presus stemi fajrin
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
1/25
Presentasi Kasus Ilmu Penyakit Jantung
INFARK MIOKARD DENGAN ST ELEVASI,
LBBB KOMPLIT, NIDDM dan EFFUSI PLEURA
Oleh :
Akhmad Fajrin Priadinata
1102008270
Pembimbing :
dr. Herawati Isnanijah, Sp.JP FIHA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO
PERIODE 4 FEBRUARI
13 APRIL 2013
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
2/25
STATUS PASIEN
ILMU PENYAKIT JANTUNG RSUD PASAR REBO
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. Mn
Umur : 57 tahun
Alamat : Asrama Kopasus No.14 RT.07 RW.04 /kel.Baru Kec.Pasar Rebo
Jakarta Timur
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 2013-472329
Ruang Rawat : CVCU RSUD Pasar Rebo Jakarta
Tanggal Masuk RS : Jumat, 15 Maret 2013 Pukul 02:37 WIB
ANAMNESIS (Autoanamnesa)
Keluhan utama
Nyeri dada sebelah kiri seperti terbakar sejak 5 jam SMRS.
Keluhan Tambahan
Sesak Nafas (+), Keringat dingin (+), Mual (+), Pusing(+), Lemas (+)
Riwayat Penyaki t Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri, sejak 5
jam SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri dada dirasa seperti terbakar, panas, nyeri dirasakan
menjalar dari dada kiri,tembus kepunggung dan sampai kelengan kiri pasien. Nyeridirasakan pada saat sedang beraktivitas, nyeri berlangsung kurang lebih 30 menit dan
tidak menghilang pada saat pasien membawanya istirahat. Pasien juga mengeluhkan pada
saat serangan tersebut dating pasien mengeluhkan sesak, mual, keringat dingin yang
banyak, dan pusing dan juga jantung berdebar-debar. Nyeri dada seperti ini baru pertama
kali pasien rasakan.Pasien tidur dengan satu bantal.
2 Jam SMRS pasien dibawa ke klinik dokter umum di cijantung dan dokter menganjurkan
untuk ke IGD RSUD Pasar Rebo, pasien selama diklinik hanya diberikan obat yang
dihisap dibawah lidah saja, pasien tidak tahu nama obat yang diberikan.Pasein mengaku
sesak semakin memberat.
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
3/25
Pasien mengakui memiliki penyakit darah tinggi sejak 5 tahun dan kencing manis sejak 3
tahun terakhir, namun tidak rutin memeriksaakan diri. Pasien mengakui sering merasa
lapar, haus dan sering pipis terutama malam hari. Riwayat batuk, pilek, asma tidak diakui
pasien, namun pasien pernah mendapat pengobatan OAT 6 tahun yang lalu. Riwayat
penyakit ginjal,hati atau kuning disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit hipertensi diakui, Tek.darah beriksar (Sistolik 160 s/d 170 mmhg)obat yang biasa dipakai nipedipin, namun tidak terkontrol.
Riwayat penyakit diabetes melitus diakui pasien, gula tertinggi 400 g/dl, namun tidakdisiplin minum obat OAD.
Riwayat penyakit paru dengan pengobatan OAT 6 Tahun yang lalu, dan dinyatakanlengkap dan sembuh. Riwayat asma disangkal
Riwayat penyakit kolesterol tidak diketahui pasien. Riwayat penyakit jantung tidak diketahui pasien. Riwayat penyakit ginjal tidak diketahui pasien. Riwayat penyakit hati, atau kuning disangkal oleh pasien. Riwayat alergi obat disangkal.Riwayat Penyaki t Keluarga
Riwayat penyakit keluarga hipertensi diakui. Riwayat penyakit keluarga jantung diakui pasien, orang tua ibu. Riwayat penyakit keluarga diabetes diakui pasien, orang tua ibu. Riwayat penyakit keluarga asma disangkal Riwayat keluarga alergi obat disangkal.Riwayat Kebiasaan
Pasien dengan riwayat merokok disangkal Pasien mengaku jarang berolahraga.
STATUS GENERALIS
1. Kesadaran : Compos Mentis2. Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang3. Tekanan darah : 160/ 90 mmHg4. Nadi : 112 x/menit regular5. Suhu : 36,5 C6. Pernapasan : 34 x/menit7. Gizi : BB = 55 kg, TB = 160 cm
ASPEK KEJIWAAN
1. Tingkah laku : Dalam Batas Normal2. Proses pikir : Dalam Batas Normal3. Kecerdasan : Dalam Batas Normal
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
4/25
PEMERIKSAAN FISIK
KULIT1. Warna : Sawo matang2. Jaringan parut : Tidak ada3. Pertumbuhan rambut : Normal4. Suhu Raba : Hangat5. Keringat : Seluruh badan.6. Kelembaban : Lembab7. Turgor : Cukup8. Ikterus : Tidak ada9. Edema : Tidak ada
MATA1. Exophthalmus : Tidak ada2. Enoptashalmus : Tidak ada3. Edema kelopak : Tidak ada4. Konjungtiva anemis : Positif +/+5. Skelera ikterik : Tidak ada
PARU-PARU1. Inspeksi : Bentuk & ukuran dada normal, pergerakan nafas
dalam keadaan statis & dinamis tampak pergerakan
paru kanan tertinggal
2. Palpasi : Fremitus taktil dan vocal melemah pada paru kananbawah setinggi ICS V s/d Arcus Costae.3. Perkusi : Terdengar suara pekak/redup dimulai dari ICS 4/5 s/d
Arc.Costae linea midclavicula dextra.
4. Auskultasi : Vesikuler melemah diparu kanan bawah; Ronki kasar (+/+), Wheezing(-/-)
JANTUNG1. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat2. Palpasi : Iktus cordis teraba3. Perkusi : Batas atas : Sela iga II garis parasternal sinistra
Batas kanan : Sela iga IV garis sternal dekstra
Batas kiri : Sela iga IV garis midclavicula sinistra
4. Auskultasi : Bunyi Jantung I Normal, Reguler.Bunyi Jantung II wide splitting
Gallop (-)
Murmur (-)
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
5/25
ABDOMEN1. Inspeksi : Agak cembung, gerak peristaltik usus tidak terlihat,
tidak tampak sikatrik.
2. Auskultasi : Bising usus (+) Normal3. Perkusi :Timpani di seluruh kuadran abdomen4. Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba EKSTREMITAS
Lengan Kanan Kiri
Tonus otot Normal Normal
Massa otot Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Tonus otot Normal Normal
Massa otot Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
Kekuatan Normal Normal
Edema - -
Luka - -
Varises - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Elektrokardiogram (Tanggal 14/02/2013)
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
6/25
Interpretasi :
QRSRate 100 x/menit Sinus Rythm Gelombang P Normal (0,08s) PR Interval Normal (0,166s) Kompleks QRS > 0,12 detik, Tampak gambaran RR dilead V5-V6 Axis -9 degree (Mild Left Axis Deviation) Segmen ST elevasi di V1-V4 Gelombang T NormalKesan : Infark miokard dinding anterior dengan ST elevasi
Left Bundle Branch Block Complete (LBBB Complete)
Hipertrofiventrikel Kanan
Pemeriksaan LaboratoriumJenis
Pemeriksaan
16/08/12 Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 8,3 g/dl 13,2-17,3
Hematokrit 26 % 40-52
Leukosit 6080 Ul 3800-10600Thrombosit 490000 Ul 150000-440000
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
7/25
* Troponin T h 232 :
< 50 ng/L = masih mungkin IMA, ulang 3-6 jam 50100 ng/L = mungkin IMA, ulang untuk lihat peningkatan 100-2000 ng/L = mungkin IMA > 2000 ng/L = sangat mungkin IMA
Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan Foto Rontgen Thorax
Keterangan :
COR : CTR > 50 %
PULMO : Corakan bronkovaskular kasar
Tampak infiltrat diparahilar dan parakardial
Tampak gambaran efusipleura paru kanan
Kesan: Kardiomegali
Efusi pleura dextra
Proses spesifik
SGPT/ALAT 20 U/L 0-50
SGOT/ASAT 12 U/L 0-50
Ureum 21,2 mg/dl 20-40
Kreatinin 0,7 mg/dl 0,17-1,5
CK-NAC 1210 U/L 24-195
CK-MB 112 U/L
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
8/25
Pemeriksaan USG Thorax
Keterangan :
Efusi Pleural Dextra dengan marker pada linea axilaris posterior dextra dengan
kedalaman efusi sekitar 2 cm dari luas efusi pleura dextra
Anterior Posterior : 11,38 cm
Superior Inferior : 16,77 cmLateral : 10,31 cm
Perkiraan volume Effusi Pleural Dextra sekitar 794 cc.
RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri, sejak 5
jam SMRS. Pasien mengeluhkan nyeri dada dirasa seperti terbakar, panas, nyeri dirasakan
menjalar dari dada kiri,tembus kepunggung dan sampai kelengan kiri pasien. Nyeridirasakan pada saat sedang beraktivitas, nyeri berlangsung kurang lebih 30 menit dan
tidak menghilang pada saat pasien membawanya istirahat. Pasien juga mengeluhkan pada
saat serangan tersebut dating pasien mengeluhkan sesak, mual, keringat dingin yang
banyak, dan pusing dan juga jantung berdebar-debar. Nyeri dada seperti ini baru pertama
kali pasien rasakan.Pasien tidur dengan satu bantal.
2 Jam SMRS pasien dibawa ke klinik dokter umum di cijantung dan dokter menganjurkan
untuk ke IGD RSUD Pasar Rebo, pasien selama diklinik hanya diberikan obat yang
dihisap dibawah lidah saja, pasien tidak tahu nama obat yang diberikan.Pasein mengaku
sesak semakin memberat.
Pasien mengakui memiliki penyakit darah tinggi sejak 5 tahun dan kencing manis sejak 3
tahun terakhir, namun tidak rutin memeriksaakan diri. Pasien mengakui sering merasa
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
9/25
lapar, haus dan sering pipis terutama malam hari. Riwayat batuk, pilek, asma tidak diakui
pasien, namun pasien pernah mendapat pengobatan OAT 6 tahun yang lalu. Riwayat
penyakit ginjal,hati atau kuning disangkal oleh pasien.
STATUS GENERALISKesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Tekanan darah : 160/ 90 mmHg
Nadi : 112 x/menit regular
Suhu : 36,5 C
Pernapasan : 34 x/menit
Gizi : BB = 55 kg, TB = 160 cm
PF :Pulmo : Inspeksi : Bentuk & ukuran dada normal, pergerakan
nafas dalam keadaan statis & dinamistampak pergerakan paru kanan tertinggal
Palpasi : Fremitus taktil dan vocal melemah pad paru
kanan bawah setinggi ICS V s/d Arcus
Costae.
Perkusi : Terdengar suara pekak/redup dimulai dari
ICS 4/5 s/d Arc.Costae linea midclavicula
dextra.
Auskultasi : Vesikuler melemah diparu kanan
bawah; Ronki kasar
(+/+), Wheezing(-/-)
Cor : Pada inspeksi dan palpasi tidak ditemukan kelainan,
pada pekusi tampak pembesarann jantung, Bunyi
Jantung I-II Normal, Reguler. Gallop (-). Murmur (-)
EKG: Didapatkan ST elevasi V I s/d V VI, Kompleks QRS > 0,12 detik, Tampak
gambaran RR dilead V5-V6 gelombang Q
Pemeriksaan laboratorium: Terdapat peningkatan signifikan enzim CK, CK-MB, dan
Troponin T.
DIAGNOSIS KERJA
Acute Anterior Myocardial Infarct onset 5 Jam
Hipertensi Grade II
Left Bundle Branch Block
Efusi Pleura
Diabetes Melitus Tipe II
DIAGNOSIS BANDING
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
10/25
-
PENGKAJIAN MASALAH
Atas dasar :Acut Anterior Myocardial Infarct 5 Jam Serangan tipikal coronary acute syndrome dalam waktu 5 jam SMRS Pada EKG terdapat Segmen ST elevasi di V1-V4 Terdapat peningkatan signifikan enzim CK, CK-MB, Troponin T
Hipertensi Grade II
Tekanan ddarah : 160/ 90 mmHgLeft Bundle Branch Block
Kompleks QRS > 0,12 detik, Tampak gambaran RR dilead V5-V6
Efusi Pleura
Anamnesa : Keluhan sesak dan perasaan tidak nyaman pada saat menariknafas
Pemeriksaan Fisk :
Pemeriksaan Penunjang :Foto Rontgen Thorax PA : Gambaran efusi pleura dextra
USG Thorax :Adanya efusi pleura dextra dengan jumlah volume sekitar 794 cc
Diabetes Melitus Tipe II :
Anamnesa : Keluhan khasDiabetic snyndrome Pemeriksaan GDS : 370 mg/dl
Rencana pemantauan : Tirah baring di CVCU Pasang infus RA/24 jam Pemberian oksigen dimulai 2 L/menit 2-3 jam, dilanjutkan apabila saturasi
oksigen arteri < 90%
Diet : puasa sampai nyeri reda, kemudian beri diet cair dan selanjutnya dietjantung dan diabetic
Pasang monitor EKG secara kontinu
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
11/25
Terapi medikamentosa Pemantauan gejala klinis Periksa peningkatan enzim jantung berkala Sliding Scale 6 Jam pemantauan gula darah
PEMERIKSAAN ANJURAN
Ekokardiografi
Fungsi Pleura
TATALAKSANA
Obat Oral
Vaclo (Clopidogrel) loading 4 tab lanjut 1 x 75 mg Spirolacton 1x 25 Cardisma 2x1 Stator 1x20 Maintate 1x2,5 Aldactone 1x2,5 Noperten 1x5 Lasix 1x40 KSR 2x1
Obat Injeksi & Cairan
RA / 24 jam Humulin R 15 iu
PROGNOSIS
1. Ad vitam : Dubia2. Ad functionam : Dubia3. Ad sanationam : Dubia ad malam
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
12/25
TINJAUAN PUSTAKA
INFARK MIOKARD DENGAN ST ELEVASI
A. SINDROM KORONER AKUT (SKA) Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah
koroner yaitu suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark
Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa
gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis
akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil. Sindrom Koroner Akut (SKA) tersebut
merupakan suatu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu angina tak stabil(unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun
angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan ditandai dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat dari iskemia
miokardium.
KlasifikasiBerdasarkan Jenisnya, Sindroma Koroner Akut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Jenis Penjelasan nyeri dada Temuan EKG Enzim Jantung
Angina Pectoris
Tidak Stabil
(APTS)
Angina pada waktu
istirahat/ aktivitas
ringan, Crescendo
angina, Hilang dengan
nitrat.
Depresi segmen T
Inversi gelombang T
Tidak ada gelombang Q
Tidak meningkat
NonST elevasi
Miocard Infark
Lebih berat dan lama
(> 30 menit), Tidak
hilang dengan
pemberian nitrat. Perlu
opium untuk
menghilangkan nyeri.
Depresi segmen ST
Inversi gelombang T
Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
normal
ST elevasi
Miocard Infark
Lebih berat dan lama
(> 30 menit), Tidak
hilang dengan
pemberian nitrat. Perlu
opium untuk
Hiperakut T
Elevasi segmen T
Gelombang Q
Inversi gelombang T
Meningkat minimal
2 kali nilai batas atas
normal
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
13/25
menghilangkan nyeri.
Berdasarkanberat / r ingannyaSindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993)
adalah:a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu
istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b.Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
B. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung
dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner
tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.2,5
Lokasi i nfark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:3
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
14/25
I dan Avl
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
C. PatofisiologiSTEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner
terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika
plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner
cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core).2
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium, disebut infark transmural. Namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya
sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata
dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke
epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard
sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai
beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami
dilatasi.4
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
15/25
D. Gejala Klinis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa
menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita
melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak
enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam. Jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat
atau pemberian nitrat. 4
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan
lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volumedan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama
beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik
abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung
tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara
jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.3
E. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.5
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
16/25
F. Diagnosis1. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah
prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang
interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-remas,tertindih benda
padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan
penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan
akan mati.
Nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sbb:
Lokasi: sub/retrosternal, prekordial Sifat: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, ditusuk,
diperas, dan dipelintir
Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau nitrat Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas
2. Pemer iksaan fi sik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa
tinggi,normal atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah
paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak
atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
Sebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering kali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Seperempat pasien infark anterior memiliki
manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan hampirsetengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia
dan/atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral danpericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai
38 0C dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI.
3. EKG
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
17/25
Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan terapi
karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST dapat mengidentifikasi pasien
yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik
untuk STEMI tapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG
serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinuharus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada
pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard
gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang Q. jika
obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya
mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI.
4. Laboratorium
Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan
adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I
dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk
pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga
akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA,
terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan
biomarker.
Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada
nekrosis jantung (infark miokard).
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncakdalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis
dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bilainfark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase(CK) dan lactic dehidrogenase
(LDH)
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat
terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit
dapat mencapai 12.000-15.000/uL.
G. PenatalaksanaanTujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
18/25
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA.
G.1. Tatalaksana awal
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar tergantungadanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan
komplikasi mekanik (pump failure).
Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi
ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala.
Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama
tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI a.l:
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih
Melakukan terapi reperfusiTatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai
STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien
yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke
ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
G.2. Tatalaksana umum
Oksigen. Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
19/25
Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesikpilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis
2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akanmengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi
dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan
IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan
infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg
IV.
Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMIdan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan
dosis 75-162 mg.
Penyekat beta. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberianpenyekat beta IV, selain nitrat, mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat
frekuensi jantung >60 kali/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
20/25
menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu terhadap laju mortalitas jika PCI
dikerjakan setelah 2-3 jam setelah gejala.
H.2. Risiko STEM I
Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risikomortalitas pada pasien STEMI. Jika estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi,
seperti pada pasien dengan syok kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih
baik.
H.3. Risiko perdarahan
Pemilihan terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika
tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis,
semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi
farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.
H.4. Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratori um PCI
Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat
dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian menunjukkan PCI lebih
superior dari reperfusi farmakologis. Jika composite end point kematian, infark miokard
rekuren nonfatal atau stroke dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan laju
infark miokard nonfatal berulang.
Percutaneous Coronary I ntervention (PCI )
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa didahului
fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI
jika dilakukan dalam beberapa jam pertama IMA. PCI primer lebih efektif daripada
fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome
klinis jangka pendek dan panjang yang lebih baik. Dibandingkan fibrinolisis, PCI lebih
dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
21/25
terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,
mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan
panjang.
tPA dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain sepeti rPA dan TNK lebih efektif
daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan
memperbaikisurvivalsedikit lebih baik.
F .5. Obat fibri noliti k
Streptokinase (SK). Merupakan fibrinolitik nonspesifik fibrin. Pasien yang pernah
terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi.
Reaksi alergi sering ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens
perdarahan intrakkkranial yang rendah.
Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase). GUSTO-1 trial menunjukkanpenurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA disbanding SK.
Namun harganya lebih mahal dari SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.
Reteplase (retavase). INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK
dan sebanding tPA pada GUSTO trial III, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu
paruh yang lebih panjang.
Tenekteplase (TNKase). Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin
dan resistensi tinggi terhadap PAI-1. Laporan awal dari TIMI 10 B menunjukkan TNKase
memiliki laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.
I. Terapi FarmakologisI .1. Anti trombotik
Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi
arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien
menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Obat anti trombin
standar yang digunakan dalam praktik klinis adalah unfractionated heparin. Pemberian UFH
IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin
membantu trombolisis dan memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait
infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000 U) dilanjutkan
infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). APTT selama terapi pemeliharaan
harus mencapai 1,5-2 kali. Antikoagulan alternatif pada pasien STEMI adalah low-molecular-
weight heparin(LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan tenekteplase dosis
penuh memperbaiki mortalitas, reinfark di RS dan iskemia refrakter di RS.
I .2. Penyekat beta (Beta-blocker)
Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi: yang terjadi segera
bila obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikanuntuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta akut IV memperbaiki
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
22/25
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya
infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk
yang mendapat terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (pasien
dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung,
hipotensi ortostatik atau riwayat asma).
I .3. I nhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan
TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE yang jelas. Manfaat maksimal tampak pada
pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark inferior, riwayat infark sebelumnya
dan/atau fungsi ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaat jangka
pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabilpada STEMI (pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanismenya melibatkan
penurunan remodeling ventrikel pasca infark dengan penurunan risiko gagal jantung.
Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE
menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian
inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung,
pada pasien dengan dengan pemeriksaan pencitraan menunjukkan penurunan fungsi ventrikel
kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.
Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung termasuk data dari penelitian pada
pasien STEMI menunjukkan bahwa ARB mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi
ventrikel kiri menuru
H. Komplikasi
Disfungsi Ventriku larSetelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling
ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal jantung secara klinis dalamhitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera setetlah infark ventrikel kiri mengalami
dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel
miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula
pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan
elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan
terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. PAda pasien dengan fraksi ejeksi
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
23/25
Gangguan HemodinamikGagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada
STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.
Kompli kasi MekanikRuptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding vebtrikel.
Penatalaksanaan: operasi.
J. PrognosisTerdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA. Prognosis IMA dengan
melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi Killip:
Kelas Definisi Proporsi pasien Mortalitas(%)
I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6
II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17
III Edema paru akut 10-15% 30-40IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80
Klasifikasi Killip pada IMA
Skor risiko TIMI merupakan salah satu dari beberapa stratifikasi risiko pasien infark dengan
ST elevasi, yakni:
Faktor risiko (bobot) Skor risiko/mortalitas 30 hari (%)
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
24/25
Risk score
untuk STEMI
DAFTAR PUSTAKA
Usia 65-74 (2) atau usia >75 (3)
DM/HT/angina (1)
SBP100 (2)
Klasifikasi killip II-IV (2)Berat 4jam (1)
(skor maksimum 14 poin)
0(0,8) / 1(1,6)
2(2,2)
3(4,4)
4(7,3)
5(12,4)6(16,1)
7(23,4)
8(26,8)
>8(35,9)
-
7/22/2019 Presus STEMI Fajrin
25/25