program studi agribisnis fakultas sains dan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BIBIT TANAMAN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum, L)
PADA KEBUN BIBIT RAGUNAN, JAKARTA SELATAN
Rifa Atul Maulidah
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2011 M/1432 H
ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BIBIT TANAMAN RAMBUTAN ( Nephelium lappaceum, L)
PADA KEBUN BIBIT RAGUNAN, JAKARTA SELATAN
Oleh :
RIFA ATUL MAULIDAH 106092003018
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2011M/1433H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2011
Rifa Atul Maulidah 106092003018
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2011
Rifa Atul Maulidah 106092003018
DATA DIRI
Nama : Rifa Atul Maulidah
Jenis Kelamin : Perempuan
TTl : Jakarta, 4 November 1987
Alamat : Jl. H. Misan Rt.13 Rw.03 no.88, petukangan utara,
Jakarta selatan
Telp :
Alaman email : [email protected]
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
SDI Darul Muttaqien 1995 s/d 2000
SMP Darul Muttaqien 2000 s/d 2003
MA Darunnajah 2003 s/d 2006
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006 s/d 2011
PENGALAMAN PEKERJAAN
TK. AL-ADZKAR Larangan Pengajar 2010
BPR Ragasakti Asisten Dirut 2011
Curriculum Vitae
RINGKASAN
RIFA ATUL MAULIDAH 106092003018, Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan (Nephelium Lappaceum, L) Pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan. Di bawah bimbingan ELPAWATI dan HANDOJO KRISTYANTO.
Rambutan (Nephelium lappaceum, L) merupakan salah satu komoditas tropis eksotis yang digemari oleh masyarakat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tanaman rambutan merupakan tanaman buah asli Indonesia. Tanaman ini mempunyai peluang yang cukup besar untuk dikembangkan karena ketersediaan lahan yang cukup, agroklimat yang cocok, dan sumber daya yang melimpah.
Kebun Bibit Ragunan Jakarta merupakan salah satu kebun yang dimiliki Balai Benih Induk Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta yang bertanggung jawab kepada Gubernur DKI Jakarta. Balai Benih Induk Ragunan Jakarta Selatan adalah salah satu balai penyedia bibit tanaman rambutan yang dengan keunikan produknya, karena sumber induk yang digunakan dari induk yang sudah tersertifikasi. Dengan jaminan kualitas bibit yang lebih bermutu diharapkan dapat mampu memenuhi permintaan pasar yang ada. Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan tidak memiliki metode harga pokok produksi yang tetap sehingga penentuan harga jualnya pun hanya mengikuti harga umum dari penjual lain.
Kebun Bibit Ragunan DKI Jakarta memiliki acuan harga bibit tanaman hortikultura pada tahun 2001, yang sesuai dengan surat Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3482/2001 dengan harga Rp 5.000 untuk bibit rambutan ukuran 50cm–100cm dan Rp 17.500 untuk ukuran 1m–2m. Setelah tahun berikutnya sampai sekarang Kebun Bibit Ragunan tidak dapat menggunakan acuan harga tersebut.
Tujuan Penelitian ini adalah: “Menetapkan metode perhitungan harga pokok produksi untuk bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan”. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode harga pokok produksi full costing dan variable costing. Penggunaan kedua metode ini akan bertujuan untuk mendapatkan hasil perhitungan harga pokok produksi untuk bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan. Hasil perhitungan kedua metode akan dibandingkan sehingga akan didapat suatu metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan harga pokok produksi yang terbaik yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan harga jual bagi perusahaan.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan tidak ada perbedaan dari total harga pokok produksi antara metode full costing dan variable costing saat produksi 2.000 bibit, namun akan berbeda pada saat kenaikan produksi. Harga pokok produksi dengan metode Full Costing dan Variable Costing pada saat produksi 2.000 adalah sebesar Rp. 18.288.159,-. Harga pokok produksi pada saat kenaikan produksi bertambah 2.000 menjadi 4.000 bibit dengan metode variable costing memiliki nilai terkecil bila dibandingkan dengan metode full costing. Harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable costing adalah sebesar Rp. 31.282.883,-, sedangkan metode full costing
vii
menghasilkan harga pokok sebesar Rp 36.576.317,-. Hal ini karena ada perbedaan dalam menganalisis biaya pada saat kenaikan produksi. Pada metode full costing menggolongkan biaya dalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya tidak langsung (BOP), sedangkan pada metode variable costing menggolongkan biaya menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
Harga pokok produksi yang tepat adalah harga pokok yang dilihat pada tinggi atau rendahnya hasil perhitungan. Kedua metode yang digunakan dalam perhitungan ini memiliki kelemahan dan keuntungan. Harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing pada saat kenaikan produksi menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai yang menggunakan metode variabel costing karena pada metode full costing, semua unsur biaya dimasukkan ke dalam perhitungan, baik biaya tetap maupun variable tanpa memperhatikan tingkat produksi yang dicapai perusahaan. Pada metode variabel costing, hanya memasukkan biaya variabel ke dalam perhitungan harga pokok produksi. Oleh karena itu, yang lebih tepat digunakan untuk perhitungan harga pokok produksi yaitu metode Metode Variable Costing, karena pada saat kenaikan produksi hanya menghitung biaya yang bersifat variable saja sedangkan untuk biaya tetapnya tidak diperhitungkan
Jadi penetapan harga pokok produksi dengan metode variable costing dapat dijadikan dasar bagi penetapan harga pokok produksi pada Kebun Bibit Ragunan Jakarata Selatan.
KATA PENGANTAR
Bissmillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas seluruh
rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Skripsi yang berjudul: Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi
Bibit Tanaman Rambutan (Nephelium lappaceum. L) Pada Kebun Bibit
Ragunan Jakarta Selatan. Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW yang telah menyampaikan ajaran islam sebagai penyejuk hati
dan penyelamat umat manusia dari belenggu kebodohan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas
bantuan moril dan materil yang diberikan oleh pihak-pihak yang telah mendukung
terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:
1. Orang tua tercinta yang selama ini telah mencurahkan kasih sayang,
perhatian, pengorbanan dan kesabaran dalam mendidik anak-anaknya.
Diiringi dengan do’a-do’a yang tiada henti demi kebahagiaan anak-anaknya.
Skripsi ini ananda persembahkan kepada kedua orang tua tercinta dan semoga
menjadi kebanggaan dalam hatinya.
2. Dr. Elpawati, MP dan Dr. Handojo Kristyanto, MM selaku dosen
pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
masukan, dan solusi yang bermanfaat bagi penulis dalam proses pelaksanaan
penelitian dan penulisan skripsi.
ix
3. Dr. Edmon Daris, MS dan Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen penguji yang telah
bersedia memberikan kritik dan saran yang bermanfaat demi kesempurnaan
penulisan skripsi.
4. Drs. Acep Muhib, MM dan Riski Adi Puspitasari, MMA selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah memberikan suatu komitmen,
dorongan, dan program pendidikan sesuai kebutuhan mahasiswanya.
5. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku dekan Fakultas Sains dan
Teknologi, yang telah mengesahkan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar, yang telah memberikan ilmu yang berharga,
nasehat dan arahan selama dibangku perkuliahan.
7. Seluruh jajaran Fakultas Sains dan Teknologi yang telah membantu dan
melayani hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Seluruh jajaran Program Studi Agribisnis atas dukungan dan bantuan yang
diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
9. Kakak dan adikku tersayang dan seluruh anggota keluarga besarku yang
selalu mendoakan dan memberikan dukungan penuh kepadaku.
10. Ir. Widodo selaku Kepala Pusat Pengembangan Benih Tanaman Pangan
Hortikultura dan Kehutanan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI
Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian dan penulisan skripsi pada Kebun Bibit Ragunan.
11. Bapak Darsim, seluruh staf kantor, dan para pekerja di Kebun Bibit Ragunan
yang dengan terbuka memberikan informasi yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.
x
12. D’Princess yaitu Andhieka ”Rapunzel” Ulfa, Wiwin ” Mulan” Iswardani,
Rinrin ”Snow White” Rindyani, Sri ”Belle” Ajeng, Yuniawati ”Cinderella”,
Regina ”Ariel” Sari dan Fajar ”Jasmine” Khoirunnisa atas kebersamaan,
kehangatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kuliah. kenangan bersama
kalian semua merupakan kenangan yang menyenangkan dan terindah selama
semoga dapat terus berlanjut.
13. Seluruh teman jurusan Agribisnis angkatan 2006 yang sama-sama berjuang
dalam masa perkuliahan ini. Sukses selalu untuk kita semua.
14. Sahabatku tercinta dan orang terkasihku yang selalu member do’a dan
dukungan penuh kepadaku dalam menghadapi segala kejadian yang kualami.
Akhir kata penulis mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam perjalanan perkuliahan, penulis pernah melakukan kekhilafan baik
dalam tutur kata maupun tindakan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalam,
Jakarta, Desember 2011
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
1.5. Batasan Penelitian ..................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 8
2.1. Asal Tanaman Rambutan.... ........................................................ 8
2.2. Jenis dan Varietas Rambutan ...................................................... 9
2.2.1. Jenis Rambutan ................................................................. 9 2.2.1. Varietas Rambutan ............................................................ 9
2.3. Pengertian Bibit .......................................................................... 11
2.4. Syarat Menghasilkan Bibit Bermutu ........................................... 12
2.5. Pengertian Harga Pokok Produksi .............................................. 13
2.6. Tujuan dan Manfaat Penentuan Harga Pokok Produksi ............. 14
2.7. Pengertian Biaya dan Penggolongannya ..................................... 15
2.8. Elemen Biaya Produksi dalam Penentuan Harga Pokok Produksi ................................................................ 22 2.8.1. Biaya Bahan Baku ............................................................ 22 2.8.2. Biaya Tenaga Kerja .......................................................... 24 2.8.3. Biaya Produksi Tidak Langsung ...................................... 26
xii
2.9. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi.................................. 28 2.9.1. Full Costing ...................................................................... 29 2.9.2. Variabel Costing ............................................................... 30 2.10. Penelitian Terdahulu .................................................................... 33
2.11. Kerangka Pemikiran .................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 38
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 38
3.2. Sumber Data ............................................................................... 38
3.3. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 39
3.4. Analisis Data ............................................................................... 40
3.4.1. Analisis Kualitatif ............................................................. 40 3.4.2. Analisis Kuantitatif ........................................................... 40
3.4.2.1. Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing ............................................ 41 3.4.2.2. Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Variable Costing .................................... 41
3.4.2.3. Perbandingan Metode Penetapan Harga Pokok Produksi ........................................ 42 3.5. Definisi Operasional ................................................................... 43 BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .......................................... 44
4.1. Profil Perusahaan ........................................................................ 44
4.2. Visi dan Misi UPT Balai Benih Induk ........................................ 44
4.3. Sejarah Organisasi Dinas Pertanian DKI Jakarta ........................ 45
4.4. Sejarah Kebun Bibit Ragunan Jakarta ........................................ 46
4.4.1. Tugas dan Fungsi Kebun Bibit UPT BBI Ragunan DKI Jakarta ................................................ 47 4.4.2. Keadaan Umum Lokasi Kebun Bibit BBI Ragunan ......... 48
4.5. Struktur Organisasi ..................................................................... 49
4.5.1. Tugas Kepala Balai Benih Induk ...................................... 49 4.5.2. Sub Bagian Tata Usaha ..................................................... 49 4.5.3. Tugas Seksi Produksi Benih ............................................. 50 4.5.4. Tugas Seksi Pengembangan Teknologi ............................ 51
xiii
4.5.5. Tugas Sub Kelompok Jabatan Fungsional ........................ 51 4.6. Proses Produksi Bibit Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan ................................................................. 52
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 56
5 .1. Biaya-Biaya yang Dikeluarkan Dalam Produksi ....................... 56
5.1.1. Penggunaan Biaya Langsung ............................................ 56 5.1.1.1. Biaya Bahan Baku ................................................ 57 5.1.1.2. Tenaga Kerja Langsung ....................................... 59 5.1.2. Penggunaan Biaya Tidak Langsung .................................. 61 5.1.2.1. Biaya Peralatan Produksi ..................................... 62 5.1.2.2. Biaya Penyusutan Bangunan ................................ 65 5.1.2.3. Biaya Lainnya ...................................................... 65
5.2. Produksi dan Pendapatan ............................................................ 66
5.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan dengan Metode Full Costing ..................................... 67 5.4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan dengan Metode Variable Costing .............................. 69 5.5. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan antara Full Costing dan Variable Costingi ................ 73 BAB VI KESIMPULAN .................................................................................. 77
6.1. Kesimpulan ................................................................................ 77
6.2. Saran .......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkembangan Produksi rambutan Di Indonesia 2007-2009 (Ton).............. 1
2. Varietas Unggul Rambutan dan Karakteristiknya ........................................ 11
3. Bahan Baku Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan ............................................................................................... 57
4. Biaya Bahan Baku Produksi Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010 .......................................................................... 58
5. Tenaga Kerja Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan ............................................................................................... 60
6. Biaya Tenaga Kerja Langsung Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010 ....................................................... 61
7. Alat Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan ............................................................................................... 62
8. Biaya Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 ........................................................... 63
9. Biaya Penyusutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan 2010 .................................................. 64
10. Biaya Penyusutan Bangunan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 ...................................... 65
11. Biaya Lain Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 ........................................................... 66
12. Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan ........................................................................... 67
13. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Pendekatan Full Costing Tahun 2010 .............................................................................. 68
14. Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan dengan Metode Full Costing.......................................................... 69
xv
15. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Pendekatan Variable Costing Tahun 2010 ....................................................................... 70
16. Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan dengan Metode Variable Costing .................................................. 72
17. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Per Produksi 2.000 Bibit Tahun 2010 ................................................................ 74
18. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Per Produksi Tahun 2010 dengan Penambahan Produksi Sebanyak 2.000 ........ 74
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Grafik Data Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan 4 Tahun Terakhir .......................................................................... 7
2. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk Metode Full Costing ................................................................................................... 30
3. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk Metode Variabel Costing ........................................................................................... 31
4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 37
5. Proses Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan ........................................................................................................ 55
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Biaya Bahan Baku Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 .................................................. 81
2. Biaya Alat Produksi dan Penyusutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan Tahun 2010 ........... 82
3. Biaya Penyusutan Fasilitas Produksi Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010 .......................................................................... 83
4. Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Metode Full Costing Tahun 2010 ............ 84
5. Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Metode Variable Costing Tahun 2010 ..... 85
6. Daftar Pertanyaan Wawancara ...................................................................... 86
7. Varietas Unggul Rambutan dan Karakteristiknya ........................................ 88
8. Deskripsi Rambutan Varietas Binjai ............................................................. 89
9. Deskripsi Rambutan Varietas Rapiah ........................................................... 90
10. Deskripsi Rambutan Varietas Lebak Bulus .................................................. 91
11. Deskripsi Rambutan Varietas Antalagi` ....................................................... 92
12. Deskripsi Rambutan Varietas Sibongkok ..................................................... 93
13. Surat Permohonan Penelitian ........................................................................ 94
14. Surat Persetujuan Penelitian.......................................................................... 95
15. Surat Keterangan Selesai Penelitian ............................................................. 96
16. Keputusan Gubernur Tentang Penetapan Harga Penjualan Bibit/Benih Tanaman Hortikultura No.3482/2001 ........................................................... 97
17. Daftar Harga Bibit Tanaman Buah-Buahan Tahun 2010 ............................. 99
xviii
18. Sebaran Kebun Bibit BBI DKI Jakarta ......................................................... 100
19. Denah UPT BBI Ragunan ............................................................................. 101
20. Struktur Organisasi BBI Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.113 Tahun2002 ....................................................................................... 102
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan agribisnis hortikultura, khususnya buah-buahan telah diberi
prioritas oleh pemerintah Indonesia. Prioritas diberikan karena terus
meningkatnya permintaan atas komoditas dimaksud seiring dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1999:5).
Indonesia merupakan Negara agraris yang memiliki banyak sekali jenis
tanaman buah dan salah satunya adalah rambutan dengan keragaman jenisnya
seperti rapiah, binjai, lebak bulus dan lainnya. Rambutan merupakan satu jenis
tanaman buah yang sudah umum dikenal oleh masyarakat.
Badan Pusat statistik (2009:1) mendata produksi rambutan Indonesia
meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2007 – 2009 produksi rambutan
meningkat. Seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Rambutan di Indonesia 2007 – 2009 (Ton)
Tahun Rambutan
(Ton) 2007 705.823 2008 851.240 2009 986.841
Sumber: Badan Pusat Statistik (2009:1)
Produksi buah rambutan meningkat dari tahun 2007 dengan jumlah
705.823 ton menjadi 986.841 ton pada tahun 2009. Peningkatan produksi
rambutan tentu saja dipengaruhi dengan adanya peningkatan permintaan akan
buah rambutan maupun bibitnya. Peningkatan tersebut merupakan peluang bagi
2 �
setiap perusahaan. Baik perusahaan yang bergerak dibidang produksi buah
maupun perusahaan yang bergerak dalam bisnis penyedia bibit tanaman
rambutan.
Rambutan (Nephelium lappaceum, L) merupakan salah satu komoditas
tropis eksotis yang digemari oleh masyarakat, baik dalam negeri maupun luar
negeri. Tanaman rambutan merupakan tanaman buah asli Indonesia. Tanaman ini
mempunyai peluang yang cukup besar untuk dikembangkan karena ketersediaan
lahan yang cukup, agroklimat yang cocok, dan sumber daya yang melimpah.
Sumber daya lahan yang tersedia saat ini banyak yang belum dimanfaatkan secara
optimal. (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1999:9).
Banyaknya perusahaan yang memproduksi bibit tanaman rambutan,
berdampak pada tingginya persaingan diantara perusahaan-perusahaan tersebut.
Tingginya tingkat persaingan diantara perusahaan-perusahaan ini menjadikan
kemampuan bersaing sangat mutlak diperlukan.
Kebun Bibit Ragunan merupakan perusahaan bibit tanaman rambutan yang
telah berdiri sejak 1975 sampai sekarang. Perusahaan yang telah berdiri tentunya
ingin berkembang dan terus menjaga kelangsungan hidupnya, untuk itu pihak
manajemen perusahaan perlu membuat kebijakan yang mengacu pada terciptanya
efisiensi dan efektivitas kerja. Kebijakan tersebut dapat berupa penetapan harga
pokok produksi yang efektif , dan tetap menjaga kualitas dari barang atau produk
yang dihasilkan, sehingga harga pokok produk satuan yang dihasilkan perusahaan
lebih rendah dari yang sebelumnya. Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi
perusahaan untuk menetapkan harga jual yang tepat dengan laba yang ingin
3 �
diperoleh perusahaan, sehingga perusahaan tersebut dapat bersaing dengan
perusahaan–perusahaan lain yang memproduksi produk sejenis. Hal ini tentunya
tidak terlepas dari tujuan didirikannya perusahaan yaitu agar modal yang
ditanamkan dalam perusahaan dapat terus berkembang atau dengan kata lain
mendapatkan laba semaksimal mungkin.
Tujuan utama suatu perusahaan didirikan, selain untuk memenuhi
kebutuhan manusia adalah untuk mendapatkan keuntungan yang layak. Dengan
adanya keuntungan yang layak maka dimungkinkan suatu perusahaan dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya bahkan dapat mengembangkan
usahanya untuk lebih maju dan berkembang. Untuk itu perusahaan harus selalu
berusaha menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi namun harganya
relatif rendah. Agar hal tersebut dapat tercapai maka perusahaan hendaknya
menggunakan biaya yang efektif. Perusahaan manufaktur menggolongkan biaya
ke dalam tiga biaya utama yaitu biaya produksi, biaya pemasaran, biaya
administrasi dan umum. Dari penggolongan biaya tersebut dapat diketahui bahwa
perhitungan biaya produksi merupakan salah satu hal yang penting dalam upaya
merealisasi tujuan perusahaan.
Kebun Bibit Ragunan Jakarta merupakan salah satu kebun yang dimiliki
Balai Benih Induk Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta yang bertanggung
jawab kepada Gubernur DKI Jakarta. Balai Benih Induk Ragunan Jakarta Selatan
adalah salah satu perusahaan penyedia bibit tanaman rambutan yang dengan
keunikan produknya, karena sumber induk yang digunakan dari induk yang sudah
tersertifikasi. Dengan jaminan kualitas bibit yang lebih bermutu diharapkan dapat
4 �
mampu memenuhi permintaan pasar yang ada. Pada Kebun Bibit Ragunan tidak
memiliki metode harga pokok produksi yang tetap sehingga penentuan harga
jualnya pun tidak memiliki acuan.
Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat mengakibatkan
penentuan harga jual pada suatu perusahaan menjadi terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Kedua kemungkinan tersebut dapat mengakibatkan keadaan yang tidak
menguntungkan bagi perusahaan, karena dengan harga jual yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan produk yang ditawarkan perusahaan akan sulit bersaing
dengan produk sejenis yang ada di pasar, sebaliknya jika harga jual produk terlalu
rendah akan mangakibatkan laba yang diperoleh perusahaan rendah pula. Kedua
hal tersebut dapat diatasi dengan penentuan harga pokok produksi yang tepat.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan
(Nephelium lappaceum, L) pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat diperoleh gambaran bahwa
bibit merupakan input penentu dalam produksi tanaman.
Kebun Bibit Ragunan DKI Jakarta memiliki acuan harga bibit tanaman
hortikultura pada tahun 2001, yang sesuai dengan surat Keputusan Gubernur
Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3482/2001 dengan harga Rp 5.000
untuk bibit rambutan ukuran 50cm–100cm dan Rp 17.500 untuk ukuran 1m–2m,
Keputusan Gubernur terdapat pada Lampiran 16 dan 17. Setelah tahun berikutnya
5 �
sampai sekarang Kebun Bibit Ragunan tidak dapat menggunakan acuan harga
tersebut.
Saat ini harga jual di Kebun Bibit Ragunan ditentukan langsung oleh
produsen atau pihak kebun bibit Ragunan sendiri yaitu Rp. 20.000 tidak
menggunakan metode khusus, tetapi seharusnya Kebun Bibit Ragunan memiliki
harga jual yang lebih rendah karena berapa dibawah naungan BBI. Beberapa
tahun terakhir Kebun Bibit Ragunan telah mengalami perubahan harga jual.
Terkait dengan tujuan sosial pemilik perusahaan yaitu mempertahankan
harga jual yang dapat dijangkau seluruh kalangan konsumen dan mendapat
keuntungan yang sesuai, maka perusahaan berupaya mempertahankan harga jual
yang nantinya dapat dijangkau konsumen. Namun tujuan tersebut terkendala
dengan tidak ada penetapan harga pokok produksi. Oleh karena itu, diperlukan
metode harga pokok produksi yang tepat guna membantu perusahaan dalam
memperkirakan harga jual per bibit. Harga pokok produksi yang tinggi akan
menyebabkan harga jual yang tinggi pula, sehingga dikhawatirkan tidak sesuai
dengan daya beli konsumen.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dianalisis
adalah : “Metode penetapan harga pokok produksi apa yang tepat untuk bibit
tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan?”
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan penelitian ini adalah:
6 �
“Menetapkan metode perhitungan harga pokok produksi yang tepat untuk bibit
tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan”.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah dan menambah
pengalaman dan wawasan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu tentang
harga pokok produksi.
2. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan berguna bagi pemilik perusahaan dalam
penetapan kebijakan, strategi dan pengambilan keputusan untuk
menetapkan harga pokok produksi.
3. Bagi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan
acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
4. Bagi Umum
Hasil Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang ingin
menekuni usaha bibit rambutan.
1.5. Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya membahas harga pokok produksi bibit tanaman
rambutan yang menggunakan media polybag karena bibit yang menggunakan
media tersebut paling banyak diminati, sehingga untuk yang menggunakan media
7 �
pot tidak diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini hanya menghitung
penetapan harga pokok produksi pada Kebun Bibit Ragunan, dengan tidak
melakukan perbandingan dengan tempat lain yang sejenis. Perhitungan dilakukan
dengan menggunakan volume kapasitas normal sebanyak 2000 bibit. Data yang
digunakan adalah data tahun 2010 karena mengacu pada produksi yang normal
dan terdapat peningkatan produksi dari tahun sebelumnya yang lebih rendah dari
tahun sebelumnya.
Data Produksi Bibit Rambutan Pada Kebun Bibit Rambutan 4 tahun terakhir
0
500
1000
1500
2000
2500
2007 2008 2009 2010
tahun
prod
uksi
(bi
bit)
Gambar 1. Data Produksi Bibit Rambutan pada Kebun Bibit Rambutan Empat Tahun Terakhir (2007-2010)
Sumber : Data Primer diolah (2011)
�
�
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Asal Tanaman Rambutan
Rambutan merupakan tanaman buah-buahan tropis basah asli Indonesia.
Saat ini tanaman rambutan telah menyebar luas di daerah beriklim tropis seperti
Filiphina dan negara-negara Amerika latin. Penyebaran rambutan pada awalnya
sangat terbatas hanya di daerah tropis saja. Namun saat ini, rambutan sudah bisa
ditemui di daerah subtropis. Hal ini disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang berhasil menciptakan “rumah kaca”. Dengan mengatur kondisi
mikro di dalam rumah kaca sesuai dengan alam tropis, rambutan dapat
dibudidayakan didalamnya (Mahisworo, Susanto, dan Anung, 2004:7).
Menurut Rukmana dan Oesman (2002:16), rambutan merupakan tanaman
tahunan (perennial). Secara alami, pohon rambutan dapat mencapai ketinggian
25m atau lebih, namun bila dibudidayakan pada umumnya hanya dapat mencapai
ketinggian 5m – 9m. Habitat tanaman berbentuk seperti payung, dengan tajuk
pohon antara 5m – 10m, dan memiliki sistem perakaran yang cukup dalam.
Batang rambutan berkayu keras, berbentuk gilig, tumbuh tegak (kokoh),
dan berwarna kecoklat-coklatan sampai putih kecoklatan. Percabangan tumbuh
secara horizontal, namun kadang-kadang sedikit miring ke arah atas. Daun
rambutan berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul atau meruncing, dan pada
umumnya berwarna hujau tua sampai hijau muda, tergantung varietasnya.
9 �
2.2. Jenis dan Varietas Rambutan
Di Indonesia tanaman rambutan memiliki berbagai jenis dan macam
varietasnya, dengan keanekaragaman rasa dan daerah produksinya. Untuk jenis
rambutan sendiri terdapat dua jenis rambutan. Dan terdapat delapan varietas
rambutan yang telah diliris.
2.2.1. Jenis Rambutan
Menurut Rukmana dan Oesman (2002:18) terdapat dua jenis rambutan
yang biasa di budidayakan di Indonesia, yakni sebagai berikut.
1. Rambutan biasa atau yang dikenal dengan nama rambutan (Nephellium
lappaceum L), yang memiliki ciri khas sebagai berikut: buah berbulu atau
berambut; daging tebal dan mudah terkelupas (ngelotok); dan rasa daging
buah manis.
2. Kepulasan atau babat (Nephellium mutabile BI.) yang memiliki ciri khas
sebagai berikut: buah tidak berambut (hanya berupa tonjolan); daging
buah tebal, mudah terkelupas, dan agak asam; dan kulit berwarna merah
tua atau merah kehijauan atau hijau keputihan.
2.2.2. Varietas Rambutan
Indonesia mempunyai banyak varietas rambutan, baik varietas lokal
maupun varietas unggul. Rambutan varietas lokal antara lain: Aceh Gundul, Aceh
Gula Batu, Aceh Gendut, Simacan, Sitangkue, Aceh Kuning, Aceh Padang Bulan,
Aceh Garing, Aceh Pao Pao, Silengkeng, Aceh Kering Manis, Sinyonya, Hape
(Rasa), Brahrang, dan lain-lain. Rambutan varietas lokal yang menunjukkan
10 �
keunggulannya berpotensi menjadi varietas unggul, dan dapat diusulkan melalui
prosedur pelepasan varietas unggul baru (Rukmana dan Oesman, 2002:19).
Rambutan dapat dikategorikan sebagai varietas unggul bila memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Daya hasil (produksi) tinggi
b. Kualitas hasil (buah) prima dan disukai konsumen, yaitu: daging buah tebal,
rasa manis, ngelotok dan kering, memiliki kandungan vitamin C antara
sedang sampai tinggi, dan tampilan warna buah menarik.
c. Daya adaptasi tanaman terhadap lingkungan di dataran rendah yang memiliki
rentang bulan kering antara 1 – 3 bulan dan terhadap berbagai lingkungan
tumbuh cukup luas.
d. Daya toleransi terhadap serangan hama dan penyakit utama cukup tinggi.
e. Umur mulai berbunga atau berbuah pendek (genjah).
Rukmana dan Oesman (2002:21) menjelaskan bahwa saat ini, paling tidak
terdapat 8 varietas unggul rambutan yang telah dilepas (diliris) melalui Surat
Keputusan Menteri Pertanian. Krakteristik utama varietas unggul rambutan
ditunjukkan dalam Tabel 2.
11 �
Tabel 2. Varietas Unggul Rambutan dan Karakteristiknya No Nama
Varietas Karateristik
1. Binjai Produksi 40kg-68kg/pohon/tahun; buah berwarna merah tua; rambut berwarna merah dengan ujung hijau; daging buah manis, agak kering, dan ngelotok.
2. Rapiah Produksi 18kg-30kg/pohon/tahun; buah berwarna hijau kekuningan; rambut hijau dengan ujung kemerahan; daging buah manis, ngelotok, dan kulit biji melekat.
3. Lebak Bulus
Produksi 50kg – 100kg/pohopn/tahun; daging buah berwarna merah dengan ujung kekuningan; daging buah manis, ngelotok, dan kulit biji agak melekat.
4. Antalagi Produksi 160kg – 210kg/pohon/tahun; buah berwarna kuning kehijauan; rambut hijau kekuningan ujung merah; daging manis, kering, agak harum, ngelotok, dan kulit biji melekat.
5. Sibongkok Produksi 175kg – 225kg/pohon/tahun; buah berwarna merah tua; daging buah manis, agak kering, ngelotok, dan kulit biji agak melekat.
6. Sibatuk Ganal
Produksi 240kg – 280kg/pohon/tahun; buah berwarna merah; rambut merah degan ujung agak kekuningan; daging buah manis, agak berair, ngelotok, dan kulit biji agak melekat.
7. Garuda Produksi 200kg-270kg/pohon/tahun; buah berwarna merah; rambut merah dengan ujung agak kekuningan; daging buah manis dan ngelotok.
8. Nona Produksi 20kg – 22,5kg/pohon/tahun; buah berwarna kekuningan; rambut merah degan ujung kekuningan; daging buah manis, ngelotok, dan kulit biji melekat.
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:21).
2.3. Pengertian Bibit
Biji, benih, dan bibit merupakan istilah hampir sama sehingga sering rancu
dalam penggunaannya. Menurut Undang-undang Sistem Budi Daya (1992), benih
dan bibit mempunyai pengertian yang sama, yakni tanaman atau bagian tanaman
yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman (Wirawan dan Wahyuni, 2004:1).
Bibit unggul oleh penyuluh-penyuluh, sesungguhnya adalah varietas
unggul. Unggul disini maksudnya memiliki sifat-sifat agronomi yang unggul
dibandingkan varietas lain, walaupun salah satu sifat mungkin bahkan kalah
12 �
(misal rasa atau ketahanan terhadap salah satu penyakit), sehingga pada keadaan
umum hasil produksinya tinggi (Harjadi, 1996:161).
Menurut Undang-undang No.2 tahun 1961 tentang Pegeluaran dan
Pemasukan Tanaman dan Bibit Tanaman, Pasal 1 dalam Sunarjono (1990;37),
yang dimaksud dengan bibit ialah “Tanaman atau bagian-bagiannya termasuk
benih-benih, buah-buahan, bunga-bunga, dan serbuk-serbuk yang dengan cara
apapun dapat dipergunakan untuk memperbanyak atau mengembangbiakkan
tanaman”.
2.4. Syarat Menghasilkan Bibit Bermutu
Untuk dapat menghasilkan bibit bermutu, terlebih dahulu harus mengenai
bagian-bagian tanaman yang dapat digunakan untuk perbanyakan yang disebut
alat perbanyakan dan prosedur kerjanya atau cara perbanyakan serta tersedianya
bahan tanaman yang memenuhi syarat varietas unggul yang disebut pohon induk
(Sunarjono, 1986:15).
Sunarjono (1990:38) menjelaskan bahwa ada beberapa kaidah yang harus
diperhatikan untuk menghasilkan bibit bermutu diantaranya ialah:
1. Lokasi (tempat) yang akan digunakan untuk menghasilkan benih
(bibit)harus bebas hama dan penyakit berbahaya atau nonendemik.
2. Tanaman yang akan dibibitkan harus mendapat isolasi dari tanaman
sejenis (khusus biji) atau tanaman inang (khusus penyakit) yanga ada di
sekitar pembibitan.
13 �
3. Tanaman yang akan dibibitkan harus diseleksi secara berulang-ulang
untuk mencegah kelolosan dari salah pandang, terutama untuk penyakit
virus pada jeruk.
4. Benih (bibit) setelah dipilih harus dirawat dengan baik.
2.5. Pengertian Harga Pokok Produksi
Muhadi dan Siswanto (2001:10) menjelaskan bahwa harga pokok (biaya)
produksi adalah biaya yang terjadi dalam rangka untuk menghasilkan barang jadi
(produk) dalam perusahaan manufaktur. Biaya produksi dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu (1) biaya bahan baku, (2) biaya tenaga kerja langsung dan, (3)
biaya overhead pabrik.
Harga pokok produksi menurut Mulyadi (2000:10) merupakan
pengorbanan sumber ekonomi dalam pengolahan bahan baku menjadi produk.
Sedangkan menurut Kohler dalam Mulyani (2003:24), harga pokok produksi
adalah biaya-biaya yang termasuk didalamnya dan dialokasikan untuk operasional
pabrik yaitu bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead dalam
kegiatan saat pemrosesan. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa harga pokok produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan
perusahaan untuk memproduksi suatu produk.
Hansen dan Mowen (2009:60) menjelaskan mengenai harga pokok
produksi adalah total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan.
14 �
2.6. Tujuan dan Manfaat Penentuan Harga Pokok Produksi
Tujuan utama dari penentuan harga pokok berdasarkan Adikoesoemah
(1982:30) yaitu : sebagai dasar untuk menetapkan harga di pasar penjualan, untuk
menetapkan pendapatan yang diperoleh pada penukaran, serta sebagai alat untuk
menilai efisiensi dari proses produksi. Sedangkan Menurut Horngren (1992:90)
tujuan penetapan harga pokok produksi yaitu selain untuk memenuhi keperluan
pelaporan ekstern dalam hal penilaian persediaan dan penentuan laba, manajer
membutuhkan data harga pokok produksi untuk pedoman pengambilan keputusan
mengenai harga dan strategi produk.
Mulyadi (2000:7) menyebutkan informasi harga pokok produksi yang
dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk :
a. Menentukan harga jual produk;
b. Memantau realisasi biaya produksi;
c. Menghitung laba atau rugi periodik;
d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dan manfaat dalam penentuan harga
pokok produksi yaitu :
a. Sebagai dasar dalam penetapan harga jual.
b. Sebagai alat untuk menilai efisiensi proses produksi.
c. Sebagai alat untuk memantau realisasi biaya produksi.
d. Untuk menentukan laba atau rugi periodik.
e. Menilai dan menentukan harga pokok persediaan.
15 �
f. Sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan bisnis.
2.7. Pengertian Biaya dan Penggolongannya
Horngren (1992:21) mendefinisikan biaya sebagai sumber daya yang
dikorbankan untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan tertentu. Senada dengan
Horngren, Daljono (2004:13) juga mendefinisikan biaya sebagai suatu
pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan akan memberikan keuntungan
atau manfaat pada saat ini atau masa yang akan datang.
Biaya sebagai suatu nilai tukar, pengeluaran atau pengorbanan yang
dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat (Carter, 2009:30). Sedangkan
menurut Krismiadji (2002: 18), biaya atau cost adalah kas atau ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk membeli barang atau jasa yang diharapkan akan memberikan
manfaat bagi perusahaan saat sekarang atau untuk periode mendatang.
Sedangkan Mulyadi (2000:8), mendefinisikan biaya sebagai suatu
pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satu satuan uang yang terjadi
atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dari pendapat-
pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan suatu
pengorbanan sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan tertentu yang
bermanfaat pada saat ini atau masa yang akan datang. Biaya-biaya dari suatu
pengorbanan dibentuk oleh nilai dari banyaknya kapasitas produksi yang
diperlukan untuk memproduksi barang-barang. Untuk itu dalam menentukan
biaya terdapat faktor-faktor yang menentukan biaya itu sendiri yaitu : banyaknya
16 �
kapasitas produksi dari bermacam-macam alat produksi yang diperlukan untuk
memproduksi barang-barang, nilai dari kapasitas ini, besarnya dan lamanya
pemakaian kekayaan yang diperlukan untuk memproduksi barangbarang, serta
harga dari kekayaan (Adikoesoemah, 1982:33).
Muhadi dan Siswanto (2001:3) menjelaskan biaya (expense) dalam arti
sempit didefinisikan sebagai bagian dari harga pokok yang dikorbankan di dalam
usaha untuk memperoleh penghasilan. Sedangkan dalam arti luas biaya
didefinisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan
mata uang yang telah terjadi dan mungkin akan terjadi untuk mencapai tujuan
tetentu.
Menurut Bustami dan Nurlela (2009:5), biaya adalah pengorbanan sumber
ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan
terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Prawironegoro dan
Durwanti (2009: 19) biaya adalah kas dan setara kas yang dikorbankan untuk
memproduksi atau memperoleh barang atau jasa yang diharapkan akan
memperoleh manfaat atau keuntungan dimasa mendatang.
Penggolongan adalah proses pengelompokkan secara sistematis atas
keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih
ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih penting (Supriyono,
1999:35).
Informasi biaya yang lengkap diperlukan oleh manajemen untuk tujuan-
tujuan tertentu antara lain: perencanaan, pengukuran, pengawasan, dan penilaian
terhadap operasi perusahaan. Oleh karena itu, biaya yang banyak ragamnya perlu
17 �
diadakan penggolongan sesuai dengan kebutuhan manajemen. Ada beberapa cara
penggolongan biaya dimana masing-masing cara penggolongannya biaya
dimaksudkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang berbeda (Muhadi dan
Siswanto, 2001:3).
Beberapa penggolongan biaya menurut Muhadi dan Siswanto (2001:4)
antara lain:
1. Atas dasar objek pengeluaran,
2. Atas dasar fungsi di dalam perusahaan,
3. Atas dasar hubungan biaya-biaya dengan produk yang dibiayai,
4. Atas dasar tingkah laku biaya dalam hubungannya dengan volume kegiatan,
5. Atas dasar hubungan biaya dengan pusat biaya,
6. Atas dasar hubungan biaya dengan periode pembukuan.
Mulyadi (2000:14), menggolongkan biaya menurut: obyek pengeluaran,
fungsi pokok perusahaan, hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai, perilaku
dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, serta atas dasar jangka
waktu manfaatnya.
Biaya yang digolongkan menurut obyek pengeluaran, nama obyek
pengeluaran merupakan dasar dalam penggolongan biaya ini. Biaya menurut
fungsi pokok dalam perusahaan dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu : 1)
Biaya produksi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku
menjadi produk jadi yang siap untuk dijual.
Biaya ini dibagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik; 2) Biaya pemasaran, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk
18 �
melaksanakan kegiatan pemasaran produk; 3) Biaya administrasi dan umum,
merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran
produk.
Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu : 1) Biaya langsung (direct cost),
adalah biaya yang terjadi yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya
sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung; 2) Biaya tidak langsung (indirect cost), adalah biaya
yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak
langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya pabrik
tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead costs).
Daljono (2004:15), mengklasifikasikan biaya berdasarkan hubungannya
dengan produk, waktu pengakuan, volume produksi dan sebagainya. Klasifikasi
biaya menurut hubungannya dengan produk, dapat dibedakan menjadi dua yaitu
biaya pabrikasi (product cost) dan biaya komersial.
Biaya pabrikasi (product cost) sering disebut sebagai biaya produksi atau
biaya pabrik, terdiri dari :
1. Biaya bahan
Biaya bahan adalah nilai atau besarnya upah yang terkandung dalam bahan
yang digunakan untuk proses produksi. Biaya bahan dibedakan menjadi :
a. Biaya bahan baku (direct material) Bahan baku adalah bahan
mentah yang digunakan untuk memproduksi barang jadi, yang
secara fisik dapat diidentifikasi pada barang jadi.
19 �
b. Biaya bahan penolong (indirect material) Yang termasuk dalam
bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan untuk
menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya relatif kecil atau
pemakaiannya sangat rumit untuk dikenali di produk jadi.
2. Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja merupakan gaji atau upah karyawan bagian produksi.
Biaya ini dibedakan menjadi :
a. Biaya tenaga kerja langsung
Biaya tenaga kerja langsung adalah gaji atau upah tenaga kerja
yang dipekerjakan untuk memproses bahan menjadi barang jadi.
b. Biaya tenaga kerja tidak langsung
Biaya tenaga kerja tidak langsung merupakan gaji atau upah tenaga
kerja bagian produksi yang tidak terlibat secara langsung dalam
proses pengerjaan bahan menjadi produk jadi.
3. Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) adalah biaya yang timbul
dalam proses produksi selain yang termasuk dalam biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung. Yang termasuk dalam biaya overhead pabrik adalah : biaya
pemakaian supplies pabrik, biaya pemakaian minyak pelumas, biaya penyusutan
bagian produksi, biaya pemeliharaan atau perawatan bagian produksi, biaya listrik
bagian produksi, biaya asuransi bagian produksi, biaya pengawasan, dan
sebagainya.
20 �
Gabungan antara biaya bahan dengan biaya tenaga kerja, disebut biaya
utama (prime cost), sedangkan gabungan antara biaya tenaga kerja dengan biaya
overhead pabrik disebut biaya konversi (conversion cost).
Sedangkan yang termasuk dalam biaya komersial yaitu biaya pemasaran
dan biaya administrasi dan umum. Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang
terjadi dengan tujuan untuk memasarkan produk. Biaya pemasaran terjadi sejak
produk selesai diproses hingga produk tersebut terjual. Biaya administrasi dan
umum merupakan beban yang dikeluarkan dalam rangka mengatur dan
mengendalikan organisasi.
Daljono (2004:16) juga mengklasifikasikan biaya menurut waktu
pengakuan (timing of recogition) dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Product
cost (biaya produk), adalah biaya yang terjadi dalam rangka membuat produk.
Biaya ini sifatnya melekat pada produk, karena melekat pada produk maka
product cost disebut juga inventorial cost; 2) Period cost (biaya periode), adalah
biaya yang terjadi dalam satu periode yang tidak ada kaitannya dengan pembuatan
produk. Biaya periode sifatnya tidak melekat pada produk dan akan dipertemukan
dengan pendapatan untuk menghitung laba rugi pada periode yang bersangkutan.
Klasifikasi biaya dikaitkan dengan volume produksi dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu :
a. Biaya variabel (variabel cost), adalah biaya yang bila dikaitkan dengan
volume (pemacu timbulnya biaya) secara per unit akan selalu tetap (tidak
berubah jumlahnya), meskipun volume produksi berubah-ubah, akan tetapi
secara total biaya tersebut jumlahnya akan berubah sesuai dengan proporsi
21 �
perubahan aktivitas. Total biaya variabel akan bertambah apabila volume
produksi bertambah;
b. Biaya tetap (fixed cost), adalah biaya yang secara total, biaya tersebut tidak
berubah jumlahnya meskipun aktivitas atau jumlah produksi berubah.
Jumlah biaya tiap unit akan menurun jika aktivitasnya meningkat;
c. Biaya semi variabel, merupakan campuran antara biaya variabel dengan
biaya tetap. Biaya semi variabel memiliki sifat meskipun tidak ada
aktivitas, biaya ini tetap ada dan totalnya akan berubah jika aktivitas juga
berubah.
Untuk membantu perencanaan dan pengambilan keputusan manajemen,
Blocher dkk (2000:92) mengelompokkan biaya menjadi :
1. Biaya relevan
Konsep biaya relevan muncul dalam situasi dimana pengambilan
keputusan harus memilih diantara dua atau lebih pilihan.
2. Biaya diferensial
Biaya diferensial merupakan biaya yang berbeda untuk setiap pilihan
keputusan dan oleh karena itu merupakan biaya yang relevan untuk
pengambilan kepuitusan, jika biaya tersebut merupakan biaya yang belum
terjadi.
3. Opportunity cost
Opportunity cost merupakan manfaat yang hilang karena suatu alternatif
atau pilihan yang dipilih mendapat manfaat dari pilihan atau alternatif
lainnya.
22 �
4. Sunk cost
Sunk cost merupakan biaya yang telah terjadi atau telah ditetapkan pada
waktu yang lalu, dan oleh karena itu merupakan biaya yang tidak relevan.
2.8. Elemen Biaya Produksi dalam Penentuan Harga Pokok Produksi
Dalam penentuan harga pokok produksi, biaya-biaya yang berpengaruh
dalam proses produksi perlu diklasifikasikan dengan benar dan jelas (Muhadi dan
Siswanto, 2001:10). Dalam penelitian ini menggunakan penggolongan biaya
berdasarkan fungsi pokoknya dalam perusahaan, yang meliputi :
2.8.1. Biaya bahan baku
Biaya bahan baku menurut Muhadi dan Siswanto (2001:10) adalah bahan
yang digunakan untuk menghasilkan barang jadi dan secara fisik menjadi bagian
dari barang jadi tersebut. Misalnya, pemakaian bahan berupa kulit, benang, paku,
lem, dan cat perusahaan sepatu.
Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh
produk jadi. Biaya bahan baku adalah harga perolehan dari bahan baku yang
dipakai di dalam pengolahan produk (Supriyono, 1999:20). Bahan baku yang
diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, impor
atau dari pengolahan sendiri. Sebelum perusahaan melakukan proses produksi
pada umumnya terlebih dahulu menetapkan jumlah kebutuhan bahan baku yang
akan digunakan.
Supriyono (1999:419) menyebutkan tujuan dalam penentuan harga pokok
bahan yang dipakai adalah untuk penentuan harga pokok bahan dan harga pokok
23 �
persediaan bahan dengan lebih adil dan teliti, serta sebagai pengendalian atau
pengawasan atas bahan.
Menurut Mulyadi (2000:309), metode yang digunakan untuk menentukan
harga bahan baku yang dipakai dalam produksi yaitu :
1) Metode Identifikasi Khusus (Specific Identification Method).
2) Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO).
3) Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO).
4) Metode Rata-Rata Bergerak (Moving Average Method
5) Metode Biaya Standar.
6) Metode Rata-rata harga pokok bahan baku pada akhir bulan.
Supriyono (1999:419) menyebutkan bahwa faktor yang menentukan harga
pokok bahan yang dipakai adalah dengan metode akuntansi persediaan dan
metode aliran harga pokok bahan. Dalam metode akuntansi persediaan,
menyelenggarakan pencatatan persediaan bahan menggunakan metode akuntansi
persediaan yaitu : 1) Metode persediaan phisik. Metode ini hanya dapat digunakan
oleh perusahaan yang relatif kecil dan mengumpulkan harga pokok produk
berdasar proses, dimana phisik persediaan bahan masih memungkinkan diawasi
secara langsung oleh manajemen perusahaan; 2) Metode persediaan abadi atau
terus-menerus. Metode ini umumnya dipakai oleh perusahaan yang relatif besar,
baik yang menggunakan metode harga pokok pesanan maupun proses, sehingga
manajemen tidak dapat secara langsung mengadakan pengawasan terhadap
persediaan bahan, oleh karena itu diperlukan adanya sistem pengawasan internal
atas bahan.
24 �
Menurut Supriyono (1999:520), dalam metode aliran harga pokok bahan,
aliran harga pokok bahan yang dipakai dibedakan menjadi beberapa metode yaitu:
1) Metode identifikasi khusus;
2) Metode pertama masuk, pertama keluar (FIFO);
3) Metode rata-rata. Metode;
4) Metode terakhir masuk, pertama keluar (LIFO);
5) Metode harga pokok standar;
6) Metode persediaan dasar (base stock method);
7) Metode harga beli terakhir (HBT);
8) Metode masuk kemudian, pertama keluar (MKPK).
Soemita (1982:71), mengemukakan bahwa dalam penetapan pemakaian
bahan baku terdapat dua metode yaitu penetapan langsung dan penetapan tidak
langsung. Penetapan langsung dilakukan dengan jalan : mencatat terus-menerus
banyaknya bahan-bahan yang masuk dalam proses produksi kemudian
menghitung secara berkala persediaan bahan-bahan, sehingga dengan
memperhatikan bahan-bahan yang diterima selama periode itu dapat ditetapkan
pemakaian bahan-bahan untuk tiap periode. Sedangkan dalam penetapan tidak
langsung didasarkan pada barang-barang yang sudah selesai.
2.8.2. Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja langsung (upah langsung) menurut Muhadi dan
Siswanto (2001:10) adalah biaya yang dibayarkan kepada tenaga kerja langsung.
Istilah tenaga kerja langsung digunakan untuk menunjuk tenaga kerja (karyawan)
yang terlibat langsung dalam proses pengolahan bahan langsung atau bahan baku
25 �
menjadi barang jadi. Misalnya, upah yang dibayarkan kepada karyawan bagian
pemotongan atau bagian perakitan atau bagian pencatatan pada perrusahaan
mebel.
Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan
karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang
dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut.
Menurut Horngren (1992:29), biaya tenaga kerja untuk fungsi produksi
dibagi kedalam dua bagian yaitu :
1. Biaya tenaga kerja langsung
Biaya tenaga kerja langsung yaitu upah semua tenaga kerja yang dapat
diidentifikasi secara ekonomis terhadap produksi barang jadi.
2. Biaya tenaga kerja tidak langsung
Biaya produksi tidak langsung adalah mencakup semua upah tenaga kerja
pabrik yang tidak langsung berhubungan dengan pengerjaan produk.
Adikoesoemah (1982:178), menetapkan besarnya upah untuk pekerjaan
yang telah dilakukan dalam memproduksi barang berdasarkan sistem upah yang
dibagi menjadi dua yaitu upah menurut waktu dan upah menurut prestasi. Upah
menurut waktu, yaitu cara penetapan upah dimana waktu kerja dari buruh
merupakan ukuran untuk menetapkan besarnya upah, jadi tidak tergantung dari
banyaknya prestasi yang telah dihasilkan oleh buruh selama waktu kerjanya.
Sedangkan upah menurut prestasi, yaitu cara penetapan upah dimana hasil prestasi
kerja dari buruh merupakan ukuran untuk menetapkan besarnya upah, jadi tidak
tergantung dari lamanya waktu kerja.
26 �
2.8.3. Biaya produksi tidak langsung
Biaya overhead pabrik atau biaya produksi tidak langsung menurut
Muhadi dan Siswanto (2001:10) merupakan biayaa produksi selain biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja langsung. Contoh biaya overhead pabrik antara lain:
bahan tak langsung (misalnya: minyak pelumas, bahan bakar, dan bahan
pembersih), reparasi dan pemeliharaan mesin, pemeliharaan gedung, biaya listrik,
biaya penyusutan mesin, dan lain-lain.
Biaya produksi tidak langsung atau dikenal dengan istilah biaya overhead
pabrik adalah biaya-biaya yang timbul dalam proses pengolahan, yang tidak dapat
digolongkan dalam biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung (Sugiri,
2002:265).
Daljono (2004:41), membebankan biaya overhead pabrik ke harga pokok
produksi dilakukan dengan cara :
1. Actual costing
Pembebanan biaya overhead pabrik menurut actual costing yaitu
membebankan seluruh biaya overhead pabrik yang terjadi pada suatu
periode, ke seluruh produk yang diproduksi pada periode tersebut. biaya
overhead pabrik yang dibebankan ke produk sebesar biaya yang
sesungguhnya terjadi. Penggunaan actual costing pada metode harga
pokok pesanan mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan tidak semua
biaya overhead pabrik dapat segera diketahui dan diperhitungkan.
27 �
2. Normal costing
Pembebanan biaya overhead pabrik menurut normal costing yaitu
membebankan biaya overhead pabrik yang ditentukan dengan cara
taksiran, yaitu dengan membuat tarip yang ditentukan dimuka. Penentuan
besarnya tarip dilakukan dengan memperhitungkan taksiran biaya
overhead pabrik untuk satu periode dibagi dengan taksiran atau target
produksi untuk periode tersebut.
Apabila pembebanan biaya overhead pabrik ke produk berdasarkan biaya
overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi, maka akan mengakibatkan harga
pokok per unit dari periode ke periode akan berubah-ubah. Perubahan tersebut
dapat diakibatkan dari: perubahan tingkat produksi tiap periode, perubahan tingkat
efisiensi produksi, biaya overhead pabrik yang terjadi secara sporadik, menyebar
tidak merata selama satu tahun, serta biaya overhead pabrik yang terjadi pada
waktu-waktu tertentu (Daljono,2004:154).
Menurut Mulyadi (2000:206), biaya produksi yang termasuk dalam biaya
overhead pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu : 1) Biaya
bahan penolong, adalah biaya bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi,
meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila
dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut; 2) Biaya reparasi dan
pemeliharaan, berupa biaya suku cadang (sparepart), biaya bahan habis pakai dan
harga perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan
pemeliharaan emplasemen, perumahan, bangunan pabrik, mesin-mesin dan
equipmen, kendaraan, perkakas laboratorium dan aktiva tetap lain yang digunakan
28 �
untuk keperluan pabrik; 3) Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu biaya tenaga
kerja pabrik yang upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada
produk atau pesanan tertentu; 4) Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian
terhadap aktiva tetap, antara lain biaya-biaya depresiasi emplasemen pabrik,
bangunan pabrik, mesin dan equipmen, perkakas laboratorium, alat kerja dan
aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik; 5) Biaya yang timbul sebagai akibat
berlalunya waktu, antara lain adalah biaya-biaya asuransi gedung dan
emplasemen, asuransi mesin dan equipmen, asuransi kendaraan, asuransi
kecelakaan karyawan dan biaya amortisasi kerugian trial-run; 6) Biaya overhead
pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran yang tunai, seperti
biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar perusahaan, biaya listrik PLN
dan sebagainya.
2.9. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2002:18) metode penentuan harga pokok produksi
adalah cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi.
Dalam memperhitungkan unsur biaya ini, terdapat dua pendekatan yaitu Full
Costing dan Variable Costing.
Daljono (2011:363) mengatakan bahwa perhitungan atau penentuan Harga
Pokok Produksi, dapat dilakukan dengan full costing maupun variable costing.
Full Costing sering disebut dengan absorption costing atau conventional costing,
sedangkan variable costing sering disebut dengan direct costing atau marginal
costing.
29 �
2.9.1. Full costing
Mulyadi (2002:18) menjelaskan bahwa Full costing merupakan metode
penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya
produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku
variabel maupun tetap.
Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode full costing
sebagai berikut :
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik variabel xxx
Biaya overhead pabrik tetap xxx +
Harga pokok produksi xxx
Dengan demikian harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan
full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik
tetap) ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi
dan umum). Perhitungan harga pokok produksi dan harga pokok produk dapat
dilihat pada Gambar 2 (Mulyadi, 2002:19)
30 �
Biaya Bahan Baku
Prime + cost Biaya
Tenaga Kerja Harga Pokok Total + = produksi harga pokok
Biaya Biaya overhead produk konversi Pabrik tetap =
+ + Biaya
Biaya overhead Adm & Pabrik variabel Umum + Biaya Biaya Komersial Pemasaran Gambar 2. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk
Sumber: (Mulyadi, 2002:19)
2.9.2. Variabel costing
Mulyadi (2002:20) menjelaskan bahwa Variabel costing merupakan
metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya
produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri
dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik
variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode variabel
costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini :
Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik variabel xxx +
Harga pokok produksi xxx
31 �
Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing
terdiri dari unsur harga pokok produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel) ditambah dengan biaya
nonproduksi variabel (biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi dean
umum variabel) dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran
tetap, biaya administrasi dan umum tetap). Harga pokok produksi dan harga
pokok produk dengan pendekatan variabel costing dapat dilihat pada Gambar 3.
Biaya Bahan Baku
+ Harga Pokok Biaya produksi
Tenaga Kerja =
+ +
Biaya overhead Biaya Total Pabrik variabel Adm. & Umum = harga
Variabel pokok + produk
Biaya Pemasaran Variabel + Biaya overhead pabrik tetap + Biaya Biaya Adm & Periode Umum Tetap
+
Biaya Pemasaran tetap
Gambar 3. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk
Sumber: (Mulyadi, 2002:20)
32 �
Variable Costing memisahkan biaya menjadi biaya produksi variable dan
tetap, dan juga memisahkan biaya non produksi menjadi variable dan tetap. Agar
memudahkan dalam pengelompokkan, maka perlu dibuat rekening biaya yang
sesuai dengan pola perilakunya, yaitu menjadi biaya variable dan biaya tetap.
Sedangkan untuk biaya yang termasuk semi variable, pada akhir periode harus
dibuat analisis untuk membedakan berapa yang termasuk variable dan berapa
yang termasuk biaya tetap (Daljono, 2011:378).
Kelebihan dari kedua metode ini adalah mudah diterapkan, mudah diaudit
dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Sistem ini tidak
banyak menggunakan cost drivers (pemicu biaya) dalam mengalokasikan biaya
overhead, sehingga hal ini memudahkan bagi manajemen perusahaan dan auditor
untuk malakukan perhitungan dan proses audit. Selain itu sistem ini telah lama
diterapkan sehingga tidak terlalu sulit untuk mengadakan penyesuaian terhadap
sistem ini.
Kelemahan dari kedua metode ini adalah secara potensial mendistorsi
biaya produk. Hal ini terjadi karena biaya dialokasikan secara tidak langsung
kepada produk dengan menggunakan suatu dasar yang tidak sempurna dengan
konsumsi sumberdaya sesungguhnya. Total komponen biaya overhead dalam
suatu biaya produk senantiasa terus meningkat, dimana pada saat persentase biaya
overhead semakin besar maka distorsi biaya juga semakin besar (Mulyadi,
2005:17).
33 �
2.10. Penelitian Terdahulu
Subagyo (2006), yang meneliti tentang Penentuan Harga Pokok Produksi
Teh di PT. Perkebunan Tambi Kabupaten Wonosobo, menyimpulkan bahwa PT
Tambi dalam menentukan harga pokok produksi dengan cara semua biaya yang
dikeluarkan diperlakukan sebagai biaya produksi, baik biaya kebun, biaya pabrik
maupun biaya kantor. Penggolongan biaya produksinya telah sesuai dengan teori
yang ada yaitu terdiri dari biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead
produksi. PT Tambi menggunakan metode full costing di dalam penentuan harga
pokok produksinya. Hal ini sesuai dengan teori, dimana harga pokok produksi
dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya produksi yang terjadi dalam periode
tertentu.
Harga pokok produksi yang dihitung PT Tambi dimana biaya non produksi
dimasukkan ke dalam perhitungan dengan harga pokok produksi yang tidak
memasukkan unsur biaya non produksi, menghasilkan selisih biaya yang cukup
signifikan yang akan berpengaruh terhadap penetapan harga jual. Hal tersebut
merupakan suatu kebijakan perusahaan dengan tujuan untuk menutupi biaya yang
dikeluarkan dan sebagai cadangan jika perusahaan mengalami kerugian.
Yulianti (2007) yang berjudul Penetapan Harga Pokok dan Zona
Fleksibilitas Harga Meises Cokelat, studi kasus pada PT G di Bandung, Jawa
Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengenalisis penetapan harga pokok
produksi meises pada perusahaan dan menganlisis kisaran harga berapa yang
dapat diterima konsumen, serta menganlisis rentang harga optimum dari sisi PT G
dan pelanggannya terhadap meises cokelat 818 Biru di Bandung.
34 �
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok
produk meises cokelat 818 Biru dengan menggunakan metode full costing periode
tahun 2006 lebih tinggi dari pada harga pokok produk dengan metode PT G
disebabkan karena metode full costing mengakumulasikan seluruh biaya tetap dan
biaya variabel. Analisis sensitivitas harga terhadap harga meises cokelat grade G
atau meises cokelat 818 Biru yang dilakukan terhadap pelanggan dengan jumlah
pembelian kurang dari 60 dus per pesanan yaitu harga ideal meises cokelat 818
Biru per dus (12,5 kg) sebesar Rp 83.000 sampai dengan Rp 84.000. zona
flesibilitas terhadap pelanggan dengan jumlah pembelian kurang dari 60 dus per
pesanan berkisar Rp 81.671 sampai dengan Rp 86.000.
Kusumawardhani (2008), dengan judul Analisis Penetapan Harga Pokok
Produksi Bibit Krisan pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
yang bertujuan untuk mengindentifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan
harga pokok produksi, menganalisis metode penetapan harga pokok produksi,
serta merumuskan alternatif metode penetapan harga pokok produksi bagi
perusahaan.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa PT. Inggu laut Abadi Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat hanya didasarkan pada biaya aktual yang dikeluarkan
perusahaan dalam periode berjalan (satu bulan), mulai dari kegiatan pembuatan
media ½ Murashige and Skoog (MS) sebagai bahan baku dalam kultur jaringan
sampai pemanenan bibit krisan yang sudah terbakar. Berdasarkan hasil
perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan adanya perbedaan harga pokok
antara metode perusahaan dengan perhitungan harga pokok metode full costing
35 �
maupun variable costing, baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga bahan
kimia makro dan mikro. Metode variable costing dapat menghemat sebesar Rp
62.297 per bibitnya, sedangkan metode full costing justru menghasilkan harga
pokok yang lebih besar dibanding metode perusahaan, yaitu sebesar Rp 10.878
per bibitnya. Metode penetapan yang tepat adalah metode variable costing karena
akan menyebabkan harga jual yang rendah pula sehingga diharapkan sesuai
dengan daya beli petani yang umumnya rendah.
Roslinawati (2007), dengan judul Analisi Penetapan Harga Pokok
Produksi Benih Padi Pada PT.Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa
Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode harga pokok produksi
yang diterapkan oleh PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi Subang, menetapkan
metode perhitungan harga pokok produksi benih padi yang tepat pada PT. sang
Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa perhitungan harga pokok produksi
dengan menggunakan metode full costing menghasilkan harga pokok produksi
yang berada dibawah harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga
pokok produksi dengan menggunkan metode variable costing, sehingga dianggap
paling tepat karena berada di tengah-tengah, artinya tidak terlalu tinggi dan juga
tidak terlalu rendah. Oleh karena itu metode yang dapat direkomendasikan kepada
perusahaan yaitu metode full costing.
36 �
2.11. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada penelitian mengenai penetapan harga pokok
produksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan. Di
awali dengan adanya tujuan sosial dari perusahaan yang ingin mempertahankan
harga jual bibit tanaman rambutan yang dapat dijangkau semua kalangan, dengan
keuntungan yang layak dan tidak merugikan perusahaan. Tetapi terdapat masalah
yang sangat berpengaruh yaitu tidak adanya metode harga pokok produksi bibit
tanaman rambutan yang tepat sehingga tidak ada acuan mengenai harga jual.
Semua biaya yang dikeluarkan tidak diperhitungkkan dengan baik dan untuk
harga jual hanya mengikuti harga jual pesaingnya. Sehingga diperlukan metode-
metode yang tepat untuk perhitungan biaya produksi. Permasalahan dapat
dianalisis dengan mengawali identifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan
biaya produksi, perlu diketahui sebelumnnya komponen-komponen yang
termasuk dalam biaya produksi.
Setelah melakukan identifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan
biaya produksi dan komponen-komponen biaya didalamnya, maka akan dicari
penetapan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing dan
variabel costing. Kemudian hasil analisis dengan kedua metode ini akan dipilih
yang paling tepat dengan memperoleh harga pokok produksi yang sesuai dan
dengan pertimbangan tidak akan merugiakan perusahaan, sehingga diharapkan
dapat sesuai dengan daya beli semua kalangan. Selanjutnya dapat ditetapkan harga
pokok produksi (HPP) yang tepat bagi perusahaan untuk kemudian digunakan
37 �
dalam acuan harga jual perbibit yang diproduksi. Untuk lebih jelasnya bagan
kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 4 sebagai berikut.
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional �
�
Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan
Identifikasi Kebijakan Perusahaan dalam Penetapan Biaya Produksi
Biaya Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya Overhead Pabrik (BOP)
Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi (HPP) dengan metode:
Metode Harga Pokok Produksi (HPP) yang Tepat
Full Costing Variable Costing
38 �
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan.
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), pemilihan ini
didasarkan atas dasar rekomendasi dari karyawan Kebun Bibit BBI Jakarta Barat,
dengan pertimbangan bahwa Kebun Bibit cabang Ragunan tepatnya di Jakarta
Selatan merupakan kebun dibawah Balai Benih Induk terbesar kedua setelah
cilangkap, dan di Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan merupakan penyedia bibit
rambutan yang masih memiliki sumber induk sendiri. Adapun waktu pengambilan
data ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2011.
3.2. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diambil dan dicatat pertama
kalinya (Marzuky, 1997:55). Data primer didapat melalui pengamatan langsung
dan wawancara langsung dengan pihak perusahaan, serta data-data atau dokumen-
dokumen perusahaan.
Sedangkan data sekunder yaitu data yang diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti (Marzuky, 1997:56). Data sekunder melangkapi
data primer dan diperoleh dari literatur-literatur berupa buku teks, skripsi, maupun
literatur lainnya yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
39 �
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi mengenai biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan
untuk memproduksi bibit tanaman rambutan, bahan-bahan apa saja yang
dibutuhakan dalam memproduksi bibit tanaman rambutan, peralatan apa
saja yang dibutuhkan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan, dan
gambaran umum tentang perusahaan.
2. Observasi
Observasi dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi serta
informasi-informasi lain yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Variabel-
variabel yang akan diamati adalah kegiatan atau aktivitas yang
berlangsung pada saat proses produksi.
3. Studi Pustaka
Studi pustaka yang dilakukan mengacu pada literatur-literatur yang
dianggap relevan dengan penelitain ini.
40 �
3.4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif dan analisis
data kualitatif.
3.4.1. Analisis Kualitatif
Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan hasil
yang didapat dari wawancara dan observasi.
3.4.2. Analisis Kuantitatif
Metode yang digunakan untuk menetapkan harga pokok produksi pada
penelitian ini adalah metode full costing, dan variable costing. Penggunaan kedua
metode ini bertujuan untuk membandingkan harga pokok produksi mana yang
akan memberikan harga pokok produksi per unit terendah. Pemilihan harga pokok
produksi ini didasarkan pada tujuan sosial pemilik, yaitu harga jual yang dapat
dijangkau semua kalangan. Metode yang menghasilkan harga pokok produksi per
unit dan sesuai dengan kondisi perusahaan akan dipilih sebagai metode harga
pokok produksi bagi perusahaan. Harga pokok produksi yang sesuai dengan
kondisi perusahaan dipilih dengan mempertimbangkan keuntungan bagi
perusahaan dan harga jual yang layak untuk konsumen. Sehingga diharapkan akan
menarik konsumen.
Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan
kalkulator dan program komputer Ms. Excel.
41 �
3.4.2.1.Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing
Metode Full Costing yaitu metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat
variable maupun tetap (Mulyadi, 2000:18).
Harga pokok produksi menurut metode Full Costing terdiri dari:
Biaya bahan baku Rp. XXX
Biaya tenaga kerja langsung Rp. XXX
Biaya overhead pabrik tetap Rp. XXX
Biaya overhead pabrik variabel Rp. XXX +
Harga pokok produksi Rp. XXX
Harga Pokok Produksi (Rp) Harga pokok produksi per unit =
Total Produksi (Unit)
3.4.2.2.Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Variable Costing
Metode variable costing yaitu metode penentuan harga pokok produksi
yang hanya membebankan biaya produksi yang berprilaku variabel saja kedalam
harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik variabel (Mulyadi, 2000:21). Biaya penuh
merupakan total biaya variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya
overhead pabrik variabel, biaya administrasi dan umum variabel, biaya pemasaran
variabel) ditambah dengan total biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya
administrasi dan umum tetap, biaya pemasaran tetap). Biaya overhead pabrik yang
42 �
diperhitungkan ke dalam harga pokok produksi yaitu biaya overhead pabrik
variabel yang sesungguhnya terjadi.
Harga pokok produksi menurut metode variabel costing terdiri dari:
Biaya bahan baku Rp. XXX
Biaya tenaga kerja langsung Rp. XXX
Biaya overhead pabrik variabel Rp. XXX +
Harga pokok produksi Rp. XXX
Harga Pokok Produksi (Rp) Harga pokok produksi per unit =
Total Produksi (Unit)
3.4.2.3. Perbandingan Metode Penetapan Harga Pokok Produksi
Berdasarkan hasil analisis harga pokok produksi untuk setiap metode yang
digunakan, akan dibandingkan besarnya selisih harga pokok produksi yang timbul
dan metode mana yang tidak merugikan perusahaan. Hasil analisis perbandingan
perhitungan tersebut akan digunakan dalam penetapan harga pokok produksi yang
tepat bagi perusahaan. Metode yang menghasilkan harga pokok produksi per unit
terendah dengan biaya produksi yang paling minimum dan tidak merugikan
perusahaan dalam penggunaannya akan direkomendasikan untuk digunakan
perusahaan sebagai alat penetapan harga pokok produksinya.
43 �
3.5. Definisi Operasional
1. Biaya bahan baku merupakan biaya yang digunakan untuk menghasilkan
bibit seperti benih rambutan, sekam kering, pupuk kandang, polybag,
plastik pengikat, pucuk entris, athonik, dhitane M-45, gandasil D, dan
gandasil B dimasukkan ke dalam biaya bahan baku, sesuai dengan sistem
produksi perusahaan yang berproduksi dengan metode proses.
2. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting,
betapapun tingginya teknologi dan modernnya peralatan produksi yang
dimiliki, kegiatan produksi tidak akan dapat berjalan bila tidak ditunjang
oleh tenaga kerja yang memadai. Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau
mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga
kerja langsung adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga
kerja manusia tersebut. Yang termasuk biaya tenaga kerja langsung yaitu
gaji karyawan bagian kebun yang dipekerjakan untuk memproses bahan
menjadi barang jadi.
3. Biaya overhead pabrik (BOP) atau dikenal dengan biaya produksi tidak
langsung. Yang termasuk Biaya overhead pabrik yaitu biaya penyusutan
peralatan, biaya listrik, dan telepon.
4. Total produksi didasarkan pada total produksi normal pada Kebun Bibit
Ragunan yaitu sebesar 2000 bibit per produksi.
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1. Profil Perusahaan
UPT Balai Benih Induk Kelautan dan Pertanian merupakan instansi Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kehutanan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta
yang memiliki areal lahan seluas 1.064.795 m2. Berdiri sejak tanggal 20 Agustus
2002 yang diresmikan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Sebelumnya bernama
Balai Benih Induk Tanaman Pangan Hortikultura yang berdiri sejak tanggal 14
Februari 1977. Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor:
113 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPT di lingkup
Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta. Balai Benih Induk
Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas melaksanakan
usaha-usaha untuk mendapatkan bibit/benih unggul tanaman pangan, hortikultura
dan kehutanan yang akan disebarluaskan kepada masyarakat dengan menerapkan
peningkatan teknologi.
4.2. Visi dan Misi UPT Balai Benih Induk
Visi UPT Balai Benih Induk adalah " Unggul dan terdepan sebagai
penyedia benih/bibit unggul dan bermutu serta kawasan wisata agro terkemuka di
Indonesia"
UPT Balai Benih Induk mempunyai misi sebagai berikut :
1. Menyusun program dan rencana kegiatan operasional
2. Produksi benih/bibit unggul dan bermutu
45
�
3. Penerapan dan peningkatan teknologi pertanian dan kehutanan di
Kebun-kebun
4. Pengujian adaptasi teknologi budidaya, pengelolaan benih dan
perlakuan pasca panen produksi benih/bibit
5. Pengadaan pohon induk sebagai bahan baku maupun untuk koleksi
6. Penyediaan sarana studi, latihan dan penyuluhan bagi masyarakat
7. Penyediaan sarana informasi dan pelayanan benih/bibit kepada
masyarakat
8. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan
4.3. Sejarah Organisasi Dinas Pertanian DKI Jakarta
Dinas pertanian DKI Jakarta berada di bawah tanggung jawab gubernur
DKI Jakarta. Didirikan atas dasar Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor
1b.12/1/1968 tanggal 8 Januari 1968. Kemudian disempurnakan dengan Surat
Keputusan Gubernur KDH DKI Jakarta nomor B.VII/5456/A/I/1974 tanggal 16
November 1974 dan Perda DKI Jakarta nomor 5 tahun 1981, yang bertujuan
meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat bidang pertanian di wilayah DKI
Jakarta.
46
�
Berdasarkan Perda DKI Jakarta nomor 5 tahun 1981, maka kedudukan,
tugas dan fungsi Dinas Pertanian sebagai berikut:
1. Dinas Pertanian adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang
pertanian.
2. Dinas Pertanian dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah
tanggung jawab Gubernur DKI Jakarta.
3. Dinas Pertanian dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Dinas
Koordinatif Administratif Sekretaris Wilayah.
4. Tugas popok Dinas Pertanian adalah memberi bimbingan, penyuluhan dan
pembinaan dalam rangka usaha pertanian produktif.
4.4. Sejarah Kebun Bibit Ragunan Jakarta
Kebun Bibit Ragunan Jakarta merupakan salah satu kebun yang dimiliki
Balai Benih Induk Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta yang bertanggung
jawab kepada Gubernur DKI Jakarta. Pada saat berdirinya Dinas Pertanian DKI
Jakarta pada tahun 1975, didirikan pula Pusat Pengembangan Unit Hortikultura
(P3UH) yang merupakan cikal bakal Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BBITPH) atau sekarang lebih dikenal dengan nama Balai benih
Induk Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta, yang juga mendirikan kebun-
kebun dinas, salah satunya adalah kebun Bibit Ragunan Jakarta.
P3UH mengembangkan kegiatan percontohan bagi masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.5 tahun 1981 yang
dituangkan dalam surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Ibukota Jakarta
47
�
No.631/1983, P3UH diganti Pusat Pengembangan Pertanian (PusP2) memiliki
fungsi dalam penyediaan bibit, pengembangan teknologi pembibitan, pascapanen
dan pelaksanaan kegiatan percontohan.
Berdasarkan dikeluarkan Surat Keputusan Direktorat jendral pertanian
Tanaman Pangan No.I.45.82.C tentang Balai Benih Induk Padi, Palawija dan
hortikultura, maka PusP2 diubah menjadi Balai Benih Induk Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BBITPH), ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.281/1977, yang mengacu pada peraturan
Daerah No.7 Tahun 1995 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian DKI
Jakarta. Pada saat ini lebih dikenal Balai Benih Induk (BBI) Dinas Pertanian dan
Kehutanan DKI Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta No. 113 tahun 2002, Balai Benih Induk (BBI) Dinas
Pertanian Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta memiliki instalasi Balai Benih
Induk, yaitu kebun-kebun Dinas salah satunya adalah kebun bibit Ragunan Jakarta
yang merupakan pendukung pelaksanaan tugas-tugas Balai Benih Induk Pertanian
dan Kehutanan Jakarta dan sebagai kebun percontohan yang akan menghasilkan
benih dan bibit tanaman buah yang terjamin mutunya dan memperoleh sertifikasi.
4.4.1. Tugas dan Fungsi Kebun Bibit UPT BBI Ragunan DKI Jakarta
Berdasarkan tujuan dibentuknya, Kebun Bibit UPT BBI Ragunan DKI
Jakarta mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan usaha-usaha untuk mendapatkan benih/bibit
tanaman pangan dan hortikultura yang unggul dan bermutu untuk
disebarkan kepada masyarakat.
48
�
b. Melaksanakan pengujian kultur teknis, pemuliaan, pengelolaan benih,
maupun perlakuan pasca panen.
c. Memproduksi benih/bibit unggul yang akan disebarkan.
d. Menyelenggarakan pengadaan pohon induk sebagai koleksi pertanian
jenis-jenis tanaman langka maupun sebagai sumber bahan pembiakan.
e. Penyadiaan sarana tempat informasi dan pengamatan teknologi di
bidang pertanian.
4.4.2. Keadaan Umum Lokasi Kebun Bibit BBI Ragunan
Kebun bibit pusat pengembangan pertanian DKI berlokasi di wilayah
Kelurahan Raguanan, kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan, tepatnya berada
di jalan Harsono R.M. No.1. Topografi kebun bibit tersebut datar, ketinggian
tempat antara 22-28 meter di atas permukaan laut (dpl), dengan jenis tanah latosol
merah. Luas areal 8,57 ha dan luas laboratorium ± 150 m2. Luas Instalasi BBI
TPH 147.635 m2. Berada pada 06o14’ LS dan 106 o 43’BT. Keadaan topografi
datar, dengan ketinggian tempat 22 - 28 m dpl. Jenis tanahnya adalah Latosol
merah dengan pH 6,5. Lama penyinaran harian matahari 60,3%.Suhu udara rata-
rata bulanan 23,7o C .Curah hujan 2354,4 mm per tahun. Kelembaban rata-rata
harian sebesar 84%.
49
�
4.5. Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor : 113 Tahun 2002 Pasal 5 Susunan Organisasi Balai Benih Induk Pertanian
dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta, terdiri dari:
4.5.1. Kepala Balai Benih Induk mempunyai tugas :
a. Memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4 yaitu: melaksanakan usaha-usaha untuk mendapatkan benih atau bibit
unggul tanaman pangan, hortikultura dan kehutanan yang akan disebarluaskan
kepada masyarakat dengan menerapkan peningkatan teknologi.
b. Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan Sub bagian, seksi dan
Sub kelompok Jabatan fungsional.
4.5.2. Sub bagian Tata Usaha
Sub bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Sub bagian yang
dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Balai. Tugas
pokoknya adalah sebagai berikut:
a. Menghimpun, meneliti, mengelola dan menyusun program dan rencana
kegiatan operasional.
b. Mengelola surat-menyurat, pengetikan, pegadaan serta pendistribusian.
c. Melaksanakan urusan perlengkapan dan ke rumah tanggaan.
d. Melakukan urusan kepegawaian.
e. Melaksanakan urusan keamanan, ketertiban dan kebersihan kantor.
f. Mengkoordinasikan penyajian data informasi kegiatan balai.
g. Mengkoordinasikan evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan operasional.
50
�
4.5.3. Seksi Produksi Benih Mempunyai Tugas :
Seksi produksi benih dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam
melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Balai. Tugas pokoknya
adalah sebagai berikut
a. Melaksanakan produksi benih/bibit unggul dan bermutu tanaman pangan,
hortikultura da kehutanan.
b. Melaksanakan penyediaan dan pemeliharaan pohon induk.
c. Melaksanakan pengelolaan, dan pemeliharaan bibit tanaman pangan,
hortilkultura dan kehutanan.
d. Mengoperasikan sarana dan prasarana kebun-kebun bibit untuk memproduksi
benih/bibit.
e. Melakukan stock opname dan menyusun laporan persediaan benih/bibit di
kebun-kebun bibit.
f. Melaksanakan bimbingan teknis pengelolaan dan produksi bibit kepada kebun-
kebun bibit.
g. Melaksanakan pelayanan data dan informasi, studi lapangan yang berkaitan
dengan produksi benih/bibit.
h. Melaksanakan pelayanan benih/bibit kepada masyarakat.
i. Melakukan koordinasi dengan instalasi terkait dalam upaya pengembangan
produksi benih/bibit unggul dan bermutu tanaman pangan, hortikultura dan
kehutanan.
j. Melaksanakan evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan operasional.
51
�
4.5.4. Seksi Pengembangan Teknologi Mempunyai Tugas :
Seksi pengembangan teknologi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Balai, tugas
pokoknya meliputi:
a. Melakukan pengujian, adaptasi dan penerapan peningkatan teknologi
perbenihan.
b. Melakukan pengujian terhadap mutu benih dan perlakuan-perlakuan pasca
produksi terhadap benih/bibit tanaman.
c. Menyelenggarakan operasional sarana dan prasarana laboratorium benih.
d. Melakukan pelayanan data dan informasi di bidang pengembangan teknologi
perbenihan.
e. Melakukan hubungan kerjasama dan jasa teknologi perbenihan dengan instansi
pemerintah/swasta dan masyarakat.
f. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan.
4.5.5. Sub Kelompok Jabatan Fungsional Mempunyai Tugas :
Sub kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan
dalam menunjang tugas dan fungsi Balai Benih Induk Pertanian dan Kehutanan
sesuai dengan keahlian masing-masing. Sub kelompok jabatan fungsional
dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior sebagi ketua sub kelompok,
melaksanakan tugasnya secara operasional bertanggung jawab kepada Kepala
Balai dan secara teknis administratif kepada Ketua Kelompok Jabatan Fungsional
Dinas Pertanian dan Kehutanan.
52
�
Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan, sifat, jenis
dan beban kerja. Pembinaan terhadap tenaga fungsional dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.6. Proses Produksi Bibit Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan
Kegiatan produksi merupakan proses penciptaan barang atau jasa melalui
perubahan input menjadi output. Produksi juga merupakan pusat pelaksanaan
kegiatan kongkrit mengadakan barang dan jasa.
Proses produksi bibit tanaman rambutan rapiah di BBI Ragunan sudah
dilakukan sejak tahun 1975 yang meliputi beberapa tahap yaitu:
Tahap 1 Penyemaian Benih
Penyemaian dilakukan dalam beberapa tahap mulai dari penyiapan biji,
dan persiapan media semai. Pada setiap tahapan harus dilakukan dengan baik agar
semaian berhasil.
a. Penyiapan Benih
Produksi bibit tanaman rambutan rapiah diawali dengan penyemaian biji
rambutan. Biji yang digunakan untuk persemaian bisa berasal dari varietas
sinyonya yang sudah resmi teruji memiliki tingkat keberhasilan 90% untuk
menjadi batang bawah yang baik. Sebelum digunakan untuk penyemaian biji
dikupas dan dijemur hingga kering dan bewarna kehitaman, kemudian disimpan
jauh dari sinar matahari sekitar 10 hari, penjemuran dilakukan agar kambium
(lendir) mengering dan steril dari cendawan. Selain melakukan penjemuran biji
53
�
yang ingin disemai setelah tahap penyeleksian dapat dicampur furadan agar tidak
kena hama dan berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan.
b. Persiapan Media Penyemaian
Biji-biji yang sudah kering siap untuk disemai dalam wadah polybag
ukuran 30cm, dengan media tanam campuran tanah, sekam kering dan pupuk
kandang dengan perbandinan 1:1:1.
Biji disebar dalam media tanam lalu ditutup dengan media tanam lagi tapi
jangan terlalu tebal. Kemudian persemaian disiram dan diletakkan di tempat
teduh. Kelembaban persemaian perlu dijaga dengan penyiraman setiap hari bila
tidak turun hujan, sehingga hasil semaian tumbuh dengan baik.
Tahap 2 Pengantongan
Pada umur 3 minggu, yaitu pada saat bibit setinggi 10 cm dari permukaan
tanah, bibit sudah dapat dipindahkan ke polybag ukuran 20 x 10 cm, dengan
media tanah, sekam kering, dan pupuk kandang 1:1:1. Pada proses pengantongan
media harus dipadatkan untuk menjaga agar bibit tidak roboh saat disiram dan
terkena angin. Selain itu pemadatan media berfungsi agar tidak mengalami
penurunan media akibat penyiraman. Dengan demikian media tidak perlu ada
penambahan media.
Tahap 3 Cara Perbanyakan
Cara perbanyakan bibit tanaman rambutan di Kebun Bibit Ragunan dibagi
menjadi dua cara yaitu okulasi dan penyusuan. Dengan entris dari pohon induk
yang sudah disertifikasi sebelumnya, sehingga bibit yang dihasilkan lebih baik
dari bibit yang sumber entrisnya dari pohon induk yang belum tersertifikasi.
54
�
c. Okulasi
Okulasi merupakan cara perbanyakan rambutan yang paling banyak
digunakan di Kebun Bibit Ragunan. Jika dibandingkan dengan penyusuan, karena
tanaman hasil okulasi lebih baik mutunya selain menghasilkan perakaran yang
kuat dan ketahanan terhadap hama dan penyakit dalam tanah, selain itu ditinjau
dari segi minat beli konsumen lebih banyak mencari hasil okulasian.
Bila bibit hasil semaian telah berumur 6 bulan maka sudah siap untuk
diokulasi. Bibit tanaman yang siap diokulasi sebaiknya memiliki syarat seperti,
seedling dalam keadaan sehat, subur, bebas penyakit, berusia 6 bulan, dan
berdiameter ± 1 cm.
Selama masa okulasi tanaman harus diberi perawatan sperti, pemupukan,
pencegahan cendawan, pendangiran rumput liar, sinar matahari 60%, setelah
berumur 2 bulan kebutuhan sinar matahari menjadi 100%.
d. Penyusuan
Sistem Penyusuan di Kebun Bibit Ragunan menggunakan metode
sambung pelana, tapi hanya untuk tanaman tertentu seperti kelengkeng dan
rambutan.
Kebun Bibit Ragunan lebih memilih perbanyakan rambutan secara
penyusuan dibanding dengan cangkok, dengan penyusuan tingkat keberhasilan
cukup tinggi dan hasil buah lebih bagus, selain itu yang membuat penyusuan
digunakan di BBI yaitu karena dengan penyusuan tingkat stres lebih rendah dan
umur jual lebih cepat
55
�
Tahap 4 Pemeliharaan Bibit
Pemeliharan bibit rambutan di Kebun Bibit Ragunan tidak terlalu sulit.
Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan/pendangiran, penyulaman,
pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit, pemangkasan, dan
penggantian polybag.
Proses produksi bibit tanaman rambutan pada BBI Ragunan secara jelas
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5: Proses Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Penyemaian Biji
Penyiapan Biji
Persiapan Media Semai
Pengantongan Perbanyakan
Okulasi Susuan
Pemeliharaan
Pendangiran
Pemangkasan Penggantian Polybag
Penyiraman Penyulaman
Pemupukan
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis penetapan harga pokok produksi bibit tanaman rambutan adalah
suatu analisis yang didasarkan pada harga-harga riil dari apa yang sebenarnya
terjadi di Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan. Hal yang akan dianalisis adalah
biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan. Selain itu,
analisis penetapan harga pokok produksi juga akan memberikan acuan untuk
penentuan harga jual bibit tanaman rambutan di Kebun Bibit Ragunan.
5.1. Biaya-biaya yang Dikeluarkan dalam Produksi
Perhitungan harga pokok produksi bibit tanaman rambutan pada Kebun
Bibit Ragunan diklasifikasikan dalam biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Adapun faktor-faktor yang terlibat dalam biaya langsung ialah bahan baku dan
tenaga kerja langsung sedangkan biaya tidak langsung meliputi biaya alat, biaya
penyusutan (mesin, dan bangunan), biaya listrik, biaya telepon, dll.
5.1.1. Penggunaan Biaya Langsung
Perhitungan biaya langsung dapat dengan mudah ditelusuri secara
langsung ke tempat penampungan biaya atau objek biaya yang direlevansikan
dengan kebutuhan produksi. adapun yang tergolong biaya langsung dalam
produksi bibit tanaman rambutan meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung.
57 �
5.1.1.1. Biaya Bahan Baku
Secara umum bahan-bahan untuk produksi Bibit Tanaman Rambutan
bukan suatu hal yang bersifat rahasia. Hampir semua perusahaan bibit
menggunakan bahan yang sama. Hanya saja, ada rahasia tersendiri pada Kebun
Bibit Ragunan Jakarta Selatan yang menggunakan pucuk entries sebagai batang
atas yang sudah tersertifikasi.
Bahan baku dalam produksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit
Ragunan terinci pada Tabel 3.
Tabel 3. Bahan Baku Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan
No Bahan Baku Kebutuhan 1 Benih Rambutan 3.000 Benih 2 Sekam Kering 8.000 kg 3 Pupuk Kandang 8.000 kg 4 Polybag 3.000 pcs 5 Plastik Pengikat 200 pcs 6 Pucuk Entris 240 cc 7 Athonik 480 g 8 Dhitane M-45 120 g 9 Gandasil D 120 g 10 Gandasil B 3.000 g
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan
pada Kebun Bibit Ragunan terdiri dari benih rambutan, sekam kering, pupuk
kandang, polybag, plastik pengikat, athonik, dhitane M-45, gandasil D, gandasil
B, dan pucuk entries tetapi untuk pucuk entries tidak mengeluarkan biaya karena
pucuk entries berasal dari pohon induk yang dimiliki sendiri. Biaya bahan baku
yang dikeluarkan untuk memperoduksi 2.000 bibit diperlukan benih rambutan
sebanyak 3.000 dengan 75% tingkat keberhasilan dengan harga Rp. 1.33/biji.
Setiap per polybag bibit tanaman rambutan membutuhkan media yang terdiri dari
58 �
campuran 2kg sekam kering dengan harga Rp. 5.000/karung dengan isi
30kg/karung dan 2kg pupuk kandang dengan harga Rp. 6.000/karung dengan isi
25kg/karung. Untuk memproduksi 2.000 bibit diperlukan 8.000kg sekam kering
dengan harga Rp. 167/kg, dan untuk pupuk kandang dibutuhkan 8.000kg dengan
harga Rp. 240/kg. Selain itu diperlukan athonik 240cc, dhitane M-45 480g,
gandasil D 120g, dan gandasil B 120g. Bahan-bahan tersebut digunakan sebagai
bahan tambahan agar hasil bibit lebih berkualitas di Kebun Bibit Ragunan.
Kebutuhan bahan baku dan besaran biaya yang dikeluarkan Kebun Bibit
Ragunan selama tahun 2010 dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 4 dibawah
ini:
Tabel 4. Biaya Bahan Baku Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010
No Komponen Kebutuhan Satuan Isi per
kemasan
Harga Satuan (Rp)
Total Kebutuhan
(Rp) 1 Benih Rambutan 3.000 Benih 1200 biji 1,33 4.000 2 Sekam Kering 8.000 kg 30kg 167 1.333.333 3 Pupuk Kandang 8.000 kg 25kg 240 1.920.000 4 Polybag 3.000 pcs 70 pcs 214 642.857 5 Plastik Pengikat 200 Pcs 50 pcs 100 20.000 7 Athonik 240 cc 250 cc 96 23.040 8 Dhitane M-45 480 g 2000 g 27 12.960 9 Gandasil D 120 g 450 g 36 4.267 10 Gandasil B 120 g 450 g 36 4.267
Total 3.964.724Sumber: Data Primer diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 4, biaya yang dikeluarkan untuk
biaya bahan baku dalam proses produksi bibit rambutan sebanyak 2.000 bibit
adalah sebesar Rp. 3.964.724,- dengan pemakaian benih rambutan sebanyak 3.000
dengan 75% tingkat keberhasilan. Pada produksi bibit tanaman rambutan
59 �
membutuhkan media tanam tiap per polybag sebanyak 4kg dengan rincian 2kg
sekam kering dan 2kg pupuk kandang, sehingga dibutuhkan 267 karung dengan
berisi 8.000kg sekam kering dan 320 karung pupuk kandang yang berisi 8.000kg.
Untuk produksi 2000 bibit memerlukan penggunaan polybag 2.000pcs, tapi
karena memperhitungkan tingkat keberhasilan 75% maka benih yang dibutuhkan
sebanyak 3.000 dengan penggunaan polybag 3.000pcs.
Selama produksi pada periode tahun 2010 penggunaan tiap bahan yang
berbeda waktunya. Pada bulan pertama saat ukuran bibit 10cm bahan
penyemprotan yang diperlukan adalah Gandasil D sebanyak 1g per liter air, dan
Dhitane M-45 sebanyak 2g per liter air. Saat bibit berukuran 30cm pada bulan ke
tiga diperlukan Athonik sebanyak 2cc per liter air, Gandasil B sebanyak 2cc per
liter air, dan Dhitane M-45 sebanyak 2g per liter air. Pengeluaran biaya tambahan
terbesar terdapat pada bahan Athonik sebesar Rp. 23.040,-. Sehingga total biaya
bahan baku untuk memproduksi bibit tanaman rambutan adalah sebesar
Rp. 3.964.724,-. Secara terperinci biaya bahan baku dapat dilihat pada
Lampiran 2.
5.1.1.2.Tenaga Kerja Langsung
Perhitungan biaya tenaga kerja diperoleh dari biaya yang dikeluarkan oleh
Kebun Bibit Ragunan untuk tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan
proses produksi. Kebun Bibit Ragunan membutuhkan tenaga kerja sebanyak enam
orang dengan masing-masing tugas.
Tenaga Kerja yang dibutuhkan dalam produksi bibit tanaman rambutan
pada Kebun Bibit Ragunan terinci pada Tabel 5.
60 �
Tabel 5. Tenaga Kerja dalam Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan pada Kebun Bibit Ragunan
No Pekerjaan Kebutuhan 1 Penyemaian 1 Orang 2 Pengantongan 3 Orang 3 Perbanyakan 1 Orang 4 Pemeliharaan 1 Orang
Tenaga Kerja yang bertugas dalam penyemaian biji berjumlah satu orang
dengan tugas membuat media tanam dengan perbandingan 1:1:1 berupa campuran
tanah, sekam kering dan pupuk kandang dan ditanami biji rambutan, yang disemai
pada bak semai sebanyak 10 bak semai, sehingga satu bak semai berisi 300 benih
yang akan disemi. Waktu yang dibutuhkan dalam proses ini hanya satu hari.
Tugas dalam bagian pengantongan adalah memindahkan bibit semai yang
berumur 10 hari kedalam polybag berukuran 20cm x 10cm, dengan media yang
sama pada proses penyemaian. Dalam proses ini dibutuhkan lebih banyak pekerja
dibanding proses penyemaian yaitu sebanyak tiga pekerja dengan jumlah hari
kerjs selama tujuh hari, sehingga setiap orang harus menyelesaikan pengantongan
sebanyak 143 seedling.
Untuk proses perbanyakan dibutuhkan keahlian dan pengetahuan lebih
dalam sistem perbanyakan sehingga Kebun Bibit Ragunan Jakarta sampai saat ini
hanya memiliki satu orang yang bertugas dalam proses perbanyakan. Kebun Bibit
Ragunan Jakarta melakukan proses perbanyakan untuk bibit tanaman rambutan
dengan cara okulasi dengan kurun waktu 20 hari sehingga setiap harinya harus
menyelesaikan sebanyak 150 okulasi. .
Pada bagian pemeliharan diperlukan 1 orang yang setiap harinya
menyirami, menyemprotkan peptisida dan memberikan nutrisi pada calon bibit.
61 �
Pemeliharaan ini dilakukan dari mulai hasil penyemaian hingga sampai menjadi
bibit yang siap jual. Kebutuhan tenaga kerja dan besaran biaya yang dikeluarkan
Kebun Bibit Ragunan selama tahun 2010 dapat dilihat secara terperinci pada
Tabel 6 dibawah ini:
Tabel 6. Biaya Tenaga Kerja Langsung Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010
No Tenaga Kerja Kebutuhan Jumlah Hari
Kerja / Produksi
Upah Harian
(Rp/Orang)
Biaya/Produksi (Rp)
1. Penyemaian Biji 1 1 35.000 35.000 2 Pengantongan 3 7 35.000 735.000 3. Perbanyakan 1 20 35.000 700.000 4. Pemeliharaan 1 216 35.000 7.560.000
Total Biaya 9.030.000Sumber: Data primer diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 6, konsumsi biaya tenaga kerja
langsung selama tahun 2010 mencapai Rp. 9.030.000,- dengan hari kerja
berjumlah 216 hari kerja selama satu kali produksi selama sembilan bulan dan
hari libur kerja satu hari. Kebutuhan tenaga kerja terbanyak pada kegiatan
pengantonga, dikarenakan jenis kegiatan produksi pengantongan harus
terselesaikan dengan cepat dan untuk pemeliharaan dilakukan lebih banyak
waktunya.
5.1.2. Penggunaan Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung atau dikenal dengan istilah biaya overhead pabrik
adalah biaya-biaya yang timbul dalam proses pengolahan, yang tidak dapat
digolongkan dalam biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung (Sugiri,
2002:265).
62 �
Biaya overhead pabrik disebut juga biaya produk tidak langsung, yaitu
kumpulan dari semua biaya untuk membuat suatu produk selain biaya bahan baku
langsung dan tidak langsung.
Overhead pabrik pada umumnya didefinisikan sebagai bahan tidak
langsung, pekerja tidak langsung, dan bahan pabrik lainnya yang tidak secara
mudah diidentifikasikan atau dibebankan langsung ke pekerjaan produk atau
tujuan akhir biaya.
Berikut akan disajikan penelusuran konsumsi biaya tidak langsung (BOP)
pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan periode tahun 2010.
5.1.2.1. Biaya Peralatan Produksi
�Peralatan yang digunakan Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dalam
memproduksi bibit tanaman rambutan sama seperti yang digunakan perusahaan
bibit lain mulai dari alat seperti cangkul, Hand Sprayer dll. Alat-alat tersebut
memiliki fungsi masing-masing yang digunakan tenaga kerja pada perusahaan
tersebut.
Alat-alat produksi yang digunakan dalam memproduksi bibit tanaman
rambutan pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan tersebut terinci pada Tabel 7.
Tabel 7. Alat Produksi 2.000 Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan
No Alat Produksi Jumlah (Unit) 1 Cangkul 2 2 Selang Air 1 3 Pisau Okulasi 2 4 Bak Semai 10 5 Hand Sprayer 2 6 Pompa Jet Pump 1
63 �
Alat-alat produksi yang digunakan dalam memproduksi bibit tanaman
rambutan memiliki umur ekonomis yang berbeda untuk alat-alat seperti cangkul,
selang air, pisau okulasi dan gunting pangkas dalam perhitungannya hanya
menghitung biaya pengggunaannya saja tidak menghitung biaya penyusutan.
Berbeda dengan alat lainnya yang digunakan untuk memproduksi bibit
tanaman rambutan tersebut dihitung nilai penyusutannya, perhitungan biaya alat
produksi terinci pada Tabel 8 dan Tabel 9.
Tabel 8. Biaya Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010
No Jenis Biaya Jumlah (Unit)
Harga Persatuan
(Rp)
Harga Perolehan
(Rp)
Total Biaya Pemakaian/
produksi (Rp)
1. Cangkul 2 30.000 60000 1.905 2. Selang Air 1 400.000 400000 342.857 3. Pisau Okulasi 2 75.000 150000 11.9054. Bak semai 10 10.000 100000 3.968
Total Biaya 360.635Sumber: Data primer diolah (2011)
Perhitungan untuk pengguanaan alat didapat dari biaya penggunaan alat
produksi perhari dengan jumlah pemakaian selama produksi. Untuk cangkul
dipergunakan selama proses pembuatan media baik media semai maupun
seedling. Selang air dipergunakan selama proses produksi yaitu 216 hari mulai
saat penyemaian hingga tahap akhir yaitu pemeliharaan.
Pada proses perbanyakan untuk mengambil pucuk entries dan media
tempel menggunakan pisau okulasi yang steril tidak digunakan untuk memotong
benda lain selain media tempel pucuk entries. Bak semai digunakan saat
penyemaian, dengan penggunaan selama 10 hari dengan jumlah kapasitas per bak
semai sebanyak 300 benih, dengan media yang terdiri dari tanah, pupuk kandang
64 �
dan sekam. Maka dari hasil perhitungan biaya penggunaan alat produksi didapat
sebasar Rp. 360.635,-.
Tabel 9. Biaya Penyusutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010.
No Jenis Biaya Jumlah (Unit)
Total (Rp) Umur
Ekonomis (Tahun)
Penyusutan/Thn (Rp)
1. Hand Sprayer 2 560.000 5 100.800 2. Pompa Jet Pump 1 1.800.000 10 162.000
Total Biaya 262.800Sumber: Data primer diolah (2011)
Perhitungan biaya penyusutan dalam penelitian ini menggunakan metode
garis lurus yang mana besaran biaya penyusutan diperoleh dari harga perolehan
dikurangi nilai sisa kemudian dibagi dengan umur ekonomis barang. Biaya yang
dikeluarkan dalam membuat bangunan dan pembelian peralatan produksi
tergolong besar setelah biaya tenaga kerja. Nilai sisa diasumsikan 10% dari harga
perolehan pada alat yang mempunyai nilai sisa, sedangkan untuk umur ekonomis
didapat dari hasil wawancara dengan pelaksana produksi bibit di Kebun Bibit
Ragunan Jakarta selatan.
Umur ekonomis untuk peralatan berbeda-beda seperti umur ekonomis hand
sprayer 5 tahun, dan pompa jet pump 10 tahun. Sehingga didapat total biaya
penyusutan peralatan adalah sebesar Rp. 262.800,-. Untuk mengetahui lebih jelas
lagi mengenai perhitungan biaya peralatan produksi dan penyusutan peralatan
produksi terinci pada Lampiran 3.
65 �
5.1.2.2. Biaya Penyusutan Bangunan
Adapun bangunan yang disusutkan serta besaran biaya yang dikeluarkan
untuk produksi bibit tanaman rambutan pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta
Selatan tahun 2010 disajikan pada Tabel 10 di bawah ini:
Tabel 10. Biaya Penyusutan Bangunan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Selama Tahun 2010
No Jenis Biaya Jumlah (unit)
Harga Perolehan
(Rp)
Nilai Sisa (Rp)
Penyusutan/Thn (Rp)
1. Gudang Peralatan 1 65.000.000 6.500.000 2.925.000 3. Bedengan 250 1.250.000 - 125.000
Total Biaya 3.050.000Sumber: Data Primer diolah (2011)
Biaya penyusutan bangunan produksi yang dikeluarkan Kebun Bibit
Ragunan selama tahun 2010 adalah sebesar Rp. 3.050.000,-. Angka tersebut
didapat dari penjumlahan penyusutan gudang peralatan, dan bedengan.
Penyusutan diperoleh dari harga perolehan dikurangi nilai sisa yang kemudian
dibagi umur ekonomis. Umur ekonomis tiap bangunan berbeda-beda, untuk
gudang peralatan memiliki umur ekonomis 20 tahun, dan bedengan 10 tahun.
Nilai sisa pada perhitungan ini didperoleh dari 10% harga perolehan. Perhitungan
biaya penyusutan bangunan produksi lebih terperinci dapat dilihat pada
Lampiran 4.
5.1.2.3. Biaya Lainnya
Biaya lain pada Kebun Bibit Ragunan dalam memproduksi bibit tanaman
rambutan terdiri dari biaya listrik, dan telepon. Dalam satu bulan hanya mencapai
Rp. 180.000,-, dan didapat tiap kali produksi sebesar Rp. 1.620.000,- per
66 �
produksi. Biaya tersebut terdapat pada penggunaan listrik dan telepon. Uraian
tersebut disajikan pada Tabel 11:
Tabel 11. Biaya Lain Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Tahun 2010
No Jenis Overhead Biaya (Rp/Bulan) Biaya/produksi (Rp)
1. Listrik 90.000 810.000 2. Telepon 90.000 810.000
Total Biaya 1.620.000Sumber: Data Primer diolah (2011)
Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat diketahui, bahwa pengeluaran untuk
biaya overhead lainnya pada listrik sebesar Rp. 90.000,-/bulan. Energi listrik ini
hanya digunakan untuk menyiram bibit tanaman dan untuk kebutuhan pekerja.
Pengeluaran untuk biaya telepon sebesar Rp. 90.000,-/bulan. Sehingga didapat
setiap kali produksi tiap sembilan bulan biaya yang dikeluarkan untuk listrik,
telepon, dan sewa lahan adalah sebesar Rp.1.620.000,-
5.2. Produksi dan Pendapatan
Dalam satu kali produksi selama kurun waktu sembilan bulan Kebun Bibit
Ragunan mampu menghasilkan 2.000 bibit tanaman rambutan siap jual pada
tahun 2010. Bibit-bibit rambutan tersebut dijual langsung ditempat memproduksi,
konsumen yang mencari langsung Kebun Bibit Ragunan.
Selama ini hasil produksi bibit rambutan tersebut dijual dengan harga
Rp. 20.000,- per bibit. Bibit-bibit tersebut habis terjual dengan harga yang telah
ditentukan pihak Kebun Bibit Ragunan, dengan penggunaan enam orang tenaga
kerja untuk memproduksi bibit rambutan rapiah. Para pekerja diberikan upah
Rp. 35.000/hari kerja. Jika dengan harga jual yang selama ini ditetapkan Kebun
67 �
Bibit Ragunan dengan metode harga pokok produksi sebesar Rp. 18.288.159,-
diperoleh pendapatan sebesar Rp. 21.711.841,-. Berikut Tabel 12 yang berisi
rincian jumlah yang dihasilkan dan pendapatan penjualan dalam satu kali produksi
selama sembilan bulan:
Tabel 12.Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan
No Uraian Jumlah Satuan 1 Produksi 2.000 Bibit 2 Harga Jual 20.000 Rupiah 3 Penerimaan 40.000.000 Rupiah 4 Biaya Produksi 18.288.159 Rupiah 5 Pendapatan 21.711.841 Rupiah
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan data pada Tabel 12, produksi yang dihasilkan Kebun Bibit
Ragunan mencapai 2.000 bibit selama satu kali produksi. Total biaya produksi
yang dikeluarkan oleh Kebun Bibit Ragunan pada tahun 2010 adalah
Rp. 18.288.159,-. Sehingga pendapatan yang diperoleh Kebun Bibit Ragunan dari
hasil produksi 2.000 bibit pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 40.000.000,-
dikurangi biaya produksi sebesar Rp. 18.288.159,- menjadi Rp.21.711.841,-.
5.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan dengan Metode Full Costing
Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing dihasilkan
dari pengakumulasian seluruh pengeluaran biaya. Biaya-biaya yang dimasukkan
dalam perhitungan HPP dengan pendekatan Full Costing dengan penjumlahan
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Didapat harga
pokok produksi Rp. 18.288.159,-. Berikut rincian perhitungan harga pokok
produksi selama periode tahun 2010 pada Tabel 13:
68 �
Tabel 13. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Pendekatan Full CostingTahun 2010
Biaya Produksi Kuantitas Harga
Satuan (Rp) Total Biaya
(Rp/Produksi) Total (Rp)
Total Biaya Bahan Baku 3.964.724Biaya tenaga kerja langsung (orang) 6 35.000 9.030.000Total Biaya Penggunaan Alat Produksi 360.635Biaya Penyusutan Mesin 262.800Listrik 810.000
Telepon 810.000 Biaya penyusutan bangunan 3.050.000
Total biaya lain dan penyusutan bangunan 4.670.000Total biaya produksi bibit tanaman rambutan pada tahun 2010 18.288.159
Jumlah produk jadi (bibit) 2.000 bibit 2.000
Harga pokok produksi (Rp/bibit)
Total biaya/jumlah produk (bibit) Rp. 18.288.159 / 2.000
9.144
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 13 bahwa total biaya produksi bibit
rambutan pada Kebun Bibit Ragunan tahun 2010 sebesar Rp. 18.288.159,-. Angka
tersebut diperoleh dari penjumlahan biaya langsung (biaya bahan baku, tenaga
kerja langsung) dan biaya tidak langsung (biaya overhead pabrik). Produksi yang
dihasilkan oleh Kebun Bibit Ragunan selama periode tahun 2010 sebesar 2.000
bibit. Maka harga pokok produksi bibit rambutan per bibit adalah
Rp. 18.288.159,- dibagi 2.000 bibit sehingga menghasilkan Rp. 9.144,- dan dapat
dijual dengan harga Rp. 10.973,- per bibit jika keuntungan yang diinginkan adalah
sebesar 20% per bibitnya. Untuk lebih jelasnya perhitungan dengan metode Full
Costing disajikan pada Lampiran 5. Pendapatan hasil usaha bibit tanaman
69 �
rambutan dengan menggunakan metode full costing tahun 2010 disajikan pada
Tabel 14.
Tabel 14.Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan dengan Metode Full Costing
No Uraian Jumlah Satuan 1 Produksi 2.000 Bibit 2 Harga Jual 10.973 Rupiah 3 Penerimaan 21.946.000 Rupiah 4 Biaya Produksi 18.288.159 Rupiah 5 Pendapatan 3.657.841 Rupiah
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Penerimaan yang diterima oleh Kebun Bibit Ragunan dengan metode
harga pokok produksi Full Costing adalah sebesar Rp. 21.946.000,- dikurangi
total harga pokok produksi sebesar Rp. 18.288.159,- maka menghasilkan
keuntungan sebesar Rp. 3.657.841,- setiap satu kali produksi dalam kurun waktu
sembilan bulan.
5.4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan dengan Metode Variabel Costing
Pada metode variabel costing, harga pokok produksi diperoleh dengan
menjumlahkan biaya variabel dan biaya tetap. Harga pokok bibit tanaman
rambutan per bibit diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan
banyaknya produksi. Perhitungan Harga Pokok Produksi bibit tanaman rambutan
tahun 2010 dengan menggunakan metode variabel costing disajikan pada
Tabel 15.
70 �
Tabel 15. Perhitungan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Pendekatan Variable Costing Tahun 2010
Jenis Biaya
Biaya Produksi Kuantitas Biaya Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp/Produksi)
Biaya Variable
Total Biaya Bahan Baku 917,73 3.964.724Biaya tenaga kerja langsung (orang)
6 35.000 9.030.000
Total Biaya Variabel 12.994.724
Biaya Tetap
Total Biaya Penggunaan Alat Produksi
15 360.635
Biaya Penyusutan Mesin 7 262.800 Biaya penyusutan bangunan 3.050.000Total biaya overhead lainnya 1.620.000
Total Biaya Tetap 5.293.435 Total biaya produksi bibit tanaman rambutan pada tahun 2010 18.288.159Jumlah produk jadi (bibit) 2.000
Harga pokok produksi (Rp/bibit)
Total biaya/jumlah produk (bibit) Rp. 18.288.159 / 2.000
9.144
Sumber: Data primer diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 15, dengan menggolongkan biaya
yang akan digunakan dalam perhitungan menjadi dua yaitu biaya variabel dan
biaya tetap. Perhitungan dengan pendekatan Variable Costing didapat total biaya
produksi bibit rambutan pada Kebun Bibit Ragunan tahun 2010 sebesar
Rp. 18.288.159,-. Angka tersebut diperoleh dari penjumlahan biaya variabel
(biaya bahan baku, tenaga kerja langsung) dan biaya tetap (biaya pengguanaan
alat dan biaya overhead).
Produksi yang dihasilkan oleh Kebun Bibit Ragunan selama periode tahun
2010 sebesar 2.000 bibit. Maka harga pokok produksi bibit rambutan per bibit
71 �
didapat dari total harga pokok produksi sebesar Rp. 18.288.159,- dibagi 2.000
bibit sehingga menghasilkan Rp. 9.144.,- dan dapat dijual dengan harga Rp.
10.973,- per bibit dengan keuntungan yang diinginkan perusahaan sebesar 20%
per bibitnya, hanya saja jika ada penambahan produksi maka perusahaan hanya
mengeluarkan biaya variable saja sedangkan untuk biaya tetap sudah dapat
terpenuhi pada saat produksi 2.000 bibit. Pada saat perusahaan menambah
produksi bibit menjadi 4.000 pada tahun yang sama maka total biaya produksi
sebesar Rp. 31.282.883,-, angka tersebut didapat dari penjumlahan total biaya
produksi yang sebelumnya sudah dihitung saat produksi 2.000 bibit ditambah
dengan biaya variable.
Harga pokok produksi per bibit dengan produksi 4.000 bibit adalah sebesar
Rp. 7.821,- maka dapat dijual dengan keuntungan yang diharapkan perusahaan
yaitu 20% maka dapat dijual dengan harga Rp. 9.385,-.
Perbedaan harga pokok produksi bibit tanaman rambutan dengan metode
fuil costing dan Variable Costing hanya terdapat pada penggolongan biaya yang
akan dimasukkan dalam perhitungan yang nantinya akan berpengaruh jika ada
kenaikan jumlah produksi pada waktu produksi yang sama maka metode Variable
Costing dapat diandalkan dikarenakan dalam perhitungan Variable Costing
menggolongkan biaya menjadi dua yaitu biaya variable dan biaya tetap. Sehingga
pada saat kenaikan jumlah produksi biaya yang hanya akan dihitung biaya
variable saja untuk biaya tetapnya sudah terpenuhi pada saat produksi tetap.
Berikut pendapatan hasil usaha bibit tanaman rambutan dengan menggunakan
metode variabel costing tahun 2010 disajikan pada Tabel 16.
72 �
Tabel 16.Pendapatan Hasil Usaha Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan dengan Metode Variabel Costing
No Uraian Jumlah Satuan 1 Produksi 2.000 Bibit 2 Harga Jual 10.973 Rupiah 3 Penerimaan 21.946.000 Rupiah 4 Biaya Produksi 18.288.159 Rupiah 5 Pendapatan 3.657.841 Rupiah 6 Produksi 4.000 Bibit 7 Harga Jual 9.385 Rupiah 8 Penerimaan 37.540.000 Rupiah 9 Biaya Produksi 31.282.883 Rupiah 10 Pendapatan 6.257.117 Rupiah
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Pendapatan yang diterima oleh Kebun Bibit Ragunan dengan produksi
sebanyak 2.000 bibit menggunakan metode harga pokok produksi Variabel
Costing didapat dari Rp. 21.946.000,- dikurangi Rp. 18.288.159,- maka
menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 3.657.841,- setiap satu kali produksi dalam
kurun waktu sembilan bulan.
Pada saat Kebun Bibit Ragunan memproduksi menambah unit produksi
sebanyak 2.000 bibit menjadi 4.000 bibit maka total biaya harga pokok produksi
sebesar Rp. 31.282.882,-. Pendapatan yang akan diperoleh Kebun Bibit Ragunan
dari penjualan bibit rambutan adalah Rp. 6.257.117,- dengan keuntungan yang
diharapkan perusahaan sebesar 20%. Bibit tersebut dapat dijual dengan harga
Rp. 9.385,- dengan keuntungan 20% per bibit, tetapi dapat pula dijual dengan
harga Rp. 10.949,- dengan keuntungan 40%.
Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan menggunakan variable costing
jika dilihat pada hasil perhitungan akan sama saja, hanya berbeda pada
penggolongan biaya. Pada saat kenaikan produksi akan terlihat perbedaannya
73 �
pada hasil perhitungan, karena pada metode variable costing hanya biaya variable
yang dihitung sedangkan untuk biaya tetap sudah tertutupi dengan produksi
sebanyak 2.000 bibit. Pada produksi dibawah 2.000 bibit maka perusahaan akan
merugi, sebaliknya jika produksi mengalami peningkatan sesuai dengan skala
ekonomis maka perusahaan akan mendapat keuntungan yang maksimal, tetapi jika
bertambah lagi kemungkinan akan bertambah besar pengeluaran untuk biaya
produksi. Maka sebaiknya perusahaan dapat menambah produksi bibitnya
sebanyak 4.000 atau mempertahankan agar tetap diatas 2.000 bibit.
5.4. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan antara Full Costing dan Variabel Costing
Berdasarkan hasil perhitungan kedua metode full costing dan variabel
costing tidak memperlihatkan adanya perbedaan dalam angka harga pokok
produksi pada tahun 2010, tetapi perbedaan tersebut akan terlihat aapabila ada
kenaikan produksi bibit pada tahun yang sama maka hasil perhitungan dengan
variable costing akan lebih rendah daripada full costing. Perbedaan
sesungguhnya hanya terdapat pada bagaimana dua pendekatan metode tersebut
menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan dalam perhitungan harga pokok
produksi. Maka dapat diketahui harga pokok produksi yang lebih akurat dan
wajar. Sehingga dapat dijadikan acuan dalam menetapkan harga jual bibit
tanaman rambutan. Perbandinngan harga pokok produksi pada tahun 2010
disajikan pada Tabel 17.
74 �
Tabel 17. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan per Produksi Tahun 2010
Metode HPP (Rp) Jumlah Produksi
Harga Pokok Produksi/
Bibit
Harga Jual
Pendapatan
Full Costing
18.288.159 2.000 9.144 10.973 3.657.841
Variabel Costing
18.288.159 2.000 9.144 10.973 3.657.841
Selisih (Rp) - - - - -Persentase %
- - - - -
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 17 menunjukkan bahwa harga pokok
produksi dengan menggunakan metode full costing ataupun variable costing tidak
ada selisih dalam hasil perhitungan.
Tabel 18. Perbandingan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan per Produksi Tahun 2010 dengan Penambahan Produksi Sebanyak 2.000 Bibit
Metode HPP (Rp) Jumlah Produksi
Harga Pokok Produksi/
Bibit
Harga Jual Pendapatan
Full Costing
36.576.317 4.000 9.144 10.973 7.315.263
Variabel Costing
31.282.883 4.000 7.821 9.385 6.257.117
Selisih (Rp)
5.293.434 - 1.323 1.588 1.058.146
Persentase %
7,8 - 7,8 7,8 7,8
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 18 pada saat produksi meningkat
menjadi 4.000 bibit maka hasil menunjukkan bahwa harga pokok produksi dengan
menggunakan metode full costing ataupun variable costing terdapat perbedaan
dalam hasil perhitungan. Metode Full Costing memiliki nilai HPP lebih besar
dibandingkan dengan metode variabel costing dengan selisih Rp. 5.293.434,- atau
75 �
sama dengan 7,8%. Total Harga pokok produksi dengan menggunakan metode
full costing nilainya Rp. 36.576.317,-, sedangkan jika menggunakan metode
variabel costing nilainya menjadi Rp. 31.282.883,-. Perbedaan ini terletak dari
bagaimana cara kedua metode tersebut menganlisis biaya, metode full costing
menggolongkan biaya menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja. dan biaya
overhead pabrik, sedangkan metode variable costing menganalisis biaya menjadi
dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Pada saat kenaikan produksi dengan
menggunakan metode Variable Costing biaya yang dimasukkan dalam
perhitungan hanya biaya variable saja, karena biaya tetapnya sudah tertutupi pada
saat produksi sebelumnya. Sehingga pada saat kenaikan produksi biaya yang
dibebankan hanya biaya yang bersifat variable.
Dilihat dari perbandingan hasil diperoleh, metode variabel costing
menghasilkan nilai yang paling rendah sehingga metode ini yang seharusnya
dianggap paling tepat. Akan tetapi, harga pokok produksi yang tepat adalah harga
pokok yang tidak hanya dilihat dari harga pokok produksi yang rendah ataupun
tinggi. Tetapi dilihat juga kelemahan dan kekurangan dari metode yang dianggap
tepat tersebut.
Kebun Bibit Ragunan merupakan kebun dibawah Balai Benih Induk
Ragunan. Harga pokok produksi yang terlalu rendah dapat merugikan perusahaan,
tetapi jika harga jual yang ditentukan perusahaan terlalu tinggi maka tidak dapat
dijangkau semua kalangan. Harga pokok produksi yang terlalu tinggi akan
menghasilkan harga jual yang tinggi, sehingga konsumen akan kesulitan untuk
membeli.
76 �
Harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing pada saat
kenaikan produksi menunjukkan nilai yang lebih besar daripada dengan
menggunakan metode variabel costing karena pada metode full costing, semua
unsur biaya dimasukkan kedalam perhitungan, baik biaya tetap maupun variabel.
Pada metode variabel costing, hanya memasukkan baiya variabel kedalam
perhitungan harga pokok produksi, karena pada saat produksi normal biaya tetap
sudah tertutupi sehingga biaya yang akan dikeluarkan pada saat kenaikan produksi
hanya biaya variable saja. Pada pengertiannya biaya variable adalah biaya yang
jumlahnya dipengaruhi oleh kenaikan produksi. Oleh karena itu, yang lebih tepat
digunakan untuk perhitungan harga pokok produksi yaitu metode Variable
Costing karena pada metode tersebut lebih bersifat fleksibel dapat digunakan jika
suatu saat ada kenaikan produksi pada perusahaan, dan dapat menjadi acuan harga
jual yang nantinya dapat dijangkau semua kalangan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, memperlihatkan tidak ada
perbedaan total harga pokok produksi antara metode full costing dan variable
costing saat produksi 2.000 bibit, namun akan berbeda pada saat kenaikan
produksi. Harga pokok produksi dengan metode Full Costing dan Variable
Costing pada saat produksi 2.000 adalah sebesar Rp. 18.288.159,-. Harga pokok
produksi pada saat kenaikan produksi bertambah 2.000 menjadi 4.000 bibit
dengan metode variable costing memiliki nilai terkecil bila dibandingkan dengan
metode full costing. Harga pokok produksi dengan menggunakan metode variable
costing adalah sebesar Rp. 31.282.883,-, sedangkan metode full costing
menghasilkan harga pokok sebesar Rp 36.576.317,-. Metode Variable Costing
dapat menjadi alternative yang paling baik untuk digunakan, karena pada saat
kenaikan produksi hanya menghitung biaya yang bersifat variable saja sedangkan
untuk biaya tetapnya tidak diperhitungkan
6.2. Saran
1. Perhitungan dengan metode variable costing dapat direkomendasikan kepada
perusahaan karena lebih efisien dalam mengkalkulasikan biaya, dan dapat
memperhitungkan economic of scale dibandingkan dengan metode full
costing.
78 �
2. Sebaiknya perusahaan memproduksi bibit tanaman rambutan dengan
mempertimbangkan dimana saat biaya produksi yang terendah disertai
dengan jumlah produksi yang tinggi.
3. Jika perusahaan ingin bersaing lebih baik di pasar dan memperoleh
keuntungan sesuai dengan economic of scale, maka sebaiknya perusahaan
menurunkan harga jual bibit rambutan dari harga Rp. 17.500,- (Keputusan
Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3482/2001 tahun
2001) menjadi Rp. 13.854,- dengan keuntungan 20% per bibit.
DAFTAR PUSTAKA
Adikoesoemah, Soemita. R. Biaya dan Harga Pokok. (Bandung : Tarsito, 1982). Badan Agribisnis Departemen Pertanian. Kelayakan Investasi Agribisnis Jilid 2
Rambutan, Manggis, Mangga. (Yogyakarta: Kanisus, 1999). Blocher, Edward J; dkk. Manajemen Biaya dengan Tekanan Stratejik (Jakarta :
Salemba Empat, 2000). Carter dan Usry. Akuntansi Biaya, (Jakarta: Salemba Empat, 2004). Daljono. Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian.
(Semarang: BP Universitas Diponegoro, 2004). ----------, Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian.
(Semarang: BP Universitas Diponegoro, 2011). Garisson, Noreen. Akuntansi Manajerial. (Jakarta: Salemba Empat, 2001) Hansen, Mowen. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi.
(Yogyakarta: Ekonisia, 2009). Harjadi, Sri Setyati. Pengantar Agronomi. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1996) Horngren T Charles. Foster, George. Akuntansi Biaya dengan Pendekatan
Manajerial. (Jakarta : Erlangga, 1992). Kusumawardhani, Melly. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Krisan
pada PT. Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi Program Studi Manajemen Agribisnis. (Institut Pertanian Bogor, 2007)
Mahisworo, Susanto dan Anung. Bertanam Rambutan. (Jakarta: Penebar
Swadaya, 2004). Marzuky. Metode Riset. (Yogyakarta : BPFE UII, 1997).
Muhadi, Siswanto. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta: Kanisus, 2001)
Mulyadi. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta: Aditya Media, 2000).
----------. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta: Aditya Media, 2002).
80
Mulyani, Siti. Analisis Perbandingan Metode Konvensional dengan Activity Based Costing System Dalam Pembebanan Biaya Overhead Dalam Hubungannya dengan Akurasi Perhitungan Harga Pokok Produksi Pada CV. Pindani Teknik Bandung, 2003 http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/601/bab2.pdf?sequence=5 (4 Desember 2011 pkl 19.10)
Rukmana, Rahmat dan Yuyun Yuniarsi Oesman. Rambutan Komoditas Unggulan dan Prospek Agribisnis. (Yogyakarta: Kanisus, 2002).
Roslinawati, Elly. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi Pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. (Institut Pertanian Bogor, 2007)
Subagyo, Santhy. Penentuan Harga Pokok Produksi Teh di PT Perkebunan
Tambi Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Fakultas Ekonomi (Universitas Negeri Semarang, 2006)
Sugiri, Slamet. Riyono, Bogat Agus. Akuntansi Pengantar I. (Yogyakarta: UPP
AMP YKPN, 2002) Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikroekonomi. (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2000). Sunarjono, Hendro. Pengenalan Jenis Tanaman Buah-Buahan Bercocok Tanam
Buah-Buahan Penting di Indonesia. (Bandung: Sinar Baru, 1986). -----------------------. Ilmu Produksi Tanaman Buah-Buahan. (Bandung: Sinar
Baru, 1990). Supriyono, RA. Akuntansi Biaya. (Yogyakarta : BPFE, 1999).
Wirawan, Baran. Sri Wahyuni. Memproduksi Benih Bersertifikat. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2004).
81
Lampiran 1. Biaya Bahan Baku Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010
No Komponen Kebutuhan Satuan Isi per
kemasan
Harga Per
Kemasan
Harga Satuan (Rp)
Total Kebutuhan
(Rp)
1 Benih Rambutan 3.000 Benih 1200 benih 1.600 1,33 4.000
2 Sekam Kering 8.000 kg 30kg 5.000 167 1.333.333
3 Pupuk Kandang 8.000 kg 25kg 6.000 240 1.920.000
4 Polybag 3.000 pcs 70 pcs 15.000 214 642.857
5 Plastik Pengikat 200 Pcs 50 pcs 5.000 100 20.000
7 Athonik 240 cc 250 cc 24.000 96 23.040
8 Dhitane M-45 480 g 2000 g 54.000 27 12.960
9 Gandasil D 120 g 450 g 16.000 36 4.267
10 Gandasil B 120 g 450 g 16.000 36 4.267
Total Biaya 3.964.724
82
Lampiran 2. Biaya Alat Produksi Bibit dan Penysutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan Tahun 2010
Biaya Alat Untuk Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010
No Jenis Biaya
Jumlah (Unit)
Harga Persatuan
(Rp)
Harga Perolehan
(Rp)
Biaya Penggunaan/hari
(Rp)
Jumlah Pemakaian (hari)
Total Biaya Pemakaian/
produksi (Rp)
1. Cangkul 2 30.000 60000 238 8 1.905
2. Selang Air 1 400.000 400000 1.587 216 342.857
3. Pisau Okulasi 2 75.000 150000 595 20 11.905
4. Bak Semai 10 10.000 100000 397 10 3.968
Total Biaya 360.635
Biaya Penyusutan Peralatan Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010
No Jenis Biaya
Jumlah (Unit)
Harga Perolehan
(Rp) Total (Rp) Nilai Sisa (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
Penyusutan/Thn (Rp)
1. Hand Sprayer 2 280.000 560.000 56.000 5 100.800
2.
Pompa Jet Pump 1 1.800.000 1.800.000 180.000 10 162.000
Total Biaya 262.800
83
Lampiran 3. Biaya Penyusutan Fasilitas Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan Tahun 2010
No Jenis Biaya Jumlah (unit)
Harga Perolehan
(Rp)
Nilai Sisa (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
Penyusutan/Thn (Rp)
1. Gudang Peralatan 1 65.000.000 6.500.000 20 2.925.000
2. Bedengan 250 1.250.000 - 10 125.000 Total Biaya 3.050.000
84
Lampiran 4. Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Metode Full Costing Tahun 2010
Biaya Produksi Kuantitas Harga Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp/Produksi)
Total (Rp)
Biji Rambutan 3.000 1,33 4.000
Sekam Kering 8.000 167 1.333.333 Pupuk Kandang 8.000 240 1.920.000
Polybag 3.000 214 642.857 Plastik Pengikat 200 100 20.000
Athonik 240 96 23.040
Dhitane M-45 480 27 12.960 Gandasil D 120 36 4.267
Gandasil B 120 36 4.267
Total Biaya Bahan Baku 3.964.724 Biaya tenaga kerja langsung (orang) 6 35.000 9.030.000 Cangkul 2 60.000 1.905 Selang Air 1 400.000 342.857 Pisau Okulasi 2 75.000 11.905 Bak Semai 2 10.000 3.968 Total Biaya Penggunaan Alat Produksi 360.635 Hand Sprayer 2 560.000 100.800 Pompa Jet Pump 1 1.800.000 162.000 Biaya Penyusutan Mesin 262.800 Overhead Lainnya
Listrik 810.000 Telepon 810.000 Biaya Penyusutan Fasilitas 3.050.000
Total biaya overhead lainnya 4.670.000 Total biaya produksi bibit tanaman rambutan pada tahun 2010 18.288.159 Jumlah produk jadi (bibit) 2.000 bibit 2.000
Harga pokok produksi (Rp/bibit)
Total biaya/jumlah produk (bibit) Rp. 18.288.159 / 2.000
9.144
Harga jual bibit rambutan (Rp/bibit) dengan keuntungan 20% 10.973 Total biaya produksi bibit dengan penambahan unit sebanyak 2.000 36.576.317 Harga pokok produksi dengan penambahan jumlah unit produksi menjadi 4.000 bibit 9.144 Harga jual bibit rambutan dengan keuntungan 20% (Rp/bibit) 10.973
85
Lampiran 5. Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan Pada Kebun Bibit Ragunan Jakarta Selatan dengan Metode Variable Costing Tahun 2010
Jenis Biaya Biaya Produksi Kuantitas Biaya
Satuan (Rp) Total Biaya
(Rp/Produksi)
Biaya Variable
Total Biaya Bahan Baku 917,73 3.964.724
Biaya tenaga kerja langsung (orang)
6 35.000 9.030.000
Total Biaya Variabel 12.994.724
Biaya Tetap
Total Biaya Penggunaan Alat Produksi
15 360.635
Biaya Penyusutan Mesin 7 262.800 Biaya penyusutan bangunan 3.050.000 Total biaya overhead lainnya 1.620.000
Total Biaya Tetap 5.293.435
Total biaya produksi bibit tanaman rambutan pada tahun 2010 18.288.159 Jumlah produk jadi (bibit) 2.000
Harga pokok produksi (Rp/bibit) Total biaya/jumlah produk (bibit) Rp. 18.288.159 / 2.000
9.144
Harga jual bibit rambutan (Rp/bibit) dengan keuntungan 20% 10.973
Total biaya produksi bibit dengan penambahan unit sebanyak 2.000 31.282.883 Harga pokok produksi dengan penambahan jumlah unit produksi menjadi 4.000 bibit 7.821
Harga jual bibit rambutan dengan keuntungan 20% (Rp/bibit) 9.385
86
Lampiran 6. Daftar Pertanyaan Wawancara
Daftar pertanyaan penelitian yang berjudul “Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Bibit Tanaman Rambutan (Nephelium lappaceum, L) pada Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan”.
Nama : Rifa Atul Maulidah NIM : 106092003018 Jurusan : Agribisnis Fakultas : Sains dan Teknologi
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Bagaimana sejarah berdirinya perusahaan?
2. Apa visi dan misi perusahaan?
3. Bagaimana letak geografis perusahaan?
4. Bagaimana struktur organisasi perusahaan?
B. Fasilitas apa saja yang dimiliki oleh Kebun Bibit Ragunan, Jakarta Selatan?
NO Fasilitas Jumlah (unit)
Harga Pembelian (Rp)
Umur Fasilitas (Th)
1. Gudang peralatan
2. Bedengan
C. Berapa kebutuhan bahan baku yang digunakan Kebun Bibit Ragunan untuk memproduksi bibit tanaman rambutan?
NO Bahan-bahan Jumlah (unit)
Harga (Rp) Total (Rp)
1. Benih rambutan 2. Sekam kering 3. Pupuk kandang 4. Polybag 5. Pucuk entries 6. Athonik 7. Gandasil B 8. Gandasil D 9. Dhitane M-45 10. Plastik pengikat
87
D. Peralatan apa saja yang digunakan dalam memproduksi bibit tanaman rambutan? No Alat-alat produksi Jumlah
(unit) Harga (Rp) Umur Alat
1. Cangkul 2. Sprayer 3. Pompa jet pump 4. Selang air 5. Pisau okulasi
E. Berapa upah tenaga kerja dalam 1 hari?
NO Tenaga Kerja Upah dalam 1 hari
(Rp) 1. 2.
F. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk operasional Kebun Bibit BBI Ragunan,
Jakarta Selatan selain bahan baku dan tenaga kerja selama 1 kali produksi? NO Jenis Overhead Biaya (Rp) 1. Listrik 2. Telepon
G. Berapa Jumlah produksi yang dihasilkan dalam 1 kali produksi?
NO Jumlah Produksi/bibit 1.
88
Lampiran 7.Varietas Unggul Rambutan dan Karakteristiknya
No Gambar Nama Deskripsi
1 Rambutan Rapiah
berasal dari Pasar Minggu, Jakarta. Buah tidak terlalu lebat tetapi mutu buahnya tinggi, kulit berwarna hijau-kuning-merah tidak merata dengan beramut agak jarang, daging buah manis (brix 20 - 22°) dan agak kering, kenyal, ngelotok dan daging buahnya tebal, dengan daya tahan dapat mencapai 6 hari setelah dipetik. Ukuran buah kecil dengan bobot buah 25
– 30 gr per buah.
2
Rambutan Aceh
Lebak/ Lebak Bulus
berasal dari Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta. pohonnya tinggi dan lebat buahnya dengan hasil rata-rata 160-170 ikat per pohon, kulit buah berwarna merah kuning, halus, rasanya segar manis-asam (brix 19 - 20°) banyak air dan ngelotok daya simpan 4 hari setelah dipetik, buah ini tahan dalam pengangkutan. Ukuran buah sedang dengan bobot buah 33 –
35 gr per buah.
3 Rambutan Aceh Pelat
berasal dari Pasar Minggu, Jakarta. Kulit berwarna hijau, merah, kuning tidak merata, berambut agak jarang dan terdapat garis pelat ditengah buahnya. Rasa buahnya manis (20 – 22o). Daging buah kenyal, kering dan ngelotok. Ukuran buah sedang dengan bobot 25 – 30
gr.
4 Rambutan Simacan
kurang lebat buahnya dengan rata-rata hasil 90-170 ikat perpohon, kulit berwarna merah kekuningan sampai merah tua, rambut kasar dan agak jarang, rasa manis (brix 21 - 22°), sedikit berair tetapi kurang tahan dalam pengangkutan. Ukuran buah besar dengan bobot
buah 50 – 55 gr per buah.
5 Rambutan Binjai
merupakan salah satu rambutan yang terbaik di Indonesia berasal dari daerah Binjai, Sumatera Utara. Kulit buah berwarna merah cerah sampai merah tua rambut buah agak kasar dan jarang, rasanya manis (brik 21 – 22). Daging buahnya ngelotok, kenyal dan
kering. Ukuran buah sedang dengan bobot buah 40 – 45 gr per buah.
6 Rambutan Sinyonya
jenis rambutan ini lebat buahnya dan banyak disukai terutama orang Tionghoa, dengan batang yang kuat cocok untuk diokulasi, warna kulit buah merah tua sampai merah anggur, dengan rambut halus dan rapat,rasa buah manis-asam (brix 20 - 21°), banyak berair,
lembek dan tidak ngelotok. Ukuran buah kecil dengan bobot 20 – 25 gr per buah.
7 Rambutan Sikoneng
berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Keunikannya kulit buah tetap berwarna kuning meskipun buah sudah masak dengan warna rambut buah hijau. Rasanya manis-segar (brix 17 - 19°). Daging buah kenyal, agak nglotok dan sedikit berair. Ukuran buah kecil dengan
bobot buah 18 – 20 gr per buah.
8 Rambuatn Gula Batu
Warna kulit buah merah menyala hingga merah tua dengan rambut buah panjang agak rapat. Rasa buah manis sekali (brix 21 - 23°) seperti rasa gula. Ukuran buah sedang
dengan bobot buah 28 – 35 gr per buah. Tanamannya berbuah sangat lebat.
9 Rambutan Garuda
berasal dari Sungai Andai Kalimantan Selatan. Kulit berwarna merah cerah hingga merah tua. Rambut buah panjang, rapat dengan rambut kekuningan. Rasa buah manis sekali (22 - 23°). Daging buah kenyal, kering tebal dan agak nglotok. Ukuran buah besar dengan bobot
buah 55 – 60 gr per buah.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/BuahRambutan (Sabtu, 3 Desember 2011:19.20)
89
Lampiran 8. Deskripsi Rambutan Varietas Binjai
No. Kriteria Uraian Deskripsi 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
10.
11. 12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang Warna batang Percabangan Bentuk bunga Warna bunga Bentuk buah Warna rambut Warna buah Warna daging buah Sifat daging buah Rasa buah Jumlah buah/pohon/th Berat buah Bentuk biji Produksi/pohon Pemulia
Pasarminggu 6 m – 7m 6m – 8m Bulat panjang dengan ujung tumpul Hijau tua Seperti payung Gilig Kecoklatan Horizontal Bulat kecil dalam tandan, bertangkai pendek sekali Kekuningan Agak lonjong dengan rambut panjang, jarang, dan kasar Merah dengan ujung hijau Merah tua Putih Ngelotok, kulit biji melekat Manis, agak kering 1.200 – 2.000 buah 33,8g Bulat panjang, berat 2,6g 40kg – 68kg Hendro Sunarjono, M. Baga Kalie, dan A. Basuki
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:75)
90
Lampiran 9. Deskripsi Rambutan Varietas Rapiah
No. Kriteria Uraian Deskripsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
11. 12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang Warna batang Percabangan Bentuk bunga Warna bunga Bentuk buah Warna rambut Warna buah Warna daging buah Sifat daging buah Rasa buah Jumlah buah/pohon/th Berat buah Bentuk biji Produksi/pohon Pemulia
Pasarminggu 6,5m – 7,5m 5m – 7m Built panjang dengan ujung tumpul Hujau tua Seperti payung Gilig Kecoklatan Horizontal Bulat kecil dalam tandan, bertangkai pendek sekali Kekuningan Bulat menyerupai pelat, dengan rambut sangat pendek, agak jarang, dan kasar Hujau dengan ujung kemerahan Hijau kekuningan Putih Ngelotok, kulit biji agak melekat Manis 1.0 – 1.500 buah 18,9g Bulat menyerupai pelat, berat 1 g 18kg – 30kg Hendro Sunarjono, M. Baga Kalie, dan A. Basuki
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:76)
91
Lampiran 10. Deskripsi Rambutan Varietas Lebak Bulus
No. Kriteria Uraian Deskripsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang Warna batang Percabangan Bentuk bunga Warna bunga Bentuk buah Warna rambut Warna buah Warna daging buah Sifat daging buah Rasa buah Jumlah buah/pohon/th Berat buah Bentuk biji Produksi/pohon Pemulia
Pasarminggu 5m – 10m 6m – 8m Bulat panjang dengan ujung runcing Hijau tua Seperti paying Gilig Kecoklatan Horizontal Bulat kecil dalam tandan, tangkai pendek Kekuningan Bulat dengan rambut pangjang, jarang, dan halus Merah dengan ujung kekuningan Merah Putih Ngelotok, kulit biji melekat Manis, berair 2000 – 4.000 buah 25,5g Lonjong, berat 2kg 50kg – 100kg Hendro Sunarjono, MBaga Kalie, dan A. Basuki
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:76)
92
Lampiran 11. Deskripsi Rambutan Varietas Varietas Antalagi
No. Kriteria Uraian Deskripsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang Warna batang Percabangan Bentuk bunga Warna bunga Bentuk buah Warna rambut Warna buah Warna daging buah Sifat daging buah Rasa buah Jumlah buah/pohon/th Berat buah Bentuk biji Produksi/pohon Pemulia
Sungai andai, Kalimantan Selatan 7m – 9m 8m – 10m Bulat panjang dengan ujung runcing Hijau tua Seperti payung Gilig Kecoklatan Horizontal Kecil dalam tandan, bertangkai pendek Kekuningan Bulat panjang, agak pipih, dengan rambut agak pendek Hijau kekuningan dengan ujung merah Kuning kehijauan Putih Ngelotok, kulit biji melekat Manis, kering, agak harum 4.000 – 5.000 buah 42,0g Bulat panjang 160kg – 210 kg Rizlatun Maidah, Zuhairil Anwar, Setyo Prakoso, M. Al’Fatah, dan Hendro Sunarjono
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:77)
93
Lampiran 12. Deskripsi Rambutan Varietas Sibongkok
No. Kriteria Uraian Deskripsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Asal Tinggi tanaman Tajuk pohon Bentuk daun Warna daun Bentuk tanaman Bentuk batang Warna batang Percabangan Bentuk bunga Warna bunga Bentuk buah Warna rambut Warna buah Warna daging buah Sifat daging buah Rasa buah Jumlah buah/pohon/th Berat buah Bentuk biji Produksi/pohon Pemulia
Sungai ulut, Kalimantan Selatan 6m – 8m 5m – 7m Bulat panjang dengan ujung meruncing Hijau tua Seperti payung Gilig Kecoklatan Horizontal Bulat kecil dalam tandan, tangkai pendek Kekuningan Lonjong dengan rambut agak halus Merah tua Merah tua kecoklatan Putih Ngelotok, kulit biji agak melekat Manis, agak kering 3.500 – 4.500 buah 50,67 g Bulat panjang, ujung agak bengkok 175 kg – 225 kg Setyo Prakoso, Rizlatun Maidah, Zuhairil Anwar, M. Al’Fatah, dan Surachmat Kusumo
Sumber: Rukmana dan Oesman (2002:78)
94
95
96
97
98
99
100
101
102