steril digunakan untuk pelarut ekstrak. Ekstrak dengan konsentrasi 100%
digunakan sebagai kontrol positif karena konsentrasi 100% memiliki zona hambat
yang paling besar.
Hasil uji aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan terbentuknya zona yang
lebih jernih di sekitar paper disk bila dibandingkan dengan sekelilingnya. Zona yang
lebih jernih ini menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri. Zona jernih
ini menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri uji pada zona tersebut. Daya
antibakteri ekstrak etanol sebanding dengan besarnya diameter hambatan
pertumbuhan bakteri. Hal ini berarti semakin besar hambatnya maka semakin besar
pula daya antibakterinya.
Bakteri yang ditanam pada media nutrien agar menggunakan teknik spread
plate. Setelah bakteri uji diinokulasikan, kemudian paper disk dimasukkan ke dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
plate lalu senyawa uji diteteskan pada paper disk pada konsentrasi tertentu.
Pengamatan zona hambat dilakukan setelah bakteri diinkubasi selama 24 jam. Hasil
uji aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan terbentuknya zona yang lebih jernih di
sekitar paper disk jika dibandingkan dengan sekelilingnya. Zona yang lebih jernih ini
menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri. Semakin besar diameter
zona yang lebih jernih maka semakin besar pula potensi antibakterinya.
Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak daun beluntas dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel V. Diameter zona hambat ekstrak daun beluntas terhadap bakteri genus Staphylococcus
Replikasi
Kontrol
negatif
(mm)
Kontrol
positif
(mm)
Diameter zona hambat pada berbagai konsentrasi ekstrak
daun beluntas (mm)
1% 2% 3% 4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%
1 6 33 6 6 15,2 15,6 15,2 17 17,2 17,6 17,6 19
2 6 32,4 6 6 13,6 15,2 15,2 15,6 18 18,4 17,8 21,4
3 6 36,4 6 6 13,2 15,2 16,6 17,4 17,8 18,8 18,8 19,8
Tabel V menunjukkan bahwa konsentrasi 10% pada penelitian ini
menghasilkan zona hambat yang lebih baik dari seri konsentrasi lainnya. Sedangkan
pada konsentrasi 1% dan 2% tidak menunjukkan adanya zona hambat. Zona hambat
terlihat mulai dari konsentrasi 3%. Pada penelitian ini, diambil konsentrasi 3%
sebagai zat aktif dalam sediaan deodoran. Berikut ini adalah beberapa alasan
mengapa diambil konsentrasi 3% sebagai zat aktif deodoran:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
1. Dari hasil perhitungan uji Wilcoxon untuk konsentrasi 3% dan kontrol negatif
didapatkan hasil p-value < 0,05 yaitu 0,03690 yang menunjukkan hasil yang
signifikan. Kontrol negatif dalam penelitian ini tidak menunjukkan zona hambat.
2. Dari hasil perhitungan Wilcoxon untuk konsentrasi 3% dan 4% didapatkan hasil
p-value > 0,05 yaitu 0,1046 yang menunjukkan hasil yang tidak signifikan,
sehingga dipilih konsentrasi 3%.
3. Dari hasil perhitungan Wilcoxon untuk konsentrasi 3% dan 2% didapatkan hasil
p-value < 0,05 yaitu 0,03690 yang menunjukkan hasil yang signifikan. Tetapi,
konsentrasi 2% tidak menunjukkan zona hambat sehingga dipilih konsentrasi 3%
untuk formulasi deodoran .
4. Dari hasil perhitungan Wilcoxon untuk konsentrasi 3% dan kontrol positif
didapatkan hasil p-value < 0,05 yaitu 0,04953 yang menunjukkan hasil yang
signifikan. Artinya secara teori semakin besar konsentrasi senyawa antibakteri
maka diameter zona hambat atau aktivitas antibakterinya juga akan semakin
besar. Dalam penelitian ini dipilih konsentrasi 3% sebagai zat aktif dalam
formulasi daun beluntas.
I. Pembuatan deodoran ekstrak etanol daun beluntas
Pembuatan deodoran ekstrak daun beluntas dilakukan dengan mencampurkan bahan-
bahan yang digunakan sesuai dengan fasenya. Dalam formula deodoran terdapat fase
air dan fase minyak. Fase minyak terdiri dari sorbitan monooleate sebagai emulgator,
paraffin cair dan dimethicone yang digunakan sebagai emolient dan propil paraben
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
pengawet untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme, sedangkan fase air terdiri dari
gliserin dan propilen glikol yang digunakan sebagai humektan, asam stearat dan
triethanolamine yang juga berfungsi sebagai emulgator, ekstrak etanol daun beluntas
yang digunakan sebagai zat aktif antibakteri dan CMC Na yang digunakan sebagai
tickening agent.
Pembuatan deodoran ekstrak daun beluntas dilakukan dengan cara
mencampurkan fase minyak ke dalam fase air. Bahan-bahan yang bentuknya solid
atau padatan dilelehkan terlebih dahulu di atas waterbath. Hal ini bertujuan agar fase
minyak dan fase air lebih mudah dicampurkan karena bahan-bahan pada fase minyak
dan fase air dicampurkan dalam keadaan cair. Pencampuran fase minyak dan fase air
dilakukan dengan menggunakan mixer selama 20 menit. Penggunaan mixer dalam
pembuatan deodoran ini agar didapatkan ukuran droplet yang kecil sehingga
kestabilan emulsi tetap terjaga.
Dalam penelitian ini dibuat sediaan deodoran dalam bentuk emulsi dengan
emulgator sorbitan monooleate sebagai emulsifying agent. Sorbitan monooleate
bekerja sebagai emulgator dengan cara menurunkan tegangan permukaan melalui
pembentukan lapisan tipis film pada antarmuka fase sehingga membentuk droplet air
dalam minyak dan kedua fase dapat menyatu.
Dalam pembuatan deodoran ini terjadi pembentukan sabun stearat
(trietanolamin-stearat). Hal ini berasal dari asam stearat yang menimbulkan reaksi
penyabunan dengan basa trietanolamine. Adanya mekanime sabun stearat yang
terbentuk juga memiliki fungsi sebagai emulsifying agent yang mampu menjaga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
kestabilan sistem emulsi melalui pembentukan lapisan monomolekuler zat
pengemulsi (Kim, 2004). Sabun stearat menyelubungi droplet fase minyak dalam
emulsi sehingga dapat terdispersi dalam fase air. Berikut ini adalah reaksi
penyabunan yang terjadi antara asam stearat dan trietanolamine:
Gambar 11. Reaksi penyabunan trietanolamin dan asam stearat
J. Pengamatan sifat fisis deodoran
Gambar 12 menunjukkan hasil pembuatan deodorant ekstrak etanol daun
beluntas. Warna sediaan deodoran berwarna coklat.
Formula 1 Formula 2
Gambar 12. Pengamatan fisis deodoran yang dihasilkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
K. Sifat fisik dan stabilitas fisik deodoran ekstrak daun beluntas
Suatu sediaan dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila memenuhi
persyaratan sifat fisik dan stabil selama penyimpanan. Sifat fisik dari deodoran
ekstrak daun beluntas meliputi daya sebar, viskositas, ukuran droplet, sedangkan
stabilitas fisik meliputi pergeseran viskositas, pemisahan fase dan pergeseran ukuran
droplet setelah penyimpanan selama 30 hari.
1. Daya sebar
Daya sebar menggambarkan kemampuan penyebaran saat diaplikasikan ke
kulit. Umumnya semakin besar viskositas suatu formula maka daya sebar akan
semakin kecil.
Tabel VI. Tabel hasil uji daya sebar
FormulaReplikasi (cm)
48 jam 30 hari
17,20 7,158,32 8,407,66 7,70
Rata-rata 7,73 ± 0,563 7,75 ± 0,626
28,36 8,408,20 8,238,35 8,36
Rata-rata 8,30 ± 0,0897 8,33 ± 0,088
Berdasarkan tabel VI, formula 1 dan formula 2 tidak memenuhi kriteria
karena melebihi kriteria yang diinginkan yaitu 5-7 cm. Dengan demikian, formula 1
dan formula 2 menghasilkan daya sebar yang kurang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antarkedua formula untuk uji daya sebar.
Tabel VII. Hasil perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon daya sebar pada 48 jamsetelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan
Perbandingan daya sebar Shapiro-Wilk Sig. t-test KeteranganFormula 1 dan Formula 2 (48 jam) 0,04367 0,2 Tidak signifikanFormula 1 dan Formula 2 (30 hari) 0,04204 0,5066 Tidak signifikan
Uji normalitas untuk uji daya sebar secara statistik menggunakan uji
normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50. Nilai
p dari uji normalitas Shapiro-Wilk untuk daya sebar 48 jam pada formula 1 dan
formula 2 adalah 0,04367 dan nilai p untuk daya sebar 30 hari pada formula 1 dan
formula 2 adalah 0,04204, yang artinya bahwa nilai p <0,05 dan menunjukkan bahwa
kedua data daya sebar tidak terdistribusi normal.
Dari hasil uji normalitas yang tidak terdistribusi normal maka untuk melihat
hasil uji t menggunakan nilai signifikansi dari uji Wilcoxon. Angka signifikansi uji
Wilcoxon adalah 0,2 (>0,05) untuk daya sebar 48 jam pada formula 1 dan formula 2
dan 0,5066 (>0,05) untuk daya sebar 30 hari pada formula 1 dan formula 2. Dengan
demikian uji daya sebar pada formula 1 dan formula 2 untuk uji daya sebar 48 jam
dan 30 hari berbeda tidak signifikan.
2. Viskositas
Parameter viskositas penting untuk diketahui karena viskositas merupakan
salah satu bagian yang memberi jaminan bahwa dosis yang sesuai dapat dihantarkan
ke site effect. Bila viskositas terlalu encer, maka waktu kontak sediaan dengan kulit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
hanya sebentar sehingga dapat menurunkan efektivitas dari sediaaan, tetapi jika
sediaan terlalu kental maka akan lebih sulit dikeluarkan dari wadah dan tidak nyaman
saat diaplikasikan pada kulit.
Pengukuran viskositas dilakukan pada waktu 48 jam setelah pembuatan. Hal
ini bertujuan untuk menghilangkan pengaruh selama pembuatan dan membebaskan
sediaan dari energi kinetik saat pembuatan. Hal ini dikarenakan droplet-droplet pada
sediaan saling bertumbukan satu sama lain ketika pemberian energi pada saat proses
pembuatan sehingga akan mempengaruhi viskositas deodoran.
Tabel VIII. Tabel hasil uji viskositas
FormulaReplikasi (d.Pa.s)
48 jam 30 hari
10,85 0,570,88 0,50,9 0,5
Rata-rata 1,083 ± 0,362 0,550 ± 0,087
21,5 0,651,2 0,621 0,6
Rata-rata 1,233 ± 0,252 0,623 ± 0,025
Berdasarkan tabel VIII, formula 1 dan formula 2 tidak memenuhi kriteria pada
48 jam dan 30 hari penyimpanan. Kriteria yang diinginkan yaitu 10-20 d.Pa.s, dimana
pada viskositas tersebut masih dapat diterima di pasaran, karena viskositas deodoran
ekstrak etanol daun beluntas yang terdapat dipasaran berada pada rentang tersebut.
Viskositas yang dihasilkan pada kedua formula berada di luar range. Hal ini
disebabkan sediaan yang terlalu encer sehingga berpengaruh terhadap kestabilan dari
sediaan deodoran. Selain itu, karena viskositasnya yang encer menyebabkan sediaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
lebih cepat keluar dari wadah sehingga acceptability dalam pemakaian deodoran di
ketiak secara langsung menjadi berkurang. Viskositas yang rendah dapat membuat
droplet-droplet menjadi lebih mudah bergerak sehingga kecenderungan untuk
bergabung satu sama lain lebih besar dibandingkan dengan sediaan deodoran yang
memiliki viskositas tinggi, sedangkan bila viskositas sediaan deodoran terlalu tinggi,
maka sediaan deodoran akan lebih sukar mengalir.
Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antarkedua formula untuk uji viskositas.
Tabel XI. Perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon viskositas pada 48 jam setelahpembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan
Perbandingan viskositas Shapiro-Wilk Sig. t-test KeteranganFormula 1 dan Formula 2 (48 jam) 0,1236 0,1321 Tidak signifikanFormula 1 dan Formula 2 (30 hari) 0,3893 0,02979 Signifikan
Uji normalitas untuk uji viskositas secara statistik menggunakan uji
normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50. Nilai
p dari uji normalitas Shapiro-Wilk untuk viskositas 48 jam pada formula 1 dan
formula 2 adalah 0,1236 dan nilai p untuk viskositas 30 hari pada formula 1 dan
formula 2 adalah 0,3893, yang artinya bahwa nilai p >0,05 dan menunjukkan bahwa
kedua data viskositas terdistribusi normal.
Dari hasil uji normalitas yang terdistribusi normal maka untuk melihat hasil
uji t menggunakan nilai signifikansi dari unpaired t-test. Angka signifikansi unpaired
t-test adalah 0,1321 (>0,05) untuk viskositas 48 jam pada formula 1 dan formula 2
dan 0,02979 (<0,05) untuk viskositas 30 hari pada formula 1 dan formula 2. Dengan
demikian untuk viskositas 48 jam pada formula 1 dan formula 2 berbeda tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
signifikan (p>0,05) dan untuk viskositas 30 hari pada formula 1 dan formula 2
berbeda signifikan (p<0,05).
3. Persen pemisahan fase
Creaming menunjukkan ketidakstabilan emulsi yang dhasilkan dimana pada
emulsi tersebut terpisah menjadi dua fase. Peningkatan persen pemisahan fase
menunjukkan terjadinya koalesen sehingga menunjukkan ketidakstabilan emulsi dari
proses penyimpanan. Pemisahan fase juga menyebabkan penurunan aseptibilitas dari
konsumen.
Tabel X. Tabel hasil uji persen pemisahan fase
FormulaReplikasi (%)
48 jam 30 hari
10 74.40 74
20.4 72Rata-rata 6,8 ± 11,778 73,467 ± 1,286
20 61,20 60,8
16 61,6Rata-rata 5,333 ± 9,238 61,2 ± 0,4
Berdasarkan tabel X, formula 1 dan formula 2 pada uji persen pemisahan fase
48 jam memenuhi kriteria yang diinginkan yaitu <10%, sedangkan formula 1 dan
formula 2 pada uji persen pemisahan fase 30 hari tidak memenuhi kriteria yang
diinginkan karena hasilnya >10%. Dengan demikian, formula 1 dan formula 2 pada
uji persen pemisahan fase 30 hari menghasilkan persen pemisahan fase yang kurang
baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antarkedua formula untuk uji persen pemisahan fase.
Tabel XI. Perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon persen pemisahan fase pada 48jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan menggunakan uji t-test tidak
berpasanganPerbandingan persen Pemisahan Fase Shapiro-Wilk Sig. t-test Keterangan
Formula 1 dan Formula 2 (48 jam) 0,00449 1 Tidak signifikanFormula 1 dan Formula 2 (30 hari) 0,02854 0,1 Tidak signifikan
Uji normalitas untuk uji persen pemisahan fase secara statistik menggunakan
uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50.
Nilai p dari uji normalitas Shapiro-Wilk untuk persen pemisahan fase 48 jam pada
formula 1 dan formula 2 adalah 0,00449 dan nilai p untuk persen pemisahan fase 30
hari pada formula 1 dan formula 2 adalah 0,02854, yang artinya bahwa nilai p <0,05
dan menunjukkan bahwa kedua data persen pemisahan fase tidak terdistribusi normal.
Dari hasil uji normalitas yang tidak terdistribusi normal maka untuk melihat
hasil uji t menggunakan nilai signifikansi dari uji Wilcoxon. Angka signifikansi uji
Wilcoxon adalah 1 (>0,05) untuk persen pemisahan fase 48 jam pada formula 1 dan
formula 2 dan 0,1 (>0,05) untuk persen pemisahan fase 30 hari pada formula 1 dan
formula 2. Dengan demikian uji persen pemisahan fase pada formula 1 dan formula 2
untuk uji persen pemisahan fase 48 jam dan 30 hari berbeda tidak signifikan.
4. Ukuran droplet
Kestabilan sediaan deodoran dapat dilihat dari parameter ukuran droplet dari
sediaan deodoran. Sediaan deodoran dalam bentuk emulsi dikatakan stabil bila tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
terjadi perubahan ukuran droplet yang signifikan atau droplet menjadi lebih besar.
Stabilitas emulsi akan meningkat jika ukuran droplet semakin kecil. Karena droplet-
droplet tersebut menjebak medium ke dalamnya, akibatnya tahanan untuk mengalir
semakin besar, sehingga droplet-droplet yang ada dalam sistem menjadi immobile.
Dengan sistem yang immobile, maka droplet-droplet akan sukar bergerak, sehingga
kecenderungan untuk mendekat dan bergabung semakin kecil, diimbangi dengan
kapasitas kerja emulsifying agent yang baik pada lapisan antarmuka fase minyak
dengan fase air, dimana emulsifying agent membentuk struktur kaku yang berfungsi
sebagai barrier yang mencegah droplet untuk bergabung (Nielloud and Mestres,
2000).
Droplet diukur pada semua bagian yaitu pada bagian tengah, atas dan bawah
untuk menunjukkan droplet secara keseluruhan. Ukuran droplet diukur dengan mean
untuk menunjukkan distribusi ukuran partikel secara keseluruhan. Nilai modus tidak
dapat digunakan sebagai respon ukuran droplet karena nilai modus relatif terhadap
nilai itu sendiri sehingga diperlukan nilai pembatas yang dapat dijadikan parameter
yang sama untuk nilai distribusi ukuran droplet pada setiap formula. Perbandingan
nilai mean pada 48 jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dilakukan untuk
melihat perubahan ukuran droplet yang terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Tabel XII. Tabel hasil uji ukuran droplet
FormulaReplikasi (µm)
48 jam 30 hari
1144,156 149,134143,156 148,345145,136 150,897
Rata-rata 144 ± 0,990 150,897 ± 1,307
2103,785 110,234104,678 109,567103,563 108,357
Rata-rata 104 ± 0,590 109 ± 0,952
Berdasarkan tabel XII, terlihat adanya perubahan dari hasil pengujian ukuran
droplet 48 jam dan 30 hari terlihat adanya perubahan ukuran droplet. Kemudian
dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan
antarkedua formula untuk pengujian ukuran droplet.
Tabel XIII. Perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon ukuran droplet pada 48 jamsetelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan
Perbandingan ukuran droplet Shapiro-Wilk Sig. t-test KeteranganFormula 1 dan Formula 2 (48 jam) 0,007937 0,1 Tidak signifikanFormula 1 dan Formula 2 (30 hari) 0,01111 0,1 Tidak signifikan
Uji normalitas untuk uji ukuran droplet secara statistik menggunakan uji
normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50. Nilai
p dari uji normalitas Shapiro-Wilk untuk ukuran droplet 48 jam pada formula 1 dan
formula 2 adalah 0,007937 dan nilai p untuk ukuran droplet 30 hari pada formula 1
dan formula 2 adalah 0,01111, yang artinya bahwa nilai p <0,05 dan menunjukkan
bahwa kedua data ukuran droplet tidak terdistribusi normal.
Dari hasil uji normalitas yang tidak terdistribusi normal maka untuk melihat
hasil uji t menggunakan nilai signifikansi dari uji Wilcoxon. Angka signifikansi uji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Wilcoxon adalah 0,1 (>0,05) untuk ukuran droplet 48 jam pada formula 1 dan formula
2 dan 0,1 (>0,05) untuk ukuran droplet pada formula 1 dan formula 2. Dengan
demikian pengujian ukuran droplet pada formula 1 dan formula 2 pada waktu 48 jam
setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan berbeda tidak signifikan.
5. Pergeseran ukuran droplet
Pergeseran ukuran droplet menunjukkan apakah sediaan deodoran yang dibuat
mengalami koalesen atau tidak. Koalesen merupakan salah satu peristiwa yang
menggambarkan ketidakstabilan emulsi, dimana terjadi penggabungan droplet-droplet
membentuk ukuran yang lebih besar. Pergeseran ukuran droplet dapat dilihat dari
pergeseran nilai mean pada sediaan deodoran setelah pembuatan dan setelah
penyimpanan selama 30 hari pada formula 1 dan formula 2.
Tabel XIV. Tabel hasil uji pergeseran ukuran droplet
FormulaReplikasi (µm) Replikasi (%)
48 jam 30 hari Pergeseran ukuran droplet
1144,156 149,134 34,530143,156 148,345 36,250145,136 150,897 39,700
Rata-rata 144 ± 0,990 150,897 ± 1,307 36,837 ± 0,263
2103,785 110,234 62,145104,678 109,567 46,705103,563 108,357 46,287
Rata-rata 104 ± 0,590 109 ± 0,952 51,711 ± 0,904
Berdasarkan tabel XIV, terlihat adanya perubahan dari hasil pengujian ukuran
droplet 48 jam dan 30 hari pada formula 1 dan formula 2 tidak memenuhi kriteria
yang diinginkan yaitu <10%. Terlihat adanya peningkatan ukuran droplet pada 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
jam setelah pembuatan dan 30 hari penyimpanan pada formula 1 dan formula 2 yang
menyebabkan adanya pergeseran ukuran droplet. Peningkatan ukuran droplet
mengindikasikan adanya ketidakstabilan emulsi. Adanya perbedaan ukuran ini,
kemungkinan disebabkan karena terjadinya aglomerasi (penggabungan). Aglomerasi
terjadi karena adanya droplet yang mebentuk agregat-agregat yang ukurannya jauh
lebih besar. Peningkatan ukuran droplet dapat terjadi karena adanya koalesen dan
ostwald ripening. Ostwald ripening terjadi karena droplet yang berukuran besar akan
menjadi semakin besar karena droplet kecil akan menempel pada droplet yang besar
tersebut. Koalesen terjadi karena droplet-droplet yang berukuran relatif sama
bergabung menjadi droplet yang berukuran lebih besar.
Secara umum, peningkatan ukuran droplet terjadi karena penurunan
viskositas. Ukuran droplet dapat meningkat selama penyimpanan dikarenakan
kapasitas emulsifying agent yang menurun, sehingga ketika droplet-droplet mendekat
karena adanya gaya van der waals dan emulsifying agent yang digunakan kurang
mampu menjaga kestabilan droplet, maka droplet bergabung membentuk ukuran yang
lebih besar.
Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antarkedua formula untuk pergeseran ukuran droplet.
Tabel XV. Perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon pergeseran ukuran dropletpada 30 hari penyimpanan dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan
Perbandingan pergeseran ukurandroplet
Shapiro-Wilk Sig. t-test Keterangan
Formula 1 dan Formula 2 (30 hari) 0,307 0,09409 Tidak signifikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Uji normalitas untuk pergeseran ukuran droplet secara statistik menggunakan
uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50.
Nilai p dari uji normalitas Shapiro-Wilk untuk pergeseran ukuran droplet pada
formula 1 dan formula 2 adalah 0,307, yang artinya bahwa nilai p>0,05 dan
menunjukkan bahwa kedua data pergeseran ukuran droplet terdistribusi normal.
Dari hasil uji normalitas yang tidak terdistribusi normal maka untuk melihat
hasil uji t menggunakan nilai signifikansi dari unpaired t-test. Angka signifikansi
unpaired t-test adalah 0,09409 (>0,05) untuk pergeseran ukuran droplet pada formula
1 dan formula 2. Dengan demikian pergeseran ukuran droplet pada formula 1 dan
formula 2 berbeda tidak signifikan.
6. Pergeseran viskositas
Pergeseran viskositas dapat dijadikan parameter kestabilan suatu sediaan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pergeseran viskositas adalah kemampuan
emulsifying agent dalam menjaga droplet-droplet minyak di dalam air agar tidak
bergabung satu sama lain, sehingga viskositas dapat tetap terjaga, sebab ukuran
droplet dapat mempengaruhi viskositas, dimana semakin besar ukuran droplet, maka
viskositas akan semakin kecil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Tabel XVI. Tabel hasil uji pergeseran viskositasFormula Pergeseran viskositas (%)
132,9443,1844,44
Rata-rata 40,19 ± 6,307
256,6748,33
40Rata-rata 48,33 ± 8,33
Berdasarkan tabel XVI, terlihat bahwa pergeseran viskositas pada formula 1
dan formula 2 tidak memenuhi kriteria pergeseran viskositas yang diinginkan yaitu
<10%. Kemudian dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang signifikan antarkedua formula untuk pergeseran viskositas.
Tabel XVII. Perbandingan formula 1 dan formula 2 untuk respon pergeseran viskositas pada30 hari penyimpanan dengan menggunakan uji t-test tidak berpasangan
Pergeseran viskositas Shapiro-Wilk Sig. t-test KeteranganFormula 1 dan Formula 2 (30 hari) 0,9765 0,2532 Tidak signifikan
Uji normalitas untuk uji pergeseran viskositas secara statistik menggunakan
uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50.
Nilai p dari uji normalitas Shapiro-Wilk untuk pergeseran viskositas pada formula 1
dan formula 2 adalah 0,9765 yang artinya bahwa nilai p>0,05 dan menunjukkan
bahwa kedua data pergeseran viskositas terdistribusi normal.
Dari hasil uji normalitas yang terdistribusi normal maka untuk melihat hasil
uji t menggunakan nilai signifikansi dari uji unpaired t-test. Angka signifikansi uji
unpaired t-test adalah 0,2532 (>0,05) untuk pergeseran viskositas pada formula 1 dan
formula 2. Dengan demikian pergeseran viskositas pada formula 1 dan formula 2
berbeda tidak signifikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ekstrak etanol daun beluntas dengan konsentrasi 3% memiliki efek antibakteri
terhadap isolat bakteri penyebab bau badan.
2. Sifat fisik daya sebar, viskositas dan ukuran droplet dan stabilitas fisik pergeseran
ukuran droplet dan pemisahan fase memiliki perbedaan yang tidak signifikan,
sedangkan stabilitas fisik pergeseran viskositas memiliki perbedaan yang
signifikan.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian yang sejenis dengan variasi jumlah emulgator yang
berbeda sehingga dapat dihasilkan formula yang memenuhi kriteria sifat fisik dan
stabilitas fisik deodoran.
2. Perlu dilakukan uji efek untuk melihat pengaruh sifat fisik dan stabilitas sediaan
dengan level yang berbeda.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas sediaan deodoran
ekstrak etanol daun beluntas sebagai antibakteri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang optimasi pembuatan deodoran
yaitu lama pencampuran dan penambahan komposisi bahan pengental atau
thickening agent.
5. Perlu dilakukan uji iritasi primer untuk meyakinkan bahwa formula tidak
mengiritasi kulit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., 2005, Stearic Acid: Pharmaceutical Excipients,http://www.medicinescomplete.com/mc/excipients/current/1000308534.htmdiakses 8 November 2011
Anonim, 2009, Modul Riset Akutansi,http://www.ilab.gunadarma.ac.id/Info/modul/NewATA/Modul%20ATA/Riset%20Akuntansi/M3.pdf, diakses tanggal 15 Juli 2012
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, UniversitasIndonesia Press, Jakarta, pp. 605-619.
Ardiansyah, L. Nuraida dan N. Andarwulan, 2003, Aktivitas Antimikroba EkstrakDaun Beluntas (Pluchea Indica L.) dan Stabilitas Aktivitasnya pada BerbagaiKonsentrasi Garam dan Tingkat pH, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,16(2):90-97.
Aulton, M.E., 2002, Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, 2nd Ed.,ELBS with Churchill Livingstone, New York, pp. 294-298.
Billany, M., 2002, Suspensions and Emulsions, in Aulton, M. E., (Ed),Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, 2nd Ed., ELBS withChurchill Livingstone, New York, pp. 342, 344, 348.
Binks, B.P., 1998, Modern Aspects of Emulsion Science, The Royal Society ofChemistry, United Kingdom, pp.13, 33.
Clinic, Mayo, 2010, Sweating and body odor,http://www.mayoclinic.com/health/sweating-and-body-odor/DS00305/DSECTION=causes diakses 14 November 2011
Endarti, Yulinah, E and Soediro, I. 2002, Kajian Aktivitas Asam Usnat terhadapBakteri Penyebab Bau Badan,http://bahanalam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=121, diakses 28 November 2011.
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., Singla, A.K., 2002, Spreading of SemisolidFormulations : An update, Pharmaceutical Technology, Sep, pp. 86, 90, 98.
Harbourne, J.B., 1974, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern MenganalisaTumbuhan, diterjemahkan oleh Padmawinata, K., ITB Press, Bandung, pp.152.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Heyne, K, 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid I, Badan Penelitian danPengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan, Jakarta, pp. 586.
Holt, J.G., Krieg, R.K., Peter, H., Sneath, A., Staley, J.T., William, S.T., 2000,Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, Ninth Edition, LippincottWilliam & Wilkins, New York, pp.209.
Hugo, W.B. & Russel, A.D., 1987, Pharmaceutical Microbiology, BlackwelScientific Publication, Oxford, pp. 20-21.
Imron, H. S. S., 1985, Sediaan Kosmetik, Direktorat Pembinaan Penelitian danPengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, DepartemenPendidikan dan kebudayaan, Jakarta.
Jimmy, 2008, Teknik Dasar Mikrobiologi, www.wordpress.com/files/cdk/files/13,diakses 12 Januari 2012
Jutono, Soedarsono, J., Hartadi, S., Kabirun, S., Suhadi, D., dan Soesanto, 1980,Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum (Untuk Perguruan Tinggi), GajahMada University Press, Yogyakarta, pp. 38-39, 89, 109.
Kim, C., 2004, Advance Pharmaceutics Physicochemical Principles, CRC Press,Washington DC, pp. 214, 216-217, 220.
Kim, Cheng-ju, 2005, Advanced Pharmaceutics : Physicochemical Principles, CRCPress LLC, Florida, pp. 214-235.
Kusnandi, 2000, Buku Common Text Mikrobiologi,http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031KUSNADI/BUKU_COMMON_TEXT_MIKROBIOLOGI,_Kusnadi,dkk/BAB__7_klasifikasi_bakteri.pdf, diakses tanggal 12 Januari 2012
Lay, B.W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, Raja Grafindo Persada, Jakarta,pp. 17, 19, 77, 79, 82.
Martin, A., Swarbrick, J., and Cammarata, A., 1993, Physical Pharmacy, PhysicalChemical Principles in the Pharmaceutical Science, diterjemahkan olehYoshita, Edisi ketiga, Universitas Indonesia Press, Jakarta, pp. 1022.
Mitsui, Takeo, 1997, New Cosmetic Science, Elsevier Science B.V, Amsterdam, pp.476-477.
Mollet H., Grubermann, A., 2001, Formulation Technology : Emulsion, Suspensions,Solid Forms, WILEY-VCH Verlag GmbH, pp. 84.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Nurmala, H. and Suhaimi M.I., 2011, Quantification of Total Phenolics in DifferentParts of Pluchea indica (Less) Ethanolic and Water Extracts, Universiti PutraMalaysia Press, Malaysia.
Nielloud, F. and Mestres, G.M., 2000, Pharmaceutical Emulsions and Suspensions,Marcel Dekker, New York, pp. 22, 92, 561, 590.
Pelezar, M.J., and Chan E.S.C., 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, UI-Press, Jakarta,pp. 959-960.
Purwoko, T., 2007, Fisiologi Mikrobia, Bumi Aksara, Jakarta, pp. 18.
Rachdie, 2006, Teknik Dasar Analisa Mikrobiologi, www.rachdie.blogsome.com,diakses tanggal 15 Februari 2012
Rieger, M.M., 1996, Surfactants, in Lieberman, H.A., Rieger, M.M., Banker, G.S.,(Eds), Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System, Vol.1, MarcelDekker , Inc., New York, pp. 226-227.
Riza, 2008, Pergerakan Sel, http://alkhanza7.multiply.com/journal/item/3, diaksestanggal 15 Februari 2012
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Quinn, M.E., 2009, Handbook of PharmaceuticalExcipients, 6th ed, Pharmaceutical Press, London, pp. 184-185, 550-551.
Soeryati, Soebagio, Agustri, 2010, Formulasi Deodoran Bentuk Batang (Stick) denganLendir Daun Lidah Buaya (Aloe vera Linn.), FMIPA UNPAD, Sumedang
Suriawiria, U., 1986, Pengantar Mikrobiologi Umum, Angkasa, Bandung, pp. 60-62,113-115, 119, 256.
Suryani, A., I. Sailah dan E. Hambali, 2000, Teknologi Emulsi, Jurusan IndustriPertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Syamsuhidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 470-471.
Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi, Departemen Pendidikan dan KebudayaanPendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan, Jakarta, pp.92, 94, 113-115, 119, 256.
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, 399-443, UGM Press,Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Winarno, M.W. dan D. Sundari, 1998, Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Obat Diare diIndonesia, Cermin Dunia Kedokteran, 109:25-32.
Wuczkowski, M., Y., Gerbawy, G.F., Kraus, C.P. Kubicek, K. Sterflinger and H.Prillinger, 2007, Identification of Filamentous Fungi and Yeast and TheidDiversity in Soil of The alluvial Zone National Park Along The River DanubeDownstream of Viennam Austria, ACBR, Austria, pp. 12,13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Daun Beluntas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Lampiran 2. Certificate of Analysis Ekstrak Etanol Daun Beluntas dari LPPTUGM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Lampiran 3. Proses Ekstraksi Ekstrak Etanol Daun Beluntas dari LPPT UGM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Lampiran 4. Penetapan Kadar Total Fenolik dari LPPT UGM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Lampiran 5. Diameter zona hambat ekstrak daun beluntas
KonsentrasiReplikasi1 (mm)
Replikasi2 (mm)
Replikasi3 (mm)
mean ± SD(mm)
keterangan
kontrolnegatif
6 6 6 6 ± 0tidak ada zona
hambatkontrolpositif
33 32,4 36,4 33,9 ± 2,16terbentuk zona
bening
1% 6 6 6 6 ± 0tidak terbentukzona hambat
2% 6 6 6 6 ± 0tidak terbentukzona hambat
3% 15,2 13,6 13,2 14,3 ± 1,29terbentuk zona
hambat
4% 15,6 15,2 15,2 15,7 ± 0,81terbentuk zona
hambat
5% 15,2 15,2 16,6 16,7 ± 0,81terbentuk zona
hambat
6% 17 15,6 17,4 16,7 ± 0,94terbentuk zona
hambat
7% 17,2 18 17,817,7 ±
0,41terbentuk zona
hambat
8% 17,6 18,4 18,8 18,3 ± 0,57terbentuk zona
hambat
9% 17,6 17,8 18,8 18,1 ± 0,64terbentuk zona
hambat
10% 19 21,4 19,820,1 ±
1,22terbentuk zona
hambat
Berdasarkan hasi uji daya antibakteri terhadap isolat bakteri bau badan,
didapatkan konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% merupakan konsentrasi yang
berpotensi untuk diformulasikan kedalam sediaan deodoran roll-on. Analisis
statistika dilakuan untuk memastikan bahwa konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas
konsentrasi 3% menghasilkan zona hambat terhadap isolat bakteri bau badan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 6. Uji normalitas dan uji wilcoxon bakteri isolat ketiak
Shapiro-Wilk normality test
data: data_mikro$dayahambat
W = 0.7677, p-value = 0.02949
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Dilihat dari hasil uji normalitas Shapiro-wilk, didapatkan bahwa data zona
hambat konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat kontrol negatif
berdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non-parametik uji Wilcoxon
untuk membandingkan respon zona hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan
zona hambat kontrol negatif.
tapply(negatif$dayahambat, negatif$k.ekstrak, median, na.rm=TRUE)Konsentrasi 3% kontrol negatif
13.6 6.0wilcox.test(dayahambat ~ k.ekstrak, alternative='two.sided', exact=FALSE,+ correct=FALSE, data=negatif)
Wilcoxon rank sum testdata: dayahambat by k.ekstrakW = 9, p-value = 0.03690alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,03690 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang
bermakna (signifikan) antara dua kelompok data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3%
dengan konsentrasi 2%
Shapiro-Wilk normality test
data: perbandingan2$dayahambat
W = 0.7797, p-value = 0.03832
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Dari hasil uji normalitas Shapiro-wilk, didapatkan bahwa data zona hambat
konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat konsentrasi ekstrak
etanol daun beluntas 2% terdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non
parametik uji Wilcoxon untuk membandingkan respon zona hambat ektrak etanol
daun beluntas 3% dengan zona hambat ektrak etanol daun beluntas 2%.
tapply(perbandingan2$dayahambat, perbandingan2$konsentrasi2, median,+ na.rm=TRUE)konsentrasi2% konsentrasi3%
6.0 13.6wilcox.test(dayahambat ~ konsentrasi2, alternative='two.sided', exact=FALSE,+ correct=FALSE, data=perbandingan2)
Wilcoxon rank sum test
data: dayahambat by konsentrasi2
W = 0, p-value = 0.03690
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,04953 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan rerata yang
bermakna (signifikan) antara dua kelompok data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3%
dengan konsentrasi 4%
Shapiro-Wilk normality test
data: konsentrasi_empat$daya_hambat
W = 0.7917, p-value = 0.04944
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Dari hasil uji normalitas Shapiro-wilk, didapatkan bahwa data zona hambat
konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat konsentrasi ekstrak
etanol daun beluntas 4% terdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non
parametik uji Wilcoxon untuk membandingkan respon zona hambat ektrak etanol
daun beluntas 3% dengan zona hambat ektrak etanol daun beluntas 4%.
tapply(konsentrasiempat$dayahambat,konsentrasiempat$konsentrasipembanding, +median, na.rm=TRUE)konsentrasi3% konsentrasi4%
13.6 15.2> wilcox.test(dayahambat ~ konsentrasipembanding, alternative='two.sided',+ exact=FALSE, correct=FALSE, data=konsentrasiempat)
Wilcoxon rank sum testdata: dayahambat by konsentrasipembandingW = 1, p-value = 0.1046alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,1046 (p>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan rerata
yang bermakna antara dua kelompok data (tidak signifikan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Perbandingan zona hambat ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 3%
dengan kontrol positif
Shapiro-Wilk normality test
data: kontrol_positif$daya_hambat
W = 0.788, p-value = 0.04573
Sig (p) > 0,05 berarti distribusi data normal
Sig (p) < 0,05 berarti distribusi data tidak normal
Dari hasil uji normalitas Shapiro-wilk, diketahui bahwa data zona hambat
konsentrasi ekstrak etanol daun beluntas 3% dan zona hambat kontrol positif
terdistribusi tidak normal. Sehingga dilakukan analisis non-parametik uji Wilcoxon
untuk membandingkan respon zona hambat ektrak etanol daun beluntas 3% dengan
zona hambat kontrol positif.
tapply(kontrol_positif$daya_hambat, cobapositif$konsentrasi, median, na.rm=TRUE)konsentrasi3% positif
13.6 33.0wilcox.test(dayahambat ~ konsentrasi, alternative="two.sided",+ data=kontrol_positif)
Wilcoxon rank sum testdata: dayahambat by konsentrasi
W = 0, p-value = 0.04953
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
Kesimpulan:
Nilai significancy 0,04953 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang
bermakna (signifikan) antara dua kelompok data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Lampiran 7. Material Safety Data Sheet dari bahan-bahan yang digunakan
1. Etanol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
2. Metil paraben
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
3. Propil paraben
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
4. Paraffin Liquid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
5. Dhimeticone
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
6. Aquadest
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
7. Asam stearat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
8. Gliserin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
9. Propilen glikol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
10. Sorbitan monooleate
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
11. Triethanolamine
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
12. CMC
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Lampiran 8. Data penimbangan formula
Data penimbangan formula
Bahan Formula 1 Formula 2CMC Na 1 g 1 gSorbitan monooleate 1,178 g 1,963 gAsam stearat 3,022 g 3,022 gGliserin 10 g 10 gParafin liq. 3 g 3 gDimethicone 5 g 5 gPropilen glikol 2 g 2 gMetil paraben 0,2 g 0,2 gPropil paraben 0,2 g 0,2 gEtanol 4 g 4 gEkstrak etanol daun beluntas 3% 3%Triethanolamine 0,3 g 0,3 gAquadest 40 ml 40 ml
Lampiran 9. Data uji sifat fisik dan uji stabilitas sediaan deodoran ekstrak daun
beluntas
1. Daya sebar
Formula 1Replikasi 48 jam
(cm)30 hari(cm)
1 7,20 7,152 8,32 8,403 7,66 7,70
Mean 7,73 7,75SD 0,563 0,626
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Formula 2Replikasi 48 jam
(cm)30 hari(cm)
1 8,36 8,402 8,20 8,233 8,35 8,36
Mean 8,30 8,33SD 0,0897 0,088
2. Viskositas dan pergeseran viskositas
Formula 1
Replikasi48 jam(dPas)
Setelah penyimpanan30 hari (dPas)
Pergeseran viskositas(%)
1 0,85 0,57 32,942 0,88 0,5 43,183 0,9 0,5 44,44
Mean 1,083 0,55 40,19SD 0,362 0,087 6,307
Formula 2
Replikasi48 jam(dPas)
Setelah penyimpanan30 hari (dPas)
Pergeseran viskositas(%)
1 1,5 0,65 56,672 1,2 0,62 48.333 1 0,6 40
Mean 1,233 0,623 48,33SD 0,252 0,025 8,33
3. Ukuran droplet
Formula 1
Replikasi48 jam(µm)
Setelah penyimpanan30 hari (µm)
Pergeseran droplet(%)
1 144,156 149,134 34,5302 143,156 148,345 36,2503 145,136 150,897 39,700
Mean 144 150,897 36,827SD 0,990 1,307 0,263
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Formula 2
Replikasi48 jam(µm)
Setelah penyimpanan30 hari (µm)
Pergeseran droplet(%)
1 103,785 110,234 62,1452 104,678 109,567 46,7053 103,563 108,357 46,287
Mean 104 109 51,711SD 0,590 0.952 0,904
4. pH sediaan deodoran
Replikasi Formula 1 Formula 21 6,15 6,192 6,14 6,223 6,15 6,27
Mean 6,147 6,227SD 0,006 0,040
5. Persen pemisahan fase
Formula 1Replikasi 48 jam (%) 30 hari (%)
1 0 74.42 0 743 20.4 72
Mean 6,8 73,467
SD 11,778 1,286
Formula 2Replikasi 48 jam (%) 30 hari (%)
1 0 61,22 0 60,83 16 61,6
Mean 5,333 61,2
SD 9,238 0,4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Lampiran 10. Uji Normalitas dan Profil Kestabilan Viskositas, Daya Sebar,
Ukuran droplet, Pergeseran Viskositas, Pergeseran Ukuran Droplet dan Persen
Pemisahan Fase sediaan Deodoran Ekstrak Etanol Daun Beluntas dengan
program R 2.9.0
1. Viskositas
Shapiro-Wilk normality test
data: Viskositas$Viskositas48jam
W = 0.8372, p-value = 0.1236
Shapiro-Wilk normality test
data: Viskositas$Viskositas30hari
W = 0.9026, p-value = 0.3893
Dari hasil uji normalitas, menunjukkan bahwa data viskositas 48 jam dan
30 hari terdistribusi normal (p>0,05). Oleh karena itu, analisis profil viskositas 48
jam dan 30 hari pada formula 1 dan formula 2 dilakukan uji Unpaired t-test.
Welch Two Sample t-test
data: Viskositas48jam by variable
t = -2.4426, df = 2.04, p-value = 0.1321
alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0
95 percent confidence interval:
-0.9732878 0.2599545
sample estimates:
mean in group Formula1 mean in group Formula2
0.8766667 1.2333333
Welch Two Sample t-test
data: Viskositas30hari by variable
t = -3.638, df = 3.348, p-value = 0.02979
alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
95 percent confidence interval:
-0.18254793 -0.01745207
sample estimates:
mean in group Formula1 mean in group Formula2
0.5233333 0.6233333
Kesimpulan:
Viskositas F1 48 jam tidak berbeda signifikan dengan Viskositas F2 48 jam
Viskositas F1 30 hari berbeda signifikan dengan Viskositas F2 30 hari
2. daya sebar
Shapiro-Wilk normality test
data: dayasebar$dayasebar48jam
W = 0.7858, p-value = 0.04367
Shapiro-Wilk normality test
data: dayasebar$dayasebar30hari
W = 0.7841, p-value = 0.04204
Dari hasil uji normalitas, ditunjukkan bahwa data normalitas daya sebar
untuk 48 jam dan 30 hari terdistribusi tidak normal (p<0,05). Karena data tidak
terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney atau uji
Wilcoxon.
Wilcoxon rank sum test
data: dayasebar48jam by variable
W = 1, p-value = 0.2
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
Wilcoxon rank sum test
data: dayasebar30hari by variable
W = 2.5, p-value = 0.5066
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Kesimpulan:
Daya sebar F1 48 jam tidak berbeda signifikan dengan daya sebar F2 48 jam
Daya sebar F1 30 hari tidak berbeda signifikan dengan daya sebar F2 30 hari
3. Pemisahan fase
Shapiro-Wilk normality test
data: Persenpemisahanfase$Persenpemisahanfase48jam
W = 0.6869, p-value = 0.00449
Shapiro-Wilk normality test
data: persenpemisahanfase$Persenpemisahanfase30hari
W = 0.7662, p-value = 0.02854
Dari hasil uji normalitas, ditunjukkan bahwa data normalitas persen
pemisahan fase untuk 48 jam dan 30 hari terdistribusi tidak normal (p<0,05).
Karena data tidak terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon.
Wilcoxon rank sum test
data: Persenpemisahanfase48jam by variable
W = 5, p-value = 1
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
Wilcoxon rank sum test
data: Persenpemisahanfase30hari by variable
W = 9, p-value = 0.1
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
Kesimpulan:
Persen pemisahan fase F1 48 jam tidak berbeda signifikan dengan persen
pemisahan fase F2 48 jam
Persen pemisahan fase F1 30 hari tidak berbeda signifikan dengan persen
pemisahan fase F2 30 hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
4. Ukuran droplet
Shapiro-Wilk normality test
data: ukurandroplet$ukurandroplet48jam
W = 0.7104, p-value = 0.007937
Shapiro-Wilk normality test
data: ukurandroplet$Ukurandroplet30hari
W = 0.7246, p-value = 0.01111
Dari hasil uji normalitas, ditunjukkan bahwa data normalitas ukuran
droplet untuk 48 jam dan 30 hari pada formula 1 dan formula 2 terdistribusi tidak
normal (p<0,05). Karena data tidak terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan
uji Wilcoxon.
Wilcoxon rank sum test
data: ukurandroplet48jam by variable
W = 9, p-value = 0.1
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
Wilcoxon rank sum test
data: Ukurandroplet30hari by variable
W = 9, p-value = 0.1
alternative hypothesis: true location shift is not equal to 0
Kesimpulan:
Ukuran droplet F1 48 jam tidak berbeda signifikan dengan ukuran droplet F2 48
jam.
Ukuran droplet F1 30 hari tidak berbeda signifikan dengan ukuran droplet F2 30
hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
5. Pergeseran viskositas
Shapiro-Wilk normality test
data: stabilitasfisik$pergeseranviskositas
W = 0.9858, p-value = 0.9765
Dari hasil uji normalitas, ditunjukkan bahwa data normalitas pergeseran
viskositas pada formula 1 dan formula 2 terdistribusi normal (p>0,05). Karena
data terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji Unpaired t-test.
Welch Two Sample t-test
data: pergeseranviskositas by variable
t = -1.35, df = 3.725, p-value = 0.2532
alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0
95 percent confidence interval:
-25.401266 9.107933
sample estimates:
mean in group Formula1 mean in group Formula2
40.18667 48.33333
Kesimpulan:
Pergeseran viskositas F1 tidak berbeda signifikan dengan pergeseran viskositas
F2.
6. Pergeseran ukuran droplet
Shapiro-Wilk normality test
data: stabilitasfisik$pergeseranukurandroplet
W = 0.8878, p-value = 0.307
Dari hasil uji normalitas, ditunjukkan bahwa data normalitas pergeseran
viskositas pada formula 1 dan formula 2 terdistribusi normal (p>0,05). Karena
data terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji Unpaired t-test.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Welch Two Sample t-test
data: pergeseranukurandroplet by variable
t = -2.739, df = 2.337, p-value = 0.09409
alternative hypothesis: true difference in means is not equal to 0
95 percent confidence interval:
-35.316852 5.545518
sample estimates:
mean in group Formula1 mean in group Formula2
36.82667 51.71233
Kesimpulan:
Pergeseran ukuran droplet F1 tidak berbeda signifikan dengan pergeseran ukuran
droplet F2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Lampiran 11. Dokumentasi
Isolat bakteri penyebab bau badan Ekstrak etanol daun beluntas
Mixer Uji daya sebar
Formula 1 Formula 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
BIOGRAFI PENULIS
Penulis lahir pada tanggal 26 November 1990 di
Bogor. Penulis merupakan putri tunggal dari Ayah
bernama Benediktus Djoko Harjoto dan Ibu bernama
Maria Baptista Sumarni. Penulis telah menyelesaikan
masa studinya di TK Mardi Yuana Bogor pada tahun
1994 sampai 1996, SD Budi Mulia Bogor pada tahun
1996 sampai tahun 2002, SMP Budi Mulia Bogor pada
tahun 2002 sampai tahun 2005, SMA Budi Mulia Bogor
pada tahun 2005 sampai tahun 2008 dan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. Mempunyai
pengalaman kerja sebagai asisten praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan
Semisolid Liquid (2011) dan Sediaan Padat (2012) serta asisten praktikum
Kromatografi (2012). Selain itu, penulis juga aktif dalam Organisasi dan kegiatan
Kemahasiswaan di Fakultas Farmasi USD, antara lain anggota Paduan Suara Fakultas
Farmasi USD (2008-2010), berperan aktif dalam organisasi Jalinan Kasih Mahasiswa
Katolik atau JKMK (2008-2010), sie. Tata Laksana dalam kegiatan Ekaristi Kaum
Muda yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi USD (2009), sie. Dekorasi,
Publikasi dan Dokumentasi dalam acara pengobatan gratis di Paroki Santo Yusuf
Pekerja Condong Catur (2010) dan panitia Sumpahan Apoteker angkatan XXII
(2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI