proposal penelitian mandiri fakultas pertanian …
TRANSCRIPT
PROPOSAL
PENELITIAN MANDIRI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
Diversitas Artropoda pada Pertanaman Kacang Kedelai
akibat perlakuan Insektisida Diflubenzuron dan Ekstrak
Daun Sirsak (Annona muricata L.)
Oleh:
Ketua Prof. Dr. Ir. Rosma Hasibuan, M.Sc. (NIDN 0028085804)
Anggota : Prof. Dr. Jamalam Lumbanraja, M.S. (NIDN 0018035302
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Diversitas Artropoda pada Pertanaman Kacang Kedelai
akibat perlakuan Insektisida Diflubenzuron dan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.)
2. Bidang Penelitian : Pertanian
3. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Prof. Dr. Ir.Rosma Hasibuan, M.Sc.
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIP : 195808281983032003
d. Disiplin Ilmu : Ilmu Hama Tumbuhan
e. Pangkat/Golongan : Pembina Utama Madya/IVd
f. Jabatan : Profesor
g. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Proteksi Tanaman Universitas Lampung
h. Alamat : Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung
35145
i. Telpon/email : 08117247575 / [email protected]; [email protected]
j. Alamat Rumah : Jl Kopi 25 Gedung Meneng Bandar Lampung
35145
4. Jumlah Anggota : -
5. Lokasi Penelitian : Laboratorium HamaTumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung
6. Biaya Penelitian : Rp 5.000.000,00 (Lima juta rupiah)
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Bandar Lampung, 15 April 2021
Mengetahui,
a.n. Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Peneliti,
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama
Prof. Dr. Ir. Purnomo. M.S. Prof. Dr. Ir. Rosma Hasibuan, M.Sc.
NIP 196406131987031002 NIP 195808281983032003
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian Unila
Dr. Lusmeilia Afriani, D.E.A.
NIP 196505101993032003
RINGKASAN
Pengelolaan ekosistem pertanian (agroekosistem) memberikan dampak positif terhadap
keberadaaan berbagai jenis makhluk hidup, termasuk artropoda, yang hidup dan berkembang
pada agroekosistem tersebut. Artropoda memiliki peran penting dalam ekosistem karena
selain menjadi hama, artropoda dapat berperan juga sebagai musuh alami baik sebagai
predator, parasitoid, serangga penyerbuk, maupun dekomposer. Keberadaan makhluk hidup
dalam suatu agroekosistem dapat diduga dengan indeks biodiversitas (keanekaragaman
hayati). Biodiversitas merupakan semua jenis tanaman, hewan dan mikroorganisme yang ada
dan berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat menentukan kualitas lingkungan suatu
komunitas dalam sistem pertanian. Biodiversitas yang tinggi menandakan adanya berbagai
penghuni level tropik yang datang dan berkoloni. Diantaranya berupa komunitas arthropoda
karnivora yang berperan sebagai pemangsa dan yang menyediakan tempat berlindung,
sumber makanan dan sumber daya lain bagi komunitas arthropoda karnivora baik predator
maupun parasitoid. Penelitian dilakukan di lahan pertanaman kedelai mulai bulan Mei hingga
bulan Oktober 2021.Pengambilan Sampel ArthropodaPengambilan sampel arthropoda
dilakukan pada tanaman kedelai sejak 1 MST, yang diharapkan terdapat perbedaan ekosistem
setiap fase pertumbuhan tanaman. Pengambilan sampel terpilih (purposive sampling)
ditentukan secara diagonal agar dapat mewakili setiap populasi. Setiap tanaman yang
terdapat pada garis diagonal dijadikan tititk sampel utama sebagai pengambilan sampel
secara manual. Sedangkan, titik sampel pada teknik pengambilan sampel yang lain
ditentukan berdasarkan titik sampel utama. Pengambilan sampel dilakukan dengan 3 metode
yaitu secara langsung (menggunakan aspirator atau kuas), sticky trap, dan perangkap pitfall.
Pemasangan perangkap dilakukan secara berkelompok berdasarkan ulangan. Pengamatan
sampel arthropoda diidentifikasi menggunakan mikroskop stereo binokuler. Pengamatan
dilakukan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Univerrsitas Lampung.
Identifikasi hama dilakukan hingga taraf genus.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengendalian secara tepat dapat diinisiasi dengan meningkatnya keanekaragaman
(biodiversity) lahan. Biodiversity merupakan semua jenis tanaman, hewan dan
mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem dan hal ini sangat
menentukan kualitas lingkungan suatu komunitas dalam sistem pertanian. Biodiversity yang
tinggi menandakan adanya berbagai penghuni level tropik yang datang dan berkoloni.
Diantaranya berupa komunitas artropoda karnivora yang berperan sebagai pemangsa dan
yang menyediakan tempat berlindung, sumber makanan dan sumber daya lain bagi
komunitas artropoda karnivora baik predator maupun parasitoid (Purwanti & Nizar, 2018).
Strategi pengendalian hama tanaman yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan
efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang bijaksana disebut dengan
pengendalian hama terpadu (PHT) (Sudarsono, 2015). PHT lebih mengutamakan
pengendalian dengan memanfaatkan peran berbagai musuh alami. Agar pemanfaatan
berbagai musuh alami dapat efektif, maka dalam penggunaan insektisida berspetrum luas
harus dihindari. Oleh karena itu, penggunaan insektisida yang boleh dilakukan adalah
insektisida yang mudah terurai (degradable) dan berspektrum sempit (narrow spectrum).
Salah satu insektisida yang dianggap lebih ramah lingkungan adalah golongan insektisida
yang bekerja sebagai zat pengatur pertumbuhan serangga (insect growth regulator = IGR).
Insektisida IGR merupakan salah satu jenis insektisida yang bekerja sangat spesifik terhadap
hama sasaran, sehingga aman untuk serangga non-target (Hasibuan, 2012). Insektisida IGR
mengandung senyawa yang dapat mengganggu proses hormon pertumbuhan normal
serangga. Salah satu jenis insektisdia IGR adalah diflubenzuron yang bekerja sebagai
penghambat sintetis kitin dalam proses pergantian kulit serangga (molting). Selain
insektisida IGR, terdapat juga insektisida botani yang dapat dimanfaatkan dalam program
PHT. Salah satu insektisida botani yang menyebabkan nafsu makan serangga menurun
berasal dari daun sirsak (Annona muricata). Menurut Septerina (2002), daun A. muricata
mengandung senyawa aktif acetogenin, senyawa tersebut bersifat antifeedant (penolak
makan) bagi serangga.
Sebagai kelompok yang memiliki anggota spesies yang terbesar, artropoda merupakan
komponen biotik yang memiliki peran penting dalam ekosistem. Artropoda memiliki banyak
peranan dalam proses kehidupan karena hewan ini merupakan mata rantai penting dalam
jarring-jaring makanan terutama di ekosistem darat. Artropoda berperan sebagai herbivora,
detritivor, karnivora, dan dekomposer dalam ekosistem. Sebab itu, proses dekomposisi dapat
berjalan dengan baik karena adanya artropoda yang melakukan siklus transformasi material
dalam suatu ekosistem (Leksono, 2017). Peran atropoda sebagai karnivora sangat penting
dalam ekosistem pertanian, yang mencakup parasitoid dan predator. Di antara predator paling
dominan pada tanaman kedelai adalah kumbang Paederus fuscipes (Curt.) (Coleoptera :
Staphylinidae), jengkerik Anaxipha longipennis (Serville) (Orthoptera : Gryllidae), laba-laba
Pardosa pseudoannulata (Boes.& Str.) (Araneae: Lycosidae) dan Atypena adelinae (Barr. &
Lit.) (Araneae: Linyphiidae) (Luice & Polakitan, 2010).
Dalam penerapan PHT perlu dilakukan evaluasi fakta-fakta mengapa suatu agroekosistem
menjadi rentan terhadap eksplosi hama dan bagaimana membuat suatu agroekosistem
menjadi lebih tahan terhadap eksplosi hama. Konsep PHT yang awalnya berupa suatu
hubungan linier antara hama sasaran dan suatu strategi pengelolaan hama, berubah menjadi
suatu hubungan yang berupa jaringan antara serangga hama, musuh alami dan keragaman
tanaman (Altieri & Altieri, 2004). Penekanan konsep ini adalah pencegahan timbulnya masalah
hama, dengan meningkatkan ‘kekebalan’ agroekosistem dengan memadukan teknik-teknik
pengendalian hama terpadu, sehingga produktivitas lahan dan kesehatan tanaman dapat
terjaga, serta mendapatkan keuntungan ekonomi. Konsep ini menekankan pada pencarian
faktor-faktor penyebab suatu agroekosistem menjadi rentan terhadap hama. Sehingga,
diperlukan penelitian mengenai pengaruh insektisida IGR sintetis (bahan aktif diflubenzuron
25%) dan insektisida botani (ekstrak daun sirsak) terhadap keanekaragaman artropoda
tanaman kedelai.
1.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kelimpahan dan keragaman artropoda akibat perlakuan insektisida IGR
sintetis diflubenzuron dan insektisida botani (ekstrak daun sirsak).
2. Mengetahui korelasi antara kelimpahan dan keanekaragaman artropoda dengan
pertumbuhan dan hasil produksi tanaman kedelai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kedelai (Glycine max [L] Merril)
Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina, sejalan dengan perkembangan perdagangan
antar negara menyebabkan tanaman kedelai ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagan
tersebut yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai
dikenal di Indonesia sejak abad ke-16 (Rukmana et al., 2014).
Kedelai merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan tinggi 40-90 cm, dan berdaun
banyak. Kedelai memiliki sistem perakaran yang terdiri dari sebuah akar tunggang yang
terbentuk dari calon akar sekunder yang tersusun dalam empat barisan sepanjang akar
tunggang, cabang akar sekunder, dan cabang akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah
hipokotil (Adie & Krisnawati, 2007).
Sistem perakaran tanaman kedelai memiliki ciri khas yang ditandai dengan adanya interaksi
simbiosis antara bakteri nodul akar (Rhizobium japanicum) dengan akar tanaman kedelai
yang menyebabkan terbentuknya bintil akar. Bintil akar sangat berperan dalam proses fiksasi
nitrogen yang sangat dibutuhkan tanaman kedelai untuk kelanjutan pertumbuhannya.
Tanaman kedelai termasuk tanaman berbatang semak, tidak berkayu, berambut atau berbulu
dengan struktur bulu yang beragam, berbentuk bulat, bewarna hijau, dan panjangnya
bervariasi antara 30-100 cm. Batang tanaman kedelai dapat membentuk cabang 3-6 cabang
(Cahyono, 2007).
Daun kedelai mempunyai ciri-ciri antara lain berbulu, berwarna abu–abu atau coklat, helai
daun oval, bagian ujung daun meruncing dan tata letaknya pada tangkai daun bersifat
majemuk berdaun tiga. Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe, yaitu kotiledon atau daun
biji, dua helai daun primer sederhana, daun bertiga, dan profila (Adie & Krisnawati, 2007).
Tanaman kedelai mulai berbunga pada umur 30-50 hari setelah tanam. Bunga kedelai
termasuk bunga sempurna. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang
diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-
25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang
terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Buah
kedelai disebut buah polong seperti buah kacang-kacangan lainnya. yang tersusun dalam
rangkaian buah. Polong kedelai yang sudah tua ada yang berwarna coklat, coklat tua, coklat
muda, coklat kekuning-kuningan, coklat keputih-putihan dan kehitaman. Tiap polong kedelai
berisi antara 1-5 biji, jumlah polong pertanaman tergantung pada varietas kedelai, kesuburan
tanah, dan jarak tanam yang digunakan. (Adisarwanto, 2005).
Dalam pertumbuhannya, tanaman kedelai terdiri dari dua stadia yaitu stadia
pertumbuhan vegetatif dan stadia pertumbuhan generatif. Stadia pertumbuhan
vegetatif dimulai sejak kotiledon mulai muncul ke permukaan tanah hingga
mulai berbunga. Sedangkan stadia generatif ditandai dengan munculnya bunga
hingga masak penuh (Pitojo, 2003).
2.2. Artropoda
Artropoda berasal dari Bahasa Yunani yaitu arthros artinya sendi dan podos artinya kaki.
Ciri-ciri umum dari artropoda yaitu mempunyai tubuh beruas, bilateral simetris, dan rangka
luar dilapisi oleh zat kitin (Borror et al., 1996). Artropoda merupakan filum terbesar dalam
kingdom Animalia, dengan kelompok terbesar dalam filum tersebut adalah insecta
(serangga). Artropoda terbagi menjadi 3 sub filum yaitu Trilobita, Chelicerata, dan
Mandibulata. Sub filum Mandibulata terbagi menjadi 6 kelas, salah satunya adalah insecta
(Hexapoda). Kelas Insecta terbagi menjadi sub kelas Apterygota dan Pterygota. Sub kelas
Apterygota terbagi menjadi 4 ordo. Sedangkan sub kelas Pterygota masih terbagi menjadi 2
goolongan terdiri dari golongan Exoptrygota (metamorfosis sederhana) yang terbagi menjadi.
15 ordo, dan golongan Endopterygota (metamorfosis sempurna) yang terbagi menjadi 3 ordo
(Jumar, 2000). Ordo yang paling beragam spesiesnya adalah Coleoptera, mencapai 40% dari
total spesies lainnya. Tingginya keanekaragaman spesies serangga berdapak karena tingginya
variasi bentuk, ukuran, dan perilaku serangga (Susilo, 2007).
Berbagai spesies artropoda yang berada di agroekosistem pertanian memiliki peranan yang
beragam yaitu sebagai herbivora, predator, parasitoid, detritivor dan dekomposer yang saling
berinteraksi dan membentuk jaringan-jaringan makanan pada agroekosistem. Herbivora
merupakan artropoda yang masuk dalam golongan hama. Herbivora menyerang tanaman
yang dibudidayakan dan merusak produksi saat disimpan. Predator merupakan artropoda
yang memangsa serangga lainnya. Predator memangsa dengan cara mengunyah semua
bagian tubuh mangsanya, atau menusuk dan menghisap cairan tubuh mangsanya. Parasitioid
merupakan artropoda yang memarasit serangga lainnya. Parasitoid memarasit secara
perlahan-lahan dengan menyedot energi dan memakan selagi inangnya masih hidup dan
membunuh atau melumpuhkan inangnya untuk kepentingna keturunannya. Detritivor
merupakan artropoda pengurai yang memakan sisa-sisa bahan organik. Detritivor
mengkonsumsi hewan atau tumbuhan yang telah mati dan membusuk. Dekomposer
merupakan orgnaisme yang menguraikan bahan orgnaik yang berasal dari organisme mati.
Dekomposer sering kali disebut konsumen makro karena makanan yang dimakan berukurna
lebih besar (Kusuma et al.,2019). Hasil penelitian (Tengkano et al. 2007) jenis serangga yang
tergolong herbivora pada tanaman kedelai di daerah penyebaran Provinsi Lampung yaitu
Piezodorus hybneri, Riptortus linearis, Nezara viridula, Bemisia tabaci, Lamprosema
indicata, Chrysodeixis chalcites, Ophiomyia phaseoli, Agromyzidae, Aphis glycines, Aphis
craccivora, Spodoptera litura, Phaedonia inclusa, Helicoverpa armigera, Etiella sp.,
Riptortus sp., dan Plautia affinis.
Beberapa jenis serangga dan artropoda dilaporkan berperan sebagai musuh alami tanaman
kedelai terdiri dari 24 spesies predator (Micraspis sp., Mantidae, Andralus spinidens,
Odonata, Oxyopes javanus, Assilidae, Coccinella sp., C. longipennis, Paederus fuscipes,
Laba-laba, Sycanus sp., Syrpidae, Trigoniidae, Vespidae, Casnoidae indica, Collembola,
Casnoidae ishii ishii, Tetigonidae, Carabidae, Formicidae, Cycindelidae, Semut rangrang,
Grylidae, dan Chrysopa sp.); 14 spesies parasitoid (Trissolcus basalis, Tachinidae, Gryon
sp., Cynipoide sp., Gryon sp., Chalcididae. Telenomus sp., Apanteles sp., Conopiid sp.,
Ooencyrtus sp., Syrpidae, Elasmus sp., Encarsia sp., dan Trichogrammatidae); dan 2 spesies
patogen (NPV dan cendawan entomopatogen).
Keberadaan jenis dan kelimpahan populasi dari suatu mangsa atau hama dapat menarik
datangnya musuh alami dan diikuti oleh meningkatnya kemampuan musuh alami untuk
menyerang. Keragaman hama di ekosistem yang berbeda memungkinan tersedianya musuh
alami yang bervariasi, selain itu dampak atau pengaruh dari tingkat keanekaragaman
artropoda juga sangat penting. Keanekaragaman artropoda juga memiliki pengaruh atau
dampak terhadap kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan.
2.3. Insektisida Botani (Ekstrak Daun Sirsak)
Sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah satu jenis tanaman dari famili Annonaceae
yang banyak tumbuh di pekarangan rumah dan di ladang-ladang. Tanaman ini tidak
memerlukan kondisi air dan tanah yang khusus, tetapi tumbuh subur pada tempat-tempat
yang jelas pemisahan antara musim hujan dan musim kemarau dan pada umumnya lebih
menyukai daerah kering untuk tumbuh. Ciri morfologi tanaman berakar tunggang, berkayu
keras, dengan pertumbuhan
tegak lurus ke atas (erectus) hingga mencapai ketinggian berkisar 8 meter (Haryono, 2012).
Daunnya berbentuk bulat seperti telur terbalik berukuran (8-16) cm x (3-7) cm, berwarna
hijau muda hingga hijau tua, ujung daunnya meruncing pendek, panjang tangkai daunnya 3-7
mm, pinggiran rata dan permukaan daun mengkilap. (Sunarjono, 2005). Tanaman ini dapat
dimanfaatkan sebagai insektisida botani.
Praktek menggunakan insektisida botani di bidang pertanian diketahui dari Cina, Mesir,
Yunani, dan India dan baru-baru di Eropa dan Amerika Utara. Sejak tahun 1990-an, terdapat
minat baru pada insektisida botani karena kekhawatiran masyarakat tentang maraknya
penggunaan insektisida sintetis dan berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan (Roy et
al., 2016). Menurut Haryono (2012), insektisida botani bersifat mudah terdegradasi di alam,
sehingga tidak menyebabkan residu pada tanaman dan lingkungan sekitar. Insektisida ini
juga memiliki sifat tidak mematikan hama tapi hanya memberi efek pada telur, serta
menurunkan nafsu makan dan masa kawin hama. Selain itu, bahan-bahan yang digunakan
mudah didapat dan relatif murah. Namun, perlu diperhatikan bahwa penggunaan insektisida
ini juga bersifat racun, sebaiknya tidak digunakan secara terus-menerus (Darmuji, 2015).
Salah satu bagian tanaman sirsak yang dapat digunakan sebagai insektisida botani ialah
daunnya, karena bagian daun sirsak mengandung senyawa acetogenin (Septerina, 2002).
Menurut Kardinan (2005), senyawa acetogenin memiliki mekanisme kerja dalam aktivitas
penghambat makan hama (anti feedent). Sehingga, hama tidak lagi ingin menghisap bagian
tanaman yang disukainya.
Menurut Mardiana & Ratnasari (2011), daun sirsak mengandung beberapa kandungan kimia
yang terdiri atas minyak atsiri, alkaloida, glikosida, flavonoida, saponin, dan tanin yang dapat
digunakan sebagai bahan aktif dalam pembuatan insektisida botani . Daun sirsak dapat
berperan sebagai insektisida (penghambat daya makan dan sebagai penolak) dengan cara
kerja sebagai racun kontak dan racun perut (Haryono, 2012). Racun kontak adalah
kandungan insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit (kutikula) yang
bersinggungan secara langsung dan disalurkan ke bagian organ tubuh serangga, dan racun
perut (racun lambung) adalah kandungan insektisida yang membunuh serangga sasaran
apabila kandungan tersebut termakan serta masuk ke dalam organ pencernaan serangga yang
diserap oleh dinding saluran pencernaan (Sudarsono, 2015).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa ekstrak daun A. muricata dapat dijadikan alternatif
untuk mengendalikan beberapa serangga hama. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Lebang et al. (2016), ekstrak daun A. muricata dapat menurunkan nafsu makan hama imago
walang sangit (Leptocorisa acuta) sehingga menyebabkan kematian. Hal ini juga didukung
oleh Tenrirawe (2001) bahwa ekstrak daun A. muricata efektif dalam mengendalikan larva
Helicoverpa armigera instar III dengan LC50 sebesar 26,30%. Selain itu, ekstrak daun
A. muricata pada konsentrasi 26,30% mampu mematikan 50% larva Helicoverpa armigera
instar III.
2.4. Insektisida IGR Diflubenzuron
Insect growth regulators (IGR) merupakan salah satu jenis insektisida yang memiliki cara
kerja sangat spesifik sehingga aman terhadap bukan hama sasaran (Joseph, 2017). Insektisida
IGR berbahan aktif diflubenzuron 25% merupakan salah satu insektisida yang sering
digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama pada berbagai tanaman seperti
tanaman kedelai, cabai, kelapa sawit, dan tembakau. Diflubenzuron merupakan turunan
benzoylphenylurea (1-(4-chlorophenyl)-3-(2,6-difluorobenzoyl) urea), dan rumus kimia
bahan ini adalah C14H9O2N2F2Cl (Gambar 1.)
Gambar 1. Struktur kimia diflubenzuron. (Sumber : Duphar, 1987).
Diflubenzuron pertama kali diperkenalkan dan terdaftar sebagai pestisida di Amerika Serikat
pada tahun 1976, dengan 29 merek dagang yang terdaftar (EPA, 1997). Salah satu merek
dagang berbahan aktif diflubenzuron 25% adalah Dimilin 25 WP, yang bersifat non-sistemik
serta dapat bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Bahan aktif ini juga memiliki cara
kerja (mode of action) sebagai penghambat sintesis kitin sehingga kutikula serangga tidak
terbentuk saat metamorfosa (Beyond, 2003). Penghambatan pembentukan kitin oleh
diflubenzuron secara tidak langsung akan membuat serangga menjadi lemah dan akhirnya
mati. Diflubenzuron mencegah pembentukan kitin, molekul yang
diperlukan untuk membentuk kulit serangga, yang mengakibatkan kematian selama molting.
Tidak adanya kitin pada manusia membuat senyawa ini aman untuk digunakan. Formulasi
diflubenzuron termasuk dalam golongan wettable powder (WP). Formulasi yang dalam
penggunaannya harus diencerkan (dengan air) dan diaplikasikan dengan cara disemprotkan.
Diflubenzuron dapat diaplikasikan menggunakan airblast, pesawat terbang dan penyemprot
hidrolik (EPA, 1997).
Diflubenzuron memiliki daya racun rendah terhadap mamalia dengan nilai LD50 oral > 5000
mg/kg dan LD50 dermal > 20000 mg/kg, sehingga selektif terhadap organisme sasaran, serta
efektif digunakan untuk mengendalikan serangga (Alfiah & Setiyaningsih, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian (Gupta & Chandel, 1995) bahwa diflubenzuron dikategorikan
sebagai insektisida paling aman untuk mengendalikan Apis cerana indica F. yang berada di
India.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat yang dimulai dari bulan Mei hingga Oktober
2021. Penelitian pertama berlokasi di Kebun Percobaan BPTP Lampung, Desa Negara Ratu,
Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada koordinat 5º18'54" S - 105º10'34" E
dengan ketinggian 110 mdpl. Penelitian ini dilakukan pengambilan sampel artropoda dan
pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai. Penelitian selanjutnya bertempat di Laboratorium
Ilmu Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung bertujuan untuk
mengidentifikasi jenis-jenis artropoda yang ditemukan pada tahap pertama dan menghitung
hasil panen tanaman kedelai.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah alat semprot, perangkat swipe net,
perangkat pitfall, perangkat aspirator, kuadran besi berukuran 1 m2, botol koleksi, plastik,
meteran, gelas ukur, ember, ruber bulb, arit, cangkul, kuas, rotary evaporator, mikroskop
stereo binokuler, oven, timbangan digital, erlenmeyer, spatula, blender, kertas saring, corong,
karet gelang, gunting, pinset, kuas, tisu, nampan, tali rafia, label sampel, amplop kertas, alat
tulis, dan alat dokumentasi. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih
kacang kedelai, pupuk dasar kompos, pupuk anorganik (Urea, SP3, dan KCL), insektisida
IGR berbahan aktif diflubenzuron 25% (Dimilin 25 WP), daun sirsak, metanol 98%, alkohol
70%, air, dan sampel artropoda pada tanaman kedelai.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini akan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan.
Perlakuan terdiri atas kontrol atau tanpa insektisida (I0), aplikasi ekstrak daun sirsak
konsentrasi 8% (I1), aplikasi ekstrak daun sirsak konsentrasi 12% (I2), aplikasi IGR
diflubenzuron konsentrasi 0,05% (I3), dan aplikasi IGR diflubenzuron konsentrasi 0,1% (I4).
Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali yang digunakan sebagai kelompok. Homogenitas
ragam akan diuji dengan uji Bartlett dan uji Aditivitas dengan uji Tukey. Jika hasil uji
tersebut memenuhi asumsi, maka data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan
pengujian Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Data dianalisis menggunakan perangkat
pengolah data R (Versi 3.6.1) dalam program Microsoft Excel 2010.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.5.1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dengan cara mengolah tanah. Pengolahan tanah dilakukan secara
mekanik meggunakan cangkul ataupun alat garpu dan selanjutnya dilakukan pengguludan.
Jenis lahan yang digunakan adalah lahan kering yang sebelumnya ditanami kacang kedelai.
Lahan percobaan yang diaplikasikan insektisida dengan berbagai taraf dosis sebanyak 15
petak. Petak percobaan berukuran 3 m x 5 m dengan jarak antar satuan petak 0,5 m.
Pengelompokan dilakukan berdasarkan waktu aplikasi di lapangan. Tata letak percobaan
dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Tata letak percobaan aplikasi insektisida di lahan pertanaman kedelai
Keterangan :
I0 : perlakuan kontrol atau tanpa insektisida.
I1 : perlakuan insektisida botani ekstrak daun sirsak konsentrasi 8%.
I2 : perlakuan insektisida botani ekstrak daun sirsak konsentrasi 12%.
I3 : perlakuan insektisida IGR diflubenzuron konsentrasi 0,05%.
I4 : perlakuan insektisida IGR diflubenzuron konsentrasi 0,1%.
3.5.2. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah olah tanah sempurna atau olah tanah kedua, yaitu pada tanggal
01 September 2020. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal sedalam 3-5 cm dengan jarak
tanam 20 cm x 40 cm. Setiap lubang tanam ditanam 4 butir benih kedelai. Penjarangan dan
penyulaman tanaman dilakukan 1 mimggu setelah tanaman (MST) dengan menyediakan dua
tanaman perlubang.
3.5.3. Pemupukan
Pemberian pupuk dilakukan untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Pemupukan
menggunakan pupuk anorganik yaitu dengan dosis pupuk Urea 50 kg /ha, SP-36 100 kg/ha,
U1 I0 I1 I4 I2 I3
U2 I1 I2 I3 I4 I0
U3 I2 I1 I0 I4 I3
U
dan KCL 100 kg/ha. Pemupukan dilakukan sebanyak dua kali dengan cara ditugal.
Pemupukan pertama pada saat 1 MST dan pemupukan kedua saat 5 MST atau saat tanaman
memasuki fase generatif.
3.5.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan yaitu penyiangan gulma, penyiraman,
pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyiangan dilakukan secara intensif dengan
mencabut dan membersihkan gulma yang tumbuh disekitar tanaman, agar tidak terjadi
persaingan unsur hara, ruang tumbuh, serta perebutan sinar matahari yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyiraman tanaman dilakukan
pagi dan sore hari secara rutin, agar tanaman tidak mengalami kekeringan sehingga
pertumbuhan tidak terganggu. Pengendalian hama dan penyakit tanaman lebih
mengutamakan keseimbangan alam dan dilakukan secara bijaksana dimulai dari sejak awal
perencanaan. Pengendalian dilakukan dengan mengaplikasikan dan insektisida botani daun
sirsak dan insektisida Insect Growth Regulator (IGR) berbahan aktif diflubenzuron 25%
secara tepat.
3.5.5. Penyiapan Insektisida
Penyiapan insektisida ekstrak daun sirsak dilakukan dengan mengumpulkan daun yang
memiliki kriteria berwarna hijau tua dan segar. Daun tersebut dicuci hingga bersih dan
dikeringkan anginkan selama 7 hari. Setelah itu, daun dihaluskan menggunakan blender
hingga menjadi bubuk. Selanjutnya, bubuk daun sirsak sebanyak 155 gram direndam dalam
metanol 98% sebanyak 1 liter, selama ± 24 jam. Hasil ekstrak daun setelah disaring akan
dilakukan proses penguapan. Pada proses penguapan menggunakan alat rotary evaporator
pada suhu 40oC-45oC dengan tekanan rendah (± 15 mmHg) dan dengan kecepatan putaran
100 rpm. Sehingga diperoleh ekstrak daun sirsak murni 100% berupa pasta yang berwarna
hijau pekat. Konsentrasi insektisida ekstrak daun sirsak yang digunakan yaitu 8% dan 12%
atau masing-masing sebanyak 80 gr/L dan 120 gr/L.
Penyiapan insektisida IGR berbahan aktif diflubenzuron 25% (merek dagang Dimilin 25
WP) dilakukan sebelum aplikasi. Insektisida IGR ini berbentuk tepung yang dapat
disuspensikan berwarna putih sampai coklat kekuningn. Konsentrasi formulasi yang
digunakan berdasarkan anjuran yang telah tertera di label kemasan yaitu 0,05% dan 0,1%
atau masing-masing sebanyak 0,5 g/L dan 1 g/L.
3.5.6. Pengaplikasian Insektisida
Masing-masing insektisida ditambahkan perekat (Agristick 400L) sebanyak 0,5 ml/L.
Aplikasi insektisida dilakukan dengan menggunakan alat semprot punggung semi otomatis
ber nosel T-jet warna kuning (0,5 m). Sebelum melakukan aplikasi,
dilakukan kalibrasi sprayer dengan metode luas untuk mengetahui volume
semprot yang digunakan, dengan rumus sebagai berikut :
A =10000 × F
R × D
Keterangan:
F = Laju aliran semprot dari nosel (L/menit)
R = Lebar bidang semprot (meter)
D = Kecepatan berjalan (meter/menit)
A = Volume cairan semprot (L/ha )
Pengaplikasikan dilakukan secara hati-hati dengan jarak rendah dari permukaan tanah pada
tanaman kedelai. Insektisdia diaplikasikan pada umur 30 hari setelah tanam (HST).
Pengaplikasian insketisida dilakukan satu kali selama pengujian.
3.5.7. Pengambilan Sampel Artropoda
Pengambilan sampel artropoda dilakukan pada tanaman kedelai sejak 1 MST, yang
diharapkan terdapat perbedaan ekosistem setiap fase pertumbuhan tanaman.
Pengambilan sampel terpilih (purposive sampling) ditentukan secara diagonal (Gambar 3)
agar dapat mewakili setiap populasi. Setiap tanaman yang terdapat pada garis diagonal
dijadikan tititk sampel utama sebagai pengambilan sampel secara manual. Sedangkan, titik
sampel pada teknik pengambilan sampel yang lain ditentukan berdasarkan titik sampel
utama.
Gambar 3. Tata letak pengambilan sampel per petak
Pengambilan sampel dilakukan dengan 3 metode yaitu secara langsung (menggunakan
aspirator atau kuas), sticky trap, dan perangkap pitfall. Pemasangan perangkap dilakukan
secara berkelompok berdasarkan ulangan.
Pengambilan sampel secara langsung bertujuan untuk untuk mengoleksi artropoda yang
berada di tajuk tanaman kedelai. Pengambilan sampel ini dilakukan pada tanaman yang telah
terpilih sebagai titik sampel. Dengan cara menangkap secara langsung menggunakan tangan,
dan menggunakan alat aspirator atau kuas untuk artropoda yang sulit di tangkap atau terlalu
kecil. Waktu yang ditentukan untuk pengambilan sampel secara langsung pada setiap titik
sampel yaitu selama 5 menit. Selanjutnya, artropoda dimasukan ke dalam botol vial yang
telah berisi alkohol 70% dan diidentifikasi di laboratorium.
Pengambilan sampel menggunakan perangkap sticky trap bertujuan untuk mengoleksi
artropoda yang aktif terbang disekitar tanaman kedelai. Perangkap ini dibuat dengan
menggunakan botol plastik bervolume 1,5 L yang diberi perekat (lem lalat). Selanjutnya,
perangkap diberi penyangga tiang kayu setinggi 80 cm. Sticky trap diletakkan ke arah utara
dari titik sampel terpilih. Sticky trap diletakkan dengan jarak 10 cm antar tanaman, dan jarak
antar sticky trap satu dengan yang lainnya yaitu 100 cm. Sehingga jumlah sticky trap dari
setiap petak sebanyak 5 buah, dan total seluruhnya sebanyak 75 buah. Pengamatan dilakukan
setelah sticky trap diletakkan selama 24 jam, agar artropoda tidak terlalu lengket yang
menyebabkan tubuhnya rusak. Artropoda yang terperangkap dimasukan ke dalam botol vial
yang telah berisi alkohol 70% dan diidentifikasi di laboratorium.
Pengambilan sampel menggunakan perangkap pitfall bertujuan untuk mengoleksi artropoda
yang berada dipermukaan tanah. Perangkap ini dibuat dengan menggunakan gelas plastik
(setinggi 9 cm dan berdiameter 7 cm) yang digunakan sebagai wadah. Wadah tersebut
dibenamkan dalam lubang dengan bagian atas wadah sejajar dari permukaan tanah. Wadah
diisi larutan penjebak yang terdiri dari air sebanyak 150 ml dan deterjen sebanyak 1,5 gram
sehingga artropoda tanah akan terperangkap dalam wadah tersebut. Selanjutnya, wadah
diberi penutup berupa plastik mika berukuran 10 cm x 10 cm agar terlindungi dari air hujan
atau kotoran lainnya. Perangkap pitfall diletakkan ke arah selatan dari titik sampel terpilih.
Perangkap pitfall diletakkan dengan jarak 10 cm antar tanaman, dan jarak antar perangkap
pitfall satu dengan yang lainnya yaitu 100 cm. Sehingga jumlah perangkap pitfall dari setiap
petak sebanyak 5 buah, dan total seluruhnya sebanyak 75 buah. Pengamatan dilakukan
setelah perangkap pitfall diletakkan selama 24 jam. Artropoda yang telah terjebak dicuci
dibawah air mengalir menggunakan saringan untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa
larutan penjebak. Selanjutnya, artropoda yang terperangkap dimasukan ke dalam botol vial
yang telah berisi alkohol 70% dan diidentifikasi di laboratorium.
3.5.8. Identifikasi Artropoda
Pengamatan sampel artropoda diidentifikasi menggunakan mikroskop stereo binokuler.
Pengamatan dilakukan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Univerrsitas
Lampung. Identifikasi hama dilakukan hingga
taraf genus dengan menggunakan buku Pengenalan Serangga edisi keenam
(Borror et al., 1992) dan Identification, images & Information For Insect, Spiders
& Their Kin (BugGuide.net, 2018). Genus artropoda yang telah teridentifikasi
dikelompokkan berdasarkan fungsi ekologinya seperti hama atau musuh alami. Data populasi
artropoda yang diperoleh dilapang dianalisis untuk menentukan nilai indeks kelimpahan
relatif (IKR), indeks keragaman Shanon Wienner (H’), indeks kemerataan (E), dan Indeks
Kekayaan Jenis (DMg).
3.5. Variabel Pengamatan
3.5.1. Indeks Kelimpahan Relatif (IKR)
Menurut Krebs (1989) penggolongan kelimpahan artropoda terdiri dari 3 kategori yaitu
tinggi (>20 %), sedang (15-20 %) dan rendah (<15 %), dengan rumus sebagai berikut :
IKR =𝑛𝑖
𝑁 × 100%
Keterangan:
IKR = Indeks Kemelimpahan Relatif;
ni = Jumlah individu suatu spesies;
N = Jumlah total individu yang ditemukan.
3.5.2. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner
Indeks keragaman Shannon-Wienner dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Waite, 2000) :
H` = − ∑(Pi) lnPi
s
i=1
Keterangan:
H = indeks Shannon-Wiener;
S = jumlah morfospesies;
Pi = proporsi famili ke I dari total individu dalam sampel;
n = Jumlah total individu.
Dimana kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keanekaragaman Shannon-
wiener yaitu: Semakin tinggi nilai H` berarti keanekaragaman spesies semakin tinggi, namun
sebaliknya jika nilai H` mendekati 0 maka keanekaragaman rendah.
Tabel 1. Kategori keanekaragaman musuh alami berdasarkan indeks Shannon
Nilai Indeks
Shannon (H`)
Kategori Keanekaragaman
< 1,0
1,0 – 3,322
>3,322
Rendah
Sedang
Tinggi
3.5.3. Indeks Kemerataan (Evenness)
Indeks kemerataan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Magurran, 1998) :
E =H`
Hmax
Keterangan:
E = indeks kemerataan (0-1);
H` = indeks keragaman Shannon-Wiener;
Hmax = indeks keragaman maksimum = ln S,
dimana S = jumlah spesies dalam komunitas.
3.5.4. Indeks Kekayaan Jenis (Species Richness)
Indeks kekayaan jenis dapat menunjukkn kekayaan jenis atau family/genus, dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Magurran, 1998) :
DMg =(S − 1)
ln N
Keterangan:
Dmg = indeks kekayaan jenis;
S = jumlah genus
N = total individu dalam sampel
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2007. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Efektif dan
Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta. 107 hlm.
Alfiah, S. & Setiyaningsih, R. 2012. Efikasi larvasida berbahan aktif benzoyl phenil urea
sebagai insect growth regulator terhadap larva Culex quinquefasciatus di
laboratorium. Jurnal Vektora. 4(1):45–51.
Altieri, N & Altieri, M. A. 2004. Agroecological bases of ecological engineering for pest
management. In: G. M. Gurr, S. D. Wratten dan M. A. Altieri (Eds.), Ecological
Engineering for Pest Management. Comstock Publishing Associates, New York. p. 32
– 54.
Ambarningrum, T.B. Setyowati, E.A. & Susatyo, P. 2012. Aktivitas antimakan ekstrak daun
sirsak (Annona muricata L.) dan pengaruhnya terhadap nutrisi serta terhadap struktur
membran peritrofik larva instar V Spodoptera litura F. J. HPT Tropika. 12(2):169–
176.
Badan Pusat Statistika. 2019. Produksi Buah Tanaman Kedelai. Tersedia dalam
http://www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 07 Agustus 2018.
Beyond Pesticides. 2003. Chemical Watch Factsheet Diflubenzuron. Tersedia dalam
http://www.beyondpesticides.org. Diakses pada 11 Agustus 2018.
Borror, D.J. Triplehorn, C.A. dan Johnson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed.
Ke-6. Soetiono P, penerjemah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1000 hlm.
Cahyono, B. 2007. Kedelai – Teknik Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Aneka Ilmu.
Semarang. 153 hlm.
Darmuji, U. 2015. Panduan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Secara Organis.
BSB Agatho. Bogor.
Desiyanti, N.M.D. Swantara, I.M.D. & Sudiarta, I.P. 2016. Uji efektivitas dan identifikasi
senyawa aktif ekstrak daun sirsak sebagai pestisida botani terhadap mortalitas kutu
daun persik (Myzus persicae Sulz) pada tanaman cabai merah (Capsipcum annum L.).
Jurnal Kimia. 10(1):1–6.
EPA (Environmental Protection Agency). 1997. RED (Reregistration Eligibility Decision
Facts) Diflubenzuron. United States Environmental Protection Agency. EPA-738-F-
97-008
Fitriani. 2016. Keanekaragaman arthropoda pada ekosistem tanaman padi dengan aplikasi
pestisida. J. AGROVITAL. 1(1):6-8.
Gupta, P.R. & Chandel, R.S. 1995. Effects of diflubenzuron and penfluron on workers of
Apis cerana indica F and Apis mellifera L. Apidologie. 26(1):3–10.
Haryono. 2012. Pestisida Nabati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Jakarta.
30 hlm.
Hasibuan, R. 2012. Insektisida Pertanian. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
Lampung. 149 hlm.
Hendrival. Hakim, L. & Halimuddin. 2017. Komposisi dan keanekaragaman arthropoda
predator pada agroekosistem padi. J. Floratek. 12(1):21-33.
Joseph, S.V. 2017. Effects of insect growth regulators on Bagrada hilaris (Hemiptera:
Pentatomidae). Journal of Economic Entomology. 110(6):2471–2477.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 237 hlm.
Kardinan, A. 2005. Pestisida Botani Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. 29
hlm.
Khrishnamurti, Y. 1997. Perlindungan keanekaragaman hayati dan permasalahannya .
Seminar Pusat Pengembangan Teknik dan Lingkungnan Hidup (P2TLH). UNISBA.
Bandung.
Kusuma, A.D.T. Parawansa, A.K. & Subaedah, A. 2019. Efektivitas beberapa jenis
bioinsektisida terhadap keanekaragaman dan populasi arthropoda pada ekosistem padi
sawah. Jurnal Agrotek. 3(2):194-210.
Lebang, M.S. Taroreh, D. & Rimbing, J. 2016. Efektifitas daun sirsak (Annona muricata L)
dan daun gamal (Gliricidia sepium) dalam pengendalian hama walang sangit
(Leptocorisa acuta T) pada tanaman padi. Jurnal Bioslogos. 6(2):52–59.
Leksono, A.S. 2017. Ekologi Arthropoda.UB Press. Malang. 144 hlm.
Luice, A.T. & Polakitan, A. L. 2010. Kelimpahan populasi artropoda predator penghuni tajuk
pertanaman kedelai. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung
Program Pembangunan Pertanian. Sulawesi Utara
Mardiana, L. & Ratnasari, J. 2011. Ramuan dan Khasiat Sirsak. Penebar Swadaya. Jakarta.
68 hlm.
Mariyono, J. & Irham. 2001. Usaha menurunkan penggunaan pestisida kimia dengan
program pengendalian hama terpadu. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 8(l):30–36.
Nelly, N. (2012). Kelimpahan Populasi, Preferensi dan Karakter kebugaran Menochilus
sexmaculatus (Coleoptera: Coccinellidae) Predator Kutudaun pada Pertanaman Cabai.
Jurnal Hama Dan Penyakit Tumbuhan Tropika, 12(1), 46–55.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. 254 hlm.
Okada, T. Tengkano, W. & Djuwarso, T. 1988. An Outline of Soybean Pest In Indonesia In
Faunistic Aspect. Seminar BORIF. Bogor.
Pasaribu, I. 2016. Keanekaragaman Parasitoid pada Tanaman Kedelai dengan Beberapa
Teknik Pengendalian di Kebun Percobaan Balitkabi Ngale, Ngawi. Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai.Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Pramudi, M.I. & Rosa, O. 2012. Buprofezin pengatur pertumbuhan serangga untuk
pengendali serangga hama. Jurnal Agroscientiae. 22(1):54–57.
Prayogo, Y. 2013. Patogenisitas cendawan entomopatogen Beauveria bassiana
(Deuteromycotina : Hyphomycetes) pada berbagai stadia kepik hijau (Nezara
viridula L.). Jurnal HPT Tropika. 13(1):75–86.
Purwanti, E.W. & Nizar, A. 2018. Pengaruh berbagai jarak antara refugia dengan pertanaman
kedelai (Glycine max L.) terhadap struktur komunitas dan keanekaragaman
arthropoda. Polbangtan Repository. Malang.
Radiyanto, I. Sodiq, M. & Nurcahyani, N.M. 2010. Keanekaragaman serangga hama dan
musuh alami pada lahan pertanaman kedelai di kecamatan Balong-Ponorogo. J.
Entomol. 7(2):116-121.
Roy, S. Handique, G. Muraleedharan, N. Dashora, K. Roy, S.M. Mukhopadhyay, A. & Babu,
A. 2016. Use of plant extracts for tea pest management in India. Applied
Microbiology and Biotechnology. 100:4831–4844.
Rukmana ,R. & Herdi,Y. 2014. Budidaya dan Pengolahan Hasil Kacang Kedelai Unggul.
CV. Nuansa Aulia. Bandung.
Sari, T.E. Turnip, M. & Diba, F. 2014. Pemanfaatan daun sirsak (Annona muricata L.) pada
media umpan sebagai pengendali rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren).
Jurnal Protobiont. 3(1):71–74.
Septerina, J.N. 2002. Pengaruh Ekstrak Daun Sirsak sebagai Insektisida Rasional terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Paprika Varietas Bell Boy. Tersedia dalam
http://www.eib.unikom.ac.id. Diakses pada 11 Oktober 2018.
Sudarsono, H. 2015. Pengantar Pengendalian Hama Tanaman. Plantaxia. Yogyakarta. 149
hlm.
Sunarjono, H. 2005. Sirsak dan Srikaya. Penebar Swadaya. Jakarta. 74 hlm.
Susilo, F.X. 2007. Pengantar Entomologi Pertanian. Universitas Lampung Press. Lampung.
127 hlm.
Susilo, F.X. 2007. Pengendalian Hayati : Dengan Memberdaakan Musuh Alami Hama
Tanaman. Graha Ilmu. Yogyakarta. 118 hlm.
Tengkano, W. Supriyatin. Suharsono. Bedjo. Yusmani, P. & Purwantoro. 2007. Status hama
kedelai dan musuh alami pada agroekosistem lahan kering masam Lampung. IPTEK
Tanaman Pangan. Malang
Tenrirawe, A. 2001. Pengaruh ekstrak daun sirsak Annona muricata L terhadap mortalitas
larva Helicoverpa armigera pada jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 521-529
hlm.
Bab 4. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1. Anggaran Biaya
Anggaran yang diusulkan tujuh juta lima ratus rupiah dengan komponen biaya dan
rincian tetera pada Tabel berikut
Tabel 4. Anggaran biaya yang diusulkan
No. Komponen Biaya Vol Unit
Harga
unit (Rp) Jumlah (Rp)
I Pengadaan Aalat dan Bahan
Ethyl Alcohol 4 lt 50.000 200.000
Aceton 2 lt 50.000 100.000
Wadah plastik 40 bh 20000 300.000
Pinset 20 bh 25.000 500.000
Cawan petri 40 bh 20.000 300.000
Pembuatan ekstrak 2 pkt 400000 800.000
Botol spesimen 40 bh 15.000 600.000
Back pack Sprayer 1 bh 700.000 700.000
Sub Total I1 2.500.000
Travel
Rental mobil Minibus 2 kali
250.000 500.000
Akomodasi perjalanan (4 orang) 2 kali
250.000 500.000
II Sub Total II 1.000.000
ATK/BPH
Alat tulis kantor (kertas, buku
tulis, pena, pensil, dll) 1 Unit
200.000 200.000
Tonel Lazer Printer 1 unit
300.000 300.000
III Sub Total II 500.000
IV Laporan/Desiminasi/Publikasi
Proposal 5 unit
100.000 500.000
Laporan 5 unit
100.000 500.000
Sub total IV 1.000.000
Grand Total 5.000.000
4.2. Jadwal Penelitian
Kegiatan penelitian direncanakan berlangsung Mulai : bulan Mei tahun 2021 dan Berakhir :
bulan Oktober 2021 seperti tertera pada Tabel berikut ini
Tabel 2. Jadwal Kegiatan
No
Jenis Kegiatan
Tahun 2021
Mei Juni Juli Ags Sept Okt
1 Persiapan penelitian
2 Pelaksanan percobaan
3 Pengamatan Kematian dan Gejala
4 Analisis Data
5 Penulisan laporan hasil penelitian,
seminar hasil penelitian
24
Identitas Diri
Ketua Penelitian
BIODATA DOSEN UNIVERSITAS LAMPUNG
I. IDENTITAS DIRI
1.1 Nama Lengkap (dengan
gelar) Prof. Dr. Ir. Rosma Hasibuan, M.Sc. (P)
1.2 Tempat dan Tanggal Lahir Laguboti (Sumut-Tobasa)/ 28 Agustus 1958
1.3 NIP l95808281983032003
1.4 Jabatan Akademik Guru Besar
1.5 Pangkat/Golongan Pembina Utama Madya/IVd
1.6 Fak/PS Pertanian/Proteksi Tanaman
1.7 Alamat Rumah JL. Kopi 25 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145
1.8 Nomor Telepon/Faks 0721-704337
1.9 Nomor HP 081215067575
1.10
Alamat Kantor
JL. Sumantri Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung
35145
1.11 Nomor Telepon/Faks (0721-787029)
1.12 Alamat e-mail [email protected]; [email protected]
1.13 Mata Kuliah yang diampu S1 1. 1.Bioekologi Hama Tumbuhan
2. 2.Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit Tanaman
3. 3. Pengendalian Hama Tanaman
4. 4.Pestisida Pertanian
5. 5.Statistika Pertanian
6. 6.Metodologi Penelitian
7. 7.Sistem Pertanian Berkelanjutan
8. 8. Bahasa Indonesia
S3 1. Seminar Kelas
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
2.1 Program S1 S2 S3
2.2 Nama PT Instirut Pertanian Bogor University of
Kentucky
University of
Kentucky,
2.3 Tempat Bogor, Indonesia Lexington, Ky.,
USA.
Lexington, Ky.,
USA.
2.4 Bidang Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan
Entomology Entomology
2.5 Tahun Masuk 1997 1986 1989
2.6 Tahun Lulus 1982 1988 1991
2.7 Gelar Ir. M.Sc. Ph.D.
2.8 Judul
Skripsi/Thesi
s/Dissertasi
Biologi Hama Plutella
xylostella Linnaeous
Interaction of
Chemical Pesticides
and Induced
Predator-Pathogen-
Host Population
Interactions in a
25
(Lepidoptera:Plutellida
e pada Kubis dan Lobak
Resistance in the
Suppression of
Twospotted Spider
Mite and Phytoseiid
mite populatons
Model Laboratory
System
III. PENGALAMAN PENELITIAN 6 TAHUN TERAKHIR
No
Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jml (juta
Rp)
3.1 2011 Pengembangan Metode Pengelolaan Hama
Terpadu Dengan Memanfaatkan Musuh
Alami Dan Teknik Budidaya Tanaman untuk
mengendalikan hama (Tahun kedua -- Ketua)
Hibah Strategis
(Ketua)
60
3.2 2012 Potensi dan Pendayagunaan Entomopathogen
Fungi dan Predator Lokal untuk
Mengendalikan Hama Kutu Daun (Aphis Sp.)
pada Tanaman Kedelai (Tahun pertama --
Ketua)
Penelitian
Unggulan Unila
(Ketua)
75
3.3 2013 Potensi dan Pendayagunaan Entomopathogen
Fungi dan Predator Lokal untuk
Mengendalikan Hama Kutu Daun (Aphis Sp.)
pada Tanaman Kedelai (Tahun kedua --
Ketua)
Penelitian
Unggulan Unila
(Ketua)
67,5
IV. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
No Tahun Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jumlah (juta
Rp)
4.1. 2011 Penyuluhan Pengelolaan Hama Dan
Penyakit Tanaman Palawija Di Desa
Karang Anyar Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Lampung Selatan
DIPA BLU
Unila
5
4.2 2013 Pengendalian Hama dan Penyakit Penting
BuahKakao di Desa Wiyono Kecamatan
Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran
LPM Unila 5
V. PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL
No Tahun Judul Artikel Ilmiah Volume/No
mor
Nama Jurnal
5.1 2011 Hubungan antara Curah Hujan dan
Luas Serangan Belalang Kembara
(Locusta migrratoria manilensis
Meyen) di Provinsi Lampung
Vol 11 /No1 Jurnal Hama dan
Penyakit Tumbuhan
Tropika.
5.2 2012 The Impact of Intercropping System
And Soil Fertility Management on
Aphids Aphis glycines (Homoptera:
Aphididae) Populations on Soybean
Plants
Vol 12 /No1 Jurnal Hama dan
Penyakit Tumbuhan
Tropika.
26
5.3 2017 The White-Bellied Planthopper
(Hemiptera: Delphacidae)
Infesting Corn Plants In South
Lampung, Indonesia
Vol 17/No1 Jurnal Hama dan
Penyakit Tumbuhan
Tropika
VI. PENGALAMAN SEBAGAI PEMAKALAH DALAM SEMINAR ILMIAH
INTERNASIONAL DAN ATAU SEMINAR ILMIAH NASIONAL
No
Waktu Judul Artikel Ilmiah Tema Seminar Penyelenggara Tempat
6.1
2009 Use of Predaceous
Coccinellids,
Cheilomenes
sexmaculata (
Coleoptera:
Coccinellidae) in
Biological Control of
Soybean Aphid
Development of
Integrated Pest
Management (IPM) in
Asia and Africa (3rd)
Universitas
Lampung
Bandar
Lampung
6.2 2016 Pathogenicity of
Entomopathogenic Fungi
to Soybean Aphids Aphis
glycines (Hemiptera:
Aphididae
Development of
Integrated Pest
Management (IPM) in
Asia and Africa (6th)
Niigata
University
Niigata
Jepang
PENGALAMAN PENULISAN BUKU
No
.
Tahun Judul Buku Jumlah
Halaman
No. ISBN Penerbit
7.1 2003 Pengendalian Hama
Terpadu
115 979-9377-08-0 Percetakan
Universitas
lampung
7.2 2012 Insektisida Pertanian 149 978-979-8510-
35-9
Lembaga
Penelitian
Universitas
Lampung,
7.3 2015 Insektisida Organik
Sintetik dan Biorasional
112 -602-72959-7-1
Plantaxia –
bekerjasama
dengan LP
Unila
VII. PENGALAMAN PEROLEHAN HKI
No Judul/ Tema HKI Tahun Jenis Nomor
P/IP
27
VIII. KEIKUTSERTAAN DOSEN DALAM ORGANISASI KEILMUAN/PROFESI
N
o
Nama organisasi
keilmuan/pofesi
Posisi
(ketua/sekretaris/anggota)
Kurun
waktu
Tingkat
(lokal/nasional/internasi
onal)
1
PERHIMPUNAN
ENTOMOLOGI
INDONESIA
Anggota No BE:1199 2015-
sekarang
Nasional
.Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh tanggung jawab.
.