program studi magister ilmu hukum fakultas...

55
TINJAUAN YURIDIS PERLAKUAN DISKRIMINASI KEBEBASAN BERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN DENGAN KETENTUAN PASAL 175 JO 176 KUHP Oleh Iman Imanuddin 110520090512 Komisi Pembimbing : Prof. Dr. Komariah E. Sapardjaja, S.H. Somawidjaya, S.H., M.H. TESIS Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh Gelar Magister Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Pidana PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2014

Upload: vuthu

Post on 14-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

TINJAUAN YURIDIS PERLAKUAN DISKRIMINASI KEBEBASAN

BERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN

DENGAN KETENTUAN PASAL 175 JO 176 KUHP

OlehIman Imanuddin

110520090512

Komisi Pembimbing :Prof. Dr. Komariah E. Sapardjaja, S.H.

Somawidjaya, S.H., M.H.

TESISDiajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Guna memperoleh Gelar Magister HukumProgram Studi Magister Ilmu Hukum

Konsentrasi Hukum Pidana

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUMFAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARANBANDUNG

2014

Page 2: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

ABSTRAK

Tujuan Negara Indonesia di dalam Pembukaan UUD 1945 sesungguhnyamenegaskan adanya kewajiban dari negara untuk memberikan perlindungankepada seluruh warga masyarakat, termasuk perlindungan terhadap pelanggaranhak asasi warga negara. Namun adanya Keputusan Bersama 2 Menteridimanfaatkan untuk membatasi hak beribadah dari agama tertentu. Akibat dariadanya instrumen peraturan yang memberikan peluang terjadinya pemasungankebebasan beragama dan beribadat, maka berkembang pula bentuk diskriminasiterhadap golongan agama tertentu dan tindakan kekerasan (anarkisme) atas namaagama dan atas nama hukum berupa penutupan rumah ibadah, dipersulitnyapengurusan ijin rumah ibadah, bahkan penganiayaan. Oleh karena itu, penulisbermaksud meneliti dampak dari penerapan peraturan bersama menteri agamadalam pendirian rumah ibadah kaitannya dengan tindak pidana yang berlatarbelakang diskriminasi menjalankan ibadah yang menyebabkan tindak pidana danperlindungan kebebasan beragama dihubungkan dengan pasal 175 jo 176 KUHP,serta faktor faktor yang mempengaruhi sikap diskriminasi warga.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis,guna memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai PeraturanBersama 2 Menteri. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian iniadalah yuridis normatif, yaitu metode yang menitikberatkan penelitian terhadapdata kepustakaan. Metode ini dipergunakan mengingat permasalahan yang ditelitiberkisar pada hubungan peraturan perundang-undangan yang satu dengan yanglainnya dan dilengkapi dengan teori-teori hukum serta praktik pelaksanaanPeraturan Bersama 2 Menteri dalam pendirian rumah ibadat.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui, bahwa Peraturan Bersama 2Menteri berdampak pada adanya perbedaan penerapan Peraturan Bersama 2Menteri yang dilakukan masing-masing pemerintah daerah sesuai dengankebijakan daerah mengenai penerbitan perizinan yang merupakan salah satuurusan otonomi daerah menurut UU Pemerintah Daerah, sehingga terdapatnyapembatasan dalam mendirikan rumah ibadat, yang juga melegalisasi timbulnyatindak pidana diskriminasi dalam menjalankan ibadah yang dilakukan olehmasyarakat. Perlindungan kebebasan beragama yang berlaku di Indonesia diaturjuga dalam KUHP, bahwa merupakan tindak pidana yang berhubungan denganagama atau kehidupan beragama, jika merintangi pertemuan/upacara agama (Psl.175 KUHP), mengganggu pertemuan/upacara keagamaan (Psl.176 KUHP),namun terdapat pembatasan yaitu dengan syarat pertemuan umum agama tersebuttidak dilarang oleh Negara, dalam hal ini pemerintah daerah. Adapun faktor-faktoryang mempengaruhi sikap diskriminasi warga antara lain adanya kesenjangansosial, fanatisme agama, pemahaman yang salah atas ajaran agama, provokasipihak-pihak yang berkepentingan atas adanya konflik, proyek anggaranpemerintah.

Page 3: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

ABSTRACT

The purpose of Indonesia in the preamble of 1945 constitution indeedconfirms the obligation of the state to provide protection to all citizens, includingthe protection of citizen rights. However, the presence of Joint Regulation of 2Ministers used to restrict the right of worship of a particular religion. Result ofthe regulatory instruments that provide opportunities for the deprivation offreedom of religion and worship, then develops a form of discrimination againstcertain religious groups and acts of violence ( anarchism ) in the name of religionand in the name of the legal form for closing worship house which hardlyobtaining permission. Therefore, the authors intend to examine the impact of theapplication of the rules with the minister of religion in relation to theestablishment of a worship house with the religious backgrounds criminal acts ofdiscrimination that causes crime and the protection of religious freedomassociated with article 175 jo 176 of the Penal Code, and the factors whichinfluence the discrimination behavior of citizens.

The method used in this research is descriptive analysis, in order to obtain athorough and systematic the executions of Joint Regulation of 2 Ministers. Theapproach used in this research is normative juridical, a method that emphasizesthe study of the data library. This method is used considering the researched issuerevolves around the connection of legislations and are equipped with the legaltheories and practices of Joint Regulation of 2 Ministers in the establishment ofworship house.

Based on survey, results revealed that Joint Regulation of the 2 Ministerimpact on the differences in the implementation that performed in each localgovernment in accordance with local policy regarding the issuing of licenseswhich is one of the affairs of regional autonomy under the Local Government Act,thus establishing the presence of restrictions in the synagogue, which alsolegalized the incidence of discrimination in carrying out criminal acts committedby public worship. Protection of religious freedom in Indonesia organizedapplicable also in the Criminal Code, that is a criminal offense relating toreligion or religious life, if it impedes meeting / religious ceremony (Art. 175 ofthe Criminal Code), disrupting a meeting / religious ceremonies (Psl.176Criminal Code), but there are restrictions on the condition that a general meetingof the religion is not prohibited by the State, in this case the local government.The factors that affect the citizens in their discrimination behavior among theseare social inequality, religious fanaticism, wrong understanding of religiousteachings, provocation parties concerned over the conflict, the project budget ofgovernment.

Page 4: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai Negara hukum mempunyai tugas pokok yang

terletak pada penegakan hukum dan mencapai keadilan sosial (sociale

gerechtigheid) bagi seluruh rakyat.1 Hal ini sejalan dengan amanah

Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat

Tujuan Negara yaitu melindungi seluruh tumpah darah Indonesia,

menciptakan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi.

Hak asasi manusia (human rights) yang secara universal diartikan

sebagai those rights which are inherent in our nature and without which

we cannot live as human being, perumusan dan pengakuannya telah

diperjuangkan dalam kurun waktu yang sangat panjang.2

Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia ditindaklanjuti dengan

dua perjanjian internasional The International Covenant on Civil and

Political Rights dan The International Covenant on Economical and

Social and Cultural Rights yang menjadikan ketentuan Deklarasi Umum

Hak-Hak Asasi Manusia mengikat secara hukum, memberikan penjabaran

1 Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty,Yogyakarta, 1982, hlm. 71.

2 Muladi, Bagir Manan (ed), Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia, danNegara Hukum, Kumpulan Esai Guna Menghormati Sri Soemanti Martosoewignjo, GayaMedia Pratama, Jakarta, 1996, hlm. 113.

1

Page 5: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

lebih rinci mengenai hak-hak asasi yang dilindungi dan memberikan tata

cara pelaksanaan yang harus diikuti negara-negara anggota.3

Indonesia telah meratifikasi The International Covenant on Civil

and Political Rights yang berisikan Universal Declaration of Human

Rights melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2005 Tentang

Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights

(Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). Pasal 2 Ayat

(1) International Covenant on Civil and Political Rights berbunyi :

“Each state party undertakes to respect and to ensure to all

individuals within its territory and subject to its jurisdiction the

rights recognized in the covenant, without discrimination of

any kind.”

Indonesia sebagai pihak dalam kovenan ini berkewajiban untuk

menghormati dan menjamin hak-hak sipil dan politik yang diakui dalam

Kovenan ini bagi semua orang yang berada dalam wilayahnya dan tunduk

pada wilayah hukumnya, tanpa pembedaan apapun.4

Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Pasal 1 Angka 1 UU HAM

menyebutkan ;

“Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat padahakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk TuhanYang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib di

3 David Weissbrodt, A. Rahman (ed), Hak-Hak Asasi Manusia, Sebuah BungaRampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1994

4 Raija Hanski and Markku Suksi, An Introduction To The InternationalProtection Of Human Rights, 2nd Revised Edition, Institute For Human Rights, AboAkademi University, 2004.

2

Page 6: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan sertaperlindungan harkat dan martabat manusia.”

Pasal di atas menunjukkan bahwa hak asasi merupakan hak yang

diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Penyataan ini menunjukkan pengakuan

negara terhadap nilai-nilai agama, sebagaimana dalam Pasal 29 Ayat (1)

UUD 1945 yang menyebutkan :

“Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Kebebasan setiap warga Negara dalam memeluk dan menjalankan ibadah

sesuai dengan keyakinannya dijamin dalam konstitusi dan berbagai

peraturan sebagai pelaksanaan konstitusi.5 Lebih lanjut, Pasal 29 Ayat (2)

UUD 1945 menentukan :

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Kebebasan beragama merupakan bagian dari hak sipil dan hak

politik yang tidak dapat dibatasi sedikitpun. Namun Majelis Ulama

Indonesia (MUI) berpendapat bahwa kebebasan beragama dapat dibatasi

dalam 3 hal yaitu agama, moral, dan ketertiban umum.6

Ketertiban umum terkait dengan hubungan antar agama atau

disebut kerukunan antar agama, kerukunan antar umat beragama dan

5 Ahmad Nur Fuad, Cekli Setya Pratiwi, M. Syaiful Aris, Hak Asasi Manusiadalam Perspektif Islam, LPSHAM Muhammadiyah Jatim dan Madani, Malang, 2010,hlm. 104.

6 Abdusshomad Buchori, “HAM dan Penerapan Syariah dalam KontekDemokratisasi di Indonesia” disampaikan dalam seminar HAM dan Penerapan Syariahdalam Kontek Demokratisasi di Indonesia pada 21 Maret 2009 diselenggarakan olehFakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Malang.

3

Page 7: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

kerukunan antar pemeluk agama yang sama menuntut perhatian yang

ekstra hati-hati dan kearifan negara, karena potensi konflik antar umat

agama bisa jadi muncul seiring dengan percepatan pertumbuhan dan

hubungan sosial kemasyarakatan yang semakin individualistik.7

Terkait ketertiban umum, pada tahun 2011, terjadi konflik yang

melibatkan masalah keagamaan. Kasus ini berawal dari dibekukannya

IMB pendirian Gereja Kristen Indonesia pada tahun 2008, Pembekuan ijin

tersebut dikeluarkan setelah muncul sikap keberatan dan protes warga

sekitar. Warga setempat mengaku tidak pernah menandatangani

pernyataan tidak keberatan atas pembangunan gereja tersebut, sebagai

salah satu syarat penerbitan IMB.8

Munir Karta, bekas ketua RT VII/ RW III, dinyatakan bersalah

oleh pengadilan dengan melakukan pemalsuan tanda tangan warga dan

merekayasa surat pernyataan tidak keberatan dari warga untuk

pembangunan gereja GKI Yasmin. Fakta tersebut menjadi dasar

pemerintah Kota Bogor membatalkan IMB yang sudah terbit. Keputusan

Walikota Bogor didasarkan pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 dan Nomor 9 Tahun 2006.

Pasal 4 Peraturan Bersama Nomor 8 Tahun 2006 dan Nomor 9 Tahun

2006 mengatur :

7 Joko Riskiyono, “Jaminan Konstitusional Kebebasan Beragama Terancam”,http://www.analisadaily.com/news/read/2012/01/11/30002/jaminan_konstitusional_kebebasan_beragama_terancam/#.T3hyn3qG2a4 [27/03/2012]

8 Rachmadin Ismail, “Penjelasan Walikota Bogor Tentang Kasus GKI Yasmin”http://us.detiknews.com/read/2011/03/26/053609/1601690/10/penjelasan-walikota-bogor-tentang-kasus-gki-yasmin [27/03/2012]

4

Page 8: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

“Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota

menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota.”

Akibat dari adanya instrumen peraturan yang memberikan peluang

terjadinya pemasungan kebebasan beragama dan beribadat, maka

berkembang pula bentuk diskriminasi terhadap golongan agama tertentu

berupa tindakan kekerasan (anarkisme), penutupan rumah ibadah,

dipersulitnya pengurusan ijin rumah ibadah, bahkan penganiayaan.

Adanya ketentuan yang mensyaratkan ijin warga menjadi peluang

berkembangnya sikap diskriminasi dalam masyarakat.

Kasus lain terjadi di Tangerang Selatan yaitu penyegelan gereja St.

Bernadette di Bintaro, Tangerang Selatan. Penyegelan juga terjadi di

Sumedang. Gereja Pantekosta, yang sudah dilarang beroperasi sejak awal

Desember 2013. Di Jepara Jawa Tengah, Pemkab Jepara menghentikan

sementara pembangunan Gereja Dermolo. Adapun delik yang

berhubungan dengan agama secara tidak langsung bermaksud mencegah

terjadinya keresahan dan bentrokan di kalangan umat beragama

bermaksud melindungi kerukunan hidup beragama.9

Dalam KUHP saat ini, delik yang berhubungan dengan agama atau

terhadap kehidupan beragama, terdapat di dalam Pasal 175-181 dan 503

ke-2 KUHP yang meliputi antara lain perbuatan-perbuatan merintangi

pertemuan/upacara agama (Psl. 175 KUHP) dan mengganggu

9 Barda Nawawie, “Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama”Makalah pada Forum Debat Publik Tentang RUU KUHP Departemen Kehakiman danHAM, Jakarta, 21 – 22 Nopember 2000, hlm. 4-5.

5

Page 9: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

pertemuan/upacara keagamaan (Psl. 176 KUHP). Oleh karena itu,

berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan menuangkannya dalam bentuk Penelitian dengan Judul

“TINJAUAN YURIDIS PERLAKUAN DISKRIMINASI KEBEBASAN

BERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA

DIHUBUNGKAN DENGAN KETENTUAN PASAL 175 JO 176

KUHP.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas,

maka diidentifikasi masalah hukum sebagai berikut :

1. Bagaimana dampak dari penerapan peraturan bersama menteri agama

dalam pendirian rumah ibadah kaitannya dengan tindak pidana yang

berlatar belakang diskriminasi menjalankan ibadah yang menyebabkan

tindak pidana?

2. Bagaimana perlindungan hukum kebebasan beragama dihubungkan

dengan Pasal 175 jo 176 KUHP?

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi sikap diskriminasi warga dalam

menjalankan ibadah terhadap pemeluk agama yang berbeda?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dengan diadakannya penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengkaji dampak dari penerapan peraturan bersama menteri

agama dalam pendirian rumah ibadah kaitannya dengan tindak pidana

6

Page 10: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

yang berlatar belakang diskriminasi menjalankan ibadah yang

menyebabkan tindak pidana.

2. Untuk mengkaji dan memahami perlindungan kebebasan beragama

dihubungkan dengan pasal 175 jo 176 KUHP.

3. Untuk mengkaji dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi

sikap diskriminasi warga dalam menjalankan ibadah keagamaan

terhadap penganut ajaran agama yang berbeda

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai

berikut:

1. Kegunaan Teoretis,

Penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan

ilmu hukum pidana pada umumnya dan khususnya dalam

penanganan tindak pidana berlatar belakang agama di Indonesia.

Beragam keyakinan yang hidup bersinggungan langsung

merupakan potensi konflik yang sangat besar. Menemukan faktor-

faktor yang mempengaruhi perbuatan diskriminatif warga

masyarakat dalam hal kehidupan kerukunan antar umat beragama.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi

kalangan aparat penegak hukum, penyelenggara negara,

mahasiswa, dan masyarakat. Pemahaman yang lebih luas tentang

kebijakan hukum pidana dalam penanganan tindak pidana berlatar

7

Page 11: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

belakang agama, diharapkan agar penyelenggaraan negara dapat

menjamin hak-hak warga negaranya. Dengan diketahuinya faktor-

faktor penyebab munculnya sikap diskriminatif warga masyarakat

maka bagi aparat penegak hukum maupun pemerintah dapat lebih

awal mengantisipasi potensi konflik yang ada dalam masyarakat

terkait kehidupan kerukunan antar umat beragama. Aparat penegak

hukum diharapkan dapat meminimalisasi potensi konflik dengan

menekan faktor-faktor penyebab diskriminasi dengan

melaksanakan program-program pemerintah berbasis kerukunan

hidup antar umat beragama.

E. Kerangka Pemikiran

Pancasila sebagai landasan filsafat Negara Indonesia, menegaskan

bahwa tatanan politik yang dikehendaki untuk mewujudkan negara ini

adalah Negara Pancasila.10 Negara Pancasila merupakan negara hukum

seperti yang termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945.

Menurut Hans Kelsen, terdapat dua macam hukum, pertama hukum

dalam arti bentuknya/hukum formil disebut juga sebagai dan Sollen, yang

kedua hukum dalam arti isi (hukum materil) disebut juga sebagai das Sein11.

Hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan

sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis, dan hukum

10 B. Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,2000, hlm. 46.

11 Otje Salman, Ikhtisar Filsafat Hukum, Armico, Bandung, 1992, hlm. 15

8

Page 12: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

materil menyangkut pengertian keadilan di dalamnya.12 Hukum formil

merupakan peraturan perundang-undangan yang menjamin tercapainya

suatu kepastian hukum, karena undang-undang berdasarkan suatu sistem

yang logis, yaitu menurut logika dan pasti, serta undang-undang itu dibuat

berdasarkan realitas hukum, dan dalam undang-undang tersebut tidak

terdapat istilah-istilah yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan.13

Agar hukum dapat berjalan dengan baik, perlu kekuasaan untuk

melaksanakannya, namun kekuasaan itulah yang memporakporandakan

hukum jika kekuasaan tidak dibatasi ketat oleh hukum.14

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum tanpa kekuasaan adalah

angan-angan sedangkan kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman.15 Ini

berarti bahwa hukum tidak akan berjalan semestinya, bila tidak ada

kekuasaan untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu

sistem kekuasaan yang mendukung atau kondusif bagi supremasi hukum.16

A.V. Dicey menguraikannya dengan istilah “The Rule of Law”,

yaitu Supremacy of Law, Equality before the law, dan Due Process of

Law. Pada setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas

dalam segala bentuknya (due process of law). Dengan demikian, setiap

12 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta,1962, hlm. 49

13 E. Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia,Sinar Harapan, Jakarta, 1983, hlm. 62

14 Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, GramediaWidiasarana Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 167.

15 Mochtar Kusumaatdja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni,Bandung, 2002, hlm. 199.

16 Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), UII Press,Yogyakarta, 2005, hlm. 71.

9

Page 13: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau

‘rules and procedures’ (regels).17

Pengertian Toleransi dalam bahasa Arab dapat diartikan “tasamuh”

yang artinya bermurah hati, yaitu bermurah hati dalam pergaulan. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Toleransi berarti bersikap atau bersifat

menenggang pendirian yang berbeda atau yang bertentangan dengan

pendiriannya. WJS. Poerwadarminta mengartikan kata “toleransi” dengan

kelapangan dada, dalam arti suka rukun kepada siapapun, membiarkan

orang lain berpendapat atau berpendirian lain, tak mau mengganggu

kebebasan berpikir dan keyakinan orang lain. Dari beberapa pengertian

tentang toleransi, maka dapat dipahami bahwa toleransi memberikan

pembelajaran kepada kita bahwa hendaknya kita mempunyai sifat-sifat

yang lapang dada, berjiwa besar, memiliki pemahaman yang luas,

mempunyai sifat yang pandai menahan diri, tidak memaksakan kehendak

sendiri kepada orang lain, memberikan ruang yang berbeda kepada orang

lain walaupun perbedaan itu bertentangan dengan keyakinan kita.

Pembangunan yang berkesinambungan menghendaki adanya

konsepsi hukum yang selalu mampu mendorong dan mengarahkan

pembangunan sebagai cerminan dari tujuan hukum modern.18

Hukum pidana (Penal Policy) menurut Marc Ancel, didefinisikan

sebagai suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan

17Jimly Asshiddiqie, “Gagasan Negara HukumIndonesia”,<htpp://konsep_hukumdocudesk.com>[10/06/2011]

18Otje Salman Soemadiningrat, Eddy Damian (ed), Hukum dan Pembangunan,Alumni, Bandung, 2002, hlm. 5.

10

Page 14: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara

lebih baik.19 Menurut Sudarto kebijakan hukum pidana mengandung arti

bagaimana mengusahakan atau merumuskan suatu peraturan perundang-

undangan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu

dan untuk masa yang akan datang.20

Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 merupakan jaminan perlindungan

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat

menurut agama dan kepercayaannya. Kebebasan beragama adalah hak

asasi manusia yang melekat kewajiban dasar bagi manusia lainnya. Hanya

ada 6 agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Islam, Kristen

(Protestan), Hindu, Budha, Katolik, dan Konghucu. Menurut Menteri

Dalam Negeri Indonesia Gamawan Fauzi, agama atau kepercayaan di luar

6 agama resmi yang diakui pemerintah itu kini masih dalam kajian

Kementerian Agama.21

Menurut Jimly Asshiddiqie, penegakan hukum adalah proses

dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma

hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau

hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara.22

19 Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan PengembanganHukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm.23.

20 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 7.21 M. Iqbal, “Hanya 6 Agama Yang Boleh Ditulis Di E-ktp”,

http://news.detik.com/read/2013/11/26/200449/2424439/10/hanya-6-agama-yang-boleh-ditulis-di-e-ktp [20/6/2014]

22 Jimly Asshiddiqie, “Penegakan Hukum” <http:jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf> [27/3/2014]

11

Page 15: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Ditinjau dari subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan

oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan

hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.23

Penegakan hukum ditinjau dari objeknya mencakup makna yang

luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup nilai-

nilai keadilan yang terkandung dalam aturan formal maupun nilai-nilai

keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam arti sempit, penegakan

hukum hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis

saja.24 Penegakan hukum dalam arti luas menuntut peran serta seluruh

lapisan masyarakat untuk menjadikan hukum sebagai dasar dalam setiap

tindakan. Penegakan hukum dalam arti sempit lebih terkonsentrasi pada

aparat penegak hukum dan praktisi hukum, melihat norma hukum sesuai

dengan yang tercantum dalam hukum positif dan prosedur hukum pada

tataran ceremonial saja.

Adapun penegakan hukum atas Peraturan Bersama Menteri Agama

dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 dan Nomor 9 Tahun

2006 memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk membatasi

kebebasan beribadat penduduknya apabila kebebasan beribadat itu

menyebabkan sebagian masyarakat yang lain terganggu dan tergerak untuk

melakukan kejahatan atau tindak pidana yang berlatar belakang agama.

Penegakan peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam negeri

nomor 8 dan nomor 9 tahun 2006 ini yang seyogyanya dalam rangka

23 Ibid.24 Ibid.

12

Page 16: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

memberikan perlindungan kepada umat beragama dapat menjalankan

ibadah dan menjalankan keyakinannya dalam pelaksanaannya dapat

bergesar menjadi bentuk lain dari model diskrimnasi terhadap kelompok

agama minoritas yang terlegalisasi. Berkaitan dengan ketertiban umum,

kejahatan terhadap kehidupan beragama diatur dalam delik-delik

Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum. Maka pada dasarnya agama atau

kehidupan beragama dalam KUHP merupakan pelarangan atas perbuatan

tersebut karena sangat berpotensi mengganggu ketertiban umum.

Perbuatan yang menghalangi kegiatan orang dalam menjalankan ajaran

sesuai dengan agama dan keyakinannya berpotensi menimbulkan

gangguan ketertiban umum. Oleh karena itulah maka negara melalui

perundang-undangannya menjamin perlindungan hak keagamaan warga

negaranya melalui hukum positif.

F. Metode Penelitian

Di dalam penyusunan penelitian Tesis ini, langkah-langkah

penelitiannya telah di susun sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif,

yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau disebut bahan sekunder, berupa peraturan perundang-

undangan, berbagai macam literatur, dan internet dengan didukung

oleh penelitian lapangan yang merupakan data primer. Perpaduan

hasil penelitian lapangan sebagai data primer dengan penelitian

13

Page 17: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

bahan pustaka sebagai data sekunder menghasilkan analisis yang

tajam dan faktual. Norma-norma kaidah hukum yang normatif

menjadi pendekatan dalam menganalisis data penelitian lapangan.

2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat Deskriptif Yuridis Analistis dalam rangka

mengkaji bahan-bahan yang bersumber dari kepustakaan, peraturan

perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori

hukum untuk menggambarkan dan menganalisis fakta-fakta secara

sistematis, faktual, logis dan memiliki landasan pemikiran yang

jelas dasar dan sumbernya sehingga diperoleh alternatif pemecahan

sesuai dengan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

3. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh penulis meliputi tahap kepustakaan,

yaitu meliputi :

a. Bahan-bahan hukum primer berupa peraturan perundang-

undangan

b. Bahan-bahan hukum lainnya yang merupakan bahan hukun

sekunder dan bahan hukum tertier.

4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian yang ada dikumpulkan oleh penulis dengan teknik

studi dokumen, wawancara dan pengamatan partisipatif. Studi

dokumen dalam rangka memperoleh landasan teoritis dan

informasi dalam bentuk ketentuan formal. Wawancara bertujuan

14

Page 18: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

untuk mendapatkan informasi mengenai tindak pidana berlatar

belakang agama dan faktor-faktor penyebab diskriminasi yang

timbul dalam kehidupan beragama yang heterogen. Pengamatan

partisipatif dilakukan dengan cara mengamati secara langsung

tentang kondisi di lapangan secara sistematis terhadap fenomena

yang diselidiki.25

5. Metode Analisis Data

Penarikan kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul

dilakukan dengan metode analisis normatif kualitatif. Normatif

karena dalam penarikan kesimpulan selalu berdasar pada hukum

positif yang berlaku. Kualitatif karena merupakan analisis data

yang berasal dari informasi-informasi hasil wawancara dan

dokumen yang ditemukan penulis selama melakukan penelitian.

25 Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Kualitatif dan Kuantitaif untukPengembangan Ilmu dan Penelitian edisi III revisi, Rake Sarasin, Bandung, 2006, hlm.125.

15

Page 19: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

BAB II

KEBEBASAN BERAGAMA DAN TINDAK PIDANA SERTA

PENGATURANNYA

A. Kebebasan Beragama dan Hak Asasi Manusia

Prinsip kebebasan beragama di Indonesia mengacu kepada

instrumen internasional mengenai HAM, konstitusi dan sejumlah Undang-

undang. Di antaranya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang perlindungan Anak, Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT (Kekerasan

dalam Rumah Tangga).

Jaminan terhadap kebebasan beragama pada dasarnya telah diakui

dan diberikan, yang secara eksplisit dituliskan dalam UUD 1945. Dalam

Pasal 28 E ayat (1), Pasal 29 ayat (2) UUD 45 telah tegas menyatakan

bahwa negara menjamin kebebasan beragama. Pasal 28 I ayat (1) UUD 45

menyatakan bahwa hak beragama adalah bagian dari hak yang tidak dapat

dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (non derogable

rights). Kebebasan beragama di Indonesia dijamin oleh konstitusi

bukanlah berarti kebebasan tanpa batas yang tidak menghormati dan

menghargai kebebasan pemeluk agama yang lainnya.

16

Page 20: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Secara kolektif tidak ada istilah mayoritas dan minoritas dalam

menjalankan haknya sebagai pemeluk ajaran agama, tidak dikenal prioritas

dalam hal keyakinan namun semua memiliki hak yang sama.

Banyak terminologi yang mendefinisikan agama sesuai dengan

pandangan pengetahuan yang ada. Adapun agama menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan,

atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran

kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan

tersebut.26

Menurut H.M. Amin Abdullah, pelaksanaan Hak Kebebasan

Beragama dan Beribadah di tanah air, setidaknya ada 3 pemasalahan.

Pertama, Permasalahan perundang‐undangan. Kedua, peran aparat negara

dalam penegakan hukum. Ketiga, pemahaman tentang negara‐bangsa

(nation‐states) oleh masyarakat atau warga negara penganut

agama‐agama, pemangku adat dan anggota ras atau etnis. Ketiganya saling

berkaitan yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dan lainnya.27

Perundang-undangan yang mengatur tentang kehidupan beragama masih

banyak memberikan peluang adanya pelanggaran hak asasi menjalankan

ibadah agama, kesimpangsiuran peraturan yang mengatur membuat

banyak celah hukum terjadinya pelanggaran hukum. Ada dua sumber

hukum yang ada di tanah air untuk menangani dan menyelesaikan

26 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa DepartemenPendidikan Nasional edisi ketiga, Jakarta, 2002, hlm. 74.

27 H.M.Amin Abdullah, Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dalam PrinsipKemanusiaan Universal,Agama-Agama, Dan Keindonesiaan. (Yogyakarta, 2011), hal 16

17

Page 21: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

perselisihan pelaksanaan Hak Kebebasan Beragama dan beribadah.

Pertama, adalah Undang‐undang Nomor 1/PNPS/1965 Tentang

Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Disebutkan

dalam Laporan Pelaksanaan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi Rasial (ICERD) di Indonesia salah satu penyebab “kematian”

517 aliran kepercayaan sejak tahun 1949 hingga tahun 1992 adalah UU

No. 1/PNPS/1965. Padahal menurut Pasal 27 Kovenan Internasional

tentang Hak Sipil dan Politik, kelompok minoritas tidak boleh diingkari

haknya untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri.

B. Pengertian Umum Tindak Pidana

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia ialah hukum pidana yang

telah dikodifikasi, yaitu sebagian terbesar dari aturan-aturannya telah

disusun dalam satu kitab undang-undang yang dinamakan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana. Asas yang menentukan bahwa tidak ada

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika ditentukan

terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya dikenal dalam

bahasa latin sebagai nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak

ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu).28 Asas legalitas

adalah sebagai pijakan dalam penegakan hukum karena tidak satupun

perbuatan manusia yang dapat dipidana apabila belum ada ketentuan yang

mengatur tentang perbuatan yang dilarang tersebut beserta ancaman

pidananya atas pelanggaran terhadap perbuatan yang diatur tersebut.

28 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm. 23.

18

Page 22: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman

(sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan

tersebut. Larangan ditujukan kepada perbuatan (suatu keadaan atau

kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman

pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.29

Perbuatan pidana (delik) sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang

telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang

dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya oleh undang-undang telah

dinyatakan sebagai perbuatan atau tindakan dapat dihukum.30 Dasar patut

dipidananya perbuatan, berkaitan erat dengan masalah sumber hukum atau

landasan legalitas untuk menyatakan suatu perbuatan sebagai tindak

pidana atau bukan.31 Patut tidak suatu perbuatan dianggap sebagai

perbuatan pidana dan dapat dipidana tergantung dari ketentuan yang

mengatur tentang perbuatan dan pidana itu sendiri.

Berdasarkan kajian etimologis tindak pidana berasal dari kata

strafbaar feit. Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling)

yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang

berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang

mampu bertanggung jawab.32

29 Ibid., hlm. 5430 Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik),

Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 4.31 Barda Nawawi Arief, Perkembangan Sistem Pemidanaan di Indonesia, Badan

Penerbit Undip, Semarang, 2009, hlm. 49.32 Moeljatno, Op.Cit., hlm. 56.

19

Page 23: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Moeljatno mengartikan strafbaar feit sebagai perbuatan pidana,

yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana

disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang

siapa yang melanggar larangan tersebut.33

Komariah E. Sapardjaja menggunakan istilah Tindak Pidana dalam

menerjemahkan strafbaar feit. Menurutnya bahwa tindak pidana adalah

suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan

hukum dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu.34

Perbedaan pendapat mengenai strafbaar feit terbagi dalam dua

aliran, yaitu aliran monistis dan aliran dualistis. Menurut Moeljatno,

pandangan monistis yaitu melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk

adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Sedangkan

pandangan dualistis membedakan dengan tegas dapat dipidananya

perbuatan dan dapat dipidananya orangnya. Moeljatno memisahkan antar

pengertian perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, oleh karena

dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak meliputi

pertanggungjawaban pidana.35

Selanjutnya menurut Moeljatno, syarat formil itu harus ada, karena

adanya asas legalitas yang tersimpul pada Pasal 1 KUHP. Syarat materiil

harus juga ada. 36

33 Moeljatno, op.cit. hlm. 5434 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 27.35 Ibid., hlm. 36.36 Ibid., hlm. 42.

20

Page 24: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

C. Tindak Pidana Berlatar Belakang Agama Berdasarkan KUHP

Menurut Koentjaraningrat, agama merupakan suatu sistem yang

terdiri atas empat komponen:37

a. emosi keagamaan yang menyebabkan manusia itu bersikap

religius;

b. sistem keyakinan yang mengandung segala keyakinan serta

bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, wujud alam gaib, serta

segala nilai, norma, dan ajaran dari religi yang bersangkutan;

c. sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia untuk

mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk halus

yang mendiami alam gaib;

d. umat atau kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan

tersebut butir b, dan yang melakukan sistem ritus dan upacara

tersebut butir c.

Keempat komponen di atas terjalin erat satu sama lain sehingga

menjadi suatu sistem yang terintegrasi secara utuh. Kepentingan agama

menyangkut kepentingan mengenai emosi keagamaan, sistem keyakinan,

sistem ritus dan umat yang merupakan satu kesatuan. Hal inilah yang

menyebabkan diperlukan adanya perlindungan hukum terhadap agama

atau kepentingan agama.38

37 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, Dan Pembangunan, Gramedia,Jakarta, 1985, hlm. 144-145.

38 Ibid.

21

Page 25: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Adapun pengertian tindak pidana agama dapat dibedakan menjadi

3 (tiga) kriteria, yaitu: 39

a. tindak pidana menurut agama;

b. tindak pidana terhadap agama;

c. tindak pidana yang berhubungan dengan agama atau kehidupan

beragama.

Selama ini, di dalam KUHP (WvS) tidak ada pengaturan khusus

mengenai delik agama, walaupun ada beberapa delik yang sebenarnya

dapat dikategorikan juga sebagai delik agama dalam ketiga pengertian

diatas. Delik-delik tindak pidana menurut agama di dalam KUHP itu

belum tentu sama dan tidak mencakup semua perbuatan

dosa/terlarang/tercela menurut ajaran atau norma-norma hukum agama.40

Delik agama dalam pengertian tindak pidana terhadap agama

terlihat terutama dalam Pasal 156a KUHP maupun Pasal 156-157 KUHP.

Adapun delik agama dalam pengertian tindak pidana yang berhubungan

dengan agama atau kehidupan beragama, tersebar antara lain di dalam

Pasal 175-181 dan 503 ke-2 KUHP

Pada praktiknya pelaksanaan dari unsur delik yang berhubungan

dengan penodaan agama sangat sulit untuk ditegakan karena belum adanya

kesadaran masyarakat dalam memahami penghormatan antar umat

beragama.

39 Barda Nawawi Arief, Delik Agama dan Penghinaan Tuhan (Blasphemy) DiIndonesia dan Perbandingan Berbagai Negara, BP UNDIP, Semarang, 2010, hlm. 1.

40 Barda Nawawie, “Tindak Pidana Terhadap Agama”, Op.Cit., hlm. 5.

22

Page 26: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

BAB III

TINDAK PIDANA BERLATAR BELAKANG AGAMA DI INDONESIA

A. Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia

Indonesia adalah bangsa yang majemuk, baik dari sisi budaya,

etnis, bahasa, suku bangsa dan agama. Di negara ini hidup berbagai

agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Keyakinan yang hidup dan berkembang di masyarakat jumlahnya sangat

banyak dan hampir tidak dapat teridentifikasi.. Suku bangsa dan bahasa

daerah yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia merupakan kekayaan

Negara Indonesia yang perlu mendapatkan penanganan secara

komprehensif dan berkelanjutan. Sejalan dengan potensi heterogenitas

yang cukup besar juga menyimpan potensi konflik yang besar pula sebagai

akibat adanya perbedaan, potensi konflik ini apabila tidak dikelola dengan

baik maka akan mengakibatkan konflik yang nyata.

Pada sensus tahun 2000, religious demography di Indonesia

menunjukkan 213 juta jiwa penganut agama yang berbeda dengan

komposisi 88.2% pemeluk Islam, 5.9% Kristen, 3.1% Katolik, 1.8%

Hindu, 0.8% Buddha, dan 0.2% agama serta kepercayaan lainnya. Pada

Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005 juga masih menunjukkan

angka yang hamper sama, yaitu pemeluk Islam (88.58%), Kristen (5.79%),

23

Page 27: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Katolik (3.08%), Hindu (1.73%), Buddha (0.60%), Khonghucu (0.10%),

dan lainnya (0.12%).41

Masyarakat Indonesia, dalam menjalankan kehidupan sosialnya

terkadang tidak bisa menghindari gesekan-gesekan yang dapat terjadi antar

kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama.

Oleh karena itu, untuk menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat

maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai.

Masyarakat dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara

yang satu dengan yang lainnya. Ketegangan antar individu dalam rangka

memperjuangkan kepentingannya dapat di reduksi dengan sikap saling

menghormati dan menghargai kepentingan pihak lain. Penanaman nilai-

nilai moral yang baik harus senantiasa ditanamkan dalam setiap hubungan

dalam masyarakat. Dengan adanya kesadaran dari setiap individu dalam

masyarakat untuk menghormati orang lain beserta hak dan kepentingannya

maka potensi konflik yang ada dalam masyarakat akan dapat diredam.

Toleransi hak dan kewajiban dalam umat beragama telah tertanam dalam

nilai-nilai yang ada pada pancasila. Semangat persatuan dan kesatuan

bangsa seyogyanya menjadi tatanan mendasar yang harus dipegang teguh

oleh setiap warga negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan

berbangsa dan bernegara. Sikap saling hormat menghormati seharusnya

tidak memandang mayoritas dan minoritas karena sebenarnya

41 Bahari (ed), “Tolerasnsi Beragama Mahasiswa (Studi tentang PengaruhKepribadian, Keterlibatan Organisasi, Hasil Belajar Pendidikan Agama, dan LingkunganPendidikan terhadap Toleransi Mahasiswa Berbeda Agama pada 7 Perguruan TinggiUmum Negeri)”, Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat PuslitbangKehidupan Keagamaan, Jakarta, 2010, hlm. 1

24

Page 28: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

menghormati sesama manusia tidak didasarkan pada jumlah namun pada

kesetaraan sesama manusia itu sendiri. Apabila mengacu pada pasal 29

UUD 1945, maka sudah secara nyata disebutkan bahwa negara menjamin

setiap warga negaranya untuk memilih, meyakini, memeluk dan

menjalankan agama beserta ajarannya secara bebas dan merdeka.

Kebebasan beragama merupakan dasar bagi terciptanya

kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap

manusia, sedangkan toleransi antar umat beragama adalah cara agar

kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Semua umat beragama

mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjalankan ajaran agamanya.

Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan

terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dipegang

sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tersebut. Masing-

masing umat beragama harus memegang prinsip-prinsip mendasar dari

ajaran masing-masing agama yang diyakininya, namun dalam pelaksanaan

pemegangan prinsip-prinsip keagamaan tersebut harus tumbuh bersamaan

dengan kelapangan jiwa dan hati untuk menghormati prinsip-prinsip

keagamaan orang lain juga. Toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat

perbedaan prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain

tanpa mengorbankan prinsip sendiri.42 Setiap agama mengajarkan

kedamaian dan kerukunan hidup sesama manusia, hal ini merupakan

pembelajaran nilai-nilai toleransi.

42 H.M. Daud Ali, dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik,Bulan Bintang, Jakarta, 1989, hlm. 80.

25

Page 29: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama yang

didasarkan pada tiap-tiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk agama

itu sendiri, mempunyai bentuk ibadah (ritual) dengan sistem dan cara

tersendiri yang dibebankan serta menjadi tanggung jawab orang yang

memeluknya atas dasar itu.43 Sikap toleran dari setiap pemeluk agama

adalah tanggungjawab bathin dari pemeluk agama itu sendiri, karena pada

dasarnya tidak ada satupun agama yang mengajarkan sikap permusuhan

dan intoleran.

Masalah yang menyebabkan timbulnya benturan dan konflik

agama ialah Double Standart atau standar ganda. Standar ganda ini

biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain dalam derajat keabsahan

teologis di bawah agamanya. Lewat standar ganda, muncul prasangka-

prasangka teologis yang selanjutnya memperkeruh suasana hubungan antar

umat beragama. Orang-orang Kristen maupun Islam selalu menerapkan

standar-standar yang berbeda untuk dirinya, sedangkan terhadap agama

lain, mereka memakai standar lain yang lebih bersifat realitas historis,

adalah suatu kondisi berlakunya standar ganda.44 Ada beberapa hal yang

bisa menjadi penyebab rusaknya hubungan antar umat beragama dan yang

bisa menjadi penyebab terjadinya radikalisasi pengamalan ajaran agama

yang mengarah kepada disintegrasi bangsa, yang harus diwaspadai.

Pendirian tempat ibadah yang tidak mempertimbangkan situasi dan kondisi

43 Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, PenerbitCiputat Press, Jakarta, hlm. 14

44 Adeng Muchtar Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam KonteksPerbandingan Agama, Pustaka Pelajar, Bandung, 2004, hlm. 201.

26

Page 30: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

lingkungan umat beragama setempat. Banyak konflik umat beragama

berawal dari pendirian rumah ibadah. Konflik akibat perilaku intoleransi

antar umat beragama telah menyita perhatian pemerintah, masyarakat

maupun pihak asing. Hal ini berpengaruh terhadap kredibilitas bangsa dan

negara kita yang sedang gencar mengkampanyekan HAM.

Penyiaran agama yang dilakukan tanpa menghormati nilai-nilai

agama lain, tidak mengindahkan etika dan estetika penyampaian nilai

agama serta tidak taat pada undang-undang yang berlaku dapat

menimbulkan permusuhan dan perpecahan. Fanatisme yang sempit yang

menanamkan nilai-nilai yang menjunjung tinggi ajaran agamanya dengan

merendahkan ajaran agama lain dapat menjadi pemicu permusuhan.

Penistaan terhadap ajaran-ajaran, penistaan terhadap pembawa ajaran yaitu

nabi dan rosul, penghinaan terhadap firman-firman Tuhan dari masing-

masing agama yang berbeda adalah salah satu pemicu atas konflik.

Perilaku tidak arif dari para penyampai ajaran agama merupakan faktor

yang cukup efektif dan provokatif guna menumbuhkan benih-benih

permusuhan antar umat beragama.

Budaya masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi guru

telah mengakar dalam jiwa dan keseharian, sehingga apa yang

disampaikan oleh guru, ustad, ulama, kyai, pendeta, pastor merupakan

doktrin dan pengetahuan yang tidak terbantahkan oleh umatnya bahkan

kadang tidak memperhatikan kebenarannya menurut norma yang berlaku

dalam masyarakat. Umat yang sudah terdoktrin menganggap kebenaran

27

Page 31: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

yang disampaikan oleh penyebar ajaran agama tidak boleh diganggu gugat

sehingga pada akhirnya kondisi ini menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan sikap diskriminatif dari para pemeluk agama.

Kearifan para pemeluk dan pemuka agama dalam menjalankan

ajaran agama dan merayakan hari besar keagamaan sangat diperlukan.

Sikap saling menghormati dari pemeluk agama yang menjalankan

perayaan dengan masyarakat sekitar yang menjadi lingkungan dimana

perayaan tersebut dilaksanakan sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga

kamtibmas dan tata kerukunan antar umat beragama.

B. Tindak Pidana yang Terjadi Terkait Pendirian Rumah Ibadah

Hak untuk beribadah dan menjalankan kepercayaan memang

telah mendapat jaminan hukum melalui konstitusi dan dasar negara.

Namun begitu, dalam pelaksanaannya kebebasan umat beragama untuk

mendirikan rumah ibadah sebagai wujud nyata jaminan konstitusi masih

sering dihalang-halangi. Keinginan untuk menjalankan ajaran agama dan

beribadah sesuai dengan agamanya dari para pemeluk minoritas suatu

agama seringkali mendapat pelarangan dari masyarakat yang jumlah

pemeluknya lebih banyak disuatu daerah.

Kesetaraan kesempatan beribadah dari setiap pemeluk agama

yang seharunya memiliki kesempatan yang sama menjadi tidak seimbang

karena ada pembatasan dari warga masyarakat lain yang memiliki

keyakinan atau agama yang berbeda. Walaupun negara sudah menjamin

melalui konstitusi namun kesadaran masyarakat yang masih rendah

28

Page 32: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

memerlukan upaya pemberian pemahaman kepada masyarakat oleh

pemerintah dari pemerintah pusat hingga daerah. Kesenjangan sosial juga

dapat menjadi pemicu larangan-larangan yang terjadi. Misalnya pada suatu

daerah dimana masyarakatnya hidup dalam kesederhanaan tiba-tiba di

daerah tersebut akan dibangun sarana ibadah yang megah dengan hiruk

pikuk kemegahan jemaahnya, maka sudah dapat dipastikan akan

memunculkan kecemburuan sosial dalam lingkungan tersebut.

Dampak dari konflik membuat banyak tindak pidana yang terjadi.

Munculnya dugaan-dugaan tindak pidana merupakan ekses konflik antar

pemeluk agama yang berawal dari adanya sikap diskriminasi warga

masyarakat kepada pemeluk agama lainnya. Para tokoh agama kedua

pihak yang tidak saling meredakan kemarahan jemaah dan warganya

bahkan cenderung provokatif juga menjadi penyulut kemarahan yang terus

berkepanjangan. Campur tangan pihak-pihak diluar kelompok yang

bersengketa karena didorong oleh kesamaan keyakinan juga semakin

memperkeruh suasana kebatinan para pihak yang sedang berkonflik.

Banyak kasus pidana terjadi berawal dari adanya konflik antar

pemeluk agama yang berbeda seperti halnya konflik antara masyarakat

desa Curugmekar Kota Bogor dengan jemaah Gereja GKI Yasmin. Kasus

lain terjadi di Sumedang, yaitu kasus Gereja GPdI Mekargalih dan

Penahanan Pendeta Bernard Maukar di Lapas Sumedang. Ditempat lain

seperti di Ciketing Bekasi juga terjadi konflik antar pemeluk agama yang

29

Page 33: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

berbeda bahkan mereka yang bersengketa memanfaatkan Pidana sebagai

upaya melakukan penekanan kepada pihak yang mereka anggap lawannya.

Hal ini menjadi preseden buruk bagi proses penegakan hukum

sehingga membutuhkan kejelasan yang dilindungi dan didasari oleh

undang-undang yang ada untuk melindungi semua hak warga Negara. Hak

untuk beribadah terlindungi oleh negara namun dalam menjalankan

haknya juga tidak melakukan pelanggaran atau perbuatan pidana. Negara

menjamin umat bergama untuk mendapatkan kesempatan yang sama

dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya. Upaya jemaat dalam

mengajukan perijinan harus direspon oleh aparat negara dengan segera

memberi kepastian apabila semua prosedur pengajuan ijin sudah terpenuhi.

Jemaat juga harus taat hukum, apabila selama proses pengajuan ijin belum

mendapatkan ijin dari instansi yang berwenang maka tidak boleh

melakukan kegiatan peribadatan.

Pemerintah daerah mempunyai kewajiban memberikan

penyuluhan kerukunan umat beragama dan penyuluhan kepada masyarakat

tentang toleransi antar umat beragama. Keberpihakan pemerintah daerah

kepada salah satu umat beragama merupakan preseden buruk dalam

pelayanan kesetaraan terhadap warga masyarakat yang secara jelas dijamin

oleh undang-undang dalam menjalankan ibadah menurut agama dan

kepercayaannya.

30

Page 34: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

BAB IV

PERLAKUAN DISKRIMINASI KEBEBASAN BERAGAMA YANG

BERAKIBAT TINDAK PIDANA

A. Dampak Penerapan Peraturan Bersama Menteri Agama Dalam

Pendirian Rumah Ibadah Kaitannya Dengan Tindak Pidana Yang

Berlatar Belakang Diskriminasi Menjalankan Ibadah Yang

Menyebabkan Tindak Pidana

Tujuan pembuatan undang-undang adalah ketertiban dan legitimasi

yang juga mempertimbangkan kompetensi.45 Pada kajian ilmu hukum paling

tidak ada 3 faktor yang menjadi parameter sebuah undang-undang dapat

berlaku secara baik, yakni: mempunyai dasar keberlakuan Yuridis,

Sosiologis, dan Filosofis.46

Keberlakuan yuridis dari kaidah hukum oleh Bagir Manan diperinci dalam

syarat-syarat:47

1. Undang-undang dibuat oleh badan atau pejabat yang

berwenang membuat undang-undang.

2. Ada kesesuaian dari setiap undang-undang yang berlaku.

3. Mengikuti tata cara tertentu..

45 Sabian Utsman, Menuju Penegakan Hukum Responsif, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2008, hlm. 37.

46 Sirajuddin Dkk, Legislatif Drafting, Cetakan Ketiga, Penerbit MalangCorruption Watch (MCW) dan YAPPIKA, Jakarta, 2008, hlm. 11.

47 Bagir Manan, “Menyongsong Fajar Otonomi Daerah”, Pusat Studi Hukum(PSH) Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2001,hal. 229

31

Page 35: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

4. tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi tingkatannya.

Mengenai keberlakuan yuridis, Hans Kelsen, sebagaimana yang

dikutip Soerjono Soekanto mengemukakan pendapat bahwa setiap kaidah

hukum harus berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya.48Adapun

menurut W. Zevenbergen, setiap kaidah hukum harus memenuhi syarat-

syarat pembentukannya. Sementara itu menurut Logemann, suatu kaidah

hukum itu berlaku secara yuridis apabila di dalam kaidah hukum tersebut

terdapat hubungan sebab akibat atau kondisi dan konsekuensi.49

Berdasarkan penjelasan di atas, hukum yang sah adalah apabila

ditentukan oleh suatu instansi yang berwenang dan ditentukan menurut

kriteria yang berlaku.Berkenaan dengan Peraturan Bersama Menteri Agama

Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 Dan Nomor 9 Tahun 2006

Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum

Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat (Peraturan

Bersama 2 Menteri), dapat dilihat dari pembentukannya.

Pembentukan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan

Menteri Agama nomor 8 dan 9 tahun 2006 dilakukan sudah melalui poses

dan prosedur yang ditetapkan sebagai mekanisme pembentukan peraturan

bersama. Dibentuk oleh lembaga atau instansi yang berwenang membuat

dengan mengacu pada uandang-undang yang ada diatasnya maka peraturan

48 Soerjono Soekanto Dkk, Perihal Kaidah Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung, 1993, hlm. 88-89

49 Ibid.

32

Page 36: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

bersama memiliki kekuatan hukum yang jelas. Pembentukan Peraturan

Bersama 2 Menteri berdasarkan kewenangannya tidak dilarang dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia. Peraturan Perundang-

Undangan diakui keberadaannya dan memiliki kekuatan hukum yang

mengikat. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama

nomor 8 dan 9 tahun 2006 merupakan pedoman bagi seluruh umat

beragama yang ada di Indonesia demi kerukunan umat beragama. Menurut

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama nomor 8 dan

9 tahun 2006, pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan

administratif yang berlaku di daerah di mana rumah ibadat tersebut akan

dibangun. Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi untuk membangun

rumah ibadat adalah perizinan. Urusan penerbitan perizinan merupakan

salah satu urusan otonomi daerah.

Pendirian-pendirian gereja sebagai tempat ibadah yang tidak

mendapat persetujuan dari masyarakat sekitar dapat menyebabkan aksi protes

masyarakat itu sendiri yang kemudian memunculkan kekerasan. Adanya

organisasi masyarakat yang ikut dalam aksi protes, adanya penggunaan

kekerasan, penyegelen sepihak menyebabkan kepala daerah sebagai

pelaksana pemeliharaan kerukunan umat beragama, yang berpedoman pada

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama nomor 8 dan 9

tahun 2006 harus mengambil sikap dan keputusan. Adapun tindakan

masyarakat yang mengarah pada perbuatan pidana dapat dikategorikan

sebagai tindak pidana yang berhubungan dengan agama atau kehidupan

33

Page 37: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

beragama menurut KUHP, yaitu merintangi pertemuan/upacara agama (Pasal

175 KUHP), mengganggu pertemuan/upacara keagamaan (Pasal 176 KUHP),

dan membuat gaduh dekat bangunan untuk ibadah atau pada waktu ibadah

dilakukan (Pasal 503 ke-2 KUHP). Dalam menyikapi permasalahan pendirian

rumah ibadah yang kemudian memunculkan konflik horizontal antar pemeluk

agama menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Dalam

praktiknya, pendirian rumah ibadah yang tidak mendapat dukungan mayoritas

masyarakat sekitar, memicu konflik dengan tindak kekerasan, intimidasi

sehingga berakibat pada terjadi tindak pidana yang mengatasnamakan agama

dalam hal pendirian rumah ibadah pada akhirnya jemaat juga mensiasati

dengan memenuhi persyaratan melalui sebuah perbuatan pidana juga. Namun

hal ini tidak dapat mengurangi keberlakuan yuridis dari Peraturan Bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan 9 tahun 2006 yang

dibuat oleh pejabat yang berwenang yaitu Kementerian Dalam Negeri dan

Kementerian Agama, dengan bentuk dan proses pembuatan yang telah

ditetapkan serta tidak memuat materi yang bertentangan dengan peraturan

diatasnya. Para tokoh agama ataupun tokoh masyarakat yang kurang bijak

bahkan cenderung provokatif menjadi pendorong tersendiri konflik yang

terjadi di masyarakat. Faktor ketidak tegasan pemerintah daerah dalam

melakukan penegakan aturan dan penyelesaian konflik diakibatkan juga oleh

kepentingan pemerintah yang tidak mau dikatakan tidak demokratis sehingga

memunculkan sikap dan langkah yang disebut sebagai posisi aman atau tidak

34

Page 38: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

mau mengambil resiko. Akibat dari sikap itulah sehingga pada akhirnya

konflik yang terjadi terus berkepanjangan dan tidak kunjung berakhir.

Konflik yang melibatkan masyarakat akan dapat segera terselesaikan

jika ada ketegasan dari pemerintah baik pusat maupun daerah dalam hal ini

ketegasan pimpinan/kepala dari pemerintahan sesuai dengan levelnya.

Ketegasan itu akan muncul apabila pejabat publiknya dapat melepaskan

kepentingan politik dan kepentingan pencitraan, belenggu lumbung suara

dalam mengambil keputusan untuk kepentingan penegakan aturan. Termasuk

didalamnya penegakan aturan SKB 2 Menteri. Berkaitan dengan banyaknya

kasus pendirian rumah ibadah yang ditentang masyarakat sekitar, penegak

hukum tidak boleh berpihak. Hak untuk beribadat sesuai agama dan

kepercayaan merupakan non-derogable rights (hak yang tidak dapat

dikurangi pemenuhannya dalam keadaan apapun), maka siapapun tidak dapat

menuntut secara hukum orang lain karena beribadat sesuai agama dan

kepercayaannya tersebut. Tapi, jika ada perselisihan terkait pendirian rumah

ibadat, maka perselisihan tersebut diselesaikan secara musyawarah oleh

masyarakat setempat sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Peraturan Bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan 9 tahun 2006.

B. Perlindungan Hukum Kebebasan Beragama Dihubungkan Dengan Pasal

175 jo 176 KUHP

Salah satu ciri dari Negara hukum atau the rule of law adalah adanya

jaminan perlindungan HAM oleh Negara kepada warga negara. Makna

jaminan perlindungan disini adalah bahwa negara memiliki kewajiban untuk

35

Page 39: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

mempromosikan (to promote), melindungi (to protect), menjamin (to

guarantee), memenuhi (to fulfil), memastikan (to ensure) HAM.50

Adapun salah satu tujuan nasional Indonesia yang ada pada

Pembukaan UUD 1945 ialah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia. Negara memiliki kewajiban untuk

melindungi hak-hak setiap warga negara Indonesia dari segala bentuk

tindakan melanggar hak warga Negara tersebut. Berkaitan dengan kebebasan

beragama, sebelum Amandemen UUD 1945 dilakukan, pemerintah sempat

mengeluarkan beberapa kebijakan baru mendukung kebebasan beragama

melalui TAP MPR No. XVII Tahun 1998 Tentang Hak Asasi Manusia yang

mengakui hak beragama sebagai hak asasi manusia. Seiring dengan

perubahan UUD 1945 maka kebebasan beragama dan beribadah sesuai

dengan kepercayaan yang dianut semakin dikukuhkan. Pasal 29 ayat (2)

UUD 1945. Berdasarkan Pasal 70 UU HAM, dalam menjalankan ibadah dan

kewajibannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan

oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Untuk memenuhi tuntutan

yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban

umum dalam suatu masyarakat demokratis, pemerintah dapat

mengatur/membatasi kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan

melalui peraturan perundang-undangan.

50 Ahmad Nur Fuad, Cekli Setya Pratiwi, M. Syaiful Aris, Op.Cit., hlm. 3.

36

Page 40: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Revisi KUHP diharapkan dapat mengakomodasi masyarakat

Indonesia yang semakin demokratis dan sekaligus mengalami problem moral

dan kriminal yang sangat merusak, seperti tindak kekerasan fisik yang

dilakukan terhadap pendirian tempat ibadah agama lain. Masyarakat

Indonesia adalah masyarakat yang religius dan posisi agama tercermin dalam

ideologi dan konstitusi negara, yakni sila pertama Pancasila dan Pasal 29

UUD 1945, meskipun Negara Indonesia bukan negara agama.

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, terdapat tindak pidana

yang berhubungan dengan agama atau kehidupan beragama menurut KUHP,

yaitu merintangi pertemuan/upacara agama (Psl. 175 KUHP), mengganggu

pertemuan/upacara keagamaan (Psl.176 KUHP). Bagi orang yang

menghalang-halangi kegiatan ibadah yang dilakukan di tempat ibadah, dapat

dijerat dengan Pasal 175 KUHP.

Mengenai Pasal 175 dan 176 KUHP ini, R. Soesilo dalam bukunya

yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta

Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan: 51

(1) “pertemuan umum agama” adalah semua pertemuan yang

bermaksud untuk melakukan kebaktian agama;

(2) “upacara agama” adalah kebaktian agama yang diadakan

baik di gereja, mesjid, atau di tempat-tempat lain yang

lazim dipergunakan untuk itu;

51 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, 1980, hlm. 134.

37

Page 41: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

(3) “upacara penguburan mayat” adalah baik yang dilakukan

waktu masih ada di rumah, baik waktu sedang berada

diperjalanan ke kubur, maupun di makam tempat

mengubur.

Lebih lanjut, R. Soesilo mengatakan bahwa syarat yang penting adalah bahwa

“pertemuan umum agama” tersebut tidak dilarang oleh Negara.

Delik agama dalam RUU KUHP merupakan implementasi dari sila

pertama Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945 sebagai bentuk perlindungan

Negara terhadap agama, kehidupan beragama, simbol-simbol agama, dan

rumah ibadah; diatur sebagai delik formil (tidak mensyaratkan pembuktian

adanya akibat dari delik/perbuatan pidana tersebut); serta untuk mencegah

aksi main hakim sendiri dari masyarakat. Orientasi Utama Pasal 341-348

RUU KUHP adalah untuk melindungi eksistensi Agama dan kebebasan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaan itu melalui sarana hukum pidana.52

C. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Diskriminatif

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi sikap diskriminasi warga antara lain :

1. Adanya kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial

mengakibatkan munculnya sikap-sikap cemburu yang dapat

menjadi pemicu konflik.

52 Dian, “Tindak Pidana Terkait Agama Dalam RUU KUHP”, dikutip dari situshttp://www.indonesia.go.id/in/penjelasan-umum/12784-tindak-pidana-terkait-agama-dalam-ruu-kuhp [1/5/2014]

38

Page 42: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

2. Fanatisme agama. Fanatisme terhadap agama yang sempit

dan berlebihan dapat mengakibatkan sikap mau benar

sendiri dan tidak mengindahkan norma-norma toleransi.

3. Pemahaman yang salah atas ajaran agama. Pemahaman

ajaran agama yang sempit menjadi salah satu faktor yang

ikut mewabahnya faham radikalisme yang destruktif

melahirkan para pelaku teror yang kebanyakan adalah

generasi muda.

4. Provokasi pihak-pihak yang berkepentingan atas adanya

konflik. Konflik yang terjadi di Indonesia bukan merupakan

konflik agama namun agama dijadikan pemicu untuk

terjadinya perpecahan oleh berbagai pihak yang memiliki

kepentingan baik dari politik maupun kelompok tertentu.

5. Proyek anggaran pemerintah. Adanya konflik menyebabkan

adanya anggaran Negara yang dialokasikan untuk

penyelesaian konflik sehingga berpotensi adanya

pemeliharaan konflik yang ada.

39

Page 43: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada bab-bab

sebelumnya,bahwa kebebasan beragama dan menjalankan ibadah menurut agama

dan kepercayaan yang diakui secara legal oleh negara telah dijamin oleh negara

dengan berbagai ketentuan perundang-undangan serta peraturan peraturan

pemerintah lainnya. Perilaku-perilaku diskriminasi yang terjadi di masyarakat

sebagai akibat dari adanya kesenjangan antar pemeluk agama yang satu dengan

penganut agama yang lain disertai dengan fanatisme sempit sebagian pemeluk

agama yang berbeda, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dengan adanya Peraturan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan nomor 9 tahun 2006

maka pemerintah telah menjamin hak setiap pemeluk agama

terlindung dari perlakuan diskriminatif pemeluk agama lain,

namun syaratnya bahwa pemeluk agama yang akan

melakukan kegiatan agama atau pendirian rumah ibadah juga

harus mentaati peraturan yang sesuai dengan undang-undang.

Terbitnya peraturan bersama tersebut bukan merupakan

bentuk diskriminasi atau menyuburkan prilaku diskriminatif

dalam masyarakat namun keberadaan peraturan bersama

adalah untuk menjaga keseimbangan serta terjaminnya hak

40

Page 44: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

dan kewajiban pemeluk agama. Dalam menjalankan haknya

setiap warga negara wajib mentaati ketentuan perundang-

undangan lainnya yang mengatur tentang kerukunan hidup

beragama maupun perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia

2. Pasal 175 dan 176 KUHP merupakan bentuk perlindungan

negara kepada setiap warga negara yang akan melakukan

kegiatan keagamaan atau sedang melakukan kegiatan

keagamaan, supaya tidak ada gangguan dalam melaksanakan

kegiatan keagamaan tersebut dengan syarat bahwa kegiatan

keagamaan yang diselenggarakan harus sesuai dengan

undang-undang dan peraturan yang berlaku. Negara sudah

mengakui adanya agama yang berbeda-beda dalam

masyarakat, dengan demikian maka negara juga harus

menciptakan suasana yang aman dan saling menghormati

antar pemeluk agama yang berbeda. Bentuk upaya negara

memberikan jaminan dan penciptaan kondisi saling

menghormati dapat dilihat dari berbagai peraturan baik dalam

bentuk Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah atau

pemerintah Daerah. Apabila terdapat warga negara

menghalangi kegiatan pemeluk agama lain untuk melakukan

peribadatan agamanya maka dapat dikenakan sanksi pidana.

41

Page 45: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

3. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap diskriminasi

adalah kesenjangan sosial, fanatisme agama yang sempit,

pemahaman yang salah atas suatu ajaran agama, provokasi

dari pihak yang berkepentingan atas adanya konflik dan

proyek anggaran pemerintah. Sikap diskriminasi yang timbul

dalam kehidupan kerukunan umat beragama tidak serta merta

muncul dalam masyarakat walaupun sikap diskriminasi itu

sendiri merupakan situasi alamiah ketika dihadapkan pada

keadaan mayoritas dan minoritas. Kelompok mayoritas pada

umumnya akan merasa superior terhadap kelompok minoritas

sehingga kelompok yang merasa mayoritas menganggap

kepentinganyalah yang harus didahulukan begitupun

kelompok minoritas selalu merasa terpinggirkan

kepentingannya walaupun sudah diakomodir. Keadaan yang

timbul diantara dua kelompok inilah yang kemudian menjadi

sumber konflik yang terjadi dengan adanya provokasi dari

pihak yang menghendaki konflik terjadi termasuk didalamnya

dalam rangka penyerapan anggaran pemerintah, dengan

faktor-faktor tersebut diatas sebagai katalisator atas perilaku

diskrimansi dalam masyarakat. Ketika kelima faktor yang

mempengaruhi sikap diskriminasi dibiarkan tumbuh dalam

masyarakat maka sikap-sikap diskriminasi dalam masayarakat

yang intoleran dapat tumbuh subur.

42

Page 46: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

B. Saran

1. Untuk memberikan perlindungan terhadap warga masyarakat

pemeluk agama dan kepercayaan yang akan menjalankan ajaran

agama dan beribadah menurut agama dan keyakinannya maka

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

nomor 8 dan 9 tahun 2006 hendaknya diterapkan oleh

pemerintah daerah dengan tujuan menjaga ketertiban

masyarakat dan menjaga kerukunan antar umat beragama.

Ketegasan pemerintah dalam menjalankan peraturan bersama

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan 9 tahun

2006 sangat diperlukan. Tidak memberikan kebijakan-kebijakan

yang melonggarkan peraturan dan ketentuan perundangan yang

mengaturnya. Sikap permisif kepada pihak pemeluk agama

manapun untuk memberikan kebijaksanaan hanya akan

memunculkan dan menumbuhkan perasaan diskriminasi.

Penegakan hukum juga seharusnya disertai dengan pemberian

pemahaman kepada para pemeluk agama yang berbeda.

Pemenuhan hak harus sejalan dengan pemenuhan kewajiban

guna memperoleh keseimbangan dalam hal penegakan hak dan

kewajiban masyarakat menjalankan ibadah sesuai dengan agama

dan kepercayaan yang dianutnya.

43

Page 47: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

2. Agar pemerintah daerah memasukan pembangunan rumah

ibadah kedalam suatu rancangan tata kota. Resistensi yang

timbul pada umunya berawal dari adanya perbedaan keyakinan.

Pada saat gereja dibangun ditengah pemukiman umat Muslim

yang padat maka potensi penolakannya akan sangat besar

begitupun sebaliknya ketika mesjid dibangun ditengah

pemukiman umat Nasrani yang padat maka akan terjadi

resistensi yang cukup besar, walaupun itu bukan merupakan

sebuah kepastian namun untuk mengantisipasi hal tersebut

Pemerintah Daerah hendaknya memasukan pembangunan

rumah ibadat ke dalam suatu rancangan tata kota, sehingga

setiap pembangunan rumah ibadat sesuai dengan daerah dan

lokasi peruntukannya untuk mencegah terjadinya konflik

dengan masyarakat sekitar. Penataan kota yang baik sesuai

dengan peruntukannya menjadi salah satu solusi menekan

konflik sara yang akan terjadi akibat sikap diskriminasi dalam

masyarakat. Pemerintah daerah juga dapat menggunakan sistem

zona atau cluster untuk daerah-daerah tertentu guna menampung

pemeluk agama dapat menjalankan ibadah sesuai dengan

agamanya pada zona tersebut dibuatkan rumah ibadah sesuai

dengan kebeutuhan pemeluk agamanya. Pemerintah daerah

memerlukan garis kebijakan yang jelas dalam hal melakukan

penataan kota terkait pembangunan rumah ibadah yang

44

Page 48: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

disesuaikan dengan kebutuhan umat beragama dengan

memperhatikan rasio pemeluk umat beragama dengan jumlah

rumah ibadah, karena ketidakseimbangan rasio antara pemeluk

umat beragama dengan jumlah rumah ibadah akan menimbulkan

ancaman gangguan kamtibmas juga. Ketidakseimbangan rasio

juga bisa mengganggu efektivitas fungsi rumah ibadah, oleh

karena itu pemerintah daerah harus benar-benar mempunyai

kebijakan yang jelas mengenai pembangunan kehidupan

beragama masyarakatnya.

3. Pemerintah supaya memaksimalkan peran penyebar ajaran

agama untuk mengikis sikap intoleran dan fanatisme sempit

serta menyebarkan semangat toleransi. Pemerintah hendaknya

memberikan pendidikan toleransi kepada masyarakat sehingga

masyarakat tidak mudah terpengaruh faktor-faktor luar yang

dapat memecah persatuan antar umat beragama di Indonesia.

Melakukan pembinaan-pembinaan kepada ormas-ormas

keagamaan maupun majelis-majelis keagamaan atau pertemuan-

pertemuan peribadatan perlu dilakukan oleh pemerintah daerah

dalam menyampaikan pesan-pesan ketertiban masyarakat.

Memberdayakan para penyebar ajaran agama seperti ustadz,

kyai, ulama, pendeta dan tokoh-tokoh agama lainnya juga perlu

dimaksimalkan oleh pemerintah karena para tokoh agama inilah

yang akan sangat berpengaruh dalam mentransfer ilmu

45

Page 49: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

pengetahuan keagamaan sebagai proses pembangunan karakter

kedamaian. Para tokoh agama tersebut memiliki pengaruh yang

sangat besar dalam proses penyampaian pesan perdamaian dan

ketertiban masyarakat.

4. Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) hendaknya

didayagunakan secara maksimal sebagai wadah pembinaan

kerukunan antar umat beragama bukan hanya sebatas

seremonial belaka. Forum Komunikasi Umat Beragama apabila

berjalan dengan baik dapat menjadi wadah dalam mencari

penyelesaian masalah yang muncul akibat adanya singgungan

kepentingan yang melibatkan umat beragama. Komunikasi-

komunikasi intensif dan koordinasi antar tokoh-tokoh agama

yang difasilitasi oleh pemerintah daerah bukan hanya pada saat

ada masalah saja namun pada keadaan biasapun kegiatan yang

menciptakan kerukunan antar umat beragama harus tetap

dijalankan dalam kapasitas melakukan pencegahan. Program

penyuluhan-penyuluhan mengenai keberagaman, kebersamaan

dan toleransi perlu dilakukan secara bersama oleh tokoh-tokoh

agama dan pemerintah. Keberadaan FKUB ditengah-tengah

heterogenitas keyakinan dan ajaran agama sangat penting guna

mencari solusi atas perbedaan-perbedaan maupun gesekan-

gesekan yang terjadi di masyarakat bukan hanya sebagai

pemadam kebakaran ketika konflik sudah terjadi namun juga

46

Page 50: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

difungsikan sebagai media pencegah dan peredam potensi

konflik antar umat beragama.

5. Agar pemerintah melakukan penindakan hukum yang tegas

terhadap ormas atau kelompok masa yang mengatasnamakan

agama namun berperilaku destruktif, tidak memberikan ruang

yang bebas kepada organisasi masa yang mengatasnamakan

agama dalam pergerakannya namun pada pelaksanaan

kegiatannya selalu membawa kekacauan dan kerusuhan.

Penindakan dan penegakan hukum secara tegas harus dilakukan

kepada siapa saja yang sudah mengganggu ketertiban umum di

masyarakat tanpa pandang bulu. Apapun alasannya,

bagaimanapun kemasannya ketika perbuatan yang dilakukan

sudah melanggar hukum maka pemerintah dalam hal ini aparat

penegak hukum tidak boleh bersikaf permisif. Sikap tegas dari

aparat penegak hukum seharusnya juga mendapat dukungan dari

seluruh elemen masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat,

awak media maupun para pengamat sosial. Pemerintah tidak

boleh ragu-ragu dalam bertindak selama berdasar dan demi

kepentingan masyarakat yang lebih luas walaupun dihadapkan

pada isu arogansi maupun demokratisasi

6. Agar pemerintah memaksimalkan peran lembaga agama untuk

menekan faktor-faktor penyebab diskriminasi dengan

pengelolaan zakat, infaq, shodaqoh dan sumbangan keagamaan

47

Page 51: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

lainnya secara benar maka akan memperkecil kesenjangan yang

terjadi, melakukan pendekatan dan memberikan pelatihan

kepada tokoh agama untuk menanamkan semangat toleransi dan

meluruskan ajaran-ajaran agama yang disalah artikan sebagai

program penguatan umat beragama agar tidak mudah

terprovokasi.

Dengan adanya ketegasan dari pemerintah dalam hal penegakan hukum,

penganggaran pembinaan ketertiban masyarakat, kesepahaman dari semua elemen

masyarakat dalam melakukan pembinaan kerukunan antar umat beragama,

penanaman ajaran agama yang membawa kedamaian serta pemberian pelajaran

sikap toleransi antar umat beragama yang dilakukan oleh pemerintah bekerjasama

dengan para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda maka wujud

perlindungan hak asasi manusia dalam memeluk dan menjalankan ibadah menurut

agama dan keyakinan masyarakat akan dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

dan tujuan nasional bangsa Indonesia. Program-program pemerintah untuk

mengikis kesenjangan sosial antar pemeluk agama dengan memaksimalkan peran

lembaga kesejahteraan umat, upaya pemerintah melalui kegiatan forum

komunikasi antar umat beragama dengan kampanye kerukunan umat beragama

serta mengoptimalkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda

diharapkan dapat mengikis sikap fanatisme sempit dan menangkal provokasi yang

bertujuan memecah belah umat beragama. Upaya-upaya dimaksud diimbangi

dengan ketegasan dalam penegakan hukum sehingga tercipta masyarakat yang

tertib dan berkeadilan hidup dalam suasana kerukunan antar umat beragama.

48

Page 52: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A. Rahman (ed), Hak-Hak Asasi Manusia, Sebuah Bunga Rampai,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1994.

Adeng Muchtar Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam KonteksPerbandingan Agama, Pustaka Pelajar, Bandung, 2004.

Ahmad Nur Fuad, Cekli Setya Pratiwi, M. Syaiful Aris, Hak AsasiManusia dalam Perspektif Islam, LPSHAM Muhammadiyah Jatimdan Madani, Malang, 2010

B. Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,2000.

Bagir Manan (ed), Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia, dan NegaraHukum, Kumpulan Esai Guna Menghormati Sri SoemantiMartosoewignjo, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996.

Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), UII Press,Yogyakarta, 2005.

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan danPengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung,1998.

Barda Nawawi Arief, Perkembangan Sistem Pemidanaan di Indonesia,Badan Penerbit Undip, Semarang, 2009.

Barda Nawawi Arief, Delik Agama dan Penghinaan Tuhan (Blasphemy)Di Indonesia dan Perbandingan Berbagai Negara, BP UNDIP,Semarang, 2010.

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju KepadaTiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana,Jakarta, 2008.

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar,Jakarta, 1962.

E. Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia,Sinar Harapan, Jakarta, 1983.

49

Page 53: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Otje Salman Soemadiningrat, Eddy Damian (ed), Hukum danPembangunan, Alumni, Bandung, 2002.

H.M. Daud Ali, dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik,Bulan Bintang, Jakarta, 1989.

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, Dan Pembangunan, Gramedia,Jakarta, 1985.

Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik),Sinar Grafika, Jakarta, 1991

Mochtar Kusumaatdja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan,Alumni, Bandung, 2002.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993.

Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty,Yogyakarta, 1982.

Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu: Kualitatif dan Kuantitaif untukPengembangan Ilmu dan Penelitian edisi III revisi, Rake Sarasin,Bandung, 2006.

Otje Salman, Ikhtisar Filsafat Hukum, Armico, Bandung, 1992.

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sertaKomentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea,Bogor, 1980.

Raija Hanski and Markku Suksi, An Introduction To The InternationalProtection Of Human Rights, 2nd Revised Edition, Institute ForHuman Rights, Abo Akademi University, 2004.

Sabian Utsman, Menuju Penegakan Hukum Responsif, Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 2008.

Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, PenerbitCiputat Press, Jakarta

Sirajuddin Dkk, Legislatif Drafting, Cetakan Ketiga, Penerbit MalangCorruption Watch (MCW) dan YAPPIKA, Jakarta, 2008.

Soerjono Soekanto dkk, Perihal Kaidah Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung, 1993.

50

Page 54: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981.

Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, GramediaWidiasarana Indonesia, Jakarta, 2008.

B. Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2005 Tentang PengesahanInternational Covenant on Civil and Political Rights (KovenanInternasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang KebebasanMenyampaikan pendapat di Muka Umum

Undang-Undang Nomr 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi danKorban.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8Tahun 2006 dan Nomor 9 Tahun 2006 Tentang PedomanPelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah DalamPemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum,Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.

C. Sumber Lain :

Abdusshomad Buchori, “HAM dan Penerapan Syariah dalam KontekDemokratisasi di Indonesia” disampaikan dalam seminar HAMdan Penerapan Syariah dalam Kontek Demokratisasi di Indonesiapada 21 Maret 2009 diselenggarakan oleh Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah, Malang.

Bahari (ed), “Tolerasnsi Beragama Mahasiswa (Studi tentang PengaruhKepribadian, Keterlibatan Organisasi, Hasil Belajar PendidikanAgama, dan Lingkungan Pendidikan terhadap Toleransi

51

Page 55: PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/...Kebebasan-Beragama.pdfBERAGAMA YANG BERAKIBAT TINDAK PIDANA DIHUBUNGKAN ... Guna memperoleh

Mahasiswa Berbeda Agama pada 7 Perguruan Tinggi UmumNegeri)”, Kementerian Agama RI Badan Litbang dan DiklatPuslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2010.

Bagir Manan, “Menyongsong Fajar Otonomi Daerah”, Pusat Studi Hukum(PSH) Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2001.

Barda Nawawie, “Tindak Pidana Terhadap Agama dan KehidupanBeragama” Makalah pada Forum Debat Publik Tentang RUUKUHP Departemen Kehakiman dan HAM, Jakarta, 21 – 22Nopember 2000.

Dian, “Tindak Pidana Terkait Agama Dalam RUU KUHP”,http://www.indonesia.go.id/in/penjelasan-umum/12784-tindak-pidana-terkait-agama-dalam-ruu-kuhp

Jimly Asshiddiqie, “Gagasan Negara HukumIndonesia”,<htpp://konsep_hukumdocudesk.com>

Jimly Asshiddiqie, “Penegakan Hukum” <http:jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf>

Joko Riskiyono, “Jaminan Konstitusional Kebebasan BeragamaTerancam”,http://www.analisadaily.com/news/read/2012/01/11/30002/jaminan_konstitusional_kebebasan_beragama_terancam/#.T3hyn3qG2a4

Rachmadin Ismail, “Penjelasan Walikota Bogor Tentang Kasus GKIYasmin”<http://us.detiknews.com/read/2011/03/26/053609/1601690/10/penjelasan-walikota-bogor-tentang-kasus-gki-yasmin>

52