production smoothing dalam sistem manufaktur just-in-time
TRANSCRIPT
Production smoothing Dalam Sistem Manufaktur Just-In-Time:
Tinjauan Terhadap Model Pendekatan dan Solusi
Production smoothing adalah salah satu yang paling penting dalam kegiatan
perencanaan taktis untuk operasi yang efisien dari produk campuran sistem
manufaktur just-in-time (JIT). Sehingga, perhatian penelitiaan difokuskan pada
topik ini. Namun, pemeriksaan lebih dekat dengan analisis literatur
mengungkapkan bahwa mayoritas pekerjaan yang ada disinkronisasi
berkonsentrasi pada sistem perakitan, yang, sebagian, disebabkan oleh kenyataan
bahwa filsafat JIT berasal dari jalur perakitan lingkungan. Hal ini membatasi
penerapan hasil penelitian analisis dalam praktik pengaturan. Makalah ini pertama
membahas pemodelan praktis dan tantangan yang muncul dalam meratakan
produksi dalam konteks manufaktur JIT. Kemudian, sebuah tinjauan luas dari
literatur yang ada memfokuskan pada model analitis dan solusi algoritma yang
dikembangkan di lapangan telah diberikan.
1. Introduksi
Toyota Production System (TPS) adalah satu set alat terpadu dan metode
yang berfokus pada identifikasi dan penghapusan limbah, dan karena itu
meningkatkan produktivitas. Filsafat 'Just-in-time' (JIT), yang diberi nama setelah
sebuah frasa berasal di Toyota Motor Company, merekomendasikan merancang
dan mengendalikan proses manufaktur seperti barang-barang yang dibutuhkan
diproduksi dalam kuantitas yang diperlukan ketika mereka dibutuhkan. Untuk
tujuan ini, TPS menunjukkan bahwa seharusnya produksi dipicu oleh permintaan,
penganjuran penggunaan sistem penarikan untuk kontrol produksi. Secara khusus,
ketika penarikan kontrol produksi berlaku, jadwal produksi untuk tahapan terakhir
dalam operasi manufaktur disebarkan melalui semua tahapan operasi manufaktur.
Tujuan meratakan produksi, yang merupakan keputusan perencanaan tingkat
taktis juga disebut sebagai Heijunka atau tingkat penjadwalan, adalah untuk
mengurangi variabilitas dari tingkat produksi pada tahap akhir operasi manufaktur
sehingga dapat menciptakan permintaan yang stabil untuk operasi manufaktur lain
pada tahap-tahap sebelumnya. Oleh karena itu, production smoothing merupakan
elemen kunci TPS, dan karena itu sebuah komponen kunci dari filosofi JIT
(Walleigh 1986, Coleman dan Vaghefi 1994, Monden 1998).
Karena harapan pelanggan untuk meningkatkan variasi produk, perusahaan
manufaktur telah memperluas campuran produk mereka untuk memasukkan
jumlah yang lebih besar masing-masing produk akhir dengan beberapa varian
yang berbeda. Oleh karena itu, sistem produk campuran, di mana sumber daya
manufaktur dibagi di antara beberapa kelompok dari produk multipel masing-
masing dengan beberapa jenis yang memungkinkan, telah menjadi lebih umum di
industri manufaktur dan telah dipelajari secara luas. Di beberapa industri seperti
industri elektronik, peningkatan dalam berbagai produk mengarah ke varian tinggi
dalam permintaan. Hal ini, pada akhirnya, memerlukan peningkatan kemampuan
sistem manufaktur untuk menanggapi peningkatan variabilitas, mungkin melalui
adopsi dari manufaktur yang fleksibel dan prinsip-prinsip manufaktur yang
tangkas (Yusuf et al. 1999). Namun, di beberapa industri seperti industri peralatan
industri, meskipun berbagai produk tinggi, variabilitas permintaan mungkin masih
relatif rendah karena perusahaan ini berusaha untuk menstabilkan permintaan
terhadap produk akhir menggunakan strategi manajemen pasokan yang efektif.
Dalam industri, penggunaan prinsip-prinsip manufaktur JIT masih merupakan
pilihan. Dengan meningkatnya kompleksitas struktur produk dan tingkat
diversifikasi produk konfigurasi, operasi manufaktur menjadi semakin lebih rumit,
render production smoothing untuk campuran produk sistem JIT masalah yang
cukup menantang.
Semakin banyak perusahaan dari berbagai industri yang tertarik untuk
mengadopsi filsafat JIT untuk meningkatkan produktivitasnya, dan dengan
demikian juga meningkatkan daya saing mereka di pasar. Pada kenyataannya,
sebuah studi baru-baru ini melaporkan bahwa filsafat JIT telah diadopsi oleh
banyak perusahaan manufaktur dari keseluruhan industri, termasuk elektronik,
industri mesin, makanan dan tekstil, dan lain-lain (Fullerton dan McWatters
2001). Adopsi filsafat JIT mengharuskan perusahaan untuk merestrukturisasi
operasi manufaktur mereka. Walleigh (1986) menekankan pentingnya production
smoothing dan menyatakan bahwa kemungkinan untuk menjadi salah satu
langkah pertama dalam transformasi manufaktur JIT. Lummus (1995) melakukan
studi simulasi tiga stasiun perakitan (yang menarik dari sub-majelis tiga sub-baris
dengan satu, dua dan tiga stasiun, masing-masing) di mana produk yang berbeda
memiliki setup yang berbeda dan waktu pemrosesan yang diperlukan, dan
menunjukkan bahwa jadwal produksi yang diperoleh dengan metode production
smoothing terutama dirancang untuk mensinkronkan jalur perakitan. Oleh karena
itu, dalam rangka untuk memfasilitasi adopsi yang lebih luas dalam JIT
manufaktur, ada kebutuhan yang jelas untuk mengembangkan seperangkat solusi
analitis model dan algoritma yang membahas masalah smoothing produksi (PSP)
dalam berbagai lingkungan manufaktur realistis.
Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan tinjauan kritis dari analitis
literatur saat ini tentang smoothing production untuk campuran produk sistem
manufaktur JIT. Alat analisis alternatif, seperti simulasi, dikutip sebagai relevan,
namun berada di luar lingkup dari tinjauan ini, karena minat penulis terletak
dalam menempatkan penekanan pada pemodelan analitik dan pembangunan
algoritma untuk mendukung pengambilan keputusan. Setelah menyelidiki sejauh
mana alamat literatur yang ada PSP dalam berbagai lingkungan manufaktur yang
ditemui dalam praktik, penulis akan meninjau pemodelan yang ada dan solusi
pendekatan dan mengidentifikasi jalan-jalan baru dari penelitian.
2. Pembahasan tentang isu-isu praktis dan pemodelan dalam production
smoothing
2.1. Masalah praktis
Kubiak (1993) memberikan tinjauan komprehensif dari literatur analisis ini
sampai 1993. Namun, pemeriksaan lebih dekat tentang lingkungan manufaktur
yang melekat pada industri manufaktur JIT sekarang menjadi semakin lebih luas
mengungkapkan bahwa tahap akhir operasi manufaktur tidak harus terdiri dari
jalur perakitan yang selaras; itu mungkin (i) mesin satu toko, (ii) aliran toko, atau
(iii) pekerjaan toko juga. Masing-masing lingkungan manufaktur model analitis
yang berbeda menimbulkan tantangan untuk PSP, di mana keuntungan yang akan
diperoleh dari production smoothing adalah sama dan sangat penting.
Production smoothing di Toyota berfokus pada pengurangan variabilitas
tingkat konsumsi sub-perakit yang digunakan pada tahap akhir (Monden 1983).
Miltenburg dan Sinnamon (1989) memperluas pendekatan Monden's (1983)
dengan mempertimbangkan smoothing kedua produk akhir tingkat produksi dan
sub-perakitan tingkat konsumsi pada tahap sebelumnya dari sistem manufaktur.
Miltenburg (1989) berkenaan dengan mengurangi variabilitas dari tingkat
produksi untuk produk akhir pada tahap akhir saja. Lebih khusus lagi, pendekatan
Miltenburg dan Sinnamon's (1989) berfokus pada pengendalian seberapa sering
sub-perakit yang diperlukan untuk produk akhir yang menarik serta produk akhir
selesai, sedangkan pendekatan Miltenburg's (1989) adalah pengendalian
berkonsentrasi hanya pada bagaimana sering produk akhir selesai.
2.2. Model masalah
Monden (1983) mengidetifikasi penggunaan dari sub-assembly dan sumber
beban menjadi 2 object penting pada manufaktur JIT. Kesuksesan pengguaan
dititikberatkan pada rata-rata produk akhir, yang sebaik pada rata-rata konsumsi
sub assembly yang akan ke produk jadi. Kesuksesan merupakan sebuah fungsi
deviasi dari produksi actual/konsumsi disbanding produksi ideal/konsumsi.
Kesuksesan beban dititikberatkan pada kebutuhan proses dan bagian deviasi dari
level beban kerja actual pada sumber produksi dari level beban kerja ideal.
Asumsi bahwa kebutuhan rata-rata dari produk akhir adalah konstan dan
berkelanjutan, kuantitas ‘ideal’ kumulatif untuk produk akhir semua waktu biasa
dimodelkan dalam fungsi linier (gambar 1 ). Bagaimanapun, sejak sumber
produksi tidak dapat membuat produk berbeda secara simultan, pencapaian
tingkat produk ideal tidak nyata pada prakteknya. Kuatitas produksi actual
kumulatif untuk produk akhir dalam jadwal dapat dibuat tidak kontinyu sebagai
fungsi linier piecewise, linier bertambah ketika produk akhir sedang diproduksi da
tidak meningkat, dimana tertuang dalam gambar 1. Kemudian, area yang diarsir
antara fungsi linear dan diskontinyu piece-wise fungsi diberikan pada deviasi
kuantitas aktual produksi dari kuantitas ideal. Sesungguhnya, total area yang lebih
kecil diluar horiso perencanaan adalah lebih baik, lebih halus daripada jadwal
aktualnya.
Baik untuk penggunaan dan pembebanan, baik positif dan negative
deviasinya dapat diobservasi. Untuk itu, dalam penformulaan dan fungsi objektif,
kita dapat mengambil baik pangkat atau niali absolute deviasinya, dimana menjadi
nilai pangkat atau nilai absolute fungsi objectif. Akhirnya, problem optimasi dapat
diformulakan untuk baik meminimalisir deviasi total atau deviasi maximum, yang
disebut dengan fungsi minsum dan minmax.
Asumsi permodelan awal yang menentukan karakteristik menyebabkan
kesulitasn dalam pemecahan problem optimasi. Dalam literature terdapat banyak
pekerjaan dimana mengasumsikan waktu setup nol, dan memungkinkan
pergantian. Sama dengan, penggiunaan waktu akan mempegaruhi seberapa rumit
problem optimasi yang akan dipecahkan. Pekerjaan biasanya mengasumsikan
waktu proses unit, dimana kebanyakan pekerjaan berfokus waktu proses.
Dalam review literature, kita dapat memperhatikan empat identifikasi
karakteristik yang berhbugan dengan prektik dan kasus permodelan, dinamakan
(i) karakteristik tingkat final dari operasi menufaktur
(ii) penghalusan aktivitas produksi
(iii) karakteristik dan formulasi dari fungsi objektif
(iv) asumsi yang berhubungan dengan set up dan waktu proses
Setelah didiskusikan, setiap karakteristik tersebut memiliki akibat pada
praktik yang relevan dalam system dan kompleksitas komputasi dari model
optimasinya.
3. PSP dalam garis sistem Assembly
Dalam literature utama PSP, yang didukung oleh buku Monden’s (1983),
terkonsen dengan garis assembly. Waktu proses yang dibutuhkan untuk setiap
produk akhir saat si tiap stasiun harus disinkroka dengan waktu assembly juga.
Untuk itu, berdasarkan durasi waktu yang berputar dan produk akhir
meninggalkan tempat assembly menjadi produk jadi, semua unit line diproses
dalam stasiun itu dan secepatnya diberikan produk jadi lagi. Terlebih lagi, waktu
set-up terpengaruh jika antara produk akhir yang berbeda diasumsikan diabaikan.
3.1 Preliminaries
Produk campuran system JIT disumsikan kosisten dalam level manufaktur
L. dan diindekskan dengan ℓ. Tahap akhir adalah line assembly dan ini
ditunjukkan sebagai level pertama (i.e. ℓ=1). Sama dengan tahap awal proses
manufaktur adalah L level (i.e. ℓ= L). Setiap level ℓ memproses nℓ item yang
berbeda. Misalnya level pertama memproses n1 produk akhir yang berbeda,
dimana tahap selanjutnya memproses nℓ sub assembly yang berbeda untuk ℓ=2,
…, L. kuantitas untuk sebuah sub assembly i pada level ℓ yang dibutuhkan untuk
mengasembly sebuah unit produk akhir h diberika pada bℓih. Permintaan utuk
item i dalam level ℓ dinoktahkan dengan : dℓI untuk ℓ=1,…,L dan i= 1,…, n ℓ.
Akhirnya, Dℓ total level permintaan ℓ,i.e. dan level permitaan
untuk tiap item i dalam tiap item ℓ dinoktahkan dengan
Jadwal produksi untuk level yang pertama dinoktahkan dengan .
mengandung tahap D1 secara total, dan tiap tahap sebuah produk single akhir
dapat diproses i.e. untuk K=1,…, D1. Jika x1,i,k kumulatif
kuatitas dari produk akhir i produksi tahap k pertama dari i=1,…, n1 da k=0,…,
D1. kita memiliki x1,i,0 = 0 dan . Begitu juga dengan
xℓ,i,k sebagai kuatitas kumulatif sub assembly pada konsumsi i untuk ℓ=2,…L.
i=1,…nℓ. dan k=0,…D1. disinio kita medapatkan xℓ,i,0 = 0 dan
Disii, kumulatif asumsi sub assembly adalah old an tiap
tahap meningkat kebutuhan kuantitas dap roses produk akhirnya. Model yang
memungkikan kosumsi kuantitas dari fungsi diskontiyu terdapat pada gambar 2
dimana deviasi berada diantara 2 fungsi tersebut.
Dengan kata lain, jika nilai-nilai permintaan untuk produk akhir yang
berbeda memiliki kesamaan pembagi, maka dapat dibagi menjadi Faktor
persekutuan terbesar dan terkecil sehingga hal ini dapat dipecahkan. Dalam
bagian ini, diasumsikan tidak memiliki pembagi lebih besar dari satu.
Miltenburg (1989) berfokus pada tujuan penggunaan akhir produk di akhir
tahap dari sistem manufaktur dan merumuskan masalah sebagai integer kuadrat
model optimasi dengan fungsi objektif
Aigbedo (2000) mempelajari struktur properti dari formula berikut
Solusi paling efisien dari permasalahan berdasar (Kubiak dan Sethi)
(1991,1994) yang mencatat bahwa , untuk tiap unit dapat dimungkinkan untuk
menentukan posisi yang ideal dari langkah tersebut. Hal ini juga memungkinkan
untuk mendefinisikan sebuah fungsi biaya yang meningkat jika salinan dari suatu
barang menyimpang dari yang posisi yang ideal. Kuniak dan Sethi (1991) definisi
dari biaa mengacu pada reformulasi dari model Miltenburg sebagai problem
penugasan dengan elemen-elemen D dan dapat diselesaikan. Lebih lagi,
reformulasi ini dapat digunakan ketika tujuan dari formula ini dalam bentuk
Dimana Fi(.) adalah fungsi unimodal conveks yang
bernilai minimum = 0.
(Kubiak dan Sethi 1991,1994) mencatat bahwa definisi ini mencakup antara
nilai kuadrat dan nilai absolut pada fungsi objektif, dan dapat digeneralisasi untuk
kasus-kasus dimana berat berhubungan dengan produk akhir.
Menggunakan cara yang sama (Inman dan Bulfin (1991) menentukan posisi
ideal untuk masing-masing salinan dari setiap produk akhir yang dihasilkan.
Kemudian mengukur penggunaan aktual produk dalam setiap tahap dari urutan
dan kemudian membandingkannya untuk penggunaan yang ideal. Masalah ini
dipecahkan dengan awal yang efisien-duedate (EDD) pendekatan yang juga
menemukan solusi yang baik bagi perumusan asli dari Miltenburg (1989).
Steiner dan Yeomans(1993) menggunakan fungsi tujuan mutlak minmax
dan menunjukkan bahwa formulasi ini dapat dikembalikan ke Release Date /
Jatuh Tempo Keputusan Masalah, yang dapat diselesaikan agar optimal dengan
algoritma EDD, dalam O (D1) waktu. Perumusan minmax kuadrat menggunakan
fungsi objektif diselesaikan dalam 0(n1D1) (Brauner dan Crama 2004).
Model yang ada mengingat tujuan pemuatan di bawah pendekatan PRV
menggunakan fungsi tujuan dari penggunaan dan memuat tujuan, di mana wu dan
wL menunjukkan bobot masing-masing tujuan ini. (Miltenburg, 1990).
(Korkmazel dan Meral, 2001) membedakan waktu pemrosesan persyaratan pada
stasiun yang berbeda, dan perbedaan antara waktu produksi aktual yang
dibelanjakan untuk produk i pada workstation m dan waktu produksi ideal yang
seharusnya dipakai untuk produk i pada workstation m, di posisi k pertama dari
urutan:
dimana Wm adalah berat terkait dengan stasiun m, ti, m adalah waktu pemrosesan
dari endproduct di stasiun m, TM. Para penulis menyatakan bahwa masalah
dengan fungsi tujuan tertimbang dapat dikurangi ke masalah tugas dan dipecahkan
secara efisien. Pengamatan lebih dekat menunjukkan bahwa kunci untuk
transformasi ini adalah dekomposisi dari total beban kerja menjadi potongan-
potongan dari beban kerja yang dibuat oleh masing-masing endproduct. Formulasi
yang mengambil total kumulatif beban kerja secara keseluruhan, seperti akan
terlihat dalam seksi berikutnya, tidak dapat diselesaikan secara efisien.Ventura
dan Radhakrishnan (2002) memperkenalkan batch processing untuk PSP di garis
perakitan menggunakan pendekatan PRV. Penulis menganggap ukuran batch yang
diberikan untuk produk akhir. Dalam kasus ini, setup kali dapat dengan mudah
dimasukkan ke dalam (integer) batch processing kali yang berbeda-beda di antara
produk-produk. Sebagai produk yang berbeda membutuhkan waktu yang berbeda
untuk memproses, para penulis menyatakan bahwa munculnya masalah optimisasi
sulit dan mengusulkan prosedur heuristik yang efisien untuk solusi. Karya ini
adalah sebuah kontribusi penting bagi PSP sastra, dalam hal ini memungkinkan
batch processing.
Bagaimanapun juga asusmsi ukuran dibatasi oleh permasalahan. Yavus dan
Tufekci (2004) memperhitungkan batch processing ,dan Aigbedo (2000) terikat
pada fungsi tujuan untuk menjelaskan ukuran batch. Terakhir yang penting, dan
praktis relevan, varian dari PSP pada jalur perakitan
bawah pendekatan PRV dipelajari oleh Drexl dan Kimms (2001), di mana PSP
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan apa yang disebut masalah sequencing
mobil (CSP). The CSP adalah berdasarkan pilihan-pilihan, yaitu properti yang
mobil mungkin atau mungkin tidak miliki. Merumuskan CSP, salah satu proses
pra-persyaratan waktu pemrosesan mobil dengan pilihan pada stasiun perakitan
yang menginstal pilihan, dan menghasilkan kendala (dari bentuk Ho : Tidak)
sedemikian rupa sehingga Ho mobil paling banyak dalam setiap subsequence of
No mobil dapat memiliki pilihan itu. Misalnya, waktu pemrosesan persyaratan
dapat mandat bahwa pada kebanyakan tiga mobil dengan atap matahari-opsi yang
diurutkan dalam setiap sub-urutan lima mobil, kendala yaitu atap: 3:5
ditambahkan ke model. Drexl dan Kimms (2001) menggunakan Inman dan
Bulfin's (1991) fungsi objektif dan kendala di samping
(Ho : Tidak ada type) kendala yang diperkenalkan oleh CSP. Untuk solusi tepat
dari gabungan masalah metode generasi kolom disajikan dalam Drexl dan Kimms
(2001) dan cabang-dan-algoritma terikat dalam Drexl et al. (2006).
3.3 ORV on assembly lines
Monden(1998) merumuskan pendekatan ORV menggunakan fungsi tujuan
yang dibentuk dengan menyimpulkan kuadrat penyimpangan dalam sub-perakitan
tingkat konsumsi atas sub-asembli dan tahap:
Miltenburg dan Sinnamon (1989) generalisasi Monden's perumusan masalah
dengan mempertimbangkan deviasi antara yang ideal dan aktual di empat jadwal
tingkat. Fungsi tujuan mereka menggabungkan semua empat tingkat, dengan rasa
hormat untuk mereka bobot w ',' ¼ 1,. . . , 4, dan menetapkan jumlah konsumsi
ideal menggunakan total jumlah konsumsi (X ', k ¼ Pn'
i ¼ 1 x ', i, k) pada tingkat tertentu, sampai tahap tertentu dalam urutan:
Kubiak (1993) mengembangkan generalisasi dari ORV, yang meliputi baik
Monden dan Miltenburg dan model Sinnamon sebagai kasus khusus. Ia juga
menunjukkan bahwa formulasi umum adalah NP-keras.Melengkapi karyanya,
Kubiak et al. (1997) menunjukkan bahwa pendekatan dengan ORV squared
minmax / nilai mutlak fungsi objektif NP-sangat keras. Mereka mengembangkan
prosedur DP yang mampu menangani baik minsum / minmax kuadrat / nilai
mutlak fungsi objektif, berjalan di Walaupun kompleksitas ini adalah terlalu
tinggi, yang penulis mencatat bahwa :
Seperti PSP dengan pendekatan ORV adalah suatu masalah optimisasi yang
sulit, prosedur solusi heuristik menemukan bahwa solusi-solusi yang baik dengan
perhitungan yang layak, diinginkan untuk memecahkan masalah kejadian-
kejadian hidup yang nyata.Beberapa peneliti sudah menerapkan metoda-metoda
meta-heuristic termasuk algoritma-algoritma genetik, optimisasi dan suatu metoda
multi-agent pada pendekatan ORV untuk memperoleh solusi-solusi lebih baik
dibanding (secara relatif) pendekatan heuristik sederhana.
Penolakan varian dari pendekatan ORV adalah pertimbangan kumpulan
proses. Dalam hal ini, tidak hanya urutan sub pemasangan dan hasil akhir, tapi
juga perlu untuk ditentukan proses masing-masing dari mereka yang
mengelompokkan ukuran-ukuran.
Penulis mengusulkan suatu metoda solusi yang memerlukan pemakai untuk
memprioritaskan pemakaian dan memuat sasaran untuk dua tingkatan, dan