proposal kelompok ssm

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Melanoma maligna merupakan neoplasma dari melanosit atau sel-sel yang berkembang dari melanosit. Meskipun pernah dianggap sebagai penyakit biasa, namun merupakan salah satu keganasan pada kulit yang dapat bermetastasis jauh. Prevalensi melanoma sendiri yakni 1-3% dari keseluruhan jumlah keganasan. Angka tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun Clark dan Mihm mengklasifikasikan melanoma dalam tiga jenis berdasarkan perjalanan penyakit, gambaran klinis dan histogenesis sebagai berikut 1 : a) Bentuk Superfisial b) Bentuk Nodular c) Lentigo Maligna Melanoma Dari ketiga jenis tersebut, bentuk superficial merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Dari hasil survey di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu, peneliti mendapatkan data bahwa di Provinsi Bengkulu angka kejadian Melanoma Maligna terus meningkat selama dua tahun terakhir, dan sebagian besar merupakan jenis Superfisial Spreading Melanoma. Data ini didapat dari data pasien yang berobat di rumah sakit tersebut. Atas dasar ini, peneliti tertarik untuk membahas masalah ini. 1

Upload: anita-sari-putrii

Post on 27-Jun-2015

179 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Kelompok SSM

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Melanoma maligna merupakan neoplasma dari melanosit atau sel-sel yang

berkembang dari melanosit. Meskipun pernah dianggap sebagai penyakit biasa, namun

merupakan salah satu keganasan pada kulit yang dapat bermetastasis jauh. Prevalensi

melanoma sendiri yakni 1-3% dari keseluruhan jumlah keganasan. Angka tersebut terus

meningkat dari tahun ke tahun

Clark dan Mihm mengklasifikasikan melanoma dalam tiga jenis berdasarkan

perjalanan penyakit, gambaran klinis dan histogenesis sebagai berikut 1:

a) Bentuk Superfisial

b) Bentuk Nodular

c) Lentigo Maligna Melanoma

Dari ketiga jenis tersebut, bentuk superficial merupakan jenis yang paling sering

ditemukan. Dari hasil survey di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu, peneliti mendapatkan

data bahwa di Provinsi Bengkulu angka kejadian Melanoma Maligna terus meningkat

selama dua tahun terakhir, dan sebagian besar merupakan jenis Superfisial Spreading

Melanoma. Data ini didapat dari data pasien yang berobat di rumah sakit tersebut. Atas

dasar ini, peneliti tertarik untuk membahas masalah ini.

Selain karena peningkatan jumlah kasus Melanoma Maligna terutama jenis Superfisial

Spreading Melanoma sehingga peneliti bisa mendapatkan sampel sesuai dengan tuntutan

penelitian, peneliti juga ingin mengetahui faktor apa yang menyebabkan peningkatan

pada kasus ini selama dua tahun terakhir terutama kasus-kasus di Bengkulu sendiri.

Penelitian semacam ini belum pernah dilakukan di provinsi Bengkulu. Dalam penelitian

ini, peneliti akan mengkorelasikan tingkat invasi Superfisial Spreading Melanoma

dengan positifitas gen p53.

1

Page 2: Proposal Kelompok SSM

1.2 RUMUSAN MASALAH

Pada penelitian kali ini, peneliti akan mencermati korelasi antara positifitas gen p53

dengan tingkat invasi Superfisial Spreading Melanoma untuk kasus-kasus melanoma di

Bengkulu. Dengan pertanyaan penelitian yaitu:

“Adakah korelasi antara positifitas gen p53 pada tingkat invasi Superfisial Spreading

Melanoma?

1.3 HIPOTESIS PENELITIAN

Ada hubungan antara positifitas gen p53 dengan tingkat invasi Superfisial Spreading

Melanoma.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kaitan kejadian Superfisial Spreading Melanoma dan tingkat

invasinya pada pasien yang berobat di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui korelasi antara positifitas gen p53 dengan kasus Superfisial

Spreading Melanoma di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu selama satu tahun

terakhir.

2. Mendapatkan gambaran mengenai kasus yang Melanoma Maligna yang pernah

ditangani oleh Rumah Sakit M. Yunus

2

Page 3: Proposal Kelompok SSM

1.5 MANFAAT PENELITIAN

a. Bagi Peneliti

1. Mendapatkan kaitan antara positifitas gen p53 dengan tingkat invasi

Superfisial Spreading Melanoma pada kasus-kasus Melanoma di Rumah Sakit

M. Yunus Bengkulu.

2. Mengetahui faktor yang mendasari peningkatan kasus Melanoma Maligna

terutama untuk jenis Superfisial Spreading Melanoma dua tahun terakhir di

provinsi Bengkulu

b. Bagi Institusi

1. Sebagai wujud pengabdian pada masyarakat

2. Menjadi referensi penelitian untuk penelitian selanjutnya terkait dengan

Melanoma Maligna di Provinsi Bengkulu.

c. Bagi Institusi Kesehatan

Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi dinas terkait dalam rangka

penyusunan intervensi dalam mengatasi kasus-kasus Melanoma Maligna di

provinsi Bengkulu.

3

Page 4: Proposal Kelompok SSM

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 MELANOMA MALIGNA

EPIDEMIOLOGI

Melanoma maligna jarang ditemukan, merupakan (1-3%) seluruh keganasan. Insiden

pada wanita hampir sama dengan laki-laki dengan frekuensi tertinggi ditemukan pada

umur (30-60) tahun, jarang pada anak.

ETIOPATOGENESIS

Etiologinya belum diketahui pasti. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan, selain

faktor keganasan pada umumnya ialah iritasi yang berulang pada tahi lalat. Faktor

herediter mungkin memegang peranan dan perlu diperhatikan lebih teliti perjalanan

penyakit tidak dapat ditentukan dengan pasti, kadang-kadang tumor nya kecil akan tetapi

telah bermetastasis jauh, tumor yang besarpun dapat juga setempat saja dalam jangka

waktu lama. Kehamilan tidak mempengaruhi melanoma maligna.

KLASIFIKASI

Klasifikasi MM menurut clark dan MIHM atas dasar tingkat penyebaran histologik

sebagai berikut:

1. Intraepidermal (MM. insitu)

2. Infiltrasi sampai papilla dermis tapi reticulum dermis masih utuh

3. Infiltrasi sampai jaringan ikat kolagen dermis.

4. Infiltrasi sampai kedalam jaringan ikat klagen dermis

5. Infiltrasi sampai ke jaringan lemak subkutan

4

Page 5: Proposal Kelompok SSM

GEJALA KLINIS

Bentuk dini sulit dibedakan dengan tumor lain. Karena MM merupakan penyakit fatal

jika bermetastasis jauh, maka kemampuan untuk mengenali keganasan dini perlu

diperdalam.

Lokalisasinya : paling banyak ekstremitas bawah, daerah badan, kepala/leher,

ekstremitas atas,kuku.

Secara Klinis, melanoma maligna ada 4 macam tipe, yaitu:

1. Bentuk Superficial Spreading Melanoma (SSM)

Merupakan tipe melanoma yang sering terjadi. Dapat terjadi pada semua umur namun

lebih sering pada usia 30-50 tahun, sering pada wanita dibanding pria dan merupakan

penyebab kematian akibat kanker tertinggi pada dewasa muda.

2. Bentuk Nodular

Ditemukan 32 % seluruh kasus .nodus yang di temukan biasanya berwarna biru

kehitaman dengan batas tegas serta mempunyai variasi bentuk:

1. Bentuk yang terbatas di epidermal dengan permukaan licin

2. Nodus yang menonjol di permukaan kulit dengan bentuk yang tidsk terartur

3. Bentuk eksofitik di sertai ulserasi.umumnya di temukan di telapak kaki

3. Bentuk lentigo maligna melanoma (LMM)

Tumor ini kadang-kadang meliputi keadaan yang agak luas di bagian muka.bentuk

plakat ini umumnya agak tegas, warna coklat kehitaman, tidak homogen, bentuk tidak

teratur, pada bagian tertentu dapat tumbuh nodus yang berbatas tegas setelah

bertahun-tahun.

4. Acral Lentigineous Melanoma

Tipe ini paling sering menyerang kulit hitam dan Asia yaitu sebanyak 29-72% dari

kasus melanoma dan karena sering terlambat terdiagnosis maka prognosisnya

buruk.Sering disebut sebagai ”hidden melanoma” karena lesi ini terdapat pada daerah

yang sukar untuk dilihat atau sering diabaikan, yaitu terdapat pada telapak tangan,

telapak kaki, tumit, ibu jari tangan, atau dibawah kuku.

5

Page 6: Proposal Kelompok SSM

Melanoma subungual bisa terlihat sebagai diskolorasi difus dari kuku atau pita

longitudinal berpigmen di dasar kuku. Melanoma ini memiliki bentukan yang sama

dengan benign junctional melanotic nevus. Pigmen akan berkembang dari arah

proksimal menuju ke arah laterla kuku yang disebut sebagai tanda Hutchinson, sebuah

tanda yang khusus untuk melanoma akral. Pada permukaan timbul papul, nodul,

ulcerasi, kadang-kadang lesi tidak mengandung pigmen.

PROGNOSIS

Walaupun prognosis Melanoma Maligna buruk, namun perlu di ketahui bahwa

faktor yang mempengaruhinya, antara lain yaitu:

1. Tumor primer dengan daerah tertentu (badan lebih buruk dari anggota badan)

2. Stadium

3. Orang yang telah di infiltrasi

4. Jenis kelamin,wanita lebih baik daripada laki-laki

5. Jika terdapat melanogen di urin maka prognosisinya lebih buruk

6. Kondisi hospes, jika fisik lemah dan imunitas menurun,maka prognosisnya lebih

buruk.

6

Page 7: Proposal Kelompok SSM

2.2 TIPE MELANOMA (SUPERFICIAL SPREADING MELANOMA)

Clark dan MIHM membedakan melanoma atas dasar perjalanan penyakit , gambaran

klinis dan histogenesis sebagai berikut :

1. Bentuk superfisisal spreading melanoma

2. Bentuk nodular melanoma

3. Bentuk lentigo maligna melanoma

Superficial Spreading Melanoma

SSM merupakan kasus melanoma terbesar yakni sekitar 70 persen dan tipe yang

paling sering muncul pada kasus melanoma pada kulit. SSM sering muncul pada

ektremitas pada wanita dan punggung bagian atas pada pria, namun dapat pula pada

berbagai tempat. SSM dapat didiagnosis pada decade ke-empat dan kelima kehidupan.

Manifestasi klinis seperti pada gambar, SSM dapat berupa macula berpigmen atau

plak, dan memiliki batas yang tegas. Bentuk pertumbuhan awal dari melanoma yakni

diskret, focal dengan warna kegelapan. Pigmen dari SSM berupa warna coklat kehitaman

sampai ke biru gelap atau merah muda keabu-abuan. Tempat tumbuhnya pun tidak bias

ditentukan.

Hilangnya pigmentasi dalam SSM dapat berupa regresi dan lebih muda dideteksi

dengan Lampu Wood (lampu ultraviolet panjang). Seiring pertumbuhan lesi, permukaan

lesi pun menjadi mengkilat. Batas dari SSM itu sendiri tidak beraturan dengan identasi

angular (menimbul) atau berlekuk-lekuk. Secara keseluruhan, lesi pada SSM secara

perlahan bertambah besar.

7

Page 8: Proposal Kelompok SSM

Histopatologi

SSM dikarakterisasikan muncul dengan satu bentuk yang atipik. Dari sediaan

menunjukkan adanya hiperpigmentasi dari SSM yang naik ke epidermis dengan

melanosit-melanosit besar terdisbrusi. Sel yang besar tadi terlepas atau tetap terbungkus

dan masing-masing memiliki badan monomorphous . Pada pemeriksaan mikroskopis,

biopsy pada daerah nodular dari SSM terdapat akumulasi dari sel-sel malignan di dermis.

Di area invasi, menosit berukuran besar ditemukan. Sel-sel melanosit yang besar ini

merupakan sitoplasma sel yang terdesak dan memudar karena perkembangan inti dari sel

8

Page 9: Proposal Kelompok SSM

malignan, partikel melanin, sel tampak buram, ketika dilihat dari mikroskop, dengan

banyak granul didalamnya.

Berikut gambaran histologinya:

Superficial Spreading Melanoma. Tumor ini menunjukkan adanya pertumbuhan

intraepidermal. Dalam gambaran mikroskopis, distribusi pagetoid sangat jelas di

epidermis. Sel-sel ini biasanya satu bentuk dan keruh dan buram, penuh pigmen. Sel

melanoma yang besar biasanya menunjukkan adanya sel tipe epiteloid.

9

Page 10: Proposal Kelompok SSM

2.3 TINGKAT INVASI MELANOMA

Tingkat invasi Melanoma menurut Clark, yaitu:

Tingkat I, jika Invasi hanya sebatas epidermis

Tingkat II, jika invasi mencapai papil dermis

Tingkat III, jika Invasi telah mencapai papilla dermis dan dermis pars papilare

Tingkat IV, jika Invasi telah mencapai dermis pars retikulare

Tingkat V, jika telah mencapai lapisan subkutan.

2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MELANOMA

A.Proto onkogen

Pada sel normal keadaan fisiologis pertumbuhan sel dan diferensiasi sel diatur oleh

gen yang di sebut proto onkogen.pada keadaan fisiologis proses pembelahan sel di bagi

ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pengikatan faktor pertumbuhan oleh reseptor faktor pertumbuahn yang berada pada

reseptor sel

b. Aktifasi reseptor faktor pertumbuhan yang kemudian mengaktifan protein

penghabtar rangsang yang berada pada bagian dalam membaran sel

10

Page 11: Proposal Kelompok SSM

c. Pengaliran rangsang pertumbuhan melalui sitoplasma ke inti sel oleh second

messanger

d. Merangsang dan mengaktifan faktor pengatur inti sehingga transkripsi dna di mulai

e. Sel masuk ke dalam siklus pembelahan sel;fase G1,G2,

Proto onkogen mempunyai potensi untuk berubah menjadi onkogen dengan cara

transduksi oleh virus RNA atau mengalami perubahan setempat yang mempengaruhi

penampilan atau fungsinya.

B. Onkogen

Aktifasi onkogen

Gen yang produknya berkaitan dengan terjadinya transformasi neoplastik di sebut

onkogen. Proto onkogen dapat berubah menjadi onkogen melalui salah satu mekanisme

mutasi. Translokasi, amplifikasi, insersi atau delesi. Seperti gen yang lain proto onkogen

terdiri atas daerah regulator dan daerah terstruktur. Perubahan bagian-bagian ini akan

mengakibatkan onkogen menjadi aktif. Mutasi pada bagian struktur akan mengakibatkan

sintesis protein yang struktur dan fungsinya menyimpang, sementara perubahan regulator

mengakibatkan produksi protein yang jumlahnya kurang atau berlebihan.

Efek aktifasi onkogen

Mekanisme onkogen merangsang pertumbuahan pada sel neoplastik, antara lain:

1. Mengkode pembuatan protein yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan,yang

berlebihan dan merangsang diri sendiri (autokrin), misalnya C-sis.

2. Memproduksi reseptor faktor pertumbuhan yang tidak sempurna, yang memberi

isyarat pertumbuhan terus menerus meskipun tidak ada rangsang dari luar.

3. Pada amplifikasi gen terbentuk reseptor faktor pertumbuahn yang berlebihan,

sehingga sel tumor sangat peka pada faktor pertumbuhan berkadar rendah, yang

berada di bawah ambang rangsang normal.

4. Memproduksi protein yang berfungsi sebagai penghantar isyarat di dalam sel

yang tidak sempurna, yang terus menerus menghantarkan isyarat meskipun

tidak ada rangsang dari luar sel.

11

Page 12: Proposal Kelompok SSM

5. Memproduksi protein yang berikatan langsung dengan inti yang merangsang

pembelahan sel

Penampilan onkogen yang meningkat dapat di lihat dengan terdapatnya:

1. Onko protein berlebihan pada sel

2. Peningkatan jumlah transkripsi m-RNA onkogen

3. Peningkatan jumlah copy onkogen

C. Anti onkogen

Tumor tidak hanya terbentuk oleh karena aktivasi onkogen. Yang bekerja dominan

tetapi dapat juga sebagai akibat hilangnya atau tidak aktifnya gen yang bekerja

menghambat pertumbuhan sel, yang disebut anti onkogen, bekerja resesif.

Pada pertumbuhan dan diferensaisi sel normal,anti onkogen bekrja menghambat

pertumbuhan dan merangsang diferensiasi sel. Biasanya bekerja resesif pada alel tipe

wild. Hilangnya dua alel diperlukan agar terjadi transformasi sel. Jika hanya satu alel

yang tidak aktif, biasanya masih memperlihatkan fenotif normal.

Beberapa anti onkogen ialah :

Rb (retinoblastoma), APC (adenomatous polyposis coli), WT (wilms tumor)-1, DCC

(Deleted in colon carsinoma), NF (neufibromatosis)-1, NF2. Gen P53 ialah anti onkogen

berlokasi pada lengan pendek kromosom 17, dan membuat protein p53, yaitu protein

yang mempunyai 3 daerah fungsi berbeda. Ujung amino ialah daerah aktif transkripsi

yang mempromosikan gen untuk transkripsi. Daerah tengah berisi DNA khusus yang

berfungsi mengenal dan mengikat materi DNA lain. Ujung karboksi berisi isyarat

lokalisasi inti dan tempat fosforilasi. Mutasi gen p53 dengan atau tanpa delesi alel sering

terjadi pada kanker manusia.

Protein p53 tipe wild mempunyai waktu paruh kurang dari 30 menit dan

konsentrasinya rendah. Jika terjadi kerusakan pada DNA konsentrasi protein p53 tipe

wild bertambah berfungsi mengahambat siklus sel pada fase G1 sehingga memberikan

kesempatan untuk perbaikan DNA atau kematian sel terprogram. Protein p53 tipe wild

juga merangsang diferensiasi sel.

12

Page 13: Proposal Kelompok SSM

Mutasi gen p53 menimbulakan perubahan pada protein produknya dan di sebut

protein p53 mutan. Protein p53 mutan mempunyai waktu paruh yang lebih lama daripada

protein p53 tipe wild, tidak mengatur aktifitas transkripsi, tidak menghambat

pertumbuhan sel tumor dan tidak menghambat transformasi sel. Protein p53 mutan tidak

menghambat pertumbuhan pada fase G1 siklus sel, sehingga gen tidak stabil dan

pembelahan sel kerusakan DNA bertambah. Protein p53 mutan bereaksi dengan Pab 240,

sedangkan protein p53 tipe wild bereaksi dengan monoklonal antibodi Pab 1620.

D. Gen pengatur apoptosis

Apoptosis merupakan kematian sel terprogram yang terjadi baik terjadi pada beberapa

proses fisiologik maupun pada neoplasma. Penumpukan sel pada neoplasma tidak hanya

terjadi sebagai akibat aktifasi gen perangsang pertumbuahan atau tidak aktifnya anti

onkogen tapi juga oleh karena mutasi gen pengatur apoptosis.

Sementara pertumbuhan sel di atur oleh gen perangsang dan penghambat

pertumbuahan, maka kehidupan sel di tentuakn oleh gen perangsang dan penghambat

apoptosis. Gen penghambat apoptosis ialaha bcl-2. Peningkatan ekspresi bcl-2

meningkatkan perpanjangan hidup sel dan jika sel mengalami kerusakan genetic, maka

terus terjadi mutasi tambahan pada onkogen dan anti onkogen.

E. Gen perbaikan DNA

Pajanan penyebab alami yang mengakibatkan kerusakan DNA seperti ionisasi radiasi,

sinar matahari dan makanan yang mengandung karsinogen banyak di temukan,

sedangkan kanker relative jarang terjadi. Keadaan yang menguntungkan ini tampaknya

akibat dari kemampuan sel normal untuk memperbaiki kerusakan DNA dan mencegah

mutasi pada gen yang mengatur pertumbuahn dan apoptosis.

Selain kerusakan DNA oleh penyebab dari lingkungan, DNA pada pembelahan sel

normal juga peka terhadap perubahan akibat kesalahan spontan yang terjadi pada

replikasi DNA. Kesalahan ini jika tidak segera di perbaiki akan segera mendorong sel ke

arah perubahan atau transformasi neoplastik. Kepentingan perbaikan DNA dalam

memelihara integritas gen terlihat pada beberapa penyakit keturunan di mana gen yang

13

Page 14: Proposal Kelompok SSM

menyandi protein yang terlibat pada perbaikan DNA adalah cacat. Mereka yang di

lahirkan dengan mutasi keturunan pada protein perbaikan dna mempunyai resiko tinggi

untuk timbulnya kanker.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DEFINISI OPERASIONAL

a) Variabel Independen

Variabel independen yang akan diteliti yaitu positifitas gen p53. Adapun definisi yang

ditetapkan oleh peneliti mengenai positifitas sendiri adalah dinyatakan gen p53

positif jika pada sediaan Superfisial Spreading Melanoma didapatkan protein spesifik

yang dikode oleh gen ini. Untuk mengetahui ada tidaknya protein tersebut digunakan

teknik Imunohistokimia yang dapat mendeteksi protein spesifik.

b) Variabel Dependen

Variabel yang dikontrol oleh peneliti adalah tingkat invasi dari Superfisial Spreading

Melanoma. Adapun pembagian tingkat invasi tersebut berdasarkan Clark sebagai

berikut:

Tingkat I, jika Invasi hanya sebatas epidermis

Tingkat II, jika invasi mencapai papil dermis

Tingkat III, jika Invasi telah mencapai papilla dermis dan dermis pars papilare

Tingkat IV, jika Invasi telah mencapai dermis pars retikulare

Tingkat V, jika telah mencapai lapisan subkutan.

3.2 DESAIN PENELITIAN

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Observasional jenis

Cross Sectional untuk dapat mengetahui korelasi serta prevalensi antara kedalaman

invasi Superfisial Spreading Melanoma dengan ada atau tidaknya gen p53.

14

Page 15: Proposal Kelompok SSM

3.3 POPULASI DAN SAMPEL

a) Populasi Penelitian

Populasi target adalah pasien Superfisial Spreading Melanoma di Provinsi Bengkulu,

dengan populasi sampel adalah pasien Superfisial Spreading Melanoma yang pernah

berobat dan mendapatkan tindakan bedah di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu.

b) Sampel

Sampel penelitian dipilih dengan teknik Consecutive Sampling yakni setiap sampel

yang memenuhi kriteria penelitian akan disertakan ke dalam penelitian

Adapun kriteria Inklusi dan Eksklusi dari sampel antaralain:

Kriteria Inklusi, Pasien Superfisial Spreading Melanoma yang telah atau akan

menjalani bedah di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu, dengan Usia 30 sampai 50

tahun, memiliki aktivitas dengan paparan sinar matahari yang tinggi.

Kriteria Eklusi, jika pasien tersebut menolak disertakan dalam penelitian.

3.4 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan pada bulan Maret 2011 – Juni 2011 di Rumah Sakit M.

Yunus Bengkulu.

3.5 INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan terhadap sediaan jaringan hasil

operasi pasien Superfisial Spreading Melanoma yang menjadi sampel penelitian. Sediaan

tersebut selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan Imunohistokimia. Dengan pemeriksaan

ini peneliti mampu mengetahui positifitas gen p53 pada sediaan. Pemeriksaan

Imunohistokimia sendiri adalah pemeriksaan protein spesifik, sehingga positivitas gen

p53 dapat diketahui dengan cara mendeteksi protein spesifik yang dihasilkan oleh gen

tersebut.

Selain dari sediaan, laporan hasil operasi juga disertakan untuk mengetahui tingkat

invasi dari Superfisial Spreading Melanoma sehingga nantinya mampu dikorelasikan

antara ada atau tidaknya gen p53 dengan tingkat invasi dari Superfisial Spreading

Melanoma.

3.6 TEKNIK ANALISIS DATA

15

Page 16: Proposal Kelompok SSM

Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan teknik Analisis Chi Square untuk

dapat membuktikan hipotesis. Selain itu, juga akan digunakan SPSS.

16