proposal penelitian fraud uas
TRANSCRIPT
PROPOSAL PENELITIAN
STUDI KASUS FENOMENOLOGI MAHASISWA MENGENAI PROSES
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DAN ETIKA SEMASA
PERKULIAHAN TERHADAP PEMINIMALISIR PERILAKU FRAUD DI
DUNIA KERJA
(Studi Kasus Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya)
Tugas Terstruktur Diajukan Sebagai Salah Satu Ujian Akhir Semester Mata kuliah
Forensic Accounting and Fraud Examination
Disusun Oleh:
Emilio Feryawan Ariesta
0910230011
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara harfiah fraud didefenisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini
telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law
Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat
dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan
keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan
mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik, tersembunyi, dan setiap
cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan
sejumlah uang atau properti.
Dewasa ini fraud atau kecurangan sendiri merupakan permasalahan yang penting
bagi setiap instansi atau perusahaan yang ada. Fraud dapat mengakibatkan dampak yang
sangat besar, diantaranya yaitu dapat merugikan pihak yang bersangkutan, misalnya saja
dalam sebuah perusahaan terdapat manajer yang melakukan tindakan fraud misalnya saja
korupsi akan asset perusahaan. Hal ini tentu saja dapat merugikan suatu perusahaan yang
kehilangan asetnya.
Terdapat beberapa motivasi penyebab seseorang melakukan tindakan fraud atau
kecurangan. Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi
secara bersama, yaitu:
Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
Peluang untuk melakukan fraud
Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle)
berikut:
a. Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian inernal di
organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu
atau kelompok yang sebelumnya tidak memiliki motif untk melakukan fraud.
b. Pressure atau motivasi pada sesorang atau individu akan memebuat mereka
mencari kesempatan melakukan fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul
karena masalah keuangan pribadi, Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba,
berhutang berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak realistis.
c. Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktifitasnya
yang mengandung fraud. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa
bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang
memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena
telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat
pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan
kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan
fraud tersebut.
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang
disebut juga dengan teori GONE, yaitu Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan),
Need (kebutuhan), Exposure (pengungkapan).
Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku
kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure
merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan
kecurangan (disebut juga faktor generik/umum).
1. Faktor generic
- Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada
kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk
melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada
yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum
manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang
lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan;
- Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak
terulangnya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun
oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan
seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.
2. Faktor individu
- Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
- Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih
cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan
pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki
perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan
(pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang
jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
Fraud (Kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit
ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu
diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut
adalah:
1. Gejala kecurangan pada manajemen
a. Ketidakcocokan diantara manajemen puncak;
b. Moral dan motivasi karyawan rendah;
c. Departemen akuntansi kekurangan staf;
d. Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak
konsumen, pemasok, atau badan otoritas;
e. Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi;
f. Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang
meningkat;
g. Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka
waktu yang lama;
h. Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan;
i. Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun
buku.
2. Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai
a. Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa
perincian/penjelasan pendukung;
b. Pengeluaran tanpa dokumen pendukung;
c. Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar;
d. Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung
pembayaran;
e. Kekurangan barang yang diterima;
f. Kemahalan harga barang yang dibeli;
g. Faktur ganda;
h. Penggantian mutu barang.
Di Negara kita sendiri yaitu Indonesia, terdapat suatu kasus yang tak kunjumg
hentinya dilakukan, dimana perbuatan tersebut banyak menyebabkan kerugian di pihak-
pihak yang merasa dirugikan khususnya Negara. Kasus tersebut biasa dikenal KKN
(Korupsi,Kolusi, Nepotisme). Ketiga hal tersebut merupakan suatu tindakan kecurangan
atau fraud.
Korupsi selalu terjadi dalam suatu konteks sosial yang membentuk konsep diri dan
definisi situasi seseorang yang ketika terjadi proses soaial akan mendorng berbagai
kecenderungan muncul sejalan dengan kebiasaan yang ada baik yang terbuka maupun
tertutup. Korupsi cenderung terjadi secara tertutup dan kalaupun terbuka selalu ada upaya
untuk menutupinya. Menurut Wang An Shih tokoh besar Cina yang hidup pada aban 11,
korupasi terjadi karena buruknya hukum dan buruknya manusia. Yang pertama terkait
dengan atribut kelembagaan (institutional attributes) dan yang kedua dengan atribut
masyarakat (societal attributes), dan secara lebih rinci Alatas (1983) menyebutkan
faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah :
1) Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi posisi kunci yangg
mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakan
korupsi
2) Kelemahan pengajaran pengajaran agama dan etika
3) Kolonialisme
4) Kurangnya pendidikan
5) Kemiskinan
6) Tiadanya tindak hukum yang keras
7) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk prilaku anti korupsi
8) Struktur pemerintahan
9) Perubahan radikal
10) Keadaan masyarakat
Penyebab penyebab tersebut ada yang bersifat kelembagaan, ekonomi, sosial dan
individual serta ada yang bersifat mandiri dan yang bersifat kausal, namun demikian hal
yang dapat dicatat adalah bahwa menghilangkan penyebab secara parsial akan suit untuk
menjamin korupsi akan hilang, paling tidak hanya mengurangi tingkat
kemerajalealaannya dalam kehidupan bangsa.
Suatu perusahaan atau bebrapa instansi banyak cara untuk mencegah terjadinya
fraud,misalnya saja terdapat beberapa cara sebagai berikut :
1) ciptakan kontrol internal yang bagus
2) membangun rintangan bagi terjadinya kolusi
3) pengawasan personel
4) buat jalur khusus pelaporan fraud (tips hotline).
5) Secanggih apa pun fraud dilakukan, sering kali fraud bisa ditemukan melalui tips.
Ketika seorang personel merasakan bahwa rekan kerjanya atau pihak lain
memiliki cara yang sangat mudah untuk melaporkan terjadinya fraud, hal ini akan
mengurangi niat melakukan fraud itu sendiri. Takut dilaporkan!
6) menciptakan ekspektasi atas hukuman
7) proactive fraud auditing.
8) penciptaan budaya kejujuran, keterbukaan, program bantuan kepada personel,
dan usaha-usaha menghilangkan kesempatan para personel melakukan fraud
Tetapi semua cara tersebut masih belum bisa unuk menjadikan seseorang untuk
melakukan tindakakan kecurangan. Karena suatu sifat buruk seseorang sulit untuk
dirubah yang dimana suatu tindakan kecurangan merupakan rasionalisasi yang dipandang
sesorang atau merupakan hal yang biasa. Di Indonesia sendiri survey yang diakukan ke
masyarakat mengenai tindakan korupsi merupakan hal yang biasa terjadi, oleh karena itu
fraud sudah merupakan kebiasaan yang ada di masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan
perilaku fraud banyak terjadi baik di sebuah perusahaan, instansi, maupun lingkungan
masyarakat.
Cara yang paling efektif untuk mengatasi tindakan atas perilaku fraud adalah
dimana dilatih akan hal kejujuran sejak dini. Menurut beberapa penelitian tindakan
kecurangan apabila sudah terjadi sejak dini akan berpengaruh pada perilaku fraud di masa
yang akan datang. Survei yang dilakukan oleh Fortune, majalah bisnis terkemuka di
Amerika Serikat (Fortune, April 1992; Obi, 1992). Hasil survey Fortune yang memotret
perilaku pelajar, mahasiswa, alumnus perguruan tinggi, dan juga para manajer menarik
untuk dicermati. Di lingkungan pendidikan menengah (setingkat SMU) menunjukkan
bahwa 70-80% responden melakukan cheating (ngrepek, menjiplak, dan sejenisnya),
sedangkan di lingkungan perguruan tinggi angka tersebut lebih rendah yaitu antara 40-
50%. Tidak ketinggalan bahwa 12-24% lulusannya menulis informasi yang tidak benar
dalam resume/curriculum vitae mereka. Temuan dari survei ini paralel dengan hasil
studi yang dilakukan Ludigdo (1998) yang memperoleh gambaran bahwa kematangan
pribadi seseorang berpengaruh terhadap persepsi etisnya . Maka hal ini akan merupakan
suatu kebiasaan yang akan ia lakukan di kemudian hari.
Maka dari perlunya pendidikan mengenai agama dan etika dan berperilaku jujur
semasa sekolah dan kuliah merupakan hal penting untuk memeberikan kesadaran
mengenai tindakan frau dan menjadikan salah satu solusi untuk peminimalisir tindakan
fraud di dunia kerja.
Persoalan yang dihadapi disini adalah, bagaimana proses pembelajaran mengenai
pendidikan agama dan etika semasa kuliah, dan bagaimana pandangan mahasiswa
mengenai pembelajaran pendidikan agama dan etika semasa kuliah sebagai peminimalisir
perilaku fraud?. Oleh karena masalah masalah tersebut penulis mengangkat judul – study
kasus fenomenologi mahasiswa mengenai proses pembelajaran pendidikan agama dan
etika semsa perkuliahan terhadap peminimalisir perilaku fraud di dunia kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1) Bagaimana pola pikir atau pandangan mahasiswa pendidikan agama dan
etika terhadap peminimalisir perilaku atau tindakan fraud di dunia kerja ?
2) Bagaimana proses pembelajaran penddidikan agama dan etika yang
diterima mahasiswa selama perkuliahan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran
pendidikan agama dan etika semasa perkuliahan terhadap peminimalisir perilaku fraud di
dunia kerja menurut pandangan mahasiswa? Dan apakah proses pembelajaran tersebut
sudah sesuai atau tidak?
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Perspektif Pendekatan Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan
data dengan tujuan tertentu. Cara ilmiah berarti suatu kegiatan yang dilandasi oleh
metode keilmuan.Metode keilmuan merupakan gabungan antara pendekatan rasional dan
empiris.Pendekatan rasional memberikan kerangka berpikir yang koheren dan
logis.Sedangkan pendekatan empiris memberikan kerangka pengujian dalam memastikan
suatu kebenaran. Jujun S. Suriasumantri (dikutip dari Sugiyono, 1998: 1)
Menurut Mayer (1984:110), mengatakan bahwa rancangan penelitian adalah
sebuah rencana menyeluruh tentang tahapan (sequence) kerja yang dipakai dalam
mencapai tujuan penelitian. Sementara Selltiz (1976:90), mendefinisikan rancangan
penelitian sebagai suatu pengelolaan sumber daya dalam mengumpulkan dan
menganalisa data yang bertujuan untuk menggabungkan data-data yang relevan dengan
tujuan penelitian.
Penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
menggunakan metode fenomenologi. Edmund Hursserl (1859-1938) mengatakan bahwa
fenomenologi diartikan sebagai:
1. Pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal
2. Suatu studi tentang kesadaran dari prespektif pokok dari seseorang
Istilah ‘fenomenologi’ sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada
pengalaman subjektif dari berbagai jenis tipe subjek yang ditemui.Dalam arti yang lebih
khusus, istilah ini mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektiv
pertama seseorang.Sebagai sesuatu disiplin ilmu.
Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada focus
kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia.
Dalam hal ini, para fenomenologis ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada
orang lain.
Ada beberapa ciri pokok fenomenologi yang dilakukan oleh peneliti fenomenologi yaitu:
1. Fenomenologis cenderung mempertentangkannya dengan ‘naturalisme’ yaitu
yang disebut objektivisme dan positivism, yang telah berkembang sejak zaman
Renaisans dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Secara pasti, fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada
apa yang dinamakan oleh Hursserl, ‘Evidenz’ yang dalam hal ini merupakan
kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang
lainya, dan mencakupi untuk sesuatu dari segi itu.
3. Fenomenologis cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada
dalam dunia alam dan dunia.
Dalam hal ini, Peneliti berusaha menghimpun data dalam keadaan yang
sewajarnya, dan dalam pandangan fenomenologi berusaha memahami arti dari sebuah
peristiwa dan keterkaitanya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi
tertentu.
2.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian
Pada fokus penelitian ini tidak terlepas dari tujuan penelitian, yaitu mengetahui
bagaimana pemikiran mahasiswa Universitas brawijaya terhadap proses pembelajaran
pendidikan agama dan etika terhadap peminimalisir perilaku fraud di dunia kerja, sebab
tujuan penelitian ini yang menjadi acuan pokok, tetapi fokus dapat berkembang atau
berubah sesuai dengan sifat pendekatan kualitatif yang fleksibel mengikuti pola empirik
dengan pengertian hasil akhir pengumpulan data lapangan adalah yang mampu
mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
Dengan demikian penetapan focus penelitian tidak lepas dari konsep, yaitu harus
membatasi diri kepada individu yang benar-benar terkait dengan masalah yang terkait
dengan masalah yang diteliti, pendalaman terhadap alasan-alasan mengapa orang
berpikir, berpandangan, berpendapat terhadap tindakan mereka. Oleh karena itu peneliti
memfokuskan penelitian pada mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya pada angkatan 2009 dan 2010.
Fokus penelitian adalah merupakan batasan yang diperlukan dalam perancangan
kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Pemikiran mengenai bagaimana cara mereka
menilai proses pembelajaran pendidikan agama dan etika semasa kuliah terhadap dampak
peminimalisir perilaku atau tindakan fraud di dunia kerja.
2.3 Pemilihan Informan
Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, yang dimaksud informan adalah
seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang-ulang kata, frasa dan kalimat
dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan sumber informasi. Bekerja
dengan informan dimulai dari ketidaktahuan (Spradley.1997:35).
Peneliti memilih informan, yaitu mahasiswa Jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang tahun atau angkatan 2009 dan 2010. Dalam
penelitian ini informan yang telah ditentukan menjadi sampel sebanyak 7 (tujuh) orang
dengan perincian :
1. 4 (Empat) orang mahasiswa dari tahun atau angkatan 2009
2. 3 (Tiga) orang mahasiswa dari tahun atau angkatan 2010
Subyek informan lainnya didasarkan kebutuhan pada saat pengumpulan data di
lapangan. Kebutuhan yang dimaksud adalah ketika pengumpulan data dilakukan secara
lebih mendalam dan hanya subyek penelitian tertentulah yang dapat memberikan
datanya, karena penelitian ini ingin menggali informasi sebanyak-banyaknya.Usia dan
jenis kelamin bukan merupakan dasar penentuan subyek penelitian.
2.4 Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Data adalah bahan keterangan tentang sesuatu obyek penelitian yang lebih
menekankan pada aspek materi, segala sesuatu yang hanya berhubungan dengan
keterangan tentang suatu fakta yang ditemui peneliti di daerah penelitian (Bungin, 2001:
123).
Data dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder.
a) Data primer, yaitu data yang diperoleh oleh informan secara langsung dengan
cara observasi dan wawancara. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan
adalah observasi dan indepth interview. Menurut Ritzer (1992: 74), observasi
biasanya digunakan terutama untuk mengamati tingkah laku yang aktual. Dalam
hal ini tipe observasi yang dipergunakan adalah tipe ‘participant as observer’
yaitu memberitahukan maksud peneliti kepada kelompok yang diteliti.
Wawancara mendalami (indepth interview) akan dilakukan kepada sejumlah
Mahasiswa jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya. Wawancara mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang untuk
suatu tugas tertentu mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan
dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan dengan orang itu
(Koentjaraningrat, 1977: 129). Wawancara bertujuan untuk mengumpulkan
keterangan tentang subyek penelitian serta pendirian-pendirian mereka yang
merupakan pembantu utama metode observasi (Koentjaraningrat, 1977: 162).
b) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung. Data ini
diperoleh dari studi kepustakaan, yaitu metode pengumpulan data dengan melihat
beberapa literatur, antara lain catatan, buku, hubungannya dengan penelitian
tersebut.
Data hasil wawancara, observasi dan dokumen.Pengumpulan data dianggap
selesai jika informasi lebih lanjut yang diperoleh tidak memberikan informasi tambahan
yang berarti. Dalam penelitian kualitatif ini peneliti akan menggunkan metode wawancara
tak berstruktur/terbuka. Menurut Mulyana (2002: 181) wawancara tak berstruktur bersifat
luwes, susunan pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat
diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara.
Ada 3 (tiga) karakteristik wawancara tak berstruktur/terbuka yaitu:
1. memungkinkan informan menggunakan cara-cara unik mendefinisikan
pendapatnya
2. mengasumsikan bahwa tidak ada urutan tetapi pertanyaan yang sesuai untuk
semua responden/informan
3. memungkinkan informan membicarakan isu-isu penting yang tidak terjadwal
(Denzin dalam Mulyana, 2002: 182).
Dipilihnya metode wawancara dalam penelitian in dimaksudkan untuk:
1. memperoleh keterangan yang sedalam-dalamnya tengtang bagaimana ppemikiran
mahasiswa jurusan akuntansi Universitas brawijaya terhadap minat dan tujuan
bidang profesi akuntan.
2. memperoleh informasi dengan cepat dan langsung dari informan
3. memperoleh jawaban yang valid berdasarkan mimik, emosi informan saat
memberikan informasi/pendapat
Peneliti Subjek Penelitian
Wawancara secara mendalam
Informasi/Data
4. memperoleh jawaban yang akurat karena apabila ada salah penafsiran dari
informan, peneliti bisa langsung memperbaiki/meluruskan yang dimaksud oleh
peneliti.
Sesudah penelitian lapangan, data-data yang sudah dikumpulkan dan
diklasifikasikan, dianalisis kembali.Hal ini dilakukan dengan tujuan agar seleksi data
terus berlangsung, sehingga tingkat validitas data-data yang diperlukan semakin baik.
3.5 Analisis Data
Analisis adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusunzdata
berarti menggolongkannya dalam pola, tema atau katagori (Nasution, 1988: 126).
Data hanya akan bermakna jika dianalisis secara akurat dan seksama untuk diberi
makna. Dalam analisis data, peneliti dilibatkan sedemikian rupa agar kesimpulan dan
keputusan dapat dirumuskan secara baik dan benar. Analisis data merupakan proses
pencandraan/discription dan penyusunan transkrip interview serta material lain yang telah
terkumpul. Maksudnya agar peneliti dapat menyempurnakan pemahaman terhadap data
tersebut untuk kemudian menyajikannya kepada orang lain dengan lebih jelas tentang apa
yang telah ditemukan atau dapatkan dari lapangan (Danim, 2002: 210).
Analisis kualitatif merupakan suatu analisis yang digunakan untuk membahas dan
menerangkan hasil penelitian mengenai berbagai gejala atau kasus yang dapat diuraikan
dengan menggunakan kata-kata yang tidak dapat diukur dengan angka-angka tetapi
memerlukan penjabaran uraian yang jelas.Data yang diperoleh hanya bersifat
memberikan keterangan dan penjelasan. Analisis data kualitatif sebenarnya bertumpu
pada strategi deskriptif kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang terhimpun dari
suatu penelitian, pengklasifikasian data kemudian bergerak ke arah pembentukan
kesimpulan seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Bungin, 2002: 290
Data
Data
Data
Klasifikasi Data
Kesimpulan
Dari penjelassan di atas analisis data pada penelitian ini menggunakan sumber
data atau informasi dari hasil wawancara informan yaitu mahasiswa jurusan akuntansi
Universitas Brawijaya dari angkatan 2007 sampai 2011 dan mengklasifikasikan data
tersebut hingga di dapat kesimpulan dan dilakukan analisis serta pembahasan.
Daftar Pustaka
Andrian Simbolon, Harry. 2010. Mengupas Seluk Beluk Fraud dan Cara Mengatasinya. <
http://akuntansibisnis.wordpress.com/2010/12/22/mengupas-seluk-beluk-fraud-
dan-cara-mengatasinya/>
Helmi,sofyan. 2011. Bagaimana mencegah fraud ? < http://sofyanhelmi-
rocketmail.blogspot.com/2011/12/bagaimana-strategi-atau-cara-mencegah.html>
Irianto, Gugus. 2003. “Skandal Korporasi dan Akuntan “.Lintasan Ekonomi, Vol. XX
No. 2. Halaman 4.
Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rusdakarya.
Mudjiati, Johanna. 2008. “Studi Pengaruh Penggunaan Sistem Informasi Terhadap
Kinerja Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro”, Semarang,
Hlm :39-51
Suharsuptra, Uhar. 2012. Budaya Korupsi dan Pendidikan. <
http://uharsputra.wordpress.com/artikel/budaya-korupsi-dan-pendidikan/>