pr ujian

Upload: nimas-ayu-suri-patriya

Post on 18-Oct-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

serosis hepatis

TRANSCRIPT

PR UJIANSIRROSIS HEPATIS DAN HEPATOMA

Oleh :

Nimas Ayu Suri Patriya

G99131057

Pendamping Ujian

Dr. Toumi ShidiqqiPenguji

Dr. Agung Susanto, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2013

BAB IANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR

I. I.ANATOMI HEPAR

Hepar (hati) merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen. 15

Macam-macam ligamen:

1. Ligamentum falciformis

Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.

2. Ligamentum teres hepatis atau round ligamentMerupakan bagian bawah lig. falciformis dan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis

Merupakan bagian dari omentum minus yang terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan ductus choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.4. Ligamentum coronaria anterior dextra et sinistra dan Ligamentum coronaria posterior dextra et sinistra

Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis dextra et sinistra

Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri. 36,35Secara Mikroskopis

Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel Kupfer. Sel Kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. 18Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli, di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan

Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu. 5,27

Gambar 1.1. Anatomi hepar 4I. II.FISIOLOGI HATI

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20-25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu:

1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen manjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon: Keton Bodies

2. Senyawa 2 karbon: Active Acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipidHati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak protein dari asam amino dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan -globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. -globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang -globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung 584 asam amino dengan BM sekitar 66.000.4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Apabila ada benda asing menusuk dan mengenai pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus berikatan dengan isomer agar pembekuannya kuat dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vitamin K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, dan K.6. Fungsi hati sebagai detoksikasiHati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun dan obat-obatan.7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi -globulin sebagai immune livers mechanism.8. Fungsi hemodinamikHati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu berolahraga, terpapar terik matahari, dan syok. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah. 19BAB II

SIRROSIS HEPATIS

II. I.PENDAHULUANPenyakit sirrosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirrosis hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirrosis hepatis merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan dalam. Gejala klinis dari sirrosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus sirrosis hepatis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat , sisanya ditemukan saat otopsi. 31Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta umat manusia terinfeksi sirrosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirrosis hepatis bertambah 3-4 juta orang. Angka prevalensi penyakit sirrosis hepatis di Indonesia, secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit sirrosis hepatis pada tahun 2003 di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap sirrosis hepatis. 21Menurut Ali (2004), angka kasus penyakit hati menahun di Indonesia sangat tinggi. Jika tidak segera diobati, penyakit itu dapat berkembang menjadi sirrosis atau kanker hati, sekitar 20 juta penduduk Indonesia terserang penyakit hati menahun. Angka ini merupakan perhitungan dari prevalensi penderita dengan infeksi hepatitis B di Indonesia yang berkisar 5-10 persen dan hepatitis C sekitar 2-3 persen. Dalam perjalanan penyakitnya, 20-40 persen dari jumlah penderita penyakit hati menahun itu akan menjadi sirrosis hati dalam waktu sekitar 15 tahun, tergantung sudah berapa lama seseorang menderita hepatitis menahun itu.16Sirrosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun. 17II. II.DEFINISI

Istilah Sirrosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian sirrosis hati yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.

Secara lengkap Sirrosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut. 5II. III.INSIDENS

Penderita sirrosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun. 15II. IV. ETIOLOGI

1.Alkohol Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari sirrhosis, terutama didunia barat. Perkembangan sirrosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirrosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirrosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), hingga ke nonalcoholic Steatohepatitis (NASH), ke sirrosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin, yang dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang paling umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.2.Sirrosis KriptogenikCryptogenic cirrhosis (sirrosis yang disebabkan oleh penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan hati. Di-istilahkan sirrosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena bertahun-tahun para dokter telah tidak mampu untuk menerangkan mengapa sebagian dari pasien-pasien mengembangkan sirrosis. Dipercaya bahwa sirrosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirrosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk para dokter membuat hubungan antara NASH dan sirrosis kriptogenik untuk suatu waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirrosis kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirrosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu risiko mengembangkan sirrosis yang serupa seperti pasien-pasien dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke sirrosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirrosis secara khas dibuat pada pasien-pasien pada umur kurang lebih 60 tahun.3.Hepatitis Virus Yang Kronis

Hepatitis virus yang kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis virus tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirrosis. Contohnya, mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirrosis, dan adakalanya kanker-kanker hati.

4.

Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan

Herediter berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakkan jaringan dan sirrosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan sirrosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan mengeluarkan besi dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu yang lama, tembaga berakumulasi dalam hati, mata, dan otak. Sirrosis, gemetaran, gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan syaraf lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi dari tubuh didalam urin. 5.

Primary biliary cirrhosis (PBC) PBC adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus, dan juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirrosis.6.Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)

PSC adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan radang borok usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirrosis. Pada beberapa pasien-pasien, luka pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirrosis pada hati.7.

Hepatitis Autoimun

Hepatitis autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya pada sirrosis.8.

Atresia bilier

Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) dan akhirnya mengembangkan sirrosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirrosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirrosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).9.

Lain-lain

Penyebab-penyebab sirrosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirrosis. 26II. V.PATOFISIOLOGI

Pada sirrosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirrosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak normal antara darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus pada banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirrosis.Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik). 10Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal.Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.

Penyebab lain sirrosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirrosis, canaliculi abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.44II. VI.KLASIFIKASIA. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirrosis hati atas 3 jenis, yaitu :

1. Mikronodular

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirrosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirrosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.

2. Makronodular

sirrosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

B.Secara Fungsional Sirrosis terbagi atas :

1. Sirrosis hati kompensataSering disebut dengan Laten Sirrosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.2. Sirrosis hati DekompensataDikenal dengan Active Sirrosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.

C.Klasifikasi sirrosis hati menurut Child Pugh : 30Skor/parameter123

Bilirubin(mg %)< 2,02 - < 3> 3,0

Albumin(mg %)> 3,52,8 - < 3,5< 2,8

Protrombin time (Quick %)> 7040 - < 70< 40

Asites0Min. sedang

(+) (++)Banyak (+++)

Hepatic EncephalopathyTidak adaStadium 1 & 2Stadium 3 & 4

II. VII. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirrosis hati yang terjadi. Sirrosis Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirrosis Hati yang paling rendah Child A, Child B, hingga pada sirrosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami penderita sirrosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.

Palmar Eritem

Spider Naevi

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirrosis yang lebih umum termasuk:

1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah

2. Asites

3. Hipertensi portal

4. Kelelahan

5. Kelemahan

6. Kehilangan nafsu makan

7. Gatal8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang sakit.

Pada keadaan sirrosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirrosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.

Penderita sirrosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam. 31II. VIII. KOMPLIKASI

1. Edema dan ascites

Ketika sirrosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirrosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat. 292. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirrosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut, diare, dan memburuknya ascites. 15

3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices) Pada sirrosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.

Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. 64.Hepatic encephalopathyBeberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan didetoksifikasi (dihilangkan racunnya).

Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari terbalik dengan malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian. 175.Hepatorenal syndromePasien-pasien dengan sirrosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan. 31

6. Hepatopulmonary syndrome

Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirrosis yang berlanjut dapat mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirrosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga berlebihan. 227. Hyperspleenism

Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirrosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut. 16Ketika limpa membesar menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama). 118. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)

Sirrosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati. 40II. IX.DIAGNOSTIK DAN PENATALAKSANAAN

A. Pemeriksaan Diagnostik

a. Scan/biopsy hati: Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati,

b. Kolesistografi/kolangiografi: Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin sebagai faktor predisposisi.

c. Esofagoskopi: Dapat melihat adanya varises esophagus

d. Portografi Transhepatik perkutaneus: Memperlihatkan sirkulasi system vena portal,

e. Pemeriksaan Laboratorium :

Bilirubin serum, AST (SGOT)/ ALT (SGPT), LDH, Alkalin fosfotase, Albumin serum, Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen, BUN, Amonia serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan nutrient, Urobilinogen urin, dan Urobilinogen fekal. 38B. PenatalaksanaanPengobatan sirrosis hati pada prinsipnya berupa :

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu:

a. Istirahat yang cukupb. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitaminc. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirrosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari.

i.Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.

ii.Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.iii.Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati. 363. Pengobatan yang spesifik dari sirrosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti

1. Asites

Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:

i.Istirahat

ii.Diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.iii.DiuretikPemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid. 32,352. Spontaneous bacterial peritonitis

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu. 30,313. Hepatorenal Sindrome

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa: Restriksi cairan, garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic.

Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi.

Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal. 28,294. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomerduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prrinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :

i.Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

ii.Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

iii.Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannyayaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah

iv.Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin.v.Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya pemasangan Ballon Tamponade dan tindakan Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection. 26,275. Ensefalopati Hepatik

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :

i. Mengenali dan mengobati factor pencetusii. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan diet rendah protein

iii. Pemberian antibiotik (neomisin)

iv. Pemberian lactulose/ lactikol

v. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter, secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil) maupun tak langsung (Pemberian AARS). 21,24,25II. X.PROGNOSIS

Prognosis sirrosis hepatis menjadi buruk apabila:

a. Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%.b. Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar.c. Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%).d. Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus.e. Hati mengecil.

f. Perdarahan akibat varises esofagus.

g. Komplikasi neurologis.

h. Kadar protrombin rendah.

i. Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg. 15,19,20BAB III

HEPATOMA

I.PENDAHULUAN

Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma hepatoseluler) merupakan 80-90% keganasan hati primer, yang terakhir disebut sebagai kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoselular mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu cepat. 1,2Hepatoma primer secara histologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 31. Karsinoma hepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit

2. Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari epitel saluran empedu intrahepatik

3. Karsinoma campuran hepatoselular dan kolangioselular. 2,14 II.

EPIDEMIOLOGI

Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker yang paling sering terjadi di dunia, dan urutan ketiga dari kanker system saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi. Sekitar 80% dari kasus hepatoma di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus.1,4Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemic infeksi hepatitis B virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan hepatoma tinggi, umur pasian hepatoma 10-20 tahun lebih muda daripada umur pasien hepatoma di wilayah dengan angka kekerapan hepatoma rendah. Di wilayah dengan angka kekerapan hepatoma tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai 8:1.1

III.ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait. Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor risiko yang memicu hepatoma, yaitu: 1,3,4,5,61. Virus hepatitis B (HBV)

Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.

2. Virus hepatitis C (HCV)

Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap.

3. Sirosis hati

Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 8-% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.

4. Aflatoksin

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

5. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma (HCC).

6. Diabetes mellitus

Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis nonalkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker

7. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.

8. Faktor risiko lain

Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang ditemukan, antara lain:

a. Penyakti hati autoimun: hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer.

b. Penyakit hati metabolik: hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson disease.

c. Kontrasepsi orald. Senyawa kimia: thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam tanik. 34,37IV.PATOFISOLOGI

Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepatogenesis.1V.DIAGNOSIS

A.Gambaran Klinis

Hepatoma Sub Klinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau satdium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan.3Hepatoma Fase Klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:3

1. Nyeri abdomen kanan atas, hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan rupture hepatoma.

2. Massa abdomen atas, hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri.

3. Perut membesar disebabkan karena asites.

4. Anoreksia, timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal.

5. Penurunan berat badan secara tiba-tiba.

6. Demam, timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.

7. Ikterus, kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.

8. Lainnya, perdarahan saluran cerna, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya. Manifestasi sirosis hati yang lain seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering tombul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain. 43Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer: 3Ia:Tumor tunggal berdiameter 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A

Ib:

Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 5 cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A

IIa:

Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 10cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan 5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A

IIb:

Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10cm, di separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan 5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor dipercabangan vena portal, vena hepatika atau saluran empedu dan atau Child B

IIIa: Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B

IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C. 41,42,44

Gambar 3.1. Carcinoma HepatocellularBiasanya sel-sel ini menyerupai hati yang normal dengan trabekular padat atau prosessus seperti jari tangan yang padat, biasanya sel tumor lebih kecil dari sel hati normal. 11

Gambar 3.2. Histologi Hepatocelluler Hepatoma. 12Histologi, memperlihatkan sel tumor dengan sotoplasma yang jernih tak berwarna, sering berbusa tau bervakuolisasi lipid dan glikogen berlebihan dalam sitoplasma. Sering keadaan ini berhubungan dengan hipoglekemia dan hiperkolesterolemia serta mempunya prognosis yang bervariasi 11B.Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi Abdomen

Ultrasonography (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic untuk memeriksa alat-alat tubuh, dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya.10

Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati dianjurkan menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi, USG lebih sensitif daripada AFP serum berulang. Sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70-80%. 1Secara umum pada USG sering diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya menunjukkan struktur eko yang lebih tinggi disertai nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya nekrosis, tepinya irregular. Yang sangat sulit adalah menentukan hepatoma pada stadium awal di mana gambaran struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal. 9Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI, dan angiografi kadang diperlukan untuk mendeteksi hepatoma, namun karena kelebihannya, USG masih tetap merupakan alat diagnostik yang paling popular dan bermanfaat.1

Gambar 3.3. USG menunjukkan massa hyperechoic mewakili karsinoma hepatoseluler. 25

Gambar 3.4. Hepatocellular carcinoma. 7CT Scan

CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan modalitas terapi.9

Gambar 3.5. CT scan hepatoma. 18MRI

MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivtas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan 55%.3

Gambar 3.6. MRI yang menunjukkan tiga wilayah yang terpisah (ditunjukkan dengan panah) dari metastasis hati. 39Angiografi arteri hepatika

Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis perkuran untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasive, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik. Angiografi dilakukan melalui melalui arteri hepatika. 3, 11

Gambar 3.7. Angiografi. 22C. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Penanda Tumor

Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/mL. Kadar AFP meningkat pada 60-70% pada pasien hepatoma, dan kadar lebih dari 400 ng/mL adalah diagnostic atau sangat sugestif hepatoma.1Biopsi hati

Biopsi hati perkutan dapat diagnostik jika sampel diambil dari daerah lokal dengan ultrasound atau CT. karena tumor ini cenderung akan ke pembuluh darah, biopsi perkutan harus dilakukan dengan hati-hati. pemeriksaan sitologi cairan asites adalah selalu negatif untuk tumor. kadang-kadang laparoskopi atau minilaparatomi, untuk biopsi hati dapat digunakan. pendekatan ini memiliki keuntungan tambahan kadang mengidentifikasi pasien yang memiliki tumor cocok untuk hepatectomy parsial. 11

VI.

DIAGNOSA BANDINGA.Hemangioma

Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya subkapsular pada konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas. Pada foto polos biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.16

Gambar 3.8. Haemangioma5B.Abses hepar

Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama makin bertambah tebal.9

Gambar 3.9. Abses hepar13C.Tumor metastasis

Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati normal.8

Gambar 3.10. Metastasis pada hati dari kanker paru-paru. 11, 17VII.TERAPI

A.Terapi Operasi

Reseksi Hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.Transplantasi HatiTransplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm. 1Terapi Operatif non Reseksi

Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter vena porta saat operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser energi tinggi saat operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.3B.Terapi Lokal

Ablasi radiofrekuensi (RFA)

Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini. Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif.3

Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan

Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik.3C.Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan

Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, pasca reseksi hepatoma, suksek terdapat residif, dll.3D.Kemoterapi

Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll.3

E.Radioterapi

Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalisasi, medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioterapi internal terhadap hepatoma.3

Gambar 3. 11. Alur penatalaksanaan Hepatoma33VIII.PROGNOSIS

Prognosis tergantung atas stadium penyakit dan penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm) berhubungan dengan kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan 3 tahun 12.8%. kecepatan pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien tumor massif kurang mungkin dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan tumor yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan hidup 2-3 tahun atau bahkan lebih lama. Jenis massif perjalanannya lebih singakat dibandingkan yang nodular. Metastasis paru dan peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan hidup.pasien berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua. Ukuran tumor yang melebihi 50% ukuran hati dan albumin serul < 3 g/dl merupakan gambaran yang buruk. 10DAFTAR PUSTAKA

1. Rosenack, J. 2011. Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases. Oxford press: England.2. Hadi, Sujono. 1995. Gastroenterology. Bandung: Penerbit Alumni.3. Sherlock, S. 1997. Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu. Oxford: England Blackwell

4. Hakim Zain, L. 2008. Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis. Surabaya: EGC.5. Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II. Jakarta: Penerbit Balai FK UI.6. Anonymous. 2003. Alcoholic hepatoma. http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm. (diakses 29 Desember 2013).7. Lesmana, L.A. 2010. Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta: RSUPN Cipto Mangunkusumo.8. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan: Bagian ilmu penyakit dalam USU.9. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.10. Budihussodo, Unggul. 2006. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi keIV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

11. Lindseth, Glenda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Editor: Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC.12. Desen, Wan. 2008. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

13. Singgih, B. Datau E.A. 2006. Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Semarang: Erlagga.14. Jacobson R.D. 2009. Hepatocelluler Carcinoma. http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview. (diakses tanggal 29 Desember 2013).15. Rasyid, Abdul. 2006. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma). http://repository.usu.ac.id/bitstream.pdf. (diakses tanggal 29 Desember 2013).16. Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 22. Jakarta : EGC.17. Guyton, dan Hall. 2007. Hati Sebagai Organ. Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC.18. Suhaerni, Erni. 2010. Pemeriksaan Ultrasonographi Pada Pasien Dengan Suspect Hematoma. www. fkumyecase.net Suspect+Hepatoma. 19. Honda, Hiroshi. 2009. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma, Hemangioma, and Metastasis) with CT. http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf. (diakses tanggal 29 Desember 2013).20. Braunwald, Fugene, MD. 2012. Principles Of Internal Medicine. In Horrisons 15 th editon. LA: Massachusetts Press.21. Rasyid, Abdul. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini Pengobatan Kanker Hati Primer. Dalam: AAxelrod David, Leeuwen Dirk J van. Hepatocellular Carsinoma. www.emedicine.com. (diakses tanggal 29 Desember 2013).

22. Price Sylvia A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Pennyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. p.476.23. Nurdjanah S. 2006. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV jilid II. Jakarta: Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK UI24. Kusumobroto O, Hernomo. 2007. Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi I. Jakarta: Jayabadi.25. Petrides, AS, Stanley, T, Matthews , DE Vogt C, Bush AJ Lambeth H. 1998. Insulin resistance in cirrhosis:prolonged reduction of hyperinsulinemia normalizes insulin sensitivity. Hepatology Journal. 28: 141-926. Steppan CM Bailey ST, Bhat S, Brown Ej, Banerjee RR, Wright CM,Patel HR, Ahima RS,Lazar MA. 2001. The hormone resistin links obesity to diabetes Nature. 409 (6818): 307-12.27. Holcomb IN, Kabakoff RC, Chan B, Baker TW, Gurney A, Henzel W, Nelson C, Lowman HB, Wright BD, Skelton NJ, Frantz GD, Tumas DB, Peale FV Jr, Shelton DL, Hbert CC. August 2000. FIZZ1, a novel cysteine-rich secreted protein associated with pulmonary inflammation, defines a new gene family. Embo J. 19 (15): 404655.28. Kusminski CM, da Silva NF, Creely SJ, Fisher FM, Harte AL, Baker AR, Kumar S, McTernan PG. 2007. The in vitro effects of resistin on the innate immune signaling pathway in isolated human subcutaneous adipocytes. J. Clin. Endocrinol. Metab. 92 (1): 2706.29. Levy JR, Davenport B, Clore JN, Stevens W. 2002. Lipid metabolism and resistin gene expression in insulin-resistant Fischer 344 rats. Am. J. Physiol. Endocrinol. Metab. 282 (3): E62633.30. Vendrell J, Broch M, Vilarrasa N, Molina A, Gmez JM, Gutirrez C, Simn I, Soler J, Richart C. 2004. Resistin, adiponectin, ghrelin, leptin, and proinflammatory cytokines: relationships in obesity. Obes. Res. 12 (6): 96271.31. Kakizaki S, Sohara N, Yamazaki Y, Horiguchi H, Kanda D, Kenji K 2009. Elevated plasma recistin concentration in patients with liver cirrhosis. Lancet. 359 (9300): 467.32. Pang S, Lee Y . 2011. Role of Resistin in inflamation and Inflamation Related Deasease. Obes. Res. 10 (11): 11979.33. Nagaev I, Bokarewa M, Tarkowski A, Smith U. 2006. Human resistin is a systemic immune-derived proinflammatory cytokine targeting both leukocytes and adipocytes. 2001 (285): 5614.34. Silswal N, Singh AK, Aruna B, Mukhopadhyay S, Ghosh S, Ehtesham NZ. 2005. Human resistin stimulates the pro-inflammatory cytokines TNF-alpha and IL-12 in macrophages by NF-kappaB-dependent pathway. Biochem. Biophys. Res. Commun. 334 (4): 1092101.35. Komatsu T, Yaguchi I, Tanaka A et al. 2007. Evaluation of homeostasis model assessment of insulin resistance (HOMA-IR) index. 12: 66-75.36. Kadowaki T, Yamauchi T. 2001. Adiponectin and adiponectin receptors in insulin resistance, diabetes, and the metabolic syndrome. The Journal of clin invest. 116 (7): 1984-92.37. Picardi Antonio, DAvola Delia. 2006. Diabetes in chronic liver disease: from old concepts to new evidence. Diabetes Metab Res Rev. 22: 274-83.38. Alizadeh MHA, Fallahian Farrahnaz. 2006. Insulin Resistance in Chronic Hepatitis B and C. Indian Journal of Gastroenterology. 25: 286-288.39. Compean Garcia Diego, Quintana JOJ, Garza MH. 2009. Hepatogenous Diabetes. Current views of an ancient problem. Annals of hepatology. 8: 13-20.40. Knobler H, Zhornicky T. 2003. Tumor Necrosis Alfa induced insulin resistance may mediate the hepatitis C virus, Diabetes association. American journal of gastroenterology. 98 (12): 2751-6.41. Perin, PC, Casseder M, Bozzo C, Bruno A. 2005. Mechanism of insulin resistance in human liver cirrhosis. Evidence of a combined receptor and post receptor defect, J Clin Invest May. 75: 1659-65.42. Petrides A, Stanley T. 1998. Insulin resistance in Cirrhosis : Prolonged reduction of hyperinsulinemia normalizes insulin sensitivity, Hepatology Journal. 28 (1): 141-9.43. Compean D, Quintana JOJ. 2009. Liver Cirrhosis and diabetes : Risk factor, pathofisiology clinical implication and management. World J Gastroenterol. 21 (15): 280-8.44. Letiexe MR, Schreen AJ. 1993. Insulin secretion, clearance and action on glucose metabolism in cirrhotic patients. Journal of clinical endocrinology and metabolism. 1993: 1263-6.