program matlab jaukowiski airfoil transformation.pdf

25
Giyanto 2413202003 AIRFOIL Permukaan atas (Upper Surface) Permukaan bawah (Lowerer Surface) Mean camber line adalah tempat kedudukan titik-titik antara permukaan atas dan bawah airfoil yang diukur tegak lurus terhadap mean camber line itu sendiri. Leading edge adalah titik paling depan pada mean camber line, biasanya berbentuk lingkaran dengan jari-jari mendekati 0,02 c. Trailing edge adalah titik paling belakang pada mean camber line. Camber adalah jarak maksimum antara mean camber line dan garis chord yang diukur tegak lurus terhadap garis chord. Ketebalan (thickness) adalah jarak antara permukaan atas dan permukaan bawah yang diukur tegak lurus terhadap garis chord. Gaya-gaya yang bekerja pada Airfoil 1. Gaya Momentum Momentum adalah resistansi dari sebuah benda yang bergerak ketika arah dan besar gerakannya diubah. Ketika setiap benda dipaksa untuk bergerak dalam gerakan melingkar, benda tersebut akan memberikan reaksi resistansi dengan arah keluar yang berlawanan dengan pusat putaran. Ini disebut gaya sentrifugal. Seperti pada gambar di bawah terlihat ketika partikel udara bergerak dengan arah melengkung AB, gaya sentrifugal cenderung membuangnya ke arah panah antara A dan B, sehingga menyebabkan udara untuk mendesak lebih dari tekanan normal di leading edge-nya airfoil. Tapi setelah partikel udara melewati titik B (titik berbalik arah dari arah lengkungan/kurva) gaya sentrifugal cenderung untuk membuang partikel pada arah panah antara B dan C (menyebabkan berkurangnya tekanan pada airfoil). Efek ini berlaku sampai partikel udara mencapai titik C, titik kedua berbalik arah dari lengkungan aliran udara. Kembali lagi, gaya sentrifugal dibalikkan dan partikel udara cenderung untuk memberi sedikit lebih tekanan dari normal pada trailing edge dari airfoil tersebut, sebagaimana digambarkan dengan panah pendek antara C dan D.

Upload: yusrizal-hamsyah

Post on 26-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

matlab

TRANSCRIPT

Page 1: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

AIRFOIL

Permukaan atas (Upper Surface)

Permukaan bawah (Lowerer Surface)

Mean camber line adalah tempat kedudukan titik-titik antara permukaan atas dan

bawah airfoil yang diukur tegak lurus terhadap mean camber line itu sendiri.

Leading edge adalah titik paling depan pada mean camber line, biasanya berbentuk

lingkaran dengan jari-jari mendekati 0,02 c.

Trailing edge adalah titik paling belakang pada mean camber line.

Camber adalah jarak maksimum antara mean camber line dan garis chord yang diukur

tegak lurus terhadap garis chord.

Ketebalan (thickness) adalah jarak antara permukaan atas dan permukaan bawah yang

diukur tegak lurus terhadap garis chord.

Gaya-gaya yang bekerja pada Airfoil

1. Gaya Momentum

Momentum adalah resistansi dari sebuah benda yang bergerak ketika arah dan besar

gerakannya diubah. Ketika setiap benda dipaksa untuk bergerak dalam gerakan melingkar,

benda tersebut akan memberikan reaksi resistansi dengan arah keluar yang berlawanan

dengan pusat putaran. Ini disebut gaya sentrifugal. Seperti pada gambar di bawah terlihat

ketika partikel udara bergerak dengan arah melengkung AB, gaya sentrifugal cenderung

membuangnya ke arah panah antara A dan B, sehingga menyebabkan udara untuk mendesak

lebih dari tekanan normal di leading edge-nya airfoil. Tapi setelah partikel udara melewati

titik B (titik berbalik arah dari arah lengkungan/kurva) gaya sentrifugal cenderung untuk

membuang partikel pada arah panah antara B dan C (menyebabkan berkurangnya tekanan

pada airfoil). Efek ini berlaku sampai partikel udara mencapai titik C, titik kedua berbalik

arah dari lengkungan aliran udara. Kembali lagi, gaya sentrifugal dibalikkan dan partikel

udara cenderung untuk memberi sedikit lebih tekanan dari normal pada trailing edge dari

airfoil tersebut, sebagaimana digambarkan dengan panah pendek antara C dan D.

Page 2: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

2. Drag (Gaya Hambat)

Drag adalah gaya hambat yang yang dikarenakan adanya gesekan dan tahanan antara

permukaan pesawat (wing, fuselage, dan objek yang berada di pesawat) dengan udara. Drag

merupakan komponen gaya aerodinamika yang sejajar dengan kecepatan terbang pesawat,

tetapi arahnya berlawanan (searah dengan relative wind). Drag itu sendiri terdiri dari 2 jenis,

yaitu induced drag dan parasite drag.

a. Induced Drag

Induced drag (Di) merupakan gaya tahan yang terjadi karena adanya gaya angkat atau

lift karena adanya perputaran aliran udara yang membelok atau biasa disebut wing vortex

disekitar permukaan sayap, perputaran udara ini akan menghasilkan lift pada pesawat.

Induced drag (Di) biasanya terjadi pada saat pesawat sedang tinggal landas dan juga

pada waktu mendarat, yaitu pada harga cl atau α yang tinggi atau dengan kata lain pada

kecepatan rendah.

Grafik induced drag (Di) versus kecepatan

Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara gaya tahan karena gaya angkat atau

induced drag dengan kecepatan. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa drag karena gaya

angkat akan turun dengan naiknya kecepatan, dengan kata lain induced drag berbanding

terbalik dengan kecepatan.

Page 3: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

b. Parasit Drag

Parasit drag (Dp) merupakan gaya hambat yang terjadi karena adanya gesekan antara

permukaan pesawat. Ada lima jenis parasit drag, yaitu :

a. Skin friction drag atau gaya hambat gesekan kulit, terjadi karena adanya gesekan

viskos yang terjadi dalam lapisan batas atau boundary layer. Kehalusan kulit atau

permukaan akan berpengaruh besar pada tahanan ini.

b. Form drag atau gaya hambat bentuk, terjadi karena bentuk dari pesawat itu sendiri

dan besarnya form drag tergantung dari bentuk besar kecil pesawat dan komponen-

komponen tambahan yang dipasang pada pesawat tersebut.

c. Interference drag atau gaya hambat interferensi, terjadi karena interferensi lapisan

batas dari berbagai bagian pesawat terbang. Misalnya pada sambungan antara

bagian-bagian dari pesawat seperti sambungan rivet pada fuselage, wing, dan

bagian-bagian lainnya. Besar kecilnya interference drag tergantung dari kehalusan

sambungan tersebut.

d. Leakage drag atau gaya hambat kebocoran, terjadi karena adanya perbedaan

tekanan antara bagian dalam dan bagian luar dari pesawat terbang.

e. Profile drag atau gaya hambat profil, biasa terdapat pada helikopter. Profile drag

terjadi karena adanya rotor yang bergerak dan berputar.

Grafik parasit drag versus kecepatan

Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara parasit drag dengan kecepatan terbang

pesawat. Dari grafik dapat dilihat bahwa parasit drag berbanding lurus dengan

kecepatan, yaitu akan bertambah besar dengan bertambahnya kecepatan. Berbeda dengan

induced drag yang berbanding terbalik dengan kecepatan.

Page 4: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Persamaan Drag Force (Gaya Hambat)

Persamaan Koefisisen Gaya Hambat (CD)

Atau

Dimana:

3. Lift (Gaya Angkat)

Gaya lift merupakan gaya aerodinamika yang terjadi akibat udara melintasi airfoil. Udara

di atas airfoil akan bergerak lebih cepat dibanding udara di bawah airfoil karena udara di

atas airfoil menempuh jarak yang lebih jauh dengan waktu yang sama dengan udara di

bawah airfoil. Sehingga akan diperoleh tekanan udara di bawah airfoil akan lebih besar

dibandingkan dengan tekanan udara di atas airfoil.

Persamaan Lift Force (Gaya Angkat)

Persamaan Koefisisen Gaya Angkat (CL)

(Total Pressure loss Coefficient)

Page 5: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya Lift & Drag pada Airfoil:

a. Kerapatan (density), temperatur dan kelembababan fluida

Udara pada ketinggian yang lebih tinggi memiliki kerapatan udara yang lebih kecil

atau rendah daripada udara pada ketinggian yang lebih rendah. Semakin tebal/rapat

udara maka akan semakin kecil tekanan karena berat udara akan berkurang.

Contoh: Jarak take off (lepas landas) pesawat bertambah seiring dengan peningkatan

ketinggian.

Udara panas (temperatur tinggi) memiliki kerapatan fluida yang lebih kecil daripada

udara dingin (temperatur rendah). Setiap kenaikan 1000 feet, temperatur akan

berkurang sebesar 1,98 0C (±2

0C).

Udara dengan jumlah uap air atau kelembaban yang tinggi (basah) akan memiliki

kerapatan yang lebih rendah (lebih renggang/ringan) daripada udara yang

kelembabannya rendah (kering).

Kerapatan Udara Rendah

Gambar Kerapatan udara rendah

Mesin menghisap lebih sedikit udara untuk mendukung pembakaran yang

menyebabkan tenaga akan berkurang.

Mesin propellers memperoleh lebih sedikit udara yang berpindah dibandingkan

dengan kondisi normalnya, daya dorong pesawat akan berkurang.

Pada mesin jet massa gas yang keluar lebih sedikit, akan mengurangi daya

dorong pesawat.

Karena molekul di udara lebih sedikit, udara yang mendesak sayap pesawat

akan berkurang, akan menyebabkan kurannya daya angkat pesawat.

Pengurangan daya dorong dan angkat berarti memerlukan runway yang lebih

panjang untuk take-off dan diperlukan daerah bebas hambatan di akhir runway

karena pengurangan laju mendakinya.

Page 6: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Kerapatan Udara Tinggi

Gambar Kerapatan udara tinggi

Lebih besarnya daya dorong daripada normalnya disebabkan lebih banyaknya

jumlah molekul di udara yang menyebabkan mesin propellers dan jet dapat

berinteraksi.

Lebih besarnya gaya angkat udara sebagai akibat lebih besarnya udara yang

mendorong sayap- sayapnya

Kecepatan dan laju naik akan lebih cepat karena daya dorong dan daya angkat

pesawat bertambah besar.

b. Kecepatan (Reynold number) dan tekanan fluida

Dimana: vs : kecepatan fluida,

L : panjang karakteristik,

Μ : viskositas absolut fluida dinamis,

ν : viskositas kinematik fluida: ν = μ / ρ,

ρ : kerapatan (densitas) fluida.

c. Bentuk (luasan, panjang,berat) , ketebalan, kelengkungan benda

d. Kekasaran benda

Page 7: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

PESAWAT

Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat

Thrust, adalah gaya dorong, yang dihasilkan oleh mesin (powerplant/baling-baling). Gaya ini

kebalikan dari gaya tahan (drag). Sebagai aturan umum, thrust beraksi paralel dengan sumbu

longitudinal. Tapi sebenarnya hal ini tidak selalu terjadi, seperti yang akan dijelaskan

kemudian.

Drag, adalah gaya ke belakang, menarik mundur, dan disebabkan oleh gangguan aliran udara

oleh sayap, fuselage, dan objek-objek lain. Drag kebalikan dari thrust, dan beraksi

kebelakang paralel dengan arah angin relatif (relative wind).

Weight, gaya berat adalah kombinasi berat dari muatan pesawat itu sendiri, awak pesawat,

bahan bakar, dan kargo atau bagasi. Weight menarik pesawat ke bawah karena gaya gravitasi.

Weight melawan lift (gaya angkat) dan beraksi secara vertikal ke bawah melalui center of

gravity dari pesawat.

Lift, (gaya angkat) melawan gaya dari weight, dan dihasilkan oleh efek dinamis dari udara

yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan melalui center of lift

dari sayap.

Untuk dapat terbang maka besarnya lift force harus lebih besar daripada weight force.

Sedangkan untuk melaju dengan kecepatan yang tinggi maka thrust force harus jauh lebih

besar daripada drag force. Untuk menjaga pesawat tetap bisa terbang maka kecepatannya

harus dijaga supaya lift force lebih besar daripada weight force. Kecepatan minimum yang

harus dipertahankan supaya pesawat tidak jatuh disebut dengan stall speed.

Jika pesawat hendak bergerak mendatar dengan suatu percepatan, maka gaya ke depan

harus lebih besar daripada gaya hambatan dan gaya angkat harus sama dengan berat pesawat.

Jika pesawat hendak menambah ketinggian yang tetap, maka resultan gaya mendatar dan

gaya vertical harus sama dengan nol. Ini berarti bahwa gaya ke depan sama dengan gaya

hambatan dan gaya angkat sama dengan berat pesawat.

Ada beberapa bagian utama pesawat yang membuat pesawat itu bisa terbang dengan

sempurna, diantaranya sebagai berikut :

1. Badan pesawat ( Fuselage ) terdapat didalamnya ; ruang kemudi (Cockpit) dan ruang

penumpang (Passenger).

2. Sayap (Wing), terdapat Aileron berfungsi untuk “Rolling” pesawat miring kiri – kanan dan

Flap untuk menambah luas area sayap ( Coefficient Lift ) yang berguna untuk menambah

gaya angkat pesawat.

3. Ekor sayap (Horizontal Stabilazer), terdapat Elevator berfungsi untuk “Pitching” nose UP

– DOWN.

4. Sirip tegak (Vertical Stabilizer), terdapat Rudder berfungsi untuk “Yawing” belok kiri –

kanan.

Page 8: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

5. Mesin (Engine), berpungsi sebagai Thrust atau gaya dorong yang menghasilkan kecepatan

pesawat.

6. Roda Pesawat ( Landing Gear ),berfungsi untuk mendarat/ landing atau tinggal landas /

Take-off.

Gerak Dasar pesawat

Pada dasarnya, pesawat terbang mempunyai gerak dasar pesawat yang fungsinya agar

pesawat dapat bergerak stabil pada saat terbang di udara. Adapun ketiga gerak dasar pesawat

itu adalah sebagai berikut :

Gambar sumbu-sumbu pada pesawat

1. Pitching

Pitching merupakan gerakan menggangguk atau gerakan keatas dan kebawah dari nose

pesawat, pitching bergerak pada sumbu lateral pesawat. Untuk dapat melakukan

gerakan pitching, pilot menggerakkan bidang kendali utama atau primary control surface,

yaitu dengan mengerakkan elevator yang terletak pada horizontal stabilizer.

Pergerakan elevator dikendalikan dengan mengunakan stick control yang berada di

dalam cockpit, stick digerakkan ke depan dan ke belakang. Apabila stick digerakkan

kebelakang, maka elevator up atau ke atas dan akan mengakibatkan nose pesawat bergerak

keatas. Apabila stick digerakkan ke depan, maka elevator down atau turun dan akan

mengakibatkan nose pesawat bergerak turun kebawah. Gerakan pitching dilakukan pada saat

pesawat akan melakukan take-off (pada saat climbing atau terbang menanjak)

dan landing (pada saat descent atau terbang menurun).

Gambar gerakan pitch pada pesawat

Page 9: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

2. Rolling

Rolling merupakan gerakan berguling (roll) dari pesawat, rolling bergerak pada sumbu

longitudinal pesawat. Untuk dapat melakukan gerakan rolling, pilot mengerakkan bidang

kendali aileron yang berada di wing / sayap. Pergerakan aileron dikendalikan dengan

mengunakan stick control yang berada di dalam cockpit, stick digerakkan ke kiri dan

kekanan. Apabila stick digerakkan ke kanan, maka aileron sebelah kanan akan naik keatas

dan aileron sebelah kiri wing akan turun kebawah. Hal ini akan menyebabkan pesawat

akan rolling kesebelah kanan. Begitupula sebaliknya, apabila stick digerakkan ke kiri,

maka aileron sebelah kiri akan naik dan aileron sebelah kanan akan turun. Hal ini akan

menyebabkan pesawat akan rolling ke sebelah kiri. Gerakan rolling dilakukan pada saat

pesawat akan berbelok atau bergerak ke arah kiri atau ke arah kanan.

Gambar gerakan roll pada pesawat

3. Yawing

Yawing merupakan gerakan menggeleng atau nose pesawat bergerak ke kanan dan ke

kiri. Yawing bergerak pada sumbu vertikal pesawat. Untuk dapat melakukan

gerakan yawing pada pesawat, pilot menggerakkan bidang kendali rudder yang berada

pada vertical stabilizer. Pergerakan rudder dikendalikan dengan menggunakanrudder

pedal (kanan dan kiri) yang berada didalam cockpit. Apabila pedal kanan diinjak,

maka rudder akan bergerak kekanan dan nose pesawat akan mengarah ke kanan. Dan

apabila pedal kiri diinjak, maka rudder akan bergerak kekiri dan nosepesawat akan mengarah

ke kiri.

Gambar gerakan yaw pada pesawat

Page 10: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Macam-macam airfoil

NACA Seri 4 Digit

Sekitar tahun 1932, NACA melakukan pengujian beberapa bentuk airfoil yang dikenal

dengan NACA seri 4 digit seperti pada gambar 5. Distribusi kelengkungan dan ketebalan

NACA seri empat ini diberikan berdasarkan suatu persamaan. Distribusi ini tidak dipilih

berdasarkan teori, tetapi diformulasikan berdasarkan pendekatan bentuk sayap yang efektif

yang digunakan saat itu, seperti yang dikenal adalah airfoil Clark Y. Pada airfoil NACA

seri empat, digit pertama menyatakan persen maksimum camber terhadap chord. Digit

kedua menyatakan persepuluh posisi maksimum camber pada chord dari leading edge.

Sedangkan dua digit terakhir menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord. Contoh

: airfoil NACA 2412 memiliki maksimum camber 0,02 terletak pada 0,4c dari leading

edge dan memiliki ketebalan maksimum 12% chord atau 0,12c. Airfoil yang tidak

memiliki kelengkungan, dengan camber line dan chord berhimpit disebut airfoil simetrik.

Contohnya adalah NACA 0012 yang merupakan airfoil simetrik dengan ketebalan

maksimum 0,12c (Mulyadi, 2010).

NACA Seri 5 Digit

Pengembangan airfoil NACA 5 digit dilakukan sekitar tahun 1935 dengan menggunakan

distribusi ketebalan yang sama dengan seri empat digit. Garis kelengkungan rata-rata

(mean camber line) seri ini berbeda dibanding seri empat digit. Perubahan ini dilakukan

dalam rangka menggeser maksimum camber kedepan sehingga dapat meningkatkan CL

maksimum. Jika dibandingkan ketebalan (thickness) dan camber, seri ini memiliki nilai

CL maksimum 0,1 hingga 0,2 lebih tinggi dibanding seri empat digit. Sistem penomoran

seri lima digit ini berbeda dengan seri empat digit. Pada seri ini, digit pertama dikalikan

3/2 kemudian dibagi sepuluh memberikan nilai desain koefisien lift. Setengah dari dua

digit berikutnya merupakan persen posisi maksimum camber terhadap chord. Dua digit

terakhir merupakan persen ketebalan terhadap chord. Contohnya, airfoil 23012 memiliki

CL desain 0.3, posisi maksimum camber pada 15% chord dari leading edge dan ketebalan

sebesar 12% chord (Mulyadi, 2010).

NACA Seri-1 (Seri 16)

Airfoil NACA seri 1 yang dikembangkan sekitar tahun 1939 merupakan seri pertama yang

dikembangkan berdasarkan perhitungan teoritis. Airfoil seri 1 yang paling umum

digunakan memiliki lokasi tekanan minimum di 0,6 chord, dan kemudian dikenal sebagai

airfoil seri-16. Camber line airfoil ini didesain untuk menghasilkan perbedaan tekanan

sepanjang chord yang seragam. Penamaan airfoil seri 1 ini menggunakan lima angka.

Misalnya NACA 16-212. Digit pertama menunjukkan seri 1. Digit kedua menunjukkan

persepuluh posisi tekanan minimum terhadap chord. Angka dibelakang tanda hubung:

angka pertama merupakan persepuluh desain CL dan dua angka terakhir menunjukkan

persen maksimum thickness terhadap chord. Jadi NACA 16-212 artinya airfoil seri 1

dengan lokasi tekanan minimum di 0,6 chord dari leading edge, dengan desain CL 0,2 dan

thickness maksimum 0,12 (Mulyadi, 2010).

Page 11: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

NACA Seri 6

Airfoil NACA seri 6 didesain untuk mendapatkan kombinasi drag, kompresibilitas, dan

performa CL maksimum yang sesuai keinginan. Beberapa persyaratan ini saling

kontradiktif satu dan lainnya, sehingga tujuan utama desain airfoil ini adalah mendapatkan

drag sekecil mungkin. Geometri seri 6 ini diturunkan dengan menggunakan metode

teoritik yang telah dikembangkan dengan menggunakan matematika lanjut guna

mendapatkan bentuk geometri yang dapat menghasilkan distribusi tekanan sesuai

keinginan. Tujuan pendekatan desain ini adalah memperoleh kombinasi thickness dan

camber yang dapat memaksimalkan daerah alirah laminer. Dengan demikian maka drag

pada daerah CL rendah dapat dikurangi.

Aturan penamaan seri 6 cukup membingungkan dibanding seri lain, diantaranya karena

adanya banyak perbedaan variasi yang ada. Contoh yang 10 umum digunakan misalnya

NACA 641-212, a = 0,6. Angka 6 di digit pertama menunjukkan seri 6 dan menyatakan

family ini didesain untuk aliran laminer yang lebih besar dibanding seri 4 digit maupun 5

digit. Angka 4 menunjukkan lokasi tekanan minimum dalam persepuluh terhadap chord

(0,4c). Subskrip 1 mengindikasikan bahwa range drag minimum dicapai pada 0,1 diatas

dan dibawah CL desain yaitu 2 dilihat angka 2 setelah tanda hubung. Dua angka terakhir

merupakan persen thickness terhadap chord, yaitu 12% atau 0,12. Sedangkan a = 0,6

mengindikasikan persen chord airfoil dengan distribusi tekanannya seragam, dalam contoh

ini adalah 60% chord (Mulyadi, 2010).

NACA Seri 7

Seri 7 merupakan usaha lebih lanjut untuk memaksimalkan daerah aliran laminer diatas

suatu airfoil dengan perbedaan lokasi tekanan minimum dipermukaan atas dan bawah.

Contohnya adalah NACA 747A315. Angka 7 menunjukkan seri. Angka 4 menunjukkan

lokasi tekanan minimum di permukaan atas dalam persepuluh (yaitu 0,4c) dan angka 7

pada digit ketiga menunjukkan lokasi tekanan minimum di permukaan bawah airfoil

dalam persepuluh (0,7c). A, sebuah huruf pada digit keempat menunjukkan suatu format

distribusi ketebalan dan mean line yang standardisasinya dari NACA seri awal. Angka 3

pada digit kelima menunjukkan CL desain dalam persepuluh (yaitu 0,3) dan dua angka

terakhir menunjukkan persen ketebalan maksimum terhadap chord, yaitu 15% atau 0,15

(Mulyadi, 2010).

NACA Seri 8

Airfoil NACA seri 8 didesain untuk penerbangan dengan kecepatan supercritical. Seperti

halnya seri sebelumnya, seri ini didesain dengan tujuan memaksimalkan daerah aliran

laminer di permukaan atas permukaan bawah secara independen. Sistem penamaannya

sama dengan seri 7, hanya saja digit pertamanya adalah 8 yang menunjukkan serinya.

Contohnya adalah NACA 835A216 adalah airfoil NACA seri 8 dengan lokasi tekanan

minimum di permukaan atas ada pada 0,3c, lokasi tekanan minimum di permukaan bawah

ada pada 0,5c, memiliki CL desain 2 dan ketebalan atau thickness maksimum 0,16c

(Mulyadi, 2010).

Kualitas unjuk kerja dari sudu-sudu yang airfoil ini biasanya dinyatakan dalam harga

koefisien gaya drag (CD) dan gaya lift (CL). Gaya lift adalah gaya yang arahnya tegak

Page 12: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

lurus aliran yang mengenai suatu bentuk airfoil. Gaya drag adalah gaya yang sejajar

dengan aliran fluida yang mengenai suatu bentuk airfoil. Besarnya masing-masing gaya

tersebut adalah (Mulyadi, 2010):

Page 13: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Persamaan Drag dan Lift

Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation

%Flow past Jaukowiski Airfoil: clear; clc; tic

%calculating airfoil constants: c = 1; max_thick = 11/100; %ketebalan mac_camber = 4/100; %kelengkungan b = c/3; e = (4/(3*sqrt(3)))*max_thick; beta = 2*mac_camber; a = (b*(1+e))/(cos(beta)); x0 = -1*b*e; y0 = a*sin(beta);

%calculating and ploting airfoil cross section coordinates: theta = 0:0.001:(2*pi); n = length(theta); x1 = 2.*b.*cos(theta); y1 = 2.*b.*e.*(1-cos(theta)).*sin(theta) + 2.*beta.*b.*((sin(theta)).^2); figure(1);plot(x1,y1),xlabel('X - coordinates'),ylabel('Y -

coordinates'),title('Airfoil cross section'),axis normal,grid;

%calculating the z- and z_dash- plan parameters: r = b.*(1+e) + b.*beta.*sin(theta) - b.*e.*cos(theta); x = r.*cos(theta); y = r.*sin(theta); x_dash = x - x0; y_dash = y - y0; r_dash = sqrt(((x_dash).^2) + ((y_dash).^2)); theta_dash = atan2((y_dash),(x_dash));

%calculating and ploting the velocity on the airfoil's upper and lower

surfaces:

%we will choose a certain alpha(angle of attack) for the calculation , it %will be called "alpha_c" and it will be in radian.

alpha_c = (2*pi)/180; v_theta_dash = (sin(theta_dash - alpha_c).*(1 + ((a.^2)./((r_dash).^2)))) +

(2.*(a./(r_dash)).*sin(alpha_c + beta)); V = ((v_theta_dash).^2)./(1 - (2.*((b.^2)./(r.^2)).*cos(2.*theta)) +

((b.^4)./(r.^4)));

Page 14: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

figure(3);plot(x1(1 , 1:(n/2)) , V(1 , 1:(n/2)) ),xlabel('X -

coordinates'),ylabel('V/V_i_n_f'),title('velocity over the airfoil''s upper

surface'),grid; figure(4);plot(x1(1 , (n/2):n) , V(1 , (n/2):n)),xlabel('X -

coordinates'),ylabel('V/V_i_n_f'),title('velocity over the airfoil''s lower

surface'),grid; figure(5);plot(x1 , V ,x1 , y1),xlabel('X -

coordinates'),ylabel('V/V_i_n_f'),title('velocity over the airfoil''s

surface'),legend('V/V_i_n_f' , 'Air Foil'),grid;

%calculating and ploting the coeffiecient of pressure on the airfoil's %upper and lower surfaces:

%we will choose the same alpha for the calculation of the coeffiecient of %pressure as that for clculating the velocity so that we could calculate %the coefficient of pressure directly from the velocity.

cp = 1 - V.^2; figure(6);plot(x1(1 , 1:(n/2)) , cp(1 , 1:(n/2)) ),xlabel('X -

coordinates'),ylabel('C_p'),title('Coefficient of pressure over the

airfoil''s upper surface'),grid; figure(7);plot(x1(1 , (n/2):n) , cp(1 , (n/2):n)),xlabel('X -

coordinates'),ylabel('C_p'),title('Coefficient of pressure over the

airfoil''s lower surface'),grid; figure(8);plot(x1 , cp , x1 , y1 ),xlabel('X -

coordinates'),ylabel('C_p'),title('Coefficient of pressure over the

airfoil''s surface'),legend('C_p' , 'Air Foil'),grid;

%calculating the maximum lift coefficient: cl_max = 2*pi*(1+e)*sin((pi/2) - beta)

%calculating and ploting the lift coefficient vs the angle of attack: f = -5:0.001:90; alpha = (f.*pi)./180; %angle of attack allowable range. cl = 2*pi*(1+e)*sin(alpha + beta); figure(9);plot(f , cl),xlabel('angle of attack'),ylabel('C_l'),title('lift

coefficient change vs the angle of attack'),grid;

%calculating and ploting the moment coefficient around the leading edge vs

the angle of attack: f = -5:0.001:90; alpha = (f.*pi)./180; %angle of attack allowable range. cm = (3/4).*pi.*sin(2.*alpha); figure(10);plot(f , cm),xlabel('angle of

attack'),ylabel('C_m_(_L_E_)'),title('moment coefficient around the

airfoil''s leading edge vs the angle of attack'),grid;

%ploting the moment coefficient around the leading edge vs the lift %coefficient: figure(11);plot(cl , cm),xlabel('C_l'),ylabel('C_m_(_L_E_)'),title('moment

coefficient around the airfoil''s leading edge vs the lift

coefficient'),grid

toc

Page 15: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Page 16: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Tampilan Gambar Program

1. Gambar airfoil

Pada gambar diatas airfoil memiliki ketebalan maksimal (maximum thikness) sebesar

11/100 atau 0,11, sedangkan untuk kelengkungan maksimalnya (maximum camber)

sebesar 4/100 atau 0,04. Leading edge airfoil berada pada titik (0,0) dan Trailing edge

berada pada titik (0.5,0).

2. Distribusi kecepatan airfoil bagian atas

Page 17: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

3. Distribusi kecepatan airfoil bagian bawah

4. Distribusi kecepatan airfoil

Gambar no 2, 3, dan 4 merupakan gambar distribusi kecepatan fluida (udara) pada

airfoil. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan permukaan atas airfoil

(upper surface) lebih besar daripada kecepatan permukaan bawah airfoil (lower

surface). Kecepatan paling tinggi berada pada absis (X coordinates) -0,4.

Page 18: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

5. Koefisien Tekanan (Cp) airfoil bagian atas

6. Koefisien Tekanan (Cp) airfoil bagian bawah

Page 19: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

7. Koefisien Tekanan (Cp) airfoil

Gambar no 5, 6, dan 7 merupakan gambar distribusi koefisien tekanan (coefficient of

pressure) pada airfoil. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa koefisien tekanan

(Cp) pada airfoil bagian bawah lebih besar dibandingkan dengan koefisien tekanan

(Cp) pada airfoil bagian atas.

8. Grafik Koefisien Gaya Angkat (CL) airfoil terhadap sudut serang

Gambar no.8 diatas merupakan hubungan dari gaya angkat CL (lift force) airfoil

dengan sudut serang (angle of attack). Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa

maksimal gaya angkat CL terjadi pada saat sudut serang sebesar 800. Tetapi pada saat

yang sama belum tentu gaya hambat (CD), gaya momen (CM), dan kecepatan fluida

(V) sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini tergantung kebutuhan aplikasi dari airfoil

tersebut.

Page 20: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

9. Grafik Koefisien Momen (CM) airfoil terhadap sudut serang

Gambar no.9 diatas merupakan hubungan dari koefisien momen (CM) airfoil dengan

sudut serang (angle of attack). Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa koefisien

momen (CM) airfoil maksimal terjadi pada saat sudut serang sebasar 450. Koefisien

momen(CM) airfoil ini sifatnya berlawanan dengan coefficient of performance airfoil

(CP). Sehingga semakin kecil Koefisien momen(CM) maka akan semakin besar

coefficient of performance airfoil (CP) dan sebaliknya.

10. Grafik Koefisien Momen (CM) airfoil terhadap Gaya angkat (CL)

Gambar no.10 diatas merupakan hubungan dari koefisien momen (CM) airfoil dengan

gaya angkat (CL) airfoil. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa koefisien momen

(CM) airfoil maksimal terjadi pada saat sudut serang sebasar 450. Dan pada saat yang

bersamaan (koefisien momen(CM) maksimal), besarnya gaya angkat (CL) airfoil

adalah pada titik 5.

Page 21: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Percobaan Pertama

Ketebalan awal : 11/100 Ketebalan akhir : 50/100

- Meningkatkan kecepatan fluida pada permukaan atas dan bawah.

- Sedikit meningkatkan koefisien tekanan (CP) pada permukaan atas dan bawah.

- Sedikit meningkatkan koefisien gaya angkat (CL).

- Menggeser ke kanan Leading edge dan Trailing edge.

Page 22: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Percobaan Kedua

Kelengkungan awal : 4/100 Kelengkungan akhir : 25/100

- Meningkatkan kecepatan fluida pada permukaan atas (upper surface) dan mengurangi

kecepatan fluida pada permukaan bawah (lower surface).

- Meningkatkan koefisien tekanan (CP) pada permukaan atas dan menurunkan koefisien

tekanan (CP) pada permukaan bawah.

Page 23: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Percobaan Ketiga

C awal : 1 C akhir : 4

- Meningkatkan kecepatan fluida pada permukaan atas (upper surface) dan mengurangi

kecepatan fluida pada permukaan bawah (lower surface).

- Meningkatkan koefisien tekanan (CP) pada permukaan atas dan menurunkan koefisien

tekanan (CP) pada permukaan bawah.

- Memperlebar atau memperpanjang chord line.

Page 24: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Percobaan Keempat (gabungan 1 dan 2)

Ketebalan awal : 11/100 Ketebalan akhir : 50/100

Kelengkungan awal : 4/100 Kelengkungan akhir : 25/100

Page 25: Program Matlab Jaukowiski Airfoil Transformation.pdf

Giyanto 2413202003

Percobaan Koefisien Kelima (gabungan 2 dan 3)

Kelengkungan awal : 4/100 Kelengkungan akhir : 25/100

C awal : 1 C akhir : 4