proposal karakterisasi - indah_audia_prabu

Upload: indah-darapuspa

Post on 05-Mar-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pengajuan karakterisasi lanjutan

TRANSCRIPT

  • PROPOSAL PENELITIAN

    KARAKTERISASI LANJUTAN PASIR PANTAI PULAU PARI DI

    KEPULAUAN SERIBU, JAWA DAN PASIR PANTAI TANJUNG

    KASUARI DI KABUPATEN SORONG, PAPUA

    Untuk pemenuhan tugas mata kuliah FI 4121 - Teknik Karakterisasi Material

    Oleh :

    Prabu Riansyah Sugara 10210102

    Indah Darapuspa 10211008

    Audia Faza Intifada 10212079

    PROGRAM STUDI FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    2015

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    I. LATAR BELAKANG

    Pasir merupakan bahan alam yang tersedia sangat melimpah di Indonesia,

    terkhusus pasir pantai, mengingat Indonesia merupakan Negara yang didominasi wilayah

    perairannya. Pasir pantai merupakan komoditas penting untuk bahan bangunan dan

    industri tambang. Pasir pantai banyak mengandung mineral berharga yang terdiri dari

    unsur kapur, besi dan unsur lainnya yang bisa dimanfaatkan untuk bahan

    industri/bangunan. Pasir yang mengandung kapur dapat dimanfaatkan sebagai bahan

    baku pembuatan semen atau keramik. Untuk menghasilkan semen, dibutuhkan batu kapur

    yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO) dan tanah liat yang mengandung silika

    dioksida (SiO2).

    Klasifikasi berdasarkan sifat fisik pasir dapat dibedakan berdasarkan bentuk,

    ukuran, warna dan densitas pasir. Klasifikasi juga dapat dilakukan dengan melihat

    perbedaan dari material kimiawi penyusun pasir. Selain di pantai, pasir juga banyak

    terdapat di sungai-sungai. Pasir yang terdapat di pantai juga berasal dari sungai. Pasir di

    sungai memiliki kemiripan tampilan fisik dengan pasir pantai.

    Kepulauan Seribu merupakan wilayah gugusan kepulauan di Teluk Jakarta,

    Indonesia. Kepulauan Seribu terdiri dari pulau-pulau karang sebanyak 105 buah dengan

    total luas wilayah daratan sebesar 8,7 km. Gugusan Kepulauan Seribu memiliki potensi

    yang tidak kecil untuk pengembangan berbagai macam industri, antara lain

    pertambangan, perikanan serta pariwisata. Kabupaten Sorong adalah sebuah wilayah

    di Provinsi Papua Barat, Indonesia. Daerah ini dikenal dengan sebutan Daerah Minyak,

    di mana Nederlands Nieuw-Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM) mulai melakukan

    aktivitas pengeboran minyak bumi di Sorong sejak tahun 1935. Kabupaten ini merupakan

    salah satu penghasil minyak utama di Indonesia.[4]

    Kabupaten Sorong terbagi dalam

    wilayah daratan seluas 8.457 Km2 dan wilayah lautan seluas 5.146 Km2. Sedangkan

    jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Sorong adalah tanah latosal putih yang terdapat di

    pinggiran pantai Tanjung Kasuari.

    Kepulauan Seribu dan Pantai di Kabupaten Sorong merupakan contoh kawasan

    yang memiliki banyak pantai dengan kandungan mineral yang bermacam-macam dan

  • berpotensi mengandung kapur, namun demikian secara umum informasi tentang

    karakterisitik dan kandungan mineral pasir pantai di daerah tersebut masih minim. Oleh

    karena itu penelitian ini penting dilakukan dengan tujuan mengetahui karakteristik dan

    kandungan mineral yang terdapat di pasir pantai Pulau Pari di Kepulauan Seribu, Jawa

    dan pasir pantai Tanjung Kasuari di Kabupaten Sorong, Papua. Hasil studi ini diharapkan

    dapat memberikan informasi mengenai karakteristik dan kandungan mineral pada dua

    lokasi tersebut, dimana pasir yang terdapat pada dua lokasi tersebut memiliki perbedaan

    tampilan warna secara visual. Dengan diketahuinya karakteristik dan kandungan mineral

    yang terdapat pada pasir pantai ini, maka dapat dikaji potensi teknis dan ekonomisnya

    untuk dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

    Salah satu metode yang telah digunakan untuk karakterisasi pasir ini adalah

    karakterisasi SEM-EDS (Scanning Electron Microscope - Electron Dispersive

    Spectrocopy). Karakterisasi SEM-EDS digunakan untuk melakukan analisa

    struktur/morfologi (bentuk) pada permukaan partikel dan analisa semi kuantitatif dari

    sampel yaitu mengetahui komposisi material yang terbentuk.

    Selain karakterisasi SEM-EDS, dibutuhkan teknik karakterisasi lanjutan untuk

    mengetahui karakteristik lainnya dari pasir pantai. Karakterisasi lanjutan yang diharapkan

    dapat dilakukan adalah karakterisasi XRD (X-ray Diffractometer) dan karakterisasi HR-TEM

    (High Resolution- Transmission Electron Microscope).

    Karakterisasi XRD memberikan informasi tentang kristalinitas dari sampel, berupa jenis

    fasa kristal, kualitas kekristalan dan ukuran kristal dalam sampel. Karakterisasi TEM

    (Transmission Electron Microscope) merupakan alat karakterisasi yang saat ini paling teliti

    memberikan informasi mengenai morfologi permukaan dan ukuran partikel dengan orde

    nanometer. Dengan alat ini, dapat diamati jelas ukuran panjangnya. Dengan karakerisasi HR-

    TEM, dapat diamati posisi atom dalam partikel yang dianalisis.

    II. JUDUL PENELITIAN

    KARAKTERISASI LANJUTAN PASIR PANTAI PULAU PARI DI KEPULAUAN

    SERIBU, JAWA DAN PASIR PANTAI TANJUNG KASUARI DI KABUPATEN SORONG,

    PAPUA

  • III. RUANG LINGKUP PENELITIAN

    Penelitian ini tercangkup dalam lingkup Fisika material. Secara khusus mengkaji

    karakterisasi sifat dan kandungan mineral pada pasir pantai Pulau Pari di Kepulauan Seribu,

    Jawa dan pasir pantai Tanjung Kasuari di Kabupaten Sorong, Papua.

    IV. TUJUAN PENELITIAN

    1. Mengetahui struktur kristal yang ada di dalam pasir pantai Pulau Pari di Kepulauan Seribu,

    Jawa dan pasir pantai Tanjung Kasuari di Kabupaten Sorong, Papua

    2. Mengetahui kandungan unsur/senyawa mineral yang ada di dalam pasir pantai Pulau Pari di

    Kepulauan Seribu, Jawa dan pasir pantai Tanjung Kasuari di Kabupaten Sorong, Papua

    3. Membandingkan pasir pantai Pulau Pari di Kepulauan Seribu, Jawa dan pasir pantai Tanjung

    Kasuari di Kabupaten Sorong, Papua

    V. WAKTU KEGIATAN

    Penelitian ini akan dilakukan dalam rentang waktu Bulan Desember 2015.

  • BAB II

    TEORI DASAR

    I. PASIR PANTAI

    Pasir adalah mineral endapan (sedimen) yang memiliki ukuran butir 0,074-0,075

    mm dengan ukuran kasar (3-5mm) dan halus (

  • Gambar 1. Deskripsi roundness dan sphericity untuk bentuk pasir dan ukuran butiran (Dyer, 1986).

    II. KARAKTERISASI SEM-EDS

    Elektron memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya

    mampu mencapai 200nm sedangkan elektron bisa mencapai resolusi sampai 0,1 0,2

    nm. Disamping itu dengan menggunakan elektron kita juga bisa mendapatkan beberapa

    jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi.

    Pada sebuah SEM (Scanning Electron Microscope) terdapat beberapa peralatan

    utama antara lain:

    - Pistol elektron, biasanya berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah melepas

    elektron misal tungsten.

    - Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang bermuatan negatif

    dapat dibelokkan oleh medan magnet.

    - Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada molekul udara

    yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan

    sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara menjadi sangat

    penting.

  • Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:

    - Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda.

    - Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.

    - Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan diarahkan

    oleh koil pemindai.

    - Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru

    yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor.

    Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:

    Gambar 2. Skema SEM

    Namun untuk mengenali jenis atom dipermukaan yang mengandung multi atom

    para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive Spectroscopy).

    Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM

    punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X karakteristik, yaitu dengan menembakkan

    sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan

    pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak puncak tertentu yang mewakili

    suatu unsur yang terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental mapping

    (pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda beda dari masing masing

  • elemen di permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kunatitatif

    dari persentase masing masing elemen.

    Aplikasi dari teknik SEM EDS dirangkum sebagai berikut:

    - Topografi: Menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas dsb). - Morfologi: Menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel. - Komposisi: Menganalisa komposisi dari permukaan benda secara kuantitatif dan

    kualitatif. Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain :

    - Memerlukan kondisi vakum. - Hanya menganalisa permukaan. - Resolusi lebih rendah dari TEM. - Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis logam

    seperti emas.

  • BAB III

    METODOLOGI

    I. METODE KARAKTERISASI LANJUTAN

    1. Karakterisasi XRD

    Spektroskopi difraksi sinar-X (X-ray diffraction/XRD) merupakan salah satu

    metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga

    sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material

    dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran

    partikel.

    Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom

    dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut

    memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan difraksi sinar-X untuk

    mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg :

    n. = 2.d.sin ; n = 1,2,... (1)

    dengan adalah panjang gelombang sinar-X yang digunakan, d adalah jarak antara dua

    bidang kisi, adalah sudut antara sinar datang dengan bidang normal, dan n adalah

    bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan.

    Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel

    kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang

    gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan

    ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin

    banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang

    dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal

    yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang

    didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-

    X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDS.

    Keuntungan utama penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah

    kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi akibat panjang

    gelombangnya yang pendek. Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang

    gelombang 0,5-2,0 mikron. Sinar ini dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron

    berenergi tinggi. Elektron itu mengalami perlambatan saat masuk ke dalam logam dan

  • menyebabkan elektron pada kulit atom logam tersebut terpental membentuk kekosongan.

    Elektron dengan energi yang lebih tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan

    kelebihan energinya sebagai foton sinar-X.

    Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis

    yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X. Proses

    difraksi sinar X dimulai dengan menyalakan difraktometer sehingga diperoleh hasil

    difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara sudut difraksi 2 dengan

    intensitas sinar X yang dipantulkan.

    Untuk difraktometer sinar X, sinar X terpancar dari tabung sinar X. Sinar X

    didifraksikan dari sampel yang konvergen yang diterima slit dalam posisi simetris dengan

    respon ke fokus sinar X. Sinar X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah

    menjadi sinyal listrik. Sinyal tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung

    sebagai analisa pulsa tinggi. Teknik difraksi sinar x juga digunakan untuk menentukan

    ukuran kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki orde yang

    sama.

    Ketika sinar X menumbuk kristal, sebenarnya elektron yang terdapat di sekeliling

    atom atau ionlah yang menyebabkan terjadinya pemantulan. Makin banyak jumlah

    elektron yang terdapat disekeliling atom pada suatu bidang, makin besar intensitas

    pemantulan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan akan mengakibatkan makin

    jelasnya spot yang terekam dalam film. Dengan menggunakan metode sintesis fourier,

    kita dapat menghubungkan intensitas spot dengan kepekatan distribusi elektron dalam

    unit sel. Dengan mengamati kepekatan dalam unit sel, kita dapat menduga letak atom

    dalam unit sel tersebut. Atom akan terletak pada daerah-daerah yang mempunyai

    kepekatan distribusi elektron maksimum.

    Dengan menggunakan metode difraksi sinar X, struktur molekul yang sangat

    kompleks dapat ditentukan. Misalnya struktur DNA yang sangat kompleks dapat

    ditentukan dengan metode sinar X seperti yang telah dilakukan oleh Crick, Wilkins dan

    Watson.

    Sampel disiapkan dengan langkah sebagai berikut:

    - Ambil sepersepuluh berat sample (murni lebih baik/diambil yang murni

    pasir saja, pengotornya disisihkan)

  • - Gerus sample dalam bentuk bubuk. Ukuran kurang dari ~10 m atau 200-

    mesh lebih disukai

    - Letakkan dalam sample holder

    - Harus diperhatikan agar mendapatkan permukaan yang datar dan

    mendapatkan distribusi acak dari orientasi-orientasi kisi

    - Untuk analisa dari tanah liat yang memerlukan single orientasi, teknik-

    teknik yang khusus untuk persiapan tanah liat telah diberikan oleh USGS

    Pengumpulan data dilakukan dengan intensitas sinar-X yang didifraksikan secara

    terus-menerus direkam sebagai contoh dan detektor berputar melalui sudut mereka

    masing-masing. Sebuah puncak dalam intensitas terjadi ketika mineral berisi kisi-kisi

    dengan d-spacings sesuai dengan difraksi sinar-X pada nilai Meski masing-masing

    puncak terdiri dari dua pemantulan yang terpisah (K1 dan K2), pada nilai-nilai kecil

    dari 2 lokasi-lokasi puncak tumpang-tindih dengan K2 muncul sebagai suatu

    gundukan pada sisi K1. Pemisahan lebih besar terjadi pada nilai-nilai yang lebih

    tinggi.

    Kegunaan dan aplikasi XRD adalah sebagai berikut:

    - Membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf

    - Membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf

    - Mengukur macam-macam keacakan dan penyimpangan kristal

    - Karakterisasi material kristal

    - Identifikasi mineral-mineral yang berbutir seperti pasir

    - Penentuan dimensi-dimensi sel satuan

    2. Karakterisasi HR-TEM

    Sama seperti SEM, TEM juga digunakan untuk mengkarakterisasi suatu material,

    biasanya untuk material berukuran nanometer. Namun TEM memiliki resolusi yang lebih

    tinggi daripada SEM. Bahkan HR-TEM dapat menentukan posisi-posisi atom dalam

    material yang dianalisis.

    Pada TEM, digunakan berkas electron energi tinggi kepada material yang sudah

    disiapkan dalam ukuran yang sangat tipis. Material harus sangat tipis agar electron dapat

    menembus material tersebut. Bagian yang keras dari material akan menyebabkan

  • sedikitnya berkas elektron yang diteruskan. Kemudian seluruh hasilnya berupa gambar

    yang akan diolah melalui program computer.

    Sebuah TEM memiliki tabung sinar katoda atau filamen sebagai sumber untuk

    menghasilkan elektron yang baik. Dalam ruang vakum, elektron dipercepat menuju

    spesimen yang diberikan dengan memberikan beda potensial antara katoda dan anoda.

    Serangkaian magnet dan lubang logam digunakan untuk memfokuskan electron yang

    kemudian menumbuk material dan berinteraksi sesuai dengan kerapatan dan muatan

    material.

  • BAB IV

    HASIL DAN DISKUSI AWAL

    I. MATERIAL

    Material yang kita gunakan adalah pasir pantai dari dua lokasi berbeda yaitu dari

    Pulau Pari di Kepulauan Seribu, Jawa dan pantai Tanjung Kasuari di Kabupaten Sorong, Papua.

    Gambar 3. Pasir pantai Pulau Pari di Kepulauan Seribu (kiri), Pasir pantai Tanjung Kasuari di

    Sorong, Papua (kanan)

    II. HASIL KARAKTERISASI

    1. Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscope)

    Hasil pengamatan bentuk butiran pasir (Gambar 4a dan 4b), terlihat bahwa secara

    umum bentuk butiran di kedua lokasi membentuk bola (spherical), dengan roundness dan

    sphericity pada pasir pantai Tanjung Kasuari lebih tinggi dibandingkan pasir pantai

    Kepulauan Seribu. Pada pasir pantai Kepulauan Seribu, bentuk butiran yang diperoleh

    terlihat lebih kasar dan kurang beraturan (Gambar 4a), maknanya, semakin tinggi nilai

    roundness atau membundar bentuk suatu pasir dapat menunjukkan bahwa butiran

    tersebut telah mengalami proses transport yang lebih jauh sehingga mengakibatkan

    ukuran butiran pasir semakin kecil atau halus[5]

    .

    Penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa bentuk partikel dihasilkan oleh

    abrasi selama transportasi, dimana terjadi tumbukan antar partikel atau dengan batuan

    dasar sehingga merubah bentuk dari menyudut/meruncing menjadi membundar. Semakin

    jauh jarak yang ditempuh maka semakin kompleks dan semakin membundar bentuk

  • partikel tersebut. Sphericity adalah ukuran yang menggambarkan kecenderungan suatu

    bentuk butir ke arah bentuk membola[7]

    .

    (a) (b)

    Gambar 4. Citra TEM dengan perbesaran 100x dan penembakan elektron dengan kekuatan 15kV.

    a) Pasir Pantai Pulau Pari, Kepulauan Seribu, b) Pasir pantai Tanjung Kasuari, Sorong, Papua

    Gambar 5. Citra TEM dengan perbesaran 2500x dan penembakan elektron dengan kekuatan 15kV.

    a) Pasir Pantai Pulau Pari, Kepulauan Seribu, b) Pasir pantai Tanjung Kasuari, Sorong, Papua

    Morfologi pasir teramati pada gambar 5(a) dan 5(b), dimana pasir pantai Kepulauan Seribu

    memiliki struktur yang lebih halus dan padat, sementara pasir pantai Papua tampak kasar dan berongga.

    Hal ini dipengaruhi oleh lokasi kedua pantai yang kontras. Pantai Kepulauan Seribu merupakan daerah di

    tengah laut dengan jenis tanah/pasir di setiap pulaunya tidak jauh berbeda dengan area lepas pantai.

    Sementara pasir di pantai Papua mendapat pengaruh dari tanah dan batuan dari daratan pulau tersebut

  • sehingga struktur pasir pantainya cenderung kasar dan berongga. Perbedaan morfologi pasir pantai ini

    menarik sebab menunjukkan adanya perbedaan kandungan mineral di dua wilayah yang berbeda meski

    keduanya masih di daerah khatulistiwa. Dengan hasil ini, perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut untuk

    mendapatkan karakteristik spesifik dari kedua jenis pasir pantai tersebut.

    2. Karakterisasi EDS (Electron Difraction Spectrocopy)

    a. Pasir Pantai Pulau Pari, Kepulauan Seribu

    ZAF Method Standardless Quantitative Analysis (Oxide)

    Fitting Coefficient: 0.2990

    Total Oxide: 24.0

    Element (keV) Mass% Error% Mol% Compound Mass% Cation K

    C K 0.277 35.14 0.23 71.30 C 35.14 0.00 24.8112

    O 18.06

    Na K 1.041 2.37 0.21 1.25 Na2O 3.19 2.19 2.6976

    Mg K 1.253 0.50 0.22 0.50 MgO 0.83 0.44 0.5476

    Al K 1.486 0.70 0.24 0.32 Al2O3 1.32 0.55 0.8792

    Si K 1.739 0.37 0.29 0.32 SiO2 0.78 0.28 0.5310

    Cl K 2.621 3.11 0.14 2.14 Cl 3.11 0.00 5.4993

    Ca K 3.690 39.75 0.34 24.17 CaO 55.62 21.08 65.0341

    Total 100.00 100.00 100.00 24.54

    0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00

    keV

    0

    400

    800

    1200

    1600

    2000

    2400

    2800

    3200

    3600

    4000

    Counts

    CK

    aO

    Ka

    NaK

    aM

    gK

    aA

    lKa

    SiK

    a

    ClK

    aC

    lKb

    CaK

    a

    CaK

    b

  • b. Pasir pantai Tanjung Kasuari, Sorong, Papua

    Berdasarkan hasil karakterisasi EDS di atas, kedua pasir memiliki persen massa tiap

    elemen yang tidak jauh berbeda. Pasir pantai Kepulauan Seribu maupun pantai Papua banyak

    mengandung Ca, O, dan C. Terlihat pula adanya kandungan Na dan Cl, ini menunjukkan adanya

    garam yang terserap dalam pasir. Berdasarkan hipotesis, diperkirakan pasir pantai akan memiliki

    0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00

    keV

    0

    400

    800

    1200

    1600

    2000

    2400

    2800

    3200

    3600

    4000C

    ounts

    CK

    aO

    Ka

    NaK

    aM

    gK

    aA

    lKa

    SiK

    a

    ClK

    aC

    lKb

    CaK

    a

    CaK

    b

    ZAF Method Standardless Quantitative Analysis

    Fitting Coefficient: 0.2859

    Element (keV) Mass% Error% Atom% Compound Mass% Cation K

    C K 0.277 19.56 0.14 31.47 15.0773

    O K 0.525 39.70 0.34 47.96 13.8148

    Na K 1.041 1.53 0.10 1.29 1.7498

    Mg K 1.253 0.30 0.08 0.24 0.3341

    Al K 1.486 0.36 0.08 0.26 0.4695

    Si K 1.739 0.26 0.08 0.18 0.4060

    Cl K 2.621 2.37 0.09 1.29 4.5075

    Ca K 3.690 35.92 0.15 17.32 63.6409

    Total 100.00 100.00

  • kandungan mineral Fe, Ti, Mg, Al, atau Si yang tinggi. Namun pada kedua pasir di atas,

    kandungan ini hanya sedikit, yaitu Si, Al, dan Mg. Hal ini dimungkinkan oleh tercampurnya

    serpihan kerang dan batu karang dalam pasir yang dikarakterisasi. Selain itu, tidak ada metode

    pembersihan khusus untuk mendapat sample pasir yang steril sehingga dimungkinkan adanya

    kontaminasi unsur-unsur luar pada permukaan pasir dan terdeteksi dengan kadar cukup tinggi

    saat dilakukan EDS.

  • BAB V

    PENUTUP

    Demikian proposal ini kami buat dengan tujuan agar dapat dipertimbangkan dan

    disetujui. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

    Bandung, 7 Desember 2015

    Tim Penulis

  • DAFTAR PUSTAKA

    [1] Webster, J.R., P.K. Roy, S.W. Ryan, A.C. Christopher. 2003. Heavy Mineral Analysis of

    Sandstones by Rietveld Analysis. JCPDS - International Centre for Diffraction Data. Advances in

    X-ray Analysis, 46: 198-203.

    [2] Holtz, R. D. dan Kovacs, W. D. 1981. An introduction to geotechnical engineering. Prentice Hall,

    New Jersey.

    [3] Sundararajan, M., K.H. Bhat, S. Velusamy. 2010. investigation on mineralogical and chemical

    characterization of ilmenite deposits of Northern Keral Coast, India. Research Journal of Earth

    Sciences, 2(2):36-40.

    [4] Friedmen, G. M., J. E. Sanders. 1978. Principles of sedimentology, John Wiley

    dan Sons, New York.

    [5] Tucker, M.E. 1991. Sedimentary petrology-an introduction to the origin of sedimentary rocks,

    2nd edition. Blackwell Scientific Publication, Oxford.