potensi energi nuklir dalam mendukung kelistrikan nasional

14
Mengkaji Kontroversi Penggunaan Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional Daniel Rohi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Surabaya - Jl. Siwalankerto 121- 131 Surabaya 60236 Telp.(031)2983075-77, Fax. (031) 841802, [email protected] Abstrak Kebutuhan akan energi listrik sebagai penggerak utama pembangunan terus meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional yang dipicu oleh pertumbuhan sektor industri jasa dan konstruksi. Pada tahun 1990 diprediksi tingkat pertumbuhan kebutuhan energi listrik di Indonesi sekitar 8,2 % setiap tahunnya, kenyataannya ramalan tersebut jauh berbeda dengan kenyataan bahwa di tahun 1992 kebutuhan energi listrik Indonesia justru meningkat secara mengejutkan yakni 18% rata-rata setiap tahun. Samapi tahun 2010 pertumbuhan rata-rata kebutuhan elenrgi leistri berkisar pada 7% setiap tahun. Ketergantungan pada penyediaan tenaga listrik berbasis energi fosil dengan menempatkan bahan bakar minyak yakni solar pada porsi yang cukup tinggi, memberikan dampak pada krisis energi listrik. Batubara masih menduduki peringkat tertinggi, yaitu 45%, Gas alam 27%. Sisanya dipasok dari energi minyak sebesar 13% dan energi terbarukan 15%. Dalam rangka terlepas dari ketergantungan terhadap baham bakar fosil terutama minyak bumi dalam penyediaan energi listrik, maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional yakni tahun 2025 penggunaan energi nuklir sudah mencapai 2% tepatnya 1,993% dari kebutuhan energi nasional.

Upload: doandung

Post on 12-Jan-2017

228 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Potensi Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

Mengkaji Kontroversi Penggunaan Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

Daniel RohiJurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri

Universitas Kristen Petra Surabaya - Jl. Siwalankerto 121-131 Surabaya 60236Telp.(031)2983075-77, Fax. (031) 841802, [email protected]

Abstrak

Kebutuhan akan energi listrik sebagai penggerak utama pembangunan terus meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional yang dipicu oleh pertumbuhan sektor industri jasa dan konstruksi. Pada tahun 1990 diprediksi tingkat pertumbuhan kebutuhan energi listrik di Indonesi sekitar 8,2 % setiap tahunnya, kenyataannya ramalan tersebut jauh berbeda dengan kenyataan bahwa di tahun 1992 kebutuhan energi listrik Indonesia justru meningkat secara mengejutkan yakni 18% rata-rata setiap tahun. Samapi tahun 2010 pertumbuhan rata-rata kebutuhan elenrgi leistri berkisar pada 7% setiap tahun.

Ketergantungan pada penyediaan tenaga listrik berbasis energi fosil dengan menempatkan bahan bakar minyak yakni solar pada porsi yang cukup tinggi, memberikan dampak pada krisis energi listrik. Batubara masih menduduki peringkat tertinggi, yaitu 45%, Gas alam 27%. Sisanya dipasok dari energi minyak sebesar 13% dan energi terbarukan 15%.

Dalam rangka terlepas dari ketergantungan terhadap baham bakar fosil terutama minyak bumi dalam penyediaan energi listrik, maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional yakni tahun 2025 penggunaan energi nuklir sudah mencapai 2% tepatnya 1,993% dari kebutuhan energi nasional.

Maksud baik dari pemerintah tersebut yang akan ditindaklanjuti dengan upaya pemanfaatan energi nuklir untuk kelistrikan melalui pembangunan Pembagkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Namun demikian, diera keterbukaan dan demokrasi seperi saat ini berbagai wacana telah berkembang dalam masyarakat baik yang mendukung atau menolak upaya pemerintah tersebut.

Kajian ini berupaya untuk merekam persepsi dan penerimaan masyarakat melalui berbagai pernyataan dan pendapat yang dimuat di media masa dan forum–forum ilmiah berkaitan dengan penggunaan energi nuklir dalam rangka mendukung kelistrikan nasional. Pengetahuan akan persepsi tersebut terutama pihak yang secara pribadi maupun kelembagaan yang bersikap kritis terhadap upaya pembangunan PLTN akan menentukan seberapa besar penerimaan mereka terhadap pengunaan energi nuklir untuk kelistrikan.

Page 2: Potensi Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

I. PENDAHULUAN

Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia hampir dipastikan akan dimulai pembangunannya pada tahun 2012 untuk kemudian dioperasikan pada tahun 2017. Informasi tersebut disampaikan oleh menteri riset dan teknologi (menristek) Kusmayanto Kadiman.

Ketika mengkonfirmasi informasi tersebut Menristek menepis resiko keberadaan PLTN yang disebut lebih aman daripada merokok. Pernyataan menteri mengenai kecilnya resiko PLTN merupakan refleksi persepsi pemerintah mengenai ketiadaan bahaya PLTN, yang tentunya berolak belakang dengan presepsi yang terbangun dalam masyarakat mengenai besarnya resiko PLTN ditinjau dari beberbagai aspek.

Kontroversi mengenai keberadaan PLTN adalah wajar karena berbagai trauma mengenai nuklir masih menjadi ingatan kolektif masyarakat dunia. Energi nuklir senantiasa diakitkan dengan pembuatan sejata pemusnah masal dan fakta beberapa kecelakaan reaktor PLTN menimbulkan korban jiwa, walaupun angka korban akibat PLTN dibandingkan dengan kecelakaan yang lain sangatlah kecil. Namun demikian, perlu ditelusuri lebih obyektif ihkwal bahaya PLTN sehingga begitu menakutkan. Penelusuran ini menjadi penting, karena partisipasi masyarakat dalam memberikan pendapat mengenai hal yang berkaitan langsung dengan keselamatan jiwa banyak orang akan membuahkan keiklasan masyarakat untuk mendukung keberadaan PLTN. Dukungan tersebut untuk kesejahteraan masyarakat juga.

Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan beberapa hal yakni pertama urain sepintas mengenai prinsip dasar yang bersifat teknis mengenai teknologi nuklir, secara khusus teknologi PLTN yang akan di kembangkan di Indonesia. Setelah itu akan ditelusuri beberapa argumentasi rasional atau pendekatan yang lazim dikemukakan oleh pihak-pihak yang stuju atau menolak kehadiran PLTN.

Pendekatan-pendekatan ini kemudian dipakai untuk menilai pendapat beberapa kalangan di Indonesia mulai dari para cendekiawan, politisi, masyarakat awam dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap dampak dan prospek PLTN di Indoneia. Berbagai pandangan tersebut dicari dari berbagai sumber pustaka, yang kemudian diasumsikan sebagai presepsi masyarakat mengenai PLTN.

Urgensi mengetahui persepsi masyarakat akan menjadi indikator penerimaan masyarakat mengenai PLTN. Pembahasan secar obyektif mengani hal ini masih belum tuntas sebagaimana disampaikan oleh seorang pegiat yang stuju dengan PLTN melaui ungkapan “ harus diakui bahwa hingga kini belum ada studi yang mendalam dan objektif dalam rangka mengukur presepsi atau penerimaan masyarakat terhadap kehadiran PLTN di Indonesia”

Page 3: Potensi Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

Presepsi seseorang terhadap sesuatu ditentukan oleh tiga faktor yakni pribadi yang memberikan persepsi, obyek yang diamati dan situasi yang melingkupi yang bersangkutan ketika melakukan penilain. Selain itu, faktor pribadi yang memberikan pengamatan tergantung juga pada sistem nilai yang diyakini dan asumsi yang dipakai.

II. TEKNOLOGI NUKLIR UNTUK KELISTRIKAN

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada dasarnya sama dengan pembangit listrik tenaga uap lainnya. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan uap bertekanan tinggi yang dihasilkan dari pemanasan air dalam boiler . Uap air bertekanan tinggi tersebut dihasilkan dengan membakar batubara, gas, minyak, kayu dan bahan-bahan lain yang dapat terbakar seperti limbah tebu, kelapa sawit, sekam, dll. Uap air hasil pembakaran tersebut akan memutar turbin generator yang kemudian menghasilkan energi litrik. Keseluruhan proses tersebut terjadi dalam satu siklus tertutup.

Perbedaan mendasar PLTU lainnya PLTN adalah pemanasan air pada PLTN dilakukan oleh pembelahan inti reaksi bahan fosil seperti uranium didalam reaktor seperti pada gambar -1

Gambar-1 Skema prinsip kerja PLTN

Reaksi pembelahan inti uranium terjadi dalam reaktor. Didalam reaktor reaksi tersebut terjadi secara berantai pada saat inti dari uranium dalam hal ini U-235 atau U-233 terbelah bereaksi dengan neutron yang akan menghasilkan berbagai

Page 4: Potensi Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

unsur lainnya dalm waktu yang sangat cepat, proses ini akan menimbulkan panas dan netron-netron baru. Panas yang berasal dari inti reaktor dialirkan ke sistem pendingin primer, untuk kemudian dilewatkan pada alat penukar panas dan selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui sisten pendingin sekunder.

Adapun bagian-bagian terpenting dari reaktor seperti pelindung atau perisai, elemen bahan bakar, elemen kendali dan moderator. Sedangkan jenis-jenis pendingin pada reaktor nuklir antara lain reaktor nuklir dengan pendingin gas, reaktor air biasa terdiri dari reaktor air mendidih dan reaktor air tekanan, selain itu reaktor jenis reaktor air berat dan reaktor pembiak cepat.

PLTN di Indonesia akan menggunakan reaktor jenis PWR (Pressurized Water Reactor) karena teknologi reaktor ini banyak digunakan di seluruh dunia. Reaktor jenis ini terdiri dari sebuah bejana yang penuh air yang diletakan bahan bakar yang disusun dalam pipa-pipa yang dipasang berkelompok. Bahan bakar yang dipakai adalah U-235 untuk menghasilkan panas yang akan memanaskan air. Karena bejana terisi penuh, maka tidak terjadi uap melainkan tekanan tinggi yang akan disalurkan ke penghasil uap untuk kemudian memutar turbin bagi menghasilkan energi litrik. Selangkapnya seperti pada gambar 2.

Gambar-2 Skema reator airr tekan (Pressurized Water Reactor)

III. PERSEPSI PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

Masyarakat yang dimaksud adalah rakyat Indonesia yang memberikan pendapat mengenai resiko maupun prospek keberadaan PLTN. Pendapat yang dikemukakan merefleksikan persepsi tentang PLTN. Dalam konteks ini, mereka yang memberikan tanggapan diambil atau diseleksi dari berbagai kalangan yakni para

Page 5: Potensi Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

cendekiawan dari perguruan tinggi, para politisi yang merepresentasikan masyarakat banyak, para pegiat lingkungan hidup.

Pihak pemerintah maupun anggota masyarakat yang mendukung keberadaan PLTN di Indoensia umumnya mendasari argumentasinya dengan beberapa alasan utama antara lain keterbatasan energi fosil untuk pembangkitan tenaga listrik, tingginya dampak lingkungan dari penggunaan energi fosil, minimnya resiko atau keamamanan teknologi nuklir serta pembangunan PLTN relatif lebih ekonomis.

Anggota masyarakat yang kritis terhadap rencana pembangunan PLTN lazimnya mempersoalkan resiko yang ditimbulkan.Adapun aspek-aspek yang menjadi perhatian antara lain; kecelakaan reaktor, radiasi yang ditimbukan, limbah radioaktif, dampak sosial dan proliferasi

3.1 Persepsi Pemerintah

Argumentasi pemerintah untuk mendukung PLTN didasari oleh fakta yang cukup obyektif mengenai peningkatan kebutuhan energi listrik yang tidak sebanding dengan ketersediaan energi listrik oleh PLN. Kebutuhan energi listrik di Indonesia terus meningkat seiring dengan kemajuan pembangunan di sektor industri,konstruksi, jasa dan domestik.

Pada tahun 1990 diprediksi tingkat pertumbuhan kebutuhan energi listrik di Indonesi sekitar 8,2 % setiap tahunnya, kenyataannya ramalan tersebut jauh berbeda dengan kenyataan bahwa di tahun 1992 kebutuhan energi listrik Indonesia justru meningkat secara mengejutkan yakni 18% rata-rata setiap tahun. Pada 2001, terjadi kenaikan permintaan listrik sebesar 6,4 persen, disusul kemudian pada 2002 menjadi 12,8 persen. Diprediksi tahun 2010 mendatang kenaikan permintaan rata-rata menjadi 7 persen setiap tahunnya sebagaimana disajikan pada tabel-1 yang dikeluarkan oleh PT PLN.

Tabel-1 Kebutuhan Energi Listrik di Indonesia

Description 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Energy Sales (GWh) 99,012 104,985 111,858 119,222 127,194 135,691 144,763 154,448 164,794

Growth Rate (%) - 6.03 6.55 6.58 6.69 6.68 6.69 6.69 6.70

Production (GWH) 115,116 122,692 130,714 139,332 148,649 158,579 169,182 180,500 192,590

Peak Demand (MW) 21,902 23,343 24,869 26,509 28,282 30,171 32,188 34,342 36,642

Installed Capacity 27,503 28,356 29,356 30,529 31,578 31,601 31,608 31,566 31,380

Page 6: Potensi Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

Dari fakta-fakta ini pihak pemerintah menyakinkan bahwa pembangunan PLTN merupakan salah satu solusi alternatif untuk penyediaan energi listrik. Keyakinan ini dipekuat dengan kebijakan pemerintah untuk segera mungkin mengakhiri ketergantungan kepada energi fosil yang menjadi bahan bakar dominan pada pembangkit tenaga listrik di Indonesia. Batubara masih menduduki peringkat tertinggi, yaitu 45 persen. Gas alam menduduki tingkat kedua, yakni 27 persen. Sisanya dipasok dari energi minyak sebesar 13 persen dan energi terbarukan 15 persen.

Dengan penuh optimisme Soedyartomo Soentono, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) menyatakan bahwa energi nuklir berpotensi menekan pemakaian listrik hingga 18 persen dan bahan bakar sampai 8 persen.

Selain itu, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil memberikan dampak pada polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil. Pemakaian energi nuklir sebagai sumber bahan bakar juga mampu mengurangi polutan CO2 sampai 8 persen yang berarti PLTN dipresepsi sebagai sumber energi yang ramah lingkungan.

Mengenai resiko kehadiran PLTN para pendukung PLTN nampaknya mengabaikan resiko kecelakaan, bahkan dianggap lebih kecil kemungkinan memakan korban dibandingkan dengan merokok. Untuk mendukung argumentasi ini pemerintah melakukan berbagai kampanye di media cetak dan elektronik dengan menampilkan pakar di bidang energi untuk mengedukasi masyarakat mengenai keamanan penggunaan nuklir.

3.1 Presepsi Anggota Masyarakat

Dari kelima aspek yang dikemukanan masyarakat seperti kecelakaan reaktor, radiasi yang ditimbukan, limbah radioaktif, dampak sosial dan proliferasi. Faktor kecelakaan reaktor paling banyak menjadi sorotan. Kecelakaan reaktor terjadi akibat lenyapnya pendingin atau lost of coolant accident. Kecelakaan ini terjadi karena karena hilangnya zat pendingin yang mengakibatkan suhu pada teras reaktor meningkat dengan tajam sehingga kandungan dalam reaktor akan dimuntahkan ke atmosfir. Hal ini akan mengakibatkan zat radioaktif akan menyebar dalam radius yang cukup besar sehingga membahayakan mahluk hidup yang ada dalam jarak jangkaun zat radioaktif tersebut.

Kecelakaan PLTN Cernobyl di Rusia salah satu bukti. Hal ini telah menjadi momok bagi manusia seantero jagat yang memandang PLTN sebagai teknogi laksana pisau bermata dua yang dapat mengancam keselamatan manusia sewaktu-waktu. Belajar dari berbagai kelemahan penanganan PLTN, maka sangatlah beralasan jika timbul keraguan akan kemampuan sumber daya insani Indonesia dalam menangani teknologi yang memerlukan kecermatan dan kedisiplinan yang tinggi.

Page 7: Potensi Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

Keraguan tersebut disampaikan oleh Prof.Dr.Rahardi Ramelan yang mempertanyakan apa yang akan terjadi kalau musibah seperti banjir lumpur di Sidoarjo yang disebabkan oleh keteledoran manusia terjadi pada PLTN tentu akibanya sangat fatal melebihi apa yang terjadi di Sidoarjo. Kekuatiran serupa disampaikan juga oleh pakar Fisika Nuklir Eksperimen, Dr Iwan Kurniawan bahwa “menangani dampak kebocoran lumpur panas Lapindo Brantas saja kita belum mampu. Apalagi mengatasi penyebaran radiasi nuklir yang tidak kasat mata dan sangat membahayakan masyarakat,” Peringatan dini yang disampaikan oleh mantan menteri sekaliber Prof Rahardi Ramelan dan Dr Iwan Kurniawan tentu didasari oleh pengamatan yang seksama perihal mentalitas manusia Indonesia dikaitkan kompetensi penanganan teknologi yang memiliki resiko tinggi.

Kesangsian senada disampaikan pula oleh wartawan senior dan sastrawan Indonesia terkemuka yakni Moctar Lubis. Keberatan beliau selain masih belum yakin dengan kemampuan manusia Indonesia. Beliau juga mempersoalkan besarnya investasi yang dikeluarkan mulai dari membangun PLTN sampai proses penutupan jika masa produktif PLTN berakhir (decomisioning). Proses penutupan PLTN pada setiap tahapannya perlu dilakukan secara cermat agar tidak menimbulkan pencemaran radiasi nuklir. Masalah ini penting diangkat karena telah menjadi anggapan umum seolah-olah pendanaan hanya terbatas pada pembangunan dan pengoperasian serta pemeliharaan semata.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah pengelolaan limbah radioaktif. Limbah radioaktif perlu dikelola dengan cermat agar tidak memiliki resiko jangka panjang. Gagasan alternatif untuk memasukan limbah radioaktif dalam bejana-bejana besi untuk kemudian dimasukan kedalam laut, ditanam dalam tambang garam atau menyediakan satu pulau terpencil yang tidak berpenghuni untuk menyimpan.

Penanganan seperti ini belum dipastikan keamanannya dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Fisikawan Prof.Dr. Liek wilarjo mensinyalir selain resiko daur ulang, kalau tidak cermat, maka proses daur-ulang U-238 atau U-233 akan menghasilkan Plutonium atau Pu-239 yang dapat dipakai sebagai bahan senjata nuklir. Kemungkinan tersebut cukup rasional sehingga menimbulkan kecemasan terjadi persaingan penggunaan senjata nuklir atau lebih parah lagi apabila senjata nuklir tersebut dikuasai oleh para teroris. Kalau ini terjadi akan memberikan dampak sosial dalam skala global.

Kalangan lembaga swadaya masyarakat yang direpresentasikan oleh Wahana Lingkungan Indonesia (WAHLI) melalui kampanye-kampanye yang dilakukan, tersingkap alasan mendasar dari penolakan terhadap PLTN, selain resiko yang ditimbulkan, terbesit keraguan kepada kemampuan perusahaan partner yang akan membangun PLTN. Terdapat catatan masa lampau yang kurang memuaskan dari negara yang bersangkutan, yang mana keberadaan PLTN telah menimbulkan persoalan yang cukup serius di negara asal. Kalangan LSM juga

Page 8: Potensi Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

menilai, pilihan PLTN bukan hal yang mendesak karena Indonesia memiliki potensi energi primer dan energi alternatif yang relatif mencukupi untuk jangka panjang, dibandingkan dengan resiko yang akan ditimbulkan oleh PLTN.

Anggota masyarakat lainnya seperti pimpinan DPRD di wilayah Pati dan Jepara yang akan dibangun PLTN memiliki pandangan yang beragam yakni faktor penguasaan teknologi yang belum sepenuhnya dikuasai dan bahaya yang ditimbulkan,namun yang menarik adalah argumentasi mengenai ketergantungan terhadap pihak asing yang menguasai teknologi nuklir,dengan demikian pihak asing dapat mendikte kepentingannya terhadap Indonesia. Argumentasi ini cukup beralasan karena bagaimanapun pihak asing yang memasok teknologi nuklir akan berupaya untuk meraup keuntungan sebesar mungkin dengan menciptakan ketergantungan. Kondisi seperti ini sudah menjadi dilema dari upaya alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang.

Argumentasi-argumentasi yang dikemukakan oleh anggota masyarakat yang kritis, maka hampir semua sepakat bahwa resiko kecelakaan PLTN merupakan faktor dominan yang mendasari penolakan terhadap kehadiran PLTN alasan yang diekenukakan ketidaksiapan smber daya insani Indonesia yang dianggap belum cakap dari segi penguasaan teknologi maupun mentalitas yang cendung tidak disiplin dan teledor. Alasan ini diperkuat dengan fakta berbagai kecelakaan yang marak terjadi di Indonesia saat ini seperti banjir lumpur PT Lapindo di Jawa Timur, kecelakaan pesawat terbang, transportasi darat dan kapal laut yang tenggelam atau terbakar.Semua kecelakaan tersebut berakar pada kelalaian manusia atau humman error.

IV. PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

1. Prisip kerja PLTN serupa dengan pembangkit tenaga uap lainnya, yang berbeda adalah energi fosil yang dibakar untuk menghasilan uap tekanan tinggi adalah reaksi fisi dari uranium. Kelebihan dari PLTN dibandingkan PLTU berbahan bakar fosil adalan PLTN lebih ramah lingkungan walaupun sangat berpotensi resiko.

2. Pertimbangan pemerintah atau anggota masyarakat yang meyakini prospek PLTN di Indonesia berkisar pada argumentasi untuk mengatasi krisis energi di Indonesia secara umum dan khususnya melepaskan ketergantungan penyediaan energi listrik dari energi fosil, rendahnya resiko PLTN, biaya pembangunan yang relatif murah dan ramah terhadap lingkungan.

3. Presepsi yang terbangun dikalangan anggota masyarakat yang kritis terhadap keberadaan PLTN meliputi resiko yang ditimbulkan oleh PLTN dengan faktor-faktor antara lain kecelakaan reaktor, radiasi yang ditimbukan, limbah radioaktif, dampak sosial dan proliferasi

Page 9: Potensi Energi Nuklir dalam Mendukung Kelistrikan Nasional

4. Penolakan masyarakat terhadap PLTN dominan didasari oleh persepsi mengenai ketidaksiapan sumber daya insani Indonesia dalam menangani teknologi yang beresiko tinggi yang memerlukan kecermatan dan kedisiplinan yang tinggi.

4.2 SARAN

Mencermati tingginya resistensi masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTN dengan argumentasi yang substansitif dan rasional, maka pemerintah perlu membuka dialog publik secara trasparan dan kalau perlu beri kesempatan pada masyarakat untuk menentukan sikapnya lewat sebuah refrendum.

Referensi :

1. Aminuddin H.A., Persepsi dan Penerimaan Masyarakat terhadap PLTN, Elektro Indonesia Edisi ke Tujuh, April 1997

2. Aziz Ferhat, Perspektif Positif Energi Nuklir, Republika OL 26 Agustus 20063. Falk. Jim, ‘Kontroversi Nuklir dan Negara-Negara Berkembang’, dalam Supardan

(Ed) Ilmu, Teknologi dan Etika PT BPK Gunung Mulia tahun 19914. Jawa Pos, Pembangunan PLTN Harus Dihentikan, Potensi Energi Alternatif

Indonesia Masih Besar, Jawa Pos, Radar Semarang, Kamis, 01 Maret 20075. Lubis Mochtar, ‘Siapa yang Melakukan Pilihan Teknologi’, dalam Supardan (Ed)

Ilmu, Teknologi dan Etika PT BPK Gunung Mulia tahun 19916. Sinar Harapan, Indonesia Butuh Energi Alternatif Ramah Lingkungan, Sinar

Harapan 19 Juni 20037. Soedarsono Budi, ‘Pilihan energi Nuklir, Prospek dan Keamanannya’, dalam

Supardan (Ed) Ilmu, Teknologi dan Etika PT BPK Gunung Mulia tahun 19918. Wilarjo, Liek “ Refleksi etis-theologis atas Nanoteknologi dan Femtoteknologi”

dalam Soerarman (Ed), Fudamentalisme Agama-Agama dan Teknologi (hal 95-115). PT BPK Gunung Mulia tahun 1992

9. WAHLI 2007, Penolakan Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia (Muria dan Madura).

http://www.walhi.or.id/kampanye/energi/pltn/tolk_nuklir_040304/10. ---- 1997, Pengembangan Energi Terbarukan Sebagai Energi Aditif di Indonesia

Elektro Indonesia Edisi ke Enam , Februari 1997