proposal pemahaman konsep dan berpikir kritis

45
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan aktivitas berpikir. Selama berpikir manusia mengkaji dan mengolah berbagai gagasan, konsep, pengalaman dan peristiwa yang dialaminya agar ia samapai pada suatu kesimpulan. Pendidikan pada hakikatnya adalah untuk memanusiakan manusia. Pendidikan di sekolah sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Pengembangan kemampuan berpikir ini sangat bermanfaat bagi siswa. Salah satu kemampuan berpikir yang dikembangkan di sekolah adalah kemampuan berpikir kritis. Oleh sebab itu seorang guru harus bisa memilih model pembelajaran yang sesuai dalam menyampaikan materi pelajaran agar mampu berpikir kritis. Proses pembelajaran di kelas sebagian besar masih bersifat teacher center bukannya student center sehingga pembelajaran pun hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa memaknai informasi yang didapatkannya.

Upload: budisantoso

Post on 15-Dec-2015

62 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka

dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ketika seseorang

merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia

melakukan aktivitas berpikir. Selama berpikir manusia mengkaji dan mengolah berbagai

gagasan, konsep, pengalaman dan peristiwa yang dialaminya agar ia samapai pada suatu

kesimpulan.

Pendidikan pada hakikatnya adalah untuk memanusiakan manusia. Pendidikan di sekolah

sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Pengembangan kemampuan

berpikir ini sangat bermanfaat bagi siswa. Salah satu kemampuan berpikir yang dikembangkan di

sekolah adalah kemampuan berpikir kritis. Oleh sebab itu seorang guru harus bisa memilih

model pembelajaran yang sesuai dalam menyampaikan materi pelajaran agar mampu berpikir

kritis.

Proses pembelajaran di kelas sebagian besar masih bersifat teacher center bukannya

student center sehingga pembelajaran pun hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk

menghafal informasi. Siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa

memaknai informasi yang didapatkannya.

Hasil observasi pada guru IPA (Tasiwan, 2014) didapatkan pembelajaran yang dilakukan

oleh guru hanya ± 20 % - 30 % yang mengacu pada standar proses dan karakteristik. Guru

melakukan pembelajaran tidak memperhatikan pengetahuan awal siswa tentang konsep yang

akan diberikan sebagai dasar pembelajaran. Kondisi ini menyebabkan siswa tidak mampu

memproses informasi secara benar dan mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti

berpikir kritis Laporan TIMSS tahun 2009 menyatakan siswa Indonesia hanya mampu

menjawab konsep dasar atau yang bersifat hafalan tapi tidak mampu menyelesaikan soal - soal

yang memerlukan analisis.

Page 2: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Agar berpikir kristis menjadi optimal diperlukan suatu model yang bermakna. Menurut

Ausubel (Ivie,1998) Belajar bermakna atau Meaningful learning adalah bagian tak terpisahkan

untuk berpikir tingkat tinggi. Salah satunya adalah berpikir kritis. Pemikiran tersebut terjadi

ketika kita memahami keterkaitan antara dua atau lebih ide, lama dan baru. "Sebuah prasyarat

pertama untuk belajar bermakna," Ausubel dan Robinson (Ivie,1998) berpendapat, " bahwa

materi yang disajikan kepada peserta didik harus bisa dikaitkan dengan konsep yang pernah

dimiliki sebelumnya. Jika tidak akhirnya akan menjadi belajar hafalan. Model advance organizer

mampu mengaitkan materi pelajaran yang akan dipelajari dengan materi pelajaran berikutnya.

Model ini sangat membantu mengarahkan siswa ke materi yang akan dipelajari dan dapat

menolong mereka mengingat kembali pelajaran (informasi) yang lalu serta hubungan keduanya

sehingga siswa lebih memahami materi pelajaran yang diberikan. Pada saat siswa mengaitkan

antara materi pelajaran yang diketahuinya dengan materi pelajaran yang baru, saat itulah ia

berpikir aktif. Jadi advance organizer sangat tepat diberikan kepada siswa yang mengalami

kesulitan dalam menghubungkan materi pelajaran baru dengan materi pelajaran terdahulu.

Dalam model advance organizer siswa dirangsang untuk mengajukan pertanyaan dan

memberikan tanggapan. Sehingga diperolehlah ketrampilan berpikir tentang konsep-konsep

fisika sehingga dapat berpikir kritis secara maksimal. Dalam pandangan teori kognitivisme

pikiran individu merupakan sistem pemrosesan dan penyimpanan informasi yang dapat

dibandingkan dengan struktur konseptual suatu disiplin akademik. Ada kesesuaian antara

pengelolaan disiplin akademik dan cara individu mengolah informasi dalam pikiran mereka.

Keberhasilan pembelajaran terletak pada kebermaknaan antara struktur konsep yang dikelola

dengan konstruksi informasi baru yang muncul. Untuk kesinambungan struktur konsep akademik

dan struktur individu dalam mengelola informasi, diperlukan pengembangan pembelajaran yang

disebut model advance organizer.

Menurut Ausubel (Joyce:2009) pembelajaran bermakna merupakan suatu proses

mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif

seseorang Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi

yang telah dipelajari dan diingat siswa dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur

pengetahuan mereka. Dalam proses belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari

dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur

Page 3: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

pengetahuan mereka. Model pembelajaran yang dipilih dalam meningkatkan keterampilan

berpikir kritis peserta didik dan sains siswa dalam penelitian ini adalah pendekatan

pembelajaran advance organizer yang merupakan salah satu rumpun pemrosesan informasi.

Ausubel dalam Joyce (2009) pada dasarnya mendeskripsikan advance organizer sebagai materi

pengenalan yang disajikan pertama kali dalam tugas pembelajaran dan dalam tingkat abstraksi

dan inkluivitas ynag lebih tinggi dari pada tugas pembelajaran itu sendiri. Tujuannya adalah

menjelaskan, mengintegrasi, menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan

materi yang sudah dipelajari sebelumnya (dan juga membantu pelajar membedakan materi

baru dari materi yang dipelajari sebelumnya).

Temuan Ivie (1998) menyimpulkan bahwa advance organizer mendorong siswa untuk

berpikir tingkat tinggi pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Hasil yang sama ditemukan oleh

Shihusa dan Keraro (2009) yang melaporkan bahwa kelas yang diberikan pembelajaran biologi

melalui advance organizer memiliki level motivasi lebih tinggi daripada pembelajaran

tradisional tanpa advance organizer. Temuan Tasiwan (2012) advance organizer

dapatmeningkatkan kemampuan analisis-sintesis siswa Dalam aspek menguraikan,

mengkategorikan, mengidentifikasi, merumuskan pernyataan, merekonstruksi, menentukan dan

menganalisa konsep. Temuan lain oleh Oloyede (2011) menyimpulkan bahwa advance organizer

meningkatkan retensi pembelajaran kimia siswa. Penelitian Rahayu (2012) melaporkan bahwa

model advance organizer efektif meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kimia siswa. Temuan

Babu (2013) menyimpulkan Advance Organizer lebih efektif dari konvensional karena dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Temuan Gurlit (2011) Advance Organizer dapat

mensupport skema dan dapat meningkatkan ingatan ‘lebih lama’

Materi usaha dan energy merupakan materi sederhana dan tidak sulit untuk dipelajari

siswa. Tetapi pada kenyataannya siswa terkadang mengalami kesulitan memahami materi usaha

dan energy dengan baik. Hal ini berhubungan dengan banyaknya konsep dan contoh-contoh pada

materi usaha dan energy yang dipelajari siswa hanya sekedar hafalan bukan dipelajari secara

bermakna. Selain itu model pembelajaran yang diterapkan masih menekankan pada penyampaian

informasi oleh guru, siswa hanya diajarkan menghafal konsep, prinsip, hukum dan rumus-rumus,

pemahaman yang dimiliki siswa tidak sebagai hasil pengalaman tapi transfer pengetahuan dari

guru ke siswa Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered (Trianto, 2010). Untuk itu dengan

Page 4: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

penggunaan model pembelajaran advance organizer, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk

mempelajari energy secara lebih bermakna bukan sekedar hafalan.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti penerapan model pembelajaran

advance organizer dalam pembelajaran materi usaha dan energy untuk meningkatkan

pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa SMA dengan judul Pengaruh Model

Advance Organizer Terhadap Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Di SMA Medan.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Kemampuan berpikir kritis yang masih rendah

2. Kurangnya pemahaman konsep awal fisika

3. Cara mengajar yang masih informative dan cenderung hapalan

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang ada

pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh model Advance Organizer terhadap pemahaman konsep fisika.

2. Bagaimana pengaruh model Advance Organizer terhadap Keterampilan kemempuan

berpikir kritis siswa ?

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Pengaruh model Advance Organizer terhadap pemahaman konsep fisika.

2. Pengaruh model Advance Organizer terhadap kemempuan berpikir kritis siswa

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat berguna bagi:

1. Peneliti, dapat memberi pengetahua n tentang pengaruh modep pembelajaran advance

organizer terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu,

dapat memberikan wawasan, pengalaman, dan bekal berharga bagi peneliti sebagai calon

guru fisika yang profesional, terutama dalam merancang dan melaksanakan

pembelajaran.

Page 5: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

2. Guru, dapat memberikan informasi pemahaman konsep, sehingga dapat dijadikan sebagai

suatu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer.

3. Sekolah, dapat dijadikan sebagai masukan untuk mengoptimalkan pembelajaran dengan

memanfaatkan suatu model pembelajaran.

4. Sebagai bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengkaji dan

membahas masalah yang relevan dengan penelitian ini

1.7 Defenisi Operasional

1. Advance organizer merupakan suatu cara belajar untuk memperoleh pengetahuan baru

yang dikaitkan dengan pengetahuan struktur kognitif siswa dan pengetahuan mereka

tentang pelajaran, serta bagaimana mengelola pengetahuan tersebut dengan baik.

2. Pemahaman konsep merupakan suatu kegiatan memahami konsep. Memahami berarti

mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan

ataupun gravis yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau layar computer. Proses-

proses konsep dalam kategori memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan,

mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan

(Anderson dan Krathwohl, 2010). Konsep adalah suatu gagasan yang menyeluruh

mengenai hukum (prinsip, azas) atau teori yang mencakup berbagai hal yang terkandung

dalam konsep tersebut.

3. Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi

dan komunikasi, informasi dan argumentasi (Fisher 2007).

.

Page 6: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

2.1.1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Menurut Garret

(Sagala : 2011) menyatakan bahwa “belajar adalah proses yang berlangsung dalam waktu lama

melalui latihan atau pengalaman yang membawa adanya perubahan.

2.1.2. Teori-Teori Belajar

1. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya

apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

menerapkan pengetahuan mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan, berusaha

dengan ide-ide. Teori ini berkembang dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari Piaget,

Vygotsky, teori pemrosesan informasi dan teori psikologi kognitif seperti teori Bruner.

Guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan

ide-ide mereka sendiri dalam belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa

siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat

tangga tersebut.

2. Teori Belajar Bermakna

Ausubel Ivie: 1998) membedakan antara belajar bermakna dan belajar menghapal.

Belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam

struktur kognitif seseorang. Jadi dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada

sumber-sumber relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Pada anak-anak pembentukan

konsep merupakan proses utama untuk memperoleh konsep-konsep. Pembentukan konsep adalah

semacam belajar penemuan yang menyangkut baik pembentukan hipotesis, pengujian hipotesis

maupun pembentukan generalisasi dari hal-hal yang khusus.

Page 7: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

2.2. Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep merupakan suatu kegiatan memahami konsep. Memahami berarti

mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun

gravis yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau layar computer. Proses-proses konsep

dalam kategori memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan,

merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan (Anderson at al, 2010). Konsep

adalah suatu gagasan yang menyeluruh mengenai hukum (prinsip, azas) atau teori yang

mencakup berbagai hal yang terkandung dalam konsep tersebut.

Salah satu kategori dalam dimensi proses kognitif taksonomi Bloom yang dikemukakan oleh

Anderson et al., (2010) adalah memahami. Memahami berarti mengkontruksi makna dari pesan-

pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan maupun grafis, yang disampaikan melalui grafis,

disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar computer. Siswa memahami ketika mereka

menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan lama mereka. proses-proses kognnitif dalam

kategori memahami meliputi menafssirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum,

menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.

1. Menafsirkan

Menafsirkan terjadi jika siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk yang

lain. Menafsirkan merupakan pengubahan kata-kata menjadi kata-kata lain, gambar menjadi

kata- kata, angka menjadi kata-kata,angka menjadi kata dan sebagainya. Nama-nama lain

adalah menerjemahkan, memparafasekan, dan mengklasifikasikan.

2. Mencontohkan

Proses kognitif mencontohkan terjadi ketika siswa memberikan contoh tentang konsep atau

prinsip umum. Mencontohkan melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau

prinsip umum. Nama-nama lain untuk mencontohkan adalah mengilustrikasikan dan member

contoh.

3. Mengklasifikasikan

Proseskognitif mengklasifikasikan terjadi ketiksa siswa mengetahui bahwa sesuatu (misalnya,

suatu contoh) termasuk dalam kategori tertentu (misalnya konsep atau prinsip). Kalsifikasi

melibatkan proses medeteksi cirri-ciri atau pola-pola yang sesuai dengan konsep atau prinsip

Page 8: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

tersebut. Mengklasifikasikan adalah proses kognitif yang melengkapi proses mencontohkan.

nama-nama lain dari mengklasifikasikan adalah mengkategorikan atau mengkelompokkan.

4. Merangkum

Proses kognitif meragkum terjadi ketika siswa mengemukakan suatu kalimat yang

mempresentasekan informasi yang diterima atau mengabstrakan suatu tema. Merangkum

melibatkan proses membuat ringkasan prosesmembuat ringkasan informasi, misalkan makna

suatu adegan drama, mengabstrakasikan ringkasannya, misalkan menentukan temaataupoin-

poin pokoknya. Nama-nama lain dari merangkum adalah mengeneralisasi dan mengabstraksi.

5. Menyimpulkan

Proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan pola dalam sejumlah

contohmenyipulkan terjadi ketikasiswa dapat mengabstraksi sebuah konsepatau prinsip yang

menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati cirri-ciiri setiap contoh dan menarik

hubungan diantara contoh-contoh tersebut. Proses menyimpulkan melibatkan proses kognitif

memabndingkan seluruh contohnya. Nama-nama lain untuk menyimpulkan adalah

mengekstrapolasi, memprediksi, dan menyimpulkan.

6. Membandingkan

Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi persamaan dan perbedaan

antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi. Membandingkan meliputi

pencarian korespondensi satu-satu antara elemen-elemen dan pola-pola pada suatu objek,

peristiwa, atau lain-lain. Nama-nama lainnya adalah mengontraskan, memetakan, dan

mencocokan.

7. Menjelaskan

Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika siswa dapat membuat dan menggunakan

model sebabakibat dalam sebuah system. Model ini dapat diturunkan dari teori atau

didaasarkan pada hasil penelitian atau pengalaman. Penjelasanyang lengkap melibatkan

proses membuat model sebab-akibat, yang mencakup setiap bagian pokok dari suatu system

atau setiap peristiwa penting dalam rangkaian peristiwa dan proses menggunakan model ini

menentukan bagaimana perubahan pada satu bagian dalam system tadi. Nama lain dari

menjelaskan adalah membuat model.

Indikator pemahaman konsep dalam penelitian ini disesuaikan dengan enam aspek dari tujuh

memahami menurut pendapat Anderson et al., (2010) meliputi menafsirkan, memncotohkan,

Page 9: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

mengklaisfikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan seperti

ditujukkan pada tabel 2.1:

Tabel. 2.1 Aspek dan Indikator Pemahaman Konsep

Aspek Indikator Menfsirkan Mengubah informasi dalam bentuk gambar atau grafikMengklasifikasikan Mendeteksi ciriciri sesuai dengan konsepMencontohkan Mengabstrasikan sebuah konsep dan menerangkan contoh-

contoh dengan mengamati cirri-cirinyaMembandingkan Mendeteksi persamaan dan perbedaanMenjelaskan Membuat model sebab-akibat yangdidasarkan pada teori dan

hasil penelitianMenyimpulkan Menarik kesimpulan tentang konsep serta miskonsepsi

2.3. Berpikir Kritis

2.3.1. Pengertian Berpikir Kritis

Sebagai salah satu tolak ukur dalam melaksanakan unit pendidikan nasional, ketrampilan

berpikir kritis bisa dilaksanakan di sekolah sesuai dengan kebutuhan dan karakeristik siswa.

Agar implementasi berpikir kritis bisa berjalan dengan baik, seluruh warga sekolah harus

berperan penuh untuk lebih mengefektifkan keberhasilan dalam kemampuan berpikir

kritis.Strategi belajar mengajar menggunakan ketrampilan berpikir kritis bisa diusulkan untuk

mencapai tujuan yang lebih bermakna.Dengan demikian, tujuan pengajaran berpikir kritis di

sekolah akan lebih menekankan pada belajar mandiri dan kreatifitas yang bermuara pada

perbaikan preoses pendidikan di Indonesia.

Berpikir kritis adalah perimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti

mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari

sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi

kecenderungannya Dewey dalam Fisher (2007)

Kemudian Glaser (1941) dalam Fisher mendefinisikan berpikr kritis sebagai

1. Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang

berada dalam jangkauan pengalaman seseorang.

Page 10: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

2. Pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis

3. Semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut

4. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan

asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lain yang

diakibatkannya.

Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap

observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi (Fisher 2007).

Dibalik pentingnya memiliki kemampuan berpikir kritis, terdapat beberapa

kendala dalam pelaksanaanya di dalam kelas.Salah satu dari kendala tersebut adalah

kendala budaya. Pembelajaran berbasis pemikiran kritis belum bisa dipraktekkan dengan

baik di kelas dikarenakan kendala budaya dan kebiasaan belajar. Penelitian menyatakan

bahwa sebaik baiknya teori berpikir kritis, apabila dilakukan di kelas akan terkendala

masalah kebiasaan, perilaku dan budaya di dalam kelas. Dua kendala budaya tersebut

adalah perbedaan kekuasaan aau tanggung jawab dan individualism. Perbedaaan

kekuasaan berhubungan dengan wewenang dari guru terhadap siswa. Para siswa di

Indonesia cenderung untuk menghormati guru terlalu berlebihan seperti menerima apa

adanya hal hal yang telah disampaikan oleh guru tanpa mempertanyakan lebih lanjut.

Selain itu para siswa juga sudah merasa nyaman dengan penjelasan dari guru tanpa

mempertanyaknnya lebih mendalam.

Kendala tersebut di atas perlu segera diatasi dengan seksama.Salah satu upaya

yang bisa dilakukan adalah dengan membiasakan berpikir kritis di segala tingkatan

pendidikan di Indonesia. Di dalam kelas, seorang guru seharusnya senantiasa

mengembangkan pertanyaan yang mendukung siswa untuk berpikir kritis. Pertanyaan

pertanyaan seperti ini secara tidak langsung bisa menumbuhkan dan mengembangkan

cara pemikiran kritis para siswa. Selain dari itu, strategi pengajaran berbasis pemikiran

kritis ini bisa lebih bermakna jika dihubungkan dengan usia mental para siswa.

2.2.2. Indikator Berpikir Kritis

Dari masing-masing kelompok keterampilan berpikir kritis di atas, diuraikan lagi

menjadi sub-keterampilan berpikir kritis dan masing-masing indikatornya dituliskan

dalam tabel berikut:

Page 11: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

3. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis menurut Ennis(1996)

Keterampilan

Berpikir Kritis

Sub Keterampilan

Berpikir KritisAspek

1. Memberikan

Penjelasan dasar

1. Memfokuskan

pertanyaan

a. Mengidentifikasi atau memformulasikan

suatu pertanyaan. 

b. Mengidentifikasi atau memformulasikan

kriteria jawaban yang mungkin. 

c. Menjaga pikiran terhadap situasi yang

sedang dihadapi.

2. Menganalisis

argument

a. Mengidentifikasi kesimpulan

b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan

c. Mengidentifikasi alasan yang tidak

dinyatakan

d. Mencari persamaan dan perbedaan

e. Mengidentifikasi dan menangani

ketidakrelevanan

f. Mencari struktur dari sebuah

pendapat/argumen

g. Meringkas

3. Bertanya dan

menjawab

pertanyaan

a. Mengapa? 

Page 12: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Keterampilan

Berpikir Kritis

Sub Keterampilan

Berpikir KritisAspek

klarifikasi dan

pertanyaan yang

menantang

b. Apa yang menjadi alasan utama? 

c. Apa yang kamu maksud dengan?

d. Apa yang menjadi contoh? 

e. Apa yang bukan contoh? 

f. Bagaiamana mengaplikasikan kasus

tersebut?

g. Apa yang menjadikan perbedaannya? 

h. Apa faktanya? 

i. Apakah ini yang kamu katakan?

j. Apalagi yang akan kamu katakan tentang

itu?

2. Membangun

Keterampilandasar

4. Mempertimbangkan

apakah sumber dapat

dipercaya atau tidak?

a. Keahlian 

b. Mengurangi konflik interest 

c. Kesepakatan antar sumber 

d. Reputasi 

e. Menggunakan prosedur yang ada 

Page 13: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Keterampilan

Berpikir Kritis

Sub Keterampilan

Berpikir KritisAspek

f. Mengetahui resiko 

g. Keterampilan memberikan alasan 

h. Kebiasaan berhati-hati

5. Mengobservasi dan

mempertimbangkan

hasil observasi

a. Mengurangi praduga/menyangka 

b. Mempersingkat waktu antara observasi

dengan laporan 

c. Laporan dilakukan oleh pengamat sendiri 

d. Mencatat hal-hal yang sangat diperlukan 

e. Penguatan 

f. Kemungkinan dalam penguatan 

g. Kondisi akses yang baik 

h. Kompeten dalam menggunakan teknologi 

i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas

kriteria

3. Menyimpulkan 6. Mendeduksi dan

mempertimbangkan

deduksi

a. Kelas logika 

b. Mengkondisikan logika 

Page 14: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Keterampilan

Berpikir Kritis

Sub Keterampilan

Berpikir KritisAspek

c. Menginterpretasikan pernyataan

7. Menginduksi dan

mempertimbangkan

hasil induksi

a. Menggeneralisasi 

b. Berhipotesis

8. Membuat dan

mengkaji nilai-nilai

hasil pertimbangan

a. Latar belakang fakta 

b. Konsekuensi 

c. Mengaplikasikan konsep ( prinsip-prinsip,

hukum dan asas) 

d. Mempertimbangkan alternatif 

e. Menyeimbangkan, menimbang dan

memutuskan

4. Membuat

penjelasan lebih

lanjut9. Mendefinisikan

istilah dan

mempertimbangkan

definisi

Ada 3 dimensi:

a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang,

ekspresi yang sama, operasional, contoh

dan noncontoh 

b. Strategi definisi 

c. Konten (isi)

10.Mengidentifikasi

asumsi

a. Alasan yang tidak dinyatakan

Page 15: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Keterampilan

Berpikir Kritis

Sub Keterampilan

Berpikir KritisAspek

b. Asumsi yang diperlukan: rekonstruksi

argumen   

5. Strategi dan

taktik

11. Memutuskan suatu

tindakan

a. Mendefisikan masalah 

b. Memilih kriteria yang mungkin sebagai

solusi permasalahan 

c. Merumuskan alternatif-alternatif untuk

solusi 

d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan 

e. Merivew 

f. Memonitor implementasi

12.Berinteraksi denga

n orang lain

a. Memberi label 

b. Strategi logis 

c. Srtrategi retorik 

d. Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan

atau tulisan

3.2. Model Pembelajaran Advance Organizer (AO)

Ausubel dalam Joyce menjelaskan bahwa Model AO sebagai materi pengenalan yang

disajikan pertama kali dalam tugas pembelajaran dan dalam tingkat abstraksi dan insklusivitas

yang lebih tinggi daripada tugas pembelajaran itu sendiri. Tujuannya adalah menjelaskan,

mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan materi

Page 16: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

yang telah dipelajari sebelumnya dan juga membantu pembelajar membedakan materi baru dari

materi yang telah dipelajari sebelumnya) sehingga menghasilkan belajar yang bermakna.

Struktur Pengajaran Model Pembelajaran Advance Organizer (Joyce, 2009)

Tahap pertama:

Presentasi Advance Organizer

Tahap Kedua

Persentasi Tugas atau Materi Pembelajaran

Mengklarifikasi tujuan-tujuan pelajaran

Menyajikan organizer

Mengidentifikasi karakteristik-karakteristik

yang konklusif

Member contoh-contoh

Menyajikan konteks

mengulang

Menyajikan materi

Mempertahankan perhatian

Memperjelas pengolahan menjadi

Pembelajaran yang masuk akal

Tahap Ketiga:

Memperkuat Pengolahan Kognitif

Menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi integrative

Menganjurkan pembelajaran resepsi aktif

Membangkitkan pendekatan kritis pada mata pelajaran. mengklarifikasi

Dengan memperhatikan permasalahan di atas salah satu model alternative yang dapat

digunakan dalam proses pembelajaran adalah dengan menerapkan model pembelajaran Advance

Organizer yang merupakan salah satu rumpun model pemrosesan informasi. Model Advance

organizer dapat memperkuat struktur kognitif dan meningkatkan penyimpanan informasi baru.

Struktur kognitif yang kuat dapat mendorong siswa meningkatkan kemampuan berpikirnya yang

lebih tinggi.

Tujuannya adalah menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru

dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya serta membantu

pembelajar membedakan materi baru dari materi yang telah dipelajari sebelumnya. Selanjutnya

Page 17: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Ausubel mengatakan bahwa Advance Organizer mengarahkan para siswa ke materi yang

akan mereka pelajari dan mendorong mereka untuk mengingat kembali informasi yang

berhubungan yang dapat digunakan untuk menanamkan pengetahuan baru (Joyce, 2009:286)

3.3. Penelitian yang Relevan

No Nama Tahun Topik Hasil

1 Babu 2013 Effect of Advance Organizer Model on Achievement of Ix Standard Students in Mathematics.

Advance Organizer

lebih efektif dari

konvensional karena dapat

meningkatkan hasil belajar

matematika siswa

2 Oloyede 2011 “A Meta-analisis of Effects of the

Advance Organizers on

Acknowledgement and Retention of

Senior Secondari y School (SSS)

Chemistry, Volume 3 No.2

Advance Organizer

meningkatkan retensi

Pembelajaran Kimia Siswa

3 Keraro 2009 “Using Advance Organizers to Enhance

Students’ Motivation in Learning

Biology”. Eurasia Journal of

Mathematics, Science & Technology

Education, Volume 5 No. 4.

Kelas yang diberikan

pembelajaran biologi me-

lalui advance organizer

memiliki level motivasi

lebih tinggi daripada

pembelajaran tradisional

tanpa advance organizer.

4 Tasiwan 2014 Pengaruh Advance Organizer Berbasis

Proyek Terhadap Kemampuan Analisis –

Sintesis Siswa

Untuk meningkatkan kemampuan analisis-sintesis siswaDalam aspek menguraikan,mengkategorikan, mengidentifikasi,merumuskan pernyataan, merekonstruksi,

Page 18: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

No Nama Tahun Topik Hasil

menentukandan menganalisa konsep.

5 Wachanga 2012 Effects Of Advance Organizer Teaching

Approach On Secondary School

Students’ Achievement In Chemistry In

Maara District, Kenya.

The study found out thatthere were significant siswa yang diajarkan dengan Advance Organizer Teaching Approach lebih baik dari pada Regular Teaching Methods (RTM)

6 Tasiwan 2014 Analisis Tingkat Motivasi Siswa Dalam

Pembelajaran Ipa Model Advance

Organizer Berbasis Proyek

kelas yang menggunakan

advance organizer

memiliki tingkat motivasi

lebih baik dalam aspek

perhatian, relevansi,

kepercayaan diri, dan

kepuasan pembelajaran

7 Gurlit 2011 Differently Structured Advance Organizers LeadTo Different Initial Schemata And Learning Outcomes,

Advance Organizer dapat mensupport skema dan dapat meningkatkan ingatan ‘lebih lama’

Page 19: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode dan Desain Penelitian

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA X Medan. Sekolah yang dipilih mewakili

beberapa sekolah di sekitarnya.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Agustus semester ganjil Tahun 2015/2016.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SMA X Medan

3.2.2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random sampling sebanyak

dua kelas, dimana kelas pertama sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 35 orang

diterapkan dengan model pembelajaran advance organizer dan kelas kedua sebagai kelas control

diterapkan dengan pembelajaran konvensional.

3.3. Variabel Penelitian

Variable dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis yaitu: variable bebas dan variable

terikat.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran advance organizer,

Variabel terikatnya adalah pendekatan keterampilan proses dan kemampuan

berfikir kritis siswa pada materi pokok usaha dan energy

Page 20: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

3.4. Jenis Penelitian

3.4.1.Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental research) yang

bertujuan untuk memperoleh informasi tentang model pembelajaran advance organizer terhadap

keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa,

3.4.2. Desain Penelitian

Penelitian ini didesain dengan menggunakan “design two group pretest-postes’ yang meibatkan

dua kelas yang ditetapkan sebagai kelas eksperimen dan kelas control. Desain penelitian dapat

dilihat pada table 3.1.

Table 3.1. Desain Penelitian

Kelas Pretes Treatmen Postes

Eksperimen Y1 X1 Y2

Kontrol Y1 X2 Y2

Keterangan

Y1 = pemberian tes awal (pretes)

Y2 = pemberian tes akhir (postes)

X1 = pemberian model pembelajaran advance organizer

X2 = pemberian model pembelajaran konvensional

Adapun desain penelitian untuk pengujian hipotesis adalah pada table 3.2

Table 3.2. desain penelitian untuk pengujian hipotesis

Aspek yang diukur Model pembelajaran

Model AO(B1) Model Konvensional (B2)

KPS A1B1 A1B2

Page 21: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Berpikir Kritis A2B2 A2B2

3.6. Validitas

3.6.1 Validitas Isi

Validitas isi adalah derajat dimana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin

diukur. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang

sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Instrumen yang telah disusun kemudian

divaliditaskan kepada validator.

Kemudian validator diminta untuk mengamati secara cermat semua item dalam tes yang

hendak divalidasi dan mengoreksi item-item yang telah disusun serta memberikan perbaikan dan

masukan tentang suatu tes yang dapat menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur.

3.6.1.2 Validitas Ramalan

Validitas ramalan dilaksanakan dengan mengujikan soal yang telah dibuat kepada siswa

sekolah lain yang sudah pernah mempelajari materi tersebut. Setelah data diperoleh maka

lakukan analisis dengan menggunakan rumusan-rumusan berikut :

a. Validitas Tes

Menurut Arikunto (2009), untuk menentukan koefisien validitas tiap item dapat digunakan

teknik korelasi product moment dengan rumus :

r xy=N .∑XY−(∑ X )(∑ Y )

√ {N .∑ X2−(∑ X )2} {N .∑Y 2−(∑Y )2}

dimana : r xy = koefisien korelasi product moment

N = jumlah responden

X = nilai untuk setiap item

Y = jumlah total seluruh item

∑ XY = jumlah perkalian kelompok X dan kelompok Y

Page 22: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Kriteria pengujian validitas adalah setiap item valid apabila r xy > rtabel (rtabel diperoleh dari

nilai kritis r product moment dengan α = 0,05).

b. Reliabilitas Tes

Menurut Arikunto (2009) untuk menentukan koefisien reliabilitas dapat digunakan rumus

KR-20 yaitu :

r11=n

n−1 ( S2−∑ pq

S2 )dimana : r11 = reliabilitas tes

n = jumlah item

S2 = varians total

p = proporsi siswa yang menjawab item yang benar

q = proporsi siswa yang menjawab item yang salah ( p =1- q )

Kriteria pengujian tes dinyatakan reliabel (dapat dipercaya) rhitung > rtabel pada taraf signifikan

0,05 dimana rtabel dilihat dari table kritis r product momen. Koefisien korelasi dikonsultasikan

dengan indeks sebagai berikut :

0,00-0,40 = reliabilitas rendah

0,41-0,70 = reliabilitas sedang

0,71-0,90 = reliabilitas tinggi

0,91-1,00 = reliabilitas sangat tinggi

c. Tingkat Kesukaran

Menurut Arikunto (2009), untuk menentukan tingkat kesukaran masing-masing item tes

digunakan rumus yaitu :

p= BJS

dimana : P = Indeks kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab soal benar

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Klasifikasi indeks kesukaran tes adalah sebagai berikut :

Page 23: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Untuk P = 0,00 - 0,30 (soal sukar)

Untuk P = 0,30 - 0,70 (soal sedang)

Untuk P = 0,70 - 1,00 (soal mudah)

d. Daya Beda

Menurut Arikunto (2009) untuk menentukan daya beda masing-masing item tes digunakan

rumus yaitu :

D=BA

J A

−BB

J B

=PA−PB

dimana : D = daya pembeda

BA = jumlah benar pada kelompok atas

BB = jumlah benar pada kelompok bawah

JA = jumlah siswa pada kelompok atas

JB = jumlah siswa pada kelompok bawah

Adapun kriteria daya pembeda adalah sebagai berikut :

0,00<D<0,19 = jelek

0,20<D<0,39 = cukup

0,40<D<0,69 = baik

0,70<D<1,00 = baik sekali

3.5.1 Instrumen 2 tentang Pengamatan kemampuan berpikir kritis (Lembar Observasi)

Observasi adalah metode atau cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara

sistematis mengenai pola berpikir dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara

langsung dan dilakukan dengan seorang pengamat. Lembaran observasi pengamatan yang

terdapat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui berpikir kritis siswa selama proses

belajar mengajar berlangsung dan memiliki kriteria sebagai berikut :

Page 24: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

1. Penilaian kemampuan berpikir kritis proses belajar siswa dilakukan dengan cara

memberikan tanda cek () pada kolom yang tersedia sesuai dengan fakta yang diamati.

2. Rumus untuk menentukan nilai berpikir kritis proses belajar siswa adalah :

Persentase=skor yang diperolehskor maksimum

x100%

3. Untuk menentukan tingkat kemampuan berpikir kritis dengan nilai yang dicapai adalah

menggunakan kriteria kemampuan berpikir kritis sebagai berikut

81.25 <x≤ 100 : Sangat kritis

62.50 <x≤ 81.25 : kritis

43.74 <x≤ 62.50 : Cukup kritis

25.00 <x≤ 43.74 : Kurang kritis

3.6. Prosedur atau Tahap Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Berdiskusi dengan dosen pembimbing.

Melakukan observasi atau studi pendahuluan.

Melakukan wawancara dengan guru fisika tentang masalah-masalah yang dihadapi siswa

dalam belajar fisika.

2. Menyiapkan instrumen pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian. Tahap

Pelaksanaan

Menentukan kelas sampel dari populasi yang ada

Melaksanakan pretes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui

kemampuan awal siswa terhadap materi yang diajarkan sebelum diberi perlakuan.

Memberikan perlakuan kepada kedua kelas. Pada kelas eksperimen diberi perlakukan

dengan model pembelajaran problem open-inquiry dan pada kelas kontrol diberi

perlakuan dengan pembelajaran konvensional.

Melakukan pengamatan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis selama proses

pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen dengan menggunakan lembar observasi.

Page 25: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Memberikan postes kepada kedua kelas untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap

materi yang telah diajarkan.

Melakukan pengolahan data pretes dan postes.

Menyimpulkan hasil penelitian.

3. Tahap Akhir Penelitian

Penyusunan laporan penelitian.

Langkah-langkah dalam teknik analisa data adalah :

1. Menghitung skor mentah untuk tiap kelompok.

2. Menentukan nilai rata-rata dan simpangan baku.

X̄=∑ X i

n

Untuk menghitung simpangan baku (S) digunakan rumus berikut :

S=√ n∑ Xi2−(∑ X i )

2

n( n−1)

Page 26: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Gambar . Prosedur Penelitian

Populasi : Siswa Kelas X

Sampel : 2 Kelas

Pre-tes :Pemahaman Konsep Fisika dan Berpikir Kritis

Eksperimen

Kontrol

Pembelajaran

Konvensional

Model Pembelajaran

Advance Organizer

Pos- Tes : Pemahaman Konsep Fisika dan Berpikir Kritis

Data Hasil Penelitian

Pengolahan Data

Analisis Data

Kesimpulan

Perencanaan

Pelaporan

Pelaksanaan Perlakuan

Analisis Data

Page 27: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

3.7.1. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji yang

akan digunakan adalah uji lilliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Pengamatan X1, X2,….. Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2,…… Zn dengan menggunakan

rumus :

Zi= Xi− X̄S

dengan : X̄ = nilai rata-rata siswa

S = simpangan baku sampel

b. Setiap bilangan baku ini menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung

peluang F(Zi)=P(Z<Zi).

c. Menghitung proporsi, Z1, Z2,Z3,……Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi jika proporsi

ini dinyatakan dengan S(Zi), maka :

S( Zi )=banyaknya Z1, Z2 , .. . yang≤Z i

n

d. Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi), kemudian menghitung harga mutlaknya.

e. Mengambil harga paling besar dari selisih harga mutlak F(Zi) – S(Zi) sebagai Lhitung.

Kriteria Pengujian :

Menerima atau menolak distribusi normal data penelitian dapatlah dibandingkan Lhitung

dengan nilai kritis Ltabel yang diambil dari daftar tabel uji lilliefors dengan taraf nyata α =

0,05.

Jika Lhitung<Ltabel maka sampel berdistribusi normal.

Jika Lhitung>tabel maka sampel tidak berdistribusi normal.

3.7.2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians untuk menguji homogenitas varians sampel menggunakan uji F

dengan rumus yang dikemukan Sudjana (2005) yaitu :

Page 28: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Fhitung=S

12

S2

2

dimana : S12 = varians terbesar

S22 = varians terkecil

Kriteria pengujian adalah terima H0 jika : Fhitung<Ftabel dengan Ftabel(F(1/2α)(n1-1,n2-2)) diperoleh dari

daftar distribusi F dengan dk pembilang =n1-1 dan dk penyebut = n2-1 pada taraf nyata α=0,1.

Jika Fhitung<Ftabel maka kedua sampel mempunyai varians yang homogen. Sebaliknya jika Fhitung

>Ftabel maka kedua sampel tidak mempunyai varians yang homogen.

3.7.3. Uji Hipotesis

3.7.3.1. Uji Kemampuan Pretes Siswa

Uji t digunakan untuk mengetahui kesamaan pemahaman awal siswa pada kedua

kelompok sampel. Hipotesis yang diuji berbentuk :

H0 : X̄1= X̄2

Ha : X̄1 ≠X̄ 2

dengan : X̄ 1= rata-rata hasil belajar kelas eksperimen

X̄ 2= rata-rata hasil belajar kelas kontrol

Apabila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji hipotesis

menggunakan uji t dengan rumus (Sudjana, 2005) yaitu:

t=X̄1−X̄2

S √ 1n1

+1n2

dengan S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :

S2=(n1−1 )S

12+(n2−1 ) S

22

n1+n2−2

dengan : t = distribusi t

Page 29: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

n1 = jumlah siswa pada kelas eksperimen

n2 = jumlah siswa pada kelas kontrol

S12 = varians kelas eksperimen

S22 = varians kelas kontrol

Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika - t1-1/2α < t < t1-1/2α dimana t1-1/2α didapat dari daftar

distribusi t dengan dk=(n1+n2-2) (ttabel diperoleh dari daftar distribusi untuk α=0.05). untuk harga t

lainnya H0 ditolak.

Jika pengolahan data menunjukkan bahwa - t1-1/2α < t < t1-1/2α , atau nilai thitung yang diperoleh

berada diantara - t1-1/2α dan t1-1/2α , maka H0 diterima.

Kesimpulan yang diambil bahwa pemahaman awal siswa pada kelas eksperimen sama dengan

pemahaman awal siswa pada kelas kontrol

3.7.3.2. Uji Kemampuan Postes Siswa

Uji t satu pihak digunakan untuk mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan yaitu model

pembelajaran Open-Inqury terhadap pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa.

H0 : μ1=μ2

Ha : μ1 ≠μ2

Menguji hipotesis bila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka menggunakan uji

t dengan rumus (Sudjana, 2005) yaitu:

t=X̄1−X̄2

S √ 1n1

+1n2

dengan S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :

Page 30: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

S2=(n1−1 )S

12+(n2−1 ) S

22

n1+n2−2

dengan : t = distribusi t

n1= jumlah siswa pada kelas eksperimen

n2= jumlah siswa pada kelas kontrol

S12= varians kelas eksperimen

S22= varians kelas kontrol

Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika - t1-1/2α < t < t1-1/2α dimana t1-1/2α didapat dari daftar

distribusi t dengan dk=(n1+n2-2) (ttabel diperoleh dari daftar distribusi untuk α=0.05). untuk harga t

lainnya H0 ditolak.

Page 31: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

DAFTAR PUSTAKA

Amalia. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran TIK Jurnal UPI: Bandung.

Anderson at al,( 2010).Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Arikunto, S., (2009), Dasar-Dasar Evaluasi PendidikanEdisi Revisi, Bumi Aksara: Jakarta

Babu, at al.,(2013), Effect of Advance Organizer Model on Achievement of Ix Standard Students in Mathematics. International Journal of Scientific Reseach. Volume 2 Issue 9. Departement of Education. SV University: Tirupati.

Ennis, R.H, (1996), “Critical Thinking Assessment”, theory in to practice, volume 32 Number 3 Summer1993, College of Education: The Shio State University.

Fisher, A. (2001), Critical Tinking An Introduction, Australia : Cambridge University Press.

Forbes, A. (2011), Scientific Process Skill, Australian Catholic University.

Gurlit at al., (2011). Differently Structured Advance Organizers LeadTo Different Initial Schemata And Learning Outcomes,Departement of Educational Science. University of Freiburg: Germany.

Ivie, S. D. 1998. Ausubel’s Learning Theory : An Approaching ToTeaching Higher Order

Thinking Skills. Educational Psychologist David Paul Ausubel. High School Journal.

Vol. 82 (1): 1 -40.

Joyce, B., dan Weil, M. (2009), Models of Teaching, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Oloyede, O.I. 2011. “A Meta-analysis of Effects of the Advance Organizers on Acknowledgment

and Retention of Senior secondary School (SSS) Chemistry”. International Journal

Education Science, Volume 3 No. 2.

Page 32: Proposal Pemahaman Konsep Dan Berpikir Kritis

Rahayu, S. 2012. “Pengembangan Model Pembelajaran Advance Organizer Untuk Meningkat-

kan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pokok Bahasan Koloid”. Journal of Innovative

Science Education Volume 1 No. 1.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

(Shihusa, H., and Keraro, F.N. 2009. “Using Advance Organizers to Enhance Students’ Motiva-

tion in Learning Biology”. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology

Education, Volume 5 No. 4.

Slameto, (2003), Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya, Gramedia, Jakarta

Tasiwan, dkk.,(2012), Analisis Tingkat Motivasi Siswa Dalam Pembelajaran Ipa Model Advance

Organizer Berbasis Proyek, JPII 3 (1) (2014) 43-50, Prodi Pendidikan IPA FMIPA

UNNES Semarang.

Tasiwan, dkk.,(2014), Analisis Tingkat Motivasi Siswa Dalam Pembelajaran Ipa Model Advance

Organizer Berbasis Proyek, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 10 (2014) 1-8, Jurusan

Fisika FMIPA UNNES Semarang.

Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya: Kencana Prenada

Media Grup

Wachanga at al, (2013)., Effects Of Advance Organizer Teaching Approach On Secondary School Students’ Achievement In Chemistry In Maara District, Kenya. A journal of Social Science IJSSIR Vol 2(6), Faculty of Education Karatina University: Kenya.