produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam aceh

23
168 1) Peneliti (Researcher); Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. P.B. Sudirman 90, Jember 68118, Indonesia. 2) Mahasiswa Pascasarjana (Graduate Student); Universitas Jember, Jember. Pelita Perkebunan 2006, 22(3), 168190 Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.) Sebagai Tanaman Sela Kakao Muda Early Yield and Economical Study of Pogostemon Cablin as Intercrop in Young Cocoa (Theobroma cacao L.) A. Adi Prawoto 1) dan M. Sholeh N.P. 2) Ringkasan Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu bahan baku minyak atsiri yang penting untuk industri farmasi dan kosmetika. Budi daya komoditas ini menghendaki ekosistem yang terbuka, tetapi sampai tingkat penaungan tertentu, tanaman nilam masih dapat diusahakan secara ekonomis. Penelitian untuk mengetahui usahatani nilam aceh sebagai tanaman sela kakao muda, telah dilaksanakan di KP Kaliwining (45 m dpl, tipe curah hujan D, jenis tanah glei humik rendah). Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terbagi ( split plot) terdiri atas 2 faktor diulang 3 kali. Faktor pertama (petak utama) adalah macam penaung yakni tanpa penaung, penaung lamtoro ( Leucaena glauca) dan penaung pinang (Areca catechu). Faktor kedua (anak petak) adalah paket pemupukan nilam yaitu (P0) tanpa pemupukan, (P1) 140 kg Urea, 35 kg SP-36, 70 kg KCl, (P2) 280 kg Urea, 70 kg SP-36, 140 kg KCl dan (P3) 560 kg Urea, 140 kg SP- 36, 280 kg KCl; masing-masing per hektar/tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman nilam tanpa penaung menunjukkan pertumbuhan dan produksi awal lebih tinggi dibandingkan yang diusahakan di bawah penaung, sementara di antara perlakuan penaung, pertumbuhan dan produksi awal di bawah penaung lamtoro lebih tinggi dibandingkan di penaung pinang. Berdasarkan variabel bobot daun basah, bobot terna kering, serta produksi minyak nilam, hasil tertinggi diperoleh dari dosis paket pupuk P1, tetapi terhadap variabel pertumbuhan lainnya (tinggi, lilit batang, jumlah daun, luas daun dan kadar klorofil), hasil tertinggi diperoleh dari perlakuan dosis paket pupuk P3. Terhadap variabel bobot kering terna, hasil tertinggi diperoleh dari interaksi perlakuan tanpa penaung dan dosis pupuk P1. Dengan kromatografi gas, waktu retensi patchouli alkohol adalah 15–18 menit dan perlakuan penaung lamtoro memberikan data tertinggi (25,15% monokultur; 28,73% lamtoro dan 25,12% pinang). Terhadap variabel kekentalan minyak, nilam monokultur menunjukkan nilai tertinggi (23,21 centipoise), disusul penaung pinang (11,60 centipoise) dan lamtoro (8,65 centipoise). Usahatani nilam sebagai tanaman sela kakao muda tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter batang kakao. Dengan penaung lamtoro usahatani tersebut masih menguntungkan dengan nilai B/C 1,0–1,35 tergantung pada dosis pemupukan, sedangkan yang diusahakan dengan penaung tanaman pinang, tidak menguntungkan (B/C 0,59–

Upload: vuongtuyen

Post on 01-Jan-2017

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

168

Prawoto dan Sholeh

1) Peneliti (Researcher); Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. P.B. Sudirman 90, Jember 68118, Indonesia.

2) Mahasiswa Pascasarjana (Graduate Student); Universitas Jember, Jember.

Pelita Perkebunan 2006, 22(3), 168—190

Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh(Pogostemon cablin Benth.) Sebagai Tanaman Sela Kakao Muda

Early Yield and Economical Study of Pogostemon Cablin as Intercrop in YoungCocoa (Theobroma cacao L.)

A. Adi Prawoto1) dan M. Sholeh N.P.2)

Ringkasan

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu bahanbaku minyak atsiri yang penting untuk industri farmasi dan kosmetika. Budi dayakomoditas ini menghendaki ekosistem yang terbuka, tetapi sampai tingkat penaungantertentu, tanaman nilam masih dapat diusahakan secara ekonomis. Penelitian untukmengetahui usahatani nilam aceh sebagai tanaman sela kakao muda, telahdilaksanakan di KP Kaliwining (45 m dpl, tipe curah hujan D, jenis tanah gleihumik rendah). Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terbagi (splitplot) terdiri atas 2 faktor diulang 3 kali. Faktor pertama (petak utama) adalahmacam penaung yakni tanpa penaung, penaung lamtoro (Leucaena glauca) danpenaung pinang (Areca catechu). Faktor kedua (anak petak) adalah paket pemupukannilam yaitu (P0) tanpa pemupukan, (P1) 140 kg Urea, 35 kg SP-36, 70 kg KCl,(P2) 280 kg Urea, 70 kg SP-36, 140 kg KCl dan (P3) 560 kg Urea, 140 kg SP-36, 280 kg KCl; masing-masing per hektar/tahun. Hasil penelitian menunjukkanbahwa tanaman nilam tanpa penaung menunjukkan pertumbuhan dan produksi awallebih tinggi dibandingkan yang diusahakan di bawah penaung, sementara di antaraperlakuan penaung, pertumbuhan dan produksi awal di bawah penaung lamtorolebih tinggi dibandingkan di penaung pinang. Berdasarkan variabel bobot daunbasah, bobot terna kering, serta produksi minyak nilam, hasil tertinggi diperolehdari dosis paket pupuk P1, tetapi terhadap variabel pertumbuhan lainnya (tinggi,lilit batang, jumlah daun, luas daun dan kadar klorofil), hasil tertinggi diperolehdari perlakuan dosis paket pupuk P3. Terhadap variabel bobot kering terna, hasiltertinggi diperoleh dari interaksi perlakuan tanpa penaung dan dosis pupuk P1.Dengan kromatografi gas, waktu retensi patchouli alkohol adalah 15–18 menit dan perlakuanpenaung lamtoro memberikan data tertinggi (25,15% monokultur; 28,73% lamtorodan 25,12% pinang). Terhadap variabel kekentalan minyak, nilam monokulturmenunjukkan nilai tertinggi (23,21 centipoise), disusul penaung pinang (11,60centipoise) dan lamtoro (8,65 centipoise). Usahatani nilam sebagai tanaman selakakao muda tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tinggi dan diameterbatang kakao. Dengan penaung lamtoro usahatani tersebut masih menguntungkandengan nilai B/C 1,0–1,35 tergantung pada dosis pemupukan, sedangkan yangdiusahakan dengan penaung tanaman pinang, tidak menguntungkan (B/C 0,59–

Page 2: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

169

1,03). Sementara itu usahatani nilam monokultur (tanpa penaung) memberikanB/C 1,44–2,71 tergantung pada dosis pupuknya.

Summary

Pogostemon cablin is an important source of volatile oil for pharmaceu-tical and cosmetical products. Agronomical aspect of this commodity needs openecosystem, but for certain level of shading, this crop may yield economically.A study to evaluate the effect of P. cablin intercropped on young cocoa farm,had been conducted during 2005, in Kaliwining Experimental Station of Indone-sian Coffee and Cocoa Research Institute (ICCRI) 45 m above sea level, D cli-mate type (Schmidt and Fergusson), and on low gley humic soil. The experimentwas arranged in factorial and the field design was split plot replicated threetimes. The main plot was no shade tree, shade of Leucaena glauca and Arecacatechu while the subsplots were fertilizer dose (per ha/year), i.e. (P0) withoutfertilizer; (P1) 140 kg Urea, 35 kg SP-36, 70 kg KCl; (P2) 280 kg Urea, 70 kgSP-36,140 kg KCl; and (P3) 560 kg Urea, 140 kg SP-36, 280 kg KCl. The resultshowed that P. cablin cultivation without shading gave better growth and yieldthan the shading treatment; meanwhile Leucaena shading showed better growthand early yield than the A. catechu shading. Fertilizer rate of P1 produced highestleaf weight and oil yield, although P3 possessed the highest growth variables ofplant height, stem diameter, number of leaves, leaf area and chlorophyll con-tent. For the dry weight biomass variable, highest yield was obtained from noshade tree and P1 treatment. Using chromatography gas analysis, retention timeof patchouly alcohol is 15—18 minutes, it was found that the content was influ-enced by shading treatment, i.e. 25.15% in monoculture, 28.73% in Leucaenaand 25.21% in A. catechu treatment. For the oil viscosity variable, the monoc-ulture treatment showed the highest value (23.21 centipoise), followed byA. catechu (11.60 centipoise) and Leucaena treatment (8.65 centipoise). Inter-cropping of P. cablin with young cacao did not show negative effect on youngcacao growth. This study demonstrated that pre-cropping of P. cablin in youngcacao provided opportunity to farmers to have additional income, the benefitcost ratio (B/C) for Leucaena treatment 1.00–1.35 depend on dose of fertilizer,while for A. catechu treatment gave no profit (B/C 0.59–1.03 depend on fertil-izer dose). Meanwhile, P. cablin monoculture cultivation gave B/C 1.44–2.71.

Key Words: Pogostemon cablin, Theobroma cacao, Leucaena glauca, Areca catechu, intercropping,patchouly alcohol, B/C ratio, fertilizer.

PENDAHULUAN

Tanaman nilam (Pogostemon cablinBenth) merupakan salah satu penghasilminyak atsiri yang penting di Indonesia.Spesies ini berasal dari Filipina, terkenal

karena baunya yang wangi dan khas sehinggabanyak digunakan sebagai zat pewangiparfum dan zat fiksatif/pengikat (Suyono,2001). Minyak nilam (patchouly alcohol)dihasilkan dari penyulingan hampir padasemua bagian tanaman, terutama daunnya

Page 3: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

170

Prawoto dan Sholeh

yang memiliki rendemen dan kualitas minyaktertinggi (Rukmana, 2004). Minyak nilamsangat penting sebagai bahan baku industrimakanan, minuman, kosmetik dan farmasikarena memiliki sifat pengikat (fiksatif)yang sukar tercuci dan mampu bertahanlama, serta dapat dicampur dengankomponen minyak atsiri lainnya. Dilaporkanpula bahwa minyak nilam juga dapatberfungsi sebagai insektisida untuk larvaSpodoptera littoralis dengan LC50 antara 10,1dan 20,0 l ml/m3 (Pavela, 2005).

Sampai saat ini minyak nilam masihbelum dapat dibuat secara sintetik, sementarapermintaan pasaran di dunia semakinmeningkat. Pada tahun 1992, volume eksporminyak nilam Indonesia sebesar 774,76 tondengan  nilai US$ 13.262.567 (Anonim,1993). Ekspor minyak nilam periode 1995-1998 mencapai 800-1.500 ton,  dengan  nilaidevisa US$ 18-53 juta. Indonesia saat inimerupakan produsen minyak  nilam terbesardi dunia dengan kontribusi sekitar 90%(Dhalimi et al., 1998).

Di tengah meningkatnya permintaandunia akan minyak nilam, ekspor minyaknilam Indonesia cenderung menurun daritahun ke tahun. Penurunan ini disebabkanoleh areal perkebunan nilam rakyat yangsemakin berkurang, padahal sampai tahun1997 perkebunan swasta maupun perkebunannegara belum ada yang terjun dalam usahaini (Sudaryani & Sugiharti, 2002). Semakinmenyempitnya lahan pertanian menyebabkandiperlukannya pola bertanam yang efisien,dan pola tanam tumpang sari diharapkanmerupakan salah satu alternatif untukmengatasi masalah tersebut.

Di lain pihak, pengembangan kakaomenghadapi kendala laju peningkatan biayaproduksi yang cenderung lebih cepatdaripada laju kenaikan harga produk, risikoserangan hama, penyakit, dan musim yangterkadang tidak mendukung. Risikokegagalan usahatani kakao semakin besar danpekebun perlu terus menyesuaikanpenggunaan faktor input. Salah satu upayauntuk mengurangi risiko tersebut adalahdengan menerapkan diversifikasi horizon-tal apalagi tanaman kakao toleran terhadappenaungan. Pemakaian pohon penaung yangproduktif serta tanaman sela selama belummenghasilkan, merupakan beberapa bentukdiversifikasi yang memungkinkan. Beberapapaket teknologi kombinasi tanaman kakaodengan tanaman penaung atau tanaman selayang telah dihasilkan dan terbukti membantudalam peningkatan pendapatan pekebunkakao antara lain paket teknologi kakao–kelapa, kakao–pisang, kakao–pinang, kopi/kakao-karet, pre-cropping kakao (TBM)–tanaman pangan dan kakao-garut (Prawoto,1997). Diversifikasi kakao-nilam selamatanaman pokok kakao belum menghasilkan(TBM), juga memiliki prospek baik.

Untuk pertumbuhan yang optimum,nilam memerlukan sinar matahari yangcukup, namun demikian nilam masih dapattumbuh baik di tempat yang agak ter-lindung. Hasil penelitian Balai PenelitianTanaman Rempah dan Obat (BALITTRO)menunjukkan tanaman nilam akan tumbuhlebih subur jika diberi pohon pelindung,daunnya menjadi lebih lebar, tipis dan hijaumeskipun kadar minyaknya lebih rendah(Rukmana, 2004). Menurut Sudaryani &Sugiharti (2002), tanaman nilam dapat

Page 4: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

171

digunakan sebagai tanaman sela pada lahanperkebunan kelapa, karet, melinjo, jambumente dan lain-lain. Tanaman nilam dapatditanam secara tumpangsari dengan tanamanlain misalnya dengan tanaman jagung atauditanam di sela-sela lamtorogung, kelapa,atau karet (Suyono, 2001). Tanaman penaungjuga mempengaruhi fisiologi tanaman nilam.Dengan adanya penaung, pertumbuhantanaman nilam akan lebih subur, daunnyalebar dan tipis serta berwama lebih hijaunamun kadar minyak yang terkandung lebihrendah (Santoso, 2003). Kandungan minyakatsiri tanaman nilam yang tidak ternaungisebesar 5,1%, sedangkan yang ditanamsebagai tanaman sela di antara pohon karetdan kelapa sawit mencapai 4,66%(Soepadyo & Tan cit. Wikardi, 1990).

Untuk menghasilkan pertumbuhan danproduksi nilam yang optimum dibutuhkanpemupukan yang tepat, apalagi nilammerupakan tanaman yang responsif terhadappemupukan. Tasma dan Hamid (1990)menyatakan bahwa pemupukan dengan dosis280 kg Urea, 70 kg TSP dan 140 kg KClmampu meningkatkan produksi daun nilamsebesar 64% dan produksi minyak naik 77%dibandingkan tanpa pemupukan. Sementaraitu, dosis pemupukan 560 kg Urea, 140 kgTSP dan 250 kg KCl dapat meningkatkanproduksi daun nilam sebesar 98% dan me-ningkatkan produksi minyak 77,1% padatanah podsolik. Kombinasi antara perlakuanintensitas cahaya sebesar 66,63%danpemupukan nilam dengan dosis 560 kg Urea,140 kg TSP dan 280 kg KCl memberikanrendemen minyak tertinggi dibandingkanperlakuan pemupukan yang lain (Hartatie,2004).

Di Indonesia, dikenal tiga varietasnilam, yaitu nilam aceh (Pogostemon cablinBenth), nilam Jawa (P. heyneanus) dannilam Sabun (P. hortensis Backer), tetapiyang banyak ditanam oleh masyarakat hanyasatu jenis yaitu P. cablin Benth karena jenisini mempunyai sifat yang lebih baik.Tanaman nilam aceh tidak berbunga, kadarminyaknya tinggi (2,5—5%), dengan kualitasminyak paling disukai pasar (Suyono,2001). Minyak nilam dapat diekstrak darisemua bagian tanaman, tetapi kadar tertinggiterdapat di sepasang daun kedua dari ujung,dilaporkan kadarnya mencapai 12 kali lebihtinggi dari bagian tanaman yang lain(Henderson et al., 1970).

Tanaman nilam yang tumbuh di dataranrendah memiliki kandungan minyak nilamlebih tinggi dibandingkan nilam yangtumbuh di dataran tinggi, tetapi kadarpatchouly alkohol pada nilam dataran tinggilebih tinggi. Demikian juga nilam yangtumbuh di bawah naungan mempunyai kadarminyak yang lebih rendah dibandingkantanpa naungan, walaupun pertumbuhannyalebih subur. Hal sebaliknya dari hasilpenelitian Hartatie (2004) menunjukkanbahwa nilam yang ditanam di bawahnaungan dengan intensitas cahaya 66,63%dan pemupukan 560 kg Urea, 140 kg TSPdan 280 kg KCl memberikan rendemenminyak tertinggi dibandingkan denganintensitas cahaya yang lain.

Penelitian ini bertujuan untuk me-ngetahui (a) jenis tanaman penaung kakaoyang sesuai bagi nilam aceh yang diusaha-kan sebagai tanaman sela yang dapatmenghasilkan pertumbuhan dan produksi

Page 5: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

172

Prawoto dan Sholeh

awal yang tinggi, (b) dosis paket pupuk NPKyang dapat memberikan pertumbuhan danproduksi nilam aceh yang tinggi, (c) interaksiantara penaung dengan paket pupuk NPKterhadap pertumbuhan dan produksi awaltanaman nilam aceh, (d) pengaruh usahataninilam aceh terhadap pertumbuhan tanamankakao muda, (e) analisis usahatani tanamansela nilam aceh pada kebun kakao muda.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di KP. Kali-wining, 45 m dpl., jenis tanah glei humikrendah, tekstur lempung liat berdebu,drainase agak terhambat. Curah hujan1.875 mm/tahun, tipe iklim D (Schmidt danFergusson; Q=63,46%), rerata bulan kering4,3 dan rerata bulan basah 6,7 bulan pertahun.

Karakteristik kimiawi tanah lokasipenelitian terhadap kebutuhan hara kakaoadalah C 1,89% (sedang), N 0,18%(kurang), P2O5 98 mg/100 g (sedang),K 1,81 me/100 g (tinggi), Ca 15,06 me/100 g (tinggi), Mg 5,47 me/100 g (sedang),pH (H2O) 6,2 (optimum), kapasitaspertukaran kation 29,93 me/100 g (sedang)dan kejenuhan basa 75% (tinggi).

Penelitian dirancang secara faktorialterdiri atas dua faktor dan diulang 3 kalidengan rancangan lapangan petak terbagi(split plot). Sebagai petak utama (Main Plot)adalah spesies tanaman penaung (N) dan anakpetak (Sub Plot) adalah paket pemupukan(P) berikut :

Petak utama :

N0: Tanpa pohon penaung.

N1: Lamtoro (Leucaena glauca)4 m x 2 m dan Moghaniamacropylla.

N2 : Pinang (Areca catechu)4 m x 4 m dan Moghaniamacrophylla.

Anak petak, dosis pupuk per ha/th :

P0 : Tanpa pemupukan

P1 : 140 kg Urea, 35 kg SP-36,

70 kg KCl.

P2 : 280 kg Urea, 70 kg SP-36,

140 kg KCl.

P3 : 560 kg Urea,140 kg SP-36, 280 kgKCl.

Nilam yang diusahakan tanpa penaungberarti monokultur, sedangkan yang di-usahakan di bawah penaung berarti ditanamsecara tumpangsari dengan tanaman kakaoumur 2 tahun, jarak tanam kakao 4m x 2m.

Analisis parameter pertumbuhan danproduksi nilam dilaksanakan di LaboratoriumAgronomi Pusat Penelitian Kopi dan KakaoIndonesia, Laboratorium Agronomi FakultasPertanian Universitas Jember, LaboratoriumPengolahan Hasil Pertanian FakultasTeknologi Pertanian Universitas Jember, danLaboratorium Kimia Fakultas Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam UniversitasJember. Analisis mutu minyak nilamdilaksanakan di Laboratorium Biokimia danFisika FMIPA UGM.

Page 6: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

173

daun, kadar klorofil, bobot basah daun,bobot kering daun, bobot kering terna (daundan cabang). Hasil minyak diperoleh daripenyulingan terna nilam kering. Daunbersama ranting nilam dijemur di bawahsinar matahari selama 2 jam di atas alasplastik, kemudian dikering-anginkan selama3— 4 hari di tempat yang terlindung sinarmatahari dan hujan sampai didapatkan kadarair 15—20%. Nilam kering ini disulingselama 3 jam untuk mendapatkan minyaknilam. Rendemen minyak dihitung setelahterna nilam yang dikeringanginkan selama3—4 hari disuling dan menghasilkan minyak.

Variabel mutu minyak nilam yangdiamati adalah kadar patchouli alkohol,indeks bias dan viskositas. Analisis patchoulialkohol menggunakan kromatografi gas(Hayani, 2005), indeks bias menggunakanrefraktometer dan viskositas (kekentalan)menggunakan viskometer.

Pada akhir penelitian dilakukan analisisusahatani, yakni dengan mengamati semuainput dan output yang digunakan men-dasarkan standar harga tahun 2006. Dari datayang terkumpul, selanjutnya dilakukanperhitungan benefit/cost ratio (B/C).Usahatani ini dikatakan menguntungkanapabila besaran B/C >1,00; rugi apabilaB/C <1,00; dan impas apabila B/C = 1,00.

Variabel pengamatan pertumbuhantanaman kakao meliputi tinggi tanaman dandiameter batang, dilakukan setiap bulan.Data yang dianalisis merupakan tambahantinggi dan diameter batang hasil pengamatanpada akhir dan awal penelitian.

Mengingat lokasi penelitian kurangoptimum untuk nilam, maka variabel cuaca

Pelaksanaan Penelitian

Budi daya nilam dilakukan secara bakuteknis, yaitu meliputi pembibitan, persiapanlahan, penanaman, pemeliharaan, sertapanen. Bibit nilam dibuat dari setek cabang,panjang setek sekitar 20 cm dengan 3 ruas,disemai pada kantong plastik 25 cm x 15 cmdengan media campuran pasir, tanah danpupuk kandang dengan perbandingan (v/v)1:1:1. Bibit dipindah ke lapangan setelahberumur 6 minggu. Persiapan lahandilakukan dengan pengolahan tanah meng-gunakan cangkul, kemudian dibuat petak-petak percobaan dengan ukuran 4m x 6mpada tiap perlakuan dan diulang tiga kali.Penanaman bibit nilam dilakukan bulanAgustus 2005, menggunakan jarak tanam50 cm x 50 cm. Pemeliharaan tanamanmeliputi penyulaman, dilakukan setelahberumur 3 minggu. Bibit sulaman di-ambilkan dari bibit yang disiapkan.Penyiraman dilakukan dua hari sekali selamabulan Agustus sampai bulan Oktober,sedangkan bulan berikutnya tidak dilakukanpenyiraman karena sudah mulai turun hujan.Penyiangan dilakukan menggunakan sabitatau secara manual dengan tangan, 2—3minggu sekali. Pupuk SP-36 sebagai pupukdasar diberikan setengah dosis pada saatpengolahan tanah, kemudian pemupukanurea dan KCl diberikan setengah bagianpada saat tanaman berumur satu bulan, lalusetengah bagian sisanya diberikan satu bulansebelum panen. Panen dilakukan setelahtanaman nilam berumur 150 hari atauberumur lima bulan.

Parameter pengamatan yakni pertum-buhan tanaman, meliputi tinggi, lilit batangprimer, jumlah cabang, jumlah daun, luas

Page 7: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

174

Prawoto dan Sholeh

menjadi bagian penting yang diamati.Variabel tersebut meliputi intensitas cahayamatahari (diamati dengan luxmeter), curahhujan, suhu dan kelembaban udara (diamatidengan termohigrometer).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kondisi Lingkungan Penelitian

Tanaman nilam dapat tumbuh baik didataran rendah maupun dataran tinggi(0—1.200 m dpl), tetapi tumbuh optimumpada elevasi 10—400 m dpl., curah hujan2000—3000 mm yang merata sepanjang tahun,suhu udara 24OC—28OC dan kelembabannisbi udara sekitar 75%. Tipe tanah yangsesuai adalah gembur dengan tekstur geluhpasiran serta dapat menahan air, namun tidaksampai tergenang. Tanaman nilam dapat puladiusahakan di daerah bercurah hujan rendah(1.750—2.500 mm/tahun) dengan pemberianmulsa dan naungan (Werekoven cit. Rosmanet al., 1998).

Tipe iklim lokasi penelitian adalah D(Schmidt & Ferguson), kurang menguntung-kan bagi tanaman kakao maupun nilam,karena kedua spesies tanaman tersebutmembutuhkan distribusi hujan yang meratadengan bulan kering tidak lebih dari tigabulan dengan tipe iklim A sampai B (Rosmanet al., 1998).

Secara kimiawi, karakteristik tanahlokasi penelitian cukup sesuai untuk budidaya kakao, tetapi masih diperlukanpenambahan unsur N dan P karenakandungannya rendah. Sementara itu untuktanaman nilam yang merupakan tumbuhan

herba semusim dengan akar serabut, sifattanah lokasi penelitian cukup sesuai (Rosmanet al., 1998), tetapi masih diperlukanpenambahan unsur hara makro NPK untukmendukung pertumbuhan yang cepat.

Intensitas cahaya matahari selama enambulan penelitian berfluktuasi mengikuti polamusiman. Mulai bulan Agustus intensitaspenyinaran matahari mengalami peningkatandan mencapai klimaks pada bulan Oktober.Memasuki musim hujan pada bulanNovember, intensitas penyinaran matahariterus berkurang. Tanaman penaungberpengaruh jelas terhadap intensitas cahayamatahari yang sampai ke permukaan tanah(Gambar 1). Intensitas cahaya matahari yangditeruskan oleh penaung hanya 16—21%terhadap kondisi tanpa penaung. Perbedaanjenis pohon penaung terlihat tidak besarterhadap intensitas cahaya yang diteruskan.

Berkurangnya intensitas cahaya matahariyang diterima tanaman menyebabkanpengurangan laju fotosintesis danpenambatan CO2 sehingga memberi dampakpada pertumbuhan tanaman. Menurut

Gambar 1. Intensitas cahaya matahari selamapenelitian.

Figure 1. Light intensity during experiment.

Agt Sep Oct Nov Des

Tanpa (Without) Leucaena A. catechu

Inte

nsita

s cah

aya

Ligh

t int

., x

10.

000

lux

Agt Sep Okt Nov Des

5045

4035

3025

2015

105

0

Tanpa (Without) Leucaena A. catechu

Page 8: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

175

Kardinan dan Mauludi (2004) radiasimatahari yang optimum untuk produksitanaman nilam adalah 75—100% terhadappenyinaran langsung. Dengan demikianperbedaan intensitas cahaya pada perlakuanpenaungan berakibat pada perbedaanpertumbuhan dan produksi tanaman nilam.

Curah hujan selama enam bulan di lahanpercobaan tidak menyebar secara merata,melainkan terbagi menjadi dua periode, yaitumusim kemarau dan musim hujan. Curahhujan selama empat bulan mulai Agustussangat rendah dan mencapai titik terendahpada bulan September. Berkaitan dengancurah hujan, idealnya tanaman nilammembutuhkan curah hujan 2000—3000 mmdan merata sepanjang tahun, namun curahhujan di lokasi tergolong rendah sekitar1.875 mm/tahun dengan musim kemarauyang tegas. Budidaya nilam di daerahbercurah hujan rendah (1.750—2.500 mm/tahun) dilaporkan masih dimungkinkandengan pemberian mulsa dan naungan(Rosman et al., 1998). Dengan kondisidemikian, maka selama periode Agustus –November dilakukan penyiraman denganmembuat beberapa embung sebagai tempatpenampung air. Memasuki bulan Desember,curah hujan meningkat tajam yang menandaidimulainya musim hujan.

Evaporasi mencapai titik klimaks padabulan September yang merupakan puncakmusim kemarau, selanjutnya turun secaraberangsur sampai bulan Desember.Dibandingkan dengan pola curah hujan,terlihat ada kaitan di antara keduanya. Padasaat curah hujan mencapai titik terendah,pola evaporasi mengalami hal sebaliknya.Hal ini menunjukkan meskipun radiasi

matahari dan suhu udara mempengaruhipenguapan air, tetapi pengaruh utamaterhadap evaporasi datang dari konsentrasiuap air di atmosfir.

Suhu udara maksimum pada siang haricenderung naik sejak bulan Agustus danmencapai titik klimaks pada bulan Oktoberkemudian mencapai titik terendah pada bulanDesember. Pola perubahan suhu udara iniberhubungan dengan pola intensitas cahayamatahari.

Suhu udara di lokasi yang diperlakukandengan tanaman penaung memperlihatkanlebih rendah 2—3OC dibandingkan tanpapenaung. Jenis pohon penaung tidak mem-berikan perbedaan suhu yang berarti(Gambar 3).

Kelembaban relatif udara siang hariselama enam bulan penelitian tergolongrendah yaitu berkisar 61—81% dibandingkandengan tahun 1999—2002 yang berkisar84—89% (Erwiyono, 2005). Pada bulanAgustus, kelembaban relatif mengalamipenurunan sejalan dengan peningkatan suhuudara, kemudian naik perlahan seiringdengan turunnya suhu udara mulai bulan

Agt Sep Oct Nov Dec

Gambar 2. Curah hujan dan evaporasi selamapenelitian.

Figure 2. Rainfall and evaporation duringexperiment.

Cur

ah h

ujan

(R

ainf

all)

, m

m

Agt Sep Okt Nov Des

CH (Rainfall)

Eva

pora

si (

Eva

pora

tion)

, m

m

600

500

400

300

200

100

0

140120

100

80

6040

20

0

Evaporasi (Evaporation)

Page 9: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

176

Prawoto dan Sholeh

November. Perubahan kelembaban relatifakibat penaungan tidak terlalu besar, namunterdapat kecenderungan bahwa pada lokasitanpa penaung kelembapan udaranya sedikitlebih rendah.

Tanaman nilam dilaporkan tumbuhoptimum pada lingkungan dengan suhu udara24—28OC dan kelembaban udara nisbi sekitar75% (Werekoven cit. Rosman et al., 1998).Kondisi suhu selama penelitian berlangsungsedikit lebih tinggi sementara kelembabanrelatif cukup sesuai. Kondisi suhu yangkurang optimum ini berpengaruh terhadaphasil terna dan minyak atsiri.

Dari data variabel lingkungan tersebutdi atas, tampak kondisi yang kurang opti-mum untuk diusahakan nilam, sehingga akanberdampak pada pertumbuhan, produksi dantingkat keuntungan yang dapat diperoleh.Uraian berikut menyajikan bahasan dari hasiltersebut.

2. Pertumbuhan Tanaman Nilam

Rangkuman hasil uji F hitung pada petakutama (penaung) menunjukkan bahwapenaungan berpengaruh nyata dan sangatnyata terhadap seluruh variabel pertumbuhandan produksi tanaman nilam, sedangkanperlakuan dalam anak petak (dosis paketpupuk NPK) berpengaruh nyata/sangat nyatapada seluruh variabel pertumbuhan danproduksi nilam kecuali variabel lilit batangdan jumlah daun nilam. Interaksi antaraperlakuan penaungan dan pemupukan hanyasignifikan pada variabel berat kering tanaman(Tabel 1).

Hasil uji lanjut untuk mengetahuiperbedaan perlakuan pengaruh petak utamadan perbedaan dalam anak petak yangdilakukan dengan menggunakan uji jarakberganda Duncan, disajikan pada Tabel 2dan 3.

Tinggi Tanaman

Penaung memberikan pengaruh nyataterhadap tinggi tanaman nilam. Pertumbuhantertinggi dihasilkan oleh nilam berpenaunglamtoro yakni sekitar 26,5% di atas tingginilam kontrol, sedangkan pada tanaman nilamberpenaung pinang menunjukkan tinggitanaman lebih rendah, yaitu 11,6% di atasnilam kontrol. Tinggi tanaman merupakanindikator pertumbuhan yang sensitif terhadapfaktor lingkungan tertentu terutama cahaya,karena itu pada tanaman yang kekurangancahaya biasanya lebih tinggi daripadatanaman yang mendapat cukup cahaya

Agt Sep Oct Nov Dec

Suhu Tanpa Suhu Leucaena Suhu Areca sp.RH Tanpa RH Leucaena RH Areca sp.

Gambar 3. Rata-rata suhu dan kelembaban udaraselama penelitian.

Figure 3. Temperature and relative humidityduring experiment.

Agt Sep Okt Nov Des

Suhu

uda

ra,

OC

(Te

mpe

ratu

re,

OC

)

36

35

34

33

32

31

30

29

28

85

80

75

70

65

60

55

50

Temp. without

Kel

emba

ban

rela

tif,

% (

Rel

atif

hum

inity

, %)

RH without ( )

Temp. Leucaena

RH Leucaena

Temp. A. catechu

RH A. catechu

Page 10: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

177

(Sitompul & Guritno, 1995). Hartatie (2004)juga melaporkan bahwa pertumbuhan tinggitanaman nilam yang diberi penaung lebihbaik daripada tanaman nilam yang mendapatsinar matahari langsung. Pada tanaman yangkurang mendapat sinar matahari konsentrasihormon auksin dan giberilin lebih tinggi,sehingga merangsang pemanjangan sel danpemanjangan ruas tanaman untuk mem-peroleh cahaya matahari (Salibury & Ross,1995). Kondisi demikian menyebabkantanaman mengalami pertumbuhan tinggi yangberlebihan atau etiolasi.

Perlakuan dosis pemupukan NPK padatanaman nilam menunjukkan pengaruh nyatapada tinggi tanaman, dosis paket pupuk P1,P2 dan P3 memberikan kenaikan per-tumbuhan tinggi tanaman yang tidak terlaluekstrim, yaitu berturut-turut 12,5%; 10,1%;dan 14,4% di atas perlakuan kontrol.

Kenaikan yang kurang jelas di antara ketigaperlakuan pemupukan tersebut, memberipetunjuk bahwa untuk kondisi lahan tempatpenelitian, pemberian dosis pupuk P1 telahcukup untuk mendukung pertumbuhanmeninggi yang optimum.

Jumlah Cabang

Perlakuan penaung memberikanpengaruh nyata terhadap jumlah cabang,dengan jumlah terbanyak pada perlakuantanpa penaung. Penyinaran matahari secaralangsung meningkatkan jumlah percabangannilam sekitar 80% dibandingkan nilam yangmendapatkan penaung. Sinar mataharidengan intensitas tinggi diduga menghambatsintesis hormon auksin di dalam jaringanmeristem pucuk, sementara hormon sitokininyang disintesis di ujung-ujung akar,

Tinggi tanaman (Heigh) 34.6 ** 5.4 ** 2.9

Lilit batang (Girth) 66.1 ** 1.9 0.3

Jumlah daun (Leaf number) 72.7 ** 0.6 0.4

Luas daun (Leaf area) 8.3 * 7.5 ** 1.8

Jumlah cabang (Branch number) 119.9 ** 4.6 * 1.9

Kadar klorofil daun (Chlorophyl content) 572.2 ** 5.0 * 1.0

Berat daun basah (Leaf wet weight) 49.1 ** 5.7 ** 2.2

Berat daun kering (Leaf dry weight) 95.1 ** 3.2 * 1.32

Berat tanaman kering (Plant dry weight) 87.3 ** 8.6 ** 4.84 **

F tabel 0.05 6.94 3.16 2.66

0.01 18.00 5.09 4.015

Tabel 1. Nilai F hitung beberapa variabel pertumbuhan dan produksi nilam aceh terhadap faktor penaung, pemupukan sertainteraksi keduanya pada umur 150 hari

Table 1. F calculation of some growth and yield variables of P. cablin on shade, fertilizer and interaction factors at 150days old

Variabel pertumbuhan dan produksiGrowth and yield variable

PenaungShade

PupukFertilizer

Penaung x PupukShade x Fertilizer

Keterangan (Notes) : *) = Berbeda nyata (Significantly different).

**) = Berbeda sangat nyata (Highly significant different).

Page 11: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

178

Prawoto dan Sholeh

Perpindahan sitokinin dari akar memacupertumbuhan baru dari kuncup ketiak daunyang tersembunyi oleh dominansi ujung.Hubungan antara jumlah cabang denganintensitas cahaya mengikuti persamaan Y =0,0024X + 0,2488 dengan nilai koefisiendeterminasi (R2=0,8135) (Gambar 4).

Tinggi (Height), cm 60.88 b 77.02 a 53.82 c

Lilit Batang (Girth), cm 4.94 a 3.19 b 2.89 b

Jumlah daun (Leaf number) 768 a 141 b 122 b

Luas daun (Leaf area), cm2 6658.7 b 8487.7 a 6204.5 b

Jumlah cabang (Branch number) 97 a 18 b 19 b

Kadar klorofil daun (Leaf chlorophyll content), µg/g) 332 c 828 a 653 b

Berat daun basah (leaf wet weight), g 676.80 a 434.55 b 326.59 c

Berat daun kering (Leaf dry weight), g 74.88 a 28.55 b 24.36 b

Tabel 2. Pengaruh petak utama terhadap beberapa variabel pertumbuhan dan hasil terna nilam umur 150 hari

Table 2. Effect of main plot on some growth variables and biomass yield of P. cablin at 150 days old

PinangAreca catechu

LamtoroLeucaena

Penaung (Shade)

Tanpa penaungWithout shade

Variabel pertumbuhan dan hasilGrowth and yield variable

Catatan (Notes) : Data pada setiap baris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada aras 5%(Data in the same row followed by the same letter were not significantly different according to DMRT at 0.05level).

produksinya tetap. Sebagai akibatnya makanisbah konsentrasi hormon sitokinin/auksinmeningkat dan melemahkan dominansi pucuksehingga berakibat pada pemacuanpertumbuhan tunas-tunas lateral. Sepertidilaporkan Heide cit. Gardner et al. (1991),pembentukan kuncup liar dipacu oleh adanyasinergisme antara auksin dan sitokinin.

Tinggi (Height), cm 58.49 b 65.80 a 64.42 a 66.90 a

Luas daun (Leaf area), cm2 5432.10 b 6819.00 a 7557.00 a 8659.71 a

Jumlah cabang (Branch number) 30 b 49 a 53 a 46 a

Kadar klorofil daun (Leaf chlorophyll content), µg/g 571.10 b 603.20 a 611.18 a 633.12 a

Berat daun basah (Leaf wet weight), g 38398 b 519.34 a 503.98 a 517.86 a

Berat daun kering (Leaf dry weight), g 33.50 b 48.84 a 42.94 a 45.11 a

Tabel 3. Pengaruh anak petak terhadap beberapa variabel pertumbuhan dan hasil terna nilam umur 150 hari

Table 3. Effect of sub plot on some growth variables and biomass yield of P. cablin at 150 days old

P0 P1 P2 P3

Dosis pupuk (Fertilizer dose)Variabel pertumbuhan dan hasilGrowth and yield variable

Catatan (Notes) : Data pada setiap baris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%(Data in the same row followed by the same letter were not significantly different according to DMRT 0.05).P0 : Tanpa pemupukan (Without fertilizer application)P1 : 140 kg urea, 35 kg SP-36, 70 kg KCl.P2 : 280 kg urea, 70 kg SP-36, 140 kg KCl.P3 : 560 kg urea, 140 kg SP-36, 280 kg KCl.

Page 12: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

179

Dampak pemupukan terhadap jumlahcabang menunjukkan pengaruh positif.Pemberian pupuk NPK meningkatkan jumlahpercabangan 53% sampai 76%. Kenaikanjumlah cabang pada P1 dan P2 mencapailebih dari 6%, akan tetapi dengan dosis P3jumlah cabang justru turun menjadi 53%dibandingkan kontrol.

Lilit Batang

Pengaruh penaung terhadap ukuran lilitbatang tanaman nilam menunjukkanperbedaan nyata, dengan data terbesar padakontrol (tanpa penaung) yakni sebesar 35,4%dan 41,5% lebih tinggi dibandingkan nilamberpenaung lamtoro dan pinang. Ukuran lilitbatang nilam kontrol yang lebih besar ber-hubungan dengan jumlah cabang yangbanyak. Secara fisiologis, dengan ber-tambahnya jumlah cabang, memacu per-kembangan batang untuk mendukung sistemtransportasi unsur hara dan hasil fotosintesis

ke daerah cabang dan daun. Hal ini sesuaipernyataan Gardner et al. (1991) bahwauntuk memanfaatkan radiasi matahari danmenyimpan hasil fotosintesis secara efisien,tanaman memerlukan sistem transpor yanglancar untuk memindah asimilat dari daerahsintesis ke daerah pemanfaatan. Adanyakorelasi yang erat antara perkembanganbatang, jumlah cabang dan jumlah daun,menunjukkan saling keterkaitan dalammekanisme transportasi metabolit tanaman.

Perlakuan pemupukan kurang menun-jukkan pengaruh nyata terhadap ukuran lilitbatang, namun demikian terlihat adanyakenaikan pertumbuhan seiring denganpenambahan dosis pupuk. Hasil terbaikukuran lilit batang diperoleh dari perlakuandosis paket pupuk P3. meskipun tidakberbeda nyata dibandingkan kontrol.

Jumlah Daun

Perlakuan macam penaung memberikanpengaruh yang nyata terhadap jumlah daunnilam, daun pada perlakuan kontrolmeningkat 81—84% terhadap nilam ber-penaung. Jumlah daun tanaman nilamberpenaung lamtoro dan pinang tidakmenunjukkan perbedaan jelas.Pertambahanjumlah daun merupakan salah satu indikasipertumbuhan vegetatif yang mengiringipertambahan tinggi dan jumlah cabang.Nuryani dan Sutjihno (1994) menyatakanbahwa semakin banyak jumlah cabang dansemakin panjang cabangnya, akan semakinbanyak jumlah daun per cabang. Regresihubungan antara jumlah daun dengan jumlahcabang mengikuti pola Y= 7,6193X +5,2881 (R2= 0,9302).

Gambar 4. Regresi antara intensitas penyinarandengan jumlah cabang.

Figure 4. Linier regression of light intensity andbranch number.

y = 0.0024x + 0.2488R2 = 0.8135

Jum

lah

caba

ng (B

runc

h nu

mbe

r)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

Intensitas cahaya (Solar insolation), lux

0 10000 20000 30000 40000 50000

Page 13: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

180

Prawoto dan Sholeh

Jumlah daun yang dihasilkan dariperlakuan dosis pemupukan tidak mem-berikan hasil yang nyata, dosis paket pupukP3 (560 kg Urea, 140 kg SP-36, 280 kgKCl) hanya memberikan kenaikan jumlahdaun sebesar 21% terhadap perlakuankontrol. Hasil ini berbeda dengan laporan

Hartatie (2004), bahwa dengan pemupukan,terjadi peningkatan jumlah daun nilamsampai 75% terhadap kontrol. Perbedaantingkat kesuburan lahan penelitian, didugasebagai penyebabnya.

Luas Daun Per Tanaman

Luas daun per tanaman nilam yangdihasilkan dari ketiga perlakuan penaungmenunjukkan perbedaan nyata. Perlakuanpenaung lamtoro menunjukkan luas daunterlebar dibandingkan kedua perlakuanlainnya, sedangkan luas daun nilam ber-penaung pinang merupakan yang palingsempit walaupun tidak berbeda secara nyatadengan kontrol (Tabel 2). Daun nilam dibawah penaung lamtoro mengalamipertumbuhan luas sebesar 27,5% di atas luasdaun nilam kontrol, sedangkan pada nilamberpenaung pinang justru lebih rendah sekitar6,8% terhadap kontrol.

Gambar 6. Luas daun tanaman nilam sebagai perlakuan penaung (a) dan pemupukan (b).

Figure 6. Leaf number as an effect of shading (a) and manuring (b).

Keterangan dosis pupuk sama dengan Tabel 3 (Information of fertilizer dose similar with Table 3).

Gambar 5. Regresi linier jumlah daun denganjumlah cabang.

Figure 5. Linier regression of leaf number andbranch number.

y = 7.6193x + 5.2881R2 = 0.9302

Jum

lah

daun

(Lea

f num

ber)

0

200

400

600

800

1000

1200

Jumlah cabang (Branch number)

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Lua

s da

un (

Leaf

are

), c

m2

4000

5000

6000

7000

80009000

10000

1000

2000

3000

0

Jumlah cabang (Branch number)

Tanpa penaungWithout shade

Leucaena Areca sp.

Dosis pupuk NPK (NPK dose)

P0 P1 P2 P3

Lua

s da

un (

Leaf

are

), c

m2

4000

5000

6000

7000

8000

9000

10000

1000

2000

3000

0

(a) (b)

Page 14: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

181

Ukuran daun tanaman nilam yang di-usahakan di bawah tanaman penaung lebihlebar 6—7 kali lipat dibandingkan daun nilamkontrol. Kondisi ini sama dengan pernyataanRukmana (2004) bahwa pada kondisi tanpanaungan, tanaman nilam akan tumbuh sedikitkerdil, daun agak kecil, tebal serta berwarnamerah kekuningan, sebaliknya jika diberipohon pelindung, daunnya menjadi lebihlebar, tipis dan hijau. Tanaman nilam akanmembentuk daun lebih luas pada kondisiradiasi yang rendah sekalipun produksibiomassanya rendah, dengan tujuan untukmenangkap cahaya lebih banyak (Sitompul& Guritno, 1995). Sebaliknya padapenyinaran yang kuat, daun tanaman nilammenjadi lebih sempit tetapi lebih tebal untukmengurangi penyerapan cahaya atauevaporasi air. Luas daun tanaman nilamberpenaung pinang yang lebih sempitdibandingkan kontrol dan lamtoro didugaberkaitan dengan terhambatnya pertumbuhanakibat persaingan air dan nutrisi yang beratdengan tanaman penaung.

Pemupukan berpengaruh nyata padavariabel luas daun tanaman nilam. Di-bandingkan dengan kontrol, luas daunperlakuan P3 mengalami peningkatan sebesar59%, P2 39% dan P1 sebesar 26%.

Kadar Klorofil Daun

Perlakuan penaung memberikanpengaruh nyata terhadap peningkatan kadarklorofil daun nilam, nilam yang ditanam dibawah naungan pinang meningkat sebesar96,7% dan lamtoro sebesar 149% terhadapnilam tanpa penaung. Hasil ini senada

dengan penelitian Hartatie (2004), bahwaperlakuan naungan dengan intensitas cahaya66,3% meningkatkan kadar klorofil daunnilam hampir 200% dibandingkan kontrol(tanpa penaung).

Salisbury dan Ross (1995) menyatakanbahwa daun yang ternaungi umumnyamempunyai klorofil b lebih banyak, terutamakarena tiap kloroplas memiliki grana lebihbanyak dibandingkan daun yang mendapatsinar matahari langsung. Secara biokimiawi,kloroplas daun ternaungi mempunyai pro-tein stroma total, Ru-BP dan juga proteintilakoid lebih sedikit daripada daun yangtidak ternaungi, sehingga daun ternaungidapat menggunakan lebih banyak energiuntuk menghasilkan pigmen pemanen cahaya(Boardman & Bjorkman cit. Salisbury &Ross, 1995).

Perbedaan jenis penaung juga mem-pengaruhi kadar klorofil daun nilam. Nilamdi bawah naungan lamtoro mengandungklorofil lebih banyak dibandingkan nilam

Gambar 7. Regresi linear antara kadar klorofil dengan intensitascahaya matahari.

Figure 7. Linier regression of chlorophyl content and lightintensity.

Intensitas cahaya matahari (Solar illumination), lux

y = -0.0127x + 841.06R2 = 0.8771

0 10000 20000 30000 40000 50000

Kad

ar k

loro

fil (C

hlor

ophy

l con

tent

),

g/g

0

200

400

600

800

1000

0 10000 20000 30000 40000 50000

Page 15: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

182

Prawoto dan Sholeh

berpenaung pinang. Intensitas cahaya yangditeruskan oleh lamtoro lebih rendahdaripada penaung pinang. Hasil serupadilaporkan Ridlo (2005) bahwa kadarklorofil daun nilam berpenaung lamtorolebih tinggi dibandingkan kadar klorofil daunnilam di bawah pinang.

Perlakuan pemupukan berpengaruhpositif terhadap kadar klorofil. PerlakuanP1 meningkatkan kadar klorofil 6%, P2meningkat 7% dan pada P3 mencapai 11%terhadap kontrol.

Bobot Basah Dan Bobot Kering Daun

Produksi terna yang dihasilkan tanamannilam tergantung pada kultivar atau klonnilam, kesuburan tanah dan iklim setempat.Budi daya tanaman nilam yang baik dapatmenghasilkan 4–6 ton daun basah/ha atau1,5–2,5 ton daun kering/ha per tahun.Dengan rendemen 2,5%–5,0% makaakan dihasilkan minyak nilam sebanyak60–200 kg per ha/th (Rukmana, 2004).

Dalam penelitian ini perlakuan kontrol(tanpa penaung) menghasilkan bobot basahdan bobot kering daun tertinggi dibanding-kan perlakuan lainnya. Sinar mataharilangsung memberikan peningkatan bobotbasah daun cukup tinggi yaitu sebesar 55,7%di atas nilam penaung lamtoro dan 107,2%terhadap nilam berpenaung pinang. Bobotkering daun juga terjadi peningkatan yangsignifikan, bobot kering daun nilam kontrolnaik 62% dibandingkan nilam berpenaunglamtoro dan 67,5% terhadap nilam ber-penaung pinang.

Daun merupakan sumber asal asimilatyang digunakan untuk pemeliharaan sel atau

diubah menjadi produk sekunder di dalamjaringan, ditranslokasikan ke bagian vege-tatif untuk pertumbuhan dan pemeliharaansel/jaringan (Gardner et al., 1991). Pem-bagian asimilat sepanjang masa vegetatifakan menentukan luas daun, perkembanganbatang dan percabangan. Untuk memperolehhasil panen yang optimum, tanaman harusmenghasilkan daun yang cukup luas, agardapat menyerap sebesar mungkin energimatahari guna mencapai produksi beratkering yang maksimum. Peningkatan luasdaun total pada mulanya mengikuti polaeksponensial, kemudian stabil dengansemakin meningkatnya luas daun. Per-kembangan selanjutnya akan terjadi semakinbanyak daun terlindungi yang berakibatpada menurunnya laju asimilasi bersih,sehingga terjadi penurunan penimbunanbahan kering. Dari aspek ini, pembatasanlaju asimilasi bersih pada nilam yang ditanamdi bawah pohon penaung berlangsung lebihcepat daripada kontrol yang relatif tidakterjadi pembatasan energi matahari. Hal inimenjelaskan bahwa meskipun ukuran luasdaun nilam berpenaung lamtoro lebih lebardaripada kontrol, tetapi produksi daun basahdan keringnya lebih rendah daripada kontrol.

Produksi daun nilam berkaitan eratdengan jumlah daun. Semakin banyak jumlahdaun yang terbentuk maka bobot daunmakin bertambah dengan mengikuti polaY = 3,6714X + 316, 39 (R2 = 0,6931).

Perlakuan pemupukan memberikanpengaruh nyata terhadap bobot basah danbobot kering daun. Peningkatan bobot basahdari perlakuan P1 dan P3 mencapai 35%dibandingkan P0 (kontrol), sementara padaP2 peningkatannya 31%. Pada variable bobot

Page 16: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

183

kering daun, dosis P1 memberikanpeningkatan hasil paling tinggi yaitu 46%,kemudian turun pada P2 (28%) dan naik lagipada P3 (35%). Pola tersebut kurang lazim,sebab seharusnya hubungan antara dosispupuk dengan hasil tanaman mengikuti polakuadratik (Agustina cit. Kusparwati, 2004).

Bobot Kering Terna, Hasil Minyak danRendemen Minyak

Sidik ragam bobot kering tanaman nilamyang dihasilkan dari perlakuan penaung danpemupukan menunjukkan pengaruh nyatadan terdapat interaksi di antara keduanya(Tabel 1). Kombinasi perlakuan TP1 (tanpapenaung dan dosis pupuk P1) memberikankenaikan bobot kering tertinggi sebesar566% terhadap hasil terendah pada PP0(penaung pinang dan dosis pupuk P0)(Tabel 4).

Bobot terna nilam tanpa penaung yanglebih tinggi merupakan hasil pertumbuhanyang optimum. Hal ini sesuai pernyataanNuryani & Sutjihno (1994), bahwapeningkatan jumlah cabang, panjang cabang,dan jumlah daun per cabang memberikan

pengaruh langsung terhadap produksi terna.Bobot kering total hasil panen merupakanhasil penimbunan hasil bersih asimilasi CO2

yang diperoleh dari penyerapan energi danradiasi matahari, maka faktor utama yangmempengaruhi bobot kering total adalahradiasi matahari yang diserap dan efisiensipemanfaatan energi untuk fiksasi CO2

(Gardner et al., 1991). Untuk itu tanamanharus menyerap sebagian besar radiasimatahari menggunakan organ fotosintesisnyayaitu daun sebagai organ utama. Semakinbanyak jumlah dan luas daun sampai batastertentu (optimum) akan meningkatkan hasilfotosintat bersih, tetapi penambahan daunlebih lanjut akan menurunkan hasil fotosintatbersih karena sebagian daun yang salingmenutupi. Penutupan ini menyebabkan daun-daun pada bagian bawah tajuk menerimacahaya di bawah titik kompensasi sehinggamerugikan pertumbuhan tanaman. Hal inimenjelaskan bahwa produksi terna nilamberpenaung lamtoro lebih rendah daripadanilam kontrol meskipun memiliki daun yanglebih luas. Sitompul & Guritno (1995)menyatakan hal serupa bahwa produksibiomassa total tanaman yang mendapat

P0 144.01 c 65.07 d 44.46 d

P1 295.78 a 84.18 d 59.82 d

P2 213.04 b 88.14 d 63.64 d

P3 208.97 b 108.12 cd 65.18 d

Tabel 4. Interaksi antara anak petak dengan petak utama untuk variabel bobot kering tanaman nilam umur 150 hari

Table 4. Interaction between sub plot and main plot for biomass dry weight at 150 days old

Anak Petak (Sub plot)Petak utama (Main Plot)

Tanpa penaung (Without shade) Lamtoro (Leucaena) Pinang (Areca catechu)

Catatan (Notes) : Data yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT 5% (Data followed by the sameletter was not significantly different according to DMRT 5%).Keterangan dosis sama dengan Tabel 3 (Information of festilizer dose similar with Table 3).

Page 17: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

184

Prawoto dan Sholeh

naungan berat jauh lebih rendah daripadayang ditanam di bawah naungan ringan.

Di samping kompetisi pemanfaatancahaya matahari, budi daya nilam sebagaitanaman sela pada pertanaman kakao denganpohon penaung diduga juga kompetisipenyerapan air dan unsur hara. Pohon pinangyang merupakan famili Palmae memilikiperakaran serabut pada permukaan tanahpada jeluk antara 0—60 cm dengan kon-sentrasi yang tinggi pada radius 1 m(Faucon, 1999). Kondisi demikian menga-kibatkan penyerapan air cukup banyak padapada lapis atas tanah yang secara visualterlihat dari adanya rekahan-rekahan kecilpada musim kemarau. Sebaliknya padalamtoro kondisi demikian tidak terjadi karenalamtoro memiliki akar yang dapat menembusjauh ke dalam permukaan tanah. Oleh sebabitu maka laju pertumbuhan tanaman nilamberpenaung pinang lebih terhambat sehinggaproduksi biomassa yang dihasilkan lebihkecil.

Produksi minyak nilam dipengaruhioleh hasil terna dan tingkat rendemen.Produksi terna nilam kering dan hasil minyaknilam pada perlakuan penaungan menunjuk-kan kecenderungan yang sama, dengan hasiltertinggi dicapai oleh nilam tanpa penaung(Gambar 8).

Hasil ini menunjukkan bahwa intensitascahaya matahari memberikan kontribusibesar bagi peningkatan hasil terna nilam yangpada akhirnya juga akan meningkatkan hasilminyak nilam. Agar dapat berproduksitinggi, tanaman nilam membutuhkan inten-sitas penyinaran langsung di lahan terbukameskipun berakibat tumbuh lebih kerdil,daun sempit tetapi tebal berwarna merahkekuningan, tetapi memiliki kandunganminyak yang lebih tinggi (Rukmana, 2004).

Di antara perlakuan jenis pohonpenaung, nilam di bawah penaung lamtoromenghasilkan terna dan hasil minyak lebihtinggi daripada nilam di bawah naunganpinang.

Gambar 8. Hasil minyak, pengaruh dari penaung (a) dan pupuk (b).

Figure 8. Volatile oil yield, effect of shade trees (a) and fertilizer treatment (b).

P0 P1 P2 P3

Keterangan (Notes) : Dosis pupuk sama dengan Tabel 2 (Information of fertilizer dose similar with Table 2).

Tanpa penaungWithout shade

Leucaena A. catechu

Dosis pupuk NPK (NPK dose)

P0 P1 P2 P3

Has

il m

inya

k ni

lam

, g/to

n (O

ilyi

eld)

, g/tr

ee)

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

Has

il m

inya

k ni

lam

, g/to

n (O

ilyi

eld)

, g/tr

ee)

(a) (b)

Page 18: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

185

Peningkatan dosis pemupukan NPKmeningkatkan hasil terna kering sebesar46–72% dan hasil minyak sebesar 69–110%dibandingkan kontrol. Paket pupuk P1memberikan hasil tertinggi pada keduavariabel, disusul oleh P3 dan P2. Responstanaman terhadap pemupukan sangattergantung pada tingkat kesuburan tanah.Pada tanah podsolik, pemupukan dengandosis 560 kg Urea, 140 kg TSP dan 250 kg KClmeningkatkan hasil daun nilam sebesar 98%dan hasil minyak 77,1%. Tasma & Hamid(1990) dalam penelitiannya menyatakanbahwa pemupukan nilam dengan dosis 280kg urea, 70 kg TSP dan 140 kg KCl perhektar meningkatkan hasil daun nilamsebesar 64% dan hasil minyak 77% di-bandingkan kontrol.

Rendemen minyak nilam berkisar pada1,75–2,35%, di bawah standar 2,5%–5,0%(Rukmana, 2004) tetapi jauh di ataspenelitian di Bangalore India Selatan sebesar0,61–0,73% (Singh et al., 2002). Terdapat

kecenderungan bahwa rendemen minyaknilam tanpa penaung lebih tinggi daripadayang berpenaung, tetapi peningkatan hanya0,4%. Tidak terdapat perbedaan jelas antarapengaruh penaung lamtoro dan pinang.Pemupukan memberikan peningkatan ren-demen minyak nilam 0,3% sampai 0,68%seiring dengan peningkatan dosis pupukNPK.

Kualitas Minyak Nilam

Dalam penelitian ini kualitas minyaknilam terbatas untuk perlakuan macampenaung, yang hasilnya tertera dalam Tabel 5.Terhadap variabel patchouli alkohol, secaraumum kadarnya tidak berbeda antarperlakuantetapi di bawah standar hasil yang dilaporkanHayani (2005) dan tidak memenuhi standarmutu revisi SNI yang mensyaratkan mini-mum 31%. Hasil minyak dan kadar pat-chouli alkohol dilaporkan dipengaruhi olehpengairan dan pemupukan. Hasil penelitian

Gambar 9. Rendemen minyak nilam pengaruh dari penaung (a) dan pupuk (b).

Figure 9. Effect of shade trees (a) and fertilizer treatment (b) on outurn of volatile oil.

Keterangan dosis pupuk sama dengan Tabel 3 (Information of fertilizer dose similar with Table 3).

P0 P1 P2 P3

Ren

dem

en m

inya

k (O

il ou

turn

), %

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00(a) (b)

Ren

dem

en m

inya

k (O

il ou

turn

), %

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

Tanpa penaungWithout shade

Leucaena Areca sp.

Dosis pupuk NPK (NPK dose)

P0 P1 P2 P3

Page 19: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

186

Prawoto dan Sholeh

di India menyatakan bahwa pengairan padatingkat 0,8 IW : CPE (Irrigation water :cummulative pan evaporation) sertapemupukan 100 kg N per hektar meng-hasilkan minyak tertinggi dan kadarpatchouli alkohol 50,66—54,31% (Singhet al., 2002). Indeks bias minyak nilamantarperlakuan sama, sementara viskositasnyaberbeda. Nilam yang ditanam tanpa penaungmenghasilkan minyak paling kental yakni100,09% di atas perlakuan lamtoro dan168,32% di atas perlakuan pinang. Sebagaipembanding, viskositas air adalah 0,8513Centipoise. Viskositas menyatakan kadarmetabolit yang terkandung, metabolismenilam monokultur lebih intensif daripadanilam berpenaung.

Pengaruh Tanaman Sela Nilam TerhadapPertumbuhan Tanaman Kakao

Budi daya nilam aceh sebagai tanamansela pada kebun kakao muda tidak mem-berikan pengaruh negatif terhadap per-tumbuhan kakao, sebaliknya justru me-ningkatkan pertumbuhan kakao. Peningkatandosis pemupukan pada nilam juga ber-pengaruh positif pada peningkatanpertumbuhan tinggi tanaman kakao, yakni

berkisar 5,3 cm sampai 7,31 cm dan padadiameter dengan kisaran 0,18 cm sampai1,28 cm.

Tanaman nilam merupakan tumbuhansemak herba semusim dengan tinggi antara0,30 sampai 1,30 m, berakar serabut, batangberkayu, dengan radius cabang 60 cm(Suyono, 2001). Dengan morfologi sepertiini, tanaman kakao tidak mengalami halangandalam menyerap unsur hara dan sinarmatahari karena tinggi tanaman nilam lebihpendek demikian juga dengan perakarannya.Tajuk tanaman nilam yang menutup rapatjuga membantu terjaganya kadar lengas tanahdan mengurangi tumbuhnya gulma. Sebagianair dan unsur hara yang diberikan padatanaman nilam juga diserap oleh akar kakaosehingga pertumbuhannya lebih terpacudibandingkan kakao kontrol.

Jenis penaung kakao ternyata mem-berikan pengaruh terhadap pertumbuhantinggi dan diameter tanaman kakao. Padakakao berpenaung lamtoro pertambahantinggi tanaman dan pertambahan diameternyalebih pesat dibandingkan pada kakao yangditanam di bawah pinang, dengan selisih30% untuk tinggi kakao dan 51% untukdiameter kakao. Data pertambahan tinggidan diameter diperoleh dari selisih antara

Monokultur (Monoculture) 25.25 1.51 23.21

Leucaena sp. 28.73 1.51 11.60

Areca catechu 25.21 1.51 8.65

Tabel 5. Kadar patchouli alkohol, indeks bias dan viskositas minyak nilam

Table 5. Patchouli alcohol, polarity and viscisity of P. cablin oil

PerlakuanTreatment

Patchouli alkoholPatchouly alcohol, %

Indeks bias 23,6OCPolarity at 23.6OC

Viskositas (Viscosity),Centipoise

Page 20: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

187

data setelah perlakuan dan data sebelumperlakuan. Tanaman lamtoro memilikiperakaran yang dalam, sehingga tidakmengakibatkan kompetisi air dan unsur haradengan kakao. Daun lamtoro yang jatuh ketanah dapat menyuburkan tanaman karenatiap satu ton daun segar setara dengan44 kg urea, 5 kg TSP, 10 kg KCl dan 6 kgkieserit (Pujiyanto, 1994). Sementara itudengan penaung pinang pertumbuhan kakaoyang lebih lambat diduga akibat terjadinyapersaingan dalam penyerapan air dan unsurhara, mengingat pohon pinang yang merupa-kan famili palmae memiliki penyebaran akardi permukaan tanah dengan jeluk 0—60 cm.

Analisis Usahatani

Hasil analisis B/C ratio terna nilambasah dengan standar harga tahun 2005 padapanen pertama menunjukkan bahwa budidaya nilam tanpa penaung menghasilkannilam B/C ratio rata-rata di atas 1,44.

Perlakuan tanpa penaung dengan dosispemupukan P1 menghasilkan keuntungantertinggi dengan B/C 2,7 dan pendapatanbersih mencapai Rp21.556.950,- per hektar(Tabel 6).

Penggunaan tanaman nilam aceh sebagaitanaman sela kakao muda, tampaknya masihmenguntungkan asalkan tanaman nilam jugadipupuk. Penggunaan penaung tanamanlamtoro lebih tinggi keuntungannya daripadatanaman pinang. Pemupukan dengan dosisP2 pada naungan Lamtoro menunjukkanhasil yang paling tinggi dengan B/C ratio1,35 dengan pendapatan bersih mencapaiRp4.475.298,00. Sementara itu, padapenaung pinang, nisbah B/C kurang dari1 yang artinya bahwa masih belum mem-berikan keuntungan secara ekonomis.

Produksi terna nilam pada enam bulanpertama ini belum menunjukkan kapasitasproduksi nilam sebenarnya karena tanamanini memiliki masa produksi sekitar 3 tahun

Kakao(kontrol)

K+Nilam P0 K+Nilam P1 K+Nilam P2 K+Nilam P3

tinggi diamater

0

5

10

15

20

Lamtoro Pinangtinggi diamater

Gambar 10.a) Pengaruh tanaman sela nilam terhadap pertambahan tinggi dan diameter tanaman kakao; b) Pengaruh tanamanpenaung terhadap pertambahan tinggi dan diameter tanaman kakao.

Figure 10. The influence of intercrop P. cablin on the addition of cocoa height and stem diameter (a); The influene of shadetrees on the addition of cocoa height and stem diameter (b).

Tin

ggi d

an d

iam

eter

kak

aoH

eigh

t & ste

m d

iam

eter

, cm

25

KakaoControl

K+A. catechu

K+A. catechu

K+A. catechu

K+A. catechu

TinggiHeight

DiameterDiameterTinggi

HeightDiameterDiameter

Tin

ggi d

an d

iam

eter

kak

aoH

eigh

t & ste

m d

iam

eter

, cm

Leucaena Areca catechu0

5

10

15

20

0

5

10

15

20

P0 P1 P2 P3

Page 21: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

188

Prawoto dan Sholeh

(sebelas kali panen) dengan puncak produksipada panen keenam dengan kenaikanproduksi rata-rata 17,1% setiap kali panen.Hasil terna yang rendah pada nilam sebagaitanaman sela diduga sebagai akibat persaingancahaya matahari dan air dengan tanamanpenaung. Penyebab yang lain, penanamannilam dilakukan pada pertengahan musimkemarau sehingga air sangat terbatas danmengakibatkan penghambatan pertumbuhantanaman nilam, meskipun telah diberikanpengairan ternyata masih belum dapatmemenuhi tingkat kebutuhan air untukpertumbuhan yang optimum.

Hasil terna nilam sebagai tanaman selakakao diyakini dapat meningkat denganmelakukan beberapa perbaikan teknis dilapangan, di antaranya musim tanam yang

lebih tepat, pengairan, pemupukan,pengaturan pohon penaung dan pengaturanjarak tanam. Mengingat prospek nilam kedepan dan peluang menambah pendapatanpekebun kakao khususnya selama kakaomasih muda (TBM), budi daya tanamannilam sebagai tanaman sela memberikanpeluang yang cukup menjanjikan untukmeningkatkan produktivitas lahan.

KESIMPULAN

1. Tanaman nilam aceh tanpa penaungmenunjukkan pertumbuhan dan produksiawal yang lebih baik dibandingkan yangdiusahakan di bawah penaung. Di antaraperlakuan penaung, perlakuan di bawahpenaung lamtoro lebih baik dibandingkan

Tanpa penaung (Control)

P0 17,633,950 12,224,000 5,409,950 1.44

P1 34,180,350 12,623,400 21,556,950 2.71

P2 27,781,400 12,901,500 14,879,900 2.15

P3 27,505,800 13,456,500 14,049,300 2.04

Lamtoro (Leucaena) :

P0 12,237,650 12,224,000 13,650 1.00

P1 14,745,450 12,623,400 2,122,050 1.17

P2 17,376,798 12,901,500 4,475,298 1.35

P3 12.237.650 13,456,500 4,322,100 1.32

Pinang (Areca catechu) :

P0 7,181,600 12,224,000 -5,042,400 0.59

P1 10,431,750 12,623,400 -2,191,650 0.83

P2 12,923,550 12,901,500 22,050 1.00

P3 13,923,950 13,456,500 467,450 1.03

Tabel 6. Analisis usahatani nilam aceh sebaga tanaman sela kakao muda (per hektar)

Table 6. Farming system analysis per hectare of P. Cablin as intercrops on young cocoa plants

PerlakuanTreatment

Pendapatan kotor, RpGross income, Rp

Biaya produksi, RpProduction cost, Rp

Pendapatan bersih, RpNet income, Rp

B/C ratio

Catatan (Notes) : Harga terna nilam basah Rp 600,00/kg. (Wet biomass price Rp600,- per kg).

Keterangan dosis sama dengan Tabel 2 (Information of festilizer dose similar with Table 2).

Page 22: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

Produksi awal dan kajian ekonomis usahatani nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) sebagai tanaman sela kakao muda

189

yang ditanam di bawah penaung pinang.

2. Hasil nilam meningkat dengan pemu-pukan, dengan paket pupuk P1 (140 kgurea, 35 kg SP-36, 70 kg), bobot daunbasah dan kering, bobot terna kering,serta minyak nilam, memberikan datatertinggi.

3. Interaksi nyata antara penaungan dandosis paket pemupukan NPK dihasilkanpada parameter bobot terna kering,dengan hasil terbaik diperoleh dariperlakuan tanpa penaung dan dosis paketpupuk P1 (TP1).

4. Kualitas minyak nilam yang dinyatakandengan kadar patchouli alkohol danindeks bias tidak dipengaruhi olehpenaungan, tetapi viskositasnya ter-pengaruh nyata. Minyak nilam tanpapenaung menunjukkan viskositas tertinggi.

5. Budi daya nilam aceh sebagai tanamansela pada kakao muda tidak berpengaruhnegatif terhadap pertumbuhan tinggi dandiameter batang kakao.

6. Usahatani nilam sebagai tanaman selakakao muda berpenaung lamtoro meng-untungkan meskipun tidak setinggi nilammonokultur. B/C 1,00–1,35 tergantungpada dosis pemupukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (1993). Pengembangan KomoditasMinyak Nilam Kawasan PasarMasyarakat Eropa. DepartemenPerdagangan, Badan PengembanganEkspor Nasional.

Dhalimi, A., Angggraen, & Hobir (1998).Sejarah dan perkembangan budidaya

nilam di Indonesia. Monograf Nilam,5, 1—9.

Erwiyono, R. (2005). Lengas tanah danturgiditas beberapa klon kopi robustadi dataran aluvial berpola hujanmusiman. Pelita Perkebunan, 21, 113—140.

Gardner, F.P., R. Brent Pearce, & Roger L.Mitchell (1991). Fisiologi TanamanBudidaya. (Diterjemahkan oleh : Susilodan Subiyanto). Universitas Indonesia,Jakarta.

Hayani, E. (2005). Teknik analisis mutu minyaknilam. Bull. Teknik Pertanian, 10, 20—22.

Hartatie, D. (2004). Efek Intensitas Cahaya danDosis Tupuk NPK terhadap Per-tumbuhan dan Produksi Awal TanamanNilam Aceh (Pogostemon cablin Benth).Skripsi. Universitas Jember.

Henderson, W., James W. Hart, P. How &J. Judge (1970). Chemical and morpho-logical studies on sites of sesquiter-pene accumulation in Pogostemoncablin (patchouli). Phytochemistry, 9,1219—1228.

Hobir (2000). Permasalahan dalam usahataninilam. Warta Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Industri, 8, No. 1.

Kardinan, A. & L. Mauludi (2004). Nilam :Tanaman Beraoma Wangi Untuk IndustriParfum dan Kosmetika. AgromediaPustaka, Jakarta.

Kusparwati, T.R. (2004). Pemanfaatan KomposJerami dan Dosis Pupuk NPK DalamProduksi Bawang Merah. Skripsi.Universitas Jember.

Nuryani, Y. & Sutjihno (1994). Hubunganberbagai karakter morfologi denganproduksi dan kadar minyak nilam.Buletin LITTRO, 9(20).

Pavela, R. (2005). Insecticidal activity of some

Page 23: Produksi Awal dan Kajian Ekonomis Usahatani Nilam Aceh

190

Prawoto dan Sholeh

essential oils against larvae ofSpodoptera littoralis. Fitoterapia, 76,691—696.

Pujiyanto (1994). Nilai hara beberapa tanamanpenaung pada beberapa perkebunan kopidan kakao. Warta Pusat Penelitian Kopidan Kakao, 19, 28—31.

Prawoto, A.A., (1997). Diversifikasi padaperkebunan kakao. Warta PusatPenelitian Kopi dan Kakao, 13, 165—184.

Ridlo, A. A., (2005). Pengaruh Jarak Tanamdan Spesies Tanaman Penaung KakaoMuda Terhadap Pertumbuhan danProduksi Awal Tanaman Nilam Aceh(Pogostemon cablin Benth). Skripsi.Universitas Jember.

Rosman, R., Emmyzar, dan P. Wahid (1998).Karakteristik lahan dan iklim untukIndonesia. Jurnal Edisi khusus LITTRO,2, 10—39.

Rukmana, H. R., (2004). Prospek Agribisnis danTeknik Budidaya Nilam. Kanisius,Yogyakarta.

Rusli, S. (1991). Pemurnian/peningkatan mutuminyak nilam dan daun cengkeh.Prosiding pengembangan tanaman atsiridi Sumatera, Balai Penelitian TanamanRempah dan Obat, 89—100.

Salisbury, F.B. & C.W. Ross (1995). FisiologiTumbuhan. Jilid 2. (Diterjemahkan olehD. R. Lukman & Sumaryono). ITB,Bandung.

Santoso, H. B. (2003). Bertanam Nilam BahanIndustri Wewangian. Kanisius,Yogyakarta.

Singh, M.; S. Sharma & S. Ramesh (2002).Herbage, oil yield and oil quality ofpatchouli (Pogostemon cablin (Blanco)Benth.) influenced by irrigation, organicmulch and nitrogen application in semi-arid tropical climate. Industrial Cropsand Product, 16, 101—107.

Sitompul, S. M. & B. Guritno (1995). AnalisisPertumbuhan Tanaman. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Sudaryani, T. & E. Sugiharti (2002). Budi dayadan Penyulingan Nilam. PenebarSwadaya, Jakarta.

Suyono, H. A. (2001). Nilam : tanaman nilampencetak dolar. www.Intisarionline .com.

Tasma, I M., & P. Wahid (1989). Budidayatanaman nilam. Prosiding simposiumhasil penelitian dan pengembangantanaman industri, Balittro, Bogor,1057—1060.

Wikardi, E.A; A. Asman & Wahid (1990).Perkembangan penelitian tanamannilam. Edisi khusus LITTRO, 4, 23—29.

**********