preparasi dan karakterisasi kf/cao alam sebagai …... · biodiesel hasil reaksi diidentifikasi...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KF/CaO ALAM
SEBAGAI KATALIS TRANSESTERIFIKASI MINYAK
KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL
Disusun oleh:
DEVI SEPTIANA WATI
M 0307035
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sebelas Maret Surakarta telah mengesahkan skripsi mahasiswa :
Devi Septiana Wati NIM M0307035, dengan judul “Preparasi dan Karakterisasi
KF/CaO Alam Sebagai Katalis Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menjadi
Biodiesel”.
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
I.F. Nurcahyo, M.Si. Dr. Eddy Heraldy, M.Si. NIP. 19780617 200501 1001 NIP. 19640305 200003 1002
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 20 Juli 2012
Anggota Tim Penguji :
1. Drs. Patiha, M.S. 1………………………… NIP. 19490131 198103 1001
2. Muh. Widyo Wartono, M.Si. 2………………………… NIP. 19760822 200501 1001
Disahkan oleh :
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Kimia
Dr. Eddy Heraldy, M.Si. NIP. 19640305 200003 1002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
“PREPARASI DAN KARAKTERISASI KF/CaO ALAM SEBAGAI KATALIS
TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL”
adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juli 2012
Devi Septiana Wati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
iv
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KF/CaO ALAM SEBAGAI
KATALIS TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA SAWIT MENJADI
BIODIESEL
DEVI SEPTIANA WATI
Jurusan Kimia. MIPA. Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang preparasi KF/CaO alam sebagai katalis transesterifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penambahan kalium fluorida (KF) pada CaO alam sebagai katalis transesterifikasi minyak kelapa sawit menjadi biodiesel dan pengaruh perbandingan mol metanol terhadap hasil reaksi transesterifikasi.
Material KF/CaO alam dipreparasi dengan perbandingan berat KF terhadap CaO alam sebesar 15, 25, 35, dan 45 %. Material CaO alam dan KF/CaO alam dikarakterisasi menggunakan XRD dan FTIR. Material KF/CaO alam berbagai variasi digunakan sebagai katalis reaksi transesterifikasi pada suhu 65 oC selama 2 jam dengan rasio mol metanol/minyak 12:1 dan berat katalis 4 % b/b. Katalis yang terbaik digunakan sebagai katalis reaksi transesterifikasi dengan variasi rasio mol metanol/minyak sebesar 6:1, 9:1, 12:1, 15:1, dan 18:1. Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 65 oC, selama 2 jam dan berat katalis 4 % b/b. Biodiesel hasil reaksi diidentifikasi menggunakan analisis 1H NMR.
Katalis KF/CaO alam yang memiliki aktivitas tertinggi yaitu dari penambahan KF sebesar 45 % b/b. Konversi biodiesel yang optimum dicapai dengan menggunakan rasio metanol/ minyak 9:1 sebesar 98,39 %.
Kata kunci : KF/CaO alam, katalis, transesterifikasi, biodiesel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
v
PREPARATION AND CHARACTERIZATION KF/ NATURAL CaO AS
CATALYST IN THE TRANSESTERIFICATION REACTION OF PALM
OIL INTO BIODIESEL
DEVI SEPTIANA WATI
Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Sciences. Sebelas Maret University
ABSTRACT
The research about preparation of KF/natural CaO as catalyst transesterification has done. The purpose of this research was to know the effect of addition potassium fluoride (KF) in natural CaO as catalyst in the transesterification reaction of palm oil into biodiesel and the effect of molar ratio methanol to oil toward the yield of transesterification reaction.
Potassium Fluoride/natural CaO was prepared with mass ratio KF to CaO 15, 25, 35, and 45 %. Natural CaO and KF/natural CaO was characterized by XRD, and FTIR. Various KF/natural CaO was used as catalyst in the transesterification reaction carried out at 65 °C for 2 h with molar ratio of methanol/oil 12:1and 4 % w/w catalyst of oil. The highest activity of catalyst was used as catalyst in the transesterification reaction with variation of molar ratio of methanol to oil 6:1, 9:1, 12:1, 15:1, and 18:1. Transesterification reaction carried out at 65 °C for 2 h, and 4 % w/w catalyst of oil. Biodiesel was identified by 1H NMR.
The KF/natural CaO catalyst had highest catalytic activity when KF content was 45 % w/w. The optimal yield of biodiesel was used molar ratio methanol to oil 9:1 with yield 98.39 %. Key words : KF/natural CaO, catalyst, transesterification, biodiesel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
vi
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan . Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain
(Q.S. Alam Nasyrah: 6-7)
Kemenangan yang seindah – indahnya dan sesukar – sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri
(Ibu Kartini )
Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan yang
kemudian anda dapat (Mario Teguh)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada:
Almarhum Bapakku tercinta
Ibuku tercinta
Kakak-kakakku tersayang, Mba’ Anik, Mba’ Benny, Mas Budi
Keponakan-keponakanku
Teman-teman Kimia’07 Universitas Sebelas Maret
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “ Preparasi dan Karakterisasi KF/CaO alam sebagai Katalis
Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit menjadi Biodiesel”.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak,
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc, Ph.D selaku Dekan FMIPA
UNS.
2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS dan
sebagai pembimbing II.
3. Bapak I.F Nurcahyo, M.Si selaku Pembimbing I dan Ketua Laboratorium
Kimia Dasar FMIPA UNS.
4. Bapak Edi Pramono, M.Si selaku Pembimbing Akademik.
5. Bapak Dr.rer.nat. A. Heru Wibowo selaku Ketua Sub-Lab Kimia Pusat UNS.
6. Bapak/Ibu Dosen pengajar dan semua staf Jurusan Kimia.
7. Orang tuaku dan keluargaku atas doa dan dukungannya.
8. Sahabat-sahabatku dan teman-teman Kimia angkatan 2007 atas semangat dan
dukungannya.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik
yang membangun bagi kesempurnaan laporan penelitian ini. Penulis berharap
semoga laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Juli 2012
Devi Septiana Wati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………... ii
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………….. iii
ABSTRAK …………………………………………………………………. iv
ABSTRACT ……………………………………………………………….. v
HALAMAN MOTTO ……………………………………………………... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………….... vii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xiv
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1
B. Perumusan Masalah ……………………………………………….. 3
1. Identifikasi Masalah …………………………………………… 3
2. Batasan Masalah ………………………………………………. 5
3. Rumusan Masalah …………………………………………….. 5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………….. 5
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….... 6
BAB II. LANDASAN TEORI ……………………………………………… 7
A. Tinjauan Pustaka …………………………………………………... 7
1. Batu Gamping …………………………………………………. 7
2. Kalsinasi ……………………………………………………….. 7
3. Pengaruh Penambahan KF pada Katalis ………………………. 8
4. Karakterisasi CaO Alam dan KF/CaO Alam ………………….. 9
5. Minyak Kelapa Sawit ………………………………………….. 11
6. Biodiesel ……………………………………………………….. 12
7. Karakterisasi Biodiesel dengan 1H NMR ……………………… 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
x
B. Kerangka Pemikiran ………………………………………………. 15
C. Hipotesis …………………………………………………………… 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………. 17
A. Metode Penelitian …………………………………………………. 17
B. Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………….. 17
C. Alat dan Bahan ……………………………………………………. 17
1. Alat …………………………………………………………….. 17
2. Bahan ………………………………………………………….. 18
D. Prosedur Penelitian ………………………………………………... 18
1. Preparasi Katalis KF/CaO Alam …………………....................... 18
2. Karakterisasi Katalis …………………………………………… 18
3. Pembuatan Biodiesel dan Karakterisasinya …………………… 19
a. Penentuan Bilangan Asam ………………………………… 19
b. Penentuan Bilangan Penyabunan ………………………….. 19
c. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menggunakan
Katalis KF/CaO Alam ……………………………………… 19
d. Pencucian dan Pemurnian Biodiesel ……………………… . 20
e. Karakterisasi Biodiesel …………………………………….. 20
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………… 20
F. Teknik Analisis Data ………………………………………………. 21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….. 23
A. Preparasi dan Sintesis KF/CaO Alam ……………………………... 23
B. Karakterisasi Katalis ………………………………………………. 24
1. Analisis X-Ray Diffraction (XRD) …………………………….. 24
2. Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR ………………………….. 25
C. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit …………………………… 28
1. Preparasi Reaksi Transesterifikasi …………………………….. 28
2. Pengaruh Penambahan KF terhadap Aktivitas Katalis pada Reaksi
Transesterifikasi ……………………………………………….. 28
3. Pengaruh Perbandingan Mol Metanol pada Reaksi Transesterifikasi 30
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
xi
1. Kesimpulan ………………………………………………………… 33
2. Saran ……………………………………………………………….. 33
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 34
LAMPIRAN ………………………………………………………………... 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Panjang Gelombang Infra Merah Dari Anion …………………… 9
Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit ………………… 11
Tabel 3. Komponen Batu Tohor (CaO Alam) setelah Dikalsinasi pada
Suhu 600 oC Selama 3 Jam ……………………………………… 23
Tabel 4. Tabulasi Gugus Fungsional CaO Alam, KF/CaO Alam 45 %,
dan KF …………………………………………………………… 26
Tabel 5. Karakterisasi Fisik Hasil Biodiesel ……………………………… 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Difraktogram XRD KF/CaO dengan Berbagai Suhu…………. 10
Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi Ester Metil
Asam-Asam Lemak …………………………………………… 13
Gambar 3. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi dalam Katalis Basa …… 14
Gambar 4. Difraktogram CaO Alam dengan Penambahan KF sebesar
(a) 0, (b) 15, (c) 25, (d) 35, (e) 45 % b/b, dan (f) KF/CaO
dari Penelitian Wen et al. (2010)……………………………… 25
Gambar 5. Spektra FTIR dari (a) KF, (b) CaO alam, (c) KF/CaO alam 45% 26
Gambar 6. Pengaruh Jumlah Penambahan KF pada CaO Alam terhadap
Konversi Biodiesel dari Hasil Transesterifikasi pada Kondisi
Suhu 65 oC selama 2 jam, Perbandingan Mol Metanol/Minyak
12:1, dan 4% Berat Katalis CaO atau KF/CaO Alam……..…... 29
Gambar 7. Konversi Biodiesel dari Hasil Transesterifikasi dengan Variasi
Mol Metanol terhadap Minyak Kelapa Sawit pada Kondisi Suhu
65 oC selama 2 jam, dan 4 % Berat Katalis KF/CaO Alam 45 %.. 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Perhitungan Preparasi KF/CaO Alam ……………………….. 38
Lampiran 2. Perhitungan Bilangan Keasaman ………………………….... 39
Lampiran 3. Perhitungan Bilangan Penyabunan dan Berat Molekul
Triasilgliserida (TAG) ……………………………………….. 40
Lampiran 4. Perhitungan Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit ………. 41
Lampiran 5. X-Ray Fluorescence (XRF) CaO Alam ……………………... 43
Lampiran 6. Difraktogram X-Ray diffraction (XRD) CaO Alam ………... 44
Lampiran 7. Difraktogram X-Ray Diffraction (XRD) KF/CaO Alam ……. 46
Lampiran 8. Data JCPDS CaO ………………………………………….... 55
Lampiran 9. Data JCPDS Ca(OH)2 ………………………………………. 56
Lampiran 10. Data JCPDS KF ……………………………………………. 57
Lampiran 11. Spektra FTIR Senyawa CaO Alam ……………………….. 58
Lampiran 12. Spektra FTIR Senyawa KF ………………………………... 59
Lampiran 13. Spektra FTIR Senyawa KF/CaO Alam pada Kondisi
Penambahan KF 45% dari Berat CaO Alam ……………… 60
Lampiran 14. Spektra 1HNMR Biodiesel dengan Katalis KF/CaO Alam
15 % pada Kondisi Suhu 65 oC, Waktu Reaksi 2 Jam,
Rasio Mol Minyak : Metanol Sebesar 1:12, dan Berat
Katalis 4 % b/b Minyak …………………………………… 61
Lampiran 15. Spektra 1HNMR Biodiesel dengan Katalis KF/CaO Alam
25 % pada Kondisi Suhu 65 oC, Waktu Reaksi 2 jam,
Rasio Mol Minyak : Metanol Sebesar 1:12, dan Berat
Katalis 4 % b/b Minyak …………………………………… 62
Lampiran 16. Spektra 1HNMR Biodiesel dengan Katalis KF/CaO Alam
35 % pada Kondisi Suhu 65 oC, Waktu Reaksi 2 Jam,
Rasio Mol Minyak : Metanol Sebesar 1:12, dan Berat
Katalis 4 % b/b Minyak …………………………………… 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
xv
Lampiran 17. Spektra 1HNMR Biodiesel dengan Katalis KF/CaO Alam
45 % pada Kondisi Suhu 65 oC, Waktu Reaksi 2 Jam,
Rasio Mol Minyak : Metanol Sebesar 1:12, dan Berat
Katalis 4 % b/b Minyak ………………………………….. 64
Lampiran 18. Spektra 1HNMR Biodiesel dengan Katalis CaO Alam pada
Kondisi Suhu 65 oC, Waktu Reaksi 2 Jam, Rasio Mol
Minyak : Metanol Sebesar 1:12, dan Berat Katalis 4 % b/b
Minyak ……………………………………………………... 65
Lampiran 19. Spektra 1HNMR Biodiesel dengan Perbandingan Mol
Minyak : Metanol Sebesar 1:6 pada Kondisi Suhu 65 oC,
Waktu Reaksi 2 Jam, dan Berat Katalis KF/CaO Alam
45 % Sebesar 4 % b/b Minyak …………………………… 66
Lampiran 20. Spektra 1HNMR Biodiesel dengan Perbandingan Mol
Minyak : Metanol Sebesar 1:9 pada Kondisi Suhu 65 oC,
Waktu Reaksi 2 Jam, dan Berat Katalis KF/CaO Alam
45 % Sebesar 4 % b/b Minyak …………………………… 67
Lampiran 21. Spektra 1HNMR Biodiesel dengan Perbandingan Mol
Minyak : Metanol Sebesar 1:15 pada Kondisi Suhu 65 oC,
Waktu Reaksi 2 Jam, dan Berat Katalis KF/CaO Alam
45 % Sebesar 4 % b/b Minyak …………………………… 68
Lampiran 22. Spektra 1HNMR Biodiesel dengan Perbandingan Mol
Minyak : Metanol Sebesar 1:18 pada Kondisi Suhu 65 oC,
Waktu Reaksi 2 Jam, dan Berat Katalis KF/CaO Alam
45 % Sebesar 4 % b/b Minyak …………………………… 69
Lampiran 23. Desain Prosedur Kerja …………………………………….. 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Katalis merupakan suatu zat yang dapat membantu untuk mempercepat
suatu reaksi. Berdasarkan fasanya, katalis terbagi menjadi 2 yaitu katalis homogen
dan heterogen. Katalis homogen merupakan katalis yang memiliki fasa yang sama
dengan reaktan, sehingga katalis homogen memiliki kelemahan sulit untuk
dipisahkan, sedangkan katalis heterogen yang berbeda fasa dengan reaktan,
sehingga katalis tersebut mudah dipisahkan. Beberapa contoh yang termasuk
katalis heterogen antara lain MgO, ZnO, CaO, Al2O3, SiO2, K2CO3, dan Na2CO3.
Aktivitas katalis basa lebih cepat dibandingkan katalis asam, selain itu katalis
asam lebih korosif (Ilgen, 2007). Katalis basa heterogen memiliki keuntungan
antara lain tidak korosif, ramah lingkungan, mudah dipisahkan dari larutan
produk, aktivitasnya tinggi, kelarutan dalam metanol rendah, dan katalis tersebut
dapat digunakan kembali ( Liu et al., 2008; Gryglewicz et al., 1999; Tanabe et al.,
1999; Zhang et al., 2010; dan Lim et al., 2011).
Indonesia merupakan Negara tropis yang banyak menghasilkan gamping.
Gamping dihasilkan dari pengendapan binatang laut seperti Moluska, Coelentrata
maupun Protozoa. Batu gamping memiliki kandungan CaO lebih dari 50 %.
Menurut Yulaekah (2007), gamping memiliki CaO sebesar 22-56 %. Batu
gamping yang dibakar (dikalsinasi) pada suhu 600-900 oC disebut kapur tohor.
Kapur tohor ini dikenal sebagai CaO. Kalsium oksida (CaO) adalah salah satu
mineral yang menarik, dan dapat digunakan sebagai katalis. Kalsium oksida
termasuk katalis basa heterogen yang memiliki perbedaan fasa dengan reaktannya.
Akan tetapi, katalis basa heterogen ini resisten terhadap transfer massa, dan tidak
efektif (Kouzu et al., 2008). Oleh karena itu, perlunya zat aktif yang dapat
meningkatkan aktivitas katalis. Menurut Wen et al. (2010), aktivitas katalis CaO
masih rendah dibandingkan katalis KF/CaO dan adanya penambahan KF pada
CaO dapat meningkatkan aktivitas katalis, dan mengurangi terjadinya saponifikasi
dalam pembuatan biodiesel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Katalis sangat penting dalam membantu suatu sintesis suatu produk baik
itu bidang industri, farmasi maupun energi. Sekarang ini, kebutuhan energi
semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan industri, transportasi, dan
berbagai sektor yang membutuhkan energi. Akan tetapi, kebutuhan energi tersebut
tidak didukung oleh ketersediaan bahan bakunya, karena energi yang digunakan
kebanyakan berasal dari fosil yang tidak dapat diperbaharui. Hal ini menjadi suatu
masalah besar, sehingga diperlukan usaha untuk mencari energi alternatif. Sumber
energi alternatif harus memenuhi syarat-syarat antara lain: tidak merusak
lingkungan, berasal dari energi terbarukan, efisiensi dalam penggunaan serta
harga yang terjangkau (Pasaribu, 2002). Salah satu sumber alternatif tersebut
adalah biodiesel.
Biodiesel dibuat dengan transesterifikasi minyak tumbuhan atau lemak
hewan dengan alkohol (Gerpen dan Knothe, 2005). Beberapa minyak nabati yang
dapat diperbaharui seperti kelapa sawit, kelapa, minyak jarak, minyak dedak padi,
minyak canola, dan minyak reapsed.
Kelapa sawit merupakan tanaman golongan palm yang dapat
menghasilkan minyak. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis.
Salah satunya di Negara Indonesia. Minyak kelapa sawit mengandung asam
lemak yang paling besar nilainya adalah asam palmitat sebesar 44,1 % (Gunstons
dan Haword, 2007). Kandungan asam lemak tersebut yang cukup tinggi di kelapa
sawit, maka mengakibatkan biodiesel dari kelapa sawit memiliki kualitas yang
bagus.
Reaksi transesterifikasi dapat dikatalis dengan katalis asam atau basa.
Katalis asam yang sering digunakan adalah asam sulfat, dan asam klorida.
Penggunaan katalis asam membutuhkan waktu refluks yang sangat lama (48-96
jam), perbandingan mol metanol yang dibutuhkan besar (30-150:1). Sedangkan
katalis basa yang sering digunakan adalah kalium hidroksida, natrium hidroksida
dan karbonatnya. Aktivitas basa lebih cepat dibandingkan katalis asam, dan
katalis asam lebih korosif, sehingga katalis basa lebih disukai, dan sering
digunakan (Ilgen, 2007). Akan tetapi, katalis basa homogen sulit untuk dipisahkan
dan residu dari katalis dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, perlunya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
katalis yang tidak mencemari lingkungan, mudah dipisahkan dan dapat digunakan
kembali. KF/CaO merupakan katalis basa heterogen yang ramah lingkungan,
mudah dipisahkan dan dapat digunakan kembali.
Berdasarkan uraian di atas, mengingat pemanfaatan CaO alam sebagai
katalis masih kurang baik, maka perlu dilakukan penelitian tentang preparasi, dan
karakterisasi katalis KF/CaO alam serta pembuatan biodiesel dari minyak kelapa
sawit dengan mengunakan katalis KF/CaO alam.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi masalah
Katalis merupakan salah satu variable yang berperan dalam laju reaksi
transesterifikasi. Hal ini, dikarenakan aktivitas katalis sangat diperlukan dalam
berjalannya reaksi tersebut. Aktivitas katalis dipengaruhi adanya jumlah situs aktif
dipermukaan katalis. Aktivitas katalis dapat dilihat dari hasil biodiesel diperoleh.
Dalam upaya meningkatkan aktivitas katalis CaO alam dalam reaksi
transesterifikasi yaitu ditambahkan zat aktif seperti kalium fluorida (KF)
kedalamnya. Penambahan massa KF pada CaO alam dapat berpengaruh pada
aktivitas katalis. Peningkatan rasio KF akan memperbesar aktivitas katalis
dikarenakan terbentuknya situs aktif baru yang lebih kuat reaktifitasnya sebagai
katalis. Akan tetapi, ketika rasio KF mencapai ambang batas distribusi monolayer
maka aktifitas katalis menjadi maksimum, dan aktifitasnya akan menurun seiring
dengan kenaikan rasio KF karena ketika rasio KF lebih besar dari batas optimum
maka akan menutupi sisi aktif yang mengakibatkan menurunnya aktifitas katalis.
Oleh karena itu, perlunya dilakukan variasi penambahan massa KF terhadap CaO
alam untuk mengetahui tingkat aktivitas katalis tersebut sehingga akan diperoleh
katalis yang mempunyai aktivitas optimum. Selain itu, parameter yang
mempengaruhi aktivitas katalis heterogen antara lain suhu, dan waktu kalsinasi.
Katalis yang dikalsinasi pada suhu tinggi, maka interaksi semakin besar sehingga
mengakibatkan terjadinya situs aktif yang baru, dan dapat meningkatkan aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
katalis. Wen et al. (2010) telah melakukan kalsinasi katalis KF/CaO dan kondisi
yang optimum pada suhu kalsinasi 600 oC selama 4 jam.
Pada reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel digunakan pereaksi
alkohol antara lain : metanol, etanol, propanol dan butanol (Gerpen dan Knothe,
2005). Menurut Bannon et al. (1988) berpendapat bahwa alkohol dengan jumlah
atom karbon sedikit mempunyai kereaktifan lebih besar daripada alkohol dengan
atom karbon lebih banyak. Alkohol yang memiliki karbon pendek adalah metanol.
Semakin banyak jumlah metanol yang digunakan maka konversi produk yang
diperoleh juga semakin bertambah, karena laju reaksi sebanding dengan
konsentrasi reaktan yang digunakan. Namun, penggunaan metanol yang berlebih
dapat melarutkan gliserol sehingga metanol yang bereaksi dengan trigliserida
akan berkurang (Attanatho et al., 2004; Viriya et al., 2010). Oleh karena itu,
perlunya dilakukan optimasi dengan memvariasikan perbandingan mol minyak
terhadap metanol untuk mengetahui hasil perolehan biodiesel yang optimum.
Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 30-65 oC (titik didih metanol
sekitar 65 oC). Semakin tinggi suhu, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi,
dan waktu yang dibutuhkan lebih singkat. Akan tetapi, pada suhu tinggi metanol
telah teruapkan dan dapat membentuk banyak busa, sehingga akan menghambat
reaksi (Liu et al., 2008). Suhu optimum pada reaksi transesterifikasi adalah 65 oC
(Liu et al., 2008; Wen et al., 2010). Selain suhu, waktu reaksi juga dapat
mempengaruhi kemurnian biodiesel yang dibuat. Menurut Wen et al. (2010)
mempelajari waktu pemanasan pada pembuatan biodiesel dari minyak biji tallow
dengan pereaksi metanol menyatakan bahwa waktu optimum pembuatan biodiesel
dengan katalis KF/CaO adalah 2 jam.
Katalis basa alkali heterogen yang ditambahkan lebih banyak ke dalam
minyak yang mengandung asam lemak bebas akan mengakibatkan pembentukan
sabun yang menyebabkan viskositas meningkat sehingga dapat mengganggu
pemisahan alkil ester dengan gliserol. Wen et al. (2010) telah melakukan
pembuatan biodiesel minyak biji tallow menggunakan pereaksi metanol dengan
katalis KF/CaO sebesar 1 %, 2 %, 3 %, 4 %, 5 % dari berat minyak. Menurut
Wen et al. (2010), pembuatan biodiesel dari minyak biji tallow pada suhu 65 oC
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
membutuhkan katalisator KF/CaO 4 % untuk menghasilkan metil ester yang
optimum.
2. Batasan Masalah
Permasalahan yang diteliti dibatasi sebagai berikut :
a. CaO alam yang digunakan berasal dari Pandan Simping Klaten.
b. Variasi penambahan massa KF terhadap massa CaO alam adalah 15, 25, 35,
dan 45 % b/b.
c. Katalis KF/CaO alam dikalsinasi pada suhu 600 oC selama 4 jam.
d. Penentuan perbandingan mol minyak terhadap metanol terbaik pada
transesterifikasi dengan variasi perbandingan 1:6, 1:9, 1:12, 1:15, dan 1:18.
e. Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 65 o C selama 2 jam.
f. Katalis KF/CaO alam yang digunakan untuk transesterifikasi sebesar 4 % dari
berat minyak.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang
diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Apakah penambahan KF pada CaO alam membentuk senyawa baru?
b. Bagaimana pengaruh penambahan KF pada katalis CaO alam terhadap
aktivitas katalis?
c. Bagaimana pengaruh katalis KF/CaO alam dengan adanya variasi metanol
terhadap hasil transesterifikasi minyak kelapa sawit?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
a. Mengetahui senyawa baru dari hasil penambahan KF pada CaO alam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Mengetahui tingkat aktivitas katalis KF/CaO alam dengan adanya
penambahan KF pada CaO alam dan mendapatkan kondisi optimum dari
penambahan KF pada CaO alam dalam pembuatan katalis KF/CaO alam .
c. Mengetahui perbandingan terbaik mol minyak terhadap metanol pada reaksi
transesterifikasi minyak kelapa sawit dengan adanya katalis KF/CaO alam.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Meningkatkan pemanfaatan batu tohor (CaO alam) sebagai bahan alternatif
katalis pada industri khususnya dalam pembuatan biodiesel.
b. Memberikan informasi tentang penambahan KF dapat mempengaruhi tingkat
aktivitas katalis CaO alam.
c. Meningkatkan pemanfaaatan kelapa sawit sebagai bahan bakar biodiesel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Batu gamping
Batu gamping merupakan golongan batuan sedimen. Batu gamping terjadi
dari hasil proses organik dan kimia. Secara proses organik batu gamping terbentuk
dari pengendapan kerangka binatang laut seperti golongan Coelenterata, Protozoa,
Moluska dan Foraminifera. Secara kimia, mineral batu gamping terdiri kalsit
(CaCO3), aragonit (CaCO3), magnesit (MgCO3), dolomite (MgCO3, CaCO3), dan
siderite (FeCO3) (Saing, 2008). Gamping biasanya diperdagangkan sebagai kapur
tohor (quicklime) yang mengandung kalsium tinggi dengan kandungan CaO.
Reaksi kimia yang terjadi pada pembakaran batu gamping sebagai berikut :
CaCO3
→ CaO + CO2
Dengan :
CaCO3= batu kapur
CaO = kapur tohor
CO2
= asam arang
Kapur dibuat dari batu gamping yang dibakar dalam suhu tertentu yang
menghasilkan kapur tohor. Kapur tohor adalah hasil pembakaran dari batu kapur
yang belum dipadamkan. Kapur dihasilkan dengan membakar batu kapur atau
kalsium karbonat bersama dengan bahan-bahan kotorannya seperti magnesia,
silika, besi, alkali, alumina dan belerang. Batu kapur mengandung oksida besi,
alumina, magnesia, silika dan belerang, dengan CaO (22–56 %) dan MgO (sekitar
21 %) (Yulaekah, 2007).
2. Kalsinasi
Kalsinasi adalah metode pemisahan dengan memecah ikatan antar
senyawa menggunakan panas, pada suhu 200-800 oC karena pada suhu ini
tercapai titik vitrifikasi, dan ikatan kompleks akan terpecah. Hal ini dilakukan
pada senyawa – senyawa dalam bahan tersebut adalah senyawa kompleks,
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
sehingga senyawa kompleks tersebut terpecah menjadi senyawa sederhana.
Dengan pemanasan akan terjadi reaksi zat padat, pengkristalan dan terjadi
peleburan ini sehingga ikatan akan terlepas. Kalsinasi dilakukan pada suatu bahan
untuk memutus ikatan molekul antar senyawa pada bahan tersebut (Sukamta,
2009). Metode ini dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu tinggi.
Kalsinasi dapat dilakukan pada katalis heterogen, misalnya CaO, MgO,
ZnO, Al2O3, SiO2, K2CO3, dan Na2CO3. Hu et al. (2011) telah melakukan
kalsinasi beberapa katalis antara lain : KF/CaO-Fe3O4, KF/SrO-Fe3O4, KF/MgO-
Fe3O4, dan menghasilkan suhu kalsinasi yang optimum masing – masing sebesar
600 oC untuk KF/CaO-Fe3O4, 600 oC untuk KF/SrO-Fe3O4, 500 oC untuk
KF/MgO-Fe3O4. Sedangkan Wen et al. (2010) melakukan kalsinasi katalis
KF/CaO dan menghasilkan kondisi suhu kalsinasi optimum pada 600 oC selama 4
jam. Menurut Yoosuk et al. (2010) kalsinasi CaO dilakukan pada suhu 600 oC
selama 3 jam untuk mengubah hidroksi menjadi bentuk oksida.
3. Pengaruh Penambahan KF pada Katalis
Kalium fluorida (KF) merupakan molekul alkali halida yang memiliki
unsur F (fluor) yang aktif, dan reaktif, sehingga mudah bereaksi dengan logam.
Penambahan KF mempengaruhi aktivitas katalis. Semakin banyak KF yang
ditambahkan maka semakin besar aktivitas katalis. Akan tetapi, jika terlalu
banyak penambahan KF, juga akan menurunkan aktivitas katalis. Hal ini telah
dibuktikan oleh Wen et al. (2010) yang telah melakukan penelitian dengan
menambahkan KF dalam CaO, dimana penambahan KF lebih dari 25% berat
CaO, aktivitas katalis menurun. Hal ini dikarenakan KF akan terdistribusi di
permukaaan CaO, dan apabila jumlah KF terlalu besar, maka akan menutup
permukaan katalis, sehingga aktivitas katalis akan menurun. Hu et al. (2011) juga
melakukan penelitian penambahan KF di beberapa katalis seperti CaO–Fe3O4,
SrO–Fe3O4 dan MgO–Fe3O4 bahwa masing – masing katalis memiliki kondisi
optimum dengan adanya penambahan KF untuk mencapai aktivitas yang tinggi.
Kondisi optimum ini dapat dilihat dari hasil perolehan biodiesel. Menurut Hu et
al. (2011), biodiesel yang dihasilkan akan tinggi perolehannya jika penambahan
KF mencapai 25 % untuk CaO, 35 % untuk MgO, dan 10 % untuk SrO.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
4. Karakterisasi CaO alam dan KF/CaO alam
a. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Fourier Transform Infra Red dapat digunakan untuk mengidentifikasi
senyawa organik maupun anorganik berdasarkan absorbsi gugus fungsional
terhadap radiasi infra merah. Prinsip kerja dari alat ini adalah berdasarkan
penyerapan sinar infra merah oleh suatu senyawa. Setiap senyawa mempunyai
spektrum infra merah yang karakteristiknya tergantung dari kandungan gugus
fungsinya. Spektrum infra merah dapat dibagi menjadi tiga wilayah utama: jauh
(<400 cm-1), pertengahan (4000-400 cm-1), dan dekat (13000-4000 cm-1) (Stuart,
2004).
Senyawa anorganik sederhana, seperti NaCl, tidak menghasilkan getaran
(vibrasi) di daerah pertengahan infra merah, meskipun getaran kisi molekul
tersebut terjadi di daerah inframerah jauh. Sedangkan senyawa anorganik sedikit
lebih kompleks, seperti CaCO3, mengandung anion kompleks. Adanya anion ini
menghasilkan karakteristik band infra merah dan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Panjang Gelombang Infra Merah dari Anion (Stuart, 2004)
Ion Panjang gelombang (cm-1) CO3
2- 1450-1410, 880-800 SO4
2- 1130-1080, 680-610 NO3
- 1410-1340, 860-800 PO4
3- 1100-950 SiO4
2- 1100-900 NH4
+ 3335-3030, 1485-1390 MnO4
- 920-890, 850-840
Tang et al. (2011) telah melakukan karakterisasi FTIR dari CaO yang
termodifikasi dengan trimetil klorosilane, dan data spektra tersebut menunjukkan
bahwa ikatan C-H stretching pada panjang gelombang 2800-3000 cm-1, C-H
(alkana) bending pada 1440 cm-1, dan serapan C=O antara 2000-1500 cm-1, serta
ada serapan O-H pada 1621, dan 3460 cm-1. Vibrasi stretching baik simetri
maupun asimetri dari ikatan O-C-O karbonat pada permukaan CaO yang
dikalsinasi pada suhu lebih rendah menunjukkan serapan IR disekitar 1475, 1074
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dan 864 cm-1, serta adanya ikatan O-H bending ada di daerah 1647 cm-1 (Lopez et
al., 2007). Selain itu, Wang et al. (2009) menyatakan adanya KF di sekitar 678,2
cm-1 pada katalis KF/CaO-MgO. Sedangkan pada CaO adanya vibrasi stretching
gugus CaO diantara 600-250 cm-1 (Gonzales et al., 2003). Berdasarkan penelitian
dari Zaki et al. (2006) bahwa spektrum CaO mempunyai serapan lancip dan
panjang di 3656 cm-1, 2 serapan lebar di sekitar 3822 dan 3388 cm-1, serapan
medium doublet disekitar 1444 cm-1, dan serapan sangat kuat di daerah 600 cm-1.
Sedangkan, hasil penelitian Omolfajr et al. (2011) menyatakan ada serapan Ca-F
pada bilangan gelombang 450 cm-1 dari hasil sintesis CaF2 nanopartikel.
b. Spektroskopi Difraksi Sinar X ( XRD)
Analisis difraksi sinar X merupakan metode analisis untuk mengetahui
kristalinitas suatu zat padat. Setiap kristal mempunyai harga d yang khas sehingga
dengan mengetahui harga d maka jenis kristalnya dapat diketahui. Referensi harga
d, 2θ, dan intensitas suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint Committee on
Powder Diffraction Standars (JCPDS) yang bersumber dari International Centre
for Difraction Data (West, 1992).
Gambar 1. Difraktogram XRD KF/CaO dengan Berbagai Suhu (Wen, et al., 2010)
Berdasarkan penelitian Wen et al. (2010) tentang sintesis katalis KF/CaO
dengan berbagai suhu kalsinasi menunjukkan 2θ dari tiga fasa adalah 18,02;
34,08; 47,14; 50,82; 54,36; 62,60; dan 64,26 o untuk Ca(OH)2, 28,74; 41,22;
51,26; 59,52; 59,69; dan 67,59 o untuk KCaF3, dan 32,12; 37,28; 53,80; 64,12;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dan 67,34 o untuk CaO. Hu et al. (2011) telah mensintesis KF/CaO-Fe3O4 dengan
suhu kalsinasi 600 oC menunjukkan terbentuk puncak difraksi KCaF3 pada 20;
28,4; 35; 40,5; dan 79,7 o, sedangkan puncak difraksi Ca(OH)2 dan KF
menghilang.
5. Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan salah satu dari beberapa tanaman golongan palm
yang dapat menghasilkan minyak. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di
daerah tropis. Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari
permukaan laut dengan kelembaban 80-90 %. Kelapa sawit tumbuh pada iklim
dengan curah hujan stabil yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan
tidak kekeringan saat kemarau.
Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya yang
merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen
penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. Trigliserida dari
minyak kelapa sawit merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam
lemak. Minyak kelapa sawit mengandung asam lemak jenuh dan beberapa tak
jenuh. Asam lemak yang terdapat pada minyak kelapa sawit dapat ditunjukkan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (Gunstons dan Haword, 2007)
Asam lemak Jumlah (%) Asam miristat (C14:0) Asam palmitat (C16:0) Asam stearat (C18:0) Asam oleat (C18:1)
Asam linoleat (C18:2) Asam linolenat (C18:3) Asam arachidat (C20:0)
1,1 44,1 4,4
39,0 10,6 0,3 0,2
Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah
kecil. Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain : monogliserida,
digliserida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbohidrat, dan protein (Pasaribu,
2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
6. Biodiesel
Biodiesel adalah pengganti atau penambah bahan bakar diesel yang
diperoleh dari turunan minyak atau lemak baik dari hewan maupun tumbuhan.
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang penggunaannya tanpa perlu
memodifikasi mesin dan menghasilkan tenaga yang sama dengan bahan bakar
diesel konvensional. Bahan bakar transportasi ini dapat diperbaharui dan bisa
didegradasi hingga ramah lingkungan karena rendah emisi partikulatnya sehingga
tidak mengotori atmosfir (Lim et al., 2011).
Biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-
C22. Asam lemak penyusun minyak/lemak dapat diubah menjadi ester-esternya.
Ester-ester ini dapat diperoleh dengan mereaksikan trigliserida dan alkohol
menggunakan katalis asam maupun basa. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi
pembuatan biodiesel atau disebut juga reaksi alkoholisis (Pujaatmaka, 1999).
Dalam pembuatan biodiesel, asam lemak bebas dapat digunakan sebagai
bahan dasar. Menurut Freedman et al. (1984), adanya asam lemak bebas
berpengaruh pada reaksi trasesterifikasi khususnya dengan menggunakan katalis
basa. Apabila asam lemak bebas lebih dari 1 % b/b, maka akan terjadi
pembentukkan sabun, dan produk yang dihasilkan akan sulit dipisahkan, sehingga
mengakibatkan hasil biodiesel yang diperoleh sedikit (Berchmans et al., 2008).
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol
monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah
yang paling umum digunakan, karena harganya murah, dan reaktifitasnya paling
tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Menurut Bannon et al. (1988),
alkohol dengan atom karbon sedikit memiliki kereaktifan lebih besar daripada
alkohol dengan atom karbon lebih banyak. Reaksi transesterifikasi trigliserida dan
metanol menjadi metil ester dapat dilihat pada Gambar 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
H2C
HC
O
H2C
O
C
C
O C
O
O
O
R1
R2
R3
+ 3 CH3OH
R1 C OCH3
O
R2 C OCH3
O
R3 C OCH3
O
+
H2C
HC
OH
OH
H2C OH
Trigliserida Metanol Metil ester (biodiesel) Gliserol
katalis
Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi Ester Metil Asam-Asam Lemak.
Pada reaksi transesterifikasi digunakanlah katalis. Adanya katalis untuk
mempercepat laju reaksi agar dapat menghasilkan produk yaitu metil ester. Laju
reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh katalis, temperatur, jenis alkohol, dan
kelarutan metanol dalam minyak (Freedman et al., 1984). Katalis yang biasanya
digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa. Hal ini dikarenakan
laju reaksi transesterifikasi katalis basa lebih cepat dibandingkan katalis asam.
Dalam kondisi basa, karbonil dapat diserang langsung oleh nukleofilik tanpa
protonasi sebelumnya dan gugus alkoksida (:OR) berperan sebagai nukleofil.
Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis basa heterogen ditunjukkan
pada Gambar 3 (Schuchardt et al., 1998).
Reaksi transesterifikasi dari minyak tumbuhan dengan menggunakan
katalis basa alkali umumnya dilakukan mendekati titik didih alkoholnya (Hart,
1983). Alkohol sangat berpengaruh pada hasil reaksi transesterifikasi, baik itu
jenis maupun jumlah alkohol yang digunakan. Semakin banyak ratio reaktan yang
digunakan maka semakin besar jumlah tumbukan antara alkohol dengan minyak,
sehingga hasil ester yang diperoleh semakin meningkat. Akan tetapi penggunaan
alkohol yang berlebih dapat melarutkan gliserol sehingga metanol yang bereaksi
dengan trigliserida akan berkurang (Attanatho et al., 2004, Viriya et al., 2010),
sehingga dapat menurunkan hasil biodiesel yang diperoleh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
ROH + B RO - + BH+
R1COO CH2
CH
CH2
R2COO
O C R3
O
+ -ORR1COO CH2
CH
CH2
R2COO
O C R3
O-
OR
R1COO CH2
CH
CH2
R2COO
O C R3
O-
OR
R1COO CH2
CH
CH2
R2COO
O-
+
R1COO CH2
CH
CH2
R2COO
O-
+ BH+
R1COO CH2
CH
CH2
R2COO
OH
+ B
ROOCR3
Gambar 3. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi dalam Katalis Basa (Schuchardt, et al., 1998).
Hasil penelitian Viriya et al. (2010) yang telah melakukan sintesis
biodiesel menggunakan katalis CaO dari meretrix venus shell menyatakan bahwa
penambahan ratio metanol terhadap minyak dari 9 sampai 12 dapat meningkatkan
kandungan metil ester, dan jika penambahan ratio metanol terhadap minyak
sampai 18 maka menurunkan metil ester. Liu et al. (2008) telah melakukan reaksi
transesterifikasi dari minyak kedelai dengan menggunakan katalis CaO 8 % pada
suhu 65 oC dan menghasilkan biodiesel sebesar 95 % pada rasio minyak : metanol
sama dengan 12:1 selama 3 jam. Hasil penelitian Isahak et al. (2010) menyatakan
bahwa transesterifikasi minyak kelapa sawit, dan metanol ratio 12:1 dari molar
minyak pada suhu 65 oC selama 2 jam dengan menggunakan katalis CaO
menghasilkan konversi biodiesel sebesar 85 %, sedangkan Wen et al. (2010) telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
melakukan reaksi transesterifikasi dari minyak biji tallow dengan menggunakan
katalis KF/CaO 4% pada suhu 65 oC dan menghasilkan biodiesel yang optimum
pada rasio minyak : metanol yaitu 12:1 selama 2 jam.
7. Karakterisasi Biodiesel dengan Hidrogen Nuclear Magnetic Resonance
(1H NMR)
Presentase kadar metil ester yang diperoleh dapat diketahui dengan
menggunakan 1H NMR. 1H NMR adalah salah satu metode untuk menentukan
struktur senyawa dengan menggunakan resonansi magnet proton. Proton gugus
gliserida ditunjukkan oleh puncak pada daerah 4-4,3 ppm. Proton gugus metil
ester ditunjukkan oleh puncak pada daerah sekitar 3,7 ppm. Sedangkan proton α-
CH2 ditunjukkan oleh puncak pada daerah sekitar 2,3 ppm (Knothe, 2000).
Integrasi puncak-puncak gliserida dan metil ester dapat digunakan untuk
menghitung konversi metil ester. Nilai konversi metil ester dapat ditentukan
dengan rumus berikut :
C (%) = 100 x 5 x I
5 x I + 9 x I
Keterangan :
CME = konversi metil ester, %
IME = nilai integrasi puncak metil ester
ITAG = nilai integrasi puncak triasilgliserida
Faktor 5 dan 9 adalah jumlah proton yang terdapat pada gliseril dalam
molekul trigliserida mempunyai 5 proton, dan tiga molekul metil ester yang
dihasilkan dari satu molekul trigliserida mempunyai 9 proton (Knothe, 2000).
B. Kerangka Pemikiran
Kalium fluorida (KF) merupakan molekul alkali halida yang memiliki
unsur F (fluor) bervalensi satu. Fluor memiliki keelektronegatifan yang paling
tinggi, unsur aktif, dan reaktif, sehingga mudah bereaksi dengan logam.
Sedangkan CaO alam adalah oksida logam yang memiliki logam Ca yang reaktif.
Adanya penambahan KF pada CaO alam akan terjadi suatu reaksi sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
mengakibatkan terbentuknya senyawa baru. Wen et al. (2010) menyatakan
penambahan KF pada CaO dapat membentuk senyawa aktif baru yaitu KCaF3.
Upaya meningkatkan aktivitas katalis CaO alam yaitu ditambahkan zat
aktif seperti kalium fluorida (KF) ke dalamnya. Penambahan KF pada CaO akan
membentuk senyawa aktif. Penambahan massa KF pada CaO alam dapat
berpengaruh pada aktivitas katalis. Peningkatan rasio KF akan memperbesar
aktivitas katalis dikarenakan terbentuknya situs aktif baru yang lebih kuat
reaktifitasnya sebagai katalis. Akan tetapi, ketika rasio KF mencapai ambang
batas distribusi monolayer maka aktifitas katalis menjadi maksimum, dan
aktifitasnya akan menurun seiring dengan kenaikan rasio KF karena ketika rasio
KF lebih besar dari batas optimum maka akan menutupi sisi aktif yang
mengakibatkan menurunnya aktifitas katalis.
Laju reaksi transesterifikasi sebanding dengan konsentasi pereaksi.
Semakin besar konsentrasi pereaksi (metanol) yang ditambahkan maka semakin
besar pula jumlah tumbukan antar partikel, dan kesetimbangan akan bergeser ke
sebelah kanan (ke produk) sehingga produk (yaitu metil ester) yang dihasilkan
akan semakin banyak. Akan tetapi, penggunaan metanol yang berlebih dapat
melarutkan gliserol sehingga metanol yang bereaksi dengan trigliserida akan
berkurang (Attanatho et al.,2004, Viriya et al., 2010), sehingga mengakibatkan
hasil biodiesel yang diperoleh akan semakin sedikit.
C. Hipotesis
1. Penambahan KF pada CaO alam membentuk senyawa baru KCaF3.
2. Penambahan massa KF terhadap CaO alam dalam pembuatan katalis KF/CaO
alam dapat meningkatkan aktivitas katalis sampai kondisi optimum.
3. Adanya variasi metanol dengan katalis KF/CaO alam, maka hasil
transesterifikasi minyak kelapa sawit semakin meningkat sampai kondisi
optimum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini meliputi
preparasi dan karakterisasi katalis KF/CaO alam, transesterifikasi dengan pereaksi
metanol dan katalis KF/CaO alam, dan penentuan konversi biodiesel yang
dihasilkan menggunakan Hidrogen Nuclear Magnetic Resonance (1H NMR).
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 hingga Mei 2012 di
Laboratorium Dasar Kimia MIPA UNS, dan Laboratorium Pusat Universitas
Negeri Sebelas Maret Surakarta Sub Laboratorium Kimia.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Seperangkat alat gelas b. Lumpang dan penggerus porselin
c. Ayakan 150 mesh
d. Furnace 4800
e. Tang krus
f. Krus
g. Neraca analitik BP 310 S dengan batas timbang 0-310 g, dan d = 0,001 g
h. Seperangkat alat titrasi
i. Stirrer
j. Seperangkat alat refluks
k. Pemanas listrik Cole-Parmer
l. Pompa air
m. Evaporator Buchi Switzerland VRE
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
n. X-Ray Fluorescence (XRF) menggunakan Bruker S2 Ranger
o. X-Ray Difractometer (XRD) menggunakan Bruker D8 Advance
p. Fourier Transform Infra Red (FTIR) menggunakan Shimadzu IR Prestige-21
q. Hidrogen Nuclear Magnetic Resonance (1H NMR) menggunakan Agilent400-
VNMR 400 MHz
2. Bahan
a. Batu tohor/CaO alam dari Pandan Simping Klaten
b. Kalium Fluorida (KF) p.a
c. Minyak kelapa sawit
d. Metanol p.a
e. Kalium Hidroksida (KOH) p.a
f. Asam Klorida (HCl) 37 % p.a
g. Akuades
h. Na2SO4 anhidrat p.a
D. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Katalis KF/CaO Alam
Kapur tohor (CaO alam) diayak terlebih dahulu dengan ayakan 150 mesh.
CaO alam 150 mesh tersebut dikalsinasi pada suhu 600 oC selama 3 jam. Kalium
Fluorida (KF) ditambahkan pada CaO alam 150 mesh yang telah dikalsinasi.
Penambahan KF dengan masing- masing sebesar 15, 25, 35, dan 45 % dari berat
CaO alam. Kedua zat tersebut dicampur sambil digerus selama 15 menit. Setelah
tercampur, campuran tersebut ditambahkan 10 mL akuades, dan ditunggu sampai
menjadi pasta selama 45 menit, kemudian dioven selama 5 jam pada suhu 105 oC,
dan dilanjutkan dengan kalsinasi pada suhu 600 oC selama 4 jam.
2. Karakterisasi Katalis
Kapur tohor (CaO alam) dan Kalium Fluorida (KF) masing – masing
sebanyak 0,5 gram dianalisis dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR) dengan
metode plat KBr pada batas bilangan gelombang antara 400-4000 cm-1. Untuk
mengetahui komposisi yang terkandung di dalam CaO alam dilakukan analisis
dengan X-Ray Fluorescence (XRF). Katalis CaO alam, dan KF/CaO alam (sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
variasi) dianalisis dengan Difraktometer Sinar-X (XRD) menggunakan anoda Cu
pada 2θ = 10-70 o, voltage 40 kV, dan current 40 mA. Aktivitas katalis CaO alam
dan KF/CaO alam dapat langsung diaplikasikan dengan mensintesis biodiesel dari
minyak kelapa sawit dan metanol dengan perbandingan mol 1:12. Proses
transesterifikasi dilakukan pada suhu 65 oC selama 2 jam, dan ditambahkan 4 %
katalis KF/CaO alam (sesuai variasi) dari berat minyak. Hasilnya dianalisis
dengan Hidrogen Nuclear Magnetic Resonance (1H NMR) dengan pelarut CDCl3.
Katalis KF/CaO alam yang memiliki aktivitas yang optimum akan dianalisis
dengan FTIR.
3. Pembuatan Biodiesel dan Karakterisasinya
a. Penentuan Bilangan Asam
Sebanyak 5 gram minyak sawit dalam erlenmeyer ditambah 2 tetes
indikator fenolftalen, kemudian campuran dititrasi dengan KOH 0,5 M
menghasilkan warna merah jambu. Apabila bilangan asam kurang dari 1 maka
tidak memerlukan proses esterifikasi.
b. Penentuan Bilangan Penyabunan
Penentuan bilangan penyabunan dilakukan dengan mereaksikan 50 mL
KOH 0,5 M ( 1,4 gram KOH dalam metanol) dan 5 gram minyak kelapa sawit.
Campuran tersebut direfluks selama 150 menit sampai minyak tersabunkan
dengan sempurna. Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih
dan homogen. Setelah larutan dingin, larutan tersebut ditambahkan 1 mL indikator
fenolftalein sehingga menyebabkan warna larutan menjadi merah jambu. Jumlah
KOH yang dibutuhkan dapat diketahui dengan titrasi menggunakan HCl 0,5 M
sampai warna merah jambu hilang. Prosedur ini diulangi tanpa menggunakan
minyak untuk analisis blanko.
c. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menggunakan Katalis KF/CaO Alam
Transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak dengan
memvariasikan metanol. Pada reaksi ini dilakukan variasi perbandingan mol
minyak terhadap metanol masing-masing sebesar 1:6, 1:9, 1:12, 1:15, dan 1:18.
Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 65 oC selama 2 jam. Sejumlah
tertentu (sesuai variasi perbandingan) metanol direaksikan dahulu dengan 4 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
katalis KF/CaO alam dari berat minyak. Semua bahan dimasukan ke dalam labu
leher tiga pada seperangkat alat refluks yang dilengkapi termometer dan pengaduk
magnetik. Setelah reaksi berjalan selama 2 jam, reaksi dihentikan.
d. Pencucian dan Pemurnian Biodiesel
Hasil transesterifikasi kemudian dibiarkan, sehingga terbentuk dua lapisan.
Lapisan atas merupakan metil ester, sedangkan lapisan bawah gliserol, dan sisa
katalis. Bagian atas diambil, dan merupakan biodiesel kotor. Biodiesel kotor
dimurnikan dengan evaporator selama 1 jam pada kondisi vakum (tekanan 50-100
mBar, suhu 40-60 oC, dan kecepatan putar 2-3 rpm) untuk menghilangkan air, dan
metanol. Selanjutnya biodiesel ditambah Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan
air. Biodiesel yang telah bersih, dan siap untuk dikarakterisasi.
e. Karakterisasi Biodiesel
Biodiesel yang diperoleh dilakukan uji karakterisasi dengan Hidrogen
Nuclear Magnetic Resonance (1H NMR) dengan pelarut CDCl3.
E. Teknik Pengumpulan Data
Karakterisasi CaO alam dan KF dilakukan menggunakan Fourier
Transform Infra Red (FTIR) untuk mengetahui gugus fungsinya. CaO alam, dan
KF/CaO alam dengan berbagai variasi penambahan KF terhadap berat CaO
sebesar 15, 25, 35, dan 45 % dikarakterisasi dengan difraktometer sinar X yang
bertujuan untuk mengetahui kristanilitas dari katalis tersebut. Untuk mengetahui
aktivitas katalis, masing-masing katalis KF/CaO alam, dan CaO alam langsung
diaplikasikan dengan membuat biodiesel. Katalis yang memiliki nilai aktivitas
tertinggi kemudian dianalisis gugus fungsinya dengan Fourier Transform Infra
Red (FTIR).
Sebelum reaksi transesterifikasi dilakukan, perlu menentukan berat
molekul dari suatu minyak (triasilgliserida). Penentuan berat molekul dapat
dilakukan dengan menghitung bilangan penyabunan dari minyak kelapa sawit
tersebut. Rata – rata berat molekul minyak (TAG) adalah :
Berat molekul TAG = 3 x 56,1 x 1000 mg
SN x 1 g
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Keterangan :
SN = bilangan penyabunan (mg/g)
Reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit dengan masing-masing
variasi metanol terhadap mol minyak akan diperoleh metil ester, dan dapat
ditentukan konversi metil ester (%) dengan menggunakan 1H NMR. Rumus yang
digunakan dalam penentuan konversi metil ester adalah :
C (%) = 100 x 5 x I
5 x I + 9 x I
Keterangan :
CME = konversi metil ester, %
IME = nilai integrasi puncak metil ester
ITAG = nilai integrasi puncak triasilgliserida
F. Teknik Analisis Data
Difraktometer sinar-X (XRD) dapat digunakan untuk mengetahui
kristalinitas dari material. Dari data XRD diperoleh puncak – puncak 2θ dari CaO
alam awal, KF, dan gabungan KF dengan CaO alam. Puncak – puncak 2θ tersebut
dibandingkan dengan data puncak yang ada di Joint Committee on Powder
Diffraction Standards (JCPDS), dan referensi. Pembandingan ini untuk
mengetahui senyawa - senyawa yang ada di CaO alam, maupun di KF/CaO alam.
Puncak – puncak 2θ dari CaO alam awal dibandingkan dengan gabungan KF, dan
CaO alam. Adanya puncak baru berarti menunjukkan bahwa terbentuk katalis
KF/CaO alam.
Untuk mengetahui gugus fungsi dari batu tohor (CaO alam) dan KF
dilakukan analisis FTIR dengan melihat dari panjang gelombang absorbansinya
dan dibandingkan dengan hasil spektra FTIR dari KF/CaO alam. Adanya
pergeseran panjang gelombang menunjukkan bahwa terbentuk katalis KF/CaO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
alam. Untuk mengetahui kandungan tingkat aktivitas katalis dapat langsung
diaplikasi dalam pembuatan biodiesel. Tingkat aktivitas katalis dapat dilihat dari
hasil biodiesel yang diperoleh.
Untuk mengetahui kondisi optimum metanol terhadap hasil biodiesel
dilakukan analisis menggunakan metode scatter graphic dilakukan dengan plot
kadar metil ester dengan variasi metanol terhadap mol minyak. Berdasarkan grafik
tersebut dapat diketahui kondisi perbandingan mol metanol terhadap minyak yang
paling optimum. Kondisi perbandingan mol metanol terhadap minyak yang
optimum dapat ditunjukkan dengan grafik yang mencapai puncak tertinggi yang
menghasilkan kadar metil ester maksimum. Konversi metil ester dapat ditentukan
dengan 1H NMR.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Preparasi KF/CaO Alam
Katalis CaO alam dipreparasi dengan menghaluskan dan mengayaknya
dengan ayakan 150 mesh. CaO alam 150 mesh dikalsinasi pada suhu 600 oC
selama 3 jam. Kalsinasi ini dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa
organik yang mungkin ada di katalis CaO alam tersebut, dan menurut Yoosuk et
al. (2010) kalsinasi CaO dilakukan pada suhu 600 oC selama 3 jam untuk
mengubah hidroksi menjadi bentuk oksida, sehingga dapat meningkatkan aktivitas
katalis pada reaksi transesterifikasi.
Batu tohor (CaO alam) yang telah dikalsinasi pada suhu 600 oC dianalisis
menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF). Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui komponen dalam batu tohor (CaO alam). Komponen terdapat di
dalam batu tohor setelah dikalsinasi pada suhu 600 oC selama 3 jam dapat
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komponen Batu Tohor (CaO Alam) Setelah Dikalsinasi pada Suhu 600 oC Selama 3 Jam
Komponen Konsentrasi (%)
CaO 97,93
SiO2 0,67
Al2O3 0,50
K2O 0,29
P2O5 0,18
Fe2O3 0,18
Cl 0,16
SrO 0,03
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Tabel 3 menunjukkan bahwa kandungan CaO dalam batu tohor mencapai
97,93%. sedangkan komponen lain yang terkandung di dalam batu tohor antara
lain SiO2, Al2O3, K2O, P2O5, Fe2O3, Cl, dan SrO. Proses selanjutnya adalah
preparasi KF/CaO alam dengan berbagai variasi berat KF yaitu 15, 25, 35, dan 45
% b/b.
B. Karakterisasi Katalis
1. Analisis X-Ray Diffraction (XRD)
Senyawa KF/CaO alam dianalisis dengan menggunakan X-Ray Diffraction
(XRD). Difraktogram ditunjukkan pada Gambar 4. Analisis ini bertujuan untuk
mengidentifikasi senyawa-senyawa dari hasil KF/CaO alam seperti CaO,
Ca(OH)2, KF, dan senyawa gabungan KF dengan CaO. Identifikasi senyawa
dilakukan dengan membandingkan harga 2θ puncak-puncak difraktogram
senyawa hasil KF/CaO alam dengan 2θ CaO, Ca(OH)2, dan KF dari JCPDS (Joint
Comittee on Powder Difraction Standard) dan referensi.
Gambar 4 menunjukkan difraktogram penambahan KF pada CaO alam.
Hasil difraktogram tersebut mengindikasikan adanya kristal baru. Kristal tersebut
adalah KCaF3 pada 2θ (o) = 28,73; 41,2; 59,52; 59,7; dan 67,59. KCaF3 dari
KF/CaO yang telah diteliti oleh Wen et al., (2010) memiliki harga 2θ (o) yaitu
28,74; 41,22; 51,26; 59,52; 59,69; dan 67,59. Apabila dibandingkan harga 2θ,
adanya kesesuaian 2θ KCaF3 antara KF/CaO alam dengan KF/CaO dari penelitian
Wen. Selain KCaF3, difraktogram menunjukkan adanya CaO ( 2θ (o) = 32,2; 37,4;
53,9; 64,23; 67,4), dan Ca(OH)2 ( 2θ (o) = 18,06; 34,11; 47,1; 50,8) .
Pada Gambar 4b dengan penambahan KF 15 % mulai terbentuk KCaF3.
Adanya penambahan KF, puncak Ca(OH)2 mulai menghilang. Akan tetapi,
puncak difraksi KF tidak terlihat pada Gambar 4b-4e. Hal ini dikarenakan KF
terdispersi di permukaan CaO.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Gambar 4. Difraktogram CaO Alam dengan Penambahan KF Sebesar (a) 0, (b)
15, (c) 25, (d) 35, (e) 45 % b/b, dan (f) KF/CaO dari Penelitian Wen et al. (2010)
2. Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR
Data lain yang dapat digunakan untuk mendukung terbentuknya KF/CaO
alam adalah data dari FTIR. Data yang diperoleh berupa gugus fungsi yang ada
CaO, KF, maupun KF/CaO alam yaitu gugus fungsi ion hidroksi (OH-) maupun
ion karbonat (CO32-) dan apabila dideteksi dengan FTIR, puncak-puncak gugus
fungsi yang terlihat seperti ikatan O-H, O-C-O, C=O, Ca-O, dan K-F. Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
pengukuran FTIR dari material CaO, KF, dan KF/CaO alam ditunjukkan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Spektra FTIR dari (a) KF, (b) CaO Alam, (c) KF/CaO Alam 45 %
Tabel 4. Tabulasi Gugus Fungsional CaO Alam, KF/CaO Alam 45 %, dan KF
Gugus Fungsi Referensi Bilangan Gelombang (v) (cm-1)
(cm-1) CaO alam KF/CaO alam
45 % KF Uluran OH 3460 a 3425,72 3412,08 3319,49 Tekukan OH 1647 b, 1621 a 1641 1649 1629,85 Uluran simetri O-C-O 1475 b 1418,71 1460-1404,18 1529,55 Uluran asimetri O-C-O 1074 ; 864 b 1010; 874 1057; 871,82 Uluran C=O 1500-2000 a 1656,85 1739,79 Uluran Ca-O 250-600 c 418,57 543,93 Uluran K-F Uluran Ca-F
678,2 d 450 e
669,3 449,41-435,91
684,73
Sumber : a Tang et al. (2011), b Lopez et al. (2007) dalam Vujicic et al. (2010), c Gonzalez et al. (2003), d Wang et al. (2009), e Omolfajr et al. (2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Gambar 5b menunjukkan spektra CaO yang memiliki serapan yang khas
yaitu adanya serapan lancip dan panjang pada daerah 3642,73 cm-1, serapan lebar
di daerah 3425,72 cm-1, serapan sedang pada 1418,71 cm-1, dan ada serapan kuat
di sekitar 600 cm-1. Gambar 5a yaitu spektra KF memiliki serapan lebar di daerah
3319,49 cm-1 yang merupakan serapan air, di daerah 1600 cm-1 ada serapan
sedang, dan ada serapan kuat diantara daerah 702-613 cm-1. Sedangkan pada
Gambar 5c merupakan spektra KF/CaO alam yang memiliki serapan hampir sama
dengan CaO alam.
Tabel 4 terlihat adanya serapan dengan puncak lebar antara bilangan
3319,49-3425,72 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur O-H dari gugus hidroksi di
dalam CaO, KF/CaO alam dan KF dengan molekul-molekul air dalam partikel.
Bilangan gelombang antara 1629-1649 cm-1 merupakan tekukan OH yang berasal
dari molekul air pada daerah partikel tersebut yang terikat dengan anion
interlayer. Vibrasi ulur simetris O-C-O dari CO32- muncul pada bilangan
gelombang antara 1404-1529,55 cm-1, dan uluran asimetris O-C-O muncul pada
bilangan gelombang 1010-1057 cm-1, dan di daerah 871,82-874 cm-1. Uluran
C=O dari CO32- pada puncak dengan bilangan gelombang 1656,85-1739,79 cm-1.
Hasil penelitian Gonzalez et al. (2003) menyebutkan bahwa puncak pada bilangan
gelombang diantara 250-600 cm-1 merupakan uluran Ca-O sehingga puncak pada
bilangan antara 453-544 cm-1 dapat diartikan sebagai vibrasi ulur Ca-O.
Campuran KF dan CaO alam ditandai adanya vibrasi pada daerah 669,3-685 cm-1
yang menunjukkan vibrasi KF. Hasil penelitian Omolfajr et al. (2011)
menyatakan ada serapan Ca-F pada bilangan gelombang 450 cm-1 dari hasil
sintesis CaF2 nanopartikel. Berdasarkan data FTIR setelah pencampuran KF/CaO
alam terdapat serapan baru pada daerah 435,91-449,41 cm-1 yang merupakan
ikatan Ca-F. Hal ini dapat mengindikasikan terbentuknya senyawa baru KCaF3
pada KF/CaO alam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
C. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit
1. Preparasi Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa mempunyai kecenderungan
untuk menghasilkan sabun sehingga menyebabkan hasil biodieselnya menurun.
Terbentuknya sabun disebabkan kandungan asam lemak bebas yang tinggi di
dalam minyak. Oleh karena itu, sebelum melakukan reaksi transesterifikasi perlu
menentukan bilangan keasaman dan angka penyabunan di dalam minyak kelapa
sawit.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 2 didapatkan angka
keasaman sebesar 0,561 mg/g. Bilangan keasaman yang kurang dari 1 mg/g
menandakan bahwa kandungan asam lemak bebas di dalam minyak sawit sedikit
sehingga tidak perlu dilakukan proses esterifikasi. Hasil perhitungan pada
Lampiran 3, minyak kelapa sawit juga memiliki angka penyabunan sebesar 181,2
mg/g. Hasil penelitian Pike (1994) menyebutkan bahwa angka penyabunan dari
minyak kelapa sawit antara 190,1 - 201,7 mg/g. Angka penyabunan yang
diperoleh berada di bawah batas bilangan minyak kelapa sawit (191,1 – 201,7
mg/g), sehingga dapat disimpulkan bahwa harga angka penyabunan rendah maka
kemungkinan pembentukan sabun pada reaksi pembuatan biodiesel rendah, dan
mempermudah pemisahan ester dan gliserol.
Berdasarkan harga angka penyabunan yang diperoleh, dapat menghitung
berat molekul pada minyak kelapa sawit. Dari perhitungan yang dapat dilihat pada
Lampiran 3, berat molekul minyak kelapa sawit sebesar 928,79.
2. Pengaruh Penambahan KF terhadap Aktivitas Katalis pada Reaksi
Transesterifikasi
Aktivitas katalis di berbagai variasi katalis dapat dievaluasi melalui
pembuatan biodiesel. Aktivitas katalis dapat ditunjukkan dari jumlah kemurnian
biodiesel yang diperoleh. Katalis yang digunakan untuk reaksi transesterifikasi
merupakan katalis hasil sintesis KF/CaO dengan berbagai variasi penambahan
KF. Sifat fisik hasil biodiesel yang diperoleh dari katalis CaO alam dengan variasi
penambahan KF ( 15, 25, 35, 45 % b/b) ditunjukkan pada Tabel 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Tabel 5. Karakterisasi Fisik Hasil Biodiesel
Katalis Hasil Biodiesel
Ratio massa KF/CaO alam
(% b/b)
Bentuk Warna
0
15
25
35
45
Sebagian padat
Sebagian padat
Cair
Cair
Cair
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning
Tabel 5 menunjukkan bahwa katalis CaO alam tanpa KF menghasilkan
biodiesel dalam bentuk sebagian padatan, Hal ini dikarenakan hasil reaksi
transesterifikasi kurang sempurna sehingga menghasilkan ester (biodiesel) dan
monogliserida atau bahkan digliserida. Sedangkan pada penambahan KF 15 %,
hasil biodiesel berbentuk sebagian padat dikarenakan terbentuknya monogliserida
dari hasil reaksi transesterifikasi. Hasil konversi biodiesel terhadap pengaruh
variasi katalis yaitu massa KF di dalam CaO alam dapat ditunjukkan pada Gambar
6.
Gambar 6. Pengaruh Jumlah Penambahan KF pada CaO Alam terhadap Konversi Biodiesel dari Hasil Transesterifikasi pada Kondisi Suhu 65 oC selama 2 jam, Perbandingan Mol Metanol/Minyak 12:1, dan 4% Berat Katalis CaO atau KF/CaO Alam.
0
20
40
60
80
100
0 15 30 45 60Kon
vers
i bi
odie
sel
(%)
Jumlah penambahan KF terhadap CaO alam (% b/b CaO alam)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Berdasarkan hasil sintesis katalis KF/CaO alam dengan berbagai variasi
KF yaitu 15, 25, 35, dan 45 % b/b menunjukkan bahwa penambahan KF pada
CaO alam dapat meningkatkan konversi biodiesel. Konversi biodiesel dengan
katalis CaO alam sebesar 20,47 %, dan konversi tersebut masih di bawah konversi
biodiesel dengan penambahan KF 15 %. Dengan adanya penambahan KF pada
CaO dapat menghasilkan konversi biodiesel lebih besar dibandingkan CaO tanpa
KF. Dengan kata lain, adanya penambahan KF pada CaO alam ini memperbesar
aktivitas katalis. Hal ini dikarenakan terbentuknya situs aktif baru sehingga
menyebabkan meningkatnya reaktifitas katalis. Situs aktif yang terbentuk pada
sintesis KF/CaO alam yang utama yaitu KCaF3. Pada Gambar 6 menunjukkan
penambahan KF 45 % dari berat CaO alam memiliki aktivitas yang lebih kuat dan
menghasilkan konversi biodiesel yang paling optimum yaitu sebesar 98,82 %.
Apabila penambahan KF lebih dari 45 % b/b dari CaO alam dimungkinkan
aktivitas katalis akan menurun, karena berdasarkan penelitian dari Wen et al.
(2010) yang menyebutkan bahwa semakin besar penambahan KF maka akan
menutup situs aktif, sehingga dapat menurunkan aktivitas katalis.
3. Pengaruh Perbandingan Mol Metanol pada Reaksi Transesterifikasi
Biodiesel dibuat melalui reaksi transesterifikasi antara minyak dengan
alkohol. Dalam penelitian ini menggunakan metanol dikarenakan kereaktifitas
dari metanol lebih baik dibandingkan dengan alkohol lain. Perbandingan mol
metanol terhadap mol minyak merupakan salah satu faktor penting yang
berpengaruh dalam konversi biodiesel. Pada penelitian ini, dilakukan reaksi
transesterifikasi dengan variasi perbandingan mol minyak dengan mol metanol
sebesar 1:6, 1:9, 1:12, 1:15, dan 1:18 dengan menggunakan katalis KF/CaO alam
dengan ratio massa KF/CaO alam 45 % b/b. Reaksi transesterifikasi ini
dikondisikan pada suhu 65 oC selama 2 jam. Hasil konversi biodiesel dengan
adanya variasi perbandingan mol metanol dapat dilihat pada Gambar 7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Gambar 7. Konversi Biodiesel dari Hasil Transesterifikasi dengan Variasi Mol Metanol terhadap Minyak Kelapa Sawit pada Kondisi Suhu 65 oC selama 2 jam, dan 4 % Berat Katalis KF/CaO Alam 45 %.
Berdasarkan Gambar 7 tampak bahwa terjadi peningkatan hasil konversi
biodiesel dengan meningkatnya rasio mol pereaksi hingga mencapai rasio mol
minyak terhadap metanol 1:9. Pada rasio mol minyak dengan metanol 1:9 tersebut
menghasilkan kemurnian biodiesel yang optimum yaitu sebesar 98,39 %. Hasil
konversi biodiesel pada rasio mol 1:6 memberikan nilai yang rendah dikarenakan
jumlah metanol yang digunakan tersebut sedikit, dan tumbukan yang terjadi antar
reaktan sedikit sehingga produk yang diperoleh sedikit jika dibandingkan dengan
rasio yang lain.
Pada rasio mol minyak dengan metanol lebih dari 1:12, hasil konversi
biodiesel semakin menurun. Berdasarkan hasil penelitian Viriya et al. (2010) yang
telah melakukan sintesis biodiesel menggunakan katalis CaO dari meretrix venus
shell menyatakan bahwa penambahan ratio metanol terhadap minyak dari 9
sampai 12 dapat meningkatkan kandungan metil ester, dan jika penambahan ratio
metanol terhadap minyak sampai 18 maka menurunkan metil ester. Hal ini
disebabkan adanya penambahan metanol berlebih akan menyebabkan jumlah
kelarutan gliserol semakin besar di dalam metanol sehingga menghambat reaksi
50
60
70
80
90
100
0 3 6 9 12 15 18 21
Kon
vers
i b
iodi
esel
(%
)
Perbandingan mol metanol/minyak (mol/mol)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
antara metanol dengan reaktan, dan katalis, serta dapat memperlambat pemisahan
antara gliserol dengan metil ester. Hal ini mengakibatkan hasil konversi biodiesel
menurun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Penambahan kalium fluorida (KF) pada CaO alam dengan perlakuan kalsinasi
pada suhu 600 oC selama 4 jam dapat membentuk senyawa baru KCaF3.
2. Penambahan kalium fluorida (KF) pada CaO alam sebagai katalis dalam
reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit dengan kondisi suhu 65 oC selama
2 jam, dan perbandingan mol metanol/minyak 12:1 dapat meningkatkan
aktivitas katalis, dan menaikkan konversi biodiesel.
3. Semakin besar perbandingan mol metanol terhadap minyak dalam reaksi
transesterifikasi minyak kelapa sawit dengan katalis KF/CaO alam pada
kondisi suhu 65 oC selama 2 jam hingga perbandingan mol metanol terhadap
minyak 9:1, maka konversi biodiesel meningkat.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dari percobaan yang telah dilakukan, penulis
memberikan saran sebagai berikut:
1. Pada kalsinasi KF/CaO dengan suhu tinggi, sebaiknya tempat yang digunakan
terbuat dari platina atau tetap menggunakan porselin akan tetapi material hasil
kalsinasi yang diambil pada bagian tengahnya (yang tidak menempel pada
dinding) untuk mengurangi kontaminasi dengan dinding porselin.
33