pola asuh orang tua single parente-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4548/1/skripsi.pdf · pola...
TRANSCRIPT
POLA ASUH ORANG TUA SINGLE PARENT
DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK
(STUDI KASUS KELUARGA TKW DI DESA PATUTREJO
KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
DWI INDRIYANI
NIM. 111 14 047
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
POLA ASUH ORANG TUA SINGLE PARENT
DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK
(STUDI KASUS KELUARGA TKW DI DESA PATUTREJO
KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
DWI INDRIYANI
NIM. 111 14 047
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
MOTTO
Jika kamu benar menginginkan sesuatu, kamu akan menemukan caranya. Namun jika tak serius, kau hanya akan
menemukan alasan.
PERSEMBAHAN
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya,
skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayahku tersayang (Damanuri) dan Ibuku tercinta (Heni Purwaningsih)
atas bimbingan, do‟a, kasih sayang, nasihat, dan motivasi, yang telah
diberikan sampai saat ini.
2. Adikku (Zahrah Novianti dan Fitri Lutfiani) yang telah memotivasiku dan
memberi dukungan untuk mempercepat penulisan skripsi ini.
3. Keluarga besar SD Negeri Secang yang dengan ikhlas mendoakan dan
mendukungku.
4. Ibu Dr. Lilik Sriyanti, M.Si. yang dengan sabar membimbingku dalam
penulisan skripsi.
5. Semua dosen dan guru-guruku yang telah sabar mengajariku dan
mendidikku.
6. Sedulur Komunitas Mahasiswa Purworejo @Salatiga (KOMP@S) atas
bantuan dan dukungan sejak pertama kali di Salatiga sampai sekarang.
7. Sahabatku Ma‟rifatul Mustaniroh, S.Pd alumni IAIN Salatiga yang telah
banyak memberikan ide dan masukan dalam penulisan ini serta
memberikan semangat agar dapat mempercepat penulisan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabatku tersayang dan tercinta yang ikhlas mendo‟akan dan
memberikan semangat kepadaku (Anis Ma‟rih, Dhea Novi Islamiyah,
Leny Trialiningsih, Siti Maunah,Tatu Mafazah, Hana Lu‟Luin Nihayah,
Muzzayanatul Maghfiroh).
9. Para responden Desa Patutrejo yang telah memberikan data yang
sebenarnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
10. Seluruh seperjuangan PAI angkatan 2014, keluarga PPL di SMP N &7
Salatiga dan kelompok KKN posko 33 Tampir Kulon Magelang, yang
telah memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan do‟anya dalam
penempuhan gelar sarjana ini.
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pola Asuh Orang Tua Single Parent
dalam Pembentukan Krakter Anak (Studi Kasus Keluarga TKW di Desa Patutrejo
Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo).” Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga,
sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia. Beliau adalah utusan
Allah untuk membawa umat manusia dari jaman kegelapanmenuju terang
benderang.
Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak yang
telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Salatiga.
4. Dr. Lilik Sriyanti, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan.
6. Karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.
7. Semua anggota keluarga, ayah, ibu, adik-adikku, dan anggota keluarga yang
lain yang telah menemani, membantu, dan memberikan motivasi kepada
penulis.
8. Bapak Lurah Desa Patutrejo yang telah memberikan ijin serta membantu
penulis dalam mendapatkan data skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, sehingga
dapat terselesaikan dengan baik.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan jauh
dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik sangatlah diharapkan. Semoga Allah
memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuannya kepada penulis.
Salatiga, 7 Juli 2018
Penulis
Dwi Indriyani
ABSTRAK
Indriyani, Dwi. 2018. Pola Asuh Orang Tua Single Parent dalam Pembentukan
Krakter Anak (Studi Kasus Keluarga TKW di Desa Patutrejo Kecamatan
Grabag Kabupaten Purworejo). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Lilik Sriyanti, M. Si.
Kata Kunci: Pola Asuh, Orang Tua Single Parent, dan Karakter Anak
Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak
dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. orang tua bertanggung
jawab terhadap pendidikan anak dalam keluarga terutama dalam pembentukan
karakter anak. Adapun pertanyaan umum yang ingin dijawab melalui penelitian
ini (1) Bagaimana pola pengasuhan orang tua single parent dalam pembentukan
karakter anak TKW di Desa Patuterjo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo?
(2) Bgaiamana strategi pengasuhan orang tua single parent dalam membentuk
karakter anak TKW? (3) Apa hambatan yang dialami orang tua single parent
dalam pembentukan karakter anak TKW?
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian fenomenologis. Peneliti bertindak langsung dalam proses
pencarian data di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan
wawancara mendalam observasi, dan dokumentasi. Analisis data penelitian
dengan menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunnjukkan bahwa (1) Pola asuh orang tua single
parent dalam membentuk karakter anak TKW di Desa Patutrejo menggunakan
pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Pembentukan karakter anak dalam
pengasuhan orang tua demokratis menjadikan anak akan tumbuh mandiri tegas
terhadap diri sendiri, ramah, dan mau bekerja sama dengan orang tua. Sedangkan
karakter anak dalam pengasuhan orang tua permisif yakni orang tua tidak
mengarahkan anak menjadi lebih dewasa dan dia selalu terbiasa tidak mandiri. (2)
Strategi pengasuhan orang tua single parent dalam membentuk karakter anak
TKW di Desa Patutrejo menggunakan strategi nasihat, pembiasaan, keteladanan,
serta pemberian reward dan punishment, (3) Selama menerapkan pengasuhan
pada anak TKW oleh single parent yang menjadi hambatan yaitu faktor internal:
keterbatasan pengetahuan agama ayah, kesibukan orang tua, keterbatasan orang
tua dalam mendidik anak, dan salah satu orang tua tidak berada pada satu tempat
sehingga menyebabkan rindu. Sedangkan faktor eksternal yaitu pengaruh
pergaulan di lingkungan bermain anak, dan pengaruh teknologi informasi dan
komunikasi (HP). Faktor pendukungnya adalah status ekonomi berupa biaya
sekolah dan terpenuhinya fasilitas anak, memberikan reward atau hadiah terhadap
anak dalam membentuk karakter anak, dan adanya kedekatan dengan keluarga dan
kerabat dekat sehingga`memudahkan orang tua single parent untuk membantu
mengawasi dan mengasuh anaknya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN BERLOGO ...................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMING ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................. v
MOTTO ............................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
ABSTRAK ........................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ............................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10
E. Penegasan Istilah ......................................................................................... 10
F. Sistematika Penelitian ................................................................................. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pola Asuh Orang Tua ............................................................ ...... 14
a. Pengertian Pola Asuh ................................................. ...... 14
b. Dasar dan Fungsi dalam Pengasuhan Anak..............................
17
c. Model-model Pola Asuh Orang Tua.........................................
20
d. Pola Asuh Orang Tua dalam Perspektif Islam..........................
28
2. Orang Tua Tunggal........................................................................ 33
a. Pengertian Orang Tua Tunggal (Single
Parent)........................ 33
b. Ayah Single Parent...................................................................
34
c. Tanggung Jawab Orang Tua Tunggal
(Single Parent).......................................................................... 36
d. Strategi Pengasuhan Ayah Single Parent................................. 37
e. Sebab-sebab Terjadinya Orang Tua Tunggal
(Single Parent).......................................................................... 39
f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengasuhan
Anak......................................................................................... 40
3. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja Indonesia...................... 41
a. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia........................................
41
b. Pandangan terhadap Tenaga Kerja Wanita..............................
42
c. Kendala dan Pemecahan yang Dihadapi dalam
Keluarga TKI/TKW................................................................... 45
4. Pembentukan Karakter Anak.................................................... 47
a. Pengertian Pembentukan Karakter........................................ 47
b. Mengenal Karakter dalam
Perspektif Islam...................................................................... 50
c. Nilai-nilai Karakter................................................................ 52
d. Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter
Anak....................................................................................... 57
B. Kajian Terdahulu.................................................................................. 61
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian....................................................... 64
B. Lokasi Penelitian.............................................................................. 66
C. Sumber Data..................................................................................... 66
1. Data Primer.................................................................................. 67
2. Data Sekunder.............................................................................. 67
D. Teknik Pengumpulan Data............................................... 68
1. Metode Observasi................................................................. 68
2. Metode Wawancara. ................................................................ 68
3. Metode Doumentasi................................................................. 70
E. Analisi Data .................................................................................. 71
F. Pengecekan Keabsahan Data ........................................................ 73
G. Tahap-Tahap Penelitian ................................................................ 74
BAB IV PAPARAN DAN ANALISISDATA
A. Paparan Data ................................................................................. 76
1. Gambaran Umum Desa Patutrejo Kecamatan
Grabag Kabupaten Purworejo ................................................. 76
2. Gambaran Subyek Penelitian .................................................. 82
B. Temuan Penelitian ........................................................................ 84
1. Pola Pengasuhan Ayah Single Parent dalam
Pembentukan Karakter Anak .................................................. 84
2. Strategi Pengasuhan Anak dalam
Pembentukan Karakter Anak .................................................. 96
3. Hambatan Ayah Single Parent dalam
Mengasuh Anak ...................................................................... 99
C. Analisis Data ................................................................................ 101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 110
B. Saran ............................................................................................. 112
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Patutrejo .................................... 79
Tabel 4.2 Mata Pencaharian Penduduk Desa Patutrejo ................... 79
Tabel 4.3 Jumlah Agama Penduduk desa Patutrejo ......................... 80
Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Patutrejo ................. 81
Tabel 4.5 Data Informan…………….. ............................................ 83
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Nota Pembimbing
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3 Surat Keterangan Bukti Penelitian
Lampiran 4 Pedoman Wawancara
Lampiran 5 Verbatin Wawancara
Lampiran 6 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 7 Daftar Nilai SKK
Lampiran 8 Riwayat Hidup Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan
perkawinan, yaitu ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia, kekal, dan sejahtera. Keluarga dalam bentuk sederhananya terdiri
dari ayah, ibu, dan anak. Dua komponen paling utama dalam keluarga
yaitu ayah dan ibu, kedua komponen itu dapat dikatakan sebagai
komponen yang mendukung kehidupan anak (Djamarah, 2014 : 18).
Dalam kehidupan rumah tangga adakalanya laki-laki menjadi
pemimpin bagi keluarganya, menjadi bapak bagi anak-anaknya menjadi
teman hidup serta sebagai saudara istrinya. Keberhasilan dalam keluarga
dapat mendukung tercapainya keluarga bahagia, selain peran ibu dalam
urusan rumah tangga dan pengasuh anak, peran laki-laki sebagai kepala
keluarga juga tidak kalah penting karena kepala keluarga merupakan
pemimpin dalam sebuah keluarga.
Menurut Hyoscymina (2011: 144) bahwa keluarga merupakan
fondasi yang utama dan pertama dalam sejarah hidup sang anak yang
menjadi dasar penting dalam pembentukan karakter manusia itu sendiri,
maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah
dan peran ibu. Peran ayah sebagai pencari nafkah, suami yang penuh
pengertian dan memberi rasa aman bagi istri dan anak, berpartisipasi
dalam pendidikan anak, serta sebagai pelindung atau tokoh yang tegas,
bijaksana, dan mengasihi keluarga. Sedangkan peran ibu yaitu mendidik,
mengatur, mengendalikan anak, merawat dan mengurus keluarga dengan
sabar, mesra, dan konsisten serta menjadi contoh dan teladan bagi anak.
Djamarah (2014 : 47), bahwa orang tua bertanggung jawab
terhadap pendidikan anak dalam keluarga. Segala sesuatu sekecil apapun
yang telah dikerjakan dan diperbuat oleh siapapun, termasuk orang tua,
akan dipertanyakan dan dipertanggung jawabkan di hadirat Allah SWT.
Ibrahim (2010 : 127), menyatakan bahwa Islam membebankan kepada
orang tua tanggung jawab pendidikan anak pada tingkatan pertama, dan
memikulkan kewajiban ini khusus kepada mereka berdua sebelum kepada
yang lain.
Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan, maka orang tualah
pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Bagi anak, orang tua
merupakan model yang harus ditiru dan diteladani. Sebagai model, orang
tua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam
keluarga. Sikap dan perilaku orang tua harus mencerminkan akhlak mulia.
Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada orang tua agar mengajarkan
sesuatu yang baik-baik saja kepada mereka. Dalam pasal 27 ayat (1) UU
Sisdiknas bahwa pendidikan keluarga dinyatakan sebagai jalur pendidikan
informal. Setiap anggota keluarga mempunyai peran, tugas, dan tanggung
jawab masing-masing, dan mereka memberi pengaruh melalui proses
pembiasaan pendidikan di dalam keluarga.
Keluarga memiliki peran sebagai media sosialisasi pertama bagi
anak. Peran inilah yang membuat orang tua memiliki tanggung jawab
terhadap perkembangan fisik dan mental seorang anak. Di keluargalah
anak mulai dikenalkan dengan ajara-ajaran yang sesuai dengan kaidah-
kaidah yang berlaku dalam agama maupun masyarakat. Semua aktivitas
anak mulai dari perilaku dan bahasa tidak terlepas dari perhatiaan dan
binaan orang tua.
Pola asuh menurut agama adalah cara memperlakukan anak sesuai
dengan ajaran agama berarti memahami anak dari berbagai aspek, dan
memahami anak dengan memberikan pola asuh yang baik menjaga anak
dan harta anak yatim, menerima, memberi perlindungan, pemeliharaan
perawatan, dan kasih sayang sebaik-baiknya (QS. Al-Baqarah: 220).
Bentuk-bentuk pola asuh orang tua mempengaruhi pembentukan
kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa. Perlakuan orang tua pada
anak-anaknya sejak masa kecil akan berdampak pada perkembangan sosial
moralnya dimasa dewasanya. Perkembangan sosial moral inilah yang akan
membentuk watak, sifat dan sikap anak kelak meskipun ada beberapa
faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan sikap anak yang
tercermin dalam karakter yang dimilikinya.
Pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak akan dapat
dirasakan oleh anak dan bisa memberi efek negatif maupun positif. Orang
tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh anak dan
membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentunya dapat membimbing
anak. Hal tersebut akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang
lain.
Djamarah (2014 : 5) menyatakan bahwa faktor pendidikan, kasih
sayang, profesi, pemahaman terhadap norma agama, dan mobilitas orang
tua. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak tidak hanya diukur
dengan pemenuhan kebutuhan meteriil saja, namun kebutuhan mental
spiritual merupakan keberhasilan dalam menciptakan hubungan tersebut.
Malah kasih sayang yang diberikan orang tua terhadap anaknya adalah
faktor yang sangat penting dalam keluarga. Tidak terpenuhinya kebutuhan
kasih sayang dan seringnya orang tua tidak berada di rumah menyebabkan
hubungan dengan anaknya kurang intim.
Pembentukan budi pekerti yang baik merupakan tujuan dalam
pendidikan Islam. Karena dengan budi pekerti itu cerminan pribadi yang
mulia. Hal tersebut merupakan hal yang utama yang ingin dicapai dalam
mendidik anak dalam keluarga. Namun tidak semuanya orang tua dapat
melakukan hal tersebut. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, seperti
orang tua yang sibuk bekerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan
anaknya waktunya hanya dihabiskan di luar rumah, jauh dari keluarga,
tidak bisa mengawasi pertumbuhan dan perkembangan anaknya, serta
memberikan bimbingan maka pendidikan akhlak anak terabaikan.
Suatu penelitan menyebutkan bahwa dari 100% orang tua, yang
mampu dan sadar untuk bisa mendidik karakter anak lebih dari 30%.
Selebihnya tidak memiliki kapasitas untuk mendidik anak dan banyak
kasus kekerasan moral dan perilau anak yang terjadi disebabkan pengaruh
buruk dari pengasuhan ayah ibu yang tidak patut (Yaumil dan Harry).
Selain itu, Arismantoro (2008 : 108) juga menyatakan bahwa tantangan
kehidupan yang modern yang ditandai dengan fenomena seperti kedua
orang tua (ayah ibu) yang bekerja, derasnya arus informasi media cetak
dan elektronik yang nyaris tanpa saringan, dan terpaparnya anak dengan
pornografi diduga berpengaruh yang signifikan terhadap perkembangan
karakter anak.
Pentingnya pembentukan karakter anak dalam keluarga juga
terlihat dari penelitian Fika dan Zamroni (2014: 57) bahwa orang tua
mendidik karakter melalui pengasuhan yang baik, mencontohkan perilaku
dan pembiasaan, pemberian penjelasan atas tindakan, penerapan standar
yang tinggi dan realitas bagi anak, dan melibatkan anak dalam mengambil
keputusan. Hasil pendidikan karakter anak dalam keluarga menunjukkan
bahwa anak-anak yang tumbuh dalam keluarga lengkap merasa lebih
terpenuhi kasih sayangnya, jumlah anak yang bermasalah dan mandiri
lebih sedikit, dan anak-anak lebih penurut dibandingkan dengan anak-anak
dari keluarga single parent.
Begitu juga anak yang diasuh oleh single parent dikhawatirkan
akan membawa dampak buruk bagi perkembangan anak atau
pendidikannya, karena orang tua yang single parent biasanya tidak bisa
membagi waktu antara pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan
tugas sebagai pengasuh atau pendidik dalam keluarga (Jalalludin, 2010 :
69).
Anak-anak yang ditinggal orang tuanya menjadi tenaga kerja
Indonesia (TKI), banyak mengalami masalah psikologis. Mereka
kebanyakan mengalami masalah hilangnya peran salah satu orang tuanya,
ibu atau ayah bahkan kedua-duanya. Mereka lebih banyak bermasalah
dengan teman sebayanya serta mengalami gangguan emosional, masalah
perilaku dan hiperaktif. Anak-anak dari keluarga TKW cenderung lebih
pasif dalam hal mengatasi masalah-masalah yang muncul, baik dalam
keluarga maupun pekerjaan sekolah, anak-anak ini juga cenderung lebih
menahan diri dan tertutup saat mengekspresikan perasaan maupun saat
mencari dukungan ataupun bantuan. Hal ini berbeda dengan anak-anak
pada rumah tangga non-migran (Yuniastuti, 2014: 69).
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti dari Universitas
Gadjah Mada (UGM) dan kampus lain dengan judul "Children Health and
Migrant Parents in Southeast Asia (CHAMPSEA)" atau dampak migrasi
internasional terhadap keluarga dan anak migran. Hasil penelitian tersebut
menyebutkan "Secara ekonomi, migrasi internasional berdampak positif
terhadap keluarga migran, namun juga berdampak negatif khususnya
terhadap kesehatan psikologis anak," ungkap tim peneliti Drs. Sukamdi,
MSc serta Dr. Anna Marie Wattie, MA dalam acara diseminasi hasil
penelitian CHAMPSEA di kantor Magister Studi Kebijakan (MSK) UGM,
Yogyakarta, Kamis 18/01/2018 (dikutip dalam http: // kliktki. com / news/
content/ anak – yang – ditinggal - ortu-jadi-tki-banyak-alami-masalah-
psikologis).
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan sebuah sebutan bagi
warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) wanita sering disebut dengan Tenaga Kerja Wanita
(TKW). Menurut Undang-Undang tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri pada pasal 1 bahwa Tenaga Kerja
Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
untuk bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu dengan menerima
upah (BAB 1 pasal 1 angka 1).
Tujuan utama orang-orang bekerja ke luar negeri yaitu tidak lain
hanya demi memperoleh penghasilan yang besar. Dengan penghasilannya
yang besar tersebut, banyak orang-orang menaruh harapan untuk dapat
memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan rayuan memperoleh
penghasilan yang besar dan kemudian menjadikan orang berbondong-
bondong untuk bekerja ke luar negeri demi mencapai impiannya untuk
hidup enak dan berkecukupan. Tim PSGK STAIN berpendapat bahwa
faktor yang mendorong perempuan menjadi TKW ada tiga yakni: faktor
tekanan ekonomi, faktor tekanan psikologis, dan faktor kemudahan
menjadi TKW (Tim PSGK, 2007: 31-38).
Kehidupan warga di Desa Patutrejo ini sebagian besar bekerja
sebagai petani. Aktivitas kesehariannya mereka lakukan untuk pergi ke
sawah dan kebanyakan pekerjaan ini dipegang oleh laki-laki. Para wanita
di Desa Patutrejo ini tidak banyak terlibat dalam bekerja di sawah. Hanya
saja pada saat musim panen datang ibu-ibu ataupun para wanita yang
sudah menikah mereka harus ikut membantu memanen padi di sawah.
Selain itu, kegiatan sehari-hari mereka adalah sebagai ibu rumah tangga
yang mengasuh dan mendidik anak serta melayani suami mereka seperti
menyiapkan makanan. Karena kebutuhan ekonomi yang semakin rumit,
wanita-wanita di Desa Patutrejo berinisiatif untuk bekerja ke luar negeri
yaitu menjadi tenaga kerja wanita. Hasil survei pendahuluan menyatakan
alasan wanita-wanita Desa Patutrejo menjadi TKW yakni untuk membantu
mencari tambahan pengahsilan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
mereka. Sebelumnya penghasilan mereka di dapat dari musim panen
datang saja namun sekarang penghasilan mereka terbantu oleh penghasilan
istri yang bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri.
Atas dasar pemaparan di atas melihat kehidupan keluarga TKW di
Desa Patutrejo, peneliti tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul
“Pola Asuh Orang Tua Single Parent Dalam Pembentukan Karakter
Anak (Studi Kasus Keluarga TKW Di Desa Patutrejo Kecamatan
Grabag Kabupaten Purworejo)”.
B. Fokus Penelitian
Menurut Moleong (2002: 62) fokus merupakan dimana peneliti sudah
merumuskan fokus penelitian dengan benar berdasarkan kajian
kepustakaan dan ditunjang sejumlah pengalaman, bisa terjadi situasi di
lapangan tidak memungkinkan untuk meneliti masalah yang sudah
dirumuskan, maka peneliti harus mengubah fokus penelitiannya.
1. Bagaimana pola asuh orang tua single parent dalam pembentukan
karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo?
2. Bagaimana strategi orang tua single parent dalam pembentukan
karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo?
3. Apa hambatan yang dialami orang tua single parent dalam
pembentukan karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan
Grabag Kabupaten Purworejo?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui pola asuh orang tua single parent dalam pembentukan
karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo.
2. Mengetahui strategi orang tua single parent dalam pembentukan
karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo.
3. Mengetahui hambatan yang dialami orang tua single parent dalam
pembentukan karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan
Grabag Kabupaten Purworejo.
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran kepada peneliti selanjutnya dan semakin
membangkitkan atau menjadi motivasi dalam memperkaya hasanah
ilmu pengetahuan.
2. Manfaat Praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
bagi orang tua betapa pentingya pengasuhan anak dalam pembentukan
karakter anak.
E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dan memperjelas pemahaman serta menghindari
terjadinya kesalahpahaman yang terdapat pada judul di atas, maka perlu
dijelaskan mengenai pembahasan masalah dan arti kata dalam penulisan
skripsi ini.
1. Pola Asuh
Menurut Baumrind, dalam buku Psycho Islamic Smart Parenting
Muallifah (2009: 42) bahwa pola asuh merupakan parental control,
yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan
mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangan menuju pada proses pendewasaan. Pengertian pola
asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua
dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung
jawab kepada anak-anaknya (Mansur, 2005: 350).
Berdasarkan dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pola
asuh merupakan cara yang diterapkan oleh ayah dalam menjaga,
merawat, dan mendidik seorang anak sebagai wujud
pertanggungjawaban orang tua terhadap anaknya.
2. Tenaga Kerja Wanita (TKW)
Tenaga Kerja Indonesi (TKI) merupakan sebutan bagi warga
negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) wanita disebut dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW). Maksud
TKW di dalam penelitian ini, yaitu Tenaga Kerja Wanita di Desa
Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo yang bekerja di
luar negeri.
Penelitian ini, di Desa Patutrejo banyak ibu rumah tangga yang
menjadi TKW. Mereka ada yang bekerja di Arab Saudi, Malaysia,
Hongkong, dan Taiwan.
3. Single Parent
Dalam penelitian ini penulis mengartikan single parent yaitu
seorang ayah yang mengasuh, mendidik anak TKW yang ada di Desa
Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo. Anak single
parent bisa dikatakan sebagai anak yang diasuh oleh salah satu orang
tua atau keluarga dekat yang bisa disebabkan karena salah satu orang
tua yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja wanita.
4. Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
cara yang dilakukan oleh ayah dalam membentuk kebiasaan sehingga
sifat anak akan terukir sejak dini, agar dapat mengambil keputusan
dengan baik dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari, seperti disiplin diri, bertanggung jawab, jujur, peduli, dan
kemandirian pada anak.
F. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari V bab yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Pustaka, mengulas tentang pola asuh orang tua
dalam keluarga yang meliputi fungsi pengasuhan anak dan
model-model pola asuh orang tua. Tanggung jawab orang
tua tunggal dalam keluarga. Keluarga tenaga kerja di
Indonesia, dan pembentukan karakter anak.
BAB III Metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis
penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan
data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV Paparan data dan analisis data.
BAB V Penutup, memuat tentang kesimpulan dan saran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pola Asuh Orang Tua
a. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh merupakan bagian dari proses pemeliharaan anak dengan
menggunakan teknik dan metode yang menitikberatkan pada kasih
sayang dan ketulusan cinta yang mendalam dari orang tua (Illahi,
2013:133).
Mansur (2005:350) menyatakan bahwa pola asuh adalah suatu cara
terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai yang strategis dalam
pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat
pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan
kehidupan sehari-hari di dalam keluarga. Baik atau tidaknya
keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orang tua
sehari-hari dalam keluarga yang akan mempengaruhi perkembangan
jiwa anak. Keteladanan dan kebiasaan orang tua yang akan diterapkan
dalam bersikap dan berperilaku tidak terlepas dari perhatian dan
pengamatan anak. Meniru kebiasaan hidup orang tua merupakan suatu
hal yang sering anak lakukan, karena pada masa perkembangannya,
anak selalu ingin menuruti atau meniru apa-apa yang dilakukan orang
tua.
Menurut Gunarsa Singgih (2007:109) dalam bukunya Psikologi
Remaja, pola asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam
mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak
supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri
sehingga mengalami perubahan dari keadaan bergantung kepada orang
tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.
Menurut Baumrind dalam buku Psycho Islamic Smart Parenting
Muallifah bahwa pola asuh merupakan parental control, yakni
bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi
anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan menuju
pada pendewasaan (Muallifah, 2009:42).
Monks dkk memberikan pengertian pola asuh sebagai cara yaitu
ayah dan ibu dalam memberikan kasih sayang dan cara mengasuh yang
mempunyai pengaruh besar bagaimana anak melihat dirinya dan
lingkungannya. Penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh adalah
penting dalam upaya menyediakan suatu model perilaku yang lebih
lengkap bagi anak. Peran orang tua dalam mengasuh anak bukan saja
penting untuk menjaga perkembangan jiwa anak dari hal-hal yang
negatif, melainkan juga untuk karakter dan kepribadiannya agar
menjadi insan spiritual yang selalu taat menjalankan agamanya (Illahi,
2013:134).
Pola asuh orang tua merupakan suatu sikap yang dilakukan oleh
orang tua, yaitu ayah dan ibu dalam berinteraksi dengan anaknya.
Bagaimana cara ayah dan ibu memberikan disiplin, hadiah, hukuman,
pemberian perhatian, dan tanggpan-tanggapan lain berpengaruh pada
pembentukan kepribadian anak. Hal ini karena ayah dan ibu
merupakan model awal bagi anak dalam berhubungan dengan orang
lain (Illahi, 2013:135).
Menurut Baumrind yang dikutip oleh Yusuf dalam bukunya
Psikologi Pekembangan Anak dan Remaja mengemukakan perlakuan
terhadap anak dapat dilihat dari:
a. Cara orang tua mengontrol anak.
b. Cara orang tua memberi hukuman.
c. Cara orang tua memberi hadiah.
d. Cara orang tua memerintah anak.
e. Cara orang tua memberikan penjelasan kepada anak.
Jadi yang dimaksud dengan pola asuh orang tua yaitu sikap dan
cara yang digunakan orang tua ayah dan ibu dalam membina,
mendidik, dan mengasuh anak baik secara langsung ataupun tidak
langsung.
Mendidik secara langsung yakni bentuk asuhan orang tua yang
berkenaan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan, dan
keterampilan yang dilakukan secara sengaja, baik berupa perintah,
larangan, hukuman, dan pemberian hadiah sebagai alat pendidikan.
Sedangkan mendidik secara tidak langsung contohnya kehidupan
sehari-hari seperti tutur kata, adat kebiasaan, pola hidup, hubungan
orang tua, keluarga dan masyarakat. Namun setiap orang tua memiliki
cara berbeda-beda dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
Pola asuh orang tua yang lengkap dalam rumah tangga akan lebih
maksimal dalam mengurus dan mendidik anaknya di rumah. Namun
beda hal nya dengan pola asuh ayah yang memiliki peran ganda, selain
menjadi kepala keluarga untuk mencari nafkah ia juga dituntut untuk
menjadi ibu dalam mengurus dan mendidik anaknya. Dan waktu untuk
keluargapun berkurang dengan kesibukannya di luar rumah.
b. Dasar dan Fungsi dalam Pengasuhan Anak.
1. Al-Qur‟an Surat At-Tahrim ayat 6
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya, kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.”(QS.
At-Tahrim: 6) (Departemen Agama, 2011:560).
2. Al-Qur‟an Surat Thaha ayat 132
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat
dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meimnta
rezeki kepadamu, kamilah yang memberi rezeki kepadamu, dan akibat
(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”(QS. Thaha: 132)
(Departemen Agama, 2011:312).
3. Al- Qur‟am Surat Luqman ayat 14
Artinya: “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun. 9999Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqman: 14)
(Departemen Agama, 2011:411).
Dari beberapa ayat diatas menjelaskan, bahwa Allah
memerintahkan bagi orang-orang yang beriman untuk saling menjaga
keluarganya dari api neraka. Orang tua dan anak memiliki kewajiban
dan tugasnya masing-masing. Orang tua bertugas untuk mendidik dan
mengajarkan anak-anaknya kepada kebaikan dan berperilaku sesuai
dengan perintah agama serta memerintahkan anak untuk mengerjakan
shalat. Begitupun sebaliknya kewajiban anak kepada orang tua yaitu
harus sopan santun dan berbuat baik kepada kedua orang tua.
Menurut (Syafei, 2006:43) kewajiban orang tua dalam mengasuh
anak usia sekolah dasar antara lain:
a. Anak diminta untuk semakin membiasakan diri melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1) Memilihara, menyimpan, dan menggunakan sarana belajarnya
dengan tertib.
2) Mematuhi kapan ia harus belajar, bermain, tidur siang, tidur
malam, dan bangun pagi.
b. Terhadap tugas dan kewajiban di rumah, orang tua sebaiknya mulai
memberi “jatah” secara wajar sebagai berikut:
1) Menyapu halaman, mentiram bunga, memberi makan hewan
peliharaan, merapikan tumpukan koran/majalah, dan lain-lain.
2) Membeli keperluan dapur di warung yang dekat dengan rumah.
c. Berkenaan dengan Agama
1) Mulai menyuruh anak untuk mulai melaksanakan perintah
agama dan menjauhi larangan-larangan agama.
2) Mengajak mereka untuk bersama-sama menjalankan perintah
agama.
d. Berkenaan dengan kamar atau tempat tidur, seyogyanya kita
sebagai orang tua sudah mulai memberi “jatah” untuk anak-anak
sendiri. Hal ini dimaksudkan agar terjadi hal-hal berikut:
1) Anak bisa dididik untuk bertanggung jawab atas kebersihan,
keindahan, dan ketertiban tempat tidur masing-masing.
2) Perkembangan jiwa anak akan terdukung.
3) Mengajari anak tentang kebersihan.
e. Dalam hal menanamkan rasa tanggung jawab hidup bermasyarakat
dan berlingkungan, ada baiknya jika anak kita ajak untuk turut serta
bekerja bakti membersihkan lingkungan dan yang lainnya.
f. Bertanya kepada anak tentang sesuatu, seperti berikut:
1) Bagaimana keadaan di sekolah.
2) Apa yang dilihat di tempat rekreasi.
3) Pelajaran yang diterima anak pada hari itu.
c. Model-model Pola Asuh Orang Tua
Metode pola asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak
menjadi faktor utama yang menentukan potensi dan karakter seorang
anak. Ada banyak jenis-jenis pola asuh yang sering menjadi pedoman
bagi siapa saja yang ingin mencetak generasi paripurna untuk
diandalkan bagi kemajuan bangsa ke depan. Jenis pola asuh orang tua
ini memiliki karakteristik dan ciri khas yang berbeda.
Berkaitan dengan jenis-jenis pola asuh orang tua, Baumrind
mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis yaitu (a) pola asuh
otoriter (Authoritarian), (b) pola asuh demokratis (Authoritative), dan
(c) pola asuh permisif (permissive). Tiga jenis pola asuh menurut
Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock
juga Hardy & Heyes, yaitu (a) pola asuh otoriter, (b) pola asuh
demokratis, (c) pola asuh permisif. Pola asuh otoriter memiliki ciri
orang tua membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh dan
tidak boleh bertanya. Pola asuh demokratis mempunyai ciri orang tua
mendorong anak untuk membicarakan apa yag diinginkan. Pola asuh
permisif mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan penuh pada
anak untuk berbuat.
Melalui pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar
tentang banyak hal, termasuk karakter. Pola asuh otoriter (yang
cenderung menuntut anak untuk patuh terhadap segala keputusan
orang tua) dan pola asuh yang permisif (yang cenderung memberikan
kebebasan penuh pada anak untuk berbuat) sangat berbeda dampaknya
dengan pola asuh demokratis (yang cenderung mendorong anak untuk
terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri) terhadap hasil
pendidikan karakter anak. Artinya bahwa ketiga jenis pola asuh yang
diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya menentukan keberhasilan
dalam pendidikan karakter anak oleh keluarga (Muslich, 2011:101).
Adapun beberapa tipe pola asuh menurut Diana Baumrind dikutip
oleh Dariyo, menjelaskan bahwa jenis pola asuh sebagai berikut:
a. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis ini pola asuh dimana orang tua
mendorong anak untuk mandiri namun orang tua tetap memberikan
batasan dan kendali pada tindakan anak. Orang tua yang
menerapkan pola asuh ini biasanya menunjukkan sifat kehangatan
dalam berinteraksi dengan anak dan memberikan kasih sayang
yang penuh. Anak yang diasuh dengan orang tua yang seperti ini
akan terlihat dewasa, mandiri, ceria, bisa mengendalikan dirinya,
berorientasi pada prestasi, dan bisa mengatasi stres dengan baik.
Selain hal yang dipaparkan diatas, mengasuh dan mendidik
anak dengan cara demokratis yaitu orang tua memberikan
pengakuan terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan
untuk tidak bergantung kepada orang tua. Orang tua memberi
kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi
dirinya, mendengarkan pendapat anak, dan terutama yang
menyangkut kehidupan anak itu sendiri. Seperti firman Allah QS.
Ali-Imran/03:159:
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun
bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”(QS. Ali-
Imran/03:159) (Tim Al-Huda, 72).
Orang tua yang mendidik anaknya dengan menggunakan pola
asuh demokratis, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Orang tua menjadikan dirinya sebagai model panutan bagi
anak.
2) Orang tua hangat dan berupaya membimbing anak.
3) Orang tua melibatkan anak dalam membuat keputusan.
4) Orang tua berwewenang untuk mengambil keputusan akhir
dalam keluarga.
5) Orang tua menghargai disiplin remaja (Mahmud, 2003:6).
Ciri-ciri pola asuh demokratis menurut Syaiful (2014:61)
adalah sebagai berikut:
1) Orang tua selalu menyelaraskan kepentingan dan tujuan
pribadi dengan kepentingan kepentingan anak.
2) Orang tua senang menerima pendapat, saran, dan kritikan
dari anak.
3) Orang tua selalu berusaha untuk menjadikan anak lebih
sukses darinya.
4) Mentolerir ketika anak membuat kesalahan dan memberikan
pendidikan kepada anak agar jangan melakukan kesalahan
lagi tanpa mengurangi daya kreativitas, inisiatif, dan prakarsa
dari anak.
Penelitian yang menunjukkan gaya pengasuhan demokratis
lebih efektif karena orang tua memperlakukan anak-anaknya
dengan cara mereka yang hangat. Diskusi dua arah antara orang tua
dan anak membantu meminimalkan masalah yang timbul. Selain
itu, kebanyakan studi menunjukkan bahwa kesejahteraan berhasil
ketika anak-anak diasuh oleh orang tua demokratis (Noor,
2014:17).
Dengan pola asuh demokratis ini, anak akan mampu
mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-
hal yang diterima oleh masyarakat. Hal ini akan mendorong anak
mampu untuk berdiri sendiri, bertanggung jawab, dan yakin
terhadap dirinya sendiri.
Maka, anak yang dibesarkan oleh keluarga yang bersikap
demokratik, perkembangannya akan lebih luwes dan dapat
menerima kekuasaan secara rasional, serta membuat anak menjadi
orang yang mau menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan
yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan
sosialnya.
b. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh ini orang tua membatasi anak dan memberikan
hukuman ketika anak melakukan kesalahan yang tidak sesuai
dengan kehendak orang tua. Orang tua yang otoriter biasanya tidak
segan-segan memberikan hukuman yang menyakiti fisik anak,
menunjukkan kemarahan kepada anaknya, memaksakan aturan
secara kaku tanpa menjelaskannya. Anak yang diasuh oleh orang
tua seperti ini sering kali terlihat kurang bahagia, ketakutan dalam
melakukan sesuatu karena takut, salah minder, dan memiliki
kemampuan komunikasi yang lemah.
Pola asuh otoriter membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan
dan kedekatan emosi orang tua anak sehingga anak seakan
memiliki yang memisahkan pembatas antara orang tua dan anak.
Studi yang dilakukan oleh Fagan menunjukkan bahwa
keterkaitannya antara faktor keluarga dan tingkat kenakalan
keluarga, dimana keluarga yang broken home, kurangnya
kebersamaan dan interaksi antara keluarga dan orang tua yang
otoriter cenderung menghasilkan remaja yag bermasalah. Pada
akhirnya, hal ini berpengaruh terhadap kualitas anak (Muslich,
2011:102).
Ciri-ciri pola asuh otoriter menurut Harlock dalam (Taganing
dan Fortuna 2008) menjelaskan sebagai berikut:
1) Orang tua mengharuskan anak untuk tunduk dan patuh pada
keinginannya.
2) Orang tua memberikan kontrol yang sangat ketat terhadap
perilaku anak dan jarang memberikan pujian.
3) Orang tua cenderung memberikan hukuman fisik.
Menurut Syamsu (2008:51) akibat dari pola asuh otoriter
anak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mudah tersinggung
2) Penakut
3) Pemurung tidak bahagia
4) Mudah terpengaruh dan mudah stres
5) Tidak mempunyai masa depan yang jelas
6) Tidak bersahabat
7) Rendah diri
Dengan demikian orang tua tidak hendaknya tidak
memperlakukan anak secara otoriter atau memperlakukan anak
secara keras. Hal tersebut akan mengakibatkan perkembangan
pribadi dan akhlak anak menjadi tidak baik.
c. Pola Asuh Permisif
Tipe pola asuh ini dimana orang tua tidak pernah berperan dalam
kehidupan anak. Anak diberikan kebebasan melakukan apapun
tanpa pengawasan dari orang tua. Orang tua mengabaikan tugas
inti mereka dalam mengurus anak, yang difikirkan hanya
kepentingannya saja. Menurut Hurlock dalam Aliyah (2015:102-
103) bahwa pola asuh permisif merupakan adanya sikap yang
longgar atau bebas dari orang tua. Orang tua tidak banyak
mengatur, tidak banyak mengontrol dan juga tidak banyak
membimbing. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya
sendiri. Anak yang diasuh oleh orang seperti ini cenderung
melakukan pelanggaran-pelanggaran yang ada, misalnya
melakukan pelanggaran di sekolah seperti bolos, tidak dewasa,
memiliki harga diri yang rendah dan terasingkan dari keluarga
(Dariyo, 2004:97).
Pola asuh permisif menunjukkan kepedulian dan perhatian
yang kurang terhadap anak. Anak-anak tumbuh sendiri tanpa
adanya perhatian orang tua. Hal tersebut dapat menyebabkan
perkembangan anak dan menjadikan anak kurang percaya diri,
serta anak merasa sulit untuk memilih apa yang benar dan apa yang
salah.
Elizabeth B. Hurlock berpendapat bahwa disiplin permisif
tidak membimbing pada pola perilaku secara sosial dan tidak
menggunakan hukuman. Ciri-ciri pola asuh permisif sebagai
berikut:
1) Kontrol terhadap anak sangat lemah
2) Memberikan kebebasan kepada anak untuk dorongan atau
keinginannya
3) Anak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap benar
oleh anak
4) Hukuman tidak diberikan karena tidak ada aturan yang
mengikat
5) Kurang membimbing.
6) Kurang tegas dan kurang komunikasi.
Akibat dari pola asuh ini terhadap kepribadian anak menurut
Syamsu (2008:52) sebagai berikut:
1) Agresif
2) Menentang atau tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.
3) Emosi kurang stabil
4) Selalu berekspresi bebas
5) Selalu mengalami kegagalan karena tidak ada bimbingan.
Pola asuh permisif yang cenderung memberikan kebebasan
kepada anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi
pembentukan karakter anak. Dengan memberikan anak kebebasan
yang berlebihan yang terkesan membiarkan anak, hal tersebut akan
membuat anak bingung dan akan salah arah.
Jadi, jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada
anaknya akan menentukan keberhasilan dari pembentukan karakter
anak. Kesalahan dalam mendidik dan mengasuh anak dapat
berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter pada anak.
d. Pola Asuh Orang Tua dalam Perspektif Islam
Dalam perspektif Islam, anak merupakan anugerah Allah yang di
amanahkan kepada orang tua dan wajib disyukuri. “Jika amanah itu
disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya,” demikian salah
satu potongan hadits nabi sebagai warning bagi orang tua dan para
pendidik untuk tidak semena-mena kepada anak-anak mereka. Salah
satu wujud rasa syukur orang tua atas amanah dari Allah ini adalah
dengan berusaha mendidik mereka sebaik-baiknya melalui pola asuh
yang tepat, karena tanpa pendidikan dan pola asuh yang tepat, mustahil
bagi mereka akan menjadi generasi berkualitas yang shalih dan
shalihah (Hanan, 2005:47).
Anak adalah amanah Allah SWT yang dipercayakan kepada
hamba-Nya. Setiap hamba yang dipercaya untuk menerima amanah-
Nya, memiliki tanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan itu.
Anak bukanlah miniatur orang dewasa. Salah besar bila kita
memperlakukan anak seperti kita memperlakukan anak seperti kita
memperlakukan orang dewasa. Anak merupakan makhluk yang sedang
mengalami perkembangan fisik dan psikologi secara cukup pesat.
Setiap tahapan perkembangan anak membutuhkan metode pendekatan
yang berbeda-beda. Anak adalah pribadi yang khas yang memiliki
kelebihan dan kekurangan. Mereka ingin diperlakukan secara khas
pula oleh orang dewasa di sekitarnya. Anak adalah makhluk yang
memiliki eksisensi, sehingga ia selalu ingin diakui keberadaannya
(Santrock, 2002:85). Salah satu tanggung jawab yang harus diberikan
orang tua atas anak yang diamanahkan kepada mereka adalah pola
asuh yang tepat untuk membantu pembentukan karakter anak. Hal ini
sesuai dengan konsep Islam yang tercantum dalam hadits riwayat Abu
Hurairah (dalam Abdurrahman, 2004), Rasullullah SAW bersabda:
“Barang siapa tidak mengasihi (anaknya), maka ia tidak akan dikasihi
(anaknya).” Dalam konteks yang luas, hadits tersebut dapa diartikan
bahwa apabila kita menginginkan anak yang berkarakter pengasih,
maka harus dimulai dari orang tua yang selalu mengasih dan
menyayangi anaknya (Prasetyaningrum, 2012:47-48).
Anak merupakan investasi masa depan orang tua, bukan hanya di
dunia namun juga di akhirat. Anak yang sholeh akan menjadi
penyebab orang tua masuk surga, oleh karena itu pembinaan sejak
dalam kandungan hingga ia lahir dan beranjak besar hingga ia dewasa
nanti itu dianggap hal penting. Tugas orang tua tidak hanya
memberikan anak kebutuhan dunianya semata., namun orang tua wajib
memberikan anak semua kebutuhan ukhrawinya, seperti mengajari
ajaran Islam yang benar mengenal Allah dan Rasul-Nya, serta
melaksanakan semua perintah dan larangan-Nya.
Setiap orang tua pastinya menginginkan anaknya menjadi orang
yang berkepribadian baik, siap mental yang sehat serta akhlak yang
terpuji. Orang tua juga sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam
kehidupan anak dan menjadi teladan yang bagi anak-anaknya.
Pola pengasuhan anak dalam Islam dikenal dengan istilah
“hadanah” menurut para ahli fiqh “hadanah” adalah melakukan
pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, laki-laki ataupun
perempuan atau yang sudah besar, namun belum tamyiz, menyediakan
sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaga dari sesuatu yang
menjadikan merusaknya, mendidik jasmani, rohani serta akalnya agar
mampu berdiri sendiri megahadapi hidup dan tanggung jawabnya
(Thoha, 1996:111).
Jadi, pola asuh orang tua merupakan keseluruhan interaksi antara
orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulus
anaknya dengan merubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai
yang dianggap paling tepat agar anak lebih mandiri, tumbuh dan
berkembang secara optimal.
Secara umum tanggung jawab dan mengasuh anak merupakan
tugas orang tua, dalam firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-
Tahrim:66/6) (Departemen Agama, 2011:560).
Dalam ayat di atas terdapat kewajiban yang harus dipikul orang tua
yakni orang tua berfungsi sebagai pendidik anak dan sebagai
pelindung dan pemelihara keluarga. Tugas orang tua ialah mendidik
keturunannya. Dalam relasi anak dengan orang tua secara kodrati
mencakup atas unsur pendidikan untuk membangun kepribadian anak
dan mendewasakannya. Adanya kemungkinan untuk dapat dididik
pada diri anak, maka orang tua menjadi wadah pertama dan paling
utama yang mampu dan berhak menolong keturunannya, serta
mendidik anak-anaknya (Kartono, 2006:63).
Kewajiban orang tua ialah mendidik dan memelihara anak sebaik-
baiknya. Berhasil atau tidaknya orang tua dalam mendidik anak
mereka semua itu tergantung pada pola asuh yang mereka terapkan.
Orang tua tidak menginginkan anaknya terjerumus dalam hal-hal
yang negatif, sehingga orang tua mencari cara terbaik untuk mengasuh
anak mereka.
Mengingat akan pentingnya peran orang tua dalam mengasuh anak,
maka untuk mewujudkan semua itu bukanlah hal yang mudah,
mengingat banyak sekali faktor yang dapat mengakibatkan
ketidakberhasilan pola asuh orang tua terhadap anak.
Di dalam Islam ada beberapa cara yang dapat digunakan utuk
mendidik anak yaitu metode teladan sebagaimana dalam Al-Qur‟an
dengan tegas menekankan pentingnya teladan, seperti dalam surat Al-
Ahzab ayat 21 bahwa Allah menyuruh kita mempelajari keteladanan
Rasulullah SAW, firman Allah berbunyi:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah.” (Syamil Al-Qur’an, 2011:418).
Dalam ayat diatas bahwa teladan yang dapat diberikan yaitu akhlak
yang terpuji seperti sifat dermawan, berani, amanah, dan menghormati
orang lain. Hal itu semua di dapat oleh anak dari orang tuanya dengan
melihat secara langsung.
Nasihat atau memberikan pengertian sangatlah penting bagi
perkembangan anak karena hal itu dapat menjadikan anak memahami
dirinya dengan apa yang boleh diakukan dan tidak boleh dilakukan.
Sebagaimana dalam surat Al-Lukman ayat 13 bahwasannya orang tua
harus memperlakukan tindakan dengan mencegah perbuatan tersebut,
agar tidak diulang kembali. Firman Allah SWT yang berbunyi:
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Departemen
Agama, 2011:411).
Sesuai ayat diatas bahwa sebagai orang tua saat memberikan
pengertian terhadap apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan seharusnya benar-benar diterapkan, dan jangan
sampai orang tua melanggarnya dan anak melihatnya.
2. Orang Tua Tunggal
a. Pengertian Orang Tua Tunggal (Single Parent)
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata orang tua tunggal terdiri dari
dua kata yaitu “orang tua” dan “tunggal”. Dalam bahasa Inggris orang
tua tunggal disebut sebagai single parent yaitu orang tua dalam satu
keluarga yang tinggal sendirian yakni ayah atau ibu saja. Menurut
Undang-undang Kesejahteraan Anak bahwa orang tua adalah terdiri
dari ayah dan ibu kandung. Jadi, orang tua kandung terdiri dari ayah
dan ibu yang mempunyai hubungan darah dengan anak. Merekalah
yang mempunyai tanggung jawab atas perkembangan, pertumbuhan,
dan pendidikan anak dari dalam kandungan hingga anak dilahirkan
sampai dianggap dewasa dan mandiri (UU No. 4 Tahun 1979, Bab I,
Pasal 1 Ayat 3a). Sedangkan single parent familie (keluarga single
parent) berarti keluarga yang terdiri dari ayah ibu yang bertanggung
jawab mengurus anak setelah perceraian, kematian atau kelahiran anak
diluar nikah (Yusuf, 2003:36).
Jadi, dari beberapa penjelasan diatas bahwa keluarga single parent
adalah orang tua yang mengasuh anak tanpa ada pasangan baik itu
ayah atau ibu dalam mengasuh, mendidik, dan membesarkan anak
hingga mencukupi kebutuhan anak secara sendirian. Dalam hal ini
orang tua tunggal (single parent) memiliki peran ganda terhadap
keluarganya yakni sebagai seorang ayah sekaligus seorang ibu dan
mempunyai tugas selain mencari nafkah juga mengasuh anak.
Keduanya itu harus seimbang agar kebutuhan anak dapat terpenuhi.
b. Ayah Single Parent
Di zaman seperti sekarang ini masih banyak orang-orang yang
beranggapan bahwa mengurus anak seperti memandikan bayi,
menggantikan popok, memberi makan anak bukanlah hal yang umum
dilakukan oleh seorang ayah sebagaimana mestinya. Anggapan
semacam ini masih melekat pada seorang ibu yang mempunyai naluri
dalam mengasuh anak.
Melihat wanita bekerja pada saat sekarang ini merupakan hal yang
biasa, dibandingkan dengan zaman dahulu dimana memposisikan
wanita selalu bekerja di rumah. Sehingga seorang ayah mungkin bisa
diharapkan untuk terlibat dalam mengasuh anak.
Anak-anak yang secara langsung diasuh oleh kedua orang tuanya
ialah anak-anak yang beruntung karena mereka langsung mendapatkan
kasih sayang yang lengkap. Dengan demikian, hal ini akan membantu
proses pendewasaan anak yang baik dan memiliki cara berfikir yang
baik juga. Seseorang ayah harus memiliki kesadaran, bahwa ayah juga
turut bertanggung jawab atas pengasuhan dan pendidikan anak hingga
anak itu tumbuh menjadi dewasa.
Menurut Syafei (2006:51-57) bahwasannya kewajiban orang tua
dalam mengasuh anak antara lain:
1. Berkenaan dalam belajar:
a. Anak diminta untuk membaca materi dari sekolah.
b. Mengingatkan anak jika lupa belajar.
c. Menyemangati agar anak mau belajar.
2. Berkenaan dengan sesama:
a. Mengajarkan menolong, menghormati, dan mengasihi.
b. Memberi teladan yang baik bagi anak.
3. Berkenaan dengan Agama
a. Mengajak anak untuk melaksanakan kewajiban agama
bersama.
b. Membimbing anak untuk melaksanakan kewajiban agama.
4. Berkenaan dengan masyarakat
a. Menjelaskan bersikap sosial dalam masyarakat.
b. Menjelaskan tentang norma-norma dalam masyarakat.
c. Mengajari anak tentang kebersihan.
5. Berkenaan dengan terhadap nusa dan bangsa
a. Memberi penjelasan kepada anak tentang kewajiban warga
negara.
b. Bercerita tentang perjuangan bangsa dalam memperoleh
kemerdekaan.
c. Tanggung Jawab Orang Tua Tunggal (Single Parent)
Bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh single parent untuk
anaknya yaitu mengasihi, mendidik, dan memenuhi kebutuhan anak.
Memberikan perhatian, kasih sayang, menemani anak bermain hingga
memenuhi psikisnya merupakan bentuk tanggung jawab seorang single
parent dalam hak-hak anaknya.
Tanggung jawab single parent menurut Willian J. Goode dalam
Salami Dwi yakni:
a. Peran ayah adalah sebagai suami, berperan sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung, dan memberi rasa aman. Sebagai kepala
keluarga dan sebagai anggota dari kelompok sosialnya dan anggota
masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat berperan
sebagai pengasuh anak-anaknya.
b. Peran ibu adalah sebagai istri dan ibu bagi anak-anak, ibu memiliki
peran untuk mengurusi rumah tangganya, sebagai pengasuh dan
pendidik anak-anaknya (Salami, 2010:34).
d. Strategi Pengasuhan Ayah Single Parent
Strategi menurut bahasa diartikan sebagai sebagai seni (art)
melakasanakan strategi, yakni siasat atau rencana. Dalam perspektif
psikologi, kata sosiologi yang berasal dari bahasa Yunani yang artinya
rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk mencapai
tujuan (Djamarah, 2002:67).
Pengertian strategi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
strategi memiliki arti sebagai rencana cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus. Strategi juga dapat diartikan sebagai seni
atau ilmu mengembangkan dan menggunakan berbagai kekuatan untuk
mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Depdiknas RI,
2003:1082).
Selain itu menurut Fathurahman dan Sutikno (2007:57), strategi
adalah upaya-upaya atau tindakan-tindakan penyesuaian untuk
mengadakan reaksi terhadap situasi lingkungan tertentu, dimana
tindakan secara sadar berdasarkan pertimbangan yang wajar.
Sedangkan strategi yang digunakan ayah single parent dalam
mengasuh dan mendidik anak adalah sebagai berikut:
a. Pemberian Nasihat
Nasihat merupakan penjelasan tentang kebenaran dan
kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan anak yang dinasihati
dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangan
kebahagiaan dan manfaat. Oleh sebab itu, strategi ini hendaknya
berusaha untuk menghindari larangan langsung, dan sebaiknya
orang tua menggunakan teknik-teknik seperti bercerita dan
memberikan contoh langsung pada anak.
b. Keteladanan
Strategi ini merupakan strategi yang dirasa paling meyakinkan
keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral
spiritual dan sosial anak. Strategi ini sesuai diggunakan untuk
menanamkan nilai-nilai moral dan sosial anak serta pembentukan
karakter anak.
c. Pembiasaan
Strategi pembiasaan merupakan suatu cara yang dapat dilakukan
untuk membiasakan anak berfikir, bersikap, bertindak sesuai
dengan ajaran agama. Strategi ini dipandang sangat praktis dalam
pembinaan pembentukan karakter anak untuk meningkatkan
pembiasaan-pembiasaan dalam melaksanakan kewajiban dan
tanggung jawabnya (La Hadisi, 2015:63)
d. Reward dan Punishment
Reward menurut M. Ngalim Purwanto (2006:182) bahwa
penghargaan (reward) adalah alat untuk menddidik anak-anak
supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau
pekerjaannya mendapat penghargaan. Penghargaan harus memiliki
nilai mendidik. Mendidik disini bukan hanya dalam bidang
akademik namun juga mendidik dalam bertingkah laku yang baik.
Punishment menurut M. Ngalim Purwanto (2006:186)
berpendapat bahwa punishment atau hukuman merupakan
penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh
seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi suatu
pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian
hadiah diharapkan anak akan berusaha berperilaku disiplin dan
berperilaku yang baik. Sedangakan pemberian hukuman diberikan
diharapkan anak sadar akan kesalahannya dan tidak mengulangi
lagi.
e. Sebab-sebab Terjadinya Orang Tua Tunggal (Single Parent)
Orang tua yang sering disebut dengan istilah single parent adalah
orang tua tunggal dimana hanya ayah atau ibu saja. Ada banyak yang
faktor penyebab yang mengakibatkan peran orang tua yang lengkap
menjadi tidak sempurna. Menurut Diana sebab-sebab terjadinya orang
tua tunggal antara lain:
1. Apabila pasangan hidup kita meninggal dunia, otomatis hal itu
akan meninggalkan kita sebagai orang tua tunggal.
2. Perceraian, dimana timbul ketidak harmonisan dalam keluarga
yang disebabkan adanya perbedaan pendapat atau timbulnya
perselisihan yang tidak mungkin adanya jalan keluar, dan bisa
terjadi karena masalah ekonomi, pekerjaan, perselingkuhan,
perbedaan agama, serta aktifitas suami istri di luar rumah yang
mengakibatkan kurangnya komunikasi.
3. Orang tua masuk penjara, dapat disebabkan karena melakukan
tindakan kriminal, pengedar narkoba atau tindak pidana korupsi
sehingga sekian lama tidak bertemu dengan keluarga.
4. Kerja di luar daerah atau di luar negeri, hal ini merupakan cita-cita
untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik lagi dan
menyebabkan salah satu orang tua meninggalkan daerahnya,
terkadang hingga ke luar negeri (Baumrind, 2010:76).
f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengasuhan Anak
Setiap orang tua memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
Sehingga menyebabkan terjadinya pola asuh yang berbeda-beda
terhadap anak. Orang tua yang baik yaitu orang tua yang mengerti
bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar.
Adapun faktor yang mempengaruh pola asuh anak adalah
(Edwards, 2006):
1. Pendidikan Orang Tua
Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam merawat anak
akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan,
seperti terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamat
segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu
berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai
perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak.
2. Lingkungan
Lingkungan banyak mempegaruhi perkembangan anak, maka
tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola
pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.
3. Budaya
Seringkali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh
masyarakat dalam mengaus anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat
disekitarnya dalam mengasuh anak, karena pola-pola tersebut
dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan
(Putri&Elvi, 2012:23).
3. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja Indonesia
a. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah “Setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.”
Pengertian tenaga kerja menurut Undang-undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan sejalan dengan pengertian tenaga kerja
menurut konsep ketenagakerjaan pada umunya sebagaimana yang
ditulis oleh Payaman J. Simanjuntak (1985: 2) bahwa pengertian
tenaga kerja atau manpower adalah mencakup penduduk yang sudah
atau sedang bekerja, yang sedang mencari kerja dan yang melakukan
pekerjaan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga (Husni,
2016:28). Sedangkan pekerja/buruh menurut Undang-undang No. 13
Tahun 2003 Pasal 1 angka 3 menyebutkan “Setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Jadi, tenaga kerja merupakan tiap-tiap orang yang mampu
melaksanakan suatu pekerjaan yang dapat mengahsilkan barang atau
jasa guna memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat.
b. Pandangan terhadap Tenaga Kerja Wanita
Zaman sebelum kedatangan Islam adalah zaman jahiliyah, dimana
zaman itu kaum wanita pada umumnya hidup dalam keadaan tertindas,
khususnya di lingkungan komunits Arab. Dan tidak dapat dipungkiri
lagi bahwa kondisi wanita sebelum kedatangan Islam tidak
mendaptkan hak apapun. Mereka lebih bergantung pada kebaikan laki-
laki untuk melanjutkan kebahagiaan mereka. Oleh karena itu, wanita
tidak pernah bisa untuk melakukan lebih apalagi bekerja setara dengan
kaum laki-laki.
Pembahasan yang menyangkut keberadaan perempuan di dalam
rumah dapat bermula dari surat al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi: “Dan
tetaplah kamu dirumahmu dan janganlah kamu berhias seperti berhias
orang-orang jahiliah dahulu.”
Ayat ini yang dijadikan dasar dan pedoman untuk menghalangi
wanita keluar rumah. Ayat tersebut merupakan isyarat yang
memerintahkan pada wanita untuk menetap di dalam rumah saja, dan
melakukan tugas-tugas domestik. Namun ketika Islam datang,
paradigma tentang wanita dirubah. Dihapuslah semua kedzaliman itu
dari kaum wanita dan mereka kembali diakui sebagai manusia, dan
konsep rumah tangga tidak lagi diskriminatif. Sebagaimana yang
disebutkan dalam sebuah hadist yang berbunyi: “Allah telah
mengijinkan bagi kamu sekalian (para wanita) keluar (dari rumah)
untuk keperluanmu.” (HR. Muslim).
Albert Berry (1987) dalam tulisannya mengenai pasar kerja dan
modal manusia dalam Less Developing Countries (LDCs)
mengemukakan bahwa partisipasi tenaga kerja wanita dalam
perekonomian sangat relevan untuk dianalisis karena beberapa alasan:
pertama, wanita merupakan faktor penentu partisipasi yang penting
dalam perekonomian saat ini. Kedua, tinggi rendahnya partisipasi
tenaga kerja wanita akan mempengaruhi distribusi pendapatan
perseorangan dan keluarga dan pendidikan kaum wanita. Ketiga, di
samping alasan seperti itu, dapat pula ditambahkan pada kenyataannya
urbanisasi kaum wanita sekarang ini dari desa ke kota secara
proporsional bertambah, tidak saja karena takut pada suami namun
juga dari golongan usia muda (15-24 tahun), yang ingin mandiri
(http://www.suduthukum.com/2016/08/tenaga-kerja-wanita-dalam-
pandangan.html. Diunduh pada tanggal 06 Maret 2018 pukul 20:38.)
Tidak menutup kemungkinan seorang wanita untuk
mengembangkan usaha dan profesi untuk meniti karir tanpa
mengurangi fitrah dan fungsi serta kewajibannya sebagai istri dan ibu
rumah tangga. Kini dengan kemajuan dan peradaban telah membentuk
kaum wanita menjadi apa yang diharapkan masyarakat dalam dunia
kerja. Sehingga pada dasarnya wanita dapat bekerja tidak hanya di
dalam rumah, namun di luar rumah wanita juga bisa mendapatkan
pengahsilan dalam berbagai bidang pekerjaan sesuai dengan
keahliannya. Namun, disisi lain tugas wanita adalah mengandung,
melahirkan, dan mengasuh anak.
Dengan demikian wanita tidak hanya mempunyai peran ganda,
tetapi mempunyai “multifungsi” (laki-laki dan perempuan), bekerja
dan mengurus rumah tangga. Dan tugas wanita terasa lebih berat dari
pada pria. Namun hal ini akan terasa lebih ringan bilamana dikerjakan
secara bersama-sama.
c. Kendala dan Pemecahan yang Dihadapi dalam Keluarga
TKI/TKW
1. Aspek Pendidikan Formal
a. Kurangnya Motivasi Belajar Anak
Kurangnya motivasi ataupun dukungan dari keluarga
terhadap pendidikan anak. Orang tua yang memiliki
pendidikan rendah. Kurangnya pengalaman mendidik anak
inilah yang membuat mereka kurang memotivasi belajar anak
(Tim PSGK, 2007:64).
Orang tua yang kurang memotivasi belajar anak, mereka
menganggap bahwa pendidikan bukanlah hal yang utama,
mereka berprinsip bahwa mau anak belajar atau tidak silahkan
hal itu tidak apa-apa. Jadi, akan tertanam dibenak anak bahwa
lemahnya motivasi pada diri anak sendiri, mereka akan
menganggap bahwa dirinya bodoh dan tidak memperdulikan
pendidikannya.
b. Kurangnya Kepedulian Orang Tua Terhadap Pendidikan
Anak
Kurangnya kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak
diwujudkan oleh pandangan orang tua yang menganggap
bahwa bersekolah tinggi tidak akan menjamin masa depan
anak. Orang tua menganggap pendidikan itu tidak penting
karena ukuran keberhasilan dalam masyarakat pada umumnya
bersifat material. Kaum terdidik akan bersifat positif pada
pendidikan sebab memandang pendidikan sebagai investasi
yang mendatangkan keuntungan material. Sebaliknya mereka
yang berpandangan matrealistis cenderung mengaitkan
pendidikan dengan pemenuhan kebutuuhan materi (Muna,
2007:86).
Orang tua yang menganggap pendidikan merupakan hal
yang tidak utama membuat anak-anak mereka tidak mau
belajar dan tidak mementingkan sekolahnya. Anak-anak yang
hanya memiliki orang tua tunggal sementara ini tidak seperti
anak-anak lainnya yang memiliki pengawasan khusus dari
kedua orang tuanya yang mengutamakan pendidikannya,
karena anak-anak TKW menganggap bahwa sekolah bukanlah
kewajiban bagi anak-anak usia mereka namun sekolah
merupakan kegiatan yang harus dilakukan di usia mereka.
2. Pengasuhan Anak Selama Ditinggal Ibu Menjadi TKW
a. Siapa saja yang berperan dalam pengasuhan anak selama
ibu menjadi TKW
Ada beberapa pengganti yang berperan dalam mengasuh
anak-anak TKW yaitu bapak, nenek, ataupun kakek. Sebagian
besar anak TKW diasuh oleh kakeknya ataupun neneknya
ketika ditinggal ibu yang menajdi TKI/TKW. Biasanya juga
melibatkan anak yang tua untuk membantu suami mengerjakan
pekerjaan domestik. Pada umumnya anak yang ditinggal
ibunya berusia dua setengah tahun dengan pertimbangan
bahwa si A sudah dapat berjalan, berbicara, dan disapih dari
menyusui ibu.
b. Problem pengasuhan anak yang dirasakan oleh figur
pengganti bapak/ibu
Ada beberapa problem pengasuhan yang dialami anak dan
keluarga TKI/TKW yang pertama yaitu persoalan kualitas
pengasuhan dimana pengasuh mengalami kesulitan dalam
mengendalikan perilaku anak, anak tidak memperoleh
pengasuhan secara optimal, anak tidak mengenali ayah/ibunya
ketika pulang, dan kehilangan figur seorang ayah/ibu. Kedua,
masalah tanggung jawab dan peran pengasuhan anak (Muna,
2007:87).
Dari berbagai macam kendala atau problema yang dihadapi
keluarga TKI/TKW diatas yang mungkin tidak kita temukan
dalamkeluarga pada umumnya.
4. Pembentukan Karakter Anak
a. Pengertian Pembentukan Karakter
Karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”,
kharax”, dalam bahasa Inggris “character” dan Indonesia “karakter”,
Yunani Character, dari charassein yang berati membuat tajam
(Majid&Andayani, 2012:11).
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, karakter diartikan dengan
tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain.
Scerenko dalam Muchlas Samani mendefinisikan karakter sebagai
atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi,
ciri etis, dan kompleksitas mental seseorang, suatu kelompok atau
bangsa (Samani&Hariyanto, 2011:42 ).
Berdasarkan penegertian diatas, dapat disimpulkan bahwa karakter
adalah ciri khas seseorang dalam berperilaku yang membedakan
dirinya dengan orang lain yang pembentukannya dipengaruhi oleh
faktor bawaan dan lingkungan. Membangun karakter yakni proses
memahat jiwa sedemikian rupa hingga “berbentuk” unik, menarik, dan
dapat dibedakan dengan yang lain.
Pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang
mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari anak
dengan mempraktikan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan
yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam
hubungannya denngan Tuhannya (Samani, 2011:44). Dalam upaya
mendidik karakter anak, harus sesuai dengan dunia anak yaitu sesuai
dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Membentuk karakter tidak bisa dilakukan dengan sekejap dalam
memberikan nasihat, intruksi, perintah, namun lebih dari itu.
Pembentukan karakter sangat membutuhkan teladan, kesabaran,
pembiasaan, dan pengulangan. Dengan demikian, proses pembentukan
karakter merupakan proses pendidikan yang dialami oleh anak sebagai
bentuk pengalaman, pembentukan kepribadian yang melalui nilai-nilai
kehidupan, agama, dan moral.
Pendidikan karakter menurut Lickona dalam Mansur Muslich
mencakup tiga dimensi:
1. Moral Knowing (pengetahuan moral) adalah berhubungan
dengan bagaimana seorang individu mengetahui sesuatu nilai
yang abstrak yang dijabarkan dalam enam hal yaitu: (1) moral
awareness (kesadaran moral), (2) knowing moral values
(pengetahuan nilai moral), (3) perspective taking (memahami
sudut pandang lain), (4) moral reasoning (penalaran moral), (5)
decision making (membuat keputusan), (6) self-knowledge
(pengetahuan diri).
2. Moral Feeling (sikap moral), yaitu tingkat lanjut pada
komponen karakter yang dijabarkan dalam enam hal: (1)
conscience (nurani), (2) self-esteem (harga diri), (3) empathy
(empati), (4) loving the good (cinta kebaikan), (5) self-control
(kontrol diri), (6) humility (rendah hati).
3. Moral Action (perilaku moral), yaitu bagaimana membuat
pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini
merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya yang harus
dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior. Moral
action ini dibangun atas tiga komponen antara lain: (1)
competence (kompetensi), (2) will (keinginan), (3) habit
(kebiasaan) (Muslich, 2011:133-134).
b. Mengenal Karakter dalam Perspektif Islam
Karakter dalam Islam lebih akrab dikenal dengan akhlak yakni
kepribadian serta watak seseorang yang dapat dilihat dari sikap, cara
bicara dan perbuatan yang seluruhnya melekat dalam dirinya menjadi
sebuah identitas dan karakter sehingga sulit bagi seseorang untuk
memanipulasinya. Manusia akan tampil sebagaimana kebiasaan,
budaya dan adat istiadat kesahariannya, sebab manusia merupakan
anak kandung budaya, baik keluarga maupun anak kandung dari
agama yang dipeluknya.
Mohammad Daud Ali (1998:347) menuturkan bahwa akhlak
mengandung makna yang ideal, tergantung pada pelaksanaan dan
penerapan melalui tingkah laku yang mungkin positif dan mungkin
negatif, mungkin baik dan mungkin buruk, yang termasuk dalam
pengertian postif (baik) adalah segala tingkah laku, tabiat, watak, dan
perangai yang sifatnya benar, amanah, sabar, pemaaf, pemurah,
rendah hati, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk ke dalam
pengertian akhlak negatif (buruk) adalah semua tingkah laku, tabiat,
watak, perangai sombong, dendam, dengki, khianat, dan lain-lain yang
merupakan sifat buruk.
Karakterisik muslim merupakan ciri, watak maupun kepribadian,
perilaku seseorang yang berdasarkan konsep-konsep muslim ideal
yang telah dipaparkan dalam al-Quran. Implementasi pendidikan
karakter dalam Islam, tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah
SAW. Dalam pribadi Rasulullah SAW, bahwa nilai-nilai akhlak yang
mulia dan agung terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang
berbunyi:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
Dia banyak menyebut Allah.” (Departemen Agama, 2011:418).
Karakter atau akhlak tidak diragukan lagi karena memiliki peran
yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Pembinaan karakter
dimulai dari individu, karena pada hakikatnya karakter itu merupakan
individual. Oleh sebab itu, pembinaan karakter dimulai dari gerakan
individual, yang kemudian dikembangkan dan menyebar ke individu
ke individu lainnya, kemudian karakter atau akhlak akan menjadi
banyak, dan dengan sendirinya mewarnai masyarakat. Selanjutnya
pembinaan karakter dilakukan di lingkungan keluarga dan harus
dilakukan sedini mungkin sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak. Melalui pembinaan karakter setiap individu
dan keluarga akan tercipta peradaban masyarakat yang sejahtera,
tentram, dan damai.
c. Nilai-nilai Karakter
Nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter yang
dirumuskan oleh Kemendiknas (2010) sebagimana yang diutip oleh
Muhammad Kosim (1989-1990) meliputi delapan belas nilai yaitu:
a. Religius, yakni sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
b. Jujur, yakni perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c. Toleransi, yakni sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.
d. Disiplin, yakni tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja keras, yakni tindakan yang menunjukkan perilku tertib
dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
f. Kreatif, yakni berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil yang baru dari sesuatu yang telah
dimiliki.
g. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis, yakni cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Rasa ingin tahu, yakni sikap dan tindakan yang selalu ebrupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat dan di dengar.
j. Semangat kebangsaan, yakni cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa lain dan
negara di atas kepentingan diri dari kelompoknya.
k. Cinta tanah air, yakni cara berpikir, bertindak, dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan bernegara diatas
kepentingan diri dan kelompoknya.
l. Menghargai prestasi, yakni sikap dan tindakan yang mendorong
untuk mengahasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
m. Bersahabat/ komunikatif, yakni sikap dan tindakan yang
mendorong ddirinya untuk menghasilkansesuatu yang ebrguna
bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan
orang lain.
n. Cinta damai, yakni sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui serta menghrmati keberhasilan orang lain.
o. Gemar membaca, yakni kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebijakan bagi
dirinya.
p. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah trejadi.
q. Peduli sosial, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah terjadi.
r. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa (Musrifa,
2016:123-124).
Ratna Megawangi mengungkapkan sembilan pilar karakter yang
harus ditumbuhkan dalam diri anak, yaitu: 1) cinta pada Allah SWT
dengan segenap cintaannya, 2) kemandirian dan tanggung jawab, 3)
jujur dan bijaksana, 4) hormat dan santun, 5) dermawan, 6) percaya
diri, 7) kepemimpinan dan keadilan, 8) baik hati dan rendah hati, 9)
toleransi, kedamaian dan kesatuan. Kesembilan pilar ini perlu
diajarkan dengan menggunakan metode knowing the good, feeling the
good, dan action the good (Dasim, 2010:1).
Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan
karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaanya pun dilakukan secara
sistematis dan berkelanjutan. Dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW
menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah
untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik.
Dalam kaitan ini pada draf Grand Design Pendidikan Karakter
diungkapkan niai-nilai yang terutama akan dikembangkan dalam
budaya satuan pendidikan formal dan non-formal, dengan
penjelasannya sebagai berikut:
a. Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa
yang dikatakan dan dilakukan (berintegritas), berani karena
benar (amanah, trustworthiness), dapat dipercaya, dan tidak
curang (no cheating).
b. Tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati, beerja dengan
etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi
terbaik (giving the best), mampu mengontrol diri dan mengatasi
stres, berdisiplin diri, akuntabel terhadap pilihan dan keputusan
yang diambil.
c. Cerdas, berpikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan
penuh perhitungan, rasa ingin tahu yang tinggi, berkomunikasi
efektif dan empatik, bergaul secara santun, menjunjung
kebenaran dan kebajikan, mencintai Tuhan dan lingkungan.
d. Sehat dan bersih, menghargai ketertiban, keteraturan,
kedisiplinan, terampil, menjaga diri dan lingkungan,
menerapkan pola hidup seimbang.
e. Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak
santun, toleran terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang
lain, mau mendengar orang lain, mau berbagai, tidak
merendahkan orang lain, mampu bekerja sama, mau terlibat
dalam kegiatan masyarakat, menyayangi manusia dan makhluk
lain, setia, cinta damai dalam menghadapi persoalan.
f. Kreatif, mampu menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes,
kritis berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat,
menampilkan sesuatu secara luar biasa (unik), memiliki ide
baru, ingin terus berubah, dapat membaca situasi dan
memanfaatkan peluang baru.
g. Gotong royong, mau bekerja sama dengan baik, berprinsip
bahwa tujuan akan lebih udah dan cepat tercapai jika
dikerjakan bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga
untuk saling berbagai dengan sesama, mau mengembangkan
potensi diri untuk dipakai saling berbagi agar mendapatkan
hasil yang terbaik, da tidak egoistis (Samani, 2013:51).
d. Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter Anak
Dalam pendidikan karakter pada anak, keluarga memiliki peran
yang sangat penting karena keluarga memiliki posisi dasar yang
fundamental terhadap penanaman nilai-nilai kejujuran, berjiwa sosial
terhadap sesama serta mau bekerja keras. Pola komunikasi yang
diberikan keluarga kepada anak-anak sangat berkaitan dengan
karakter anak dalam tumbuh kembangnya anak dan terbawa hingga
dewasa.
Kebiasaan baik atau buruk pada diri seseorang, yang
mengindikasikan kualitas karakter yang tidak terjadi dengan
sendirinya. Telah disebutkan bahwa selain faktor nature, faktor
nurture juga berpengaruh. Dengan kata lain proses sosialisasi atau
pendidikan yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, lingkungan yang
lebih luas memegang peranan penting, bahkan mungkin lebih penting
dalam pembentukan karakter seseorang.
Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang secara
signifikan turut membentuk karakter anak. Pedidikan dalam keluarga
merupakan pendidikan yag utama dan pertama bagi anak, yang tidak
dapat digantikan oleh lembaga pendidikan yang lain. Oleh karena itu,
pendidikan keluarga sangat diperlukan untuk membangun sebuah
community learner tentang pendidikan anak serta sangat diperlukan
menjadi sebuah kebijakan pendidikan untuk membangun karakter
bangsa secara berkelanjutan (Agus, 2012:106).
Menurut Mansur Muslich keluarga merupakan tempat pertama dan
utama bagi seorang anak dalam pembentukan pendidikan karakternya.
Apabila orang tua gagal dalam melakukan pendidikan karakter pada
anak-anaknya, maka hal itu akan sulit bagi lembaga lain di luar
keluarga termasuk sekolah untuk memperbaikinya. Kegagalan
keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuh
kembangnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu,
keluargalah yang harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa
sangat bergantung pada pendidikan karakter anak di rumah (Muslich,
2011:99).
Dengan demikian dari paparan diatas bahwa pendidikan keluarga
dan pola asuh yang dilakukan oleh orang tua merupakan dasar pokok
perkembangan karakter seorang anak. Selanjutnya, pendidikan
karakter pada zaman sekarang dianggap sebagai dasar anak agar dapat
bertahan dalam pergaulannya. Namun, dalam hal ini yang terpenting
adalah karakter yang merupakan investasi berharga dimasa depannya.
Pendidikan karakter dapat dilakukan sedini mungkin secara perlahan.
Pertama, biasakan anak hidup dalam lingkungan positif dan orang-
orang di sekitar rumah harus mendemonstrasikan karakter yang positif
dan keimanan seperti kebiasaan dalam hal berkata jujur sopan santun,
dan berbagi kepaada sesama. Melibatkan anak dalam hal-hal yang
positif lambat laun akan terbawa menjadi bagian dari pembentukan
karakter. Peran dalam pembentukan karakter akan menjadi panutan
dalam memberikan nasihat yang bijak untuk anak.
Menurut Ibnu Habban dalam Hidayatullah tahap-tahap pendidikan
karakter pada anak adalah sebagai berikut:
a. Adab 5-6 tahun, fase ini anak di didik budi pekerti terutama
yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter yaknni:
1) Jujur, tidak berbohong.
2) Mengenal mana yang benar dan mana yang salah.
3) Mengenal mana yang baik dan mana yang buruk.
4) Mengenal mana yang diperintah dan mana yang dilarang.
b. Tanggung jawab diri 7-8 tahun, fase ini anak di didik untuk bisa
tanggung jawab sendiri, yang meliputi:
1) Menjalankan sholat.
2) Makan sendiri.
3) Anak di didik untuk tertib dan disiplin.
4) Menentukan cita-cita.
c. Peduli 9-10 tahun, dimana fase ini setelah anak di didik
tanggung jawab diri, maka selanjutnya anak di didik untuk
mulai peduli pada orang lain, seperti:
1) Menghargai orang lain (hormat kepada orang yang lebih tua
dan menyayangi terhadap yang lebih muda).
2) Bekerjasama dengan teman-temannya.
3) Membantu dan menolong orang lain.
d. Kemandirian 11-12 tahun, pada fase ini anak di didik untuk
menjadi pribadi yang mandiri, yang meliputi:
1) Memisahkan tempat tidur.
2) Jika anak tidak mau sholat maka boleh memukul dengan
batas wajar.
e. Bermasyarakat 13 tahun ke atas, dalam fase terakhir ini
pendidikan karakter pada anak di didik dalam bermasyarakat,
seperti:
1) Anak dilatih untuk bermusyawarah.
2) Anak dilatih untuk bersosialisasi.
Agar pembentukan karakter anak dalam keluarga berhasil, selain
pola asuh yang tepat juga harus dapat memilih strategi yang tepat
pula. Menurut Irwanto, masa-masa dominan dalam pembentukan
karakter dan kepribadian anak itu di dalam keluarga. Fase tersebut
mulai dari periode kanak-kanak hingga dewasa awal. Pada fase ini
anak cenderung untuk mengikuti atau meniru tata nilai dan perilaku
sekitarnya. Jika dalam fase ini dilakukan proses penanaman nilai-nilai
moralitas yang terangkum dalam pendidikan karakter secara
sempurna, maka akan menjadi pondasi dasar dan menjadi warna
kepribadian anak ketika dewasa nanti (Agus, 2012:118).
Dengan demikian untuk mendidik tanggung jawab dan
menanamkan sikap tanggung jawab pada anak dapat dilakukan ketika
anak masih usia kanak-kanak. Mendidik tanggung jawab pada anak
seperti menegurnya dari kesalahan yang telah dilakukannya.
Di dalam kehidupan sehari-hari, sikap tanggung jawab harus
menjadi nilai kebaikan dalam menjalankan setiap amanah yang diberikan.
Orang tua berperan penting dalam mengajarkan sikap tanggung jawab
yang tidak menyalahi kepentingan orang lain dan sebisa mungkin
mengambil resiko apa yang telah dilakukannya, dan berani bertanggung
jawab atas apa yang diambil.
Kewajiban orang tua dalam tanggung jawab tidak hanya sekedar
berkaitan dengan tugas-tugas sekolah yang lazim diberikan oleh guru,
namun mereka juga berkaitan dengan tanggung jawab spiritual seperti
kewajiban menyuruh dan membimbing anak agar tidak mengabaikan
sholat yang menjadi kewajiban seorang muslim (Ilahi, 2013:174).
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian Umami (2015), dengan judul Pola Pendidikan Akhlak Anak
dalam Keluarga TKW (Studi Kasus di Keluarga TKW Dusun Tugu, Desa
Banding, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang). Penelitian ini
membahas upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan akhlak di
keluarga TKW Dusun Tugu. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
setiap anak mendapatkan pengasuhan yang berbeda, sehingga akhlak dari
setiap anak juga berbeda tergantung pada pendidikan, kepribadian anak,
serta lingkungan sekitarnya. Penelitian ini hanya berkutat pada kualitas
pendidikan akhlak anak saja. Sedangkan penelitian yang penulis bahas
adalah pola asuh anak oleh orang tua single parent dalam pembentukan
karakter anak.
Penelitian Himatul (2017), tentang Pengaruh Pola Asuh Single Parent
(Ayah) Terhadap Perilaku Keberagamaan Anak Di Desa Lumansari
Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara empiris pengaruh pola
asuh single parent (ayah) terhadap keberagamaan anak di Desa Lumansari
Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah ada pengaruh pola asuh single parent (ayah) terhadap
keberagamaan anak di Desa Lumansari Kecamatan Gemuh Kabupaten
Kendal. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 27. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pola asuh single parent (ayah)
terhadap keberagamaan anak di Desa Lumansari Kecamatan Gemuh
Kabupaten Kendal. Penelitian ini membahas mengenai pengaruh pola asuh
single parent (ayah) terhadap keberagamaan anak. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif. Sedangkan penelitian yang penulis bahas
tentang strategi pengasuhan dalam pembentukan karakter anak, dan jenis
penlitian ini penelitian kualitatif.
Penelitian Alfiana (2015), tentang Pola Asuh Single Parent dalam
Membiasakan Perilaku Religius pada Anak Di Kelurahan Sukosari
Kartoharjo Madiun. Berdasarkan hasil penelitian pada akhirnya, sebagian
besar single parent yang harus merawat anaknya seorang diri harus
berjuang menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya dan mengabaikan
pendidikan anaknya, khususnya dalam menanamkan nilai-nilai agama
akibatnya anak kurang dalam wawasan agama, kurang mendapat
perhatian, kasih sayang, dan bimbingan dari orang tua. Hal ini diakibatkan
kesibukan single parent demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Sedangkan penelitian yang penulis bahas yakni hambatan-hambatan yang
dialami orang tua single parent dalam pembentukan karakter anak TKW.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Dasar dan Jenis Penelitian
Penelitian ini bercorak kualitatif yakni penelitian yang berupaya
memberikan gambaran secara objektif terhadap objek yang telah diteliti
serta menafsirkan dan memberi makna terhadap data yang diperoleh dari
penelitian. Karakteristik utama penelitian kualitatif adalah penelitian
bertindak sebagai instrumen dalam pengumpulan data agar mampu
mendalami latar secara holistik.
Dalam penelitian kualitatif realitas atau kenyataan selalu bersifat
ganda yakni bahwa satu fenomena bisa memiliki lebih dari satu makna.
Hasil penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi
tetapi untuk keperluan penyusunan teori substansif, yaitu teori yang
dikembangkan untuk keperluan substansif atau empiris dalam inkuiri suatu
ilmu penegetahuan. Teori substansif berfungsi membantu usaha
pembentukan teori formal dan bahkan dapat pula melakukan reformulasi
teori yang sudah ada. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif
berdasarkan dari beberapa pertimbangan diantarnya:
a. Menggunakan metode kualitatif ini lebih mudah karena berhadapan
dengan realita hidup atau kenyataan hidup yang sebenarnya.
b. Metode kualitatif menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara
peneliti dengan responden.
c. Metode kualitatif lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman pengaruh bersama dan pola-pola nilai yang
dihadapi (Moleong, 2004:5).
Sesuai dengan pendapat Denzin dan Licoln menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah merupakan penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada (Saputra,
2014: 181).
Penelitian kualitatif ini memiliki sifat terbuka dalam interpretasi data
yang dengan seksama dan mendeskripsikan data hasil pengamatan secara
detail dilengkapi dengan catatan atau dokumentasi data penelitian. Data
dihmpun dengan pengamatan yang seksama, yang mencakup deskripsi
dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara
yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan.
Dipilihnya pendekatan kualitatif karena peneliti melihat sifat dari
masalah yang akan diteliti dapat berkembang secara alamiah sesuai dengan
kondisi dan situasi di lapangan. Alasan yang mendasari peneliti memilih
pendekatan ini melalui pertimbangan anatra lain:
1. Sumber data dalam penelitian ini mempunyai latar yang alami (natural
setting), yaitu fenomena dimana proses, strategi serta sikap ayah dalam
mengasuh anak yang ditinggal oleh ibunya menjadi tenaga kerja
wanita di luar negeri dalam pembentukan karakter anak di Desa
Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo.
2. Metode kualitatif ini lebih mudah karena berhadapan dengan realita
hidup atau kenyataan yang sebenarnya.
3. Metode kualitatif ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan
antara peneliti dengan responden.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
Kabupaten Purworejo. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Patutrejo
Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo karena bertempat tinggal di desa
dan dekat dengan pesisir pantai. Hal ini untuk mengetahui bagaimana pola
asuh ayah dalam pembentukan karakter anak. Masyarakat di desa ini
memiliki beragam mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, namun wanita-wanita atau ibu-ibu di desa ini sebagian ada yang
bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja wanita (TKW) hal itu
menyebabkan hilangnya peran dan perhatian serta pengawasan dari salah
satu orang tua yakni ibu terhadap anak dalam pembentukan karakter anak.
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja, atas dasar
pertimbangan karena sebagian anak pada usia sekolah dasar maupun usia
sekolah menengah pertama di Desa Patutrejo ini hanya diasuh oleh
ayahnya saja karena ibunya bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di
luar negeri.
C. Sumber Data Penelitian
Menurut Suharismi (2010:161) data adalah hasil pencatatan seorang
peneliti baik yang berupa fakta atau angka. Dengan perkataan lain sumber
data yaitu semua fakta yang ada dimana data tersebut bisa diperoleh.
Pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini yakni memilih
orang yang dilihat mengetahui dan menguasai tentang keadaan yang
sedang diteliti. Informan disini yaitu ayah maupun kerabat dekat (kakek,
nenek, dan tetangga) yang ikut membantu mengasu anaknya karena
ditinggal bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja wanita (TKW).
Selain itu sumber data utama dapat diperoleh melalui kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati dan dicatat melalui perekam video, dan
pengambilan foto (Moleong, 2007: 157).
Dilihat dari sumbernya, terdapat dua macam sumber data antara lain:
a. Sumber Data Primer
Yaitu sumber data yang dapat memberikan data secara langsung
tanpa melalui perantara seperti: (1) peristiwa atau kegiatan yang
diamati langsung oleh peneliti, (2) keterangan informan tentang
dirinya, sikap dan pandangannya, yang diperoleh melalui wawancara,
(3) budaya kelompok masyarakat tertentu yang diperoleh melalui
wawancara dan pengamatan. Dalam penelitian ini data tersebut
diperoleh melalui ungkapan-ungkapan dan tindakan-tindakan dari
ayah, kerabat dekat, serta anak TKW yang berkaitan dengan pola asuh
ayah dalam pembentukan karakter anak.
b. Sumber Data Sekunder
Yaitu sumber data yang memberikan data secara tidak langsung
yaitu melalui orang lain atau lewat dokumen seperti: (1) peristiwa atau
kegiatan yang diperoleh melalui media massa, (2) keterangan yang
diperoleh dari orang lain.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sangat ditentukan oleh jenis data yang akan
dikumpulkan. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan peneliti
menggunakan beberapa metode, antara lain observasi dan wawancara.
Semua itu dibutuhkan agar mendapatkan data yang valid.
a. Pengamatan (Observasi)
Teknik yang pertama kali digunakan dalam melakukan penelitian
ilmiah terutama mengenai segala sesuatu yang ada di alam semesta
ini. Berkaitan dengan jenis observasi yang digunakan, peneliti
menggunakan metode observasi langsung yakni peneliti terjun
langsung ke Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo
dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis
langsung pada objek antara lain cara ayah single parent dalam
mengasuh dan mendidik anak, tanggung jawab ayah single parent
terhadap anak, dan dampak anak TKW ditinggal ibu bekerja di luar
negeri.
b. Wawancara Mendalam
Wawancaara merupakan salah satu teknik mendapatkan data
dengan cara mengadakan percakapan secara langsung antara
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan
pihak yang diwawancarai (interviewe) yang menjawab pertanyaan itu.
Esterberg, dalam Sugiyono (2010:72), menjelaskan bahwa wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar infomrasi dan
gagasan melalui teknik tanya jawab yang menghasilkan konstruksi
makna tentang suatu topik tertentu.
Teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian
ini adalah wawancara mendalam (in-depth inteview). Menurut
Moleong (2005:186) wawancara mendalam yaitu proses menggali
informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas dengan masalah dan
fokus penelitian dan diarahkan pada pusat penelitian. Dalam hal ini
metode wawancara mendalam yang dilakukan dengan adanya daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Jika menggunakan
pedoman, maka yang dipergunakan hanya berupa pokok-pokok
permasalahan yang akan ditanyakan. Hal ini wawancara mendalam
melakukan penggalian secara mendalam terhadap satu topik yang
telah ditentukan (berdasarkan tujuan dan maksud diadakan wawancara
tersebut) dengan menggunakan pertanyaan terbuka. Penggalian yang
dilakukan untuk mengetahui pendapat mereka berdasarkan perspective
responden dalam memandang sebuah permasalahan. Teknik
wawancara ini dilakukan oleh seorang pewawancara dengan
mewawancarai satu orang secara tatap muka (face to face).
Peneliti menggunakan metode wawancara yakni wawancara
dengan ayah, kerabat terdekat (kakek, nenek,dan tetangga), dan anak
TKW. Wawancara ini, peneliti gunakan untuk mengetahui bagaimana
pola asuh seorang ayah sebagai single parent dalam pembentukan
karakter anak di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo. Juga untuk mengetahui strategi dan hambatan seorang
ayah sebagai single parent dalam membentuk karakter anak di Desa
Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo. Metode
wawancara yang dilakukan yaitu dengan tanya jawab lisan mengenai
masalah-masalah yang ada dengan berpedoman pada daftar
pertanyaan yang digunakan sebagai acuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Hal ini dilakukan oleh penulis untuk mendapatkan
informasi dari narasumber ataupun responden yakni wawancara antara
peneliti dengan orang tua single parent ayah dan kerabat dekat dari
anak TKW. Adapun prosedur wawancara yang ditempuh oleh penulis
yaitu meminta ijin waktu untuk mengadakan wawancara.
Adapun sumber informasi untuk mendapatkan hasil wawancara
yaitu ayah da kerabat dekat dalam mengasuh anak yang ditinggal
bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja wanita (TKW) dan data
yang diperoleh dari wawancara ini adalah mengenai pola asuh yang
dilakukan ayah sebagai single parent dalam pembentukan karakter
anak.
c. Dokumentasi
Tidak kalah penting dari metode-metode lain yakni metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel dari
dokumen yang sudah ada di lapangan. Dokumentasi dari asal katanya
dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Dokumen merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorng.
Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu mencari
sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah yang berasal dari
berbagai kajian, buku-buku di perpustakaan, buku yang berkaitan
dengan foto orang tua dan anak yang berkaitan tentang kegiatan pola
asuh serta catan-catatan kegiatan pola asuh ayah single parent dalam
pembentukan karakter.
E. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses mencari
dan menyusun secara sistematis dan data yang diperoleh melalui
wawancara mendalam, catatan lapangan, dan hasil temuannya dapat
disampaikan kepada orang lain (Sugiyono, 2010: 88). Dalam penelitian ini
menggunakan analisis induktif, yaitu mentransformasi fakta-fakta khusus
sebagai bahan untuk membangun kesimpulan. Metode ini digunakan untuk
menganalisis keadaan keluarga TKW, khususnya dalam pola asuh anak
TKW oleh orang tua single parent.
Dalam penelitian ini analisi data menggunakan teknik interactive
model yakni analisis data yang dilakukan secara terus menerus pada setiap
tahapan penelitian hingga tuntas. Proses analisis dimulai sejak peneliti
memasuki lapangan sampai peneliti menyelesaikan kegiatan di lapangan.
Proses analisis data dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Reduksi Data, ialah proses seleksi dan klasifikasi data untuk
disesuaikan dengan tema atau topik penelitian. Reduksi data dapat
dilakukan dengan pertimbangan bahwa data yang diperoleh dari
lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dipilih sesuai
dengan kebutuhan untuk pemecahan masalah penelitian.
2. Display Data, yaitu menyajikan data dalam bentuk uraian naratif,
bagan, hubungan antar kategori, serta matrik korelasi. Penyajian ddata
disusun secara jelas agar data hasil reduksi terorganisir dengan baik,
tersusun dalam pola hubungan logis sehingga lebih mudah dipahami.
Pada tahap ini peneliti menyusun data yang relevan sehingga
menjadikan informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna
tertentu.
3. Penyimpulan Data, yaitu proses memaknai data melalui analisis
korelasi, komparasi, dan kontekstualisasi dengan teori, konsep, serta
membangun konstruksi teori baru (Moleong, 2009: 40).
Proses analisis data dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4. Proses Analisis Data
PENGUMPULAN
DATA
REDUKSI DATA
PENYAJIAN
DATA
PENARIKAN
KESIMPULAN
F. Pengecekan Keabsahan Data
Tidak setiap data yang diperoleh peneliti selalu benar atau sahih sesuai
dengan realitas yang ada. Oleh karena itu, peneliti harus melakukan
pemeriksaan apakah data yang diperoleh memiliki keabsahan atau tidak.
Pemeriksaan keabsahan data dapat dilakukan dengan teknik Triangulasi.
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan cara
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Metode pengukuran data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data. Triangulasi dengan sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif.
Secara visual triangulasi sebagai teknik pengumpulan data dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2. Triangulasi teknik pengumpulan data.
TEKNIK
PENGUMPULAN
DATA
OBSERVASI
WAWANCARA
MENDALAM
SUMBER
DATA
Berdasarkan gambar. 2 diatas dapat dipahami bahwa teknik
pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti ada tiga macam yaitu
observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi, sedangkan sumber
datanya sama. Sementara itu, triangulasi sumber dapat disajikan seperti
gambar dibawah ini.
G.
Gambar 3. Triangulasi sumber pengumpulan data.
Berdasarkan gambar. 3, sumber data berbeda-beda yaitu Informan A
dan Informan B, dan teknik pengumpulan data yang digunakan sama yaitu
wawancara.
G. Tahap-tahap Penelitian
Tahap penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap sebelum ke
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisa data, dan tahap
penulisan laporan yang ditempuh.
Tahap pertama peneliti menyiapkan segala macam yang dibutuhkan
dalam kegiatan penelitian yaitu:
1. Menyusun rancangan penelitian.
2. Mempertimbangkan secara konseptual teknis serta praktis terhadap
tempat yang digunakan dalam penelitian.
3. Membuat surat izin penelitian.
TEKNIK
PENGUMPULAN
DATA
WAWANCARA
INFORMAN A
INFORMAN B
4. Latar penelitian dan dinilai guna serta melihat sekaligus mengenal
unsur sosial dan fisik, situasi pada penelitian.
5. Menentukan informasi yang akan membantu peneliti dengan syarat-
syarat penelitian.
6. Mempersiapkan perlengkapan penelitian.
7. Dalam penelitian, peneliti harus bertindak sesuai dengan etika
terutama yang berkaitan dengan tata cara penelitian berhubungan
dengan lingkungan di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo,
Tahap kedua yaitu pada pekerjaan lapangan peneliti dengan sungguh-
sungguh dengan kemampuan yang dimiliki berusaha untuk memahami
latar penelitian. Dengan segala daya upaya serta tenaga yang dimiliki oleh
peneliti dipersiapkan benar-benar dalam menghadapi lapangan penelitian.
Tahap ketiga yaitu analisis data, setelah semua data diperoleh di
lapangan dilakukan verifikasi data. Peneliti berusaha untuk mencapai pola
hubungan serta hal-hal yang sering timbul. Setelah tahap analisis data
selesai dan telah diperoleh kesimpulan, penulis masuk pada tahap keempat
yaitu penulisan laporan. Dalam penulisan laporan peneliti sesuai hasil
yang diperoleh di lapangan (Moleong, 2004: 247).
BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA
A. Paparan Data
1. Gambaran Umum Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo
Desa Patutrejo memiliki jumlah penduduk 4736 jiwa yang terdiri dari
1172 KK. Luas wilayah Desa Patutrejo 551, 192 Ha. Penggunaan lahan di
Desa Patutrejo untuk sawah irigasi teknis 138 Ha, tegalan 85,6 Ha,
perkebunan rakyat 66,9 Ha, pemukiman 157,5 Ha, perkebunan negara 70
Ha, dan untuk lain-lain 33,19 Ha.
a. Tinjauan Geografis
Batas Desa Patutrejo kecamatan Grabag kabupaten Purworejo sebagai
berikut:
1. Sebelah Utara : Desa Sangubanyu
2. Sebelah Timur : Desa Roworejo, Tunggulrejo
3. Sebelah Selatan : Desa Aglik
4. Sebelah Barat : Desa Banyuoso
b. Visi Misi Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo
VISI
Pada tahun 2013-2018 Desa Patutrejo memiliki visi yaitu Dengan
Berpola Hidup Demokratis, Cerdas, Mandiri, Kreatif, dan
Produktif yang dilandasi Akhlak Mulia Menuju Terwujudnya
Masyarakat Sejahtera Lahir dan Batin.
MISI
1. Untuk menumbuhkembangkan keinginan masyarakat dalam
memenuhi sehari-hari sesuai dengan situasi dan kondisi Sumber
Daya Alam (SDA) Desa Patutrejo.
2. Mengikutsertakan anggota kelompok tani dalam program Sekolah
Latihan Pemberantasan Hama Terpadu (SLPHT) dalam rangka
peningkatan Sumber Daya Manusia khususnya bidang pertanian.
3. Menghidupkan dan membina peran kelompok tani dengan
bekerjasama dan mengoptimalkan petugas penyuluh pertanian
untuk dapat mengembangkan budidaya tanaman hortikultura untuk
menjadikan Desa Patutrejo sebagai Desa Sentral Pertanian, Desa
yang mampu mewujudkan pertanian yang modern dengan
mengembangkan penggunaan pupuk organik yang ramah
lingkungan untuk mewujudkan swasembada pangan.
4. Meningkatkan usaha produksi industri rumah tangga dengan
memberikan peluang pinjaman lunak untuk dapat
mengembangkan usahanya, dan memberikan pelatihan
ketrampilan untuk menjadikan tenaga yang profesional sesuai
dengan bidangnya masing-maisng bekerjasama dengan dinas
instansi terkait yang membidanginya.
5. Memfasilitasi kemitraan usaha untuk pemasaran dan pelatihan
manajemen untuk memperluas lapangan kerja.
6. Menjadikan masyarakat Desa Patutrejo berbudi pekerti luhur,
tangguh, sehat jasmani dan rohaninya, cerdas, patriotik,
berdisiplin, kreatif, produktif berjiwa iman dan bertaqwa serta
demokratis demi terciptanya SDM yang berkualitas.
7. Meningkatkan upaya pemerataan pembangunan di segala bidang
pada semua lapisan masyarakat untuk mewujudkan kemakmuran.
8. Mewujudkan aparat pemerintah desa yang berfungsi sebagai
pelayan masyarakat yang profesional, berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga terwujud Pemerintah Desa yang bersih dan
berwibawa.
9. Meningkatkan inisiatif perencanaan pembangunan, pemberdayaan
masyarakat dan peranan wanita serta generasi muda untuk
menegakkan supremasi hukum bagi masyarakat.
10. Meningkatkan persatuan dan kesatuan serta toleransi beragama
demi terwujudnya kedamaian, ketentraman, keamanan,
kenyamanan, dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara.
c. Penduduk
Desa Patutrejo memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak.
Dibawah in merupakan deskripsi penduduk Desa Patutrejo Kecamatan
Grabag Kabupaten Purworejo melalui sekretaris Desa Patutrejo
Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo yang berdasarkan golongan
penduduk dan jenis kelamin.
Keadaan demografi merupakan keadaan yang terkait dengan
masalah kependudukan. Susunan penduduk atau komposisi penduduk
yang merupakan penggolongan penduduk berdasarkan umur, jenis
kelamin, mata pencaharian, kebangsaan, suku bangsa, agama,
pendidikan, tempat tinggal (asal kota daerah) dan sebagainya. Utuk
lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.1. Penduduk Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
Kabupaten Purworejo
Penduduk Jumlah
Perempuan 2350 jiwa
Laki-laki 2386 jiwa
Jumlah 4736 jiwa
Jumlah penduduk Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo sebanyak 4736 jiwa yang teridiri dari laki-laki 2386 jiwa
dan perempuan 2350 jiwa dari 1172 KK.
d. Mata Pencaharian
Berdasarkan mata pencaharian penduduk, statistik penduduk Desa
Patutrejo dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.2. Mata Pencaharian Penduduk Desa Patutrejo
Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo
NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH
1. Pemilik usaha warung, rumah makan, dan restoran 25
2. Pegawai Negeri Sipil 12
3. TNI 2
4. POLRI 4
5. Guru Swasta 13
6. Pensiunan TNI/POLRI 3
7. Pensiunan PNS 4
8. Pensiunan swasta 3
9. Pembantu rumah tangga 3
10. Sopir 11
11. Buruh migran perempuan 6
12. Buruh migran laki-laki 5
e. Agama
Agama yang dianut penduduk Desa Patutrejo dapat dilihat dari
tabel berikut:
Tabel 4.3. Agama Penduduk Desa Patutrejo
NO. Agama Jumlah
1. Islam 3659 orang
2. Kristen 12 orang
3. Kristen Katolik 6 orang
4. Kristen Protestan -
5. Lainnya -
Dari data diatas dapat diketahui bahwa penduduk Desa Patutrejo
menganut tiga agama yaitu Islam, Kristen, dan Kristen Katolik.
Sebagian besar penduduk Desa Patutrejo menganut agama Islam.
f. Pendidikan
Sampai tahun ini penduduk Desa Patutrejo pendidikannya
beragam dalam berbagai jenjang sekolah. Berdasarkan tingkat
pendidikan penduduk dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Patutrejo
NO. Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Akademi/Perguruan Tinggi 77
2. SLTA 659
3. SLTP 557
4. SD/MI 649
5. Tidak Tamat SD 97
6. Tidak Sekolah 38
g. Sarana Prasarana
Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Patutrejo
Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo terdiri dari sarana
pendidikan, sarana peribadatan, dan sarana kesehatan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
1. Sarana Pendidikan
No Kelembagaan Pendidikan Masyarakat Jumlah
1. Taman Kanak-Kanak 1
2. Sekolah Dasar 2
3. Perpustakaan Desa/Kelurahan 1
2. Sarana Peribadatan
No. Peribadatan Jumlah
1. Masjid 7
2. Mushola 2
3. Gereja 1.
3. Sarana Kesehatan
No. Sarana Prasarana Kesehatan Masyarakat Jumlah
1. Puskesmas 1
2. MCK Umum 13
3. Posyandu 4
h. Gambaran Lokasi Penelitian Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
Kabupaten Purworejo
Lokasi penelitian sendiri di Desa Patutrejo. Desa ini berjarak
sekitar 13 Km dari Kutoarjo dan 22 Km dari Ibu Kota Purworejo ke
arah selatan. Desa ini terletak di daerah pesisir selatan Jawa
Tengah. Desa ini juga bisa dicapai dari Kutoarjo naik mikro bus
arah Ketawang. Warga Desa Patutrejo salah satunya bermata
pencaharian sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW)
2. Gambaran Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini terdiri dari single parent ayah dan anak-
anak dari single parent ayah yang ada di Desa Patutrejo Kecamatan
Grabag Kabupaten Purworejo. Dalam penelitian ini, peneliti
mengambil informan/responden sebanyak 6 orang yang terdiri dari
3 orang single parent ayah dan 3 orang anak dari single parent
ayah tersebut. Untuk lebih jelasnya data single parent ayah dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 4.5. Data Informan
No Nama Pekerjaan Umur Istri Anak
Lama
Istri
Jadi
TKW
Pendidikan
Terakhir
Ayah
1. Junet Petani
37
tahun
Muryati
1. Afni Isnaini
2. Dilla
Setyaningrum
5
tahun
SMA
2. Mislan Supir
40
tahun
Siti Fatimah Tio Fahri Setyawan
5
tahun
SMA
3. Sukamto Petani/Buruh
45
tahun
Puji Suyati Nadia Swetika Aprilia
6
tahun
SMA
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa peneliti mengambil tiga
informan ayah single parent sejumlah 3 orang. Tingkat pendidikan
terakhir dari ayah single parent yakni 3 orang berpendidikan SMA.
3. Temuan Penelitian
1. Pola Pengasuhan Single Parent Ayah dalam Pembentukan
Karakter Anak di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten
Purworejo
Pada umumnya, semua orang tua ingin selalu memperhatikan anak
dengan baik. Walaupun perhatian yang diberikan pada anak dalam
keadaan keluarga yang terpisah karena pergi ke luar negeri sebagai
TKW untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Kenyataan tersebut
membuat keluarga hanya terdiri dari ayah, anak, dan kerabat dekat
(kakek dan nenek). Ayah yang seorang diri mengasuh dan mendidik
anak merupakan keadaan yang harus dijalani seorang suami yang
ditinggal istrinya bekerja di luar negeri sebagai TKW. Pengasuhan
anak pada keluarga yang lengkap tetap berbeda meskipun tujuannya
sama. Apalagi jika di dalam keluarga hanya ayah yang mengasuh dan
mendidik anak secara sendirian sehingga harus berperan sebagai ayah
maupun sebagai ibu. Berdasarkan hasil penelitian pengasuhan anak
TKW oleh single parent ayah yang meliputi penerapan disiplin anak,
mendidik anak, dan pendidikan karakter anak dengan cara sebagai
berikut:
a. Disiplin Anak
Ayah single parent di Desa Patutrejo dalam pengasuhan disiplin
pada anak mulai bangun pagi sebelum anak berangkat sekolah hingga
anak pulang sekolah. Penerapan disiplin ini ditujukan agar anak dapat
menjadi pribadi yang terbiasa bangun pagi, disiplin dalam belajarnya,
dan disiplin pada penerapan jam bermain serta disiplin dalam makan.
Sebagaimana yang diungkapkan Bapak Junet ayah dari Afni
Isnaini bahwa beliau mengungkapkan cara beliau mengasuh anaknya
yakni:
“Saya ngasuh anak saya sendirian mbak, saya tidak dibantu oleh
orang tua saya karena orang tua saya sudah tua. Disini ya saya
menjadi ayah juga menjadi ibu mbak, sejak ibunya pergi ke
Hongkong, sudah 5 tahun ini. Dari membangunkan anak hingga
mengantar anak sekolah. Tapi kadang anaknya sendiri juga sudah
terbiasa bangun pagi mbak, terus kalau menyiapkan sarapan saya
tidak sempat. Untuk masalah sarapan pagi itu terserah anaknya
mbak, mau makan di rumah atau di warung sekolahan ya tidak
masalah. Yang penting anak saya kasih uang saku tambahan mbak
kalau ingin makan di luar rumah, namun tidak ada masalah untuk
makan siang dan makan malamnya, karena anak makan di rumah.
Waktunya pulang seolah saya juga menjemput anak di sekoahnya,
kasian kalau suruh pulang sendiri jauh mbak. Kalau belajar
kemudian mengerjakan PR ya anak saya sudah ingat sendiri tanpa
harus diingatkan lagi mbak, saya hanya menemaninya belajar
mbak. Kalau main paling sama teman dekat rumahnya saja tidak
pernah main jauh-jauh, karena saya juga tidak mengijinkan main
jauh takut ada apa-apa mbak.” (Wawancara dengan Bapak Junet)
Dari hasil wawancara diatas dengan Bapak Junet ayah dari Afni
Isnaini dapat dijelaskan bahwa dalam mengasuh anaknya yaitu dengan
cara memberikan perhatian dan kasih sayang sepenuhnya. Kemudian
masalah makan anak, single parent ayah mengungkapakan bahwa
anak dibebaskan mau makan di rumah atau di luar rumah. Maksud di
luar rumah, anak makan di kantin sekolah atau di warung sekitar.
Selain masalah makan pagi, untuk jam makan siang dan makan malam
tidak ada masalah karena anak makan di rumah.
Untuk membenarkan ungkapan dari Bapak Junet ayah dari Afni
Isnaini mengenai ungkapannya. Saya melakukan wawancara dengan
anaknya Afni Isnaini membenarkan pernyataan dari ayahnya yaitu:
“Kalau bangun pagi ya kadang bapak membangunkan tapi lebih
sering saya bangun sendiri mbak, karena saya juga sudah terbiasa
bangun pagi sejak masih ada ibu. Sarapan pagi bapak juga tidak
sempat menyiapkan, paling bapak hanya memberikan saya uang
saku tambahan untuk saya sarapan di kantin sekolah. Kalau
pulang saya di jemput bapak mbak.Waktunya belajar saya sudah
ingat sendiri dan ayah hanya menemani saya belajar mbak.”
(Wawancara dengan anak TKW).
Untuk membenarkan ungkapan dari Bapak Junet ayah dari Afni
Isnaini bahwa Afni Isnaini membenarkan ungkapan Bapak Junet kalau
ayahnya selalu mengantarkan anaknya ke sekolah dan menjemputnya
di sekolah. Saya sebagai peneliti melakukan observasi mengenai
ungkapan Bapak Junet dan pernyataan Afni bahwa hal itu benar kalau
setiap pagi Bapak Junet mengantarkan anaknya ke sekolah dan siang
waktu pulang sekolah Bapak Junet juga menjemputnya ke sekolah, ini
dilakukannya setiap hari kalau Bapak Junet tidak sibuk bekerja.
Selain menerapkan disiplin bangun pagi dan makan pada anak,
ayah single parent ini juga menerapkan disiplin yang lain, seperti
disiplin waktu bermain. Berdasarkan obeservasi pada tanggal 13 April
2018, setelah pulang sekolah anak-anaknya bermain dengan teman-
teman dekat seperti teman sebelah rumah. Anak diberi waktu bermain
dibatasi maksimal jam 4 sore anak sudah harus pulang. Hal ini
diterapkan agar anak pulang tepat waktu dan selesai bermain anak
diharuskan untuk pergi mengaji. Dari keterangan diatas dapat
disimpulkan bahwa ayah single parent ini mengasuh anaknya
menggunakan pola asuh demokratis.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Mislan
ayah dari Tio Fahri Setiawan siswa kelas 3 beliau mengungkapan
bagaimana cara Bapak Mislan dalam mengasuh anaknya beliau
mengungkapkan sebagai berikut:
“Saya mengasuh Tio dibantu oleh mertua saya, sejak anak saya
usia 2 tahun sampai sekarang kelas 3 mbak. Soalnya ibunya
bekerja sebagai TKW di Malaysia, jadi anak saya dari kecil
deketnya dengan mbahnya yang setiap hari di rumah mengasuh,
mengawasi, terus menyiapkan kebutuhan Tio. Saya bekerja
sebagai supir luar kota mbak, jadi saya jarang pulang. Anak saya
jarang bercrita kepada saya pasti ceritanya ke mbahnya dan nanti
mbahnya bercerita kepada saya. Anak saya itu mbak sibuknya
main kalau dirumah hobinya bermain gadget atau Hpnya, kalau
disuruh belajar haduh susah sekali mbak. Belajarnya kalau ada
PR ataupun kalau mau ulangan saja. Apalagi sama mbahnya ya
juga jarang mengingatkan dan kalau sudah susah disuruh belajar
ya mbahnya membiarkan saja. Mbahnya juga tidak pernah
mendampingi Tio belajar. Tio anaknya manja mbak apa-apa masih
mbahnya, dari kecil fasilitas apapun yang dia minta selalu kami
turuti, ya mungkin itu penyebab Tio masih manja. (Wawancara
dengan Bapak Mislan).
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Bapak Mislan bahwa
beliau dalam pengasuhan anaknya tidak sendirian, beliau dibantu oleh
mertuanya yaitu kakek dan neneknya Tio. Kemudian dalam mengasuh
anak ayah hanya membelikan apa yang diinginkan anak dan
cenderung ayah single parent dan keluarganya sangat memanjakan
anak. Tampak bahwa kurangnya komunikasi antara ayah dan anak,
perhatian dan pendampingan belajarpun juga kurang. Dari apa yang
diungkapkan oleh Bapak Mislan bahwa dapat disimpulkan
pengasuhan Bapak Mislan kepada anaknya dapat dikatakan pola asuh
permisif.
Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada kakek dari Tio.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Warsito kakek dari Tio siswa
kelas 3 SDN Patutrejo beliau mengungkapkan bahwa:
“Tio itu semuanya ya saya yang mengasuhnya mbak, dari usia Tio
2 tahun sampai sekarang. Yang menyiapkan semua kebutuhannya
juga saya. Kalau dia main saya yang mengasi kadang juga gantian
dengan neneknya yang mengawasi, saya tidak melarangnya dia
main dengan siapa saja, tapi anaknya paling Cuma sebentar kalau
main kadang temannya yang main ke rumah, ya itu kalau sudah
disandingkan dengan handphonenya dia dan temannya sudah asik.
Kalau suruh belajar walah mbak susah banget, belajar sendiri
kalau ada PR. Kalau dia belajar saya juga tidak pernah
mendampingi wong saya hanya lulus SD mbak, jadi saya gak
ngerti pelajaran anak jaman sekarang. Di rumah saya juga jarang
menyuruh Tio untuk mengerjakan pekerjaan rumah, semua kerjaan
rumah saya kerjakan dengan neneknya. Tio dibilang manja ya
memang manja banget. Bagi saya yang penting anak senang karna
kasian dari kecil ditinggal-tinggal terus sama ibunya. Saya dan
ayahnya juga tidak pernah menjanjikan hadiah atau apa-apa kalau
nilainya bagus, karna apapun yang dia minta, saya dan ayahnya
selalu membelikannya, uang juga selalu dikirrim oleh ibunya untuk
memenuhi kebutuhan Tio.(Wawancara dengan Bapak Warsito).
Dari hasil wawancara dengan Bapak Sukamto, dapat dilihat
bagaimana cara beliau mengasuh Tio yaitu dengan memberikan
kaksih sayang yang cenderung memanjakan anak, pengontrolan dan
pendampingan belajar anak sangat kurang. Dalam membentuk
karakter kemandirian dan tanggung jawab anak tidak ada cara yang
digunakan untuk membentuk karakter tersebut. Pembentukan karakter
tanggung jawab hanya dari sekolah dan untuk memotivasi belajar
anak tidak ada reward yang diberikan, keluarga ini memberikan
semua keinginan anak. Dari hasil wawancara dengan ayah single
parent maupun kakek Tio nampak jelas bahwa keluarga ini dalam
mengasuh anak menggunakan pola asuh permisif.
Untuk membenarkan ungkapan Bapak Warsito saya melakukan
wawancara dengan Tio yakni:
“Kakek dan nenek yang mengasuh saya sejak saya kecil, semua
kebutuhan saya disiapkan oleh kakek dan nenek. Kakek dan nenek
tidak pernah menemani saya belajar. Kakek dan nenek juga tidak
pernah memberikan saya hadiah. Kalau saya tidak belajar
ayah,kakek, dan nenek juga tidak memarahi. Iya kalau saya
meminta dibelikan ini kakek dan nenek selalu membelikannya.
(Wawancara dengan Tio).
Dapat dilihat bahwa ayah tidak ikut serta dalam mengasuh anak,
sehingga anak diasuh oleh kakek dan neneknya. Dalam mengasuh
anak, kakek dan neneknya tidak pernah memaksakan anak untuk
melakukan apa yang diperintahkan kepada anak, kontrol terhadap
anak juga lemah. Dalam mendampingi belajar kakek tidak pernah
menyuruh ataupun mengingatkannya. Semua keinginan anak selalu
dituruti. Namun disisi lain, Bapak Warsito kakek dari Tio ini juga
tidak pernah memberikan reward untuk memotivasi belajar anak.
Tampak bahwa pola asuh yang diterapkan oleh keluarga ini yaitu pola
asuh permisif.
Untuk membenarkan apa yang diungkapkan oleh Bapak Warsito
kakek dari Tio tentang bagaimana Bapak Warsito mengasuh Tio,
ternyata terdapat perbedaan antara apa yang diungkpakan oleh Bapak
Warsito dengan obeservasi yang terjadi di lapangan. Bapak Warsito
mengatakan bahwa pukul 15.00 WIB Tio harus pergi mengaji dan dan
kalau belum pulang dari bermain harus dicari dahulu dan disuruh
pulang untuk mengaji. Namun terlihat bahwa Tio bermain hingga sore
dan tidak dicari disuruh pulang dan mengaji.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Sukamto
ayah dari Nadia Swetika Aprilia. Beliau mengungkapkan bagaimana
cara beliau mengasuh dan mendidik anaknya secara sendirian karena
istrinya menjadi TKW di Arab Saudi sejak anaknya usia 4 tahun.
Beliau mengungkapkan:
“Saya mengasuh anak saya dibantu oleh adik saya mbak, saya
dalam mengasuh anak tidak membatasi anak dalam bermain.
Untuk mengawasi anak yang lebih banyak yaitu buleknya atau adik
saya, karena ya yang mengurusi semua itu buleknya. Apalagi
masalah sekolah saya pasrahkan semua kepada adik saya. Namun
saya tetap memantau perkembangan anak saya. Jika anak saya
berprestasi saya selalu memberikan hadiah untuknya. Jika anak
saya melakukan kesalahan tidak pernah saya kasih hukuman, saya
hanya menasehatinya. Kalau jam 15.00 WIB anak saya ingatkan
untuk mengaji, jika anak saya belum pulang saya cari dan saya
suruh pulang untuk mengaji mbak.” (Wawancara dengan Bapak
Sukamto).
Berdasarkan dari ungkapan Bapak Sukamto ini bahwa beliau dalam
mengasuh anak tidak secara sendirian. Dalam mengasuh anaknya
beliau tidak membatasi anak bermain dengan siapa saja. Keperluan
dan keutuhan sehari-hari atau sekolahnya anak sudah disiapkan oleh
adiknya. Jika anak berprestasi ayah memberikan reward dan jika anak
melakukan kesalahan ayah tidak pernah memberikan hukuman kepada
anak, ayah hanya menasehatinya.
Untuk membenarkan pernyataan dari Bapak Sukamto, peneliti
menanyakan langsung dengan adik Bapak Sukamto yakni Ibu
Sumiyati bulek dari Nadia siswa kelas 5 SD IT Jono, beliau
mengungkapkan bahwa:
“Nadia ini dari umur 3 tahun saya yang mengasuh ya sama
ayahnya juga sejak ibunya menjadi TKW di Arab Saudi mbak.
Rumah saya sebelahan dengan rumah ayahnya, ya setiap harinya
saya datang ke rumah kakak saya untuk mengurusi Nadia. Kadang
juga Nadia yang datang ke rumah saya setelah dia pulang sekolah.
Tapi ya apa-apa kebanyakan saya yang mengurusi, mengasuh,
mengawasi, dan sampai menyiapkan kebutuhan Nadia, kadang
juga bapaknya. Kalau di rumah belajarnya, mainnya saya dan
bapaknya yang mengontrolnya. Kalau keperluannya di rumah juga
saya yang menyiapkan kadang juga ayahnya. Kalau untuk
keperluan sekolahnya, kadang ya saya suruh untuk menyiapkan
sendiri, saya ajari supaya bisa lebih mandiri mbak, meskipun ya
tidak setiap hari. Kadang anaknya tanpa disuruh bisa menyiapkan
sendiri, tapi ya kadang masih harus disuruh dulu. Kalau pekerjaan
rumah saya yang membantu menyapu, kadang Nadia, kadang ya
dikerjakan kadang ya bilang nanti dulu gitu. Saya dan ayahnya
jarang menyuruh-nyuruh untuk melakukan pekerjaan rumah. Yang
penting bagi saya sekolah yang lebih utama. Untuk bermain keluar
rumah saya batasi waktunya mbak, saya juga tidak membebaskan
dia bermain dengan siapa saja, takut tidak bisa menjaga diri dan
terpengaruh hal-hal yang buruk mbak, ya namanya aja jaman
sekarang mbak udah tidak karuan. Kalau dia mendapat rangking
di sekolahnya, saya menjanjikan meberikan hadiah untuknya,
kadang juga ayahnya yang membelikannya. Kalau Nadia nakal
saya hanya menasehatinya mbak tidak pernah saya jewer ataupun
apa. Ayahnya pokoknya selalu pasrah sama saya. Untuk
mengontrol semua aktifitas Nadia di rumah. (Wawancara dengan
Ibu Sumiyati).
Selanjutnya saya melakukan wawancara dengan Nadia untuk
membenarkan ungkapan dari Ibu Sumiyati, Nadia mengungkapkan:
“Iya mbak setiap pulang sekolah saya selalu bermain ke rumah
bulek, soalnya ayah selalu sibuk bekerja. Yang menyiapkan semua
keperluan saya kadang ayah dan kadang bulek. Bulek selalu
mengontrol main saya mbak, bulek juga membatasi saya bermain
dengan teman, katanya sih supaya saya tidak terpengaruh hal-hal
buruk. Ayah dan bulek selalu memberikan saya hadiah jika saya
mendapat nilai bagus.” (Wawancara dengan Nadia anak TKW).
Berdasarkan ungkapan Ibu Sumiyati bahwa pengasuhan yang
dilakukannya yakni Ibu Sumiyati selalu melakukan pengontrolan
terhadap Nadia. Namun, tidak pernah melakukan pemaksaan terhadap
anak untuk melakukan pekerjaan rumah yang diberikan. Anak tidak
diberi kebebasan untuk bermain dengan temannya dengan
pertimbangan takut terpengaruh hal buruk. Untuk membentuk
kemandirian anak, anak dilatih dengan cara menyuruh dan
mebiasakan anak menyiapkan keperluan sekolahnya. Dalam belajar
selalu ada pendampingan dari keluarga dan ada pemberian reward
untuk memberikan motivasi belajar kepada anak. Tidak ada hukuman
fisik yang dilakukan jika anak melakukan kesalahan, cukup
memberikan nasehat kepada anak. Tampak bahwa pengasuhan dalam
keluarga ini menggunakan pola asuh demokratis.
b. Bertanggung Jawab
Melatih anak untuk bertanggung jawab mulai usia sekolah
merupakan hal yang penting, karena dapat membentuk individu yang
bisa mengerti tugas apa yang harus dikerjakan oleh anak. Menurut
hasil ketrangan dari single parent ayah dengan Bapak Junet yang
bekerja sebagai petani, bahwa untuk uang saku dibatasi oleh single
parent ayah, untuk uang saku anak hanya diberi cukup 10.000 terus
anak disuruh menyisakan 2.000 atau 1.000 untuk ditabung. Upaya
mendidik anak dalam melatih bertanggung jawab untuk menyisihkan
uang saku sudah diterapkan oleh single parent ayah. Hal tersebut
sesuai dengan ungkapan anak TKW Afni Isnaini bahwa jika uang
sakunya sisa maka uangnya ditabungkan.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan keluarga Bapak
Mislan ayah dari Tio bahwa beliau mengungkapkan:
“Kalau Tio tak kasih uang jajan 5.000 mbak, mau dihabiskan uang
itu atau disisakan terserah anaknya. Yang penting anaknya
kenyang. Saya juga sering bertanya dengan kakeknya, mengenai
menjaga kebersihan. Kakeknya sudah mengajarkan hal tersebut
namun Tio tetap saja tidak mau mbak. Dia lebih suka bermain
maklum Tio juga masih kecil mbak.” (Wawancara dengan Bapak
Mislan)
Dari ungkapan diatas dapat dikatakan bahwa Bapak Mislan ini
dalam mendidik anaknya mengenai bertanggung jawab ini belum
diterapkan oleh Bapak Mislan. Anak diberi kebebasan dalam memakai
uang saku dan anak diajarkan dalam menjaga kebersihan tapi anak
tersebut tidak pernah mau untuk melakukannya.
Kemudian peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Sukamto,
beliau mengungkapkan bahwa:
“Anak saya tak kasih uang jajan kadang 3.000 kadang juga bisa
lebih mbak, terus anaknya tak suruh untuk menyisahkan setengah
dari uang jajan itu mbak. Anak juga selalu tak ajarkan menjaga
kebersihan seperti menyapu lantai. Masalahnya kan ditinggal
ibunya menjadi TKW, apalagi kalau saya harus bekerja disawah
dan dipertambakan sampai sore, jadi anak bisa membantu saya
untuk bersih-bersih rumah mbak.” (Wawancara dengan Bapak
Sukamto).
Untuk membenarkn ungkapan dari Bapak Sukamto, peneliti
melakukan wawancara dengan Nadia anak dari Bapak Sukamto.
Nadia mengungkapkan:
“Saat uang saku saya sisa saya tabung ke celengan di rumah
mbak. Setiap sore saya juga sering membantu membersihkan
rumah, soalnya bapak kalau pulang kerja sore mbak, kasian kalau
harus membersihkan rumah.” (Wawancara dengan Nadia).
Berdasarkan pengamatan pada tanggal 21 April, disela-sela waktu
anak menyempatkan waktu membersihkan rumah dengan menyapu.
Hal ini dilakukan anak setiap sore hari.
Mengenai menyisihkan uang saku dan menjaga kebersihan rumah
sebagian sudah diterapkan oleh ayah single parent. Anak diajarkan
dalam menjaga kebersihan karena dengan keadaan ayah yang sibuk
dalam bekerja hingga sore hari.
c. Jujur
Berdasarkan keterangan mengenai pendidikan karakter yang
berkaitan dengan kejujuran anak, seperti yang diungkapkan ayah
single parent, Bapak Junet (37 tahun) bahwa orang tua mengajarkan
contoh pada anak seperti ketika berbicara dengan anak harus jujur, apa
adanya, dan tidak boleh berbohong.
Sesuai pengamatan bahwa Bapak Junet setelah pulang bekerja,
single parent ayah menyempatkan waktu untuk berkumpul dengan
anak dan memberikan tutur kata yang baik.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Mislan,
dan single parent ayah ini mengungkapkan bahwa:
“Tio ini selalu saya ajarkan untuk jujur mbak, tapi anaknnya
kadang juga sering berbicara bohong apalagi kalau dia habis
berantem dengan temannya, dia tidak mau jujur mungkin karena
takut dimarahin oleh kakeknya.” (Wawancara dengan Bapak
Mislan).
Untuk membenarkan ungkapan Bapak Mislan, peneliti melakukan
wawancara dengan Tio. Sesuai dengan ketrangan dari Tio anak TKW
bahwa dia membenarkan ungkapan dari ayahnya, kalau anak suka
berbicara bohong dan tidak sesuai apa adanya, karena anak takut
kakeknya memarahinya kalau anak ketahuan berkelahi dengan
temannya.
Sesuai dengan pernyataan diatas dapat dilihat bahwa ayah single
parent ini sudah berusaha untuk menerapakn karakter jujur pada anak,
namun anak masih tetap saja berbohong, hal ini anak takut dimarahi
kakeknya kalau anak ketahuan berkelahi.
Kemudian sesuai dengan keterangan Bapak Sukamto bahwa anak
selalu diajarkan berkata jujur dan tidak boleh berbohong. Ayah single
parent ini juga menyempatkan waktunya untuk mengajak anaknya
jalan-jalan sesuai permintaan anak. Hal ini untuk mendekatkan
hubungan antara ayah dengan anak.
d. Peduli
Selain pendidikan karakter tentang kejujuran anak, pendidikan
karakter lainnya seperti mengajarkan karakter peduli pada anak. Hal
ini diterapkan agar anak bisa menghormati dan menghargai orang lain.
Berdasarkan keterangan Bapak Sukamto ayah dari Nadia bahwa anak
mendapatkan pelajaran tentang sopan santun bagaimana anak dalam
bergaul dengan temannya, sopan santun dalam menghormati orang
yang lebih tua, dan bagaimana sopan santun dengan dirinya sendiri.
Karakter peduli yang diajarkan oleh Bapak Sukamto adalah sikap
tolong menolong dan membantu orang lain. Hal itu dilakukan dengan
cara memerintah anak untuk membantu membelikan sesuatu di
warung. Jika anak menolaknya ayah membolehkan sisa uang
kembaliannya diambil atau dibelikan jajan.
2. Strategi Pengasuhan Anak dalam Pembentukan Karakter Anak
Ketika dihadapkan pada situasi dimana ayah harus mengasuh
anaknya secara sendirian di dalam keluarga yang disebabkan istrinya
bekerja sebagai TKW di luar negeri. Permasalahan yang timbul yakni
tidak lengkapnya peran orang tua dalam keluarga yaitu tidak adanya
peran ibu dalam mengasuh anak. Dalam pengasuhan anak tentunya
ada strategi yang digunakan ayah untuk mengatasi masalah dalam
mengasuh anak. Adapun strategi yang digunakan oleh setiap ayah
pastinya berbeda keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Begitu pula strategi yang digunakan oleh ayah siswi SMP Negeri 7
Grabag, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Junet:
“Karena saya mengasuh anak itu sendirian jadi kalau ada
kesulitan atau kerepotan dalam mengasuh anak ya saya selesaikan
sendiri mbak. Saya berusaha menyelesaikannya sendiri dan
berusaha memahami anak mbak, anak juga membutuhkan
perhatian penuh apalagi tidak ada ibunya. Kalau anak melakukan
kesalahan anak saya beri nasihat mbak dan untuk memotivasi anak
untuk rajin belajar saya memberikan hadiah walapun itu
sederhana mbak. Saya tidak meminta bantuan orang lain karena
saya tidak mau merepotkan orang lain mbak. Sejauh ini saya juga
masih bisa dan tidak kewalahan dalam mengasuh anak.”
(Wawancara dengan Bapak Junet).
Peneliti dapat melihat bahwa untuk mengatasi kesulitan dalam
mengasuh anak, ayah tersebut berusaha menyelesaikannya dengan
kemampuannya tanpa meminta bantuan orang lain. Dalam mengasuh
dan mendidik anak dalam hal pembentukan karakter Bapak Junet
menggunakan strategi nasihat dan pemberian reward.
Untuk membenarkan apa yang di ungkapkan Bapak Junet diatas
peneliti melakukan observasi langsung memang benar apa yang
diungkapkan oleh Bapak Junet diatas mengenai strategi yang
digunakan dalam mengasuh anaknya yakni dengan cara beliau
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dirinya dalam
mengasuh anaknya tanpa bantuan orang lain. Peneliti melihat ayah
sepenuhnya sendirian mengasuh anaknya seperti menyiapkan makan,
menyiapkan keperluan anak untuk sekolah maupun keperluan anak di
rumah.
Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Bapak Mislan
dijelaskan bahwa jika ada masalah atau kesulitan dalam mengasuh
anak maka dibicarakan dengan mertuanya dan saling memberikan
saran. Selanjutnya Bapak Mislan mengungkapkan bagaimana strategi
beliau mengatasi masalah dalam mengasuh anaknya. Beliau
mengungkapkan sebagai berikut:
“Kan saya mengasuh anak saya ini dibantu oleh kakek dan
neneknya Tio. Jadi kalau ada masalah atau kesulitan dalam
mengasuh anak saya, ya saya dibantu oleh mereka. Jadi tidak
terlalu repot saya mengurusinya. Ada yang bisa saya ajak cerita
dan saya mintakan saran bagaimana baiknya. Apalagi anak
seperti Tio, dia kan lumayan ndablek mbak, ya jadi saya butuh
teman untuk mengasuh dan mengontrol Tio. Sedikit-sedikit saya
juga selalu memberikan contoh yang baik kepada Tio, seperti
sholat dan mengaji dan juga saya nasihati supaya dia itu bisa
menjadi anak yang lebih baik lagi tidak seperti teman-temannya.”
(Wawancara dengan Bapak Warsito).
Dari penjelasan Bapak Warsito untuk mengatasi masalah ataupun
kesulitan yang beliau hadapi dalam mengasuh anak, dalam keluarga
tersebut secara bersama berusaha mengkomunikasikan untuk
mengatasi kesulitan tersebut. Tampak bahwa dalam keluarga ini
strategi yang digunakan oleh Bapak Mislan yaitu dengan cara
memberikan contoh yang baik dan memberikan nasihat. Walaupun
anaknya selalu membantah apa yang dinasehati oleh ayahnya maupun
kakek dan neneknya.
Hal serupa yang diungkapkan oleh Bapak Sukamto ayah dari
Nadia, beliau mengungkapkan bahwa:
“Kalau saya ya pasrah sama adik saya mbak, jadi kalau ada
masalah atau kesulitan tentang mengasuh dan mengurus Nadia
saya cerita dengan adik saya, dan sebaliknya jika adik saya
mengalami kesulitan mengurus Nadia, adik saya juga cerita ke
saya. Tapi ya saling memberi saran mbak, kadang saya memberi
saran kepada adik saya, sebaliknya adik saya memberi saran dan
nasihat kepada saya. Kalau untuk urusan pekerjaan ataupun yang
lainnya saya berusaha menyelesaikan sendiri mbak. Untuk
memotivasi Nadia dalam belajar saya dan adik saya selalu
memberikan dia hadiah, kemudian Nadia saya beri nasihat dan
saya berikan contoh yang baik. Saya memberikan semua i i
tujuannya agar anak saya itu nantinya akan terbiasa dan menjadi
anak yang dapat membanggakan orang tuanya.” (Wawancara
dengan Bapak Sukamto).
Hal ini dibenarkan oleh Ibu Sumiyati adik dari Bapak Kamto,
bahwa beliau mengungkapkan:
“Nadia ini memang dari kecil saya yang mengasuh mbak sejak
ibunya pergi ke Arab Saudi. Ya rumah saya dengan Bapak
Sukamto bersebelahan jadi kalau ada apa-apa ayahnya juga tahu.
Tapi kalau ada apa-apa itu ya pasti dibicarakan sama-sama,
seperti ayahnya punya masalah atau kesulitan apa pasti minta
pendapat saya, dan intinya kita ngasuh sama-sama jadi kalau ada
apa-apa saling menasehati dan memberi saran biar anak tidak
nakal dan rajin sekolah rajin belajar, kan kasihan kalau nanti
ibunya pulang anaknya malah jadi anak yang tidak baik, dibela-
belain jadi TKW itu karena semua demi anak.” (Wawancara
dengan Ibu Sumiyati).
Dalam keluarga Bapak Sukamto dapat dilihat bahwa jika keluarga
ini mengalami kesulitan dalam mengasuh anak dan cara
menyelesaikannya dengan anggota keluarga yang lain untuk
menyelesaikannya. Tampak dalam keluarga Bapak Sukamto
menggunakan strategi keteladanan dan memberikan nasihat dalam
mengasuh anaknya.
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa ayah single parent
dalam pembentukan karater anak dengan cara memberikan nasihat dan
memberikan contoh yang baik pada anak sehingga anak mampu
melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya.
3. Hambatan Single Parent Ayah dalam Mengasuh Anak TKW
Setiap orang tua dalam mengasuh anak tentu banyak mempunyai
hambatan-hambatan tersendiri. Hambatan-hambatan yang dialami
single parent ayah, berdasarkan ketrangan Bapak Junet (37 tahun)
yang bekerja sebagai petani. Beliau mengungkapan hambatan-
hambatan yang dialaminya seperti keterbatasan pengetahuan tentang
agama. Selebihnya anak diserahkan pada sekolah maupun madrasah
yang lebih banyak memiliki pengetahuan tentang agama. Di keluarga
sendiri, ayah single parent merasa kurang pengetahuannya dalam
mendidik dan mengajarkan tentang agama pada anak, sehingga Bapak
Junet hanya mengandalkan pendidikan anak dari sekolah maupun
madrasah tempat anak mengaji.
Berdasarkan pengamatan, setiap sore anak mengikuti madrasah
TPA. Tujuannya agar anak mendapatkan pengetahuan yang lebih luas
tentang agama dari guru madrasahnya, maka ayah single parent ini
menyekolahkan anaknya ke madrasah TPA.
Selain itu, menurut ketrangan Bapak Mislan (40 tahun) yang
bekerja sebagai supir bus luar kota. Bapak Mislan mengungkapan
bahwa ketika ditinggal istrinya menjadi TKW selama 5 tahun ini,
anaknya yang dititipkan di rumah mertuanya, karena pekerjaan
ayahnya sebagai supir luar kota menjadikan ayah single parent ini
tidak bisa mengasuh dan mendidik anak sepenuhnya. Hal ini
mengakibatkan kedekatan ayah dan anak menjadi berkurang.
Kemudian pengaruh HP yang membuat anak akan lupa waktu, karena
tidak ada yang mengawasi dan mengingatkannya.
Hambatan lain yang dialami oleh ayah single parent dengan Bapak
Sukamto (45) tahun yang bekerja sebagai buruh dengan pendidikan
terakhir SMA. Beliau mengungkapakan bahwa hambatan yang
dialaminya yaitu waktu kebersamaan orang tua dan anak yang kurang
sehingga orang tua tidak bisa sepenuhnya mengawasi dan mendidik
anak secara langsung.
Dari hambatan-hambatan yang dialam oleh ayah single parent
selama mengasuh anaknya itu tentu berbeda dengan yang lain. Hal
tersebut tergantung bagaimana ayah single parent dalam mengasuh
anak dan menggantikan peran ibu sementara di rumah.
B. Analisis Data
Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai pola pengasuhan anak
TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo yaitu
menggunakan cara sebagai berikut:
1. Pola Pengasuhan Ayah Single Parent dalam Pembentukan
Karakter Anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
Kabupaten Purworejo
Dari paparan data diatas yang diperoleh penulis, orang tua
memiliki peranan penting dalam mengasuh dan mendidik anaknya
dalam pembentukan karakter anak TKW sebagai berikut:
a. Pola Asuh Demokratif
Ayah single parent dalam mengasuh dan mendidik anaknnya,
ada yang mengasuh anaknya secara sendirian dan ada juga yang
dibantu oleh kerabat dekatnya hal ini disebabkan karena ayah
memiliki kesibukan dalam pekerjaannya sebagai kewajiban untuk
memenuhi kebutuhan anak. Ayah dalam mengasuh dan mendidik
anaknya, memberikan kebebasan anak dalam bermain namun ada
pengontrolan dan aturan dari ayah maupun kerabat dekatnya yang
ikut membantu mengasuh anak tersebut.
Ayah dan keluarga yang membantu mengasuh menerapkan
pemberian reward terhadap prestasi anak. Hal tersebut menujukkan
bahwa ayah melakukan tanggung jawabnya dalam mendidik anak.
Dengan adanya reward yang diberikan kepada anak akan memacu
anak untuk lebih giat belajar dan menjadikan anak untuk lebih
berusaha menjadi yang lebih baik. Sehingga anak akan
bertanggung jawab terhadap tugas-tugasnya. Sama dengan teori
yang diungkapkan oleh Purwanto (2006:182) bahwa penggunaan
reward pada anak dimaksudkan untuk membuat anak lebih giat
dan anak merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya
mendapatkan penghargaan. Cara ini seperti yang diajarkan Islam
juga diajarkan oleh Rasulullah. Dalam hal ini hubungan hadiah dan
hukumanan sangatlah erat yaitu membiasakan anak untuk berbuat
baik dan peringatan jika anak berbuat yang tidak baik. Pemberian
hadiah apabila anak berprestasi atau anak berbuat baik, disamping
itu juga harus ada hukuman sebagai sarana dalam pembentukan
karakter anak.
Untuk perkembangan belajar ada perhatian dan
pendampingan belajar pada anak. Sesuai dengan pendapat Syafei
(2006:51) bahwa kewajiban ayah yaitu mengingatkan anak jika
lupa belajar dan menyemangati anak agar mau belajar. Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sesibuk apapun ayah
bekerja namun ayah tetap melakukan kewajibannya mengasuh dan
mendidik anak. Ayah juga tetap mengontrol kegiatan anak dan
memperhatikan perkembangan belajar anak.
Adanya komunikasi yang baik antara ayah dengan anak.
Tidak ada hukuman fisik yang diterapkan oleh ayah jika anak
melakukan kesalahan namun ayah memberikan nasihat pada anak.
Mendidik dan tanggung jawab pada anak dengan menegur dan dan
memberikan nasihat dari kesalahan yang dilakukan anak.
Bapak Junet dan Bapak Sukamto yang istrinya bekerja
sebagai TKW di luar negeri mereka menggunakan pola asuh
demokratis dalam mengasuh anak-anaknya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Noor A. Roesli (2014:17) yang menyatakan diskusi dua
arah antara orang tua dan anak akan membantu untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi. Selain itu terdapat studi yang
menunjukkan bahwa kesejahteraan berhasil terjadi saat anak diasuh
oleh orang tua demokratis. Pola asuh demokratis lebih kondusif
dalam pendidikan karakter anak.
Ayah yang mengasuh dan mendidik anak secara sendirian
tampak lebih totalitas dalam mengasuh anaknya yakni dengan cara
memberikan kasih sayang, memenuhi kebutuhan anak sendiri dan
memantau perkembangan belajar anak. Memberi kebebasan anak
dalam bergaul namun tetap ada kontrol dari ayah. Dalam
membentuk karakter kemandirian dan tanggung jawab pada anak,
cara mengasuh dan mendidik anak antara ayah yang mengasuh
secara sendirian dengan ayah yang mengasuh dibantu oleh kerabat
dekatnya yakni tidak jauh berbeda. Ayah single parent ini
menggunakan cara nasihat, keteladanan, pembiasaan, serta reward
dan punishment.
Untuk membentuk karakter kemandirian dan tanggung jawab
anak, ada beberapa ayah single parent yang membentuk karakter
tersebut dengan cara memberi pengertian dan pemahaman kepada
anak mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh ayah yakni
moral knowing, dimana ayah memberikan contoh dan
membiasakan anaknya untuk melakukan kewajiban dan tugasnya
yakni kewajiban sebagai anak dan tugasnya sebagai pelajar yaitu
berangkat ke sekolah, belajar, mengerjakan PR, dan lain
sebagainya.
Berdasarkan paparan diatas dapat dijelaskan bahwa dalam
membentuk karakter kemandirian dan tanggung jawab anak, yang
dilakukan oleh ayah yaitu sebagian ayah tidak melalui tahapan
moral knowing dan moral action namun yang dilakukan ayah
dengan membiasakan anak melakukan perbuatan nyata untuk
membentuk karakter kemandirian dan tanggung jawab anak.
Untuk pembentukan karakter juga diperlukan syarat yang
mendasar untuk terbentuknya karakter anak yaitu kelekatannya
anak dengan ibu, namun disini syarat yang mendasar tersebut
hilang dikarenakan ibu yang bekerja di luar negeri sebagai TKW.
Seperti pendapat Ratna Megawati (2010:92) ada tiga kebutuhan
yang mendasar yang harus dipenuhi oleh anak yaitu maternal
bonding (kelekatan psikologis anak dengan ibunya), rasa aman,
dan stimulasi fisik dan mental.
b. Pola Asuh Permisif
Dalam mendidik dan mengasuh anaknya, Bapak Mislan tidak
secara sendirian, namun ayah single parent ini dibantu oleh
keluarga lain yakni kakek dan neneknya. Ayah single parent dan
kakeknya dalam mengasuh anak dengan menuruti semua keinginan
anak, pengontrolan terhadap anak lemah, tidak ada perhatian dalam
perkembangan belajar anak.
Dalam mengasuh anak ayah single parent tidak menerapkan
reward dan punishment untuk memotivasi anak agar menjadi lebih
baik. Untuk pembentukan karakter anak, ayah juga tidak
melakukan pembiasaan terhadap anak. Dapat dikatakan bahwa
ayah menggunakan pola asuh permisif dalam mengasuh dan
mendidik anak. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hurlock
dalam Aliyah (2015:102-103) bahwa pola asuh permisif
merupakan adanya sikap yang longgar atau bebas dari orang tua.
Orang tua tidak banyak mengatur, tidak banyak mengontrol dan
juga tidak banyak membimbing. Anak diberi kebebasan untuk
mengatur dirinya sendiri. Sehingga dalam hal ini dengan kesibukan
orang tua dan kurangnya komunikasi dengan anak, dalam keluarga
ini menimbulkan pola asuh permisif. Sehubungan dengan hal
tersebut, informan (x) mengemukakan bahwa:
“Saya jarang sekali bertanya kepda anak apa saja yang anak saya
butuhkan, saya sibuk bekerja apalagi saya pekerjaan saya yang
menjadi supir dan jarang pulang mbak, jadi jarang nanya
kebutuhan anak, toh anak saya juga diasuh oleh kakek dan
neneknya. Paling saya memberikan uang kepada kakek dan
neneknya, kadang juga anaknya yang meminta uang ke saya ya
saya kasih mbak.”
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat
kesesuaian antara teori, hasil wawancara dan hasil observasi diatas
yang menunjukkan bahwasannya orang tua menerapkan pola asuh
permisif yang cenderung kurang memberikan perhatian terhadap
kebutuhan anaknya. Jarang sekali melakukan komunikasi terhadap
anak.
Sebagian ayah mengasuh dan mendidik anaknya dengan cara
ayah tidak membiasakan anak untuk melakukan tugasnya, ayah
selalu memanjakan anak dengan menuruti semua keinginan anak.
Seperti apa yang diungkapkan oleh informan (x) bahwa “pokoknya
apa yang anak minta selalu diturutin.”
Dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif yang digunakan
oleh ayah dalam mendidik anak tidak kondusif untuk membentuk
karakter anak. Pengasuhan permisif yang dilakukan oleh ayah
sebagaimana yang telah dipaparkan diatas tampak bahwa ayah
tidak mengajarkan anak bertanggung jawab. Apabila anak
diajarkan tanggung jawab dari usia dini maka nanti anak akan
bertanggung jawab dimasa dewasanya. Orang tua hendaknya
memberikan kasih sayang kepada anak namun jangan memanjakan
anak berlebihan.
2. Strategi Pengasuhan Ayah Single Parent dalam Pembentukan
Karakter Anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
Kabupaten Purworejo
Pengasuhan anak TKW oleh ayah single parent tanpa hadirnya
seorang ibu akan terasa berbeda dengan keluarga yang lengkap,
dimana ada seorang ayah dan seorang ibu di dalamnya. Ayah single
parent dalam mengasuh dan mendidik anaknya memiliki strategi
dalam pengasuhan untuk pembentukan karakter terutama pada
kemandirian dan tanggug jawab. Adapun strategi yang digunakan oleh
ayah single parent sebagai berikut:
1. Pemberian Nasihat
Dari hasil wawancara dengan beberapa informan, mereka
banyak yang menggunakan mendidik dan mengasuh anaknya
dengan cara menasehati. Karena nasihat merupakan cara yang
mudah untuk menyampaikan dan mejelaskan apa yang
diharapkan orang tua untuk anaknya. Alasan mereka
menggunakan cara ini yaitu mudah dan praktis.
2. Keteladanan
Strategi ini dipilih karena dianggap sangat bagus dan menarik,
anak dapat melakukannya setelah dicontohkan. Pada usia anak
sekolah khususnya usia sekolah dasar metode ini cepat ditiru apa
yang dilakukan oleh orang tua maupun orang-orang disekitar.
Dengan memberi keteladanan yang positif informan berharap
supaya anak dapat menirunya, sehingga anak-anaknya dapat
memiliki karakter yang lebih baik. Seperti yang diungkapkan
salah satu informan Bapak Sukamto (45):
“Saya mendidik anak dalam membentuk karakter caranya yang
pertama anaknya saya kasih tahu saya beri nasihat terus anak
saya kasih contoh mbak. Kalau tidak diberikan contoh anak
jaman sekarang susah nurut tapi kalau sudah dikasih tahu dan
diberikan contoh Insya Allah anak bisa nurut.”
Jadi, strategi keteladanan ini lebih efektif dan menarik untuk
diterapkan bersamaand engan metode nasihat, karena disamping
anak mendapatkan masukan anak juga sekaligus mendapatkan
contoh langsung orang tuanya. Sehingga kemungkinan besar anak
untuk menurut.
3. Pembiasaan
Strategi pembiasaan merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan oleh anak untuk berfikir, bertindak, dan bersikap sesuai
dengan ajaran agama. Cara ini sangat praktis dalam pembentukan
karakter anak dalam meningkatkan pembiasaan-pembiasaan dalam
melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya.
Dengan membiasakan hal-hal yang baik anak akan terbiasa
melakukan hal tersebut dengan ikhlas dan tanpa rasa berat, dan
kebiasaan tersebut dapat melekat pada diri anak. Dalam hal ini,
informan membiasakan anak dengan hal-hal yang baik seperti
shalat, mengaji, dan dibiasakan menyiapkan kebutuhannya sendiri
serta bersih-bersih rumah.
3. Hambatan Ayah Single Parent dalam Mengasuh Anak TKW
Hambatan ayah single parent dalam mengasuh anak TKW yaitu
keterbatasan pengetahuan agama ayah, waktu untuk anak yang kurang
karena kesibukan orang tua. Pengaruh pergaulan lingkungan bermain
anak, dan pengaruh teknologi informasi dan komunikasi (HP). Faktor
dari anaknya sendiri yaitu sifat bosan yang pada akhirnya berujung
pada tindakan malas yang menghambat pembentukan karakter anak.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas yang telah dipaparkan sebelumnya
dalam pembahasan yang terkait dengan pola asuh ayah single parent dalam
pembentukan karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
Kabupaten Purworejo maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Pola Pengasuhan Ayah Single Parent dalam Pembentukan
Karakter Anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
Kabupaten Purworejo
Pola pengasuhan ayah single parent yang ditinggal istrinya bekerja
sebagai TKW di luar negeri dalam membentuk karakter anak yakni
ayah single parent menggunakan pola asuh demokratis dan permisif.
Adapun keluarga TKW cenderung menggunakan pola asuh demokratis
dalam membentuk karakter anak menerapkan aturan yang harus
ditaati, memberikan teguran jika anak melakukan kesalahan,
memberikan nasihat, dan memberikan contoh yang baik bagi anak.
Dengan demikian karakter anak dalam pengasuhan orang tua seperti
ini akan tumbuh menjadi anak yang mandiri tegas terhadap diri sendiri,
ramah, dan mau bekerja sama dengan orang tua. Sedangkan keluarga
TKW yang menggunakan pola asuh permisif cenderung kurang
memberikan perhatian terhadap kebutuhan anaknya. Memberikan
kebebasan pada anak, tidak banyak mengontrol anak, dan selalu
memanjakan anak. Seperti apa yang diminta oleh anak selalu diturutin.
Hal ini menyebabkan karakter anak dalam pengasuhan orang tua
permisif yakni orang tua tidak mengarahkan anak menjadi lebih
dewasa dan dia selalu terbiasa tidak mandiri.
Untuk pembentukan karakter kemandirian dan tanggung jawab
anak, ayah single parent memberikan pemahaman apa yang baik dan
buruk untuk anak, yang boleh dilakukan maupun yang tidak boleh
dilakukan anak, dan membiasakan anak dengan melakukan kewajiban
sebagai seorang anak.
2. Strategi Pengasuhan Ayah Single Parent dalam Pembentukan
Karakter Anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
Kabupaten Purworejo
Strategi pengasuhan ayah single parent dalam membentuk karakter
anak dengan menggunakan strategi memberikan nasihat, keteladanan,
dan pembiasaan terhadap anak.
3. Hambatan Ayah Single Parent dalam Mengasuh Anak TKW
Adapun hambatan yang dirasakan oleh ayah single parent dalam
membentuk karakter anak di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
Kabupaten Purworejo terdiri dari faktor internal yaitu keterbatasan
pengetahuan agama ayah, kesibukan orang tua, keterbatasan orang tua
dalam mendidik anak, dan salah satu orang tua tidak berada pada satu
tempat sehingga menyebabkan rindu. Sedangkan faktor eksternal yaitu
pengaruh pergaulan di lingkungan bermain anak, dan pengaruh
teknologi informasi dan komunikasi (HP). Faktor pendukungnya
adalah status ekonomi berupa biaya sekolah dan terpenuhinya fasilitas
anak, memberikan reward atau hadiah terhadap anak dalam
membentuk karakter anak, dan adanya kedekatan dengan keluarga dan
kerabat dekat sehingga`memudahkan orang tua single parent untuk
membantu mengawasi dan mengasuh anaknya.
B. Saran
Diharapkan dari penelitian tentang pola asuh orang tua single parent
dalam pembentukan karakter anak dapat disempurnakan lagi dengan
mengadakan penelitian lebih lanjut dari segi yang lain, sehingga dapat
memberikan gambaran lengkap mengenai pola asuh anak dan
pembentukan karakter anak. Untuk itu yang diharapkan peneliti sebagai
berikut:
a. Ayah
Hendaknya ayah lebih memperhatikan dan mengontrol segala
kegiatan anak baik di rumah maupun di luar rumah. Serta
membiasakan anak untuk bersifat mandiri dan tanggung jawab.
b. Anak
Diharapkan anak lebih dapat memahami terhadap kewajiban dan
tanggung jawabnya dalam belajar baik di rumah maupun di sekolah.
c. Guru
Diharapkan dapat bekerja sama dan berkomunikasi dengan orang
tua dalam membentuk karakter anak.
VERBATIN INSTRUMEN
Keterangan :
Responden (x) : Ayah
Responden (y) : Anak
Tanggal : 13 April 2018
Tempat : Rumah Bapak Junet
Dialog Tema
Interview : Maaf pak saya mau wawancara, apakah bapak sekarang
luang?
Pengantar/
Pengenalan
Inf (x): luang mbak, mau wawancara apa?
Interview : wawancara tentang bagaimana bapak mengasuh dan
mendidik anak.
Inf (x): oh iya mbak.
Interview : Kalau yang membangunkan anak setiap pagi siapa?
P
E
N
G
A
S
U
H
A
N
A
N
A
K
Inf (x) : Anak saya bangun sendiri mbak, dia sudah terbiasa bangun
pagi.
Inf (y) : Saya kalau bangun sendiri mbak.
Interview : Agar anak berangkat sekolah tidak terlambat gimana?
Inf (x): Saya bangunkan pagi-pagi mbak, kadang anaknya juga bangun
sendiri.
Inf (y) : kadang dibangunkan bapak mbak, kadang saya sendiri.
Interview : Apa anak selalu diingatkan dengan sholat 5 waktunya?
Inf (x) : yaa tetap tak ingatkan mbak, wong sholat itu sudah
kewajibannya.
Inf (y) : iya bapak yang mengingatkan sholat mbak.
Interview : Kalau yang mengurusi kebutuhan sekolah dan kebutuhan
lainnya, seperti makan, mandi, dan pakaian siapa?
Inf (x) : yaa saya juga mbak, kalau mandi anaknya juga sudah bisa
mandiri ngga perlu saya suruh. Kalau pakaiannya seperti mencuci ya
saya cucikan, tapi kalau pakaian bermain anaknya saya suruh cuci
sendiri biar buat ngelatih anak mbak.
Inf (y) : kalau yang menyiapkan semua keperluan sekolah yo bapak
mbak.
Interview : apakah diterapkan jam makan pada anak? Bagaimana
caranya?
Inf (x) : yaa mbak, masalah makan bebas, terserah anaknya yang mau
makan. Nanti kalau laper kan anaknya juga makan sendiri.
Inf (y) : kalau makan bapak tidak mempermasalahkan mbak, makan
terserah saya mau makan apa dan mau makan jam berapa.
Interview : jika anak sulit makan bagaimana?
Inf (x) : tetap tak ingetkan mbak, soal makan itu penting. Tapi
alhamdulillah anakku ngga pernah susah makan.
Inf (y) : bapak yo mengingatkan mbak.
P
E
N
G
A
S
U
H
A
N
A
N
A
K
Interview : Kalau jam bermain pada anak itu seperti apa?
Inf (x) : yaa pokoknya bebas yang penting jam 3 anak sudah harus
pulang. Setelah pulang bermain anak tak latih untuk beres-beres
rumah kemudian pergi mengaji.
Inf (y) : kalau bermain bapak mengharuskan jam 3 sudah di rumah
mbak, sehabis pulang main saya membantu bapak bersih-bersih rumah
habis itu saya mengaji mbak.
Interview : apa setiap malam anak selalu belajar dan yang
mendampingi anak belajar siapa ?
Inf (x) : anaknya belajar sendiri mbak, ngga perlu saya ingatkan lagi.
Alhamdulillah anakku selalu dapet rangking terus mbak di kelasnya.
Inf (y) : iya mbak, tanpa bapak mengingatkan dan menyuruh saya
sudah belajar sendiri.
Interview : jika anak tiba-tiba tidak mau belajar gimana?
Inf (x) : kalau yang namanya belajar anak saya alhamdulillah rajin
mbak, dia ngga pernah yang namanya ngga belajar. Soale yo itu
anakku selalu dapet rangking terus di sekolahnya.
Inf (y) : ya gimana ya mbak, bapak gak pernah gimana-gimana sih.
Wong itu kesadaran saya sendiri tanpa harus bapak menyuruh saya
sudah belajar sendiri.
Interview : apa ada pengaturan untuk tidur malam? Bagaimana
penerapannya?
Inf (x) : heem mbak, memang tak terapkan maksimal jam 9 atau
setengah 10 anak harus sudah tidur.
Inf (y) : iya mbak, kalau jam 9 kata bapak sudah harus tidur.
Interview : apakah anak diajarkan menabung? Bagaimana cara
mengajarkannya?
K
A
R
A
K
T
E
R
Inf (x) : engga mbak, saya tidak mengajarkan cuman anak sudah
menyelengkan sendiri.
Inf (y) : kalau menabung saya sendiri yang punya ide mbak, bapak ga
pernah mengajarkan.
Interview : apa anak diajarkan menjaga kebersihan? Bagaimana
caranya?
Inf (x) : soal bersih bersih anak ya tak ajarkan mbak, kaya menyapu,
mengepel, jadi semisal saya tidak dirumah anak yang bersih-bersih
rumah.
Inf (y) : bapak yo yang mengajarkan bersih-bersih mbak, bapak buat
jadwal bersih-bersih di rumah. Kalau pagi yang bersih-bersih bapak
kalau sore saya. Kalau tidak saya dan bapak bareng-bareng bersih-
bersihnya.
Intreview : bagaimana cara bapak mengajarkan anak untuk berkata
jujur?
Inf (x) : yaa anaknya tak nasihati mbak, orang tua juga harus memberi
contoh dulu seperti orang tua ngomong ke anak juga harus jujur.
Inf (y) : iya bapak bilang kita harus berkata jujur kita ga boleh
berbohong. Bapak juga kalau berbicara kepada saya juga tidak pernah
bohong.
Interview : apakah anak diajarkan untuk tanggung jawab sendiri,
seperti berpakaian sendiri, makan sendiri, mandi sendiri? Bagaimana
cara mengajarkannya?
K
A
R
A
K
T
E
R
Inf (x) : heem mbak, anakku ya sudah gede jadi sudah bisa apa-apa
sendiri. Dari anakku SD sudah tak ajarkan mandiri mbak, dulu saya
cuman menyiapkan dan anakku yang apa-apa sendiri.
Inf (y) : kalau dulu waktu SD bapak yang menyiapkan semuanya nanti
saya yang melakukan sendiri seperti memakai seragam sekolah
sendiri,makan sendiri,mandiri sendiri. Jadi sampai sekarang saya
sedikit-sedikit sudah terbiasa sendiri mbak.
Interview : bagaimana mengajarkan anak agar mau tolong menolong,
seperti membantu orang tua ketika sibuk dirumah?
Inf (x) : anak saya latih mbak, tak suruh-suruh supaya anak mau
membantu dan anak juga terbiasa.
Inf (y) : yaa bapak selalu nyuruh-nyuruh gitu mbak, kaya misalkan
suruh beli sesuatu di warung gitu.
Interview : bagaimana cara ayah memberikan semangat anak untuk
sekolah?
R
E
W
A
R
D
Inf (x) : anakku tak nasihati mas, tak pacu-pacu, tak dukung soalnya
sekolah itu kan penting buat masa depan anak.
Inf (y) : bapak selalu ngasih nasihat mbak, bapak selalu bilang kalau
sekolah itu penting buat masa depan.
Interview : jika anak mendapatkan prestasi apa bapak memberikan
hadiah untuk anak agar anak tetap mendapatkan prestasi lagi?
Inf (x) : kalau saya ada rezeki ya saya berikan mbak, supaya anak
tetap semangat.
Inf (y) : iya mbak kalau saya nilainya bagus kalau ga saya dapet
rangking dan bapak ada rezeki lebih bapak selalu memberikan hadiah
ke saya.
Keterangan:
Responden (x) : Ayah
Responden (y) : Anak
Tanggal : 16 April 2018
Tempat : Rumah Bapak Mislan
Dialog Tema
Interview : Maaf pak saya mau wawancara, apakah bapak
sekarang luang?
Pengantar/
Pengenalan
Inf (x): luang mbak, mau wawancara apa?
Interview : wawancara tentang bagaimana bapak
mengasuh dan mendidik anak.
Inf (x): oh iya mbak.
Interview : Kalau yang membangunkan anak setiap pagi
siapa? P
E
N
G
A
S
U
H
A
N
A
N
A
K
Inf (x) : yang membangunkan anak saya yo kakek dan
neneknya mbak, soalnya yang mengasuh anak saya mertua
saya.
Inf (y) : kakek yang membangunkan saya mbak.
Interview : Agar anak berangkat sekolah tidak terlambat
gimana?
Inf (x) : yo kalau saya bekerja dibangunkan simbahnya
mbak, soalnya saya jarang pulang ke rumah dua hari mbak.
Inf (y) : kakek yang membangunkan mbak, yang
mengingatkan, ayo nang bangun sekolah. Soale bapak
jarang di rumah.
Interview : Apa anak selalu diingatkan dengan sholat 5
waktunya?
Inf (x) : yaa tadi itu mas memang belum saya latih biar
diajarkan sekolah saja mbak.
Inf (y) : engga mbak, kakek sama bapak jarang
mengingatkan.
Interview : Kalau yang mengurusi kebutuhan sekolah dan
kebutuhan lainnya, seperti makan, mandi, dan pakaian
siapa?
Inf (x) : yang mengurusi semua kebutuhan anak saya yo
juga kakek dan neneknya mbak. Paling saya hanya
memberikan uang untuk kebutuhan anak.
Inf (y) : kalau yang mengurusi keperluan sekolah kakek
sama nenek mbak.
Interview : apakah diterapkan jam makan pada anak?
Bagaimana caranya?
Inf (x) : soal makan yo simbahnya yang mengingatkan
mbak.
Inf (y) : kakek dan nenek yang mengingatkan makan
mbak.
Interview : jika anak sulit makan bagaimana?
Inf (x) : tetap di ingetkan sama simbahnya mbak, anaknya
juga susah kalau suruh makan. Paling ya gantinya makan
anak dikasih uang tambahan mbak biar bisa buat jajan biar
perutnya kenyang.
Inf (y) : kalau saya ga mau makan kakek memberikan uang
tambahan ke saya buat jajan di luar mbak.
P
E
N
G
A
S
U
H
A
N
A
N
A
K
Interview : Kalau jam bermain pada anak itu seperti apa?
Inf (x) : diingatkan oleh simbahnya mbak yang penting
jam 4 anak sudah harus pulang karena sore harinya dia
harus mengaji. Tapi kadang anak sebelum jam 4 dia sudah
pulang, teman-temannya diajak ke rumah mainan
handphone.
Inf (y) : kalau jam 4 kakek mnyuruh pulang mbak, tapi
kadang sebelum jam 4 saya sudah pulang, teman-teman
taka ajak ke rumah main handphone.
Interview : apa setiap malam anak selalu belajar dan yang
mendampingi anak belajar siapa ?
Inf (x) : halah mbak anakku susah banget kalau suruh
belajar, belajar ya kalau cuma ada PR aja. Simbahnya juga
gak pernah mendampingi belajar.
Inf (y) : engga mbak, kakek ga pernah nemenin belajar.
Interview : jika anak tiba-tiba tidak mau belajar gimana?
Inf (x) : lah gimana yo mbak, aku sendiri juga jarang
pulang, anak yang ngasuh simbahnya kalau anaknya susah
belajar yo simbahnya juga gak pernah mengingatkan.
Inf (y) : kakek sama bapak ga pernah memarahi mbak
kalau saya ga belajar. Jadi terserah saya mau belajar apa
engga.
Interview : apa ada pengaturan untuk tidur malam?
Bagaimana penerapannya?
Inf (x) : heem mbak, tapi kadang anaknya jam 7 sudah
ngantuk terus tidur sendiri kok.
Inf (y) : iya mbak, tapi kalau jam 7 itu saya sudah
mengantuk dan langsung tidur sendiri.
Interview : apakah anak diajarkan menabung? Bagaimana
cara mengajarkannya?
K
A
R
A
K
T
E
R
Inf (x) : anakku belum bisa mbak kalau suruh nabung gitu
mesti boros ya itu mungkin gara-gara ditinggal lama
ibunya jadi TKW anak sering manja banyak permintaan
mbak.
Inf (y) : engga mbak, bapak sama kakek ga pernah
mengajarkan menabung.
Interview : apa anak diajarkan menjaga kebersihan?
Bagaimana caranya?
Inf (x) : anakku gak pernah tak latih bersih-bersih mbak,
soalnya kasian juga masih kecil mbak. Kakek dan
neneknya juga gak pernah mengajarkannya.
Inf (y) : engga mbak.
Intreview : bagaimana cara bapak mengajarkan anak
untuk berkata jujur?
Inf (x) : namanya aja anak kecil yo mbak, kalau bohong
juga masih lumrah, urusan mengajarkan anak yo tak
serahin pihak sekolah mbak yang bisa mendidik anakku.
Inf (y) : bapak ga ngajarin saya jujur mbak saya juga suka
bohong sama bapak dan kakek kok. Tapi kakek dan bapak
tidak marah.
Interview : apakah anak diajarkan untuk tanggung jawab
sendiri, seperti berpakaian sendiri, makan sendiri, mandi
sendiri? Bagaimana cara mengajarkannya? K
A
R
A
K
T
E
R
Inf (x) : yo diajarkan mbak, tapi anaknya tetap manja apa-
apa masih neneknya mbak.
Inf (y) : iya mbak, tapi apa-apa saya masih disiapkan sama
nenek.
Interview : bagaimana mengajarkan anak agar mau tolong
menolong, seperti membantu orang tua ketika sibuk
dirumah?
Inf (x) : lah gimana yo mbak, anakku memang susah kalau
suruh bantu-bantu.
Inf (y) : engga mbak, saya nggak pernah ikut bantu-bantu.
Interview : bagaimana cara ayah memberikan semangat
anak untuk sekolah?
R
E
W
A
R
D
Inf (x) : yo itu mbak, apa yang diminta anak saya belikan
kalau gak uang jajannya saya tambahkan biar anak mau
sekolah.
Inf (y) : kalau saya gamau sekolah bapak ngasih uang jajan
lebih biar saya mau sekolah.
Interview : jika anak mendapatkan prestasi apa bapak
memberikan hadiah untuk anak agar anak tetap
mendapatkan prestasi lagi?
Inf (x) : saya dan kakeknya tidak pernah memberikan
hadiah. Pokoknya dia minta apa saya dan kakeknya selalu
membelikan.
Inf (y) : engga bapak sama kakek ngga pernah ngasih
hadiah ke saya.
Keterangan
Reponden (x) : Ayah
Responden (y) : Anak
Tanggal : 20 April 2018
Tempat : Rumah Bapak Sukamto
Dialog Tema Keterangan
Interview : Maaf pak saya mau wawancara, apakah bapak
sekarang luang?
Pengantar/
Pengenalan Ayah
Inf (x): luang mbak, mau wawancara apa?
Interview : wawancara tentang bagaimana bapak
mengasuh dan mendidik anak.
Inf (x): oh iya mbak.
Interview : Kalau yang membangunkan anak setiap pagi
siapa? P
E
N
G
A
S
U
H
A
N
A
N
A
K
Inf (x) : saya yang membangunkan anak saya, kadang yo
anaknya bangun sendiri.
Inf (y) : bapak yang membagunkan mbak.
Interview : Agar anak berangkat sekolah tidak terlambat
gimana?
Inf (x): anakku tak bangunkan pagi-pagi mbak buat
persiapan sekolah.
Inf (y) : bapak bangunin pagi-pagi mbak, nduk ayo bangun
sekolah.
Interview : Apa anak selalu diingatkan dengan sholat 5
waktunya?
Inf (x) : yaa tetap tak ingatkan mbak, tak contohin tak
nasehati juga biar anaknya rajin sholat.
Inf (y) : iya mbak, bapak suka mengingatkan sholat. Suka
ngomongin juga sholat nduk, sholat jangaan ditinggal-
tinggal.
Interview : Kalau yang mengurusi kebutuhan sekolah dan
kebutuhan lainnya, seperti makan, mandi, dan pakaian
siapa?
Inf (x) : ya saya yang menyiapkan mbak, tapi kalau makan
dan saya masih kerja yang menyiapkan makanannya adik
saya mbak.
Inf (y) : bapak yang menyiapkan mbak, tapi kalau bapak
pas kerja, yang menyiapkan makan bulek.
Interview : apakah diterapkan jam makan pada anak?
Bagaimana caranya?
Inf (x) : yaa mbak kalau masalah makan saya perhatikan
sekali pas anakku lagi main ya di susul suruh pulang
makan dulu.
Inf (y) : iya mbak kalau aku lagi main terus belum makan
bapak suka nyusuli aku main suruh pulang suruh makan.
Interview : jika anak sulit makan bagaimana?
Inf (x) : kalau seumpama anak susah makan yo tak
ingetkan mbak, kalau makan itu penting.
Inf (y) : yaa nganu mbak, bapak suka ngingetin kalau aku
ngga mau makan. P
E
N
G
A
S
U
H
A
N
A
N
A
K
Interview : Kalau jam bermain pada anak itu seperti apa?
Inf (x) : jam bermainnya anakku yo tak perhatikan juga
mbak, jam 3 atau jam 4 sore anak harus sudah pulang
mbak.
Inf (y) : kalau main jam 3 atau jam 4 kata bapak harus
sudah pulang mbak.
Interview : apa setiap malam anak selalu belajar dan yang
mendampingi anak belajar siapa ?
Inf (x) : anak ya tak kasih tau mbak, tak ingetkan tak
tungguin belajarnya supaya anak mau belajar.
Inf (y) : iya mbak, bapak yang nemenin aku belajar.
Interview : jika anak tiba-tiba tidak mau belajar gimana?
Inf (x) : sebagai orang tua ya harus tetap sabar mbak, anak
gak mau belajar tetap dibujukin biar mau belajar pinter-
pinternya orang tua melakukan pendekatan dengan anak.
Inf (y) : kalau aku gamau belajar yo bapak bujuk-bujukin
gitu mbak, bapak ngajarin buka buku-buku sekolahku.
Interview : apa ada pengaturan untuk tidur malam?
Bagaimana penerapannya?
Inf (x) : iyo mbak, paling malem anak tak suruh tidur jam
9 anak sudah tak suruh persiapan tidur. Ayo nduk tidru
besuk sekolah.
Inf (y) : ya mbak, jam 9 bapak sudah mengingatkan untuk
tidur.
Interview : apakah anak diajarkan menabung? Bagaimana
cara mengajarkannya?
K
A
R
A
K
T
E
R
Inf (x) : iya mbak, anak tak kasih uang saku 3000 nanti
setengahnya dimasukan ke celengan.
Inf (y) : iya mbak, kalau bapak ngasih uang lebih nanti
sisanya tak celengin mbak.
Interview : apa anak diajarkan menjaga kebersihan?
Bagaimana caranya?
Inf (x) : sudah mbak, anak tak jadwal mbak. Misalnya saya
nyapu pas pagi anak tak jadwal nyapu sore mbak.
Inf (y) : iya mbak, bapak bikin kaya jadwal gitu kalau pagi
bapak yang bersih-bersih nanti baru sorenya saya gitu.
Intreview : bagaimana cara bapak mengajarkan anak
untuk berkata jujur?
Inf (x) : yaa anaknya tak nasihati mbak supaya gak
bohong. Soalnya orang bohong itu dosa.
Inf (y) : bapak selalu ngasih contoh sama ngomongin kalau
kita jadi orang ngga boleh bohong gitu mbak.
Interview : apakah anak diajarkan untuk tanggung jawab
sendiri, seperti berpakaian sendiri, makan sendiri, mandi
sendiri? Bagaimana cara mengajarkannya? K
A
R
A
K
T
E
R
Inf (x) : iya mbak, anak sudah tak ajarkan dari dia masih
TK mbak, biar pas SD nya sudah terbiasa sendiri.
Inf (y) : ya mbak, bapak sudah mengajarkannya dari kecil.
Kadang bapak yang menyiapkan saya sendiri yang
memakainya.
Interview : bagaimana mengajarkan anak agar mau tolong
menolong, seperti membantu orang tua ketika sibuk
dirumah?
Inf (x) : anak saya latih mbak, tak suruh-suruh supaya anak
terbiasa.
Inf (y) : itu mbak bapak suka minta tolong ke saya, nduk
bapak belikan rokok gitu mbak.
Interview : bagaimana cara ayah memberikan semangat
anak untuk sekolah?
R
E
W
A
R
D
Inf (x) : itu sudah kesadaran anak sendiri mbak, kadang yo
tak nasehati biar semangat sekolah.
Inf (y) : yo nganu mbak, bapak selalu ngomongin selalu
nasehatin. Nduk sekolah yang rajin biar jadi anak pinter
ank yang sukses buat masa depan.
Interview : jika anak mendapatkan prestasi apa bapak
memberikan hadiah untuk anak agar anak tetap
mendapatkan prestasi lagi?
Inf (x) : tak kasih hadiah mbak biar anaknya seneng, biar
semangat juga mbak.
Inf (y) : iya mbak kalau aku dapet nilai bagus bapak selalu
ngasih hadiah mbak.
1. Keluarga Bapak J dan Anak AI
2. Keluarga Bapak M dan Anak TF
Kakek dari TF
Kakek W dan Cucunya TF
3. Keluarga Bapak S dan Anak NS
Wawancara dengan NS
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Dwi Indriyani NIM : 111-14-047
Dosen Pembimbing : Dr. Lilik Sriyanti, M.Si Jurusan : PAI
No
. Jenis Kegiatan
Waktu
Pelaksanaan Status Skor
1.
OPAK STAIN SALATIGA 2014 dengan tema
“Aktualisasi Gerakan Mahasiswa Yang Beretika,
Disiplin, dan Berfikir Terbuka” oleh DEMA STAIN
Salatiga.
18-19
Agustus
2014
Peserta 3
2.
Opak Jurusan Tarbiyah STAIN SALATIGA 2014
dengan tema “Aktualisasi Pendidikan Karakter
Sebagai Pembentuk Generasi yang Religius,
Educative, dan Humanis” oleh HMJ Tarbiyah.
20-21
Agustus
2014
Peserta 3
3.
Orientasi Dasar Keislaman (ODK) dengan tema
“Pemahaman Islam Rahmatan Lil „Alamin Sebagai
Langkah Awal Menjadi Mahasiswa Berkarakter”
oleh LDK Darul Amal & ITTAQO STAIN Salatiga.
21 Agustus
2014 Peserta 2
4.
Achievement Motivation Training (AMT) dengan
tema “Dengan AMT Semangat Menyongsong
Prestasi” oleh CEC dan JQH STAIN Salatiga.
23 Agustus
2014 Peserta 2
5. Library User Education (Pendidikan Pemustaka) oleh
UPT Perpustakaan
28 Agustus
2014 Peserta 2
6.
Seminar Nasional denga tema “Peran Mahasiswa
dalam Mengawal Masa Depan Indonesia Pasca
Pilpres 2014” oleh DEMA STAIN Salatiga.
25
September
2014
Peserta 8
7.
Kegiatan Diklat Microteaching oleh HMPS
Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah STAIN
Salatiga.
8 November
2014 Peserta 2
8.
Seminar Nasional dengan tema “ Perbaikan Mutu
Pendidikan Melalui Profesionalitas Pendidikan” oleh
HMJ Tarbiyah.
13
November
2014
Peserta 8
9.
Seminar Nasional Enterpreneurship oleh Gerakan
Pramuka Racana Kusuma Dilaga-Woro Srikandi
Gugus Depan Kota Salatiga 02.237-02.238
Pangkalan STAIN Salatiga
16
November
2014
Peserta 8
10.
Kajian Intensif Mahasiswa dengan tema “Fenomena
Islam di Salatiga” oleh LDK Darul Amal STAIN
Salatiga.
28
November
2014
Peserta 2
11. Seminar Nasional dengan “Peranan Technopreneur
dalam Mendukung Program Pemerintah Melalui
15 April
2015 Peserta 8
Ekonomi Kreatif” oleh KOPMA “FATAWA” IAIN
Salatiga.
12.
Seminar Bedah Buku dalam rangkaian kegiatan
Milad XIII LDK Fathir Ar Rasyid IAIN Salatiga
dengan tema “Aktualisasi Dakwah dalam
Membentuk Generasi yang Bertaqwa, Berilmu, dan
Berakhlak Mulia” oleh LDK IAIN Salatiga.
5 Mei 2015 Peserta 2
13.
Seminar Nasional dengan tema Mencegah Generasi
Pemuda Islam dari Pengaruh Radikalisme ISID” oleh
Anjangsana AS #2
6 Mei 2015 Peserta 8
14.
Workshop Tahfidz dengan tema “Kontekstualisasi
Nilai-nilai Al-Qur‟an dalam Membentuk Kepribadian
Huffadz Menuju Peradaban Dunia” oleh JQH Al-
Futqon IAIN Salatiga.
4 Juni 2015 Peserta 2
15.
Talkshow Sukses Kuliah Bersama KAMMI Salatiga. 16
September
2015
Peserta 2
16.
Seminar Nasional dengan tema “Pendidikan Agama
Menjadi Pelopor Kebangkitan Nasional di Era
Modern” oleh HMJ IAIN Salatiga.
21 Mei
2016 Peserta 8
17. Pelatihan Ilmu Falak di PPTI Al-Falah oleh Tim
Hisab CSS Mora UIN Walisongo Semarang
18-19 Juni
2016 Peserta 2
18.
Seminar Internasional dengan tema Petani Untuk
Negeri” oleh Krida Taruna “Bumi Persada”.
18
September
2016
Peserta 8
19.
Kegiatan Pelatihan Ilmu Falak oleh PPTI Al Falah
Salatiga bekerjasama dengan CSS Mora UIN
Walisongo Semarang dan Kanwil Jateng.
17
September
2016
Peserta 2
20.
Seminar Nasional Problematika Hakim dan Peradilan
dengan tema Rekontruksi Ideal Sistem Peradilan di
Indonesia” oleh HMJ Ahwal Al-syakhshiyyah IAIN
Salatiga.
22
September
2016
Peserta 8
21.
Dialog Interaktif Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam IAIN Salatiga dalam tema “Peran
Politik dalam Perekonomian di Indonesia” oleh Senat
FEBI IAIN Salatiga.
4 otober
2016 Peserta 2
22.
Seminar Nasional Meretas Bullying dengan tema
“Mengembangkan Layanan Kemanusiaan Berbasis
Kearifn Lokal Komunitas” oleh HMJ PMI.
17
Desember
2016
Peserta 8
23.
Seminar Nasional dengan tema “Perempuan
Indonesia di Mata Hukum dan HAM oleh Fakultas
Syari‟ah IAIN Salatiga bekerjasama dengan MUI
Kota Salatiga.
21
Desember
2016
Peserta 8
24.
Seminar Internasional dengan tema “Menjadi
Mobilepreneur dalam Era E-commerce oleh Krida
Taruna “Bumi Persada”.
22 April
2017 Pserta 8