presentasi kasus diabetes2
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
ULKUS DIABETIK PEDIS SINISTRA
Pembimbing:
dr. Ma’mun, Sp. PD
Disusun oleh:
Tessa Septian A. G1A212114
Saidatun Nisa G1A212116
Saddam Husein G1A212138
SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS KECIL
Ulkus Diabetik Pedis Sinistra
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Disusun Oleh :
Tessa Septian A. G1A212114
Saidatun Nisa G1A212116
Saddam Husein G1A212138
Pada tanggal, Oktober 2013
Mengetahui
Pembimbing,
dr. Ma’mun , Sp. PD
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,
ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya.
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366
juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.
Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh
meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.
Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat
penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati
maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga
pembuluh darah tungkai bawah.
Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi
dengan mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberculosis paru dan infeksi
kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes. Salah
satu komplikasi kronis diabetes yang sering di temui adalah komplikasi kaki
diabetes, yang akan menjadi topik bahasan utama kali ini. Kaki diabetik adalah
segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang di sebabkan oleh diabetes
melitus.
Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes pada
bagian kaki, terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat
membedakan suhu dan rasa sakit.
Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan
kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler serta
infeksi. Dengan adanya neuropati dan atau iskemia maka trauma yang minimal
saja dapat menyebabkan ulkus pada kulit dan gangguan penyembuhan lukanya
hingga dapat membawa ke arah amputasi tungkai bawah.
BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny.I
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ledug, Kembaran
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Tgl. Masuk RS : 15 September 2013
Tgl Periksa : 19 September 2013
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis)
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama : Luka di tungkai kaki kiri
b. Onset : 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
c. Kuantitas : Terus menerus sepanjang hari, tidak membaik
d. Kualitas : Luka mengeluarkan cairan kemerahan bercampur
nanah, berair serta berbau.
e. Faktor memperingan : -
f. Faktor memperberat : -
g. Progresivitas : Luka semakin hari semakin membusuk, bernanah,
dan mengeluarkan bau.
h. Keluhan penyerta : Demam, kedua kaki dan tangan kesemutan.
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan luka di tungkai
kaki kiri sejak 1bulan sebelum masuk rumah sakit. Luka dirasakan
terus menerus sepanjang hari, tidak membaik, dan semakin hari makin
membusuk dan menimbulkan bau. Pasien tidak mengetahui pencetus
terjadinya luka. Awalnya timbul seperti mata ikan di telapak kaki
sebesar kelereng, terasa nyeri, lalu semakin lama semakin besar
sampai sebesar bola tenis dan 3 minggu sebelum masuk rumah sakit
luka pecah dan mengeluarkan cairan kemerahan bercampur nanah.
Luka tersebut berair serta berbau. Selain luka pada tungkai kaki kiri,
Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Demam tidak tinggi, terus menerus, dan tidak menggigil.
Kedua tangan dan kaki kesemutan sering dialami pasien, namun
dirasakan semakin meningkat. Pasien juga mengeluhkan sering
kecing merasa lapar, haus, dan BAK. siang maupun di malam hari.
Tidak ada keluhan lain pada BAK dan BAB.
Pasien terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 sejak tahun 2008.
Pasien menjalani pengobatan di RS Margono Soekarjo, namun jarang
kontrol.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat DM : ada, tidak terkontrol
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat alergi ` : disangkal
3. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat hipertensi : ada
c. Riwayat DM : ada
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat alergi ` : disangkal
4. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan tidak bekerja, Kegiatan
sehari-hari pasien adalah mengerjakan pekerjaan rumah. Pasien tinggal
dengan suami pasien dan dua orang anaknya.
b. Diet
Pasien makan 3 kali sehari dengan jumlah yang banyak, komposisi
sayur lauk cukup. Pasien gemar makan dan minuman yang manis.
c. Drug
Pasien awalnya rutin mengkonsumsi obat dari dokter, namun 2 tahun
terakhir jarang kontrol.
d. Habit
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.
III.OBYEKTIF
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis dengan GCS 15 (E=4, V=5, M=6).
c. Tanda Vital
1) Tekanan Darah : 100/70 mmHg
2) Nadi : 84 x/menit
3) Pernapasan : 20 x/menit
4) Suhu (Peraksiller) : 36,9 °C
IV.PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala : Simetris, mesocephal
2) Rambut : Distribusi merata
3) Venektasi temporal : tidak ada
b. Pemeriksaan mata
1) Konjungtiva :Anemis (-/-)
2) Sklera : Ikterik (-/-)
3) Palpebra : Oedem (-/-)
4) Reflek cahaya langsung/tidak langsung : (+/+) / (+/+)
c. Pemeriksaan telinga
1) Simetris
2) Kelainan bentuk : (-)
3) Discharge : (-)
d. Pemeriksaan Hidung
1) Discharge : (-)
2) Nafas Cuping Hidung : (-)
e. Pemeriksaan mulut
1) Bibir sianosis : (-)
2) Lidah sianosis : (-)
3) Lidah kotor : (-)
f. Pemeriksaan leher
1) Trakhea di tengah
2) Perbesaran kelenjar tiroid : (-)
3) Perbesaran limfonodi : (-)
4) Peningkatan JVP : (-)
g. Pemeriksaan Thorax
P ulmo
1) Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak
(-)
2) Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan sama dengan
kiri.
Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan
kiri.
3) Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar
di SIC V linea midclavikula dekstra.
4) Auskultasi : Suara dasar : vesikuler (+)
Suara tambahan : wheezing (-), RBH (-),
RBK(-)
Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak, pulsasi epigastrium
(+).
2) Palpasi : Ictus cordis di SIC VI LMC sinistra dan tidak
kuat angkat.
3) Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPS dekstra,
Batas kiri atas SIC II LPS sinistra,
Batas kanan bawah SIC IV 2 jari lateral LPS
dekstra.
Batas kiri bawah SIC V 2 jari medial LMC
sinistra.
4) Auskultasi : M1>M2, T1>T2, P1<P2, A1<A2, reguler,
murmur (-), gallop (-).
Abdomen
1) Inspeksi : Cembung, jaringan parut (-), tampak tegang,
2) Auskultasi : Bising usus (+) normal.
3) Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jari (± 2,5 cm)
di bawah arcus costa dextra, lien tidak teraba
4) Perkusi : Timpani, pekak
alih (-), pekak sisi (-)
h. Pemeriksaan Ekstremitas
1) Superior dekstra/sinistra : Oedem (-/-)
2) Inferior dekstra/sinistra : Oedem (-/+)
Luka pada kaki kiri terlihat sampai tendon, terdapat pus, dan tanda-
tanda infeksi. Perabaan hangat, bengkak, kemerahan, fungsinya
menurun.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (18 September 2013)
Laboratorium
Darah rutin :
Hemoglobin : 11,7g/dl ( 14.0 – 18.0 g/dl)
Leukosit : 11430/ul (4800 – 10800/ul)
Hematokrit : 34% (42 – 52 %)
Eritrosit : 4.1jt/ul (4.7 -6.1 jt/ul)
Trombosit : 194000/ul (150000 – 450000/ul)
MCV : 82,0 fl (79-99 fl)
MCH : 28,5 pgr (27-31 pgr)
MCHC : 34,7 % (33-37 %)
Hitung Jenis Leukosit
Basofil : 0.2 (0 – 1)
Eosinofil : 0,1 (2 – 4)
Batang : 0.0 (2 – 5)
Segmen : 76,2 (40 -70)
Limfosit : 11,0 (25 – 40)
Monosit : 12,5 (2 – 8)
Kimia Klinik :
Ureum darah : 39 mg/dl (14,98 – 38,52 mg/dl)
Kreatinin darah : 0,86 mg/dl (0,6 – 1,0 mg/dl)
Glukosa sewaktu : 220 mg/dl
GDP : 266 mg/dL
GD2PP : 128 mg/dL
HbA1C : 12,7%
Natrium : 139 mmol/L
Kalium : 4.4 mmol/L
Klorida : 105 mmol/L
VI.DIAGNOSIS KERJA
Ulkus Diabetik Pedis Sinistra
VII. USULAN
a. Lab urine lengkap
b. EKG
c. Rontgen pedis
VIII. TERAPI
a. Non Farmakologis
1) Mengikuti pola makan diet DM
2) Teratur konsumsi obat DM dan cek gula darah berkala
3) Melakukan perawatan kaki secara berkala
b. Farmakologi
1) IVFD RL 30 tpm
2) Inj Metronidazole 2x500 mg drip
3) Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr (IV)
4) PO. Metformin 3x500 mg
5) PO Glimepiride 1-0-0
6) PO Paracetamol 3x500 mg (k/p)
X. Prognosis
a. Ad Vitam : Dubia ad bonam
b. Ad Fungsionam : Dubia ad malam
c. Ad Sanastionam: Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
B. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA),
2005, yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering
kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi
pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam
darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM
type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM
setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta :
Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF-4α (dahulu MODY 1)
Kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY 4)
Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
DNA Mitochondria
lainnya
b. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism,
sindrom Rabson Mendenhall, dan diabetes lipoatrofik.
c. Penyakit Eksokrin Pankreas : pancreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus,
lainnya.
d. Endokrinopati : akromegali, sindrom chusing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
e. Karena Obat / zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon
alfa, lainnya.
f. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya.
g. Sindroma genetik lain: sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turner,
sindrom wolfram’s, ataksia friedreich’s, chorea Huntington, sindrom
Laurence-moon-biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom prader willi,
lainnya.
2) DM Kehamilan / Gestasional
C. Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366
juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika
Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan
berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia
menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita
melakukan pemeriksaan secara teratur.
D. Patogenesis
a. Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses
autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan
patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap
penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini
merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat
terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah
monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan
sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah
perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel
asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun
seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).
Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat
dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal
walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase
kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi
insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia
setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi
insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.
DM tipe II disebabkan dari predisposisi genetik dan atau obesitas.
DM tipe II diakibatkan karenan gangguan sekresi insulin menyebabkan
penurunan konsentrasi insulin. Genetik etiologi yang paling sering adalah
karena defek primer keberadaan sel beta, sedangkan pada obesitas terjadi
resistensi insulin pada jaringan-jaringan perifer. konsentrasi insulin yang
rendah dalam darah menyebabkan glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel.
Kondisi tersebut menyebabkan kondisi hiperglikemia (kadar glukosa yang
berlebihan). Jika berlanjut dapat menyebabkan hiperosmolaritas yang menjadi
dehidrasi sel. Apabila dehidrasi sel terjadi di otak, dapat menyebabkan kejang.
Selain itu hiperosmolaritas menyebabkan osmotic diuresis sehingga terjadi
poliuri, polidipsi dan gangguan elektrolit. Glukosa yang tidak masuk ke sel,
menyebabkan sel-sel tubuh kekurangan energy sehingga terjadi polifagi.
Diabetes Mellitus (DM) berdampak pada multisistem organ tubuh.
Hiperglikemia mengakibatkan peningkatan fibrinogen dan peningkatan
reaktivitas trombosit sehingga terjadi peningkatan agregasi eritrosit atau
terjadi peningkatan viskositas vaskuler. Viskositas darah yang meningkat
dapat menyebabkan trombosis, trombosis memperlambat aliran darah ke
tingkat sel, akibatnya terjadi hipoksia pada sel dan berakhir menjadi
nekrosis.Trombosit dapat juga diakibatkan karena kerusakan makro
(makroangiopati) dan atherosclerosis.
Atherosklerosis menyebabkan menyempitkan diameter pembuluh
darah dan pembentukan foam yang bergabung dengan koleterol dan plaque
atheroma sehingga menyebabkan trombosis dan menggganggu pemasukan
oksigen oleh sel dan berujung pada nekrosis. Proses mikroangiopati
berperan dalam proses terjadinya ulkus diabetikum. Neuropati merupakan
manifestasi klinis dari gangguan peredaran darah mikro. 3 hal yang
mendasari neuropati yaitu neuropati autonomik, neuropati motorik dan
neuropati sensorik. Gangguan dari neuropati autonomik yaitu
berkurangnya aktivitas glandula pseudorifera dan glandula sebasea
sehingga kulit kering, terjadi kolaps sendi. Neuropati sensoris yaitu
hilangnya sensasi kepekaan terhadap rangsang, antara lain trauma,
mekanis, termal dan kimiawi. Neuropati motorik juga terjadi sehinggaa
terjadi atropi otot. Proses diatas merupakan proses terjadinya ulkus
diabetikum pada seorang diabetisi, ulkus diabetikum berpeluang besar
berkembang menjadi infeksi sekunder sehingga memerlukan perawatan
luka secara intensif.
F. Diagnosis
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM
seperti di bawah ini:
1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitive dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO
sulit untuk dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
G. Terapi
1. Terapi Farmakologis
a. Obat hipoglikemik oral
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
3. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
5. DPP-IV inhibitor
b. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetik
2. Terapi Non Farmakologis
a. Mengikuti pola makan sehat
b. Meningkatkan aktivitas jasmani
c. Teratur dalam mengkonsumsi obat
d. Melakukan perawatan kaki secara berkala
H. Komplikasi
Komplikasi Akut:
1. Ketoasidosis diabetik (KAD) = GD 300-600 mg/dL
2. Status Hiperglikemia Hiperosmolar (SHH) = GD 600-1200 mg/Dl
3. Hipoglikemia GD <60 mg/dL (ex: karena minum obat penurun gula terlalu
banyak: paling sering golongan sulfonylurea atau menyuntik insulin terlalu
banyak).
Komplikasi Kronik:
1. Jantung koroner (pembuluh darah jantung)
2. Luka iskemik pada kaki (pembuluh darah tepi)
3. Stroke (pada otak)
4. Mikroangiopati retina (pembuluh darah kecil) menyebabkan kebutaan
5. Nefropati diabetikum (pembuluh darah ginjal)
6. Baal pada ujung jari (saraf perifer)
7. Ulkus pedis
I. Ulkus Kaki Diabetik
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana
seperti klasifikasi Edmonds dari King’s College Hospital London, Klasifikasi
Liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait
dengan pengelolaan kaki diabetes dan juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks
tetapi juga lebih mengacu pada pengelolaan kaki diabetes.
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer
sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan
yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangrene diabetik
yang sudah terjadi). Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasar
risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul.
Penggolongan kaki diabetes menurut risiko terjadinya masalah (Frykberg):
a. Sensasi normal tanpa deformitas
b. Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
c. Insensitivitas tanpa deformitas
d. Iskemia tanpa deformitas
e. Kombinasi/complicated.
Gambar 3. Derajat ulkus kaki diabetik
Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko
tersebut. Peran ahli rehabilitasi medis terutama dari segi ortotik sangat besar pada
usaha pencegahan terjadinya ulkus. Dengan memberikan alas kaki yang baik,
berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.
Pencegahan sekunder dilakukan dengan kontrol metabolik dan kontrol
vaskular. Kontrol metabolik harus memperhatikan kadar glukosa darah yang
diusahakan agar senormal mungkin untuk memperbaiki berbagai faktor terkait
hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan
insulin untuk menormalisasi kadar glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan
dan diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai hal
lain juga harus diperhatikan seperti albumin serum, kadar Hb, dan oksigenasi
jaringan.
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan pasien
dan juga sesuai dengan kondisi pasien. kelainan pembuluh darah perifer dikenali
dengan cara sederhana seperti melihat dari warna, suhu kulit, perabaan arteri
dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan
darah.
J. Prognosis
Prognosis pada orang dengan diabetes mellitus tipe 2 bervariasi, tergantung
pada ada tidaknya komplikasi dan seberapa parah tingkat komplikasinya.
Serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal dapat mempercepat kematian.
Kecacatan juga dapat terjadi seperti kebutaan, amputasi, penyakit jantung, stroke,
dan kerusakan pada saraf dapat terjadi. Beberapa penderita DM 2 yang
mempunyai komplikasi gagal ginjal menjadi tergantung pada pengobatan
hemodialisis.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Ulkus kaki diabetik adalah ulkus akibat mikroangiopatik. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah sehingga terjadi
manifestasi klinis dari neuropati autonomik, sensoris dan motoris.
2. Gejala klinis dari ulkus kaki diabetik adalah berkurangnya keringat, kulit
kering, kolaps sendi, ketidakpekaan rangsang pada berbagai trauma
mekanis, termal, kimia dan terjadi atropi otot.
3. Cara mendiagnosis DM terdiri dari gejala klinis utama dan pemeriksaan
laboratorium darah , GDP, GDS, TTGO dan HbA1c, sedang diagnosis
Ulkus kak diabetik adalah menurut penggolongan kaki diabetes menurut
risiko terjadinya masalah menurut Frykberg.
4. Terapi M tipe II berupa farmakologi (Obat Hipoglikemik Oral dan Insulin)
dan non farmakologi
5. Komplikasi dari DM tipe II berupa komplikasi akut (KAD, SHH,
Hipoglikemia) dan komplikasi kronik (makroangiopati dan mikroangiopati).
DAFTAR PUSTAKA
Arora S, Pomposelli F, LoGerfo FW, Veves A. Cutaneous microcirculation in the neuropathic diabetic foot improves significantly but not completely after successful lower extremity revascularization. J Vasc Surg. Mar 2002;35(3):501-5.
Boulton AJ, Kirsner RS, Vileikyte L. Clinical practice. Neuropathic diabetic foot ulcers. N Engl J Med. Jul 1 2004;351(1):48-55.
John H. Karam, MD, Peter H. Forsham,MD Hormon-Hormon Pankreas & Diabetes Melitus. Editor. Endokrinologi dasar & klinik bab XV, Edisi IV, Jakarta, EGC; 1998.p. 781 – 808.
Price, A.S (2005). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
(edisi 4), Jakarta: EGC
Tjokroprawiro Askandar. Angiopati Diabetik, dalam Noer Sjaifoellah, Waspadji Sarwono, Rachman A, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi III, Jakarta, BP FKUI; 2001.p. 601 – 616.
Waspadji Sarwono. Gambaran Klinis, Diabetes Melitus, dalam Noer Sjaifoellah, Rachman A, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,Edisi III, Jakarta, BP FKUI, 2001.p. 586 – 589.