program studi teknik kimia fakultas teknik …lib.unnes.ac.id/21301/1/5511312007-s.pdf ·...
TRANSCRIPT
MODIFIKASI ADSORBEN BERBASIS KAYU RANDU
MENGGUNAKAN NaOH UNTUK MENJERAP ZAT WARNA
METHYL VIOLET DALAM LIMBAH INDUSTRI BATIK
TUGAS AKHIR
disajikan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelarAhli Madya Program Studi Teknik Kimia
oleh
Masni Maksiola
5511312007
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama mahasiswa :Masni Maksiola
NIM : 5511312007
Tugas Akhir
Judul : Modifikasi Adsorben Berbasis Kayu Randu Menggunakan NaOH untuk
Menjerap Zat Warna Methyl Violetdalam Limbah Industri Batik.
telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian Tugas
Akhir
Pembimbing
Dr. WidiAstuti, S.T.,M.T
NIP. 197310172000032001
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Tugas Akhir
Judul : Modifikasi Adsorben Berbasis Kayu Randu Menggunakan NaOH untuk
Menjerap Zat Warna Methyl Violet dalam Limbah Industri Batik.
Oleh : Masni Maksiola
NIM : 5511312007
telah dipertahankan dalam sidangTugas Akhir Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang pada :
Hari :
Tanggal :
Dekan Fakultas Teknik Ketua Prodi Teknik Kimia
Drs. Muhammad Harlanu, M. Pd. Dr. Ratna Dewi K., S.T., M.T.
NIP. 196602151991021001 NIP. 197603112000122001
Penguji Pembimbing
Bayu Triwibowo S.T.,M.T. Dr. WidiAstuti, S.T.,M.T
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
iv
MOTTO
“ Tidak ada hasil yangmengkhianati usaha, karena sesungguhnya sesudah
kesulitan ada kemudahan maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan)
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain (Q.S Al-Insyirah : 6-7)”
PERSEMBAHAN
1. Allah SWT.
2. Ibu dan Bapak
3. Saudaraku
4. Dosen-dosenku.
5. Sahabat-sahabatku.
6. Almamaterku.
v
INTISARI
Maksiola, Masni. 2015. Modifikasi Adsorben Berbasis Kayu Randu
Menggunakan NaOH untuk Menjerap Zat Warna Methyl Violet dalam
Limbah Industri Batik. Tugas Akhir, Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Widi Astuti, S.T., M.T.
Pencemaran air sungai oleh limbah industri batik seperti pewarna
merupakan masalah besar yang dihadapi saat ini,sehingga diperlukan pengolahan
limbah zat warna tersebut, diantaranya methyl violet. Adsorpsi dengan adsorben
berbasis biomaterial merupakan metode yang paling murah dan mudah
diterapkan. Sebagai alternatif digunakan serbuk kayu randu yang belum
dimanfaatkan secara maksimal. Kayu randu mengandung komponen lignoselulosa
yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben untuk menjerap zat
warna pada limbah cair. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi
adsorben kayu randu sebelum dan sesudah direaksikan dengan NaOH dan untuk
mengetahui kemampuan kayu randu hasil reaksi dengan NaOH sebagai adsorben
dalam menjerap zat warna methyl violet dalam limbah industri batik
Pada penelitian ini, modifikasi adsorben kayu randu dilakukan dengan
reaksi menggunakan NaOH. Serbuk kayu randu direaksikan dengan larutan NaOH
0,1 N dan 0,3 N dengan rasio 30 gr serbuk kayu randu dalam 500 ml larutan
NaOH 0,3 N dan diaduk menggunakan stirer selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan
pencucian hingga pH netral dan pengeringan dengan suhu 120˚C. Adsorben kayu
randu hasil reaksi dengan NaOH diidentifikasi karakterisasinya dengan analisis
FTIR dan SEM, serta dilakukan uji kemampuan adsorpsi zat warna methyl
violetdengan rasio perbandingan massa adsorben dengan larutan zat warna 1:100.
Adsorpsi zat warna methyl violet dilakukan dengan variasi pH 3,5 dan 7, variasi
waktu kontak 2,4,6,8,10,15,30,60,90 dan 120 menit, serta variasi konsentrasi
30,40,50,60,70,80,90 dan 100 ppm. Selanjutnya dilakukan analisismodel isoterm
adsorpsi dan kinetika adsorpsi.
Hasil analisis FTIR adsorben kayu randu sebelum dan sesudah
direaksikandengan NaOH 0,3 N memiliki ketersediaan gugus-gugus aktif yang
dapat mengadsorpsi zat warna methyl violet yaitu gugus –OH, gugus C-H dan
gugus C-O. Sedangkan Analisis SEM pada serbuk kayu randu sesudah
direaksikan dengan NaOH 0,3 N menunjukkan adanya pori-pori yang cukup
banyak, sementara serbuk kayu randu sebelum direaksikan dengan NaOH tidak
menunjukkan adanya pori-pori. Berdasarkan uji kemampuan adsorpsi, serbuk
kayu randu setelah direaksikan dengan NaOH 0,3 N mampu menjerap zat warna
methyl violet mencapai 77%, sementara serbuk kayu randu sebelum direaksikan
dengan NaOH hanya mampu menjerap zat warna methyl violet sebesar 26%.
Model isoterm yang sesuai dengan penelitian ini adalah isoterm Langmuir dan
model kinetika yang sesuai adalah model pseudo orde dua.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis bersyukur kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir yang berjudul “Modifikasi Adsorben Berbasis Kayu Randu
Menggunakan NaOH untuk Menjerap Zat Warna Methyl Violet dalam Limbah
Industri Batik”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program studi Diploma III untuk mendapatkan gelar Ahli Madya
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
Dalam penyusunan Tugas Akhir inipenulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Drs. Muhammad Harlanu, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang.
2. Dr. Ratna Dewi Kusumaningtyas, S.T., M.T. selaku Ketua Prodi Teknik
Kimia Universitas Negeri Semarang yang telah berkenan memberikan nasihat
dan masukkan dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
3. Dr. Widi Astuti, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktunya serta penuh kesabaran memberikan bimbingan,
motivasi, pengarahan dalam penyusunan Tugas Akhir
4. Bayu Triwibowo S.T.,M.T., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
masukkan dan pengarahandalam penyempurnaanpenyusunan Tugas Akhir.
5. Danang Subarkah, S.Si., selaku laboran Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang yang telah membimbing praktikan saat
praktikum.
6. Ibu dan Bapak yang senantiasa mendukung dan mendoakan untuk kelancaran
dalam pengerjaan Tugas Akhir.
7. Keluarga serta teman-teman seperjuangan atas doa, semangat dan motivasi
sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
8. Bangkit Johan yang senantiasa mendukung dan memotivasi saya pada saat
saya mulai jenuh dalam mengerjakan laporan Tugas Akhir.
vii
9. Syara, Shofia dan Indah atas kebersamaan, semangat dan selalu menghibur
disaat saya mengalami kejenuhan dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.
10. Bayu, Indah, Hesmita, Riris, Ratih, Ria, Syara, Dwi, Istiqomah, Fitriya, Aji,
Desi dan Oktayang sudah menemani dan menghibur di saat mengerjakan
praktikum Tugas Akhir di laboratorium.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu, mendoakan dan memberikan semangat sehingga Tugas Akhir ini
dapat terselesaikan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Semarang,4 Mei 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
INTISARI ................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Permasalahan................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ........................................................................................................... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 4
2.1 Kayu Randu.......................................................................... .......................... .4
2.1.1 Selulosa ............................................................................................... 5
2.1.2 Hemiselulosa....................................................................................... 6
2.1.3 Lignin ................................................................................................... 6
ix
2.2Adsorpsi .............................................................................................................. 8
2.3 Isoterm Adsorpsi ............................................................................................. 11
2.4 Kinetika Adsorpsi ........................................................................................... 12
2.5 Zat Warna Methyl Violet ................................................................................. 13
2.6 Karakteristik Adsorben ................................................................................... 15
BAB III PROSEDUR KERJA ............................................................................... 20
3.1 Alat ................................................................................................................ 20
3.2 Bahan ............................................................................................................ 20
3.3 Rangkaian Alat .............................................................................................. 21
3.4 Cara Kerja ..................................................................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 24
4.1 Preparasi Serbuk Kayu Randu Sebagai Adsorben ........................................ 24
4.2 Karakterisasi Adosrben Hasil Reaksi dengan NaOH ....................................... 25
4.2.1 Gugus Fungsi ...................................................................................... 26
4.2.2 Analisis SEM ...................................................................................... 27
4.2.3 Analisis Luas Permukaan ................................................................... 28
4.3Uji Kemampuan Adsorpsi Zat Warna Methyl Violet ........................................ 28
4.3.1 Pembuatan Kurva Standar Zat Warna Methyl Violet .......................... 29
4.3.2 Pengaruh Konsentrasi NaOH .............................................................. 31
4.3.3 Pengaruh pH Larutan ........................................................................... 32
4.3.4 Pengaruh Waktu Kontak ...................................................................... 33
4.3.5 Pengaruh Konsentrasi Awal Larutan .................................................. 34
x
4.3.6 Desorpsi .............................................................................................. 35
4.3.7 Isoterm Adsorpsi ................................................................................. 37
4.3.8 Kinetika Adsorpsi ............................................................................... 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 42
5.1 Simpulan ....................................................................................................... 42
5.2 Saran .............................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 43
LAMPIRAN ........................................................................................................... 44
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Selulosa .................................................................................. 6
Gambar2.2 Mekanisme pemutusan ikatan antara lignin dan selulosa menggunakan
NaOH, ....................................................................................................... 8
Gambar 2.3 Struktur Kimia methyl violet .............................................................. 14
Gambar 3.1 Rangkaian Alat shaker ....................................................................... 21
Gambar 4.1 Mekanisme degradasi lignin oleh nukleofil OH. ............................... 24
Gambar 4.2 Kurva spektrum FTIR. ....................................................................... 26
Gambar 4.3 Morfologi permukaan kayu randu (a) sebelum direaksikan NaOH dan
(b) setelah direaksikan NaOH 0,3 N. .................................................. 27
Gambar 4.4 Morfologi permukaan kayu randu setelah direaksikan dengan (a)
NaOH 0,1 N dan (b) NaOH 0,3 N ...................................................... 28
Gambar 4.5 Kurva standar zat warna methyl violet. .............................................. 30
Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap kemampuan adsorpsi adsorben
kayu randu. .......................................................................................... 31
Gambar 4.7 Pengaruh hubungan pH terhadap persentase zat warna methyl violet
yang teradsorpsi................................................................................32
Gambar 4.8Pengaruh hubungan waktu kontak (menit) terhadap persentasemethyl
violet teradsorpsi.............................................................................. 33
Gambar 4.9Pengaruh hubungan konsentrasi awal larutan terhadap persentase zat
warna methyl violet yang teradsorpsi. ............................................... 35
Gambar 4.10Pengaruh desorpsi larutan zat warna pada serbuk kayu randu
sebelum dan sesudah direaksikan NaOH. ......................................... 36
Gambar 4.11Grafik hubungan ce terhadap qe data dan qe model. .......................... 39
Gambar 4.12 Grafik model pseudo orde satu pada konsentrasi awal .................... 40
xii
Gambar 4.13 Grafik model pseudo orde dua pada konsentrasi awal ..................... 40
Gambar 4.14 Grafik hubungan t terhadap qt data dan qt model ............................. 41
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penggolongan adsorben berdasarkan ukuran pori ................................ 19
Tabel 4.1 Data adsorbansi larutan zat warna methyl violet ................................... 29
Tabel 4.2 Data ralat rerata qe model terhadap qe data penelitian ......................... 38
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Adsorben dari Kayu Randu dengan
Direaksikan NaOH 0,3 N .................................................................. 47
Lampiran 2. Diagram Alir Adsorpsi Zat Warna Methyl Violet untuk Mengetahui
Pengaruh pH Larutan ......................................................................... 48
Lampiran 3. Diagram Alir Adsorpsi Zat Warna Methyl Violet untuk Mengetahui
Pengaruh Waktu Kontak .................................................................... 49
Lampiran 4. Diagram Alir Adsorpsi Zat Warna Methyl Violet untuk Mengetahui
Pengaruh Konsentrasi Awal .............................................................. 50
Lampiran 5. Hasil Analisa FTIR Serbuk Kayu Randu Sebelum Direaksikan
dengan NaOH ................................................................................... 51
Lampiran 6. Hasil Analisa FTIR Serbuk Kayu Randu Sesudah Direaksikan
dengan NaOH 0,3 N .......................................................................... 53
Lampiran 7. Hasil Analisa Luas Permukaan serbuk kayu randu sebelum
direaksikan NaOH ............................................................................. 55
Lampiran 8. Hasil Analisa Luas Permukaan serbuk kayu randu sesudah
direaksikan NaOH ............................................................................. 57
Lampiran 9. Data Perhitungan Pengenceran Larutan Zat Warna Methyl Violet
untuk Pembuatan Kurva Standar ...................................................... 59
Lampiran 10. Perhitungan Konsentrasi Larutan Setelah Adsorpsi ........................ 61
Lampiran 11. Perhitungan % Zat Warna yang Teradsorpsi. .................................. 62
Lampiran 12. Data Perhitungan Isoterm Adsorpsi Langmuir. ............................... 63
Lampiran 13. Data Perhitungan Isoterm Adsorpsi Freundlich. ............................. 64
xv
Lampiran 14. Data Perhitungan Kinetika Adsorpsi Model Pseudo Orde Satu. ..... 65
Lampiran 15. Data Perhitungan Kinetika Adsorpsi Model Pseudo Orde Dua. ..... 66
Lampiran 16. Gambar Praktikum ........................................................................... 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri batik merupakan salah satu bidang industri dalam negeri yang telah
berkembang. Selain berdampak positif, perkembangan industri ini telah menimbulkan
dampak negatif yaitu pencemaran lingkungan akibat limbah cair yang mengandung
bahan kimia dan zat warna. Limbah berwarna tersebut berasal dari proses produksi
yang dibuang ke sungai tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair yang
berwarna ini sangat berbahaya jika langsung dibuang ke lingkungan karena selain
sifatnya yang beracun dan karsinogenik, adanya kandungan zat warna juga dapat
mengganggu proses fotosintesis yang terjadi dalam badan air. Kurangnya intensitas
cahaya matahari tersebut akan berpengaruh pada kehidupan organisme yang ada di
dalam air. Dengan demikian, diperlukan suatu pengolahan yang dapat menghilangkan
atau menurunkan konsentrasi warna sebelum dibuang ke badan air.
Salah satu alternatif pengolahan yang dapat digunakan untuk menghilangkan
zat warna adalah dengan metode adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu teknik yang
efisien karena murah, mudah diterapkan dan efektif terutama untuk konsentrasi
rendah. Adsorben yang sering digunakan dalam proses adsorpsi adalah karbon aktif
dan zeolit (Adamson, 1990). Namun, adsorben tersebut relatif mahal. Oleh karena itu,
perlu dikembangkan alternatif adsorben yang murah sehingga dapat diaplikasikan di
industri. Salah satu alternatifnya adalah penggunaan limbah berbasis biomaterial.
Beberapa penelitian pembuatan adsorben dari biomaterial yang mengandung
lignoselulosa untuk menghilangkan zat warna telah banyak dilakukan.Kurniawan
(2012) menggunakan jerami padi sebagai adsorben untuk menjerap zat warna color
index reaktive orange dengan efisiensi adsorpsi maksimum 84,82 % pada konsentrasi
20 ppm. Hastuti (2012) mempelajari penggunaan serat daun nanas sebagai adsorben
zat warna procian red mx 8bdengan daya serap sebesar 3,748 mg/g. Raghuvanshi et
2
al. (2004) memperlihatkan bahwa ampas tebu dapat mengadsorpsi zat warna
methylen blue dengan efisiensi penjerapan mencapai 90%. Hasil-hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa biomaterial yang mengandung lignoselulosa dapat
diolah lebih lanjut sebagai adsorben yang inovatif dan diharapkan mampu
meningkatkan nilai tambahnya.
Pohon randu banyak tumbuh di negara Indonesia terutama di pulau jawa,
tetapi pemanfaatannya yang masih minimal dan nilai ekonomisnya rendah karena
pada umumnya pohon randu hanya diambil kapasnya. Selain itu, kayu randu
termasuk dalam jenis kayu lunak dimana dalam kayu lunak memiliki kandungan
lignin yang lebih banyak bila dibandingkan dengan kayu keras yaitu sebesar 26-32%.
Lignin mempunyai gugus fungsional yang dapat dimodifikasi lebih lanjut sehingga
potensial sebagai adsorben dengan mengubah gugus fungsional tersebut menjadi situs
aktif yang dapat berperan penting pada proses adsorpsi zat warnamethyl violet pada
limbah industri batik.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana karakteristik adsorben kayu randu(Ceiba pentandra L.Gaerner)
sebelum dan sesudah direaksikan dengan NaOH?
b. Bagaimana kemampuan kayu randu (Ceiba pentandra L.Gaerner) setelah
direaksikan dengan NaOH sebagai adsorben dalam menjerap zat warna methyl
violet dalam limbah industri batik?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui karakteristik adsorben kayu randu (Ceiba pentandra L.Gaerner)
sebelum dan sesudah direaksikan dengan NaOH
3
b. Mengetahui kemampuan kayu randu (Ceiba pentandra L.Gaerner) sesudah
direaksikan dengan NaOH sebagai adsorben dalam menjerap zat warna methyl
violet dalam limbah industri batik.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Lingkungan dan masyarakat,
Memberi kontribusi di bidang pengolahan limbah industri batik untuk
mengatasi masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh zat warna
sintetis yang berbahaya.
2. IPTEK
a. Meningkatkan nilai guna dari kayu randu Ceiba pentandra L.Gaerner)
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternatif untuk menanggulangi
pencemaran zat warna methyl violet pada limbah industri batik.
b. Menambah wawasan keilmuan dan memberikan informasi mengenai
alternatif pengolahan limbah zat warna batik dengan metode adsorpsi
menggunakan bahan yang lebih efisien, ekonomis dan praktis.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kayu randu
Kayu randu atau kapuk (Ceiba pentandra L.Gaerner) merupakan pohon tropis
yang banyak ditanam di Asia, terutama di Indonesia (khususnya pulau Jawa),
Malaysia, Filipina, dan Amerika Selatan. Pohon randu atau kapuk randu merupakan
pohon yang dapat tumbuh hingga setinggi 60-70 m yang menggugurkan bunga dan
memiliki batang pohon yang cukup besar hingga mencapai diameter 3 m. Pohon ini
banyak ditanam di kebun, pematang sawah dan dapat berfungsi sebagai pohon
pembatas wilayah. Tumbuhan ini tahan terhadap kekurangan air dan umumnya
tumbuh di kawasan pinggir pantai serta lahan-lahan dengan ketinggian 100 - 800
meter di atas permukaan laut (Setiadi, 1983). Selain itu kapuk randu (Ceiba
pentandra L.Gaerner) dapat tumbuh di atas berbagai macam tanah, dari tanah
berpasir sampai tanah liat berdrainase baik, tanah aluvial, sedikit asam sampai netral.
Kapuk randu (Ceiba pentandra L.Gaerner) dapat juga hidup pada daerah kering dan
suhu di bawah nol dalam jangka pendek serta peka terhadap kebakaran.
Berikut adalah klasifikasi ilmiah tumbuhan kapuk randu (Ceiba pentandra
L.Gaerner) berdasarkan taksonominya (Ochse, et al., 1961):
Nama Daerah : Kapas Jawa, Kapuk, Kapok Jawa, Randu, pohon kapas-sutra, Ceiba,
kapuk randu, Kapo.
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Ceiba
5
Spesies : Ceiba pentandra
Nama binomial : Ceiba pentandra L.
Di bidang kehutanan dan perkebunan, tanaman kapuk randu (Ceiba pentandra
L) memiliki nilai ekonomi yang sangat rendah. Banyak tanaman kapuk randu yang
diabaikan begitu saja tanpa diperhatikan kelestarian dan keberlanjutannya. Hanya
bagian kayu dan kapuknya saja yang sebagian besar dari penduduk Indonesia ketahui
dapat dimanfaatkan, sedangkan potensi lainnya dari tanaman tersebut masih sangat
minim diketahui oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian bahwa kayu randu
memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif, yaitu selulosa
sebanyak 40-50%, hemiselulosa 24-40%, lignin 26-32 % serta mengandung protein,
lemak, abu, fosfor, dan kalsium (Mujnisa, 2007).
Lignoselulosa tersusun dari mikrofiril-mikrofibril selulosa yang membentuk
kluster-kluster, dengan ruang antar mikrofibril terisi dengan hemiselulosa, dan
kluster-kluster tersebut terikat kuat menjadi satu kesatuan oleh lignin (Soerawidjaja
dan Amiruddin, 2007). Jadi secara kimia, lignoselulosa terdiri atas tiga komponen
utama, yaitu lignin, hemiselulosa, selulosa dan sedikit kandungan ekstraktif.
2.1.1 Selulosa
Selulosa adalah komponen utama kayu dengan kandungannya 40-50%
dari berat kering yang tersusun atas unit-unit β-D-glukopiranos yang terikat
satu sama lain dengan ikatan-ikatan β-(1,4)-glikosida. Molekul-molekul
selulosa seluruhnya terbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat
membentuk ikatan-ikatan hidrogen yang kuat dan tidak larut dalam kebanyakan
pelarut. Struktur selulosa tersaji pada Gambar 2.1.
6
Gambar 2.1 struktur selulosa (Ibrahim, 1998)
2.1.2 Hemiselulosa
Hemiselulosa terikat dengan polisakarida, protein dan lignin dan lebih
mudah larut dibandingkan dengan selulosa. Di dalam kayu, kandungan
hemiselulosa berkisar antara 25-30%, tergantung dari jenis kayunya.
Hemiselulosa memiliki keragaman dengan selulosa yaitu merupakan polimer
dari unit-unit gula yang terikat dengan ikatan glikosidik, akan tetapi
hemiselulosa berbeda dengan selulosa dilihat dari komponen unit gula yang
membentuknya, panjang rantai molekul dan percabangannnya. Unit gula yang
membentuk hemiselulosa dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti pentosa,
heksosa, asam heksuronat dan deoksiheksosa. Hemiselulosa merupakan suatu
kesatuan yang membangun komposisi serat dan mempunyai peranan yang
penting karena bersifat hidrofilik sehingga berfungsi sebagai perekat antar
selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat. Kehilangan hemiselulosa akan
menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat.
2.1.3 Lignin
Kayu randu termasuk dalam jenis kayu lunak, dimana dalam kayu lunak
memiliki kandungan lignin lebih banyak bila dibandingkan dalam kayu keras
(Fengel dan Wegener, 1995). Di dalam kayu lunak kandungan lignin sebesar
7
26-32%, sementara pada kayu keras kandungan lignin sebesar 20-28%
(Sjostrom, 1981).
Lignin merupakan molekul komplek yang tersusun dari unit
phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi dimana material
yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi,
baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang
relative tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki
kandungan energi yang tinggi (Osvaldo, 2013)
Lignin adalah bagian utama dari dinding sel tanaman yang terdapat
sekitar 20-40% dan merupakan polimer berkadar aromatik-fenolik yang tinggi,
berwarna kecoklatan dan relatif mudah teroksidasi. Lignin mempunyai berat
molekul yang bervariasi antara 1000-20000, tergantung pada sumber
biomassanya. Lignin relatif stabil terhadap larutan asam mineral, tetapi larut
dalam larutan basa panas dan larutan ion bisulfit panas. Pada kayu, lignin
umumnya terdapat di daerah lamela tengah dan berfungsi sebagai pengikat
antar sel serta menguatkan dinding kayu.
Proses modifikasi adsorben dari kayu randu dilakukan dengan reaksi
menggunakan Natrium Hidroksida (NaOH) yang merupakan bahan kimia tidak
berbahaya, murah, dan mudah didapat. NaOH dapat menimbulkan terjadinya
lapisan oksida logam pada dinding pori-pori arang aktif sehingga pori-pori akan
menjadi lebih besar dan menghasilkan daya serap terhadap iodium, dan benzena
yang tinggi. Larutan NaOH merupakan aktivator basa yang dapat digunakan
untuk menghilangkan zat-zat pengotor sehingga akan mengaktifkan gugus-
gugus aktif yang ada (Onggo, 2005).
Kayu randu mengandung komponen utama karbohidrat (selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Keberadaan lignin sebagai pengikat antar sel selulosa
dalam adsorben dapat menjadi penyedia situs aktif. Modifikasi dilakukan
menggunakan NaOH yang bertujuan untuk membuka situs aktif pada lignin.
8
Ion OH- dari NaOH akan memutuskan ikatan-ikatan dari struktur dasar lignin
sehingga lignin akan mudah larut. Reaksi pemutusan ikatan lignin dari selulosa
dapat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Mekanisme pemutusan ikatan antara lignin
dan selulosa menggunakan NaOH (Fengel dan Wegener, 1995)
Penelitian tentang aktivasi adsorben menggunakan NaOH telah banyak
dilakukan. Sri Hastuti (2013) mereaksikan serat daun nanas dengan larutan NaOH 2%
untuk adsorpsi zat warna procion red didapatkan kapasitas adsorpsi sebesar 3,748
mg/g. Retnowati (2005) mengaktivasi ampas teh menggunakan larutan NaOH 0,6 N
untuk adsorpsi limbah cair tekstil dan didapatkan persentase zat warna teradsorpsi
sebesar 40%. Hendra (2009) telah menggunakan NaOH dengan konsentrasi NaOH
2% dengan kapasitas adsorpsi sebesar 5,4 mg/g untuk menyisihkan zat warna color
index reactive orange.
2.2 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses akumulasi suatu partikel atau zat yang dijerap
pada permukaan padatan penjerap, yang disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik
antara molekul padatan dengan material terjerap (fisisorpsi) atau interaksi kimia
9
(kemisorpsi). Partikel yang terakumulasi dan dijerap oleh permukaan disebut adsorbat
sedangkan material tempat terjadinya adsorpsi disebut adsorben.
Menurut Setyaningsih (1995) dalam Rumidatul (2006), mekanisme adsorpsi
dapat diterangkan sebagai berikut: molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan
batas ke permukaan luar adsorben, sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar,
sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori - pori adsorben (disebut difusi internal).
Adsorpsi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Adsorpsi fisika
Adsorpsi fisika memiliki permukaan adsorben yang heterogen dan
multilayerbersifat reversibel sehingga mudah dilepaskan kembalidengan cara
menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut (Rouquerol dkk., 1999).
Adsorpsi fisika umumnya terjadi pada suhu yang rendah dan jumlah zat yang
teradsorpsi akan semakin kecil dengan naiknya suhu.Panas adsorpsi yang menyertai
adsorpsi fisika yaitu kurang dari 20,92 Kj/mol (Adamson, 1990)
2. Adsorpsi kimia
Dalam adsorpsi kimia, proses adsorpsi terjadi dengan adanya pembentukan
ikatan kimia (kovalen) dengan sifat yang spesifik karena tergantung pada jenis
adsorben dan adsorbatnya. Adsorpsi kimia mengasumsikan bahwa semua situs dan
permukaannya bersifat homogen. Setiap situs aktif dapat mengadsorpsi satu molekul
adsorbat dan bila setiap situs aktif yang telah mengadsorpsi adsorbat maka adsorben
sudah tidak dapat mengadsorpsi lagi.Adsorpsi kimia bersifat ireversibel, berlangsung
pada suhu tinggi dan tergantung pada energi aktivasi. Karena terjadi pemutusan
ikatan, maka panas adsorpsinya mempunyai kisaran yang sama seperti reaksi kimia,
yaitu di atas 20,92 kJ/mol (Adamson, 1990).
Kemampuan suatu adsorben menarik sejumlah adsorbat atau daya adsorpsi
pada permukaan adsorpsi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor - faktor yang
mempengaruhi daya adsorpsi suatu adsorben: ( Hendra, 2008)
10
1. Jenis Adsorbat
a. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul merupakan hal yang sangat penting diperhatikan agar proses
adsorpsi dapat terjadi dan berjalan dengan baik. Ukuran molekul adsorbat
nantinya mempengaruhi ukuran pori dari adsorben yang digunakan. Molekul-
molekul adsorbat yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul yang
diameternya lebih kecil dari diameter pori adsorben atau sama dengan
diameter pori adsorben.
b. Kepolaran Zat
Adsorpsi lebih kuat terjadi pada molekul yang lebih polar dibandingkan
dengan molekul yang kurang polar pada kondisi diameter yang sama.
Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul
yang kurang polar yang telah lebih dahulu teradsorpsi. Pada kondisi dengan
diameter yang sama, maka molekul polar lebih dahulu diadsorpsi.
2. Karakteristik Adsorben
a. Kemurnian Adsorben
Sebagai zat yang digunakan untuk mengadsorpsi, maka adsorben yang lebih
murni lebih diinginkan karena memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih
baik.
b. Luas permukaan dan volume pori adsorben
Jumlah molekul adsorbat meningkat dengan bertambahnya luas permukaan
dan volume pori adsorben. Dalam proses adsorpsi, adsorben seringkali
diberikan perlakuan awal untuk meningkatkan luas permukaannya karena
luas permukaan adsorben merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi proses adsorpsi.
3. Suhu
Pada saat moleku-molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben,
akan terjadi pembebasan sejumlah energi. Peristiwa adsorpsi ini dinamakan
11
proses eksotermis. Pada adsorpsi fisika, berkurangnya temperatur akan
menambah jumlah adsorbat yang teradsorpsi dan demikian sebaliknya.
4. Tekanan Adsorbat
Pada adsorpsi fase gas, kenaikan tekanan adsorbat dapat menaikkan jumlah yang
diadsorpsi. Sebaliknya pada proses kimia kenaikan tekanan adsorbat justru akan
mengurangi jumlah yang teradsorpsi.
5. pH (derajat keasaman)
Pengaruh pH menyebabkan perubahan muatan pada adsorben dan adsorbat yang
lebih lanjut akan mempengaruhi interaksi elektrostatik antara adsorben dan
adsorbat.
2.3 Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi adalah adsorpsi yang menggambarkan hubungan antara zat
yang teradsorpsi oleh adsorben dengan tekanan atau konsentrasi pada suhu tetap
(Barrow, 1988; Alberty dan Daniel, 1983). Isoterm adsorpsi yang banyak digunakan
untuk menggambarkan proses adsorpsi fase cair adalah persamaan Langmuir dan
persamaan Freundlich (Atkins, 1999). Pada dasarnya, persamaan Langmuir dan
persamaan Freundlich adalah persamaan yang menghubungkan antara konsentrasi zat
yang dijerap oleh suatu adsorben dengan konsentrasi zat adsorbat tersebut di fasa
cairan atau gas disekelilingnya pada keadaan setimbang dan pada suatu suhu.
a. Isoterm freundlich
Pada model isoterm adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan
adsorbenbersifat heterogen dan multilayer.
Persamaan adsorpsi Freundlich :
Log
(2.1)
Keterangan :
qe = konsentrasi adsorbat di permukaan padatan (mmol/g)
12
, n = konstanta Freundlich
= konsentrasi adsorbat di larutan pada saat kesetimbangan (mmol/L)
Persamaan ini mengungkapkan bahwa bila suatu proses adsorpsi menurut
Freundlich, maka hubungan log qe terhadap log ce merupakan garis lurus, dari
persamaan garis tersebut dapat dievaluasi nilai - nilai kf dan n.
b. Isoterm Langmuir
Oscik (1982) menjelaskan bahwa isoterm Langmuir adalah model adsorpsi
isotermal hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer adsorption) yang
menggunakan asumsi bahwa semua situs dan permukaannya bersifat homogen. Setiap
situs aktif dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat dan bila setiap situs aktif yang
telah mengadsorpsi adsorbat maka adsorben sudah tidak dapat mengadsorpsi lagi.
Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis
berdasarkan persamaan berikut ini:
(2.2)
Keterangan :
qe = konsentrasi adsorbat di permukaan adsorben (mmol/g)
= konsentrasi adsorbat di larutan pada saat kesetimbangan (mmol/L)
qm = konsentrasi adsorbat maksimum di permukaan adsorben pada keadaan
setimbang (mmol/g)
= konstanta Langmuir
2.4 Kinetika Adsorpsi
Perubahan adsorpsi terhadap waktu dapat diketahui dengan mempelajari
kinetika adsorpsi. Model yang cukup sederhana untuk menggambarkan kinetika
adsorpsimenggunakan persamaan Lagergren yaitu pseudo-first-order (pseudo orde
satu) dan model second-order (pseudo orde dua) (Ho dan McKay, 1998)
13
a. Model pseudo-first-order
( ) (
) (2.3)
Dimana qedan qtadalah jumlah zat teradsorpsi tiap unit massa adsorben
(mmol g-1
) pada saat t dan pada kesetimbangan, k1adalah konstanta kecepatan
adsorpsi orde 1 (menit-1
).
b. Model pseudo-Second-Order
= (
) + (
) (2.4)
Dimana qe dan qt adalah adalah jumlah zat teradsorpsi tiap unit massa
adsorben (mmol g-1) pada saat t dan pada kesetimbangan, k2 adalah konstanta
kecepatan adsorpsi orde dua (menit-1).
2.5 Zat Warna Methyl Violet
Limbah zat warna merupakan senyawa organik non-biodegradable yang dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan Limbah zat
warna yang dihasilkan dari proses pencelupan akan menjadi salah satu sumber
pencemar air jika tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Senyawa zat warna di
lingkungan perairan sebenarnya dapat mengalami dekomposisi secara alami oleh
adanya cahaya matahari, namun reaksi ini berlangsung relatif lambat karena intensitas
cahaya UV yang sampai ke permukaan bumi relatif rendah sehingga terakumulasi zat
warna ke dasar perairan atau tanah lebih cepat daripada fotodegradasinya (Dae-Hee et
al., 1999 dan Al-kdasi, 2004).
Methyl violet merupakan salah satu contoh zat pewarna tekstil. Zat warna
methyl violet tergolong dalam zat warna karbon- nitrogen yang terdapat pada gugus
benzennya. Gugus benzena sangat sulit didegradasi, kalaupun didegradasi
membutuhkan waktu yang lama (Maria Christina P., dkk, 2007). Methyl violet larut
14
dalam air, etanol glikol, dietilena glikol dan dipropilen. Methyl violet termasuk dalam
golongan zat warna kation dengan rumus molekul C24H28N3Cl dan mempunyai berat
molekul 393,96 gram/mol. Methyl violet mempunyai diameter 110 Ȧ dan mempunyai
kromofor pada kationnya sehingga dikelompokkan pada zat warna basa (Ozacar dan
Sengil, 2006). Struktur zat warna methyl violet tersaji pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Struktur kimia methyl violet
Kegunaan methyl violet adalah sebagai pewarna ungu untuk tekstil dan
memberikan warna ungu pada cat dan tinta. Grup karbon-nitrogen pada methyl
violet memiliki gugus –NH sebagai ausokrom yang terdapat pada struktur C=NH,
dan Cl- sebagai gugus reaktif dimana mudah terlepas dari sistem reaktif.
Nama kimia dari methyl violet adalah pentametil p-rosanilia hidroklorida.
Selain digunakan sebagai pewarna pada pencelupan, methyl violet dapat digunakan
sebagai indikator untuk menentukan pH suatu zat. Methyl violet dalam larutan asam
berwarna kuning yang berubah menjadi hijau-biru pada pH 0-1,8 dan diatas pH 1,8
akan berwarna ungu (Svehla, 1990: 57).
Beberapa penelitian tentang penghilangan zat warna methyl violet dengan
metode adsorpsi telah banyak dilakukan, Yuliani (2011) telah mengadsorpsi zat
warna methyl violet menggunakan ampo termodifikasi, Kambardianto dkk (2012)
mengadsorpsi zat warna methyl violet menggunakan adsorben biosolid dari limbah
15
industri kertas. Wiyono (2009) telah meneliti mengenai adsorpsi methyl violet
menggunakan abu dasar batu bara. Adsorben dari pasir vulkanik gunung merapi juga
diteliti oleh Primastuti (2012) untuk mengadsorpsi methyl violet.
2.6 Karakteristik Adsorben
a. Gugus fungsi
Analisis gugus fungsi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
gugus fungsi yang terdapat pada suatu molekul (Supratman, 2010). Hal ini
penting terutama pada adsorbsi kimia, dimana pada adsorbsi ini akan terjadi
interaksi antara gugus fungsi yang terdapat pada adsorbat dengan gugus fungsi
yang terdapat pada adsorben sehingga membentuk suatu ikatan kimia.
Analisis gugus fungsi yang terdapat dalam methyl violet dilakukan
menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) spectrometer, suatu metode
analisis yang didasarkan pada absorpsi energi pada suatu molekul cuplikan
yang dilewatkan radiasi inframerah.
Pengabsorpsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh
spektrofotometer inframerah yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi
frekuensi (panjang gelombang) radiasi, pada daerah 200- 4000 cm-1 (Skoog,
1984). Preparasi sampel yang berupa padatan dilakukan menggunakan teknik
pelet KBr, yang dibuat dengan cara menekan dan menumbuk campuran
cuplikan sampel dan kristal KBr dalam jumlah kecil hingga terbentuk pelet
transparan. Tablet cuplikan tipis tersebut kemudian diletakkan di tempat sel
spektrofotometer IR dengan lubang mengarah ke sumber radiasi
(Sastrohamidjojo, 1992). Sementara untuk sampel yang berupa zat cair,
sampel bebas air dioleskan pada window NaCl atau window KBr, kemudian
dipasang pada sel spektrofotometer. Selanjutnya dilakukan pengukuran
serapan sehingga diperoleh puncak-puncak gugus fungsi sebagai petunjuk
struktur molekul sampel (Sastrohamidjojo, 1992).
16
b. Morfologi
Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan,
porositas, dan ketebalan dari adsorben. Prinsip dasar proses ini adalah dengan
menembakan elektron kepermukaan spesimen yang ingin dianalisis.
Penembakan elektron tersebut menghasilkan sinyal berupa transmisi elektron
yang akan memberikan kondisi gambar dari daerah spesimen yang
ditembakan. Afrozi, (2010) menyebutkan bentuk transmisi elektron tersebut
ada yang menyebar, sehingga mampu menampilkan gambar yang terang. Ada
juga transmisi elektron yang penyebaranya tidak elastis (elektron difraksi)
sehingga menghasilkan elektron yang gelap.
Untuk transmisi elektron yang penyebaranya tidak elastis masih dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan gambar dengan menggunakan alat
tambahan berupa electron spectrometer yang digunakan untuk membuat
gambaran energi dan spekta elektron. Prinsip kerja dari TEM/SEM hingga
menghasilkan gambar dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Elektron ditembakan dengan kecepatan dibawah 100kV difokuskan pada
spesimen dengan menggunakan dua lensa kondensasi dan lensa objektif.
2. Hasil tembakan tersebut kemudian dipindai dengan menggunakan dua
kawat scanning dan transmisi elektron, lalu kemudian direkam dengan
menggunakan dua recorder yang terpisah
3. Gambar secara simultan akan terbentuk dari masing-masing posisi
penembakan dari spesimen berdasarkan transmitan elektron yang direkam
masing-masing recorder sesuai dengan kawat scanning pada kolom.
Gambar tersebut selanjutnya ditampilkan pada dua tabung perekam.
4. Setelah gambar terbentuk, penjelasan gambar akan diberikan oleh CRT
screen area terhadap area yang dipindai jika terdapat spesimen didalamnya.
17
c. Luas Permukaan
Salah satu sifat padatan berpori adalah luas permukaan dan porositas.
Pengukuran kedua faktor ini merupakan bagian sangat penting pada setiap
karakterisasi padatan, baik sebagai katalis maupun adsorben. Jika adsorben
yang berupa padatan berpori mengadsorpsi adsorbat, maka fenomena ini tidak
hanya terjadi di permukaan luar saja tetapi juga di dalam pori (Lowell dan
Sheild, 1984). Perilaku adsorpsi gas ke dalam pori-pori dapat dimanfaatkan
untuk menggambarkan porositas dari padatan berpori tersebut. Teknik
karakterisasi dengan metode adsorpsi gas ini dapat memberikan informasi
mengenai luas permukaan spesifik, distribusi ukuran pori dan isoterm adsorpsi
(Do, 1998).
Metode yang digunakan untuk menentukan luas permukaan material
padatan didasarkan pada fenomena lapis tunggal atau monolayer yang
berlangsung pada suhu tetap. Brunauer, Emmet dan Teller (BET) dalam Do
(1998) mengusulkan suatu persamaan adsorpsi isotermis dengan mengambil
asumsi bahwa permukaan zat padat tidak akan tertutup secara sempurna
selama tekanan uap jenuh belum tercapai. Persamaan BET ini dituliskan
sebagai :
( ) (
) (
) (3)
(dengan V adalah volume gas yang teradsorpsi pada kesetimbangan (cm3), Vm
adalah volume gas yang teradsorpsi satu layer pada permukaan adsorben
(cm3), C adalah konstanta BET, Po adalah tekanan uap jenuh adsorpsi
(mmHg) dan P adalah tekanan gas pada kesetimbangan (mmHg). Lowell dan
Sheild (1984), menuliskan Persamaan (II-10) sebagai :
( )
(
) (
)
dengan W adalah berat gas yang diadsorpsi pada tekanan relatif
(g)
dan Wmadalah berat gas yang diadsorpsi pada lapis tunggal (g). Sebagai
adsorbat untuk analisis ini digunakan gas N2 murni dan adsorpsi berlangsung
18
pada 77 K, dimana pada adsorpsi isotermal ini tekanan relatif
yang berlaku
menurut BET dibatasi pada rentang 0,05-0,3. Jika adsorpsi gas N2 murni oleh
padatan adsorben mengikuti teori BET, maka kurva hubungan
( ) versus
akanmenghasilkan garis lurus dengan :
slope (Sl) = (
) (5)
intersep (I) =
(6)
Gabungan persamaan (5) dan (6) menghasilkan :
(7)
dan
(8)
Luas permukaan spesifik (S) dinyatakan sebagai :
(9)
dengan
Stadalah luas permukaan total adsorben (m2), N adalah bilangan
avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol), σ merupakan luas penampang lintang
adsorbat, dalam hal ini N2, yaitu 16,2 A2/molekul, M adalah berat molekul
adsorbat (g/mol) dan Ws adalah berat sampel (g).
d. Distribusi Pori
Secara umum adsorben mempunyai 3 macam pori yang dibentuk selama
proses karbonisasi dan aktivasi. Dasar pembagian berdasarkan perbedaan
ukuran porinya, yaitu mikropori dengan diameter pori kurang dari 2 nm,
mesopori dengan diameter pori antara 2 nm sampai 50 nm dan makropori
dengan diameter pori lebih dari 50 nm (Tamai, 1997). Untuk mendapatkan
adsorben berpori perlu dilakukan aktifasi adsorben itu sendiri baik secara
19
fisika maupun kimia. Pada adsorben jenis mikropori, diameter antar pori
sangat kecil sehingga terjadi tarik menarik antara dinding pembentuk pori
yang saling berlawanan. Tarik-menarik tersebut menimbulkan energi potensial
sehingga menghasilkan hasil penjerapan yang kuat.
Adsorben mesopori merupakan material hasil rekayasa dengan luas
permukaan besar, dimana umumnya karbon berpori yang selama ini
dihasilkan adalah karbon mikropori yang hanya dapat diaplikasikan pada
molekul-molekul berukuran kecil. Adsorben mesopori ini memiliki
keseragaman pori yang tinggi di daerah mesopori sehingga dapat digunakan
dalam proses katalitik dan adsorpsi molekul-molekul berukuran besar
(Jankowska dkk., 1991). Sedangkan pada makropori, terjadi difusi molekul ke
dalam partikel pori. Tabel 2.1 berikut ini adalah klasifikasi adsorben
berdasarkan ukuran pori adsorben.
Tabel 2.1. Penggolongan Adsorben Berdasarkan Ukuran Pori
Tipe Diameter Pori (ω) Karakteristik
Mikropori ω < 2 nm Superimposedwall potentials
Mesopori 2 nm < ω > 50 nm Kondensasi kapiler
Makropori ω > 50 nm Efektif pada dinding tipis
20
BAB III
PROSEDUR KERJA
2.1 Alat
a. Erlenmeyer 100 ml
b. Corong kaca
c. Spatula
d. Oven
e. Blender
f. Ayakan 150 mikron
g. Gelas arloji
h. Corong buchner
i. Shaker
j. Pengaduk kaca
k. Timbangan digital
l. Gelas ukur 10 mL
m. Beaker glass 1000 mL
n. Beaker glass 100 mL
o. Magnetic Stirrer
p. Labu takar 50 mL
q. Labu takar 250 mL
r. Pipet tetes
s. Hot plate
t. Spektrofotometer UV-Vis Thermo Scientific
2.2 Bahan
a. Serbuk kayu randu
b. Methyl violet
21
c. NaOH
d. Aquades
e. Indikator pH
f. Kertas saring
2.3 Rangkaian Alat
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Shaker
2.4 Cara kerja
a. Pembuatan adsorben dari kayu randu
kayu randu dibersihkan, dicuci dan dipotong-potong kemudian dihaluskan
dan diayak dengan saringan 150 mikron mesh
b. Reaksi kayu randu dengan larutan NaOH 0,1 N dan 0,3 N
Serbuk kayu randu dengan berat 30 gram ditambah dengan 500 ml larutan
NaOH (0,1 N dan 0,3 N), kemudian diaduk dengan menggunakan stirer
dalam waktu 1 jam, lalu disaring. Hasil yang diperoleh selanjutnya dicuci
dengan aquades hingga pHnya netral. Selanjutnya dikeringkan di dalam
22
oven pada suhu 120oC. Sebagian dari serbuk kayu randu termodifikasi
NaOH 0,3 N diambil untuk diukur karakterisasinya dengan instrumen
FTIR, SEM dan BET, sedangkan sebagian yang lain digunakan untuk
aplikasi adsorpsi.
c. Pembuatan larutan induk zat warna methyl violet 1000 ppm
Pewarna methyl violet ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dilarutkan
dengan aquades sampai 500 ml sebagai larutan induk.
d. Pembuatan kurva standar larutan zat warna methyl violet
Larutan standart methyl violet dengan variasi konsentrasi
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 ppm, masing-masing diukur adsorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum zat warna methyl violet.
e. Pengaruh konsentrasi NaOH
Adsorben kayu randu sesudah direaksikan NaOH 0,1 N dan 0,3 N
sebanyak0,5 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dengan
penambahan larutan zat warna methyl violet sebanyak 50 ml dengan
konsentrasi larutan 2 ppm dengan pH 5. Larutan kemudian dimasukkan ke
shaker dan diaduk dengan kecepatan 115 rpm selama 3 jam.
f. Mengetahui pengaruh pH optimum
Adsorben kayu randu termodifikasi NaOH 0,3 N sebanyak 0,5 gram
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dengan penambahan larutan zat
warna methyl violet sebanyak 50 ml dengan konsentrasi 60 ppm,
kemudian diatur pHnya dengan penambahan NaOH 0,3 N hingga
diperoleh pH 3, 5, dan 7. Larutan kemudian dimasukkan ke shaker dan
diaduk dengan kecepatan 115 rpm selama 3 jam. Setelah itu larutan
disaring dan kadar adsorpsi zat warna dianalisa dengan spektrofotometer
UV-Vis.
23
g. Mengetahui pengaruh waktu kontak adsorpsi
Adsorben kayu randu termodifikasi NaOH 0,3 N sebanyak 0,5 gram
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Selanjutnya ditambahkan
larutan zat warna methyl violet dengan konsentrasi 60 ppm sebanyak 50
ml, dan pH diatur pada pH optimum. Kemudian larutan diaduk
menggunakan shaker dengan kecepatan 115 rpm dengan variasi waktu
pengadukan 2, 4, 6, 8, 10, 12, 15, 30, 60, dan 120 menit. Larutan disaring
kemudian dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis
h. Mengetahui pengaruh konsentrasi awal
Adsorben kayu randu termodifikasi NaOH 0,3 N sebanyak 0,5 gram
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml. Selanjutnya ditambah
larutan zat warna methyl violet sebanyak 50 mldengan variasi konsentrasi
30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 ppm dan diatur pada pH optimum hasil
orientasi sebelumnya. Kemudian larutan diaduk dengan kecepatan 115
rpm dengan waktu kontak optimum hasil orientasi sebelumnya. Larutan
kemudian disaring dan dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis.
i. Desorpsi
Endapan adsorben kayu randu hasil adsorpsi untuk menentukan pengaruh
konsentrasi NaOH, di keringkan dalam oven dengan suhu 120˚C
kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml dengan penambahan
aquades sebanyak 50 ml. Larutan dimasukkan ke shaker dan diaduk
dengan kecepatan 115 rpm selama 3 jam.
42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
a. Karakterisasi adsorben hasil analisis FTIR adsorben kayu randu sebelum
dan sesudah direaksikan dengan NaOH 0,3 N memiliki ketersediaan
gugus-gugus aktif yang dapat mengadsorpsi zat warna methyl violet yaitu
gugus –OH, gugus C-H dan gugus C-O.
b. Analisis SEM pada kayu randu setelah direaksikan dengan NaOH 0,3 N
terlihat tekstur pada permukaan kayu randu yang kasar, banyak lekukan-
lekukan yang dalam dan jumlah pori yang relatif banyak dibandingkan
dengan kayu randu hasil reaksi dengan NaOH 0,1. Sementara pada
adsorben kayu randu sebelum direaksikan dengan NaOH memiliki
tekstur yang relatif halus dengan tidak adanya pori.
c. Adsorben kayu randu setelah direaksikan NaOH 0,3 N mampu menjerap
zat warna methyl violetdengan persentase 77 % dibandingkan dengan
kayu randu sebelum direaksikan NaOH dengan persentase 26%.Kondisi
optimum adsorpsi penelitian ini pada waktu kontak 60 menit dan pH 5.
d. Isoterm yang sesuai dengan adsorpsi zat warna methyl violet oleh
adsorben kayu randu adalah isoterm Langmuir.
e. Kinetika adsorpsi yang sesuai dengan adsorpsi zat warna methyl violet
oleh adsorben kayu randu adalah model pseudo orde dua.
5.2 Saran
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh suhu terhadap
kemampuan adsorpsi zat warna methyl violetuntuk mengetahui energi
yang terjadi pada proses adsorpsi.
b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai modifikasi adsorben
yang dapat mengadsorpsi zat warna anion.
c. Perlu dilakukan penelitian mengenai isoterm adsorpsi dengan model
yang lain
43
DAFTAR PUSTAKA
Adamson, A. W., 1990, Physical Chemistry Of Surface, 5th Edition, John Willey
And Sons, Toronto.
Alberty, R. A. 1997. Physical Chemistry. John Willey and Sons Inc. New York.
Al-Kdasi, A., Idris, A., Saed, K. dan Guan, C.T.2004. Treatment of textile
wastewater byadvanced oxidation processes. Global Nest theInt. J. 6: 222-
230.
Atkins, P. W.1999. Kimia Fisika Edisi keempat Jilid 2. Oxford : University
Lecture and Fellow of Lincolin College.
Azizian, S. 2004. J. Colloid Interface Sci., 276, 1,47-52.
Barrow, G.M. 1998. Physical Chemistry. Mc Graw Hill International, Singapore.
Cristina, Maria., dkk. 2007.Studi pendahuluan mengenai degradasi zat warna azo
(metil orange) dalam pelarut air menggunakan mesin berkas elektron 350
kev/10 ma. Batan, Yogyakarta.
Dae-Hee A., Won-Seok C., Tai-Il Y. 1999. Dyestuffwastewater treatment using
chemical oxidation,physical adsorption and fixed bed biofilmprocess,
Process Biochemistry 34: 429–439.
Do, Duong D. 1998. Adsorption Analysis: Equilibria And Kinetics, vol. 2, pp. 13 17,
Imperial CollegePress, London
Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-
ReaksiSastrohamidjojo H, penerjemah.Yogyakarta: Ugm Press.
Terjemahandari: Wood: Chemistry, Ultrastructure,Reaction.
G. Svehla. 1990. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. PT Kalman Media Pustaka Jakarta.
Gierer, J. 1980. Chemical aspects of kraft pulping. Wood Sci. Technol. 14, 241-
266.
Hastuti, S., Syarif H.M, dan Setyoningsih. 2012. Penggunaan Serat Daun Nanas
Sebagai Adsorben Zat Warna Procion Red Mx 8b. Jurnal EKOSAINS
IV.1:41-47.
44
Hendra, Ryan. 2008. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar Batubara
Indonesia dengan Metode Aktivasi Fisika dan Karakteristiknya. Skripsi.
Universitas Indonesia, Jakarta.
K.D. Belaid., et al. 2013. Adsorption Kinetics of some Textile Dyes Onto
Granular Activated Carbon. Journal of Environmental Chemical
Engineering.2013.296-503.
Kambardianto., dkk. 2013. Kinetika adsorpsi kristal violet dengan adsorben
biosolid dari limbah industri kertas. Universitas Muhammadiyah Riau.
Kurniawan, H. dan Suprihanto N. 2011. Penggunaan Jerami Padi Untuk
Menyisihkan Limbah Warna Industri Tekstil Color Index Reactive Orange
84. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Lowell, S and Sheilds, J.E. 1984. Powder Surface Area and Porosity, 2nd ed,
London, New York
Mc Kay G, Ho YS.1999.The sorption of lead (II) ions on peat. Water Res 33:578–
584 Mujnisa, A. 2007. Kecernaan Bahan Kering In Vitro, Porposi Molar Asam Dan
Produksi Gas pada Kulit Coklat, Biji Kapuk, Kulit Markisa, dan Biji
Markisa. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Makassar-90245.
Ochse, J. J., M. J. Soule Jr., M. J. Dijkman and C. Wehlberg. 1961.Tropical
andSubtropical Agriculture, Vol II, Macmillan Company, New York.
Onggo, H., Astuti, J.T. 2005. Pengaruh Sodium Hidroksida dan Hidrogen
Peroksida terhadap Rendemen dan Warna Pulp dari Serat Daun
Nenas.Jurnal Ilmu dan Teknologi KayuTropis, Vol. 3, No. 1, hal 37-43.
Oscik, J. 1982. Adsorpstion. Ellis Harwood Limited Publisher. Chcester, John
Willey and Sons, New York.
Osvaldo, Z., dkk. 2013. Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu pada Proses
Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Alang-Alang.
Jurusan Teknik kimia, Fakultas teknik, Universitas Sriwijaya.
45
Owamah, H.I. (2013) Biosorptive Removal of Pb(II) and Cu(II) from Wastewater
Using Activated Carbon from Cassava peels. Journal of Material Cycles
and Waste Management, 1-12.
Ozacar, M. and Sengil, I.A. 2006. A Two Stage Batch Adsorber Design for
Methylene Blue Removal to Minimize Contact Time.
EnvironmentalManagement. 80 : 372-379.
Primastuti, Husniya (2012) Adsorpsi Pewarna Methyl Violet Menggunakan Pasir
Vulkanik Dari Gunung Merapi.Tesis, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.
Raghuvanshi SP, Singh R, Kaushik CP. 2004. Kinetics study of methylene blue
bioadsorption on bagasse. Appl Ecol Environ Res. 2:35-43.
Retnowati. 2005. Efektivitas Ampas Teh sebagai Adsorben Alternatif Limbah Cair
Industri Tekstil. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Rouquerol, F., Rouquerol, J., Sing, K. 1999. Adsorption by Powders and Porous
Solids. Academic Press. San Diego, CA, USA.
Rumidatul, Alfi. 2006. Efektifitas Arang Aktif sebagaiAdsorbent Air Limbah.
Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Salazar, R. Dan Dorthe J. 2001. Informasi Singkat Benih Ceiba pentandra
L.Gaertn. Direktorat Perbentukan Tanaman Hutan Bandung.
Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Liberty. Yogyakarta,
Indonesia.
Setiadi. 1983.Bertanam Kapuk Randu. Penebar Swadaya. Anggota IKAP.
Sjöström E. 1981. Wood Chemistry, fundamentals and applications: London:
Academic Press.
Skoog, D.A. 1984. Principles of Instrumental Analysis. Saunders College
Publishing. Florida, USA.
Suyati. (2008) Pembuatan selulosa asetat dari limbah serbuk gergaji kayu dan
identifikasinya, Tesis, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Wahab., et al. 2005.Use Of Rice Husk For Adsorption Of Direct Dyes From
Aqueous Solution: A Case Study Of Direct F. Scarlet, Egyptian Journal Of
Aquatic Research, 31, 2005.
46
Wang., et al. 2013. Lignin anion exchangers. Bioresources 8(3), 3505-3517
Wiyono, Heri. 2009. Studi adsorpsi zat warna metil violet oleh abu dasar batu
bara. Tesis. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Yuliani., dkk. 2011. Preparasi dan aplikasi kalembang terpilar pada penjerapan
methyl violet. Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.
Zou, Weihua., et al. 2013. Characterization of modified sawdust, kinetic and
equilibrium studyabout methylene blue adsorption in batch mode. Korean
J. Chem. Eng., 30(1), 111-122. School of Chemical Engineering and
Energy, Zhengzhou University.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1
Diagram alir pembuatan adsorben dari kayu randu dengan konsentrasi
NaOH 0,3 N
30 gram serbuk
kayu randu Larutan NaOH 0,3 N sebanyak 500 mL
Selama 1 jam
Dalam beaker glass 1 L
filtrat
shaker
saring
residu
Dicuci sampai
pH netral
saring filtrat
residu
Pengeringan
dengan oven
Adsorben
kayu rand
Suhu 120 ˚C
uji SEM, FTIR dan BET
48
Lampiran 2
Diagram Alir Adsorpsi Zat Warna Methyl Violetuntuk mengetahui
pengaruh pH larutan
Adsorben kayu randu
0,5 gram
Larutan zat warna Methyl Violet
2 ppm (pH 5,7,9) 50 mL
Adsorpsi dengan
shaker
selama 3 jam suhu ruang
penyaringan
Residu (Adsorben kayu
randu Setelah adsorpsi)
filtrat
Pengukuran adsorbansi
pada panjang gelombang
maksimum Methyl Violet
49
Lampiran 3
Diagram alir adsorpsi zat warna methyl violet untuk mengetahui
pengaruh waktu kontak
Variasi waktu
2,4,6,8,10,12,15,30,60,90,
120 menit pada suhu ruang
Adsorben kayu randu
0,5 gram
Larutan zat warna Methyl Violet
60 ppm50 mL pH 5
Adsorpsi dengan
shaker
penyaringan
Residu (Adsorben kayu
randu Setelah adsorpsi)
filtrat
Pengukuran adsorbansi
pada panjang gelombang
maksimum Methyl Violet
50
Lampiran 4
Diagram alir adsorpsi zat warna methyl violet untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi awal
Adsorben kayu randu
0,5 gram
Larutan zat warna Methyl Violet
20,30,40,50,60,70,80,90,100 ppm
50 mL pH 5
Adsorpsi dengan
shaker
penyaringan
Residu (Adsorben kayu
randu Setelah adsorpsi)
filtrat
Pengukuran adsorbansi
pada panjang gelombang
maksimum Methyl Violet
Selama 60 menit
pada suhu ruang
51
Lampiran 5
Hasil analisa FTIR serbuk kayu randu sebelum direaksikan dengan NaOH
52
53
Lampiran 6
Hasil analisa FTIR serbuk kayu randu sesudah direaksikan dengan NaOH 0,3 N
54
55
Lampiran 7
Hasil Analisa Luas Permukaan serbuk kayu randu sebelum direaksikan
dengan NaOH
56
57
Lampiran 8
Hasil analisis luas permukaan kayu randu sesudah direaksikan dengan
NaOH 0,3 N
58
59
Lampiran 9
Data perhitunganpengenceran larutan zat warna methyl violetuntuk pembuatan
kurva standar
a. pembuatan larutan induk 1000 ppm
( ) ( )
( )
( ) ( ) ( )
= 1000mg/L x 0,5 L
= 500 mg = 0,5 gram
b. Perhitungan pengenceran larutan methyl violet untuk pembuatan kurva
standar
1. Membuat larutan 20 ppm dari larutan induk 1000 ppm ke dalam 250
ml aquades.
Konsentrasi 20 ppm
= 5 ml
2. Membuat kurva standar dengan mengencerkan larutan 20 ppm menjadi
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 ppm ke dalam 50 mL aquades.
a. Konsentrasi 1 ppm
=2,5 mL
b. Konsentrasi 2 ppm
= 5 mL
60
c. Konsentrasi 3 ppm
= 7,5 ml
d. Konsentrasi 4 ppm
= 10 ml
e. Konsentrasi 5 ppm
= 12,5 ml
f. Konsentrasi 6 ppm
= 15 ml
g. Konsentrasi 7 ppm
= 17,5 ml
h. Konsentrasi 8 ppm
= 20 ml
i. Konsentrasi 9 ppm
= 22,5 ml
j. Konsentrasi 10 ppm
= 25 ml
61
LAMPIRAN 10
Perhitungan konsentrasi larutan setelah adsorpsi.
Konsentrasi larutan setelah adsorpsi dapat diketahui dengan hasil persamaan yang
didapatkan dari kurva standar methyl violet, yaitu :y = 0,049 x
Misal, pada konsentrasi larutan 60 ppm diadsorpsi dengan massa adsorben 0,5
gram dengan waktu kontak 60 menit didapat nilai absorbansi 0,109 A. maka:
y = 0,049x
0,109= 0,049 x
x =
= 2,224 ppm
Jadi zat warna methyl violet dengan absorbansi 0,109 A memiliki konsentrasi
sebesar 2,224 ppm
62
LAMPIRAN 11
Perhitungan % zat warna yang teradsorpsi
% zat warna yang teradsorpsi =(
) x 100%
Keterangan:
C0 = konsentrasi awal zat warna Methyl Violet (ppm)
C = konsentrasi akhir zat warna Methyl Violet (ppm)
Contoh:
Adsorpsi zat warna dengan massa adsorben 0,5 gram pada waktu kontak 60 menit
yang memiliki konsentrasi awal 60 ppm dan konsentrasi akhir 2,224 ppm.
% zat warna yang teradsorpsi = (
) x 100%
= 0,9629 x 100 %
= 96,29 %
63
Lampiran 12
Data perhitungan isoterm adsorpsi Langmuir
Co (ppm) Ce(mmol/L) Qe
(mmol/g)
Ce/qe Qe
model
(mmol/g)
Ralat
0 0,00 0,000 0 0 0
20 0,0030 0,0460 0,06496 0,0751 63,105
30 0,0045 0,0690 0,06571 0,1049 52,022
40 0,0058 0,0922 0,06326 0,1266 37,258
50 0,0063 0,1163 0,05374 0,1330 14,320
60 0,0072 0,1398 0,05170 0,1471 5,1671
70 0,0074 0,1642 0,04508 0,1494 8,998
80 0,0079 0,1881 0,04220 0,1565 16,802
90 0,0083 0,2123 0,03902 0,1609 24,216
100 0,0087 0,2364 0,03659 0,1654 30,034
Didapatkan persamaan y = 2,2x + 0,0332
=
+
Slope =
= 2,2
Qm = 0,454 mmol/g
intersept =
=0,0332
30,120
kL = 66,343 mmol/L
64
Lampiran 13
Data perhitungan isoterm Freundlich
Co (ppm) Ce
(mmol/L)
Qe
(mmol/g) Log ce Log qe
qe
model
ralat
0 0,00 0,000 0 0 0 0
20 0,0030 0,0460 -2,524 -1,3369 0,0871 89,298
30 0,0045 0,0690 -2,343 -1,1611 0,1053 52,627
40 0,0058 0,0922 -2,234 -1,0352 0,1181 28,077
50 0,0063 0,1163 -2,204 -0,9344 0,1219 4,782
60 0,0072 0,1398 -2,140 -0,8544 0,1302 6,876
70 0,0074 0,1642 -2,130 -0,7847 0,1316 19,831
80 0,0079 0,1881 -2,100 -0,7255 0,1359 27,771
90 0,0083 0,2123 -2,081 -0,6730 0,1385 34,749
100 0,0087 0,2364 -2,062 -0,6262 0,1413 40,243
Didapatkan persamaan y = 0,455x+0,088
Qe = kf*
=
Slope =
= 0,455
n = 2,198mmol/g
intersept =
kf =
kf = 1,22mmol/L
65
Lampiran 14
Data perhitungan kinetika adsorpsi model pseudo orde satu
t
C awal
(mg/L)
C akhir
(mg/L)
Qe
(mg/g) Qt (mg/g)
Log
(qe-qt)
qt
model
0 60 60 5,77755 0 0,7617 1
2 60 4,285714286 5,77755 5,5714286 -0,6858 1,033
4 60 4,387755102 5,77755 5,5612245 -0,6648 1,067
6 60 3,795918367 5,77755 5,6204082 -0,8037 1,101
8 60 3,734693878 5,77755 5,6265306 -0,8209 1,138
10 60 3,408163265 5,77755 5,6591837 -0,9267 1,175
12 60 3,346938776 5,77755 5,6653061 -0,9498 1,213
15 60 3,306122449 5,77755 5,6693878 -0,9659 1,273
30 60 3,265306122 5,77755 5,6734694 -0,9826 1,622
60 60 2,224489796 5,77755 5,777551 0 2,63
90 60 2,87755102 5,77755 5,7122449 -1,1850 4,266
120 60 2,428571429 5,77755 5,7571429 -1,6902 6,92
Log (qe-qt) = log qe –
Log (qe-qt) = -
+ log qe
Y = - 0,007 x – 0,524 R=0,221
Dimana y = log (qe-qt)
-0,007 =
- 0,016121= -k1 t
K1 = 0,016121 menit-1
Intersept
-0,524 = log qe
Qe = 0,3 mg/g
66
Lampiran 15
Data perhitungan kinetika adsorpsi model pseudo orde dua
t
C awal
(mg/L)
C akhir
(mg/L)
Qe
(mg/g) Qt (mg/g) t/qt
qt
model
0 60 60 5,77755 0 0 0
2 60 4,285714286 5,77755 5,5714286 0,359 5,375
4 60 4,387755102 5,77755 5,5612245 0,7193 5,570
6 60 3,795918367 5,77755 5,6204082 1,0675 5,638
8 60 3,734693878 5,77755 5,6265306 1,4218 5,673
10 60 3,408163265 5,77755 5,6591837 1,767 5,694
12 60 3,346938776 5,77755 5,6653061 2,1182 5,708
15 60 3,306122449 5,77755 5,6693878 2,6458 5,722
30 60 3,265306122 5,77755 5,6734694 5,2878 5,751
60 60 2,224489796 5,77755 5,777551 10,385 5,765
90 60 2,87755102 5,77755 5,7122449 15,756 5,770
120 60 2,428571429 5,77755 5,7571429 20,844 5,772
=
+
Y= 0,173x + 0,026
Dimana,
Slope = 1/qe
= 0,173
Qe = 5,78 mg/g
Intersept = 1/k2*qe2
0,026 = 1/k2 */qe2
0,026 = 1/k2 *1/5,782
0.026 = 1/k2 * 1/33,4084
0,026 = 1/33,4084 k2
k2 = 1/0,869
k2 = 1.151 g/mg menit
67
Lampiran 16
Gambar Praktikum
Serbuk kayu randu sesudah
preparasi
Reaksi Serbuk kayu randu
dengan NaOH
Hasil setelah reaksi NaOH Pencucian dan penyaringan
Hasil serbuk kayu randu setelah
direaksikan dengan NaOH
Hasil serbuk kayu randu setelah
dilakukan pemanasan dan siap
untuk uji adsorpsi
68
Hasil adsorpsi variasi konsentrasi
NaOH
Shaker adsoprsi zat warna hasil adsorpsi kurva standar
variasi konsentrasi Larutan zat warna
sebelum adsorpsi
Hasil adsorpsi variasi waktu kontak Hasil adsorpsi variasi konsentrasi
larutan