prolog - lbh semarang

117

Upload: others

Post on 01-Nov-2021

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROLOG - LBH Semarang
Page 2: PROLOG - LBH Semarang

DAFTAR ISI

MENEMBUS JALAN BUNTU : FAKTA HAM JAWA TENGAH

I. PROLOG

JAWA TENGAH OVERVIEW : INFO GRAFIS JAWA TENGAH

LUAS WILAYAH

JUMLAH PENDUDUK

KOMPOSISI PENDUDUK

GAMBARAN UMUM HAM JAWA TENGAH

II. POTRET LAYANAN HUKUM

III. FAKTA HAM JAWA TENGAH

IV. PENGUATAN VISI-MISI

V. BANTUAN HUKUM STRUKTURAL

VI. EPILOG

Page 3: PROLOG - LBH Semarang

PROLOG

Page 4: PROLOG - LBH Semarang

A. Sekilas Jawa Tengah

Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa.

Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan

Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut

Jawa di sebelah utara. Luas wilayahnya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau

Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat

dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa.

Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga mencakup wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah dikenal sebagai "jantung" budaya Jawa.

Meskipun demikian di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang

berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat.

Selain ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang

tersebar di seluruh provinsi ini.

Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah

32.380.687 jiwa terdiri atas 16.081.140 laki-laki dan 16.299.547

perempuan

Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbesar adalah

Kabupaten Brebes (1,732 juta jiwa), Kabupaten Cilacap (1,644

juta jiwa), dan Kabupaten Banyumas (1,553 juta jiwa).

Page 5: PROLOG - LBH Semarang

Komposisi Penduduk

Sebaran penduduk umumnya terkonsentrasi di pusat

kota. Kawasan permukiman yang cukup padat berada di daerah Semarang Raya (termasuk

Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), Solo Raya (termasuk

sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali), serta Tegal

Slawi.

Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per tahun. Pertumbuhan

penduduk tertinggi berada di Kabupaten Demak (1,5% per tahun), sedang yang terendah

adalah Kota Pekalongan (0,09% per tahun).

Dari jumlah penduduk ini, 47% di antaranya merupakan angkatan

paling banyak adalah di sektor

industri (15,71%), dan jasa (10,98%).

Sebaran penduduk umumnya terkonsentrasi di pusat-pusat kota, baik kabupaten ataupun

permukiman yang cukup padat berada di daerah Semarang Raya (termasuk

Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), Solo Raya (termasuk

sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali), serta Tegal

penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per tahun. Pertumbuhan

penduduk tertinggi berada di Kabupaten Demak (1,5% per tahun), sedang yang terendah

adalah Kota Pekalongan (0,09% per tahun).

Dari jumlah penduduk ini, 47% di antaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian

paling banyak adalah di sektor pertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan

(10,98%).

pusat kota, baik kabupaten ataupun

permukiman yang cukup padat berada di daerah Semarang Raya (termasuk

Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), Solo Raya (termasuk

sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali), serta Tegal-Brebes-

penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per tahun. Pertumbuhan

penduduk tertinggi berada di Kabupaten Demak (1,5% per tahun), sedang yang terendah

kerja. Mata pencaharian

perdagangan (20,91%),

Page 6: PROLOG - LBH Semarang

B. Gambaran Umum

Tahun 2011 merupakan tahun dimana tergambar jelas kondisi Hak Asasi Manusia di

Indonesia. Tragedi demi tragedi muncul sampai dengan penhujung akhir tahun 2011. Baik

mulai mencuatnya kasus Bentrok antara warga dan TNI di Kebumen, Mesuji, Bima, maupun

kasus-kasus lainnya. Gambaran kekerasan dan konflik begitu kentara meski respon ini atas

beberapa kejadian juga tidak menunjukkan keseriusan negara dalam pemenuhan dan

penghormatan Ham bagi setiap warganya.

Tidak berbeda dengan Jawa Tengah, meski di Tahun 2011 terkesan tidak terlihat konflik

dan kekerasan yang terjadi. Namun sejatinya Jawa Tengah juga menyimpan potensi konflik

yang sama. Sedikitnya jika berkaca dari kasus Mesuji yang berakar pada konflik Agraria, di

Jawa Tengah juga sebetulnya terpendam potensi konflik yang sama. Hal ini dapat dilihat

dari dokumentasi LBH Semarang, dimana selama tahun 2011 saja, di Jawa Tengah tercatat

ada 42 konflik Agraria yang kurang lebih melibatkan ribuan masyarakat. Konflik ini hampir

merata terjadi di setiap kabupaten di Jawa Tengah. Hanya yang membedakan antara Jawa

Tengah dan daerah lainnya, seperti Mesuji dan Bima adalah dari sisi kekuatan letupan

konflik. Di Jawa Tengah saat ini relatif tidak terlihat, hanya sesekali letupan konflik itu

muncul yaitu di Kebumen. Dimana kekerasan yang hampir serupa seperti di Mesuji dan

Bima juga terjadi di salah satu kabupaten di Jawa Tengah ini. Yang membedakan hanya

aktor dan jenis tindakan yang dilakukan serta motif kekerasan dilakukan.

Selain kondisi HAM, dapat pula digambarkan mengenai kondisi Bantuan Hukum di Jawa

Tengah. Hampir sama dengan kondisi HAM, catatan mengenai kondisi bantuan hukum di

Jawa Tengah juga tidak beranjak ke arah yang lebih baik dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya. Sepanjang tahun 2011, LBH Semarang telah melakukan pemberian bantuan

hukum sebanyak 135. Bantuan Hukum diberikan baik melalui konsultasi hukum, surat-

menyurat, pembuatan berkas, dll serta pendampingan secara langsung. Angka ini lebih

banyak dibandingkan tahun 2009 dan 2010 yang tercatat sebanyak 125 dan 134.

Sementara dari sejumlah bantuan hukum tersebut juga tercatat jenis masalah hukum yang

dihadapi cukup beragam, mulai dari masalah pidana, Perkawinan/ KDRT, Perburuhan,

Pertanahan, Pencemaran/ perusakan lingkungan hidup, Konsumen, serta Perdata lain.

Berdasarkan data-data diatas, terlihat pula bahwa ternyata pelanggaran HAM masih

banyak terjadi di Jawa Tengah. Selain itu, masih berdasarkan catatan LBH Semarang,

sebagian besar di kabupaten/ kota Jawa Tengah terdapat pelanggaran HAM. Angka diatas

terjadi di 25 daerah kabupaten/ kota di Jawa Tengah.

Page 7: PROLOG - LBH Semarang

Selain itu, YLBHI-LBH Semarang telah memberikan bantuan hukum dalam bentuk Bantuan

Hukum Struktural sebanyak 29 dan layanan hukum sebanyak 135 dengan penerima

manfaat bantuan hukum struktural sebanyak 6.784 orang serta penerima manfaat layanan

hukum sebanyak 1.436 orang. Sehingga secara keseluruhan yang tidak mendapatkan akses

bantuan hukum oleh negara sebanyak 8.220 orang.

Berdasarkan gambaran tersebut, maka kami merasa perlu untuk membuat Catatan Akhir

Tahun 2011 tentang kondisi HAM dan Bantuan Hukum di Jawa Tengah khususnya tahun

2011 ini. Laporan ini ditujukan untuk mempromosikan Hak Asasi Manusia serta sebagai

bentuk pertanggungjawaban LBH Semarang terhadap publik (Public Accountability).

Page 8: PROLOG - LBH Semarang

Laporan Pelaksanaan Program

Tahun 2011

Page 9: PROLOG - LBH Semarang

POTRET LAYANAN HUKUM

Untuk memperjelas mengenai Potret Layanan Hukum yang telah diberikan oleh LBH Semarang

baik yang berasal dari konsultasi, surat

paparkan laporan lebih rinci yang dirangkai dalam bentuk tabel, grafik dan narasi yang diolah

dari data base yang telah terdokumentasikan di LBH Semarang.

A. Fluktuasi Layanan Hukum

Dari tahun ke tahun pemberian konsultasi di LBH Semarang

jumlah. Tercatat sepanjang tahun 2011 dapat dilaporkan bahwa ada 135 Konsultasi yang

telah diberikan oleh LBH Semarang.

2009 dan 2010. Berikut gambaran dalam bentuk grafik men

Semarang. Untuk lebih jelas dapat kami paparkan dalam bentuk grafik, tabel dan narasi

sebagaimana berikut.

90

125

0

50

100

150

200

250

2004 2005

POTRET LAYANAN HUKUM

Potret Layanan Hukum yang telah diberikan oleh LBH Semarang

konsultasi, surat-menyurat maupun pembuatan berkas.

paparkan laporan lebih rinci yang dirangkai dalam bentuk tabel, grafik dan narasi yang diolah

dari data base yang telah terdokumentasikan di LBH Semarang.

Dari tahun ke tahun pemberian konsultasi di LBH Semarang mengalami naik turun dari segi

epanjang tahun 2011 dapat dilaporkan bahwa ada 135 Konsultasi yang

telah diberikan oleh LBH Semarang. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan tahun

2009 dan 2010. Berikut gambaran dalam bentuk grafik mengenai data konsultasi LBH

Semarang. Untuk lebih jelas dapat kami paparkan dalam bentuk grafik, tabel dan narasi

164

195

141125

134

2006 2007 2008 2009 2010

Potret Layanan Hukum yang telah diberikan oleh LBH Semarang,

menyurat maupun pembuatan berkas. Berikut kami

paparkan laporan lebih rinci yang dirangkai dalam bentuk tabel, grafik dan narasi yang diolah

mengalami naik turun dari segi

epanjang tahun 2011 dapat dilaporkan bahwa ada 135 Konsultasi yang

Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan tahun

genai data konsultasi LBH

Semarang. Untuk lebih jelas dapat kami paparkan dalam bentuk grafik, tabel dan narasi

135

2011

Page 10: PROLOG - LBH Semarang

B. Jumlah Penerima Layanan Hukum

Dalam proses konsultasi ini, LBH Semarang telah memberian bantuan berupa

dengan memberikan masukan serta penjelasan mengenai persoalan hukum klien,

melakukan surat menyurat, membantu pembuatan berkas maupun upaya

pendampingan secara langsung kepada klien.

Berdasarkan rekapitulasi data klien,

konsultasi sendiri terjadi fluktuasi. D

dihadapi klien LBH Semarang adalah sebagai berikut :

Terlihat dari grafik diatas, bah

perjanjian, hutang piutang, kartu kredit, dll

mengalami kenaikan sebanyak 7 kasus. Terdapat pula

Dibandingkan tahun 2010 angka ini mengalami peningkatan cukup signifikan yaitu 10

kasus. Sementara, terdapat 8 persoalan perkawinan/ KDRT. Angka ini cenderung

menurun dibandingkan tahun 2010 yang mencapai

15 pesoalan perburuhan. Diamana angka ini meningkat dibandingkan tahun 2010, yang

tercatat ada 8 kasus. Sementara permasalahan

tidak muncul, justru pada tahun 2011 muncul sebanyak

2

1

56

Jumlah Penerima Layanan Hukum

Dalam proses konsultasi ini, LBH Semarang telah memberian bantuan berupa

memberikan masukan serta penjelasan mengenai persoalan hukum klien,

melakukan surat menyurat, membantu pembuatan berkas maupun upaya

pendampingan secara langsung kepada klien.

Berdasarkan rekapitulasi data klien, tahun 2011 terdapat 135 konsultasi. Untuk

konsultasi sendiri terjadi fluktuasi. Dari 135 konsultasi, permasalahan hukum yang

dihadapi klien LBH Semarang adalah sebagai berikut :

Terlihat dari grafik diatas, bahwa terdapat 56 persoalan perdata lain seperti persoal

n, hutang piutang, kartu kredit, dll. Dibandingkan tahun 2010, angka ini

mengalami kenaikan sebanyak 7 kasus. Terdapat pula 39 persoalan pidana.

Dibandingkan tahun 2010 angka ini mengalami peningkatan cukup signifikan yaitu 10

Sementara, terdapat 8 persoalan perkawinan/ KDRT. Angka ini cenderung

menurun dibandingkan tahun 2010 yang mencapai 26 kasus. Permasalahan lain adalah

15 pesoalan perburuhan. Diamana angka ini meningkat dibandingkan tahun 2010, yang

ementara permasalahan-permasalahan yang pada tahun 2010

tidak muncul, justru pada tahun 2011 muncul sebanyak 14 persoalan pertanahan diluar

39

8

15

14

Pidana

Perkawinan/ KDRT

Perburuhan

Pertanahan

Pencemaran/ perusakan

lingkungan hidup

Konsumen

Perdata lain

Dalam proses konsultasi ini, LBH Semarang telah memberian bantuan berupa konsultasi

memberikan masukan serta penjelasan mengenai persoalan hukum klien,

melakukan surat menyurat, membantu pembuatan berkas maupun upaya

5 konsultasi. Untuk

ari 135 konsultasi, permasalahan hukum yang

56 persoalan perdata lain seperti persoal an

. Dibandingkan tahun 2010, angka ini

39 persoalan pidana.

Dibandingkan tahun 2010 angka ini mengalami peningkatan cukup signifikan yaitu 10

Sementara, terdapat 8 persoalan perkawinan/ KDRT. Angka ini cenderung

26 kasus. Permasalahan lain adalah

15 pesoalan perburuhan. Diamana angka ini meningkat dibandingkan tahun 2010, yang

permasalahan yang pada tahun 2010

14 persoalan pertanahan diluar

Perkawinan/ KDRT

Perburuhan

Pertanahan

Pencemaran/ perusakan

lingkungan hidup

Konsumen

Perdata lain

Page 11: PROLOG - LBH Semarang

kasus struktural, seperti sengketa tanah karena waris dan jual

pencemaran/ perusakan lingkungan hi

C. Rupa-rupa Layanan Hukum

Sebanyak 84 orang yang

Sementara 41 lainnya adalah perempuan

Dibandingkan dengan tahun 2010, yang

ke LBH Semarang sebagian besar adalah laki

perempuan sebanyak 57 (42,54

semntara sisanya sebanyak 41 dalah perempuan. Meski k

dikonsultasikan tidak mendasarkan pada jenis kelamin tertentu, namun

tahun menunjukkan gambaran bahwa laki

ke LBH Semarang dibandingkan perempuan.

kasus struktural, seperti sengketa tanah karena waris dan jual-beli,

pencemaran/ perusakan lingkungan hidup, serta 1 persoalan konsumen.

rupa Layanan Hukum

yang melakukan konsultasi di LBH Semarang adalah laki

Sementara 41 lainnya adalah perempuan

Dibandingkan dengan tahun 2010, yang diketahui bahwa masyarakat yang berkonsultasi

ke LBH Semarang sebagian besar adalah laki-laki, sebanyak 77 konsultasi (57,46%), dan

perempuan sebanyak 57 (42,54%), pada tahun 2011 terdapat 84 adalah laki

semntara sisanya sebanyak 41 dalah perempuan. Meski kasus

dikonsultasikan tidak mendasarkan pada jenis kelamin tertentu, namun

gambaran bahwa laki-laki lebih banyak mengadukan persoalannya

ke LBH Semarang dibandingkan perempuan.

Laki-

laki; 84

Peremp

uan; 41

beli, dan 2 kasus

dup, serta 1 persoalan konsumen.

adalah laki-laki.

masyarakat yang berkonsultasi

laki, sebanyak 77 konsultasi (57,46%), dan

%), pada tahun 2011 terdapat 84 adalah laki-laki,

asus-kasus yang

dikonsultasikan tidak mendasarkan pada jenis kelamin tertentu, namun dari tahun ke

laki lebih banyak mengadukan persoalannya

Page 12: PROLOG - LBH Semarang

Dari segi presentase, klien LBH ya

Protestan, 7 % Katholik dan 2 % Budha

Dari sejumlah 135 klien yang mengadu ke LBH Semarang pada tahun 2011

sebanyak 92 berasal dari kota Semarang dan 43 sisasnya berasal dari luar kota

Semarang. Luar kota Semarang ini kebanyakan berasal dari Kendal,

Semarang dan Demak serta daerah sekitarnya

tahun 2010 terlihat bahwa sebagian besar masyarakat yang datang ke LBH Semarang

berasal dari kota Semarang yakni 108 kasus (80,60%). Sedangkan sisanya berasal dari

kota-kota sekitar Semarang, seperti Demak, Kudus, Grobogan, Pati, Kediri, Sragen,

Boyolali, Temanggung, Sukabumi, Kendal, Tegal, Yogyakarta, ada 26 orang (19,40%).

Islam

Semarang

Dari segi presentase, klien LBH yang datang untuk berkonsultasi adalah 81% Islam, 10 %

Protestan, 7 % Katholik dan 2 % Budha.

Dari sejumlah 135 klien yang mengadu ke LBH Semarang pada tahun 2011

sebanyak 92 berasal dari kota Semarang dan 43 sisasnya berasal dari luar kota

Luar kota Semarang ini kebanyakan berasal dari Kendal,

serta daerah sekitarnya. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan

bahwa sebagian besar masyarakat yang datang ke LBH Semarang

ang yakni 108 kasus (80,60%). Sedangkan sisanya berasal dari

kota sekitar Semarang, seperti Demak, Kudus, Grobogan, Pati, Kediri, Sragen,

Boyolali, Temanggung, Sukabumi, Kendal, Tegal, Yogyakarta, ada 26 orang (19,40%).

81%

7%

10%2%

Islam Katholik Protestan Budha

Semarang Luar Semarang

92

43

ng datang untuk berkonsultasi adalah 81% Islam, 10 %

Dari sejumlah 135 klien yang mengadu ke LBH Semarang pada tahun 2011, terdapat

sebanyak 92 berasal dari kota Semarang dan 43 sisasnya berasal dari luar kota

Luar kota Semarang ini kebanyakan berasal dari Kendal, Kabupaten

Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan

bahwa sebagian besar masyarakat yang datang ke LBH Semarang

ang yakni 108 kasus (80,60%). Sedangkan sisanya berasal dari

kota sekitar Semarang, seperti Demak, Kudus, Grobogan, Pati, Kediri, Sragen,

Boyolali, Temanggung, Sukabumi, Kendal, Tegal, Yogyakarta, ada 26 orang (19,40%).

Page 13: PROLOG - LBH Semarang

Jenis pekerjaan klien pun cukup beragam.

orang sebagai ibu rumah tangga, 11 orang sebagai buruh, 10 orang sebagai pekerja

informal, 6 orang sebagai petani dan 5 orang sebagai PNS serta sisanya 28 orang tidak

bekerja/ tidak mengisi.

Sementara tingkat pendidikan klien LBH Semarang sebanyak 55 orang adalah SLTA/

SMA, 24 orang sarjana, 19 orang SMP, 19 orang SD, 9 orang akademi (Diploma) dan 5

orang tidak sekolah serta 4 orang tidak mengisi.

Buruh Petani

116

Akademi; 9

enis pekerjaan klien pun cukup beragam. 62 orang bekerja sebagai wiraswasta, 13

orang sebagai ibu rumah tangga, 11 orang sebagai buruh, 10 orang sebagai pekerja

informal, 6 orang sebagai petani dan 5 orang sebagai PNS serta sisanya 28 orang tidak

ingkat pendidikan klien LBH Semarang sebanyak 55 orang adalah SLTA/

SMA, 24 orang sarjana, 19 orang SMP, 19 orang SD, 9 orang akademi (Diploma) dan 5

orang tidak sekolah serta 4 orang tidak mengisi.

Swasta Ibu Rumah

Tanggal

Tidak

bekerja/

tidak

mengisi

PNS Pekerja

Informal

62

13

28

5

Tidak Sekolah;

5

SD; 19

SMP; 19

SMA; 55

Sarjana; 24

Tidak Mengisi;

4

62 orang bekerja sebagai wiraswasta, 13

orang sebagai ibu rumah tangga, 11 orang sebagai buruh, 10 orang sebagai pekerja

informal, 6 orang sebagai petani dan 5 orang sebagai PNS serta sisanya 28 orang tidak

ingkat pendidikan klien LBH Semarang sebanyak 55 orang adalah SLTA/

SMA, 24 orang sarjana, 19 orang SMP, 19 orang SD, 9 orang akademi (Diploma) dan 5

Pekerja

Informal

10

Page 14: PROLOG - LBH Semarang

Penerima manfaat secara kes

bentuk konsultasi, pembuatan berkas, dll

pribadi, orang lain maupun kelompok orang.

Pibadi

89

enerima manfaat secara keseluruhan dari bantuan hukum yang telah

ltasi, pembuatan berkas, dll tercatat ada 1436 penerima manfaat baik dari

pribadi, orang lain maupun kelompok orang.

orang lain Kelompok

28

1319

telah diberikan dalam

tercatat ada 1436 penerima manfaat baik dari

Page 15: PROLOG - LBH Semarang

Dasar Pengakuan, Penghormatan, Perlindungan serta Pemenuhan HAM

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

Undang-Undang No. 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Hak Ekonomi, Sosial dan

Budaya

Undang- Undang No. 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Hak Sipil dan Politik

Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

Peraturan Presiden RI No 23 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional HAM

tahun 2011-2014

Page 16: PROLOG - LBH Semarang

BAB III

FAKTA HAM JAWA TENGAH

Sebagaimana telah sedikit disinggung di pendahuluan, selain memberikan layanan hukum,

juga akan kami laporkan mengenai kondisi HAM, yang terangkum dalam Fakta HAM Jawa

Tengah 2011.

Sebelum lebih jauh menceritakan kondisi HAM, terlebih dahulu kami sampaikan bahwa

untuk LBH Semarang, basis kerja operasional terbagi berdasarkan 4 (empat) issue yaitu

buruh, nelayan dan masyarakat korban lingkungan, petani serta komunitas miskin

perkotaan.

Keempat sektor issue ini dipilih mengingat banyaknya kasus pelanggaran HAM yang sering

terjadi serta karena juga merupakan basis kerja terutama dalam hal pemberian bantuan

hukum struktural. Selain itu, di Jawa Tengah 4 komunitas ini tergolong komunitas miskin

dan tidak mampu baik secara ekonomi maupun akses.

Dari keempat sektor issue tersebut, dapat disampaikan bahwa tercatat ada sejumlah 178

pelanggaran HAM di Jawa Tengah baik berupa pelanggaran HAM Sipil dan Politik maupun

Ekonomi, Sosial dan Budaya. Lebih rinci mengenai gambaran pelanggaran HAM di keempat

sektor issue, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel pelanggaran HAM

Kabupaten/Kota Miskot Buruh Lingkungan&Nelayan Tanah Jumlah /daerah

KOTA SEMARANG 100 8 5 113

KAB SEMARANG 2 1 2 1 6

KENDAL 4 1 2 1 8

SALATIGA 1 1

SURAKARTA 1 1

DEMAK 2 1 2 5

KUDUS 5 1 1 7

PURWODADI 2 2

WONOSOBO 2 1 3

BATANG 1 3 4

KAB

PEKALONGAN

1

1 1 3

KOTA 2 2

Page 17: PROLOG - LBH Semarang

PEKALONGAN

KEBUMEN 2 1 3

KOTA

MAGELANG

3

3

KAB MAGELANG 1 1 2

TEMANGGUNG 1 1

KOTA TEGAL 1 1

PURWOKERTO 2 2

CILACAP 1 1

KLATEN 1 1 2

KARANGANYAR 1 1

PATI 1 1

JEPARA 3 3

REMBANG 1 1

PEMALANG 1 1

Jumlah Total 135 17 23 3 178

Page 18: PROLOG - LBH Semarang

01-03.2011

Januari s/d Maret merupakanbulannya Penggarukan,

Diskriminasi dan Kebijakanyang tidak Adil. Fakta ini

terlihat dimana sepanjangbulan Januari s/d Maret

tercatat ada 5 kasus razia/ penggarukan anak jalanan dan

PSK. Sementara ada 5 kasusdiskriminasi serta 41 kebijakan

yang tidak adil lainnyaberkaitan dengan HAM.

Page 19: PROLOG - LBH Semarang

04.2011 Bulan Kekerarasan terhadap Petani

Page 20: PROLOG - LBH Semarang

MAGELANG, KOMPAS.com — Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengatakan, konflik antara TNI dan masyarakat di Kebumen, Jawa Tengah, dipicu oleh ulah oknum provokator tertentu. Menurut Bibit, kondisi diperparah oleh pola perilaku masyarakat saat ini yang cenderung mudah tersulut emosi dan mudah marah.

Bibit menilai keliru sikap warga yang menghadapi

Bentrok TNI-Warga Bibit Waluyo: TNI Kok Dilawan Regina Rukmorini | Nasru Alam Aziz | Rabu, 20 April 2011 | 20:13 WIB

Robert Adhi Kusumaputra/KOMPAS

Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo

TNI. "TNI kok dilawan. Kalau tetap nekat, ya, begini jadinya," kata Bibit, seusai upacara hari ulang tahun ke-49 Perlindungan Masyarakat di Lapangan Resimen Induk Kodam IV/Diponegoro, Kota Magelang, Rabu (20/4/2011).

Oknum yang menjadi provokator tersebut, menurut Bibit, hanya memancing bentrok demi kepentingannya sendiri. Setelah kerusuhan terjadi, oknum tersebut lari begitu saja tanpa bertanggung jawab.

"Perilaku mudah terprovokasi ini adalah perilaku sangat buruk. Selain menimbulkan korban dari lingkungan sendiri, konflik yang ditimbulkan juga menghambat kemajuan pembangunan," katanya.

Page 21: PROLOG - LBH Semarang

04.2011

Analisis

Page 22: PROLOG - LBH Semarang

05-06.2011

Bulan Penggusuran PKL, Penghuni Bantaran Sungai dan Pedagang Pasar Tradisional.

Setidaknya ada 23 kasus

Page 23: PROLOG - LBH Semarang

07.2011

Bulan Kriminalisasi

Setidaknya pada bulan ini, ada 6 orang yang menjadi korban kriminalisasi. 2 orang

dijadikan Terdakwa karena dianggap melanggar Pasal 170 KUHP Ayat 1 jo Pasal 55 Ayat 1

tentang Penganiayaan. Mereka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara. Sementara 4

orang lainnya juga dijadikan terdakwa karena perusakan gapura latihan TNI.

Kriminalisasi ini sebagai dampak pasca bentrok antara warga dan TNI di Urutsewu,

Kebumen. Persoalan Kriminalisasi ini berakar pada konflik agraria.

Persoalan klaim mengklaim di atas tanah rakyat atau perampasan hak-hak rakyat dengan

menggunakan ruang-ruang legislasi ternyata tidak hanya dilakukan oleh perkebunan-

perkebunan besar, baik itu yang masuk ke dalam kategori Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), ataupun perkebunan besar yang merupakan badan usaha swasta. Tidak juga

hanya dilakukan oleh Perusahaan Negara lainnya, yaitu yang bergerak di bidang kehutanan,

Perhutani untuk wilayah Jawa dan Madura, serta Inhutani di wilayah luar Jawa dan Madura.

Ada alat Negara lain yang sebenarnya diamanahkan oleh Konstitusi untuk menjalankan

tugas yaitu mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan

Negara, namun nyatanya seringkali terlihat, khususnya di dalam kasus-kasus agraria malah

cenderung lebih memilih sikap menjadi musuh rakyat. Bahkan tidak jarang mereka

bertindak untuk kepentingan golongannya sendiri. Kondisi ini yang kemudian memicu

konflik dengan latar belakang konflik agraria dan akhirnya terjadi bentrokan pada tanggal

16 April 2011. Atas peristiwa bentrok ini, 6 orang kemudian menjadi korban kriminalisasi

dengan ditahan sampi dengan disidangkan ke Pengadilan.

LBH Semarang yang tergabung dalam Tim Advokasi menjadi kuasa hukum dari Terdakwa

Asmarun dan Terdakwa Sutiono, yang didakwa dengan Pasal 170 ayat (1) KUHP Atau Pasal

351 KUHP ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, karena diduga telah melakukan

penganiayaan terhadap warga setempat, yang akan mengantarkan konsumsi kepada

personel TNI-AD yang sedang berlatih militer di Pantai Bocor; serta kuasa hukum dar

Terdakwa Solekhan Alias Lekhan Bin Sadimin, Terdakwa Mulyono Bin Mihad, Terdakwa

Adiwiluyo Bin Banjir dan Terdakwa Sobirin Alias Birin Bin Wasijo yang didakwa dengan Pasal

170 ayat (1) dan Pasal 406 ayat (1) junto Pasal 55 ayat (1), karena diduga telah melakukan

pengrusakan terhadap gapuran Dislitbang TNI-AD di Desa Setrojenar.

Pendampingan terhadap masyarakat dalam perkara pidana ini dimulai sejak pemeriksaan di

tingkat Penyidikan sampai dengan tingkat banding.

Tindakan pemidanaan terhadap warga Desa Setrojenar ini merupakan salah satu bentuk

tindakan Negara yang menciderai rasa keadilan masyarakat, khususnya masyarakat Desa

Page 24: PROLOG - LBH Semarang

Setrojenar, Kelurahan Buluspesantren. Para Terdakwa seperti sengaja dipidanakan dengan

alasan klise layaknya pemidanaan dilakukan, yaitu sebagai efek jera bagi pelakunya. Namun,

sebenarnya tindakan pemidanaan ini merupakan dampak dari aksi penolakan masyarakat

terhadap klaim TNI-AD atas wilayah tanah seluas 1.150 Ha di Kawasan Urutsewu Selatan

dan aksi penolakan terhadap latihan tembak yang dilakukan TNI AD di Kawasan Urutsewu

Selatan, Kebumen, sejak 1980, yang pada tahun 1980 dan tahun 1997 sempat memakan

korban nyawa anak warga desa Ambalresmi (Ambal, 1980) maupun 5 anak warga desa

Setrojenar (Buluspesantren, 22 Maret 1997).

Tidak adil. Jika Negara adil, seharusnya tindakan represif TNI-AD terhadap masyarakat Desa

Setrojenar yang dilakukan pada tanggal 16 April 2011, yang sampai mengakibatkan 13 (tiga

belas) orang warga luka tembak dan luka berat, belasan orang lain luka ringan dan

teraniaya, serta 12 motor warga dirusak tentara, juga seharusnya ditindaklanjuti dan

terhadap para oknum yang secara terang-terangan melakukan tindakan penganiayaan

terhadap orang dan barang pada saat kejadian juga seharusnya dikenakan sanksi pidana.

Namun nyatanya laporan yang pernah dibuat oleh Sdr. Aris Irianto dan Sdr. Sadir, selaku

korban dalam insiden tanggal 16 April 2011, di Kepolisian Resort Kebumen atas dugaan

tindak pidana yang dilakukan oleh TNI sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 170 KUHP

subs 351 KUHP dan Pasal 170, yang kedua tercatat dalam Laporan Nomor :

LP/76/IV/2011/Jateng/Res Kbm tertanggal 26 April 2011, belum menemui titik terang

sampai dengan saat ini.

Bentuk ketidak-adilan lainnya adalah bahwa dalam pemeriksaan perkara pidananya

terhadap Para Terdakwa Majelis Hakim yang memeriksa perkara telah menjatuhkan putusan

pada tanggal 8 September 2011, yang masing-masing pada pokoknya adalah sebagai

berikut dalam Putusan atas nama Terdakwa Asmarun dan Terdakwa Sutiono, Majelis Hakim

menjatuhkan hukuman 5 bulan dikurangi masa tahanan. Sedangkan putusan atas nama

Terdakwa Solekhan alias Lekhan Bin Sadimin, Terdakwa Mulyono Bin Mihad, Terdakwa

Adiwiluyo Bin Banjir dan Terdakwa Sobirin Alias Birin Bin Wasijo, Majelis Hakim

menjatuhkan hukuman 6 bulan dikurangi masa tahanan.

Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim cenderung mengesampingkan fakta-fakta

yang terungkap dalam persidangan, yang mengungkapkan bahwa peristiwa perusakan

gapura milik TNI AD dan penganiayaan warga yang mengantar ransum makanan untuk

latihan perang TNI merupakan kejadian/peristiwa yang tidak berdiri sendiri. Ada unsur

sebab akibat yang melatar belakanginya dan terdakwa secara spontan melakukan tindakan

tersebut karena adanya provokasi secara aktif dari TNI yang melakukan latihan perang di

daerah Desa Setrojenar Kecamatan Buluspesantren dimana warga secara tegas menolak

adanya latihan perang disana.

Page 25: PROLOG - LBH Semarang

Posko Pengawas THR Dibentuk

Saturday, 13 August 2011

SEMARANG– Dari tahun ke tahun, persoalan pembayaran THR selalu saja menimbulkan masalah antara perusahaan dengan pekerja. Menjawab hal ini, Disnakertrans Kota Semarang membentuk Posko Pengawas THR. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Semarang Gunawan Saptogiri menjelaskan, posko tersebut selain berfungsi melakukan pantauan dan pengawasan tunjangan hari raya (THR), juga bisa menerima pengaduan sekaligus memfasilitasi jalan keluar. “Misalnya,perusahaan minta ada penangguhan THR, itu bisa dilakukan asal ada kesepakatan dengan karyawan.Prosesnya, penangguhan dilaporkan ke tim, untuk nanti ditindaklanjuti pertemuan dengan karyawan untuk mencari solusi. Sehingga gejolak bisa diminimalkan,” papar Gunawan kemarin. Kewajiban THR harus diberikan maksimal tujuh hari sebelum Lebaran (H-7). Meminimalisasi persoalan yang muncul terkait pemberian THR,Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Semarang membentuk posko pengawas. Posko Pengawas THR tersebut tidak seperti posko umumnya. Posko ini hanya sekadar simbolisasi karena dua personel yang tiap hari melakukan pantauan THR hingga Lebaran tetap ngantor seperti biasa di Kantor Disnakertrans. “Kalau hari ini ada pengaduan, besoknya langsung ditindaklanjuti sehingga tidak berlarut-larut,” katanya. Untuk antisipasi lainnya,pihaknya sudah mengirim surat ke pengusaha meminta mereka memberi THR sesuai waktunya. Selain itu, pengusaha diimbau memberikan gaji sebelum Lebaran agar para pekerja punya cukup uang menyambut Idul Fitri. “Kami juga sudah mendatangi perusahaan yang dulu pernah bermasalah dengan THR.Mereka sudah menyatakan komitmennya untuk bayar tepat waktu,” ungkap Gunawan. Kewajiban THR diberikan kepada pekerja yang punya masa kerja lebih dari satu tahun. Jumlahnya mengacu aturan yang telah ditentukan,bervariasi tergantung masa kerja dan jumlah gaji pokok bulanannya.“ Masa kerja tiga bulan sampai satu tahun juga ada aturannya sendiri. Tapi yang kurang dari tiga bulan belum bisa mendapat THR,”paparnya. Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang Supriyadi berharap Lebaran tahun ini tidak ada lagi persoalan THR yang muncul. Pengalaman di tahun sebelumnya harus menjadi bahan kajian dan evaluasi Disnakertrans untuk meminimalisasi persoalan. “Kalau persoalan yang sama selalu muncul,berarti perlu dievaluasi kinerja dinas terkait. Mengindikasikan dinas tidak tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. Ini yang tidak boleh ada di kinerja SKPD di Pemkot agus joko_Semarang,”kata Supriyadi.

Page 26: PROLOG - LBH Semarang

KETENAGAKERJAAN

Pekerja dari Dua Pabrik di Jateng Tuntut THR

| Kamis, 25 Agustus 2011 | 04:32 WIB

KUDUS, KOMPAS - Sepekan menjelang Idul Fitri, pekerja perusahaan di sejumlah daerah semakin

gencar menuntut pembayaran tunjangan hari raya sebagai salah satu hak dasar.

Aksi itu paling tidak dilakukan pekerja dari dua perusahaan berbeda di Jawa Tengah, Rabu

(24/8), yakni pekerja pabrik rokok PT Jambu Bol di Kabupaten Kudus dan pekerja pabrik

pengolahan kayu PT Central Jawa Wood Industry di Kabupaten Temanggung.

Perwakilan dari 3.400 buruh rokok PT Jambu Bol, kemarin, mendatangi pabrik dan rumah

pemilik PT Jambu Bol di Desa Ngembal, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Mereka menagih tunjangan hari raya yang belum mereka terima.

Koordinator buruh PT Jambu Bol, Ismail, mengatakan, buruh berhak mendapat THR karena

belum diberhentikan secara resmi oleh perusahaan. Selain itu, PT Jambu Bol masih tercatat

secara administratif di Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai Tipe Madya Kudus

serta Persatuan Pengusaha Rokok Kudus.

”Pada tahun lalu saja para buruh mendapat THR meski cuma separuh, Rp 360.000. Masak

tahun ini tidak,” katanya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

Noor Yasin meminta agar PT Jambu Bol memberikan THR kepada para buruh. Pasalnya,

pengajuan penangguhan pembayaran THR ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan

alasan kekurangmampuan perusahaan ditolak.

Sementara itu, sekitar 100 tenaga kerja outsourcing di PT Central Jawa Wood Industry di

Desa Nguwet, Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung, mogok kerja, Rabu. Aksi ini

dilakukan sebagai bentuk ketidakpuasan mereka karena tuntutan pembayaran THR satu

bulan gaji tidak dipenuhi oleh perusahaan yang merekrut mereka, PT Adistama Gemilang.

Dalam pertemuan dengan pihak perusahaan, Manajer PT Adistama Gemilang Boimin

mengatakan, karena kondisi keuangan perusahaan sedang kurang baik, tuntutan

pembayaran THR satu bulan gaji baru bisa dipenuhi tahun depan.

Jawaban itu tetap tidak mampu menenangkan buruh karena janji serupa juga pernah

dilontarkan perusahaan pada tahun lalu.

Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Temanggung Agus Wahyudi

mengatakan, pihaknya akan mengirimkan nota pemeriksaan kepada PT Adistama Gemilang

Page 27: PROLOG - LBH Semarang

dan akan mendalami kasus ini lebih lanjut mengapa perusahaan tidak bisa memenuhi

tuntutan karyawannya.

Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, hingga H-6 Lebaran belum ada laporan yang masuk ke

pos pengaduan tunjangan hari raya. Meski demikian, dinas sosial, tenaga kerja, dan

transmigrasi setempat tetap melakukan pemantauan ke daerah untuk mencari tahu ada

tidaknya perusahaan yang melanggar soal THR. Pos pengaduan di halaman Dinas Sosial,

Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kalsel, Jalan Ahmad Yani, Banjarmasin, sepi.

(HEN/EGI/WER

Page 28: PROLOG - LBH Semarang

08.2011

THR bagi buruh.

Bulan ini seharusnya menjadi bulan spesial bagi kaum buruh. Dalam satu tahun, bulan ini

juga biasanya paling ditunggu-tunggu karena merupakan bulan spesial dimana terdapat

hari raya, yang kemudian konsekuensinya buruh dapat libur untuk sementara waktu dan

melepaskan penat atau lelah untuk sekedar merayakan. Selain itu, seharusnya bulan ini

juga merupakan bulan dimana diberikan Tunjangan Hari Raya. Artinya ada dua kesenangan

yang didapat dari buruh yang berbeda dengan hari, bulan yang lainnya.

Jauh api dari panggang

Mungkin itu pepatah yang dapat menggambarkan kondisi sebagian buruh. Bulan yang seharusnya

menjadi spesial justru tidak dirasakan oleh sebagian buruh. Setidaknya untuk THR masih terdapat

problem dalam pembayarannya. Meski persoalan ini selalu terjadi berulang tapi tetap saja tidak

ada pemecahan masalah. THR yang merupakan hak buruh terkadang tidak diberikan. Ataupun

kalau diberikan, tidak sesuai dengan harapan yaitu sesuai upah yang didapatkan 1 bulan, tapi

banyak juga yang mendapatkannya kurang dari itu.

Realitas ini juga jauh berbeda dari regulasi atau aturan yang diberlakukan. Sesuai Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No., perusahaan wajib memberikan THR satu minggu

sebelum hari raya. Perusahaan dapat memberikan THR dibawah upah dengan catatan kondisi

keuangan yang tidak memungkinkan dan hal ini dapat dibuktikan. Namun faktanya, dengan

berbagai alasan aturan berkaitan THR belum sepenuhnya dijalankan oleh perusahaan. Ada

perusahaan yang terlambat memberikan THR atau bahkan tidak memberikan THR.

Dengan realitas seperti ini bagaimana peran pemerintah dalam pengawasan serta apakah

perusahaan yang melanggar diberikan sanksi?. Ternyata faktanya tidak demikian, meski komentar

atau steatment pemerintah akan melakukan pengawasan, tapi ada beberapa kasus yang akhirnya

juga menunjukkan pemerintah absen. Bahkan komentar atau steatment dimedia, pemerintah

cenderung tidak tegas dengan hanya menyatakan bahwa sanksi tidak dapat langsung diberikan

namun diarahkan masuk sengketa hubungan industrial atau PHI.

Absennya pemerintah, akhirnya juga membuat buruh menempuh upaya lain dengan mengadukan

ke LBH Semarang terkait permasalahan tidak dibayarkannya THR. Setidaknya dari Posko yang

dibentuk LBH Semarang untuk pengawasan THR, ada dua perusahaan di Kota Semarang yang

diadukan. Dimana masing-masing perusahaan terdapat 10 buruh dan 45 buruh yang belum

dibayarkan THRnya.

Page 29: PROLOG - LBH Semarang

Tidak Bayar THR, FSPSI Adukan Dua Perusahaan

Gara gara tidak membayarkan tunjangan hari raya (THR), Federasi Serikat Pekerja Seluruh

Undonesia (FSPSI) Jawa Tengah mengadukan dua perusahaan ke Lembaga Bantuan Hukum

YLBHI-LBH Semarang. perusahaan tersebut adalah CV. Garuda Mandiri Garmindo, Kota

Semarang dan PT. Arta Kayu Indonesia yang beralamat di Jalan Semarang- Demak KM-15,5.

PT. Arta Kayu Indonesia tak memberikan sebanyak 10 pekerjanya dan CV. Garuda Mandiri

Garmindo, Kota Semarang, sebanyak 45 pekerja. “Karena tak memberi THR maka pihak

perusahaan telah melanggar Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor

Per-04/ MEN/ 1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan,”

kata Direktur LBH Semarang Slamet Haryanto, Senin (29 Agustus 2011).

Slamet menyatakan sesuai Permenaker No/4/1994 diatur sanksi bagi perusahaan yaitu

dalam Pasal 8 ayat 1 yang berbunyi : bagi pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 2

ayat (1) dan pasal 4 ayat (2) diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 17

Undang- Undang No 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga

kerja. Pasal 2 berbunyi : Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah

pelanggaran.

Karena Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi berperan sebagai pengawas maka LBH

mendesak kepada mereka untuk segera memerintahkan kepada CV. Garuda Mandiri

Garmindo dan PT. Arta Kayu Indonesia membayarkan THR.

Jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka Kepada Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Semarang dan Kabupaten Demak untuk secara tegas menindak

perusahaan tersebut.

“Perusahaan juga bias dilaporkan ke Kepolisian jika ada dugaan Tindak Pidana

Ketenagakerjaan,” kata Slamet.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah Siswolaksono menyatakan jika

ada perusahaan tak memberikan THR maka tak bisa langsung diberikan sanksi. “masuknya

sengketa hubungan industrial,” kata Siswolaksono.

Kholis/B21

Page 30: PROLOG - LBH Semarang

BALAI KOTA - Empat perusahaan di Kota Semarang hingga kini belum membayarkan tunjangan hari

raya (THR) kepada para karyawan. Padahal sesuai aturan, pembayaran THR paling lambat tujuh hari

menjelang Lebaran sebesar satu kali gaji. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(Disnakertrans) Gunawan S menyebutkan, empat perusahaan tersebut bergerak di bidang garmen,

ritel, hotel, dan SPBU. Ada 75 pekerja yang belum menerima THR.

”Yang mengadukan ke kami karyawan dari lima perusahaan, tapi yang satu sudah selesai. Yang satu

lagi, akan dibayar tapi sudah keburu masuk media dan akhirnya mengelak lagi,” ujarnya, kemarin.

Satu dari empat perusahaan itu tidak membayar THR hanya pada satu karyawan. Alasannya,

karyawan tersebut tidak disiplin dalam bekerja. Satu perusahaan lainnya, mengaku kolaps. Karena

itu, yang akan diproses nantinya hanya tiga perusahaan. Adapun pengaduan terhadap tiga

perusahaan itu akan diselesaikan minggu ini. Dijelaskan permasalahan tersebut terlebih dulu akan

diselesaikan melalui jalur mediasi.

”Surat panggilan sudah kami layangkan, minggu ini akan kami selesaikan.” Disinggung adakah

sanksi bagi perusahaan yang tidak mau membayarkan THR, terang dia, secara hukum di dalam

undang-undang sanksi itu tidak ada. Hanya saja secara moral, hal itu berpengaruh pada

keharmonisan hubungan antara pengusaha dan pekerja. Lebih lanjut, jika melalui mediasi gagal,

akan diarahkan ke pengadilan hubungan industrial (PHI). (J9,H37-61) (/)

Page 31: PROLOG - LBH Semarang

09.2011

46 Konflik Agraria Terjadi di Jateng Share4

Semarang, CyberNews. Lebih dari 10 ribu hektare lahan di Jawa Tengah diperebutkan. Luasan lahan tersebut terpecah dalam 46 kasus sengketa tanah antara rakyat dengan pihak pertambangan, perkebunan, kehutanan, hingga militer. Fakta dicatat oleh LBH Semarang tahun 2011.

Jumlah itu menurun dari tahun 2010 yang tercatat 53 konflik, namun luasan lahan sengketa tak berkurang nyata. Sebagai perbandingan lebih lanjut, tahun 2009 lalu terdapat 42 konflik tanah dengan luas 10.587,18 hektare.

"LBH telah melakukan pendampingan terhadap lebih dari separuh jumlah konflik tanah di Jawa Tengah. Pengembalian lahan kepada rakyat tidak signifikan," jelas aktivis LBH Semarang Andiyono di Semarang Kamis (22/9).

Menurutnya, ujung konflik tanah itu kerap merugikan rakyat. Terjadi penganiayaan petani, penembakan yang menyebabkan luka hingga kematian, bahkan penangkapan sampai pemenjaraan atau kriminalisasi petani. Dalam 10 tahun terakhir, telah terjadi 262 kasus kriminalisasi petani di Jateng. "Pemerintah sulit diharapkan dapat menyelesaikannya, ini mengecekawan rakyat, terutama petani," lanjut Andi.

Kekecewaan petani Jateng itu tertuang dalam aksi unjuk rasa belasan aktifis Gerakan Tani untuk Kedaulatan (Gertak) Jateng di Kawasan Videotron Jalan Pahlawan Semarang, Kamis (22/9). Sejumlah poster dibentang massa aksi, di antaranya bertuliskan "Tolak Impor Beras", "Tolak RUU Pengadaan Tanah", "Perlindungan Produksi Kaum Tani" dan "Laksanakan Reforma Agraria dalam UUPA 1960".

Aksi tersebut digelar menjelang Hari Tani Nasional yang jatuh pada Sabtu (24/9) besok, bertepatan dengan hari disahkannya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 silam. "Keberpihakan UUPA pada kaum tani begitu jelas, namun hingga kini undang-undang itu tak pernah dilaksanakan," jelas Ketua Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Jateng, Purwanto di sela aksi

Rencananya, Senin (26/9) mendatang akan ada aksi besar di Semarang dengan mendatangkan 5000 petani dari Kendal, Grobogan, Demak, Boyolali dan daerah lain.

( Eka Handriana / CN26 / JBSM )

Page 32: PROLOG - LBH Semarang

10-11.2011

Bibit: ‘Untuk apa buruh unjuk rasa!’

13 Oktober 2011 | Filed underBerita | Posted by Ariyanto Mahardika

Semarang [SPFM], Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengungkapkan buruh tidak

perlu beraksi menuntut upah yang layak. Menurut Bibit, upah tidak hanya ditentukan dari

buruh saja, tetapi juga dari pihak pengusaha. Bibit mengungkapkan hal itu di Rawa

Pening, Kabupaten Semarang seusai membuka Konferensi Nasional Danau kedua, Kamis

(13/10).

Menurut Bibit, penentuan upah sudah menjadi kewenangan kabupaten atau kota dan

sangat bergantung pada Dewan Pengupahan, serta kesepakatan antara buruh dan

pengusaha. Bibit menegaskan dirinya hanya menyetujui dan membantu jika memang ada

angka yang tidak wajar.

Ratusan buruh dari Gerakan Buruh Semarang turun ke jalan menuntut pemerintah daerah

menetapkan UMK 2012 sebesar Rp 1,4 juta. Aksi buruh tersebut dilakukan dengan

memblokir jalan di depan kantor Gubernur Jawa Tengah sehingga mengakibatkan lalu

lintas dialihkan. [kcm/dtc/ary]

Page 33: PROLOG - LBH Semarang
Page 34: PROLOG - LBH Semarang

Ribuan Buruh Demo

Jumat, 14 Oktober 2011 14:00

(Releaase : Bag. Humas Setda). KAJEN-Ribuan buruh yang bergabung dalam Serikat Pekerja

Nasional (SPN) Kabupaten Pekalongan melakukan unjuk rasa di depan Kantor Bupati

Pekalongan, Jumat (14/10). Mereka menuntut supaya Upah Minimum Kabupaten (UMK) Tahun

2011 dinaikkan menjadi sebesar Rp. 885.000/ bulan, dari UMK tahun sebelumnya sebesar Rp.

810.000. Unjuk rasa digelar juga lantaran pekerja kecewa terhadap Bupati yang telah

menyampaikan rekomendasi UMK pada Gubernur Jawa Tengah sebesar Rp. 861.000.

Aksi dimulai dari Lapangan Pekuncen Wiradesa sekitar pukul 08.00. Unjuk rasa melibatkan

peserta yang menggunakan truk dan ratusan sepeda motor. Sejumlah pengunjuk rasa berorasi

di atas truk sepanjang perjalanan dari Wiradesa hingga Kajen. Aksi sempat membuat jalur

pantura Wiradesa tersendat.

Konvoi sampai di lingkungan Kantor Bupati Pekalongan sekitar pukul 10.45. Saat sampai di

Kajen, terdengar pengunjuk rasa mengumandangkan lagu ” Indonesia Tanah Air Beta”.

Sejumlah peserta demo berorasi di depan Kantor Bupati dan peserta lain tampak membawa

spanduk dan banner berisi tuntutan buruh. “ UMK tahun 2011 Kabupaten Pekalongan sebesar

Rp 810.000, kemudian berdasarkan survei pasar bahwa nilai kebutuhan hidup layak (KHL) saat

ini Rp 888.972. Jumlah tersebut belum mencerminkan kebutuhan riil buruh. Namun, bupati

telah merekomendasikan kepada Gubernur Jawa Tengah UMK Tahun 2012 Rp 861.000.

Meskipun naik Rp 51.000 namun jauh dari nilai KHL,” ucap Damirin dalam orasinya.

Menurutnya bupati secara nyata telah membuat kebijakan yang memiskinkan buruh. Hal itu

tidak sesuai dengan visi dan misi bupati yang menyatakan bahwa terwujudnya masyarakat

sejahtera dan bermartabat berbasis pada kearifan lokal. “ Oleh karena itu dapat dikatakan visi

dan misi tersebut hanya retorika belaka dan hanya janji manis pada saat kampanye,” tegas

Damirin.

Koordinator Lapangan Aksi Ibnu Masud menyatakan bahwa SPN Kabupaten Pekalongan

meminta bupati untuk mencabut rekomendasi UMK sebesar Rp 861.000 dan

merekomendasikan kembali UMK tahun 2012 di Kabupaten Pekalongan sebesar Rp 885.000.

Menanggapi tuntutan buruh siang itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat

Kabupaten Pekalongan, H Umaidi meminta untuk bermusyawarah dengan jernih. "Mari kita

Page 35: PROLOG - LBH Semarang

bermusyawarah tentang aspirasi dari SPN bersama rekan-rekan DPRD dan pemerintah daerah

supaya ada titik temu," ajaknya saat berada di atas truk yang dibawa pengunjuk rasa.

Sebelumnya, proses dialog antar SPN dan Apindo yang dimediasi oleh pemkab Jumat (30/9)

deadlock. Pengurus SPN yang mewakili rapat saat itu keluar dari ruangan Bupati sebelum rapat

usai. SPN menuntut agar UMK sesuai nilai KHL atau paling tidak Rp.885.000, namun dari

Apindo hanya menyanggupi sebesar Rp. 840.000. Mereka juga mengaku kecewa Bupati

meninggalkan rapat untuk menghadiri acara Pembinaan Sekdes PNS di Aula Lantai 1. Rapat

dipimpin Asisten Kesra, Umaidi, dan melibatkan unsur Dewan Pengupahan minus SPN.

Keputusan Dewan Pengupahan

Dalam konferensi pers di Rumah Makan Tirta Alam, Kamis (13/10) siang, Bupati Pekalongan

mengatakan bahwa rekomendasi UMK 2012 sebesar Rp. 861.000 disampaikan pada Gubernur

Jawa Tengah berdasarkan keputusan Dewan Pengupahan dengan perhitungan yang

mempertimbangkan sejumlah faktor. Keputusan UMK 2012 segera disampaikan bupati karena

terkait batas akhir bahwa rekomendasi UMK harus dikirimkan ke Gubernur pada akhir

September.

Bupati mengaku kecewa dengan sikap SPN yang tidak mau berdialog untuk menentukan UMK

waktu itu dan malah memilih untuk keluar ruangan. “Sebelum meninggalkan ruang rapat, saya

sudah mohon izin untuk datang ke acara pembinaan Sekdes yang sudah diagendakan dan saya

berjanji untuk kembali lagi. Namun, saat kembali, perwakilan SPN dan anggota lainnya sudah

pulang dan rapat yang dipimpin Pak Umaidi saya tanya, sudah menghasilkan angka Rp. 861.000

berdasarkan penghitungan Dewan Pengupahan,” tutur Bupati.(lei/humas setda)

Page 36: PROLOG - LBH Semarang

Minggu, 23 Oktober 2011 | 16:18 WIB

UMK Jawa Tengah Rendah Dibanding Provinsi Lain

Besar Kecil Normal

TEMPO.CO, Jakarta - Upah minimum kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dinilai paling

rendah dibandingkan dengan upah di provinsi-provinsi lain. Divisi Informasi dan Dokumentasi

Yayasan Wahyu Sosial Semarang Siti Qomariyah mengatakan dari tahun ke tahun UMK di Jawa

Tengah tak pernah naik signifikan, sehingga menempatkan provinsi ini sebagai provinsi paling

rendah UMK-nya se-Indonesia.

“Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tentang UMP

(Upah Minimum Provinsi) seluruh provinsi di Indonesia tahun 2011, Jawa Tengah peringkat

terbawah,” kata Qomariyah, Ahad, 23 Oktober 2011.

Qomariyah mencontohkan UMK DKI Jakarta meningkat sebesar 15,38 persen dari Rp 1.118.009

tahun 2010 menjadi Rp 1.290.000 tahun 2011. Sedangkan UMK Jawa Tengah rata-rata naik di

bawah 10 persen, yakni dari Rp 660 ribu pada tahun 2010 menjadi Rp 675 ribu pada 2011.

Pada 2011 UMK paling tinggi di Jawa Tengah adalah di Kota Semarang yang nilainya Rp 960

ribu.

Di Provinsi Jawa Timur, upah buruh 2011 juga sudah banyak yang di atas Rp 1 jutaan. Misalnya

Kabupaten Pasuruan dan Sidoarjo (Rp 1.107.000), Kota Batu (Rp 1.050.000), Kota Malang (Rp

1.079.887), Kabupaten Malang (Rp 1.077.800), dan Kabupaten Mojokerto (Rp 1.105.000).

Karena upah buruh di Jawa Tengah rendah, banyak warga Jawa Tengah lebih tertarik merantau

ke daerah lain karena dengan pekerjaan yang sama mendapatkan upah jauh lebih tinggi. Pada

saat yang sama, banyak pula pengusaha yang tertarik berinvestasi di Jawa Tengah karena biaya

upah buruhnya rendah.

Pemerintah daerah, yang diharapkan mampu membuat jaring pengaman untuk melindungi

buruh, malah menyalahgunakan menjadi makelar pemilik modal. Qomariyah meminta Provinsi

Jawa Tengah harusnya segera menyadari bahwa komitmen untuk mensejahterakan buruh salah

satunya dengan memperbaiki sistem pengupahan.

Untuk itu, Yayasan Wahyu Sosial meminta Pemprov Jawa Tengah dalam menetapkan UMK

tahun 2012 wajib 100 persen sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL).

Saat ini pembahasaan UMK tahun 2012 masih dilakukan di Dewan Pengupahan Provinsi Jawa

Tengah, sebelum diserahkan kepada Gubernur Jawa Tengah untuk ditetapkan.

Page 37: PROLOG - LBH Semarang

Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah, Fajar Eib Utomo, menyatakan dari angka

UMK 2012 yang diajukan 35 bupati/wali kota kepada Gubernur Jawa Tengah hanya ada

sembilan yang sudah mencapai KHL 100 persen. Sembilan daerah itu masing-masing Kota

Semarang, Salatiga, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Temanggung, Kota Solo, Kabupaten Semarang,

dan Pekalongan. Sedangkan daerah-daerah lainnya usulan UMK 2012 masih di bawah 100

persen KHL.

Fajar menyatakan meski usulan UMK 2012 mencapai 100 persen KHL, secara nominal masih

minim. Sebab, para kepala daerah melakukan siasat dalam survei agar nilai KHL-nya tetap

rendah. “Kepala daerah merasa sudah merasa berhasil kalau UMK-nya 100 persen KHL. Seperti

menjadi gagah-gagahan, yang penting 100 persen KHL,” kata Fajar.

ROFIUDDIN

Page 38: PROLOG - LBH Semarang

Buruh Paksa Ikut Rapat Dewan Pengupahan Jateng

Buruh Jawa Tengah memaksa ikut dalam rapat penetapan upah minimum kota tahun 2012. Mereka

menuding Dewan Pengupahan Provinsi Jateng tidak transparan dalam menyusun UMK buruh.

• Andhika Puspita / Angga Haksoro

• 25 Oktober 2011 - 16:0 WIB

VHRmedia, Semarang – Lima puluh anggota Gerakan Buruh Berjuang memaksa ikut rapat penetapan

upah minimum kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah. Komponen penetapan UMK tidak sesuai dengan

survei kebutuhan hidup layak buruh tahun 2011.

Buruh memaksa masuk ruang rapat pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah yang

dihadiri perwakilan Dinas Tenaga Kerja. Dewan Pengupahan menggunakan standar konversi gas

dalam survei kebutuhan hidup layak (KHL) buruh.

”Dalam surat edaran Dirjen PHI Kementerian Tenaga Kerja, komponen survei untuk penentuan

KHL menggunakan konversi gas. Padahal dalam Peraturan Menteri ditetapkan komponen yang

digunakan adalah perlengkapan minyak tanah,” kata Slamet Kiswanto dari DPC Serikat Pekerja

Nasional (SPN) Semarang.

Akibatnya besaran KHL buruh Jawa Tengah turun. Padahal hasil survei kebutuhan hidup layak

menjadi acuan penetapan upah minimum kota di Provinsi Jawa Tengah.

Buruh menuding Dewan Pengupahan gagal mengakomodir kepentingan buruh. ”Kami ingin

masuk dan mengikuti rapat Dewan Pengupahan agar semua transparan,” ujar Slamet.

Setelah melalui negosiasi alot, perwakilan buruh dizinkan mengikuti rapat sebagai peninjau

namun tidak memiliki hak suara. (E1)

Foto: VHRmedia/Andhika Puspita

Page 39: PROLOG - LBH Semarang

Rabu, 16 November 2011 | 15:55 WIB

Tuntut Upah Naik, Buruh Ancam Demo Besar-

besaran

Besar Kecil Normal

TEMPO.CO, Semarang - Ribuan buruh yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Berjuang

(Gerbang) Jawa Tengah, mengancam akan mengelar unjuk rasa besar-besaran. Demo yang akan

dilakukan Kamis 17 November besok itu mendesak Gubernur Jawa Tengah agar menetapkan

upah minimum kabupaten/kota di Jawa Tengah sesuai dengan 100 persen kebutuhan hidup

layak.

“Demo akan dipusatkan di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Semarang,” kata

Pengurus Federasi Serikat Buruh Independen Suwardiyono, Rabu, 16 November 2011. Sebab,

waktu penentuan akhir nominal UMK sudah mepet. Sesuai aturan, Gubernur harus sudah

mengeluarkan keputusan UMK 35 daerah pada 20 November atau 40 hari sebelum UMK itu

diberlakukan

Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah sebelumnya sudah menyerahkan keputusan UMK 32

kabupaten/kota di Jawa Tengah kepada Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo. UMK tiga kota

lain belum ada keputusan karena pembahasan masih alot.

Buruh sudah menggelar unjuk rasa beberapa kali. Bahkan mereka memantau dan mengawasi

setiap kali Dewan Pengupahan Jawa Tengah menggelar rapat pleno. Buruh menganggap sesuai

dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintaha Daerah, gubernur sebagai

perwakilan pemerintah pusat di daerah memiliki kewenangan dalam ketenagakerjaan untuk

menetapkan UMK. Sedangkan, wali kota/bupati sifatnya mengusulkan.

Suwardiyono menegaskan, jika 32 daerah yang disepakati dan 3 daerah yang belum belum ada

titik temu tetap disetujui, pihaknya akan mengerahkan banyak massa. "Aksi akan dilakukan di

gubernuran dengan mendatangkan buruh dari berbagai daerah," tuturnya.

Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo menyarankan, sebaiknya demo dilakukan tidak dengan

anarkistis. Jika bangunan milik pemerintah dirusak, ini sama saja merusak barang milik rakyat.

“Nanti harus berhadapan dengan polisi,” katanya.

ROFIUDDIN

Page 40: PROLOG - LBH Semarang

Penetapan UMK, Bibit panggil 3 kepala daerah

16 November 2011 | Filed underBerita | Posted by Ariyanto Mahardika

Semarang [SPFM], Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo segera memanggil tiga kepala daerah,

terkait belum adanya kesepakatan atas besaran Upah Minimum Kabupaten,Kota (UMK) 2012.

Padahal, penetapan UMK akan dilakukan Jumat (18/11) mendatang. Tiga kepala daerah

tersebut adalah Wali Kota Semarang Sumarmo, Wali Kota Pekalongan Basyir Achmad, dan

Bupati Semarang Mundjirin.

Belum adanya kesepakatan soal UMK di sejumlah daerah tersebut, karena belum sesuai dengan

kebutuhan hidup layak (KHL). Sehingga, terjadi tarik menarik antara dewan pengupahan dengan

organisasi buruh. Bahkan, daerah tersebut hampir setiap hari diwarnai aksi unjuk rasa buruh

yang menuntut besaran UMK Rp1,4 juta per bulan, sesuai dengan KHL.

Bibit Waluyo mengungkapkan, masih ada waktu untuk memanggil ketiga kepala daerah

tersebut sebelum penetapan UMK. Namun bila hingga hari H, tiga daerah ini belum tercapai

kesepakatan, maka besaran UMK sesuai dengan yang telah diputuskan bupati atau walikota ,

mengingat mereka yang bertanggung jawab atas sistem pengupahan. Sedangkan, gubernur

hanya mengetahui dan tidak bisa mengintervensi. [miol/dev]

Page 41: PROLOG - LBH Semarang

12.2011

Bulan Ketidakpastian HAM

Akhir tahun 2011 ditutup dengan catatan kelam berkaitan dengan HAM. Kasus-kasus yang

sebelumnya terjadi, tidak terselesaiakan. Bahkan di nasional terjadi peristiwa-peristiwa

penting, mulai dari Mesuji di Lampung dan Sumatera Selatan serta Bima, Nusa Tenggara

Barat. Dimana gambaran kekerasan jelas terlihat. Sebetulnya di Jawa Tengah juga

kondisinya tidak jauh berbeda.

Setidaknya 11 orang di Wanareja, Cilacap juga dipanggil dan diperiksa Polisi karena diduga

melakukan penebangan pohon milik PTPN Afdeling Gunung Paninjauan. Tidak hanya itu, 3

orang didaerah Pundenrejo, Pati juga mengalami tindakan yang sama. Dipenghujung tahun

2011, mereka harus diperiksa oleh Polsek Tayu, Pati dan kemudian ditetapkan sebagai

Tersangka dengan tuduhan memasuki lahan milik orang lain.

Page 42: PROLOG - LBH Semarang

Simpulan

a. Issue Miskin Perkotaan

Bahwa di sektor issue miskin perkotaan terdapat 135 pelanggaran HAM.

Pelanggaran HAM tersebut berupa penggarukan/ razia terhadap PKL, pengamen,

Penjaja Seks, gelandangan dan pengemis, penggusuran PKL, pedagang pasar

tradisional dan penghuni rumah pinggiran sungai, serta diskriminasi dan

penghilangan hak lainnya.

b. Issue Buruh

Di sektor buruh terdapat 17 pelanggaran HAM yang terdiri dari pelanggaran

terhadap hak berserikat, upah serta hak-hak normatif lainnya seperti PHK, dll.

c. Issue Lingkungan dan Masayarakat Pesisir

Sedangkan di sektor issue nelayan dan masyarakat korban lingkungan terdapat

sejumlah 23 pelanggaran HAM baik berupa konflik pertambangan, Bencana

Ekologi, Pencemaran udara, percemaran air, kerusakan lingkungan, dll.

d. Issue Tanah

Sementara di sektor tanah/ petani terdapat 3 kasus pelanggaran HAM baik berupa

konflik pembangunan, kekerasan dan kriminalisasi dan hak atas lahan.

Page 43: PROLOG - LBH Semarang
Page 44: PROLOG - LBH Semarang

BAB IV

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT SIPIL DALAM MELAKUKAN

INTERVENSI KEBIJAKAN DAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN ISU SUMBER

DAYA ALAM, BANTUAN HUKUM DAN MASYARAKAT MARGINAL

Mengingat program kerja tengah tahun pertama masih menggunakan Visi-Misi serta Tujuan

Strategis yang lama, maka kemudian tidak semua program yang telah dilaksanakan

mencerminkan usaha pelaksanaan Visi-Misi dan Tujuan Strategis tahun 2011-2013. Namun

setidaknya setengah tahun kedua, kami telah menyelenggarakan program kerja sesuai

dengan Visi-Misi dan Tujuan Strategis tahun 2011-2013. Dimana tujuan tahun pertamanya

adalah untuk meningkatkan kemandirian masyarakat sipil dalam melakukan intervensi

kebijakan dan hukum yang berkaitan dengan isu sumber daya alam, bantuan hukum dan

masyarakat marginal.

Ada 10 program yang telah dilaksanakan, baik yang pelaksanaannya sudah selesai pada tahun

2011 maupun yang masih dikerjakan pada tahun 2012. Berikut secara keseluruhan program-

program yang telah dilaksanakan pada tahun 2011.

A. MoU Penyelesaian Konflik Tenurial Sektor Hutan Jawa Tengah

B. Pendidikan Hukum Kritis Petani Wonosari, Patebon, Kendal

C. Kelompok Belajar Buruh

D. Peringatan Hari Nelayan

E. Konsolidasi Petani Pantai Selatan Jawa Tengah

F. FGD Tambak Lorok, Semarang

G. Pendokumentasian Konflik Agraria di Jawa Tengah

H. Launching Database Konflik Sumber Daya Alam

I. Riset tentang Keamanan Tenurial

J. Publikasi dan Kampanye Pelanggaran HAM di Jawa Tengah

Page 45: PROLOG - LBH Semarang

A. MoU Penyelesaian Konflik Tenurial Sektor Hutan Jawa Tengah

LBH Semarang telah melakukan upaya untuk mendorong penyelesaian konflik agraria

dikawasan perkebunan dan hutan melalui jalur non-litigasi. Meski demikian, tak jarang

kita juga diharapkan pada penyelesaian konflik secara litigasi, baik pidana, perdata,

maupun tata usaha negara.

Pada akhir Desember 2009, LBH Semarang telah melaunching data konflik pengelolaan

perkebunan dan hutan dalam format database humawin. Setelah launching tersebut,

institusi Perhutani yang diundang dalam acara itu menindaklanjuti data-data konflik

tersebut dengan berdialog secara informal dengan LBH Semarang. Pada intinya,

Perhutani ingin konflik-konflik tersebut dicari penyelesaiannya. Untuk itu, mereka

menawarkan untuk dilakukan MoU (Memorandum of Understanding) untuk

menyelesaikan konflik agraria tersebut.

Setelah melalui beberapa diskusi internal LBH Semarang dan memetakan segala

resikonya, LBH Semarang menerima tawaran Perhutani untuk membuat MoU bersama

untuk penyelesaian konflik agraria di kawasan hutan. MoU tersebut ditandatangani

pada tanggal 23 Desember 2010.

Setelah penandatangan MoU, maka kemudian LBH Semarang melakukan beberapa

kegiatan untuk melaksanakan MoU tersebut. Agenda-agenda yang telah dilaksanakan

adalah sebagai berikut :

1. Konsolidasi dan Penyusunan Strategi Setelah MoU antara LBH Semarang dan

Perhutani Unit I Jawa Tengah tentang Penyelesaian Konflik Tenurial. Kegiatan ini

dilaksanakan di Panti Samadi Nazaret, Jalan Dr. Wahidin, Semarang.

2. Pertemuan Pembahasan Rencana Strategis Pelaksanaan MoU. Pertemuan ini untuk

menyusun draft Rencana Kegiatan Pelaksanaan MoU. Kegiatan ini di laksanakan di

Temanggung.

3. Penyelesaian Kasus melalui mekanisme MoU. Salah satu kasus yang berhasil selesai

adalah kasus konflik akses terhadap sumberdaya hutan di Dukuh Pidik, Desa

Wonosari, Kendal.

B. Pendidikan Hukum Kritis Petani Wonosari, Patebon, Kendal

Awalnya LBH Semarang menerima pengaduan berkaitan dengan pungutan liar terhadap

petani hutan oleh oknum Perhutani dan LMDH Desa Wonosari. Dari pengaduan

tersebut, bersama Mbah Kasjam, LBH Semarang kemudian menindaklanjuti dengan

Page 46: PROLOG - LBH Semarang

beberapakali ke lapangan untuk menggali informasi. Dari investigasi yang dilakukan oleh

LBH Semarang, diketahui bahwa memang telah terjadi pengambilan pungutan liar.

Selain itu, ternyata dari latar kesejarahan masyarakat Pidik seharusnya yang punya klaim

atas lahan yang saat ini menjadi hutan, mengingat dari salah satu penuturan warga yang

mengalami hidup pada masa 1921-1922, menuturkan bahwa dahulu Belanda meminjam

tanah warga melalui Mantri Ragil. Peminjaman tersebut dilakukan untuk jangka waktu

satu kali tanam Jati atau sekitar 60-70 tahun. Sehingga sampai dengan saat ini, warga

ingin meminta kembali lahan tersebut, karena jika dihitung, masa peminjaman

seharusnya sudah habis pada tahun 1980-an. Namun sampai dengan saat ini keinginan

dan harapan tersebut tidak kunjung datang. Pemerintah tidak memberikan lahan warga

kembali, namun justru kemudian menjadikan lahan sebagai kawasan hutan yang

akhirnya diberikan kewenangan pengelolaannya kepada Perhutani, Kondisi masyarakat

yang miskin dan akhirnya banyak yang bekerja serabutan, ditambah Perhutani yang

sewenang-wenang dengan menentukan besaran sejumlah uang tertentu jika ingin

memanfaatkan lahan, membuat prihatin beberapa warga. Hingga akhirnya bersama

dengan Mbah Kasjam mengadukan permasalahan tersebut ke LBH Semarang.

Setelah mendapatkan pengaduan dan melakukan investigasi, LBH kemudian

berpandangan bahwa Pendidikan Hukum Kritis diperlukan oleh masyarakat Dukuh Pidik,

Desa Wonosari, Kendal. PHK ini diberikan dalam rangka pembentukan dan penguatan

organisasi tani lokal di Dukuh Pidik, Desa Wonosari, Kecamatan Patebon, Kendal. PHK ini

juga bertujuan untuk mmeberikan pemahaman terhadap para petani hutan di dukuh

Pidik, Wonosari, Kendal. Kegiatan ini sendiri diikuti oleh 20 orang petani hutan. Adapun

waktu pelaksanaan adalah pada hari sabtu sampai dengan minggu tanggal 22-23 Januari

2011 di Rumah bapak Rosidi.

Selain itu, materi yang diberikan di PHK ini adalah sebagai berikut :

1. Sejarah Hutan Jawa

2. Politik Agraria

3. Analisa Sosial

4. Analisa SWOT

5. Teknik Loby dan Negosiasi

C. Kelompok Belajar Buruh

Pendahuluan

Gagasan awal kegiatan kelompok belajar buruh ini adalah sederhana, LBH Semarang

sebagi lembaga yang mendukung perjuangan buruh bermaksud menyediakan ruang

untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran buruh anggota beberapa serikat

Page 47: PROLOG - LBH Semarang

melalui sebuah pendidikan yang tidak hanya mempelajarai mengenai hukum. Adapan

untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tujuan kegiatan ini, yaitu :

1. Agar tercipta hubungan perkawanan yang erat;

2. Agar peserta kelompok belajar memiliki pemahaman tentang persoalan pokok

masyarakat Indonesia, khususnya yang dialami oleh buruh dan bagaimana cara

mengatasinya;

3. Adanya konsolidasi cara pandang, sehingga memudahkan adanya persatuan yang

strategis guna membangun gerakan buruh yang kuat secara politik;

Dari ketiga tujuan tersebut, tujuan yang pertama dan kedua merupakan syarat untuk

mencapai tujuan yang ketiga. Inti dari kegiatan ini adalah upaya memperkuat gerakan

buruh yang ada Kota Semarang.

Sasaran dari Kegiatan ini adalah pengurus serikat buruh tingkat pabrik yang berasal dari

beberapa perwakilan serikat buruh di Kota Semarang, yaitu :

1. Serikat Pekerja Nasional (SPN)

2. Federasi Serikat Pekerja Independen (FSPI)

3. Federasi Serikat Buruh Independen (FSBI)

4. Federasi Serikat Pekerja Pantai Utara (FSP Pantura)

5. Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)

6. Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (SP KEP)

7. Serikat Pekerja Perkayuan Perhutanan & Umum Seluruh Indonesia (SP Kahutindo)

8. Jaringan Kerja Buruh (Jarikebu)

Pilihan atas ke-8 serikat tersebut didasarkan pada pertimbangan ke-8 serikat itu

memiliki keanggotaan yang jelas di tingkat pabrik dan secara subyektif karena memiliki

kedekatan dengan LBH semarang.

Pra - Pelaksanaan

Sebelum kegiatan dilaksanakan ada beberapa upaya yang dilakukan, diantaranya :

• Pembahasan materi pendidikan, ada beberapa materi yang ditawarkan oleh LBH

kepada beberapa serikat melalui sebauh pertemuan di Kantor LBH, saat itu yang

hadir adalah perwakilan dari SPN, Jarikebu dan FSPI. Tujuan dari pembahasan ini

adalah agar materi yang akan diberikan kepada peserta tidak berbenturan dengan

materi pendidikan yang ada di internal masing-masing serikat buruh. Dari

Page 48: PROLOG - LBH Semarang

pembahasan tersebut materi yang disepakati untuk dijadikan materi dalam kegiatan

KBB adalah :

a. Tentang Buruh dan Pengusaha

b. Tentang Serikat Buruh

c. Sejarah Perkembangan Masyarakat Indonesia

d. Sejarah Gerakan Buruh Indonesia

e. Cara Membangun Serikat Buruh

f. Teknik Agitasi dan Propaganda

g. Teknik Pengangan Kasus melalul Jalur Hukum

• Menyusun rencana waktu pelaksanaan, dari beberapa materi pendidikan yang ada,

LBH kemudian menyusun pelaksanaan kegiatan, dimana kegiatan akan dilaksanakan

selama 2 minggu sekali, lebih jelasanya adalah sebagai berikut :

PERTEMUAN MATERI JAM WAKTU & TEMPAT

PELAKSANAAN

Pertemuan

Pertama

Tentang Buruh dan

Pengusaha

10.00 – 13.00 Minggu, 12 Juni

2011

LBH Semarang Tentang Serikat Buruh 14.30 – 17.30

Pertemuan

Kedua

Sejarah Perkembangan

Masyarakat Indonesia

10.00 – 13.00 Minggu, 26 Juni

2011

LBH Semarang Sejarah Gerakan Buruh di

Indonesia

14.30 – 17.30

Pertemuan

Ketiga

Cara membangun Serikat

Buruh

10.00 – 13.00 Minggu, 10 Juli

2011

LBH Semarang Teknik Agitasi dan

Propaganda

14.30 – 17.30

Pertemuan

Keempat

Teknik Penganangan

Kasus melalui Jalur Hukum

10.00 – 15.00 Minggu, 24 Juli

2011

LBH Semarang

• Memberikan Undangan, LBH mengundang ke-8 serikat buruh untuk mengirimkan 2

perwakilannya yang bisa menjadi peserta dalam kegiatan Kelompok Belajar Buruh.

• Mengkonfirmasi peserta, LBH memastikan siapa saja peserta yang bisa terlibat

dalam kegiatan KBB.

Page 49: PROLOG - LBH Semarang

Pelaksanaan Kegiatan

Pertemuan Pertama :

Sesuai dengan yang direncanakan pertemuan pertama dilasanakan pada Minggu 12 Juni

2011 dengan Materi : “Tentang Buruh dan Pengusaha” dan “Tentang Serikat Buruh”,

adapun selaku Pemateri adalah Bung Dian -- Pekerja massa yang tergabung dalam

organisasi AGRA (aliansi gerakan reforma agraria) --.

Jadwal yang direncanakan mulai jam 10.00 WIB menjadi molor karena persoalan

kehadiran (baik pemateri dan peserta), akhirnya pendidikan di mulai jam 11.00 WIB.

Peserta yang hadir adalah :

No Nama Pabrik Produksi Serikat

1 Budi PT. RBRS Besi (Paku) Jarikebu

2 Slamet Nugroho PT. TCP Mebel KEP

3 Susilo PT. Simoplas Palstik KEP

4 Ahmad Suntari PT. KKI Mebel Kahiutindo

5 Nurimah PT. San Yu FMI Bingkai (Frame) Kahutindo

6 Purhady PT. TKPI Parquet SBSI

7 Yartatik PT. Rodeo Garmen SPN

8 Anik Ariyani PT. IKF Garmen SPN

9 Kastini PT. Richtex Garmindo Garmen SPI

10 Tunik PT. Anggun IOF Garmen SPI

11 Suyatini PT. Anggun IOF Garmen SPI

12 Asri Azis PT. Susan Photo Album Album Foto SP Pantura

Sebelum diskusi dimulai, dilakukan perkenalan terlebih dahulu dengan cara : masing-

masing peserta dan panitia membuat gambar -- di kertas karton yang sudah dibagikan

oleh panitia -- tentang masa kecil yang tidak terlupakan, cita-cita pribadi dan kekuatan

apa yang dimiliki oleh peserta untuk meraih cita-cita tersebut. Setelah selesai

menggambar, satu-persatu peserta dan panitia menjelaskan apa yang digambarnya

kepada peserta lainnya. Setelah perkenalan, panitia mencoba menjelaskan kegiatan KBB

kepada peserta.

Diskusi kemudian dimulai dengan materi pertama “Tentang Buruh dan Pengusaha” dan

setelah istirahat untuk makan dan sholat, dilanjutkan materi yang kedua “Tentang

Serikat Buruh”.

Di akhir pertemuan, panitia membagikan lembar evaluasi kepada peserta. Peserta

diminta memberikan pendapat mengenai hal-hal yang menarik selama pertemuan

pertama dan apa kekeurangan-kekurangannya.

Page 50: PROLOG - LBH Semarang

Peserta mengusulkan agar pelaksanaan diadakan lebih pagi. Setelah diskusikan,

disepakati untuk pertemuan selanjutnya akan dimulai pukul 09.00 WIB.

Pertemuan Kedua :

Dilaksanakan pada hari Minggu 26 Juni 2011 dengan Materi : “Sejarah Perkembangan

Masyarakat Indonesia” dan “Sejarah Gerakan Buruh Indonesia”, adapun selaku pemateri

adalah : Bung Rudi (GSBI/FPR).

Peserta yang hadir :

No Nama Pabrik Produksi Serikat

1 Slamet Nugroho PT. TCP Mebel KEP

2 Susilo PT. Simoplas Palstik KEP

3 Ahmad Suntari PT. KKI Mebel Kahiutindo

4 Purhady PT. TKPI Parquet SBSI

5 Yartatik PT. Rodeo Garmen SPN

6 Anik Ariyani PT. IKF Garmen SPN

7 Kastini PT. Richtex Garmindo Garmen SPI

8 Asri Azis PT. Susan Photo Album Album Foto SP Pantura

Pertemuan Ketiga :

Dilaksanakan tidak sesuai rencana, yang semula direncanakan Minggu 10 Juli 2011

diundur menjadi Minggu 17 Juli 2011. Materi yang diberikan juga hanya mengenai “Cara

membangun serikat buruh” sedangkan untuk materi “teknik agitasi dan propaganda”

batal diberikan.

Dalam pertemuan ketiga ini tidak ada pemateri, panitia (asep) hanya memfasilitasi

masing-masing peserta untuk memberikan informasi terkait pengalaman-pengalaman

perserta dalam membangun serikat dan membuat kesimpulan-kesimpulan dari

pengalaman tersebut.

Peserta yang hadir :

No Nama Pabrik Produksi Serikat

1 Susilo PT. Simoplas Palstik KEP

2 Purhady PT. TKPI Parquet SBSI

3 Yartatik PT. Rodeo Garmen SPN

4 Anik Ariyani PT. IKF Garmen SPN

5 Asri Azis PT. Susan Photo Album Album Foto SP Pantura

6 Dedi Setiawan PT. TKPI Parquet SBSI

Di pertemuan ketiga ini Ada satu peserta baru yaitu, Dedi Setiawan.

Pertemuan Keempat :

Dilaksanakan sesuai dengan rencana, yaitu pada Minggu 24 Juli 2011 dengan Materi :

“Teknik penyelesaian kasus buruh di PHI”, selaku pemateri saya sendiri (Asep Mufti).

Page 51: PROLOG - LBH Semarang

Peserta yang hadir :

No Nama Pabrik Produksi Serikat

1 Dedi Setiawan 4 Purhady PT. TKPI

2 Susilo PT. Simoplas Palstik KEP

3 Purhady PT. TKPI Parquet SBSI

4 Yartatik PT. Rodeo Garmen SPN

5 Anik Ariyani PT. IKF Garmen SPN

6 Kastini PT. Richtex Garmindo Garmen SPI

7 Asri Azis PT. Susan Photo Album Album Foto SP Pantura

Hambatan-hambatan :

• Program pendidikan ini (tidak hanya tentang hukum dan diselenggarakan secara

programatik) sebelumnya tidak pernah diselenggarakan oleh LBH, sehingga ini

menjadi pengalaman baru;

• Tidak adanya kepanitian, sehingga persiapan kurang begitu matang khususnya untuk

hal-hal yang bersifat teknis;

• Panitia tidak melakukan pendekatan-pendekatan kepada peserta di luar forum

diskusi, sehingga partisipasi peserta kurang aktif;

Rekomendasi :

• Perlu dibentuk kepanitian untuk menyelanggarakan kegiatan pendidikan seperti ini;

• Perlu memastikan pemateri sebelum kegiatan pendidikan dimulai, ini penting karena

tidak siapnya pemateri menjadi penyebab kegagalan memberikan materi “teknik

agitasi dan propaganda” dalam pertemuan ketiga;

• Perlu dilakukan pendekatan-pendekatan kepada peserta di luar forum diskusi,

dengan tujuan : untuk mengetahui hambatan peserta dalam mengikuti pendidikan

yang kemudian harus dibantu oleh LBH agar peserta kemudian lebih aktif dalam

kegiatan, selain itu juga untuk mendorong adanya kegiatan lanjutan dari peserta

untuk melaksanakan pendidikan di tingkat pabrik;

D. Peringatan Hari Nelayan

Pada tanggal 7 april 2011, LBH Semarang, Hysteria dan JALA Nelayan bersama dengan

nelayan Kendal, Demak dan Semarang menyelenggarakan aksi teatrikal untuk

memperingati Hari Nelayan. Dalam aksi simpatik menuntut kepada pemerintah agar

memberikan perhatian kepada nelayan. Selain itu, aksi ini juga menyoroti terkait

ketidakberpihakan pemerintah terhadap nelayan dan menyudutkan nelayan dengan

adanya Undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau Kecil.

Page 52: PROLOG - LBH Semarang

Aksi ini dilakukan dengan pesertanya menggunakan topeng serta melakukan longmarch

dari Bundaran Air Mancur Jalan Pahlawan sampai dengan Polda. Selain itu, dalam

penyampaian pesan atau melakukan kampanye aksi ini juga membawa replika tumpeng

sedekah laut yang menggambarkan bagaimana kondisi saat ini. Didalam tumpeng

sedekah laut tersebut terdapat gambar-gambar yang saling bertolak belakang dimna

satu gambar melukiskan pentingnya konsumsi ikan karena banyak mengandung protein.

Namun disisi yang lain justru nelayan tidak dilindungi dan dikesampingkan untuk tetap

dapat bekerja serta dipikirkan agarkondisi alamnya semakin tidak rusak sehingga

pengaruh-pengaruh lingkungan yang menyebabkan susah untuk memperoleh hasil

tangkapan juga dapat diatasi.

Selain menggelar aksi teatrikal didalam kegiatan ini juga terdapat ruang untuk

penyampaian aspira dalam bentuk orasi. Orasi ini antara lain diisi oleh nelayan Kendal

dan nelayan Demak. Dalam orasinya perwakilan nelayan kendal yang diwakili oleh

Sugeng menyampaikan bahwa pemerintah harus lebih memperhatikan nelayan.

Nelayan juga seharusnya mendapatkan bantuan ketika tidak dapat melaut atau musim

paceklik ikan, tidka hanya petani saja. Selain itu, nelayan juga tidak pernah mendapat

subsidi dari pemerintah ketika solar naik.

E. Pendokumentasian Konflik Agraria Jawa Tengah

Tanah bagi masyarakat petani adalah sebagai alat produksi dan merupakan satu-satunya

nyawa bagi kelangsungan hidup. Kebutuhan akan tanah ini di negara agraris merupakan

kebutuhan mutlak yang harus tersedia. Kebutuhan yang semakin besar akan tanah

untuk petani ini dalam perkembangannya tidak seimbang dengan ketersediaan tanah

yang difungsikan sebagai tanah untuk bercocok tanam dengan tanah untuk kepentingan

lainnya seperti pembangunan rumah, pabrik, kawasan perkebunan, hutan dan pendirian

kawasan latihan perang. Kepentingan petani untuk mendapatkan tanah sebagai lahan

garapan bercocok tanam kadang harus bersinggungan dengan kepentingan-kepentingan

negara dan petanilah yang selalu dikalahkan.

Sementara agar petani tidak selalu dikalahkan maka diperlukan kegiatan Advokasi. Dan

untuk menunjang kegiatan advokasi, maka dibutuhkan data yang valid serta lengkap.

Atas dorongan itu, sejak tahun 2005 LBH Semarang kemudian mengadopsi sistem

pendokumentasian konflik SDA Humawin. Dimana dalam sistem pendokumentasian ini

akan selalu di up-date setiap tahunnya. Biasanya data tersebut juga akan di launching.

Page 53: PROLOG - LBH Semarang

Untuk keperluan diatas, kemudian LBH Semarang melakukan up-date dengan

beberapakali turun kelapangan ke daerah Temanggung, Batang, Cilacap, Banyumas,

Kendal, dan Blora. Selain beberapa tempat tersebut, LBH Semarang juga aktif dalam

pendokumentasian konflik agraria yang terbaru yaitu tindak kekerasan dan kebrutalan

TNI terhadap Petani di kawasan Urutsewu Kebumen akibat sengketa tanah. Sengketa ini

muncul karena pihak TNI menggunakan tanah di kawasan urutsewu yang meliputi

Kecamatan Mirit, Ambal dan Buluspesantren untuk digunakan sebagai kawasan latihan

perang namun ditolak oleh petani urutsewu karena para petani menjadikan tanah

tersebut sebagai area pertanian.

Berdasarkan situasi tersebut, termasuk untuk memperkuat inisiatif-inisiatif kelompok

organisasi rakyat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang memandang penting untuk

melakukan program UPDATING dan COLLECTING data konflik agraria di Urutsewu dan

Setrojenar, Kebumen.

F. Konsolidasi Petani Pantai Selatan Jawa Tengah

Kondisi di kawasan Urutsewu, Kebumen adalah gambaran dari kondisi perebutan

sumber daya alam di sepanjang pesisir selatan Jawa Tengah, sebagaimana terjadi pula

mulai dari Kulonprogo hingga Cilacap. Di Kulonprogro, petani berkonflik dengan

perusahaan pertambangan dan di Cilacap petani berkonflik dengan Perhutani dan PLTU

batubara. Kondisi ini akan terus berlangsung karena situasi di pantai utara Jawa Tengah

yang sudah terlalu padat dan diakomodirnya berbagai kepentingan pemodal dan militer

di Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029.

Arah Gerak Ke Depan

Watak eco-develop-mentalism1 Pemerintah Jawa Tengah dalam memandang persoalan

lingkungan tergambar jelas dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6

Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 –

2029. Secara substansi terlihat agenda terselubung Pemerintah Jawa Tengah dalam

memuluskan proyek pembangunan, seperti proyek pembangunan jalan tol dan jalan

lingkar, rencana pembangunan PLTN dan PLTU batubara, penetapan kawasan militer,

penetapan kawasan budidaya dan penetapan kawasan industry, penetapan kawasan

1 Dengan meminjam istilah teori Tom Dietz, paling tidak ada tiga tataran idiologi dalam memandang persoalan

lingkungan, pertama, Eco-fasism, paham yang memandang manusia sebagai bagian yang harus disingkirkan untuk

menyelematkan lingkungan itu sendiri. Kedua, Eco-Developmentalism, paham ini memandang lingkungan sebagai

bagian dari alat produksi yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan pembangunan. ketiga, eco-populism, bahwa

lingkungan memang sangat perlu untuk dilestarikan namun demikian tidaklah menutup mata, untuk

menyelamatkan lingkungan bukan berarti harus menyingkirkan masyarakat dari lingkungannya. Pelestarian

lingkungan juga merupakan penyelamatan masyarakat sekitar lingkungan sehingga masyarakat adalah pemilik mutlak dari lingkungan.

Page 54: PROLOG - LBH Semarang

Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) dll. Agenda agenda ini –proyek pembangunan

dan eksploitasi SDA- jelas akan membuat alih fungsi lahan dan konflik agaria makin

meluas. Saat ini adalah momentum yang tepat untuk dapat menata langkah kedepan

dan melakukan konsolidasi.

Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari yaitu pada hari/tanggal : 6-7 Juli 2011,

bertempat di Kebumen. Adapun Fasilitatornya Lutfi Dwi Yoga (YLBHI-LBH Semarang)

dan narasumbernya Chalid Muhammad (HuMa), Andiyono (YLBHI-LBH Semarang), Asep

Mufti (YLBHI-LBH Semarang). Sementara Peserta kegiatan ini adalah anggota petani

pantai di kawasan pantai selatan jawa tengah yaitu dari Kebumen (15 orang), Purworejo

(5 orang), Cilacap (5 orang) dan Kulonprogo (5 orang). Jumlah total peserta adalah 30

orang.

Dalam pelaksanaan terdapat kendala, karena sempat beberapa kali kisruh akibat

kedatangan beberapa orang yang tidak dikenal seperti preman. Hingga akhirnya tempat

konsolidasi dipindah dari Gombong ke Kantor PAKHIS di Kebumen. Namun, kegiatan

tidak sempat bubar dan tetap dilanjutkan meski dengan keterbatasan tempat.

G. Launching Database Konflik Sumber Daya Alam

Angka konflik agraria dan sumber daya alam lainnya, baik di sektor kehutanan,

perkebunan, pertambangan maupun sektor lainnya cenderung masih tinggi. Dari data

yang disusun LBH Semarang, pada tahun 2011 saja tercatat ada 46 konflik atau terjadi

peningkatan sebanyak 4 kasus dibanding dengan tahun 2009 yang mencapai angka 42

konflik. Sementara secara luasan untuk semua sektor, luas area konfliknya tidak banyak

mengalami penurunan dan cenderung tetap berkisar antara 10.000 Ha.2

Masih banyaknya konflik agraria ini dengan sendirinya berdampak pada kerentanan

masyarakat, khususnya dalam hal akses terhadap sumber penghidupan serta implentasi

kebijakan dan nilai-nilai tradisional masyarakat terhadap sumber daya alam, diluar soal

klaim tata kuasa lahan antara masyarakat dengan pemerintah. Sisi kerentanan

masyarakat ini seringkali tidak dipertimbangkan dalam proses penyusunan kebijakan

pemanfaatan lahan. Informasi yang minim soal hal ini seringkali dijadikan alasan

pembenar oleh pengambil kebijakan terhadap pengaduan kerugian masyarakat yang

timbul akibat kebijakan yang telah dikeluarkan. Oleh karena itu, LBH Semarang

bekerjasama dengan HuMa memandang perlu untuk mulai mensistematisir pendataan

konflik agraria dan sumber daya alam serta mengelola informasi yang masuk untuk

dapat didistribusikan ke berbagai pihak terutama kalangan pengambil kebijakan.

Manfaat lain yang ingin dikembangkan dari sistematisir pendataan konflik ini adalah

untuk mendorong upaya penyelesaian konflik yang strategis untuk menekan jumlah

korban dan kerugian lainnya.

2 Data HuMawin, Konflik Agraria bulan September 2011

Page 55: PROLOG - LBH Semarang

Dengan latarbelakang yang telah dipaparkan diatas, LBH Semarang bekerjasama dengan

HuMa kemudian menyelenggarakan Launching data HuMawin dengan melibatkan

lembaga mitra strategis, lembaga yang tergabung dalam GDN, dan Organisasi Rakyat

mitra LBH Semarang, serta pengambil kebijakan. Selain itu, launching ini juga

dimaksudkan untuk mendiskusikan terkait dengan hasil pendokumentasian HuMawin.

H. FGD Tambak Lorok, Semarang

Terkait dengan rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Mas oleh Pelindo III Cabang

Pelabuhan Tanjung Emas, memunculkan permasalahan bagi masyarakat yang akan

terkena imbas secara langsung dari proyek tersebut. Permasalahan tersebut berupa

terancamnya warga di pemukiman padat penduduk kawasan Tambak Lorok, Kecamatan

Semarang Utara. Baik terancam segi mata pencahariannya maupun tempat tinggal

mereka.

Dampak yang ditimbulkan dapat terjadi ketika warga yang lahannya akan digunakan

perluasan dermaga nantinya akan dipindah/ direlokasi ketempat lain yang jauh dari

garis pantai. Hal ini jelas akan mengancam profesi mereka sebagai nelayan. Dimana

nantinya setelah relokasi dapat dipastikan nelayan sangat kesulitan ketika tempat

tinggalnya jauh dari garis pantai bahkan secara perlahan akan mematikan nelayan.

Selain itu, akan berimbas pula pada usaha sektor perikanan yang selama ini menjadi

tulang punggung kehidupan warga Tambak Lorok.

Kekhawatiran lain juga muncul karena sampai dengan saat ini belum ada kejelasan

terutama terkait masterplan proyek. Terlebih masyarakat dikawasan Tambaklorok pun

tidak mengetahui bagaimana nantinya proyek tersebut berjalan karena minimnya

informasi serta selama ini warga tidak pernah dilibatkan dalam rencana tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka LBH Semarang bekerjasama dengan Unisbank

kemudian menyelenggarakan Focus Group Discusion (FGD) pada tanggal 26 Oktober

2011, dengan tema : “Meneropong Tambak Lorok dari Berbagai Perspektif” untuk

membedah rencana proyek serta mendiskusikan terkait penyelesaian terhadap masalah

yang akan muncul akibat perluasan dermaga.

FGD ini bertujuan :

1. Untuk membedah rencana perluasan dermaga yang akan berdampak terhadap

masyarakat Tambak Lorok, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang;

Page 56: PROLOG - LBH Semarang

2. Untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang akan muncul dari

berbagai macam perspektif terkait dengan rencana Pengembangan Pelabuhan

Tanjung Mas oleh Pelindo III Cabang Pelabuhan Tanjung Emas.

3. Membuat konsep metode penyelesaian masalah (problem solving) terkait dengan

permasalahan-permasalahan yang sudah teridentifikasi.

I. Riset tentang Keamanan Tenurial

Konflik agraria yang masif sekarang ini umumnya disebabkan karena adanya

pertentangan kebijakan negara dengan sistem budaya/hukum yang berkembang di

masyarakat. Ini terjadi ketika masuknya kekuasaan Kerajaan Belanda dan diteruskan

sampai terbentuknya dan perkembangan negara Indonesia sampai saat ini. Kebijakan

negara yang diterjemahkan ke dalam peraturan-peraturan atau kelembagaan soal klaim

atas wilayah tertentu, seringkali tidak mewakili atau mencerminkan bahkan menihilkan

sistem hukum dan budaya yang ada dan berkembang di masyarakat. Inilah yang

menyebabkan timbulkan kepemilikan de facto dan de yure. kepemilikan de facto

merupakan kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan yang ada, hidup dalam praktek

masyarakat. sementara kepemilikan de yure merujuk kepada kepemilikan formal yang

didasarkan kepada hukum dan aturan yang dianggap sah oleh negara atau pemerintah

yang berkuasa. Dalam semesta pertentangan itu, seringkali kepemilikan de facto

dikalahkan oleh kepemilikan de yure hanya karena tidak adanya bukti tertulis.

Dari konflik antara kebijakan negara dengan masyarakat ini berbiaklah berbagai konflik

lain. Konflik antara masyarakat dengan pengusaha menurut data HuMa dalam sepuluh

tahun terakhir menunjukkan grafik yang terus naik. Pengusaha, dengan dalih

mendapatkan ijin dari negara, kemudian menyingkirkan dan atau membatasi

masyarakat yang dulunya bebas keluar masuk ke dalam wilayah yang jadi sengketa.

Namun jika dilihat lebih jernih, kebanyakan jenis konflik tersebut berlangsung di atas

konflik antara Negara dengan masyarakat yang tidak (belum) diselesaikan.

Kebijakan negara juga dapat menempatkan posisi suatu kelompok masyarakat dalam

kondisi terjepit dan dilematis. Ini bisa dilihat dari kasus masyarakat migrant/pendatang

lewat transmigrasi (atau juga migrasi swadaya). Setelah ditempatkan oleh pemerintah di

suatu wilayah, ternyata wilayah tersebut diklaim sebagai wilayah (adat) masyarakat

lokal, sehingga terjadi konflik. Masalahnya mereka sudah tidak dapat lagi pergi dari

wilayah yang disengketakan itu.

Konflik juga sejatinya tidak hanya antara masyarakat denga pihak luar (negara,

pengusaha, kelompok masyarakat lain), tetapi juga bisa terjadi di dalam masyarakat itu

Page 57: PROLOG - LBH Semarang

sendiri. Hal itu terjadi karena ada perebutan atas lahan yang subur yang biasanya

dikuasai oleh elit adat atau desa. Persoalan ini kadang luput dari amatan banyak pihak.

Bahkan factor kketidakseimbangan sumberdaya di internal masyarakat dapat

mendorong mereka yang berlahan sedikit dan tidak berlahan membuka lahan ke

“wilayah yang bukan haknya” atau melakukan urbanisasi. Pembukaan lahan ke wilayah

yang bukan haknya tersebut membuka front konflik dengan pihak lain, baik masyarakat

luar, negara maupun pengusaha.

Konflik agraria jelas tidak akan memberikan keamanan tenurial bagi mereka yang

bersengketa. Malah konflik tenurial juga tidak memberikan “kepastian hukum” bagi

para investor. Penyelesaian konflik harus diselenggarakan.

Negara sebenarnya sudah memiliki berbagai macam cara untuk menyelesaikan konflik

tersebut. Pendaftaran tanah dibuat, selain untuk kepentingan registrasi, sebenarnya

juga untuk memperkuat kepemilikan yang memang berhak.

Di sisi lain, pengadilan dan jalur non pengadilan juga dibuka untuk menyelesaikan

konflik yang terjadi karena ada klaim negara atas wilayah tertentu. Di ruang-ruang

tersebut, sistem hukum yang berbeda-beda dicoba dicarikan solusinya.

Karena konflik yang umum terjadi antara masyarakat denga negara dan dengan melihat

pemantik konflik yang berasal dari klaim negara dan ketidakmampuan negara mengurus

negaranya, maka lahirlah berbagai kebijakan yang intinya meminta negara untuk

menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Kelahiran Tap MPR 9/2001 mendorong pemerintah

untuk menyelesaikan konflik, memeriksa dan mengharmonisasikan peraturan-peraturan

perundangan yang dibuatnya yang ternyata tumpang tindih dan menyebabkan konflik di

lapangan. Sayangnya sampai sekarang belum terlihat inisiatif negara c.q. pemerintah

untuk menjalankan Tap MPR tersebut.

Untuk menyelesaikan kondisi masyarakat yang semakin terdesak (satu sisi, penetrasi

pasar, pembuktian klaim atas tanah, dan sisi lainnya konservasi dan “penutupan”

wilayah hutan bagi masyarakat) maka pemerintah membuatkan berbagai kebijakan di

bidang kehutanan yang memberi kesempatan pada masyarakat untuk mengakses dan

memanfaatkan hutan dan hasil hutannya. Setidaknya ada empat bentuk kehutanan

masyarakat yang diperkenalkan: hutan kemasyarakatan, hutan desa, Hutan Tanaman

Rakyat dan Hutan Adat. Tiga yang disebutkan di awal sudah memiliki peraturannya

sendiri dan sudah ada implementasinya di lapangan, sementara Hutan Adat masih harus

menunggu sebentar lagi realisasinya.

Page 58: PROLOG - LBH Semarang

Bentuk penyelesaian konflik tidak hanya berasal dan diwadahi oleh negara saja, tetapi

ada juga yang sifatnya inisiatif dari masyarakat. Misalnya saja reclaiming tanah

(menyerobot tanah yang diklaim miliknya) atau melakukan perjanjian.

Tetapi apakah bentuk-bentuk penyelesaian konflik tersebut sudah dapat memberikan

keamanan tenurial bagi mereka yang bersengketa?. Inilah pertanyaan yang selama ini

muncul dan harus dijawab. Sehingga penelitian ini mempunyai peranan yang penting.

Lingkup penelitian

Penelitian ini mencoba memberikan jawaban atas pertanyaan di paragraf di atas.

Penelitian ini mencoba mendeskripsikan sebab-musabab terjadinya konflik di suatu

wilayah. Konflik agraria sendiri sangat beragam mengikuti objek agraria itu sendiri

(tanah, air, tambang, tanaman, laut dan sebagainya) yang terjadi di wilayah perkotaan

dan pedesaan. Untuk kepentingan penelitian ini hanya konflik agraria yang

berhubungan dengan sektor kehutanan dan perkebunan saja (atau konflik agraria di

area pedesaan) yang akan diteliti.

Penelitian ini kemudian memeriksa berbagai bentuk penyelesaian konflik yang terjadi di

masyarakat. Bentuk penyelesaian konflik ini tidak mesti berupa selesainya konflik, tetapi

juga berupa berhentinya konflik (karena satu pihak memilih mendiamkannya atau

memasabodohkannya). Penyelesaiannya itu sendiri lewat jalur pengadilan maupun non

pengadilan. Diharapkan akan terlihat model-model penyelesaian konflik yang selama ini

terjadi.

Setelah model penyelesaian konflik terlihat dan dipetakan, penelitian ini akan

memeriksa keamanan tenurial setelah konflik tersebut diselesaikan (atau dihentikan).

Penelitian ini melihat dalam menguat/melemahnya tenurial (dalam hal pengakuan pihak

lain, penikmatan penuh atas haknya, dan pertahanan atas tantangan lain) setelah

konflik diselesaikan. Diharapkan akan terlihat faktor-faktor apa saja yang membuat

masyarakat paska konflik itu semakin kuat atau semakin lemah tenurialnya.

Terakhir, adanya kondisi pluralitas hukum dalam konflik agrarian menjadikan

beragamnya model-model penyelesaian konfliknya. Penelitian ini akan melihat

mekanisme penyelesaian konflik (penggunaan jalur formal yang melibatkan negara dan

mekanisme non-negara) yang dipakai oleh pihak yang berkonflik di antara berbagai

pilihan hukum yang ada. Dihubungkan dengan masalah keamanan tenurial, akan dilihat

Page 59: PROLOG - LBH Semarang

apakah mekanisme penyelesaian itu menjadi pendukung atau malah penghambat dalam

penyelesaian konflik yang berbuah keamanan tenurial.

Metodologi penelitian

Penelitian dilakukan dengan dua cara yaitu Studi lapangan dengan memakai wawancara

untuk studi kasus. Sementara untuk kertas konsep menggunakan metode studi pustaka.

Subjek dan lokasi penelitian

Desa Kaliputih, Singorojo, Kendal, Jawa Tengah

- sudah ada informasi awal soal lokasi

- Merupakan wilayah dampingan LBH Semarang

- Kasus dimulai ketika masyarakat mereklaim wilayah PTPN IX. PTPN IX kemudian

menggugat sejumlah petani yang melakukan reklaiming tersebut. Kasus bergulir sejak

2000 dan sudah diputus oleh Mahkamah Agung pada tahun 2007. Hanya saja

pemberitahuan ke para pihak soal putusan MA itu dilakukan pada tahun 2010.

- keputusan Mahkamah Agung tersebut memenangkan pihak masyarakat.

Desa Ngareanak, Singorojo, Kendal, Jawa Tengah

- Data awal sudah ada dan merupakan wilayah dampingan LBH Semarang

- Keterbatasan tanah memaksa mereka melakukan MoU dengan Perhutani

- Dalam perjalanannya, MoU dijadikan tameng bagi petani untuk merebut wilayah

kelola dari Perhutani atau bisa dikatakan Petani di Desa Ngareanak ini berani

menjalankan aksi yang tidak sejalan dengan isi MoU untuk memperluas tanah

garapannya

Desa Tumbrep, Bandar, Batang, Jawa Tengah

- Data awal sudah ada dan merupakan wilayah dampingan LBH Semarang

- Konflik terjadi antara Petani dengan PT Tratak, sebuah perusahaan perkebunan

cengkeh. Petani melihat bahwa 90ha lahan PT Tratak ditelantarkan yang kemudian

mereka melakukan reklaiming.

- PT Tratak tidak tinggal diam. Dia melakukan pengusiran dan tindakan kekerasan

lainnya. Namun dilawan oleh para petani. PT Tratak tidak mengambil jalur

pengadilan.

- Lahan 90ha tersebut kemudian direncanakan dijadikan objek agraria. BPN sudah

melihat lokasi dan sudah sepakat. Namun sampai sekarang redistribusi tanah belum

dilakukan

Hasil yang diharapkan

Page 60: PROLOG - LBH Semarang

Dari hasil penelitian ini diharapkan teridentifikasinya berbagai model penyelesain konflik

agrarian yang ada di Indonesia. Selain model penyelesaian konflik, diharapkan pula

dapat terlihat faktor-faktor yang dapat memperkuat keamanan tenurial masyarakat.

Bentuk hasil yang diharapkan berupa: kertas konsep, laporan penelitian dan prosiding

workshop.

Output

1. Dokumentasi riset (foto, transkip, data konflik, dll)

2. Laporan riset Jawa Tengah

J. Publikasi dan Kampanye Pelanggaran HAM di Jawa Tengah

Sebagai bagian dari akuntabilitas terhadap publik, LBH Semarang menyampaikan

informasi mengenai sejauh mana negara mengimplementasikan hak asasi manusia, baik

Hak Sipil Politik maupun Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. LBH Semarang merangkum

kondisi tersebut berdasar penanganan kasus, investigasi, laporan masyarakat, dan

monitoring dari media massa. Kami berharap laporan kondisi hak asasi manusia tersebut

menjadi kritik bagi negara untuk mengimplementasikan hak asasi manusia secara lebih

baik.

Pada 26 Desember 2011, LBH Semarang menyelenggarakan Konferensi Pers tentang

kondisi hak asasi manusia, dan bantuan hukum di Jawa Tengah sepanjang 2011. Selain

menginformasikan melalui media surat kabar dan elektronik, LBH Semarang juga

menerbitkan laporan tersebut dalam bentuk buku.

Page 61: PROLOG - LBH Semarang

BAB V

BANTUAN HUKUM STRUKTURAL

A. Bantuan Hukum Struktural

Berdasarkan catatan, pada tahun 2011 LBH Semarang telah memberikan Bantuan Hukum

Struktural sebanyak 29, baik Litigasi maupun Non-Litigasi. Bantuan Hukum Struktural

tersebut diberikan kepada empat komunitas di empat sektor issue, antara lain sebagai

berikut :

- Sektor Buruh

Sepanjang 2011, LBH Semarang telah meberikan bnatuan hukum kepada kawan-kawan

buruh sebanyak 12 kasus, dengan rincian 8 kasus melalui jalur bi-partit, maupun tri-

partit sementara 4 kasus melalui jalur litigasi di Pengadilan Hubungan Industrial baik

tingkat pertama, banding maupun kasasi.

- Sektor Komunitas Miskin Perkotaan

LBH Semarang telah memberikan bantuan hukum terhadap PKL dan pedagang pasar

sebanyak 7 kasus, dimana 6 kasus melalui jalur non-litigasi sementara 1 kasus melalui

jalur litigasi

- Sektor Nelayan dan Masyarakat Korban Lingkungan

Di Sektor ini, LBH Semarang telah memberikan Bantuan Hukum sebanyak 4 kali, yaitu

litigasi sebanyak 1 kasus dan 3 lainnya melalui non-litigasi.

- Sektor Petani/ Tanah

Di sektor ini LBH Semarang telah memberikan Bantuan Hukum sebanyak 6 kali, dimana

4 diantaranya Non-litigasi dan 2 lainnnya litigasi.

B. Bantuan Hukum Struktural melalui jalur Non-Litigasi

1. Advokasi PKL Jalan Pemuda, Semarang

Posisi Kasus :

Terkait dengan penataan wajah kota khususnya jalan protokol di kota semarang

ternyata berdampak pada PKL berupa pelarangan berjualan. Tidak terkecuali PKL di jalan

Pemuda, ada 3 Paguyuban PKL yang sudah berjualan puluhan tahun, yaitu :

a. PKL Pemuda Barat (mulai PLN sampai perempatan sebelum Sri Ratu Pemuda)

dengan jumlah anggota 42 PKL.

Page 62: PROLOG - LBH Semarang

b. PKL Pemuda Tengah (mulai Sri Ratu Pemuda sampai perempatan pasar johar)

dengan jumlah anggota 46 PKL.

c. PKL Pemuda Timur (depan kantor pos johar) jumlah anggota 42 PKL.

Pemerintah kota Semarang menggunakan alasan klasik untuk menggusur PKL Pemuda

yaitu dengan menyatakan wilayah jalan Pemuda sebagai larangan bagi PKL. Mulai dari

Dinas Pasar, Satpol PP, sampai pihak kelurahan telah mengeluarkan Surat peringatan

pelarangan berjualan. Surat ini juga telah di edarkan kepada PKL, bahkan razia dan

penggusuran juga sudah dilakukan oleh satpol PP, tanpa proses komunikasi yang baik

kepada PKL. Para PKL hanya ditegaskan bahwa mereka dilarang berjualan, namun tanpa

memberikan solusi apapun.

Bantuan Hukum Yang Diberikan :

YLBHI-LBH Semarang bersama Persatuan Pedagang Kaki Lima Semarang (PPKLS) selaku

pendamping PKL Pemuda melakukan negosiasi dengan Dinas Pasar dan Satpol PP agar

ada solusi penataan bagi PKL Pemuda dan tidak hanya menggusur. Tempat relokasi yang

layak juga harus disediakan ketika PKL dilarang berjualan. Beberapa tawaran tempat

relokasi yang ditawarkan dinas pasar seperti di jalan Kol Sugiyono ditolak PKL karena

lokasi tersebut rawan banjir dan sepi pembeli. Selain upaya ke Dinas Pasar dan Satpol

PP, PKL juga menyampaikan aspirasi ke DPRD Kota Semarang agar dibantu

penyelesaiannya.

Setelah melalui proses komunikasi dan negosiasi yang panjang serta lama, akhirnya

terjadi kesepakatan untuk tempat relokasi. Untuk PKL Pemuda Barat dan Tengah yang

berjualan stempel dan plat nomor pada tanggal 11 September 2011 direlokasi ke Jalan

Imam Bondjol. Sedangkan sebagiannya yang berjualan makanan direlokasi di Jalan

Gajah Mada. Sedangkan untuk PKL Pemuda Timur direlokasi di depan STIE BPD Jateng.

2. Advokasi PKL Thamrin, Semarang

Posisi Kasus :

PKL Jalan Thamrin kembali terancam akan tergusur. Hal ini dikarenakan kebijakan

penataan wajah kota khususnya jalan-jalan protokol yang dilakukan oleh Pemkot

Semarang. Pemkot menilai jalan protokol harus steril, mengingat keberadaan PKL

dianggap mengganggu kenyamanan, membuat kotor, kumuh serta dianggap melanggar

Perda khususnya mengenai jam tayang. Di Jalan Thamrin seharusnya hanya boleh

berjualan sore hari bukan pagi hari.

Page 63: PROLOG - LBH Semarang

Upaya pelarangan berjualan mulai dijalankan, mulai dari pihak kelurahan, Dinas Pasar

dan Satpol PP. Institusi-institusi tersebut mengeluarkan surat edaran yang berisi

larangan untuk berjualan. Pihak Satpol PP bahkan dilapangan sudah mulai bersiap

melakukan penggusuran. Atas tindakan tersebut, sedikitnya 31 PKL terancam kehilangan

pekerjaan. Karena dorongan ini, maka kemudian PKL meminta pendampingan kepada

YLBHI-LBH Semarang.

Bantuan Hukum Yang Diberikan : (Non Litigasi)

YLBHI-LBH Semarang bersama Persatuan Pedagang Kaki Lima Semarang (PPKLS) selaku

pendamping PKL Thamrin melakukan upaya lobi dan negosiasi kepada Walikota

Semarang dan Satpol PP. LBH Semarang menjelaskan bahwa lokasi PKL Thamrin sudah

sesuai dengan SK Walikota Semarang nomor 511.3/16 tahun 2001 tentang penetapan

lahan/ lokasi bagi PKL di Kota Semarang. Untuk jam tayang, LBH Semarang meminta

kebijaksanaan, mengingat 50% PKL merupakan pedagang jasa reparasi jog mobil dan

motor serta jasa pembuatan stempel dan plat nomor. Ketika mereka harus berjualan

pada sore hari pukul 16.00 sampai dengan pagi pukul 04.00 WIB jelas dapat membuat

PKL gulung tikar. Selain itu, untuk PKL yang berjualan makanan, juga tidak dapat

berjualan pada sore hari karena pelanggan mereka dari para karyawan PJKA dan

Pertamina yang beraktivitas pagi sampai sore hari. Jika dipaksakan harus berjualan mulai

sore hari PKL, maka juga akan merugi karena sepi pembeli.

Upaya negosiasi dan komunikasi dengan Walikota Semarang akhirnya membuahkan

hasil. Walikota Semarang memberikan kebijakan bahwa PKL Thamrin tetap berjualan

mulai pagi hari sampai dengan sore hari dengan pertimbangan demi keberlangsungan

PKL. Selain itu, Walikota memerintahkan kepada Satpol PP untuk tidak melakukan

penggusuran.

3. Advokasi PKL Jalan Sriwijaya

Posisi Kasus :

4 (empat) PKL yang berada didepan Hotel Royal Phoenix Jalan Sriwijaya yang sudah

berjualan sejak tahun 1960-an atau jauh sebelum Hotel Royal Phoenix berdiri diminta

untuk pindah. Keberadaan 4 PKL ini terusik karena pemilik hotel tidak menghendaki

adanya PKL di depan hotelnya. Dengan difasilitasi oleh Satpol PP Kota Semarang, ke-4

(empat) PKL kemudian di panggil ke kantor Satpol PP untuk membongkar lapak mereka

dan sebagai gantinya PKL menerima ganti rugi dari pemilik hotel sebesar Rp. 7.500.000,-

per PKL. Pada pertemuan tersebut akhirnya hanya 1 PKL yang menerima ganti rugi

tersebut dan 3 PKL lainnya menolak karena ganti rugi yang ditawarkan sangat rendah

Page 64: PROLOG - LBH Semarang

dan tidak layak. 1 PKL yang sudah menerima ganti rugi tersebut kemudian

mengontrakkan lagi lapaknya kepada orang lain tanpa memberitahukan bahwa lapak

tersebut sudah di berikan ganti rugi oleh pemilik hotel.

Ketika upaya melalui Satpol PP gagal untuk menggusur PKL, pihak Hotel kemudian

melayangkan surat pengaduan kepada Dinas Pasar Kota Semarang. Surat tersebut

isinya PKL telah melanggar Peraturan Daerah Kota Semarang nomor 11 Tahun 2011

tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL). Selain itu, juga dianggap

telah membuat kekumuhan, kekotoroan, kesemrawutan, ketidak indahan dan dengan

keberadaan PKL berdampak pada menurunnya omset Hotel serta menghambat para

investor untuk menanamkan investasi di Hotel tersebut.

Atas aduan pemilik hotel maka Dinas Pasar Kota Semarang memanggil 4 (empat) PKL

dan pemilik hotel untuk dilakukan upaya mediasi. Didalam mediasi tersebut Dinas Pasar

menyatakan bahwa posisi 4 (empat) PKL tersebut tidak melanggar Perda dan sudah

sesuai dengan SK Walikota Semarang nomor 511.3/16 tahun 2001 tentang penetapan

lahan/ lokasi bagi PKL di Kota Semarang. Sementara untuk masalah relokasi, Dinas Pasar

menyatakan bahwa relokasi tidak dapat dilakukan karena kebijakan merelokasi PKL

dilakukan ketika lahan yang digunakan PKL digunakan oleh Pemerintah Kota Semarang

untuk kepentingan Pemkot. Hal ini sebagaimana diatur dalam Perda No 11 tahun 2000.

Hasil mediasi tersebut adalah PKL tetap berjualan di lahan tersebut karena posisi

mereka sudah sesuai dengan peraturan yang ada.

Setelah gagal, pihak hotel kemudian meminta bantuan pihak kelurahan Wonodri

sebagai mediator untuk menawarkan ganti rugi kepada PKL dengan jumlah yang telah

dinaikkan. Dari upaya tersebut akhirnya 2 PKL menerima ganti rugi dari pemilik hotel

sebesar 35 juta per PKL. Akan tetapi 2 PKL menolak tawaran ganti rugi tersebut karena

dirasa masih terlalu rendah dan tidak cukup apabila akan digunakan untuk membuka

usaha lagi.

Sampai dengan saat ini, masih ada 2 PKL yang masih bertahan karena Pemerintah telah

menyatakan bahwa posisi PKL sudah sesuai dengan Perda No 11 tahun 2000 dan SK

Walikota Semarang nomor 511.3/16 tahun 2001

Bantuan Hukum Yang Diberikan :

YLBHI-LBH Semarang dalam kasus ini bersama dengan PPKLS melakukan upaya lobi dan

negosisasi dengan Dinas Pasar Kota Semarang, Satpol PP dan pihak hotel. LBH Semarang

menjelaskan bahwa posisi PKL sudah sesuai dengan Perda No 11 tahun 2000 dan SK

Page 65: PROLOG - LBH Semarang

Walikota Semarang nomor 511.3/16 tahun 2001 sehingga sah menurut hukum. Apabila

Pemkot dalam hal ini melalui Satpol PP melakukan penggusuran atas dasar kepentingan

pihak hotel maka LBH Semarang akan menempuh jalur hukum. Atas desakan ini

akhirnya proses penyelesaian dilakukan melalui jalur musyawarah dengan loby dan

negosiasi. Tinggal 2 (dua) PKL yang belum sepakat dan sementara masih tetap

berjualan.

4. Advokasi PKL depan Masjid Baiturahman, Semarang

Posisi Kasus :

Penataan kawasan simpang lima yang meliputi juga penataan PKL oleh Pemkot

Semarang sangat diskriminatif. Hal ini disebabkan pembangunan shelter untuk PKL

jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah PKL yang ada. Jumlah shelter yang dibangun

sebanyak 87 buah, sedangkan jumlah PKL yang ada sebanyak 201 PKL. Kesemuanya

terdiri dari 7 (tujuh) paguyuban PKL.

Perlakuan diskriminatif tidak hanya berhenti pada penyediaan fasilitas, namun dalam

penentuan siapa-siapa yang dapat menempati shalter juga terjadi. Setelah shalter

selesai dibangun, Dinas Pasar kemudian melakukan pembagian shelter yang tidak adil.

PKL Baiturrahman hanya mendapatkan 5 shelter yang digunakan untuk 10 PKL.1 Padahal

jumlah PKL ada 25 orang. Sedangkan untuk paguyuban PKL lainnya masing-masing PKL

mendapatkan 1 shelter bahkan ada 1 PKL yang mendapatkan 2 shelter.

Bantuan Hukum Yang Diberikan : (Non Litigasi)

YLBHI-LBH Semarang bersama Persatuan Pedagang Kaki Lima Semarang (PPKLS) selaku

pendamping PKL Baiturrahman sampai saat ini masih melakukan upaya investigasi

terhadap pembagian shelter yang tidak adil. Ada indikasi permainan antara oknum

pengurus salah satu paguyuban PKL dengan Dinas Pasar. Selain itu, LBH Semarang juga

menyurati Dinas Pasar Kota Semarang agar segera melakukan penataan ulang sehingga

PKL Baiturrahman terakomodir dalam shelter yang telah disediakan tanpa ada

diskriminasi.

5. Advokasi Kenaikan Tarif RSUD Kota Semarang

Posisi Kasus :

Pada tanggal 8 Maret 2011 Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 7 Tahun 2011 Tentang

Tarif Layanan Rumah Sakit Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang telah

1 Masing-masing shalter untuk 2 orang PKL

Page 66: PROLOG - LBH Semarang

diberlakukan tanpa adanya penyebarluasan/ sosialisasi kepada masyarakat. Didalam

Perwal tersebut mengatur tentang kenaikan tarif RSUD untuk kelas Kelas III, Kelas II,

Kelas I B, Kelas I A, dan VIP. Sebelum Perwal ini diberlakukan tarif layanan RSUD

menggunakan dasar Perwal Kota Semarang Nomor 23 A tahun 2010 tentang tarif

layanan kesehatan RSUD.

Kenaikan dari tarif lama ke tarif baru ini sangat diskriminatif dan memberatkan

masyarakat miskin atau tidak mampu. Diskriminasi ini terlihat didalam kenaikkan tarif

layanan kesehatan dimana kenaikan untuk kelas III jauh lebih besar dibandingkan

dengan kelas lainnya yang itu diperuntukan bagi masyarakat mampu. Diskriminasi

kenaikan tarif antara lain bisa dilihat dalam tabel berikut:

JENIS PELAYANAN TARIF LAMA TARIF BARU PROSENTASE

PELAYANAN RAWAT INAP

Kelas III Rp. 20.000,- Rp. 40.000,- 100%

Kelas II Rp. 40.000,- Rp. 80.000,- 100%

Kelas I B Rp. 80.000,- Rp. 100.000,- 25%

Kelas I A Rp. 100.000,- Rp. 110.000,- 10%

VIP Rp .120.000,- Rp. 130.000,- 8%

VISIT/KONSULTASI DOKTER

SPESIALIS

Kelas III Rp. 5.000,- Rp. 20.000,- 300%

Kelas II Rp. 10.000,- Rp. 32.000,- 220%

Kelas I B Rp. 18.000,- Rp. 40.000,- 122%

Kelas I A Rp. 22.500,- Rp. 45.000,- 100%

VIP Rp . 27.000,- Rp . 52.000,- 93%

Sumber : Lampiran Perwal Kota Semarang Nomor 23 A tahun 2010 dan Perwal Nomor 7

tahun 2011 tentang Tarif Layanan Rumah Sakit pada RSUD Kota Semarang

Respon LBH Semarang :

Peraturan Walikota Nomor 7 tahun 2011 tentang Kenaikan tarif layanan kesehatan

RSUD Kota Semarang secara substansi dan yuridis formal cacat hukum karena

bertentangan dengan peraturan yang berada diatasnya yaitu UU No 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan. Dalam proses pembentukan

Perwal ini juga dianggap telah bertentangan dengan asas pembentukan peraturan

perundang-undangan sesuai dengan UU no 12 tahun 2011, yaitu asas keterbukaan, asas

kejelasan rumusan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.

Selain itu, dasar yang digunakan oleh Direktur RSUD Kota Semarang untuk menaikkan

tarif layanan kesehatan RSUD adalah laporan keuangan RSUD tahun 2007-2010

mengalami defisit/rugi sehingga perlu menaikkan tarif layanan untuk menutupi kerugian

Page 67: PROLOG - LBH Semarang

tersebut adalah sangat tidak tepat. Menurut Prof. Andreas Lako (guru besar ekonomi

dan Dekan FakultaS Ekonomi Unika Soegijopranoto Semarang) setelah menganalisis

laporan keuangan RSUD Kota Semarang tahun 2007-2010 menyatakan bahwa kondisi

keuangan RSUD Kota Semarang dalam keadaan surplus atau untung sehingga belum

perlu menaikkan tarif layanan kesehatan.

Atas dasar itulah LBH Semarang bersama jaringan LSM di Kota Semarang melakukan

penolakan atas pemberlakuan Perwal No 7 tahun 2011. Upaya penolakan tersebut

dilakukan dalam bentuk penggalangan petisi dari masyarakat yang menolak kenaikan

tarif RSUD. Selain itu juga mendesak kepada Walikota Semarang agar segera melakukan

revisi terhadap Perwal tersebut.

Terkait dengan kenaikan tarif tersebut, pada tanggal 3 Juli 2011 diadakan rapat dengan

DPRD Kota Semarang, Direktur RSUD Kota Semarang, LBH Semarang dan LSM di kota

Semarang guna membahas revisi Perwal. Hasil rapat tersebut adalah bahwa dalam

jangka waktu 10 hari sejak pertemuan tersebut Direktur RSUD Kota Semarang mau

untuk merevisi Perwal Nomor 7 Tahun 2011. Akan tetapi setelah 10 hari sebagaimana

dijanjikan oleh Direktur RSUD Kota Semarang untuk mervisi Perwal tidak ditepati dan

RSUD menolak untuk merevisi Perwal begitu juga Walikota Semarang menolak untuk

menolak revisi Perwal.

Atas dasar tersebut, maka LBH Semarang bersama jaringan LSM akan melakukan Uji

Materi terhadap Peraturan Walikota Semarang Nomor 7 tahun 2011 tentang kenaikan

tarif layanan kesehatan RSUD Kota Semarang dan sampai saat ini tengah menyusun

draft permohonan Uji Materi dan akan diajukan kepada Mahkamah Agung melalui

Ketua Pengadilan Negeri Semarang.

6. Advokasi Pasar Rejowinangun

Posisi Kasus :

Pada tanggal 26 Juni 2008 pasar Rejowinangun di kota Magelang terbakar. Setelah

hampir 3 tahun lebih, pemerintah kota Magelang tidak kunjung memperhatikan nasib

pedagang korban kebakaran. Padahal Pemkot Magelang sudah 5 kali melakukan lelang

pembangunan pasar, akan tetapi selalu dibatalkan dengan berbagai alasan yang tidak

jelas. Ketidakjelasan ini menyebabkan kurang lebih 2.134 pedagang terlantar selama 3

tahun lebih di tempat relokasi, bahkan diantaranya banyak yang gulung tikar.

Bantuan Hukum Yang Diberikan :

Page 68: PROLOG - LBH Semarang

Setelah mendapatkan informasi mengenai permasalahan kasus pedagang pasar

Rejowinangun yang menjadi korban kebakaran, LBH Semarang kemudian aktif

melakukan komunikasi dengan jaringan maupun paguyuban pedagang. Setelah aktif

berkomunikasi, LBH Semarang kemudian menyusun rencana advokasi. Tindakan

pertama yang dilakukan adalah melakukan investigasi. Setelah itu, LBH Semarang akan

melakukan pengorganisasian dan kampanye terkait pedagang pasar Rejowinangun.

Target advokasi selanjutnya adalah untuk memperjuangkan pedagang agar

mendapatkan haknya untuk berjualan kembali di pasar Rejowinangun. Baik lewat jalur

non-litigasi maupun melalui jalur litigasi jika tidak berhasil.

7. Raperda RTRW Kota Semarang

Posisi Kasus

Penataan Ruang atau lazim disebut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang. Penataan ruang dilakukan berdasarkan,

pertama. Fungsi utamanya, meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. kedua.

Aspek administrative, meliputi ruang Wilayah Nasional, Wilayah Propinsi dan Wilayah

Kabupaten. Rencana Tata Ruang sebagai acuan dalam pembangunan wilayah adalah

pembangunan yang dilandasi oleh peng-wilayahan fakta. Wilayah fakta inilah yang

mencerminkan persamaan persamaan ataupun perbedaan-perbedaan yang ada di

masyarakat, yang selanjutnya akan mencerminkan kebutuhan-kebutuhan anggota

masyarakat.

Kota Semarang adalah salah satu Kota yang pada 2011 menyusun RTRWK. Menurut

salah satu Anggota Komisi A DPRD Kota Semarang Imam Mardjuki yang disampaikan

dalam salah satu media cetak, bahwa pansus Rancangan Perda RTRW akan menargetkan

selesai 2 Februari 2011, padahal ada persoalan krusial di dalam RTRWK yaitu pertama,

tidak ada naskah Kajian Lingkungan Hidup Strategis, kedua konversi kawasan

konservasi menjadi kawasan industry, reklamasi dan pertambangan.

Bantuan Hukum yang diberikan:

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang melakukan konsolidasi dengan melibatkan

beragam komunitas yaitu komunitas miskin perkotaan, komunitas masyarakat korban

bencana ekologis, masyakat pesisir dan jaringan akademisi. Konsolidasi ini kemudian

membentuk Jaringan Masyarakat Sipil Untuk Semarang 2030. Mandat kepada

jaringan ini adalah untuk mendesak penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS) dilakukan sebelum penusunan Raperda. Beragam upaya advokasi kemudian

dilakukan dari kampanye di media, aksi bentang spanduk di rapat pansus, audiensi

dengan Bappeda dan Pansus RTRWK dan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS) versi masyarakat sipil.

Page 69: PROLOG - LBH Semarang

8. Nelayan Tambak Lorok, Semarang

Posisi Kasus :

Terkait dengan rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Mas oleh Pelindo III Cabang

Pelabuhan Tanjung Emas, memunculkan permasalahan bagi masyarakat yang akan

terkena imbas secara langsung dari proyek tersebut. Permasalahan tersebut berupa

terancamnya warga di pemukiman padat penduduk kawasan Tambak Lorok, Kecamatan

Semarang Utara. Baik terancam segi mata pencahariannya maupun tempat tinggal

mereka.

Dampak yang ditimbulkan dapat terjadi ketika warga yang lahannya akan digunakan

perluasan dermaga nantinya akan dipindah/ direlokasi ketempat lain yang jauh dari

garis pantai. Hal ini jelas akan mengancam profesi mereka sebagai nelayan. Dimana

nantinya setelah relokasi dapat dipastikan nelayan sangat kesulitan ketika tempat

tinggalnya jauh dari garis pantai bahkan secara perlahan akan mematikan nelayan.

Selain itu, akan berimbas pula pada usaha sektor perikanan yang selama ini menjadi

tulang punggung kehidupan warga Tambak Lorok.

Kekhawatiran lain juga muncul karena sampai dengan saat ini belum ada kejelasan

terutama terkait masterplan proyek. Terlebih masyarakat dikawasan Tambaklorok pun

tidak mengetahui bagaimana nantinya proyek tersebut berjalan karena minimnya

informasi serta selama ini warga tidak pernah dilibatkan dalam rencana tersebut.

Respon LBH Semarang :

Bahwa mendengar pemberitaan mengenai nelayan Tambak Lorok, kemudian LBH

Semarang ke lapangan untuk melakukan investigas. Dari hasil investigasi kemudian

ditemukan fakta mengenai rencana perluasan dermaga hingga rencana penggusuran

pemukiman nelayan tambak lorok masih sebatas issue dan belum ada kejelasan.

Sehingga menindaklanjuti hasil temuan awal investigasi tersebut, maka LBH Semarang

bersama dengan Unisbank kemudian menyelenggarakan Focus Group Discusion (FGD)

untuk membedah permasalahan ini.

Dalam FGD hadir perwakilan dari Pemerintah Kota Semarang, Akademisi dari Unisula

dan Unika serta kawan-kawan media. Dari proses diskusi memang masih menyimpulkan

bahwa rencana perluasan dermaga belum ada, namun tidak menutup kemungkinan

rencana tersebut direalisasikan. Catatannya jika Pemerintah Pusat menghendaki. Jika

hal ini benar-benar terjadi warga nelayan tambak lorok meyampaikan aspirasi kepada

pemerintah kota Semarang untuk tetap memperhatikan keberlangsungan hidup warga.

Page 70: PROLOG - LBH Semarang

Mengenai tempat tinggal dan pencaharian ini harus didahulukan dan dijadikan

pertimbangan yang matang.

9. Warga korban banjir Tanah Mas, Semarang

Posisi Kasus

Sekira bulan Agustus 2010, terjadi penjebolan atau pengeprasan tanggul yang dilakukan

di 3 (tiga) titik, yaitu 2 (dua) titik penjebolan di depan SMA Negeri 14 Semarang dan 1

(satu) titik di depan Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Semarang Tanah Mas Alamat Jln

Kokrosono Kav 40-42.

Selain melakukan penjebolan atau pengeprasan tanggul, pihak kontraktor

pembangunan proyek normalisasi sungai banjir kanal barat dalam pelaksanaan proyek

melakukan penumpukan tanah bekas pengerukan sungai di badan sungai yang menjadi

aliran air sehingga menghambat arus air sungai.

Pada tanggal 9 November 2010 kurang lebih pukul 17.00 WIB air di sungai banjir kanal

barat mulai meninggi dan air bercampur lumpur mengalir deras melewati 2 (dua) lubang

di depan SMA Negeri 14 Semarang dan lewat lubang di depan Gereja Katolik Hati Kudus

Yesus kemudian luapan air bercampur lumpur mengarah ke Perumahan Tanah Mas.

Sekitar pukul 18.30 WIB banjir bercampur lumpur telah sampai ke daerah paling ujung

Perumahan Tanah Mas yaitu daerah Panggung Mas dan telah merendam 14 (empat

belas) RW atau 125 (seratus dua puluh lima) RT yang terdiri dari hampir 5000 (lima ribu)

Kepala Keluarga (KK) dan terdapat kurang lebih 14.276 (empat belas ribu dua ratus tujuh

puluh enam) jiwa dengan ketinggian air mencapai 120 centimeter.

Penjebolan tanggul yang dilakukan oleh kontraktor pembangunan proyek normalisasi

sungai banjir kanal barat, selaku Konsultan pelaksana proyek Normalisasi Banjir Kanal

Barat memang disengaja sebagaimana diakui secara langsung oleh TERGUGAT II yang

dimuat dalam harian Kompas Rabu, 22 Desember 2010.

Bantuan Hukum Yang Diberikan

Setelah mendapatkan pengaduan dari warga, LBH Semarang kemudian

menyelenggarakan pertemuan dengan warga Tanah Mas khususnya korban banjir pada

tanggal 21 Desember 2010. Kemudian sekitar 1.200 orang berkumpul disebuah kedai

Somay yang cukup luas pada waktu yang telah ditemtukan. LBH Semarang melakukan

diskusi dengan warga terkait peristiwa banjir tanggal 9 Nopember 2010. Hasil

pertemuan tersebut menyepakati untuk memudahkan koordinasi perlu perwakilan

untuk senantiasa berkoordinasi. Kemudian atas usul beberapa orang dibentuklah

paguyuban korban banjir tanah mas, yang kemudian akan menyelenggarakan

pertemuan selanjutnya. Setelah pertemuan tersebut diadakan pertemuan-pertemuan

lanjutan. Dan saat pertemuan-pertemuan lanjutan mulai muncul intimidasi agar

Page 71: PROLOG - LBH Semarang

beberapa orang pengurus mundur dan diminta tidak usah menuntut penyelesaian

masalah banjir.

Mulai saat itu, beberapa pengurus yang tidak berani kemudian mundur. Namun,

paguyuban warga tanah mas tetap jalan dan bersama LBH Semarang, perwakilan warga

mengupayakan ke BLH Jawa Tengah untuk meminta pertanggungjawaban dan

penyelesaian masalah banjir. Tidak hanya itu, LBH Semarang bersama perwakilan warga

juga sempat mendatangi JICA atau pemberi dana proyek normalisasi banjir kanal barat.

Beberapa upaya melalui jalur non-litigasi tidak berhasil sehingga tahun 2012

penyelesaian ini akan diupayakan melalui jalur litigasi, baik menggunakan gugatan

Perbuatan Melawan Hukum maupun Gugatan Warga Negara atau Citizen Law Suit (CLS)

10. Buruh PT. SAI Garment

Posisi Kasus

PT.Sai Garment dahulu bernama PT.Sainath. Jam kerja di PT.Sai Garment menggunakan

3 Shift/Hari, 8 jam/hari untuk Senin-Jumat dan 5 Jam/hari untuk Sabtu. Persoalan buruh

yang mencolok dalam perusahaan adalah tindakan perusahaan yang kerap meliburkan

buruh dengan alasan sepi order, namun karena diliburkan tersebut justru buruh

dianggap “berhutang jam kerja” kepada perusahaan (1 hari libur, hutang 8 jam kerja);

Hutang jam tersebut dibayarkan tiap hari sabtu atau hari kerja lainnya ketika sedang

ramai order.

Pada sekitar tahun 2009 sebagian buruh pernah mencoba membentuk serikat bernama

Serikat Karyawan Reformasi (Sekar), namun serikat ini hancur karena sebagian anggota

di PHK oleh perusahaan dan pimpinan serikatnya diberikan jabatan oleh perusahaan.

Tahun 2011, sebagian buruh kembali membentuk serikat dengan nama Forum Karyawan

Sai Garment (FKGS). Pada 4 Juli 2011 Pengurus mencoba memberitahukan perihal

serikat kepada pihak perusahaan dengan tujuan agar serikat tersebut diakui

keberadaannya, namun pihak perusahaan mengabaikan. Juli 2011, FKGS didaftarkan

oleh Pengurusnya ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang dan

mendapatkan Bukti Pencatatan dengan Nomor 811/251/OP.SP/17/VII/2011. Setelah itu,

pada tanggal 23 Juli 2011 banyak buruh diminta untuk menandatangani kertas kosong,

namun banyak yang menolak karena tidak jelas. Terakhir pada tanggal 25 Juli 2011

buruh diminta pulang oleh pihak personalia perusahaan, sejak saat itu buruh tidak

diperbolehkan masuk kerja.

Page 72: PROLOG - LBH Semarang

Bantuan Hukum Yang Diberikan

Tindakan yang sudah dilakukan oleh Buruh bersama dengan LBH Semarang atas

persoalan tersebut adalah melakukan demontrasi, mediasi sampai dengan proses bi

partit dan tri partit. Demo di DPRD Kota Semarang terjadi tanggal 28 Juli 2011. Selain di

DPRD, demo juga di Disnakertrans pada tanggal 26 Juli, 3 dan 15 Agustus 2011. Setelah

beberapa kali menyampaikan aspirasinya, akhirnya dilakukan proses penyelesaian tri

partit. Seharusnya persoalan ini selesai, mengingat hasil tri partit adalah buruh diminta

tetap bekerja, namun perusahaan tidak dapat menerima hasil ini.

11. Buruh PT. IGN

Posisi Kasus

Sdr Budi dan Sdr Nugroho adalah karyawan PT Industri Gula Nusantara ( IGN ) masing –

masing telah bekerja selama 10 tahun dan 2,5 tahun.pada bulan Juli 2011, Sdr Nugroho

dan Sdr Budi di putus hubungan kerja (PHK ) oleh pimpinan PT IGN karena dianggap

melakukan doktrin kepada karyawan lain untuk tidak menaati perintah dari manajemen

baru. Setelah di PHK,kedua karyawan tidak mendapat Hak –hak Normatif sesuai dalam

UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Setelah itu kedua karyawan PT IGN

mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH Semarang).

Bantuan Hukum

Setelah melakukan proses penyelesaian secara Bipartit selama 3 kali pertemuan dengan

perwakilan perusahaan. Tapi tidak menemukan kesepakatan, maka Sdr Nugroho dan Sdr

Budi mengadukan permasalahan ini ke kantor YLBHI- LBH Semarang. Setelah itu, LBH

Semarang memberikan pendapat agar Sdr Nugroho dan Sdr Budi agar menyelesaikan

permasalahan ini melalui proses Mediasi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Kendal. Setelah mengadukan permasalahan melalui Mediator Disnaker

Kendal dan dilakukan pertemuan sebanyak 3 kali pada tanggal 3 September 2011, 17

September 2011, dan 30 September 2011 di kantor Disnaker Kendal yang pada

pokoknya inti terdapat dalam Anjuran tertulis pembicaraan dalam Mediasi adalah 1.)

Sdr Nugroho dan Sdr Budi tidak terbukti melakukan Doktrin kepada karyawan lain sesuai

apa yang dituduhkan pimpinan PT IGN Kendal. 2 ) PT IGN diharuskan membayar Hak-hak

Normatif sesuai dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Sdr Nugroho

sebesar Rp 144.5000 ( Seratus empat puluh empat juta lima ribu rupiah ) dan untuk Sdr

Budi sebesar Rp 8.7500.00 ( Delapan juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah ). Tetapi

pihak IGN menolak untuk menaati anjuran tertulis dari Mediator Disnaker Kabupaten

Kendal.

Page 73: PROLOG - LBH Semarang

12. Kriminalisasi Buruh PT. Sanyu Frame Moulding

Posisi Kasus :

Nurimah, seorang buruh perempuan yang bekerja pada PT. SAN YU FRAME MOULDING

INDUSTRIES (PT. SAN YU), menjadi terdakwa dalam perkara pidana nomor :

932/Pid.B/2010/PN.Smg yang mulai disidangkan sejak Kamis 23 Desember 2010 di

Pengadilan Negeri Semarang. Nurimah oleh Jaksa Penuntut Umum didakwa melakukan

tindakan penganiayaan seperti yang dimaksud dalam Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP).

PT. SAN YU adalah sebuah perusahaan milik pengusaha asal Taiwan, yang memproduksi

bingkai (frame) dan beralamat di Jl. Tambak Aji IA No.1 Semarang, Sedangkan Nurimah

adalah Ketua Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Perkayuan Perhutanan dan Umum

Seluruh Indonesia (PUK SP Kahutindo) pada PT. SAN YU.

Pada pagi hari Selasa 12 Januari 2010, terjadi aksi mogok kerja secara spontan selama 2

jam yang dilakukan oleh para buruh PT.SAN YU di bagian kerjanya masing-masing. Aksi

mogok tersebut merupakan puncak keresahan buruh akibat keterlambatan pembayaran

upah yang telah terjadi secara terus-menerus selama 2 tahun di PT.SAN YU. Selain itu,

PT.SAN YU juga telah membedakan pembayaran upah antara buruh staf bulanan dan

buruh harian, dimana buruh staf bulanan lebih didahulukan pembayaran upahnya

daripada buruh harian. Hal inilah yang menyulut protes para buruh dengan melakukan

mogok kerja secara spontan.

Setelah terjadinya aksi mogok kerja tersebut, pihak perusahaan melakukan tindakan-

tindakan seperti : melakukan penghinaan terhadap pengurus PUK SP Kahutindo,

memotong upah buruh yang terlibat aksi, melakukan mutasi terhadap anggota dan

pengurus PUK SP Kahutindo, melarang pengurus PUK SP Kahutindo menemui Nurimah

sebagai Ketua Serikat, serta melakukan intimidasi-intimidasi lain terhadap buruh agar

keluar dari keanggotaan PUK SP Kahutindo. Atas intimidasi dari pihak perusahaan

tersebut, terjadi penurunan jumlah anggota PUK SP Kahutindo per Juni 2010.

Nurimah, akhrinya dilaporkan oleh salah satu buruh PT.San Yu (pelapor) kepada

Kepolisian Sektor Ngaliyan atas tuduhan telah melakukan penganiayaan terhadap

pelapor yang terjadi pada tahun 2006. Terdapat beberapa keganjilan dalam proses

pemidanaan terhadap Nurimah, karena baru dilaporkan ke pihak berwenang pada tahun

2010 atau setelah terjadinya persitiwa mogok kerja. Pelapor juga pada akhirnya melalui

Page 74: PROLOG - LBH Semarang

sebuah pernyataan dan kesaksiannya di persidangan mengakui kalau dirinya

melaporkan Nurimah karena desakan dari pihak perusahaan.

Upaya Yang dilakukan LBH Semarang :

Menyikapi kasus tersebut, LBH Semarang bersama Serikat Pekerja Perkayuan dan

Perhutanan dan Umum Seluruh Indonesia (SP Kahutindo), Serikat Pekerja Metal

Indonesia (SPMI), Serikat Pekerja Pos Indonesia (SP Pos Indonesia), Federasi Serikat

Pekerja Independen (FSPI), Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Persatuan Guru

Republik Indonesia (PGRI), Yayasan Wahyu Sosial (Yawas), membentuk sebuah aliansi

solidaritas bernama Solidaritas Pembebasan Nurimah. Solidaritas yang terbentuk

memliki beberapa tujuan, yaitu : Mengawal proses persidangan, mengkonsolidasikan

serikat-serikat buruh, mengkampanyekan soal kebebasan berserikat. Peran LBH

Semarang dititik-beratkan untuk tujuan kampanye kebebasan serikat. Sementara untuk

pendampingan Nurimah di persidangan sudah ditunjuk 2 orang advokat dari LKBH

Universitas 17 Agustus Semarang.

Dalam perkembangannya, kasus ini berhasil menyita perhatian masyarakat khususnya di

Kota Semarang, karena peran rekan-rekan media yang rutin meliput kasus tersebut

serta aksi-aksi yang dilakukan oleh solidaritas dalam setiap persidangan, sehingga

mendapat dukungan lebih luas dari banyak organisasi, anggota legislatif, tokoh

masyarakat dll.

Berkat dukungan dari solidaritas yang terus mendesak pengadilan dan mengumpulkan

banyak penjamin pengangguhan penahanan, akhirnya penahanan terhadap Nurimah

yang sudah dilakukan sejak 9 Desember 2012 (Tahanan Penuntut Umum dan Hakim)

berhasil ditangguhkan pada 19 Januari 2011.

Pada tanggal 22 Februari 2011, Majelis Hakim membacakan putusan yang menyatakan

Nurimah bersalah melakukan tindakan penganiayaan dan menghukum Nurimah dengan

pidana penjara 1 bulan 11 hari (41 Hari). Lama hukuman tersebut sama dengan masa

penahanan yang sudah dijalani oleh Nurimah. Namun demikian, Nurimah tetap

mengajukan banding atas putusan tersebut.

13. Buruh Mega Cargo

Posisi Kasus :

Sdri Nuryaningsih adalah Karyawan PT Mega Kargo Semarang yang telah bekerja selama

6 tahun. Pada tahun 2011,terjadi perselisihan hubungan industrial antara Sdri

Page 75: PROLOG - LBH Semarang

Nuryaningsih dengan PT Mega Kargo yang mengakibatkan Sdri Nuryaningsih mengalami

Pemutusan Hubungan Kerja(PHK).alasan PT Mega Kargo melakukan PHK karena Sdri

Nuryaningsih dianggap melakukan kesalahan(melanggar pasal 158 ayat (1),(3),(4) UU No

13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.sehingga hanya diberi Uang Penggantian Hak

ssuai ketentuan pasal 156 ayat(4) UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan uang

pisah.

Bantuan Hukum

LBH Semarang mendampingi dari proses bi-partit dan tri-partit. Namun, proses ini tidak

berhasil. Saat ini sudah didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI ) Semarang, pada

Januari 2012.

14. Buruh PT. Askes

Posisi Kasus

Sdr Abu Karmanto adalah Karyawan dengan status Pekerja Waktu Tertentu yang

dikontrak oleh koperasi Askes selama 1 tahun sejak tahun 2005 setelah itu Sdr Abu

Karmanto diperpanjang kontraknya berturut-turut sampai dengan tahun 2011, pada

bulan Januari 2011, Pimpinan PT Askes memutus hubungan kerja ( PHK) Sdr Abu

Karmanto dengan alasan masa kontrak kerja habis dengan alasan status PKWT. Sdr Abu

Karmanto menerima PHK asalkan mendapat Uang Pesangon, Uang Pengargaan Masa

Kerja, dan Pergantian Hak sesuai dengan UU No 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaaan.

Bantuan Hukum

Sdr Abu Karmanto telah mengadukan kasusnya ke Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan

Kependudukan Provinsi Jawa Tengah untik proses Mediasi dengan didampingi oleh Sdr

Nanda Tanjung dari YLBHI-LBH Semarang sejak proses Mediasi ke II.dalam Sidang

Mediasi ke II, pihak PT ASKES menyatakan bahwa status Sdr Abu Karmanto adalah

karyawan kontrak( PKWT ) sehingga tidak mendapatkan uang pesangon sesuai UU NO

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan..Mediatordari Disnakertrans Jateng,Sdr

Muslihuddin berpendapat bahwa status Sdr Abu Karmanto adalah Karyawan kontrak

sampai tahun 2009 sehingga masa kerja dimulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun

2011. YLBHI- LBH Semarang berpendapat bahwa status Sdr Abu Karmanto adalah

Karyawan Tetap sesuai dengan ketentuan UU NO 13 Tahun 2003 Pasal 59..karena masa

kerja Sdr Abu Karmanto sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 adalah 5 tahun.

Sesuai pasal 59 UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa PKWT maksimal

Page 76: PROLOG - LBH Semarang

diperpanjang satu kali kontrak. Sdr Abu Karmanto minta didampingi oleh LBH Semarang

dalam gugatan ke PHI

15. Penetapan Upah Minimum Kota Semarang dan Upah Minimum Regional Jawa Tengah

Latar Belakang

Penetapan UMK dan UMR senantiasa dianggap bermasalah. Sesuai jadwal, setiap tahun

dilaksanakan proses Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) maupun Upah Minimum

Regional (UMR) di seluruh Indonesia. UMK dan UMR ini mulai dibahas setiap

pertengahan tahun oleh Dewan Pengupahan Provinsi, Dewan Pengupahan Kabupaten

maupun Dewan Pengupahan Kota. Tidak terkecuali pembahasan Penetapan Upah

Minimum Kota Semarang 2012 dan UMR Provinsi Jawa Tengah 2012 juga dilaksanakan.

Sesuai Keputusan Presiden Nomor 107 tahun 2004 Tentang Dewan Pengupahan

disebutkan bahwa Dewan Pengupahan Provinsi, Kabupaten maupun Kota mempunyai

tugas untuk memberikan saran, dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam rangka

perumusan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan nasional.

Untuk mengawal proses pembahasan sampai dengan penetapan UMK dan UMR, dalam

konteks Gerakan Buruh di Semarang dan Jawa Tengah, kemudian ikut mengawalnya.

Pada bulan September 2011, beberapa Serikat Buruh di kota Semarang bersama

elemen-elemen yang mempunyai kepedulian terhadap buruh akhirnya membentuk

sebuah Aliansi Gerakan Buruh Kota Semarang atau yang disingkat Gerbang untuk

mengawal proses penetapan UMK Kota Semarang 2012. Upaya ini ditujukan agar ada

kenaikan upah yang signifikan untuk para buruh di kota Semarang.

Aliansi Gerbang terdiri dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Semarang, Federasi

Serikat Pekerja Indepeden (FSPI), SP Kahutindo, Federasi Serikat Pekerja Metal

Indonesia (FSPMI), Federasi Serikat Pekerja Pantai Utara (FSP Pantura) Jawa Tengah,

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, dan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia

(PBHI) Jawa Tengah.

Upaya yang dilakukan

Atas deskripsi tersebut, pada bulan September 2011, beberapa Serikat Buruh di kota

Semarang bersama elemen –elemen yang mempunyai kepedulian terhadap Buruh

membentuk Aliansi Gerakan Buruh Kota Semarang ( Aliansi Gerbang ) untuk mengawal

proses penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Kota Semarang tahun 2012. Koordinator

Aliansi ini adalah Sdr Heru Budi Utoyo dari SPN Kota Semarang. Agenda yang telah

dilakukan oleh Aliansi Gerbang antara lain sebagai berikut.

Page 77: PROLOG - LBH Semarang

1. Aksi turun ke jalan menyuarakan aspirasi agar ada kenaikan upah terhadap para

buruh di kota Semarang. Aksi yang dilakukan sebanyak 10 kali ini dimulai dari bulan

September sampai bulan Oktober 2011. Targetan aksi antara lain ke kantor Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Kantor Walikota Semarang,

Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Semarang dan Dewan

Pengupahan Kota Semarang. Tuntutan utama Aliansi adalah Penetapan Upah

Minimum Kota (UMK) Semarang untuk tahun 2012 adalah sebesar Rp, 1.400.000

(satu juta empat ratus ribu rupiah). Atas aksi yang dilakukan oleh para Buruh yang

tergabung dalam Aliansi Gerbang Kota Semarang, tanggapan Pemerintah kota

Semarang mempersilahkan para Buruh untuk berdemo, namun mengenai Tuntutan

utama untuk kenaikan UMK Kota Semarang 2012 sebesar Rp. 1.400.000 (satu juta

empat ratus ribu rupiah), sikap Walikota Semarang, adalah menunggu usulan resmi

dari Dewan Pengupahan Kota Semarang. Setelah ada rekomendasi, ternyata Dewan

Pengupahan Kota Semarang yang terdiri dari perwakilan dari Pemerintah,

Akademisi, Serikat Buruh, dan Perwakilan Pengusaha terpecah dalam pengambilan

keputusan. Hal ini didasarkan pada elemen survey Kualitas Hidup Layak (KHL) yang

akhirnya membuat perbedaan besaran angka. Hingga akhirnya Perwakilan Buruh

dalam Dewan Pengupahan yaitu dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan SP

Kahutindo mengusulkan agar UMK 2012 kota Semarang sebesar Rp. 1.400.000.

Sementara sikap perwakilan pengusaha yang dalam hal ini diwakili Apindo Kota

Semarang mengusulkan UMK 2012 sebesar Rp 941.000. Atas ususlan Apindo para

perwakilan buruh di Dewan Pengupahan kota Semarang metolak.

2. Setelah aksi yang pertama, selanjutnya Pemerintah kota Semarang melakukan

pertemuan dengan perwakilan Aliansi Gerbang kota Semarang, Apindo Kota

Semarang, serta masukan dari Dewan Pengupahan kota Semarang untuk

menetapkan Upah Minimum Kota (UMK) Semarang tahun 2012 sebesar Rp 991.000

(Sembilan Ratus Sembilan puluh satu ribu rupiah). Kali ini tidak hanya buruh tapi

perwakilan pengusaha melakukan penolakan. Perwakilan pengusaha mengancam

akan menggugat Surat Keputusan (SK) Walikota Semarang tentang Penetapan UMK

2012, sedangkan Aliansi Gerbang Kota Semarang tetap seperti semula. Aliansi

Gerbang kota Semarang kemudian tetap melakukan aksi turun ke jalan menentang

Penetapan UMK Kota Semarang 2012 yang tidak sesuai dengan tuntutan. Peran LBH

Semarang dalam Aliansi Gerbang kota Semarang adalah sebagai anggota aliansi yang

memberi masukan mengenai strategi Advokasi baik melalui jalur hukum maupun

non hukum. Selain itu LBH juga ikut berperan dalam konsolidasi maupun dalam

setiap aksi yang dilakukan Gerbang.

3. Selanjutnya setelah penolakan penetapan Umk Kota Semarang, proses selanjutnya

ada di Provinsi. Sama halnya dengan UMK, Penetapan Upah Minimum Provinsi (

Page 78: PROLOG - LBH Semarang

UMP ) Jateng 2012 juga dikawal oleh Gerbang. Bahkan dalam pengawalan ini, aliansi

bertambah dengan masuknya beberapa elemen buruh diluar kota Semarang. Serta

dalam perkembangan, aliansi ini menjadi tingkat Jawa Tengah dengan tidak hanya

dalam memperjuangkan Penetapan UMK Kota Semarang tetapi juga

memperjuangkan usulan Serikat Buruh daerah lain seperti Kabupaten Semarang,

Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Pekalongan. Maka nama Aliansi Gerbang

Semarang diubah menjadi Aliansi Gerakan Buruh Jawa Tengah ( Gerbang Jateng )

yang terdiri dari anggota Aliansi Gerbang Kota Semarang ditambah Serikat Buruh

yang berasal dari luar kota Semarang seperti SPN Kabupaten Semarang, termasuk

SPN Jawa Tengah, dan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992 Solo. Koordinator

Aliansi berubah menjadi Sdr Nanang Setiyono dari SPN Jawa Tengah. Agenda

advokasinya kemudian menjadi memperjuangkan Upah Minimum di seluruh

Kabupaten dan kota di Jawa Tengah.

Agenda advokasi untuk tingkat Jawa Tengah dimulai dari bulan Oktober 2011 sampai

dengan Desember 2011 yang dilakukan antara lain :

1. Aksi turun ke jalan sebanyak 31 kali menyuarakan aspirasi kenaikan upah dalam

Penetapan UMP Provinsi Jateng 2012.

2. Melalui aksi Aliansi Gerbang Jawa Tengah berusaha menyampaian aspirasi ke

Gubernur Jawa Tengah meskipun tidak pernah berhasil, karena Gubernur selalu

mewakilkan ke Kepala Disnakertrans Jateng untuk menemui perwakilan Aliansi

Gerbang Jateng;

3. Penyampaian aspirasi ke anggota DPRD Jateng serta meminta dukungan politik dari

beberapa anggota DPRD Jateng;

4. Penyampaian aspirasi dengan Kepala Disnakertrans Jawa Tengah;

5. Penyampaian aspirasi dengan Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah serta ikut

mengawal sidang–sidang Dewan Pengupahan dalam penetapan UMP Jateng 2012.

Sikap Gubernur Jateng, Bibit Waluyo dalam konteks penetapan UMP Jateng 2012

menyerahkan kepada mekanisme melalui Dewan Pengupahan Provinsi Jateng. Gubernur

Jateng memandang aspirasi perwakilan Buruh dalam memperjuangkan kenaikan upah

dengan aksi turun ke jalan hanya menghabiskan tenaga dan uang.

Sementara, dalam sidang Penetapan UMP Jateng 2012 terjadi perbedaan pendapat soal

perhitungan dalam penetapan angka UMP 2012. Aliansi Gerbang Jateng mengusulkan

angka untuk UMP Jateng tahun 2012 sebesar Rp 1.400.000 (Satu juta empat ratus ribu

rupiah). Sedangkan perwakilan pengusaha di Dewan Pengupahan Provinsi Jateng

Page 79: PROLOG - LBH Semarang

menolak usulan dari perwakilan Buruh baik yang ada di Dewan Pengupahan maupun

yang ada di Aliansi Gerbang Jawa Tengah.

Meski kondisinya demikian, namun akhirnya Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan

Keputusan Gubernur Jateng Nomor 561.4/73/2011 Tentang UMK pada 35 Kabupaten/

Kota Jawa Tengah. Surat Keputusan ditandatangani pada tanggal 18 November 2011

oleh Gubernur Jawa Tengah. Setelah ditandatangani oleh Gubernur, karena nilai UMR

belum sesuai tuntutan maka kemudian Aliansi Gerbang Jateng tetap melakukan Aksi

turun ke jalan untuk menolak SK Gubernur mengenai Penetapan UMP Jateng 2012. Aksi

ini sempat menginap di Kantor Gubernur Jawa Tengah. Peran LBH Semarang dalam

Penetapan UMP Jateng 2012 adalah sebagai anggota jaringan serta memberi masukan

terhadap strategi advokasi dan masukan-masukan seperti pendapat hukum kepada

serikat buruh yang tergabung dalam Aliansi Gerbang Jateng. Selain itu LBH Semarang

juga memberi pendapat mengenai Strategi Advokasi diantaranya melalui Mogok Massal

buruh- buruh yang tergabung dalam Aliansi Gerbang Jateng dan Wacana Gugatan SK

Gubernur ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

16. Konflik Agraria di Kebumen

Latar Belakang

Kawasan Selatan Urutsewu, Kebumen, yang diklaim oleh pihak TNI-AD itu adalah

kawasan lahan pertanian yang selama ini dimiliki dan dikuasai oleh masyarakat secara

turun temurun dan menjadi sumber penghidupan utama masyarakat, bahkan sejak

Indonesia belum memproklamasikan kemerdekaannya dan berbentuk sebagai Negara

Kesatuan seperti sekarang ini.

Bukti kepemilikan masyarakat atas tanah itu, bukan sekedar klaim. Karena selain

masyarakat telah secara turun temurun mengusahakan lahan pertanian tersebut secara

produktif, sejarah kepemilikan tanah beserta siapa pemiliknya tercatat di dalam Buku C

Desa. Contohnya di Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren, dimana bukti

kepemilikan masyarakat atas tanah itu dimulai dari “Pal Budheg” dengan kodifikasi

Q222 yang berada di dekat air laut, sampai ke arah Utara. Kepemilikan tanah warga

tersebut terbagi kedalam kelas persil mulai dari D1 sampai dengan D5, yang

kesemuanya tercatat di Buku C Desa. Bahkan saat ini sudah ada beberapa orang dari

masyarakat yang telah memiliki sertifikat hak milik.

Sedangkan dari “Pal Budheg” ke arah Selatan sampai dengan air laut, merupakan tanah

yang dikenal masyarakat setempat dengan sebutan “tanah brangsengaja” (tanah yang

sengaja di “bra” kana tau dibiarkan, yang sampai dengan hari masih digunakan oleh

masyarakat di Urutsewu Selatan untuk melakukan “ritual adat”, yang tiap tahunnya

dilakukan di tiap bulan Mulud. Ritual adat tersebut, dikenal dengan nama “sangonan”,

Page 80: PROLOG - LBH Semarang

karena konon wilayah tersebut sejak masa pertama masyarakat menetap disana,

digunakan sebagai tempat “mengangon ternak – kambing, dll”.

Sejarah mengenai keberadaan “Pal Budheg” sendiri terjadi pada tahun 1932, dimana

pernah dilakukan pemetaan tanah, yang dalam idiom lokal disebut masa ”Klangsiran”.

Pemetaan tanah pada saat itu dilakukan oleh Negara (waktu itu oleh petugas Agraria

atau popular disebut “Ndoro Klangsir”) dengan dukungan partisipasi luas masyarakat

Urutsewu. Hasil dari pemetaan tanah tersebut antara lain : Pertama, klasifikasi tanah.

Klasifikasi tanah tersebut menghasilkan pembagian kategori menjadi 5 persil atau kelas

tanah yang didalam data administrasi disebut persil mulai dari D-1 hingga D-5; dimulai

dari jalan raya (kini disebut Jl. Daendels) hingga patok beton ”Pal Budheg”. Kedua,

menentukan batas antara “tanah negara” dengan ”tanah rakyat”. Sebagai penanda

batas antara “tanah Negara” dan “tanah rakyat” itu maka dibuatlah patok-patok yang

kemudian dikenal dengan sebutan “Pal Budheg” sampai dengan saat ini. “Pal Budheg”

dengan kodifikasi Q, masih dapat kita temui di beberapa desa, antara lain : Q222 di Desa

Setrojenar (Buluspesantren), Q216 di Desa Entak (Ambal), Q215 (Kaibon, Ambal).

Sebenarnya masih terdapat beberapa “Pal Budheg” di titik lain yang disinyalir hilang

atau rusak akibat digunakan untuk latihan titis dengan penanda bendera dan digunakan

untuk sasaran tembakan kanon pada saat latihan TNI. Jarak “Pal Budheg” dari garis air

pantai ke utara kira-kira hanya sejauh 216 meter, 222 meter dan paling jauh 250 meter

dari, dan membentang sepanjang 22,5 Km dari muara sungai Lukulo di desa Ayamputih,

hingga muara sungai Wawar di perbatasan Kab. Purworejo.

Awalnya pada tahun 1980-an, TNI-AD masuk ke wilayah Urutsewu, Kebumen dengan

meminta izin kepada Pemerintah Desa dan masyarakat setempat untuk berlatih.

Kemudian tanpa disangka-sangka seiring dengan makin seringnya TNI menggunakan

lahan tersebut sebagai tempat latihan, TNI pun mulai melakukan pematokan-

pematokan illegal ditanah warga. Alasan yang disampaikan masyarakat saat itu adalah

sebagai batas aman. Ternyata hasilnya kini, keluguan masyarakat tersebut harus

berbuah pait.

Kehadiran TNI-AD di wilayah tersebut, bukan tanpa akibat. Telah banyak kerugian yang

di derita masyarakat setiap kali TNI melakukan latihan di wilayah tersebut, mulai dari

gagal panen, kerusakan tanah akibat kejatuhan mortir, sampai dengan kehilangan

nyawa anak-anak mereka akibat adanya mortir yang terpendam di dalam tanah

pertanian masyarakat. Dan potensi kerugian terakhir dan sepanjang masa yang akan

diterima warga adalah kehilangan hak atas tanah dan sumber kehidupannya dan

keluarganya dengan cara-cara yang arogan dan bertentangan dengan Hak Asasi

Manusia.

Dasar Klaim TNI

Awal klaim TNI di Wilayah Urutsewu Selatan, Kebumen adalah berdasarkan :

• Proses Penyerahan secara Verbal oleh KNIL tanggal 25 Juli 1950;

• Keppres No. 4 tahun 1960 tentang barang rampasan Negara;

Page 81: PROLOG - LBH Semarang

• Berita Acara rekonsiliasi barang milik Negara pada Denzibang logistic tertanggal 1

Januari 1993 (register TNI No. 30709034);

• Pernyataan lisan TNI mengenai penguasaan lahan sebagai tempat latihan uji coba

senjata sejak dahulu.

Perkembangan klaim TNI saat ini :

• TNI AD sudah memasukkan register 30709034 ke IKN Kementerian Keuangan No. S-

825/KN/2011 tertanggal 29 April 2011 atas 1.150 Ha tanah di wilayah Urutsewu;

• TNI memiliki peta versi sendiri, yang dianggap sebagai peta resmi � belum ada

data;

• Patok-patok illegal yang dibuat TNI di atas tanah masyarakat;

• Hasil pengukuran sepihak yang dilakukan oleh TNI dengan membawa BPN Kanwil

(kalo di Entak dilakukan sekitar juni/juli tahun 2011). Terhadap hasil pengukuran ini,

menurut kesaksian beberapa pihak, hanya tinggal 3 Kepala Desa yang belum

memberikan tandatangan untuk menyetujui proses pengukuran tersebut, yaitu Desa

Setrojenar, Desa Brecong dan Desa Entak.

Peta Wilayah

Kawasan Urutsewu Selatan, Kebumen adalah Kawasan yang terdiri dari 3 Kecamatan

dan 16 Desa, yang membentang sepanjang 22,5 Km dari muara sungai Lukulo di desa

Ayamputih, hingga muara sungai Wawar di perbatasan Kab. Purworejo. 3 Kecamatan

dan 15 Desa antara lain (baca : Barat ke Timur) :

• Kecamatan Buluspesantren :

− Ayamputih

− Setrojenar (Luas wilayah : 252,827 Ha)

Batas-batas Wilayah :

� Barat : Desa Ayamputih

� Timur : Desa Brecong

� Utara : Desa Bocor

� Selatan : Samudra Hindia

− Bercong (Luas wilayah : … Ha)

Batas-batas wilayah :

� Barat : Desa Setrojenar

� Timur : Desa Entak dan Desa Kembaran

� Utara : Desa Banjur Pasar, Desa Banjur Mukadan dan Desa Waluyo

� Selatan : Samudra Hindia

• Kecamatan Ambal :

− Entak (Luas wilayah : 454, 895 Ha)

Batas-batas Wilayah :

� Barat : Desa Kembaran dan Desa Brecong

� Timur : Desa Kenoyojayan

� Utara : Desa Gondang Legi dan Desa Ambal Kebrek

� Selatan : Samudra Hindia

Page 82: PROLOG - LBH Semarang

− Kenoyojayan

− Ambalresmi

− Kaibon petangkuran (Luas wilayah : 20.955, … Ha)

Batas-batas Wilayah :

� Barat : Desa Ambalresmi

� Timur : Desa Kaibon

� Utara : Desa Benerkulon

� Selatan : Samudra Hindia

− Kaibon

− Sumber jati

• Kecamatan Mirit :

− Merit petikusan

− Tlogo depok

− Merit

− Tlogo prayoto

− Lembu purwo

− Wiromartan

Peristiwa-peristiwa2

Desa Kaibonpetangkuran, Kecamatan Ambal

Latihan TNI di Kawasan Urutsewu Selatan dilakukan sejak sekitar ± 25 tahun lalu. Dahulu

saat selesai latihan TNI, banyak warga yang mencari pecahan peluru/bom untuk

dijadikan rongsok. Namun, sejak ± 2 tahun terakhir, kegiatan latihan TNI di Kawasan

tersebut menimbulkan kekhawatiran dan kerugian bagi warga. Karena setiap kali ada

latihan TNI, warga terpaksa harus keluar dari tanahnya. Tidak hanya itu, latihan TNI juga

berakibat kepada rusaknya tanaman warga.

Sekitar akhir tahun 1990-an, TNI diduga pernah menariki uang kepada rakyat secara

diam-diam.

Sejak tahun 2003, pihak TNI melalui Koramil, diduga mulai berani memperjualbelikan

tanah di wilayah Selatan.

Pada tahun 1998, TNI mengadakan pengukuran sepihak. Mengenai hal tersebut

informasi yang disampaikan pihak TNI kepada Pemerintah setempat, bahwa itu

dilakukan sebagai zona aman apabila ada latihan TNI di wilayah tersebut.

� Disinyalir kuat, hasil pengukuran berupa patok-patok inilah yang kemudian menjadi

salah satu awal munculnya perencanaan RTRW Kabupaten Kebumen untuk wilayah

Urutsewu selatan.

Pada tahun 2009, terjadi proyek pembebasan lahan untuk keperluan proyek JLSS (Jalan

Lingkar Selatan – Selatan). Pada saat terjadinya proses pembebasan lahan, TNI langsung

melakukan pematokan tanah di dalam jalur JLSS.

2 Dokumentasi live-in

Page 83: PROLOG - LBH Semarang

� Sekitar tahun …, Pangdam IV/Diponegoro mengeluarkan Surat yang ditujukan

kepada Gubernur yang pokoknya meminta ganti rugi terkait dengan adanya proyek

JLSS (Jalan Lingkar Selatan – Selatan) � katanya ada berkas di Tapuk.

Sekitar tahun 2006 atau 2007, muncul perencanaan RTRW Kabupaten Kebumen tentang

Kawasan Selatan Urutsewu. Dimana di dalam perencanaan tersebut, Kawasan Urutsewu

Selatan diperuntukkan sebagai Kawasan Pertahanan dan Keamanan. Didalam rencana

RTRW tersebut pula muncul pasal-pasal yang diantaranya menyatakan bahwa di dalam

Kawasan tersebut :

− tidak boleh ada bangunan apapun selain bangunan TNI;

− tidak boleh ada kegiatan apapun selain kegiatan TNI.

Pada tahun 2011, TNI melakukan pengukuran untuk kedua kali. Kali ini pengukuran

dilakukan sampai lebih jauh lagi ke arah utara dari patok sebelumnya (adanya patok

dengan jarak > 500 m dari bibir Pantai Selatan). Mengenai pematokan ini, warga tidak

melakukan protes karena dipasang langsung oleh TNI, warga takut melawan TNI,

disamping itu penjelasan yang disampaikan oleh TNI kepada warga adalah TNI hanya

menumpang, jadi tidak apa-apa.

Tahun 2011, pada saat akan diadakan program Sismiop dari Pajak Pratama Kebumen di

wilayah Kaibonpetangkuran, petugas Sismiop membawa sebuah peta. Di dalam peta

tersebut, wilayah Selatan adalah tanah GG yang berbatasan dengan tanah petani �

petanya dibawa kembali oleh petugas Sismiop.

Desa Entak, Kecamatan Ambal

Letter C atau Buku C Desa mulai di catatkan tahun 1939, dan diperbaharui tahun 1955.

Isi riwayat tanah di dalam Buku C Desa tersebut belum maksimal, karena masih tercatat

daerah-daerah yang tidak ada tanah namun ada bukti SPPT nya, begitu juga sebaliknya.

Namun dapat dipastikan berdasarkan Buku C Desa tersebut, bahwa warga memiliki

tanah di daerah tersebut secara turun temurun. Di Desa Entak, belum ada warga yang

mempunyai sertifikat milik tanah.

Sekitar tahun 2002/2003, TNI pernah melakukan pengukuran di Jl. Daendels. Dimana

menurut Carik Desa Entak, hasil pengukuran ini kemudian menjadi peta yang dinyatakan

sebagai peta resmi oleh TNI.

Di tahun yang sama, TNI melalui Dislitbang yang berada di Desa Setrojenar membuat

perjanjian bersama dengan perangkat Desa Entak terkait dengan latihan militer yang

dilakukan oleh TNI. Adapun bunyi perjanjian tersebut antara lain :

• TNI akan memberikan pemberitahuan kepada pihak Desa untuk kemudian

disampaikan kepada masyarakat, setiap kali akan melakukan latihan;

• TNI akan memberikan ganti rugi atas kerugian yang di derita masyarakat sebagai

dampak dari latihan ujicoba senjata TNI.

Mengenai hal ini, katanya Carik Desa Entak, pernah mendapat ganti rugi dari TNI.

Page 84: PROLOG - LBH Semarang

Sekitar akhir tahun 2006, TNI membangun menara pantau di wilayah Selatan Desa

Entak. Menara pantau dibangun diatas tanah yang memang tidak masuk ke dalam

“pemajekan”, namun secara produktif tetap diusahakan oleh masyarakat setempat.

Jumlah menara pantau yang ada, tidak diketahui dengan jelas, namun dari barat ke

timur wilayah Desa Entak tiap ± 100 m terdapat 1 menara pantau. Pendirian menara

pantau oleh TNI ini tidak pernah diberitahukan kepada pemerintah Desa Entak.

Kira-kira tanggal 15 Juni 2011, TNI mulai melakukan pendekatan kepada pihak

pemerintahan desa, dimana TNI meminta kepada para Kepala Desa di Kecamatan Ambal

untuk membubuhkan tandatangan sebagai bentuk persetujuan pemerintah desa

terhadap patok-patok yang sudah dibuat oleh TNI. Mengenai hal ini, informasi terakhir,

hanya tinggal Kepala Desa Entak yang belum memberikan tandatangannya untuk

menyatakan sah patok-patok yang dibuat oleh TNI, sebagai batas tanah Negara dengan

tanah masyarakat.

Desa Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren

Pada sekitar tahun 1982 TNI AD membeli tanah di wilayah Desa Setrojenar dengan luas

200x100 m2 untuk keperluan pembangunan asrama TNI-AD. Bahwa tanah yang dibeli

tersebut terdiri dari sebagian tanah milik Desa dan sebagian tanah milik masyarakat.

Paska pembangunan asrama tersebut, TNI kemudian kembali mendirikan bangunan-

bangunan lainnya di atas tanah warga atas nama TNI-AD, seperti bangunan lantai 3 di

dekat pantai yang dijadikan sebagai Gedung Dislitbang TNI-AD (diatas tanah bersertifikat

Hak Milik warga, atas nama Pak Mihat), gedung tempat penempatan radar di sebelah

barat gedung lantai 3, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Tidak hanya indikasi penguasaan wilayah melalui pendirian-pendirian bangunan

sebagaimana dimaksud di atas. Lebih nyata, intervensi TNI-AD di wilayah pertanian

masyarakat terlihat dari adanya patok-patok yang dibuat oleh pihak TNI di atas tanah

milik warga. Mulanya patok tersebut dibuat dengan jarak ± 250 m dari air laut ke arah

Utara, kemudian mundur ke Utara lagi dengan jarak ± 500 m dari air laut, kemudian

munur ke Utara lagi dengan jarak ± 700 m dari air laut, dan yang terakhir, berjarak ±

1000 m dari air laut. Pematokan yang terakhir terjadi di tahun 2007. Patok tersebut

brtuliskan “TNI”. Pematokan-pematokan tersebut dilakukan secara sepihak oleh pihak

TNI-AD tanpa sekalipun melibatkan pihak Perangkat Desa Setrojenar dan warga pemilik

tanah.

Pada tahun 2009, warga Setrojenar di wilayah Urutsewu Selatan, melakukan aksi massa

pertama kali, sebagai bentuk perlawanan karena pemerintah desa dan masyarakat

merasa wilayahnya di “hak-i” oleh TNI. Aksi massa ini tidak hanya diikuti oleh

masyarakat Desa Setrojenar, tapi ada juga massa dari desa lainnya, seperti Desa

Bercong, Desa Entak dan FPPKS (organ yang dibentuk dengan maksud menjadi wadah

perjuangan bersama masyarakat Urutsewu Selatan, Kebumen).

Page 85: PROLOG - LBH Semarang

Kira-kira tanggal 8 September 2011, Pak Muhari, dari Danramil Kodim, mendatangi

rumah Pak Kades, Desa Setrojenar untuk meminta persetujuan untuk melakukan

pengukuran.

Advokasi yang dilakukan

Advokasi Pidana terhadap 6 petani yang dikriminalisasi

No Tanggal Peristiwa Keterangan

1. 4 s/d 5-7-

2011

Persidangan

perdana (baca :

pembacaan

dakwaan)

kriminalisasi 6

petani Setrojenar

Senin, 4-9-2011, sidang atas nama Asmarun

dan Sutiono, yang didakwa dengan Pasal

170 ayat (1) KUHP Atau Pasal 351 KUHP ayat

(1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, karena

diduga telah melakukan penganiayaan

terhadap warga setempat, yang akan

mengantarkan konsumsi kepada personel

TNI AD yang sedang berlatih militer di Pantai

Bocor. Sidang dipimpin oleh Wakil

Pengadilan Negeri Kebumen, Surono SH.

Selasa, 5-9-2011, sidang atas nama Solekhan

Alias Lekhan Bin Sadimin, Mulyono Bin

Mihad, Adiwiluyo Bin Banjir dan Sobirin Alias

Birin Bin Wasijo yang didakwa dengan Pasal

170 ayat (1) dan Pasal 406 ayat (1) junto

Pasal 55 ayat (1), karena telah melakukan

pengrusakan terhadap gapuran Dislitbang

TNI AD Setrojenar. Sidang dipimpin oleh

Ketua Pengadilan Negeri, Hanoeng

Wijayanto.

2. 8-9-2011 Sidang putusan

pidana 6 petani

Setrojenar

Putusan atas 6 petani yang dikriminalisasi

dilakukan dalam 1 hari. Pagi untuk putusan

atas nama Terdakwa Asmarun dan Sutiono,

yang dikenakan hukuman 5 bulan dikurangi

masa tahanan. Siang untuk putusan atas

nama Terdakwa Solekhan Alias Lekhan Bin

Sadimin, Mulyono Bin Mihad, Adiwiluyo Bin

Banjir dan Sobirin Alias Birin Bin Wasijo,

yang dikenakan hukuman 6 bulan dikurangi

masa tahanan.

Ada kejanggalan dalam sidang yang kedua,

karena sebelum Hakim Ketua mengucap

kata-kata mengadili, dia diserahi kertas kecil

yang diduga disampaikan oleh orang dari

luar pengadlan. Setelah itu Hakim Ketua

Page 86: PROLOG - LBH Semarang

sempat melakukan renvoi dalam

putusannya, baru kemudian melanjutkan

membaca putusan.

Sampai sekarang belum diketahui isi surat

tersebut.

3. 13-9-2011 Tim kuasa hukum

menerima release

pemberitahuan

JPU mengajukan

banding

Pihak Pengadilan mengantarkan release dari

Pengadilan mengenai pembertitahuan

bahwa JPU mengajukan banding atas nama

Terdakwa Asmarun dan Sutiono. Sedangkan

untuk Terdakwa Solekhan Alias Lekhan Bin

Sadimin, Mulyono Bin Mihad, Adiwiluyo Bin

Banjir dan Sobirin Alias Birin Bin Wasijo

menurut pihak Pengadilan, releasenya tidak

akan disampaikan kepada Tim Kuasa, karena

SK hanya sampai dengan putusan tingkat

pertama saja.

4. 16-9-2011 JPU

menyampaikan

memori banding

dan

memperpanjang

masa penahanan

Para Terdakwa

Tim jaksa penuntut umum mengajukan

banding terhadap keputusan majelis hakim

Pengadilan Negeri Kebumen pekan lalu. Tim

jaksa menilai keputusan hakim yang

menghukum terdakwa lima dan enam bulan

tidak memenuhi rasa keadilan.

Di samping itu juga JPU menyampaikan

perpanjangan penahanan atas nama

Terdakwa Asmarun dan Sutiono untuk

keperluan pemeriksaan di tingkat banding.

Padahal sebelumnya, Terdakwa Asmarun

dan Sutiono direncanakan akan dikeluarkan

pada tgl 18 atau 19 September 2011, karena

telah habis menjalani masa hukuman sesuai

putusan tingkat pertama.

Menyikapi persoalan ini, Tim Kuasa

berencana akan menyurati PT untuk

meminta segera mengeluarkan Para

Terdakwa terlebih dahulu karena telah

selesai menjalani hukuman.

Advokasi Pidana terhadap tindakan TNI yang dilaporkan oleh warga

5. 26-4-2011 Warga

melaporkan tindak

pidana yang

dilakukan oleh TNI

ke Polres

Kebumen

Sdr. Aris Irianto dan Sdr. Sadir melaporkan

dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh

TNI sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 170 KUHP subs 351 KUHP dan Pasal

170, yang kedua tercatat dalam Laporan

Nomor : LP/76/IV/2011/Jateng/Res Kbm.

Page 87: PROLOG - LBH Semarang

6. 4-5-2011 Polres Kebumen

menyampaikan

SP2HP atas

laporan warga

Berdasarkan SP2HP dengan Nomor :

B/71/V/2011/Reskrim untuk Sdr. Aris Irianto

dan B/72/V/2011/Reskrim untuk Sdr. Sadir,

keduanya tertanggal 4 Mei 2011, pihak

Polres menyatakan bahwa Laaporan

keduanya telah dilimpahkan ke Sub Den

Pom IV/2-2 Purworejo yang keduanya

dengan Surat Nomor :

B/1105/IV/2011/Reskrim tertanggal 28 April

2011,

7. 31-5-2011 Tim Advokasi

menyurati Sub

Den Pom IV/2-2

Purworejo

Tim Advokasi mengirimkan Surat Nomor :

02/TAPUK/V/2011 tertanggal 31 Mei 2011

kepada Sub Den Pom IV/2-2 Purworejo

untuk meminta penjelasan perkembangan

penyelidikan korban penembakan,

penganiayaan dan pengrusakan sepeda

motor yang diduga dilakukan oleh TNI pada

tanggal 16 April 2011.

8. 13-6-2011 Tim Advokasi

menyurati Sub

Den Pom IV/2-2

Purworejo, untuk

kedua kalinya

Tim Advokasi mengirimkan Surat Nomor :

01/TAPUK/IV/2011 tertanggal 13 Juni 2011

kepada Sub Den Pom IV/2-2 Purworejo

tentang pemberitahuan kedatangan warga

yang menjadi korban penembakan,

penganiayaan dan pengrusakan sepeda

motor yang diduga dilakukan oleh TNI ke

Markas Sub Den Pom IV/2-2 Purworejo pada

tanggal 16 Juni 2011 guna meminta

penjelasan dan kepastian hukum.

9. 15-6-2011 Sub Den Pom IV/2-

2 Purworejo

menyampaikan

Surat kepada Tim

Advokasi

Dalam Suratnya Nomor : B/126/VI/2011,

tertanggal 15 Juni 2011, menyampaikan

bahwa menindaklanjuti kedua Surat yang

disampaikan oleh Tim Advokasi,

Danpomdam IV/Diponegoro bersedia

menerima perwakilan warga Urutsewu pada

hari Senin, 20 Juni 2011, do Ma Pomdam

IV/Diponegoro.

Terhadap Surat tersebut, Tim Advokasi dan

warga menyatakan keberatannya dan tidak

hadir dengan alasan, seharusnya pihak

Pomdam IV/Diponegoro yang turun ke

lokasi, bukan sebaliknya.

Advokasi Tanah

10. 6-1-2011 LBH Semarang Di dalam RTRW Provinsi Jateng, kawasan

Page 88: PROLOG - LBH Semarang

mengajukan

gugatan RTRW

Provinsi Jawa

Tengah

Urutsewu Selatan, Kebumen ditetapkan

sebagai kawasan pertahanan dan

keamanan. Kawasan tersebut meliputi 15

Desa di Kecamatan Buluspesantren, Ambal

dan Mirit. Padahal di atas klaim RTRW jelas-

jelas terdapat tanah milik masyarakat yang

dtercatat di dalam Buku C Desa dan ada

yang telah bersertifikat.

Berdasarkan hal ini, beberapa perwakilan

mengajukan JR RTRW bersama-sama dengan

masyarakat di daerah lain, di Jawa Tengah

yang terkena dampak juga, di damping LBH

Semarang, YAPHI,dll.

Sampai hari ini, JR tersebut belum diketahui

hasil akhirnya.

11. 11-4-2011 Warga melakukan

pemukulan

kepada warga

Desa Ambalresmi,

Kec. Ambal

Warga yang kesal terhadap tingkah laku TNI,

melakukan pemukulan terhadap 2 orang

warga dari Kecamatan Ambal yang sengaja

datang ke Desa Setrojenar untuk

mengantarkan ransum makanan untuk TNI

yang sedang melakukan latihan.

Tragedy ini sangat disayangkan terjadi,

karena akhirnya menimbulkan konflik

horizontal di antara warga masyarakat

sendiri.

Setelah pemukulan itu, kemudian warga

melakukan pemblokiran di jalan yang

biasanya dilewati oleh TNI ketika hendak

berlatih.

12. 16-4-2011 Tindakan represif

TNI kepada warga

Pkl 09.30 WIB

Sekitar 30 orang warga yang tergabung

dalam Forum Paguyuban Petani Kebumen

Selatan mengadakan ziarah kubur ke makam

5 anak yang menjadi korban ledakan mortir

pada tahun 1997. Makam berada di dukuh

Godi, Desa Setrojenar, 400 meter dari

kantor TNI.

Pkl 12.00 WIB

TNI membongkar blokade yang dibuat oleh

warga. Blokade tersebut dibuat dari pohon

waru dan kayu-kayu di beberapa titik pada

tanggal 11 April 2011. Kebetulan TNI sedang

berlatih di Kecamatan Ambal, sekitar 800 m

dari Kecamatan Buluspesantren.

Page 89: PROLOG - LBH Semarang

Pkl 12.30 – 14.00 WIB

Kemudian, sekitar 150 orang, terdiri dari

para petani yang pulang dari sawah, kembali

membangun blokade jalan di 4 titik jalan

menuju kompleks TNI.

Selanjutnya para petani bergerak ke arah

Utara, kemarahan mereka diwujudkan

dengan merusak gapura latihan tembak

yang terletak di samping Kecamatan

Buluspesantren.

Kemudian para petani bergerak ke Selatan,

menuju ke gudang senjata. Disana para

petani merusak pagar tembok bangunan

gudang peluru. Bangunan tersebut memang

dikenal sebagai tempat menyimpan peluru,

tetapi saat ini sudah tidak digunakan lagi

untuk simpan peluru. Setelah pagar ambruk,

warga membentangkan tali dadung,

mencoba membuat ambruk bangunan

dengan menarik atapnya dengan tali secara

beramai-ramai. Tetapi para petani tidak

kuat.

Aksi para petani kembali berlanjut dengan

mendobrak bangunan menara 3 lantai milik

TNI yang letaknya didekat Gudang peluru.

Menara tersebut sebenarnya dibangun

diatas tanah warga.

Pkl 14.00 – 15.00 WIB

Setelah itu, pra petani kemudian balik ke

arah Utara, kembali menyusuri jalan menuju

kecamatan. Ternyata di sisi Utara TNI sudah

berbaris, dengan seragam dan senjata

lengkap. Warga tetap tidak takut, dan

menganggap TNI tidak mungkin menyerang.

Antara warga dengan TNI saling berhadap-

hadapan. Sebagian warga kemudian

melakukan aksi diam dekat salah satu

blokade di Jalan Deandels.

Diluar dugaan, ternyata kemudian TNI

menyerbu ke arah warga dengan tembakan-

tembakan. Warga yang panik kemudian

tercerai berai lari

Selanjutnya terjadi aksi-aksi pemukulan oleh

para tentara. Tidak hanya sampai di situ, TNi

Page 90: PROLOG - LBH Semarang

juga mengejar dan melakukan penyisiran

(sweping). Polisi berseragam tidak ada pada

saat terjadinya bentrokan. 14 orang menjadi

korban

dan 12 motor rusak-rusak dalam aksi brutal

tersebut. Belum lagi ditambah dengan

kerugian sawah dan tanaman warga.

Kerugian ditaksir mencapai 60 jutaan.

Disamping itu, TNI juga melakukan

penangkapan terhadap 7 orang warga dan

tokoh.

13. 17-4-2011 Petani

dikriminalisasi

Pkl 10.30 – 18.30 WIB

Polisi menangkap kembali 4 warga desa

Setrojenar diantaranya : Johan, Adi Wiluyo,

Solekhan dan Yono. Sehingga pada tanggal

17 April 2011 sudah 10 warga yang diperiksa

oleh Polisi.

Pkl 18.25 WIB

7 warga yang berstatus saksi diperbolehkan

untuk pulang, sedangkan 3 lainnya masih

diperiksa, Solekhan sudah dinyatakan

sebagai tersangka, sedangkan Adi Wiluyo

dan Yono statusnya menyusul tersangka dan

butuh pendampingan. Sementara ini masih

diupayakan lewat keluarga agar tim bantuan

hukum bisa masuk. Kemungkinan ke-3 nya

dikenai pasal 170 KUHP.

Perlakukan polres terhadap kawan-kawan

cukup baik, tetapi secara prosedur

hukumnya memang tidak begitu jelas. Sebab

6 warga sudah dimintai keterangan sejak 16

April 2011, status sebagai saksi dan bisa

pulang, tetapi diminta wajib lapor setiap hari

Senin dan Kamis.

14. 28-4-2011 Tim Advokasi

melakukan

audiensi di BPN

Kanwil Jateng

BPN Jawa Tengah dihadiri oleh kepala BPN

Kebumen, FPPKS, YLBHI-LBH Semarang, KPA.

Pihak BPN menyatakan bahwa TNI

mengklaim telah menggunakan kawasan

tersebut sebagai kawasan militer dengan

bukti peminjaman tanah dari desa untuk

kawasan latihan militer. BPN juga

menyatakan TNI belum memiliki hak atas

tanah. Dalam pertemuan tersebut

perwakilan masyarakat menyatakan

Page 91: PROLOG - LBH Semarang

memiliki hak atas tanah karena disertai

oleh beberapa bukti warkah tanah.

15. 2-5-2011 Tim Advokasi

bersama warga

mengajukan bukti

kepemilikan tanah

ke BPN

Sejumlah warga Kebumen dengan

didampingi oleh Tim Advokasi menyerahkan

bukti kepemilikan sertifikat tanah kepada

Kanwil BPN Jawa Tengah. Bukti ini

memperkuat posisi warga secara hukum.

Paryono, salah seorang warga yang

memegang dokumen surat hak milik (HM)

atas tanah seluas 2,5 hektar, diminta

melakukan pendokumenan ulang, karena

sertifikat itu rusak dimakan rayap.

Menindaklanjuti hal tersebut, Kabid

Penyelesaian di BPN Jateng Endarto

menyatakan akan segera mengklarifikasi

kepemilikan tanah di Urutsewu.

16. 17-9-2011 TNI mengklaim

telah

mensertifikatkan

Lahan seluas 1.150 hektare di Urut Sewu,

Kebumen dengan nomor regristasi

30709034, dinyatakan oleh Pangdam IV

Diponegoro Mayjen TNI Ir Mulhim Asyrof

telah.

Nomor regristrasi tersebut termuat dalam

surat bernomor S-825/KN/2011 tertanggal

29 April 2011 yang dikeluarkan oleh

Kementerian Keuangan Republik Indonesia,

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara,

mengenai penelusuran data dokumen

tempat latihan uji coba senjata TNI AD di

Urut Sewu.

Dalam surat tersebut dijelaskan, lahan Urut

Sewu itu diperoleh dari peninggalan KNIL

tahun 1949. Dan, lahan tersebut barang

milik negara (BMN) karena telah terdaftar di

inventaris kekayaan negara (IKN)

Kemhan/TNI cq TNI AD Kodam IV

Diponegoro.

Nomor regristasi dimaksud, sesuai inventaris

barang Denzibang Yogyakarta 1 Januari 1993

dan telah dilaporkan oleh Kemhan/TNI

kepada Kementerian Keuangan pada saat

pelaksanaan rekonsiliasi dan pemutakhiran

data Barang Milik Negara (BMN)

semesteran/tahunan serta telah dilakukan

inventarisasi (IP) oleh KPKNL Purwokerto

Page 92: PROLOG - LBH Semarang

pada tahun 2010.

17. 19-9-2011 Data dikirimkan ke

Usep Setiawan

(staff ahli Ka. BPN)

LBH Semarang pernah melakukan

komunikasi kepada Usep via telpon untuk

mempertanyakan status tanah yang diklaim

TNI di Kawasan Urutsewu, Kebumen

sebagaimana dimaksud dalam berita Suara

Merdeka, 17 sept 2011. Usep minta

dikirimkan bahan, sudah dikirim via email.

Namun sampai sekarang belum ada

konfirmasi apapun dari Usep.

18. 22-9-2011 Tim Advokasi

melalui LBH

Semarang

mengirimkan

Surat ke

Kementerian

Keuangan cq.

Dirjen KN

LBH Semarang mengirimkan Surat dengan

No. 217/SK/LBH SMG/IX/2011 tertanggal 23

september 2011 kepada Menteri Keuangan

cq. Dirjen Kekayaan Negara terkait

permohonan klarifikasi tentang Surat

Menteri Keuangan cq. Dirjen Kekayaan

Negara No. S-825/KN/2011 tertanggal 29

April 2011.

Sorenya Mas Seniman, Koordinator FPPKS,

juga warga dari Kaibonpetangkuran

menyampaikan informasi melalui telpon

bahwa di Desanya terdapat ± 20 warga yang

mengaku telah memiliki sertifikat HM yang

dikeluarkan sekitar tahun 1965. Namun

secara fisik baru 4 orang yang bisa

memperlihatkan sertifikatnya.

Agenda Advokasi

No Agenda PJ

1. Mengajukan banding LBH Semarang, PAKHIS, YAPHI

dan masyarakat

2. Mengajukan Surat untuk mengeluarkan Para

Terdakwa dari tahanan

LBH Semarang, PAKHIS, YAPHI

dan masyarakat

3. (rencana) aksi masa PAKHIS dan masyarakat

4. Mengajukan Gugatan ganti rugi kepada

Presiden RI cq, Pangdam IV Diponegoro

YAPHI

5. Membuat Surat Pernyataan Bersama warga

dan Pemerintah Desa untuk penolakan

pengukuran tanah oleh TNI dan BPN, dan

menolak klaim TNI di atas tanah Urutsewu

Selatan

LBH Semarang dan perwakilan

masyarakat di masing-masing

Desa (Entak, Setrojenar,

Bercong, Petangkuran)

6. Pendampingan warga untuk memperbaiki PAKHIS dan perwakilan

Page 93: PROLOG - LBH Semarang

sertifikat tanahnya masyarakat

7. Pendampingan warga untuk meminta Surat

Riwayat Tanah ke Desa

PAKHIS dan perwakilan

masyarakat di masing-masing

Desa (Entak, Setrojenar,

Bercong, Petangkuran)

8. Pendokumentasian data sertifikat dan Letter C

milik warga

PAKHIS dan perwakilan

masyarakat

9. Audiensi dengan Kanwil BPN Jateng +

pengawalan sertifikasi oleh TNI

LBH Semarang dan perwakilan

masyarakat

10. Audiensi dengan BPN Pusat + pengawalan

sertifikasi oleh TNI

YLBHI, LBH Semarang dan

perwakilan masyarakat

11. Audiensi dengan Komisi I dan II DPR RI YLBHI, LBH Semarang dan

perwakilan masyarakat

12. Pengawalan proses IKN di Kementerian

Keuangan cq. Dirjen Keuangan

YLBHI dan LBH Semarang

17. Konflik Agraria Pidik, Wonosari, Kendal

Posisi Kasus

Asal mula terjadinya konflik pengelolaan hutan di Desa Pidik dapat dijelaskan sebagai

berikut :

Menurut penuturan salah satu warga yaitu Mbah Surat, dahulu pada sekitar tahun

1921-1922 Mantri Ragel meminjam tanah yang digarap warga untuk ditanami Jati

selama 1 kali panen karena dalih warga tidak mampu membayar upeti/ pajak.

Pada masa Orde Lama tahun 1945-1960-an, warga berharap tanahnya masih dapat

kembali, namun keadaan paska kemerdekaan tidak berpihak pada warga dukuh Pidik.

Sebagai penerus pemerintah Hindia-Belanda, negara juga tidak memberi ijin kepada

warga untuk memiliki hak.

Pada masa Orde Baru, ketika pengelolaan hutan diserahkan kepada Perhutani. Dibawah

penguasaan lahan oleh Perhutani, warga berharap dapat memperoleh tanahnya

kembali. Namun kembali warga harus gigit jari karena harapan itu juga tidak kunjung

ada terlebih situasi pada saat orde baru juga mempengaruhi. Warga tidak berani protes,

apalagi meminta haknya kembali. Kondisi ini terus berlanjut, sampai habis masa panen

jati pertama. Perhutani secara penuh masih menguasai lahan yang dahulu milik warga.

Padahal sesuai perjanjiannya sudah 60-tahun berlalu dan seharusnya sesuai perjanjian

tanah warga dikembalikan.

Page 94: PROLOG - LBH Semarang

Sampai dengan Tahun 1998-2000 atau masa Reformasi, pada situasi ini warga kemudian

berani menebang kayu di hutan. Runtuhnya rezim orde baru juga menumbuhkan

semangat kembali buat warga untuk menuntut kembali tanahnya. Untuk meredam

gejolak warga, Perhutani meminta warga menjadi buruh tanam pohon jati. Dengan

menanam pohon jati, warga diberi upah. Selian itu, Perhutani mengambil kebijakan

system buka-tutup hutan. Selama kurun waktu ini, warga kadang-kadang diperbolehkan

menggarap dan kadang juga tidak diperbolehkan menggarap. Selama kurun waktu ini

juga warga masih belum mendapatkan kembali tanahnya.

Kini, tepat sudah sembilah puluh tahun terhitung sejak tahun 1921 tanah itu tidak dapat

dimiliki kembali warga Pidik. Padahal, berdasarkan pinjaman mantri Ragil atas

persetujuan lurah [pak Sawon] dan carik [Mugiyo], “disileh sepisan panen jati”. Sekarang

lebih kurang 20 Ha. Tanah dinyatakan sengketa oleh warga, meskipun keterangan

sesepuh desa ‘pemerintah’ meminjam tanah warga lebih dari 55 Ha. Namun pihak

perhutani bergeming, dan seolah-olah tidak tahu dan menganggap tidak pernah terjadi

apa-apa di desa Wonosari. Dengan pedoman peta tahun 1942 dari pemerintah Hindia-

Belanda, Perhutani masih menanami tanah warga dengan Jati.

Bantuan Hukum Yang Diberikan

Atas kasus ini LBH Semarang menyampaikan ke Perhutani. Setelah laporan tersebut,

Perhutani kemudian menyelenggarakan pertemuan dan kemudian LBH Semarnag dan

Perhutani Unit I Jawa Tengah bersepakat bahwa kasus ini harus diselesaikan. Kasus ini

juga dijadikan contoh penyelesaian kasus melalui mekanisme MoU.

Setelah pertemuan tersebut kemudian disepakati akan ada pertemuan yang lebih besar

menghadirkan petani hutan dukuh pidik, desa Wonosari di KPH Kendal. Dalam

pertemuan tersebut disepakati bahwa wargadiperbolehkan untuk tetap menggarap dan

sudah tidak ada lagi pungutan. Jika ada, dapat langsung dilaporkan dan akan segera

ditindaklanjuti. Namun, khusus untuk persoalan klaim lahannya mengingat kondisi ini

juga sudah lama, maka belum bisa diselesaikan.

18. Konflik Agraria di Kaliputih dan Banyuringin, Kendal

Posisi Kasus

Sebelum tahun 1940, warga dusun kalidapu Desa Kaliputih, Kec.Singorojo, Kab. Kendal,

yang berjumlah kurang lebih 100KK secara gotong royong bahkan ada juga yang

diburuhkan untuk membuka hutan. Mengingat pohon yang tumbuh di alas besar-besar

dan keras, maka untuk membuka hutan memerlukan waktu lama, setelah berhasil

Page 95: PROLOG - LBH Semarang

membuka hutan, gangguan tetap saja datang, karena tanah merupakan bekas hutan

maih saja ada hewan liar seperti celeng, ular atau kera yang merusak tanaman yang

ditanam warga atau bahkan melukai warga.

Lambat laun tanah menjadi tanah pertanian yang subur ditanami dengan ketela, jagung,

pisang, padi gogo. Hutan yang dibuka oleh warga kurang lebih seluas 80 Ha mulai dari

Giri salam, Cilapar, kedung Bogor, Kedung Kendil sampai Munggang. Saat itu ada tugu

yang dianggap sebagai tanda batas.

Hal tersebut berlangsung terus hingga memasuki tahun 1956. Saat itu warga dusun

Kalidapu, Desa Kaliputih sebagai penggarap lahan dikumpulkan oleh perangkat desa

setempat di Kebon setro dengan Lurah Bpk.Repan, Cariknya Bpk Sutarman, Kaur

Keamanannya Bpk. Kerto Redjo dan sindernya Suwandi serta para mandor dari PTP XVIII

Kebun Merbuh (sekarang berubah menjadi PTPN IX Persero) diajak untuk mengukur

tanah masing-masing yang digarap guna dibuatkan Pethuk (letter D) dengan biaya

perorang Rp.5,-, namun setelah tanah diukur, Letter D yang dijanjikan tak kunjung

sampai ke Dusun kalidapu, dsa Kaliputih, namun meskipun demikian warga ttap

menggarap lahan sebagaimana biasanya.

Tahun 1957, setengah tahun dari peristiwa dikurnya lahan, warga kembali dikumpulkan

oleh Sinder Suwandi, kali ini mereka diminta untuk membubuhkan cap jempol diatas

kertas merah dengan alsan akan dibagikan Letter D-nya. Saat menerima kertas merah

tersebut, warga dilarang untuk membuka kertas merah tersebut dengan ancaman

sanksi jika dibuka akan mendapatkan hukuman, kontan saja warga menurut karena

ketakutan. Sesampainya dirumah mereka (sebagian besar warga buta huruf) meminta

tolong kepada warga yang bisa membaca yaitu naim (meninggal dunia) dan Pahrojin

(transmigrasi ke jambi). Terkejutlah mereka saat mengetahui ternyata kertas merah

tersebut berisikan mengenai pencabutan tanah warga. Setelah kejadian itu, warga diusir

dari tanahnya, lalu tanah dihancurkan dan diganti dengan tanaman karet. Akhirnya sejak

tahun 1957 warga tidak bisa menggarap lahannya lagi.

Bantuan Hukum Yang Diberikan

Kasus ini telah didampingi LBH Semarang sudah sejak lama. Bahkan terakhir, warga

digugat oleh PTPN IX Kebun Merbuh, Kendal. Sampai dengan proses Kasasi akhirnya

warga dimenangkan oleh Mahkamah Agung. Kemenangan ini menjadikan warga

diperbolehkan untuk menggarap lahan. Namun untuk memiliki lahan tersebut warga

harus mengupayakan lagi dengan meminta pelepasan aset ke Kementerian BUMN.

Page 96: PROLOG - LBH Semarang

Melalui LBH Semarang warga kemudian membuat surat permohonan pelepasan aset,

namun sampai dengan saat ini belum mendapatkan jawaban dari kementerian BUMN.

19. Konflik Tanah di Pundenrejo, Pati

Posisi Kasus

Tanah yang dahulu merupakan tanah garapan warga dan masyarakat setempat, pada

tahun 1907 dikelola oleh Belanda. Kemudian setelah Belanda meninggalkan Indonesia,

tanah beralih penguasaan kepada seorang Tionghoa bernama Oei Tiong Ham dan

keluarga. Pada masa nasionalisasi tanah tersebut ternyata diberikan kepada PT.

Bapipundip yang berada dibawah Kodam VII Diponegoro. Namun penggunaan HGB tidak

sesuai untuk peruntukkannya, seharusnya berdasar ijin peruntukkan diatas tanah

tersebut didirikan bangunan, namun tanah malah ditelantarkan dan tidak dibangun apa-

apa. Begitu juga ketika tanah dialihkan kekuasaannya kepada PT.Rajawali dan PT.Laju

Perdana Indah, mereka tetap saja menelantarkan tanah tersebut.

Warga yang sangat membutuhkan lahan garapan dan pemukiman tambaha akhirnya

bangkit melakukan aksi reklaiming. Akibat tindakan ini, 3 orang warga dipanggil oleh

Polsek Tayu dan diperiksa oleh Polsek Tayu, Pati.

Bantuan Hukum Yang Diberikan :

Sudah sejak tahun 2003, 132 warga dusun Pule dan Jering, Desa Pundenrejo, Kecamatan

Tayu, Kabupaten Pati didampingi oleh LBH Semarang. Warga menuntut agar lahan yang

sekarang menjadi milik PT. Laju Perdana Indah diserahkan kepada warga untuk dapat

digarap. Terakhir LBH semarang mengupayakan kepada BPN untuk menyelenggarakan

Mediasi. Dalam proses mediasi ternyata belum membuahkan hasil.

C. Bantuan Hukum Struktural melalui jalur Litigasi

1. Kriminalisasi Petani Pundenrejo, Pati

Posisi Kasus

Tanggal 23 November 2011, 3 (tiga) petani Pundenrejo Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati di

panggil oleh Polsek Tayu. Mereka bertiga diperiksa sebagai SAKSI dalam perkara dugaan tindak

pidana larangan pemakaian tanah tanpa seijin yang berhak/kuasanya yang terjadi pada tahun

2011 di Desa Pundenrejo Kecamatan Kabupaten Pati, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal

6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 2 UU No. 51/Prp/1960 di Kepolisian Sektor Tayu.

Page 97: PROLOG - LBH Semarang

Bantuan Hukum Yang Diberikan :

Setelah hadir di Kantor Polsek Tayu dan bertemu dengan Kanit Reskrim Polsek Pati, ketiga

petani yang di dampingi Penasihat Hukum dari YLBHI-LBH Semarang menjelaskan kronologis

dan akar permasalahan kasus ini. Pihak Kepala Unit Reskrim Polsek Tayu pada hari itu juga

berinisiatif memanggil menejemen PT. LPI untuk di dengar keteranganya. Setelah melalui

diskusi dan perdebatan yang panjang antara manajemen PT. LPI dan Penasihat Hukum, maka di

sepakati untuk pemeriksaan atau proses selanjutnya adalah menunggu hasil mediasi yang akan

di mediatori oleh BPN Kab. Pati. Mediasi ini akan dihadiri oleh Petani penggarap dan PT.LPI.

2. Kriminalisasi Petani Urutsewu, Kebumen

Posisi Kasus

Tanggal 4 Juli 2011 dan 5 Juli 2011 sidang kriminalisasi 6 (enam) orang petani Urutsewu

Kebumen dimulai dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dari

6 (enam) orang petani ini JPU mendakwa dengan dakwaan yang berbeda. Untuk

terdakwa Asmarun Als Lubar Bin Jaswadi dan Sutriono Als Godreg Bin Lamija didakwa

telah melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP Atau Pasal 351 KUHP ayat (1) jo. Pasal 55

ayat (1) ke 1 KUHP karena diduga telah melakukan penganiayaan terhadap warga yang

mengantarkan ransum untuk latihan TNI. Sedangkan untuk Solekhan Als Lekhan Bin

Sadimin, Mulyono Bin Mihad, Adi Wiluyo Bin Banjir, Sobirin Als Birin Bin Wasijo dan

didakwa telah melanggar Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana atau Pasal 406 ayat (1) KUH

Pidana jo Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana karena diduga telah melakukan perusakan

gapura yang menuju ke lapangan uji coba TNI AD.

Bantuan Hukum Yang Diberikan

Bersama dengan LPH YAPHI dan LBH PAKHIS, LBH Semarang menjadi Kuasa Hukum ke

enam Terdakwa. Setelah melalui proses persidangan yang panjang, akhirnya pada

tanggal 8 September 2011, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kebumen membacakan

putusan terhadap para Terdakwa. Putusan tersebut dibacakan pada sidang yang

terpisah.

Dalam sidang pertama dengan agenda pembacaan putusan terhadap terdakwa Asmarun

Als Lubar Bin Jaswadi dan Sutriono Als Godreg Bin Lamija, Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Kebumen yang di pimpin Ketua Majelis Hakim Surono, SH, dengan anggota

Majelis Hakim Sutikno, SH dan Lies Susilowati, SH menjatuhkan vonis pidana penjara

selama 5 bulan di potong masa tahanan karena para terdakwa telah dianggap terbukti

Page 98: PROLOG - LBH Semarang

melakukan penganiayaan terhadap warga yang hendak mengantarkan ransum makan

latihan perang TNI pada tanggal 11 Maret 2011.

Kemudian dalam sidang kedua dengan agenda pembacaan putusan terhadap terdakwa

Solekhan Als Lekhan Bin Sadimin, Mulyono Bin Mihad, Adi Wiluyo Bin Banjir, Sobirin Als

Birin Bin Wasijo, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kebumen yang di pimpin Ketua

Majelis Hakim Hanoeng Widjajanto, SH, dengan anggota Majelis Hakim Safrudin, SH,

dan Febrian Ali, SH, menjatuhkan vonis pidana penjara selama 6 bulan dipotong masa

tahanan karena para terdakwa dianggap telah terbukti melakukan perusakan terhadap

gapura milik TNI AD.

Putusan Majelis Hakim terhadap para Terdakwa jelas telah mencederai nilai-nilai

keadilan. Dimana seharusnya hukum itu menjadi alat pelindung bagi masyarakat kecil,

dan bukan sebaliknya hukum menjadi alat penindas bagi masyarakat kecil yang sedang

memperjuangkan tanahnya dari pencaplokan oleh TNI. Hukum bagaikan pisau yang

terlihat sangat tajam ketika harus menyentuh kebawah (masyarakat kecil) sementara

tumpul ketika keatas.

“Majelis Hakim telah mengesampingkan fakta-fakta yang terungkap dalam

persidangan. Dimana fakta persidangan mengungkapkan bahwa peristiwa perusakan

gapura milik TNI AD dan penganiayaan warga yang mengantar ransum makanan untuk

latihan perang TNI merupakan kejadian/peristiwa yang tidak berdiri sendiri. Ada unsur

sebab akibat yang melatar belakanginya sehingga terdakwa secara spontan melakukan

tindakan tersebut. Hal lain juga disebabkan karena adanya provokasi secara aktif dari

TNI yang melakukan latihan perang di daerah Setrojenar, Kecamatan Buluspesantren,

Kabupaten Kebumen meski warga secara tegas menolak adanya latihan perang

tersebut.”

“fakta persidangan juga terungkap adanya dugaan rekayasa berupa kriminalisasi

terhadap para petani Desa Setrojenar. Hal ini dapat dilihat mulai dari BAP Penyidik

Kepolisian Resort Kebumen, yang menyatakan bahwa para Terdakwa telah didampingi

oleh Pengacara/ Penasehat Hukum sejak awal pemeriksaan, padahal faktanya para

Terdakwa tidak pernah didampingi ketika Penyidikan. Selain itu, BAP pemeriksaan saksi

juga dibuat sebelum adanya laporan kepada Polisi terkait tindak pidana yang dilakukan

para terdakwa. Meski demikian, BAP tersebut tetap dijadikan landasan JPU dalam

menyusun surat dakwaan” .

3. Buruh KKCN

Page 99: PROLOG - LBH Semarang

Posisi Kasus

Kasus ini sebetulnya kasus lama namun yang akan disampaikan adalah berkaitan dengan

kelanjutan upaya-upaya yang dilakukan sebelumnya. Untuk mengulas kembali, awal

kasus ini adalah bermula ketika Bank CIMB Niaga mengambil buruh yang dipekerjakan

sebagai satpam dari Koperasi Karyawan Citra Niaga (Outsourching). Selanjutnya pada

tahun 2008 terjadi beberapa pembicaraan antara pihak buruh (mewakili buruh se-Kota

Semarang dan Salatiga berjumlah 31 buruh) dengan Koperasi Karyawan Citra Niaga,

terkait kelebihan jam kerja, upah lembur dan tunjangan prestasi, persoalan Iuran

jamsostek (terdapat selisih pembayaran iuran jamsostek) dan kesejahteraan buruh.

Berbagai upaya yang dilakukan oleh buruh tersebut justeru akhirnya berujung pada PHK

Bantuan Hukum:

YLBHI-LBH Semarang melakukan pendampingan terhadap 2 (dua) buruh dengan

melanjutkan proses gugatan di PHI baik tingkat pertama, banding maupun kasasi.

Sampai dengan tahun 2011, bahkan sampai dengan saat ini prosesnya masih di Tingkat

Kasasi. Penerima manfaat dari advokasi yang diberikan YLBHI-LBH Semarang adalah 2

(dua) orang.

4. Buruh UD. Naga Mas

Posisi Kasus

Sama dengan Kayawan Koperasi Citra Niaga, Kasus buruh Nagamas juga merupakan

kasus lanjutan dimana sampai dengan saat ini belum selesai. Kurang lebih posisi

kasusnya adalah sebagai berikut : enam orang buruh melakukan perjanjian kerja tidak

tertulis, dengan upah dibawah ketentuan Upah Minimum dan tidak didaftarkan pada

program Jamsostek.

Mereka beberapa kali mengajukan keberatan kepada UD. NAGAMAS, akan tetapi tidak

pernah ditanggapi. Karena tidak ada itikad untuk membayarkan upah sesuai dengan

upah minimum, maka pada tanggal 10-11 Februari 2009 secara spontan 2 (dua) orang

buruh melakukan mogok kerja untuk menuntut pembayaran upah sesuai dengan upah

minimum Pada tanggal 12 Februari 2009 Buruh kembali menemui UD NAGAMAS, akan

tetapi UD NAGAMAS tetap tidak mau memenuhi tuntutan tersebut.

Upaya yang dilakukan LBH Semarang

Banyak upaya telah dilakukan keenam burh UD Nagamas, hingga akhirnya gugatan

diajukan, namun sampai dengan gugatan diajukan tidak pernah ada persetujuan atau

Page 100: PROLOG - LBH Semarang

kesepakatan tentang PHK. Sampai dengan saat ini prosesnya sudah sampai di Tingkat

Kasasi. Penerima manfaat dari advokasi yang diberikan YLBHI-LBH Semarang adalah 6

(enam) orang.

5. Pabrik Semen, Pati (Kasus PT. SMS)

Posisi Kasus

Pemerintah Kabupaten Pati melalui Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu telah

mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk PT. SMS pada tanggal 8

Agustus 2011. IUP tersebut meliputi IUP Nomor : 545/003 Penambangan Mineral bukan

Logam (Tanah Liat) di areal lahan seluas 663 hektar yang terdapat di 4 Desa yang ada di

Kecamatan Tambakromo yaitu Desa larangan, Desa Maitan, Desa Pakis, Desa Wukirsati.

Selain itu IUP Nomor : 545/004 Penambangan Mineral bukan Logam (Batu Gamping) di

areal lahan seluas 2.025 hektar yang terdapat di Desa Brati, Desa Sumbersari, Desa

Purwokerto (Kecamatan Kayen) dan Desa Larangan, Desa Keben, Desa Maitan, Desa

Pakis, Desa Karangawen, Desa Mojomulyo dan Desa Wukirsari (Kecamatan

Tambakromo).

Ekslporasi tersebut bertujuan untuk memproduksi semen. PT.SMS yang mendapatkan

ijin eksplorasi merupakan anak perusahaan dari PT. Indocement Tbk, yaitu salahsatu

perusahaan produsen semen di Indonesia.

Warga dari 2 Kecamatan yang daerahnya masuk dalam Ijin Ekslporasi menolak rencana

tersebut. Warga yang menolak tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli

Pegunungan Kendeng (JM-PPK). Alasan JMPPK menolak rencana tersebut karena

menganggap rencana eksplorasi tersebut berpotensi merusak lingkungan, khususnya

sumber mata air yang ada di wilayah pegunungan kendeng. Mata air pegunungan

kendeng merupakan sumber air yang selama ini digunakan warga untuk keperluan

sehari-hari dan pertanian.

Upaya yang dilakukan LBH :

Kasus ini hampir sama dengan yang terjadi di Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati,

dimana sebelumnya JMPPK juga menolak rencana eksplorasi yang akan dilakukan oleh

PT.Semen Gresik Tbk. Dalam kasus ini LBH masih membangun komunikasi dan ikut

dalam pertemuan dengan JMPPK dan jaringan-jaringan kerja lainnya seperti SHEEP, LPH

YAPHI, Desantara dll, hal ini dilakukan untuk memperkuat gerakan penolakan atas

rencana Eksplorasi yang akan dilakukan oleh PT.SMS.

Pertemuan terakhir dilakukan pada tanggal 12 Desember 2011 di Kudus, dimana

perwakilan yang hadir saat itu adalah SHEEP, LBH Semarang dan LPH YAPHI. Pertemuan

tersebut merekomendasikan agar ada upaya keberatan yang dilakukan oleh warga

terhadap IUP yang telah dikeluarkan oleh Pemkab Pati, hal ini perlu dilakukan sebagai

prosedur jika kemudian akan dilakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara

Page 101: PROLOG - LBH Semarang

(PTUN) untuk membatalkan IUP tersebut. Sementara LBH Semarang dan LPH YAPHI

mempersiapkan diri untuk menjadi kuasa hukum jika nantinya gugatan dilakukan.

6. Kriminalisasi Pedagang Pasar Rejowinangun

Posisi Kasus :

Beberapa tahun yang lalu pasar Rejowinangun di kota Magelang terbakar. Setelah

terbakar, pemerintah kota Magelang tidak kunjung membangun kembali pasar

Rejowinangun. Nasib pedagang korban kebakaran kemudian harus menempati tempat

relokasi yang sangat tidak layak untuk berjualan.

Melihat kondisi yang seperti ini akhirnya pada tanggal 10 Oktober 2011, sdr Heri

bersama dengan pedagang pasar Rejowinangun kemudian melakukan audiensi dengan

DPRD kota Magelang. Audiensi ini ditujukan untuk meminta dukungan soal hak

pedagang yang terabaikan oleh pemkot dan investor selaku pihak yang akan

membangun pasar. Akan tetapi tidak ada respon dari DPRD, hingga akhirnya pedagang

berinisiatif untuk mendatangi investor sekaligus melakukan audiensi dengan PT. Putra

Wahid selaku pihak yang akan membangun pasar. Bukannya dapat beraudiensi, tetapi

justru sampai di kantor pemasaran PT.Putra Wahid, ternyata kantor sudah tutup.

Padahal seharusnya masih jam kantor. Selain itu, tidak ada pula perwakilan perusahaan

yang bersedia menemui. Mengingat tidak ada itikad baik dari perusahaan maka seluruh

pedagang dengan spontan melakukan penyegelan terhadap kantor pemasaran tersebut.

Setelah penyegelan tersebut, ternyata karyawan PT Putra Wahid melaporkan sdr Heri

Setiawan selaku ketua Paguyuban Pedagang Pasar Rejowinangun Magelang (P3RM) dan

Slamet Widodo selaku Sekretaris P3RM kepada Kepolisian Resort Kota Magelang dengan

tuduhan perbuatan tidak menyenangkan atau dituduh telah melakukan tindak pidana

sesuai dengan pasal 335 KUHP.

Atas laporan kepada pihak kepolisian tersebut, akhirnya pada tanggal 1 November 2011

dibentuklah Tim Advokasi Pedagang Pasar Rejowinangun Magelang. Tim ini terdiri dari

LBH Semarang dan LSM di Kota Magelang.

Bantuan Hukum Yang Diberikan : (Litigasi)

Setelah menerima pengaduan bahwa ada kriminalisasi 2 (dua) orang pedagang pasar

Rejowinangun Magelang, maka LBH Semarang diminta untuk menjadi Kuasa hukum

pedagan. Pada tanggal 2 November 2011 di tandatangai Surat Kuasa antara Pedagang

sebagai pemberi kuasa dan LBH Semarang sebagai penerima kuasa. Sebagai kuasa

Page 102: PROLOG - LBH Semarang

hukum pedagang, tanggal 3 November 2011 LBH Semarang mendampingi 2 (dua)

Pedagang yang dikriminalisasi untuk proses penyidikan di Kepolisian Resort Kota

Magelang sebagai Tersangka.

Pada tanggal 13 Desember 2011 Tim Kuasa Hukum LBH Semarang bersama Pedagang

dan Tim Advokasi Pedagang Pasar Rejowinangun Magelang diundang oleh Kepolisian

Resort Kota Magelang untuk melakukan mediasi dengan pihak pelapor yaitu PT Putra

Wahid. Dalam mediasi tersebut akhirnya disepakati bahwa PT.Putra Wahid akan

mencabut laporan polisi nomor polisi : LP/82/X/Jateng/2011/Res.Mgl.Kota tertanggal 10

Oktober 2011.

Page 103: PROLOG - LBH Semarang

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan catatan diatas, dapat disimpulkan bahwa sepanjang 2011, LBH Semarang

telah melakukan pemberian Bantuan Hukum, dengan total penerima manfaat sebanyak

8.220 orang, dimana untuk Bantuan Hukum Struktural sebanyak 6.784 orang dan

Layanan Hukum sebanyak 1.436 orang.

Selain itu, sebanyak 8.220 orang tidak mendapat akses Bantuan Hukum dari negara dan

Pelanggaran HAM Di 4 sektor yaitu Buruh, Petani, Komunitas Miskin Perkotaan,

Nelayan dan Masyarakat Korban Lingkungan. Pelanggaran Ham tersebut terjadi baik

terhadap Hak Sipol (Hak Atas Bantuan Hukum) dan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

B. Rekomendasi

Jika dlihat dari konteks Konvenan Internasional Hak-hak Sipil Politik yang telah

diratifikasi melalui Undang-undang No.12 Tahun 2005 khususnya Pasal 14 ayat (3) huruf

d menyebutkan:

“Dalam menentukan tindak pidana yang dituduhkan padanya, setiap orang berhak atas

jaminan-jaminan minimal berikut ini, dalam persamaan yang penuh : d. ... untuk

mendapatkan bantuan hukum demi kepentingan keadilan ...”

Sementara berdasarkan Undang-undang No. 16 tahun 2011 terutama tentang

Bantuan Hukum sebagaimana disebutkan dalam :

� Pasal 1 : “Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan

Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum”

� Pasal 4

Ayat 1 : “Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang

menghadapi masalah hukum”.

Ayat 2 : “Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi masalah

hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi”.

Ayat 3 : “Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan

tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum”.

Page 104: PROLOG - LBH Semarang

Sehingga berdasarkan uraian tersebut maka, YLBHI-LBH Semarang mendesak kepada

negara hal-hal sebagai berikut :

� Mengingat Hak atas bantuan hukum adalah bagian dari HAM (Hak Sipol), sehingga

menjadi kewajiban Negara dalam pemenuhan hak-hak Sipol secara mutlak dan harus

segera dilaksanakan (immediately)

� Kewajiban Negara terhadap Undang-undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan

Hukum juga harus segera di laksanakan dengan melakukan pembentukan beberapa

peraturan pelaksana Undang-undang No. 16 tahun 2011.

Page 105: PROLOG - LBH Semarang

Lampiran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 16 TAHUN 2011

TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menimbang:

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA, a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk

mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia;

b. bahwa negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan;

c. bahwa pengaturan mengenai bantuan hukum yang diselenggarakan oleh negara harus berorientasi pada terwujudnya perubahan sosial yang berkeadilan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Bantuan Hukum;

Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H

ayat (2), Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5), dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BANTUAN HUKUM.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan

Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

2. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.

3. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.

4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Page 106: PROLOG - LBH Semarang

5. Standar Bantuan Hukum adalah pedoman pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum yang ditetapkan oleh Menteri.

6. Kode Etik Advokat adalah kode etik yang ditetapkan oleh organisasi profesi advokat yang berlaku bagi Advokat.

Pasal 2 Bantuan Hukum dilaksanakan berdasarkan asas: a. keadilan;

b. persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. keterbukaan;

d. efisiensi;

e. efektivitas; dan

f. akuntabilitas. Pasal 3

Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk: a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk

mendapatkan akses keadilan;

b. mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan

d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.

BAB II RUANG LINGKUP Pasal 4

(1) Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum.

(2) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi.

(3) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum.

Pasal 5 (1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.

(2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

BAB III PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM Pasal 6 (1) Bantuan Hukum diselenggarakan untuk membantu penyelesaian

permasalahan hukum yang dihadapi Penerima Bantuan Hukum.

Page 107: PROLOG - LBH Semarang

(2) Pemberian Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.

(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas: a. menyusun dan menetapkan kebijakan penyelenggaraan Bantuan Hukum;

b. menyusun dan menetapkan Standar Bantuan Hukum berdasarkan asas-asas pemberian Bantuan Hukum;

c. menyusun rencana anggaran Bantuan Hukum;

d. mengelola anggaran Bantuan Hukum secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel; dan

e. menyusun dan menyampaikan laporan penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran.

Pasal 7 (1) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3),

Menteri berwenang:

a. mengawasi dan memastikan penyelenggaraan Bantuan Hukum dan pemberian Bantuan Hukum dijalankan sesuai asas dan tujuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini; dan

b. melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan untuk memenuhi kelayakan sebagai Pemberi Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.

(2) Untuk melakukan verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Menteri membentuk panitia yang unsurnya terdiri atas:

a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;

b. akademisi;

c. tokoh masyarakat; dan

d. lembaga atau organisasi yang memberi layanan Bantuan Hukum. (3) Verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dilakukan setiap 3 (tiga) tahun. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi dan akreditasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IV PEMBERI BANTUAN HUKUM Pasal 8

(1) Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.

(2) Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. berbadan hukum;

b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini;

c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;

Page 108: PROLOG - LBH Semarang

d. memiliki pengurus; dan

e. memiliki program Bantuan Hukum.

Pasal 9 Pemberi Bantuan Hukum berhak:

a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum;

b. melakukan pelayanan Bantuan Hukum;

c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum;

d. menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini;

e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan

g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian Bantuan Hukum.

Pasal 10 Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk:

a. melaporkan kepada Menteri tentang program Bantuan Hukum; b. melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk

pemberian Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini; c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi

advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a;

d. menjaga kerahasiaan data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan

e. memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.

Pasal 11 Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan Bantuan Hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau Kode Etik Advokat.

BAB V HAK DAN KEWAJIBAN PENERIMA BANTUAN HUKUM

Pasal 12 Penerima Bantuan Hukum berhak:

a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;

Page 109: PROLOG - LBH Semarang

b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan

c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13 Penerima Bantuan Hukum wajib:

a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum;

b. membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum. BAB VI

SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM Pasal 14

(1) Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat-syarat:

a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;

b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan c. melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat

yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum. (2) Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun permohonan

secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan. Pasal 15

(1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum.

(2) Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan Bantuan Hukum dinyatakan lengkap harus memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan Bantuan Hukum.

(3) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.

(4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum mencantumkan alasan penolakan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII PENDANAAN Pasal 16

(1) Pendanaan Bantuan Hukum yang diperlukan dan digunakan untuk penyelenggaraan Bantuan Hukum sesuai dengan Undang-Undang ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sumber pendanaan Bantuan Hukum dapat berasal dari: a. hibah atau sumbangan; dan/atau b. sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.

Page 110: PROLOG - LBH Semarang

Pasal 17 (1) Pemerintah wajib mengalokasikan dana penyelenggaraan Bantuan Hukum

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Pendanaan penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dialokasikan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran dana Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) kepada Pemberi Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19 (1) Daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Bantuan Hukum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah. BAB VIII

LARANGAN Pasal 20

Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani Pemberi Bantuan Hukum.

BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 21

Pemberi Bantuan Hukum yang terbukti menerima atau meminta pembayaran dari Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 22

Penyelenggaraan dan anggaran Bantuan Hukum yang diselenggarakan oleh dan berada di Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan instansi lainnya pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, tetap dilaksanakan sampai berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

Pasal 23 (1) Pemberian Bantuan Hukum yang sedang diproses sebelum Undang-Undang ini

mulai berlaku tetap dilaksanakan sampai dengan berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

(2) Dalam hal pemberian Bantuan Hukum belum selesai pada akhir tahun anggaran yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberian Bantuan Hukum selanjutnya dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 24

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bantuan Hukum dinyatakan masih tetap

Page 111: PROLOG - LBH Semarang

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 25 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 104

Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

Page 112: PROLOG - LBH Semarang

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 16 TAHUN 2011

TENTANG

BANTUAN HUKUM

I. UMUM

Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)). Pasal 16 dan Pasal 26 ICCPR menjamin semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum serta harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. Sedangkan Pasal 14 ayat (3) ICCPR, memberikan syarat terkait Bantuan Hukum yaitu: 1) kepentingan-kepentingan keadilan, dan 2) tidak mampu membayar Advokat. Meskipun Bantuan Hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab negara namun ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum. Penyelenggaraan pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Jaminan atas hak konstitusional tersebut belum mendapatkan perhatian secara memadai, sehingga dibentuknya Undang-Undang tentang Bantuan Hukum ini menjadi dasar bagi negara untuk menjamin warga negara khususnya bagi orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum. Oleh karena itu, tanggung jawab negara harus diimplementasikan melalui pembentukan Undang-Undang Bantuan Hukum ini. Selama ini, pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau kelompok orang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak konstitusional mereka. Pengaturan mengenai pemberian Bantuan Hukum dalam Undang-Undang ini merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok orang miskin. Beberapa pokok materi yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain mengenai: pengertian Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum, hak dan kewajiban Penerima Bantuan Hukum, syarat dan tata cara permohonan Bantuan Hukum, pendanaan, larangan, dan ketentuan pidana. II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2

Huruf a

Page 113: PROLOG - LBH Semarang

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah menempatkan hak dan kewajiban setiap orang secara proporsional, patut, benar, baik, dan tertib.

Huruf b Yang dimaksud dengan “asas persamaan kedudukan di dalam hukum” adalah bahwa setiap orang mempunyai hak dan perlakuan yang sama di depan hukum serta kewajiban menjunjung tinggi hukum.

Huruf c Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara lengkap, benar, jujur, dan tidak memihak dalam mendapatkan jaminan keadilan atas dasar hak secara konstitusional.

Huruf d Yang dimaksud dengan “asas efisiensi” adalah memaksimalkan pemberian Bantuan Hukum melalui penggunaan sumber anggaran yang ada.

Huruf e Yang dimaksud dengan “asas efektivitas” adalah menentukan pencapaian tujuan pemberian Bantuan Hukum secara tepat.

Huruf f Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Bantuan Hukum harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ini tidak mengurangi kewajiban profesi Advokat untuk menyelenggarakan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang mengenai Advokat. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1)

Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Verifikasi dan akreditasi dimaksudkan untuk menilai dan menetapkan kelayakan lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan sebagai Pemberi Bantuan Hukum. Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.

Page 114: PROLOG - LBH Semarang

Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9

Huruf a Yang dimaksud dengan “mahasiswa fakultas hukum” termasuk juga mahasiswa dari fakultas syariah, perguruan tinggi militer, dan perguruan tinggi kepolisian.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Yang dimaksud dengan “program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Bantuan Hukum” adalah program: investigasi kasus, pendokumentasian hukum, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.

Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1)

Huruf a Yang dimaksud dengan “identitas” antara lain nama lengkap, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat lengkap, dan pekerjaan yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan/atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18

Page 115: PROLOG - LBH Semarang

Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5248

Page 116: PROLOG - LBH Semarang

A. Penguatan Visi-Misi

Dua belas tahun belakangan, LBH Semarang memfokuskan kerja-kerjanya pada bantuan

hukum struktural. Dimana titik tekan bantuan hukum ini pada penanganan kasus-kasus

struktural yang melibatkan masyarakat marjinal dalam issue perburuhan, perkotaan,

pertanahan, lingkungan hidup dan pesisir.

Setelah 3 tahun sebelumnya atau sampai dengan 2011 awal, LBH Semarang menggunakan

Visi : “Memperkuat kelembagaan masyarakat sipil melalui pendidikan dan bantuan hukum

struktural bagi rakyat guna mendorong pemenuhan, penghormatan, dan perlindungan Hak

Asasi Manusia (HAM) oleh Negara.” Maka pada tahun 2011, terutama pada saat

perumusan Rencana Strategis 3 tahunan maka Visi ini dipandang perlu untuk diubah.

Pasalnya Visi ini dipandang sudah tidak relevan dan belum mampu menjawab perubahan

masayarakat sesuai dengan cita-cita LBH Semarang melalui Bantuan Hukum Strukturalnya.

Sesuai dengan pembacaan internal dan eksternal dalam forum Rencana Strategis tanggal

22-23 Februari 2011 di Hotel Grasia maka kemudian untuk Visi-Misi dan Tujuan Strategis

tahun 2011-2014 diubah menjadi :

Visi LBH Semarang 2011-2014

“Mendorong struktur sosial yang adil melalui kemandirian kelembagaan masyarakat sipil

dan pembaharuan hukum”

Misi

1. Melakuan penguatan internal agar lembaga visioner dan responsif

2. Melakukan pendidikan, penguatan, dan pemberdayaan organisasi masyarakat sipil

3. Melakukan Bantuan Hukum

4. Mendorong Pembaharuan hukum

Tujuan Strategis

Tujuan Tahun Pertama (2011- 2012) :

Meningkatkan kemandirian masyarakat sipil dalam melakukan intervensi kebijakan dan

hukum yang berkaitan dengan isu sumber daya alam, bantuan hukum dan masyarakat

marginal.

Tujuan Tahun Kedua (2012- 2013) :

Terbentuknya/ terkonsolidasikannya masyarakat sipil untuk melakukan intervensi

kebijakan dan hukum yang berkaitan dengan isu sumber daya alam, bantuan hukum dan

masyarakat marginal.

Tujuan Tahun Ketiga (2013-2014) :

Terjadi perubahan kebijakan dan hukum serta perilaku aparat Negara yang berkaitan

dengan isu sumber daya alam, bantuan hukum dan masyarakat marginal yang berkeadilan.

Page 117: PROLOG - LBH Semarang

B. Perubahan Struktur Organisasi

Selain perubahan Visi-Misi serta Tujuan Strategis, pasca

Semarang, juga ada sedikit perubahan struktur. Perubahan tersebut adalah :

Direktur

Kepala Operasional

Kepala Program

Kepala Divisi Buruh & Miskot

Staf Divisi

Kepala Divisi Tanah, Lingkungan dan Pesisir

Staf Divisi

Voleenter

Karyawan

Kepala Operasional

Divisi Buruh & Miskot

Divisi Tanah, Lingkungan

Perubahan Struktur Organisasi

Misi serta Tujuan Strategis, pasca pergantian Dire

juga ada sedikit perubahan struktur. Perubahan tersebut adalah :

: Slamet Haryanto, S.H.

: Andiyono, S.H.

: Erwin Dwi Kristianto, S.H.

Kepala Divisi Buruh & Miskot : Luthfi Dwi Yoga, S.H.

: Nanda Ardiansyah T.H.T, S.H.

Kepala Divisi Tanah, Lingkungan dan Pesisir : Asep Mufti, S.H.

: Kristian Feran, S.H.

Misbakhul Munir, S.H.

: M. Fahmi Nasrullah, S.H.

: Skolastika Tyrama, S.E.

Nureka Yunianto A, S.Sos

Slamet Riyadi

Nurmin

Siti Kumala Dewi

Direktur

Kepala Operasional

Divisi Tanah, Lingkungan & Pesisir

Kepala Program

Staf Program

pergantian Direktur LBH

juga ada sedikit perubahan struktur. Perubahan tersebut adalah :

: Nanda Ardiansyah T.H.T, S.H.

Karyawan