project tipa

21
PROPOSAL PROJECT TIPA “DEKOMPOSISI SAMPAH SAYURAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DENGAN BERBAGAI AKTIVATOR” Disusun oleh : Agis Pratama (20110210060) Arjun Egi N (20110210041) Fadhilah Achmad (20110210055) Mega Silvia F (20110210059) Marzuki Masrian (20110210061) Ratih Rahmawati (20110210051) PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Upload: agus-arianto

Post on 16-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

PROPOSAL PROJECT TIPADEKOMPOSISI SAMPAH SAYURAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK DENGAN BERBAGAI AKTIVATOR

Disusun oleh :Agis Pratama (20110210060)Arjun Egi N(20110210041)Fadhilah Achmad (20110210055)Mega Silvia F(20110210059)Marzuki Masrian (20110210061)Ratih Rahmawati (20110210051)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2013I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangSalah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat ini masih tetap menjadi PR besar bagi bangsa Indonesia adalah faktor pembuangan limbah sampah. Salah satunya limbah padat dari buangan pasar yang dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar. Limbah tersebut salah satunya berupa limbah sayuran yang hanya ditumpuk di tempat pembuangan dan menunggu pemulung untuk mengambilnya atau dibuang ke TPA jika tumpukan sudah meninggi. Penumpukan yang terlalu lama dapat mengakibatkan pencemaran, yaitu bersarangnya nyamuk ataupun serangga pengganggu lainnya dan timbulnya bau yang tidak diinginkan yang tentunya dapat menyebabkan penyakit. Manusia memang dianugerahi Panca Indera yang membantunya mendeteksi berbagai hal yang mengancam hidupnya. Namun di dalam dunia modern ini muncul berbagai bentuk ancaman yang tidak terdeteksi oleh panca indera kita, yaitu berbagai jenis racun yang dibuat oleh manusia sendiri.Sampah sayur - sayuran merupakan bahan buangan yang yang biasanya dibuang secara open dumping tanpa pengelolaan lebih lanjut sehingga akan menimbulkan gangguan lingkungan dan bau yang tidak sedap.Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya diterapkan suatu teknologi untuk mengatasi limbah padat, yaitu dengan menggunakan teknologi daur ulang limbah padat menjadi produk kompos yang bernilai guna tinggi.Pengomposan dianggap sebagai teknologi berkelanjutan karena bertujuan untuk konservasi lingkungan, keselamatan manusia, dan pemberi nilai ekonomi. Penggunaan kompos membantu konservasi lingkungan dengan mereduksi penggunaan pupuk kimia yang dapat menyebabkan degradasi lahan. Pengomposan secara tidak langsung juga membantu keselamatan manusia dengan mencegah pembuangan limbah organik.Proses pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik menjadi pupuk kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik dalam kondisi terkendali. Pengomposan sendiri merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik (seperti jerami, daun-daunan, sampah rumah tangga, dan sebagainya) dengan suatu perlakuan khusus. Hampir semua bahan yang pernah hidup, tanaman atau hewan akan membusuk dalam tumpukan kompos .Kompos sebagai hasil dari pengomposan dan merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki fungsi penting terutama dalam bidang pertanian antara lain : Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro.Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah.Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara, memperbesar daya ikat tanah berpasir.Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah.Membantu proses pelapukan dalam tanah.Tanaman yang menggunakan pupuk organik lebih tahan terhadap penyakit.Proses pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan kandungan nutrien, kadar air, pH, temperatur dan aerasi yang optimal melalui penyiraman dan pembalikan.

B. Rumusan MasalahSampah sayur yang menumpuk di TPA umumnya masih belum di manfaatkan secara maksimal. Hal ini tentunya akan menjadi masalah lingkungan jika terjadi penumpukan yang tidak terkontrol serta tentunya tidak memiliki nilai ekonomis. 1. Berbagai sampah sayuran di pasar Gamping Yogyakarta masih belum termanfaatkan dengan baik, mengingat jumlahnya yang semakin hari semakin banyak. Hal ini dapat di lihat dari kebiasaan mengkonsumsi sayur oleh masyarakat yang umumnya setiap hari dan tentunya akan menambah jumlah sampah sayur di setiap harinya.2. Banyak kotoran sapi di rumah-rumah warga yang belum termanfaatkan.Sehubungan dengan adanya permasalahan tersebut, maka perlu dilakukannya penelitian terhadap berbagai aktivator dengan menggunakan kotoran sapi, EM4 dan inokulum rayap untuk mendapatkan kompos yang optimal.C. Tujuan Penelitian1. Mengetahui dekomposisi sampah sayuran dengan berbagai aktivator (Kotoran sapi, EM4 dan inokulum rayap).2. Membandingkan kompos dengan berbagai aktivator (Kotoran sapi, EM4 dan inokulum rayap).D. Tinjauan Pustaka1. Sampah SayuranSejak dahulu sampah menjadi masalah penting seiring meningkatnya populasi penduduk. Data Kementrian Lingkungan Hidup RI pada tahun 2012 mencatat rata-rata setiap penduduk Indonesia pada tahun 2012 menghasilkan sekitar 2 kg sampah per orang per hari. Jumlah itu meningkat seiring perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan.Sampah merupakan salah satu bahan pencemar lingkungan, baik pencemaran pada lingkungan fisik, lingkungan kimia maupun lingkungan biologi. Menurut Hadiwiyanto (1983) sampah merupakan bahan-bahan yang sudah tidak dipergunakan lagi (barang bekas) maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya dan ditinjau dari segi sosialekonomi sudah tidak ada harganya sedangkan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran serta dapat menyebabkan berbagai macam penyakit.Permasalahan sampah timbul karena ketidakseimbangan antara produksi sampah dengan pengelolaannya dan makin menurunnya daya dukung alam sebagai tempat pembuangan sampah. Penanganan sampah yang selama ini dilakukan umumnya masih mengikuti pola konvensional, yaitu masih mengikuti alur kumpul-angkut-buang dan belum memperhatikan usaha daur ulang dan menggunakan ulang (recycling and reuse).Sampah sayuran merupakan bahan bahan sisa hasil sampingan dari kegiatan manusia, banyak mengandung bahan organik. Sampah sayur - sayuran biasanya hanya dibuang secara open dumping tanpa pengelolaan lebih lanjut sehingga akan menimbulkan gangguan lingkungan dan bau yang tidak sedap.Berdasarkan hal tersebut, perlu diterapkan suatu teknologi untuk mengatasi limbah padat, yaitu dengan menggunakan teknologi daur ulang limbah padat menjadi produk kompos yang bernilai guna tinggi.2. Kotoran Sapi Sapi merupakan ternak jenis ruminasia yang mudah menyederhanakan serat kasar melalui aktivitas bakteri pengurai sellulosa yang ada pada sistem pencernaannya. Faktor utama yang mempengaruhi kotoran hewan adalah jenis hewan, jenis kelamin, umur, makanan dan lokasi secara geografi (Misra san Hesse, 1983). Kotoran sapi mengandung rata-rata N = 1,9 %, P = 0,56 % dan K = 1,4 %, selanjutnya Patricio et al. (1982) mengemukakan bahwa pupuk kotoran sapi yang busuk mengandung tiga kelompok mikroba utama yaitu bakteri, fungi dan aktinomisetes.Pemanfaatan kotoran sapi dalam proses pengomposan berkaitan erat dengan penambahan jumlah mikroba perombak dan penambahan kandungan hara bahan kompos. Kotoran ternak merupakan media yang paling cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba.Menurut Gaur (1981) kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai aktivator, yaitu bahan yang dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme dekomposer dalam pengomposan, hal ini mungkin disebabkan kotoran ternak merupakan media hidup yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme karena masih mengandung karbohidrat, protein, mineral dan vitamin (yang larut dalam air) yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup (Lodha, 1974). Masalah seperti bau busuk, mikroorganisme patogen, parasit dan biji rumput liar dapat diatasi dengan pengomposan.3. Bioaktivator EM4Effective Microorganism (EM4) adalah sejenis bakteri yang dibuat untuk membantu dalam pembusukan sampah organik sehingga dapat di manfaatkan dalam proses pengkomposan. Jumlah mikroorganisme fermentasi didalam EM4 sangat banyak, sekitar 80 genus. Dari sekian banyak moikroorganisme ada lima golongan pokok yang menjadi komponen utama, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Streptomyces sp, Actinomycetes sp dan ragi. EM4 merupakan Bakteri fermentasi bahan organik tanah yang dapat menyuburkan tanaman dan menyehatkan tanah. EM4 ini terbuat dari hasil seleksi alami mikroorganisme fermentasi dan sintetik di dalam tanah yang dikemas dalam medium cair. Selain mendekomposisi bahan organik di dalam tanah, EM4 juga merangsang perkembangan mikroorganisme lainnya yang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman, misalnya bakteri pengikat nitrogen, bakteri pelarut fosfat dan mikoriza. EM4 juga melindungi tanaman dari serangan penyakit karena sifat antagonisnya terhadap pathogen yang dapat menekan jumlah pathogen di dalam tanah atau pada tubuh tanaman. EM4 meliki beberapa keuntungan seperti: Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Meningkatkan produksi tanaman dan menjaga kestabilan produksi. Memfermentasi dan mendekomposisi bahan organik tanah dengan cepat (Bokashi). Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Meningkatkan keragaman mikroba yang menguntungkan di dalam tanah.

4. RayapDi alam bebas rayap berperan penting sebagai penjaga keseimbangan alam dengan cara menghancurkan kayu dan mengembalikannya sebagai "hara" ke dalam tanah. Namun di pemukiman rayap menjadi hama yang sangat merugikan karena dapat merusak bahan-bahan yang mengandung selulosa yang merupakan sumber makanan bagi rayap, seperti: kayu, kertas, kain, dll sehingga rayap sering ditemukan menyerang kusen-kusen, furniture, gypsum, parquet, wallpaper, dll. Adapun klasifikasi dari rayap adalah sebagai berikut:

Domain : EukariotaKerajaan : AnimaliaSub kerajaan : Metazoa Filum : Artropoda Kelas : Serangga Ordo : Isoptera

Rayap selain dikenal sebagai serangga yang rakus terhadap kayu, ternyata juga memiliki keistimewaan dalam mekanisme pengolahan kayu menjadi gula. Tidak ada proses yang menggunakan bahan kimia maupun panas yang berlebihan di dalam proses penguraian di dalam tubuh rayap tersebut. Sekumpulan mikroba yang mempunyai keahlian mengurai makanan yang dimasukkan ke dalam usus rayap melakukan tugas tersebut dengan cepat. Kunci dari seluruh proses tersebut adalah enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroba untuk mengurai selulosa. Tidak berbeda jauh dengan sapi, rayap ternyata juga memiliki organ pencernaan yang pada tiap tahap-tahapnya terdapat sekumpulan mikroba. Mikroba-mikroba tersebut mempunyai tugas masing-masing, sesuai dengan tahapannya, untuk mengubah polimer kayu menjadi gula. Menurut Phil Hugenholtz, kepala program ekologi mikroba JGI, tahap pencernaan terakhir dari rayap mengandung dua jenis bakteri utama, yaitu treponeme dan fibrobacter. Treponeme sudah dikenal lama sebagai bakteri yang hidup di dalam organ rayap. Sedangkan fibrobacter, baru diketahui keberadaannya di dalam organ pencernaan rayap. Sama seperti halnya dengan kerabatnya yang berada di dalam rumen sapi dan berfungsi untuk mengurai selulosa.Pemanfaatan limbah pertanian/perkebunan merupakan suatu alternatif untuk mengatasi masalah keterbatasan dalam ketersediaan hijauan dan tingginya harga pakan sumber konsentrat. Namun penggunaannya sebagai pakan ternak sangat terbatas. Alternatif yang ditawarkan untuk memperbaiki penggunaan limbah tersebut adalah dengan memanfaatkan mikroba simbion rayap yang telah diketahui sebagai dekomposer produk kayu. Rayap kemudian dilakukan kultur mikroba, dan mikroba tersebut berasal dari saluran pencernaan rayap (1) Macrotermes gilvus Hagen, (2) Microtermes inspiratus Kemner, (3) Coptotermes curvignathus Holmgren, (4) kombinasi mikroba saluran pencernaan dari ketiga spesies rayap tersebut, dan (5) cairan rumen domba. Proses seleksi menghasilkan duapuluhdelapan isolat bakteria pencerna serat dan tigabelas isolat dipilih berdasarkan kemampuannya mendegradasi sumber selulosa. Pengujian berdasarkan aktivitas enzim selulolitik, degradasi/fermentasi dan kecernaan pakan menunjukkan lima isolat bakteria saluran pencernaan rayap, dan dua isolat bakteria cairan rumen domba mempunyai kemampuan mencerna serat yang lebih baik daripada isolat lainnya. Hasil penelitian yang menggunakan kultur mikroba saluran pencernaan rayap dan rumen domba memperlihatkan bahwa nutrien rumput gajah lebih mudah didegradasi/difermentasi dan dicerna daripada jerami padi dan serat sawit. Sebaliknya pada percobaan yang menggunakan kultur isolat murni bakteria pencerna serat, didapatkan hasil fermentasi dan kecernaan jerami padi dan serat sawit yang lebih tinggi daripada rumput gajah, tetapi degradasi protein kedua limbah tersebut tidak sebaik rumput gajah. Hasil penelitian ini dapat mengindikasikan kemampuan isolat murni bakteria sebagai kultur tunggal dapat memfermentasi dan mencerna pakan sumber serat. Dengan demikian ketujuh isolat ini merupakan bakteria pencerna serat yang terbaik. Kemampuannya untuk bersimbiosis dan hidup dalam kondisi rumen masih dipelajari dalam percobaan berikutnya; demikian pula dengan pemanfaatannya sebagai bahan probiotik dalam memanipulasi proses fermentasi serat pakan (Wiryawan, dkk, 2004).E. HipotesisInokulum rayap lebih unggul dalam mendekomposisi limbah sampah sayuran karena pada rayap terdapat bakteri yang mampu mendekomposerkan secara khusus bahan organik yang keras.

II. PERSIAPAN

A. Tempat dan WaktuPenelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Green House Fakultas Pertanian UMY, pada bulan April-Mei 2013.B. Alat dan BahanAlat-Alat Yang Digunakan Terdiri Dari: Tabung Reaksi, Jarum Ose, Spiritus, Pipet, Penghalus, Erlenmeyer, Petridish, Termometer, Plastik, Gelas Ukur, drigalsky, Termometer, pH Stik, Kamera.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu K2HPO4, MGSO4, H20, NACL, Yeast Ekstrak, (NH4)2SO4, Selulosa, Aquades, Agar (Khusus Media Padat), EM4, Limbah Sampah Sayur, Rayap, Dedak, Pupuk Kandang, Gula jawa, Kapur. C. Metode PenelitianPenelitian ini dilakuakan di Lab. Mikrobiologi dan Green House disusun dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan 3 perlakuan, yaitu ddekomposisi limbah sampah sayuran dengan menggunakan berbagai aktivator sebagai berikut:Perlakuan : Kotoran sapi. EM4. Inokulum rayap.D. Tata Laksana1. Isolasi dan Perbanyakan Bakteri Rayap2. Perbanyakan inokulum bertujuan untuk menggandakan jumlah sel agar cukup untuk dipakai sebagai inokulum.3. Sterilisasi Alat yang terbuat dari logam dan gelas direbus dengan air dan detergen kemudian dibilas hinga bersih dan di bungkus dengan kertas kemudian disterilkan dalam autoklaf dengan temperatur 121O (1atm) selama 30 menit.

4. Pembuatan mediaMedia yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri treponeme dan fibrobacter yaitu media deckerman. Komposisi media terlapir pada lampiran. Pencampuran bahan dilakukan dengan memanaskan bahan dan diaduk hingga homogen, kemudian diukur pHya. Media dibagi menjadi dua yaitu media padat dan cair. Media padat digunkan untuk isolasi bakteri dari perut rayap, sedangkan media cair digunakan untuk perbanyakan bakteri yang nantinya akan diaplikasikan ke limbah jamur.5. InokulasiSetelah bakteri diperbanyak pada media deckerman cair, bakteri dpindahkan ke dalam media starter. Starter tersebut dibuat dari campuran antara air, gula jawa, dedak, pupuk kandang dan kapur. Hal ini berguna sebagai persiapan dan perbanyakan bakteri sebelum diaplikasi.6. AplikasiSetelah bakteri masuk ke dalam inokulum, bakteri tersebut siap untuk dilakukan aplikasi ke limbah sampah sayuran. Limbah sampah sayuran ini dilakukan dengan tiga perlakuan yaitu limbah sampah sayuran diberi isolasi rayap, limbah sampah sayuran diberi EM 4 dan limbah sampah sayuran diberi kotoran sapi.7. PengamatanPengamatan dilakukan setiap minggu selama sebulan setelah aplikasi. Pengamatan dilakukan berdasar parameter, parameter yang digunakan adalah suhu, pH, keremahan, tekstur, warna, aroma dan kadar air.8. Pengemasan Pengemasan dilakukan setelah produk tersebut jadi.

E. Parameter yang DiamatiPengamatan dilakukan menggunakan beberapa parameter, berupa:1. SuhuPengukuran menggunakan termometer dan dilakukan di tiga titik yang berbeda, pengukuran ini dilakukan setiap hari selama pengamatan.2. pHPengukuran dengan mengambil sampel dan dilakukan di tiga titik yang berbeda, pengukuran ini dilakukan tiap sekali seminggu selama pengamatan.3. KeremahanPengukuran dengan mengambil sampel dan dilakukan di tiga titik yang berbeda, pengukuran ini dilakukan tiap sekali seminggu selama pemgamatan.4. TeksturPengukuran dengan mengambil sampel dan dilakukan di tiga titik yang berbeda, pengukuran ini dilakukan tiap sekali seminggu selama pengamatan.5. WarnaPengukuran dengan mengambil sampel dan dilakukan di tiga titik yang berbeda, pengukuran ini dilakukan setiap hari selama pengamatan.

6. AromaPengukuran dengan mengambil sampel dan dilakukan di tiga titik yang berbeda, pengukuran ini dilakukan tiap sekali seminggu selama pengamatan.7. Kadar asamPengukuran dengan mengambil sampel dan dilakukan di tiga titik yang berbeda, pengukuran ini dilakukan tiap sekali seminggu selama pengamatan.F. Jadual PenelitianNoKegiatanApril MeiPenanggung jawab

1234123

1Isolasi bakteriMega

2Perbanyakan bakteriRatih

3Inokulasi dalam starterAgis

4Aplikasi dan pengamatanFadhil

5Pengumpulan dataArjun

6Pengemasan produkMarzuki

Daftar PustakaAnonim. 2011. Biologi Rayap. http://termite-killer.blogspot.com/. Diakses 25 Maret 2013.Anonim. 2011. Makalah Pembuatan Kompos dari Sampah Sayuran. http://enviro-knowledge.blogspot.com/2011/02/makalah-pembuatan-kompos-dari-sampah.html. Diakses tanggal 25 Maret 2013. Lodha, B. C. 1974. Decomposition of Digested Litter. In : C.H. Dickinson and G.J.F pugh. Ed. Biology of Plant Litter Decomposition. Vol II. Academic Press, London and New York. 526p.Misra, R. V. And P. R. Hesse. 1983. Comparative Analyses of Organik Manures. In : Improving Soil Ferility Through Organic Recycling. No. 24. FAO of The United Nations. Patricio, M.M., M. Quinto, M. Sylva and R. Lopez. 1982. Utilization of Farm Manures and Nights Soil as fertilizer. No 17. FAO of The United Nations.

1