potensi karbon di taman nasional meru betiri - forda...
TRANSCRIPT
Potensi Karbon di Taman Nasional Meru Betiri
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan KebijakanBadan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Kementerian Kehutanan, IndonesiaKerjasama Dengan:
International Tropical Timber Organization (ITTO)Bogor, 2011
Oleh:Seno Pramudita
Nugroho Dri AtmojoAdi Sucipto
Deny AstanafaAfiyan Eko Firnandus
Ketut Efendi
i
Potensi Karbon
di Taman Nasional Meru Betiri
Oleh : Seno Pramudita
Nugroho Dri Atmojo Adi Sucipto
Deny Astanafa Afiyan Eko Firnandus
Ketut Efendi Dewi Inggil Rachmawati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan, Republik Indonesia
Kerjasama dengan
International Tropical Timber Organization (ITTO)
Bogor, 2011
ii
Potensi Karbon di Taman Nasional Meru Betiri
ISBN: 978-602-99985-12-4
Laporan Teknis No 16, Desember 2011.
Oleh : Seno Pramudita, Nugroho Dri Atmojo, Adi Sucipto, Deny Astanafa, Afiyan Eko
Firnandus, Ketut Efendi, dan Dewi Inggil Rachmawati
Informasi ini merupakan bagian dari kegiatan. Program ITTO PD 519/08 Rev.1 (F):
Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions From Deforestation And Forest
Degradation And Enhancing Carbon Stocks In Meru Betiri National Park, Indonesia.
Kerjasama Antara:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Center for
Climate Change and Policy Research and Development)
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Tel: +62-251-8633944
Fax: +62-251-8634924
Email: [email protected]
Website: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id
LATIN –Tthe Indonesian Tropical Institute
Jl. Sutera No. 1 Situgede, Bogor, Jawa Bara,t Indonesia
Tel: +62-251-8425522/8425523
Fax: +62-251-8626593
Email: [email protected] and [email protected]
Website: www.latin.or.id
Taman Nasional Meru Betiri, Kementerian Kehutanan
Jalan Siriwijaya 53, Jember, Jawa Timur, Indonesia
Tel: +62-331-335535
Fax: +62-331-335535
Email: [email protected]
Website: www.merubetiri.com
Copyright © 2011.
Diterbitkan Oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610
Tel/Fax: +62-251-8633944
Email: [email protected]
Web site: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR, ii
SUSUNAN TIM, iii
DAFTAR ISI, iv
DAFTAR GAMBAR, v
DAFTAR TABEL, vi
I. PENDAHULUAN, 1
a. Latar Belakang, 1
b. Maksud dan Tujuan, 2
II. METODOLOGI, 3
a. Tempat dan Waktu, 3
b. Alat dan Bahan, 3
c. Ruang Lingkup, 4
d. Metode, 4
III. HASIL DAN ANALISIS, 15
a. Estimasi Karbon di Atas Permukaan Tanah, 15
b. Komposisi Komponen Penyusun Cadangan Karbon, 16
c. Berat Isi Tanah, 19
IV. PENUTUP, 20
a. Kesimpulan, 20
b. Saran, 20
LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Permanent Sample Plot (PSP), 5
Gambar 3.1. Cadangan karbon di atas permukaan tanah dan
komposisinya di TNMB berdasarkan sistem zonasi, 18
Gambar 3.2. Cadangan karbon di atas permukaan tanah dan
komposisinya di TNMB berdasarkan sistem penggunaan
lahan, 19
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Blanko Pengamatan Pohon Besar, 6
Tabel 2.2. Blanko Pengamatan Pohon Sedang, 6
Tabel 2.3. Estimasi biomasa pohon menggunakan persamaan
allometrik, 7
Tabel 2.4. Blanko Pengamatan Understorey (Tumbuhan Bawah), 8
Tabel 2.5. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Besar (Diameter
> 30 cm), 10
Tabel 2.6. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Sedang (Diameter
5 s/d > 30 cm), 10
Tabel 2.7. Blanko Pengamatan Nekromasa Tak Berkayu (seresah),
12
Tabel 2.8. Estimasi total penyimpanan karbon bagian atas tanah
pada suatu sistem penggunaan lahan (Mg ha), 13
Tabel 3.1. Estimasi Cadangan Karbon Di atas Permukaan Tanah pada
Berbagai Sistem Zonasi di TNMB, 15
Tabel 3.2. Estimasi Cadangan Karbon Di atas Permukaan Tanah pada
Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di TNMB, 16
Tabel 3.3. Rata-rata Berat Isi Tanah Pada Sistem Zonasi di TNMB, 19
Tabel 3.4. Rata-rata Berat Isi Tanah Pada Sistem Penggunaan Lahan
di TNMB, 19
1
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan (Archipelago Nation)
terbesar di dunia yang memiliki kawasan seluas 780 juta Ha, terdiri
atas daratan seluas 1,9 juta km persegi, kawasan laut dengan luas
3,1 juta km persegi dan perairan terbatas seluas 2,7 juta km persegi.
Daratan Indonesia memiliki berbagai keanekaragaman tipe hutan
yang berpotensi besar sebagai ‘carbon sink’, dan salah satu ekosistem
hutan di Indonesia adalah hutan hujan tropika.
Hutan hujan tropis adalah hutan dengan tingkat
keanekaragaman tumbuhan (biodiversity) yang sangat tinggi
sebagaimana terdapat di kawasan Taman Nasional Meru Betiri
(TNMB) yang memiliki kekayaan jenis vegetasi sebagai sumber
karbon dan penyedia jasa lingkungan.
Kawasan TNMB memiliki luas wilayah 58.000 Ha, yang terbagi
atas 57.155 Ha daratan dan 845 Ha wilayah perairan. TNMB secara
administratif pemerintahan terletak di dua wilayah kabupaten yaitu
wilayah Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 Ha dan Kabupaten
Jember seluas 37.585 Ha.
Sebagai kawasan hutan yang diamanatkan oleh undang-
undang sebagai kawasan konservasi, TNMB dikelola berdasarkan
sistem zonasi, dimana di dalam Kawasan TNMB memiliki zona-zona
pengelolaan sesuai dengan fungsi penetapannya serta kegiatan
manusia yang diijinkan untuk dilakukan didalamnya. Salah satu zona
yang spesifik dan jarang terdapat di wilayah kawasan konservasi lain
adalah adanya zona pemanfaatan khusus/zona penyangga seluas
2
2.155 Ha yang dikelola dalam bentuk HGU Perkebunan yaitu oleh PT.
Perkebunan Sukamade Baru seluas 1.098 Ha dan PT. Perkebunan
Bandealit seluas 1.057 Ha.
Taman Nasional Meru Betiri dengan tipe vegetasi hutan hujan
tropis dataran rendah diperkirakan mempunyai stok karbon tinggi.
Pengukuran stok karbon di seluruh tipe penutupan lahan di wilayah
TNMB dilakukan untuk mendukung kegiatan percontohan REDD+
yang didanai oleh ITTO.
B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan pengukuran karbon adalah untuk :
1) Mendapatkan data di seluruh Petak Sampel Permanen (PSP)
yang sudah dibangun guna mengetahui stok karbon di
berbagai tipe penutupan lahan di Taman Nasional Meru Betiri.
2) Menyediakan informasi potensi karbon sebagai dasar
penyusunan baseline guna mendukung kegiatan REDD+ di
Taman Nasional Meru Betiri.
3
II. METODOLOGI
A. Tempat dan waktu
Tempat pelaksanaan penetapan baseline untuk menganalisis
penggunaan lahan, perubahan tutupan lahan dan karbon stok di
kawasan TNMB yang telah ditetapkan sebagai plot sampel permanen
(PSP) yang mewakili zonasi, tipe vegetasi, dan penggunaan lahan di
Taman Nasional Meru Betiri. Sedangkan waktu pelaksanaan kegiatan
pada bulan Januari - Februari 2011.
B. Alat dan bahan
Alatyang digunakan selama kegiatan penentuan batas
(boundary) kegiatan untuk pengukuran dan monitoring karbon stok
adalah sebagai berikut :
Pita ukur (meteran) berukuran panjang 50 m
Tali rafia berukuran panjang 100 m dan 20 m
Pita ukur (meteran)
Parang atau gunting tanaman
Spidol warna biru atau hitam
Alat pengukur tinggi pohon
Clinometer atau alat pengukuran lainnya)
Blangko pengamatan
GPS
Kompas
Timbangan
Kantong plastik besar
4
Plastik sampel
Gergaji potong
Parang
Linggis
Bingkai kuadran
Lempak baja
Sekop tanah
Sedangkan bahan yang digunakan untuk menunjang kegiatan
tersebut di atas antara lain :
Peta kerja
Peta zonasi TNMB
Peta Landuse
Peta vegetasi
Peta topografi
Data berat jenis pohon
C. Ruang Lingkup
1. Menyusun rencana kerja dan melaksanakan kegiatan
penetapan baseline untuk menganalisis penggunaan lahan,
perubahan tutupan lahan dan perubahan stok karbon.
2. Menganalisis baseline untuk stok karbon di TNMB.
3. Memfasilitasi pemetaan penggunaan lahan dan membuat
database.
4. Mengadakan pertemuan sebelum pelaksanaan kegiatan
dimulai.
5
5. Mempresentasikan dan menyusun laporan
6. Mengadakan evaluasi setelah kegiatan selesai sampai
selesainya program ITTO.
D. Metode
1. Mengukur Biomasa Pohon
Pengukuran biomasa pohon dilakukan dengan cara 'non
destructive' (tidak merusak bagian tanaman). Diperlukan 2 orang
tenaga kerja untuk pengukuran. Sebelumnya telah tersedia Plot (PSP)
seperti gambar 2.1 di bawah ini :
Patok utama plot
Patok bantu plot
Sub sub plot ukuran 0.5 X 0.5 meter untuk mengukur
serasah dan tumbuhan bawah
Sub plot ukuran 10 m X 50 m untuk mengukur tiang
(pohon Ø 5 sd 30 cm)
Plot ukuran 20 m X 100 m untuk mengukur pohon Ø ≥
30 cm
Gambar 2.1. Permanent Sample Plot (PSP)
20 m
100 m
50 m
0,5 m x 0,5 m
Patok PSP
50 m
10 m
6
Cara pengukuran:
Catat nama setiap pohon, dan ukurlah diameter batang
setinggi dada (dbh = diameter at breast height = 1.3 m dari
permukaan tanah) semua pohon yang masuk dalam PLOT BESAR.
Lakukan pengukuran dbh hanya pada pohon berdiameter >30 cm.
Sedangkan pohon dengan dbh 5 hingga < 30 cm diukur dalam PLOT
SEDANG. Untuk pohon berdiameter < 5 cm diklasifikasikan sebagai
tumbuhan bawah.
Catatlah lilit batang atau diameter batang dari setiap pohon
yang diamati pada blanko pengamatan yang telah disiapkan (Tabel
2.1 dan 2.2). Bila pada SUB PLOT terdapat tanaman tidak berkeping
dua (dycotile) seperti bambu dan pisang, maka ukurlah diameter dan
tinggi masing-masing individu dalam setiap rumpun tanaman.
Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang seperti kelapa
atau tanaman jenis palem lainnya.
Tetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon
dengan jalan memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur
panjang, diameter dan timbang berat basahnya. Masukkan dalam
oven pada suhu 100 C selama 48 jam dan timbang berat keringnya.
Hitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut:
7
Tabel 2.1. Blanko Pengamatan Pohon Besar
DATA PLOT PERMANEN
Nomer PSP : ................................................
Tanggal : ................................................
Blok : ................................................
Resort : ................................................
Ukuran PLOT : 20 m x 100 m = 2000 m²
No Nama
jenis
Bercabang
/Tidak
Keliling Diameter Tinggi Ket
Tabel 2.2. Blanko Pengamatan Pohon Sedang
DATA PLOT PERMANEN
Nomer PSP : ................................................
Tanggal : ................................................
Blok : ................................................
Resort : ................................................
Ukuran PLOT : 10 m x 50 m = 500 m²
No Nama
jenis
Bercabang
/Tidak
Keliling Diameter Tinggi Ket
Hitunglah biomasa pohon menggunakan persamaan alometrik yang
telah dikembangkan oleh peneliti peneliti sebelumnya yang
8
pengukurannya diawali dengan penebangan dan penimbangan
beberapa pohon. Persamaan alometrik untuk jenis-jenis pohon
lainnya dapat dilihat dalam Tabel 2.3.
Jumlahkan biomasa semua pohon yang ada pada suatu lahan,
baik yang ukuran besar maupun yang kecil, sehingga diperoleh total
biomasa pohon per
lahan (kg/luasan lahan).
Tabel 2.3. Estimasi biomasa pohon menggunakan persamaan
allometrik
Keterangan:
BK = berat kering; D = diameter pohon, cm; H = tinggi pohon, cm;
ρ = BJ kayu, g/cm³.
2. Estimasi Jumlah C Tersimpan dalam Akar Tanaman
Di daerah tropika basah, C tersimpan dalam akar sering
diabaikan walaupun jumlahnya cukup besar. Hal ini disebabkan oleh
sulitnya pengukuran akar di lapangan karena melibatkan perusakan
lahan, dan membutuhkan waktu serta tenaga banyak. Tambahan lagi
hasil pengukuran C tersimpan dalam akar tersebut tidak dapat
9
langsung dipakai oleh petani untuk justifikasi pemilihan pohon
dilahannya. Sama halnya dengan biomasa tajuk tanaman, biomasa
akar juga dapat diestimasi menggunakan persamaan alometrik
berdasarkan diameter akar utama (proximal root) (Hairiah et al.,
2001). Namun untuk tujuan praktis, tim peneliti ASB mengestimasi
penyimpanan C pada akar pohon di hutan tropika basah dengan
menggunakan nilai terpasang (default value) nisbah tajuk: akar, yaitu
4:1 untuk pohon di lahan kering, 10:1 untuk pohon di lahan basah
dan 1:1 untuk pohon di tanah-tanah miskin. Misalnya berat masa
tajuk pohon di lahan kering = 100 kg maka berat masa akarnya = 25
kg.
3. Mengukur Biomasa Tumbuhan Bawah (Understorey)
Pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah harus
dilakukan dengan metode 'destructive' (merusak bagian tanaman).
Tumbuhan bawah yang diambil sebagai contoh adalah semua
tumbuhan hidup berupa pohon yang berdiameter < 5 cm, herba dan
rumput-rumputan.
Tempatkan kuadran bambu, kayu atau aluminium di dalam
SUB PLOT (10 m x 50 m) secara acak. Potong semua tumbuhan
bawah (pohon berdiameter < 5 cm, herba dan rumbut-rumputan)
yang terdapat di dalam kuadran, pisahkan antara daun dan batang.
Masukkan ke dalam kantong sampel, beri label sesuai dengan kode
TITIK CONTOHnya. Untuk memudahkan penanganan, ikat semua
kantong sampel berisi tumbuhan bawah yang diambil dari satu plot.
Masukkan dalam karung besar untuk mempermudah pengangkutan
ke laboratorium.
10
Timbang berat basah daun atau batang, catat beratnya dalam
blangko (Tabel 2.4). Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing
biomasa daun dan batang sekitar 100-300g. Bila biomasa contoh
yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya
dan jadikan sebagai subcontoh. Keringkan sub-contoh biomasa
tanaman yang telah diambil dalam oven pada suhu 80 C selama 2 x
24 jam. Timbang berat keringnya dan catat dalam blanko.
Tabel 2.4. Blanko Pengamatan Understorey (Tumbuhan Bawah)
No. PSP :
Blok
:
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot 0,5m x 0,5m = 0,25m²
No. Berat
Basah
Sub-contoh
Berat Basah
Sub-
contoh
Berat
Kering
Total Berat Kering
Gram Gram Gram Gram/0,25m² Gram/m²
1
2
3
4
5
6
11
Hitung total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dengan
rumus sebagai berikut:
Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah
4. Mengukur Nekromasa di atas permukaan tanah
Pengambilan contoh 'nekromasa' (bagian tanaman mati) pada
permukaan tanah yang masuk dalam SUB PLOT (10 m x 50 m)
dan/atau PLOT BESAR (20 m x 100 m). Pengambilan contoh
nekromasa yang berdiameter antara 5 cm hingga 30 cm dilakukan
pada SUB PLOT, sedangkan batang berdiameter > 30 cm dilakukan
pada PLOT BESAR. Nekromasa dibedakan menjadi 2 kelompok:
a. Nekromasa berkayu: pohon mati yang masih berdiri maupun yang
roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang masih
utuh yang berdiameter 5 cm dan panjang 0,5 m.
b. Nekromasa tidak berkayu: seresah daun yang masih utuh (seresah
kasar), dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi
sebagian dan berukuran > 2 mm (seresah halus).
Cara pengukuran nekromasa berkayu:
a. Ukur diameter (lingkar batang) dan panjang (tinggi) semua pohon
mati yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati,
cabang dan ranting.
b. Catat dalam blangko pengukuran Tabel 5 untuk nekromasa yang
berdiameter > 30 cm dan Tabel 6 untuk nekromasa yang
berdiameter antara 5 - 30 cm.
12
c. Apabila dalam SUBPLOT maupun PLOT BESAR terdapat batang
roboh melintang, maka ukurlah diameter batang pada dua posisi
(pangkal dan ujung) dan panjang batang hanya diukur pada
contoh yang masuk dalam SUB PLOT atau PLOT BESAR saja.
d. Ambil sedikit contoh kayu ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, timbang
berat basahnya, masukkan dalam oven suhu 80 C selama 48 jam
untuk menghitung BJnya.
Data nekromasa yang diperoleh pada pengambilan contoh
dimasukkan dalam ”blangko pengukuran nekromasa berkayu” (Tabel
2.5 dan Tabel 2.6).
Tabel 2.5. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Besar (Diameter >
30 cm)
No. PSP : 13
Blok
:
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot 20m x 100m = 2000m²
No.
Panjang
(Cm)
Diameter
(Cm)
Tinggi
(Cm) Pelapukan
Estimasi
Berat
Kering
(Gram)
Rendah Tinggi
13
Tabel 2.6. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Sedang (Diameter
5 s/d > 30 cm)
No. PSP : 13
Blok
:
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot 10m x 50m = 500m²
No.
Panjang
(Cm)
Diameter
(Cm)
Tinggi
(Cm) Pelapukan
Estimasi
Berat
Kering
(Gram)
Rendah Tinggi
Hitunglah berat nekromasa berkayu yang bercabang dengan
menggunakan rumus allometrik seperti pohon hidup, sedangkan
untuk pohon yang tidak bercabang dihitung berdasarkan volume
silinder sebagai berikut:
BK (kg/nekromas) = p r H D²/40
Dimana, H = panjang/tinggi nekromasa (cm), D = diameter
nekromas (cm), = BJ kayu (g/cm³). Biasanya BJ kayu mati sekitar 0.4
g/cm³ , namun dapat juga bervariasi tergantung pada kondisi
14
pelapukannya. Semakin lanjut tingkat pelapukan kayu, maka BJ nya
semakin rendah.
Cara pengukuran nekromasa tak berkayu:
Gunakan kuadran kayu/bambu/aluminium kemudian ambillah
contoh seresah kasar langsung setelah pengambilan contoh biomasa
tumbuhan bawah, lakukan pada titik contoh dan luas kuadran yang
sama dengan yang dipakai untuk pengambilan contoh biomasa
tumbuhan bawah. Ambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-
daun dan ranting-ranting gugur yang terdapat dalam tiap-tiap
kuadran, masukkan ke dalam kantong kertas dan beri label sesuai
dengan kode TITIK CONTOH nya. Keringkan semua seresah di bawah
sinar matahari, bila sudah kering goyang-goyangkan agar tanah yang
menempel dalam seresah rontok dan terpisah dengan seresah.
Timbang contoh seresah kering matahari (gram per 0.25 cm ). Ambil
sub-contoh seresah sebanyak 100-300 g untuk dikeringkan dalam
dalam oven pada suhu 80 C selama 48 jam. Bila biomasa contoh
yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya
dan jadikan sebagai sub-contoh. Timbang berat keringnya dan catat
dalam blangko yang telah disediakan (Tabel 2.7).
15
Tabel 2.7. Blanko Pengamatan Nekromasa Tak Berkayu (seresah)
No. PSP :
Blok
:
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot 0,5m x 0,5m = 0,25m²
No. Berat Basah Sub-
contoh
Berat
Basah
Sub-
contoh
Berat
Kering
Total Berat Kering
Gram Gram Gram Gram/0,25m² Gram/m²
1
2
3
4
5
6
Estimasi BK seresah kasar per kuadran melalui perhitungan sebagai
berikut:
Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah
5. Penghitungan Jumlah C Tersimpan per Lahan
Semua data (TOTAL) biomasa dan nekromasa per lahan
dimasukkan ke dalam Tabel 2.8 yang merupakan estimasi akhir
16
jumlah C tersimpan per lahan. Konsentrasi C dalam bahan organik
biasanya sekitar 46%, oleh karena itu estimasi jumlah C tersimpan
per komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat
masanya dengan konsentrasi C, sebagai berikut:
Tabel 2.8. Estimasi total penyimpanan karbon bagian atas tanah
pada suatu sistem penggunaan lahan (Mg ha)
PSP No : Zona : Land use :
Vegetasi Biomasa (Mg/ha) Total
Biomasa
Stok
Karbon
Pohon
Besar
Pohon
Sedang Understorey
Nekromas
Berkayu Seresah Tanah Akar (Mg/ha) (Mg/ha)
Keterangan: Mg = mega gram = ton
6. Mengukur Tanah Utuh (Tidak terganggu)
Ambil contoh tanah utuh menggunakan kuadran besi, sesuai
dengan kedalaman tanah yang dibutuhkan. Contoh tanah diambil
pada titik contoh yang berdekatan dengan titik pengambilan contoh
tanah terganggu. Hindari tempat-tempat yang telah mengalami
Berat kering biomasa atau nekromasa (kg/ha) x 0.46
17
pemadatan (misalnya jalan setapak, atau tempat-tempat yang
terinjak-injak selama pengambilan contoh tanaman atau seresah).
Pindahkan seresah-seresah kasar yang ada di atas permukaan tanah,
tancapkan kuadran besi ke permukaan tanah, tekan perlahan.
Letakkan kuadran besi yang lain di atas kuadran besi pertama dan
pukul pelan-pelan menggunakan tongkat kayu, hingga kuadran
pertama masuk ke dalam tanah sesuai kedalaman yang diinginkan.
Jika mengalami kesulitan saat membenamkan kuadran besi (misalnya
ada potongan-potongan kayu, akar atau batu), ulangi sekali lagi pada
tanah di sampingnya hingga berhasil. Gali tanah di sekitar kuadran,
potong tanah di bawah kuadran menggunakan lempak dan angkatlah
perlahan-lahan agar tanah tetap berada utuh di dalam kuadran.
Buang tanah yang ada di permukaan luar kuadran besi dan ratakan
tanah pada bagian atas dan bawah kuadran. Pindahkan tanah yang
ada dalam kuadran besi ke dalam kantong plastik dan tutup segera
(diikat dengan karet gelang), timbang berat basahnya (W1). Catat
beratnya dalam blanko yang disediakan.
Lanjutkan pengambilan contoh pada kedalaman 5-10 cm, 10-
20 cm dan 20-30 cm dengan cara yang sama. Keringkan contoh
tanah dalam oven pada suhu 105 C selama 2 hari, dan timbang berat
keringnya (W2). Hitung Berat Isi (BI) tanah dengan rumus:
BI = W2 (g) /V (Volume tanah dalam cm³)
18
III. HASIL DAN ANALISIS
A. Estimasi Karbon di Atas Permukaan Tanah
Estimasi cadangan karbon di atas permukaan tanah pada
berbagai sistem zonasi di TNMB berkisar antara 28,7 – 145,98 Mg/ha,
seperti tercantum dalam Tabel 3.1. Cadangan karbon di atas
permukaan tanah pada zona inti lebih rendah daripada zona rimba,
yaitu 133,69 Mg/ha. Sedangkan zona rimba memiliki cadangan
karbon di atas permukaan tanah paling tinggi dibandingkan dengan
zona yang lain, yaitu 145,98 Mg/ha. Karena dasar awal penetapan
zona inti adalah berdasarkan home range harimau jawa bukan tingkat
kerapatan vegetasi, sehingga tingkat cadangan karbon lebih rendah
apabila dibandingkan dengan zona rimba yang tingkat kerapatan
vegetasinya lebih tinggi.
Tabel 3.1. Estimasi Cadangan Karbon Di atas Permukaan Tanah pada
Berbagai Sistem Zonasi di TNMB
No Zona Cadangan Karbon (Mg/ha)
1 Inti 133,69 2 Rimba 145,98 3 Pemanfaatan 118,34 4 Pemanfaatan Khusus 98,8 5 Rehabilitasi 28,7
Berdasarkan sistem penggunaan lahan yang ada di TNMB
diketahui bahwa jumlah cadangan karbon di atas permukaan tanah
berkisar antara 28,7 – 166,63 Mg/ha, sebagaimana tertera pada
Tabel 3.2. Pada hutan sekunder memiliki cadangan karbon tertinggi,
19
yaitu 166,63 Mg/ha. Sedangkan hutan primer memiliki cadangan
karbon lebih rendah daripada hutan sekunder, yaitu 137,69 Mg/ha.
Hal ini disebabkan penetapan hutan primer maupun sekunder pada
peta dasar TNMB tidak berdasarkan tingkat kerapatan vegetasi.
Hutan sekunder berdasarkan peta dasar yang dimiliki TNMB ternyata
bervegetasi rapat dan berdiameter besar dibandingkan hutan primer
yang banyak ditumbuhi hutan bambu. Cadangan karbon tertinggi
setelah hutan primer adalah perkebunan yaitu 133,29 Mg/ha, karena
vegetasi yang mendominasi perkebunan yang ada di dalam TNMB
adalah tanaman keras yang umurnya sudah tua yaitu karet (Hevea
braziliensis). Jumlah cadangan karbon yang terendah adalah semak,
alang-alang yaitu berkisar 24,08 Mg/ha. Sawah yang ada di TNMB
bukanlah sawah murni tetapi dikelola menggunakan sistem
tumpangsari antara tanaman semusim dengan tanaman hutan,
sehingga mampu menyumbang karbon sebesar 28,7 Mg/ha lebih
tinggi daripada semak, alang-alang.
Tabel 3.2. Estimasi Cadangan Karbon Di atas Permukaan Tanah pada
Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di TNMB
No Sistem Penggunaan Lahan Cadangan Karbon (Mg/ha)
1 Hutan Primer 135,02 2 Hutan Sekunder 166,63 3 Perkebunan 98,8 4 Belukar 93,38 5 Sawah 28,7 6 Semak, Alang-alang 24,08
Cadangan karbon tertinggi di atas permukaan tanah TNMB
masih tergolong cukup baik, yaitu 166,63 Mg/ha. Cadangan karbon di
20
hutan tropik Asia berkisar antara 40-250 Mg C/ha untuk vegetasi dan
50-120 Mg C/ha untuk tanah. Pada studi invetarisasi gas rumah kaca,
IPCC merekomendasikan suatu nilai cadangan karbon 138 Mg C/ha
untuk hutan-hutan basah di Asia (Lasco,2002).
Lasco (2002), mengatakan bahwa aktivitas penebangan hutan
untuk pemanenan kayu berperan dalam menurunkan cadangan
karbon di atas permukaan tanah minimal 50%. Karena dalam kasus
di hutan konservasi seperti TNMB tidak diperkenankan menebang
pohon, maka dalam jangka waktu yang lama tidak berpotensi
menurunnya cadangan karbon bahkan justru meningkat karena
pertumbuhan pohon.
B. Komposisi Komponen Penyusun Cadangan Karbon
Pohon merupakan komponen terbesar dari biomasa di atas
permukaan tanah. Berdasarkan sistem zonasi, hasil dari kegiatan ini
menunjukkan bahwa biomasa pohon dari zona inti, rimba,
pemanfaatan dan pemanfataan khusus menyumbangkan sekitar 66%
dari total karbon (Gambar 3.1). Nekromasa, tumbuhan bawah dan
seresah hanya memberikan sekitar 34%. Pada zona rehabilitasi,
cadangan karbon yang berasal dari biomasa pohon paling kecil bila
dibandingkan dengan zona lainnya yaitu 17%. Nekromasa menempati
5%, tumbuhan bawah 39% dan seresah 39%.
21
Gambar 3.1. Cadangan karbon di atas permukaan tanah dan
komposisinya di TNMB berdasarkan sistem zonasi
Kom
posi
si b
iom
asa
(%
) Cadangan k
arb
on
(Mg/h
a)
22
Gambar 3.2. Cadangan karbon di atas permukaan tanah dan
komposisinya di TNMB berdasarkan sistem penggunaan
lahan
Pada sistem penggunaan lahan di TNMB, pohon merupakan
komponen terbesar dari biomasa di atas permukaan tanah untuk
hutan primer, hutan sekunder dan perkebunan. Hasil dari kegiatan ini
menunjukkan bahwa biomasa pohon dari hutan primer, hutan
sekunder dan perkebunan menyumbangkan sekitar 69% dari total
Cadangan k
arb
on
(Mg/h
a)
Kom
posi
si b
iom
asa
(%)
23
karbon (Gambar 3.2). Nekromasa, tumbuhan bawah dan seresah
hanya memberikan sekitar 31%. Pada sistem penggunaan lahan
berupa belukar, sawah, semak dan alang-alang, cadangan karbon
yang berasal dari biomasa pohon paling kecil bila dibandingkan
dengan sistem penggunaan lahan lainnya yaitu 19%. Nekromasa
menempati 11%, tumbuhan bawah 29% dan seresah 41%.
C. Berat Isi Tanah
Pada pengambilan data tanah, yang digunakan adalah tanah
utuh atau tidak terganggu. Karena di TNMB tidak ada penebangan
ataupun eksploitasi terhadap hasil hutan, sehingga kondisi tanah
masih murni belum ada perlakuan kimia. Data tanah berdasarkan
sistem zonasi untuk mendukung kegiatan estimasi karbon di TNMB
dalam rangka penetapan baseline tertera pada Tabel 3.3. Berat isi
tanah pada zona inti lebih kecil, yaitu 68,99 Mg/ha apabila
dibandingkan dengan zona lainnya. Sedangkan pada zona rehabilitasi
memiliki berat isi tanah mencapai 86,63 Mg/ha tertinggi daripada
zona lainnya.
Tabel 3.3. Rata-rata Berat Isi Tanah Pada Sistem Zonasi di TNMB
No Zona Berat Isi Tanah (Mg/ha)
1 Inti 68,99 2 Rimba 77,82 3 Pemanfaatan 85,58 4 Pemanfaatan Khusus 77,52 5 Rehabilitasi 86,63
24
Berdasarkan sistem penggunaan lahan, berat isi tanah berkisar
antara 70,23 – 86,63 Mg/ha seperti yang tertera pada Tabel 3.4.
Berat isi tanah pada penggunaan lahan hutan primer lebih kecil, yaitu
70,23 Mg/ha apabila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan
lainnya. Sedangkan pada penggunaan lahan sawah memiliki berat isi
tanah mencapai 86,63 Mg/ha tertinggi daripada penggunaan lahan
lainnya.
Tabel 3.4. Rata-rata Berat Isi Tanah Pada Sistem Penggunaan Lahan
di TNMB
No Sistem Penggunaan Lahan Berat Isi Tanah (Mg/ha)
1 Hutan Primer 70,23 2 Hutan Sekunder 78,98 3 Perkebunan 77,52 4 Belukar 72,84 5 Sawah 86,63 6 Semak, Alang-alang 82,70
25
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
a. Kegiatan penetapan baseline bertujuan untuk menganalisis
penggunaan lahan, perubahan tutupan lahan dan karbon stok
yang dilakukan di seluruh petak sampel permanen (PSP).
b. Estimasi cadangan karbon di atas permukaan tanah pada
berbagai sistem zonasi di TNMB berkisar antara 28,7 – 145,98
Mg/ha.
c. Berdasarkan sistem penggunaan lahan, estimasi cadangan
karbon di atas permukaan tanah di TNMB berkisar antara 28,7
– 166,63 Mg/ha.
d. Berdasarkan sistem zonasi, biomasa pohon dari zona inti,
rimba, pemanfaatan dan pemanfataan khusus
menyumbangkan sekitar 66% dari total karbon. Nekromasa,
tumbuhan bawah dan seresah hanya memberikan sekitar
34%. Sedangkan pada zona rehabilitasi, cadangan karbon
yang berasal dari biomasa pohon 17%, nekromasa 5%,
tumbuhan bawah 39% dan seresah 39%.
e. Berdasarkan sistem penggunaan lahan, biomasa pohon dari
hutan primer, hutan sekunder dan perkebunan
menyumbangkan sekitar 69% dari total karbon. Nekromasa,
tumbuhan bawah dan seresah hanya memberikan sekitar
31%. Sedangkan pada belukar, sawah, semak dan alang-
alang, cadangan karbon yang berasal dari biomasa pohon
26
adalah 19%, nekromasa 11%, tumbuhan bawah 29% dan
seresah 41%.
f. Untuk data pendukung berupa berat isi tanah pada sistem
zonasi berkisar antara 68,99 – 86,63 Mg/ha, sedangkan
berdasarkan sistem penggunaan lahan, berat isi tanah berkisar
antara 70,23 – 86,63 Mg/ha.
B. Saran
Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data yang
didapatkan dari kegiatan penetapan baseline untuk menganalisis
penggunaan lahan, perubahan tutupan lahan dan karbon stok. Maka
selanjutnya hasil tersebut di atas dapat dijadikan pendukung untuk
kegiatan penginderaan jauh melalui analisis GIS dan perubahan
lahan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Hairiah, Kurniatun dan Subekti Rahayu.2007. Petunjuk praktis pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia, Bogor.
Lasco RD. 2002. Forest carbon budgets in Southeast Asia following harvesting and land cover change. In: Impacts of land use Change on the Terrestrial Carbon Cycle in the Asian Pacific Region'. Science in China Vol. 45, 76-86.
Palm CA, Woomer PL, Allegre J et al. 1999. Carbon sequestration and trace gas emissions in slash and burn and alternative land uses in the humid tropics. ASB Climate Change Working Group Final Report, Phase II, ICRAF, Nairobi. 36 pp
28
Lampiran 1. Cadangan Karbon Terukur Pada PSP dengan Sistem Zonasi dan Penggunaan Lahan di TNMB
PSP Zona Landuse Biomasa (Mg/ha) Total Biomasa Stok Karbon
Pohon Besar Pohon Sedang Understorey Nekromasa Seresah Tanah (Mg/ha) (Mg/ha)
1 pemanfaatan Semak, Alang-alang - 5,15 - - - 85,66 5,15 2,37
2 rimba Hutan Sekunder 270,75 189,49 28,75 - 39,87 89,78 528,85 243,27
3 rehabilitasi Sawah - 3,79 37,31 - 43,67 91,86 84,77 39,00
4 inti Hutan Sekunder 204,48 15,76 16,77 - 24,71 67,65 261,73 120,39
5 inti Hutan Primer 156,65 18,80 14,71 14,34 19,72 77,95 224,23 103,14
6 rimba Hutan Sekunder 55,14 8,33 25,02 7,32 49,33 77,79 145,14 66,77
7 inti Hutan Primer 75,14 58,37 7,15 - 59,93 62,70 200,58 92,27
8 inti Hutan Primer 45,79 32,37 41,67 - 29,03 54,20 148,86 68,48
9 inti Hutan Primer 132,26 28,82 5,08 22,61 41,87 64,32 230,64 106,09
10 pemanfaatan khusus Perkebunan - 112,98 13,59 - 25,21 80,99 151,78 69,82
11 inti Hutan Sekunder 144,48 71,02 3,83 0,14 15,83 73,64 235,30 108,24
12 pemanfaatan Hutan Sekunder 31,68 52,00 4,21 144,69 34,94 80,31 267,53 123,07
13 rimba Hutan Primer 223,60 56,17 1,79 17,78 49,32 71,10 348,66 160,38
14 rimba Hutan Primer 247,94 42,50 0,16 35,83 60,34 71,61 386,77 177,91
15 rimba Hutan Sekunder 238,59 43,11 4,63 105,53 21,90 85,99 413,75 190,33
16 rimba Belukar 4,82 27,25 4,59 247,95 22,21 76,48 306,82 141,14
17 inti Belukar 35,97 9,93 0,57 92,76 47,54 59,96 186,78 85,92
18 inti Hutan Primer 287,53 33,88 6,61 71,68 49,29 68,71 448,98 206,53
19 rimba Hutan Primer 62,44 39,55 5,24 64,68 49,68 70,69 221,60 101,93
20 rimba Hutan Primer 42,41 13,12 8,86 39,08 20,80 76,18 124,27 57,17
21 rehabilitasi Sawah 9,44 10,71 12,05 10,67 12,48 83,63 55,35 25,46
22 inti Hutan Sekunder 376,84 22,11 25,58 16,97 36,29 70,47 477,79 219,78
23 inti Hutan Primer 79,01 29,94 20,37 29,66 20,64 78,26 179,61 82,62
24 inti Hutan Primer 165,33 49,74 25,48 8,84 23,55 84,91 272,95 125,56
29
PSP Zona Landuse Biomasa (Mg/ha) Total Biomasa Stok Karbon
Pohon Besar Pohon Sedang Understorey Nekromasa Seresah Tanah (Mg/ha) (Mg/ha)
25 inti Hutan Primer 83,72 18,82 10,68 225,59 143,29 41,65 482,10 221,77
26 inti Hutan Primer 60,19 28,10 7,37 59,57 113,21 69,43 268,44 123,48
27 rimba Hutan Primer 237,23 3,30 13,94 61,63 30,20 82,58 346,29 159,30
28 rimba Hutan Sekunder 115,38 169,97 7,82 31,98 28,56 65,94 353,71 162,71
29 rimba Hutan Sekunder 276,69 9,85 18,12 3,66 72,27 90,90 380,58 175,07
30 rimba Hutan Sekunder 249,26 14,11 10,84 102,10 46,40 80,81 422,70 194,44
31 pemanfaatan khusus Perkebunan 184,53 21,36 41,10 - 30,81 74,04 277,80 127,79
32 pemanfaatan Hutan Sekunder 182,51 74,35 4,90 65,21 27,14 93,61 354,10 162,89
33 inti Hutan Sekunder 308,03 29,36 19,56 70,00 38,63 67,07 465,57 214,16
34 inti Hutan Primer 309,64 15,66 9,72 10,51 62,22 71,02 407,76 187,57
35 pemanfaatan Hutan Sekunder 266,62 3,03 14,28 67,06 51,27 82,76 402,25 185,04
36 rehabilitasi Sawah - 8,88 21,61 - 16,56 84,40 47,05 21,64
37 inti Belukar 9,39 17,67 20,83 8,57 58,94 82,08 115,41 53,09
38 inti Hutan Primer 116,62 3,14 41,21 99,38 73,75 78,79 334,11 153,69
39 rimba Hutan Primer 269,39 9,62 3,37 41,97 39,80 69,87 364,15 167,51
40 rimba Semak, Alang-alang 11,67 - 40,24 - 47,65 79,73 99,56 45,80