proposal eko
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani,
kepribadian mandiri, bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Peningkatan mutu merupakan prioritas pembangunan pendidikan,
sehingga menyediakan pengalaman belajar yang berpusat pada siswa merupakan
strategi yang seharusnya digunakan secara konsisten bukan hanya dalam
kurikulum melainkan dalam belajar mengajar. Keterampilan merupakan salah
satu sarana bagi siswa dalam mencari pengelaman belajar.
Keadaan yang ada pada saat ini adalah pengelolaan pengajaran yang
belum memadai serta kurangnya alat dan bahan seharusnya ada proses belajar
mengajar yang lebih baik. Dengan demikian pengajaran diharapkan dapat
mengembangkan upaya pemerintah dalam meningkatkan keterampilan siswa.
Kurikulum SMK tahun 1994 serta tahun 2000 (kurikulum yang
disempurnakan) menjelaskan, bahwa sistem pendidikan pada SMK adalah
pendidikan yang mengutamakan mutu lulusan, memiliki kompetensi, yang
berwawasan mutu, serta bernuansa pada dunia kerja. Sasaran ini dipertegas lagi
dengan konsep BBE (Broad Base Education) yang dirancang oleh MENDIKNAS,
bahwa SMK harus mampu mandiri dan dapat menghasilkan tamatan yang
memiliki kecakapan hidup dan profesional (Life Skill Education).
1
Upaya yang harus dilakukan untuk mencapai target kurikulum adalah
dengan mengerahkan dan mengoptimalkan seluruh komponen pendidikan,
terutama guru sebagai pemegang peranan penting yang terlibat langsung pada
kegiatan belajar mengajar siswa. Sehingga tidak ada pilihan lain bagi seorang
guru untuk selalu meningkatkan kualitas kemampuan guna menunjang kegiatan
belajar mengajar, dengan ketrampilan dan prestasi belajar siswa dapat terbangun.
Menjadi tugas seorang guru untuk berinovasi jika siswa yang mengikuti kegiatan
belajar mengajar di sekolah mengalami kejenuhan dan penurunan prestasi belajar.
Siswa yang melaksanakan kegiatan belajar pada mata pelajaran produktif
sering mengalami kejenuhan pada akhirnya terjadi penurunan prestasi belajar.
Kondisi demikian terjadi karena dalam kegiatan belajar mengajar, metode yang
digunakan selama proses belajar berlangsung hampir sama dan pelajaran
produktif cukup lama. Jika hal ini tidak mendapat perhatian khusus dari guru
yang terlibat dalam kegiatan belajar, maka sangat dimungkinkan dan sering
ditemukan siswa yang mengikuti pelajaran pada pertemuan selanjutnya
mengalami penurunan nilai.
Pendidikan kejuruan merupakan salah satu lembaga pendidikan dan
teknologi, di sisi lain teknologi selalu terjadi improvement dan inovasi seiring
berjalannya waktu. Oleh karenanya model pembelajaran sistem perilaku
(Behavioral Sistem ) perlu dikembangkan.
Berdasarkn observasi dan wawancara dengan beberapa siswa di SMK
Karsa Mulya Palangka Raya diketahui bahwa salah satu faktor penyebab
2
rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran pemeliharaan baterai adalah
kurangnya penerapan model pembelajaran yang variatif, menarik dan melibatkan
siswa. Pengajaran pemeliharaan baterai pada umumya disajikan dalam bentuk
ceramah, sehingga siswa tidak dilibatkan secara aktif dan kebanyakan siswa
kurang menyukai metode ini. Untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa
dalam pembelajaran pemeliharaan baterai, Maka guru di tuntut mengembangkan
berbagai variasi model pembelajaran yang menarik dan melibatkan siswa.
Asumsi inilah yang sampai sekarang masih banyak mendasari pola pembelajaran
yang diterapkan guru di sekolah. Mereka mengajar dengan metode ceramah dan
mengharapkan siswa duduk, dengar, catat, dan hapal.
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dalam
kelompok-kelompok kecil, dimana siswa belajar dan bekerjasama unuk sampai
pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun
kelompok. Dengan adanya permainan dalam proses pembelajaran diharapkan
dapat memberikan suatu pengalaman belajar yang menarik bagi siswa. bahwa
model pembelajaran berupa permainan mempunyai nilai tambah, yaitu (1) dapat
dijamin jika seluruh siswa dapat berpartisifasi, mempunyai bentuk kesiapan
untuk menunjukan kemampuanya dalam bekerjasama hingga berhasil, dan (2)
permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi anak didik.
Materi standar pembelajaran pemeliharaan baterai di SMK adalah
pemahaman tentang fungsi, jenis, dan bentuk dari setiap komponen,dan cara
pemeliharaan, untuk memahami materi tersebut siswa perlu mengenal
komponen-komponen dan mengetahui fungsi dari setiap komponen-komponen
3
utama pada baterai beserta bentuk dari setiap komponen. Hal ini memerlukan
pemikiran yang lebih mendalam agar dapat dipahami. Dengan pesatnya
perkembangan IPTEK menuntut adanya pembaharuan dalam dunia pendidkan,
sehingga pola pembelajaran atas dasar asumsi tabula rasa John Luke tersebut tidak
dapat dipertahankan lagi. Teori peneliti dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran
membuktikan bahwa guru sudah harus mengubah pola mengajar, ke pola siswa
belajar, guru perlu menyusun dan melaksanakan pola pembelajaran berdasarkan
pokok pemikiran sebagai berikut.
1. Pengetahuan dan keterampilan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan
oleh siswa. Siswa membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui
proses belajar sedangkan guru berperan sebagai pembimbing dan
fasilitator dalam proses balajar tersebut.
2. Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Siswa tidak begitu saja
mendapatan pengetahuan dengan menerimanya dari guru atau kurikulum
secara pasif.
3. Guru perlu berusaha mengembangkan kompetesi dan kemampuan siswa,
kegiatan pembelajaran harus lebih menekankan pada proses dari pada
hasil.
4. Pendidikan adalah interaksi pribadi antara siswa dan siswa serta siswa
dengan guru.
Pola pembelajaran seperti inilah yang perlu dikembangkan di sekolah-
sekolah, ditemui fakta bahwa siswa hanya menerima secara pasif pengetahuan
yang dimiliki guru, Dengan kata lain guru mentransfer pengetahuanya ke siswa.
4
Pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu alternatif karena banyak
pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu
meningkatkan efektivitas pembelajaran (Wagitan, 2006 : 26). Hubungan yang
lebih positif, dan penyesuaian psikologi yang lebih baik daripada suasana belajar
yang penuh persaingan dan memisah-misahkan siswa.
1.2. Identifikasi Masalah
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa
dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen untuk
saling bekerja sama dalam hal penyelesaian masalah, di samping itu ketrampilan
menjadi bahan yang paling utama bagi siswa sebagai sarana dalam proses
pembelajaran.
Pengelolaan pembelajaran yang belum memadai dan kurangnya alat dan
bahan yang digunakan dalam proses pembelajaran seharusnya hal ini
menjadi pertimbangan yang paling utama, sehingga perlu di terapkan model
pembelaaran yang lebih baik serta menuntut keaktifan dan keterlibatan
siswa di dalam pelaksanaan prose pembelajaran.
5
1.3. Batasan masalah
Pada penelitian ini, peneliti memberi batasan yaitu :
1) Penelitian Di Laksanakan Di Smk Karsa Mulya Palangka Raya.
2) Jurusan dibatasi pada jurusan teknik kendaraan ringan
3) Materi yang dibahas hanya pada proses pemeliharaan baterai.
1.4. Rumusan masalah
Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe PBL (Problem based learning)
terhadap hasil belajar pada siswa kelas X-tkr SMK Karsa Mulya Palangka Raya.
Masalah umum tersebut selanjutnya dapat dirinci sebagai berikut :
1) Tingkat hasil belajar siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif Tipe PBL ( Problem Based
Learning ) dalam pembelajaran prosedur pelaksanaan pemeliharaan
baterai pada siswa kelas X Teknik Kendaraan Ringan SMK Karsa Mulya
Palangka Raya Tahun ajaran 2010/2011.
2) Pembelajaran pemeliharaan baterai dengan model pembelajaran kooperatif
tipe PBL ( Problem Based Learning ) pada materi prosedur pelaksanaan
pemeliharaan baterai dapat meningkatkan ketrampilan siswa kelas X
Teknik Kendaraan Ringan SMK Karsa Mulya.
3) ketercapaian hasil belajar siswa dalam pembelajaran pemeliharaan baterai
dengan model pembelajarn tipe PBL ( Problem Based Learning ) dalam
6
prosedur pelaksanaan pemeliharaan baterai pada siswa kelas X teknik
kendaraan ringan SMK Karsa Mulya.
4). Aktivitas hasil belajar siswa pada saat mengikuti pembelajaran dalam
pengembangan model pembelajaran kooperatif Tipe PBL (Problem based
learning).
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumsan masalah yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan model PBL (Problem Based
Learning) pada materi ajar pemeliharaan baterai di SMK Karsa Mulya Palangka
Raya.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan kegiatan belajar mengajar pemeliharaan baterai
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe PBL dalam
prosedur pelaksanaan pemeliharaan baterai pada siswa kelas X teknik
kendaraan ringan SMK Karsa Milya Palangka Raya.
2. Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar
dengan menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe PBL( Problem
based learning) konsep prosedur pelaksanaan pemeliharaan baterai
pada siswa kelas X teknik kendaraan ringan SMK Karsa Mulya
Palangka Raya.
7
3. Untuk mengetahui ketercapaian hasil belajar siswa dalam pembelajaran
pemeliharaan baterai dengan model pembelajaran kooperatif tipe PBL
(Problem based learning) dalam prosedur pelaksanaan pemeliharaan
baterai pada siswa kelas X teknik kendaraan ringan SMK Karsa Mulya
Palangka Raya.
4. Mendiskripsikan respon siswa X teknik kendaraan ringan SMK Karsa
Mulya Palangka Raya terhadap pembelajaran pemeliharaan baterai
model kooperatif tipe PBL ( Problem based learning)
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1.Secara teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pustaka, memperkaya
kasanah keilmuan bagi pembaca tentang pelaksanan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe PBL (Problem Based Learning).
1.6.2. Secara Praktis
a. sebagai bahan pertimbangan bagi SMK dan majelis sekolah dalam
menentukan
8
1.7. Asumsi Penelitian
Penelitian ini di landasi dengan asumsi sebagai berikut :
1. Guru sudah mengajarkan materi tentang pemeliharaan baterai dengan
metode kooperatif tipe PBL ( Problem based learning) yang tepat serta
siswa telah mempelajarinya dengan baik.
2. Siswwa mengerjakan tes sehingga jawaban yang di berikan oleh siswa
benar-benar mencerminkan pemahamannya terhadap materi
pemeliharaan baterai.
3. Jawaban yang di berikan oleh siswa dalam mewngerjakan butir soal
dalam menunjukan konsep yang ada pada diri siswa.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran di mana siswa belajar
dalam kelompok-kelompok heterogen untuk mencapai hasil belajar pengetahuan
akademik dan keterampilan sosial ( Zainudin & Suriasa, 2006).
Salah satu alternatif model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan
adalah dengan mengunakan Tipe Problem Based Learning. Model problem
based learning meliputi kelompok-kelompok belajar pembelajaran bekerja sama
memecahkan masalah yang telah di sepakati bersama. Selain itu dapat juga
mendorong dan meningkatkan semangat dan kerjasama siswa sehingga siswa
menjadi lebih aktif dan termotifasi dalam proses pembelajaran dengan adanya
pembelajaran tipe kooperatif tipe PBL ( Problem Based Learning ) penulis
harapkan dapat menjadi solusi pada situasi belajar yang proses komunikasinya
tidak efektif.
Model pembelajaran kooperatif didasarkan pada teori bahwa siswa lebih
mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling
mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya .
10
2.1. 2. Landasan Teoritis
Menurut Artzt dan Newman (1997: 2), pembelajaran kooperatif
melibatkan suatu kelompok belajar kecil yang bekerja bersama-sama sebagai tim
untuk menyelesaikan masalah, melengkapi tugas, atau mencapai tujuan bersama.
Ada beberapa model pembelajaran kooperatif yang berbada-beda tapi tetap
memiliki unsur-unsur tersebut diperlukan agar setiap siswa dapat bekerja sama
dalam kelompok. Pertama, setiap anggota kelompok harus menerima bahwa
mereka bagian dari kelompok dan mereka mempunyai tujuan yang sama. Kedua,
anggota kelompok harus menyadari bahwa masalah yang akan mereka selesaikan
adalah masalah kelompok dan semua anggota kelompok memberikan kontribusi
terhadap keberhasilan kelompoknya. Ketiga, untuk mencapai tujuan bersama,
semua anggota kelompok harus berbicara dengan anggota lainya untuk
mendiskusikan masalah. Terakhir, setiap anggota kelompok harus menyadari
bahwa kerja individu anggota kelompok memberikan pengaruh langsung terhadap
kesuksesan kelompok.
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan
tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih
dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, Pengalaman tugas,
tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-
11
sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan
belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Ada bebarapa definisi pembelajaran kooperatif, salah satunya yang
diungkapkan oleh Slavin (1995: 2) merujuk pada berbagai metode pembelajaran
dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk membantu siswa yang lain
belajar. Model pembelajaran ini juga memperbaiki karakterristik siswa menjadi
lebih baik karena kondisi belajar bersama diharapkan terciptanya suatu kondisi
yang saling mengisi pengalaman belajar dan sosial serta memotivasi yang lain
untuk belajar. Karakteristik tersebut seperti pengetahuan dan pengalaman yang
dimilik sebelum mengikuti dan aktif dalam proses belajar. Faktor belajar yang
mengikuti: sifat-sitat kepribadian dan cara belajar yang berpengaruh dalam proses
belajar pada siswa bersangkutan dapat dijadikan sebagai pengalaman belajar
(Hamalik,1991 : 102).
2.1.3. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif
Menurut Ibrahim (2000) Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur
tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif, siswa yang bekerja dalam situasi
pembelajaran koperatif didorong atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu
tugas bersama, dan mengkordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.
Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling ketergantungan
satu sama lain untuk mencapai penghargaan bersama, mereka akan berbagi
penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil dalam kelompok.
12
Ciri dalam pembelajran yang mengunakan model pembelajaran kooperatif
adalah : 1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menu taskan
materi belajarannya; 2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah; 3) bila
mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin
berbeda-beda; 4) pengharagaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu
( Ibrahim 2000).
Unsur-unsur dasar siswa dalam model pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut :
1). Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka
sehidup sepenanggungan bersama.
2). Siwa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya,seperti miliki mereka sendiri.
3). Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memilki tujuan yang sama.
4). Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang samadi antara
anggota kelompoknya.
5). Siswa akan diberikan evaluasi/diberikan hadiah/penghargaan yang juga
akan digunakan untuk semua kelompok anggota kelompok.
6). Siswa berbagi kepemimpinan daan mereka membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
13
7). Siswa akan diminta mempertanggunjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif (Ibrahim, 200:6).
2.1.4. Tujuan pembelajaran kooperatif
Menurut Corebima (2002) model pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil
belajara akademik, penerimaan penghargaan terhadap keragaman dan
pengembangan ketrampilan sosial.
1. Hasil belajar akademik
Pembelajran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berrpendapat bahwa model ini
unggul mebantu siswa dalam memahami konsep-konsep yag sulit. Para
pengembangan ini telah menunjukan bahwa model struktur penghargaan
kooperatif telah dapat meningkatkan siswa pada belajar akademik dan
perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
2. Penerimaan terhadapa penghargaan
Èfek kedua dari pembelajaran kooperati adalah penerimaan yang luas
terhadap orang yang berada menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan
maupun ketidak mampuan. Pembelajarn kooperatif memberi peluang
kepada siswa yang berbedalatar belakang dan kondisi untuk kinerja
bekerja saling bergantung satu sama lainatas tugas-tugas bersama dan
melalui pengunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar unutk
menghargaai satu sama lain.
14
3. Pengembangan ketrampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif ialah untuk mengerjakan
kepada siswa ketrampilan kerja sama dan kolaborasi, ketrampilan ini
sangat penting untuk dimiliki dalam masyrakat dimana sebagian besar
kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang saling begantung satu
sama lain dan dimana masyrakatsecara budaya semakin beragam.
2.1.5. Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Beberapa hasil penelitian menurut Ibrahim (2000) yang
menunjukan pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah,
antara lain :
1) Meningkatkan waktu pencurahan pada tugas
2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
3) Memperbaiki diri sikap terhadap IPA dan Sekolah
4) Memperbaiki kehadiran
5) Angka putus sekolah menjadi lebih rendah
6) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar
7) Perilaku mengangu menjadi lebih kecil
8) Konflik antar pribadi menjadi berkrang
9) Sikap apatis berkurang
10) Pemahaman yang lebih mendalam
2.1.6. Keterampilan Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi, namun
siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut
15
keterampilan kooperatif (Depdiknas, 2005: 11). Keterampilan kooperatif ini
berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja
dapat dibangun dengan mengembangkan komonikasi antar anggota kelompok.
sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota selama
kegiatan.
Selanjutnya Ludgren dalam depdiknas (200 : 11-12) menggolongkan
ketrampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut :
1) keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi:
- Menggunakan kesepakatan
- menghargai kontribusi
- Mengambil giliran dan berbagi tugas
- Berada dalam kelompok
- Berada dalam tugas
- Mendorong partisifasi
- Mengundang orang lain untuk berbicara
- Menyelesaikan tugas pada waktunya
-menghormati perbedaan individu
2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah,meliputi:
- Menunjukan penghargaan dan simpati
16
- Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima
- Mendengarkan dengan aktif
- Bertanya
- Membuat ringkasan
- Menafsirkan
- Mengatur dan mengorganisir
- Menerima tanggung jawab
- Menguragi ketegangan
3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi:
- Mengelaborasi
- Memeriksa dengan cermat
- Menanyakan kebenaran
- Menetapkan tujuan
- Berkompromi
2.1.7. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam (6) langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran
yang menggunakan pembelajaran kooperatif pelajaran dimulai dengan guru
menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti
17
oleh penyajian informasi dengan bahan bacaan. Selanjutya siswa dikelompokan
ke dalam tim-tim belajar, Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa
bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir
pembelajaran kooperatif meliputi prsentasi hasil akhir kerja kelompok, atau
evaluasi tentang apa yang mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap
usaha-usaha kelompok maupun individu.
Tabel langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
Fase Tindakan guru
Fase – 1
Menyampaikan dan
memotifasi siswa
Fase – 2
Menyajikan informasi
Fase – 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam tiap
kelompok-kelompok
belajar
Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajarana tersebut dan memotivasi siswa
belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk kelompok
belajar dan membantu settiap kelompok
agar melakukan transisi secara efisien
18
Fase – 4
Membimbing kelompok
bekerja, belajar dan
bermain
Fase – 5
Evaluasi
Fase – 6
Memberi penghargaan
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka melaksanakan
permainan
Guru mengevaluasi hasil permainan yang
telah dilaksanakan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok
2.2. Model Pembelajaran
19
Joice, B dan Weil (Nurhayati Abbas, 2000:10) mendefinisikan model
pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam setting, tutorial dan
untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
bukubuku, film, komputer, dll. Arends (Nurhayati Abbas, 2000:10) mengatakan
bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran termasuk di
dalamnya tujuan pembelajaran, tahap-tahap kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Berdasarkan definisi di atas, model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai
pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran,
mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat pembelajaran yang dapat
disusun dan dikembangkan oleh guru. Menurut Arends (Nurhayati Abbas,
2000:10) model pembelajaran terdiri dari model pembelajaran langsung (direct
instruction), model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), model
pembelajaran berbasis masalah (problem based instruction), model pembelajaran
diskusi (discussion), dan model pembelajaran strategi (strategi learning).
2.3 Model Pembelajaran Kooperatif tipe PBL ( Problem Based Learning)
20
2..3.1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah/ PBL ( Problem Based
Learning)
Menurut Resenick dan Glaser dalam Bell Gredler ( 1991 : 257) masalah
dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimakna seorang melakukan tugasnya yang
tidka ditemuinya diwaktu sebelumnya. Masalah pada pada umumnya timbul
karena adanya kebutuhan untuk memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara
kondisi nyata dengan kondisi yang seharusnya.
Pemecahan masalah adalah suatu proses menemukan respon yang tepat
terhadap suatu situasi yang benar-benar unik dan baru bagi pemecah masalah.
Kemampuan memecahkan masalah adalah salah satu bentuk kemampuan tingkat
tinggi dari hiraki belajaar ( Dahar: 1988).
Model pembelajaran berbasis masalah/problem based learning menurut
Arends ( 1997 : 157) pengunaannya di dalam pengembangan tinggkat berikir
yang lebih tinggi dalam dalam situasi yang berorientasi pada masalah, termasuk
pembelajaran dan bagaimana belajar. Model pembelajaran ini juga mengaccu
kepada pembelajaran-pembelajaran lain seperti pengajaran berdasar proyek (
project based instruction), pembelajaran berdsarkan pengalaman (experience
base instruction), pembelajarn autentik ( authentic instruction), dan pembelajaran
bermakana.
Keberhasilan model pembelajaran berdasar masalah sangat bergantung
pada adanya sumber bagai pembelajar, alat-alat untuk menguji jawaban atau
dugaan. Menurut adanya perlengkapan praktikum, memerlukan waktu ysng cukup
21
apalagi data harus diperoleh dari lapangan, serta kemamapuan pembelajar dalam
mengangkat dan merumuskan masalah ( Sudjana, 1989 : 93).
Beberapa kelebihan pengunaan pembelajaran berbasis masalah di
anataranya :
1. Pembelajar lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri
yang menemukan konsep tersebut.
2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut ketrampilan
berpikir pembelajar yang lebih tinggi.
3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki pebelajar
sehingga pembelajaran lebih bermakana
4. Pebelajar dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah
yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini
dapat meningkatkan motifasi dan ketertarikan pebelajar terhadapa bahan
yang dipelajari.
5. Menjadikan pebelajar lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi
aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang
positif dianatara pebelajar, dan
6. Pengondisian pebelajar dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi
terhadap pembelajar dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan beajar
dapat diharpkan
2.3.2. karakteristik pebelajaran berbasis masalah/PBL ( problem based
learning)
22
Ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis masalah, Arends (1997)
mengindetifikasi 5 karakteristik sebagai berikut :
1. Pengujian pertanyaan atau masalah
Langkah awal dari pembelajaran berdasar masalah adalah mengajukan
masalah ditemukan konsep , prinsip serta aturan-aturan. Masalah yang
diajkan secara autentik ditujukan dengan mengacu pada kehidupan nyata.
Pebelajar sering kali mengalami kesulitan dalam menerapkan ketrampilan
yang telah merka dapatkan di sekolah ke dalam kehidupan nyata sehari-
hari karena ketrampilan-ketrampilan itu lebih diajarkan dalam konteks
sekolah, dari pada konteks kehidupan nyata. ( Slavin, 1994) menyataakan
bahawa tugas-tugas sekolah lemah dalam konteks, sehingga tidak
bermakna bagi kebanyakan pebelajar karena pebelajar tidak dapat
menghubungkan tugas - tugas ini dengan apa yang mereka ketahui.
2. Keterkaitan dengan disiplin ilmu lain (Interdiciplinnary focus)
Walaupun pembelajaran berdasar masalah ditujukan pada suatu bidang
ilmu tertentu, tetapi dalam pemecahan masalah-masalah aktual, pebelajar
dapat menyelidiki dari berbagai bidang ilmu.
3. Menyelidiki masalah autentik
Pembelajaran berbasis masalah amat diperlukan untuk menyelidiki
masalah autentik, mencari solusi nyata dari masalah. Pembelajar
menganalisis dan merumuuskan masalah, mengembangkan hipotesis dan
meramalakan, mengumpulkan dan mengnalisa informasi, melaksanakan
eksperimen ( jka diperlukan) membuat acuan dan menyimpulkan.
23
4. Memamerkan hasil kerja
Pembelajarn berbasis masalah mengajar pebelajar menyusun dan
memamerkan hasil kerja sesuai dengan kemampuannya. Setelah pebelajar
selesai mengerjakan lembar kegiatan pebelajar (LKP), salah satu
kelompok menyajikan hasil kerjanya didepan kelas dan pebelajar pada
kelompok lain memberikan tangapan, kritik terhadap pemecahan
mengarahkan, mmembimbing, memberi petunjuk kepada pebelajar agar
aktinitas pebelajar terarah.
5. Kolaborasi.
Seperti halnya model pembelajaran kooperatif yang akan diuraikan
berikutnya, pembelajran berdasar masalah dicirikan dengan kerja sama
antar pelajar dalam satu kelompok kecil. Kerja sama dalam menyelesaikan
tugas-tugas kompleks dan meningkatkan temuan dan dialog
pengembangan ketrampilan berfikir dan ketrampilan sosial.
2.3.3. Langkah –Langkah Pembelajarn Berbasis Masalah/PBL ( problem
based learning)
Menurut Arends ( 1997 : 161 ) pengelolalaan pembelajaran berbasis
masalah terdapat 5 langkah utama. Di antaranya :
1. Mengorientasikan pebelajar pada masalah
Pada awal pembelajaran berbasis masalah, pembelajara terlebih dahulu
menyampaikan secara jelas tujuan pembelajaran, menetapkan sikap positif
terhadap pembelajaran, dan menjelaskan kepada pebelajar bagaimana cara
24
pelaksanaannya. Bagi pebelajar pemula yang belum pernah mengikuti
pembelajarn pada pengajaran berbasis masalah, pebelajar juga harus
menjelasskan proses dan prosedur model pembelajaran secara mendalam.
Selanjutnya pembelajran memrlukan orientasi masalah hingga masalah
muncul atau ditemukan sendiri oleh pebelajar. Berdasarkan masalah
tersebut pebelajar dilibatkan secara aktif memecahkannya, menemukan
konsep, prinsip-prinsip, dan seterusnya dalam mata kuliah divusi inovasi
pendidikan.
2. Mengorganisasikan pebelajar untuk belajar
Pembelajaran berbasis masalah memerlukan ketrampilan pengembangan
kolaborasi diantara pebelajar dan membantu mereka menyelidiki maslah
secara bersama-sama. Hal ini merupakan bantuan merencanakan
penyelidikan dan pelaporan tugas-tugas mereka. Selain itu juga perlu
adanya kelompok belajar. Ada bebrapa hal penting yang perlu
diperhatikan didalam mengorganisasikan pebelajar ke dalam kelompok
pembelajaran berdasar masalah yakni pembelajaran dibentuk bervariasi
dengan memperlihatkan kemampuan, ras, etnis, dan jenis kelamin sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai. Jika perbedaan kelompok diperlukan
pebelajar dapat membuat tanda kelompok. Pada suatu waktu pembelajar
dapat membagi kelompok tersebut sesuai dengan kesepakatan bersama
antar pebelajar dengan pembelajar.
3. Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
25
Penyelidikan dilakukan secara mandiri, berrkelompok atau dalam
kelompok kecil yang merupakan inti model pembelajaran berdasar
masalah. Walaupun setiap situasi maslah memerlukan sedikit perbedaan
teknik penyelidikan, paling banyak meliputui proses pengumpulan data
dan eksperimen, hipotesis, penjelasan dan pemberian penyelesaian. Pada
tahap ini pembelajar mendorong pebelajar mengumpulkan data dan
melaksanakan kegiatan aktual saampai mereka benar-benar mengerti
dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar pebelajar dapat
mengumpulkan iformasi cukup untuk mengembangkan ide-ide mereka
senddiri. Pada tahap ini pembelajran harus banyak membaca selain apa
yang telah ada dalaam bahan ajar. Pembelajar membantu pebelajar pada
pengumpulan informasi dari beberapa sumber dan mengajukan pertanyaan
pada pebelajar untuk mendeteksi pengalaman mereka tentang masalah dan
konsep yang di temukan serta jenis informasi yang dibutuhkan untuk
menemukan masalah..
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
Hasil-hasil yang telah diperoleh harus dipresentasikan sesuai dengan
pemahaman pebelajar. Pebelajar secara mandiri atau kelompok meberikan
tangapan atas hasil kerja temannya. Berrdiskusi, berrdialog, bahkan
berdebat memberi komentar terhadap pemecahan masalah yang disajikan.
Dalam hal ini pembelajar mengarahkan , memberi pandangan atas
tangapan-tangapan pebelajar tetapi tidak memerankan sebagai nara sumber
sebagi justifikasi.
26
5. Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
Tahap akhir pembelajarkan berdasar masalah meliputi bantauan pada
pebelajar menganalisa dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri
sebagaimana kegiatan dan ketrampilan intelektual yang mereka gunakan di
dalam pencapaian hasil pemecahan masalah. Selama tahap ini pembelajar
menguassai pebelajar menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan
mereka pada setiap tahap pembelajaran.
Prosedur pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah tersebut secara
ringkas dapat disajikan dalam bentuk tabel, seperti dalam tabel berikut :
Langkah Kegiatan pembelajar
1. Orientasi masalah Menginformasikan tujuan pembelajaran.
Menciptakan linkungan kelas yang
memungkinkan terjadi pertukaran ide yang
terbuka.
Mengarahkan pada pertannyaan atau masalah
Mendorong pebelajar mengespresikan ide-
ide secara terbuka..
27
2. Mengorganisasikan
pebelajar untuk belajar
Membantu pebelajar menemukan konsep
berdasar masalah.
Mendorong keterbukaan, proses-proses
demokrasi dan cara belajar pebelajar aktif
(CBPA).
Menguji pemahaman pebelajar atas konsep
yang ditemukan.
3. Membantu menyelidiki
secara mandiri atau
kelompok
Memberi kemudahan pengerjaan pebelajar
dalam mengerjakan /menyelesaikan masalah
Mendorong kerja sama dan penyelesaian
tugas-tugas.
Mendorong dialog, diskusi dengan teman .
Membantu pebelajar mendfinisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang
berrkaitan dengan masalah .
Membantu pebelajar merumskan hipotesis
Membantu pebelajar dalam memberikan
solusi.
4. Mengembangkan dan
menyajikan hasil kerja
Membimbing pebelajar mengerjakan lembar
kegiatan belajar ( LKP)
Membimbing pebelajar menyajikan hasil
5. Menganalisa dan Membantu pebelajar mengkaji ulang hasil
28
mengevaluasi hasil
pemecahan
pemecahan masalah
Memotivasi pebelajar untuk terlibat dalam
pemecahan masalah
Megevaluasi materi
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis
masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah (Ismail, 2002: 2).
Dalam pembelajaran berbasis masalah, perhatian pembelajaran tidak hanya pada
perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural.
Oleh karena itu penilaian tidak cukup hanya dengan tes. Penilaian dan evaluasi
yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai
pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil penyelidikan mereka.
Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut,
penilaian itu antara lain asesmen kenerja, asesmen autentik dan portofolio.
Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana siswa
merencanakan pemecahan masalah melihat bagaimana siswa menunjukkan
pengetahuan dan keterampilan. Karena kebanyakan problema dalam kehidupan
nyata bersifat dinamis sesuai perkembangan jaman dan konteks/lingkungannya,
maka perlu dikembangkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa secara
aktif mengembangkan kemampuannya untuk belajar (Learning how to learn).
29
Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan siswa akan mudah
beradaptasi.
Menurut Downs (1987) dan juga Novak & Gowin (1985) strategi
pembelajaran yang berorientasi pada learning to learn dibandingkan dengan
strategi yang sering dipraktekkan dalam pendidikan tradisional (konvensinal)
adalah sebagai berikut :
Strategi pembelajaran
konvensional
Strategi yang mengembangkan
keterampilan
belajar (learning to learn)
Menjelaskan belajar
cenderung tertutup
(tersembunyi)
Guru menjelaskan konsep
Siswa pasif
Kesalahan sejauh mengkin
dihindarkan
Guru memberi pertanyaan
dan menyediakan
jawabannya.
Penilaian terutama
difokuskan pada produk.
Keterampilan belajar dibuat
terbuka dan didiskusikan.
Siswa mengembangkan
konsep.
Siswa aktif
Kesalahan dipandang sebagai
kesempatan belajar yang
berguna.
Guru memberikan masalah
dan mendiskusikan solusi
siswa.
Penilaian mencakup proses
dan produk (keduanya
30
penting).
Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai
dengan pandangan konstruktivis yang menyatakan bahwa setiap individu secara
aktif membangun pengetahuannya sendiri ketika berinteraksi dengan
lingkungannya (Matlin, 1994). Dengan demikian, ketika siswa masuk kelas
mereka tidak dalam keadaan kosong, melainkan mereka sudah memiliki
pengetahuan awal. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka pembelajaran
matematika perlu diawali dengan mengangkat permasalahan yang sesuai dengan
lingkungannya (permasalahan kontekstual). Jadi konsep dibentuk atau ditanamkan
melalui pembahasan masalah nyata.
2.3.4. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah/ PBL ( problem based
learning)
Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis maslah didasarkan pada
kenyataan-kenyataan sebagai berikut :
1. Pada dasarnya , berfikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu
adansya kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada .
2. Seorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila
berada dalam ruang linkup atau berkaitan dengan masalah yang
dihadapinya. Demikian pula dengan belajar.
31
3. Pada saat mempelajari bahan pelajaran, siswa ingin segera mengetahui apa
sebenarnya manfaat pembelajarinya , dan masalah apa sajakah yang
dipecahkan dengan pengetahuan atau bahan itu.
4. Suatu kompetensi paling efektif dicapai oleh pelajar melalui serangkaian
pengalaman pemecahan masalah realistik yang didalamnya si pelajar
secara langsung menerapkan unsur-unsur kompetensi tersebut.
2.3.5. keungulan dan kelemahan pembelajaran berbasis masalah PBL
(problem based learning)
Keungulan
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang teknik bagus untuk lebih
memahami isi bacaan.
2. Pemecahan maslah dapat memantang kemampuan siswa serta memberikan
kepuasan uuntuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan siswa.
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertangung jawab dalam pembelajran yang
mereka lakukan.
6. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu
32
yang harus dimengerti oleh siwa, bukan hanya sekedar belajar dari guru
atau dari buku-buku saja.
7. Pemecahan masalah diangap lebih menyenangkan dan disukai siswa
8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengimplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara
terus-menerus sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berfikir.
Kelemahan
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran bebasis masalah membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
Menurut Sukoriyanto (2001: 103), guru dalam pengajaran pemecahan
masalah hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
a) Memahami cara siswa memecahkan masalah.
33
b) Mempunyai keyakinan bahwa siswa telah memiliki kemampuan
prasyarat yang diperlukan dalam pemecahan masalah.
c) Memberikan kebebasan kepada siswa dalam mengungkapkan ide dan
contoh-contoh sebagai pemikiran berdasarkan intuisi.
d) Menyadari bahwa siswa sebagai individu mempunyai kemempuan yang
berbeda dalam memecahkan masalah.
Dengan membelajarkan siswa dalam memecahkan masalah melalui
metode pemecahan masalah akan memungkinkan siswa menjadi lebih kritis dan
analitis, sehingga siswa menjadi lebih baik dalam menanggapi suatu masalah.
Metode pemecahan masalah ini merupakan bagian dari model pembelajaran
berbasis masalah.
2.3.6. Pengertian Belajar Mengajar
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya ( Slameto, 2003).
Menurut Hamalik (2003) pengertian beajar merupakan proses, suatu kegiaatan
dan bukan hasil atau tujuan.
Menurut Sardiman A. M. Belajar itu senantiasa merupakan perubahan
tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
34
Menurut Gagne (Slameto, 2003) belajar adalah suatu proses untuk
memperoleh motifasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah
laku.
Berdasarkan rumusan tentang belajar di atas, maka belajar pada
hakikatnya mengandung makna terjadinya perubahan tingkah laku dari individu
berkat pengalaman dan latihan sehingga menghasilkan tingkah laku dari yang
relatif permanen setelah berinteraksi dengan lingkungan.
Ciri-ciri belajar menurut buton (dalam Omear Hamalik, 2001: 31 ) yaitu :
1. Proses belajar adalah pengalaman ,berbuat mereaksi,dan melampaui.
2. Proses itu melalui bermacam-macampengalaman dan pelajaran yang
terpusat pada sustu pelajaran tertentu.
3. Pengalaman belajar secara maksimal bermakna bagi kehidupan murid.
4. Pengolahan belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan muridsendiri
yang terdorong motivasi yang kontinu.
5. Proses belajar dan hasil belajar secara materil dipengaruhi oleh
kereditas dan lingkungan .
6. Proses belajar dan hasil belajar secara materil dipengaruhi oleh
perbedaan-perbedaan individual dikalangan murid-murid.
7. Proses belajar berlangsung efektif apabila pengalaman-pengalaman dan
hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid.
8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui setatus dan
kemajuan 9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai
prosedur.
35
10. Hasil-hasil belajar secara fungsional berkaitan satusama lain tapi dapat
didiskusikan secara terpisah.
11. Proses blajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang
merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan .
12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola pemuatan nilai-nilai,pengertian-
pengertian,sikap-sikap,apresiasi,abilitas,dan keterampilan.
13. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila member kepuasan pada
kebutuhannya dan berguna serta bermagna baginya.
14. Hasil – hasil belajar dilengkapi dengan jalan merangkai pengalaman-
pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang
baik .
15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun itu dipersatukan menjadi
kepribadian dengan kecepatanyang berbeda-beda.
Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing
seseorang untuk mendapatkan,mengubah atau mengembangkan skill, attidude,
ideal (rata-rata )dan penghargaan (Slameto, 2003 ). Menurut Dequeliy dan
Ganazali ( Slameto ,2003: 30 ) mengajar adalah menanamkan pengetahuan
kepadaseseorang dengan cara paling singkat dan tepat. Sedangkan pengertian
mengajar menurut Slameto (2003 ) ialah menyampaikan pengetahuan kepada
siswa didik ataumurid-murid disekolah. Menurut Sardiman A.M. Mengajar adalah
menyampaikan pengetahuan kepada anak didik.
36
2.3.7. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya, pada hakkikatnya adalah perubahan tingkah
laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor ( Sudjana, 1989 : 2-
3). Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan
terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Misalkan dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Sudjana (1989 :45) menuturkan beberapa pendapat mengenai hasil belajar,
pendapat tersebut antara lain :
1. Bloom, Kratwohll, dan Anita Harrow mengemukakan ada tiga tipe hasil
belaja, Yaitu: kognitf, afektif, dan psikomotor.
Kognitif menunjukan tujuan pendidikan yang terarah keopada
kemampuan-kemampuan intelektual, kemampuan berfikir maupun
kecerdasan yang akan dicapai. Domain kognitif oleh Bloom ( Soedjadi,
2000) dibedakan atas enam kategori yang cenderung khirarkis. Keenam
kategori tersebut adalah
a. Ingatan
b. Pemahaman
c. Aplikasi
d. Analisis
e. Sintesis dan
f. Evaluasi
37
Afektif menunjukan tujuan pendidikan yang terarah kepada kemampuan-
kemampuan bersiskap dalam menghadapi realitas atau masalah-masalah
yang muncul di sekitarnya. Domain afektif ini oleh David R. Krathwohl
dkk. 1964, ( Soedjadi, 2000) yang dikembangkan menjadi 5 kategori, yaitu
a. Penerimaan
b. Penanggapan
c. Penilaian
d. Pengorganisasian
e. Pemeranan
Psikomotor menunjukan tujuan pendidikan yang terarah kepada
ketrampilan-ketrampilan, khususnya untuk kompetensi dasar memasang
sistem penerangan dan wiring diagram ketrampilan dapat diartikan
ketrampilan misalnya dapat memasang kabel lampu dengan tepat. Domain
psikomotor oleh Elisabeth Simpson, ( Soedjadi, 2000) dibedakan menjadi
a. Persepsi
b. Rspon terpimpin
c. Mekanisme
d. Resp[on yang jelas dan kompleks,
e. Adaptasi/penyesuaian,
f. Penciptaan / keaslian
Ada 2 faktor yanddg dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu sebagai
berikut:
38
1. Faktor internal, yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri siswa
yaitu meliputi faktor usia, kematangan, pengalaman, mental, minat,
motofasi dan kebiasaan.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang bersmber dari luar yang
meliputi lingkungan sekolah, linkungan masyarakat, linkungan
keluarga, kurikulum, bahan pengajraan, metode pengajaran, media
dalam sumber belajar.
2.4. Memelihara Baterai
Sebelum melakukan prosedur pelaksanaan pemeliharaan baterai alangkah
baiknya kita mengetahui fungsi dari baterai dan komponen-komponen yanga ada
di dalam baterai.
Baterai berfungsi menyimpan dan pensuplai arus listrik pada waktu
kendaraan distater digunakan alat yang dinamakan accumulator atau baterai. Jadi
fungsi baterai adalah untuk :
1. Memberikan arus listrik ke stater dan sistem pengapian ketika motor
sedang distater dan memberikan arus listrik kebagian lain saat motor tidak
bekerja, yaitu lampu-lampu sewaktu kendaraan berhenti atau parkir di
malam hari.
2. Memberikan arus ke bagian lain jika arus yang dibutuhkan lebih banyak
dari yang di hasilkan generator.
Kontruksi baterai
Baterai terdiri atas sel-sel yang mempkunyai tegangan kira-kira 2 volt.
Sel-sel itu dihubungkan secara seri yaitu kutub positif dari satu sel dihubungkan
39
dengan kutub negatif sel berikutnya. Baterai 6 volt teridri dari 3 sel yang
dihubungkan seri, sedangkan baterai 12 volt yang dihubungkan secara seri terdiri
dari 6 sel. Tiap sel berisikan plat positif dan plat negatif yang terdiri dari timah
pada plat grid. Bahan aktif dari pelat positif adalah oksid timah coklat ( PbO2 )
sedangkan bahan aktif plat negatif adalah timah (Pb) yang seperti bunga karang.
Pelat-pelat ditempatkan pada batang penghubung sehingga berbentuk
susunan positif dan negatif. Pemisah atau sparator dibuat dari kayu, ebonit, atau
plastik yang menjadi isolasi diantara plat itu. Sparator dibuat agar baterai
acidmudah beredar disekeliling pelat. Pelat-pelat tersebut dimasukan ke dalam
baterai yang dibuat dari ebonit atau plastik.
Tutup sel mempunyai lubang ventilasi untuk mengeluarkan gas pada
waktu pengisian. Baut terminal se dihubungkan kepada batang penghubung yang
disolderkan pada kutub. Biasanya batang positif (+) lebih besar atau lebih tebal
dari batang negatif (-) untuk menghindarkan kelainan biala accu / baterai hendak
dihubungkan dengan kabel-kabelnya.
2.4.1. Melepas dan Memasang baterai
Sesuai dengan tujuan perawatan, perawatan baterai bertujuan untuk
memperoleh umur atau masa penggunaan baterai yang lebih lama.
Dalam melaksanakan perawatan kendaraan, baik untuk kendaraan ringan maupun
untuk kendaraan berat, perawatan baterai merupakan salah satu kegiatan yang
dilakukan secara rutin.
40
Disamping perawatan baterai, perawatan piranti kelistrikan lainnya yang
ada pada kendaraan pun tetap terkait dengan baterai. Untuk itu prosedur pelepasan
dan pemasangan haruslah dapat dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan
prosedur kerja yang tepat.
Terdapat 3 hal yang sering dilakukan terkait dengan baterai, ketiga hal
tersebut adalah:
1) Melepas baterai untuk tujuan perawatan, penggantian elektrolit,
mengganti baterai dan melakukan perbaikan kendaraan yang perlu
melepas baterai.
2) Mengganti baterai dengan baterai baru.
3) Melakukan bantuan starter akibat energi yang disimpan pada baterai
tidak cukup untuk melakukan starter.
Sebelum melepaskan baterai untuk tujuan merawat baterai yaitu
mengganti elektrolit, membersihkan, mengisi baterai atau mengganti baterai , ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu:
1) Banyak peralatan berat yang dipasang dengan assesories yang
melepaskan memorinya bila beterai tidak tersambung. Caranya bila
baterai dihubungkan kembali, stasiun pre- set perlu dipasang kembali.
Memasang atau memprogram kembali stasiun pada beberapa radio
cukup memerlukan waktu dan pekerjaan yang sulit. Beberapa radio
terpasang rangkaian Alat Anti Pencuri dan juga melepaskan memori
pre- set mereka.
41
2) Pemindahan suplai baterai ke radio (sebagai contoh : pencuri
melepaskan radio dan memotong kabelnya atau kemungkinan lain ada
tukang yang memperbaiki, melepaskan sambungan baterai) direspon
oleh rangkaian dalam radio dan radio masuk dalam mode (cara)
dengan jalan mana ia tidak akan berguna hingga kode rahasia
dimasukkan kembali ke dalam radio. Nomor kodenya harus diketahui
oleh pemilik, bila tidak, harus menghubungi supplier kendaraan atau
distributor assesories tersebut.
3) Kehilangan memori elektronik pada kendaraan modern yang
menggunakan manajemen mesin elektrolik dan menggunakan
transmisi otomatis yang terkontrol secara elektronik akan berarti
bahwa memori harus relevan. Untuk memperbaiki memori pada
kendaraan ini selalu berpedoman pada pedoman dari pabrik.
Untuk mengatasi masalah-masalah pada kendaraan dengan karakteristik
diatas adalah dengan melakukan:
1) Mematikan semua beban listrik pada kendaraan
2) Menyambung dengan sumber baterai lain sebelum melakukan
pemutusan sambungan baterai. Sumber tenaga yang kecil ini cukup
untuk menjalankan memori komputer dalam kendaraan tidak
beroperasi tanpa menimbulkan bahaya atau gangguan.
3) Jangan menyalakan komponen elektrik saat baterai tidak tersambung.
4) Ketika memasang kembali baterai, pastikan berada penuh dan
disambung secara betul sebelum melepaskan “baterai pendukung”.
42
2.4.2. Prosedur Melepas Baterai
1) Matikan semua beban listrik terlebih dahulu melalui switch / kontak
masing-masing.
2) Matikan atau putar kunci kontak pada posisi “OFF”.
3) Buka tutup/ kap tempat baterai pada mesin.
4) Pasang pelindung / fender untuk melindungi cat dari kemungkinan
tergores atau tumpahan asam.
5) Kendorkan terminal baterai negatip terlebih dahulu dengan kunci yang
tepat. Hati-hati jangan meletakkan kunci diatas baterai karena hal ini
dapat menyebabkan hubung singkat.
6) Bila terminal tersebut melekat dengan kuat pada terminal baterai,
jangan memukul atau mencungkil terminal baterai untuk
melepaskannya. Ini dapat merusak posnya atau baterai. Gunakan obeng
untuk melebarkan terminal, kemudian tarik dengan traker khusus.
baterai tidak cukup untuk melakukan starter.
Gambar 1. Melepas Terminal Baterai
43
Gambar 2. Klem Baterai
7) Lepas klem baterai dengan melepas mur pada tangkai pengikat.
8) Angkat baterai dari kendaraan
9) Tempatkan baterai di dalam kotak plastic. Selama melaksanakan
pekerjaan dengan baterai, jagalah agar elektrolit baterai tidak tumpah
atau mengenai anggota badan maupun pakaian karena kandungan
asam sulfat pada elektrolit sangat berbahaya.
10) Bersihkan permukaan baterai dengan air soda dan menggunakan kuas,
kemudian keringkan dengan lap sampai kering
11) Bersihkan kutub – kutub baterai dengan alat khusus. Jika tidak ada,
pakailah sikat kuningan atau kertas gosok halus.
Gambar 3. Membersihkan Kotak Baterai
44
12) Periksa ketinggian elektrolit baterai, jumlah elektrolit yang tepat yaitu
antara Upper Level dengan Lower Level, pada baterai tanpa tanda
permukaan pelat sel harus tertutup ? 8 mm
13) Bila kurang jangan diisi dengan air biasa, isilah dengan air suling atau
air accu.
Gambar 5 Pemeriksaan Jumlah Elektrolit
14) Pasang kembali baterai pada tempatnya, perhatikan posisi pengikatan
dan klem baterai harus kuat agar baterai tidak goyang saat kendaraan
berjalan atau bekerja, sehingga dapat retak, elektrolit tumpah.
15) Pasang terminal baterai dengan kuat, pemasangan yang kuat akan
mengurangi kerugian tegangan pada terminal, panas yang timbul pada
terminal ataupun korosi.
16) Berikan grease atau vet pada terminal baterai sebelum memasang
terminal, beri Vet pada kutup dan terminal untuk mencegah karatan.
Pasang terminal positif sebelum terminal negatif
45
Gambar6. Memberi Grease / Vet Pada Terminal Baterai
17) Lindungi terminal baterai positip dengan penutup karet atau isolator
guna menghindari hubungan pendek.
Gambar .7, Model Terminal Baterai dan Perlindungan Terminal
46
18) Baterai yang selalu mendapat servis akan mempunyai umur yang
panjang dibandingkan yang tidak mendapat perawatan dengan baik.
2.4.3 Mengganti Baterai
Baterai harus diganti bila telah mengalami kerusakan, kerusakan baterai
dapat berupa:
1) Keretakan pada kotak sehingga elektrolit baterai keluar dan
menyebabkan kerusakan atau korosi bagian yang terkena cairan
elektrolit baterai.
2) Keausan terminal berlebihan menyebabkan kontak baterai dengan
terminal kurang baik sehingga suplai listrik ke sistem menjadi kurang
3) Kerusakan pada sel-sel baterai akibat getaran, over charging maupun
usia, sehingga baterai tidak mampu menyimpan listrik.
Ada tiga langkah utama dalam melaksanakan penggantian baterai yaitu:
1) Melepas
2) Memilih baterai pengganti
3) Memasang
Proses melepas dan memasang telah dijelaskan di atas. Dalam menentukan baterai
pengganti harus memperhatikan beberapa hal diantaranya:
1) Kapasitas baterai
2) Dimensi baterai
47
3) Ukuran dan posisi terminal baterai Kapasitas baterai pengganti minimal
sama dengan baterai sebelumnya, bila kapasitas baterai kurang dari
sebelumnya maka suplai listrik saat starter kendaraan menjadi kurang,
selain itu fungsi stabilizer saat kendaraan berjalan kurang baik,
sehingga bila kendaraan pada jalan macet atau sering menghidupkan
starter terdapat kemungkinan kendaraan energi pada baterai kurang.
Dimensi baterai penting diperhatikan sebab pada kapasitas baterai yang
sama belum tentu ukuran baterai sama, bila ukuran baterai terlalu besar
menyebabkan tempat baterai tidak cukup, sedangkan bila ukuran baterai terlalu
kecil maka pengikatan tidak dapat dilakukan dengan baik. Ukuran dan posisi
terminal baterai pada setiap baterai tidak pasti sama, bila diameter terminal baterai
lebih besar maka konektor baterai tidak masuk, sedangkan bila ukuran terlalu
kecil maka pengikatan tidak dapat dilakukan dengan kuat. Posisi terminal tiap
baterai juga tidak sama, bila hal ini terjadi maka kabel baterai menjadi kurang
panjang.
Pada baterai sebenarnya terdapat kode yang menunjukkan karakteristik
baterai yaitu kapasitas, demensi dan posisi terminal.
Kode tersebut adalah sebagai berikut:
L : Posisi terminal terbalik
Z : Dimensi sama kemampuan lebih baik
48
1 ba
2 se
3 ba
4 ba
40, 50 …. 200 :peringkat ukuran
N ; NipponNS : Lebih kecil dari normal
Pada kendaraan-kendaraan berat, tegangan baterai yang diperlukan
khususnya untuk motor starter adalah 24 volt. Untuk memperoleh tegangan
sumber 24 volt ini biasanya dilakukan dengan menggunakan dua buah baterai
yang disambung atau dirangkai secara seri. Untuk itu perlu diperhatikan
sambungan antar terminal pada saat merangkai baterai. Dalam memilih pengganti
baterai, kedua baterai haruslah sama baik dari unsur dimensi, tegangan maupun
kapasitas baterai.
2.4.4 Memeriksa dan Mengisi Baterai
Baterai harus diperiksa secara periodik dan diuji kemampuannya. Terdapat
3 kelompok pemeriksaan baterai yang sering dilakukan, yaitu: Pemeriksaan
Visual, Pemeriksaan elektrolit, Pemeriksaan tegangan.
1)Pemeriksaan Visual Baterai
Bagian-bagian dari baterai yang perlu mendapatkan pemeriksaan visual
meliputi :
a) Kotak baterai
Kotak baterai sering mengalami kerusakan yang dapat didentifikasi secara
visual, jenis kerusakan kotak baterai antara lain: kotak retak akibat benturan,
mengembang akibat over charging, bocor akibat keretakan atau mengembang
49
b) Sel- sel baterai
Sel baterai sering mengalami gannguan yaitu sell yang mengembang
akibat over charging maupun mengkristal dan sel yang rontok karena getaran,
kualitas yang kurang baik maupun usia baterai.
c) Terminal baterai dan konektor kabel
Terminal baterai dan konektor merupakan bagian baterai yang sering
mengalami kerusakan, bentuk kerusakan paling banyak adalah korosi yang
disebabkan oleh uap elektrolit baterai maupun panas akibat kenektor kendor atau
kotor.
d) Jumlah elektrolit
Jumlah elektrolik perlu diperiksa secara periodik. Bila pengisian
berlebihan (over charging) maka elektrolit cepat berkurang karena penguapan
berlebihan. Pemeriksaan jumlah elektrolit dapat dilakukan dengan cepat karena
kotak dibuat dari plastic transparant. Jumlah elektrolit harus berada diantara garis
Upper Level dan Lower Level.
e) Kabel Baterai
Kabel baterai dialiri arus yang sangat besar, saat mesin distarter besar arus
dapat mencapai 250 – 500 A, tergantung dari daya motor starter, dengan arus
sebesar itu kabel akan panas. Panas pada kabel menyebabkan sifat elastis kabel
50
menurun, isolator muda pecah dan terkupas, hal ini terjadi terutama pada isolator
dekat dengan terminal baterai.
f) Pemegang Baterai
Pemegang baterai harus dapat mengikat baterai dengan kuat agar
goncangan baterai dapat dihindari, sehingga usia baterai dapat lebih lama.
Gangguan pada pemegang baterai antara lain kendor akibat mur pengikat karat
untuk itu lindungi mur dengan mengoleskan vaselin/ grease.
2) Pemeriksaan Elektrolit
Jumlah elektrolit baterai harus selalu dikontrol, jumlah yang baik adalah
diantara tanda batas Upper Level dengan Lower Level. Jumlah elektrolit yang
kurang menyebabkan sel baterai cepat rusak, sedang jumlah elektrolit berlebihan
menyebabkan tumpahnya elektrolit saat batarai panas akibat pengisian atau
pengosongan berlebihan. Akibat proses penguapan saat pengisian memungkinkan
jumlah elektrolit berkurang, untuk menambah jumlah elektrolit yang kurang
cukup dengan menambah H2O atau terjual dengan nama Air Accu. Penyebab
elektrolit cepat berkurang dapat disebabkan oleh overcharging, oleh karena bila
berkurangnya elektrolit tidak wajar maka periksa dan setel arus pengisian.
Keretakan baterai dapat pula menyebabkan elektrolit cepat berkurang, selain itu
cairan elektrolit dapat mengenai bagian kendaraan, karena cairan bersifat korosif
maka bagian kendaraan yang terkena elektrolit akan korosi.
Langkah melakukan pengukuran elektrolit baterai adalah:
51
a) Lepas terminal baterai negatif.
b) Lepas sumbat baterai dan tempatkan dalam wadah agar tidak
tercecer.
c) Masukkan thermometer pada lubang baterai.
d) Masukkan ujung hydrometer ke dalam lubang baterai.
e) Pompa hidromenter sampai elektrolit masuk ke dala hydrometer dan pemberat
terangkat.
f) Tanpa mengangkat hydrometer baca berat jenis elektrolit baterai dan baca
temperature elektrolit baterai.
g) Catat hasil pembacaan, lakukan hal yang sama untuk sel baterai yang lain.
Gambar 12. Memeriksa Elektrolit
Seperti yang telah diterangkan dalam kegiatan belajar 2, rumus untuk
mengkoreksi hasil pengukuran adalah:
S 20 ºC= St + 0,0007 x (t - 20)
S 20 ºC = berat jenis pada temperatur 20 ºC
St = Nilai pengukuran berat jenis
t = Temperatur elektrolit saat pengukuran
Contoh:
52
Tentukan berat jenis baterai bila hasil pengukuran pada temperatur 0ºC,
menunjukkan berat jenis 1,260.
S 20 ºC= St + 0,0007 x t - 20)
= 1,260 + 0,0007 x ( 0 – 20)
= 1,260 – 0,0014
= 1,246
Tindakan yang harus dilakukan terkait hasil pengukuran elektrolit adalah sebagai
berikut:
HASIL PENGUKURAN TINDAKAN
1.280 Atau lebih Tambahkan air suling agar berat
jenis berkurang
1.220 – 1.270 Tidak Perlu Tindakan
1.210 atau kurang Lakukan pengisian penuh, ukur berat
jenis. Bila
masih dibawah 1.210 ganti baterai.
Perbedaan antar sel
kurang dari 0.040
Tidak perlu tindakan
Perbedaan berat jenis
antar sel 0.040 atau lebih
Lakukan pengisian penuh, ukur berat
jenis. Bila
berat jenis antar sel melebihi 0.030,
setel berat
53
jenis. Bila tidak bisa dilakukan, ganti
baterai
Terdapat beberapa produsen baterai menggunakan indicator berat jenis
baterai yang menjadi satu kesatuan dengan sumbat baterai, atau dipasang satu
indicator tersendiri. Adanya indicator berat jenis baterai membuat perawatan lebih
mudah, karena saat perawatan pemeriksaan berat jenis membutuhkan waktu yang
cukup lama, dan bila tidak dilakukan degan hati-hati elektrolit dapat tumpah/
menetes pada kendaraan.
Indikator pada baterai jenis ini mempunyai 3 warna, yaitu:
a) Warna hijau (green) , sebagai indikasi baterai masih baik
b) Warna hijau gelap (dark green) , sebagai indikasi baterai perlu diperiksa
elektrolitnya dan diisi
c) Kuning (yellow), sebagai indikasi baterai perlu diganti.
Gambar 13. Baterai Dengan Indicator Berat Jenis
3) Pemeriksaan tegangan baterai
Pada setiap sell baterai menghasilkan tegangan 2,1 volt. Apabila baterai
mempunyai 6 buah sel maka baterai akan menghasilkan tegangan 12,6 volt. Untuk
pemeriksaan tegangan baterai dapat dilakukan dengan menggunakan volt meter.
54
Prosedur pengukurannya adalah dengan memasang colok ukur pada terminal
baterai dan avometer akan menunjukkan tegangan baterai. Disamping itu dapat
juga dilakukan pengukuran tegangan pada masing-masing sel dengan
menggunkaan sell tester. Pada sel tester akan terbaca tegangan pada
masingmasing sel sehingga dapat diketahui sel mana yang rusak apabila terjadi
kerusakan pada sel baterai.
Gambar 14. Mengukur Tegangan Baterai
5) Pengisian baterai
Dari pemeriksaan berat jenis elektrolit baterai dapat diketahui kondisi
penyimpanan arus listrik pada baterai. Apabila berat jenis baterai berkurang maka
perlu dilakukan pengisian ulang pada baterai yaitu dengan melakukan proses
Charging. Penentuan besar arus dan lama waktu yang dibutuhkan untuk pengisian
baterai dapat diketahui melalui data hasil pengukuran berat jenis elektrolit.
Hubungan berat jenis dan kapasitas adalah sebagai berikut:
55
Gambar 15. Grafik Hubungan Berat Jenis Dengan Kapasitas Baterai
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui prosentase kondisi baterai atau
tingkat kehilangan listrik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perubahan
berat jenis elektrolit mempengaruhi kapasitas baterai.
6) Pengisian / Charging
Pengisian baterai dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu:
a. Pengisian Normal
b. Pengisian Cepat
Pengisian Normal
Pengisian normal adalah pengisian dengan besar arus yang normal, besar
arus pengisian normal sebesar 10 % dari kapasitas baterai. Contoh baterai 100 AH
maka besar arus pengisian 100 x 10/100 = 10 Amper.
Prosedur pengisian:
Pengisian dengan satu baterai
a) Buka sumbat bateri tempatkan sumbat pada wadah khusus agar tidak tercecer.
Pelepasan sumbat ini dengan tujuan untuk sirkulasi uap yang dihasilkan
elektrolit saat pengisian, dan menghindari tekanan pada sel baterai akibat gas
yang dihasilkan.
b) Hubungkan kabel positip baterai dengan klem positip battery charger dan
terminal negatif dengen klem negatif. Hati-hati jangan sampai terbalik, bila
terbalik akan timbul percikan api, bila dipaksa baterai akan rusak, pada battery
56
charger model tertentu dilengkapi dengan indicator, dimana bila pemasangan
terbalik akan muncul bunyi peringatan.
Gambar 16. Mengisi Baterai
c) Hubungkan battery charger dengan sumber listrik 220 V
d) Pilih selector tegangan sesuai dengan tegangan baterai, misal baterai 12 V
maka selector digerakan kearah 12 V.
e) Hidupkan battery charger, dan setel besar arus sesuai dengan kapasitas normal
pengisian baterai, missal : baterai 100 AH pengisian normal sebesar 10 A.
f) Setel waktu yang diperlukan untuk pengisian (untuk battery charging yang
dilengkapi timer), bila tidak dilengkapi maka catat waktu mulai proses
pengisian.
Gambar 17, panel pada baterai charger
g) Bila pengisian sudah selasai, maka matikan battery charger,
57
h) Lepas klep battery charger pada terminal baterai, lakukan terminal negatip
dahulu, klem jangan dilepas saat battery charge masih hidup, sebab akan terjadi
percikan api pada terminal sat dilepas dan menimbulkan ledakan pada baterai
akibat uap baterai terbakar. Uap baterai adalah gas hydrogen yang mudah
terbakar dan mudah meledak.
i) Pasang papan peringatan pada daerah yang digunakan untuk pengisian.
Ventilasi pada ruang pengisian harus cukup, untuk menghidarai meningkatnya
kosentrasi hydrogen pada ruangan, sehingga potensi menimbulkan ledakan
atau kebakaran.
2.4.5 Menguji Baterai
1. Kebocoran Arus
Adanya kebocoran arus listrik menyebabkan baterai mengalami pengosongan,
sehingga bila kendaraan lama tidak digunakan maka energi listrik yang tersimpan
pada baterai dapat berkurang cukup banyak sehingga mesin sulit dihidupkan.
Gambar 20. Pemeriksaan Kebocoran Arus
Langkah untuk memeriksa kebocoran arus listrik adalah sebagai berikut:
58
1) Matikan seluruh beban kelistrikan
2) Lepas kabel baterai negatif
3) Pasang amper meter dengan skala ukur 35 mA
4) Baca hasil pengukuran
5) Besar kebocoran arus tidak boleh melebihi 20 mA. Besar arus tersebut
disebabkan energi listrik yang digunakan untuk jam maupun memori ECU
(Electronic Control Unit). Penyebab terjadi kebocoran arus karena adanya karat,
kotoran, air pada terminal atau soket sehingga mampu mengalirkan listrik.
Pengukuran dapat pula dilakukan pada kabel positif. Kebocoran arus listrik dapat
pula terjadi ke bodi baterai (Case drain) untuk memeriksa hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara:
Gambar 21. Pemeriksaan Kebocoran Bodi
Atur selector pada voltage, hubungkan kabel negatif multi meter ke
negatip baterai dan positip volt meter ke bodi bateri. Penunjukan yang baik adalah
0 Volt, dan tegangan tidak boleh melebihi 0,5 V.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif. Metode deskriptif
adalah metode yang berusaha mendeskripsikan dan menginterprestasikan hal-hal
yang sedang terjadi atau kejadian yang sedang berlangsung. Karena penelitian ini
akan mengungkapkan masalah yang sedang terjadi pada siswa, maka penelitian ini
termasuk penelitian deskriptif. Melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui
bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe PBL pada siswa kelas
X teknik kendaraan ringan SMK Karsa Mulya Palangka Raya Semester I Tahun
ajaran 2010/2011 dalam melaksanakan prosedur pemeliharaan pada baterai
dengan metode kooperatif tipe PBL.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Karsa Mulya Palangka Raya kelas X
teknik kendaraan ringan semester I Tahun ajaran 2010/2011 JL. G obos 17 Jekan
Raya Palangka Raya.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
60
Populasi adalah keseluruhan sobyek penelitian. Populasi merupakan
kumpulan dari individu dengan kualitas serat ciri-ciri yang telah ditetapkan.
Pengertian lain menyebutkan bahwwa populasi adalah keseluruhan obyek
penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan,
gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwwa sebagai sumber data yang
memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian ( Hadari Nawawi, 1983:
141).
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X teknik kendaraan ringan
SMK karsa mulya Palangka Raya semester I tahun ajaran 2010/2011 yang
berjumlah 26 orang.
Table 3.1
Data siswa kelas X teknik kendaraan ringan SMK Karsa Mulya Palangka Raya
Tahun Ajaran 2010/2011
No Kelas Siswa Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 X 26 orang - orang 26 orang
Sumber : Tata usaha SMK Karsa Mulya Palangka Raya Tahun Ajaran 2010/2011
3.3.2. Sampel Penelitian
61
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, mengingat
jumlah populasi penelitian ini relatif sedikit dan mampu dijangkau, maka anggota
populasi diambil sebagai sampel penelitian (sampel total). Adakalanya penarikan
sampel ditiadakan. Sampel yang jumlahnya sebesar populasi sering disebut
sampel total (Bohar Soeharto, 1978).
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1. Tahap Persiapan
Pada hal ini dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Menetapkan tempat penelitian
2. Permohonan ijin penelitian
3. Menentukan kelas sampel
4. Membuat instrument penelitia
3.4.2 Tahap Pelaksanaa Penelitian
Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Peneliti mengadakan pre test pada sampel yang terpilih untuk
mengetahui pemahaman awal siswa pada kompetensi keterampilan
siswa dalam melaksanakan prosedur pemeliharaan pada baterai.
2. Pada kelas sampel yang telah terpilih diberikan perlakuan berupa
pembelajaran kompetensi dasar dalam melaksanakan prosedur
pemeliharaan pada baterai.
62
3. Pada kelas sampel yang telah diberikan perlakuan diberi post test yang
bertujuan untuk mengetahuai pemahaman belajar dan tingkat
ketercapaian hasil belajar siswa terhadap materi yang diberikan dengan
metode PBL.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrument yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari :
1) Lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran
dengan model pembelajaran kooperatif tipe PBL. Instrumen ini
dipergunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam
pembelajaran dengan metode Problem Based Learning.
2) Lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran pemeliharaan baterai
dengan model pembelajaran kooperatif tipe PBL.
3) Lembar pengamatan keterampilan kooperatif siswa dalam pembelajaran
model kooperatif tipe PBL. Instrumen di gunakan untuk mengetahui
tingkat ketercapaian (tingkat penguasaan) hasil belajar siswa setelah
penerapan model pembelajaran metode deskriptif pada kompetesi dasar
melaksanakan prosedur pemeliharaan baterai.
4) Lembar penelitian pembelajaran kooperatif tipe PBL.
5) Soal-soal pretest dan postest dan ulangan harian tentang konsep
pemeliharaan baterai . Instrumen tes hasil belajar berupa tes tertulis
dalam bentuk optimal (pilihan ganda) yang di susun oleh peneliti
63
dengan mengacu pada GBPP SMK. Soal yang diberikan yaitu,
memiliki daya pembeda yang tinggi, artinya soal tersebut dapat
membedakan kemampuann siswa, sebaliknya semakin rendah daya
beda maka kualitas soal semakin jelek karena tidak dapat membedakan
siswa yang mempunyai kemampuan.
6) Angket respon terhadap pembelajaran kooperatif tipe PBL. Instrumen
ini di pergunakan untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran
dalam penerapan metode kooperatif tipe Problem Based Learning.
7) lembar keterlaksanaan RPP berupa angket. Instrumen ini dipergunakan
untuk mengetahui keterlaksanaan RPP dalam pembelajaran dengan
metode kooperatif tipe PBL.
3.6. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian meliputi materi yang diberikan adalah prosedur
pelaksanaan pemeliharan baterai.
3.6.1 Penyusunan Rencana Penelitian
Pada tahap ini peneliti menyusun rencana tindakan yang meliputi
penyusunan instrumen yang diperlukan untuk pembelajaran dan rencana
pembelajaran
3.6.2 Pelaksanaan Penelitian
Tahap ini merupakan implementasi (pelaksanaan) dari semua rencana
yang telah dibuat. Tahap ini, berlangsung didalam kelas yang adalah realisasi dari
64
segala teori pendidikan teknik mengajar yang sudah dipersiapkan sebelumya yaitu
peneliti berperan sebagai guru yang akan mengajar siswa dengan berpedoman
pada program satuan pembelajaran dan rencana pembelajaran yang disusun
dengan model pembelajaran kooperatif tipe PBL.
3.6.3 Observasi Penelitian
Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
Pada tahap ini peneliti dibantu beberapa orang pengamat yang akan mengamati
dan mencatat segala kejadian dan peristiwa yang terjadi selama kegiatan belajar
mengajar.
3.7. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh dua orang
observasi. Data yang diperlukan diambil dari pemberian tes, lembar pengamatan
yang diisi oleh dua orang pengamat, dan angket yang diisikan oleh siswa.
1) Hasil pengamatan akitivis guru dan siswa dalam pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe PBL, kesimpulan dan verifikasi data digunakan
kriteria skor. Data terlebih dahulu dihitung jumlah kategori aspek yang diamati
dibagi jumlah kolom lembar pengamatan instrument yang diisi oleh pengamat,
baru dihitung skor rata-ratanya.
Berikut kriteria skor yang digunakan :
Skor < 1,5 kurang
1,5 ≤ skor < 2,5 cukup Isanhadipraya,2006: 37
65
1,5 ≤ skor < 3,5 baik
3,5 ≤ skor < baik sekali
2) Hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran pemeliharaan baterai dengan
model kooperatif tife PBL.
3) Hasil pengamatan keterampilan kooperatif siswa dalam pembelajaran model
kooperatif tipe PBL.
4) Hasil penilaian proses pembelajaran dengan model kooperatif tipe PBL.
5) Hasil pretes, postes, dan ulangan harian tentang pemeliharaan baterai dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe PBL.
6) Hasil angket respon siswa terhadap pembelajaran dengan model kooperatif tipe
PBL. Data respon siswa tersebut selanjutnya dianalisis secara statistik deskriptif
dalam bentuk persentase dengan cara :
Santyasa (2000: 19)
Keterangan
R = Persentase responden yang memilih item yang diajukan.
P = Jumlah responden yang memilih masing-masing item yang ada.
F = Jumlah seluruh responden.
66
7) Hasil panduan wawancara dengan siswa yang dilakukan setelah kegiatan
pembelajaran tentang konsep sistem penerangan dengaan model pembelajaran
kooperatif tipe PBL.
8) Tingkat ketercapaian (TK) atau tingkat penguasaan hasil belajar produktif
siswa setelah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe PBL dengan rumus :
(skor rata-rata) =
TK = x 100% Santyasa (dalam Wijanarni, 2007)
Keterangan
TK = Tingkat ketercapaian
= Skor rata-rata
Skor maksimum = Jumlah skor tertinggi yang diperoleh siswa
Menurut santiyasa (dalam Wijarnarni, 2007) kriteria tingkat ketercapaian sebagai
berikut :
80% - 100% = Sangat tercapai
60% - 79 % = Tercapai
50% - 59 % = Cukup tercapai
67
3.8. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dimaksud untuk menjawab rumusan
masalah. Adapaun analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif.
tiga tahapan dalam analisis data:
1) Reduksi data, adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melelui
seleksi, fempokusan dan pengabstrakasian data mentah menjadi
informasi bermakna.
2) Paparan data, adalah proses penampilan data secara lebih sederhana
dalam bentuk neratif, representasi tabular. Penyimpulan, adalah proses
pengambilan inti sari dari ujian data yang telah terorganisir dalam
bentuk peryataan kalimat dan/atau formula yang singkat dan padat
tetapi mengandung pengertian luas.
68
69