ppok eksarsebasi akut
DESCRIPTION
paruTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prevalensi dan angka mortalitas PPOK terus meningkat. Di Amerika Serikat
diperkirakan terdapat 115.000 kematian pada tahun 2000. Pada tahun 2020, The
Global Burden of Disease Studies memperkirakan bahwa PPOK akan menduduki
peringkat ketiga penyakit penyebab kematian dan peringkat kedua belas penyebab
penyakit dan juga sebagai peringkat keempat penyakit penting yang menimbulkan
kecacatan.1
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992,
PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat keenam dan merokok
merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.2
Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya
kemajuan industri. PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang
sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas.2
2
1.2 Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan,
yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.
Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam
saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif, biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas
berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini
dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi
dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya.3
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru kronik ditandai
dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible
atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan
dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau
berbahaya.3
1.3 Etiologi
Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK,
yaitu :4
a. Faktor host :faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran
napas.
b. Faktor exposure : merokok, hiperaktivitas saluran napas, pekerjaan, polusi
lingkungan, dan infeksi bronkopulmoner berulang.
Penyakit paru obstruksi kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi
akut. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan
dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan
pengobatan yang sudah biasa digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya
disebabkan oleh infeksi mukosa trakeobronkial (terutama Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis), iritasi kronik pada
saluran napas seperti rokok (bronkitis kronik, polusi debu), defisiensi alfa-1
antitripsin (emfisema) atau obat golongan sedatif. Sekitar sepertiga penyebab
3
eksaserbasi akut ini tidak diketahui.
Merokok merupakan penyebab PPOK
terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.2
1.4 Patofisiologi
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar
(central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan
vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang
pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar dan
jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi bronkus.
Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya
siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan
menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan
peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang
menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada
parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.
Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa
terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada
bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (<2mm) menjadi
lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel
goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi
kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas paru-paru.6
Pada PPOK terjadi penyempitan saluran nafas dan keterbatasan aliran udara
karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan dan
vasokontriksi otot polos bronkus seperti terlihat pada gambar 1.6
4
Gambar 1. Perbandingan jalan nafas normal dan PPOK
Proses pernafasan PPOK dibanding normal, saluran nafas normal akan
melebar karena perlekatan alveolar selama ekspirasi diikuti oleh proses
pengosongan alveolar dan pengempisan paru. Perlekatan alveolar pada PPOK
rusak karena emfisema menyebabkan penutupan jalan nafas ketika ekspirasi dan
menyebabkan air trapping pada alveoli dan hiperinflasi. Saluran nafas perifer
mengalami obstruksi dan destruksi karena proses inflamasi dan fibrosis, lumen
saluran nafas akan tertutup oleh sekresi mukus yang terjebak didalamnya akibat
bersihan mukosilier kurang sempurna.7
1.5 Klasifikasi
I. Klasifikasi 5
Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan
WHO adalah sebagai berikut:
5
Tabel 1. Klasifikasi PPOK
Klasifikasi Penyakit
Gejala Klinis Spirometri
Beresiko = Derajat 0 Gejala klinis (+)
(Batuk, produksi sputum)
-Normal
PPOK Ringan = Derajat I -Dengan atau tanpa gejala
klinis (Batuk, produksi sputum)
-VEP1/KVP < 75%
VEP1 < 80% prediksi
PPOK Sedang = Derajat II - Dengan atau tanpa gejala
klinis (Batuk, produksi sputum)
- gejala bertambah sehingga
menjadi sesak
-VEP1/KVP < 75%
-30% < VEP1 < 80% prediksi
IIA: 50% < VEP1< 80% prediksi
IIB: 30% < VEP1 < 50% prediksi
PPOK Berat = Derajat III -gejala diatas ditambah tanda-
tanda gagal napas dan gagal
jantung kanan
-VEP1/KVP <75%
-VEP1 < 30% prediksi
1.6 Gejala klinis PPOK
Gejala klinis PPOK yaitu sesak napas, batuk, produksi sputum, aktivitas
terbatas:5
1. Sesak Napas
Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula ringan
lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas bertambah
berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.
2. Batuk Kronis
Batuk kronis biasanya be rdahak kadang episodik dan memberat waktu pagi
hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila eksaserbasi.
3. Sesak napas (wheezing)
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini menunjukan
komponen reversibel penyakitnya. Bronkospasme bukan satun-satunya
penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat pengerahan tenaga
(exertion) mungkin karena udara lewat saluran napas yang sempit oleh radang
atau sikatrik.
4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari
salurannapas yang radang dan khasnya “blood streaked purulen sputum”.
5. Anoreksia dan berat badan menurun, penurunan berat badan merupakan tanda
progresif jelek
6
Gejala klinis PPOK Eksaserbasi akut:5
1. Batuk bertambah
2. Produksi sputum bertambah
3. Sputum berubah warna
4. Sesak napas bertambah
5. Keterbatasan aktivitas
6. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
7. Penurunan kesadaran
1.7 Diagnosis9
1. Anamnesis
Adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif,
faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala, riwayat
paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di rumah sakit
sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas.
2. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i
leher dan edema tungkai
Palpasi
- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
7
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
3. Diagnosis pasti dengan uji spirometri:
FEV1/ FVC < 75%
Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV1 pasca
bronkodilator, 80% prediksi.
4. Laboratorium
Darah rutin : Hb, Ht, leukosit
Khusus : Defisiensi kadar alpha 1 antitripsin (kongenital).
5. Foto toraks
Hiperlusensi regional dan gambaran bronkovaskuler kasar,
Gambaran jantung mengecil.
Diafragma datar dan lenting (overinflasi).
6. Kultur dan sensitiviti kuman
Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi
kuman terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan
jika tidak ada respon terhadap antibiotik yang dipakai sebagai pengobatan
pada permulaan penyakit.
8
Berikut bagan Diagnosis PPOK:5
1.8 Diagnosis Banding PPOK
Asma Bronkial
SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis)
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Faktor resiko:
Usia
R/ Pajanan: asap rokok, polusi
udara, polusi tempat kerja
Sesak nafas
Batuk kronik produksi sputum
Keterbatasan aktiviti
Pemeriksaan Fisik
Bentuk dada: Barrel chest
Punggunaan otot bantu napas
Fremitus melemah
Hipersonor
Vesikuler melemah/normal
Ekspirasi memanjnag
Rongten Thoraks:
Normal
Atau ada kelainan; hiperinflasi, hiperlusen, diafragma mendatar,
corakan bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum
Curiga PPOK
Fasiliti spirometri (-) Fasiliti spirometri (+)
Infiltrasi, massa
Bukan PPOK Bukan PPOK Beresiko PPOK
Derajat 0
Normal 30% < VEP1 < 80% prediksi
VEP1/KVP < 75%
PPOK Derajat
I/II/II
9
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis
Perbedaan asma dengan PPOK
ASMA PPOK
Timbul pada usia muda
Sakit mendadak
Riwayat merokok
Riwayat Atopi
Sesak dengan mengi
berulang
Batuk kronik berdahak
HRB
Reversibel
Variabeliti harian
Eosinofil sputum
Netrofil sputum
Makrofag sputum
++
++
+/-
++
+++
+
+++
++
++
+
-
+
-
-
+++
+
+
++
+
-
+
-
+
-
Tes Diagnostik
Spirometri
Kapasitas
Radiology
Pathology
Inflamasi
ASMA
Obstruksi dapat
reversible sepenuhnya
Biasanya normal
Hiperinflasi hanya pada
eksaserbasi, namun
normal di luar serangan
Hyperplasia kelenjar
mucus
Struktur alveolar utuh
Sel Mast dan
eosinophils
mendominasi
Limfosit CD4+
PPOK
Obstruksi tidak
reversible sepenuhnya
Berkurang (dengan
emphysema)
Hiperinflasi cenderung
lebih persisten. Penyakit
bullous dapat ditemukan
Metaplasia kelenjar
mucus
Kerusakan jaringan
alveolar (emphysema)
Makrofag dan neutrofil
mendominasi Limfosit
CD8+
10
PENATALAKSANAAN
Kortikosteroid Inhalasi
Leukotriene modifier
Anticholinergic inhalasi
Untuk kasus ringan
hingga berat persisten
Digunakan sebagai
medikasi pengontrol
Hanya digunakan pada
eksaserbasi. Tidak
diindikasikan untuk
maintenance
Untuk kasus sedang
hingga berat
Tidak direkomendasikan
Digunakan untuk
maintenance dan selama
eksaserbasi
1.9 Penatalaksanaan PPOK8
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah
kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih
bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah
inti dari edukasi pengobatan dari asma.
11
2. Obat-obatan
Bronkodilator
Macam - macam bronkodilator :
Agonis ß-2 : fenoterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi
akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat
Antikolinergik : ipratropium bromide, oksitroprium bromide Digunakan
pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi ß-2 dan steroid belum
memuaskan. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet
biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut
Kortokosteroid
Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam
bentuk oral, setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari,
terutama bagi penderita dengan uji steroid positif.
Ekspektoran
Gunakan obat batuk hitam (OBH)
Mukolitik
Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid
12
Antitusif
Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu.
3. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK dikarenakan bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi
dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Keseimbangan nutrisi antara protein, lemak, dan karbohidrat diberikan
dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan
meningkatnya derajat sesak. Pemberian karbohidrat yang berlebihan
menghasilkan Co2 yang berlebihan.
4. Rehabiltasi
Latihan pernapasan dengan pursed-lips
Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)
Latihan otot pernapasan dan ektremiti
13
Alogaritma Penanganan PPOK:
Gambar: Penatalaksanaan PPOK Derajat Ringan
14
Gambar: Penatalaksanaan PPOK Derajat Sedang dan Berat
15
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut5
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah sakit :
Prognosis
Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat.
Pada pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak
nafas yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila
pasien itu datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien
akan sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50
tahun dengan sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat
atau meninggal.8
Nilai berat gejala (kesadaran, frekuensi napas,
pemeriksaan fisik)
Analisa gas darah
Foto thorax
1. Terapi oksigen
2. Bronkodilator
a. Inhalasi/nebuliser
b. Agonis beta 2
c. Antikolinergik
d. Metil xantin, bolus atau drip (IV)
3. Antibiotik: gol kuinolon, gol. Sefalosporin generasi III
4. Kortikosteroid sistemik
5. Diuretik bila retensi cairan
Nilai berat gejala (kesadaran, frekuensi napas,
pemeriksaan fisik)
Analisa gas darah
Foto thorax
Mengancam jiwa ( gagal napas akut) Tidak mengancam jiwa
ICU Rawat Inap
16
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Masuk Rumah Sakit: 14 juni 2012
Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas bertambah berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 tahun yang lalu, pasien mulai merasakan sesak napas. Sesak
dirasakan hampir setiap hari, baik pagi, siang, ataupun malam hari. Sesak
muncul terutama saat beraktivitas. Sesak berkurang saat istirahat saat
sesak tidak terdapat suara menciut “ngik”. Sesak muncul tidak disebabkan
pencetus (debu, udara dingin). Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak
berwarna putih, tidak berdarah. Keluhan sesak napas dirasakan lebih kuat
daripada batuk, nyeri dada tidak ada.
1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas hebat disertai batuk
berdahak yang lebih banyak dari sebelumnya, sesak bertambah saat
beraktifitas dan berkurang saat istirahat, nyeri dada tidak ada, dada
berdebar-debar tidak ada, demam tidak ada, bengkak pada kaki di sangkal,
penurunan berat badan yang signifikan selama pasien batuk tidak ada,
pasien dibawa ke IGD RSUD AA.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma tidak ada
Riwayat TB dan minum obat selama 6 bulan tidak ada.
Pasien memiliki riwayat hipertensi 2 tahun yang lalu
Riwayat penyakit jantung tidak ada.
Tidak ada riwayat trauma di daerah dada
17
Riwayat Penyakit Keluarga
Belum pernah ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Ventilasi di rumah cukup baik
Pasien memiliki riwayat merokok sejak umur 24 tahun dan menghabiskan
1 bungkus rokok sehari. Pasien juga seorang petani dan sering
menyemprotkan racun tanaman
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 102 x/menit, irama reguler
Nafas : 30 x/menit, ekspirasi memanjang
Suhu : 36,5ºC
TB : 165 Cm
BB : 65 Kg
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Mulut : pursed-lips breathing
Thoraks
Paru
Inspeksi :gerakan nafas simetris, gerakan otot bantu nafas (+),
retraksi iga (+)
Palpasi : Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Hipersonor
Auskultasi : Ekspirasi memanjang, vesikuler,
ronki (+/+) pada kedua apeks paru dan wheezing (+/+).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 3 jari medial LMC Sinistra RIC VI
18
Perkusi : Batas-batas jantung
Kanan: Linea sternalis dekstra RIC VI
Kiri : 3 jari medial LMC sinistra RIC VI
Auskultasi : Bunyi jantung normal, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, venektasi (-), striae (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+)/ N
Ekstremitas (Superior et inferior) : akral hangat, sianosis (-), pitting udem (-),
clubbing finger (-)
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium
Hasil laboratorium :
Darah rutin
Hb : 16,3 gr/dl
Hematokrit : 46 %
Leukosit : 14.700 /mm3
Trombosit : 440.000/mm3
Laboratorium Kimia Darah:
GDS : 134 mg/dl
Ureum : 21,4 mg/dl
Kreatinin : 1,14 mg/dl
AST : 24 IU/L
ALT : 11 IU/L
BUN : 10 mg/dl
2. Rontgen :
19
Dari rontgen thorax didapatkan:
Cor: Tampak ramping, CTR < 50%.
Pulmo: Gambaran hiperlusen di kedua lapangan paru, sela iga mendatar, dada
emfisematous, diafragma letak rendah.
Kesan: PPOK
Resume
Pasien Tn. Y, 54 tahun, masuk ke RSUD AA pada tanggal 14 Juni 2012
dengan keluhan utama sesak napas bertambah berat sejak 1 hari SMRS. Sesak
semakin terasa berat saat beraktivitas dan hampir selalu muncul setiap hari yang
disertai dahak agak kental berwarna putih yang banyak. Sejak 1 tahun yang lalu,
pasien mulai merasakan sesak napas. Sesak dirasakan hampir setiap hari, sesak
muncul terutama saat beraktivitas. Sesak berkurang saat istirahat, keluhan sesak
napas dirasakan lebih kuat daripada batuk. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak berwarna putih. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah
160/100 mmHg, pursed-lips breathing, hipersonor pada perkusi, menggunakan
otot bantu pernafasan (+), retraksi iga (+), ekspirasi memanjang, ronkhi (+/+),
wheezing (+/+). Ictus cordis teraba 3 jari medial LMC Sinistra RIC VI, batas
jantung kanan di linea sternalis dekstra RIC VI, kiri 3 jari medial LMC sinistra
RIC VI. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis dan rongent PPOK.
DIAGOSIS KERJA:
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) eksaserbasi akut + Hipertensi
grade II
DIAGNOSIS BANDING:
1. Asma Bronkial
2. Pneumotorkas
3. Gagal jantung kronik
DAFTAR MASALAH:
1. Sesak dan Batuk
2. Hipertensi grade II
20
ANALISA MASALAH
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis PPOK karena adanya keluhan sesak
napas yang disertai batuk produktif. Gejala sesak nafas dan batuk sudah sering
dirasakan pasien berulang-ulang dalam 1tahun terakhir, terutama dirasakan saat
beraktivitas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pursed-lips breathing, hipersonor
pada perkusi, menggunakan otot bantu pernafasan (+), retraksi iga (+), ekspirasi
memanjang, ronkhi (+/+), wheezing (+/+).
Pasien juga memiliki riwayat merokok ± 1 bungkus per hari sejak usia 24
tahun dan berhenti 3 tahun yang lalu. Berdasarkan Indeks Brinkman (IB), pada
pasien ini termasuk perokok derajat sedang. Merokok merupakan faktor pemicu
PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang. Merokok dan polusi udara
oleh asap menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan
produksi mukus, menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis kronis (batuk
produktif > 3 bulan/ tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran
udara yang kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga
udara distal (emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,
terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi
sesak nafas.
Pada pasien ini mengarah pada PPOK eksaserbasi akut dengan infeksi
sekunder, karena ditandai dengan adanya leukositosis yaitu ditemukan leukosit
14.700 /mm3. Peningkatan leukosit pada pasien ini kemungkinan besar
disebabkan oleh infeksi mukosa trakeobronkial (biasanya Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis). Infeksi bakteri
dianggap berperan besar sebagai penyebab eksaserbasi. Beberapa bukti klinis
menunjukkan infeksi pernapasan merupakan penyebab 50-70% eksaserbasi pada
PPOK dan 40-60% disebabkan oleh bakteri.
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : - istirahat/bed rest
- hindari faktor pemicu seperti asap atau gas beracun
- hindari aktivitas yang berlebihan
21
Farmakologi :
Oksigen 3-4 L/menit
IVFD NaCl 0,9% + aminophylline 1 ampul 20 gtt/menit
Nebulizer salbutamol 4x1
Inj. Dexamethason 3x1 amp
Inj. Cefotaxim 2x1
OBH 3x1
Captopril 2x25mg
Follow Up
Tanggal S O A P
14/6/2012 Sesak (+),
batuk
berdahak
(+), badan
terasa lemah
TD:
170/100mmHg
N: 100 x/menit
RR : 30 x/menit
S : 36,5 ºC
PPOK eksaserbasi
akut+ hipertensi
-IVFD NaCl 0,9% +
aminophylline 1 ampul 20
gtt/menit
- O2 3-4 L/menit
-salbutamol nebulizer 4x1
-Inj. Dexamethason 3x2 amp
-Inj. Cefotaxim 2x1
-OBH 3x1
-Captopril 2 x 25mg
15/6/2012 Sesak (+),
batuk
berdahak
(+), badan
terasa lemah
TD: 140/90mmHg
N: 72 x/menit
RR : 29 x/menit
S : 36,4 ºC
PPOK eksaserbasi
akut + hipertensi
Terapi lanjut
16/6/2012 Sesak ,
batuk
berdaha (+),
badan terasa
lemah
TD:
160/100mmHg
N: 110 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,5 ºC
PPOK eksaserbasi
akut+ hipertensi
Stop aminophyline
17/6/2012 Sesak ,
batuk
berdahak (+)
badan terasa
lemah
TD:
140/100mmHg
N: 84 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,8 ºC
PPOK eksaserbasi
akut+ hipertensi
Terapi Lanjut
22
18/6/2012 Sesak ,
badan terasa
lemah
TD: 140/90mmHg
N: 88 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 37 ºC
PPOK eksaserbasi
akut+ hipertensi
Terapi lanjut
19/6/2012 Sesak ,
badan terasa
lemah (-)
TD: 130/80mmHg
N: 100 x/menit
RR : 30 x/menit
S : 36,5 ºC
PPOK eksaserbasi
akut+hipertensi
Pasien pulang
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Agustin H, Yunus F. Proses metabolisme pada penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK). J Respir Indo. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia. 2008; 28(3): 155-60.
2. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam
FKUI; 2006. 984-5.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2003. [29 Juni 2012].
Diunduh dari: http://www.klikpdpi.com
4. Antariksa B. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Jakarta: Bagian
pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi FK UI-RS Persahabatan; 2009. [13
Juni 2012]. Diunduh dari: http://repository.ui.ac.id.
5. Mengunnegoro H, dkk. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: PDPI, 2001.
6. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. 105-107.
7. Price AS, Wilson CML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Vol 2. Jakarta; EGC, 2006, 785-788
8. Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary
Medicine, Department of Internal Medicine, University of Manitoba.
www.emedicine.com