proposal mimi yuni

55
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa. Pendidikan membantu manusia mengembangkan dirinya dan menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1, dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi dirinya, sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam hidup dan kehidupannya. Siswa dituntut mempelajari berbagai macam ilmu seperti ilmu sains, sosial, agama, seni dan lainnya. Ilmu sains adalah salah satu bidang ilmu yang dapat menunjang teknologi, dan fisika merupakan salah satu

Upload: azzy82

Post on 28-Jan-2015

2.350 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

contoh proposal skripsi pendidikan fisika

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal mimi yuni

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi

pembangunan bangsa. Pendidikan membantu manusia mengembangkan dirinya dan

menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Dalam UU Sistem

Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1, dijelaskan bahwa pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensi dirinya, sehingga mampu

menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam hidup dan kehidupannya. Siswa

dituntut mempelajari berbagai macam ilmu seperti ilmu sains, sosial, agama, seni dan

lainnya.

Ilmu sains adalah salah satu bidang ilmu yang dapat menunjang teknologi, dan

fisika merupakan salah satu unsur dalam ilmu sains. Fisika berhubungan dengan

fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang ada pada fenomena alam serta cara memperoleh

fakta-fakta dan prinsip-prinsip tersebut. Mata pelajaran fisika merupakan mata

pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analisis, induktif, dan

deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan peristiwa alam

sekitar, baik kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika. Mata

pelajaran fisika dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta sikap

Page 2: Proposal mimi yuni

percaya diri. Fisika sangat perlu dipelajari pada setiap jenjang pendidikan mulai dari

sekolah dasar, sekolah menengah sampai perguruan tinggi. (Depdiknas, 2006)

Menyadari pentingnya mata pelajaran ini, berbagai usaha telah dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran fisika. Beberapa

diantaranya adalah peningkatan kompetensi guru dengan mengaktifkan Musyawarah

Guru Mata Pelajaran (MGMP), pengoptimalan sarana pendukung baik berupa

laboratorium, dan perpustakaan melalui pemberian bantuan dana BOS. Pemerintah

juga berusaha untuk menyempurnakan kurikulum. Walaupun demikian, fisika masih

menjadi mata pelajaran yang menakutkan, membosankan dan dianggap sulit oleh

siswa. Hal ini membuat siswa di kelas menjadi pasif, dan mengakibatkan hasil belajar

siswa menjadi rendah.

Kenyataan ini juga ditemui di SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik dengan

ketuntasan nilai ulangan fisika siswa kelas X pada semester ganjil yang belum

mencapai target yang diinginkan, seperti Tabel 1:

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Belajar Fisika Siswa pada Ulangan Harian Semester I di Kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik

Jumlah siswa yang nilainya

X.5 (%)

X.8 (%)

≥ 75 20,6 17,1< 75 79,4 82,9

Sumber : Guru fisika kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik

Tabel 1 di atas terlihat bahwa nilai ulangan harian semester I mata pelajaran

fisika siswa kelas X pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 sebagian besar

berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan keterangan dari

Page 3: Proposal mimi yuni

guru fisika SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik yang ditetapkan adalah 75. Kriteria

untuk menentukan KKM ini antara lain dengan memperhatikan (1) Kompleksitas atau

kesulitan dimana kompleksitas tinggi dalam pelaksanaannya menuntut SDM

memahami kompetensi yang harus dicapai siswa, (2) Kemampuan sumber daya

dukung yaitu ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai kompetensi yang dicapai,

(3) Tingkat kemampuan rata-rata siswa.

Faktor yang menyebabkan belum tuntasnya hasil belajar fisika siswa

diantaranya berkaitan dengan proses pembelajaran. Umumnya proses pembelajaran

bersifat verbalistis. Guru hanya dikenal sebagai informator, dan pembelajaran yang

berlangsung berpusat pada guru, yang mana guru menentukan bahan pelajaran dan

siswa hanya duduk, melihat, mendengar dan menerima pelajaran secara pasif. Guru

jarang memberikan berbagai variasi cara dalam pembelajaran materi, menjelaskan

materi kepada siswa bersifat satu arah atau monoton tanpa memperdulikan umpan

balik dari siswa. Hal ini membuat siswa menjadi bosan dan pasif dalam mengikuti

pembelajaran fisika, serta tidak jarang ditemui siswa yang mengeluh dalam belajar

dan menyatakan fisika pelajaran yang sulit dan membosankan.

Guru juga jarang menyuruh siswa untuk melakukan berbagai aktivitas seperti

diskusi, bertanya, memberi tanggapan atas penjelasan yang diberikan padahal dengan

adanya aktivitas yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung akan

menjadikan siswa aktif serta memudahkannya dalam menguasai pelajaran. Hal ini

sesuai dengan pendapat Nasution (1995:85) yang menyatakan bahwa:

Page 4: Proposal mimi yuni

Pelajaran yang tidak segera dikuasai dengan mendengarkan atau membacanya saja. Masih perlu lagi kegiatan-kegiatan lain seperti membuat rangkuman, mengadakan tanya jawab, atau diskusi dengan teman-teman dan mencoba menjelaskannya kepada orang lain.

Salah satu aktivitas siswa dalam pembelajaran fisika yang jarang dilakukan

selama proses pembelajaran berlangsung adalah diskusi kelompok berdasarkan

tingkat akademisnya. Diskusi yang sering dilaksanakan biasanya diambil berdasarkan

urutan bangku terdekat tanpa memperhatikan tingkat akademisnya. Kedua kelompok

yang berbeda tingkat penguasaannya ini dijadikan satu, maka akan terjadi

ketimpangan dalam penerimaan pelajaran. Bentuk ketimpangan itu adalah siswa yang

cepat menguasai pelajaran harus menunggu pada siswa yang kurang cepat menguasai

pelajaran sampai siswa tersebut menguasai pelajaran. Gurunya pun tidak bisa

menerapkan satu cara dalam satu kelas yang sama. Akibatnya, baik siswa maupun

guru sama-sama mengalami kesulitan. Siswa yang pandai memerlukan layanan

pembelajaran yang berbeda dengan siswa yang kurang pandai. Siswa yang pandai

cenderung lebih cepat menerima pelajaran dan lebih mudah menerima pelajaran

dibandingkan dengan siswa yang kurang pandai.

Mengingat jika hal ini tidak segera diantisipasi tentu akan merugikan siswa,

sehingga siswa akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam memahami materi

selanjutnya. Ini akan mengakibatkan siswa yang tidak paham mengalami kegagalan

dalam pembelajaran serta guru pun sulit mencapai tujuan instruksional yang

diharapkan dan akhirnya tujuan pembelajaran fisika berdasarkan kurikulum belum

bisa diwujudkan. Guru dituntut untuk berperan sebagai fasilitator, motivator dan

Page 5: Proposal mimi yuni

mediator. Guru tidak hanya sebagai penyampai materi saja tetapi juga bertanggung

jawab dalam memotivasi dan membimbing siswa dalam proses pembelajran.

Sebaiknya guru harus pandai memilih model pembelajaran yang pas untuk masalah

siswa sehingga siswa menjadi lebih berminat dalam mengikuti pelajaran dan

menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran. Penelitian ini yang menjadi

pokok permasalahan adalah penggunaan model pembelajaran terutama sekali model

cooperative learning dengan memperhatikan kemampuan kelompok atau “ability

grouping”.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik. Berdasarkan

survei awal terhadap kemampuan siswa di sekolah ini, terlihat bahwa siswa memiliki

kemampuan yang bervariasi. Oleh sebab itu, memungkinkan untuk dikelompokkan

berdasarkan kemampuan mereka. Siswa juga sudah terbiasa melakukan diskusi, tetapi

baru pada taraf diskusi kelompok berdasarkan meja terdekat.

Ability grouping adalah salah satu pandangan dalam diskusi yang

memperhatikan kemampuan tiap-tiap kelompok. Menurut Ngalim (2008) “ability

grouping adalah pengelompokan siswa dalam kelas berdasarkan kemampuan

akademisnya, siswa yang tingkat kemampuan akademisnya baik dijadikan satu

kelompok, dan dipisahkan dengan kelompok siswa yang tingkat akademisnya kurang

baik”. Dengan menerapkan ability grouping ini diharapkan guru akan lebih mudah

mengontrol dan melihat sejauh mana pemahaman materi siswa yang kemampuan

akademisnnya rendah. Selain itu, siswa yang awalnya tidak biasa berbicara di depan

kelas diharapkan mampu berbicara mengeluarkan pendapatnya.

Page 6: Proposal mimi yuni

Permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul: “Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Ability Grouping

Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 1 VII Koto Sungai Sarik”.

B. Identifikasi Masalah

Latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Hasil belajar fisika masih ada yang belum tuntas.

2. Guru hanya dikenal sebagai informator sehingga siswa menerima pelajaran

secara pasif.

3. Guru biasanya menjelaskan materi kepada siswa bersifat satu arah.

4. Guru jarang menyuruh siswa untuk melakukan berbagai aktifitas seperti diskusi.

5. Guru jarang memberikan berbagai variasi cara dalam pembelajaran materi.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan terkontrol, maka penulis perlu membatasi

masalah yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis

membatasi masalah pada:

1. Materi pelajaran yang berkenaan dengan penelitian adalah materi pelajaran fisika

yang diberikan pada kelas X semester 2 Tahun ajaran 2011/2012, yakni Listrik

Dinamis.

2. Model pembelajaran yang diterapkan adalah model cooperative learning tipe

ability grouping.

3. Hasil belajar yang diteliti pada penelitian ini adalah pada ranah kognitif.

Page 7: Proposal mimi yuni

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah: “Apakah terdapat pengaruh penerapan model cooperative learning tipe

ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII Koto

Sungai Sarik”.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model

cooperative learning tipe ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X

SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik.

F. Manfaat Penelitian

Bertolak dari tujuan penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat

dimanfaatkan untuk:

1. Pengalaman dan bekal bagi penulis untuk melaksanakan proses pembelajaran

dimasa yang akan datang.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi guru-guru sebagai pendekatan

alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah.

3. Sebagai sumber ide, informasi dan referensi dalam pengembangan penelitian

dalam bidang pendidikan.

4. Memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan

Fisika STKIP YDB Lubuk Alung.

Page 8: Proposal mimi yuni

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Belajar dan Pembelajaran

Proses belajar merupakan suatu rangkaian peristiwa yang komplek, dimana

terdapat hubungan timbal balik antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai siswa.

Dalam proses pembelajaran tersebut timbul perubahan tingkah laku peserta didik

yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pendapat tersebut

didukug oleh Slameto (1998:2) “Belajar adalah usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil dari pengalaman

pembelajaran individu itu sendiri”. Proses belajar dilakukan berkesinambungan,

bertahap, bergilir dan terpadu yang keseluruhan itu menimbulkan warna dan

karakteristik terhadap hasil belajar itu sendiri.

Ciri-ciri perubahan tingkah laku seperti yang diungkapkan Slameto (1998:3)

adalah: “(a) Perubahan yang terjadi secara sadar, (b) Perubahan dalam belajar terjadi

secara kontinu dan fungsional, (c) Perubahan dalam belajar bersifat tetap, dan (d)

Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif”. Sadirman (2001:20) menyatakan

“belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan, serangkaian kegiatan

misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya”.

Page 9: Proposal mimi yuni

Proses belajar dan pembelajaran haruslah sesuai dengan kebutuhan dan minat,

sehingga memperoleh hasil yang memuaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Nasution (1992:23) bahwa; “Belajar akan menjadi lebih menarik, manakala bahan

pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan minat anak”. Walaupun siswa berbeda

secara individual, tetapi membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang relevan untuk

kehidupannya. Salah satu diantaranya adalah pengetahuan pada bidang Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA).

2. Pembelajaran Fisika Menurut KTSP

Salah satu komponen penting dari KTSP adalah pelaksanaan. Pembelajaran

yang berbasis KTSP dapat diartikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan

kebijakan KTSP dalam suatu aktivitas pembelajaran sehingga siswa menguasai

seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Pelaksanaan pembelajaran yang berbasis KTSP tersebut dapat dilihat dari pendidikan

IPA.

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta dapat menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari. Melalui proses pembelajaran yang memberikan pengalaman

langsung, diharapkan siswa lebih memahami alam sekitar secara ilmiah.

Fisika sebagai cabang dari IPA, yang mempelajari mengenai fenomena alam,

diharapkan dapat memberikan pelajaran yang baik untuk keselarasan dalam

kehidupan. Untuk itu, pembelajaran fisika menuntut siswa lebih banyak melakukan

Page 10: Proposal mimi yuni

kegiatan melalui pengamatan terhadap fakta. Dalam pembelajaran siswa diikut

sertakan secara aktif agar dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.

Dalam BSNP (2006:6) dijelaskan bahwa:

Kegiatan mata pelajaran fisika dilakukan melalui kegiatan keterampilan proses meliputi eksplorasi (untuk memperoleh informasi, fakta), eksperimen dan pemecahan masalah (untuk penguatan pemahaman konsep dan prinsip). Setiap kegiatan pembelajaran bertujuan untuk mencapai kompetensi dasar yang dijabarkan dalam indikator dengan intesitas pencapaian kompetensi yang beragam.

Melalui kegiatan keterampilan proses, siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan

dan pengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yag lebih baik. Siswa

membangun sendiri konsep yang dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan oleh

guru. Walaupun konsep yang ditemukan kurang tepat atau terjadi kesalahan, guru

berperan memberi bantuan dan arahan (scalfolding). Kesalahan siswa merupakan

bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu menunjukkan bahwa ia sedang

belajar, ikut berpartisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas pembelajaran.

Prinsip belajar yang diterapkan adalah siswa sebagai subjek belajar, dimana

dengan melakukan-mengkomunikasikan maka kecerdasan emosionalnya dapat

berkembang, seperti kemampuan sosialisasi, empati dan pengendalian diri. Hal ini

bisa terlatih melalui kerja individual-kelompok, diskusi, presentasi, tanya-jawab,

sehingga memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin diri.

3. Pembelajaran Kelompok

Pembelajaran secara kelompok merupakan pembelajaran yang dilaksanakan

oleh beberapa orang untuk mencapai tujuan tertentu. Belajar kelompok terutama

Page 11: Proposal mimi yuni

ditujukan untuk mengembangkan konsep/sub konsep yang sekaligus mengembangkan

aktivitas sosial siswa, sikap dan nilai. Sesuai yang dikemukakan Ernest (1975:8)

“group methods are the strategier and tactics of dealing with group interpersonal

relation and task function through the application of knowledge about group process

and dynamics”.

Menurut Robert L. Cilstrap dan Wilian R Martin dalam anonim (2009):

“pembelajaran kelompok sebagai kegiatan yang biasanya berjumlah kecil yang

diorganisir untuk kepentingan belajar. Pengelompokan ini memberi solusi untuk

mengaktifkan siswa, karena menuntut kooperativitas dari beberapa individu”.

Kelebihan kerja kelompok menurut Syaiful (200:67) antara lain sebagai berikut:

a. Membiasakan siswa bekerja sama menurut paham demokrasi, memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan sikap musyawarah dan bertanggung jawab.

b. Kesadaran akan adanya kelompok menimbulkan rasa kompetitif yang sehat, sehingga membangkitkan kemauan belajar dengan sungguh-sungguh.

c. Melatih ketua kelompok menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan membiasakan anggotanya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Dalam kerja kelompok terjadi interaksi antara anggota kelompok. Sifat egosentris

siswa akan berkurang dengan adanya pendekatan antar siswa dalam berbagai cara,

terutama melalui diskusi. Siswa akan memperoleh pengalaman mental yang

memungkinkan otak bekerja dan mengembangkan cara-cara baru untuk

melaksanakan presepsi dan memecahkan masalah.

4. Model Cooperative Learning

Page 12: Proposal mimi yuni

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003

menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran ini, guru harus

memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai

model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan

perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.

Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model

pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran

Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok

yang terstruktur. Struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993),

yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,

keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Falsafah yang mendasari pembelajaran

Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo

homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Cooperative Learning adalah suatu model belajar mengajar yang menekankan

pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama

dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang

atau lebih. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan model belajar

dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya

berbeda. Menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus

saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.

Page 13: Proposal mimi yuni

Pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam

kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Menurut Anita Lie (2002:28), bahwa “Model pembelajaran Cooperative

Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar

yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan”.

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa

dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model

pembelajaran gotong royong yaitu :

a. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk

menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian

rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar

yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

b. Tanggung jawab perseorangan

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran

Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan

yang terbaik. Guru yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning

membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing

anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas

selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

c. Tatap muka

Page 14: Proposal mimi yuni

Pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan

untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para

pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari

sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi

kekurangan.

d. Komunikasi antar anggota

Unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan berbagai keterampilan

berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan

para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk

mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga

merupakan proses panjang. Proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan

perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan

perkembangan mental dan emosional siswa.

e. Evaluasi proses kelompok

Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi

proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja

sama dengan lebih efektif.

Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif

yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada Table 2:

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Page 15: Proposal mimi yuni

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1:

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran

yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

memotivasi siswa belajar

Fase 2:

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa

dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan

bacaan

Fase 3:

Mengorganisasikan siswa ke

dalam kelompok-kelompok

belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

caranya membentuk kelompok belajar dan

membantu setiap kelompok agar melakukan

transisi secara efisien

Fase 4:

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok

belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

mereka

Fase 5:

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

materi yang telah dipelajari atau masing-

masing kelompok mempresentasikan hasil

kerjanya

Fase 6:

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai

baik upaya maupun hasil belajar individu

kelompok

5. Pembelajaran Ability Grouping

Menurut John dan Hasan (2007) “ability adalah kemampuan, kecakapan

sedangkan grouping artinya kelompok”. Jadi, ability grouping adalah pembelajaran

yang menuntut kemauan dan kecakapan siswa yang telah dikelompokkan berdasarkan

kemampuannya di dalam kelas.

Page 16: Proposal mimi yuni

Menurut Ngalim (2008) “ability grouping adalah pengelompokan siswa dalam

kelas yang sama berdasarkan kemampuan akademisnya. Siswa yang tingkat

penguasaan akademisnya baik, dijadikan satu dan terpisah dengan kelompok siswa

dengan tingkat penguasaan akademisnya kurang baik”. Menurut Anita (2005:39)

“ability grouping adalah praktik memasukkan beberapa siswa dengan kemampuan

setara dalam kelompok yang sama”. Praktik ini bisa dilakukan pada pembagian

kelompok di dalam satu kelas atau pembagian kelas di dalam satu sekolah. Jadi, di

dalam satu kelas ada kelompok siswa pandai dan kelompok siswa yang lemah, atau

dalam satu sekolah terdapat kelas unggul dan kelas reguler biasa.

Pengelompokan homogen berdasarkan prestasi belajar sangat disukai karena

tampaknya memang bermanfaat. Pertama, pengelompokan cara ini sangat praktis dan

mudah dilakukan secara administratif. Kedua, pengelompokan homogen berdasarkan

hasil prestasi dilakukan untuk memudahkan pembelajaran. Guru memang

menghadapi tantangan yang lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran yang

berlainan kemampuan dalam satu kelompok atau satu kelas. Jika pembelajaran terlalu

cepat, siswa yang lambat akan tertinggal. Sebaliknya jika pembelajaran terlalu

lambat, siswa yang cerdas akan merasa bosan dan akhirnya mengabaikan atau

mengacau kelas. Oleh karena itu, pengelompokan homogen dianggap bisa

menyelesaikan masalah.

Langkah pertama dalam membentuk pengelompokan homogenitas berdasarkan

kemampuan akademis siswa adalah mengurutkan siswa berdasarkan nilai rata-rata

Page 17: Proposal mimi yuni

ulangan harian, selanjutnya membentuk kelompok dengan melihat urutan nilainya,

siswa yang nilainya berdekatan dijadikan satu kelompok.

6. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Ability Grouping

Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian terdahulu, dalam pembelajaran

model cooperative learning tipe ability grouping siswa di bagi berdasarkan

kemampuan akademisnya. Jadi siswa yang akademisnya baik ditempatkan sama

dengan yang kemampuan akademisnya baik juga. Begitu juga sebaliknya siswa yang

kemampuan akademisnya kurang dijadikan satu kelompok dengan temannya yang

memiliki kemampuan yang sama, nantinya mereka berdiskusi dan saling berinteraksi.

Anita (2005:41) menjelaskan langkah – langkah pembelajaran model

cooperative learning tipe ability grouping adalah sebagai berikut:

a. Guru menjelaskan materi secara ringkas yang akan dipelajari siswab. Mengelompokan siswa secara homogen berdasarkan kemampuan akademisnya.

Siswa diurutkan berdasarkan rata – rata nilai ulangan harian, kemudian dibentuklah kelompok dimana satu kelompok terdiri maksimal atas lima orang.

c. Menentukan jenis diskusi yaitu diskusi kelompok kecil.d. Guru memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, menyampaikan

tujuan yang ingin dicapai dan aturan – aturan diskusi serta membagikan LDS.e. Dalam diskusi guru sebagai pemantau keaktifan kelompok.f. Guru mewajibkan kepada setiap kelompok untuk mengumpulkan LDS.g. Mendiskusikan materi yang telah didiskusikan oleh siswa bersama guru. Disini

guru merangsang pertanyaan siswa.h. Guru menjelaskan materi pembelajaran secara lebih mendalam sebagai

kelanjutan penjelasan pertemuan awal.i. Siswa diwajibkan membuat kesimpulan pada pokok materi yang telah dipelajari.j. Siswa mengumpulkan kesimpulan.

Pembelajaran model cooperative learning tipe ability grouping siswa tidak menerima

informasi dan pengetahuan secara pasif tetapi secara aktif belajar bersama–sama,

Page 18: Proposal mimi yuni

saling membantu dengan teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Dengan pemberian tugas membaca dan membuat kesimpulan materi siswa dapat

mempertahankan pekerjaan kelompoknya.

Tanya jawab dalam diskusi diharapkan dapat membantu tumbuhnya perhatian

siswa pada pelajaran, serta mengembangkan kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan dan pengalamannya, sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar –

benar bermakna.

7. Hasil Belajar

Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari apapun yang terjadi dalam kegiatan

belajar baik di kelas, di sekolah, maupun di luar sekolah. Pengalaman yang di alami

siswa dalam proses pengembangan kemampuannya merupakan apa yang

diperolehnya dalam satu kegiatan atau secara terus menerus hampir dalam setiap

kegiatan.

Menurut Nana (1992:22) “hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang

dimiliki siswa setelah mengalami proses pembelajaran”. Selain itu Nana (1952:22)

“membagi keterampilan dalam tiga macam yaitu: (1) keterampilan dan kebiasaan (2)

pengetahuan dan pengertian (3) sikap dan cita – cita. Sedangkan menurut Gagne

dalam Sudjana (1992:22) “membagi lima kategori dalam belajar yakni: (1) informasi

verbal (2) keterampilan intelektual (3) strategi kognitif (4) sikap, dan (5)

keterampilan motorik”. Menurut Bloom dalam Gulo (2002:28) proses pembelajaran

Page 19: Proposal mimi yuni

menempatkan hasil belajar dalam tiga ranah yaitu aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor.

Hasil belajar ranah kognitif meliputi kemampuan yang menyatakan kembali

konsep atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual. Menurut Bloom

dalam suharsimi (2006:117) “hasil belajar ranah kognitif meliputi: mengenal

(recognition), mengingat (remember), memahami (comprehension), menerapkan

(aplication), menganalisis (analysis), sintesis (syntesis), mengevaluasi (evaluation)”.

Hasil belajar ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang dimiliki siswa

dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne dalam Muslim (2005:15) “Sikap adalah

suatu keadaan yang ada di dalam diri seseorang yang mempengaruhi dan mengubah

tindakan yang dipilihnya”.

B. Kerangka Konseptual

Pelaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan KTSP dituntut pembelajaran

yang dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dengan menerapkan model cooperative

learning tipe ability grouping diharapkan siswa menjadi lebih aktif, namun masih

banyak siswa yang kemampuannya rendah cenderung bergntung pada siswa yang

kemampuannya tinggi, salah satu solusi yang dapat mengatasinya adalah dengan

penerapan model cooperative learning tipe ability grouping. Dengan menerapkan

model cooperative learning tipe ability grouping diharapkan guru akan lebih mudah

mengontrol dan melihat sejauh mana pemahaman materi siswa yang kemampuan

akademisnya rendah sehingga terjadi peningkatan hasil belajar. Selain itu siswa yang

Page 20: Proposal mimi yuni

awalnya tidak biasa berbicara di depan kelas diharapkan mampu berbicara

mengeluarkan pendapatnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan, maka

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Hi: Terdapat pengaruh yang berarti penerapan model cooperative learning tipe

ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII Koto

Sungai Sarik.

Ho: Tidak terdapat pengaruh yang berarti penerapan model cooperative learning

tipe ability grouping terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA N 1 VII

Koto Sungai Sarik.

Pembelajaran Fisika pada Model Cooperative Learning

Tipe Ability Grouping Siswa Guru

Hasil Belajar

Pembelajaran Berdasarkan KTSP

Page 21: Proposal mimi yuni

BAB III

MATODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian ini adalah

eksperimen semu menggunakan dua kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Arikunto (2005:207) menyatakan bahwa

Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subjek selidik. Caranya adalah dengan membandingkan satu atau dua kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan satu atau lebih kelompok pembanding yang tidak penerima perlakuan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only

Design. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah pembelajaran model

cooperative leearning tipe ability grouping, sedangkan pada kelas kontrol

dilaksanakan pembelajaran tanpa model cooperative leearning tipe ability grouping.

Rancangan penelitian ini digambarkan pada Tabel 3.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Kelas Perlakuan Tes Akhir

Eksperimen X T

Kontrol - T

Sumber : Suryasubroto (2006:105)

Keterangan :

Page 22: Proposal mimi yuni

X = Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen

T = Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian. Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik yang terdaftar

pada semester II tahun ajaran 2011/2012 seperti yang terdapat pada Tabel 4.

Tabel 3.2 Distribusi Siswa Kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik pada Tahun Ajaran 2011/2012

Kelas Jumlah Siswa

X1 24

X2 39

X3 39

X4 38

X5 38

X6 39

X7 36

X8 37

X9 39

Sumber : Tata Usaha SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang diambil

haruslah representatif, yang menggambarkan keseluruhan karakteristik dari suatu

populasi. Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

Page 23: Proposal mimi yuni

Penulis hanya memerlukan dua kelas yaitu, kelas eksperimen dan kelas kontrol,

maka pengambilan sampel dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut:

a. Menetapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai kelas sampel.

b. Untuk melihat apakah kedua kelas ini memiliki kemampuan yang sama maka

dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas kedua kelas sampel untuk

melihat apakah kedua sampel tersebar normal.

c. Setelah dilakukan uji normalitas, kemudian dilakukan uji homogenitas kedua

kelas sampel.

d. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas kemudian dilakukan uji

kesamaan dua rata-rata

e. Setelah diperoleh dua kelas sampel yang terdistribusi normal dan homogen,

maka diambil secara random, maka di dapat kelas eksperimen dan kelas

kontrol/

C. Variabel dan Data

1. Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan

variabel kontrol.

a. Variabel bebas yaitu model cooperative learning tipe ability grouping

Variabel terikat yaitu hasil belajar siswa ranah kognitif setelah perlakuan

diberikan

Page 24: Proposal mimi yuni

b. Variabel kontrol yaitu guru, materi pelajaran, buku sumber dan jumlah jam

pelajaran yang diberikan adalah sama.

2. Data

Adapun data dalam penelitian ini adalah berupa data hasil belajar fisika siswa

kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik setelah perlakuan diberikan, berupa

data primer yang diperoleh langsung dari sampel yang diteliti. Data sekunder

meliputi jumlah dan keadaan siswa.

D. Prosedur Penelitian

Secara umum, prosedur penelitian ini dapat dibagi atas tiga bagian:

1. Tahap Persiapan

a. Menetapkan jadwal penelitian

b. Mengurus izin penelitian

c. Menentukan populasi dan sampel

d. Mempelajari materi fisika kelas X SMA N 1 VII Koto Sungai Sarik

e. Mempersiapkan dan menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

sesuai dengan materi yang akan diajarkan

f. Mempersiapkan instrumen penelitian

g. Membagi kelompok untuk kelas eksperimen berdasarkan kemampuannya

dengan mengetahui nilai ulangan harian yang sebelumnya

h. Menyusun soal untuk tes akhir

2. Tahap Pelaksanaan

Page 25: Proposal mimi yuni

Tabel 3.6. Skenario Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

1 2

1. Pendahulan

a. Guru menyampaikan apersepsi dan

meminta siswa mengaitkan pelajaran

yang lalu dengan pelajaran yang

akan dipelajari.

b. Guru memotivasi siswa dengan

menyebutkan beberapa contoh

penerapan fisika yang ada

dilingkungan.

c. Menyampaikan indikator yang harus

dicapai siswa setelah mempelajari

materi tersebut.

2. Kegiatan Inti

Eksplorasi

a. Guru menyampaikan pokok-pokok

materi pelajaran dalam bentuk

ceramah singkat (sintak a).

b. Guru membentuk siswa dalam

beberapa kelompok kecil

berdasarkan kemampuannya untuk

membahas beberapa persoalan yang

diberikan guru dalam lembar diskusi

siswa (sintak b).

c. Guru menentukan jenis diskusi yaitu

diskusi kelompok kecil (sintak c).

1. Pendahulan

a. Guru menyampaikan apersepsi dan

meminta siswa mengaitkan

pelajaran yang lalu dengan

pelajaran yang akan dipelajari.

b. Guru memotivasi siswa dengan

menyebutkan beberapa contoh

penerapan fisika yang ada

dilingkungan.

c. Menyampaikan indikator yang

harus dicapai siswa setelah

mempelajari materi tersebut.

2. Kegiatan Inti

Eksplorasi

a. Guru menyampaikan pokok-pokok

materi pelajaran dalam bentuk

ceramah singkat.

b. Guru memberikan contoh soal dan

soal latihan kepada siswa untuk

dikerjakan secara individu.

c. Guru meminta siswa untuk

menyelesaikan soal latihan di

Page 26: Proposal mimi yuni

d. Guru memberikan pengarahan

sebelum melaksanakan diskusi,

menyampaikan aturan-aturan diskusi

serta membagikan LDS (sintak d).

e. Siswa melaksanakan diskusi

dikelompok, guru memantau kerja

siswa sesuai dengan ‘ability’

kelompoknya (sintak e).

f. Hasil diskusi dipajang didepan kelas

dan dilanjutkan dengan diskusi kelas

yang dipandu guru, serta penekanan

pemahaman konsep fisika (sintak f).

g. Siswa mendiskusikan materi yang

telah didiskusikan oleh siswa

bersama guru dan guru merangsang

pertanyaan siswa (sintak g).

h. Guru menjelaskan materi

pembelajaran secara lebih mendalam

sebagai kelanjutan kejelasan

pertemuan awal (sintak h).

i. Siswa diwajibkan membuat

kesimpulan pada pokok materi yang

telah dipelajari (sintak i).

j. Siswa mengumpulkan kesimpulan

(sintak j).

Elaborasi

a. Guru menjelaskan secara singkat

depan kelas secara individu.

d. Siswa mengerjakan soal latihan di

depan kelas secara individu.

e. Guru bersama siswa mengoreksi

jawaban yang telah dikerjakan

oleh siswa.

f. Siswa yang menjawab dengan

benar mendapat penghargaan dari

guru.

g. Siswa yang mendapat

penghargaan merasa termotivasi

untuk belajar.

Elaborasi

a. Guru menjelaskan materi kepada

Page 27: Proposal mimi yuni

tentang materi kepada siswa.

b. Guru memberikan kesempatan

bertanya kepada siswa mengenai

hal-hal yang belum dimengerti oleh

siswa.

Konfirmasi

a. Guru memberikan komentar hasil

diskusi dan meluruskan konsep-

konsep yang salah.

b. Guru memberikan kesempatan

bertanya kepada siswa mengenai

hal-hal yang masih belum

dimengerti.

3. Penutup

a. Siswa bersama guru menyimpulkan

pelajaran.

b. Guru memberikan tugas rumah

berupa soal-soal sesuai dengan

materi yang telah dipelajari.

c. Guru menyebutkan materi yang akan

dibahas pada pertemuan berikutnya.

siswa secara singkat.

b. Guru memberikan kesempatan

bertanya kepada siswa mengenai

hal-hal yang belum dimengerti

oleh siswa

Konfirmasi

a. Guru memperiksa jawaban,

memberikan penguatan, dan

umpan balik terhadap jawaban

siswa.

3. Penutup

a. Siswa bersama guru

menyimpulkan pelajaran.

b. Guru memberikan tugas rumah

berupa soal-soal sesuai dengan

materi yang telah dipelajari.

c. Guru menyebutkan materi yang

akan dibahas pada pertemuan

berikutnya.

3. Tahap Akhir

a. Memberikan tes akhir pada kedua kelas sampel, guna melihat hasil perlakuan

yang diberikan.

Page 28: Proposal mimi yuni

b. Mengolah data dari kedua sampel, baik kelas eksperimen maupun kelas

kontrol.

c. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang didapatkan sesuai dengan teknik

analisis data yang diinginkan.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat pengambilan data untuk mengungkapkan hasil

belajar siswa. Pada ranah kognitif dengan tes hasil belajar, sedangkan pada ranah

afektif dengan lembaran observasi. Pada penelitian ini hasil belajar yang ditinjau

adalah hasil belajar fisika pada ranah kognitif.

1. Instrumen Ranah Kognitif

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen berbentuk

tes hasil belajar ranah kognitif. Tes yang diberikan berupa soal objektif yang disusun

sesuai dengan materi yang diberikan selama perlakuan berlangsung dan dilakukan

setelah penelitian berakhir. Agar instrumen menjadi alat ukur yang baik, maka perlu

dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Membuat kisi-kisi tes

2. Menyusun tes berdasarkan kisi-kisi tes

3. Uji coba tes

Page 29: Proposal mimi yuni

Sebelum tes diberikan kepada siswa kelas sampel, terlebih dahulu tes diuji pada

kelas lain di sekolah SMAN 1 2x11 Enam Lingkung. Sekolah ini dipilih karena

nilai rata-rata kelasnya sebanding dengan kelas sampel di SMA N 1 VII Koto

Sungai Sarik.

3. Analisis soal tes

Untuk mendapatkan kualitas soal yang baik maka dilakukan beberapa langkah

berikut:

a. Analisis Validitas

Validitas adalah ukuran yang menujukan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan sesuatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2002:144). Sebuah instrumen

dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin hendak diukur. Dalam

penelitian ini validitas yang dilihat adalah validitas isi. Sebuah tes dikatakan memiliki

validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau

isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan soal yang valid

maka dalam penyusunan soal disesuaikan dengan kurikulum dan materi yang

diberikan.

b. Analisis Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu tes cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai pengumpulan data karena tes tersebut sudah baik. Untuk

Page 30: Proposal mimi yuni

menentukan reliabilitas tes dalam penelitian digunakan rumus Kuder Richarson-20

(KR-20) yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2008:100) yaitu :

r11=( nn−1 )( s2−Σ pq

s2 ) ..................................................................................... (1)

Dengan :

r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan

p = Proporsi siswa yang menjawab benar

q = Proporsi siswa yang menjawab salah

Ʃpq = Jumlah hasil kali p.q

n = Banyak item

S = Standar deviasi tes

Dengan kriteria sebagai berikut :

0 .80<r11<1. 00 reliabilitas tinggi sekali

0 .60<r11<0. 80 reliabilitas tinggi

0 .40<r 11<0 .60 reliabilitas sedang

0 .20<r11<0. 40 reliabilitas rendah

0 .00<r11<0 .20 sangat rendah

Reliabel yang digunakan adalah yang besar dari 0,40 dan kecil dari 0,60.

Page 31: Proposal mimi yuni

c. Analisis Daya Beda

Daya beda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang

pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan

rendah). Untuk menentukan besarnya daya beda soal digunakan rumus yang

dinyatakan oleh Arikunto (2008:213) yaitu:

D=BA

J A

−BB

J B

=PA−PB……..…………………………………….(2)

Dengan :

D = daya pembeda

JA = banyak peserta kelompok atas

JB = banyak peserta kelompok bawah

BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya beda adalah :

0,00 ≤ D ˂ 0,20 : jelek

0,20 ≤ D ˂ 0,40 : cukup

0,40 ≤ D ˂ 0,70 : baik

0,70 ≤ D ˂ 1,00 : baik sekali

Page 32: Proposal mimi yuni

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka soal yang diambil adalah soal yang

memiliki daya pembeda ≥ 0,02

d. Analisis Indeks Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.

“Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks

kesukaran” (Arikunto, 2008:207). Untuk menentukan besar tingkat kesukaran soal

digunakan rumus – rumus yang dinyatakan oleh Arikunto (2008:208), yaitu:

P= BJS ……………….…………………………………..(3)

Dengan :

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar

JS = jumlah seluruh peserta tes

Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya beda adalah:

0,00 ˂ P ≤ 0,30 : sukar

0,30 ˂ P ≤ 0,70 : sedang

0,70 ˂ P ≤ 1,00 : mudah

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka soal yang diambil adalah yang indek

kesukarannya antara 0,30 ˂ P ≤ 0,70.

Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah tes hasil yang berbentuk

objektif. Penyusunan soal dengan menggunakan validitas isi yaitu sesuai dengan

Page 33: Proposal mimi yuni

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selanjutnya dilakukan uji coba pada kelas

X di SMA N 1 2x11 Enam Lingkung. Soal yang diujikan adalah sebanyak 40 butir

soal, setelah dianalisis soal maka diperoleh 25 butir soal yang layak pakai. Jadi, ada

25 soal yang digunakan untuk soal tes akhir yang memenuhi tujuan pembelajaran

(Lampiran XIII).

F. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini hanya dilakukan pada kognitif dan afektif.

Analisis data bertujuan untuk menguji diterima atau ditolaknya hipotesis yang

diajukan dalam penelitian.

1. Ranah Kognitif

Teknik analisis data menggunakan uji kesamaan dua rata-rata. Sebelum uji

kesamaan dua rata-rata, terlebih dahulu dilakukan uji parameter populasi sehubungan

dengan uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi

yang terdistribusi normal. Uji normalitas ini menggunakan uji lilliefors dengan

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1) Data (X1, X2, . . . . ,Xn) yang diperoleh diurutkan dari data yang paling kecil hingga

data terbesar

2) Data (X1, X2, . . . ,Xn) dijadikan bilangan baku (Z1, Z2, . . . ,Zn) dengan rumus:

Zi = X i−X r

S

Page 34: Proposal mimi yuni

Dengan : Xi = skor yang diperoleh siswa ke-i

Xr = skor rata-rata

S = simpangan baku

3) Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F

(Zi) = P (Z < Zi)

4) Denngan menggunakan proporsi Z1, Z2, Z3, . . . ,Zn yang lebih kecil atau nama

dengan Z, jika proporsi ini sama dengan S (Zi) maka:

S (Zi) = banyaknya Z1 , Z2 , Z3 ,. . . , Zn

n

5) Menghitung selisih F (Zi) – S (Zi) yang kemudian ditentukan harga mutlaknya

6) Mengambil harga mutlak selisih yang paling besar yang disebut Lo

7) Membandingkan nilai Lo dengan nilai kritis Lt yang terdapat pada α = 0,05.

Kriteria adalah hipotesis tersebut normal jika Lo lebih kecil dari Lt.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua sampel mempunyai varians

yang homogen atau tidak, dengan langkah-langkah:

1) Mencari varians masing-masing data kemudian dihitung harga F

F = S1

2

S22

Dengan : F = varians kelompok data

S1 = varians terbesar

S2 = varians terkecil

Page 35: Proposal mimi yuni

2) Jika harga F dapat diperoleh, bandingkan harga F tersebut dengan harga Ft, jika F

< Ft maka kedua kelompok data mempunyai varians yang homogen dan demikian

pula sebaliknya.

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima

atau ditolak. Untuk menguji hipotesis digunakan uji kesamaan dua rata-rata. Sampel

terdistribusi normal dan dua kelompok data homogen, maka digunakan uji t dengan

persamaan:

t =

X1−X2

S √ 1n1

+ 1n2

S2 = (n1−1 ) S1

2+(n2−1)S22

n1+n2−2

Dengan : X1 = nilai rata-rata kelas eksperimen

X2 = nilai rata-rata kelas kontrol

S1 = standar deviasi kelas eksperimen

S2 = standar deviasi kelas kontrol

S = standar deviasi gabungan

n1 = jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = jumlah siswa kelas kontrol

Kriteria pengujian adalah terima Ho jika: -t1-1/2 α < t < t1-1/2 α pada taraf signifikan 0,05.