ppt kerajaan islam di maluku, papua, dan nusa tenggara
TRANSCRIPT
SEJARAH INDONESIAKerajaan Islam di Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara
Guru Pembimbing : Dra. Hj. Sinar Bulan
Kelompok 11
1. Andi Neylah Faradisa T
2. Indri
3. Muh. Musyirul Al Hakki
X Matematika dan Ilmu Alam-2
Semester Genap
SMA NEGERI 1 WATAMPONE
Tahun Ajaran 2013/2014
Peta Konsep
Kerajaan Bercorak
Islam di Indonesia
Maluku
(Ternate dan Tidore)
Aspek-Aspek
Kehidupan
Raja-Raja yang
Memerintah
Papua
Kedatangan Islam
Di Papua
Kerajaan-Kerajaan
Islam
Nusa Tenggara
(Lombok dan Sumbawa)
Kedatangan Islam
Di Nusa Tenggara
Aspek-Askep
Kehidupan
Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam
perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Mengingat
keberadaan daerah Maluku ini maka tidak mengherankan jika sejak
abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan
antara bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda.
Sejak awal diketahui bahwa didaerah ini terdapat dua kerajaan
besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini
terletak di sebelah barat Pulau Halmahera di Maluku Utara. Kedua
kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore,
tetapi wilayah kekuasaannya mancakup sejumlah pulau di Kepulauan
Kerajaan Islam di Maluku
Aspek-Aspek KehidupanA.
Politik & Kebudayaan
Kerajaan Ternate dikenal sebagai pemimpin Uli Lima, yaitu
persekutuan lima bersaudara dengan wilayahnya meliputi Ternate, Obi,
Bacan, Seram, dan Ambon. Sementara Kerajaan Tidore dikenal sebagai
pemimpin Uli Siwa, yakni Persekutuan Sembilan (Persekutuan Sembilan
Saudara) dengan wilayahnya meliputi pulau-pulau Makyan, Jailolo atau
Halmahera, dan pulau-pulau di daerah tersebut sampai dengan wilayah
Papua.
Dalam bidang kebudayaan, di Maluku berkembang seni pahat, seni
bangunan, dan seni patung. Seni bangunan berupa istana raja, bangunan
masjid, dan lain-lain, tetap dikembangkan. Agama Islam dan bahasa Melayu
juga semakin berkembang di Maluku
Uli Lima artinya persekutuan lima bersaudara yang dipimpin oleh Ternate yang
terdiri dari Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon. Sementara itu, Uli Siwa
artinya persekutuan sembilan bersaudara yang terdiri dari Tidore, Jailalo,
Halmahera, sampai di daerah Papua. Antara persekutuan Uli Lima dan Uli
Siwa tersebut terjadi persaingan.
Wilayah Persekutuan Uli Lima dan Uli Siwa
Masjid Jami’ Kesultanan Ternate juga terletak di kompleks istana, berdenah persegi,
mengahadap ke timur, memiliki satu ruang utama beratap susun 7 tingkat. Masjid yang
didirikan Sultan Hamzah ini berukuran 22.40 x 39.30 m dengan tinggi keseluruhan 21.74 m;
sedangkan menara berukuran 3 x 4.2 m dengan tinggi 21.74 m. atap masjid di topang 4 tiang
dan 12 tiang pembantu. Masjid dikelilingi pagar tembok, dengan pintu gapura beratap gua
susun. Gapura ini sekaligus berfungsi sebagai menara adzan.
Masjid Jami’ Kesultanan Ternate
Raja-Raja yang MemerintahB.
Sultan Hairun (Kerajaan Ternate)
Sultan Hairun adalah Raja Ternate yang berkuasa sejak tahun
1559 M. Sultan Hairun sangat tidak setuju dengan kedatangan
bangsa Portugis, apalagi dengan keberadaan militer Portugis dan
membangun benteng Sao Paolo di Ternate. Mereka diyakini
mempunyai niat yang tidak baik terhadap Kerajaan Ternate. Sultan
Hairun meninggal pada tahun 1570 M karena terbunuh. Dalam
catatan sejarah, yang dicurigai sebagai dalang pembunuhan adalah
para pejabat Portugis.
Sultan Baabullah (Kerajaan Ternate)
Kekuasaan Sultan Hairun digantikan oleh Sultan Baabullah. Pada
masa kekuasaannya, Sultan Baabullah berhasil menyingkirkan bangsa
Portugis dan meninggalkan bentengnya di Ternate. Mereka pergi ke Selatan
kemudian pada tahun1578 M, Portugis berhasil menundukkan Timor. Bangsa
Portugis menduduki Timor sampai pada tahun1976 M.
Selain keberhasilannya mengusir penjajah Portugis, Sultan
Baabullah juga membawa kerajaan Ternate memperluas daerah kekuasaan
sampai ke Maluku, Sulawesi, Papua, Mindanao dan Bima. Karena
prestasinya yang gemilang tersebut, Sultan Baabullah menyandang julukan
Tuan dari Tujuh Puluh Dua Pulau.
Sultan Nuku dan Zainal Abidin (Kerajaan Tidore)
Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan
Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda
kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak
mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang
cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak
diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga
kemakmuran rakyatnya terus meningkat.
Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,
Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan
Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang
berniat menjajah kembali.
Tidore menjadi salah satu kerajaan paling independen di wilayah Maluku.
Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (1657-1689), Tidore
berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi
daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Sultan Saifuddin (Kerajaan Tidore)
Berdasarkan sumber tradisi lisan dari keturunan Raja-raja di Raja
Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana, dan Teluk Bintuni-Manokwari, Islam sudah
lebih awal datang ke daerah ini. Ada beberapa pendapat mengenai kedatangan
Islam di Papua.
Pertama, Islam datang di Papua tahun 1360 yang disebarkan oleh
Mubaligh asal Aceh, Abdul Ghafar. Pendapat ini juga berasal dari sumber lisan
yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati ke-16 (Muhammad Sidik
Bauw) dan Raja Rumbati ke-17 (H. Ismail Samali Bauw). Abdul Ghafar
berdakwah selama 14 tahun (1360-1374) di Rumbati dan sekitarnya. Ia
kemudian wafat dan dimakamkan di belakang masjid kampong Rumbati
tahun1374.
Kedatangan Islam di Papua
Kerajaan Islam di Papua
A
Kedua, pendapat yang menjelaskan bahwa agama Islam pertama kali
mulai diperkenalkan di tanah Papua di Jazirah Onin (Patimunin-Fakfak) oleh
seorang sufi bernama Syarif Muaz Al-Gathan dengan gelar “Syekh Jubah Biru” dari
Negeri Arab. Pengislaman ini diperkirakan terjadi pada abad pertengahan abad
ke-16, dengan bukti adanya Masjid Tunas Gain yang berumur sekitar 400 tahun
atau di bangun sekitar tahun 1587.
Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa Islamisasi di Papua,
khususnya di Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui
Banda dan Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Hawetan
Attamini yang telah lama menetap di Ambon. Proses pengislamannya dilakukan
dengan cara khitanan. Di bawah ancaman penduduk setempat jika orang yang
disunat mati, kedua mubaligh akan dibunuh , namun akhirnya mereka berhasil
dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk
agama Islam.
Masjid Patimburak di Fakfak, Papua Barat, menandai hadirnya Islam di
tanah Papua sejak tahun 1700 lampau.
Masjid Patimburak di Fakfak
Keempat, pendapat yang mengatakan Islam di Papua berasal dari
Bacan. Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad Al-Bakir, kesultanan
Bacan merencanakan syiar Islam ke seluruh penjuru negeri, seperti Sulawesi,
Filiphina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Thomas
Arnold, Raja Bacan yang pertama kali masuk Islam adalah Zainal Abidin yang
memerintah tahun 1521.
Pada masa ini Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta
pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama dan
Salawati. Sultan Bacan kemudian meluaskan kekuasaanya hinnga ke
Semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua tahun 1606. Melalui
pengaruhnya dan para pedagang muslim, para pemuka masyarakat di pulau-
pulau kecil itu lalu memeluk agama Islam. Meskipun pesisisr menganut agama
Islam, sebagian besar penduduk asli di pedalaman masih tetap menganut
Kelima, pendapat yang mengatakan bahwa Islam di Papua berasal
dari Maluku utara (Ternate-Tidore). Sumber sejarah kesultanan Tidore
menyebutkan bahwa pada tahun 1443 Sultan Ibnu Mansur (Sultan Tidore X
atau Sultan Papua I) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar (Papua).
Setelah tiba di wilayah Pulau Misool dan Raja Ampat, kemudian Sultan Ibnu
Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putera Sultan Bacan dengan gelar Komalo
Gurabesi (Kapita Gurabesi). Kapita Gurabesi kemudian dikawinkan dengan
puteri Sultan Ibnu Mansurbernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat
Kerajaan di kepulauan Raja Ampat tersebut, yakni Kerajaan Salawati, Misool
atau Sailolof, Batanta dan Waigeo.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa proses Islamisasi tanah Papua, terutama di daerah pesisir barat pada
pertengahan abad ke-15, dipengaruhi oleh Kerajaan-kerajaan Islam di Maluku
(Bacan, Ternate dan Tidore). Hal ini didukung karena faktor letaknya yang
strategis, yang merupakan jalur perdagangan rempah-rempah (silk road) di
dunia.
B. Kerajaan-Kerajaan Islam di
Papua
Sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa penyebaran Islam di Papua
sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, berdasarkan bukti sejarah terdapat
sejumlah Kerajaan-kerajaan Islam di Papua, yakni:
1. Kerajaan Waigeo
2. Kerajaan Misool
3. Kerajaan Salawati
4. Kerajaan Sailolof
5. Kerajaan Fatagar
6. Kerajaan Rumbati, terdiri dari :Kerajaan Atiati, Sekar, Patipi, Arguni, dan Wertuar)
7. Kerajaan Kowiai (Namatota)
8. Kerajaan Aiduma
9. Kerajaan Kaimana.
Kehadiran Islam ke daerah Nusa Tenggara antara lain daerah
Lombok diperkirakan sejak abad ke-16 yang diperkenalkan sunan
Perapen, Putera sunan Giri. Islam masuk ke Sumbawa kemungkinan
datang lewat Sulawesi, melalui dakwah dari para Mubaligh dari
Makassar antara 1540-1550. Kemudian berkembang pula Kerajaan
Islam salah satunya adalah Kerajaan Selaparang di Lombok.
Kedatangan Islam di Nusa Tenggara
Kerajaan Islam di Nusa Tenggara
A
B. Aspek-Aspek Kehidupan
Selaparang merupakan pusat Kerajaan Islam di Lombok di bawah
pemerintahan Prabu Rangkesari. Pada masa itulah Selaparang mengalami
masa keemasan dan memegang hagemoni di seluruh Lombok. Dari Lombok
Islam disebarkan ke Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan, dan tempat-tempat
lainnya. Konon sunan Perapen meneruskan dakwahnya dari Lombok menuju
Sumbawa. Hubungan dengan beberapa negeri dikembangkan terutama
dengan Demak.
Makam Selaparang berada di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, di Kecamatan Swela ± 65 Km
dari kota Mataram. Ada 3 makam yang banyak dikunjungi di kompleks Makam Selaparang yakni
makam Raja Selaparang, makam orang tua Raja Selaparang dan makam panglima Gajah Mada.
Jejak-jejak keislaman di makam ini adalah di nisan salah satu makam bertuliskan huruf Arab dan
huruf yang merupakan peralihan huruf Jawa kuno ke huruf Bali yang terdiri atas lima baris dan
terpahat dalam bentuk relief timbul yang berbunyi “La ilaha ilallah, Wa Muhammadun Radul, ulla,
maesan, gegawean, dan parayuga”.
Makam Selaparang
Kerajaan-kerajaan di Sumba Barat dapat dimasukkan pada
kekuasaan Kerajaan Gowa pada 1618. Bima ditaklukkan pada 1633 dan
kemudian Selaparang pada 1640. Pada abad-17 seluruh Kerajaan Lombok
berada di bawah pengaruh Kerajaan Gowa. Hubungan antara Kerajaan
Lombok dan Gowa dipererat dengan cara perkawinan seperti pemban
Selaparang, Pemban Pajenggik, dan Pemban Parwa.
Kerajaan-kerajaan di Nusa Tenggara mengalami tekanan dari VOC
setelah terjadinya perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Oleh karena
itu pusat Kerajaan Lombok dipindahkan ke Sumbawa pada 1673 dengan
tujuan untuk dapat mempertahankan kedaulautan Kerajaan-kerajaan Islam di
pulau tersebut dengan dukungan pengaruh kekuasaan Gowa. Sumbawa
dipandang lebih strategis daripada pusat pemerintahan di Selaparang
mengingat ancaman dan serangan terhadap VOC terus-menerus terjadi.
Masjid Bayan Beleq di Desa Bayan adalah masjid tertua di Lombok. Sudah
berdiri sejak abad ke-15, masjid ini punya banyak keunikan, termasuk filosofi
Wetu Telu atau Waktu Tiga, ajaran mengenai 3 tahapan dalam hidup.
Masjid Bayan Beleq