proposal kelompok ssm
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Melanoma maligna merupakan neoplasma dari melanosit atau sel-sel yang
berkembang dari melanosit. Meskipun pernah dianggap sebagai penyakit biasa, namun
merupakan salah satu keganasan pada kulit yang dapat bermetastasis jauh. Prevalensi
melanoma sendiri yakni 1-3% dari keseluruhan jumlah keganasan. Angka tersebut terus
meningkat dari tahun ke tahun
Clark dan Mihm mengklasifikasikan melanoma dalam tiga jenis berdasarkan
perjalanan penyakit, gambaran klinis dan histogenesis sebagai berikut 1:
a) Bentuk Superfisial
b) Bentuk Nodular
c) Lentigo Maligna Melanoma
Dari ketiga jenis tersebut, bentuk superficial merupakan jenis yang paling sering
ditemukan. Dari hasil survey di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu, peneliti mendapatkan
data bahwa di Provinsi Bengkulu angka kejadian Melanoma Maligna terus meningkat
selama dua tahun terakhir, dan sebagian besar merupakan jenis Superfisial Spreading
Melanoma. Data ini didapat dari data pasien yang berobat di rumah sakit tersebut. Atas
dasar ini, peneliti tertarik untuk membahas masalah ini.
Selain karena peningkatan jumlah kasus Melanoma Maligna terutama jenis Superfisial
Spreading Melanoma sehingga peneliti bisa mendapatkan sampel sesuai dengan tuntutan
penelitian, peneliti juga ingin mengetahui faktor apa yang menyebabkan peningkatan
pada kasus ini selama dua tahun terakhir terutama kasus-kasus di Bengkulu sendiri.
Penelitian semacam ini belum pernah dilakukan di provinsi Bengkulu. Dalam penelitian
ini, peneliti akan mengkorelasikan tingkat invasi Superfisial Spreading Melanoma
dengan positifitas gen p53.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Pada penelitian kali ini, peneliti akan mencermati korelasi antara positifitas gen p53
dengan tingkat invasi Superfisial Spreading Melanoma untuk kasus-kasus melanoma di
Bengkulu. Dengan pertanyaan penelitian yaitu:
“Adakah korelasi antara positifitas gen p53 pada tingkat invasi Superfisial Spreading
Melanoma?
1.3 HIPOTESIS PENELITIAN
Ada hubungan antara positifitas gen p53 dengan tingkat invasi Superfisial Spreading
Melanoma.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kaitan kejadian Superfisial Spreading Melanoma dan tingkat
invasinya pada pasien yang berobat di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui korelasi antara positifitas gen p53 dengan kasus Superfisial
Spreading Melanoma di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu selama satu tahun
terakhir.
2. Mendapatkan gambaran mengenai kasus yang Melanoma Maligna yang pernah
ditangani oleh Rumah Sakit M. Yunus
2
1.5 MANFAAT PENELITIAN
a. Bagi Peneliti
1. Mendapatkan kaitan antara positifitas gen p53 dengan tingkat invasi
Superfisial Spreading Melanoma pada kasus-kasus Melanoma di Rumah Sakit
M. Yunus Bengkulu.
2. Mengetahui faktor yang mendasari peningkatan kasus Melanoma Maligna
terutama untuk jenis Superfisial Spreading Melanoma dua tahun terakhir di
provinsi Bengkulu
b. Bagi Institusi
1. Sebagai wujud pengabdian pada masyarakat
2. Menjadi referensi penelitian untuk penelitian selanjutnya terkait dengan
Melanoma Maligna di Provinsi Bengkulu.
c. Bagi Institusi Kesehatan
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi dinas terkait dalam rangka
penyusunan intervensi dalam mengatasi kasus-kasus Melanoma Maligna di
provinsi Bengkulu.
3
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 MELANOMA MALIGNA
EPIDEMIOLOGI
Melanoma maligna jarang ditemukan, merupakan (1-3%) seluruh keganasan. Insiden
pada wanita hampir sama dengan laki-laki dengan frekuensi tertinggi ditemukan pada
umur (30-60) tahun, jarang pada anak.
ETIOPATOGENESIS
Etiologinya belum diketahui pasti. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan, selain
faktor keganasan pada umumnya ialah iritasi yang berulang pada tahi lalat. Faktor
herediter mungkin memegang peranan dan perlu diperhatikan lebih teliti perjalanan
penyakit tidak dapat ditentukan dengan pasti, kadang-kadang tumor nya kecil akan tetapi
telah bermetastasis jauh, tumor yang besarpun dapat juga setempat saja dalam jangka
waktu lama. Kehamilan tidak mempengaruhi melanoma maligna.
KLASIFIKASI
Klasifikasi MM menurut clark dan MIHM atas dasar tingkat penyebaran histologik
sebagai berikut:
1. Intraepidermal (MM. insitu)
2. Infiltrasi sampai papilla dermis tapi reticulum dermis masih utuh
3. Infiltrasi sampai jaringan ikat kolagen dermis.
4. Infiltrasi sampai kedalam jaringan ikat klagen dermis
5. Infiltrasi sampai ke jaringan lemak subkutan
4
GEJALA KLINIS
Bentuk dini sulit dibedakan dengan tumor lain. Karena MM merupakan penyakit fatal
jika bermetastasis jauh, maka kemampuan untuk mengenali keganasan dini perlu
diperdalam.
Lokalisasinya : paling banyak ekstremitas bawah, daerah badan, kepala/leher,
ekstremitas atas,kuku.
Secara Klinis, melanoma maligna ada 4 macam tipe, yaitu:
1. Bentuk Superficial Spreading Melanoma (SSM)
Merupakan tipe melanoma yang sering terjadi. Dapat terjadi pada semua umur namun
lebih sering pada usia 30-50 tahun, sering pada wanita dibanding pria dan merupakan
penyebab kematian akibat kanker tertinggi pada dewasa muda.
2. Bentuk Nodular
Ditemukan 32 % seluruh kasus .nodus yang di temukan biasanya berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas serta mempunyai variasi bentuk:
1. Bentuk yang terbatas di epidermal dengan permukaan licin
2. Nodus yang menonjol di permukaan kulit dengan bentuk yang tidsk terartur
3. Bentuk eksofitik di sertai ulserasi.umumnya di temukan di telapak kaki
3. Bentuk lentigo maligna melanoma (LMM)
Tumor ini kadang-kadang meliputi keadaan yang agak luas di bagian muka.bentuk
plakat ini umumnya agak tegas, warna coklat kehitaman, tidak homogen, bentuk tidak
teratur, pada bagian tertentu dapat tumbuh nodus yang berbatas tegas setelah
bertahun-tahun.
4. Acral Lentigineous Melanoma
Tipe ini paling sering menyerang kulit hitam dan Asia yaitu sebanyak 29-72% dari
kasus melanoma dan karena sering terlambat terdiagnosis maka prognosisnya
buruk.Sering disebut sebagai ”hidden melanoma” karena lesi ini terdapat pada daerah
yang sukar untuk dilihat atau sering diabaikan, yaitu terdapat pada telapak tangan,
telapak kaki, tumit, ibu jari tangan, atau dibawah kuku.
5
Melanoma subungual bisa terlihat sebagai diskolorasi difus dari kuku atau pita
longitudinal berpigmen di dasar kuku. Melanoma ini memiliki bentukan yang sama
dengan benign junctional melanotic nevus. Pigmen akan berkembang dari arah
proksimal menuju ke arah laterla kuku yang disebut sebagai tanda Hutchinson, sebuah
tanda yang khusus untuk melanoma akral. Pada permukaan timbul papul, nodul,
ulcerasi, kadang-kadang lesi tidak mengandung pigmen.
PROGNOSIS
Walaupun prognosis Melanoma Maligna buruk, namun perlu di ketahui bahwa
faktor yang mempengaruhinya, antara lain yaitu:
1. Tumor primer dengan daerah tertentu (badan lebih buruk dari anggota badan)
2. Stadium
3. Orang yang telah di infiltrasi
4. Jenis kelamin,wanita lebih baik daripada laki-laki
5. Jika terdapat melanogen di urin maka prognosisinya lebih buruk
6. Kondisi hospes, jika fisik lemah dan imunitas menurun,maka prognosisnya lebih
buruk.
6
2.2 TIPE MELANOMA (SUPERFICIAL SPREADING MELANOMA)
Clark dan MIHM membedakan melanoma atas dasar perjalanan penyakit , gambaran
klinis dan histogenesis sebagai berikut :
1. Bentuk superfisisal spreading melanoma
2. Bentuk nodular melanoma
3. Bentuk lentigo maligna melanoma
Superficial Spreading Melanoma
SSM merupakan kasus melanoma terbesar yakni sekitar 70 persen dan tipe yang
paling sering muncul pada kasus melanoma pada kulit. SSM sering muncul pada
ektremitas pada wanita dan punggung bagian atas pada pria, namun dapat pula pada
berbagai tempat. SSM dapat didiagnosis pada decade ke-empat dan kelima kehidupan.
Manifestasi klinis seperti pada gambar, SSM dapat berupa macula berpigmen atau
plak, dan memiliki batas yang tegas. Bentuk pertumbuhan awal dari melanoma yakni
diskret, focal dengan warna kegelapan. Pigmen dari SSM berupa warna coklat kehitaman
sampai ke biru gelap atau merah muda keabu-abuan. Tempat tumbuhnya pun tidak bias
ditentukan.
Hilangnya pigmentasi dalam SSM dapat berupa regresi dan lebih muda dideteksi
dengan Lampu Wood (lampu ultraviolet panjang). Seiring pertumbuhan lesi, permukaan
lesi pun menjadi mengkilat. Batas dari SSM itu sendiri tidak beraturan dengan identasi
angular (menimbul) atau berlekuk-lekuk. Secara keseluruhan, lesi pada SSM secara
perlahan bertambah besar.
7
Histopatologi
SSM dikarakterisasikan muncul dengan satu bentuk yang atipik. Dari sediaan
menunjukkan adanya hiperpigmentasi dari SSM yang naik ke epidermis dengan
melanosit-melanosit besar terdisbrusi. Sel yang besar tadi terlepas atau tetap terbungkus
dan masing-masing memiliki badan monomorphous . Pada pemeriksaan mikroskopis,
biopsy pada daerah nodular dari SSM terdapat akumulasi dari sel-sel malignan di dermis.
Di area invasi, menosit berukuran besar ditemukan. Sel-sel melanosit yang besar ini
merupakan sitoplasma sel yang terdesak dan memudar karena perkembangan inti dari sel
8
malignan, partikel melanin, sel tampak buram, ketika dilihat dari mikroskop, dengan
banyak granul didalamnya.
Berikut gambaran histologinya:
Superficial Spreading Melanoma. Tumor ini menunjukkan adanya pertumbuhan
intraepidermal. Dalam gambaran mikroskopis, distribusi pagetoid sangat jelas di
epidermis. Sel-sel ini biasanya satu bentuk dan keruh dan buram, penuh pigmen. Sel
melanoma yang besar biasanya menunjukkan adanya sel tipe epiteloid.
9
2.3 TINGKAT INVASI MELANOMA
Tingkat invasi Melanoma menurut Clark, yaitu:
Tingkat I, jika Invasi hanya sebatas epidermis
Tingkat II, jika invasi mencapai papil dermis
Tingkat III, jika Invasi telah mencapai papilla dermis dan dermis pars papilare
Tingkat IV, jika Invasi telah mencapai dermis pars retikulare
Tingkat V, jika telah mencapai lapisan subkutan.
2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MELANOMA
A.Proto onkogen
Pada sel normal keadaan fisiologis pertumbuhan sel dan diferensiasi sel diatur oleh
gen yang di sebut proto onkogen.pada keadaan fisiologis proses pembelahan sel di bagi
ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
a. Pengikatan faktor pertumbuhan oleh reseptor faktor pertumbuahn yang berada pada
reseptor sel
b. Aktifasi reseptor faktor pertumbuhan yang kemudian mengaktifan protein
penghabtar rangsang yang berada pada bagian dalam membaran sel
10
c. Pengaliran rangsang pertumbuhan melalui sitoplasma ke inti sel oleh second
messanger
d. Merangsang dan mengaktifan faktor pengatur inti sehingga transkripsi dna di mulai
e. Sel masuk ke dalam siklus pembelahan sel;fase G1,G2,
Proto onkogen mempunyai potensi untuk berubah menjadi onkogen dengan cara
transduksi oleh virus RNA atau mengalami perubahan setempat yang mempengaruhi
penampilan atau fungsinya.
B. Onkogen
Aktifasi onkogen
Gen yang produknya berkaitan dengan terjadinya transformasi neoplastik di sebut
onkogen. Proto onkogen dapat berubah menjadi onkogen melalui salah satu mekanisme
mutasi. Translokasi, amplifikasi, insersi atau delesi. Seperti gen yang lain proto onkogen
terdiri atas daerah regulator dan daerah terstruktur. Perubahan bagian-bagian ini akan
mengakibatkan onkogen menjadi aktif. Mutasi pada bagian struktur akan mengakibatkan
sintesis protein yang struktur dan fungsinya menyimpang, sementara perubahan regulator
mengakibatkan produksi protein yang jumlahnya kurang atau berlebihan.
Efek aktifasi onkogen
Mekanisme onkogen merangsang pertumbuahan pada sel neoplastik, antara lain:
1. Mengkode pembuatan protein yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan,yang
berlebihan dan merangsang diri sendiri (autokrin), misalnya C-sis.
2. Memproduksi reseptor faktor pertumbuhan yang tidak sempurna, yang memberi
isyarat pertumbuhan terus menerus meskipun tidak ada rangsang dari luar.
3. Pada amplifikasi gen terbentuk reseptor faktor pertumbuahn yang berlebihan,
sehingga sel tumor sangat peka pada faktor pertumbuhan berkadar rendah, yang
berada di bawah ambang rangsang normal.
4. Memproduksi protein yang berfungsi sebagai penghantar isyarat di dalam sel
yang tidak sempurna, yang terus menerus menghantarkan isyarat meskipun
tidak ada rangsang dari luar sel.
11
5. Memproduksi protein yang berikatan langsung dengan inti yang merangsang
pembelahan sel
Penampilan onkogen yang meningkat dapat di lihat dengan terdapatnya:
1. Onko protein berlebihan pada sel
2. Peningkatan jumlah transkripsi m-RNA onkogen
3. Peningkatan jumlah copy onkogen
C. Anti onkogen
Tumor tidak hanya terbentuk oleh karena aktivasi onkogen. Yang bekerja dominan
tetapi dapat juga sebagai akibat hilangnya atau tidak aktifnya gen yang bekerja
menghambat pertumbuhan sel, yang disebut anti onkogen, bekerja resesif.
Pada pertumbuhan dan diferensaisi sel normal,anti onkogen bekrja menghambat
pertumbuhan dan merangsang diferensiasi sel. Biasanya bekerja resesif pada alel tipe
wild. Hilangnya dua alel diperlukan agar terjadi transformasi sel. Jika hanya satu alel
yang tidak aktif, biasanya masih memperlihatkan fenotif normal.
Beberapa anti onkogen ialah :
Rb (retinoblastoma), APC (adenomatous polyposis coli), WT (wilms tumor)-1, DCC
(Deleted in colon carsinoma), NF (neufibromatosis)-1, NF2. Gen P53 ialah anti onkogen
berlokasi pada lengan pendek kromosom 17, dan membuat protein p53, yaitu protein
yang mempunyai 3 daerah fungsi berbeda. Ujung amino ialah daerah aktif transkripsi
yang mempromosikan gen untuk transkripsi. Daerah tengah berisi DNA khusus yang
berfungsi mengenal dan mengikat materi DNA lain. Ujung karboksi berisi isyarat
lokalisasi inti dan tempat fosforilasi. Mutasi gen p53 dengan atau tanpa delesi alel sering
terjadi pada kanker manusia.
Protein p53 tipe wild mempunyai waktu paruh kurang dari 30 menit dan
konsentrasinya rendah. Jika terjadi kerusakan pada DNA konsentrasi protein p53 tipe
wild bertambah berfungsi mengahambat siklus sel pada fase G1 sehingga memberikan
kesempatan untuk perbaikan DNA atau kematian sel terprogram. Protein p53 tipe wild
juga merangsang diferensiasi sel.
12
Mutasi gen p53 menimbulakan perubahan pada protein produknya dan di sebut
protein p53 mutan. Protein p53 mutan mempunyai waktu paruh yang lebih lama daripada
protein p53 tipe wild, tidak mengatur aktifitas transkripsi, tidak menghambat
pertumbuhan sel tumor dan tidak menghambat transformasi sel. Protein p53 mutan tidak
menghambat pertumbuhan pada fase G1 siklus sel, sehingga gen tidak stabil dan
pembelahan sel kerusakan DNA bertambah. Protein p53 mutan bereaksi dengan Pab 240,
sedangkan protein p53 tipe wild bereaksi dengan monoklonal antibodi Pab 1620.
D. Gen pengatur apoptosis
Apoptosis merupakan kematian sel terprogram yang terjadi baik terjadi pada beberapa
proses fisiologik maupun pada neoplasma. Penumpukan sel pada neoplasma tidak hanya
terjadi sebagai akibat aktifasi gen perangsang pertumbuahan atau tidak aktifnya anti
onkogen tapi juga oleh karena mutasi gen pengatur apoptosis.
Sementara pertumbuhan sel di atur oleh gen perangsang dan penghambat
pertumbuahan, maka kehidupan sel di tentuakn oleh gen perangsang dan penghambat
apoptosis. Gen penghambat apoptosis ialaha bcl-2. Peningkatan ekspresi bcl-2
meningkatkan perpanjangan hidup sel dan jika sel mengalami kerusakan genetic, maka
terus terjadi mutasi tambahan pada onkogen dan anti onkogen.
E. Gen perbaikan DNA
Pajanan penyebab alami yang mengakibatkan kerusakan DNA seperti ionisasi radiasi,
sinar matahari dan makanan yang mengandung karsinogen banyak di temukan,
sedangkan kanker relative jarang terjadi. Keadaan yang menguntungkan ini tampaknya
akibat dari kemampuan sel normal untuk memperbaiki kerusakan DNA dan mencegah
mutasi pada gen yang mengatur pertumbuahn dan apoptosis.
Selain kerusakan DNA oleh penyebab dari lingkungan, DNA pada pembelahan sel
normal juga peka terhadap perubahan akibat kesalahan spontan yang terjadi pada
replikasi DNA. Kesalahan ini jika tidak segera di perbaiki akan segera mendorong sel ke
arah perubahan atau transformasi neoplastik. Kepentingan perbaikan DNA dalam
memelihara integritas gen terlihat pada beberapa penyakit keturunan di mana gen yang
13
menyandi protein yang terlibat pada perbaikan DNA adalah cacat. Mereka yang di
lahirkan dengan mutasi keturunan pada protein perbaikan dna mempunyai resiko tinggi
untuk timbulnya kanker.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 DEFINISI OPERASIONAL
a) Variabel Independen
Variabel independen yang akan diteliti yaitu positifitas gen p53. Adapun definisi yang
ditetapkan oleh peneliti mengenai positifitas sendiri adalah dinyatakan gen p53
positif jika pada sediaan Superfisial Spreading Melanoma didapatkan protein spesifik
yang dikode oleh gen ini. Untuk mengetahui ada tidaknya protein tersebut digunakan
teknik Imunohistokimia yang dapat mendeteksi protein spesifik.
b) Variabel Dependen
Variabel yang dikontrol oleh peneliti adalah tingkat invasi dari Superfisial Spreading
Melanoma. Adapun pembagian tingkat invasi tersebut berdasarkan Clark sebagai
berikut:
Tingkat I, jika Invasi hanya sebatas epidermis
Tingkat II, jika invasi mencapai papil dermis
Tingkat III, jika Invasi telah mencapai papilla dermis dan dermis pars papilare
Tingkat IV, jika Invasi telah mencapai dermis pars retikulare
Tingkat V, jika telah mencapai lapisan subkutan.
3.2 DESAIN PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Observasional jenis
Cross Sectional untuk dapat mengetahui korelasi serta prevalensi antara kedalaman
invasi Superfisial Spreading Melanoma dengan ada atau tidaknya gen p53.
14
3.3 POPULASI DAN SAMPEL
a) Populasi Penelitian
Populasi target adalah pasien Superfisial Spreading Melanoma di Provinsi Bengkulu,
dengan populasi sampel adalah pasien Superfisial Spreading Melanoma yang pernah
berobat dan mendapatkan tindakan bedah di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu.
b) Sampel
Sampel penelitian dipilih dengan teknik Consecutive Sampling yakni setiap sampel
yang memenuhi kriteria penelitian akan disertakan ke dalam penelitian
Adapun kriteria Inklusi dan Eksklusi dari sampel antaralain:
Kriteria Inklusi, Pasien Superfisial Spreading Melanoma yang telah atau akan
menjalani bedah di Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu, dengan Usia 30 sampai 50
tahun, memiliki aktivitas dengan paparan sinar matahari yang tinggi.
Kriteria Eklusi, jika pasien tersebut menolak disertakan dalam penelitian.
3.4 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian akan dilakukan pada bulan Maret 2011 – Juni 2011 di Rumah Sakit M.
Yunus Bengkulu.
3.5 INSTRUMEN PENELITIAN
Dalam penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan terhadap sediaan jaringan hasil
operasi pasien Superfisial Spreading Melanoma yang menjadi sampel penelitian. Sediaan
tersebut selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan Imunohistokimia. Dengan pemeriksaan
ini peneliti mampu mengetahui positifitas gen p53 pada sediaan. Pemeriksaan
Imunohistokimia sendiri adalah pemeriksaan protein spesifik, sehingga positivitas gen
p53 dapat diketahui dengan cara mendeteksi protein spesifik yang dihasilkan oleh gen
tersebut.
Selain dari sediaan, laporan hasil operasi juga disertakan untuk mengetahui tingkat
invasi dari Superfisial Spreading Melanoma sehingga nantinya mampu dikorelasikan
antara ada atau tidaknya gen p53 dengan tingkat invasi dari Superfisial Spreading
Melanoma.
3.6 TEKNIK ANALISIS DATA
15
Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan teknik Analisis Chi Square untuk
dapat membuktikan hipotesis. Selain itu, juga akan digunakan SPSS.
16