preparasi kitin
TRANSCRIPT
Chitosan Preparation With Multistage Deacetylation of Chitin and
Investitigation of Its Psychochemical Properties
PENDAHULUAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat kitosan dengan derajat
deasetilasi yang tinggi. Selain itu juga dilakukan identifikasi sifat-sifat
kimia dan fisika dari kitosan yang dihasilkan.
B. Metode Penelitian
1. Bahan
Udang putih (Litophenaeus wannamei) dari Lampung
NaOH (Merck)
HCl (Merck)
NaHOCl (Brataco lab.)
Akuades
KBr
CH3COOH (Merck)
NaCl (Merck)
Aseton teknis (Asia Lab.)
2. Alat
Blender (Philip)
Ayakan ukuran 100 mesh (Retsch)
Serangkaian alat refluks
Timbangan analitik (Mettler AE 160)
Cawan porselin
Spektrofotometer inframerah (Simadze FTIR-8201 PC)
Stopwatch
Viskometer (Schott)
Oven (Fischer Scientific
1
+NaHOCl 4% (1:10 b/v), pada suhu kamar selama 1 jam
Kulit udang
Serbuk kulit udang ≤ 100mesh
Blender, ayak
NaOH 4% (1:10 b/v)
Refluks 1 jam 80°C
Serbuk hasil deproteinasi
Saring, cuci dengan akuades
Deproteinasi
+HCl 1M (1:15 b/v), pada suhu kamar selama 3 jam
Demineralisasi
Saring, cuci dengan akuades
Serbuk hasil demineralisasi
Saring, cuci dengan akuades
Serbuk hasil depigmentasi
depigmentasi
3. Prosedur Kerja
Isolasi kitin dari serbuk kulit udang
2
Kitin hasil isolasi
NaOH 60% (1:15 b/v)
Refluks, T=120°C
1x3 jam (A) 2x1.5 jam (B) 3x1 jam (C)
Disaring, disusi hingga netral
Preparasi kitosan
Analisis gugus fungsional dan penentuan derajat deasetilasi kitin dan
kitosan
Pendekatan yang digunakan untuk analisis gugus fungsional adalah
spektroskopi IR. Serbuk kitin dianalisis dalam bentuk pelet dengan KBr
(1:100 b/b). Pelet tersebut dianalisis dalam rentang 1000-400 cm-1.
Adapun untuk menentukan derajat deasetilasi kitin dan kitosan
ditentukan berdasarkan persamaan Baxter yang disusul oleh Khan et al.
DD=100−[ A 1655A 3450
×115 ]
Absorpsi pada λ gugus amida dan gugus hidroksil yang digunakan
sebagai dasar perhitungan derajat deasetilasi direpresentasikan dengan
persamaan matematika Sabis dan Block yang diusulkan oleh Khan et al.
3
Penentuan berat molekul kitosan
Berat molekul kitosan ditentukan dengan metode viskometri. Kitosan A
dilarutkan dalam larutan 0,1M CH3COOH dan 0,2M NaCl sehingga
diperoleh larutan kitosan A dengan konsentrasi bervariasi yaitu 0;
0,025; 0,050; 0,075; 0.100; 0,150; dab 0,200%. Masing-masing larutan
kitosan A dimasukkan ke dalam viskometer dan diukur laju alirnya.
Data laju alir diolah untuk menentukan viskositas intrinsik (η¿
berdasarkan persamaan Huggins
ηsp
C=[ η ]+k ' [η]2 C
Kitosan B dan C pada konsentrasi 0,15% ditentukan laju alirnya untuk
dikonversi menjadi viskositas intrinsik [η¿ menggunakan persamaan
Huggins dengan harga konstanta Huggins k’ yang telah diperoleh dari
kitosan A. Viskositas intrinsik yang diperoleh digunakan untuk
menentukan berat molekul masing-masing kitosan tersebut berdasarkan
persamaan Mark-Houwink :[ η ]=K M α, dengMark-Houwink K dan α ini
masing-masing 1,81 ×10−8cm3/ g dan 0,93
C. Hasil Penelitian
Gugus fungsional Kitin dan Kitosan
4
λ¿) Gugus fungsional
3441,0 Vibrasi ulur –OH
2924,1 Vibrasi ulur -CH2- simetri
1651,1 Vibrasi ulur -C=O
1157,3 Vibrasi ulur -C-O
3271,3
3109,2
1627,9
Vibrasi tekuk N-H mengindikasikan
adanya N-asetil terkonjugasi
1558,5
1311,6
Vibrasi ulur –NH dan vibrasi tekuk –CN
dari gugus N-asetil
1028,1 Vibrasi ulur simetris C-O-C
1072,4 Vibrasi ulur asimetris cincin glukosamin
Penurunan pita pada 2924,1 cm-1 yang mengindikasikan berkurangnya
sebagian senyawa pengotor ang mengandung gugus metilen akibat
perlakuan depigmentasi. Senyawa yang lepas tersebut kemungkinan
merupakan senyawa karotenoid yang memebrikan warna seperti
asthaxantin. Hal ini didukung dengan terjadinya perubahan warna kitin
menjadi lebih putih secara signifikan. (gambar 2).
Spektra IR kitosan (gambar 3) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
pita serapan yang signifikan pada ketiga jenis kitosan A,B, dan C. Hal
5
ini menunjukkan bahwa regenerasi larutan NaOH pada proses
deasetilasi tidak mempengaruhhi gugus fungsional kitosan yang
dihasilkan.
Spektra IR kitosan jika dibandingkan dengan spektra IR kitin
depigmentasi (gambar 4) teramati adanya beberapa perbedaan, yaitu:
hilangnya pita serapan pada 3263 cm-1, 3109,2 cm-1, 1558,6 cm-1 dan
1627,9 cm-1 serta hilangnya serapan pada 1311,6 cm-1 mengindikasikan
hilangnya gugus asetil dan munculnya pita serapanpada 1597,1 cm-1
yang merupakan akibat adanya vibrasi tekuk N-H dan R-NH2 yang
mengindikasikan meningkatnya derajat deasetilasi.
6
Derajat Deasetilasi dan Berat Molekul Kitin dan Kitosan
Sampel DD (%) MW (Da)
Kitin tanpa
depigmentasi
40,17 -
Kitin depigmentasi 40,36 -
Kitosan A 76,48 365,154
Kitosan B 79,60 318,738
Kitosan C 84,16 340,078
Seperti yag terlihat pada tabel, derajat deasetilasi kitosan A<kitosan
B<kitosan C. Hal ini menunjukkan bahwa regenerasi NaOH sgnifikan
meningkatkan efektivitas proses deasetilasi.
Berdasarkan data tabel 1, harga berat molekul kitosa A, kitosan B dan
kitosan C yang diperoleh relatif hampir sama.
8
PEMBAHASAN
Kitin adalah senyawa polisakarida terbesar kedua di bumi
setelahselulosa dan menjadi bahan utama pembentuk cangkang hewan
seperti kulit udang, kepiting, rajungan, kalajengking, cumi-cumi,
serangga, laba-laba, ulat sutera, dan gurita.
Kitin merupakan polimer yang layak menjadi material fungsional
sebab memiliki keunggulan dalam hal biokompabilitas,
biodegradabilitas, non toksik dan sifat adsorpsinya. Akan tetapi,
biofungsional kitin dibatasi oleh proses kelarutannya. Keterbatasan
kelarutan ini dapat diatasi dengan mengkonversinya menjadi kitosan
dan turunannya sehingga potensi aplikasi biomaterial ini menjadi
terbuka lebar.
Karakteristik Kitosan yang digunakan sebagai parameter aplikasi
adalah derajat deasetilasi dan berat molekulnya. Keduanya sangat
ditentukan oleh proses kitosan tersebut.
Kitosan dengan derajat deasetilasi yang bervariasi tetapi berat
molekul relatif sama dibuat dengan meminimalisasi degradasi rantai
polimer pada saat N-deasetilasi dengan memberi perlakuan
mengunakan nitrogen, penambahan EDTA atau NaBH4.
A. Jenis Polimer
a. Kitin adalah polisakarida struktural yang digunakan untuk menyusun
eksoskeleton dari artropoda (serangga, laba-laba, krustase, dan hewan-
hewan lain sejenis). Kitin tergolong homopolisakarida linear yang
tersusun atas residu N-asetilglukosamin pada rantai beta dan memiliki
monomer berupa molekul glukosa dengan cabang yang mengandung
nitrogen. Kitin mempunyai nama lain ß-1(1-4)-2-asetamida-2-dioksi-
D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin). Rumus molekulnya
(C8H13NO5)n. Gambar struktur kitin adalah sebagai berikut :
9
Gambar 1. Struktur kitin
Jenis : berdasarkan strukturnya : homopolimer
berdasarkan jenis monomernya : polimer alam
b. Kitosan (bahasa Inggris: Chitosan), pertama kali ditemukan oleh
Rouget pada 1859, adalah iopolymer polisakarida penting dan sangat
melimpah. Kitosan merupakan suatu senyawa poli (N-amino-2
deoksi β-Dglukopiranosa) yang banyak terdapat di alam.
Polimer kitosan dapat terbentuk dari berbagai tingkat deasetilasi.
Kitosan secara alami ditemukan paada dinding sel fungi kelas
Zygomycetes dan pada kutikula serangga. Informasi mengenai peran
biologis kitosan didapat dari penelitian menggunakan model khamir
Saccharomyces cerevisiae.
Kitosan dengan rumus molekul (C6H11NO2)n adalah hasil hidrolisis
kimiawi maupun enzimatik dari senyawa Kitin. Kitosan merupakan
kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya melalui proses
deasetilasi. Nama lainnya adalah 2-amino-2-deoksi-D-glukosa.
Gambar struktur kitosan ditunjukkan oleh gambar berikut :
Gambar 2. Struktur kitosan
10
Jenis : berdasarkan jenis monomernya : homopolimer
berdasarkan asalnya : polimer modifikasi
B. Zat aditif pada polimer dan fungsinya
Preparasi kitosan dilakukan dalam beberapa tahap dengan menggunakan
beberapa bahan kimia, tahap-tahapnya adalah sebagai berikut :
1. Demineralisasi
Mineral dalam kulit udang dapat mencapai 40-50% berat bahan
keringnya. Mineral ini terutama berupa CaCO3 yang berikatan secara
fisik dengan kitin. Kalsium karbonat dapat dihilangkan dengan
perlakuan dalam asam klorida encer pada suhu kamar. Persamaan
reaksinya adalah sebagai berikut :
CaCO3 (s) + 2 HCl(aq) CaCl2 (s) + H2O (l) + CO2 (g)
Ca3(PO4)2 (s) + 4 HCl (l) 2 CaCl2 (s) + Ca(H2PO4)2 (l)
2. Deproteinasi
Pada prinsipnya deproteinasi adalah memisahkan antara protein dan
kitin. Umumnya dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH 2-
3% suhu 63-65 0C dalam waktu 1-2 jam.
3. Deasetilasi
Deasetilasi merupakan proses pengubahan gugus asetil pada kitin
menjadi gugus amina dengan penambahan NaOH pekat, atau larutan
basa kuat berkonsentrasi tinggi.
Mekanisme reaksinya :
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Derajat deasetilasi kitosan A (deasetilasi 1x3 jam)<derajat deasetilasi
kitosan B(deasetilasi 2x1,5 jam)<derajat deasetilasi kitosan C (3x1
jam)
b. Berat molekul kitosan A, kitosan B dan kitosan C relatif tidak
berbeda.
c. Deasetilasi bertahap efektif meningkatkan derajat deasetilasi kitosan
yang diperoleh dibandingkan deasetilasi kitin secara kontinyu
dengan total waktu yang sama.
B. Rekomendasi Kelanjutan
Preparasi kitosan secara bertahap telah dilakukan.
Selanjutnya dapat dilakukan penelitian untuk
mempelajari pengaruh proses deasetilasi kitin secara
bertahap terhadap derajat deasetilasi dan massa
molekul kitosan. Kitosan dikarakterisasi untuk
mengetahui gugus fungsi dan derajat deasetilasi secara
spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dan
Nuclear Magnetic Resonance (NMR 1H), massa molekul
dengan kromatografi permeasi gel (GPC).
C. Komentar
Penelitian mengenai preparasi kitosan melalui destilasi kitin secara
bertahap ini masih terbilang cukup sederhana dan dapat ditindaklanjuti
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa kitin dan
kitosan. Penelitian yang lebih lanjut dapat mengungkap manfaat dan
fungsi dari kitosan bagi kehidupan manusia.
Sebagai polimer alam yang tersedia dalam jumlah melimpah di
alam sudah seyogyanya kitin mendapatkan perhatian lebih untuk
ditingkatkan aplikasinya dalam kehidupan.
13