pr ujian
DESCRIPTION
thtTRANSCRIPT
1. Disentri
Definisi
Disentri adalah diare yang disertai darah, terutama disebabkan oleh Shigella sp.,
dan memerlukan antibiotik untuk pengobatan. Disentri dapat menyebabkan
komplikasi serius, seperti gangguan pertumbuhan dan resiko kematian.
Etiologi
Sebagian besar kasus disebabkan oleh Shigella, khususnya S. flexneri dan S.
dysentriae tipe 1.
Manifestasi klinis
BAB cair, frekuensi sering, dan disertai darah yang dapat dilihat dengan jelas.
Pada beberapa episode, pertama-tama tinja cair kemudian menjadi berdarah
setelah 1-2 hari. Selanjutnya dapat timbul gejala dan tanda komplikasi diare akut,
seperti dehidrasi, gangguan pencernaan, dan kekurangan zat gizi.
Tata laksana
Terapi Medikamentosa
o Antibiotik, semua diare berdarah diobati sebagai shigellosis dan diberikan
kontrimoksazol (trimethoprim 4 mg/kgbb dan sulfametoksasol 20
mg/kgbb Po dua kali sehari), jika dalam 2 hari tidak membaik ganti
antibiotik , yang sensitive terhadap Shigella sp, antara lain sefiksim ( 8
mg/kgbb PO selama 5 hari dosis tunggal) dan asam nalidiksat (55
mg/Kgbb/hari terbagi 4 dosis untuk dosis awal, dilanjutkan 33 mg/kgbb
terbagi 4 dosis lanjutan)
o Apabila terdapat amuba vegetatif pada pemeriksaan tinja, berikan
metronidaazol dengan dosis 50 mg/kgbb dibagi 3 dosis selama 5 hari
Terapi Non-medikamentosa
Lanjutkan pemberian makan. Pada anak usia <6 bulan, pemberian ASI lebih dari
frekuensi biasanya, bila memungkinkan. Pada anak usia ≥6bulan, berikan
makanan yang biasa diberikan.
2. Diuresis normal
1 ml/kgbb/jam
3. Diferential diagnosis demam < 3 hari
DBD
ISPA
Morbilli
Malaria
4. Cairan maintenance
Dosis maintenance
o 10 kg pertama = 100 kkal/kg/hari
o 10 kg kedua = 50 kkal/kg/hari
o Sisanya = 20 kkal/kg/hari
Setiap kenaikan 1ºC = 12%
5. Ensefalopati
Definisi
Ensefalopati adalah istilah yang luas digunakan untuk menggambarkan fungsi
otak abnormal atau struktur otak. (Encephalo = otak + simpati = gangguan).
Kelainan mungkin sementara, berulang, atau permanen. Hilangnya fungsi otak
mungkin reversibel, statis dan stabil, atau progresif dengan peningkatan hilangnya
aktivitas otak dari waktu ke waktu.
Penyebab
Fungsi otak yang abnormal dapat terjadi karena banyak kondisi yang berbeda;
misalnya, kekurangan nutrisi, keracunan, infeksi, perubahan struktural, atau
anoksia (kurangnya pengiriman oksigen ke otak).
Encephalopathy alcohol
Alkohol adalah contoh klasik dari konsumsi akut dan kronis yang menyebabkan
perubahan fungsi otak. Ketika seseorang minum alkohol secara berlebihan, itu
mengubah aktivitas otak. Orang akut mabuk menunjukkan kurangnya penilaian
dan penurunan refleks dan koordinasi. Jika cukup alkohol tertelan, bagian dari
otak yang mengontrol terjaga dan pernapasan dapat menjadi tertekan ke titik
bahwa orang tersebut dapat menjadi koma. Efek ini berumur pendek dan
sementara sebagai hati memetabolisme alkohol dan menghapusnya dari tubuh.
Ketika alkohol itu hilang, individu kembali ke fungsi normal. Namun, ketika
alkohol berulang kali disalahgunakan, dapat menyebabkan penyakit hati
meningkatkan kadar amonia dan ensefalopati atau bisa ada kerusakan langsung ke
otak dengan hilangnya jaringan otak.
Anoxic / hipoksia ensefalopati
Anoxic (an = tidak ada + oxia = oksigen) atau hipoksia (hypo = kurang + oxia =
oksigen) ensefalopati adalah suatu kondisi di mana jaringan otak kekurangan
oksigen dan ada kerugian global fungsi otak. Sel-sel otak kekurangan oksigen
lagi, semakin banyak kerusakan terjadi.
Ensefalopati hipertensif
Ensefalopati hipertensi terjadi bila tekanan darah naik ke tingkat yang cukup
tinggi untuk mempengaruhi fungsi otak. Sakit kepala, mual dan muntah,
perubahan visi, dan penurunan tingkat kesadaran mungkin karena nyata
meningkat tekanan. Kondisi ini juga dikenal sebagai krisis hipertensi (hipertensi
darurat), di mana pembacaan tekanan darah tinggi berhubungan dengan kegagalan
organ. Selain ensefalopati, ada juga dapat gejala nyeri dada, sesak napas, dan
gagal ginjal. Hipotensi (tekanan darah rendah) karena banyak faktor (misalnya,
perdarahan, infeksi utama, atau obat tekanan darah) dapat menyebabkan
ensefalopati dengan gejala pingsan, kelemahan, dan perubahan status mental.
Infeksi encephalopathy
Infeksi adalah penyebab ensefalopati. Banyak jenis bakteri, virus, dan jamur dapat
menyebabkan ensefalitis oleh infeksi dan peradangan pada jaringan otak atau dari
meninges (meningitis) yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang.
Ensefalopati iskemik
Ensefalopati iskemik terjadi karena pembuluh darah kecil yang memasok darah ke
jaringan otak secara bertahap sempit dan menyebabkan penurunan umum dalam
aliran darah ke otak. Hal ini menyebabkan hilangnya progresif jaringan otak
dengan hilangnya terkait fungsi. Faktor risiko penyempitan pembuluh darah di
otak yang sama seperti penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah perifer dan
termasuk merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan diabetes.
Gejala ensefalopati
Ensefalopati menjelaskan fungsi otak yang abnormal karena masalah dengan
jaringan otak. Gejala ensefalopati dapat digeneralisasi menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran dari kelesuan minimal untuk koma. Ensefalopati dapat
menyebabkan proses berpikir yang abnormal termasuk kebingungan, memori
miskin, halusinasi, dan bahkan berpikir psikotik.
Gejala-gejala mungkin jelas karena bagian tubuh yang kontrol otak tidak dapat
bekerja dengan tepat. Mungkin ada inkoordinasi dan kesulitan berjalan (ataksia)
atau mungkin ada kelainan dengan visi dan gerakan mata. Encephalopathy dapat
meniru langkah dengan kelemahan dan mati rasa dari salah satu sisi tubuh,
termasuk terkulai dan masalah wajah. Kelainan mungkin tidak hanya
mempengaruhi fungsi motorik tetapi juga sensasi. Itu semua tergantung pada apa
bagian dari otak tidak berfungsi.
Pada beberapa pasien, ensefalopati yang begitu mendalam sehingga
mempengaruhi fungsi otak dasar yang mengendalikan terjaga, pernapasan, detak
jantung, dan suhu.
Gejala tergantung pada penyebab dasar dari ensefalopati dan potensi pembalikan
penyebabnya.
Ensefalopati Pengobatan
Pengobatan untuk ensefalopati bervariasi sesuai dengan penyebab dasar;
misalnya, anoksia jangka pendek hanya mungkin memerlukan terapi oksigen,
sedangkan keracunan uremik mungkin memerlukan dialisis dan transplantasi
ginjal. Akibatnya, obat tertentu dan program pengobatan akan ditentukan
berdasarkan penyakit yang mendasarinya. Episode pertama dari encephalopathy
harus dievaluasi segera oleh dokter untuk berpotensi mendiagnosa dan mengobati
penyebab dasar; tindakan tersebut dapat membalikkan atau membatasi gejala dan
mempengaruhi prognosis untuk ensefalopati.
Pencegahan ensefalopati
Beberapa ensefalopati dapat dicegah dengan pilihan gaya hidup yang positif.
Misalnya, ensefalopati hepatik dari kegagalan hati karena kecanduan alkohol
dapat dicegah dengan komitmen pasien untuk pantang dari alkohol dan
penggunaan perawatan medis dan dukungan masyarakat untuk mencegah atau
meminimalkan risiko kambuh. Gagal hati dari penyakit lain dan trauma bawaan
atau kecelakaan yang mengakibatkan encephalopathy mungkin tidak dicegah
Encephalopathy Prognosis
Beberapa ensefalopati mungkin mudah reversibel, sementara yang lain dapat
berkembang dan menyebabkan perubahan struktural permanen di otak dan bahkan
kematian; prospek tergantung pada penyebab yang mendasari encephalopathy dan
potensinya untuk pengobatan
6. Imunisasi
Definisi
Imunisasi merupakan proses induksi imunitas secara buatan baik melalui vaksinasi atau
pemberian antibody. Vaksinasi adalah pemberian vaksin atau toksoid untuk mencegah
terjadinya penyakit.
Jenis-Jenis Immunisasi Yang Wajib
1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC
yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat
terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCG ini merupakan
vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi
pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan pemberian imunisasi BCG pada
umur 0-11 bulan, akan tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau 3
bulan, kemudian cara pemberian imunisasi BCG melalui intradermal, efek
samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan dan dapat terjadi
limfadenitis regional, dan reaksi panas.
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkn dengan 4 cc NaCl 0,9%.
Setelah dilarutkan harus segera diapakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang.
Penyimpana pada suhu < 5ºC terhidar dari sinar matahari.
Jumlah Pemberian
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi
kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda
dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
Usia Pemberian
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes
Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah
kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi
dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal
serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil
diimunisasi BCG
Lokasi Penyuntikan
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis
yang melakukan penyuntikan di paha.
Efek Samping
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di
selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh
sendiri.
Tanda Keberhasilan
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6
minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan
sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.
Indikasi Kontra
Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau
menunjukkan Mantoux positif.
Cara penyuntikan BCG
o Bersihkan lengan dengan kapas air
o Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung
jarum yang berluban menghadap keatas.
o Suntikan 0,05 ml intra kutan
2. Imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus)
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri,
pertusis, dan tetanus. Difteri disebabkan bakteri yang menyerang
temggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Penyakit ini mudah menular melalui batuk atau bersin. Pertusis (batuk
rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan
batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking.
Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti peneumonia,
kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa
menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin ini diberikan 5
kali pada usia 2,4,6,18, bulan dan 5 tahun.
Cara pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Efek samping pada
DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti
pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam. Sedangkan
efek berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran
menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan shock.
Usia & Jumlah Pemberian
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan,
dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan
imunisasi TT
Efek Samping
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas.
Indikasi Kontra
Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu
penyakit seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat
atau habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DTP.
Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah
yang menyebabkan panas.
3. POLIO
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penykit ini
disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak
yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layu. Vaksin polio ada dua jenis, yakni :
o Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
Di Indonesia, meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio Inactivated atau
Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) belum banyak digunakan. IPV
dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam media pembiakkan,
kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan
kimia. Karena IPV tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka vaksin ini
tidak dapat menyebabkan penyakit polio walaupun diberikan pada anak
dengan daya tahan tubuh yang lemah. Vaksin yang dibuat oleh Aventis
Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan pada sel-sel VERO ginjal kera dan
dibuat tidak aktif dengan formadehid.
Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan
polimiksin B. IPV harus disimpan pada suhu 2 – 8 C dan tidak boleh
dibekukan. Pemberian vaksin tersebut dengan cara suntikan subkutan
dengan dosis 0,5 ml diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2
bulan.
Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan
mendapatkan OPV maka dapat menggunakan IPV. Demikian pula bila ada
seorang kontak yang mempunyai daya tahan tubuh yang lemah maka bayi
dianjurkan untuk menggunakan IPV.
o Oral Polio Vaccine (OPV)
Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling
sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara
meneteskan cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild)
hidup yang dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma
Bandung. Komposisi vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3
adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated).
Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dalam
sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2 tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan
tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin
tidak lebih dari 10 mcg.
Vaksin yang berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml) Vaksin polio diberikan 4 kali,
interval 4 minggu
o Ada dua jenis vaksin :
o IPV
o OPV
o Penyimpana pada suhu 2-8ºC
o Jumlah Pemberian:
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi
polio massal. Namun jumlah yang berlebihan ini tak akan berdampak
buruk.
o Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada
usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio
selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
o Cara Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat
mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan
adalah OPV.
o Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare
ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
o Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam
tinggi (di atas 380C); muntah atau diare; penyakit kanker atau keganasan;
HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi
umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
4. Imunisasi Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Kandungan vaksin ini
adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah
satu kali. Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9 – 11 bulan. Cara
pemberian imunisasi campak melalui subkutan kemudian efek sampingnya adalah
dapat terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas.
Imunisasi campak diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak
secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah
dilemahkan. Vaksin campak diberikan pada umur sembilan bulan, dalam satu
dosis 0,5 ml subkutan dalam (IDAI, 2001)
Vaksin campak harus didinginkan. pada suhu yang sesuai (dua sampai delapan
derajat celcius) karena sinar matahari atau panas dapat membunuh virus vaksin
campak. Bila virus vaksin mati sebelum disuntikkan, vaksin tersebut tidak akan
mampu menginduksi respon imun (Wahab dan Julia, 2002).
o Kontra indikasi
Pemberian imunisasi campak adalah anak yang sakit parah, menderita TBC
tanpa pengobatan, defisiensi gizi, penyakit gangguan kekebalan, riwayat
kejang demam, panas lebih dari 38ºC (Markum, 2002).
o Usia & Jumlah Pemberian:
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan,
pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah
menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia
balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka
pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
o Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan
diare, namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu.
Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
5. Imunisasi Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinyha penyakit
hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair, HBsAg (hepatitis
B surface antigen) adalah protein yang dilepaskan oleh virus hepatitis B yang
sedang menginfeksi tubuh. Karena itu, protein ini dapat digunakan sebagai
penanda atau marker terjadinya infeksi hepatitis B Frekuensi pemberian imunisasi
hepatitis 3 kali, waktu pemberian hepatitis B pada umur 0-11 bulan. Cara
pemberian imunisasi hepatitis ini adalah intra muskular.
o Jumlah Pemberian:
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
o Usia Pemberian
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi
stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada
usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu
pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam
setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobulin
antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
o Lokasi Penyuntikan
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di
paha lewat anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot
bagian luar). Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa
mengurangi efektivitas vaksin.
o Efek Samping
berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan
pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
o Indikasi Kontra
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.
o Vaksin berisi HBsAg murni
o Diberikn sedini mungkin setelah lahir
o Suntikan secara intramuscular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
o Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8ºC
o Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan immunoglobulin hepatitis B 12
jam setelah lahir + hepatitis B
Umur Vaksin Keterangan
Saat Hepatitis HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan
lahir B-1 pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif,
dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan
dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak
diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui
bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml
sebelum bayi berumur 7 hari.
Polio-0 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di
RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk
menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain)
1 bulan Hepatitis
B-2
Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah
1 bulan.
0-2
bulan
BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada
umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu
dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2 bulan DTP-1 DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat
dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi
dengan Hib-1 (PRP-T)
Hib-1 Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1
dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-
1.
Polio-1 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
4 bulan DTP-2 DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).
Hib-2 Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2
Polio-2 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
6 bulan DTP-3 DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3
(PRP-T).
Hib-3 Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak
perlu diberikan
Polio-3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
Hepatitis HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun
B-3 optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
9 bulan Campak-1 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan
program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah
mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu
diberikan.
15-18
bulan
MMR Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi
campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.
Hib-4 Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).
18
bulan
DTP-4 DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.
Polio-4 Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.
2 tahun Hepatitis A Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan
dua kali dengan interval 6-12 bulan.
2-3
tahun
Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur >
2 tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3
tahun.
5 tahun DTP-5 DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
Polio-5 Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.
6
tahun.
MMR Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum
mendapatkan MMR-1.
10
tahun
dT/TT Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan
untuk mendapatkan imunitas selama 25 tahun.
Varisela Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.
7. Tatalaksana Diare
lintas diare :
1. Cairan
o Tanpa dehidrasi
Cairan rehidrasi ORALIT deberikan 5-10 mL/kgbb setiap diare
<1 tahun = 50-100 ml.
1-5 tahun = 100-200 ml
>5 tahun = semaunya
Pasien dapat dirawat dirumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain
(tidak mau minum, muntah terus menerus)
o Dehidrasi ringan sedang
CRO = 75 mL/kgBB dalam 3 jam
IV diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun telah
diberikan dengan cara sedikit demi sedikit atau melalui pipa nasogastric.
Cairan intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau
NaCL dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan
BB 3-10 kg = 200 mL/kgBB/hari
BB 10-15 kg = 175 mL/kgBB/hari
BB >15 kg= 135 mL/kgBB/hari
o Dehidrasi berat
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat asetat 100
mL/kgBB dengan cara pemberian
Usia < 1 tahun = 30 ml/kgbb dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70
ml/kgbb dalam 5 jam berikutnya
Usia > 1 tahun = 30 ml/kgbb dalam ½ jam, dilanjutkan 70 ml/kgbb dalam
2,5 jam berikutnya
Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 ml/kgbb selama proses rehidrasi
2. Zink
Zink dibeikan 10 – 14 hari meskipun anak sudah tidak mengalami diare dengan
dosis :
o Umur < 6 bulan : 10 mg/hari
o Umur > 6 bulan : 20 mg/hari
3. Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap
diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi
yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak
tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering ( lebih
kurang 6 x sehari), rendah serat, buah-buahab diberikan terutama pisang
4. Medikamentosa
Tidak boleh di berikan obat anti diare
Antibiotic
Antibiotic diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri atau kolera. Untuk
disentri basiler, antibiotic diberikan sesuai dengan data publikasi yang dipakai
saat ini, yaitu kotrimoksazol sebagai lini pertama, bila antibiotic tersebut sudah
resisten diberikan sefiksim.
Antiparasit
Metrodiazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat pilihan amuba
vegetative
5. Edukasi
Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan
Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut : demam, tinja berdarah, makan,
minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3
hari, orang tua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.
Langkah promotif/preventif :
i. Asi tetap diberikan
ii. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan,
iii. Kebersihan lingkungan, buang air besar dijamban
iv. Memberikan makanan penyapihan yang benar
v. Penyediaan air minum yang bersih
vi. Selalu memasak makanan