potensi dan senyawa aktif ganoderma lucidum
TRANSCRIPT
Anggota IKAPI (181/JTI/2017)Jln. Granit Kumala 1/12, KBD,GresikTelp.081357827429/081357827430Email: [email protected]:www.penerbitgraniti.com
PENERBIT GRANITI Ganoderma lucidum
POTENSI DAN SENYAWA AKTIF
Surahmaida
Tri Puji Lestari Sudarwati
Surahmaida, Tri Puji Lestari Sudarw
ati
Sebagai Biopestisida Nabati
Buku ini sebagai bentuk laporan dari hasil penelitian kami
yang mencoba menggali potensi lain dari jamur Ganoderma
lucidum (Lingzhi) yang selama ini hanya dikenal sebagai
tanaman obat, untuk digunakan sebagai biopestisida nabati
terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus. Buku
Referensi ini berisi tentang jamur Ganoderma lucidum dan
analisis kandungan senyawa aktif-nya dengan menggunakan
GCMS dan KLT, serta potensinya sebagai biopestisida nabati
terhadap rayap tanah.
POTENSI DA
N SEN
YAWA A
KTIF GAN
OD
ERMA LU
CIDU
M SEBAG
AI BIO
PESTISIDA NA
BATI
i
Ganoderma lucidum
POTENSI DAN SENYAWA AKTIF
Sebagai Biopestisida Nabati
SurahmaidaTri Puji Lestari Sudarwati
ii
POTENSI DAN SENYAWA AKTIFGanoderma lucidumSebagai Biopestisida Nabati
Penulis SurahmaidaTri Puji Lestari Sudarwati
Editor Nuria Reny H.
Desain Sampul & Lay outAlek Subairi
PenerbitGranitiAnggota IKAPI (181/JTI/2017)Perum. Kota Baru Driyorejo, Jln. Granit Kumala 1/12, Gresik 61177website:www.penerbitgraniti.comfb: Penerbit Granitiig:@penerbit_granitiemail: [email protected]/081357827430
Hak cipta dilindungi undang-undangAll rights reserved
Cetakan pertama, November 2018ISBN: 978-602-5811-02-9
Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang memperbanyak isi buku ini dengan bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
Isi buku di luar tanggung jawab penerbit dan percetakan
iii
Ganoderma lucidum
POTENSI DAN SENYAWA AKTIF
Sebagai Biopestisida Nabati
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga buku Potensi dan Senyawa Aktif Ganoderma lucidum Sebagai Biopestisida Nabati dapat terselesaikan dengan baik.
Buku ini sebagai bentuk laporan dari hasil penelitian kami yang mencoba menggali potensi lain dari jamur Ganoderma lucidum (Lingzhi) yang selama ini hanya dikenal sebagai tanaman obat, untuk digunakan sebagai biopestisida nabati terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus. Buku Referensi ini berisi tentang jamur Ganoderma lucidum dan analisis kandungan senyawa aktif-nya dengan menggunakan GCMS dan KLT, serta potensinya sebagai biopestisida nabati terhadap rayap tanah.
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada :1. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat yang telah mendanai penelitian ini melalui Penelitian Dosen Pemula Tahun 2018
2. Direktur Akademi Farmasi Surabaya yang telah mensupport kepada Peneliti
3. Penerbit Graniti yang telah bersedia menerbitkan dan menyebar-luaskan buku referensi ini agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan civitas akademis lainnyaPenyusunan buku ini masih jauh dari sempurna. Namun, kami
berharap semoga buku ini dapat memberikan referensi tentang Ganoderma lucidum (Lingzhi).
Surabaya, November 2018
Penulis
vi
vii
DAFTARISI
KATA PENGANTAR ...................................................................... v
DAFTAR ISI ...............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................xii
DAFTAR GRAFIK .....................................................................................xiii
BAB 1 ........................................................................................... 1A. Penggolongan Pestisida ....................................................2B. Biopestisida Nabati .............................................................3
BAB 2 ....................................................... 9A. KlasifikasiIlmiah ...............................................................10B. MorfologiGanoderma .......................................................10C. HabitatGanodermasp. ......................................................12D. PeranGanodermasp. .......................................................13E.Macam-macamGanoderma ..............................................13
BAB 3 ......................................................................................... 15A. KlasifikasiIlmiah ...............................................................16B. SejarahG. lucidum............................................................16C. Morfologi ............................................................................17D. KandunganSenyawaAktif ...............................................18E. GasChromatographyMassSpectrophometry...............19F. KromatografiLapisTipis(KLT) ........................................28
viii
BAB 4 ........................................................................................ 35A. KlasifikasiIlmiah ...............................................................37B. MorfologiRayapTanah .....................................................38C. EfekyangDitimbulkanRayapTanah ..............................39
BAB 5 ......................................................................................... 41A. UjiBioaktivitas Ganoderma lucidum...............................42B. Hasil Ganoderma lucidum Sebagai BiopestisidaNabatiTerhadapRayapTanah ...................44
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................49
TENTANG PENULIS ................................................................... 59
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Jamur Ganoderma sp. 11Gambar 2. Pohon kelapa sawit yang terinfeksi Ganoderma sp. 13Gambar 3. 6 Jamur Ganoderma yang digunakan sebagai obat 14Gambar 4. Struktur tubuh Ganoderma lucidum. 17Gambar 5. Kandungan Senyawa Aktif Ganoderma lucidum 18Gambar 6. Alat GCMS 20Gambar 7. Kromatografi Lapis Tipis 31
Gambar 8. Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus) 40
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Contoh tanaman-tanaman yang telah terbukti sebagai insektisidal 4Tabel 2. Hasil senyawa aktif yang teridentifikasi pada ekstrak metanol Ganoderma lucidum 23Tabel 3. Hasil senyawa aktif yang teridentifikasi pada ekstrak kloroform Ganoderma lucidum 26Tabel 4. Hasil Uji Metabolit Sekunder Ekstrak G. lucidum dengan
Kromatografi Lapis Tipis Pada 3 Pelarut Yang Berbeda. 32Tabel 5. Rentang Mortalitas Rayap 45
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Nilai rerata kematian (mortalitas) rayap tanah Coptotermes curvignathus pada 3 ekstrak Ganoderma lucidum
yang berbeda 44Grafik 2. Nilai rerata repelensi rayap tanah Coptotermes curvignathus pada 3 ekstrak Ganoderma lucidum yang berbeda 46
xii
1
Saat ini telah banyak dikembangkan pestisida yang berasal dari bahan alam, seperti hewan, tumbuhan, dan bakteri. Tumbuhan dimanfaatkan sebagai pestisida karena mengandung senyawa metabolit sekunder yang terbukti mampu mengendalikan hama serangga, gulma, nematoda, dan lain-lain.
Bab1
PENDAHULUAN
2
Hama serangga dan patogen tanaman menjadi faktor penting
penyebab kerugian di bidang pertanian karena produksi hasil pertanian
menjadi menurun, baik dari segi jumlah maupun kualitas. Salah satu
upaya Pemerintah dan petani dalam mengendalikan hama dan patogen
tanaman adalah dengan menggunakan pestisida kimia. Penggunaan
pestisida sintetis kimia terbukti efektif untuk mengendalikan hama dan
patogen tanaman. Namun, penggunaan pestisida kimia secara terus-
menerus mengakibatkan hama menjadi resisten, musnahnya organisme
non-target, risiko kontaminasi oleh pengguna, meninggalkan residu pada
produk pertanian dan lingkungan menjadi tercemar (Tapondjou et al,
2002). Oleh karena itu, saat ini mulai dikembangkan biopestisida sebagai
alternatif untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis kimia.
A. Penggolongan PestisidaBerdasarkan dari sumber bahan aktifnya, maka pestisida
digolongkan menjadi 3 macam yaitu:
1. Pestisida HayatiPestisida yang memiliki bahan aktif berupa organisme hidup, seperti
serangga predator, mikroorganisme antagonis, nematoda entomopatogen
(Steinernema spp. yaitu nematoda patogen serangga) serta hasil
fermentasi bahan alami.
2. Pestisida NabatiPestisida yang memiliki bahan aktifnya berupa senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan.
3. Pestisida KimiaPestisida yang memiliki bahan aktif berupa senyawa kimia. Bersifat
instan (bereaksi cepat) sehingga efektif membasmi hama serangga
3
namun berbahaya bagi hewan, manusia dan lingkungan. (Supriadi, 2013; Syakir, 2011; Miller, 2002)
Biopestisida adalah bahan alami yang berasal dari hewan, tumbuhan, jamur atau mikroorganisme (Trichoderma spp., Pseudomonas fluorescens dan Bacillus spp.) untuk mengendalikan pertumbuhan/perkembangan hama serangga, gulma, nematoda atau organisme yang menyerang atau menim bulkan penyakit pada tanaman (Schumann and D’Arcy, 2012).
B. Biopestisida NabatiBiopestisida (Pestisida Hayati dan Pestisida Nabati) merupakan
metode alternatif dalam mengendalikan hama dan penyakit di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan yang berwawasan lingkungan dan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT) akibat efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida kimia (Asmaliyah, 2016).
Biopestisida Nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya adalah senyawa metabolit sekunder yang diproduksi oleh tumbuhan itu sendiri, seperti pada akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Oleh sebab itu, biopestisida nabati termasuk dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung biotoksin.
SenyawaMetabolitSekunderTumbuhan menghasilkan 2 macam senyawa, yaitu senyawa
metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder. Metabolit primer digunakan untuk pertumbuhan dan diproduksi dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan metabolit sekunder diproduksi dalam jumlah tertentu pada saat tanaman dalam kondisi tercekam (stress). Contoh dari metabolit sekunder antara lain terpenoid, fenolik, alkaloid, saponin, tannin, flavonoid, dan lain-lain.
4
Fungsi dari metabolit sekunder menurut Croteau et al, (2000) antara lain:1. sebagai pelindung dari predator dan hama patogen2. menarik serangga untuk membantu penyerbukan (atraktan)3. melindungi tanaman dari cekaman (stress)4. sebagai fitoaleksin (melindungi tanaman dari serangan hama dan
penyakit)5. antioksidan6. bahan obat7. pestisida
Apabila diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), maka senyawa metabolit sekunder tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut, namun akan langsung mengganggu sistem saraf, sistem hormon, pernafasan dan reproduksi dan terjadi perubahan perilaku terhadap organisme pengganggu tanaman tersebut (Setiawati dkk, 2008)
Diperkirakan terdapat lebih dari 2400 jenis tumbuhan dalam 235 famili yang berpotensi sebagai pestisida nabati dan telah banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan tanaman sebagai pestisida nabati terhadap hama serangga (Asmaliyah dkk, 2010).
Tabel 1. Contoh tanaman-tanaman yang telah terbukti sebagai insektisidal
No Nama tanaman Nama ilmiah1 Mimba Azadirachta indica2 Thyme Thymus satureoides3 Pecut kuda Mentha piperita4 Bunga piretrum Chrysanthemum cinerariaefolium5 Pandan duri Pandanus tectorius6 Kemangi Ocimum bacilicum
5
7 Jeruk nipis Citrus aurantifolia8 Sirih Piper betle9 Jarak Cina Jatropha multifida10 Eukaliptus Corymbia citriodora
KelebihanBiopestisidaNabatiBiopestisida nabati memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:
1. bahan biopestisida ini mudah didapatkan di lingkungan sekitar,
mudah dibuat dan murah
2. tidak menimbulkan resistensi hama
3. tidak menimbulkan resurgensi (pemberian pestisida merangsang
peningkatan jumlah hama)
4. aman bagi hewan dan manusia (ramah lingkungan)
5. dosis yang digunakan kecil/rendah
6. senyawa metabolit sekunder (senyawa organik) yang mudah terurai
(bio-degradable) di alam sehingga lingkungan tidak tercemar
karena residunya mudah hilang
7. dapat dikombinasikan dengan PHT yang lain (pestisida hayati)
8. dapat digunakan untuk mengendalikan OPT yang telah resisten
dengan pestisida sintetis
(Schumann and D’Arcy, 2012; Suriana, 2012; Kardinan, 2004).
MekanismeKerjaBiopestisidaNabatiBiopestisida nabati memiliki mekanisme kerja yang unik dan
spesifik dalam melindungi tanaman dari gangguan hama dan penyakit
tanaman, yaitu:
1. sebagai insect growth regulator, yaitu menghambat dan merusak
perkembangan serangga baik dari telur, larva dan pupa
6
2. sebagai antifeedant, yaitu daya tolak makan serangga3. sebagai repellent, yaitu sebagai pengusir/penolak serangga4. sebagai oviposition deterrent, yaitu menghambat proses reproduksi
serangga betina dalam bertelur5. menghambat adanya pergantian kulit6. menghambat komunikasi antar serangga7. memiliki racun yang berpektrum luas pada lambung dan saraf8. membunuh serangga
Selain itu, pengendalian hama dengan biopestisida nabati bisa juga dikombinasikan dengan pestisida hayati (musuh alami hama tanaman) tersebut (Suriana, 2012)
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Semua organisme yang merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhanSumber: UU No 12 Tahun 1992
3GolonganOPT
1. HAMA Semua jenis hewan yang merusak hasil
tanaman atau bagian-bagian tertentu tanaman sehingga terjadi penurunan jumlah dan kualitas hasil pertanian dan timbul timbul kerugian ekonomi bagi manusia
7
Contoh : insekta (serangga, kutu, rayap), molusca
(bekicot, keong), rodensia (tikus), mamalia (babi), nematoda (ulat), dan lain-lainl Timbul kerugian besar bila terjadi serangan hama yang besar
(massive).l Bila hama merupakan vektor (pembawa) penyakit, maka akan
memberikan efek menularl insekta (serangga, kutu, rayap), molusca (bekicot, keong),
rodensia (tikus), mamalia (babi), nematoda (ulat), dan lain-lain
2. PENYAKIT Suatu keadaan dimana pertumbuhan dan perkembangan tanaman
terganggu dan terhambat.l Penularannya sangat cepat dan sulit untuk dihindaril Menimbulkan kematian pada tanaman
Contoh : Virus, bakteri, jamur, mikoplasma
Daun padi yang terinfeksi penyakit oleh Virus Tungro Daun tembakau yang terinfeksi
penyakit oleh Virus Mozaik
8
3. GULMA Tumbuhan liar yang menyerap nutrisi
di sekitar daerah perakaran tanaman budidaya sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya menjadi terhambat
Contoh : Rumput teki, alang-alang
Salah satu biopestisida nabati yang dapat digunakan adalah jamur Ganoderma lucidum. Jamur yang sering disebut Lingzhi ini umumnya hanya digunakan oleh masyarakat sebagai obat untuk mengobati berbagai macam penyakit. Lebih dari 400 senyawa bioaktif yang terkandung dalam Ganoderma lucidum.
Untuk itu, buku ini membahas tentang potensi jamur Ganoderma lucidum sebagai biopestisida nabati.
9
Bab2
GANODERMA
Jamur Ganoderma adalah organisme eukariotik dan termasuk dalam soil borne fungi (jamur terbawa tanah). Terdapat sekitar 250 spesies jamur Ganoderma yang tersebar di daerah tropis. Ganoderma dikenal dengan sebutan “jamur kayu” karena strukturnya yang sangat keras menyerupai kayu.
10
A. KlasifikasiIlmiahKlasifikasi ilmiah jamur Ganoderma sp. menurut Karst (1881)
adalah sebagai berikut:Kingdom : FungiFilum : BasidiomycotaKelas : BasidiomycetesOrdo : PolyporalesFamili : GanodermataceaeGenus : GanodermaSpesies : Ganoderma sp.
B. MorfologiGanodermaGanoderma sp. adalah jamur poliporus dari kelas Basidiomycetes.
Jamur Ganoderma memiliki dinding sel yang terdiri atas kitin dan tidak mengandung klorofil. Keunikan dari Ganoderma dari jamur poliporus lainnya adalah basidiosporanya berdinding ganda, sehingga sering disebut jamur rak (bracket fungus) (Donk, 1964).
Poliporus
merupakan sekelompok jamur Basidiomycetes yang membentuk tubuh buah (basidiocarp) dengan pori-pori di bagian bawah. Poliporus disebut juga dengan jamur rak (bracket fungus) dan membentuk tubuh buah seperti kurung kayu (conks)
Sumber : Wikipedia
Poliporus Ganoderma sp. yang tumbuh di pohon.
11
Ciri Ganoderma yang lain yaitu ukuran basidiokarp yang besar, abadi, dan membentuk seperti kurung kayu (conks). Basidiokarp adalah tubuh buah jamur Basidiomycota yang merupakan tempat tumbuh dan berkumpulnya basidium (organ penghasil spora) yang bersifat generatif. Basidiokarp dapat langsung dilihat dengan mata telanjang ukurannya yang makroskopik. Bentuk dari basidiokarp bermacam-macam seperti berbentuk kuping, kipas, payung, atau setengah lingkaran. Basidiokarp dari jamur Ganoderma ada yang memiliki batang dan ada yang tidak memiliki batang.
Struktur tubuh jamur Ganoderma sp. :
Pileus (Tudung) :Bagian yang ditopang oleh stipe
Gills (Lamella/Bilah):• Bagian bawah
tudung yang berbentuk lembaran
• Penghasil spora (basidium)Stipe
(Tangkai tubuh buah):Massa miselium yang sangat kompak (padat) dan tumbuh tegak
Badan buah
Gambar 1. Struktur jamur Ganoderma sp.
12
Jamur Ganoderma ditemukan di seluruh dunia (daerah tropis). Tubuh jamur Ganoderma sp. keras dan cukup besar, dan diameter pileus (tudung) dapat mencapai lebih dari 60 cm. Warna pileus Ganoderma bervariasi, diantaranya dapat berwarna putih, kuning, coklat, merah, atau ungu tua, berwarna terang. Pileus pada masing-masing spesies Ganoderma sp. memiliki pola warna yang bervariasi tergantung pada usia dan kondisi lingkungan. Beberapa spesies diantaranya memiliki penampilan pileus yang mengkilap dan berkilau (Zhao & Zhang, 1994; Woo et al, 1999; Upton, 2000).
C. Habitat Ganoderma sp.Ganoderma sp. tumbuh/menempel dari pangkal batang atau akar
pada pohon yang hidup atau mati. Selain itu, terdapat spesies dari Ganoderma lainnya yang pileus-nya menempel langsung ke pohon. Karena media tumbuhnya di kayu/pohon maka jamur masuk ke dalam “lignicolous” fungi.
Jamur Lignicolous yaitu jamur yang tidak hanya tumbuh pada kayu namun juga dapat menguraikan substrat berserat dari kayu (selulosa dan lignin) sehingga terjadi pembusukan (Fergus, 2008). Ganoderma termasuk organisme heterotrof (saprofit) dimana untuk mendapatkan nutrisi dengan cara mengambil makanan dari bahan organik di sekitar tempat tumbuhnya (Sawitnotif, 2018).
13
D. Peran Ganoderma sp.Peran Ganoderma yang Merugikan
Jamur Ganoderma sp. dapat menyebabkan penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman kelapa sawit atau tanaman produktif seperti kelapa, karet, teh, kakao dan pohon hutan lainnya. Contoh jamur patogen penyebab BPB adalah Ganoderma boninense, Ganoderma zonatum, Ganoderma tornatum, Ganoderma miniatocinctum.
Tanaman yang terserang jamur patogen akan mati dan tumbang.
Sumber: Purwanto, 2017
Peran Ganoderma yang MenguntungkanSelain menjadi penyebab penyakit pada tanaman, jamur Ganoderma
juga bermanfaat bagi kesehatan manusia. Terdapat 6 spesies Ganoderma yang dimanfaatkan sebagai obat.
E.Macam-macamGanodermaTerdapat beberapa spesies dari jamur Ganoderma yang digunakan
secara luas untuk pengobatan, diantaranya Ganoderma tsugae, Ganoderma applanatum, Ganoderma australe, Ganoderma japonicum, Ganoderma sinense dan Ganoderma lucidum (Graff, 2006; Moncalvo et al, 1997; Wasser and Weis, 1997). Hal ini disebabkan adanya kandungan
Gambar 2. Pohon kelapa sawit yang terinfeksi Ganoderma sp.
14
senyawa aktif pada tubuh Ganoderma sp. seperti β-glukan, fenolat, vitamin, asam organik, dan elemen lainnya (Cheung et al, 2003;, Khatuna et al, 2013; Iwalokun et al, 2007).
Selain sebagai obat, spesies Ganoderma tersebut juga memiliki banyak aktivitas biologis dan farmakologisnya, seperti antibakteri (baik Gram positif dan Gram negatif), antijamur, antivirus, antitumor, antialergi, anti-infl amasi, pelindung hati dari kerusakan, dan lain-lain (Ferreira et al, 2010; Lindequist et al, 2005), dan sebagai antioksidan (Chen et al, 2012).
Ganoderma lucidum
Ganoderma japanicum
Ganoderma applanatum
Ganoderma tsugae
Ganoderma sinense
Ganoderma australe
Gambar 3. 6 jamur Ganoderma yang digunakan sebagai obat
15
Bab3
GANODERMA LUCIDUM
Sumber: Koleksi pribadi
Di antara 6 spesies Ganoderma yang bermanfaat bagi kesehatan, Ganoderma lucidum merupakan jamur yang banyak banyak digunakan untuk penelitian baik dari segi aktivitas biologis maupun efek farmakologisnya.
16
Di Cina, jamur Ganoderma lucidum disebut dengan “Lingzhi”, di Jepang disebut “Reishi”, dan di Korea disebut dengan “Youngzhi” (Paterson, 2006).
A. KlasifikasiIlmiah
Klasifikasi ilmiah jamur Ganoderma lucidum menurut Karst (1881) adalah sebagai berikut:Kingdom : FungiFilum : BasidiomycotaKelas : BasidiomycetesOrdo : PolyporalesFamili : GanodermataceaeGenus : GanodermaSpesies : Ganoderma lucidum
B. SejarahG. lucidumJamur Ganoderma lucidum pertama
kali ditemukan oleh seorang petani Cina yang bernama Shen Nong. Ia menge mu-kakan bahwa jamur G. lucidum (Lingzhi) memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan dan tidak menimbulkan efek samping meski dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
Keberadaan G. lucidum yang langka mem buat penggunaannya sebagai obat hanya dapat dikonsumsi oleh kalangan bang-sawan dan raja-raja pada masa Dinasti Han.
Sumber: Graff (2006)
17
Kemudian pada tahun 1971, seorang ilmuwan Jepang yang bernama Yukio Naoi melakukan berbagai macam penelitian untuk membudidayakan jamur Ganoderma lucidum dan akhirnya menemukan metode yaitu dengan menggunakan limbah hasil pertanian dan kayu yang telah lapuk/membusuk.
C. Morfologi
TubuhBuahGanoderma lucidum
Cap (Pileus):• Disebut juga tudung• Bentuk : melingkar, setengah lingkaran,
kipas atau berbentuk ginjal• Lebar 5 - 35 cm• Tebal 4 - 8 cm• Warna : Merah gelap sampai coklat ke-
me rahan, atau hitam keme rahan
Stalk (Stipe):• Disebut juga tangkai• Panjang 3 - 14 cm• Tebal 0,5 - 4 cm• Warna : Sama dengan warna
tudung
Pores (Pori-pori):• Lapisan dari tabung peng-
hasil spora (lamella)• Panjang 2 – 20 mm• Warna : Putih atau krem kecoklatan
18
Spora:• Dihasilkan di
basidiokarp• Spora akan
langsung keluar ke udara
Gambar 4. Struktur tubuh Ganoderma lucidum
Ganoderma lucidum dikenal sebagai jamur kayu dan tidak dapat dimakan (non-edible). Umumnya tumbuh di kayu yang lapuk dan hidup sebagai saprofit.
D. KandunganSenyawaAktifTerdapat lebih dari 400 senyawa aktif yang terkandung di dalam
jamur Ganoderma lucidum, baik pada tubuh buah, miselium dan spora. Senyawa aktif tersebut diantaranya polisakarida, triterpenoid, nukleotida, steroid, protein, asam lemak, sterol dan elemen penting lainnya (Mizuno, 1997).
30 % Senyawa larut dalam air
PolisakaridaGermanium
5 % Senyawa volatilAsam Ganoderat
65 % Senyawa larut dalam pelarut organik
AdenosinTerpenoid
Gambar 5. Kandungan senyawa aktif Ganoderma lucidum
19
Senyawa aktif tersebut berkhasiat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh (imunitas) dan mengobati antitumor, antikanker (Babu and Subhasree, 2008; Gao et al, 2003), antialergi (Chen and Chang, 1987), asma, dermatitis, bronkhitis, reumatik, konjungtivitas (Stavonoha, 1990) dan lain-lain.
Untuk mengetahui kandungan senyawa aktif jamur Ganoderma lucidum dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, antara lain skrining fitokimia dengan reagen kimia, kromatografi lapis tipis (KLT) ataupun dengan kromatografi gas (Gas Chromatography Mass Spectrophotometry).
E. GasChromatographyMassSpectrophometry
Pengertian GCMSPada tahun 1950, Roland Gohlke dan Fred McLafferty mengenalkan
metode GC (Gas Chromatography), dimana GC digunakan untuk menganalisis senyawa-senyawa yang mudah menguap atau senyawa yang mudah diuapkan. Sedangkan MS (Mass Spectrophotometry) merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa dan menentukan struktur berat dan rumus molekul berdasarkan fragmentasi dan pola spektrum massa. MS memiliki sensisitivitas yang sangat tinggi meski pada konsentrasi yang rendah sekalipun (Sahil et al, 2011).
Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS) merupakan perpaduan antara metode GS dan MS, yaitu GC berfungsi sebagai pemisah suatu senyawa dalam suatu campuran, baik senyawa volatile maupun non-volatile dalam resolusi yang tinggi (karena tidak dilengkapi dengan detektor); dan MS berfungsi untuk mendeteksi suatu senyawa tersebut melalui spektrum massanya (Hussain and Maqbool, 2014).
GCMS merupakan suatu alat kimia yang diaplikasikan secara luas dan dapat dapat diandalkan karena mudah, sensitif dan efektif dalam memisahkan dan mengidentifikasi suatu komponen senyawa aktif dalam
20
suatu campuran baik pada obat, tanaman obat, tanaman, darah, urin dan lain-lain. Senyawa yang dianalisis antara lain minyak esensial, asam lemak, hidrokarbon, lipid dan lain-lain (Johnson et al, 2011; Marston, 2007; Chaman and Verma, 2006; De-Fatima et al, 2006; Kaushik et al, 2002).
Gambar 6. Alat GCMS (Sumber: Hussain and Maqbool, 2014)
Komponen-komponenGCMSTerdapat 4 komponen utama dari GCMS yaitu GC, Interface, MS
dan Sistem Pengolah Data.1. GC (Gas Chromatography) Suatu larutan sampel yang diinjeksikan ke injektor akan diuapkan
sehingga berubah menjadi uap (gas) lalu dibawa oleh gas pembawa (yaitu Helium) dengan laju alir yang konstan dan masuk ke dalam kolom pemisah. Komponen-komponen sampel menjadi terpisah pada saat melewati kolom karena adanya perbedaan daya adsorpsi fase diam terhadap komponen sampel yang kemudian akan keluar dari kolom pemisah dengan fase gerak.
Komponen sampel yang telah terpisah ditahan dalam kolom adsorpsi dalam waktu yang berbeda-beda (= waktu retensi) sehingga menghasilkan suatu kurva dan terbentuk puncak maksimum. Waktu
21
retensi dari tiap senyawa hanya mempunyai satu waktu retensi. GC terdiri dari :A. Gas Pembawa Gas pembawa yang digunakan pada kromatografi gas (GC)
adalah Helium, Argon, Nitrogen. Fungsi dari Gas Pembawa untuk membawa larutan sampel dari injektor ke detektor (MS).
B. Injektor Sampel yang diinjeksikan ke dalam GC akan diuapkan dan gas
yang dihasilkan akan masuk ke dalam kolom pemisah. Proses penguapan ini terjadi karena adanya pengaturan suhu pada injektor, dimana suhunya harus lebih tinggi di atas suhu titik didih komponen sampel.
C. Oven Pemisahan senyawa dalam sampel sangat dipengaruhi oleh
suhu oven. Suhu oven pada kromatografi gas (GC) dapat diprogram, mulai dari suhu 5 0C- 400 0C.
D. Kolom Terjadi pemisahan senyawa dalam suatu sampel dan berkaitan
dengan waktu retensi. Suhu kolom diatur agar tidak melebihi suhu maksimum jenis kolom yang digunakan. Tujuannya untuk mencegah column bleeding dan rusaknya fase diam.
Terdapat 2 jenis kolom GC yaitu kolom terpaking (packed column) dan kolom kapiler (capillary column). Namun, kolom yang paling banyak digunakan pada GC saat ini adalah jenis kolom kapiler karena memiliki daya pemisahan senyawa yang lebih baik dibandingkan dengan kolom terpaking.
2. Interface Fungsi dari interface yaitu menghilangkan gas pembawa (Helium/
argon/Nitrogen) tanpa menghilangkan senyawa. Selain itu,
22
interface juga menghubungkan antara kromatografi gas dengan spektrofotometer massa dalam kondisi hampa udara yang tinggi.
3. MS (Mass Spectrophotometry) Merupakan detektor dari kromatografi gas. Ion-ion positif dari
sampel akan terdeteksi oleh spektrofotometer massa (MS) dan ditunjukkan dengan tabel atau grafik yang memuat puncak ion-ion. Ion-ion yang terpecah akan menjadi fragmen dan menjadi petunjuk tentang struktur molekul senyawa tersebut.
4. Sistem Pengolah Data Setelah ion-ion terpisah, maka data tersebut akan dikirim ke
komputer untuk diolah dan dianalisis. Komputer (perangkat lunak) yang tersambung dengan GCMS telah dilengkapi dengan koleksi data analisis yang dikenal dengan Standard Library Spectra dimana akan dibandingkan dengan data analisis sampel hasil penentuan (Skoog et al, 2007).
MetodeAnalisisSenyawaAktifGanoderma lucidum dengan GCMS
Jamur G. lucidum dihaluskan dengan dipotong kecil-kecil lalu digiling hingga menjadi serbuk halus. Kemudian disiapkan masing-masing 30 gram serbuk halus G. lucidum untuk diekstrak dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan kloroform. Ekstrak metanol dan ekstrak kloroform G. lucidum yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan GCMS menurut Kannan et al, (2016) yaitu sebagai berikut:
Alat GCMS yang digunakan adalah GCMS Agilent 6980N Network GC System yang dilengkapi dengan detektor Agilent 5973 inert MSD (direct inlet 70eV). Sebanyak 2 μl ekstrak metanol G. lucidum diinjeksikan ke alat GCMS yang memiliki kolom kapiler J&W Scientific, HP-5MS (30 mm x 0,25 mm x 0,25 μm). Helium (gas pembawa) berada
23
pada laju alir 1 ml/menit dengan rasio split 1:10 (konstan). Oven diatur suhunya yaitu 50 0C dan disimpan selama 5 menit (isothermal), dengan laju peningkatan menjadi 10 0C / menit dan suhu dinaikkan hingga 280 0C selama 15 menit. Suhu port injektor yaitu 290 0C dengan antarmuka spektrometer massa sebesar 230 0C.
Untuk identifikasi senyawa aktif fitokimia menggunakan database Willey 7.0. Pola spektrum massa senyawa hasil analisis GCMS dibandingkan dengan pola senyawa referensi yang tersimpan dalam pustaka Willey. Proses analisis yang sama dilakukan pada ekstrak kloroform G. lucidum.
Hasil Analisis Senyawa Aktif Ganoderma lucidum dengan GCMS
Senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak metanol dan ekstrak kloroform yang telah teridentifikasi menggunakan GCMS adalah sebagai berikut :
1. Ekstrak Metanol G. lucidum
Tabel 2. Hasil senyawa aktif yang teridentifikasi pada ekstrak metanol G. lucidum
Ekstrak Peak RT % Total Nama senyawa
Metanol
1 21.75 5.440 Thiophene, 2-hexyl
2 29.324 29.6903-((3-Acetoxythyl)-6-acetoxymethyl-2,4-dimethyl)phenyl)-2-methyl-(E)-2-propenyl acetate
3 39.687 39.687 2,7-Diphenylindole
4 25.183 25.1835-(2-Bromophenyl)-7-chloro-2,3-dihydro-1H-1,4-benzodiazepin-2-one
24
Dari Tabel 1, terdapat satu senyawa yang komposisinya lebih besar (ditunjukkan dengan % total yang paling besar, 39,687%) yaitu senyawa 2,7-Diphenylindole.
2,7 Diphenylindole• Merupakan senyawa yang terdapat dalam jumlah yang besar
(39,687 %)• 2,7-Diphenylindole termasuk senyawa heterosiklik aromatik
dengan struktur bisiklik yang mengandung cincin indol• Senyawa aktif fitokimia yang memiliki cincin indol termasuk ke
dalam alkaloid• Fungsi indol alkaloid :
1. Antioksidan, antialergi, antihipertensi, antiradang, antioksidan, antikonvulsan
2. Antibakteri, baik bakteri Gram positif dan Gram negatif3. Sebagai bahan obat-obatan
(Raju et al, 2015; Kumar and Singh, 2013; Cinchana et al, 2011)
Thiophene, 2-hexyl• Thiophene, 2-hexyl- dan turunannya termasuk ke dalam senyawa
heterosiklik• Contoh senyawa turunan dari Thiophene, 2-hexyl- adalah
thienopyridines, thienopyrimidines dan thienopyrroles • Fungsi Thiophene, 2-hexyl- dan turunannya :
1. Antikanker, antitumor, antivirus, analgesik dan antiradang2. Antimikroba 3. Antihipertensi dan antialergi4. Bahan agrokimia5. Zat penyedap makanan
25
6. Mengobati penyakit diabetes melitus
7. Antikolesterol
5-(2-Bromophenyl)-7-chloro-2,3-dihydro-1H-1,4-benzodiazepin-2-one • 5-(2-Bromophenyl)-7-chloro-2,3-dihydro-1H-1,4-benzodiazepin-
2-one adalah senyawa organik golongan heterosiklik yang memiliki
cincin benzene dan termasuk ke dalam senyawa fenolik (polifenol)
• Contoh senyawa fenolik, yaitu asam fenolat, tannin, fl avonoid
(Umirna, 2016)
• Kandungan 2-Bromophenyl menunjukkan salah satu contoh turunan
asam salisilat (Thompson et al, 2012). Asam salisilat masuk ke
dalam golongan senyawa fenolik yang berfungsi sebagai pelindung
tanaman dari agen patogen (Randjelovic, 2015)
• 1,4 benzodiazepine merupakan turunan dari benzodiazepine yang
memiliki cincin heterosiklik (Khan, 2015; Soria et al, 2006).
• Fungsinya antara lain:
1. Antibiotik
2. Antitumor dan antikanker
3. Antifungi dan antibakteri
4. Antituberkulosis
5. Antiinfl amasi
6. Antimalaria
7. Antitrombotik
8. Pestisida
9. Meningkatkan imunitas tanaman terhadap penyakit
(Khan, 2015; Thompson et al, 2012; McConnell, 1955)
26
3-((3-Acetoxythyl)-6-acetoxymethyl-2,4-dimethyl)phenyl)-2-methyl-(E)-2-propenyl acetate• disebut dengan “Cybrodine” atau disebut dengan Cybrodol, dan
masuk ke golongan seskuiterpenoid (Ayer and McCaskill, 1981)• Seskuiterpen merupakan senyawa yang paling banyak dijumpai
pada tanaman obat (Robinson, 1995) dan masuk ke dalam golongan terpenoid (Breitmaier, 2006)
• Peranan penting seskuiterpen sebagai penolak serangga, insektisida, membantu pertumbuhan (zat pengatur tumbuh), dan anti fungi
• Cybrodol berfungsi sebagai allyl alcohol (Ayer and McCaskill, 1981), yaitu senyawa organik yang digunakan sebagai prekursor bahan senyawa khusus (bahan tahan api, plasticizer), bahan baku untuk membuat gliserol (Krahling et al, 2002) dan pestisida (insektisida, fungisida dan herbisida) serta sebagai antibakteri (ChEBI, 2017; Tomar et al, 2015)
• Fungsi Cybrodol yang merupakan bagian dari terpenoid terbukti sebagai pestisida alami yang dapat diandalkan (Ansarikimia, 2014) dan mampu menghambat pertumbuhan tumor (Robinson, 1995).
2. Ekstrak Kloroform G. lucidumTabel 3. Hasil senyawa aktif yang teridentifikasi pada ekstrak
kloroform G. lucidum
Ekstrak Peak RT % Total Nama senyawa
Kloroform
1 29.32 9.426Dimetyl nonacyclo-icosanel (20), 10-diene-anti-8-dicarboxylate
2 31.84 47.689E rg o s t a - 5 . 7 , 2 2 - t r i e n - 3 - o l , (3.beta.,22E)-
3 31.98 42.885 Metil oxazepam
27
Ergosta-5,7,22-trien-3-ol, (3.beta., 22E) -• Merupakan senyawa sterol yang masuk ke dalam golongan steroid
dan terdapat dalam jumlah yang besar (47.689 %). Sterol berfungsi untuk mengatur permeabilitas membran sel dan aktivitas enzim mengatur fluiditas membran sel dan permeabilitas, aktivitas enzim membran-terikat dan integritas membran (Wollem and Antebi, 2011).
• Berdasarkan sumbernya, sterol dibagi menjadi 3 macam, yaitu:1. Sterol hewan Disebut dengan kolesterol. Berperan untuk membentuk
membran sel, vitamin D dan hormon steroid2. Phytosterol Contoh phytosterol antara lain oat sterol, campesterol,
stigmasterol dan sitosterol. Umumnya phytosterol ini seperti kolesterol namun terdapat dalam tumbuhan. Fungsi phytosterol ini untuk mengatur pertumbuhan tanaman dan melindungi tanaman dari cekaman lingkungan.
3. Fungisterol Merupakan substansi penting dari selaput sel jamur dan lebih
mengacu pada ergosterol (Prasad et al, 2016; Wollem and Antebi, 2011; Katcher et al, 2009)
Ergosta-5,7,22-trien-3-ol, (3.beta., 22E) – disebut juga dengan “hormon jamur” yang berfungsi dalam tumbuh kembang jamur dan untuk adaptasi terhadap stress (Hu et al, 2017).
Efek farmakologis dari Ergosterol yaitu sebagai obat steroid, antitumor dan antikanker (Kitchawalit et al, 2014; Kobori et al, 2007). Selain itu, aktivitas biologis ergosta-5,7,22-trien-3-ol, (3.beta., 22E) – sebagai antibakteri, antijamur (Lu et al, 2000) dan antivirus patogen (Lindequist et al, 1989).
28
Methyl Oxazepam• Termasuk golongan obat benzodiazepin (Mandelli et al, 1978) dan
merupakan senyawa terpenoid (Nagawa, 2015)• Methyl oxazepam merupakan senyawa metabolit aktif diazepam
(turunan benzodiazepine) (Nicholson and Stone, 1976; Fuccella et al, 1977)
Fungsi methyl oxazepam yaitu sebagai obat anti nyeri, obat anti depresan (anti kecemasan), penenang, mengobati epilepsi dan antitremor (Kemenkes RI, 2015; Bojanic et al, 2011)
Dimethyl nona-cyclo-icosanel (20), 10-diene-anti-3, anti-8-dikarboksilat• Eicosane memiliki aktivitas biologis seperti antitumor, sitotoksik
dan pestisida (Khatua et al, 2016; Roszaini et al, 2014)• Senyawa Dimethyl nona-cyclo-icosanel (20), 10-diene-anti-3, anti-
8-dikarboksilat termasuk ke dalam golongan senyawa terpenoid (Nagawa, 2015), dimana berfungsi sebagai antioksidan, antibakteri dan antifungi, antiparasit dan anti peradangan (Orole, 2016)
F. KromatografiLapisTipis(KLT)
PengertianKLTKromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode yang banyak
digunakan untuk mendeteksi suatu senyawa dalam campuran berdasarkan kepolaran. Prinsip kerja KLT yaitu memisahkan sampel berdasarkan sifat polar antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Teknik pemisahan senyawa pada KLT menggunakan fase diam (plat tipis) yang dilengkapi dengan adsorben (penyerap) seperti silika gel, aluminium oksida atau selulosa, dan fase diam ini bersifat polar.
29
Sedangkan fase gerak disebut dengan Eluen (disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan). Tujuan dari penentuan eluen ini dimaksudkan agar dapat mengetahui pola sebaran senyawa pada sampel sehingga dapat ditentukan polaritas senyawa pada sampel. Tingkat polar eluen berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh.
Nilai Rf (faktor retensi) diperoleh dari jarak yang ditempuh sampel dibagi dengan jarak yang ditempuh eluen. Nilai Rf digunakan untuk mengidentifikasi macam-macam senyawa dalam sampel. Bila Rf-nya lebih besar, maka senyawa tersebut memiliki tingkat kepolaran yang rendah, demikian sebaliknya. Nilai Rf memiliki rentang antara 0,2 – 0,8. Bila nilai Rf tinggi, maka kepolaran eluen harus dikurangi, dan sebaliknya.
Hasil analisis pemisahan senyawa dengan KLT menggunakan lampu UV dan pereaksi penampak noda.
Kelebihan proses KLT ini antara lain:1. Peralatan dan metode pemisahan yang digunakan sangat sederhana2. Lebih hemat waktu dan biaya analisisnya lebih murah karena
beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan 3. Dapat digunakan untuk sampel yang berukuran sangat kecil (μL)
4. Selektif untuk memisahkan senyawa-senyawa organik
A B
Gambar 7. Kromatografi Lapis Tipis, (A) Fase diam (plat silika gel) dan (B) Plat KLT di fase gerak dalam chamber KLT
(Preethi et al, 2017; Wulandari, 2011; Soebagio, 2002)
30
Metode Analisis Senyawa Metabolit SekunderGanoderma lucidum denganKLT
Senyawa aktif Ganoderma lucidum yang diekstrak dengan pelarut
metanol, kloroform dan akuades dianalisis menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT), dimana masing-masing 30 gram serbuk halus G.
lucidum dimasukkan ke dalam larutan 300 ml akuades, 300 ml kloroform
dan 300 ml metanol. Lalu ketiga sampel tersebut dimaserasi (direndam)
selama 3 hari sambal sesekali diaduk. Tiap 3 hari, sampel disaring dan
residu dimaserasi sebanyak 3 kali ulangan. Ekstrak yang diperoleh
kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga menjadi
ekstrak kental.
Ekstrak kental G. lucidum dari ketiga pelarut yang berbeda
(akuades, metanol, kloroform) kemudian dianalisis kandungan senyawa-
nya dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kandungan
senyawa metabolit sekunder yang dianalisis adalah terpenoid, alkaloid,
flavonoid, polifenol dan saponin.
Metode pengujian KLT pada Ganoderma lucidum adalah sebagai
berikut:
Uji TerpenoidSebesar 0,2 gr sampel ditetesi dengan 4-5 tetes n-heksana, divortex
3 menit supaya homogen, lalu ditotolkan pada fase diam (lapisan tipis
Kiesel Gel GF 254) dengan fase gerak n-heksana – etil asetat (4:1) dan
penampak noda anisaldehida asam sulfat. Warna merah ungu atau ungu
menunjukkan adanya terpenoid/steroid.
Uji AlkaloidSebanyak 0,3 gr ekstrak dilarutkan ke dalam 2 ml etanol 96%,
diaduk sampai larut, dan ditambahkan HCl 2N sebanyak 5 ml lalu
dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit sambil diaduk.
31
Setelah dingin, larutan ditambahkan 5 ml HCl 2N. Filtrat ditambah
lagi dengan NH4OH pekat hingga larutan menjadi basa. Kemudian
diekstraksi dengan 5 ml kloroform bebas air dalam tabung reaksi. Fase
kloroform (bagian bawah) diambil dengan pipet, dikumpulkan dan siap
untuk diujikan dengan KLT.
Pada uji KLT, fase gerak menggunakan kloroform – etil asetat
(1:1) dan penampak noda yaitu pereaksi Dragendorf. Adanya alkaloid
ditunjukkan dengan adanya warna jingga.
Uji Flavonoid0,2 gr sampel dilarutkan ke dalam 10 ml etanol 96% menggunakan
penggetar ultrasonik. Lalu sebanyak 25 μl ekstrak etanol ditotolkan pada
pelat KLT. Fase gerak yang digunakan yaitu kloroform - metanol (9:1)
dengan penampak noda uap ammonia, UV 366 nm dan 254 nm. Adanya
flavonoid bila muncul noda berwarna kuning intensif dengan penampak
noda uap ammonia.
Uji Polifenol0,3 gr ekstrak dilarutkan ke dalam aquades panas sebanyak 10
ml, diaduk dan dibiarkan hingga mencapai suhu kamar, ditambahkan
sekitar 3-4 tetes 10% NaCl, lalu diaduk dan disaring. Filtrat yang
didapat kemudian dibagi menjadi 2 yaitu IA dan IB. IA ditetesi dengan
larutan FeCl3 2%, dan bila berwarna hijau biru hingga hitam maka
menunjukkan adanya senyawa fenol.
IB digunakan untuk uji KLT, dimana fase gerak yang digunakan
yaitu etil asetat – metanol – asam formiat (16:4:1) dengan penampak
noda FeCl3 2%, UV 366 nm dan 254 nm. Noda berwarna coklat
hingga kehitaman dengan penampak noda FeCl3 menunjukkan adanya
polifenol.
32
Uji SaponinLarutan sampel sebanyak 0,3 gram ditambahkan dengan 10 ml
akuades lalu dikocok kuat selama 30 detik. Sampel positif mengandung saponin bila terjadi buih (busa) yang stabil selama lebih dari 30 detik dengan tinggi buih 1-10 cm di atas permukaan dan saat ditambahkan 1 tetes asam klorida 2N, buihnya tidak hilang.
Hasil Analisis Senyawa Metabolit SekunderGanoderma lucidum denganKLT
Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak akuades, metanol dan ekstrak kloroform pada jamur Ganoderma lucidum yang telah teridentifikasi menggunakan KLT adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil Uji Metabolit Sekunder Ekstrak G. lucidum dengan Kromatografi Lapis Tipis Pada 3 Pelarut yang Berbeda
No Metabolit Sekunder
Hasil KLT
Ekstrak Akuades G. lucidum
Ekstrak Metanol G.
lucidum
Ekstrak Kloroform G. lucidum
1 Terpenoid/steroid - + +
2 Alkaloid - + -
3 Flavonoid - - -
4 Polifenol - - -
5 Saponin - - -
Dari Tabel 4, tiap senyawa metabolit sekunder G. lucidum yang teridentifikasi memiliki aktivitas biologi dan farmakologis sebagai berikut:
33
Terpenoid/SteroidTerpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terbesar
dan beragam (Hanson, 2011). Terpenoid pada G. lucidum memiliki ciri
lebih pahit dan terdapat dalam jumlah besar sebagai ganoderic acid
(Paterson, 2006; Wasser, 2005).
Triterpenoid adalah salah satu jenis dari terpenoid yang umumnya
terdapat pada G. lucidum. Aktivitas biologis dan farmakologis dari
terpenoid yaitu sebagai antiradang (antiinflamasi), antioksidan,
antibakteri (Gram positif dan Gram negatif), antivirus, antitumor,
antikanker, melindungi hati dari kerusakan (hepatoprotective), meng-
hambat kolesterol dan sitoktositas terhadap sel kanker (Kao et al, 2013;
Paterson, 2006).
Terpenoid (triterpenoid) membentuk kompleks dengan steroid dan
terdapat dalam jamur Ganoderma. Contoh steroid adalah sterol (Ergosta-
5,7,22-trien-3-ol, (3.beta., 22E) –). Selain itu, kandungan terpenoid dan
sterol digunakan untuk menghambat kolesterol dan sebagai insektisida
(Adeyemi, 2010).
Aktivitas biologis steroid antara lain sebagai prekursor pembentukan
vitamin D, sebagai hormon pertumbuhan, antimikroba (antibakteri dan
anti jamur), sebagai attractan (penarik) dan repellent (penolak) serangga
(Robinson, 1995).
Alkaloid Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki
satu atau lebih Nitrogen dalam cincin heterosiklik dan merupakan
golongan senyawa organik terbesar yang terdapat di alam. Ciri khas
alkaloid yaitu tidak berwarna dan berasa pahit (Hanson, 2011).
Aktivitas biologi dari Alkaloid yaitu umumnya digunakan sebagai
bahan pengobatan. Senyawa alkaloid pada G. lucidum berfungsi sebagai
34
antibakteri (Smith and Sivasithamparam, 2003). Alkaloid memiliki efek
anti-feedant (senyawa penolak makan) pada serangga serta sebagai
pelindung tanaman dari serangan parasit, hama dan predator lainnya
(Adeyemi, 2010).
35
Bab4
RAYAP TANAH(Coptotermes Curvignathus)
Rayap tanah Coptotermes curvignathus merupakan rayap dari genus Coptotermes yang banyak merusak bangunan dan menyerang tanaman (perkebunan dan kehutanan) di Indonesia.
36
Rayap adalah serangga sosial yang mudah dijumpai dan hidup dalam sebuah koloni, dimana tiap rayap dalam koloni memiliki pembagian tugas tertentu (berdasarkan kasta) yang efisien dan menguntungkan koloni secara keseluruhan. Hal inilah yang membedakan rayap dengan serangga sosial lainnya (belalang, kumbang atau kecoak) karena umumnya sebagian besar serangga hanya bekerja untuk diri mereka sendiri.
Rayap sangat sensitif/tidak tahan terhadap cahaya, sehingga rayap mudah kita jumpai di lingkungan yang gelap, lembab dan suhu yang hangat. Umumnya rayap bersarang di dalam kayu atau mendekati permukaan tanah (Miller, 2010).
Morfologi rayap dapat dikenali dari tubuhnya yang lunak, warnanya pucat dan memiliki tipe mulut penggigit dan mengunyah. Sumber makanan rayap berupa selulosa yang diperoleh dari kayu, rumput, kulit tanaman, sabut kelapa, kertas, karton, tekstil atau tanah. Rayap mengalami metamorfosis tidak sempurna yang diawali dari telur, nimfa (serangga muda) dan imago (serangga dewasa).
Peranan rayap di alam yaitu sebagai pengurai (dekomposer) yang menguraikan sisa-sisa tanaman/kayu yang mengandung selulosa hingga menjadi humus dan tanah menjadi subur. Rayap juga dapat berperan sebagai petunjuk adanya cadangan air.
Selain menguntungkan, rayap juga dapat merugikan manusia karena rayap bersarang dan memakan kayu atau kerangka bangunan rumah, kertas dan lain-lain. Oleh sebab itu, rayap sering dianggap sebagai hama
yang menimbulkan kerugian ekonomi (Verma et al., 2009).
Kasta RayapRayap memiliki kelompok-kelompok
yang disebut kasta untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Kasta rayap dibagi menjadi 3 yaitu:
37
1. Rayap Kasta Produktif (Alates)Rayap reproduksi ini berwarna pucat dan ukurannya lebih besar dari
rayap pekerja dan tidak memiliki sayap. Terdapat 1 ratu dan 1 raja dalam koloni rayap. Tubuh Ratu berukuran besar karena sepanjang hidupnya hanyalah bertelur sampai ia mati dan tidak pernah keluar dari sarangnya. Tugas Raja berukuran 1/10 dari ukuran tubuh Ratu dan tugasnya untuk membuahi Ratu.
2. Rayap Kasta PrajuritRayap prajurit memiliki kepala yang besar, tubuhnya lunak, tidak
bersayap, tidak memiliki mata, berwarna kemerahan serta memiliki kemampuan menyerang. Bagian kepala rayap prajurit dilengkapi dengan sepasang mandibula (arit) untuk menusuk, memotong dan membunuh musuh (terutama semut). Rayap prajurit bertugas untuk menjaga sarang dan keseluruhan koloni.
3. Rayap Kasta PekerjaRayap pekerja berwarna putih susu, tidak bersayap, tidak memiliki
mata, bertubuh lunak dan mulutnya sangatnya keras untuk mengunyah makanan. Rayap pekerja bertugas untuk mencari makanan, membuat terowongan untuk mencari makanan, membuat sarang dan melayani ratu serta anggota koloni lainnya (Miller, 2010).
A. KlasifikasiIlmiahMenurut Nandika dkk (2003), klasifikasi rayap tanah C. curvignathus
adalah sebagai berikut:Kingdom : AnimaliaFilum : ArthropodaKelas : Insecta
38
Ordo : IsopteraFamili : RhinotermitidaeGenus : CoptotermesSpesies : Coptotermes curvignathus
B. MorfologiRayapTanahRayap tanah Coptotermes curvignathus merupakan jenis rayap
Coptotermes yang berukuran besar dan berwarna pucat (Kirton, 2013; Sukartana et al., 2009). Rayap dari famili Rhinotermitidae umumnya hidup di dalam kayu atau dekat dengan permukaan tanah (Nandika dkk, 2003).
Gambar 8. Rayap tanah (Coptotermes curvignathus)
39
Rayap C. curvignathus mudah dikenali dari perilaku rayap prajuritnya yang apabila diserang maka akan mengeluarkan cairan berwarna putih susu dari lubang fontanel untuk melumpuhkan musuhnya. Rayap tanah kasta pekerja C. curvignathus memiliki kepala yang berwarna kuning dan memiliki mandibula seperti arit yang ujungnya melengkung. Terdapat rambut seperti duri dan berwarna putih kekuningan yang menutupi bagian perut (abdomen) (Nandika dkk, 2003).
Dalam mencerna makanan yang berupa selulosa pada usus rayap, C. curvignathus bersimbiosis dengan protozoa seperti Pseudotrichonympha, Holomastigotoides dan Spirotrichonympha (Sajab and Lardizabal, 1998).
C. EfekyangditimbulkanRayapTanah
Rayap tanah (Coptotermes curvignathus) merupakan rayap dari genus Coptotermes yang dikenal sebagai hama perusak bangunan, pertanian, perkebunan maupun tanaman kehutanan karena kemampuannya membentuk koloni yang besar, serangan merusaknya sangat cepat serta memiliki daya jelajah yang luas. Sehingga rayap ini menimbulkan kerugian ekonomi bagi manusia (Sukartana et al, 2009; Miller, 2010).
41
Bab5
BIOAKTIVITAS GANODERMA LUCIDUM
SEBAGAI BIOPESTISIDA NABATI
VS
42
A. UjiBioaktivitas Ganoderma lucidumPenelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental yang
dilakukan dengan melakukan pengamatan (observasi) untuk mengetahui kemampuan jamur Ganoderma lucidum dalam membunuh rayap tanah Coptotermes curvignathus. Metode observasi yang dilakukan meliputi melihat, menghitung, mencatat jumlah rayap yang mati dan mendokumentasikannya.
Metode Penelitian yang dilakukan terdiri dari:Pembuatan ekstrak Ganoderma lucidum
Disiapkan masing-masing 30 gram serbuk halus G. lucidum untuk diekstrak dengan proses maserasi (perendaman) ke dalam 3 pelarut yaitu akuades, metanol dan kloroform selama 3 hari. Re-maserasi sebanyak 3 kali. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan dengan rotary evaporator hingga mendapatkan ekstrak kental.
Pembuatan konsentrasi Ganoderma lucidum 3 ekstrak kental G. lucidum diencerkan untuk pembuatan konsen-
trasi, yaitu 5%, 10%, 20%, 30% dan 40%. Setelah konsentrasi dibuat, lalu dilakukan uji biopestsida G. lucidum terhadap rayap tanah.
Persiapan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Rayap tanah Coptotermes curvignathus diperoleh dari daerah Desa
Wonokasian Kecamatan Wonoayu Kecamatan Sidoarjo. Koloni rayap tanah lalu dimasukkan ke kotak plastik, diisi dengan tanah dan kayu-kayu sebagai sumber makanannya dan tanahnya dibasahi supaya tetap lembab agar rayap tanah tidak mati karena dehidrasi selama pengujian. Rayap tanah sangat peka terhadap cahaya sehingga kotak uji yang berisi rayap tersebut ditututup dengan kain hitam untuk mengkondisikan habitat rayap, mencegah rayap tanah keluar dari kotak uji dan sebagai sirkulasi udara.
43
Proses Uji Biopestisida Nabati G. lucidum terhadap Rayap
Masing-masing kotak uji berisi 10 gram tanah. Lalu kertas saring
(diameter 9 cm) direndam ke dalam larutan ekstrak selama ± 15 menit
pada masing-masing konsentrasi yang telah ditentukan lalu dikeringkan.
Untuk kontrol, kertas saring direndam ke dalam akuades.
Kertas saring yang telah kering dimasukkan ke dalam kotak uji yang
telah berisi tanah dan rayap tanah (15 ekor rayap pekerja dan 5 ekor rayap
prajurit). Setelah itu, bagian atas kotak uji ditutup dengan kain hitam dan
diletakkan dalam tempat yang gelap. Proses pengujian dilakukan selama
3 hari, dimana setiap hari dilakukan perhitungan jumlah rayap yang mati.
Masing-masing perlakukan dilakukan 3 kali ulangan.
Uji Parameter1. Kematian (Mortalitas) Rayap Tanah
Pada masing-masing perlakuan dan kontrol, selama 3 hari pengujian
dihitung jumlah rayap yang mati. Rumus perhitungan kematian rayap
adalah sebagai berikut:
Mortalitas (%) = Jumlah rayap yang mati setelah pengujian x 100 %
Jumlah rayap mula-mula
2. Uji Penolak Serangga (Repelensi) Repelensi dilakukan untuk menguji keefektifan senyawa aktif G.
lucidum yang diekstrak dengan 3 pelarut yang berbeda terhadap rayap
tanah. Uji ini dilakukan setelah 30 menit setelah pemberian masing-
masing konsentrasi pada ketiga ekstrak G. lucidum. Rumus perhitungan
repelensi adalah sebagai berikut:
Repelensi (%)= JK - JU x 100 %
JK
44
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) uji repelensi yang dilihat dari jumlah rayap yang mati setelah kertas
uji diumpankan ke rayap saat 30 menit awal perlakuan2) menghitung jumlah rayap yang mati tiap 24 jam selama 3 hari pada
masing-masing konsentrasi yang telah ditentukan (yaitu 0%, 5%, 10%, 30% dan 40%)
(Addisu et al, 2014)
B. HasilGanodermaLucidumSebagaiBiopestisidaNabatiTerhadapRayapTanahAdapun hasil rerata kematian (mortalitas) rayap dan rerata repelensi
rayap tanah Coptotermes curvignathus pada masing-masing ekstrak G. lucidum dapat dilihat pada Grafik 1.
Grafik 1. Nilai rerata kematian (mortalitas) Rayap Tanah C. curvignathus pada 3 ekstrak G. lucidum yang berbeda
45
Pada konsentrasi 0% (kontrol), persentase nilai mortalitas rayap paling terkecil (37%) dan nilai repelensinya paling besar yaitu 100%. Hal ini dikarenakan pada kontrol, kertas saring uji hanya direndam dalam larutan akuades sehingga tidak memberikan efek toksik pada rayap sehingga jumlah rayap yang masih hidup lebih banyak dari yang lainnya (tidak memiliki efek toksik terhadap rayap tanah).
Pada ekstrak akuades G. lucidum, konsentrasi 20% menunjukkan rata-rata persentase mortalitas yang tinggi yaitu 96%. Meskipun dalam ekstrak akuades G. lucidum tidak ditemukan metabolit sekunder, namun diduga mengandung senyawa metabolit sekunder lainnya yang dapat membunuh rayap.
Pada konsentrasi 5% ekstrak metanol G. lucidum, menunjukkan nilai mortalitas rayap sebesar 96%. Hal ini dapat dilihat bahwa konsentrasi 20% dan 40% pada ekstrak metanol G. lucidum memiliki nilai rerata mortalitas rayap yang paling besar (100%). Sedangkan pada ekstrak kloroform G. lucidum, nilai rerata mortalitas rayap yang tertinggi (100%) terdapat pada konsentrasi 20-40%.
Nilai mortalitas yang semakin besar menunjukkan bahwa ekstrak G. lucidum memiliki sifat anti rayap. Menurut Lee et al. (2013), tanaman yang digunakan sebagai biopestisida nabati dikatakan efektif bila nilai mortalitas serangga (rayap) lebih dari 50%. Adapun klasifikasi rentang mortalitas rayap yang dinyatakan oleh Lee et al. (2013) disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rentang Mortalitas Rayap menurut Lee et al. (2013)
Klasifikasi Persentase ( % )Lemah 0 – 33Sedang 34 – 66Kuat 67 – 99
Sangat Kuat 100
46
Ganoderma lucidum mampu membunuh rayap diduga karena adanya senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak G. lucidum tersebut. Senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman, seperti fenol, terpenoid, alkaloid, steroid dan saponin merupakan senyawa yang berperan sebagai pelindung terhadap serangan serangga atau anti rayap (biopestisida nabati) (Harborne, 1987; Robinson, 1995; Sastrodihardjo, 1999; dan Bandarnayake, 2012).
Terdapat keterkaitan antara nilai kematian (mortalitas) rayap dan repelensi, dimana semakin tinggi konsentrasi yang diberikan terhadap rayap tanah maka nilai porsentase mortalitas semakin besar dan nilai uji repelensi semakin kecil.
Dari Grafik 2, diketahui bahwa pada konsentrasi 40% baik pada ekstrak akuades, ekstrak metanol dan ekstrak kloroform dari G. lucidum merupakan konsentrasi yang optimal dalam membunuh rayap karena nilai repelen yang dihasilkan rendah yaitu sebesar 87%, 82% dan 68%.
Grafik 2. Nilai rerata Repelensi Rayap Tanah C. curvignathus pada 3 ekstrak G. lucidum yang berbeda
47
Penelitian ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi terkecil G. lucidum bersifat racun dan memiliki bioaktivitas sebagai antirayap yang kuat sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai biopestisida. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prianto et al, (2006), yang menyebutkan bahwa seiring dengan semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka terjadi penurunan nilai repelen sehingga akan mempengaruhi aktivitas makan rayap.
Rendahnya nilai persentase uji penolak serangga (repelensi) juga mengindikasikan bahwa G. lucidum ini dapat digunakan sebagai anti rayap dan aman bagi lingkungan. Hal ini sesuai dengan penelitian Ojianwuna et al. (2016), yang menyatakan bahwa tanaman dengan efek pengusir (repelen) akan merangsang organ sensorik serangga yang akhirnya menyebabkan kematian serangga, sehingga efek negatif yang ditimbulkan bagi lingkungan sedikit atau bahkan aman ketika digunakan untuk mengontrol hama. Umumnya, repellent tidak langsung membunuh serangga, namun berfungsi untuk menolak kehadiran serangga karena baunya yang menyengat (Novizan, 2002).
Terganggunya daya makan serangga (rayap) terjadi karena sifat toksik pada senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder berfungsi sebagai zat penolak makan (racun perut) yang sangat kuat bagi berbagai jenis serangga (Hanson, 2011). Senyawa tersebut masuk ke dalam usus rayap dan menyerang protozoa simbion yang ada di dalamnya. Protozoa simbion menghasilkan enzim selulase untuk mengubah selulosa menjadi gula sederhana dan asam asetat sebagai sumber energi untuk rayap sehingga rayap yang tidak memiliki protozoa simbion akan mati karena rayap tidak dapat mencerna makanannya (Nandika et al. 2003).
Senyawa golongan terpenoid/steroid dan alkaloid diduga memberikan pengaruh terhadap besarnya mortalitas rayap. Aktivitas biologi dari senyawa tersebut yaitu beracun, menghambat daya makan, pelindung dari serangan mikroba dan racun perut, anti parasit dan sebagai
48
insektisida (Adeyemi, 2010; Harborne, 1987) serta memiliki bioaktivitas yang tinggi dalam membunuh rayap (Sugita dkk, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian, jamur Ganoderma lucidum berpotensi sebagai biopestisida nabati dan bersifat anti rayap yang kuat terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus.
49
DAFTAR PUSTAKA
Addisu S, Mohamed D, Waktole S, 2014. Efficacy of Botanical Extracts against Termites, Macrotermes spp., (Isoptera: Termitidae) under Laboratory Conditions. International Journal of Agricultural Research. 9 (2): 60-73.
Adeyemi, H. 2010. The potential of secondary metabolites in plant material as deterents against insect pest: A review. African Journal of Pure and Applied Chemistry. 4(11): 243-246.
Asmaliyah, Hadi, E.E.W., Waluyo, E.A., Muslimin, I. 2016. Kandungan Fitokimia Beberapa Tumbuhan Obat Di Peisisir Pantai Dan Lahan Basah Serta Potensinya Sebagai Pestisida Nabati. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian. Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Palembang. Hal 165-175.
Asmaliyah, dkk. 2010. Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaatannya Secara Tradisional. Jakarta: Kementerian Kehutanan.
Ayer, A.W. and McCaskill, R.H. 1981. The cybrodins, a new class of sesquiterpenes. Can.J. Chem, Vol. 59. Hal 2150
Babu, P.D. and Subhasree. 2008. The Sacred Mushroom “Reishi”-A Review. American-Eurasian Journal of Botany. 1(3): 107-110.
Bandaranayake WM, 2002. Bioactivities, Bioactive Compounds of Chemical Constituent and Mangrove Plants. Wetlands Ecology and Management Journal. Vol. 10. Hal 421-452.
50
Bojanic, Z., Bojanic, N., Bojanic, V., Lazovic, M. 2011. Drug Interactions With Diazepam. Acta Medica Medianae, 50(2): 76-82
Breitmaier, D. 2006. Sesquiterpenes. Terpenes: Flavor, Fragrances. Pharmaca. Pheromones. Doi:10.1002/9783527609949.ch3. ISBN 9783527609949
CheEBI. (2017). CHEBI: 16605 - Allyl Alcohol. https://www.ebi.ac.uk/chebi/searchId.do?chebiId=CHEBI:16605. (diakses tanggal 7 September 2018).
Chaman, L. and Verma, L.R. 2006. Use of certain bio-products for insect-pest control. Indian Journal of Traditional Knowledge, 5(1), 79- 82.
Cinchana, N.V., Sujan, G.P.S. & Shruthi, S.D. (2011). In-vitro antioxidant and antibacterial activities of the four synthesized indole derivatives. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 2(2), 353-362.
Croteau, R., Kutchan, T.M., Lewis, N.G. 2000. Natural products (secondary metabolites). Biochemistry & Molecular Biology of Plants. Vol 24. Hal 1250-1318.
De-Fatima, A., Modolo, L.V., Conegero, L.S., Pilli, R.A., Ferreira, C.V., Kohn, L.K., de-Carvalho, J.E. (2006). Lactones and their derivatives: biological activities, mechanisms of action potential leads for drug design. Curr. Med. Chem. Vol. 13. Hal 3371-3384.
Donk, M.A.A. 1964. Conspectus of the families of Aphyllophorales. Rijksherbarium, Leiden. 3(2): 19-24.
Fergus, L. 2008. Why Wood Decay Fungi?. https://www.messiah.edu/Oakes/fungi_on_wood/introduction%20page/why%20wood%20decay%20fungi.htm. (diakses tanggal 10 September 2018)
51
Fuccella, L.M., Bolcioni, G., Tamassia, V., Ferrario, L., Tognoni, G. 1977. Human pharmacokinetics and bioavailability of temazepam administered in soft gelatin capsules. British Journal of Clinical Pharmacology, In Press.
Graff, A. 2006. Reishi Mushroom: Ganoderma lucidum. Standards of Analysis, Quality Control, and Therapeutics. American Herbal Pharmacopoeia and Therapeutic Compendium. USA.
Gao, Y., Zhou, S., Jiang, W., Huang, M., Dai, X. 2003. Effects of ganopoly (a Ganoderma lucidum polysaccharide extract) on the immune functions in advanced-stage cancer patients. Immunol Invest, 32(3): 201-215.
Hanson, J.R. 2011. Natural products: The Secondary Metabolites. University of Sussex.
Harborne JB, 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan Kedua. ITB. Bandung.
Hu, Z., He, B., Ma, L., Sun, Y., Niu, Y., Zeng, B. 2017. Recent Advances in Ergosterol Biosynthetis and Regulation Mechanisms in Saccharomyces cerevisiae. Indian J. Microbiol. 57(3): 270-277.
Hussain, S.Z. and Maqbool, K. 2014. GC-MS: Principle, Technique and its application in Food Science . Int J Curr Sci. Vol. 13. Hal 116-126.
Iwolokun, B.A., Usen, U.A., Otunba, A.A. Olukoya, D.K. 2007. Comparative phytochemical antioxidant properties of Pleurotus ostreatus. Afr J Biotechnol. 15(6): 1732-1739.
Johnson, M., Yamunadevi, M., Gnaraj, W.E. 2011. Chromatographic fingerprint analysis of steroids in Aerva lanata L. by HPTLC technique. Asian Pac J of Trop Biomed. 428-433.
52
Kannan, M., Muthusamy, P. and Venkatachalam, U. 2016. Quantification of bioactive components from medicinal herb Ganoderma lucidum using HPTLC and GC-MS techniques. Research Journal of Biotechnology. 11(6): 49-57.
Kao, C.H.J., Jesuthasan, A.C., Bishop, K.S., Glucina, M.P., Ferguson, L.R. 2013. Anti-cancer activities of Ganoderma lucidum: active ingredients and pathways. Functional Foods in Health and Disease. 3(2): 48-65.
Kardinan, A. 2004. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Karsten, P. 1881. Enumeratio Boletinarum et Polyporarum Fennicarum systemate novo dispositorum. Rev. Mycol. Vol. 3. Hal 16-18.
Katcher, H., Hill, A., Lanford, J., Yoo, J, Kris-Etherton, P. 2009. Lifestyle Approaches and Dietary Strategies to Lower LDL-Cholesterol and Tryglycerides and Raise HDL-Cholesterol. Endocrinology and Metabolism Clinics.
Kaushik, J.C., Sanjay A., Tripathi N.N., Arya S. (2002). Antifungal properties of some plant extracts against damping off fungi of forest nurseries. Indian Journal of Forestry. Vol. 25. Hal 359-361.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK 02.02/Menkes/523/2015 tentang Formularium Nasional. Kementerian Kesehatan, Jakarta.
Khan, I., Anupama, Singh, B. (2015). 1,4-Benzodiazepine: An Overview of Biological Properties. Sci. Revs. Chem. Commun, 5(1), 13-20.
Khatua, S., Pandey, A., Biswas, S.J. 2016. Phytochemical evaluation and antimicrobial properties of Trichosanthes dioica root extract. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 5(5): 410-413.
53
Kirk, P.M., Cannon, P.F., Minter, D.W., Stalpers, J.A. 2008. Dictionary of the Fungi. 10th Ed. Wallingford: CABI. p.272.
Kirton, LG. Coptotermes curvignathus (rubber termite). http://www.cabi.org/isc/datasheet/15282. Diakses tanggal 26 April 2013
Lee SH, H’ng TL, Peng TL, Lum WC 2013 Response of Coptotermes curvignathus (Isoptera: Rhinotermitidae) to Formaldehyde Catcher-treated Particleboard Pakistan J. Biological Sci. 16 (21): 1415-1418
Lindequist, U., Lesnau, A., Teuscher, E., Pilgrim, H. 1989. Antiviral activity of ergosterol proxide. Pharmazie. Vol. 44. Hal 579-580.
Lu, H., Zou, W. X., Meng, J.C., Ju, J., Tan, R.X. 2000. New bioactive metabolites produced by Colletotrichum sp., an endophytic fungus in Artemisia annua. Plant Science, Vol. 151. Hal 67-73.
Mandelli, M., Tognoni, G., Garattini, S. 1978. Clinical Pharmackinetics of Diazepam, Clinical Pharmacokinetics. Vol. 3. Hal 72-91.
Marston, A. 2007. Role of Advances in chromatographic techniques in phytochemistry. Phytochemistry. Vol. 68. Hal 2785-2797.
Melissa Petruzzelo. Ganoderma-Fungus Genus. https://www.britannica.com/science/Ganoderma (diakses tanggal 10 September 2018).
Miller, G.T. 2002. Living in the Environment. 12th Edition Rev. Belmont Wadsworth: Thomson Learning.
Miller DM, 2010. Subterranean Termite Biology and Behavior. Virginia Cooperative Extension Program. www.ext.vt.edu
Mizuno, T. 1997. Studies on bioactive substances and medicinal effect of Reishi, Ganoderma lucidum in Japan. In: Proceedings of the 1st International Symposium on Ganoderma lucidum in Japan. Toyo-Igaku-Sha Co. Ltd. Tokyo. Hal. 121-127.
54
Nagawa, C.B. 2015. Chemical Composition And Biological Activity
of Essential Oils And Extractives From Selected Tree Species of
Uganda, Ph.D.Dissertation, Universitat fur Bodenkultur Wien.
Nandika, D., Rismayadi, Y., Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan
Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press. Yogyakarta.
Nicholson, A.N. and Stone, B.M. 1976. Effect of a metabolite of
diazepam, 3-hydroxydiazepam (Temozepam), on sleep in man.
British Journal of Clinical Pharmacology. 3: 543-550.
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah
Lingkungan. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Ojianwuna, C.C., Olisedeme, P., Ossai, S.L. 2016. The Toxicity and
repellency of some plant extracts applied as individual and mixed
extracts against termites (Macrotermes bellicosus). Journal of
Entomology and Zoology Studies. 4(1): 406-418.
Orole, O.O. 2016. GC-MS Evaluation, Phytochemical and Antinutritional
Screening of Ganoderma lucidum. Journal of Advances in Biology
& Biotechnology. 5(4): 1-10.
Paterson, R. 2006. Ganoderma – A therapeutic fungal biofactory.
Phytochemistry. Vol. 7. Hal 1985-2001.
Poedjiadi, A. 2009. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Prasad, R., Shah, A.H., Rawal, M.K. 2016. Antifungals: mechanism of
action and drug resistance. Adv Exp Med Biol, Vol 892. Hal 327-
349.
Preethi, J., Harita, B., Rajesh, T. 2017. Review on Thin Layer
Chromatography. Journal of Formulation Science & Bioavailability,
1(1): 1-4.
55
Prianto, A.H., Yusuf, S., Guswenrivo, I., Tarmadi, D., Kartika, T. 2006. Sifat Anti Rayap Ekstrak Antiaris Antiaris toxicaria dan Ki Pahit Picrasima javanica Terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren UPT Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial LIPI. Bogor.
Purwanto, E. 2017. Busuk pangkal batang pada kelapa sawit. http://agrokomplekskita.com/3376-2penyakit-ganoderma-akar-merah/ (diakses tanggal 10 September 2018).
Raju, G.N., Sai, K.B., Meghana, M.S., Chandana, K., Suresh, P.V. & Nadendla, R.R. (2015). Synthesis, Characterization and Biological Activity of Indole-2-carboxylic acide derivatives. International Journal of Pharmaceutical Chemistry, 5, 202-206.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB Press.
Roszaini. Kadir, Norazah and M. Ali, “Anti-termitic potential of heartwood and bark extract and chemical compounds isolated from Madhuca utilis Ridl. H.J. Lam and Neobalanocarpus heimmi King P.S. Ashton. Holzforschung, 68(6): 713-720, 2014.
Sahil, K., Prashant, B., Akanksha, M., Premjeet, S., Devashish, R. 2011. Gas Chromatography-Mass Spectrometry: Applications. International Journal of Pharmaceutical & Biological Archives. 2(6): 1544-1560.
Sajab,A.S. and Lardizabal, M.L. 1998. Major protozoan fauna in the tropical subterranean termite, Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera:Rhinotermitidae). Sociobiology. 32(1): 119-124.
Sastrodihardjo. 1999. Pengantar Entomologi Terapan. Bandung: ITB Press
56
Sawitnotif. 2018. Siklus Hidup Jamur Ganoderma Dari Kecil Hingga Besar. http://sawitnotif.pkt-group.com/2018/02/07/siklus-hidup-jamur-ganoderma-dari-kecil-hingga-besar/ (diakses tanggal 10 September 2018).
Schumann, G.L. and Gleora, J.D’Arcy. 2012. Hungry Planet, stories of plant. The American Phytopathological Society. USA: St Paul, Minnesota. P.294
Smith, B.J. and Sivasithamparam, K. 2003. Morphological Studies of Ganoderma (Ganodermataceae) from the Australasian Pasific Regions. Australian Systematic Botany. Vol 16. Hal 487-503.
Soebagio. 2002. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.
Setiawati, W., Murtiningsih, R., Gunaedi, N., Rubiati, T. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati Dan Cara Pembuatannya Untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Bandung: Prima Tani Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Skoog, D.A., Holler, F.J., Crouch, S.R. 2007. Principles of Instrumental Analysis. 6th Edition. Brooks/Cole Cengage Learning.
Sugita P, Darusman LK, Setiawati T, 2000. Steroid dari Ekstrak Hopea mengawan sebagai bahan baku insektisida biologis. Jurnal Buletin Kimia. Hal 37-41
Sukartana, P. Sumarni, G, dan Broadbent, S. 2009. Evaluation of Chlorfluazuron In Controlling The Subterranean Termite Coptotermes curvignathus (Isoptera: Rhinotermitidae) In Indonesia. Journal of Tropical Forest Science. 21(1): 13-18.
Supriadi. 2013. Optimasi pemanfaatn beragam jenis pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 32(1): 1-9.
57
Suriana, N. 2012. Pestisida Nabati: Pengertian, Kelebihan, Kelemn Mekanisme Kerja. http://www.informasitips.com (diakses tanggal 10 September 2018).
Syakir, M. 2011. Status Penelitian Pestisida Nabati Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Seminar Nasional Pestisida Nabati IV. Jakarta. 15 Oktober 2011.
Tapondjou, L.A., Adler, C., Bouda, H., Fontem, D.A. 2002. Efficacy of powder and essential oil from Chenopodium ambrosioides leaves as post-harvest grain protectants against six-stored product beetles. Journal of Stored Products Research. Vol. 38. Hal 395-402.
Thompson, D., Mitchell, S., Clarke, K., Sarden, K. & Aiken, K.S. 2012. 2-Bromophenyl Salicylate. Molbanky.
Tomar, S.R., Golla, U & Bandi, G. 2015. Molecular Cytotoxicity Mechanisms of Allyl Alcohol (Acrolein) in Budding Yeast. Chemical Research in Toxicology. 28(6), 1246-1264.
Umirna. 2016. Analisis Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Dari Kulit Buah Kecombrang (Etlingera elatior) Dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis. Skripsi. Sulawesi Selatan: Program Studi Kimia Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo.
Upton, R. 2000. American Herbal Pharmacopeia and Therapeutic Compendium: Reishi Mushroom, Ganoderma lucidum. Standards of Analysis, Quality Control, and Therapeutic Santa Cruz. USA: Canada.
Wasser, S.P. 2005. Reishi or Lingzhi (Ganoderma lucidum). Encyclopedia of Dietary Supplements. Hal. 603-622
Wollam, J. and Antebi, A. 2011. Sterol regulation of metabolism, homeostatis and development. Annu Rev Biochem, Vol. 80. Hal 885-916.
58
Woo, Y.A., Kim, H,J., Chung, H. 1999. Discrimination of herbal medicines according to geographical origin with near infrared reflectance spectroscopy and pattern recognition techniques. J. Pharm Biomed Anal, 21(2): 407-413.
Wulandari, L. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus Presindo.
Zhao, J.D. and Zhang, X.Q. 1994. Importance, distribution and taxonomy of Ganodermataceae in China. Proceedings of Contributed Symposium, B 5th International Mycological Congress. Vancouver. Hal 14-21.
https://indonesiabertanam.com/2013/03/07/kelebihan-dan-kekurangan-pestisida-nabati/
https://ganiapetanicerdas.com/2018/02/12/mengenal-lebih-dekat-kutu-daun/ (diakses tanggal 10 September 2018)
https://www.rebelcircus.com/blog/cornearworm/Insects Approved To Be In Your Food/2018 (diakses tanggal 10 September 2018)
https://kampoenganggrek.com/pengendalian-hama-dan-penyakit-phalaenopsis/
http://sinau-basajawi.blogspot.com/2017/04/suket-teki.html
https://jualpestisida.com/pembasmi-hama-tikus-pada-areal-pertanian-sawah/
59
TENTANG PENULIS
SURAHMAIDA, S.Si., M.TLahir di Surabaya, 16 Oktober 1981. Saat ini Penulis bekerja sebagai Dosen Tetap di Akademi Farmasi Surabaya. Penulis menyelesaikan studi S1 (S.Si) Biologi di Institut Teknologi Nopember Surabaya (ITS) pada tahun 2005, dan studi S2 (M.T) Teknik Lingkungan diInstitut Teknologi Nopember Surabaya (ITS) pada tahun 2009. Mata kuliah yang diampu Penulis adalah Botani Farmasi, Biologi Sel, Biokimia dan Mikrobiologi.
TRI PUJI LESTARI SUDARWATI, M.Si
Lahir di Surabaya, 14 Desember 1983. Studi S1 (S.Si) Biologi di Universitas Udayana pada tahun 2008, dan studi S2 (M.Si) Biologi di Universitas Airlangga pada tahun 2014. Mata kuliah yang diampu adalah Biologi Sel dan Mikrobiologi.