print lagi

27
PENDAHULUAN Latar Belakang Menopause didefinisikan sebagai suatu keadaan terhentinya proses menstruasi secara permanen karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Keadaan menopause sering dihubungkan dengan beberapa masalah pada wanita seperti gangguan vasomotor dan penurunan masa tulang sehingga wanita beresiko mengalami osteoporosis, kulit menjadi tipis serta timbul banyak kerutan, akumulasi kolestrol dan penyakit jantung (Cassidy et al.2006). Seiring bertambahnya usia, kadar estrogen mulai mengalami penurunan sejak periode klimakterium (usia 40 tahun). Masa ini dikenal sebagai masa premenopause (Northrup 2006). Hal ini dikarenakan hilangnya folikel sejalan dengan bertambahnya usia karena atresia dan ovulasi bulanan. Kehilangan folikel mengakibatkan berkurangnya sekresi estrogen dan progesteron. Penurunan kadar estrogen dan progesteron mengganggu poros hormon hipotalamus-hipofisis-ovarium dan mekanisme umpan balik negatif. Siklus terhenti walaupun sejumlah kecil hormon ovarium masih disekresi oleh kelenjar adrenal (Sloane 2003). Untuk mengatasi kekurangan hormon estrogen diperlukan hormon estrogen pengganti atau Hormon Replacement Therapy (HRT). Seperti semua obat lainnya, HRT dapat menimbulkan efek samping seperti kanker endometrium (Achadiat 2007). Menyadari efek samping yang ditimbulkan HRT, telah dikembangkan penggunaan bahan alami yang berasal dari tumbuhan yang mengandung fitoestrogen. Fitoestrogen dapat menunda terjadinya menopause, membuat jantung lebih sehat, dan menurunkan resiko kanker (Muaris 2004). Purwoko dan Suyanto (2001) juga menyatakan bahwa fitoestrogen bermanfaat sebagai antiosteoporosis dan merupakan agen estrogenik. Fitoestrogen diketahui banyak terdapat pada kacang kedelai, dan kini diketahui pula

Upload: novrianto-albertino

Post on 13-Sep-2015

292 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

feby king

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menopause didefinisikan sebagai suatu keadaan terhentinya proses menstruasi secara permanen karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Keadaan menopause sering dihubungkan dengan beberapa masalah pada wanita seperti gangguan vasomotor dan penurunan masa tulang sehingga wanita beresiko mengalami osteoporosis, kulit menjadi tipis serta timbul banyak kerutan, akumulasi kolestrol dan penyakit jantung (Cassidy et al.2006). Seiring bertambahnya usia, kadar estrogen mulai mengalami penurunan sejak periode klimakterium (usia 40 tahun). Masa ini dikenal sebagai masa premenopause (Northrup 2006). Hal ini dikarenakan hilangnya folikel sejalan dengan bertambahnya usia karena atresia dan ovulasi bulanan. Kehilangan folikel mengakibatkan berkurangnya sekresi estrogen dan progesteron. Penurunan kadar estrogen dan progesteron mengganggu poros hormon hipotalamus-hipofisis-ovarium dan mekanisme umpan balik negatif. Siklus terhenti walaupun sejumlah kecil hormon ovarium masih disekresi oleh kelenjar adrenal (Sloane 2003). Untuk mengatasi kekurangan hormon estrogen diperlukan hormon estrogen pengganti atau Hormon Replacement Therapy (HRT). Seperti semua obat lainnya, HRT dapat menimbulkan efek samping seperti kanker endometrium (Achadiat 2007).Menyadari efek samping yang ditimbulkan HRT, telah dikembangkan penggunaan bahan alami yang berasal dari tumbuhan yang mengandung fitoestrogen. Fitoestrogen dapat menunda terjadinya menopause, membuat jantung lebih sehat, dan menurunkan resiko kanker (Muaris 2004). Purwoko dan Suyanto (2001) juga menyatakan bahwa fitoestrogen bermanfaat sebagai antiosteoporosis dan merupakan agen estrogenik. Fitoestrogen diketahui banyak terdapat pada kacang kedelai, dan kini diketahui pula terdapat pada tanaman adas (Rusmin dan Melati 2007). Adas (Foeniculum vulgare Mill) mempunyai senyawa aktif trans-anethole dan golongan terpenoid yang dapat mempengaruhi jaringan endometrium (Glover dan asinder 2006). Dilaporkan bahwa trans-anethol mempunyai aktivitas estrogenik, tidak mempunyai efek anti-estrogenik dan progestasional (Silano dan Marisa 2005). Untuk mengetahui pengaruh fitoestrogen adas terhadap perkembangan uterus maka dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan hewan coba tikus (Rattus sp) yang diberi infusa adas secara peroral.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa adas (Foeniculum vulgare Mill.) pada berbagai dosis terhadap ketebalan endometrium dan jumlah kelenjar uterus tikus putih (Rattus norvegicus) secara histopatologi.

Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan informasi tentang pengaruh pemberian infusa adas terhadap organ reproduksi. Informasi tersebut dapat dijadikan acuan dalam penggunaan adas sebagai alternatif terapi kekurangan hormon estrogen pada manusia.

TINJAUAN PUSTAKA

Adas (Foeniculum vulgare MILL.)

Adas merupakan herba tahunan yang dapat tumbuh mencapai ketingian 1-2 meter, memiliki percabangan yang banyak serta beralur. Tanaman ini berasal dari Eropa Selatan dan Mediterania, kemudian menyebar ke berbagai negara seperti Cina, Meksiko, India, Itali, India, termasuk Indonesia. Adas termasuk ke dalam famili Umbelliferae. Di Indonesia dikenal dua jenis adas, yaitu adas (Foeniculum vulgare Mill.) dan adas sowa (Anetum graveolens Linn.).Tanaman dan biji adas ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Tanaman dan biji adas (Foeniculum vulgare MILL.). Sumber: http://www.jamuborobudur.com; http://www.tanobat.com. Kedua jenis adas ini telah banyak dibudidayakan di Indonesia dan dimanfaatkan sebagai bumbu makanan dan obat. Adas pedas memiliki kandungan minyak esensial minimal 40% dari berat kering buah, sedangkan adas manis 20% dari berat kering buah. Minyak esensial pada adas pedas mengandung minimal 15% fenchone, 60% anethole, dan maksimal 6% estragole, sedangkan minyak esensial pada adas manis minimal mengandung 80% anethole, 7.5% fenchone, dan maksimal 10% estragole (EMEA 2008).Efek farmakoligis adas diantaranya menambah daya tahan tubuh, obat flu, anti-kholinesterase, anastesi, merangsang keringat, merangsang saraf pusat serta merangsang pengeluaran hormon androgen dan estrogen. Selain itu, adas diduga memiliki potensi estrogenik karena mengandung trans-anethole, fenchone dan estragol yang diduga memiliki efek seperti estrogen (estrogen like-effect), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai terapi pada menopause (Agustini dan Saepudin 2006).

Fitoestrogen

Kata phytoestrogen berasal dari kata phyto yang berati tanaman, dan estrogen yang merupakan hormon alami pada wanita. Dengan demikian, fitoestrogen dapat diartikan sebagai senyawa alami dari tanaman yang mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik. Fitoestrogen dapat berefek seperti estrogen pada dosis rendah namun sebaliknya, memiliki efek berlawanan dengan estrogen pada dosis tinggi (Sharma et al. 2010).Fitoestrogen memiliki tiga kelompok utama yaitu isoflavon, lignan dan coumestan. Isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak disintesis oleh tanaman dan mengandung fitoestrogen yang cukup tinggi (Achadiat, 2007). Menurut Tsourounis (2004), senyawa isoflavon yang bersifat fitoestrogen terdapat pada soy bean (kacang kedelai), lentil (miju-miju), chickpeas (buncis), red clover (semanggi merah). Lignan terdapat pada flax seed (biji rami), cereal (padi-padian), sayur-sayuran, dan buah-buahan. Fitoestrogen yang terkandung di dalam adas termasuk dalam kelompok lignan. Coumestan terdapat pada sun flower seed (biji bunga matahari) dan kecambah. Fitoestrogen kelompok lignan akan diabsorbsi sebagai matairesinol dan secoisolaricinol. Selanjutnya metabolit prekusor ini dimetabolisme oleh bakteri intestin menjadi senyawa aktif yang bersifat estrogenik yaitu enterolacton dan entrodiol, sedangkan isoflavon berperan sebagai estrogen lemah yang berfungsi sebagai antiestrogen yang menghambat sintesis estrogen (Wolf 2005).

Uterus

Tikus mempunyai uterus berbentuk dupleks, dengan dua serviks dan pemisahan tanduk uterus secara sempurna. Dinding uterus terdiri atas lapisan endometrium (tunika mukosa), myometrium (tunika muskularis), dan perimetrium (tunika serosa). Lapisan endometrium terdiri atas sel-sel epitel kolumnar sederhana, stroma jaringan ikat dan kelenjar endometrium. Lapisan epitel dipertahankan oleh struktur propria-submukosa yang tersusun dari banyak kelenjar uterus yang mengelilinginya dan juga perkembangan buluh darah serta komponen jaringan ikat. Propria-submukosa pada wilayah jaringan ikat dan beberapa arteri berasal dari vaskularisasi daerah myometrium (Samoelson 2007). Estrogen merangsang perkembangan kelenjar endometrium sedangkan progesteron mengatur sekeresi kelenjar.Myometrium terdiri atas lapisan otot polos yang tebal, pada bagian luar tertutup oleh lapisan otot polos yang tipis sedangkan dibagian dalam berhubungan dengan lapisan otot sirkular dan tersusun dari kelenjar-kelenjar endometrium. Pembuluh darah antara lapisan dua otot disebut stratum vasculare, yang mengalirkan darah hingga endometrium. Pada saat kebuntingan jumlah sel-sel otot polos dapat meningkat (hiperplasia), yang disebabkan kenaikan kadar estrogen. Apabila estrogen tidak ada, maka myometrium akan atropi. Perimetrium terbentuk dari tunika serosa terutama di bagian cornua dan corpus uteri. Pada bagian ini didominasi oleh jaringan ikat yang tersusun memanjang dengan tipe squamous epithelium sederhana. Pembuluh darah kecil dan lymphe serta serabut sayaraf juga menyusun lapisan perimetrium (Samuelson 2007).

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Unit Pemeliharaan Hewan Laboratorium, FKH IPB, sedangkan pengamatan histologi uterus dilakukan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, FKH IPB. Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Juni 2012 hingga April 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji adas manis (Foeniculum vulgare subspecies vulgare varietas dulce MILL), etinil estradiol (Linoral), bahan-bahan pembuat sediaan histologi yaitu aquades, BNF (Buffer Normal Formalin) 10%, xylol, pewarna Mayers Hematoxylin-Eosin dan lithium karbonat. Hewan coba yang digunakan adalah 10 ekor tikus putih (Rattus novergicus) betina galur Spraque-Dawley umur produktif (3-4 bulan) dan premenopause (umur 18 bulan). Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, pengayak mesh 24 dan 30, gelas ukur, erlenmeyer, sonde lambung, peralatan untuk nekropsi, tissue cassette, tissue processor, rotary microtome, inkubator, mikroskop cahaya Olympus CH-1 dan digital eye piece camera microscope MD 130.

Metode Penelitian

Infusa AdasDeterminasi buah adas dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bogor. Simplisia buah adas yang telah kering kemudian digiling dengan grinder dan disaring dengan pengayak 24 mesh. Pembuatan infusa adas dilakukan setiap hari (per perlakuan) dengan cara merebus sebanyak 10 g adas dalam 100 ml air dengan suhu 90oC selama 15 menit. Kemudian larutan adas disaring dengan pengayak 30 mesh, disimpan dalam botol dan siap digunakan.

Hewan CobaSebanyak 50 ekor tikus terdiri atas 25 ekor tikus produktif dan 25 ekor tikus premenopause, dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor tikus. Pembagian kelompok tikus adalah sebagai berikut: kelompok kontrol negatif (KN), kelompok kontrol positif (KP), dan kelompok perlakuan dosis 1 (D1), dosis 2 (D2), dan dosis 3 (D3). Sebelum perlakuan tikus diaklimatisasi selama dua minggu. Selama penelitian tikus diberi pakan berbentuk pelet serta air minum ad libitum dan dicekok bahan-bahan perlakuan. Setelah perlakuan selesai, tikus ditidurkan menggunakan eter dan dilakukan dislokasio cervikalis. Selanjutnya tikus dinekropsi untuk pengambilan organ uterus, kemudian organ difikasasi dalam larutan BNF 10% untuk selanjutnya dibuat sediaan histopatologi.

Rancangan PercobaanTikus dicekok etinil estradiol (Linoral) dan infusa adas manis setiap hari selama 16 hari, dengan dosis sebagai berikut: kelompok kontrol positif (KP) diberi etinil estradiol (Linoral) dosis 9x103 mg/200 g BB, kontrol negatif (KN) diberi aquades 1 ml, dan tiga kelompok lain diberi infusa adas dosis bertingkat, yaitu dosis 1 (D1) 36.5 mg/100 g BB, dosis 2 (D2) 73 mg/100 g BB, dan dosis 3 (D3) 146 mg/100 g BB).

Pembuatan Sediaan HistopatologiJaringan uterus dipotong secara melintang kemudian direndam dalam larutan BNF 10% untuk fiksasi lanjutan. Selanjutnya dilakukan dehidrasi dalam alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I dan II, xylol I dan II, parafin I dan parafin II, masing-masing selama 2 jam dalam tissue processor. Kemudian dilakukan embedding, yaitu meletakkan potongan organ ke dalam pencetak berisi parafin cair dan dibiarkan hingga paraffin mengeras. Setelah itu blok jaringan dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 4-5 m, hasil potongan diletakkan di water bath yang bersuhu 45oC. Selanjutnya adalah mounting, meletakkan sediaan di atas gelas objek yang telah diulasi albumin, kemudian dikeringkan dalam inkubator dengan suhu 60oC selama semalam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan Hematoksillin-Eosin dengan metoda sebagai berikut: deparafinasi jaringan dalam xylol I, II, III masing-masing selama 2 menit, rehidrasi dalam alokohol 95% dan 80% masing-masing 1 menit, dicuci dengan air mengalir selama 1 menit dan diwarnai Mayers Hematoxylin selama 6 menit. Setelah itu dibilas dengan air mengalir selama 30 detik, kemudian dicelupkan ke dalam lithium karbonat selama 15-30 detik, dan dibilas kembali dengan air mengalir selama 2 menit. Selanjutnya, sediaan diwarnai dengan pewarna Eosin selama 6 menit dan dicuci kembali dengan air mengalir selama 30-60 detik. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi dengan alkohol absolut I, II dan III masing-masing selama 2 menit dan clearing dalam xylol I dan II masing-masing selama 2 menit. Tahap akhir, sediaan ditetesi perekat Permount, kemudian ditutup dengan gelas penutup.

Pengamatan HistopatologiPengamatan histopatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya, dan dihitung jumlah kelenjar uterus, tebal endometrium dan persentase kelenjar uterus aktif dan nekrosis. Hasil pengamatan diuraikan secara deskriptif dan kuantitatif.

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat adanya pengaruh pemberian infusa adas dan dosis yang efektif menggunakan dua variabel uji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketebalan Endometrium

Pada saat dilakukan pemanenan uterus, tikus berada pada fase proestrus. Proestrus dicirikan oleh vagina yang melebar, merah muda kemerahan, lembab, serta adanya lipatan pada bibir dorsal dan ventral vulva. Proestrus adalah fase sebelum estrus, yaitu fase folikel de Graaf tumbuh dibawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol (Ihsan 2010). Pada fase ini terjadi inovulasi fungsional corpus luteum serta peembengkakan praovulasi folikel. Folikel ovary yang tumbuh penuh (mature) akan menigkatkan sekresi estrogen di dalam darah. Pengaruh dari estrogen akan meningkatkan pertumbuhan uterus dan frekuensi mitosis endometrium selama fase folikuler. Folikel-folikel ini mensekresikan hormon estrogen yang akan menyebabkan kandungan air pada uterus meningkat dan mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar endometrial mengalami hipertrofi. Pada fase ini gambaran epitel vagina didominasi oleh sel-sel epitel berinti, yang muncul serta tunggal atau berbentuk lapisan (Turner dan Bagnara 1988). Pada fase ini kadar estrogen akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan folikel. Gambaran histologi endometrium tikus produktif fase proestrus dapat dilihat pada Gambar 2. Rata-rata ketebalan endometrium tikus produktif dan pre-menopause pasca pemberian infusa adas disajikan pada Tabel 1.

LM

EMp

M

Gambar2 Uterus tikus produktif. Garis merah menunjukkan tinggi endometrium: L: lumen; E: endometrium; M: myometrium; P: Perimetrium. Pewarnaan HE, Bar : 100m.Rata-rata ketebalan endometrium kelompok tikus produktif tidak berbeda nyata (p>0,05) dibandingkan dengan kelompok tikus pre-menopause. Pada tikus kelompok produktif, pemberian infusa adas dengan dosis bertingat tidak berbeda nyata (p>0,05) dibandingkan kontrol positif maupun kontrol negatif. Demikian pula pada tikus kelompok pre-menopause, pemberian infusa adas dosis bertingkat tidak berbeda nyata (p>0,05) dibandingkan kelompok kontrol positif maupun kontrol negatif.

Tabel 1 Rata-rata ketebalan endometrium uterus tikus produktif dan pre-menopause pasca pemberian infusa Adas PerlakuanTikus ProduktifTikus Premenopause

Kontrol N701.8247.0a761.8210.6a

Kontrol P407.5100.4a539.7127.3a

Dosis 1510.935.40a655.0144.6a

Dosis 2577.2*558.691.22a

Dosis 3594.1142.3a511.0126.0a

Rataan614.7140.2a556.2152.7a

Keterangan: Huruf supersripct yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p0,05) dibandingkan kontrol positif maupun kontrol negatif. Demikian pula pada kelompok tikus pre-menopause, penambahan infusa adas dosis bertingkat tidak berbeda nyata (p>0,05) dibandingkan kontrol positif maupun kontrol negatif. Hal ini diduga karena fitoestrogen yang diberikan belum mampu berikatan dengan reseptor di kelenjar endometrium sehingga proses fisiologi perkembangan kelenjar uterus tidak terjadi. Fitoestrogen dapat berikatan dengan reseptor estrogen dan menghasilkan efek pro-estrogenik atau anti-estrogenik pada jaringan target. Perkembangan jumlah kelenjar uterus juga dipengaruhi oleh FSH (Follicel Stimulating Hormon) dan LH (Luteneizing Hormon) pada tahap proliferasi. FSH akan menstimulasi fase folikuler yaitu memacu folikel ovarium agar segera matang dan meningkatkan sekresi estrogen, sehingga endometrium akan mengalami proliferasi akibat kadar estrogen yang meningkat. Penambahan fitoestrogen dengan infusa adas sebagai estrogen eksogen juga mendukung peningkatan kadar estrogen tubuh. Kenaikan estrogen menyebabkan hipotalamus menekan produksi GnRH (Gonadotrophin Relasing Hormon) dan mempengaruhi hipofisa anterior untuk menekan produksi FSH. Namun kadar LH terus meningkat sehingga terjadi lonjakan LH. Kadar LH yang tinggi menyebabkan proses sintesis estrogen berhenti dan ikatan reseptor estrogen menjadi berkurang, sehingga efek estrogenik pada kelenjar uterus menjadi berkurang (Oktariani 2009). Pada kondisi pre-menopause, fitoestrogen berkompetisi dengan estrogen endogen untuk berikatan dengan reseptor estrogen. Karena fitoestrogen memberikan efek yang lebih lemah dibanding estrogen endogen, secara keseluruhan aktivitas yang ditimbulkan fitoestrogen sangat rendah.Kelenjar uterus adalah kelenjar eksokrin, yang memiliki ujung kelenjar dengan kemampuan menghasilkan sekreta yang mengandung enzim. Kelenjar uterus menghasilkan beberapa produk diantaranya mucus, lipid, dan glikogen. Sekresi kelenjar uterus dan plasma darah merupakan campuran cairan yang mengisi lumen uterus (Hafez et al. 2000). Pada fase folikuler kelenjar uterus mengalami proliferasi, memanjang, dan mulai berhimpitan, sedangkan pada fase luteal kelenjar uterus mengalami hipertrofi, menjadi berkelok, dan lumennya mulai terisi produk sekresi yang kaya nutrien khususnya glikogen.Endometrium memperlihatkan struktur epitel mukosa yang mengalami hipertrofi dan ditemukan neutrofil pada fase proestrus. Fase proestrus berlangsung selama 21 jam sebelum fase estrus (Suckow et al. 2006). Pada fase ini hormon FSH mempengaruhi pertumbuhan folikel de Graaf, terjadi peningkatan pertumbuhan sel dan lapis bersilia tuba fallopi, vaskularisasi mukosa uteri dan vagina. Serviks mengalami relaksasi secara bertahap dan semakin banyak mensekresikan mukus. Mukus disekresikan oleh sel-sel goblet pada serviks, vagina anterior, dan kelenjar-kelanjar uterus. Cairan di lumen organ-organ reproduksi berhubungan dengan aktivitas pertahanan antibakteri (Strzmienski et al. 1986). Pada salah satu uterus tikus kelompok pre-menopause ditemukan peradangan hebat berupa endometritis purulenta. Secara histologi tampak sel radang netrofil memenuhi lumen kelenjar uterus dan lamina propria uterus. Peningkatan band neutrofil mengindikasikan adanya peradangan pada uterus (endometritis) sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk menghilangkan infeksi yang terjadi. Endometritis dapat disebabkan oleh berbagai agen, diantaranya bakteri. Infeksi dapat timbul akibat bakteri yang sering kali ditemukan didalam vagina (endogenus) atau akibap pemaparan pada agen pathogen dari luar vagina (eksogenus) (Bobak 2004). Hampir 30 bakteri telah diidentifikasi ada di saluran genital bawah (vulva, vagina dan servik) setiap saat (Faro 1990). Pada pelaksanaan ulas vagina yang dilakukan, mempunyai resiko untuk terjadinya endometritis, karena mungkin saja bakteri yang terbawa oleh cotton bud dan lingkungan yang tidak higienis sehingga tercemar oleh kuman kemudian dapat menulari uterus. Streptococus, Staphylococcus, E.coli, P.aeruginosa, dan C.pyogens adalah bakteri non spesifik yang terdapat secara non pathogen dimana-mana dan sering menginfeksi uterus. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran (Wiknjosastro, H. 2002). Berat tidaknya endometritis yang di derita tergantung pada kaganasan bakteri yang menularinya,, banyaknya bakteri, dan ketahanan tubuh penderita (Hardjoprantjo, 1995). Penyebab lain adalah karena kelanjutan dari abnormalitas partus seperti abortus, retensio sekundinarum, kelahiran kembar dan distokia (Ball dan Peters, 2004). Endometritis purulenta pada tikus pre-menopause disajikan pada Gambar 4, dan rata-rata persentase kelenjar uterus yang berisi eksreta dan sel radang netrofil dari seluruh kelompok tikus disajikan pada Tabel 3.

Gambar 4 Endometritis purulenta pada salah satu tikus pre-menopause. Sel radang netrofil tampak memenuhi lumen kelenjar uterus (panah kuning) dan lamina propria uterus. Pewarnaan HE, Bar: 100 m

Tabel 3 Rata-rata persentase kelenjar uterus yang meradang pada tikus produktif dan pre-menopausePerlakuanTikus ProduktifTikus Premenopause

Kontrol N11.592.25b12.471.32a

Kontrol P 1.700.32a 0.420.57a

Dosis 1 00a 5.865.89a

Dosis 2 4.93* 9.4715.18a

Dosis 3 3.825.40ab 2.363.33a

Rataan4.3584.90a7.5489.99a

Keterangan: Huruf supersripct yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p0,05) dibandingkan kelompok tikus pre-menopuse. Pada kelompok tikus produktif, rata-rata jumlah kelenjar uterus yang meradang pada tikus kontrol positif lebih rendah dan berbeda nyata (p0,05) jumlah kelenjar uterus yang meradang dibandingkan dengan kontrol negatif. Sebaliknya pada kelompok tikus pre-menopause, pemberian etinil estradiol maupun penambahan dosis infusa adas hanya merendahkan jumlah kelenjar uterus yang meradang namun tidak berbeda nyata (p>0,05) dibandingkan kontrol negatif. Pada periode pre-menopause, kadar estrogen dalam tubuh tinggi. Menurut Lestari (2006), estrogen dapat meningkatkan migrasi sel-sel penyebab inflamasi saluran reproduksi. Selain itu adas diduga mengandung senyawa yang bersifat sebagai antibakteri, sehingga pemberian adas dapat menurunkan persentase kelenjar uterus yang meradang.Kaur dan Aurora (2009) menyatakan bahwa tanaman adas memiliki beberapa kandungan senyawa aktif seperti alkaloid 2,8-4,23%, flavonoid 8,58-15,06%, tannin 19,71-27,7%, saponin dan glikosida 0,55-0,70%. Senyawa aktif adas yang diduga berfungsi sebagai antibakteri adalah alkaloid, flavonoid, dan tannin. Alkaloid memiliki mekanisme penghambatan bakteri melalui kemampuannya menembus dinding bakteri sehingga merusak dinding sel dan menyebabkan kematian. Flavonoid dapat membentuk ikatan kompleks dengan protein dan dinding sel bakteri sehingga struktur protein rusak begitu pula membran sel bakteri. Tanin mempunyai kemampuan berikatan dengan adesin bakteri, menghambat enzim dan selubung sel transport protein, serta merusak membran sel bakteri. Selain itu tannin juga mampu membentuk ikatan komplek dengan polisakarida (Cowan (1999) Persentase kelenjar yang meradang pada tikus kontrol positif berbeda nyata (p0,05) dibandingkan tikus kontrol positif maupun kontrol negatif. Sebaliknya pada kelompok tikus pre-menopause, pemberian etinil estradiol cenderung menurunkan (p>0,05) persentase kelenjar nekrotik, dan pada pemberian infusa adas dosis bertingkat menurunkan persentase kelenjar nekrotik secara nyata (pM Kenny. 1984. Antibodi Activity or Mare Uterine Fluid. Biology of Reproduction 31: 303-311.Suckow, M.A., Weisbroth, S.H., dan Franklin, C.L. 2006.The Laboratory Rats.London: Elsevier Academic Press.Toelihire, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Edisi Keempat. Penerbit: angkasa, Bandung.Tsourounis C. 2004. Clinical effects of phytoestrogens. Clin Obst. Gynecol. 44:836-42.Washburn, S.M.; Klesius,P.H.; Ganjam, V.K. and Brown, B.G. 1982. Effect of estrogen and progesterone on the phagocytic response of ovariectomized mares injected in utero with -hemolytic streptococci. Am.J.Vet.Res 1982; 43 : 1367 1370.Watts, J.R, P.J. Wright, CS. Lee. 1978. Endometrial Cytology of thr Normal Bitch Throughout the Reproductive Cycle. J. Small Anim. Pract. 39(I): 2-9Winarsi H, Muchtadi D, Zakaria FR, Purwantara B. 2004. Respon hormonal imunitas wanita premenopause yang diintervensi minuman funsgional berbasis susu skim yang disuplementasi dengan 100 mg isoflavon kedelai dan 8 mg za-sulfat. Jurnal Teknol Industri Pangan. 15(1):28-34.Winarsi, H. 2005. Isoflavon Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya Pada Penyakit Degeneratif. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.Wirakusumah ES. 2003. Tip dan diet untuk tetap sehat, cantik, dan bahagia di masa menopause dengan terapi estrogen alami. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.Wiknjosastro, H. (2002).Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.Wolf. 2005. Fitoestrogens-value and significance during menopause. Dalam: Fischl FH, penyunting. Menopause andropause [Internet]. [diunduh 23 Februari 2015]. Tersedia pada: Http.//www.kup.at/cdbuch/8-inhalt.html.Ibanez C. and Baulieu EE. 2005. Mechanisms of Action of Sex Steroid Hormonesn and Their Analog. Di dalam: Lauritzen C, Studd, Ed. Current management of the menopause. London: Taylor & Francis.Turner CD, JT Bagnara. 1988. Endokrinologi Umum. Ed ke-6. Yogyakarta: Airlangga University Press.