profil wilayah kota yogyakarta
TRANSCRIPT
4-1
Bab 4
Profil Wilayah Kota Yogyakarta
4.1 Sejarah kota Yogyakarta Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal
13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan
Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi
Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak
Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam
perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah
daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono
Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram
(Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah
mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro,
Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu,
Wonosari, Grobogan.
Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang
bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram
yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan
beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal
13 Maret 1755.
Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang
disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan,
sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh
Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya.
4-2
Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera
memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.
Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati
pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga.
Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755.
Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton
yang sedang dikerjakan.
Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru
sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan
nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan
Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah
menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya
Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di
Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana
lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu
itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan
menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya
pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan
bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa
yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Dan
pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang
menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta
akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam
VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional
Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun
yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota
4-3
dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan
dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota
Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan
massih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi
Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun
1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi
wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten
Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan
sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh
Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari
Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata
dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I
dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang
kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi
Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25
orang. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan
anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun
1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan
DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah
Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.
4-4
Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah
Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara
pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya
bagi beliiau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.
Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin
oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa
jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang
lain.
Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan
pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah
Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur
kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas,nyata dan
bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II
Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya
disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta
sebagai Kepala Daerahnya.
4.2 Keadaan Geografi Kota Yogyakarta
4.2.1 Batas Wilayah Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan
satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4 daerah tingkat II
lainnya yang berstatus Kabupaten
Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Sleman
4-5
Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman
Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman
Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 24I 19II sampai 110o 28I 53II
Bujur Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 49I 26II Lintang Selatan dengan ketinggian
rata-rata 114 m diatas permukaan laut.
4.2.2 Keadaan Alam Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari
barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1
derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu:
Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong
Bagian tengah adalah Sungai Code
Sebelah barat adalah Sungai Winongo
4.2.3 Luas Wilayah Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah
tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi
DIY.
Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan,
617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 489.000 jiwa (data per Desember 1999)
dengan kepadatan rata-rata 15.000 jiwa/Km².
4.2.4 Tipe Tanah Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami
berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya
yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang
garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda Sejalan
4-6
dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan pertanian
Kota setiap tahun mengalami penyusutan. Data tahun 1999 menunjukkan
penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih
fungsi, (lahan pekarangan).
4.2.5 Iklim Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119 hari
hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%. Angin pada
umumnya bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya
dengan arah 220° bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim
kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° -
140° dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/jam
4.3 Keadaan Demografi Kota Yogyakarta Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, penduduk Kota Yogyakarta berjumlah
397.398 orang yang terdiri dari 194.530 orang (48,95 persen) laki-laki dan 202.868
orang (51,05 persen) perempuan. Jumlah penduduk berdasarkan hasil SUPAS
tahun 2005 sebanyak 435.236 orang. Dengan demikian rata-rata pertumbuhan
penduduk periode tahun 2000-2005 sebesar 1,9 persen.
Berdasarkan hasil proyeksi Sensus Penduduk 2000 jumlah penduduk tahun 2009
tercatat 462.752 orang. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin adalah
48,86 persen laki-laki dan 51,14 persen perempuan. Secara keseluruhan jumlah
penduduk perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk laki-laki seperti
tampak dari rasio jenis kelamin penduduk yang lebih kecil dari 100.
Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki
dengan penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Biasanya
dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-laki untuk 100 penduduk
perempuan. Dengan luas wilayah 32,50 km2 , kepadatan penduduk Kota
Yogyakarta 14.239 jiwa per km2 .
4-7
Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir tahun
1999 jumlah penduduk Kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000
tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat
kepadatan rata-rata 15.197/km². Angka harapan hidup penduduk Kota
Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia
76,31 tahun.
Tabel 4.1 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 13.132 12.323 25.455
5-9 12.849 12.162 25.011
10-14 12.992 12.238 25.230
15-19 18.542 20.920 39.462
20-24 24.146 25.395 49.541
25-29 18.594 17.175 35.769
30-34 14.907 14.739 29.646
35-39 13.518 13.990 27.508
40-44 13.047 14.410 227.457
45-49 11.881 13.437 25.318
50-54 10.847 11.839 22.686
55-59 8.324 8.878 17.202
60-64 14.864 5.822 10.686
65-69 3.932 15.130 9.062
70-74 3.063 4.476 7.539
75+ 3.561 5.953 9.514
4-8
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
TT 968 603 1.571
Jumlah 189.167 199.490 387.086
4.3.1 Tenaga Kerja Jumlah pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta pada
tahun 2009 tercatata 9.852 orang, yang terdiri dari 89,55 persen pegawai
pemerintah daerah dan 10,45 persen pegawai pemerintah pusat. Berdasarkan
golongan kepangkatan, di Kota Yogyakarta terdapat pegawai negeri sipil daerah
golongan I 3,20 persen, golongan II 20,19 persen, golongan III 46,42 persen, dan
sisanya golongan IV 30,19 persen.
Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
tahun 2009 sebanyak 9.588 orang yang terdiri dari 4.452 laki-laki dan 5.136
perempuan. Sebagian besar dari pencari kerja tersebut berpendidikan sarjana
yaitu 62,24 persen, kemudian diikuti yang berpendidikan SMU (22,41 persen),
Diploma (11,93 persen) dan sisanya berpendidikan S2, SMP, dan SD.
Tabel 4.2 Jumlah Pencari Kerja yang Terdaftar menurut Tingkat Pendidikan Di Kota Yogyakarta Tahun 2010
Jenis Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Tidak Tamat SD - - -
2. SD/ Sederajat 27 12 39
3. SMP/ Sederajat 84 59 143
4. SMU/ Sederajat 1.154 835 1.989
5. D-1/ D-2/ D-3 222 400 622
6. S-1/ Sederajat 1.631 2.199 3.830
7. S-2/ Sederajat 77 63 140
4-9
Jenis Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah 3.195 3.568 6.763
4.3.2 Transmigrasi Jumlah transmigran dari Kota Yogyakarta pada tahun 2009 tercatat 79 kepala
keluarga yang terdiri dari 279 jiwa. Sebagian besar transmigran tersebut berasal
dari Kecamatan Umbulharjo dan Tegalrejo, dan daerah penempatan terbanyak
adalah Kalimantan Barat.
4.4 Keadaan Sosial Budaya Kota Yogyakarta
4.4.1 Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Untuk itu perlu didukung dengan penyediaan sarana fisik
pendidikan maupun tenaga pengajar yang memadai. Tabel 4.1.1 hingga tabel
4.1.9 memberikan gambaran mengenai jumlah sekolah, kelas dan guru pada
tahun ajaran 2009/2010 menurut jenjang pendidikan pra sekolah sampai
menengah.
Pada tingkat pendidikan pra sekolah dan sekolah menengah sebagian besar
diselenggarakan oleh pihak swasta. Sedangkan untuk tingkat pendidikan dasar
lebih banyak diselenggarakan oleh pemerintah.
Pada tahun ajaran 2009/2010 di Kota Yogyakarta terdapat 67 perguruan tinggi
swasta. Perguruan tinggi tersebut terdiri dari 8 universitas, 24 institut/sekolah
tinggi dan 35 akademi/politeknik. Jumlah dosen sebanyak 2.535 orang yang
terdiri dari 333 orang dosen yayasan dan 2.202 orang dosen DPK. Jumlah
mahasiswa yang terdaftar sebanyak 53.275 orang.
4-10
Tabel 4.3 Jumlah Sekolah, Kelas, Guru, dan Murid Taman Kanak-kanak Menurut Kecamatan dan Status di Kota Yogyakarta2010/2011
Kecamatan Sekolah Kelas Guru Murid
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1. Mantrijeron - 19 - 47 - 89 - 880
2. Kraton - 11 - 22 - 54 - 447
3. Mergangsan - 16 - 47 - 73 - 804
4. Umbulharjo 2 29 14 89 28 176 353 1.791
5. Kotagede - 18 - 58 - 114 - 1.157
6. Gondokusuman - 24 - 68 - 105 - 1.205
7. Danurejan - 10 - 16 - 26 - 377
8. Pakualaman - 8 - 16 - 29 - 306
9. Gondomanan - 6 - 25 - 35 - 549
10. Ngampilan - 7 - 23 - 45 - 406
11. Wirobrajan - 17 - 41 - 67 - 811
12. Gedongtengen - 11 - 25 - 35 - 484
13. Jetis - 15 - 39 - 52 - 738
14. Tegalrejo - 15 - 51 - 91 - 944
Jumlah 2 206 14 567 28 991 353 10.899
Sumber Data: Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Yogyakarta
Tabel 4.4 Jumlah Sekolah Menurut Tingkatan Sekolah dan Status
di Kota Yogyakarta 2010/2011
Sekolah Negeri Swasta Jumlah
TK 2 206 208
4-11
Sekolah Negeri Swasta Jumlah
Sekolah Dasar 99 74 173
Madrasah Ibtidaiyah 1 1 2
SLB 3 6 9
SMP 16 41 57
Madrasah Tsanawiyah 1 6 7
SMA 11 36 47
Madrasah Aliyah 2 4 6
SMK 8 20 28
Jumlah 143 394 537
Sumber Data: Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Yogyakarta
Gambar 4.1 Grafik Jumlah Murid Menurut Jenjang Pendidikan di Kota Yogyakarta 2010/2011
4.4.2 Kesehatan Ketersediaan sarana kesehatan dan tenaga kesehatan sangat penting untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pada tahun
2009 jumlah dokter praktek di Kota Yogyakarta mengalami kenaikan
4-12
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 1.151 orang pada tahun 2008
menjadi 1.244 orang pada tahun 2009. Jumlah apotek adalah 123.
Untuk menekan pertumbuhan penduduk pemerintah mencanangkan program
Keluarga Berencana (KB). Respon masyarakat terhadap program tersebut cukup
positif. Hal ini terlihat dari tingginya jumlah penduduk yang aktif menjadi
akseptor. Pada tahun 2009 jumlah akseptor tercatat 34.881 orang atau 71,87
persen dari pasangan usia subur (PUS) yang terdapat di Kota Yogyakarta. Alat
kontrasepsi yang banyak digunakan adalah STK (33,15 persen).
Tabel 4.5 Banyaknya Balita Gizi Buruk di bawah Garis Merah (BGM), Hasil Penimbangan UPGK di Kota Yogyakarta Setiap Bulan 2008-2010
Bulan 2008 2009
Januari 637 684
Pebruari 688 704
Maret 682 708
April 647 708
Mei 682 718
Juni 687 700
Juli 639 680
Agustus 621 719
September 539 642
Oktober 597 741
Nopember 629 751
Desember 628 713
Sumber Data: Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
4-13
Tabel 4.6 Jumlah Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta 2008-2010
Bulan 2008 2009
Januari 813 727
Pebruari 750 641
Maret 756 757
April 772 724
Mei 805 676
Juni 724 679
Juli 756 749
Agustus 753 757
September 700 554
Oktober 686 658
Nopember 744 669
Desember 734 607
Sumber Data: RSUD Kota Yogyakarta
4.4.3 Agama Penduduk Kota Yogyakarta mayoritas memeluk agama Islam. Jumlah pemeluk
agama Islam pada tahun 2009 sebanyak 374.816 orang atau 79,86 persen dari
total penduduk Kota Yogyakarta. Pemeluk agama yang lain adalah 12,00 persen
Katholik, 7,43 persen Kristen, 0,23 persen Hindu, 0,45 persen Budha dan 0,03
lainnya.
4.4.4 Sosial Lainnya Jumlah anak yatim piatu yang diasuh dalam panti pada tahun 2009 sebanyak
464 anak. Jumlah penderita cacat pada tahun 2009 tercatat 2.681 orang. Pada
4-14
tahun 2008 orang terlantar berjumlah 504 orang dan pada tahun 2009
meningkat menjadi 682 orang.
Gambar 4.2 Grafik Persentase Keluarga
Menurut Tingkat Kesejahteraan di Kota Yogyakarta Tahun 2010
4.5 Keadaan Industri Kota Yogyakarta Industri dibedakan atas industri besar, sedang, kecil dan rumahtangga.
Informasi mengenai industri kecil diperoleh dari Dinas Perekonomian Kota
Yogyakarta. Pada tahun 2009 jumlah industri kecil tercatat 6.224 unit dengan
jumlah tenaga kerja 33.150 orang dan nilai investasi sebesar Rp. 160.293 juta.
Dibandingkan dengan tahun 2008 jumlah usahanya mengalami kenaikan 4,61
persen. Jumlah tenaga kerja yang terserap naik 4,91 persen dan nilai investasinya
naik 3,26 persen. Industri kecil yang paling banyak adalah industri pengolahan
hasil pertanian dan kehutanan.
Industri besar adalah industri dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih
dan industri sedang adalah industri dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99
orang. Perusahaan industri besar dan sedang di Kota Yogyakarta pada tahun
2009 sebanyak 101 perusahaan dengan 6.504 tenaga kerja. Dibandingkan
dengan tahun 2008 jumlah perusahaan industri besar dan sedang mengalami
penurunan sebesar 20,13 persen.
4-15
4.6 Keadaan Sarana dan Prasarana Kota Yogyakarta
4.6.1 Jaringan Listrik Jumlah pelanggan listrik PLN di Kota Yogyakarta pada tahun 2009 tercatat
102.169 pelanggan. Berdasar data dari PLN Distribusi Jawa Tengah Cabang
Yogyakarta, jumlah pelanggan tercatat 170.779. Namun jumlah tersebut
termasuk pelanggan dari Kecamatan Depok Kabupaten Sleman dan Kecamatan
Banguntapan Kabupaten Bantul. Mayoritas pelanggan adalah rumahtangga yaitu
sebesar 87,99 persen, dengan jumlah pemakaian 315.419.714 KWh atau 43,90
persen dari total pemakaian.
4.6.2 Jaringan Air Bersih Berdasarkan data dari PDAM Tirtamarta, produksi air minum pada tahun 2009
mencapai 16.033.051 m2 atau naik 2,75 persen dibandingkan tahun
sebelumnya. Volume air yang disalurkan hanya 9.381.956 m2 atau 58,52 persen
dari total produksi. Jumlah pelanggan pada tahun 2009 tercatat 34.245
pelanggan dan sebagian besar adalah kelompok pelanggan non niaga yang
terdiri dari rumahtangga dan instansi pemerintah. Kelompok pelanggan non
niaga berjumlah 32.041 pelanggan atau 93,56 persen dari total pelanggan,
dengan rincian 30.949 pelanggan rumahtangga dan 1.092 instansi pemerintah.
Tabel 4.7 Banyaknya Industri Besar dan Sedang
Menurut Kecamatan di Kota Yogyakarta Tahun 2010
Kecamatan Industri Besar Industri Sedang Jumlah
1. Mantrijeron - 4 4
2. Kraton - 4 4
3. Mergangsan - 10 10
4. Umbulharjo 6 12 18
5. Kotagede 2 11 13
4-16
Kecamatan Industri Besar Industri Sedang Jumlah
6. Gondokusuman 1 5 6
7. Danurejan - 2 2
8. Pakualaman - 1 1
9. Gondomanan - 1 1
10. Ngampilan - 11 11
11. Wirobrajan - 2 2
12. Gedongtengen - - -
13. Jetis - 7 7
14. Tegalrejo 2 - 2
Jumlah 11 70 81
4.7 Keadaan Keuangan Kota Yogyakarta
4.7.1 Keuangan Daerah Dalam era otonomi daerah, perencanaan anggaran pendapatan dan belanja
daerah sebaiknya menganut prinsip anggaran berimbang dan dinamis.
Berimbang berarti harus diusahakannya keseimbangan antara penerimaan dan
pengeluaran. Dinamis berarti makin meningkatnya jumlah anggaran dan
tabungan pemerintah, sehingga kemampuan daerah bertambah dan
ketergantungan pada bantuan akan berkurang.
Pada tahun anggaran 2009 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta
mencapai 161.482 juta rupiah, meningkat 21,94 persen dari PAD tahun
sebelumnya yaitu sebesar 132.427 juta rupiah. Namun demikian, dibandingkan
dengan total belanja daerah kontribusinya hanya 21,50 persen. Hal ini dapat
dikatakan bahwa tingkat kemampuan daerah masih rendah dalam rangka
memenuhi kebutuhan belanja pemerintah Kota Yogyakarta
4-17
4.7.2 Perbankan Sampai dengan bulan Desember 2009 posisi kredit perbankan di Kota
Yogyakarta mencapai 2.851.231 juta rupiah.
4.7.3 Harga-harga Harga merupakan salah satu indikator yang dapat mempengaruhi ketidakstabilan
ekonomi regional maupun nasional. Tingginya perubahan harga komoditas suatu
daerah secara kontinyu menunjukkan ketidakstabilan ekonomi pada daerah
tersebut. Perubahan harga juga berarti perubahan tingkat inflasi.
Inflasi Kota Yogyakarta pada tahun 2009 mencapai 2,93 persen, naik
dibandingkan dengan tingkat inflasi tahun 2008 yang mencapai 9,88 persen.
Secara umum tingginya tingkat inflasi terutama disebabkanoleh perubahan
harga pada kelompok perumahan, kesehatan dan pendidikan.
4.7.4 PDRB Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Yogyakarta pada tahun 2009
mencapai 10.591 milyar rupiah atas dasar harga berlaku dan 5.245 milyar rupiah
atas dasar harga konstan 2000. Sektor-sektor yang berperan besar terhadap
pembentukan PDRB tersebut adalah sektor-sektor tersier yang meliputi Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran; Sektor Angkutan dan Komunikasi; Sektor
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; serta Sektor Jasa-jasa.
Sumbangan sektor tersier tersebut terhadap PDRB lebih dari 75 persen.
Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta mencapai 4,46 persen.
Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 5,12
persen. Pertumbuhan ekonomi ini terutama didorong oleh pertumbuhan sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor angkutan dan komunikasi, dengan
tingkat pertumbuhan masing-masing 6,31 persen dan 7,14 persen. Kedua sektor
tersebut merupakan sektor andalan dalam perekonomian Kota Yogyakarta.
4-18
Tabel 4.8 Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha
atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kota Yogyakarta 2008-2010
Lapangan Usaha 2008 2009*) 2010**)
Pertanian 18.140 17.359 17.455
Pertambangan dan Penggalian 258 265 272
Industri Pengolahan 543.050 549.574 594.845
Listrik, Gas, dan Air 65.488 67.212 68.726
Bangunan 412.972 413.965 426.739
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1.253.026 1.332.070 1.393.111
Pengangkutan dan Komunikasi 984.783 1.055.067 1.098.385
Keuangan, Sewa, dan Jasa Perusahaan
696.816 731.975 770.658
Jasa-jasa 1.046.615 1.077.364 1.135.751
Produk Domestik Regional Bruto 5.021.148 5.244.851 5.505.942
Tabel 4.9 Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha
atas Dasar Harga Berlaku di Kota Yogyakarta 2008-2010
Lapangan Usaha 2008 2009*) 2010**)
Pertanian 29.893 30.884 32.929
Pertambangan dan Penggalian 506 525 566
Industri Pengolahan 964.476 1.049.608 1.175.980
Listrik, Gas, dan Air 183.821 202.338 215.193
Bangunan 854.814 896.647 948.797
4-19
Lapangan Usaha 2008 2009*) 2010**)
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2.205.216 2.465.111 2.777.716
Pengangkutan dan Komunikasi 1.684.221 1.720.323 1.883.369
Keuangan, Sewa, dan Jasa
Perusahaan
1.502.387 1.628.995 1.800.227
Jasa-jasa 2.381.480 2.596.831 2.908.302
Produk Domestik Regional Bruto 9.806.814 10.591.262 11.743.079
*) Angka sangat sementara **)Angka sangat sangat sementara
4.8 Keadaan Pariwisata Kota Yogyakarta Sebagai ibukota propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta memiliki
daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Keberadaan kraton Yogyakarta yang sarat dengan budaya jawa yang masih kental
di tengah-tengah kehidupan masyarakat moderen merupakan salah satu keunikan
yang mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung di kota Yogyakarta.
Pusat perbelanjaan seperti Pasar Beringharjo yang merupakan pasar tradisional
dan sepanjang Malioboro pada umumnya juga menjadi sasaran utama bagi
wisatawan yang ingin membeli berbagai kerajinan. Di samping itu terdapat juga
tempat yang menyajikan makanan khas Kota Yogyakarta seperti Gudeg, Bakpia
Pathuk, dan Yangko. Bagi wisatawan yang ingin mengetahui sejarah di kota
Yogyakarta terdapat beberapa museum diantaranya Museum Sono Budoyo,
Vredeburg, dan Sasmita loka.
4.8.1 Kraton Yogyakarta Kraton merupakan salah satu obyek wisata andalan di wilayah kota Yogyakarta.
Di dalam kompleks Kraton yang kini merupakan tempat kediaman Sri Sultan
Hamengku Buwono X. terdapat berbagai obyek wisata seperti bangunan utama
Kraton, Pemandian Tamansari, Sitihinggil, dan Museum Kereta Kraton.
Disamping itu terdapat pula wisata budaya seperti Grebegan yang biasanya
4-20
dapat disaksikan setiap tahun sekali. Dari tahun ke tahun jumlah wisatawan yang
berkunjung di kraton Yogyakarta berfluktuatif. Untuk tahun 2010 jumlah
wisatawan yang berkunjung di Kraton mencapai sebanyak 537.623 pengunjung
meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 470.496
pengunjung. Dari tabel 1.1.terlihat bahwa jumlah pengunjung kraton yang paling
banyak terjadi pada bulan Juni dimana terdapat hari liburan sekolah. Jumlah
pengunjung Tamansari di tahun 2010 mencapai 161.951pengunjung sedangkan
jumlah pengunjung Sitihinggil mencapai sebesar 323.885wisatawan. Museum
kereta kraton yang menyimpan koleksi beberapa kereta kraton, di tahun 2010 ini
telah dikunjungi oleh 27.834 wisatawan.
4.8.2 Museum Di kota Yogyakarta terdapat beberapa museum yang menyimpan benda-benda
bersejarah. Sebagai contoh benteng Vredeburg merupakan benteng yang
dibangun pada masa penjajahan Belanda dan kini telah direnovasi menjadi
museum yang menarik untuk dikunjungi para wisatawan. Museum Sonobudoyo
yang terletak di sebelah barat daya alun-alun kraton menyimpan berbagai benda
purbakala. Sedangkan museum Sasmitaloka merupakan museum yang
menyimpan berbagai benda-benda bersejarah yang berhubungan dengan
perjuangan Panglima Jendral Sudirman. Pada Tabel 1.2 disajikan jumlah
pengunjung museum yang terdiri dari 10 museum yaitu museum Puro
Pakualaman, Perjuangan, Sasana Wiratama, Vredeburg, Sono Budoyo, Biologi,
Dharma Wiratama, Sulaman, Batik, dan Sasmita Loka. Selama tahun 2010
jumlah pengunjung museum mencapai 2.139.875 orang yang terdiri 90,48
persen wisatawan domestik dan 9,52 persen wisatawan asing.
4.8.3 Pentas Kesenian Kesenian tradisional jawa sampai sekarang masih tetap lestari di kota
Yogyakarta hal ini dapat dibuktikan dengan adanya acara pentas kesenian
wayang kulit, santi budoyo, dan ramayana yang rutin terselenggara pada waktu
tertentu. Dalam tahun 2010 jumlah pengunjung yang meyaksikan pentas
kesenian tradisional mencapai 40.236 orang. Dari dua pentas kesenian yang
4-21
rutin menyelenggarakan pertunjukan ternyata pentas kesenian Santi Budoyo
paling banyak didatangi oleh pengunjung yakni sebanyak 38.846 orang.
Sebagai wujud pelestarian budaya tradisional di kehidupan masyarakat kota
Yogyakarta banyak terdapat kelompok-kelompok kesenian. Sampai dengan
tahun 2010 jumlah kelompok kesenian yang ada tercatat sebanyak 536
kelompok. Bila dilihat berdasarkan jenisnya kelompok kesenian yang paling
banyak adalah kelompok kesenian Band dimana pada tahun 2010 terdapat
sebanyak 137 buah. Urutan terbanyak kedua dan ketiga adalah kelompok
kesenian waranggono dan orkes yang masing-masing mencapai 123 dan 36
kelompok kesenia.