produksi bioetanol dari tandan kosong sawit melalui

18
Produksi Bioetanol , Ahmad Hamidi, FT UI, 2017 PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI SIMULTANEOUS SACCHARIFICATION AND FERMENTATION Ahmad Hamidi 1 dan Dewi Tristantini 1 1 Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, University of Indonesia, Depok 16424, Indonesia Email: [email protected] Abstrak Penghematan energi dan upaya mencari bahan bakar alternatif yang terbarukan seperti bioetanol perlu dilakukan saat ini. Produksi bioetanol dapat ditingkatkan diantaranya dengan mengoptimasi temperatur fermentasi dan waktu retensiya. Waktu retensi dipengaruhi oleh laju reaksi pembentukan, yang dalam penelitian ini akan diteliti lebih lanjut mengenai konstanta laju reaksi pembentukan bioetanol. Pada penelitian ini akan diproduksi bioetanol berbasis tandan kosong sawit (TKS). TKS terlebih dahulu didelignifikasi untuk menghilangkan kandungan ligninnya, kemudian TKS tersebut dikonversi menjadi bioetanol dengan menggunakan metode Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF). Pada proses ini, suhu reaksi divariasikan yaitu 30, 33, dan 35agar diperoleh suhu terbaik, dengan pengambilan sampel setiap 24 jam selama 4 hari. Kondisi terbaik pada penelitian dicapai pada suhu 30dengan waktu sakarifikasi dan fermentasi selama 24 jam. Koefisien kinetika yang diperolah pada kondisi terbaik tersebut yaitu maximum spesific growth reaction rate max ) = 0,008 h -1 ; monod constant (K s ) = 0,005 g/dm 3 ; specific natural death constant (K d ) = 0,011 h -1 ; dan cell maintenance constant (m) = 0,457 h -1 . Kata kunci; bioetanol, koefisien kinetika, selulosa, tandan kosong sawit Bioethanol Production from Oil Palm Empty Fruit Bunch through Simultaneous Saccharification and Fermentation Abstract It is necessary for energy savings as well as searching for alternative renewable fuels, such as bioethanol. Bioethanol production could be improved such as by optimizing the fermentation temperature and retention time. The retention time is influenced by the rate of reaction formation, which in this study will be further examined on the reaction rate constant formation of bioethanol. In this research, bioethanol will be produced from oil palm empty fruit bunches (EFB). Empty fruit bunches of oil palm (EFB) will undergo delignification process to remove its lignin content, then cellulosic rich- oil palm empty fruit bunches (EFB) will then be converted into bioethanol using Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF) method. In this process, the reaction temperature variation 30, 33, and 35performed to determine the optimum temperature, with sampling every 24 hours for 4 days. The optimum conditions in the study achieved at a temperature of 30°C in 24 hour of sacarification and fermentation. Meanwhile, the kinetic coefficients achieved in this optimum condition are maximum spesific growth reaction rate max ) = 0,008 h -1 ; monod constant (K s ) = 0,005 g/dm 3 ; specific natural death constant (K d ) = 0,011 h -1 ; and cell maintenance constant (m) = 0,457 h -1 . Keywords; bioethanol, cellulose, oil palm empty fruit bunches, rate of reaction.

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI SIMULTANEOUS SACCHARIFICATION AND FERMENTATION

Ahmad Hamidi1 dan Dewi Tristantini1

1 Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, University of Indonesia, Depok 16424, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Penghematan energi dan upaya mencari bahan bakar alternatif yang terbarukan seperti bioetanol perlu dilakukan saat ini. Produksi bioetanol dapat ditingkatkan diantaranya dengan mengoptimasi temperatur fermentasi dan waktu retensiya. Waktu retensi dipengaruhi oleh laju reaksi pembentukan, yang dalam penelitian ini akan diteliti lebih lanjut mengenai konstanta laju reaksi pembentukan bioetanol. Pada penelitian ini akan diproduksi bioetanol berbasis tandan kosong sawit (TKS). TKS terlebih dahulu didelignifikasi untuk menghilangkan kandungan ligninnya, kemudian TKS tersebut dikonversi menjadi bioetanol dengan menggunakan metode Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF). Pada proses ini, suhu reaksi divariasikan yaitu 30, 33, dan 35℃ agar diperoleh suhu terbaik, dengan pengambilan sampel setiap 24 jam selama 4 hari. Kondisi terbaik pada penelitian dicapai pada suhu 30℃  dengan waktu sakarifikasi dan fermentasi selama 24 jam. Koefisien kinetika yang diperolah pada kondisi terbaik tersebut yaitu maximum spesific growth reaction rate (µmax) = 0,008 h-1; monod constant (Ks) = 0,005 g/dm3; specific natural death constant (Kd) = 0,011 h-1; dan cell maintenance constant (m) = 0,457 h-1.

Kata kunci; bioetanol, koefisien kinetika, selulosa, tandan kosong sawit

Bioethanol Production from Oil Palm Empty Fruit Bunch through Simultaneous Saccharification and Fermentation

Abstract

It is necessary for energy savings as well as searching for alternative renewable fuels, such as bioethanol.

Bioethanol production could be improved such as by optimizing the fermentation temperature and retention time. The retention time is influenced by the rate of reaction formation, which in this study will be further examined on the reaction rate constant formation of bioethanol. In this research, bioethanol will be produced from oil palm empty fruit bunches (EFB). Empty fruit bunches of oil palm (EFB) will undergo delignification process to remove its lignin content, then cellulosic rich- oil palm empty fruit bunches (EFB) will then be converted into bioethanol using Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF) method. In this process, the reaction temperature variation 30, 33, and 35℃ performed to determine the optimum temperature, with sampling every 24 hours for 4 days. The optimum conditions in the study achieved at a temperature of 30°C in 24 hour of sacarification and fermentation. Meanwhile, the kinetic coefficients achieved in this optimum condition are maximum spesific growth reaction rate (µmax) = 0,008 h-1; monod constant (Ks) = 0,005 g/dm3; specific natural death constant (Kd) = 0,011 h-1; and cell maintenance constant (m) = 0,457 h-1.

Keywords; bioethanol, cellulose, oil palm empty fruit bunches, rate of reaction.

Page 2: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

Pendahuluan

Permasalahan energi dunia yang sedang terjadi saat ini ini adalah ketidakseimbangan

permintaan (demand) dan penawaran (supply) serta akses terhadap sumber daya energi. Salah

satu faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan ini adalah pesatnya laju pertumbuhan

penduduk dan masifnya industrialisasi dunia. Hal ini meningkatkan konsumsi energi dunia secara

drastis dan mengakibatkan tersedotnya cadangan energi khususnya energi fosil.

Kondisi energi Indonesia saat ini masih mengandalkan pada migas sebagai penghasil devisa

maupun untuk memasok kebutuhan dalam negeri. Namun saat ini cadangan minyak bumi dalam

kondisi depleting. Untuk energi baru dan terbarukan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi

beragam, namun pengelolaan dan penggunaannya belum optimal. Oleh sebab itu, dalam

pemenuhan sumber energi di Indonesia, penelitian saat ini difokuskan untuk mencari sumber

bahan baku untuk dikonversi menjadi sumber energi yang berkelanjutan, yaitu biomassa. Alasan

pemilihan biomassa adalah karena Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber hayati

dan potensinya yang cukup tinggi.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan terutama dalam industri pengolahan

di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia,

pada tahun 2015 menunjukkan bahwa potensi kelapa sawit berdasarkan luas perkebunannya

mencapai 11.444.808 ha. Dengan total luas perkebunan tersebut, diperoleh total produksi kelapa

sawit mencapai 30.948.931 ton. Berdasarkan data yang diolah Gabungan Pengusaha Kelapa

Sawit Indonesia (GAPKI), total ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia tahun 2015 mencapai

28 juta ton atau naik 22% dibandingkan dengan total ekspor tahun 2014, yaitu 21,76 juta ton.

Seiring dengan meningkatnya jumlah produksi minyak sawit di Indonesia, maka meningkat pula

jumlah limbah kelapa sawit yang dihasilkan.

Salah satu jenis limbah padat yang paling banyak dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit

adalah tandan kosong sawit (TKS) yaitu sekitar 22-23% dari total tandan buah segar (TBS) yang

diolah. Industri minyak kelapa sawit akan menghasilkan limbah TKS sebesar 1,1 ton untuk setiap

1 ton CPO yang diproduksi (Karina et al., 2008). Secara fisik tandan kosong sawit terdiri dari

berbagai macam serat dengan komposisi antara lain selulosa sekitar 38,76%; hemisellulosa

sekitar 26,69% dan lignin sekitar 22,23% (Darnoko, 2002) Tandan kosong sawit memiliki

potensi yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan. Namun, selama ini TKS baru dimanfaatkan

sebagai pupuk organik, bahan baku pembuatan kertas, dan briket. Dengan kandungan selulosa

Page 3: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

nya yang cukup tinggi, pada penelitian ini TKS akan dimanfaatkan sebagai bahan baku

pembuatan bioetanol.

Bioetanol merupakan bahan bakar yang tidak mengakumulasi gas karbondioksida (CO2)

dan relatif kompetibel dengan mesin mobil berbahan bakar bensin. Bioetanol yang digunakan

pada campuran bahan bakar untuk kendaraan harus bersifat anhydrous agar tidak menyebabkan

masalah separasi fasa, distribusi penyimpanan dan penggunaan, sehingga bioetanol harus

mempunyai grade kemurnian sebesar 99,35% volume (Kumar et al., 2010). Pada tahun 2005,

pemerintah Indonesia menargetkan program bioetanol sebagai bagian dari biofuel agar mencapai

konsumsi 1,355 % dari konsumsi energi mix nasional pada tahun 2025. Target tersebut tinggi

dibandingkan dengan sumber energi alternatif lainnya seperti solar (0,020%) dan energi angin

(0,028%) (Indahsari and Wibowo, 2013).

Pada umumnya, terdapat 2 jenis metode fermentasi untuk memproduksi etanol, yaitu

Metode Separated Hydrolysis And Fermentation (SHF) dan Metode Simultaneous

Saccharification and Fermentation (SSF). Separated Hydrolysis And Fermentation (SHF) ialah

metode pembuatan bioetanol yang melakukan tahap hidrolisis enzimatik karbohidrat dan tahap

fermentasi berlangsung secara terpisah. Sedangkan metode Simultaneous Saccharification and

Fermentation (SSF) adalah salah satu metode pembuatan bioetanol yang menggabungkan

tahapan hidrolisis enzimatik dengan tahap fermentasi. Pada penelitian ini digunakan metode SSF

karena metode SSF lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan metode Separate Hydrolysis

and Fermentation (SHF) (Olofsson, et al., 2008), karena membutuhkan biaya produksi yang lebih

sedikit dan waktu yang lebih singkat. Penggunaan SSF juga menghasilkan produktivitas yang

lebih tinggi dibandingkan metode SHF, dan juga dapat memecahkan masalah yang terdapat pada

metode Separate Hydrolysis and Fermentation (SHF), yaitu mencegah adanya inhibisi kerja

enzim hidrolisis oleh produk glukosa dan selubiosa.

Pada proses Simultaneous Saccharification and Fermentation (SSF), dilakukan variasi suhu

reaksi yaitu 30, 33, dan 35℃ serta pengambilan sampel setiap 24 jam selama 4 hari. Dari proses

ini, ditentukan konsentrasi dari komponen produk yaitu sel, glukosa, dan etanol untuk kemudian

diketahui pengaruhnya terhadap suhu dan waktu pengambilan sampel pada proses Simultaneous

Saccharification and Fermentation (SSF). Dan juga nilai-nilai konsentrasi ini digunakan untuk

menentukan koefisien kinetika yaitu μmax, Ks, Kd, dan m dengan persamaan Monod melalui

aplikasi MATLAB.

Page 4: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

Dengan melihat dan meninjau pentingnya energi alternatif dan ketersediaan tandan kosong

sawit di Indonesia, maka pembangunan pabrik bioetanol berbasis tandan kosong sawit perlu

dipertimbangkan untuk meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi dari bioetanol ini salah

satunya dapat dilakukan dengan mengoptimasi kondisi operasi dan laju reaksi. Oleh karena itu,

perlu ada penelitian mengenai bahasan tersebut agar produksinya menjadi lebih optimal.

Tinjauan Teoritis

Pohon kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang mengalami pertumbuhan yang

sangat pesat di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit

Indonesia, pada tahun 2015 menunjukkan bahwa potensi kelapa sawit berdasarkan luas

perkebunannya mencapai 11.444.808 ha. Dengan total luas perkebunan tersebut, diperoleh total

produksi kelapa sawit mencapai 30.948.931 ton.

Produk utama pohon kelapa sawit yang dimanfaatkan adalah tandan buahnya yang

menghasilkan minyak dari daging buah dan kernel (inti sawit). Setelah dilakukan proses

pengolahan kelapa sawit tersebut, pada akhirnya menyisakan Tandan Kosong Sawit (TKS)

berkisar 20 hingga 23 persen dari jumlah panen tandan buah sawit (TBS) yang dipasok ke

pengolah (Wardani dan Widiawati, 2014). Tandan kosong sawit yang merupakan 23% dari

tandan buah segar, mengandung bahan lignoselulosa sebesar 55-60 persen berat kering. TKS

termasuk biomassa lignoselulosa, yang kandungan utamanya adalah selulosa, hemiselulosa dan

lignin. Kandungan selulosa yang cukup tinggi pada TKS dapat digunakan sebagai bahan baku

pembuatan bioetanol. Tabel 1 berikut memperlihatkan komposisi dari tandan kosong kelapa

sawit.

Tabel 1. Komposisi Tandan Kosong Sawit

No Parameter Kandungan (%) 1 Lignin 22,23 2 Selulosa 38,76 3 Hemiselulosa 26,69 5 Kadar Abu 6,59 6 Zat Ekstraktif 6,47

(Sumber: Darnoko, 1995)

Gambar 1 di bawah ini menunjukkan struktur dari selulosa.

Page 5: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

Gambar 1. Struktur Selulosa

Bioetanol merupakan hasil metabolit mikroba seperti Saccharomyces cerevisiae pada

substrat bahan nabati yang mengandung gula (nira tebu, aren, molase), pati (ubi kayu, ubi jalar,

sorgum, jagung) atau bahan lignoselulosa (jerami padi, tongkol jagung, tandan kosong kelapa

sawit, bambu, dan kayu). Berdasarkan jenis bahan bakunya, bioetanol dibagi menjadi dua

kelompok yaitu bioetanol generasi pertama dan bioetanol generasi kedua. Bioetanol generasi

pertama adalah etanol yang diproduksi dari sumber bahan nabati bergula dan berpati. Sedangkan

bioetanol yang diproduksi dari bahan berlignoselulosa seperti limbah padat agroindustri

merupakan bioetanol generasi kedua. Saat ini perkembangan industri bioetanol di Indonesia

masih menggunakan bioetanol yang berbahan baku dari generasi pertama seperti molasses/tetes

tebu dan pati singkong. Namun, bioetanol jenis generasi pertama mempunyai harga yang relatif

mahal karena substrat yang tersedia digunakan juga sebagai bahan pangan dan pakan ternak.

Untuk menurunkan harga dan menghindari masalah tersebut maka bioetanol generasi kedua perlu

dikembangkan.

Salah satu metode yang digunakan untuk mengurangi biaya produksi pada proses

biokonversi bahan berlignoselulosa menjadi bioetanol adalah dengan melakukan proses

sakarifikasi dan fermentasi dalam waktu yang bersamaan. Metode ini dikenal dengan nama

Simultaneous Saccharification and Fermentation. Metode SSF ini lebih efisien dan efektif

dibandingkan dengan metode Separate Hydrolysis and Fermentation (SHF) (Olofsson et al.,

2008). Penggunaan SSF juga menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan metode

SHF. Pada kondisi substrat dan enzim selulase yang sama metode SHF menghasilkan derajat

konversi glukosa menjadi etanol sekitar 40% sedangkan SSF dapat mencapai 60%. Oleh karena

itu, pada penelitian ini digunakan metode Simultaneous Saccharification and Fermentation

(SSF), dengan tahapan pengonversian residu selulosa menjadi glukosa dan fermentasi glukosa

menjadi etanol dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.

Page 6: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

Kelebihan utama dari metode Simultaneous Saccharification And Fermentation (SSF) ini

ialah memecahkan masalah yang terdapat pada metode tahapan hidrolisis dan fermentasi secara

terpisah, atau yang lebih dikenal dengan metode Separate Hydrolysis and Fermentation (SHF)

yaitu mencegah adanya inhibisi kerja enzim hidrolisis oleh produk glukosa dan selubiosa. Selain

itu, studi menunjukkan bahwa proses fermentasi simultan dapat memperpendek lamanya waktu

yang dibutuhkan ragi untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol. Proses ini membutuhkan

jumlah enzim kurang dari yang dibutuhkan dalam hidrolisis enzimatik biasa karena SSF

menggabungkan hidrolisis dan fermentasi, waktu reaksi keseluruhan untuk mengkonversi

biomassa menjadi etanol dipersingkat (Gauss et al., 1976). Manfaat lainnya dari penggunaan

metode SSF ialah efisiensi penggunaan peralatan dan investasi biaya produksi dapat ditekan

sebesar 20% (Wingren et al., 2003).

Terdapat dua kelemahan metode SSF, yaitu proses hidrolisis dan fermentasi masing-masing

memiliki rentang suhu optimum yang berbeda. Kondisi optimum aktivitas enzim selulase terjadi

pada pH 4,8 dan suhu 50oC (Samsuri et al., 2009), sedangkan mikroba fermentasi etanol,

misalnya S.cerevisiae, kondisi optimumnya terjadi pada suhu sekitar 25 °C dan pH 4-5

(Wasungu, 1982). Setiap suhu ekstrim selama fermentasi, baik tinggi maupun rendah akan

menghasilkan rendemen etanol yang minim. Hal ini dikarenakan sebagian ragi tidak tumbuh baik

pada suhu jauh lebih rendah dari 20 0C atau jauh lebih tinggi dari 40 0C. Oleh karena itu, agar

proses SSF dapat berjalan secara maksimal, kondisi optimum enzim dan mikroba seharusnya

berdekatan. Menurut Tengborg (2001) suhu optimum teknik ini terjadi pada suhu 38oC jika

menggunakan enzim selulase yang optimum pada suhu 45-50oC sebagai enzim penghidrolisis

dan S. cerevisae yang optimum pada suhu 30-35oC sebagai mikroba penghasil etanol (Tengborg

et al., 2001).

Metode Penelitian

Terdapat beberapa tahap pada penelitian ini, dimulai dengan penentuan persamaan

kinetika, dimana persamaan yang digunakan adalah Monod equation. Kemudian dilakukan

penentuan variabel penelitian, yang terdiri dari variabel terkontrol, terikat, dan bebas. Pada

penelitian ini variabel terkontrol adalah konsentrasi NaOH yang digunakan pada saat

delignifikasi TKS, ukuran partikel TKS, konsentrasi yeast untuk proses fermentasi, dan

konsentrasi enzim selulase. Variabel bebas pada penelitian ini adalah suhu. Suhu yang akan

Page 7: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

digunakan pada penelitian ini adalah 30, 33, dan 35℃. Selain itu waktu pengambilan sampel juga

divariasikan yaitu pada jam ke 24, 48, 72, dan 96. Pada penelitian ini, yang dijadikan variabel

terikat adalah besarnya konstanta laju reaksi pembentukan bioetanol. Nilai konstanta laju reaksi

yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bioetanol yang terbentuk. Setelah itu

dilakukan proses pretreatment terhadap bahan baku yaitu TKS, dimana selanjutnya bahan baku

akan masuk ke proses delignifikasi untuk menghilangkan kandungan lignin. Kemudian TKS yang

telah diminimalisir kandungan liginnya digunakan sebagai bahan baku untuk proses sakarifikasi

dan fermentasi yang bertujuan untuk menghasilkan bioetanol. Kemudian, larutan yang diperoleh

dari proses sakarifikasi dan fermentasi akan dianalisis konsentrasinya, yaitu konsentrasi etanol

dengan menggunakan GC, dan konsentrasi glukosa dan cell dengan Spektrofotometer.

Selanjutnya, konsentrasi yang diperoleh dimasukkan ke Monod equation, untuk nantinya akan

ditentukan koefisien kinetika pembentukan bioetanol dengan menggunalan aplikasi MATLAB.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biorefinery, Lantai 7 Enginering Center, Universitas

Indonesia.

Gambar 3 berikut merupakan diagram alir penelitian yang dilakukan,

Gambar 2. Diagram alir penelitian

Page 8: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

Hasil Penelitian

Hasil Pengukuran Konsentrasi Glukosa

Untuk analisis konsentrasi glukosa dengan menggunakan spektrofotometer, diperlukan

suatu kurva standar glukosa yang berfungsi untuk mempermudah pembacaan sampel hasil

sakarifikasi dan fermentasi yang dilakukan.

Tabel 2. berikut merupakan hasil absorbansi pada setiap variasi konsentrasi dalam

pembuatan kurva standar glukosa. Tabel 2. Variasi Konsentrasi Glukosa untuk Kurva Standar

Konsentrasi

(mg/ml)

Absorbansi

0,08 0,064

0,16 0,207

0,24 0,409

0,32 0,507

0,40 0,589

Setelah dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer, maka

diperoleh kurva standar glukosa seperti pada Gambar 3 dibawah ini,

Gambar 3. Kurva Standar Glukosa

Sampel hasil sakarifikasi dan fermentasi dikukur konsentrasi glukosanya setiap 24 jam

sekali selama 4 hari, maka diperolehlah data konsentrasi glukosa sebagaimana tertera pada Tabel

3 berikut,

y = 1.6864x - 0.0489 R² = 0.97242

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Abs

orba

si

Konsentrasi (g/L)

Page 9: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

Tabel 3. Hasil Pengukuran Konsentrasi Glukosa selama Proses Sakarifikasi dan Fermentasi

t (h)

T= 30° C T=33° C T=35° C

Konsentrasi

Glukosa

(g/L)

Absorbasi

Konsentrasi

Glukosa

(g/L)

Absorbasi

Konsentrasi

Glukosa

(g/L)

Absorbasi

24 2,333 3,984 2,576 4,393 2,579 4,399

48 2,126 3,635 2,181 3,727 2,286 3,904

72 1,503 2,585 1,429 2,459 2,163 3,697

96 0,691 1,215 1,384 2,383 1,047 1,814

Hasil Pengukuran Konsentrasi Cell

Sampel hasil sakarifikasi dan fermentasi harus dikukur konsentrasi cell nya setiap 24 jam

sekali selama 4 hari, maka diperolehlah data konsentrasi cell sebagaimana tertera pada Tabel 4

berikut,

Tabel 4. Hasil Pengukuran Konsentrasi Cell selama Proses Sakarifikasi dan Fermentasi

t (h)

T= 30° C T=33° C T=35° C

OD yeast

Konsentrasi

Yeast

(g/L)

OD yeast

Konsentrasi

Yeast

(g/L)

OD yeast

Konsentrasi

Yeast

(g/L)

24 1,201 0,600 2,063 1,031 1,861 0,930

48 2,670 1,335 3,136 1,568 3,001 1,500

72 2,820 1,410 4,059 2,029 4,632 2,316

96 3,013 1,506 4,625 2,312 4,744 2,370

Hasil Pengukuran Konsentrasi Etanol

Untuk analisis konsentrasi etanol dengan menggunakan gas chromatography, diperlukan

suatu kurva standar etanol yang berfungsi untuk mempermudah pembacaan sampel hasil

sakarifikasi dan fermentasi yang dilakukan.

Tabel 5 berikut merupakan hasil luas area pada setiap variasi konsentrasi dalam

pembuatan kurva standar etanol.

Page 10: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

Tabel 5. Variasi Konsentrasi Etanol untuk Kurva Standar

Konsentrasi

(%wt)

Luas Area

0,1 73162

0,5 360992

5,0 3354905

Setelah dilakukan pengukuran dengan menggunakan Gas Chromatography, maka

diperoleh kurva standar etanol seperti pada Gambar 4 dibawah ini,

Gambar 4. Kurva Standar Etanol

Sampel hasil sakarifikasi dan fermentasi harus dikukur konsentrasi etanolnya setiap 24

jam sekali selama 4 hari, maka diperolehlah data konsentrasi etanol sebagaimana tertera pada

Tabel 6 berikut,

Tabel 6. Hasil Pengukuran Konsentrasi Etanol selama Proses Sakarifikasi dan Fermentasi

t (h)

T = 30° C T = 33° C T = 35° C

Luas

Area

Konsentrasi

(g/L)

Luas

Area

Konsentrasi

(g/L)

Luas

Area

Konsentrasi

(g/L)

24 47604 0,708 17817 0,265 11875 0,176

48 45624 0,679 15973 0,237 6677 0,099

72 31864 0,474 10890 0,162 3470 0,051

96 19119 0,284 11114 0,165 3734 0,055

y = 671510x R² = 0.9999

0

10

20

30

40

0 1 2 3 4 5 6

Luas

Are

a

x 10

0000

Konsentrasi (%wt)

Page 11: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

Pembahasan

Pengaruh Suhu Terhadap Pembentukan Komponen Produk

Suhu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari proses sakarifikasi

dan fermentasi biomassa berlignoselulosa. Pada penelitian ini, dilakukan proses sakarifikasi dan

fermentasi serentak dengan variasi suhu 30, 33, dan 35°C. Untuk melihat pengaruh suhu terhadap

komponen produk, maka konsentrasi substrat awal, enzim selulase dan yeast Saccharomyces

cereviceae yang digunakan dibuat tetap. Pada subbab berikut ini akan dibahas mengenai hasil

analisis konsentrasi sel, glukosa, dan etanol dan pengaruhnya terhadap variasi suhu reaksi

sakarifikasi dan fermentasi.

Pengaruh Suhu terhadap Pembentukan Sel

Gambar 5 berikut merupakan grafik yang menggambarkan pengaruh suhu terhadap

konsentrasi sel selama proses sakarifikasi dan fermentasi.

Gambar  5.  Pengaruh  Suhu  terhadap  Pembentukan  Sel  

Dari ketiga variasi suhu yang dilakukan, terlihat bahwa pada ketiga sampel terjadi

peningkatan konsentrasi sel setiap harinya terhitung dari jam ke 24 sampai jam ke 96. Hal ini

menandakan pada bahwa rentang suhu 30-35℃ sel mampu bertahan hidup dan terus tumbuh dan

berkembang biak dengan adanya substrat yang cukup. Dari ketiga variasi tersebut, konsentrasi

terendah terjadi pada suhu 30℃ pada jam ke 24, sedangkan konsentrasi tertinggi terjadi pada

suhu 35℃ pada jam ke 96.

Jadi, berdasarkan hasil dari ketiga variasi suhu diatas yaitu pada suhu 30, 33, dan 35℃,

terlihat bahwa pertumbuhan sel pada suhu 33℃ menunjukkan hasil yang paling stabil. Hal ini

terlihat dari kurva yang dihasilkan yang cenderung linear. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

0 0.5

1 1.5

2 2.5

3

0 24 48 72 96 120

Kon

sent

rasi

(g/L

)

Waktu (jam)

T=30 C

T=33 C

T=35 C

Page 12: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

dilakukan oleh (Dahnum, 2015) dimana dikatakan bahwa suhu terbaik untuk fermentasi oleh

yeast yaitu pada 33°C.

Pengaruh Suhu terhadap Pembentukan Glukosa

Gambar 6 berikut merupakan grafik yang menggambarkan pengaruh suhu terhadap

konsentrasi glukosa selama proses sakarifikasi dan fermentasi.

Gambar 6. Pengaruh Suhu terhadap Pembentukan Glukosa

Dari ketiga variasi suhu yang dilakukan, terlihat bahwa pada ketiga sampel terjadi

penurunan konsentrasi glukosa setiap harinya terhitung dari jam ke 24 sampai jam ke 96. Dari

ketiga variasi tersebut, konsentrasi tertinggi terjadi pada suhu 35℃ pada jam ke 24, sedangkan

konsentrasi terendah terjadi pada suhu 30℃ pada jam ke 96.

Berdasarkan referensi dari penelitian yang dilakukan oleh (Dahnum,2015), proses

sakarifikasi dan fermentasi serentak akan menyebabkan penurunan konsentrasi glukosa seiring

berjalannya waktu. Glukosa yang pada awalnya terbentuk dari proses hidrolis enzimatik oleh

enzim selulase akan terus berkurang jumlahnya. Hal ini dikarenakan, selain terbentuknya glukosa

pada proses sakarifikasi, juga terjadi pengonsumsian glukosa oleh yeast Saccharomyces

cereviceae untuk membentuk etanol. Glukosa berperan sebagai sumber makanan bagi yeast

Saccharomyces cereviceae untuk tumbuh dan berkembang. Semakin banyaknya yeast yang

terbentuk, maka juga akan terjadi persaingan untuk mendapatkan makanan sehingga lama

kelamaan jumlah glukosa akan semakin berkurang (Ohgren, et al., 2006).

Jadi, berdasarkan data pada Gambar 6 terlihat bahwa pada rentang 30-35℃ bahwa proses

sakarifikasi dan fermentasi masih terus terjadi dan substrat glukosa akan terus dikonsumsi oleh

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0 24 48 72 96 120

Kon

sent

rasi

(g/L

)

Waktu (jam)

T=30 C"

T = 33 C

T = 35 C

Page 13: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

yeast untuk bertahan hidup dan mengasilkan etanol. Oleh karena itu ketiga variasi suhu tersebut

masih memiliki dampak yang mirip terhadap laju konsumsi substrat glukosa.

Pengaruh Suhu terhadap Pembentukan Etanol

Gambar 7 berikut merupakan grafik yang menggambarkan pengaruh suhu dan waktu

terhadap konsentrasi etanol selama proses sakarifikasi dan fermentasi

Gambar 7. Pengaruh Suhu terhadap Pembentukan Etanol

Proses fermentasi adalah proses konversi gula reduksi hasil hidrolisis menjadi etanol yang

secara biologis dilakukan oleh mikroorganisme. Proses konversi gula heksosa seperti glukosa

umumnya memerlukan kondisi anaerobik untuk memaksimalkan pembentukan etanol.

Sedangkan dengan kondisi aerobik, proses fermentasi akan menghasilkan gas CO2, H2O dan

energi.

Etanol dan CO2 yang terbentuk dari proses fermentasi ini dapat menghambat proses

fermentasi (end-product inhibition). Diperlukan teknik fermentasi yang dapat meminimalisasi

peran inhibitor tersebut karena mikroorganisme yang mengkonversi glukosa menjadi etanol tidak

tahan terhadap senyawa alkohol pada konsentrasi tertentu

S. cerevisiae memiliki daya konversi menjadi etanol yang cukup tinggi dan mempunyai

toleransi terhadap kadar etanol yang tinggi. Metabolit utamanya berupa etanol, CO2 dan air, juga

sedikit menghasilkan metabolit lainnya (Frazier dan Westhoff, 1978). Setiap 1 mol glukosa

terfermentasi menghasilkan 2 mol etanol, CO2 dan ATP. Oleh karena itu, secara teoritis setiap 1 g

glukosa yang difermentasi menghasilkan 0,51 g etanol (Wahyudi et al., 2010). Namun

kenyataannya, biasanya etanol yang dihasilkan tidak sesuai hasil teoritis. Hal ini dikarenakan

sebagian nutrisi digunakan untuk sintesa biomassa dan memelihara reaksi. Selain itu rendahnya

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 24 48 72 96 120

Kon

sent

rasi

(g/L

)

Waktu (h)

T = 30 C

T = 32 C

T = 35 C

Page 14: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

rendemen bioetanol dari bahan berlignoselulosa ini disebabkan oleh adanya zat penghambat

sebagai hasil samping dari proses hidrolisis bahan berlignoselulosa tersebut seperti asam asetat,

furan aldehid, vanilin, fenol, gliserol dan suksinat yang dapat menghambat kerja mikroba

fermentasi (Sun dan Chen, 2002).

Dari ketiga variasi suhu yang dilakukan, terlihat bahwa pada ketiga sampel cenderung

mengalami penurunan konsentrasi etanol setiap harinya terhitung dari jam ke 24 sampai jam ke

96. Dari ketiga variasi tersebut, konsentrasi tertinggi terjadi pada suhu 30℃ pada jam ke 24,

sedangkan konsentrasi terendah terjadi pada suhu 35℃ pada jam ke 72.

Jadi, berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan ketiga variasi suhu diatas yaitu pada

suhu 30℃, 33℃, dan 35℃, terlihat bahwa pembentukan etanol pada suhu 30℃ menunjukkan

hasil yang paling baik.

Pengaruh Waktu Terhadap Pembentukan Komponen Produk

Selain suhu, waktu reaksi juga merupakan salah satu faktor penting dalam suatu reaksi.

Dalam suatu reaksi dikenal istilah waktu optimum, yaitu waktu yang diperlukan oleh suatu reaksi

untuk menghasilkan suatu produk secara efektif. Untuk melihat pengaruh suhu dan waktu

terhadap produk, maka konsentrasi substrat awal, enzim selulase dan yeast Saccharomyces

cereviceae yang digunakan dibuat tetap. Pada subbab berikut ini akan dibahas mengenai hasil

analisis konsentrasi sel, glukosa, dan etanol dan pengaruhnya terhadap waktu reaksi sakarifikasi

dan fermentasi.

Gambar 8, 9, dan 10 berikut menampilkan pengaruh waktu reaksi terhadap pembentukan

komponen produk,

Gambar 8. Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Pembentukan Komponen Produk pada T= 30℃

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 24 48 72 96 120

Kon

sent

rasi

(g/L

)

Waktu (h)

Konsentrasi cell T=30 C

Konsentrasi glukosa T= 30 C

Konsentrasi etanol T= 30 C

Page 15: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

Gambar 9. Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Pembentukan Komponen Produk pada T= 33℃

Gambar 10. Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Pembentukan Komponen Produk pada T= 35℃  

Terlihat pada ketiga grafik bahwa konsentrasi cell akan meningkat seiring berjalannya

waktu. Apabila dibandingkan dengan referensi dari (Fogler, 2005), data yang diperoleh pada

penelitian ini memiliki trend yang sama, yaitu konsentrasi sel akan semakin besar seiring dengan

bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan, selama substrat yang digunakan untuk sel untuk

tumbuh masih tersedia dalam jumlah yang cukup, maka sel akan terus tumbuh dan

memperbanyak diri sehingga seiring berjalannya waktu konsentrasi sel akan terus bertambah

juga.

Sedangkan untuk konsentrasi glukosa, konsentrasi akan terus menurun seiring berjalannya

waktu. Hal ini dikarenakan, selain terbentuknya glukosa pada proses sakarifikasi, juga terjadi

pengonsumsian glukosa oleh yeast Saccharomyces cereviceae untuk membentuk etanol. Glukosa

berperan sebagai sumber makanan bagi yeast Saccharomyces cereviceae untuk tumbuh dan

berkembang. Semakin banyaknya yeast yang terbentuk, maka juga akan terjadi persaingan untuk

0 0.5

1 1.5

2 2.5

3

0 24 48 72 96 120 K

onse

ntra

si (g

/L)

Waktu (h)

Konsentrasi yeast T= 33 C

Konsentrasi glukosa T= 33 C

Konsentrasi etanol T= 33 C

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0 24 48 72 96 120

Kon

sent

rasi

(g/L

)

Waktu (h)

Konsentrasi yeast T= 35 C

Konsentrasi glukosa T= 35 C

Konsentrasi etanol T= 35 C

Page 16: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

mendapatkan makanan sehingga lama kelamaan jumlah glukosa akan semakin berkurang

(Ohgren et al., 2006).

Dan untuk konsentrasi etanol, terlihat bahwa konsentrasi yang dihasilkan relatif kecil dan

terus menurun seiring berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan selain digunukan untuk membuat

etanol, sebagian nutrisi juga digunakan untuk memelihara reaksi (maintenance). Selain itu

rendahnya rendemen bioetanol dari bahan berlignoselulosa ini disebabkan oleh adanya zat

penghambat sebagai hasil samping dari proses hidrolisis bahan berlignoselulosa tersebut seperti

asam asetat, furan aldehid, vanilin, fenol, gliserol dan suksinat yang dapat menghambat kerja

mikroba fermentasi (Sun dan Chen, 2002).

Penentuan Koefisien-koefisien Kinetika Pembentukan Etanol

Untuk menentukan koefisien-koefisien kinetika laju reaksi pembentukan suatu senyawa

diperlukan data konsentrasi. Pada metode ini, data konsentrasi yang diperlukan adalah

konsentrasi glukosa, sel, dan etanol. Model kinetika yang digunakan pada penelitian ini adalah

turunan dari persaman monod, dimana terdapat tiga persamaan yang digunakan yaitu sebagai

berikut: Persamaan kinetika pembentukan sel:

!!!!"= !!"#  !!!!

!!!!!−!!!! (1)

Persamaan kinetika komponen produk yang terbentuk

!!!!"

= !!!   !!"#  !!!!

!!!!! (2)

Persamaan kinetika substrat sisa

!!!!"= −!!

!   !!"#  !!!!

!!!!!−!!! (3)

Dari persamaan diatas, terlihat bahwa data-data yang diperlukan adalah konsentrasi

glukosa, konsentrasi sel, konsentrasi etanol, !!! , dan !!

!. Nilai !!

! dan !!

! merupakan yield produk

etanol yang dihasilkan dan yield penggunaan substrat terhadap konsentrasi sel. Untuk

menentukan nilai dari kedua variabel tersebut, maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:

!!!= !"##  !"  !"#$%&'  !"#$%&

!"##  !"  !"#  !"##  !"#$%&= ∆!!

∆!! (4)

Page 17: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

!! ! =!"##  !"  !"#!$%&$'  !"#$%&'(

!"##  !"  !"##  !"#$%&= − ∆!!

∆!! (5)

Kemudian, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa terdapat empat

koefisien yang akan ditentukan dari persamaan diatas, yaitu:

µmax = maximum spesific growth reaction rate (h-1) Ks = monod constant (g/dm3)

Kd = specific natural death constant (h-1)  

!       = !"##  !"  !"#!$%&$'  !"#$%&'(  !"#  !"#$%&$"$'&!"##  !"  !"##  .    !!"#

(h-1)

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi MATLAB,

maka diperoleh nilai koefisien-koefisien seperti pada tabel 7 berikut: Tabel 7. Hasil Perhitungan Koefisien-Koefisien dengan Metode Optimasi pada Aplikasi MATLAB

Suhu

(oC)

Koefisien

µmax (h-1) Ks (g/dm3) Kd (h-1) m (h-1)

30 0,008 0,005 0,011 0,457

32 0,013 0,010 0,009 0,009

35 0,024 0,031 0,383 0,913

Kesimpulan

Dari penelitian dengan judul “Produksi Bioetanol dari Tandan Kosong Sawit Melalui

Simultaneous Saccharification and Fermentation”, dapat ditarik kesimpulan sebagai barikut,

1. Dengan peningkatan suhu, maka hasil produk etanol yang dihasilkan akan semakin

rendah karena telah melebihi suhu optimumnya. Diantara variasi suhu fermentasi yang

dilakukan yaitu 30, 33, dan 35℃, hasil produk etanol yang paling banyak terbentuk adalah

pada suhu 30℃.

2. Dengan berjalannya waktu fermentasi, maka hasil produk etanol yang dihasilkan akan

semakin rendah. Pada variasi waktu pengambilan sampel yaitu pada jam ke 24, ke 48, ke

72, dan ke 96, hasil produk etanol yang paling banyak terbentuk adalah pada jam ke 24.

3. Koefisien kinetika fermentasi pembentukan etanol berbasis tandan kosong yang diperoleh

pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

• Pada variasi suhu 30°C, µmax = 0,008 (h-1); Ks = 0,005 (g/dm3); Kd = 0,011 (h-1); dan

m = 0,457 (h-1).

Page 18: PRODUKSI BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG SAWIT MELALUI

 

Produksi Bioetanol …, Ahmad Hamidi, FT UI, 2017

• Pada variasi suhu 32°C, µmax =0,013 (h-1); Ks = 0,010 (g/dm3); Kd = 0,009 (h-1); dan

m = 0,009 (h-1).

• Pada variasi suhu 35°C, µmax = 0,024 (h-1); Ks = 0,031 (g/dm3); Kd = 0,383 (h-1); dan

m = 0,913 (h-1).

Daftar Referensi Dahnum, D. (2015). Comparison of SHF and SSF Processes Using Enzym and Dry Yeast for

Optimization of Bioethanol Production From Empty Fruit Bunch. Energy Procedia, Volume 68, pp. 107-116.

Darnoko (2002). Tinjauan Fungsi Fisik Aplikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit. Frazier, W. & Westhoff, D. C. (1978). Food Microbiology. 4th ed. New York: McGraw-Hill

Book. Gauss, W., S. Suzuki, S. & Takagi, M. (1976). Manufacture of Alcohol from Celulosic Materials

Using Plural Ferments. : BioResearch Center Company Limited. Karina, M., Onggo, H., Abdullah, D. & Syamsupurwadi, A. (2008). Effect of Oil Palm Fruit

Bunch Fiber on The Physical and Mechanical Properties of Fiber Glass Reinforced Polyester Resin. Journal of Biological Sciences, pp. 1-3.

Kumar, S., Singh, N. & Prasad, R. (2010). Anhydrous Ethanol : A Renewable Source of Energy. Renewable and Sustainable Energy Reviews, Issue 14, pp. 1830-1844.

Olofsson, K., Bertilsson, M. & Lidén, G. (2008). A Short Review on SSF- An Interesting Process Option for Ethanol Production from Lignocellulosic Feedstock. Biotechnology for Biofuels 1:7, pp. 1-14.

Samsuri, M., Gozan, M., Prasetya, B. & Nasikin, M. (2009). Hydrolysis of Bagassae by Cellulose and Xylanase for Bioethanol Production in Simultaneous Saccharification and Fermentation. Jurnal of Appl and Industrial Biotech at Tropical Region 2.

Sun, Y. & Chen, J. (2002). Hydrolysis of Lignocellulosic Material for Ethanol Production. Bioresource Technol, Volume 83(1), pp. 1-11.

Tengborg, C., Galbe, M. & Zacchi, G. (2001). Influence of Enzyme Loading and Physical Parameters on The Enzymatic Hydrolysis of Steam Pretreated Softwood. Biotechnol, Volume 17(1), pp. 110-117.

Wahyudi, T. Supriyanto., Abdullah, Widayat, Hadiyanto. (2010). Proses Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae dengan Operasi Kontinyu pada Kondisi Vakum. Seminar Rekayas Kimia dan Proses 2010. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang. 15 : 1-6.

Wardani, A. & Widiawati, D. (2014). Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Material Tekstil dengan Pewarna Alamai untuk Produk Kriya. Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa Dan Desain, pp. 1-2.

Wasungu, K. (1982). Growth Characteristics Of Baker's Yeast In Ethanol. Biotechnol Bioeng, Volume 24, p. 1125–1134.

Wingren, A., Galbe, M. & Zacchi, G. (2003). Techno-Economic Evaluation of Producing Ethanol From Softwood: Comparison of SSF and SHF and Identification of Bottlenecks. Biotecnol, Volume 19 (4), pp. 1109-1117.