pp 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN UMUM ANATOMI DAUN DAN JERUK (Citrus)
A. Anatomi Daun
Daun apabila ditinjau dari sisi anatomi maupun morfologi, merupakan organ
pada tumbuhan yang amat beragam dibandingkan dengan batang maupun akar.
Keragaman daun terlihat pada berbagai tipe daun Spermathophyta dimana
variasinya sangat nyata baik dalam struktur eksternal, internal, dan dalam
fungsinya (Fahn, 1991: 362).
Pada perkembangannya, bakal daun atau primodial daun adalah hasil
pembelahan periklinal di daerah sisi lateral apeks pucuk. Adanya pembelahan sel
di tempat itu yang mengakibatkan terjadi tonjolan yang juga disebut penyangga
daun. Pertumbuhan awal pada daun biasanya dibagi menjadi pertumbuhan apikal
dan marginal. Pertumbuhan apikal terjadi di ujung daun mengakibatkan
primodium menjadi lebih tinggi (panjang). Pemula apikal dalam petumbuhan
daun tidak lama aktif sehingga pertambahan panjang daun selanjutnya dilakukan
oleh meristem interkalar. Pertumbuhan marginal menghasilkan pelebaran lateral
sehingga membentuk dua panel helaian daun. Pembelahan pada bidang antiklinal
pada pembentukan daun dilakukan oleh meristem papan. Penebalan daun terjadi
akibat adanya meristem abaksial dan adaksial (Esau, 1977: 332-336).
Anatomi daun sama seperti batang dan akar, terdiri dari sistem jaringan
dermal (epidermis atas dan epidermis bawah), jaringan pembuluh dan jaringan
dasar (palisade dan spons) (Gambar 2.1). Jaringan dasar pada daun disebut
8
mesofil. Daun dalam perkembangannya tidak mengalami penebalan sekunder
sehingga epidermis bertahan sebagai sistem dermal. Akan tetapi pada bentuk daun
yang termodifikasi seperti sisik yang bertahan lama ada kemungkinan dibentuk
periderm. Dari ketiga jaringan penyusun daun, jaringan pembuluh pada daun yang
sangat mirip dengan jaringan pembuluh pada batang (Fahn, 1991: 365).
Gambar 2.1. Sayatan Melintang Daun Dikotil. (Sumber : Carlquist, 2008)
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar dari daun. Epidermis daun pada
berbagai tumbuhan beragam dalam jumlah lapisan, bentuk, struktur, susunan
stomata, munculnya trikoma dan susunanya, dan adanya sel khusus. Daun
memiliki bentuk yang pipih sehingga jaringan epidermisnya dapat dibedakan
menjadi epidermis atas (permukaan adaksial) dan epidermis bawah (permukaan
abaksial) (Hidayat, 1995: 67).
Epidermis pada daun umumnya terdiri dari selapis sel, tetapi pada tumbuhan
lain ada yang beberapa lapis sel seperti pada tumbuhan Ficus dan Piper sebagai
9
hasil pembelahan periklinal (pembelahan sejajar dengan permukaan) protoderm.
Dinding selnya mengalami penebalan tidak merata, dinding sel yang menghadap
keluar umumnya lebih tebal, terdiri dari lignin tapi umumnya dari kutin.
Penebalan dari kutin ini membentuk suatu lapisan kutikula yang ketebalannya
tergantung pada habitat, sebagai contoh kutikula pada tumbuhan xerofit umumnya
tebal bila dibandingkan dengan tumbuhan mesofit. Pada beberapa jenis tumbuhan,
selain kutin masih terdapat lapisan lilin di atasnya. Lapisan lilin kutikula
epidermis dapat mencegah atau meminimalisasi hilangnya air dari tumbuhan. Sel -
sel epidermis tidak mengandung kloroplas kecuali pada sel penutup, tetapi pada
tumbuhan tenggelam dalam air epidermisnya mengandung kloroplas (Fahn, 1991:
366-374).
Pada daun ditemukan beberapa derivat epidermis. Derivat epidermis adalah
suatu bangunan atau alat tambahan pada epidermis yang berasal dari jaringan
epidermis, tapi memiliki struktur dan fungsi yang berlainan dengan epidermis itu
sendiri. Macam-macam derivat epidermis pada daun antara lain :
a. Stoma
Stoma adalah suatu celah pada epidermis yang dibatasi oleh dua sel penutup
yang berisi kloroplas dan mempunyai bentuk serta fungsi yang berlainan dengan
epidermis. Fungsi stoma yaitu sebagai jalan masuknya CO2 dari udara pada proses
fotosintesis, jalan transpirasi, dan jalan respirasi. Sel yang mengelilingi stoma atau
biasa disebut dengan sel tetangga berperan dalam perubahan osmotik yang
menyebabkan gerakan sel penutup. Sel penutup letaknya dapat sama tinggi, lebih
tinggi atau lebih rendah dari sel epidermis lainnya. Bila sama tinggi dengan
10
permukaan epidermis lainnya disebut faneropor (Gambar 2.2b), sedangkan jika
tenggelam di bawah permukaan disebut kriptopor (Fahn, 1991: 268-278).
Menurut Wibisono & Sri (1987: 2.36), stomata pada dikotil dibagi menjadi lima
tipe berdasarkan susunan sel tetangga di sekitar sel penutup yaitu :
1) Tipe anomositik adalah tipe dimana sel tetangga serupa dengan sel epidermis
lainnya.
2) Tipe anisositik adalah tipe dimana sel penutup dikelilingi tiga sel tetangga
yang tidak sama.
3) Tipe parasitik adalah tipe dimana tiap sel penutup didampingi satu atau lebih
sel tetangga yang sumbu memanjangnya sejajar dengan sumbu sel penutup.
4) Tipe diasitik adalah tipe dimana tiap stoma dikelilingi oleh dua sel tetangga
yang dinding selnya tegak lurus pada sumbu sel penutup.
5) Tipe aktinositik adalah tipe dimana stomata dikelilingi oleh beberapa sel
tetangga yang tersusun melingkar.
b. Litokis
Litokis adalah penebalan sentripetal dari sel epidermis yang tersusun oleh
tangkai selulosa dengan deposisi endapan Kalsium Karbonat (CaCO3) yang
membentuk bangunan seperti sarang lebah dan disebut sistolit. Salah satu sistolit
contohnya terdapat pada epidermis Ficus (Gambar 2.2a) (Wibisono & Sri, 1987:
2.34).
c. Trikoma
Trikoma merupakan rambut bersel satu atau bersel banyak dibentuk oleh sel
epidermis. Struktur trikoma yang masif, seperti kutil dan duri ini tersusun oleh
11
jaringan epidermis atau jaringan di bawah epidermis (emergens). Secara umum
trikoma dibagi menjadi dua tipe yaitu trikoma non glandular (tidak menghasilkan
sekret) dan trikoma glandular (menghasilkan sekret) (Gambar 2.2b). Fungsi
trikoma pada daun untuk proteksi, penyerapan, dan sekresi (Fahn, 1991: 284-285).
Gambar 2.2. Derivat Epidermis Daun. a. Sel litokis ( ) sistolit dan b. trikoma (Sumber : Tn, 2010 ).
d. Sel Silika dan Sel Gabus
Pada Gramineae, di antara sel-sel epidermis yang memanjang, di bagian atas
tulang daun terdapat dua tipe sel, yaitu sel silika dan sel gabus (Gambar 2.3a). Sel-
sel silika yang berkembang sepenuhnya mengandung badan-badan silika yang
berupa massa silika dan di bagian tengah biasanya berupa granula-granula renik.
Sel gabus (Gambar 2.3a) dindingnya mengandung suberin dan sering
mengandung bahan organik yang padat. Distribusinya menyebabkan pengerasan
pada kulit batang (Fahn, 1991: 266-267)
e. Sel Kipas (buliform cell)
Sel-sel ini berukuran lebih besar dibandingkan dengan sel epidermis,
berbentuk seperti kipas (Gambar 2.3b), berdinding tipis dan mempunyai vakuola
12
yang besar. Dindingnya terdiri dari bahan-bahan selulosa dan pektin, dinding
paling luar mengandung kutin dan diselubungi kutikula. Plasma sel berupa selaput
yang melekat pada dinding sel dan berfungsi menyimpan air. Jika udara panas, air
dalam sel kipas akan menguap, sel kipas akan mengerut sehingga luas permukaan
atas daun akan lebih kecil dari luas permukaan bawah, oleh karenanya daun akan
menggulung dan akan mengurangi penguapan lebih lanjut (Wibisono & Sri, 1987:
2.34).
Gambar 2.3. Derivat Epidermis Daun Monokotil. a. Sayatan Paradermal, dan b. Sel Kipas ( ) keterangan : ST = stoma, SG = sel gabus dan SI = sel silika (Sumber : Watson & Dallwitz, 1992).
2. Mesofil
Bagian utama helaian daun adalah mesofil yang banyak mengandung
kloroplas dan banyak terdapat ruang antarsel. Mesofil dapat bersifat homogen atau
terbagi menjadi jaringan palisade (tiang) dan jaringan spons (bunga karang).
Jaringan palisade lebih kompak dari pada jaringan spons. Jaringan palisade terdiri
dari sejumlah sel yang memanjang tegak lurus terhadap permukaan helaian daun.
Meskipun jaringan palisade nampak lebih rapat, sisi panjang selnya saling terpisah
13
sehingga udara dalam ruang antar sel tetap menjadi sisi panjang. Kloroplas
melekat pada tepi dinding sel palisade. Hal itu mengakibatkan proses fotosintesis
dapat berlangsung efisien (Esau, 1977: 323).
Pada daun dapat ditemukan satu sampai dua lapisan jaringan palisade.
Jaringan palisade biasanya berada di bagian atas (adaksial) dan jaringan spons di
bagian bawah (abaksial). Daun seperti itu disebut daun dorsiventral atau bifasial
(bermuka dua). Jika jaringan palisade terdapat di kedua muka maka daun tersebut
disebut unifasial atau isobilateral. Jaringan palisade telah terspesialisasi untuk
peningkatan efisiensi fotosintesis. Jaringan spons terdiri dari sel bercabang yang
tidak beraturan bentuknya (Hidayat, 1995: 196-197). Jaringan spons hanya berisi
sedikit kloroplas apabila dibandingkan dengan jaringan palisade. Fungsi utama
jaringan ini sebagai penyimpan sementara hasil fotosintesis yang dihasilkan sel-
sel palisade. Jaringan spons juga membantu pertukaran gas antara daun dan
lingkungan sekitarnya (Kimball, 2000: 179-180).
3. Jaringan Pembuluh
Sistem jaringan pembuluh tersebar di seluruh helaian daun, dengan
demikian menunjukkan adanya hubungan ruang yang erat dengan mesofil.
Jaringan pembuluh membentuk sistem penghubung yang saling berkaitan, dan
terletak dalam bidang median, sejajar dengan permukaan daun. Berkas pembuluh
dalam daun biasanya disebut tulang daun dan sistemnya adalah sistem tulang
daun. Pada Angiospermae terdapat dua tipe utama sistem pertulangan daun yaitu
sistem tulang daun jala dan sejajar. Sistem pertulangan daun jala umumnya
14
ditemukan pada dikotil sedangkan tipe pertulangan daun sejajar umumnya
terdapat di monokotil (Hidayat, 1995: 197).
B. Jaringan Tambahan pada Daun Jeruk
1. Struktur sekretori
Pada tumbuhan, peristiwa sekresi umum ditemukan. Sekresi yang dimaksud
mencakup sintesis, pemisahan dan pembebasan bahan yang terspesialisasi secara
fungsional atau dimaksudkan untuk disimpan atau untuk diekskresikan. Struktur
kelenjar sekresi dapat dibagi menjadi struktur kelenjar sekresi luar, yang terdapat
dipermukaan tumbuhan (nektarium, osmofor, dan hidatoda) dan struktur kelenjar
sekresi dalam, yang berada di dalam tumbuhan (sel sekretori dan struktur
sekretori) (Hidayat, 1995: 121).
Struktur kelenjar sekresi dalam dapat terjadi karena sekresi meliputi
pelepasan bahan dari sel (baik ke permukaan sel tersebut atau ke struktur dalam
tumbuhan) maupun akumulasi sekret ke dalam satu bagian sel. Sel sekretori
merupakan hasil diferensiasi yang terjadi pada sel parenkim. Sel ini mengandung
banyak substansi diantaranya resin, balsam, kristal, minyak, dan tanin. Sel
sekretori biasanya merupakan sel idioblast dimana selnya berbeda dengan sel
parenkim disekelilingnya. Selnya dapat berukuran besar, dapat memanjang
menyerupai tabung atau kantung dan dapat pula bercabang (Hidayat, 1995: 121-
133).
Proses terbentuknya ruang dan saluran sekretori dapat terjadi karena
melarutnya sel (lisigen) atau dengan pemisahan sel (sizogen). Lisigen dan sizogen
dapat pula bersama-sama berperan dalam membentuk ruang dan saluran sekretori.
15
Ruang sekretori yang terbentuk akibat lisigen, awalnya sel membelah dan
mengakumulasikan sekret. Sel-sel pada akhirnya rusak sehingga membebaskan
zat kedalam ruang yang terjadi karena kerusakan itu. Di sepanjang tepi ruang
mungkin masih ditemukan sel yang baru rusak sebagian. Ruang sekretori hasil
sizogen biasanya dilapisi oleh sel utuh. Ruang sekretori terjadi akibat pembelahan
satu sel epidermis yang berdiferensiasi menjadi sel epitel yang menghasilkan
sekret (Esau, 1977: 208-209).
Ruang sekretori bentuknya dapat membulat (Burceraceae, Leguminose,
Myrtaceae) atau memanjang dan seperti canal (Coniferae, Anacardiaceae,
Araliaceae, Compositae, Umbelliferae). Pada Coniferae, saluran sekretori terdiri
dari ruang antarsel yang panjang, dilapisi sel epitel yang menghasilkan harsa.
Selanjutnya harsa meninggalkan protoplas sel epitel dan dinding menuju ke ruang
sekretori. Dari beberapa tumbuhan (Lycimachia, Myrsine, dan Ardisia) material
resin diekskresikan ke dalam ruang interseluler dan membentuk lapisan granular
sepanjang dinding (Esau, 1977: 209).
Menurut Zhe & Hai (1998: 119), Ruang sekretori dikelompokan menjadi
tiga tipe diantaranya tipe notch (tipe dengan ruang sekretori besar), tipe mesofil
subtipe parenkim spons (Gambar 2.4), tipe mesofil subtipe parenkim palisade.
Pada beberapa jeruk yang diamati oleh Zhe & Hai (1998: 122-123) struktur ruang
sekretori menunjukkan adanya variasi berupa letak, jumlah ruang sekretori,
banyaknya lapisan epitel penyusun dan diameter.
16
Gambar 2.4. Ruang Sekretori ( ) dengan Tipe Mesofil Subtipe Parenkim
Spons (900x) (Sumber : Zhe & Hai, 1998: 127) Banyak tumbuhan diketahui menyimpan kelebihan bahan-bahan anorganik
dalam sel-selnya, umumnya berupa garam kalsium dan silikon dioksida (SiO2).
Garam kalsium terbentuk sebagai kristal dan SiO2 berupa benda silika.
Kristal dengan berbagai bentuk banyak ditemukan dalam sel tumbuhan.
Paling umum ialah kristal kalsium oksalat, dengan bentuk :
1) Prisma, kristal empat persegi panjang atau piramid dibentuk dalam daun
Citrus, Begonia, Hyosciamus niger, Vicia sativa, dan Pistacia palaestina
(Gambar, 2.5b).
2) Drus, kristal prismatik yang tersusun secara globular, dijumpai dalam daun
Datura stramonium dan Ruta graveolens; batang Opuntia ficus dan Anabis
articulata; rizoma Rheum rhaponticum dan Colocasia eculenta serta akar
Ipomoea batatas.
3) Pasir kristal, kristal prismatik yang sangat halus, dijumpai dalam batang
Sambucus nigra dan Aucuba japonica dan juga pada daun Atropa belladonna.
17
4) Rafid dan stiloid (Gambar 2.5c). Rafid adalah kristal berbentuk batang yang
ramping meruncing di kedua ujungnya membentuk titik batas.
Gambar 2.5. Berbagai Macam Kristal. a. Dua Sel Parenkim, Bagian Atas
Berisi Kristal Prisma dan Bagian Bawah Berisi Kristal Berbentuk Durian, b. Berbagai Bentuk Kristal Prisma, c. Rafida dan Kumpulan Rafida. d, e, f, i dan j Kristal Pentagonal. e-h Berbagai Bentuk Sel Bersisi i-j Sel Parenkim Polyhedral. (Sumber : Fahn, 1991: 38)
Kristal ini pada umumnya banyak berkumpul dalam berkas pembuluh.
Letak kristal ini berbeda pada setiap spesiesnya, ada yang pada daun saja (Arum
dan Agave), daun dan batang (Zebrina, Tradescantia, dan Impatiens) serta sisik
umbi lapis (Uriginea maritima). Stiloid atau rafid semu adalah kristal prismatik
panjang yang memipih di kedua ujungnya. Kristal ini terbentuk dalam sel dengan
jumlah yang kecil. Stiloid dijumpai pada Iridaceae, Agavaceae dan beberapa
spesies Liliaceae. Kristal dapat ditemukan dalam sel-sel yang mirip dengan sel
18
yang berdekatan tanpa kristal, atau dapat juga dijumpai dalam sel khusus yang
disebut idioblas (Fahn, 1991: 38-39).
C. Tinjauan Jeruk
1. Taksonomi
Sistem klasifikasi pada tumbuhan banyak dikembangkan oleh tokoh-tokoh
dunia sehingga banyak perkembangan dan perbedaan dalam suatu penamanan.
Klasifikasi Citrus menurut Swingle (1967 dalam Roy & Goldschmidt, 2003) dan
Cronquist (1981) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Ordo : Sapindales
Family : Rutaceae
Subfamily : Aurantioidae
Genus : Citrus
2. Sejarah dan Perkembangan
Jeruk pertama kali dituliskan dalam sejarah di Cina. Jeruk tumbuh di daerah
Cina bagian selatan (Hunan, Kwangsi, Kwangtung, Szechaw, Fukin, dan
Kweichow). Catatan sejarah pertama yang menyebutkan jeruk merupakan buah
asli Negara Cina ditulis pada dinasti Chou (1027-256 BC) yang memberikan
nama ‘Chu’ atau ‘Ku’ pada buah kumquat (Fortunella) dan beberapa jeruk
19
lainnya. Jeruk manis dan jeruk mandarin mulai terkenal pada dinasti Han (202
BC-220 AD). Data sejarah yang panjang di Cina menujukkan fakta bahwa
penamaan asli dari jeruk berasal dari Cina (Dugo & Giacomo, 2002: 1-2).
India juga merupakan negara Asia lain yang mengenal jeruk sejak lama.
Pada 800 BC, citron disebut ‘Jambila atau Jambira’ pada kitab suci Brahma.
Citron dan lemon sangat populer di India, tumbuh liar di selatan Himalaya dan
Assam. Sejarah mengenai jeruk di India juga dicatat pada buku obat yang berjudul
‘Charaka samhita’ pada 1100 AD. Raja yang terkenal di Hindustan Zeher-ed-din
Muhammed Baber pada 1519 AD menuliskan informasi mengenai jeruk di India
utara (Roy & Goldschmidt, 2003: 4-12).
Sejarah mengenai jeruk masih banyak lagi dituliskan di negara-negara lain
seperti Jepang, Mesopotamia, Persia, Palestina, dan Yunani. Catatan sejarah
mengenai jeruk selain didapat dari tulisan juga dari relif-relif dan lukisan seperti
pada Gambar 2.6 dimana jeruk digambarkan dalam mozaic villa del casale.
Sejarah panjang mengenai pertumbuhan jeruk diikuti dengan sejarah
klasifikasi dari jeruk itu sendiri. Setelah tanaman ini dikenal di Belahan Barat,
jeruk yang memiliki jenis beragam ini menjadi objek penelitian para ahli botani
sejak 400 tahun yang lalu. Beberapa pandangan yang komprehensif dilakukan
oleh Volkamer (1644 – 1720), Linnaeus, Gallesio (1772-1839), dan Risso (1777-
1845). Penelitian mereka didasarkan pada beberapa karakteristik yaitu ukuran dan
bentuk tanaman, batang, daun, bunga, dan jumlah kelopak bunga dan benang sari.
Parameter-parameter ini terus digunakan dalam botani saat ini (Koskinen, 2009).
20
Gambar 2.6. Jeruk dalam Mozaic Villa Del Casale (Piazza Armerina - Sicily) (Sumber : Dugo & Giacomo, 2002: 6)
Pada awal abad ke-20 ahli botani jeruk terkemuka seperti Swingle (1871 -
1952) dan Tanaka (1885 – 1976). Kedua orang ini memiliki metode yang lebih
modern pada analisis perbungaan. Swingle dan Tanaka mampu membuat
kesimpulan ilmiah dengan bantuan pengukuran laboratorium yang akurat.
Keduanya memiliki pengaruh yang besar terhadap pendekatan ilmu pengetahuan
modern untuk penelitian jeruk. Walter Tennyson Swingle (1871 - 1952) adalah
seorang ahli botani Amerika. Dalam karyanya The Botany of Citrus and Its Wild
Relatives diterbitkan pada tahun 1943, Swingle mengklasifikasikan jeruk kedalam
enam genus dimana genus Citrus terdiri dari 16 spesies (Gambar 2.7) dan bersama
Barret dan Rhodes menentukan hubungan kekerabatan beberapa spesies jeruk
(Gambar 2.6). Tanaka (1885 - 1976) adalah pengarang dari 180 nama botani
jeruk keluarga Rutaceae. Dalam karyanya Tanaka's Cyclopedia of Edible Plants
of the World pada tahun 1976. Tanaka membagi jeruk ke dalam 166 spesies
(Verheij & Coronel, 1992: 121). Salah satu ahli botani moderen, DJ Mabberley
seorang presiden IAPT (International Association for Plant Taxonomy) dalam
21
bukunya A classification for edible Citrus menyatakan bahwa hanya ada tiga jenis
jeruk yang umumnya dimakan yaitu citron, pomelo, dan mandarin, yang
kemudian berperan dalam beberapa hibrida (Koskinen, 2009).
Dalam perkembangannya, saat ini jeruk memiliki banyak sekali varietas
tetapi spesies dari genus Citrus tidak bertambah yaitu 16 spesies sejak tahun
1813–1931 (Tabel 2.7). Pada Tabel 2.7 juga disampaikan nama-nama
konvensional dan asal habitat dari ke 16 spesies.
Gambar 2.7. Spesies pada Genus Citrus (Sumber : Roy & Goldschmidt, 2003: 24)
3. Morfologi dan perbanyakan
Jeruk termasuk kedalam tanaman berkayu yang selalu hijau dimana
ukurannya sangat bervariasi mulai dari ukuran kecil, sedang, dan pohon besar
(Gambar 2.8). Tanaman ini tingginya dapat mencapai enam meter dan
distribusinya tersebar di daerah beriklim tropis dan subtropis (Manner et al., 2006:
1).
22
Tanaman ini mempunyai akar tunggang dan akar lateral yang kuat dan
dalamnya dapat mencapai kedalaman tiga sampai empat meter. Akar tanaman
jeruk dapat bersimbiosis dengan jamur mikoriza, terutama dalam penyerapan
unsur fosfat (Verheij & Coronel, 1992: 121).
Daun jeruk pada umumnya memiliki tipe daun majemuk menyirip beranak
daun satu (unifoliatus). Tipe daun unifoliatus terdapat tangkai daun yang
memperlihatkan persendian jadi helaian daun tidak langsung terdapat pada ibu
tangkai (Tjitrosoepomo, 2003: 55). Setiap spesies jeruk memiliki variasi ukuran
dan bentuk daun. Daun jeruk secara keseluruhan memiliki panjang 4-15 cm
(Manner et al., 2006: 5). Bentuk daun sangat bervariasi mulai dari bentuk daun
yang elips hingga bulat, panjang atau pendeknya petiolus, bentuk sayap pada
petiolus, dan bentuk tepi daun (IBPGR, 1988: 9-11). Bentuk daun yang bervariasi
dapat digunakan sebagai tanda spesifik pada jeruk. Variasi yang digunakan
sebagai contoh yaitu petiolus pendek (jeruk manis dan jeruk pamelo), petiolus
panjang (jeruk purut), dan tanpa petiolus (jeruk siem dan jeruk keprok) (Tn,
2009). Daun jeruk memiliki aroma spesifik karena mengandung minyak atsiri
(Sunarjono, 2009: 157). Adanya aroma spesifik daun dapat juga digunakan
sebagai pembeda. Aroma spesifik contohnya pada daun jeruk limau dimana
aromanya sangat berbeda dibandingkan daun jeruk manis dan jeruk keprok (Tn,
2009). Minyak atsiri pada daun jeruk terdiri dari banyak sekali metabolit sekunder
contohnya pada daun jeruk nipis yang mengandung Sinerfin, H-methyltyramine,
flavonoid, ponsirin, herperidine, rhoifolin, naringin, limonene, dan linalool
(Triayu, 2009: 2).
23
Bunga jeruk merupakan bunga tunggal, dengan mahkota bunga berwarna
putih. Termasuk bunga hemaprodit dimana terdapat putik dan benang sari.
Simetris bunga bervariasi dapat berupa aktinomorf atau zigomorf. Bunga pada
jeruk memiliki benang sari yang banyak. Jumlah lingkaran benang sari sama
dengan jumlah lingkaran mahkota bunga. Kepala sari menghadap ke dalam
beruang dua, dan membuka dengan celah membujur. Bakal buah pada jeruk
letaknya superus dengan banyak ruang (Tjitrosoepomo, 1993 :292 - 293). Aroma
bunga harum sehingga menarik lebah. Tanaman dapat berbunga sepanjang tahun
apabila kondisi ekosistemnya memenuhi syarat perbungaan. Pada umumnya jeruk
berbunga setelah mengalami musim kering tiga sampai empat bulan, yakni bulan
Oktober sampai Desember (Sunarjono, 2009: 158).
Buah jeruk termasuk buah buni. Kulit buahnya memiliki tiga lapisan.
Lapisan luar disebut flavedo, yang mula-mula berwarna hijau tetapi bila buah
masak warnanya berubah menjadi kuning atau jingga dimana mengandung banyak
minyak atsiri. Lapisan tengah disebut albedo, yang bersifat seperti spons terdiri
atas jaringan bunga karang yang biasanya berwarna putih. Lapisan dalamnya
bersekat sehingga membentuk ruang dalam ruangnya terdapat gelembung-
gelembung yang berisi air dan bijinya terdapat bebas diantara gelembung-
gelembung ini (Tjitrosoepomo, 2003 : 36-37). Rasa dari jeruk bervariasi dari asam
sampai dengan manis. Buah jeruk tergolong berbiji banyak dan kulit buahnya
banyak mengandung minyak atsiri. Buah jeruk umumnya berbentuk bulat (jeruk
siem, jeruk keprok, dan jeruk manis) hingga lonjong (jeruk ketas, jeruk nipis, dan
jeruk lemon). Jeruk manis dan jeruk besar mempunyai kulit yang tebal, agak sukar
24
dikupas. Buah matang empat sampai enam bulan setelah berbunga, biasanya
terjadi pada bulan Mei sampai Juni. Untuk jeruk besar, musim buah utama pada
bulan Juni sampai September (Sunarjono, 2009: 157-158).
Gambar 2.8. Tanaman Jeruk (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Tanaman jeruk seperti pada tanaman umumnya dapat diperbanyak melalui
generatif maupun melalui vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan
secara stek daun, stek batang, dan cangkok tetapi jarang digunakan karena mudah
menularkan penyakit berbahaya (Sunarjono, 2009 : 162-163). Tanaman jeruk
diperbanyak dengan menggunakan okulasi dan batang bawah merupakan bagian
terpenting dari budidaya jeruk skala besar. Batang bawah umumnya digunakan di
Florida adalah 'Rough Lemon' (C. limon) yang disesuaikan dengan cahaya tanah
25
berpasir dan 'Sour Orange' (C. aurantium) disesuaikan dengan tanah yang lebih
padat dan lebih dingin (Krezdorn, 2002). Di Indonesia sebagai batang bawah
digunakan varietas RL 'Rough Lemon' (C. limon) dan JC (Japanse citroen).
Batang bawah jeruk Ponicirus trifoliata, Troyer citrange, dan Carizzo citrange
hasilnya baik tetapi belum digunakan karena bijinya masih diimpor. 'Mandarin
Cleopatra' adalah batang bawah yang baik karena tahan terhadap virus tristeza.
Dari semua jenis batang bawah Poncirus trifoliatas sering digunakan karena
menghasilkan buah yang berkualitas tinggi pada kultivarnya, tahan terhadap hama
Phytophthora, tumbuh dengan baik pada tanah berat, dan menghasilkan pohon
kecil.
Pada beberapa kultivar jeruk, dalam satu biji banyak ditemukan embrio
yang disebut poliembrioni. Poliembrioni pada biji jeruk merupakan salah satu
dari beberapa proses apomiksis. Poliembrioni pada jeruk salah satunya adalah
embrioni nuselus (Gambar 2.9) (Koltunow et al., 1996 : 559).
Gambar 2.9. Nuselus embrioni di jeruk
(Sumber : Krezdorn, 2002)
26
Pada jeruk sebagian besar embrio secara vegetatif tidak dari zigotik. Embrio
nuselus mulai berkembang setelah penyerbukan sedangkan embrio zigotik
membutuhkan waktu empat minggu untuk berkembang sehingga embrio nuselus
mengelilingi embrio zigotik (Krezdorn, 2002). Ada berbagai tingkat Embrio
nuselus, yaitu beberapa kultivar hanya memproduksi embrio nuselus saja dan
beberapa lagi bervariasi dalam persentase embrio nuselus. Jeruk yang memiliki
presentase embrio nuselus, contohnya 'Rough Lemon' (Limon C.) memiliki biji
embrioni sekitar 95% dan JC (Japanse citroen) berbiji poliembrioni 50%. Jeruk
yang menghasilkan bibit zigotik monoembrionik diantarnya adalah Citrus maxima
dan Citrus medica (Verheij & Coronel, 1992: 120-121).
4. Distribusi dan Pasar
Tanaman jeruk dapat tumbuh pada tiga area yang memiliki perbedaan iklim
mulai dari subtropis hingga tropis. Pada daerah subtropis dibatasi 30-400 garis
lintang. Daerah semi-subtropis dibatasi 20-280 garis lintang, sedangkan daerah
tropis antara 200 garis lintang hingga ekuator (Verheij & Coronel, 1992: 121).
Suhu optimal pertumbuhan jeruk adalah 25-300C. Kualitas terbaik jeruk didapat
pada suhu rendah. Warna kulit dan keasaman dari buah sangat dipengaruhi suhu.
Pada suhu yang rendah warna kulit akan menjadi lebih berwarna jingga dan
keasaman yang lebih tinggi dibandingkan pada jeruk yang ditanam pada suhu
tinggi (Tn, 2008).
Di Indonesia, tanaman jeruk dapat ditanam di dataran rendah hingga dataran
tinggi pada suhu antara 20-300C. Jeruk keprok tumbuh baik bila ditanam pada
27
ketinggian antara 100-1.300 m dpl, jeruk manis antara 700-1.300 m dpl dengan
iklim relatif kering dan berada di tempat terbuka, jeruk besar antara 70-600 m
dpl, dan jeruk nipis antara 200-600 m dpl. Umumnya, pH optimum lima sampai
enam. Curah hujan sekitar 1.500-2000 mm per tahun (Sunarjono, 2009: 161).
Jeruk merupakan tanaman buah yang memiliki jumlah produksi yang tinggi.
Berdasarkan data USDA (United States Departement of Agriculture) pada tahun
2007-2008, produksi dunia sebesar 50,8 juta ton. Data lain yang didapat adalah
produsen jeruk terbesar yaitu Cina, Brazil, Amerika Serikat, Mexico, dan Spanyol.
Eksportir terbesar yaitu Spanyol, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Turki,
Argentina, Cina, Meksiko, dan Maroko. Importir terbesar yaitu Uni Eropa, Rusia,
Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Ukraina, Hong Kong, Malaysia, Swiss, dan
Indonesia (Koskinen, 2009).
Data Departemen Pertanian Indonesia menyebutkan bahwa produksi jeruk
pada tahun 2007 sebesar 2,2 juta ton terbesar kedua dibawah produksi pisang
(12,4 juta ton). Produksi terbesar jeruk Indonesia adalah jenis jeruk siem dan
keprok (Setyabudi & Setyadjit, 2007).