politik hukum bela negara dalam perspektif pertahanan negara

18
PENDAHULUAN Dalam rangka mencapai tujuan nasional dan cita-cita bangsa Indonesia dibutuhkan suatu strategi nasional guna menghadapi dinamika perkembangan lingkungan strategis, baik pada tataran global, regional, maupun nasional. Setiap negara perlu memiliki strategi nasional, mengingat dinamika perkembangan lingkungan strategis tersebut tidak hanya dapat memberikan pengaruh positif berupa peluang, namun juga dapat berpengaruh negatif berupa ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan, atau yang dikenal sebagai hakikat ancaman, bagi negara Indonesia. Strategi pertahanan negara yang dapat men- jamin tegaknya Negara Kesatuan Republik Indo- nesia (NKRI), sekaligus untuk merespon tantangan pertahanan negara ke depan, adalah penerapan Sistem Pertahanan Semesta dalam wujud Strategi Pertahanan Berlapis yang menyinergiskan lapis pertahanan militer dengan lapis pertahanan nir-militer. Strategi Pertahanan Berlapis yang ... POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA - Muhammad Nakir - ... Abstrak Kesadaran bela negara telah diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara cita-cita ideal, bela negara sebagai bagian dari pertahanan negara, menjadi faktor yang menentukan dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Negara tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya tanpa didukung oleh kontribusi warga negara. Namun secara kenyataan , tidak selamanya kepentingan-kepentingan yang bersifat mendasar tersebut terfasilitasi pengaturannya dengan produk hukum, mengingat hukum tidak dapat dilepaskan dari pengaruh politik. Konfigurasi politik di masing-masing era dari Ea Orde Lama hingga Era Reformasi menunjukkan tarik-ulur komitmen pemerintah dalam membuat undang-undang tentang bela negara. Kata Kunci: Politik Hukum, Bela Negara, Pertahanan Negara. Abstract Awareness of state defenses has been mandated in Article 27 verse (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Ideally, defending the state as part of the state defense becomes a decisive factor in ensuring the survival of the nation and the state. The state will not be able to maintain its existence without the citizens’ support. But in reality, these fundamental interests are not always facilitated by the regulation of legal products, since the law can not be separated from the political influence. The political configuration of each era from the Old Order Era to the Reform Era shows the tug of government’s commitment to legislation on state defense. Keywords: Political Law, State Defense, State Defense. memadukan lapis pertahanan militer dan lapis pertahanan nir-militer, merupakan manifestasi dari keikutsertaan seluruh warga negara Indonesia dalam upaya pertahanan negara dengan men- dayagunakan segenap sumber daya nasional secara maksimal. Hal yang mendasar dari pertahanan negara yang bersifat semesta tersebut adalah perlunya kesadaran bela negara dari seluruh warga negara Indonesia dari semua lapisan masyarakat. Kesadaran bela negara telah diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Setiap Warga Negara Berhak dan Wajib ikut serta dalam upaya Pembelaan Negara. Selanjutnya dalam Pasal 30 ayat (1) Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, berbunyi “Tiap-tiap Warga Negara Berhak dan Wajib ikut serta dalam Usaha Pertahanan dan Keamanan Negara“. Penjabaran lebih lanjut tentang pembelaan negara tertuang dalam Pasal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

35

PENDAHULUANDalam rangka mencapai tujuan nasional dan

cita-cita bangsa Indonesia dibutuhkan suatu strateginasional guna menghadapi dinamika perkembanganlingkungan strategis, baik pada tataran global,regional, maupun nasional. Setiap negara perlumemiliki strategi nasional, mengingat dinamikaperkembangan lingkungan strategis tersebut tidakhanya dapat memberikan pengaruh positif berupapeluang, namun juga dapat berpengaruh negatifberupa ancaman, gangguan, hambatan, dantantangan, atau yang dikenal sebagai hakikatancaman, bagi negara Indonesia.

Strategi pertahanan negara yang dapat men-jamin tegaknya Negara Kesatuan Republik Indo-nesia (NKRI), sekaligus untuk merespon tantanganpertahanan negara ke depan, adalah penerapanSistem Pertahanan Semesta dalam wujud StrategiPertahanan Berlapis yang menyinergiskan lapispertahanan militer dengan lapis pertahanannir-militer. Strategi Pertahanan Berlapis yang

...

POLITIK HUKUM BELA NEGARADALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

- Muhammad Nakir -...

AbstrakKesadaran bela negara telah diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945. Secara cita-cita ideal, bela negara sebagai bagian dari pertahanannegara, menjadi faktor yang menentukan dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.Negara tidak akan mampu mempertahankan eksistensinya tanpa didukung oleh kontribusi warga negara.Namun secara kenyataan, tidak selamanya kepentingan-kepentingan yang bersifat mendasar tersebutterfasilitasi pengaturannya dengan produk hukum, mengingat hukum tidak dapat dilepaskan daripengaruh politik. Konfigurasi politik di masing-masing era dari Ea Orde Lama hingga Era Reformasimenunjukkan tarik-ulur komitmen pemerintah dalam membuat undang-undang tentang bela negara.Kata Kunci: Politik Hukum, Bela Negara, Pertahanan Negara.

AbstractAwareness of state defenses has been mandated in Article 27 verse (3) of the 1945 Constitution of theRepublic of Indonesia. Ideally, defending the state as part of the state defense becomes a decisivefactor in ensuring the survival of the nation and the state. The state will not be able to maintain itsexistence without the citizens’ support. But in reality, these fundamental interests are not alwaysfacilitated by the regulation of legal products, since the law can not be separated from the politicalinfluence. The political configuration of each era from the Old Order Era to the Reform Era shows thetug of government’s commitment to legislation on state defense.Keywords: Political Law, State Defense, State Defense.

memadukan lapis pertahanan militer dan lapispertahanan nir-militer, merupakan manifestasidari keikutsertaan seluruh warga negara Indonesiadalam upaya pertahanan negara dengan men-dayagunakan segenap sumber daya nasional secaramaksimal. Hal yang mendasar dari pertahanannegara yang bersifat semesta tersebut adalahperlunya kesadaran bela negara dari seluruh warganegara Indonesia dari semua lapisan masyarakat.

Kesadaran bela negara telah diamanatkandalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945 yangberbunyi “Setiap Warga Negara Berhak dan Wajibikut serta dalam upaya Pembelaan Negara.Selanjutnya dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,berbunyi “Tiap-tiap Warga Negara Berhak danWajib ikut serta dalam Usaha Pertahanan danKeamanan Negara“. Penjabaran lebih lanjuttentang pembelaan negara tertuang dalam PasalUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 3

Page 2: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

36

Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yangmengatur bahwa bela negara adalah sikap danperilaku warga negara yang dijiwai oleh kecinta-annya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasiladan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalammenjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.Sikap dan perilaku tersebut tidak begitu sajamuncul menjadi kesadaran setiap warga negarasejak lahir, sehingga perlu ditumbuhkembangkansejak dini serta senantiasa dipelihara dandikembangkan secara berkesinambungan melaluipembinaan kesadaran bela negara.

Terkait dengan hakikat tersebut, ada tigapertanyaan mendasar tentang bela negara yangperlu dijawab guna lebih memahami makna daribela negara itu sendiri. Pertama, “Apa yang harusdibela dari negara?”. Pasal 4 Undang-UndangNomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negaramengatur bahwa pertahanan negara bertujuanuntuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara,keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatansegenap bangsa dari segala bentuk ancaman.Pasal tersebut menunjukkan bahwa yang harusdibela dari negara adalah kedaulatan negara,keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

Kedua, “Mengapa negara harus dibela?”.Setiap negara memiliki kepentingan nasionalnyamasing-masing yang terkadang berbenturanantara negara satu dan lainnya. Kondisi tersebutmembuat negara perlu survive mengingat semakinkuatnya persaingan dan tidak ada yang dapatmenjamin bahwa sebuah negara akan tetapselamanya ada atau tetap berdiri. Ketiga, “Siapayang harus membela negara?”. Tugas membelanegara tidak bisa hanya digantungkan padaTentara Nasional Indonesia (TNI) semata. Sebagai-mana sistem pertahanan semesta, bela negara harusmelibatkan segenap komponen bangsa, termasukdi dalamnya seluruh warga negara.

Politik hukum bela negara yang digulirkan olehPemerintah dalam upaya merealisasikan sistempertahanan semesta telah menuai perdebatan dilembaga legislatif serta menimbulkan pro dankontra di kalangan masyarakat, termasuk juga

pencanangan program pembentukan kader belanegara oleh Kementerian Pertahanan.1 WakilKetua Komisi I DPR, Hanafi Rais mengapresiasiide bela negara yang dicetuskan oleh MenteriPertahanan Ryamizard Ryacudu. Menurutnya,ide tersebut relevan dengan kondisi Indonesiayang mendapatkan banyak ancaman dari dalamdan luar negeri.2 Demikian pula Ketua Komisi IDPR RI, Mahfudz Siddiq berpandangan niatan dariMenteri Ryamizard baik, namun harus disiapkansecara matang. Menurutnya payung hukum harusdimiliki untuk memperjelas aturan dan anggaran.“Sebenarnya konsep bela negara bisa diintegrasikanke dalam komcad (komponen cadangan) dankomduk (komponen pendukung),” tandasnya.3

Di sisi lain, wacana penerapan bela negaraoleh pemerintah ditentang oleh beberapa pihak,salah satunya diungkapkan oleh Lembaga SwadayaMasyarakat (LSM) Imparsial. Direktur ProgramImparsial, Al Araf mengatakan lebih baik peme-rintah mengutamakan komponen utama yaituperbaikan persenjataan dan kesejahteraan TNI di-bandingkan mengajak warga sipil untuk belanegara.4 Sedangkan Anggota Komisi I DPR TBHasanuddin menilai, target yang dipatok MenteriPertahanan Ryamizard Ryacudu untuk merekrutkader bela negara tidak realistis. Ia mencontohkan,jika dalam kurun waktu lima tahun ke depandilatih 50 juta orang dengan anggaran pelatihan Rp10 juta per orang, maka dibutuhkan anggaran

1 Menteri Pertahanan dalam kata pengantar Buku PutihPertahanan Negara Tahun 2015 menyampaikan bahwa “Programbela negara dicanangkan untuk kurun waktu 10 tahun ke depanakan mencapai 100 juta warga negara yang militan dan program

ini akan terus dikembangkan seiring kebutuhan pertahanannegara”; CNN Indonesia (12/10/2015, 10:56 WIB) merilis berita:“Kementerian Pertahanan akan segera mengimplementasikankewajiban bela negara bagi seluruh warga Indonesia. Dalam sepuluhtahun ke depan, pemerintah menargetkan sebanyak 100 juta wargatelah siap menjadi kader bela negara. Menteri Pertahanan RyamizardRyacudu mengatakan, program pembentukan kader bela negaramerupakan gagasan pemerintah untuk mempersiapkan rakyatmenghadapi dua bentuk ancaman, yakni ancaman militer dannirmiliter.” (CNN Indonesia.com, Ryamizard Targetkan 100 JutaWarga Jadi Kader Bela Negara , diakses dari http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151012105651-20-84362/ryamizard-targetkan-100-juta-warga-jadi-kader-bela-negara, tanggal 5 Maret2017 pukul 21.50 WIB).

2 CNN Indonesia.com, Indonesia Banyak Ancaman, HanafiRais Dukung Bela Negara, diakses dari http://www.cnnindonesia.com/politik/20151013074805-32-84591/indonesia-banyak-ancaman-hanafi-rais-dukung-bela-negara/, tanggal 5 Maret 2017pukul 22.06 WIB.

3 Aktual.com, Pembentukan Kader Bela Negara Harus PunyaPayung Hukum, diakses dari http://www.aktual.com/pembentukan-kader-bela-negara-harus-punya-payung-hukum/, tanggal 5 Maret2017 pukul 22.15 WIB.

4 CNN Indonesia.com, Indonesia Banyak Ancaman, HanafiRais Dukung Bela Negara, diakses dari http://www.cnnindonesia.com/politik/20151013074805-32-84591/indonesia-banyak-ancaman-hanafi-rais-dukung-bela-negara/, tanggal 5 Maret 2017pukul 22.06 WIB.

Page 3: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

37

sekitar Rp 500 triliun. “Lalu, uangnya dari mana?Untuk anggaran TNI dalam pengadaan alutsistasaja pemerintah malah menguranginya,” ujarnya.5

Dalam kebijakan pertahanan negara yangmengacu kepada Undang-Undang RI Nomor 3Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, sebagai-mana yang tercantum dalam Buku Putih Per-tahanan Negara Tahun 2015 yang dikeluarkan olehKementerian Pertahanan, kesadaran bela negaraWarga Negara Indonesia ditempatkan pada posisiyang sangat strategis, yaitu sebagai fondasi/landasan pada piramida sumber daya pertahanannegara. Sumber daya pertahanan militer meru-pakan hasil tranformasi dari kekuatan komponenpertahanan militer yang terbentuk dari beberapakekuatan pertahanan negara, meliputi komponen

Utama yang diperkuat dengan komponen Cadangandan Pendukung. Komponen Utama adalah TNIyang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan.

Komponen Cadangan terdiri atas warganegara, sumber daya alam, sumber daya buatan,serta sarana dan prasarana nasional yang telahdisiapkan dan diorganisasikan untuk dikerahkanmelalui mobilisasi guna memperbesar dan mem-perkuat Komponen Utama. Komponen Pen-dukung terdiri atas warga negara, sumber dayaalam, sumber daya buatan serta sarana dan pra-sarana nasional yang disiapkan dan ditata untukmeningkatkan kekuatan dan kemampuankomponen Utama dan komponen Cadangan baiksecara langsung maupun tidak langsung.

Gambar 1.1. Kesadaran Bela Negara WNI Sebagai Fondasi Piramida KomponenPertahanan Militer

Sumber: Buku Putih Pertahanan Indonesia (2015)

Secara das sollen, bela negara sebagai bagiandari pertahanan negara, menjadi faktor yangmenentukan dalam menjamin kelangsunganhidup bangsa dan negara. Negara tidak akan

mampu survive mempertahankan eksistensinyatanpa didukung oleh kontribusi warga negara.Negara didirikan untuk kepentingan warganegara yang hidup di dalamnya dalam rangkamencapai kesejahteraan bersama. Namun secaradas sein, tidak selamanya kepentingan-kepentinganyang bersifat mendasar tersebut terfasilitasipengaturannya dengan produk hukum, mengingat

5 Kompas.com, Target Rekrutmen 100 Juta Kader Bela NegaraDinilai Tidak Realistis, diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2015/10/13/07362611/Target.Rekrutmen.100.Juta.Kader.Bela.Negara.Dinilai.Tidak.Realistis, tanggal 5 Maret 2017 pukul22.35 WIB.

Page 4: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

38

hukum tidak dapat dilepaskan dari pengaruhpolitik. Moh. Mahfud Md menyatakan bahwafungsi legislasi (pembuatan undang-undang)yang dimiliki oleh para anggota dewan dalamkenyataannya lebih banyak membuat keputusan-keputusan politik dibandingkan dengan men-jalankan pekerjaan hukum yang seharusnya, lebih-lebih jika pekerjaan hukum tersebut dikaitkandengan masalah prosedural. Nampak jelas bahwalembaga legislatif (yang menetapkan produkhukum) sebenarnya lebih dekat dengan politikdaripada dengan hukum itu sendiri.6

Berdasarkan latar belakang yang telah di-kemukakan di atas, dapat dirumuskan per-masalahan sebagai berikut: (1) Bagaimanakahkonstruksi politik hukum bela negara pascakemerdekaan sampai pada era reformasi saat ini?dan (2) Bagaimanakah politik hukum bela negarayang tepat ke depan dalam rangka penguatanpertahanan negara?

PEMBAHASANA. Konstruksi Politik Hukum Bela Negara

Pasca Kemerdekaan Sampai pada EraReformasi Saat IniPembahasan mengenai konstruksi politik

hukum bela negara di Indonesia dapat dibagi kedalam tiga periode, yaitu politik hukum belanegara di masa Orde Lama, Orde Baru, dan EraReformasi.

1. Politik Hukum Bela Negara di Masa OrdeLamaDitinjau dari materi UUD 1945 hingga UUDS

1950, terlihat bahwa pada periode awal kemerde-kaan, Pemerintah RI sangat terfokus kepadapenataan aspek pertahanan negara dibandingkandengan aspek ketertiban dan keamanan umum.UUD 1945 hanya mencantumkan masalahpertahanan negara saja (termasuk masalah belanegara), sedangkan masalah keamanan danketertiban masyarakat tidak dicantumkan. Semen-tara, dari 146 pasal dalam UUDS 1950, sebanyaktujuh pasal diantaranya mengatur tentang per-tahanan negara (Pasal 24 dan Pasal 124 sampaidengan Pasal 129), sedangkan masalah ketertiban

dan keamanan hanya diatur dalam satu pasal saja(Pasal 130).

Pada masa berlakunya UUDS 1950, dalambulan September 1954, telah ditetapkan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1954 tentangPertahanan Negara Republik Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1954 tersebutditerbitkan untuk memenuhi amanat UUDS 1950tentang perlunya diatur melalui undang-undangmengenai hak dan kewajiban warga-negara untukmempertahankan kemerdekaan RI serta mengenaiAngkatan Perang dan wajib militer.

Naskah Memori Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun1954 Tentang Pertahanan Negara Republik Indo-nesia pada Bagian III (Pokok-Pokok Persoalan)menjelaskan bahwa materi dari rancangan undang-undang tersebut mempedomani pasal-pasal dalamUUDS 1950 yakni:

“Pedoman-pedoman ini telah melahirkan suatupendirian untuk mengatur pengertian-pengertianpokok tentang pertahanan dalam undang-undang ini,yang diselaraskan dengan apa yang telah timbul danterang tumbuh di dalam masyarakat Indonesia.Pendirian tersebut di atas mempunyai pengaruhterhadap sistematik dalam penyusunan Undang-undang Pertahanan. Dasar-dasar rokhani, cita-citaNegara, keharusan bagi tiap warga-negara untuk ikutmempertahankan negaranya, bagian-bagian yangdapat atau harus diambil oleh warga-negara dalamlapangan pertahanan ...”

Selanjutnya undang-undang tersebut jugamencantumkan pokok-pokok pikiran yangmeliputi sejarah pertumbuhan pengertian per-tahanan dan Angkatan Perang sampai padapersatuan kembali Angkatan Perang dan rakyat,bentuk-bentuk pelaksanaan pertahanan rakyatberupa Rakyat Terlatih dan Angkatan Perang,baik secara sukarela maupun wajib militer sertaketentuan yang berlaku bagi masing-masingbentuk tersebut. Hal ini menunjukkan bahwapada masa Orde Lama, penerapan hukum mengenaipertahanan negara, khususnya yang memuatpersoalan mengenai bela negara, sejalan denganprinsip sociological jurisprudence yang menya-rankan bahwa hukum yang baik sebagai alatrekayasa sosial adalah hukum yang sesuai denganhukum yang hidup dan berlaku atau dimaklumidalam masyarakat.

6 Mahfud Md., Moh. (1998). Politik hukum di Indonesia .Jakarta: LP3ES. hlm. 8-9.

Page 5: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

39

Sebagai catatan, sejak pemberlakuan UUDS1950, Indonesia sempat mengalami masademokrasi parlementer (tahun 1950-1959)dimana berlangsung ketidakstabilan politik danpemerintahan akibat terjadinya berulang kalipergantian kabinet, yang kemudian berakhirsetelah Presiden Sukarno mengeluarkan DekritPresiden 5 Juli 1959. Ketidakstabilan politik danpemerintahan di masa demokrasi parlementer turutmempengaruhi suasana politik dalam proses pem-buatan berbagai peraturan perundang-undangan,termasuk yang terkait dengan bela negara/per-tahanan negara. Pada saat proses pembuatanrancangan Undang-Undang Pertahanan Negara,Pemerintah menyadari bahwa materi yangdimasukkan dalam undang-undang tersebutharuslah materi yang bersifat mendasar saja.

Pemikiran Pemerintah di atas, di antaranyakemudian diwujudkan dengan munculnyaKeputusan Presiden (Keppres) Republik Indo-nesia Nomor 618 tahun 1961 tentang Pemben-tukan Dewan Pertahanan Nasional yang disahkanpada tanggal 11 Desember 1961, serta PeraturanPemerintah Pengganti Undang-Undang RepublikIndonesia (PERPU) Nomor 1 Tahun 1962 tentangPemanggilan dan Pengerahan Semua WargaNegara Rangka Mobilisasi Umum UntukKepentingan Keamanan dan Pertahanan Negara.Terlihat bahwa dalam masa Orde Lama, termino-logi “pertahanan” dan “keamanan” masih menjadi

satu kesatuan yang saling terkait dan tidakdipisahkan, mengambil makna dari nationalsecurity yang berlaku umum di dunia inter-nasional yang didalamnya mencakup pertahanannegara dan keamanan/keselamatan masyarakat.7

Sedangkan PERPU Nomor 1 Tahun 1962tentang Pemanggilan dan Pengerahan SemuaWarga Negara Rangka Mobilisasi Umum UntukKepentingan Keamanan dan Pertahanan Negara,dibuat untuk memenuhi amanat Undang-UndangNomor 29 Tahun 1954 untuk pengaturan yanglebih terinci, terutama mengenai penyiapan,pemanggilan dan pengerahan warga negara dalamrangka bela negara. PERPU tersebut selanjutnyaditingkatkan kedudukan hukumnya melaluipenerbitan Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 14 Tahun 1962 Tentang PenetapanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangNomor 1 Tahun 1962, Tentang Pemanggilan danPengerahan Warga Negara Dalam RangkaMobilisasi Umum Untuk Kepentingan Keamanandan Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun1962 Nomor 8) Menjadi Undang-Undang.

Adapun kerangka politik hukum bela negarayang berlangsung selama masa Orde Lama,dengan pengaturannya melalui UUD 1945,UUDS 1950, Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun1954 tentang Pertahanan Negara serta peraturanperundang-undangan lainnya, dapat digambarkanoleh peneliti sebagai berikut:

7 Konsep National Security yang memiliki makna luas, padaEra Reformasi kemudian menjadi dirancukan dengan adanyapemisahan sektor Pertahanan dengan Keamanan, sehingga ke-amanan menjadi dimaknai secara sempit. Padahal perjalanansejarah ABRI/TNI sangat kental dengan konsep tersebut. Padaawal pembentukan ketentaraan, istilah yang diambil adalah justru“keamanan”, seperti halnya penamaan Badan “Keamanan” Rakyat(BKR) dan Tentara “Keamanan” Rakyat (TKR) yang merupakancikal bakal ABRI/TNI.

Page 6: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

40

Gambar 4.1. Kerangka Politik Hukum Bela Negara di Masa Orde Lama

Page 7: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

41

2. Politik Hukum Bela Negara di Masa OrdeBaruDi masa Orde Baru, Pemerintah member-

lakukan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 1982tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok PertahananKeamanan Negara Republik Indonesia, untukmenggantikan Undang-Undang RI Nomor 29Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara RepublikIndonesia. Di dalam Ketentuan Pokok tersebutterdapat beberapa poin penting dalam bela negara.

Pertama, adanya kenyataan telah ter-tanamnya kesadaran bela negara dalam jiwaseluruh rakyat Indonesia yang terbukti rela ber-juang dengan penuh pengorbanan demi negaradan bangsa Indonesia; Kedua, pertahanan dankeamanan negara dimaknai sebagai satu kesatuanfungsi pemerintahan yang saling berkaitan dantidak dipisahkan, dimana hal tersebut jugatercermin dari perbedaan nama undang-undang,dimana sebelumnya Undang-Undang RI Nomor29 Tahun 1954 dinamakan Undang-Undangtentang “Pertahanan” Negara Republik Indonesia,sedangkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun1982 menjadi dinamakan Undang-Undangtentang Ketentuan-Ketentuan Pokok “PertahananKeamanan” Negara Republik Indonesia; Ketiga,setiap warga negara Indonesia memiliki hak dankewajiban yang ditetapkan dan dijamin olehUndang-Undang Dasar 1945 untuk ikut serta dalamupaya pembelaan negara; Keempat, penyeleng-garaan pertahanan negara yang semula hanya

melibatkan sumber daya manusia, diperluasdengan memasukkan pengamanan serta pendaya-gunaan sumber daya alam, sumber daya buatandan segenap prasarana fisik dan prasarana psikisbangsa dan negara; serta Kelima, Undang-undangyang lama tidak sesuai lagi dengan perkembanganketatanegaraan Republik Indonesia dan pertum-buhan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,serta masih didasarkan pada UUDS 1950 yangpada masa Orde Baru sudah tidak diberlakukankarena telah digantikan dengan UUD 1945.

Selanjutnya, istilah “perlawanan rakyatsemesta” dan “sistem pertahanan keamananrakyat semesta” atau dikenal dengan singkatan“Sishankamrata” dimunculkan sebagai definisiformal yang diberlakukan dalam aturan hukumbela negara, yaitu sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) ,Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982, yangberbunyi hakikat pertahanan keamanan negaraadalah perlawanan rakyat semesta, yang penye-lenggaraannya didasarkan pada kesadaran akantanggung jawab tentang hak dan kewajiban warganegara serta berdasarkan keyakinan akankekuatan sendiri, keyakinan akan kemenangan dantidak mengenal menyerah, baik penyerahan dirimaupun penyerahan wilayah.

Dengan demikian perubahan yang dilakukanuntuk memungkinkan berjalannya ketentuanmengenai rakyat terlatih bagi warga negara padapraktik nyata di lapangan, dapat dilihat pada tabelresume perubahan di bawah ini:

Tabel 4.1: Resume Perubahan Aturan Terkait Rakyat Terlatih

Page 8: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

42

Dikeluarkannya Undang-Undang RI Nomor1 Tahun 1988 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan NegaraRepublik Indonesia, mengindikasikan adanyakomitmen dan perhatian yang besar dari Peme-rintah dan DPR di masa Orde Baru untukmenguatkan landasan hukum mengenai per-tahanan negara, termasuk aturan mengenai belanegara di dalamnya, guna memfasilitasi kondisinyata/praktik yang ditemui di lapangan. Haltersebut menunjukkan bahwa Pemerintah OrdeBaru mampu melaksanakan perubahan hukummengenai pertahanan negara/bela negara yangberfungsi sebagai sarana kontrol sosial (socialorder) untuk dapat menjamin penyelenggaraannyadengan menyesuaikan kondisi yang berlaku dilingkungan sosial masyarakat.

Undang-Undang RI Nomor 56 Tahun 1999tentang Rakyat Terlatih diterbitkan oleh Peme-rintah Orde Baru untuk memenuhi amanat dalamPasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982bahwa ketentuan tentang Rakyat Terlatih diaturdengan undang-undang. Pasal 3 yang berbunyi:

“Rakyat Terlatih merupakan salah satu wadah danbentuk keikutsertaan warga negara sebagaiperwujudan hak dan kewajiban dalam usaha pem-belaan negara yang menunjukkan sifat ke-semestaan dan keserbagunaan dalam penyeleng-garaan pertahanan keamanan negara”, telahmemberikan makna bahwa undang-undang inimemuat pengaturan rakyat terlatih sebagai bagiandari usaha bela negara.

Adapun kerangka politik hukum bela negarayang berlangsung selama masa Orde Baru,dengan pengaturannya didasarkan pada UUD1945 sebagai konstitusi yang diberlakukankembali, pemberlakuan Undang-Undang RINomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan NegaraRI beserta undang-undang perubahannya, yaituUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 sertaUndang-Undang RI Nomor 56 Tahun 1999 tentangRakyat Terlatih yang di dalamnya mencantumkanhak dan kewajiban anggota Rakyat Terlatih dengantetap mempedomani Ketetapan MPR RI NomorXVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia,dapat digambarkan oleh peneliti sebagai berikut:

Page 9: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

43

Gambar 4.2. Kerangka Politik Hukum Bela Negara di Masa Orde Baru

Page 10: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

44

3. Politik Hukum Bela Negara di EraReformasiDi Era Reformasi, dalam tahun yang sama

dengan tahun pengesahan UUD 1945 hasilamandemen, diberlakukan Undang-Undang RINomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.Undang-undang ini merupakan salah satu darirangkaian peraturan perundang-undangan yangditerbitkan untuk memfasilitasi kebijakan pemi-sahan TNI dan Polri dalam rangka meningkatkanprofesionalisme kedua alat negara tersebut.Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 mene-gaskan bahwa pertahanan negara diselenggarakanoleh pemerintah dan dipersiapkan secara dinidengan sistem pertahanan negara melalui usahamembangun dan membina kemampuan dan dayatangkal negara dan bangsa serta menanggulangisetiap ancaman. Sistem pertahanan negaradalam menghadapi ancaman militer menem-patkan TNI sebagai komponen utama dengandidukung oleh komponen cadangan dan komponenpendukung. Dalam menghadapi ancaman non-militer, menempatkan lembaga pemerintah di luarbidang pertahanan sebagai unsur utama yangdisesuaikan dengan bentuk dan sifat ancamandengan didukung oleh unsur-unsur lain darikekuatan bangsa.8

Komponen pertahanan negara yang diaturdalam Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002terdiri dari komponen utama, komponen cadangan,dan komponen pendukung. Pengelompokan iniberbeda dengan komponen kekuatan PertahananKeamanan Negara yang diatur sebelumnya,dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982tentang Ketentuan-ketentuan Pokok PertahananKeamanan Negara Republik Indonesia, yangterdiri atas komponen dasar, komponen utama,komponen khusus, dan komponen pendukung.

Terkait bela negara, diatur secara khususdalam Pasal 9, yang berbunyi: Setiap warga negaraberhak dan wajib ikut serta dalam upaya belanegara yang diwujudkan dalam penyelenggaraanpertahanan negara. Keikutsertaan warga negaradalam upaya bela negara diselenggarakan melalui:(1) pendidikan kewarganegaraan; (2) pelatihandasar kemiliteran secara wajib; (3) pengabdiansebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secarasukarela atau secara wajib; dan (4) pengabdiansesuai dengan profesi.

Ditinjau dari isi Pasal 9 di atas, Undang-UndangPertahanan Negara tidak lagi memunculkanpengaturan mengenai Rakyat Terlatih (Ratih) danPerlindungan Masyarakat (Linmas). Wujudkeikutsertaan warga negara dalam upaya belanegara yang semula diselenggarakan melaluiPendidikan Pendahuluan Bela Negara, ke-anggotaan Rakyat Terlatih secara wajib, ke-anggotaan Angkatan Bersenjata secara sukarelaatau secara wajib, keanggotaan Cadangan TNIsecara sukarela atau secara wajib, serta ke-anggotaan Perlindungan Masyarakat secarasukarela, kemudian pada Undang-Undang inidirubah penyelenggaraannya menjadi melaluipendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasarkemiliteran secara wajib, pengabdian sebagaiprajurit TNI secara sukarela atau secara wajib,dan pengabdian sesuai dengan profesi.

Adapun kerangka politik hukum bela negarayang berlangsung dalam Era Reformasi, denganpengaturannya didasarkan pada UUD 1945 danUndang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentangPertahanan Negara, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait, dapat digambarkanoleh peneliti sebagai berikut:

8 Lihat Penjelasan atas Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun2002 tentang Pertahanan Negara.

Page 11: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

45

Gambar 4.3. Kerangka Politik Hukum Bela Negara di Era Reformasi

Page 12: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

46

B. Politik Hukum Bela Negara yang TepatKedepan Dalam Rangka PenguatanPertahanan NegaraMenurut Muradi (2015), tata kelola pelibatan

warga negara dalam pertahanan negara secaragaris besar memang telah diatur dalam sejumlahperaturan maupun perundang-undangan, namunsebagai satu bagian program terintegrasi terkaitdengan pelibatan warga negara dalam rangkapertahanan negara, Bela Negara belum cukupmemiliki payung hukum tersendiri.9 Untuk itulahprogram bela negara dirancang dengan cakupanyang sangat luas, dari yang bersifat lunak sampaidengan bersifat keras.

1. Implementasi Bela Negara Sejak PascaKemerdekaan Hingga Era ReformasiSejarah perjuangan bangsa dalam memper-

tahankan kemerdekaan menunjukkan bahwameskipun belum ada peraturan perundang-undangan mengenai bela negara, rakyat secarasukarela ikut berperang menjadi paramiliter danmembantu angkatan bersenjata. Seperti padasaat berlangsungnya Pertempuran Medan Areapada tahun 1945-1957, yang merupakan peranggerilya dan perang frontal selama dua tahun.Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bersama rakyatIndonesia berhasil mengalahkan NederlandschIndië Civil Administratie (NICA).10 Apabiladikaitkan dengan komponen pertahanan negara,maka Barisan Pemuda pada saat itu menjadiperwujudan nyata dari “Komponen Cadangan”,sedangkan dukungan logistik, kesehatan, dandapur umum merupakan perwujudan “KomponenPendukung”.

Selain itu, pertempuran besar yang dapatdijadikan contoh penerapan bela negara tanpadidukung adanya undang-undang yang meng-aturnya adalah pertempuran Surabaya.Pertempuran ini melibatkan sekitar 20.000prajurit TKR yang diperkuat oleh ratusan riburakyat Surabaya sebagai perwujudan darimobilisasi warga negara untuk mengadakan per-lawanan fisik menghadapi 30.000 pasukan

Sekutu. Selanjutnya keterlibatan warga sipilsebagai Komponen Cadangan untuk ikut sertadalam pembelaan negara juga pernah diterapkandalam menghadapi Agresi Militer Belanda Kedua.Presiden Sukarno mengeluarkan MaklumatPresiden Nomor 2 Tahun 1948 yang isinyamemobilisasi seluruh warga negara yang berusiadi atas 16 tahun untuk ikut serta dalam per-lawanan rakyat. Pada masa Demokrasi Liberal,ketika UUDS 1950 diberlakukan, dalam lingkupbela negara dikenal adanya Corps TjadanganNasional (CTN) yang berfungsi untuk mobilisasinasional. Sedangkan pada masa DemokrasiTerpimpin, pengertian konsep “Cadangan” meng-alami perubahan, yang diarahkan pada militersukarela atau militer wajib.11

Pada Era Reformasi, Undang-Undang Nomor20 Tahun 1982 memisahkan kekuatan cadangansebagai bentuk rekrutmen yang bersifat wajibdan sukarela. Undang-Undang Nomor 20 Tahun1982 menjelaskan bahwa Komponen Cadanganwajib terdiri atas anggota TNI yang telah menye-lesaikan masa dinasnya karena pilihannya sendirimaupun karena panggilan negara. SedangkanKomponen Cadangan sukarela adalah anggotaRakyat Terlatih dan mantan anggota Polri yangmemenuhi persyaratan.

Di samping aturan mengenai mobilisasi dandemobilisasi, pada masa Orde Baru, bela negaramulai dikaitkan dengan aturan mengenai Hak AsasiManusia (HAM). Selanjutnya di Era Reformasi,bela negara juga dikaitkan dengan sejumlahundang-undang lainnya, seperti Undang-UndangNomor 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi danDemobilisasi; Undang-Undang Nomor 39 Tahun1999 tentang HAM; Undang-Undang Nomor 56Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih; Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang PertahananNegara; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional; dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TentaraNasional Indonesia.

Aturan-aturan dalam Undang-Undang Nomor27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobili-sasi dan Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999tentang Rakyat Terlatih sesungguhnya masih

9 Muradi (2015, Desember). Bela negara dan pertahanan negara:Komposisi & Model Implementasi dalam pertahanan negara.Jurnal Legislasi Pertahanan, Vol. 5 No. 2. Jakarta: Kemhan. pp.39-55.

10 Lihat Biro Sejarah Prima. (1976). Medan area mengisi proklamasi(Jilid I). Medan: Badan Musyawarah Pejuang Republik Indonesia.

11 Lihat Soebijono (2000). Wajib Militer. Jakarta: Djambatan.hlm 32.

Page 13: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

47

dibuat berlandaskan pada Undang-UndangNomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan NegaraRI. Sehingga aturan-aturan dalam kedua undang-undang tersebut sepatutnya perlu disesuaikandengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002tentang Pertahanan Negara yang telah diberlaku-kan untuk menggantikan Undang-Undang Nomor20 Tahun 1982.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Undang-UndangNomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,bentuk-bentuk usaha pembelaan negara dalamrangka penyelenggaraan pertahanan dapatdilakukan melalui pendidikan kewarganegaraan,pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdiansebagai prajurit TNI secara suka rela atau secarawajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi.Pendidikan kewarganegaraan merupakan upayamembina kesadaran generasi muda untuk ikutserta dalam pembelaan negara.

2. Kontribusi Rancangan Undang-UndangPengelolaan Sumber Daya Nasional UntukPertahanan Negara Dalam Politik HukumBela NegaraDalam rangka mengisi kesenjangan aturan

mengenai bela negara dan memenuhi amanatdalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002untuk mengatur sejumlah persoalan terkait per-tahanan negara secara tersendiri melalui undang-undang, Pemerintah telah mengajukan RancanganUndang-Undang Pengelolaan Sumber DayaNasional untuk Pertahanan Negara (PSDN).RUU PSDN merupakan simplifikasi dari sejumlahRUU yang telah lama telah diajukan pembahasannyadalam Prolegnas. Sasaran penyusunan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untukPertahanan Negara adalah sebagai berikut:12

a. Sebagai upaya pemerintah untuk menuntaskanreformasi hukum di bidang pertahanan;

b. Merupakan manifestasi dari konsep pertahananrakyat semesta sebagai bagian dari grandstrategy nasional dalam bidang pertahanan;

c. Membangun sistem pertahanan yang adaptif,visioner yang memiliki daya tangkal dan

disiapkan secara dini, terarah, serta ber-kelanjutan oleh negara untuk menghadapiancaman;

d. Terbangunnya karakter bangsa yang secarasadar dan sukarela ikut serta dalam usahabela negara;

e. Tertatanya wilayah pertahanan negara yangakan menjadi trigger bagi penataan sektorlainnya, yaitu menjadikan wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia menjadi satukesatuan utuh wilayah pertahanan negara;

f. Terbentuknya postur pertahanan ideal yangterdiri dari komponen utama, cadangan danpendukung.

Adapun beberapa definisi yang terkaitdengan bela negara dalam Pasal KetentuanUmum RUU Pengelolaan Sumber Daya Nasionaluntuk Pertahanan Negara, di antaranya adalahsebagai berikut:a. Komponen Cadangan Pertahanan Negara

(yang selanjutnya disebut KomponenCadangan) adalah sumber daya nasional sertasarana dan prasarana nasional yang telahdisiapkan untuk dikerahkan melalui mobili-sasi guna memperbesar dan memperkuatkekuatan dan kemampuan komponen utama.

b. Komponen Pendukung Pertahanan Negara(yang selanjutnya disebut Komponen Pen-dukung) adalah sumber daya nasional sertasarana dan prasarana yang secara langsungatau tidak langsung dapat meningkatkankekuatan dan kemampuan komponen utamadan komponen cadangan.

c. Sumber daya manusia adalah warga negarayang secara psikis dan fisik dapat dibina dandisiapkan kemampuannya untuk mendukungkekuatan pertahanan negara.

d. Garda bangsa adalah warga negara yangterlatih dan terorganisir dalam lembaga peme-rintah atau lembaga non pemerintah, sesuaidengan kebutuhan dan tujuan organisasi yangsiap ditransformasikan menjadi komponenpertahanan negara.

e. Tenaga ahli adalah warga negara yang mem-punyai keahlian sesuai bidang ilmu penge-tahuan yang ditekuni guna mendukungkepentingan pertahanan negara.

12 Kemhan RI (2016). Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untukPertahanan Negara. Jakarta: Ditjen Strahan Kemhan. hlm. 78.

Page 14: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

48

f. Warga lainnya adalah warga negara yangtidak termasuk dalam komponen utama,komponen cadangan, garda bangsa dantenaga ahli yang secara fisik maupun psikismemenuhi syarat untuk menjadi anggotakomponen pendukung.

g. Pembinaan kesadaran bela negara adalahsegala usaha, tindakan, dan kegiatan yangdilaksanakan dalam rangka memberikanpengetahuan, pendidikan dan pelatihankepada warga negara guna menumbuh-kembangkan sikap dan perilaku serta me-nanamkan nilai-nilai dasar bela negara, yangmeliputi: cinta tanah air, kesadaran berbangsadan bernegara, setia kepada Pancasila sebagaiideologi negara, rela berkorban untuk bangsadan negara, serta mempunyai kemampuanawal bela negara.

Ketentuan yang mengatur mengenai upayabela negara memiliki cakupan yang sangat luas,dari yang bersifat lunak sampai dengan bersifatkeras. Upaya bela negara bersifat lunak merupakanupaya bela negara yang dilakukan setiap warganegara baik fisik maupun nonfisik yang dapat mem-berikan kontribusi terhadap eksistensi, ketahanan,keberlanjutan, dan kemajuan NKRI. Sedangkanupaya bela negara bersifat keras merupakan upayabela negara secara fisik yang dilakukan setiapwarga negara untuk turut serta membela negaraketika negara dalam keadaan bahaya. Upaya belanegara diatur penyelenggaraannya melalui:pendidikan kewarganegaraan yang diwujudkandalam pembinaan kesadaran bela negara; pelatihandasar kemiliteran secara wajib; pengabdiansebagai prajurit TNI secara sukarela atau secarawajib; dan pengabdian sesuai dengan profesi.

3. Konsep Kerangka Politik Hukum BelaNegara yang Ideal bagi IndonesiaSeluruh komponen bangsa menyadari

sepenuhnya bahwa doktrin sistem pertahanankeamanan rakyat semesta (Sishankamrata) telahmenjadi landasan filosofis bangsa dan negaraIndonesia, serta telah terbukti keandalannya dalamperjuangan meraih dan mempertahankan ke-

merdekaan. Sishankamrata tersebut mengandungkarakteristik berupa: “Kerakyatan”, yang di-wujudkan dengan keikutsertaan seluruh warganegara dalam komponen kekuatan pertahanankeamanan nasional sesuai dengan kemampuan/keahliannya; “Kesemestaan”, yang diwujudkandengan kemampuan bangsa dan negara Indo-nesia untuk mampu memobilisasi seluruh sumberdaya nasionalnya dalam rangka menanggulangisetiap bentuk ancaman yang datang dari luarnegeri maupun yang ada di dalam negeri;“Kewilayahan”, yang bermakna bahwa seluruhwilayah NKRI adalah titik tumpuan perlawanandan didayagunakan untuk mendukung setiapbentuk perlawanan secara berlarut. Pengejawan-tahan doktrin Sishankamrata adalah perlawananrakyat semesta, dengan cara mempersenjatai warganegara secara psikis dengan ideologi Pancasila dansecara fisik dengan keterampilan bela negarayang diselenggarakan oleh pemerintah. Sejarahtelah membuktikan bahwa untuk menjalankandoktrin Sishankamrata, kemanunggalan TNIdengan rakyat menjadi conditio sine qua non atausyarat mutlak yang harus dipenuhi. Dengandemikian, doktrin yang menjadi ciri khas pertahanannegara Indonesia tersebut sangat tepat untukdijadikan landasan dalam upaya menghasilkankerangka politik hukum bela negara yang ideal.

RUU PSDN tetap diajukan untuk ikut mem-perkuat kerangka politik hukum bela negara,namun materi yang diatur di dalamnya disesuaikandengan unsur-unsur sumber daya nasional itusendiri, yaitu sumber daya manusia, sumber dayaalam, sumber daya buatan, serta sarana danprasarana nasional. Di samping itu, pengaturanmengenai mobilisasi dan demobilisasi masihrelevan untuk dimasukkan sebagai aspek yangtidak terpisahkan dalam pengelolaan sumber dayanasional tersebut. Materi yang diatur dalam Undang-Undang PSDN akan dapat saling melengkapidengan Undang-Undang Pertahanan Militer danUndang-Undang Pertahanan Nirmiliter. Adapunkonsep kerangka politik hukum bela negarayang ideal bagi Indonesia dapat digambarkansebagai berikut:

Page 15: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

49

Gambar 4.4. Konsep Kerangka Politik Hukum Bela Negara yang Ideal

Page 16: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

50

KESIMPULAN DAN SARANAturan hukum mengenai bela negara sejak

pasca kemerdekaan hingga Era Reformasi dapatditinjau melalui konstruksi politik hukum belanegara yang terbagi ke dalam tiga periode, yaituOrde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi.Politik hukum bela negara yang berlangsung dimasa Orde Lama mencerminkan berlakunyakedua fungsi hukum, baik sebagai sarana kontrolsosial (social order) untuk memperkuat landasanhukum bela negara yang pada kenyataannya sudahtertanam dalam jiwa setiap warga negara sertamenjadi sikap dan perilaku bangsa Indonesiapada saat itu, maupun sebagai alat rekayasa sosial(law as a tool of social engineering) yang didasarioleh kepentingan politik DPR dan Pemerintah RIdalam mengelola pertahanan negara di masaOrde Lama.

Di masa Orde Baru produk hukum tentangbela negara lebih lengkap dibandingkan denganyang dibuat dalam masa Orde Lama dan men-jadi lebih efektif untuk diterapkan di lapangan. Halini dipengaruhi oleh kuatnya kedudukan Peme-rintah Orde Baru yang didukung oleh adanya peranAngkatan Bersenjata sebagai stabilisator dandinamisator dalam kehidupan sosial politik negaradan bangsa Indonesia.

Perkembangan kehidupan sosial politik diEra Reformasi menunjukkan bahwa Pemerintahtidak lagi memiliki keleluasaan dan dominasipolitik sebagaimana yang terjadi di masa OrdeLama dan Orde Baru. Terjadinya pergeseranparadigma kekuasaan ke arah supremasi sipil telahmemunculkan kebijakan negara untuk me-misahkan TNI dan Polri serta menghentikan keter-libatannya dalam politik praktis. Sebagaimanagagasan sociological jurisprudence, Pemerintahdi Era Reformasi dituntut untuk dapat me-wujudkan keseimbangan antara keinginan meng-adakan perubahan hukum bela negara dengankesadaran untuk memperhatikan perkembangannilai-nilai bela negara yang hidup dalam ling-kungan masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan kerangka politikhukum bela negara yang ideal, penyusunan per-aturan perundang-undangan yang terkait per-tahanan negara harus senantiasa didasarkan ataspemahaman bahwa bela negara merupakanlandasan bagi sistem pertahanan negara yangbersifat semesta, baik pertahanan militer maupunpertahanan nir-militer.

Konsep mengenai kerangka politik hukumbela negara yang ideal mengajukan perlunyaperancangan empat undang-undang dan satuperaturan pemerintah baru yang terkait denganbela negara, yaitu: Undang-Undang yang mengaturBela Negara, Undang-Undang yang mengaturPertahanan Militer, Undang-Undang yang meng-atur Pertahanan Nirmiliter, Undang-Undangyang mengatur Pengelolaan Sumber DayaNasional untuk Pertahanan Negara, dan PeraturanPemerintah yang mengatur Unsur Utama Per-tahanan Nirmiliter.

Saran-saran yang diajukan untuk dapatmendukung terwujudnya politik hukum belanegara yang ideal dalam perspektif pertahanannegara, adalah sebagai berikut:a. Sosialisasi tentang bela negara yang memiliki

cakupan luas (bersifat lunak hingga keras) dantidak semata-mata dimaknai sebagai wajibmiliter, perlu terus dilakukan secara intensif danberkelanjutan kepada masyarakat luas..

b. Penggalangan dukungan dari tokoh-tokohpolitik, masyarakat, adat, agama, dan pemudaakan sangat berarti dan menjadi katalisatorbagi terciptanya politik hukum bela negarayang efektif.

c. Perancangan peraturan perundang-undanganyang terkait bela negara perlu adaptif terhadapkearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia.

d. Keterlibatan dan kontribusi aktif dari segenapKementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerahsesuai tugas dan fungsinya masing-masingsangat dibutuhkan dalam mendukung keber-hasilan penguatan politik hukum bela negara.

Page 17: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

51

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:Biro Sejarah Prima. (1976). Medan area mengisi

proklamasi (Jilid I). Medan: Badan Musya-warah Pejuang Republik Indonesia.

Kemhan RI (2016). Naskah AkademikRancangan Undang-Undang tentangPengelolaan Sumber Daya Nasional untukPertahanan Negara . Jakarta: DitjenStrahan Kemhan.

Mahfud Md., Moh. (1998). Politik hukum diIndonesia. Jakarta: LP3ES.

Soebijono (2000). Wajib Militer. Jakarta:Djambatan.

Jurnal & Naskah Penelitian:Muradi (2015, Desember). Bela negara dan

pertahanan negara: Komposisi & ModelImplementasi dalam pertahanan negara.Jurnal Legislasi Pertahanan, Vol. 5 No. 2.Jakarta: Kemhan. pp. 39-55.

Kemhan (2016). Naskah Akademik RancanganUndang-Undang tentang PengelolaanSumber Daya Nasional untuk PertahananNegara. Jakarta: Direktorat PeraturanPerundang-undangan Kemhan RI.

Peraturan Perundang-undangan:Keputusan Presiden RI Nomor 618 tahun 1961

tentang Pembentukan Dewan PertahananNasional.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 38Tahun 2011 tentang Pedoman PeningkatanKesadaran Bela Negara di Daerah.

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 19 Tahun2015 tentang Kebijakan PenyelenggaraanPertahanan Negara Tahun 2015-2019.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangRI Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pemanggilandan Pengerahan Semua Warga NegaraRangka Mobilisasi Umum Untuk Kepen-tingan Keamanan dan Pertahanan Negara.

Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 TentangRencana Pembangunan Jangka MenengahNasional (RPJMN) 2015-2019.

Peraturan Presiden RI Nomor 97 Tahun 2015tentang Kebijakan Umum PertahananNegara Tahun 2015-2019.

TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang PeranTentara Nasional Indonesia dan PeranKepolisian Negara Republik Indonesia.

TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang HakAsasi Manusia.

TAP MPRS RI Nomor XX/MPRS/1966 Tahun1966 tentang Memorandum DPR-GRMengenai Sumber Tertib Hukum RepublikIndonesia dan Tata Urutan PeraturanPerundangan Republik Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Serikat Tahun 1949.Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1988 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20Tahun 1982 tentang Ketentuan-KetentuanPokok Pertahanan Keamanan NegaraRepublik Indonesia.

Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 TentangPertahanan Negara.

Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1950 tentangPerubahan Konstitusi RIS Menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 1949 tentangPengesahan Konstitusi Republik IndonesiaSerikat.

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1962Tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun1962, Tentang Pemanggilan dan PengerahanWarga Negara Dalam Rangka MobilisasiUmum Untuk Kepentingan Keamanan danPertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun1962 Nomor 8) Menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 1982 tentangKetentuan-Ketentuan Pokok PertahananKeamanan Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 1997tentang Mobilisasi dan Demobilisasi.

Page 18: POLITIK HUKUM BELA NEGARA DALAM PERSPEKTIF PERTAHANAN NEGARA

52

Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1954 tentangPertahanan Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Undang-Undang RI Nomor 56 Tahun 1999tentang Rakyat Terlatih.

Undang-Undang RIS Nomor 7 Tahun 1950 tentangPerubahan Konstitusi Sementara RepublikIndonesia Serikat Menjadi Undang-UndangDasar Sementara Republik Indonesia.

Situs Internet:Aktual.com, Pembentukan Kader Bela Negara

Harus Punya Payung Hukum, diakses darihttp://www.aktual.com/pembentukan-kader-bela-negara-harus-punya-payung-hukum/,tanggal 5 Maret 2017 pukul 22.15 WIB.

CNN Indonesia.com, Indonesia BanyakAncaman, Hanafi Rais Dukung BelaNegara, diakses dari http://www.cnnindonesia.com/politik/20151013074 805-32-84591/indonesia-banyak-ancaman-hanafi-rais-dukung-bela-negara/, tanggal 5 Maret 2017pukul 22.06 WIB.

----------, Ryamizard Targetkan 100 Juta WargaJadi Kader Bela Negara, diakses dari http://www.cnnindonesia.com/nasional /20151012105 651-20-84362/ryamizard-targetkan-100-juta-warga-jadi-kader-bela-negara/, tanggal 5 Maret 2017 pukul21.50 WIB.

Kompas.com, Target Rekrutmen 100 JutaKader Bela Negara Dinilai Tidak Realistis,diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2015/10/13/07362611/Target.Rekrutmen.100.Juta.Kader.Bela.Negara.Dinilai.Tidak.Realistis, tanggal 5 Maret 2017pukul 22.35 WIB.