portofolio kds ayuniza.doc

19
Nama peserta : dr. Ayuniza Harmayati Nama wahana: RS Muhammadiyah Babat Lamongan Topik: Kejang Demam Sederhana Tanggal (kasus): 18 April 2015 Nama Pasien: An. A No. RM: Tanggal presentasi: 15 Juni 2015 Nama pendamping: dr. Erniek Saptowati Tempat presentasi: RS Muhammadiyah Babat Lamongan Obyektif presentasi: □ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka □ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus Bayi □ Anak Remaja Dewasa Lansia □ Bumil □ Deskripsi: An. A 15 bulan, kejang 1x, demam □ Tujuan: mengidentifikasi setiap keluhan pasien dan menegakkan diagnosis pasien Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit Cara membahas: □ Diskusi Presentas i dan diskusi □ Email □ Pos Data pasien: Nama: An. A Nomor RM: Nama klinik: RS Muhammadiyah Babat Telp: - Terdaftar sejak: 18 April 2015

Upload: ayuniza-harmayati

Post on 10-Apr-2016

32 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Nama peserta : dr. Ayuniza Harmayati

Nama wahana: RS Muhammadiyah Babat Lamongan

Topik: Kejang Demam Sederhana

Tanggal (kasus): 18 April 2015

Nama Pasien: An. A No. RM:

Tanggal presentasi: 15 Juni 2015 Nama pendamping: dr. Erniek Saptowati

Tempat presentasi: RS Muhammadiyah Babat Lamongan

Obyektif presentasi:

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi: An. A 15 bulan, kejang 1x, demam

□ Tujuan: mengidentifikasi setiap keluhan pasien dan menegakkan diagnosis pasien

Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit

Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi

dan diskusi

□ Email □ Pos

Data pasien: Nama: An. A Nomor RM:

Nama klinik: RS

Muhammadiyah Babat

Lamongan

Telp: - Terdaftar sejak: 18 April

2015

Data utama untuk bahan diskusi

1. Diagnosis / gambaran klinis :

1 hari SMRS ibu pasien merasa anaknya demam, demam mendadak tinggi, rewel (+),

menggigil (-), mual (-), muntah (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri saat menelan (-), nafsu

makan menurun (+) tidak seperti biasanya, BAB (+) normal terakhir tadi pagi, kuning lunak,

darah (-), lendir (-), BAK (+) di pempers (+). Diberi obat dari bidan dikatakan demam

belum turun. Orang tua pasien mengatakan pasien mengalami batuk pilek sejak 3 hari SMRS.

Batuk berdahak dengan dahak warna kuning.

1 jam SMRS pasien kejang seluruh tubuh, kaki dan tangan gerak-gerak, kejang hanya 1

kali, lama kejang sekitar + 1 menit, saat kejang pasien diam aja, setelah kejang pasien

menangis. Demam (+) lebih tinggi dari 4 jam yang lalu, muntah (-), obat (-), karena ibu pasien

takut, pasien dibawa dibawa ke UGD

2. Riwayat pengobatan: sebelum ke IGD RS Muhammadiyah Babat pasien sudah

diberikan obat penurun panas sejak 1 hari SMRS.

3. Riwayat kesehatan/ penyakit:

Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya

Riwayat kejang tanpa demam, asma, alergi, trauma kepala, opname disangkal keluarga

pasien.

Riwayat imunisasi lengkap.

ASI sampai usia 7 bulan

4. Riwayat keluarga:

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien

5. Riwayat pekerjaan: -

6. Lain-lain:

Pemeriksaan fisik

Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Status Gizi

Berat Badan = 10 kg, Tinggi Badan = 88 cm, Usia = 15 bulan

Status gizi : Gizi Normal

Tanda vital: N: 102x/mnt RR: 30x/mnt S: 38,30C

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

air mata (+/+) mata cekung (-/-)

Mulut : mukosa mulut basah, lidah basah, coated tongue (-)

Thoraks : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

BJ I - II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : bentuk datar, supel, bising usus + meningkat, turgor kulit kembali cepat

Ekstremitas : akral hangat

Capilary refill : < 2 detik

Pemeriksaan Laboratorium

Eritrosit : 4,56 juta ; Hb : 11,8 gr% ; Leukosit : 12.100/uL ;

Trombosit : 208.000/uL ; Ht : 33% ; Difcount : 0/0/0/66/30/4

Serologi :

Widal A : negative Widal B : negatif

Widal H : negatif Widal O : negatif

Daftar pustaka:

a. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit WHO 2009

b. Nelson Textbook of Pediatric 17th edition 2004.c. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia.

d. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Konsensus

Penanganan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

Hasil pembelajaran:

1. Diagnosis Kejang Demam Simpleks.

2. Penatalaksanaan Kejang Demam Simpleks.

SUBYEKTIF :

1 hari SMRS ibu pasien merasa anaknya demam, demam mendadak tinggi, rewel (+),

menggigil (-), mual (-), muntah (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri saat menelan (-), nafsu

makan menurun (+) tidak seperti biasanya, BAB (+) normal terakhir tadi pagi, kuning lunak,

darah (-), lendir (-), BAK (+) di pempers (+). Diberi obat dari bidan dikatakan demam

belum turun. Orang tua pasien mengatakan pasien mengalami batuk pilek sejak 3 hari SMRS.

Batuk berdahak dengan dahak warna kuning.

1 jam SMRS pasien kejang seluruh tubuh, kaki dan tangan gerak-gerak, kejang hanya 1 kali,

lama kejang sekitar + 1 menit, saat kejang pasien diam aja, setelah kejang pasien menangis.

Demam (+) lebih tinggi dari 4 jam yang lalu, muntah (-), obat (-), karena ibu pasien takut,

pasien dibawa dibawa ke UGD

OBJEKTIF :

Hasil pemeriksaan fisik menunjang penegakan diagnosis. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan

berdasarkan:

a. Gejala klinis :

Demam tinggi

Kejang saat demam, kejang 1x selama + 1 menit

b. Pemeriksaan Fisik :

Mata : Cekung (-), air mata (+)

Mulut : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).

Thorax : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : bentuk datar, supel, bising usus + meningkat

Ekstremitas : akral hangat, Capilary refill : < 2 detik

Kulit : turgor kulit kembali cepat

c. Pemeriksaan laboratorium :

Darah rutin : Leukosit : 12.100

Widal : negative

ASSESSMENT :

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Mengenai definisi

kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan sendiri-sendiri, tetapi pada garis

besarnya hampir sama. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam

adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,

berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab

tertentu. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah

mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam

kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk

dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun

mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau

epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah

38°C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui.

PATOFISIOLOGI

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (lipid) dan

permukaan luar (ion). Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui

oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya

kecuali Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K dalam sel neuron tinggi dan ion Na rendah.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel maka terdapat potensial

membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi

dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:

a. Perubahan konsentrasi ion di ekstraseluler.

b. Rangsangan mendadak berupa mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri dari penyakit atau keturunan.

Pada demam, kenaikan suhu 1OC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10

- 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh

karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan

dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik.

dengan bantuan ”neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini dapat

menimbulkan kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang

yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC. Pada anak dengan ambang kejang yang

tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi

pada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu

diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.

KLASIFIKASI

1. Kejang Demam Sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan

berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.

Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%

di antara seluruh kejang demam.

2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1) Kejang lama > 15 menit

2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang

lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%

kejang demam.

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang

parsial.

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan

kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang

demam.

Dahulu, di Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta,

digunakan modifikasi kriteria Livingston sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang

demam sederhana sebagai berikut:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan-4 tahun

2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

3. Kejang bersifat umum. -

4. Kejang tirnbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Peke&saan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria di atas

digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Dengan menggunakan kriteria

tersebut, ternyata sangat banyak pasien yang termasuk dalam golongan epilepsi yang

diprovokasi demam, dengan konsekuensi bahwa pasien-pasien ini harus mendapat pengobatan

rumat. Banyak pasien yang hanya menunjukkan kelainan EEG sedangkan kriteria lain dapat

dipenuhi. Juga sulit sekali untuk melakukan anamnesis berapa lama demam sudah berlangsung

sebelum pasien mengalami kejang. Saat ini istilah epilepsi yang diprovokasi demam telah

ditinggalkan. Pasien kejang demam tidak lagi dibagi menjadi kejang demam sederhana dan

epilepsi yang diprovokasi demam, tetapi dibagi menjadi pasien yang tidak perlu pengobatan

rumat dan pasien yang memerlukan pengobatan rumat.

LANGKAH DIAGNOSTIKDari anamnesis yang harus ditanyakan adalah adanya kejang, kesadaran, lama kejang,

suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi, interval, keadaan pasca kejang, penyebab demam di luar

susunan saraf pusat. Riwayat perkembangan anak, riwayat kejang demam dalam keluarga,

epilepsi dalam keluarga. Pertanyaan juga harus menyingkirkan penyebab kejang lainnya,

misalnya tetanus.

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang

meningeal (kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Laseque), refleks fisiologis, refleks

patologis, tanda peningkatan tekanan intracranial (ubun-ubun besar membonjol, papil edem),

tanda infeksi di luar SSP

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi

dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain

misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat

dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,

rekomendasi D).

Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis

meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan

pada:

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal

Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,

atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh

karenanya tidak direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E). Pemeriksaan EEG masih dapat

dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks

pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau

magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas

indikasi seperti:

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) atau kemungkinan adanya lesi

structural di otak (mikrosefali)

2. Terdapat tanda peningkatan tekanan intracranial (kesadaran menurun, muntah berulang,

UUb membonjol, paresis nervus VI, edema papil)

PLAN :

Diagnosis : Kemungkinan keluhan pada pasien akibat mengalami Kejang Demam

Sederhana.

Pengobatan :

SAAT KEJANG

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang

sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk

menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam

intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam

waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam

rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg

atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg

untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak

dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan

penatalaksanaan kejang demam).

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi

dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke

rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5

mg/kg.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis

awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila

kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat

intensif.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang

demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

Gambar 3. Penanganan saat Kejang

PEMBERIAN OBAT PADA SAAT DEMAM

Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya

kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa

antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang

digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.

Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari

Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada

anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan

(level III, rekomendasi E).

Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan

risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis

0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I, rekomendasi A). Dosis tersebut cukup

tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.

Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk

mencegah kejang demam (level II rekomendasi E).

INDIKASI RAWAT INAP

Indikasi Rawat Inap pada kejang demam antara lain :

Kejang demam kompleks

Hiperpireksia

Usia < 6 tahun

Kejang demam pertama kali

Terdapat kelainan neurologis

PEMBERIAN OBAT RUMAT

Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut

(salah satu):

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya

hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:

• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

• Kejang demam > 4 kali per tahun

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi

pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan

ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi

umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan

risiko berulangnya kejang (level I).

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat

dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus

selektif dan dalam jangka pendek (rekomendasi D).

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan

kesulitan belajar pada 40-50% kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang

berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.

Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per

hari dalam 1-2 dosis.

Lama pengobatan rumat

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap

selama 1-2 bulan.

Pengobatan pada pasien :

IVFD D5 ¼ NS 1000cc/24 jam

Inj. Ceftriaxone 2 x 500 mg

Inj. Antrain 3 x 150 mg

Kutoin 2 x 20 mg

Bila kejang : diazepam 3 mg I.V

Oral :

Interpect 1/3 tab

Trifed 1/3 tab 3 x 1 pulv

Bio atp 1/3 tab

Pendidikan :

EDUKASI PADA ORANG TUA

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang

sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus

dikurangi dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya

efek samping obat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan

atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan

memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Konsultasi : Konsultasi dilakukan dengan spesialis anak untuk penatalaksanaan selanjutnya.

Pendamping

(dr. Erniek Saptowati)