presentasi kasus diabetes2

33
PRESENTASI KASUS ULKUS DIABETIK PEDIS SINISTRA Pembimbing: dr. Ma’mun, Sp. PD Disusun oleh: Tessa Septian A. G1A212114 Saidatun Nisa G1A212116 Saddam Husein G1A212138 SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO

Upload: cheeca1

Post on 28-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

ULKUS DIABETIK PEDIS SINISTRA

Pembimbing:

dr. Ma’mun, Sp. PD

Disusun oleh:

Tessa Septian A. G1A212114

Saidatun Nisa G1A212116

Saddam Husein G1A212138

SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2013

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL

Ulkus Diabetik Pedis Sinistra

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter

di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun Oleh :

Tessa Septian A. G1A212114

Saidatun Nisa G1A212116

Saddam Husein G1A212138

Pada tanggal, Oktober 2013

Mengetahui

Pembimbing,

dr. Ma’mun , Sp. PD

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,

ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,

defek kerja insulin atau keduanya.

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global

diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366

juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di

dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika

Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan

diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan

berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia

menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur.

Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh

meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.

Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat

penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati

maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga

pembuluh darah tungkai bawah.

Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi

dengan mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberculosis paru dan infeksi

kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes. Salah

satu komplikasi kronis diabetes yang sering di temui adalah komplikasi kaki

diabetes, yang akan menjadi topik bahasan utama kali ini. Kaki diabetik adalah

segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang di sebabkan oleh diabetes

melitus.

Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan

komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes pada

bagian kaki, terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat

membedakan suhu dan rasa sakit.

Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan

kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler serta

infeksi. Dengan adanya neuropati dan atau iskemia maka trauma yang minimal

saja dapat menyebabkan ulkus pada kulit dan gangguan penyembuhan lukanya

hingga dapat membawa ke arah amputasi tungkai bawah.

BAB II

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny.I

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Ledug, Kembaran

Pekerjaan : Tidak bekerja

Agama : Islam

Tgl. Masuk RS : 15 September 2013

Tgl Periksa : 19 September 2013

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis)

1. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Keluhan utama : Luka di tungkai kaki kiri

b. Onset : 1 bulan sebelum masuk rumah sakit

c. Kuantitas : Terus menerus sepanjang hari, tidak membaik

d. Kualitas : Luka mengeluarkan cairan kemerahan bercampur

nanah, berair serta berbau.

e. Faktor memperingan : -

f. Faktor memperberat : -

g. Progresivitas : Luka semakin hari semakin membusuk, bernanah,

dan mengeluarkan bau.

h. Keluhan penyerta : Demam, kedua kaki dan tangan kesemutan.

Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan luka di tungkai

kaki kiri sejak 1bulan sebelum masuk rumah sakit. Luka dirasakan

terus menerus sepanjang hari, tidak membaik, dan semakin hari makin

membusuk dan menimbulkan bau. Pasien tidak mengetahui pencetus

terjadinya luka. Awalnya timbul seperti mata ikan di telapak kaki

sebesar kelereng, terasa nyeri, lalu semakin lama semakin besar

sampai sebesar bola tenis dan 3 minggu sebelum masuk rumah sakit

luka pecah dan mengeluarkan cairan kemerahan bercampur nanah.

Luka tersebut berair serta berbau. Selain luka pada tungkai kaki kiri,

Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Demam tidak tinggi, terus menerus, dan tidak menggigil.

Kedua tangan dan kaki kesemutan sering dialami pasien, namun

dirasakan semakin meningkat. Pasien juga mengeluhkan sering

kecing merasa lapar, haus, dan BAK. siang maupun di malam hari.

Tidak ada keluhan lain pada BAK dan BAB.

Pasien terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 sejak tahun 2008.

Pasien menjalani pengobatan di RS Margono Soekarjo, namun jarang

kontrol.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

b. Riwayat hipertensi : disangkal

c. Riwayat DM : ada, tidak terkontrol

d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

f. Riwayat alergi ` : disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

b. Riwayat hipertensi : ada

c. Riwayat DM : ada

d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

f. Riwayat alergi ` : disangkal

4. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Occupational

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan tidak bekerja, Kegiatan

sehari-hari pasien adalah mengerjakan pekerjaan rumah. Pasien tinggal

dengan suami pasien dan dua orang anaknya.

b. Diet

Pasien makan 3 kali sehari dengan jumlah yang banyak, komposisi

sayur lauk cukup. Pasien gemar makan dan minuman yang manis.

c. Drug

Pasien awalnya rutin mengkonsumsi obat dari dokter, namun 2 tahun

terakhir jarang kontrol.

d. Habit

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.

III.OBYEKTIF

a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

b. Kesadaran : Compos mentis dengan GCS 15 (E=4, V=5, M=6).

c. Tanda Vital

1) Tekanan Darah : 100/70 mmHg

2) Nadi : 84 x/menit

3) Pernapasan : 20 x/menit

4) Suhu (Peraksiller) : 36,9 °C

IV.PEMERIKSAAN FISIK

a. Pemeriksaan kepala

1) Bentuk kepala : Simetris, mesocephal

2) Rambut : Distribusi merata

3) Venektasi temporal : tidak ada

b. Pemeriksaan mata

1) Konjungtiva :Anemis (-/-)

2) Sklera : Ikterik (-/-)

3) Palpebra : Oedem (-/-)

4) Reflek cahaya langsung/tidak langsung : (+/+) / (+/+)

c. Pemeriksaan telinga

1) Simetris

2) Kelainan bentuk : (-)

3) Discharge : (-)

d. Pemeriksaan Hidung

1) Discharge : (-)

2) Nafas Cuping Hidung : (-)

e. Pemeriksaan mulut

1) Bibir sianosis : (-)

2) Lidah sianosis : (-)

3) Lidah kotor : (-)

f. Pemeriksaan leher

1) Trakhea di tengah

2) Perbesaran kelenjar tiroid : (-)

3) Perbesaran limfonodi : (-)

4) Peningkatan JVP : (-)

g. Pemeriksaan Thorax

P ulmo

1) Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak

(-)

2) Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan sama dengan

kiri.

Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan

kiri.

3) Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar

di SIC V linea midclavikula dekstra.

4) Auskultasi : Suara dasar : vesikuler (+)

Suara tambahan : wheezing (-), RBH (-),

RBK(-)

Jantung

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak, pulsasi epigastrium

(+).

2) Palpasi : Ictus cordis di SIC VI LMC sinistra dan tidak

kuat angkat.

3) Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPS dekstra,

Batas kiri atas SIC II LPS sinistra,

Batas kanan bawah SIC IV 2 jari lateral LPS

dekstra.

Batas kiri bawah SIC V 2 jari medial LMC

sinistra.

4) Auskultasi : M1>M2, T1>T2, P1<P2, A1<A2, reguler,

murmur (-), gallop (-).

Abdomen

1) Inspeksi : Cembung, jaringan parut (-), tampak tegang,

2) Auskultasi : Bising usus (+) normal.

3) Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jari (± 2,5 cm)

di bawah arcus costa dextra, lien tidak teraba

4) Perkusi : Timpani, pekak

alih (-), pekak sisi (-)

h. Pemeriksaan Ekstremitas

1) Superior dekstra/sinistra : Oedem (-/-)

2) Inferior dekstra/sinistra : Oedem (-/+)

Luka pada kaki kiri terlihat sampai tendon, terdapat pus, dan tanda-

tanda infeksi. Perabaan hangat, bengkak, kemerahan, fungsinya

menurun.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG (18 September 2013)

Laboratorium

Darah rutin :

Hemoglobin : 11,7g/dl ( 14.0 – 18.0 g/dl)

Leukosit : 11430/ul (4800 – 10800/ul)

Hematokrit : 34% (42 – 52 %)

Eritrosit : 4.1jt/ul (4.7 -6.1 jt/ul)

Trombosit : 194000/ul (150000 – 450000/ul)

MCV : 82,0 fl (79-99 fl)

MCH : 28,5 pgr (27-31 pgr)

MCHC : 34,7 % (33-37 %)

Hitung Jenis Leukosit

Basofil : 0.2 (0 – 1)

Eosinofil : 0,1 (2 – 4)

Batang : 0.0 (2 – 5)

Segmen : 76,2 (40 -70)

Limfosit : 11,0 (25 – 40)

Monosit : 12,5 (2 – 8)

Kimia Klinik :

Ureum darah : 39 mg/dl (14,98 – 38,52 mg/dl)

Kreatinin darah : 0,86 mg/dl (0,6 – 1,0 mg/dl)

Glukosa sewaktu : 220 mg/dl

GDP : 266 mg/dL

GD2PP : 128 mg/dL

HbA1C : 12,7%

Natrium : 139 mmol/L

Kalium : 4.4 mmol/L

Klorida : 105 mmol/L

VI.DIAGNOSIS KERJA

Ulkus Diabetik Pedis Sinistra

VII. USULAN

a. Lab urine lengkap

b. EKG

c. Rontgen pedis

VIII. TERAPI

a. Non Farmakologis

1) Mengikuti pola makan diet DM

2) Teratur konsumsi obat DM dan cek gula darah berkala

3) Melakukan perawatan kaki secara berkala

b. Farmakologi

1) IVFD RL 30 tpm

2) Inj Metronidazole 2x500 mg drip

3) Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr (IV)

4) PO. Metformin 3x500 mg

5) PO Glimepiride 1-0-0

6) PO Paracetamol 3x500 mg (k/p)

X. Prognosis

a. Ad Vitam : Dubia ad bonam

b. Ad Fungsionam : Dubia ad malam

c. Ad Sanastionam: Dubia ad malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus

sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat

dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin.

B. Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA),

2005, yaitu :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat

kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering

kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar

penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi

pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar

insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin

untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam

darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM

type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM

setelah usia 30 tahun.

3. Diabetes Melitus Tipe lain

a. Defek genetik fungsi sel beta :

Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3)

Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

Kromosom 20, HNF-4α (dahulu MODY 1)

Kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY 4)

Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)

Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)

DNA Mitochondria

lainnya

b. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism,

sindrom Rabson Mendenhall, dan diabetes lipoatrofik.

c. Penyakit Eksokrin Pankreas : pancreatitis, trauma/pankreatektomi,

neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus,

lainnya.

d. Endokrinopati : akromegali, sindrom chusing, feokromositoma,

hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.

e. Karena Obat / zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,

hormone tiroid, diazoxid, agonis β adrenergic, tiazid, dilantin, interferon

alfa, lainnya.

f. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya.

g. Sindroma genetik lain: sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turner,

sindrom wolfram’s, ataksia friedreich’s, chorea Huntington, sindrom

Laurence-moon-biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom prader willi,

lainnya.

2) DM Kehamilan / Gestasional

C. Prevalensi

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global

diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366

juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di

dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika

Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan

diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan

berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia

menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur.

D. Patogenesis

a. Diabetes mellitus tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel

pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses

autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan

patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap

penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini

merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat

terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah

monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan

sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. Tahap kelima adalah

perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel

asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun

seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.

b. Diabetes Melitus Tipe 2

Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin

abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).

Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat

dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal

walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase

kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi

insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia

setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi

insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.

DM tipe II disebabkan dari predisposisi genetik dan atau obesitas.

DM tipe II diakibatkan karenan gangguan sekresi insulin menyebabkan

penurunan konsentrasi insulin. Genetik etiologi yang paling sering adalah

karena defek primer keberadaan sel beta, sedangkan pada obesitas terjadi

resistensi insulin pada jaringan-jaringan perifer. konsentrasi insulin yang

rendah dalam darah menyebabkan glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel.

Kondisi tersebut menyebabkan kondisi hiperglikemia (kadar glukosa yang

berlebihan). Jika berlanjut dapat menyebabkan hiperosmolaritas yang menjadi

dehidrasi sel. Apabila dehidrasi sel terjadi di otak, dapat menyebabkan kejang.

Selain itu hiperosmolaritas menyebabkan osmotic diuresis sehingga terjadi

poliuri, polidipsi dan gangguan elektrolit. Glukosa yang tidak masuk ke sel,

menyebabkan sel-sel tubuh kekurangan energy sehingga terjadi polifagi.

Gambar 1. Patogenesis DM Tipe II

E. Patofisiologi

Gambar 2. Patofisiologi ulkus diabetikum

Diabetes Mellitus (DM) berdampak pada multisistem organ tubuh.

Hiperglikemia mengakibatkan peningkatan fibrinogen dan peningkatan

reaktivitas trombosit sehingga terjadi peningkatan agregasi eritrosit atau

terjadi peningkatan viskositas vaskuler. Viskositas darah yang meningkat

dapat menyebabkan trombosis, trombosis memperlambat aliran darah ke

tingkat sel, akibatnya terjadi hipoksia pada sel dan berakhir menjadi

nekrosis.Trombosit dapat juga diakibatkan karena kerusakan makro

(makroangiopati) dan atherosclerosis.

Atherosklerosis menyebabkan menyempitkan diameter pembuluh

darah dan pembentukan foam yang bergabung dengan koleterol dan plaque

atheroma sehingga menyebabkan trombosis dan menggganggu pemasukan

oksigen oleh sel dan berujung pada nekrosis. Proses mikroangiopati

berperan dalam proses terjadinya ulkus diabetikum. Neuropati merupakan

manifestasi klinis dari gangguan peredaran darah mikro. 3 hal yang

mendasari neuropati yaitu neuropati autonomik, neuropati motorik dan

neuropati sensorik. Gangguan dari neuropati autonomik yaitu

berkurangnya aktivitas glandula pseudorifera dan glandula sebasea

sehingga kulit kering, terjadi kolaps sendi. Neuropati sensoris yaitu

hilangnya sensasi kepekaan terhadap rangsang, antara lain trauma,

mekanis, termal dan kimiawi. Neuropati motorik juga terjadi sehinggaa

terjadi atropi otot. Proses diatas merupakan proses terjadinya ulkus

diabetikum pada seorang diabetisi, ulkus diabetikum berpeluang besar

berkembang menjadi infeksi sekunder sehingga memerlukan perawatan

luka secara intensif.

F. Diagnosis

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM

seperti di bawah ini:

1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitive dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO

sulit untuk dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

G. Terapi

1. Terapi Farmakologis

a. Obat hipoglikemik oral

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid

2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion

3. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

5. DPP-IV inhibitor

b. Suntikan

1. Insulin

2. Agonis GLP-1/incretin mimetik

2. Terapi Non Farmakologis

a. Mengikuti pola makan sehat

b. Meningkatkan aktivitas jasmani

c. Teratur dalam mengkonsumsi obat

d. Melakukan perawatan kaki secara berkala

H. Komplikasi

Komplikasi Akut:

1. Ketoasidosis diabetik (KAD) = GD 300-600 mg/dL

2. Status Hiperglikemia Hiperosmolar (SHH) = GD 600-1200 mg/Dl

3. Hipoglikemia GD <60 mg/dL (ex: karena minum obat penurun gula terlalu

banyak: paling sering golongan sulfonylurea atau menyuntik insulin terlalu

banyak).

Komplikasi Kronik:

1. Jantung koroner (pembuluh darah jantung)

2. Luka iskemik pada kaki (pembuluh darah tepi)

3. Stroke (pada otak)

4. Mikroangiopati retina (pembuluh darah kecil) menyebabkan kebutaan

5. Nefropati diabetikum (pembuluh darah ginjal)

6. Baal pada ujung jari (saraf perifer)

7. Ulkus pedis

I. Ulkus Kaki Diabetik

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana

seperti klasifikasi Edmonds dari King’s College Hospital London, Klasifikasi

Liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait

dengan pengelolaan kaki diabetes dan juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks

tetapi juga lebih mengacu pada pengelolaan kaki diabetes.

Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu

pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer

sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan

yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangrene diabetik

yang sudah terjadi). Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasar

risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul.

Penggolongan kaki diabetes menurut risiko terjadinya masalah (Frykberg):

a. Sensasi normal tanpa deformitas

b. Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi

c. Insensitivitas tanpa deformitas

d. Iskemia tanpa deformitas

e. Kombinasi/complicated.

Gambar 3. Derajat ulkus kaki diabetik

Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko

tersebut. Peran ahli rehabilitasi medis terutama dari segi ortotik sangat besar pada

usaha pencegahan terjadinya ulkus. Dengan memberikan alas kaki yang baik,

berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.

Pencegahan sekunder dilakukan dengan kontrol metabolik dan kontrol

vaskular. Kontrol metabolik harus memperhatikan kadar glukosa darah yang

diusahakan agar senormal mungkin untuk memperbaiki berbagai faktor terkait

hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan

insulin untuk menormalisasi kadar glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan

dan diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai hal

lain juga harus diperhatikan seperti albumin serum, kadar Hb, dan oksigenasi

jaringan.

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.

Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan pasien

dan juga sesuai dengan kondisi pasien. kelainan pembuluh darah perifer dikenali

dengan cara sederhana seperti melihat dari warna, suhu kulit, perabaan arteri

dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan

darah.

J. Prognosis

Prognosis pada orang dengan diabetes mellitus tipe 2 bervariasi, tergantung

pada ada tidaknya komplikasi dan seberapa parah tingkat komplikasinya.

Serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal dapat mempercepat kematian.

Kecacatan juga dapat terjadi seperti kebutaan, amputasi, penyakit jantung, stroke,

dan kerusakan pada saraf dapat terjadi. Beberapa penderita DM 2 yang

mempunyai komplikasi gagal ginjal menjadi tergantung pada pengobatan

hemodialisis.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Ulkus kaki diabetik adalah ulkus akibat mikroangiopatik. Proses

mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah sehingga terjadi

manifestasi klinis dari neuropati autonomik, sensoris dan motoris.

2. Gejala klinis dari ulkus kaki diabetik adalah berkurangnya keringat, kulit

kering, kolaps sendi, ketidakpekaan rangsang pada berbagai trauma

mekanis, termal, kimia dan terjadi atropi otot.

3. Cara mendiagnosis DM terdiri dari gejala klinis utama dan pemeriksaan

laboratorium darah , GDP, GDS, TTGO dan HbA1c, sedang diagnosis

Ulkus kak diabetik adalah menurut penggolongan kaki diabetes menurut

risiko terjadinya masalah menurut Frykberg.

4. Terapi M tipe II berupa farmakologi (Obat Hipoglikemik Oral dan Insulin)

dan non farmakologi

5. Komplikasi dari DM tipe II berupa komplikasi akut (KAD, SHH,

Hipoglikemia) dan komplikasi kronik (makroangiopati dan mikroangiopati).

DAFTAR PUSTAKA

Arora S, Pomposelli F, LoGerfo FW, Veves A. Cutaneous microcirculation in the neuropathic diabetic foot improves significantly but not completely after successful lower extremity revascularization. J Vasc Surg. Mar 2002;35(3):501-5.

Boulton AJ, Kirsner RS, Vileikyte L. Clinical practice. Neuropathic diabetic foot ulcers. N Engl J Med. Jul 1 2004;351(1):48-55.

John H. Karam, MD, Peter H. Forsham,MD Hormon-Hormon Pankreas & Diabetes Melitus. Editor. Endokrinologi dasar & klinik bab XV, Edisi IV, Jakarta, EGC; 1998.p. 781 – 808.

Price, A.S (2005). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit.

(edisi 4), Jakarta: EGC

Tjokroprawiro Askandar. Angiopati Diabetik, dalam Noer Sjaifoellah, Waspadji Sarwono, Rachman A, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi III, Jakarta, BP FKUI; 2001.p. 601 – 616.

Waspadji Sarwono. Gambaran Klinis, Diabetes Melitus, dalam Noer Sjaifoellah, Rachman A, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,Edisi III, Jakarta, BP FKUI, 2001.p. 586 – 589.