pleno 22 skizofrenia
DESCRIPTION
vdvsvTRANSCRIPT
Pendahuluan
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering terjadi. Gejalanya biasa
muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Skizofrenia merupakan penyakit kronik
dan sebagian kecil penderitanya berada dalam kondisi akut. Gejala-gejala penyakit biasanya
terlihat jelas oleh orang lain.1
Skizofrenia terjadi pada pria biasanya antara 15-25 tahun dan pada wanita antara 25-
35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada pria dibandingkan dengan wanita.1
Pembahasan
Skenario 8
Seorang pemuda berusia 25 tahun dibawa ke puskesmas oleh orang tuanya karena malam
tidak bisa tidur, bicara melantur, mengatakan dirinya adalah nabi terakhir yang diyakini
setelah ia mendengar suara bisikan ditelinganya saat ia sedang memancing di kolam dekat
rumahnya.
Anamnesis
Pada pasien yang mengalami gangguan jiwa/mental, cara yang tepat untuk mendapat
informasi mengenai status medisnya dapat dilakukan dengan wawancara psikatrik. Pasien
yang mengalami gangguan jiwa dapat datang ke klinik bersama orang lain (alloanamnesis)
atau datang sendiri (autoanamnesis). Oleh karena itu, informasi dapat juga di dapat dari
saudara atau rekan pasien. Hal-hal yang dapat ditanyakan dapat berupa:2
1. Identitas pasien? (nama, umur, pekerjaan, pendidikan, dll)
2. Menanyakan permasalahannya/keluhan utama pasien?
3. Menanyakan perjalanan permasalahannya (gejala-gejalanya?), keluhan yang terlebih
dahulu dan hubungan antara keluhan fisik dan keluhan kejiwaan? (sejak kapan gejala
muncul, sifat gejalanya seperti apa?)
1
4. Menanyakan stresornya (stresor organobiologik dan stresor psikososial)? (sebelumnya
pernah mengalami trauma, atau ada masalah keluarga, pendidikan, dll? )
5. Menanyakan ada/tidaknya gangguan fungsi:
- Fungsi pekerjaan/akademik/sekolah
- Fungsi sosial
- Fungsi sehari-hari
6. Menanyakan riwayat perjalanan penyakit sebelumnya
- Penyakit fisik
- Penyakit mental dan penggunaan zat psikoaktif (napza)
- Hubungan penyakit sebelumnya dengan gangguan sekarang (menanyakan keadaan
pasien sebelum sakit?)
7. Menanyakan riwayat kehidupan pribadinya
- Riwayat perkembangan fisik
- Riwayat perkembangan kepribadian
- Riwayat pendidikan dan pekerjaan
- Riwayat kehidupan beragama
- Riwayat perkawinan dan kehidupan psikoseksual
8. Menanyakan riwayat keluarga (menyusun pohon keluarga dan identitasnya)
9. Menanyakan kehidupan sosial sekarang (kondisi tempat tinggal pasien, jumlah
penghuni, pencari nafkah)
10.Penutup (menyusun rencana pertemuan berikutnya)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan tanda vital secara umum, berupa :
- Tekanan darah - Frekuensi napas
- Suhu badan - Denyut nadi
Pemeriksaan status mental merupakan gambaran menyeluruh tentang pasien yang didapat
dari hasil observasi pemeriksa dan kesan yang dimunculkan oleh pasien saat wawancara.
Status mental pasien dapat berubah dari waktu ke waktu. Secara garis besar gambaran umum
status mental adalah:3
2
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Gambaran tampilan dan kesan keseluruhan terhadap pasien.
2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Pengamatan ditujukan terhadap aspek kualitas dan kuantitas aktivitas psikomotor.
3. Sikap Terhadap Pemeriksa
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat digambarkan sebagai sikap kooperatif,
bersahabat, penuh perhatian, dll.
B. Mood dan Afek
1. Mood : suasana perasaan yang bersifat pervasif dan bertahan lama, yang
mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya.
2. Afek : respons emosional pasien, dapat berupa normal, terbatas, tumpul atau
mendatar.
3. Keserasian : keserasian respons pasien terhadap topik yang sedang
didiskusikan dalam wawancara.
C. Pembicaraan
Deskripsikan pembicaraan pasien, cara pasien berbicara atau adanya hendaya
berbicara.
D. Gangguan Persepsi
Gangguan persepsi seperti ilusi dan halusinasi.
E. Pikiran
1. Proses Pikir/Bentuk Pikir
2. Isi Pikir
F. Kesadaran dan Kognisi
1. Taraf Kesadaran dan Kesigapan
3
2. Orientasi
Waktu
Tempat
Dapat mengingat nama orang
3. Daya Ingat
Jangka panjang
Jangka sedang
Jangka pendek
Segera
4. Konsentrasi dan Perhatian
5. Kemampuan Membaca dan Menulis
6. Kemampuan Visuospasial
7. Pikiran Abstrak
8. Inteligensi dan Kemampuan Informasi
9. Kemampuan Menolong Diri Sendiri
Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan
Atrofi kortikal pada 10-35% pasien; pembesaran ventrikel III dan lateral pada 10-15%
pasien; atrofi vermis serebral dan turunnya radiodensitas parenkim otak. Mungkin ada
korelasi antara CT-scan abnormal dan adanya gejala negatif (misal, afek datar,
withdrawal sosial, retardasi psikomotor, kurang motivasi ), gangguan neuropsikiatrik,
naiknya frekuensi gejala ekstrapiramid akibat obat antipsikotik, dan riwayat
premorbid lebih buruk.
2. Positron Emision Tomography (PET)
Pada sebagian, turunnya metabolisme lobus frontal dan parietal, metabolisme
posterior relatif tinggi, dan lateralitas abnormal.
3. Aliran Darah Serebral (CBF = cerebral blood flow)
Pada sebagian, kadar istirahat frontal turun, aliran darah parietal naik, dan aliran darah
otak keseluruhan turun.
4
Bila studi PET dan CBF digabungkan dengan CT-Scan, disfungsi lobus frontal paling
jelas terlibat. Disfungsi lobus frontal mungkin sekunder terhadap patologi tempat lain
di otak.
4. EEG
Umumnya pasien skizofren memiliki EEG normal, tapi sebagian menunjukkan
turunnya aktivitas alfa dan naiknya aktivitas teta dan delta; gangguan paroksismal;
dan naiknya kepekaan terhadap prosedur aktivasi, misal deprivasi tidur.
Diagnosis Kerja
Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering terjadi. Gejala
skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada pria
biasanya antara 15-25 tahun dan pada wanita biasanya antara 25-35 tahun. Prognosis
biasanya lebih buruk pada pria dibandingkan dengan wanita.1
Klasifikasi Skizofrenia
Untuk menegakkan diagnosis Skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria DSM-IV
atau ICD X. Berdasarkan DSM-IV:1
1. Berlangsung paling sedikit 6 bulan.
2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna, yaitu dalam bidang pekerjaan, hubungan
interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi.
3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tersebut.
4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor,
autisme, atau gangguan organik.
Tipe paranoid1
Tipe ini paling stabil dan paling sering terjadi. Awitan subtipe ini biasanya terjadi lebih
belakangan bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk skizofrenia lain. Gejala terlihat
sangat konsisten, sering paranoid, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan
wahamnya. Pasien sering tidak kooperatif dan sulit untuk bekerja sama, agresif, marah
5
atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilaku inkoheren atau
disorganisasi. Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui:
- Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalikan, dipengaruhi, dan cemburu.
- Halusinasi akustik berupa ancaman, perintah atau menghina.
Tipe disorganisasi1
Gejala-gejalanya adalah:
- Afek tumpul, ketolol-tololan atau tak serasi.
- Sering inkoheren.
- Waham tak sistematis.
- Perilaku disorganisasi seperti menyeringai dan menerisme sering ditemui.
Tipe katatonik1
Pasien mempunyai paling sedikit 1 (atau kombinasi) beberapa bentuk katatonia:
- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan
atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya.
- Negativisme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah atau usaha untuk
menggerakkan psikisnya.
- Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku.
- Postur katatonik yaitu pasien mempertahankan posisi yang tidak biasa atau aneh.
- Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin bisa
mengancam jiwanya (misalnya karena kelelahan).
Tipe tak terinci1
Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol
(misalnya kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat
digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca
skizofrenia.
Tipe residual1
Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejala-
gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, atau pikiran tidak
logis.
6
Depresi pasca-skizofrenia1
Suatu episode depresif yang timbul sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia.
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak mendominasi gambaran
klinisnya. Pedoman diagnostik:
- Pasien menderita skizofrenia (memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12
bulan terakhir.
- Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada.
- Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya kriteria
untuk suatu episodik depresif dan telah ada paling sedikit 2 minggu.
Skizofrenia simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala “negative”
yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau
manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan perubahan-perubahan perilaku
pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak
berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini
kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terjadi. Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia
makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan
bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur,
atau penjahat.1,4
Diagnosis Banding
1. Psikotik Akut3,4,5
Gangguan psikosis akut dan sementara adalah sekelompok gangguan jiwa yang:
• Onsetnya akut (£ 2 minggu dari keadaan premorbid yang normal)
• Sindrom polimorfik
• Ada stresor yang jelas
7
• Tidak memenuhi kriteria episode manik atau depresif
• Tidak ada penyebab organik
Beberapa Gangguan Jiwa Gangguan Psikosis Akut dan Sementara:
1. Gangguan Psikotik Polimorfik Akut tanpa Gejala Skizofrenia
- Onset harus akut (dari suatu keadaan non-psikotik sampai keadaan psikotik
yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang);
- Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam jenis dan
intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama;
- Harus ada keadaan emosional yang beranekaragam;
- Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari gejala itu ada
secara cukup konsisten dapat memenuhi kriteria skizofrenia atau episode
manik atau episode depresif.
2. Gangguan Psikotik Polimorfik Akut dengan Gejala Skizofrenia
- Memenuhi kriteria yang khas untuk gangguan psikotik polimorfik akut.
- Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia
yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran
klinis psikotik itu secara jelas.
- Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka
diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia.
3. Gangguan Psikotik Lir – Skizofrenia Akut
Suatu gangguan psikotik akut dengan gejala yang stabil dan memenuhi kriteria
skizofrenia, tetapi hanya berlangsung kurang dari satu bulan lamanya.
4. Gangguan Psikotik Akut Lainnya dengan Predominan Waham
Gambaran klinis berupa waham dan halusinasi yang cukup stabil, tetapi tidak
memenuhi skizofrenia. Sering berupa waham kejar dan waham rujuk, dan
halusinasi pendengaran.1,6,7
2. Gangguan Waham
Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tidak sesuai dengan fakta
dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh” (misalnya: mata saya adalah komputer
yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak
mungkin, misalnya: FBI mengikuti saya) dan tetap dipertahankan meskipun telah
8
diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemui
pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia, semakin sering ditemukan
waham disorganisasi atau waham tidak sistematis:1
- Waham kejar.
- Waham kebesaran.
- Waham rujukan, yaitu pasien meyakini ada “arti” di balik peristiwa-
peristiwa dan meyakini bahwa peristiwa atau perbuatan orang lain itu
seolah-olah diarahkan pada mereka.
- Waham penyiaran pikiran yaitu kepercayaan bahwa orang lain dapat
membaca pikiran mereka.
- Waham penyisipan pikiran yaitu kepercayaan bahwa pikiran orang lain
dimasukkan ke dalam benak pasien.
Etiologi 1
- Biologi
Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik ditemukan pada
penderita skizofrenia. Meskipun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat (telah
direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling banyak
dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil yang kadang-kadang sudah
terlihat sebelum awitan penyakit, atropi bilateral lobus temporal medial dan lebih spesifik
yaitu girus parahipokampus, hipokampus dan amigdala, disorientasi spasial sel piramid
hipokampus, dan penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa semua perubahan ini tampaknya statis dan telah dibawa sejak lahir
(tidak ada gliosis), dan pada beberapa kasus perjalanannya progresif. Lokasinya
menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia; misalnya gangguan
hipokampus dikaitkan dengan impermen memori dan atropi lobus frontalis dihubungkan
dengan simptom negatif skizofrenia. Penemuan lain yaitu adanya antibodi sitomegalovirus
dalam cairan serebrospinalis (CSS), limposit atipikal tipe P (terstimulasi), gangguan fungsi
hemisfer kiri, gangguan transmisi dan pengurangan ukuran korpus kolosum, pengecilan
vermis serebri, penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontal (dilihat
dengan PET), kelainan EEG, EP P300 auditorik (dengan QEEG), sulit memusatkan
9
perhatian, dan perlambatan waktu reaksi, serta berkurangnya kemampuan menamakan
benda.
Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia terdapat peningkatan insiden
komplikasi persalinan (prematur, berat badan lahir rendah/BBLR), lahir pada masa
epdiemi influenza, lebih besar kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau awal
musim panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuan-penemuan
ini belum diketahui. Bagaimanapun ini menunjukkan adanya dasar biologik dan
heterogenitas skizofrenia.
- Biokimia
Etiologi biokimia belum diketahui. Hipotesis yang paling banyak yaitu adanya gangguan
neurotransmiter sentral yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral ( hipotesis
dopamin ), hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga penemuan utama:
1. Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia bekerja
memblok reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D2).
2. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar
dibedakan, secara klinis denga psikosis skizofrenia paranoid akut. Amfetamin
melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga memperburuk skizofrenia.
3. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben, dan
putamen pada skizofrenia.
Penelitian reseptor D1, D4, dan D5, saat ini tidak banyak memberikan hasil. Teori lain
yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-HT2A) dan kelebihan NE
di forebrain limbik (terjadi pada beberapa penderita skizofrenia). Setelah pemberian obat
neurotransmitter tersebut terjadi perbaikan klinis skizofrenia.
- Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna, kompleks dan
poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah
gangguan yang bersifat keluarga (misalnya; terdapat dalam keluarga). Semakin dekat
hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar, kembar
monozigot mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan
kembar dizigot. Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua skizofrenia
10
diadopsi, waktu lahir, oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan bila
anak-anak tersebut diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia.
Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada keluarga skizofrenia dan secara
genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal (gangguan
spektrum skizofrenia), gangguan obsesif-konfulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan
gangguan kepribadian paranoid antisosial.
- Faktor keluarga
Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan
kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang ke rumah sering relaps
pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di panti
penitipan. Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang hostil,
memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut
campur, sangat pengeritik (disebut Ekspresi Emosi Tinggi). Pasien skizofrenia sering tidak
“dibebaskan” oleh keluarganya.
Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologis dan aneh pada
keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit
tak logis. Pada tahun 1956, Betson menggambarkan suatu karakteristik “ikatan ganda”
yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga untuk merespons pesan yang bentuknya
kontradiktif sehingga membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola
komunikasi keluarga tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki anak
skizofrenia.
Epidemiologi
Insiden dan prevalensi
Prevalensi seumur hidup sekitar 1%. Diperkirakan 2 juta orang Amerika menderita
skizofrenia; di seluruh dunia 2 juta kasus baru muncul tiap tahun. Satu dari 100 orang
Amerika dirawat pada suatu waktu karena skizofrenia. Prevalensi, morbiditas dan
keparahan presentasi lebih besar pada area urban daripada rural. Selain itu, morbiditas dan
keparahan presentasi lebih besar di area industrialisasi daripada non-industrialisasi. 2,4
11
Rasio seks
Pria = wanita
Usia timbul
Umumnya antara 15-35 tahun ( 50% kurang dari 25 tahun ). Sangat jarang sebelum umur
10 atau sesudah 40.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25
tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia
25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota
keluarga sedarah.7
Patofisiologi
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik.
Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik.
Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu
banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor
dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Hipotesis/teori tentang patofisiologi
skizofrenia:8
a. Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
b. Hiperdopaminegia pada sistem meso limbikà berkaitan dengan gejala posistif
c. Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan nigrostriatalàbertanggungjawab
terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal.
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu
primer dan sekunder.6
1. Gejala-gejala primer:6
12
- Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran)
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang
terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan,
sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya
“tani” tetapi dikatakan“sawah”. Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti
dikatakan “merah” bila dimaksudkan “berani”. Atau terdapat “clang association” oleh
karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring,
atau “…dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini
menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan
dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal
ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal,
umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada
disampingnya juga dimarahi dan dipukuli. Kadang-kadang pikiran seakan berhenti,
tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan “blocking”, biasanya berlangsung
beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari. Ada penderita yang
mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul
ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau “pressure of thoughts”. Bila
suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau
stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi
sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada
efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada
pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
- Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa:
o Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita menjadi
acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan
keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
o Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada
penderita timbul rasa sedih atau marah.
13
o Paramimi: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan
“incongruity of affect” dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan “inadequat”.
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk
skizofrenia.
Gangguan afek dan emosi lain adalah:
o Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita
yang sedang bermain sandiwara.
o Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk
melakukan hubungan emosi yang baik (“emotional rapport”). Karena itu sering kita
tidak dapat merasakan perasaan penderita.
o Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin
terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang
sama; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama.
- Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.
Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau
tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau
mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu
diterangkan. Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan
berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor
katatonik.
Negativisme: sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
Ambivalensi kemauan: menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk
berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak
masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur.
14
Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme: penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga
dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
- Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok
gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang
sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain. Sebetulnya gejala katatonik sering
mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat
dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalam
keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat
berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun
lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme
dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga
oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan
dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan
hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-
kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi;
umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok
piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat
diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang
dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang
lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan
seperti pada lilin.
Negativisme: menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa
yang disuruh. Otomatisme komando (“command automatism”) sebetulnya merupakan
lawan dari negativisme: semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana
ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata
15
yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau
pergerakan orang lain).
2. Gejala-gejala sekunder:6
- Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi
penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak
dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang
bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-
main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar.
- Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering
pada keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara
manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi
penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan
(taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada
orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merasa ada racun dalam
makanannya. Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada
psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka
biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang
berwarna atau muka orang yang menakutkan. Penderita sering dapat menceritakan
dengan jelas pengalamannya dan perasaannya. Kadang-kadang didapati
depersonalisasi atau “double personality”, misalnya penderita mengidentifikasikan
dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak ada lagi. Atau
pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri
di dalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu.
Penatalaksanaan
1. Medika mentosa
Antipsikotik merupakan penatalaksanaan yang utama. Antipsikotik efektif mengobati
“gejala positif” pada episode akut (misalnya halusinasi, waham, fenomena passivity)
dan mencegah kekambuhan. Antipsikotik tipikal (konvensional) dan tipikal (generasi
16
ke-2) sama-sama efektif dalam mengobati gejala positif, tetapi mempunyai riwayat efek
samping yang berbeda. Antipsikotik atipikal menyebabkan efek samping motorik yang
lenih ringan, tetapi beberapa berhubungan dengan penambahan berat badan dan
diabetes.9
a. Antipsikotik Konvensional
--- Obat antipsikotik yang paling lama penggunaannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping
yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain : Haldol (haloperidol),
Stelazine (trifluoperazine), Mellaril (thioridazine), Thorazine (chlorpromazine), Navane
(thiothixene), Trilafon (perphenazine), Prolixin (fluphenazine).
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan
antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
. Risperdal (risperidone)
. Seroquel (quetiapine)
· Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang
pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil)
dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping
yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril
dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini
artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya
secara reguler. Para ahli merekomendaiskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2
dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
17
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya
dimana profil efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis
pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup
pasien.
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai
dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) à tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu).
Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan
dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun
waktu 2 minggu – 2 bulan.
18
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini
akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg
IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari).
Obat anti psikosis long acting (parenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak
mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral.
Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan
menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian antipsikosis long acting hanya untuk terapi
stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu
perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi noradrenalin (effortil IM). Haloperidol sering menimbulkan sindroma
parkinson. Mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75
mg/hari.
2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis,
dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan
pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur
tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
19
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan
relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka
relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek
terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien
skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien
sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi,
jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari
yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan
seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas,
bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari
jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan
terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
20
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai
usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
3. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang
sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga
mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah
sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk
keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu
pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah
sakit Yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo
cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum
diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik
sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang
digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik. Kontra indikasi Elektro
konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang
dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan
keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak. Sebagai
komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan
otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.3,10
21
Komplikasi dan Pencegahan
Paranoid schizophrenia yang tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan
komplikasi-komplikasi sebagai berikut yaitu seperti keinginan atau usaha bunuh diri, perilaku
merusak diri sendiri, depresi, penyalahgunaan alkohol, obat-obatan terlarang, maupun obat
yang diresepkan, kemiskinan dan tuna wisma, pengurungan, misalnya oleh keluarga, konflik
keluarga, tidak mampu bekerja atau bersekolah, masalah kesehatan akibat penggunaan obat
antipsikosis, menjadi pelaku ataupun korban kejahatan, terkena penyakit jantung atau paru-
paru. Dan sampai saat ini tidak ada pencegahan pasti yang dapat dilakukan sebagai prevensi
terhadap terjadinya skizofrenia pada setiap orang.7
Prognosis
Sebanyak 90% pasien yang mengalami episode psikotik yang pertama akan sembuh
dalam waktu 1 tahun, tetapi sekitar 80% akan mengalami episode berikutnya dalam 5 tahun.
Penelitian baru-baru ini menemukan bahwa 75% pasien akan menghentikan pengobatannya
dalam waktu 18 bulan pertama, dan mereka yang menghentikan pengobatan antipsikotik ini
memiliki peluang 5 kali lebih besar untuk kambuh.9
Penelitian secara kohort menemukan bahwa setelah 10 tahun sejak pasien didiagnosis
menderita skizofrenia, sebagian kecil pasien (15%) sembuh sepenuhnya, sekitar 50% akan
mengalami kekambuhan, dan 25% menderita penyakit kronis dengan gejala yang menetap.9
Kesimpulan
Skizofrenia adalah suatu gangguan dengan etiologi tak diketahui, ditandai oleh gejala
psikotik yang secara berarti mengganggu fungsi dan menyangkut gangguan dalam perasaan,
berpikir dan perilaku. Pada pasien yang mengalami gangguan jiwa/ mental, cara yang tepat
untuk mendapat informasi mengenai status medisnya dapat dilakukan dengan wawancara
psikatrik dan pemeriksaan psikiatrik yang meliputi pemeriksaan fisik, status mental dan
pemeriksaan penunjang diagnosis lainnya. Hampir 1% penduduk dunia menderita
skizofrenia selama hidup mereka. Untuk penatalaksanaan skizofrenia diantaranya adalah
hospitalisasi; terapi farmakologi; psikoterapi yang meliputi terapi perilaku (latihan
keterampilan sosial), terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, terapi perilaku kognitif,
psikoterapi individual, terapi elektro konvulsi.
22
Daftar pustaka
1. Silvia, HG. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.h.138-962. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Skizofrenia. Dalam: Kaplan, HI, Sadock BJ, Grebb
JA, editor. Kaplan dan sadock sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis – edisi ketujuh jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.h.685-729
3. Silvia, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Jakarta: FKUI; 2010.h.138-94. Kaplan HI, Sadock BJ. Psikiatri klinik. Jakarta: KDT; 1994.h.84-1045. Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa: ringkasan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT.
Nuh Jaya; 2003.h.44-1436. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;
2000.h.218-227. Morgan M.M. Segi praktis psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara; 1991.h.42-528. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and sadock’s synopsis of psychiatry ed 9. New York:
Lippincott Williams & Wilkins; 2003.84-1049. Katona C, Cooper C, Robertson M. At a glance psikiatri. Edisi keempat. Jakarta:
Erlangga; 2008.h.2010. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Jakarta: PT Nuh Jaya;
1999.
23