problem dan jiwa keagamaan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para ahli berpendapat bahwa manausia adalah homo religious (manusia
beragama), karena manusia sejatinya memeiliki potensi untuk beragama. Sedang
agama itu sendiri adalah menyangkut kehidupan batin manusia. Kesadaran dan
pengalaman agama seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan
yang ada kaitanya dengan seseuatu yang dianggap sacral dan dunia ghaib. Dari
kesadaran dan pengalaman agama inilah di implimentasikan dalam sikap keagamaan
seseorang. Dimana sikap keagamaan mendorong untuk bertingkah laku sesuai dengan
kadar ketaatanya pada agama.
Secara psikologis manusia sulit dipisahkan dari agama, karena dari dalam manusia itu
sendiri akan selalu muncul problema dan jiwa keagamaan. Pengaruh psikologis ini
tercermin dalam sikap dan tingkah laku keagamaan manusia baik dalam kehidupan
individu maupun dalam kehidupan sosialnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sikap keagamaan dan pola tingkah laku manusia?
2. Bagaimanakah sikap keagamaan Yang menyimpang?
3. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan yang
menyimpang?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sikap Keagamaan Dan Pola Tingkah Laku Manusia
Prof. Dr. Mar’at mengemukakan ada 13 pengertian sikap yang dirangkum
menjadi empat rumusan, yaitu sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui
pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lingkungan . (di rumah, di
sekolah, dan lain-lain) dan senantiasa berhubungan dengan obyek seperti manusia,
wawasan, peristiwa, maupun ide, sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak
dengan cara-cara tertentu terhadap objek. Kedua, bagian yang dominan dari sikap
adalah perasaan yang efektif seperti yang tampil dalam menentuksn pilihan apakah
positif, negative, atau ragu dengan memiliki kadar intensitas yang tidak tentu sama
dengan objek yang tertentu, tergantung pada situasi dan waktu, sehingga dalam
situasi dan saat tertentu mungkin sesuai sedangkan di saat dan situasi berbeda belum
tentu cocok. Ketiga, sikap dapat bersifat relatif konsistem dalam sejarah hidup
individu , karena ia merupakan bagian dan konteks persepsi ataupun kognisi individu.
Keempat sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai
konsekuensi tertentu bagi seseorang atau bersangkutan, karenanya sikap merupakan
penasiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indicator yang sempurna, atau
bahkan tidak memadai .
Dari rumusan tersebut dapat ditarik kesimpulan bawa sikap merupakan
predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu yang
mencakup komponenm kognisi, afeksi, an konasi. Dengan demikian sikap merupakan
interaksi dari komponen-komponen tersebut secara kompleks .
Komponen kognisi akan menjawab apa yang diperkirakan atau dipersepsikan tentang
objek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap objek.
Komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak
terhadap objek.
Faktor penetu sikap, baik sikap positif maupun sikap negaif, adalah motif
yang berdasarkan kajian psikologis yang dihasilkan oleh penilaian dan reaksi afektif
2
yang terkandung dari sebuah sikap. Motif menetukan tingkah laku nyata (over
behavior) sedangkan reaksi afektif bersifat tertutup (convert behavior) .
Dengan demikian sikap yang diitampilkan seseorang merupakan hasil dari proses
berfikir, merasa dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap suatu
obyek. Dengan demikian sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang
dan bukan pengaruh bawaan (factor intern) seseorang serta tergantung pada obyek
tertentu karena sikap dipandang sebagai perangkat reaksi-reaksi afektif terhadap
subyek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan indifidu.
Pemberian dasar jiwa keagamaan pada anak tidaklah dapat dilepaskan dari peran
orang tua sebagai pendidik dilingkungan rumah tangga. Pengenalan agama sejak dini
akan sangat besar pengaruhnuya dalam pembentukan kesadaran dan pengalaman
bersama pada anak tersebut.
Jadi, Keluarga sebagai lingkungan yang pertama ditemui anak, sangat berperan dalam
pdalam pembentukan pola prilaku/sikap anak.
B. Sikap Keagamaan Yang Menyimpang
Dalam kaca mata psikologi agama, ajaran agama memuat norma, norma tersebut
dijadikan pedoman oleh pemeluk agamanya, baik dalam bersikap ataupun bertingkah
laku. Norma-norma tersebut mengacu pada nilai luhur yang mengarah pada
pembenyukan kepribadian dan kesesuaian hubungan susial. Dengan upaya memenuhi
ketaatan kepada Tuhan.
Akan tetapi dalam kenyataan hidup sehari tak jarang dijumpai adanya
penyimpangan yang terjadi, penyimpangan terjadi apabila sikap seseorang terhadap
kepercayaan dan keyakinan yang dianut mengalami perubahan.
Perubahan sikap seperti itu dapat terjadi pada perorangan atau kelompok.
Perubahan tingkah laku tersebut memiliki tingkat kualitas dan intensitas yang
mungkin berbeda dan kontinyu dari positif melalui areal netral kearah negatif.
Selain itu tidak kurang pula kasus-kasus negative yang bersumber dari adanya
sikap keagamaan yang menyimpang ini .
3
1. Kurang toleran
Seseorang atau kelompok penganut suatu agama mungkain saja bersikap
kurang toleran terhadap agama lain, ataupun aliran lain yang berbeda dari
aliran agama yang dianutnya, biasanya orang yang fanatik pada orang lain
menunjukan sikap angkuh pada agama lain .
2. Sikap fanatik
Sikap tersebut menyebabkan seseorang atau kelompok beranggapan bahwa
hanya agama yang dipeluknya saja yang paling benar.
3. Fundamentalis
Berupa sikap yang menentang terhadap agama yang berbeda dengan agama
yang mereka anut.
Dan masih banyak lagi yang menyimpang.
Sikap keagamaan yang menyimpang seperti itu merupakan masalah yang pada
tingkatan tertentu dapat minimbulkan tindakan yang negatif dari tingkat yang
terendah hingga ke tingkat yang paling tinggi. Sikap menyimpang seperti itu
umumnya berpeluang untuk terjadi dalam diri seseorang maupun ke;ompok pada
setiap agama.
Selain dalam bentuk kelompok, Sikap keagamaan yang menyimpang juga
dapat terjadi pada orang perorang. Dan biasanya sikap keagaman yang menyimpang
dalam bentuk kelompok aliran atau sakte biasanya berawal dari pengaruh sikap
seseorang tokoh. Seseorang yang mempunyai pengaruh terhadap kepercayaan dan
keyakinan orang lain, sebagai bagian dari tingkat pikiran yang trasenden.
Masalah yang menyangkut sikap keagamaan ini umumnya tergantung hubungan
presepsi seseorang mengenai kepercayaan dan keyakinan. Kepercayaan adalah
tingkat piker manusia dalam mengalami proses berpikir yang telah dapat
membebaskan manusia dari segala unsur-unsur yang terdapat diluar pikiranya.
Sedangkan keyakinan adalah suatu tingkat pikiran yang dalam proses berpikir
manusia ialah menggunakan kepercayaan dan keyakinan ajaran agama sebagai
penyempurna proses dan pencapaian kebenaran dan kenyataan yang terdapat diluar
4
jangkauan piker manusia. Kepercayan dan keyakinan merupakan hal yang abstrak
sehingga secara empiric sulit dibuktikan secaranyata mengenai kebenaranya.
Sikap keagamaan yang menyimpang memang sering menimbulkan permasalahan
yang cukup rumit dalam setiap agama. Selain sikap seperti itu dapat menimbulkan
gejolak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, juga tidak jarang ikut
mempengaruhi politik suatu Negara, jika sikap menyimpang tersebut sudah
mempengaruhi sikap social. Lebih-lebih jika menyimpang tersebut kualitas dari
itensitas sikap yang menggambarkan konotasi komponen efeksi cendrung mengarah
kepada tingkah laku yang berdasarkan kualitas nasional. Dengan demikian sikap
keagamaan yang menyimpang cendrung didasarkan pada motif yang bersifat
emosional yang lebih kuat ketimbang aspek rasional .
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan Yang Menyimpang
Terjadinya sikap keagamaan yang menyimpang berkaitan erat dengan perubahan
sikap. Beberapa teori psikologis mengungkapkan mengenai sikap tersebut antara lain,
1. Teori Stimulus dan Respons
Berdasarkan teori ini manusia dipandang organism, yang menyamakan
perubahan sikap dengan proses belajar. Menurut teori ini ada tiga variable
yang mempengaruhi terjadinya perubahan sikap yaitu perhatian, pengertian,
dan penerimaan (Mar’at, 1982: 87).
Sehingga ketika seseorang atau kelompok memiliki perhatian terhadap suatu
obyek dan memahami obyek tersebut serta menerimanya, maka akan terjadi
perubahan pada teori ini, objek itu sendiri harus difungsikan sebagai stimulus
agar dapat merespon perhatian, pengertian serta penerimaan oleh seseorang
atau kelompok. Jadi perubahan sikap akan terjadi bergantung terhadap
kemampuan lingkunngan untuk menciptakan stimulus yang dapat
menimbulkan reaksi dalam bentuk respon. Hal ini menunjukan untuk merubah
sikap perlu adanya sebuah rekayasa objek sedemikian rupa hingga menarik
perhatian, member pengertian hingga dapat diterima.
Kaitanya degan sikap keagamaan, maka objek yang relevan adalah segala hal
yang berhubungan dengan keagamaan. Misalnya saja, didalam suatu
5
masyarakat muncul aliran-aliran keagamaan tertentu yang beda dengan tradisi
keagamaan yang berjalan. Kehadiran aliran tersebut menarik perhatian
sehingga terdorong untuk mengetahuinya lebih jauh. Hasil dari prose situ
kemungkinan dapat memberi pengertian baru bagi mereka yang terlibat dan
biasanya mereka akan melangkah ketingkat penerimaan dan akan terjadi
perubahan pada diri mereka, dilihat dari sudut tradisi keagamaan yang
berlaku, sikap mereka ini dapat dikelompokan sebagai sikap keagamaan yang
menyimpang.
2. Teori Pertimbangan Sosial
Teori ini melihat perubahan sikap sebagai pendekatan psikologi social.
Menurut teori ini perubahan sikap ditentukan oleh factor internal dan factor
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi perubahan sikap adalah
presepsi social, posisi social, dan proses belajar social. Sedangkan factor
eksternal terdiri atas factor penguatan, komunikasi persuasive, dan harapan
yang diinginkan. Perubahan sikap menurut teori ini ditentukan oleh
keputusan-keputusan social sebagai hasil interaksi factor internal dan
eksternal.
Perubahan sikap dalam kaitanya dengan sikap keagamaan yang
menyimpang merujuk pada teori pertimbangan social ini nampaknya
menyangkut faktor status sosial seseorang dalam masyarakat, hal ini cendrung
dilator belakangi oleh harapan/keinginan untuk mengembalikan kedudukan
didalam masyarakat. Misalnya seseorang yang semula dihormati kemudian
ada saingan dari tokoh lain, untuk mengembalikan status yangpernah
diperolehnya, kemungkinan besar ia cendrung untuk melakukan sesuatu yang
menyimpang guna menarik kembali perhatian masyarakat.
Kaitanya dalam teori ini terdapat sikap keagamaan yang menyimpang
ditampilkan oleh seorang tokoh yang bersikap positif, dengan atas
pertimbangan kepentingan masyarakat banyak. Sikap kegamaan yang seperti
ini terlihat dalam kasus pembaharuan pemikiran keagamaan. Seperti halnya
para tokoh reformer (mujaddid) yang umumnya menampilkan sikap
6
keagamaan yang beda dari tradisi keagaman yang berjalan. Dalam sejarah
sikap keagamaan seperti ini mampu mengubah tradisi keagamaan yang ada.
Beberapa contoh kasus antara lain oleh Shidharta Gautama. Martin Lhuther,
Kaisar Konstantin, dan sejumlah tokoh pembaharu dalam pemikiran
keagamaan lainya.
3. Teori Konsistensi dan Teori Fungsi
Menurut teori ini perubahan sikap lebih ditentukan oleh factor intern,
yaitu tujuanya untuk menyeimbangkan antara sikap dan perbuatan. Karena itu
oleh Fhritz Heider disebut balance theory (Mar’at, 1982: 37). Osgood dan
tannenbaum menemukan congruity (keharmonisan) dan masih ada pendapat-
pendapat yang berbeda dari para tokoh lainya. Walaupun berbeda dalam
penamaan namun intisari teori dari konsistensi ini adalah bahea perubahan
sikap merupakan proses yang terjadi pada diri seseorang dalam upaya untuk
mendapatkan keseimbangan antara sikap dan perbuatan. Berdasarkan berbagai
pertimbangan maka seseorang kemudian memilih sikap tertentu sebagai dasar
untuk bereaksi atau bertingkah laku.
Kaitanya dengan sikap kegamaan seseorang menurut teori konsistensi
ini terdapat dalam kasus-kasus konversi agama. Konversi pada dasarnya
bersumber dari konflik yang terjadi pada diri seseorang. Pada tingkatan
tertentu, ini menimbulkan kegelisahan batin sebagai persoalan yang harus
mendapatkan pemecahanya. Selanjutnya timbul berbagai kemungkinan untuk
dijadikan pertimbangan dalam mencerminkan jalan keluar. Pemilhan jalan
keluar yang cocok dan tepat biasanya adalah yang paling dapat memberikan
ketenangan batin bagi yang bersangkutan.
Sedangkan menurut teory fungsi , perubahan sikap seseorang
dipengaruhi oleh kebutuhan seseorang. Sikap memiliki sifat fungsi untuk
menghadapi dunia luar agar individu senantisa menyesuaikan dengan
lingkungan menurut kebutuhanya.
Berdasarkan teori ini, bahwa terjadinya perubahan sikap tidak
langsung serta merta, melainkan melalui proses penyeimbangan diri dengan
7
lingkungan. Keseimbangan tersebut merupakan penyesuaian dengan
lingkungan .
8
BAB III
KESIMPULAN
Sikap keagamaan dan pola tingkah laku manusia adalah bersikap predisposisi untuk
bertindak senag atau tidak senang terhadap suatu objek yang mencakup komponen
kognisi, konasi dan afeksi.
Sikap keagaaan yang menyimpang terjadi apabila sikap seseorang terhadap
kepercayaan dan keyakinan yang dianut mengalami perubahan.
Dan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan yang menyimpang adalah:
1. Teori stimulus dan respon
2. Teori pertimbangan sosial
3. Teori konsistensi dan teori fungsi
9
DAFTAR PUSTAKA
Jalaudin. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001
http://alkhafiy.blogspot.com/penyimpangan-sikap-prilakukeagamaan.html
http://groups.google.co.id.konflik-dan-solusi-psikologi-agama,25 houemter2008
10