proposal identifikasi bakteri patogen ikan nila
DESCRIPTION
GolTRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu spesies ikan yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga banyak dibudidayakan. Konsumsi
ikan nila ini mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Data
FAO (2009) melaporkan bahwa produksi ikan nila dunia terus mengalami
peningkatan, Tahun 2007 sekitar 769.936 ton dan pada tahun 2008 meningkat
menjadi 2,3 juta ton, Selanjutnya pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2,5 juta
ton (FAO, 2010). Potensi yang besar dan prospek pengembangan yang begitu
terbuka, bukan jaminan bahwa budi daya ikan akan berjalan mulus, tanpa
permasalahan. Banyak masalah yang dihadapi dalam sektor budi daya ikan tanpa
terkecuali dengan budidaya ikan nila (Kordi dan Ghufran, 2004).
Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya intensif adalah serangan
penyakit ikan. Penyakit merupakan salah satu kendala dalam budi daya ikan yang
dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi ikan. Perkembangan suatu
penyakit dalam akuakultur meliputi suatu interaksi yang kompleks antara tingkat
virulensi patogen, derajat imunitas inang, kondisi fisiologis dan genetik hewan,
stress dan padat tebaran (Irianto, 2004). Gangguan penyakit pada budi daya ikan
merupakan risiko biologis yang harus selalu diantisipasi. Hal ini mendorong
adanya aplikasi pengelolaan kesehatan yang terintegrasi dan berkesinambungan
pada budi daya ikan (Purwaningsih dan Taukhid, 2010).
Serangan penyakit pada ikan dapat timbul sewaktu-waktu, bersifat
eksplosif (meluas), penyebarannya cepat dan seringkali menimbulkan kematian
2
yang cepat pula. Penyakit ikan yang disebabkan oleh parasit, bakteri, jamur, virus,
faktor lingkungan dan nutrisi atau makanan (Cahyono, 2000).
Beberapa jenis bakteri yang terdapat di Indonesia namun belum tersebar
luas, yaitu Aeromonas salmonicida dan Edwardsiella tarda di Jawa,
Mycobacterium sp. di Jawa dan Sumatera serta Streptococcus sp di Sulawesi
(Irianto, 2004). Wabah A. salmonicida pernah terjadi pada bulan Oktober 1980,
terutama di daerah Jawa Barat. Kerugian yang ditimbulkannya kira-kira mencapai
4 milyar rupiah (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007). Serangan bakteri ini
baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan
oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan yang kurang
tepat. Aeromonas salmonicida dapat dijumpai di lingkungan air tawar maupun air
laut. Penularan bakteri Aeromonas dapat berlangsung melalui air, kontak badan,
kontak dengan peralatan yang telah tercemar atau karena pemindahan ikan yang
terserang Aeromonas dari satu tempat ke tempat lain (Afrianto dan Liviawaty,
1992).
Infeksi bakteri Streptococcus sp. banyak ditemukan pada ikan nila dan
menyebabkan penyakit yang disebut Streptococcosis (Chang dan Plumb 1996).
Streptococcosis akibat infeksi Streptococcus agalactiae merupakan penyakit pada
ikan nila yang biasa dihadapi oleh pembudidaya dan dapat menyebabkan
kematian yang tinggi (Baya et al. 1990). Menurut Yuasa et al. (2008) serangan
bakteri S. agalactiae ini telah menyebabkan kematian hingga 60% pada budi daya
ikan nila di Sumatera Selatan. Penyakit Streptococcosis ini timbul akibat
rendahnya ketahanan tubuh ikan dalam menghadapi serangan penyakit bakterial,
3
lingkungan pemeliharaan yang buruk dan manajemen pemberian pakan yang
kurang baik sehingga terjadi ketidakseimbangan.
Nilai kerugian ekonomis akibat kasus penyakit yang telah dilaporkan
terjadi di Kalimantan Tengah antara lain kejadian serangan penyakit pada
pertengahan Februari 2005 di Kabupaten Kasongan yang menimbulkan kerugian
± 15 ton ikan nila yang berukuran rata-rata 0,5 – 1 kg per ekor (DKP Kabupaten
Kasongan Kalimantan Tengah, 2005). Pada Maret 2007 pada karamba petani
ikan di Kelurahan Pahandut Seberang Kota Palangka Raya terjadi kasus kematian
ikan sebesar 50 ekor/hari di Kelurahan Pahandut Seberang. Menurut hasil
penelitian wabah penyakit tersebut disebabkan oleh adanya bakteri yang
menyerang tubuh ikan yang disebut Aeromonas sp (DKP Kabupaten Kasongan
Kalimantan Tengah, 2007).
Menurut Hamza (2010), bakteri terdapat disekitar sistem perairan. Apabila
ikan mengalami stress maka bakteri yang terdapat pada perairan tersebut dapat
menimbulkan penyakit. Pada umumnya sumber dan cara penularan penyakit
akibat serangan bakteri-bakteri antara lain melalui ikan yang sakit, ikan karir, air
yang terkontaminasi, makanan yang terkontaminasi, telur yang terkontaminasi,
alat atau pakaian yang terkontaminasi atau melalui bulu burung air.
1.2. Perumusan Masalah
Kegiatan budi daya ikan selama ini masih menghadapi masalah-masalah
seperti rendahnya produksi akibat penyakit bakteri serta faktor penyebab
perbedaan gejala klinis yang muncul dan perjalanan bakteri hingga menyebabkan
kematian perlu diamati agar dapat dijadikan acuan dalam upaya pengendalian
4
penyakit bakteri yang belum teridentifikasi. Sehingga identifikasi bakteri pada
ikan nila (Oreochromis niloticus), perlu dilakukan dan diharapkan bermanfaat
untuk meningkatkan kesehatan ikan sehingga hasil dalam produksi budi daya
meningkat.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis bakteri patogen yang biasa
menyerang ikan nila. Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan informasi
tentang jenis bakteri pada ikan nila, sehingga dapat dilakukan usaha pencegahan
ataupun pengobatan terhadap penyakit tersebut.
1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah adanya jenis bakteri patogen yang
menyerang ikan nila.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Biologi dan Ekologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
5
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk
ke dalam famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd, 2004). Ikan ini
merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri, ikan tersebut berasal dari
Afrika bagian Timur di Sungai Nil, Danau Tangayika, Chad, Nigeria dan Kenya
lalu dibawa ke Eropa, Amerika, negara-negara Timur Tengah dan Asia. Di
Indonesia benih ikan nila secara resmi pertama kali didatangkan dari Taiwan oleh
Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1969. Fillum : chordata, Sub Fillum :
vertebrata, Kelas : detoichtyas, Sub Kelas : achanthoptarigi, Ordo : parcomorphi,
Sub Ordo: parchokka, Family : cichlidan, Genus : oreochromis Spesies :
Oroechromis niloticus, (Ditetapkan Dirjen Perikanan 1972).
Menurut Pratama (2009), ikan nila mempunyai nilai bentuk tubuh yang
pipih kearah vertical (kompres) dengan profil empat persegi panjang kearah
posterior, posisi mulut terletak di ujung/termal. Pada rahang terdapat bercak
kehitaman. Sisik ikan nila adalah tipe scenoid. Ikan nila juga ditandai dengan jari-
jari dorsal yang keras, begitupun bagian awalnya. Dengan posisi siap awal
dibagian belakang sirip dada (abdormal). Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis
yang vertical dan pada sirip punggungnya garis terlihat condong lekuknya. Ciri
ikan nil6a adalah garis-garis vertikal berwarna hitam pada sirip, ekor, punggung
dan dubur. Pada bagian sirip caudal/ ekor yang berbentuk membulat warna merah
dan biasa digunakan sebagai indikasi kematangan gonad.
Ikan ini merupakan spesies ikan yang berukuran besar antara 200-400
gram, memiliki sifat omnivora sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa
hewan dan tumbuhan (Khairuman dan Amri, 2003), Nila dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik pada lingkungan perairan dengan kadar Dissolved
6
Oxygen (DO) antara 2,0-2,5 mg/L. Secara umum nilai pH air pada budidaya ikan
nila antara 5 sampai 10 tetapi nilai pH optimum adalah berkisar 6-9. Ikan nila
umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk, rawa, sawah dan
saluran irigasi, memiliki toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga ikan nila
dapat hidup dan berkembang biak pada perairan payau dengan salinitas antara 0-
25 permil. (Setyo, 2006). Suhu optimal bagi pertumbuhan ikan nila berkisar antara
22-29 °C (Mjoun et al, 2010).
2.2 Bakteri Patogen Penyebab Penyakit
Bakteri adalah mikroorganisme dengan struktur intraseluler yang
sederhana. Sel bakteri terdiri dari dinding sel yang dikelilingi oleh membran
sitoplasma yang berisi sitoplasma inti. Patogen adalah mikoba yang menyebabkan
penyakit yang dibuktikan dengan Postulat Koch. Organisme yang berperan
sebagai patogen dalam timbulnya penyakit adalah bakteri.
Bakteri Aeromonas sp yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan nila
yaitu Aeromonas salmonicida dan Aeromonas hydrophila. A. Salmonicida
merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit peradangan pada
bagian kulit yang terinfeksi secara akut maupun kronis yang biasa disebut dengan
furunculosis (Rantam, 2003).
Salah satu jenis penyakit ikan yang sering dijumpai adalah penyakit
bakterial yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophilla, merupakan
bakteri patogen penyebab penyakit “Motil Aeromonas Septicemia” (MAS),
terutama untuk spesies ikan air tawar di perairan tropis. Bakteri ini termasuk
patogen oportunistik yang hampir selalu ada di air dan siap menimbulkan
penyakit apabila ikan dalam kondisi kurang baik. Penyakit yang disebabkan
7
Aeromonas hydrophilla berakibat bercak merah pada ikan dan menimbulkan
kerusakan pada kulit, insang dan organ dalam. Penyebaran penyakit bakterial pada
ikan umumnya sangat cepat serta dapat menimbulkan kematian yang sangat tinggi
pada ikan-ikan yang diserangnya.
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang bersifat Gram-negatif,
mempunyai morfologi batang pendek dengan ukuran bervariasi antara lebar 0,8
sampai 1,0 mikron dengan panjang 1,0sampai 3,5 mikron, tidak memiliki spora,
bakteri bersifat motil karena mempunyai flagelamonotrichous. Morfologi koloni
permukaannya agak menonjol, berbentuk bulat, mengkilat, krimdengan tepi
koloni entire, diameter 2-3 mm (Austin dan Austin, 1987).
Menurut Afrianti (1992) menyatakan bahwa klasifikasi Aeromonas
hydrophila sebagai berikut : Filum Protophyta, Kelas Schizomycetes, Ordo
Pseudanonadeles, Family vibrionaceae, Genus Aeromonas, Spesies Aeromonas
hydrophila.
Penyakit yang mewabah pada budidaya ikan nila di Jawa Barat dan
beberapa pulau di Indonesia pada tahun-tahun belakangan ini adalah penyakit
Streptococcosis (Taukhid, 2009). Penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri
Streptococcus agalactiae, yang menyerang otak, mata, dan ginjal ikan. Infeksi S.
Agalactiae menyebabkan meningitis neonatal pada manusia dan mastitis pada sapi
(Elliott et al., 1990). Bakteri tersebut juga ditemukan pada hewan mamalia laut
dan bersifat patogen bagi hewan mamalia teresterial dan ikan. Bakteri S.
agalactiae yang berasal dari lumba-lumba (Tursiops truncatus) diinjeksikan ke
ikan nila (Oreochromis niloticus) dapat menyebabkan 90% ikan mati. Wabah S.
8
agalactiae bersifat akut, menyebabkan ikan budidaya mati 100% pada 14 hari
pascainfeksi. (Evans et al., 2006)
Streptococcus agalactiae termasuk dalam genus Streptococcus golongan
B. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif. Streptococcus agalactiae
merupakan sebagian dari flora normal pada vagina dan mulut wanita pada 5-25 %.
Bakteri ini secara khas merupakan hemolitik dan membentuk daerah hemolisis
yang hanya sedikit lebih besar dari koloni (bergaris tengah 1-2 mm).
Streptococcus golongan B menghidrolisis natrium hipurat dan memberi respons
positif pada tes CAMP (Christie, Atkins, Munch-Peterson). Menurut Lehmann
and Neumann (1896) klasifikasi Streptococcus agalactiae Kingdom Bacteria,
Phylum Firmicutes, Class Bacilli, Ordo Lactobacillales, Family
Streptococcaceae, Genus Streptococcus, Spesies S. Agalactiae.
2.3 Interaksi Antara Imunitas Inang, Jasad Patogen dan Lingkungan
Di lingkungan alam, ikan dapat diserang berbagai macam penyakit.
Demikian juga dalam pembudidayaannya, bahkan penyakit tersebut dapat
menyerang ikan dalam jumlah besar dan dapat menyebabkan kematian ikan,
sehingga kerugian yang ditimbulkan sangat besar (Kordi dan Ghufran, 2004).
Perkembangan suatu penyakit dalam akuakultur meliputi suatu interaksi yang
kompleks antara tingkat virulensi patogen, derajat imunitas inang, kondisi
fisiologis dan genetik hewan, stres dan padat tebaran (Irianto, 2004). Secara
umum faktor-faktor yang terkait dengan timbulnya penyakit merupakan interaksi
dari tiga faktor yaitu inang, patogen dan lingkungan atau stressor eksternal yaitu
perubahan di lingkungan yang tidak menguntungkan, tingkat higienik yang buruk
dan stress (Austin dan Austin, 2007).
9
Di lingkungan alam, ikan dapat diserang berbagai macam penyakit.
Demikian juga dalam pembudidayaannya, bahkan penyakit tersebut dapat
menyerang ikan dalam jumlah besar dan dapat menyebabkan kematian ikan,
sehingga kerugian yang ditimbulkan sangat besar (Kordi dan Ghufran, 2004).
Perkembangan suatu penyakit dalam akuakultur meliputi suatu interaksi yang
kompleks antara tingkat virulensi patogen, derajat imunitas inang, kondisi
fisiologis dan genetik hewan, stress dan padat tebaran (Irianto, 2004).
Secara umum faktor-faktor yang terkait dengan timbulnya penyakit
merupakan interaksi dari tiga faktor yaitu inang, patogen dan lingkungan atau
stressor eksternal yaitu perubahan di lingkungan yang tidak menguntungkan,
tingkat higienik yang buruk dan stress (Austin dan Austin, 2007).
Sumber penyakit yang dapat menyebabkan infeksi pada ikan adalah jasad
patogen yang dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu patogen asli (true
pathogen) dan patogen potensial (opportunistic pathogen) (Kordi dan Ghufran,
2004). Patogen asli adalah organisme patogen yang selalu menimbulkan penyakit
khas apabila ada kontak dengan ikan sedangkan patogen potensial adalah
organisme patogen yang dalam keadaan normal hidup damai dengan ikan, akan
tetapi jika kondisi lingkungan menunjang akan menjadi patogen pada ikan
(Bennett, 2009). Pada ikan sistem pertahanan itu berupa lendir, sisik, dan kulit
(Bruno dan Wood, 1999). Menurut Irianto (2004) sistem imun bawaan antara lain
terdiri dari penghalang fisik terhadap infeksi, pertahanan humoral dan sel-sel
fagositik. Teleostei memiliki sejumlah penghalang fisik terhadap infeksi antara
lain kulit dan mukus.
10
Salah satu kendala dalam budi daya ikan adalah terserang oleh bakteri
Steptococcus sp, ikan yang terserang Steptococcosis menunjukkan gejala sisiknya
hilang, gerakan renang tidak menentu ( Clark et.al 2000). Pigmen kulit gelap, bola
mata menonjol, perut kembung, ada pendarahan, dan pada infeksi akut terjadi
kerusakan pada hati sehingga hati menjadi pucat, limpa membesar/bengkak, dan
terjadi kerusakan pada otak (Plumb,1975). Timbulnya penyakit pada budi daya
karena kondisi yang kurang baik, seperti padat tebar yang tinggi, kualitas air
menurun, dan pakan yang tidak baik.
III. METODE PENELITIAN
11
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 45 hari yaitu dari bulan Oktober
sampai dengan bulan Desember 2013 di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini alah inkubator, autoklaf,
lampu bunsen, jarum ose, timbangan analitik, hot plat, cawan peri, gelas ukur,
tabung reaksi, dan erlemayerl, untuk pengamatan bakteri digunakan mikroskop,
objek glass dan cover glass
Alat yang digunakan untuk identifikasi pada ikan nila dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang Digunakan dalam Identifikasi Bakteri Ikan Nila
Alat Kegunaan
Alat BedahJarum OseCawan PetriTabung ReaksiAutoclaveIncubatorFreezerMikroskopCameraThermometerDO MeterHot platColony counterGelas UkurMikropipetLampu bunsen
Membedah ikanMengambil koloni bakteriTempat biak bakteriTempat untuk mereaksikan zat kimiaStrelisasi alatAlat untuk menginkubasiPendingin mediaMengamati preparatDokumentasiPengukur suhuPengukur DOMenghomogenkan larutanAlat Penghitung koloni yang tumbuhUntuk mengukur volume suatu cairanUntuk memindahkan cairanUntuk sterilisasi jarum ose
Sedangkan Bahan yang akan digunakan untuk identifikasi bakteri pada
ikan nila adalah Ikan nila sebagai sampel penelitian yang berasal dari tiga stasiun
12
berbeda, dari masing masing stasiun diambil lima ekor sampai sepuluh ekor
dengan ukuran berkisar 5 cm sampai 12 cm. Kemudian sampel di bawa ke
laboratorium untuk di isolasi bakteri. Media untuk menumbuhkan bakteri adalah
TSA (Tryptic Soya Agar). Untuk pengecatan Gram digunakan kristal violet,
larutan iodin, alkohol 95%, safranin 1 %, akuades dan minyak emersi untuk
memperjelas pengamatan di bawah mikroskop. Bahan yang digunakan untuk
pengujian biokimia adalah H2O2 (Hidrogen Peroksida), kertas saring, kapas,
aluminium foil, tissue, alkohol 75%, aquades, medium O/F (Oksidasi
Fermentatif), dan SIM (Simon Indol Motility).
Tabel 2. Bahan yang Digunakan dalam Identifikasi Bakteri Ikan Nila
Bahan KegunaanIkan Nila Jenis ikan yang akan di identifikasiAkuades Untuk pengenceranTSA Tempat media biakanSIMOksidasi Fermentatif (O/F)GiemsaAlkoholKertas SaringAlumiium Foil
Media uji biokimiaMedia uji O/FUntuk mewarnai preparatSebagai antiseptikMemisahkan zat terlarut dgn zat padatSebagai penutup tabung reaksi
3.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan
megnambil sampel di lapangan dan dianalisa di laboratorium.
Menurut (Effendie 1979) Peubah atau parameter yang diukur untuk
mewakili respon terhadap keberhasilan identifikasi bakteri adalah Kualitas Air
(Fisika dan Kimia). Parameter yang paling utama diukur adalah Amonia, nitrit
(NO2-) dan nitrat (NO3
-). Selanjutnya diukur: pH (Power Hidrogen) Air, Oksigen
Terlarut (DO). Suhu Air.
13
3.4. Prosedur Penelitian
Untuk kualitas air yang diukur antara lain adalah pH, suhu, oksigen terlarut
(DO). Untuk pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer yaitu
dengan mencelupkan bagian ujung thermometer kedalam perairan. Thermometer
diikat pada bagian pangkal (bukan ujung air raksa) kemudian thermometer
digantung pada permukaan air beberapa menit dan suhu dibaca saat thermometer
pada permukaan air dan menunjukkan angka konstan (Adriman et al, 2006).
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH universal indicator
yang dicelupkan kedalam air kemudian dilihat perubahan warna yang terjadi dan
dicocokkan dengan warna papan standarnya untuk mendapatkan nilai pH air
tersebut.
DO atau oksigen terlarut diukur dengan menggunakan alat pengukur DO
yaitu DO meter. Cara penggunaannya yaitu dengan memasukkan elektroda ke
dalam wadah pemeliharaan (perairan) lebih kurang sedalam 4 cm di bawah
permukaan air hingga sensor suhu juga terendam, gerakkan elektroda di dalam
media ke bawah dan ke atas atau aduk dengan pengaduk magnetis kemudian
bacalah hasil pengamatan sebagai mg/l atau % kejenuhan (Adriman et al, 2006).
3.4.1. Pembuatan Media Trypticase Soy Agar (TSA)
Untuk membuat media TSA diperlukan 40 gram media agar yang
dilarutkan dengan 1000 ml akuades dalam tabung erlemeyar, lalu dihomogenkan
dengan magnetik stirer, sambil dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih.
Selanjutnya ehlemeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil untuk
disterilisasi dengan autoclave dengan tekanan 1 Atm pada suhu 121° C selama 15
menit. Kemudian di dinginkan hingga suhu 6° C , lalu dituangkan secara aseptik
14
kedalam cawan petri steril dan di tutup rapat, setelah media membeku, cawan
dibungkus dengan kertas padi dengan posisi terbalik. Apabila tidak langsung
digunakan media dapat disimpan dalam refrigator.
3.4.2. Pembuatan Media O/F
Untuk membuat media O/F diperlukan 11 gram media agar yang
dilarutkan dengan 1000 ml akuades dalam tabung elemeyar, lalu dihomogenkan
dengan magnetik stirer, sambil dipanaskan di dalam hot plate sampai mendidih.
Selanjutnya erlemeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil untuk disterilisasi
dengan autoclave dengan tekanan 1 Atm pada suhu 121° C selama 15 menit.
Apabila tidak langsung digunakan media dapat disimpan dalam refrigator.
3.4.3. Pembuatan Media Motility
Untuk membuat media motility diperlukan 30 gram media SIM yang
dilarutkan dengan 1000 ml akuades dalam tabung elemeyar, lalu dihomogenkan
dengan magnetik stirer, sambil dipanaskan di dalam hot plate sampai mendidih.
Selanjutnya erlemeyer ditutup dengan kapas dan aluminium foil untuk
disterilisasidengan autoclave dengan tekanan 1 Atm pada suhu 121° C selama 15
menit. Apabila tidak langsung digunakan media dapat disimpan dalam refrigator.
3.4.4 Pengambilan Sampel
Ikan Nila yang akan di indentifikasi berukuran ± 10-15 cm. Pengambilan
sampel dilakukan dengan pengamatan secara visual yaitu pengamatan langsung
15
terhadap keadaan ikan, ikan yang diambil 10 ekor dari masing-masing stasiun.
Setelah itu lalu ikan di bawa ke Laboratorium untuk dilakukan identifikasi.
3.4.5 Isolasi Bakteri
Ikan nila yang diambil sebagai sampel diletakkan diatas nampan.
Permukaan tubuh ikan dibersihkan dengan kapas yang telah diberi alkohol untuk
kemudian dibedah. Isolasi bakteri diambil dari borok, hati, limpa dan ginjal.
Isolasi bakteri dilakukan dengan menempelkan jarum ose yang steril ke dalam
organ (Ginjal, Hati, Limpa) atau borok selanjutnya jarum ose yang tadi
digoreskan ke media TSA (media isolasi yang kaya dan subur dan banyak
digunakan untuk menumbuhkan bakteri dari ikan dan udang). Media TSA yang
telah diberi bakteri tadi kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas padi
dengan posisi terbalik untuk kemudian diinkubasi didalam inkubator selama 24-
48 jam. Setelah diinkubasi selama 24 jam didapat koloni-koloni bakteri yang
tumbuh di media agar, selanjutnya dilakukan identifikasi bakteri.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dimasukkan kedalam tabel selanjutnya dilakukan uji
homogenitas. Apabila data homogen maka selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan uji keragaman (ANAVA). Apabila uji statistik menunjukkan
perbedaan nyata dimana F hitung > F tabel maka dilanjutkan dengan uji Neuman-
keuls untuk menentukan perlakuan mana yang lebih baik (Sudjana, 1991).