presus gaya
DESCRIPTION
presusTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
ILMU PENYAKIT DALAM
GASTROENTERITIS AKUT
Disusun oleh :
Nama: Ali Muslim Bahreisy
NIM: 20070310071
FAKULTAS KEDOKTERAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare sering disebut Gastroenteritis masih merupakan salah satu masalah
kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. Data survey tahun 2002 menunjukkan
angka kesakitannya adalah sekitar 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap
tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta
kejadian setiap tahunnya.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau
200 ml/24 jam. Menurut WHO, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di
negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan
KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
Faktor utama tingginya kejadian gastroenteritis adalah karena penggunan air yang
tidak bersih, sanitasi yang tidak memenuhi sehingga memungkinkan penyebaran agen
penginfeksi, dan kondisi fisiologis seperti malnutrisi yang menebabkan penurunan sistem
kekebalan tubuh sehingga memudahkan proses infeksi oleh agen penginfeksi.
B. Tujuan Penulisan
Untuk memahami Diare Akut berdasarkan definisi, patofisiologi, gambaran klinis,
diagnosis, serta penatalaksanaan, berdasarkan pada kasus nyata yang ada.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Nn. Ngadiyah
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Bantul
Tanggal Masuk : 19 Desember 2012
B. Anamnesa
1. Keluhan Utama
BAB cair (+), darah (+), lendir (+), lebih dari 10 kali.
2. Riwayat Penyakit sekarang
Pasien wanita umur 70 tahun datang dengan keluhan BAB cair (+), Sejak kemarin siang
lebih dari 10 kali dalam sehari, Lendir (+), Darah (+) sehari sebelum masuk RS,
Muntah cairan (+) tadi pagi 1x, Mual (+), Nyeri perut (+), Sesak nafas (-), Lemas (+).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami gejala yang serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital Sign : Tekanan Darah : 150/60 mmHg
Nadi : 96x/menit
Suhu : 39,50C
Respirasi : 32x/menit
4. Status Umum
a. Kepala : Konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), reflex cahaya
(+/+), isokor, bibir kering (+).
b. Leher : Pembesaran limfonodi (-), JVP ≠ meningkat.
c. Paru
Inspeksi : Dada simetris (+), ketinggalan gerak (-), retraksi (-).
Palpasi : Ketinggalan gerak (-), vokal fremitus kanan=kiri, tidak
ada massa.
Perkusi : Seluruh lapang paru sonor.
3
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan ronki (-),
wheezing (-).
d. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis teraba.
Perkusi : Batas jantung kiri atas SIC II prasternalis
Batas jantung kanan atas SIC II parasternal dextra
Batas jantung kiri bawah SIC V linea midclavicula
sinistra
Batas jantung kanan bawah SIC IV parasternal dextra
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-).
e. Abdomen
Inspeksi : Simetris, massa (-), sikatrik (-), venektasi (-).
Auskultasi : Bising usus ↑.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) diregio lumbal sinistra, massa (-).
Perkusi : Timpani (+), asites (-).
f. Ekstremitas : Deformitas (-), edema (-), sianosis (-), akral hangat (+).
D. Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 11,6 (4,5-10) . 103/µL
Eritrosit : 3,89 (4,5-5,5) . 106 /µL
Hemoglobin : 11,6 (14-18) g/dl
Hematokrit : 33,1 (40-54) %
Eosinofil : 91,5 (2-4)
Basofil : 31,7 (0-1)
Batang : 34,6 (2-5)
Segmen : 88 (51-67)
Trombosit : 208 (150-450) . 103 /µL
GDS : 116 (<144) mg/dl
Ureum darah : 0,57 (< 200)
SGOT : 28 0,9-1,3
SGPT : 16 < 37
Natrium : 131,6 135-148
Kalium : 3,71 3,5-5,3
Clorida : 100,5 98-107
4
E. Diagnosa Kerja
Gastroenteritis Akut
F. Terapi
Infus RL 25 tpm
Infus Metronidazole 3 x 500 mg
Injeksi Ceftriaxone 2 x 2 gr
Diaform 4 x 1
Injeksi Ranitidine 2 x 10
Metoclorpramide 3 x 1 tab
Paracetamol 3 x 500 mg
5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung dan usus yang memberikan gejala
diare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan seringkali disertai peningkatan suhu tubuh.
Gastroenteritis atau diare akut adalah kekerapan dan keenceran BAB dimana frekuensinya
lebih dari 3 kali perhari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram, dapat disertai dengan
darah atau lendir.
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari
14 hari. Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari
normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari.
Keluhan yang biasa dilaporkan pada penderita gastroenteritis bervariasi dari sakit
ringan di perut selama satu atau dua hari sampai menderita muntah dan diare selama
beberapa hari atau lebih lama. Diare dapat disebabkan oleh beberapa varian enteropatogen
yang luas, yaitu bakteri, virus, dan parasit. Manifestasi klinik tergantung pada respon
penderita terhadap infeksi yaitu infeksi asimptomatik, diare, diare dengan darah, diare
kronik, dan manifestasi ekstrainternal dari infeksi.
B. Etiologi
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit,
virus), keracunan makanan, efek obat-obatan, dll.
1. Infeksi
a. Enteral
Bakteri
Shigella sp,E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio Cholera, Yersinia Entero
Coliyca, Campylobacter Jejuni, V. Parahaemoliticus, V.NAG., Staphylococcus
Aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonan, Aeromonas, Proteus dll.
Virus
Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, Cytomegalovirus
(CMV), Echovirus, Virus HIV.
Parasit
6
Protozoa: Entamoeba Histolytica, Giardia Lamblia, Cryptosporidium Parvum,
Balantidium Coli.
Worm
A.Lumbricoides, Cacing Tambang, Trichuris Trichiura, S. Stercoralis,
Cestodiasis, dll.
Fungi
Kandida/moniliasis.
b. Parenteral : Otitis Media Akut (OMA), Pneumonia, Encephalitis.
Traveler’s diarrhea: E. Coli, Giardia Lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll.
2. Non Infeksi
a. Makanan dan Minuman
Kekurangan zat gizi; kelaparan (perut kosong) terutama bila perut kosong dalam
waktu yang cukup lama, kemudian diisi dengan makanan dan minuman dalam
jumlah banyak pada waktu yang bersamaan, terutama makanan yang berlemak,
terlalu manis, dan banyak serat.
Alergi makanan tertentu seperti protein, lemak, susu sapi, dll.
Keracunan makanan.
b. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
c. Efek obat-obatan : Terapi obat, antibiotik, kemoterapi dll.
C. Patofisiologi
Sebanyak sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal
dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan
sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di
usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari
cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150-250 ml cairan
yang akan ikut membentuk tinja.
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih mekanisme:
Diare Osmotik
Disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan
oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2),
malabsorbsi umum dan defek dalam absorbsi mukosa usus, misal pada malabsorbsi
glukosa/galaktosa.
Diare Sekretorik
7
Disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya
absorbsi. Gejala khasnya adalah diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare
tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab
diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi vibrio cholera, atau
escherichia coli.
Malabsorbsi Asam Empedu, Malabsorbsi Lemak
Didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-
penyakit saluran bilier dan hati.
Defek Sistem Pertukaran Anion/Transpor Elektrolit Aktif di Enterosit
Disebabkan adanya hambatan mekanisme transpor aktif Na+K+ATP ase di enterosit
dan absorbsi Na+ dan air yang abnormal.
Motilitas dan Waktu Transit Usus Abnormal
Disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan
absorbsi abnormal di usus halus. Penyebab gangguang motilitas antara lain karena
diabetes melitus, hipertiroid.
Gangguan Permeabilitas Usus
Disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi
membran epitel spesifik pada usus halus.
Diare Inflamatorik
Disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi
produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen,
gangguan absorbsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi
(disentri shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif).
Diare Infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare.
D. Patogenesis
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi
adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal
traktus intestinal saluran cerna seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan
juga mencakup lingkungan mikroflora usus.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan
penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampan memproduksi toksin yang
8
mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Patogenesis diare yang disebabkan infeksi
bakteri/parasit diklasifikasikan menjadi:
1. Infeksi Non-Invasi (Enterotoksigenik)
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik
atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi
enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V.
Cholera Eltor, Enterotoxigenic E. Coli (ETEC) dan C. Perfringens.
V. Cholera Eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada usus halus15-30 menit
sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan
nikotinamid adenin dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar
adenosins 3’, 5’-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation
natrium dan kalium.
2. Infeksi Invasif (Enterovasif)
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory.
Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia,
C. perfringens tipe C.
Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi.
Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan lendir dan
darah. Walau demikian infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi
sebagai suatu diare koleriformis. Kuman salmonella yang paling sering menyebabkan
diare yaitu S. Paratyphi B, Styphimurium, S. Enteriditis, S. Choleraesuis. Penyebab
parasit yang sering yaitu E. Histolitika dan G. Lamblia.
E. Manifestasi Klinis
Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari
penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang
berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga
berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota
virus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan
menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah,
dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut,
dengan feses lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam
setelah makan atau minuman yang terkontaminasi.
9
Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun,
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan bikarbonas dan
asam karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa
(pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam
karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap
hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang cepat
lebih dari 120x/mnt, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah,
muka pucat, ujung-ujung eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan
kalium, pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan sangat
dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi
kepincangan pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam
sirkkulasi paru-paru. Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru
pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi
dengan gejala mual, muntah dan demama yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare
disertai darah dan lendir.
Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat
diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari
terakhir, dan anamnesis/observasi bentuk diare.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung
lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain:
1. Pemeriksaan Darah Tepi Lengkap
10
Pasien dengan diare karena virus, biasa memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit yang
normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama yang invasif
kemukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Pasien dengan
diare karena salmonella dapat timbul neutropenia. Eosinophilia dapat hadir pada infeksi
parasit.
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan volume cairan
dan mineral tubuh.
2. Pemeriksaan Tinja
Untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri,
adanya telur cacing dan parasit dewasa.
Biasanya hanya mengidentifikasi species Campylobacter, Shigella, Salmonella,
Aeromonas, dan Yersinia bila terdapat darah atau leukosit dalam feses merupakan
indikasi kuat diare inflamasi.
Fecal leukosit hadir pada 80-90% semua pasien dengan infeksi Shigella, Salmonella, C.
jejuni, invasive E.coli, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus, dan
Aeromonas atau P. shigelloides tapi jarang ada pada Campylobacter dan Yersinia.
Tapi pada umumnya E.coli dan E.histolytica punya minimal fecal leukosit (leukosit
dalam feses yang sedikit).
3. ELISA (Enzym-linked Immunosorbent Assay)
a. Immunofluorescent antibodi dan enzim immunoassay tersedia untuk organisme
Giardia dan Cryptosporidium assay toxin C difficile dapat dilakukan jika diare yang
disebabkan oleh antibiotik.
b. Rotavirus: Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) tersedia dalam kurang
dari 2 jam tapi tidak cukup sensitive pada dewasa.
c. Giardia: dapat dilakukan ELISA dengan sensitifitas 90%.
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding diare akut dapat dibagi atas diare akut yang disertai demam dan
tinja berdarah dan diare akut yang tidak disertai demam dan tinja berdarah.
Diare akut disertai demam dan tinja berdarah
Diare yang disebabkan mikroorganisme invasif, lokasi tersering didaerah kolon. Diare
berdarah yang frekuensinya sering tetapi jumlah volume sedikit, sering diawali diare
air.
Patogen : - Shigella spp (disentri basiler, shigellosis)
11
- Campylobacter jejuni
- Salmonella spp, aeromonas hydrophila, v. parahaemoliticus,
plesiomonas shigelloides, yersinia.
Diagnosis : Banyak leukosit ditinja.
Diare akut tanpa demam dan tinja berdarah
Diare yang disebabkan oleh patogen yang non invasif, tinja air banyak, tidak ada
leukosit tinja, sering disertai mual dan muntah.
Patogen : - ETEC
- Giardia Lamblia
- Rotavirus
- Staphylococcus Aureus, Clostridium Perfringens, Bacillus
Cereus
- Vibrio Parahaemolyticus, Vibrio Cholera
- Bahan toksik pada makanan.
Diagnosis : Tidak ada leukosit dalam tinja.
H. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Penentuan Derajat Dehidrasi, dapat ditentukan berdasarkan :
a. Keadaan klinis : ringan, sedang, dan berat.
Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB) : turgor kurang, suara serak (vox
cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok.
Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB) : turgor buruk, suara serak, pasien
jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat, dan dalam.
Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB) : tanda dehidrasi sedang ditambah
kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.
b. Berat jenis plasma : pada dehidrasi BJ plasma meningkat
Dehidrasi ringan : BJ plasma 1,025-1,028
Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,028-1,032
Dehidrasi berat : BJ plasma 1,032-1,040
c. Pengukuran Central Venous Pressure (CVP)
Bila CVP +4 s/d +11 cm H2O : normal
Bila CVP < +4 cm H2O : Syok atau dehidrasi
12
I. Penatalaksanaan
1. Rehidrasi
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat
minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang
membahayakan jiwa.
Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g natrium klorida, 2,5 g
natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, 29 g glukosa, 1,5 KCl setiap liter. Cairan
seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan
mencampurkan dengan air, contohnya renalyte, pharolit, dll. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan
½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter
air. Dua pisang atau satu cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.
Jika terapi intra vena diperlukan, cairan isotonik seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat harus diberikan dengan suplementasi kalium. Status hidrasi harus dimonitor
dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin.
Prinsip penentuan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan:
a. BJ plasma dengan rumus:
Kebutuhan Cairan = BJ Plasma - 1,025 x BB(kg) x 4 ml
0,001
b. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% x KgBB
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% x KgBB
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% x KgBB
c. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis (Tabel 1), dengan rumus:
Kebutuhan Cairan = Skor x 10% x BB(kg) x 1 liter
15
13
Tabel. 1. Skor Penilaian Klinis Dehidrasi
Klinis Skor
Rasa haus/muntah
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg
Frekwensi Nadi > 120 x/menit
Kesadaran apatis
Kesadaran somnolen, sopor atau koma
Frekwensi nafas > 30 x/menit
Facies cholerica
Vox cholerica
Turgor kulit menurun
Washer’s woman’s hand
Ekstremitas dingin
Sianosis
Umur 50-60 tahun
Umur > 60 tahun
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
2
1
2
Jika skor < 3 dan syok (-) à cairan oral
Jika skor > 3 dan syok (+) à cairan intravena
Cara pemberian cairan rehidrasi terbagi atas:
Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): Jumlah total kebutuhan cairan menurut BJ
plasma atau skor Daldiyono deberikan langsung dalam 2 jam agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin.
Satu jam berikut/jam ke-3 (tahap kedua): pemberian diberikan berdasarkan
kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila
tidak ada syok atau skor Daldiyono < 3 dapat diganti cairan per oral.
Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan Insensible Water Loss (IWL).
2. Diet
Selama pemberian cairan, makanan cair seperti bubur cair, kaldu, atau bubur
saring boleh diberikan, pasien juga dianjurkan minum minuman sari buah, teh, tetapi
14
sayur (serat) dapat diberikan apabila keadaan akut sudah teratasi dan pemberian serat
dapat diberikan secara bertahap sampai dengan pemberian makanan biasa.
3. Obat Anti Diare
J. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya
HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain-Barre, 20-40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu
sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi
mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain-Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
K. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
yang tepat, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan
mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas
ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan
dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas
1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair setengah padat, lebih dari 3 kali perhari dan banyaknya lebih dari 200-250 ml/24 jam,
dapat disertai dengan darah atau lendir, berlangsung kurang dari 14 hari.
Pada pasien ini didapatkan hasil anamnesis bahwa pasien BAB cair, berdarah dan
berlendir lebih dari 10 kali. Pasien mengeluh sakit perut kiri sampai ke pinggang kiri, kepala
pusing, demam, sesak, sejak sehari sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 150/60 mmHg, nadi 96x/menit, suhu 39,50C, respirasi 32x/menit.
Bising usus (+) ↑, nyeri tekan (+) diregio lumbal sinistra.
Pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan angka leukosit yaitu 17,3x103/µL
dan angka neutrofil segmen dengan nilai 88. Pemeriksaan feses belum dilakukan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan
bahwa pasien mengalami diare akut yang disertai demam, tinja berdarah dan berlendir
dengan etiologi mikroorganisme invasif seperti: Eschericia Coli, Salmonella (S. Paratyphi B,
S. Typhimurium, S. Enteriditis, S. Choleraesuis), Shigella, Yersinia, Clostridium Perfringens
tipe C. Penyebab parasit yang sering yaitu Entamoeba Histolitika dan Giardia Lamblia.
16
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Sujono, 2002. Diare, Buku Gastroenterologi. Bandung: Penerbit P.T. Alumni.
Kumar, Vinay, et. al., 2007. Penyakit Diare, Buku Ajar Patologi Vol. II (7th Ed.). Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif, et. al., 2000. Diare Akut, Buku Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:
FKUI.
Simadibrata, M. & Daldiyono, 2006. Diare Akut, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I (4 th
Ed.). Jakarta: FKUI.
17