proposal pkm-gt izacha

20
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Diare sampai saat ini menjadi masalah besar kesehatan dunia, hal ini disebabkan oleh angka kejadian diare yang masih sangat tinggi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, diare membunuh 2,5 juta balita di dunia setiap tahun. Diare di Indonesia merupakan penyakit yang menyebabkan kematian nomor dua setelah ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut ) pada Balita. Menurut hasil SKRT ( Survei Kesehatan Rumah Tangga ) tahun 2008, setiap tahun terdapat 162.000 balita atau 460 balita setiap harinya meninggal akibat diare (Astawan et.al., 2010). Sedangkan menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menyebutkan rata-rata angka kejadian diare adalah 8,85 % dari jumlah penduduk Indonesia. Hal ini tentu menjadi masalah kesehatan dan ancaman besar bagi masyarakat. Meskipun demikian, masih banyak masyarakat yang tidak memperhatikan bahaya akibat serangan diare pada bayi atau balita. Padahal jika tidak diatasi lebih lanjut, maka akan menyebabkan kekurangan cairan (dehidrasi) dan pada akhirnya menyebabkan kematian mendadak (Adisasmito, 2007). Diare pada dasarnya merupakan buang air besar yang berupa cairan atau setengah cairan, sehingga feses yang dikeluarkan memiliki kadar air lebih tinggi dari biasanya (Noer et.al., 1996) dan penderita akan mengeluarkan banyak cairan tubuh, hal inilah yang membuat penderita mengalami dehidrasi. Bahaya diare jelas terletak pada keadaan dehidrasi, maka pengobatan diare dapat dilakukan dengan rehidrasi oral, merupakan tindakan mencegah atau mengatasi keadaan dehidrasi. Dalam hal ini WHO menganjurkan menggunakan ORS (Oral Rehydration Solution). ORS merupakan suatu larutan yang terdiri dari campuran NaCl 3,5 g, KCl 1,5 g, Na-trisitrat 2,5 g dan glukosa 20 g dalam 1 liter air matang (Oralit) (Hoan Tjay dan Rahardja, 2007). Selain itu diare juga dapat diobati

Upload: denny-krisna-purnama

Post on 30-Dec-2015

93 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal PKM-GT Izacha

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diare sampai saat ini menjadi masalah besar kesehatan dunia, hal ini disebabkan oleh angka kejadian diare yang masih sangat tinggi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, diare membunuh 2,5 juta balita di dunia setiap tahun. Diare di Indonesia merupakan penyakit yang menyebabkan kematian nomor dua setelah ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut ) pada Balita. Menurut hasil SKRT ( Survei Kesehatan Rumah Tangga ) tahun 2008, setiap tahun terdapat 162.000 balita atau 460 balita setiap harinya meninggal akibat diare (Astawan et.al., 2010). Sedangkan menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menyebutkan rata-rata angka kejadian diare adalah 8,85 % dari jumlah penduduk Indonesia.  Hal ini tentu menjadi masalah kesehatan dan ancaman besar bagi masyarakat. Meskipun demikian, masih banyak masyarakat yang tidak memperhatikan bahaya akibat serangan diare pada bayi atau balita. Padahal jika tidak diatasi lebih lanjut, maka akan menyebabkan kekurangan cairan (dehidrasi) dan pada akhirnya menyebabkan kematian mendadak (Adisasmito, 2007). Diare pada dasarnya merupakan buang air besar yang berupa cairan atau setengah cairan, sehingga feses yang dikeluarkan memiliki kadar air lebih tinggi dari biasanya (Noer et.al., 1996) dan penderita akan mengeluarkan banyak cairan tubuh, hal inilah yang membuat penderita mengalami dehidrasi.

Bahaya diare jelas terletak pada keadaan dehidrasi, maka pengobatan diare dapat dilakukan dengan rehidrasi oral, merupakan tindakan mencegah atau mengatasi keadaan dehidrasi. Dalam hal ini WHO menganjurkan menggunakan ORS (Oral Rehydration Solution). ORS merupakan suatu larutan yang terdiri dari campuran NaCl 3,5 g, KCl 1,5 g, Na-trisitrat 2,5 g dan glukosa 20 g dalam 1 liter air matang (Oralit) (Hoan Tjay dan Rahardja, 2007). Selain itu diare juga dapat diobati dengan obat-obat yang memiliki daya kerja mengurangi peristaltik langsung ke usus atau melindungi, menciutkan lapisan permukaan usus (astringensia) dan zat-zat yang dapat menyerap racun yang dihasilkan bakteri (adsorben). Pengobatan seperti ini disebut dengan pengobatan simptomatik. Selain simptomatik ada juga pengobatan diare secara kausatif yaitu bakteri dimatikan dengan menggunakan zat antibakteri (Sugiarto, 2008).

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah, terutama kekayaan tanaman yang bermanfaat bagi manusia. Salah satu dari tanaman tersebut adalah buah manggis (Garcinia mangostana Linn.) yang terkenal dengan sebutan “Ratu Buah” atau Queen of Fruits. Sudah sejak berabad-abad yang lalu, buah manggis mulai digunakan sebagai obat tradisional. Menurut Agoes (2010), buah manggis secara tradisional dimanfaatkan untuk mengobati sariawan, wasir, diare, disentri, peluruh dahak, dan juga sakit gigi. Sedangkan pada kulit buahnya bisa juga digunakan sebagai obat diare / disentri dan sembelit. Kulit buah manggis setelah diteliti ternyata mengandung senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi, salah satunya adalah sebagai antibakteri, dan yang paling berperan dalam hal ini adalah senyawa xanton (Jinsart, 1992, dalam Nugroho, 2007). Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kulit buah manggis bekerja

Page 2: Proposal PKM-GT Izacha

2

sebagai obat diare dengan cara mematikan bakteri penyebab diare melalui antibakteri tersebut.

Mengingat masih tingginya angka kejadian diare di indonesia dan kurangnya pengetahuan tentang manfaat kulit manggis sebagai antidiare maka akan dilakukan penelitian yang berjudul : PENGARUH KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) TERHADAP PENURUNAN KADAR AIR FESES PADA TIKUS PUTIH (Strain wistar) YANG DIINDUKSI BAKTERI Enteropathogenic Escherichia Coli (EPEC), untuk membuktikan khasiat dari kulit buah manggis dalam menurunkan kadar air feses diare sehingga dapat dijadikan sebagai obat alternatif diare.

Rumusan Masalah

Apakah kulit buah manggis (Garcinia Mangostana Linn.) berpengaruh terhadap penurunan kadar air feses pada tikus putih (strain wistar) yang diinduksi bakteri EPEC (Enteropathogenic Escherichia Coli) ?

Tujuan

Tujuan UmumUntuk mengetahui pengaruh kulit buah manggis terhadap penurunan kadar

air feses pada tikus putih yang diinduksi bakteri EPEC.

Tujuan Khususa. Untuk mengetahui kadar / dosis kulit buah manggis dalam menurunkan kadar

air feses pada tikus putih yang diinduksi bakteri EPECb. Untuk mengetahui kadar bakteri EPEC dalam meningkatkan kadar air feses

pada tikus putih

Manfaat

Akademika. Hasil peneleitian ini dapat dijadikan dasar pengembangan penelitian

berikutnya dengan judul Pengaruh Kulit Buah Manggis Terhadap Penurunan Kadar Air Feses Tikus Putih, tetapi dengan sampel yang berbeda. Atau dengan menggunakan variabel tergantung lain, misal frekuensi BAB.

b. Menambah pengetahuan, wawasan, serta pengalaman dalam melakukan penelitian

c. Mengetahui kandungan zat dalam kulit buah manggis.

MasyarakatHasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi untuk mengetahui

manfaat kulit buah manggis dalam menurunkan kadar air feses (mengobati diare) dengan penyuluhan melalui media massa (radio, televisi, media cetak, internet dll.)

Page 3: Proposal PKM-GT Izacha

3

TINJAUAN PUSTAKA

Manggis (Garcinia mangostana Linn.)

Manggis merupakan buah eksotik yang sangat digemari banyak konsumen, baik di Indonesia maupun luar negeri. Hal ini disebabkan karena rasanya yang begitu lezat, bentuknya yang indah, dan tekstur daging buah yang halus berwarna putih. Maka tidak salah jika buah manggis mendapat julukan “Queen of Fruits” atau “Queen of Tropical Fruits” (Ratunya buah-buahan tropik) (Qosim, 2007). Buah manggis secara tradisional dimanfaatkan sebagai obat sariawan, wasir, diare, disentri, peluruh dahak, dan juga sakit gigi. Sedangkan pada kulit buahnya dapat digunakan sebagai obat diare / disentri dan sembelit (Agoes, 2010).

Asal Mula ManggisAsal mula manggis berasal dari Asia Tenggara, yaitu dari Indonesia (Pulau

Kalimantan). Tanaman manggis menyebar ke timur sampai ke Papua Nugini dan Kepulauan Mindanau (Filipina), dan ke utara melalui Semenanjung Malaysia menyebar terus ke Thailand bagian selatan, Myanmar, Vietnam, dan Kamboja. Tanaman manggis telah dikenal oleh para peneliti dari Barat sejak awal tahun 1631. Tanaman ini ditemukan tumbuh liar di kisaran jenis tanah dan lokasi yang cukup luas.

Penanaman pada skala yang lebih luas terjadi secara bersamaan dengan meluasnya permukiman pada awal penyebaran penduduk Asia Tenggara. Tanaman manggis telah dideskripsikan oleh para pelancong, penjelajah, atau kolektor tanaman Eropa terdahulu seperti Mjobery (Swedia), Fairchild (Inggris), Laurent Garcin (Perancis), dan Popenoe (Amerika). Dalam dua abad terakhir manggis telah tersebar ke negara-negara tropik lainnya, seperti Srilanka, India bagian selatan, Amerika Tengah, Brazil, dan Queesland Australia. Penamaan ilmiah manggis diambil dari nama penjelajah dari Perancis yang bernama Laurent Garcin (1683-1751) sehingga nama ilmiah manggis adalah Garcinia mangostana Linn. (Qosim, 2007)

Klasifikasi dan Deskripsi ManggisKlasifikasi manggis menurut Hutapea et.al. (1994) adalah sebagai berikut,Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan biji )Sub divisi : Angiospermae ( tumbuhan biji terbuka )Kelas : Dicotyledoneae ( tumbuhan biji belah )Ordo (bangsa) : ParietalesFamilia (suku) : GuttiferaeGenus (marga) : GarciniaSpesies (jenis) : Garcinia mangostana L.

Page 4: Proposal PKM-GT Izacha

4

Gambar 1. Kulit dan Buah Manggis ( www.jusmanggisxamthone.org)

Pohon manggis tumbuh hingga mencapai ketinggian 7-25 meter (Agoes, 2010). Batangnya berkayu, bulat dan tegak, percabangan simpodial berwarna hijau kotor. Daun tunggal berwarna hijau berbentuk lonjong dan tebal, mempunyai ujung runcing sedangkan pangkalnya tumpul. Pertulangan daun menyirip. Panjang daun manggis berkisar antara 20-25 cm sedangkan lebarnya sekitar 6-9 cm, tangkainya berbentuk silindris. Memiliki bunga, kuning, tunggal berkelamin dua terletak di ketiak daun, tangkai silindris, memiliki panjang 1-2 cm, benang sari berwarna kuning, putik satu dan berwarna putih. Buah buni berbentuk bulat, berdiameter 6-8 cm (Hutapea, 1994). Selain itu buah juga berbentuk agak gepeng, banyak air, meliputi biji-bijinya. Pada ujung dinding buah terletak sisa-sisa kepala putik, besarnya 8-10 mm berwarna merah coklat (Sastroamidjojo, 2001). Akar tunggang memiliki warna putih kecoklatan (Hutapea, 1994). Kulit buah manggis berwarna ungu kehitaman, bersih dan tidak berkerak (Widowati, 2006).

Kandungan dan Manfaat ManggisMenurut Qosim (2007) pada buah manggis mengandung gula sakarosa,

dekstrosa, dan levulosa. Komposisi bagian buah setiap 100 gr meliputi :

No Kandungan/Komposisi Berat 123456789101112

AirProteinKarbohidratSeratKalsium (Ca)Fosfor (P)Besi Vitamin AVitamin CVitamin B (tiamin)Vitamin B2 (riboflavin)Vitamin B5 (niasin)

79,2 gr0,5 gr19,8 gr0,3 gr11 mg17 mg0,9 mg14 IU66 mg0,09 mg0,06 mg0,1 mg

Page 5: Proposal PKM-GT Izacha

5

Sedangkan pada kulit buah manggis mengandung senyawa xanthone yang meliputi :

Mangostin Mangostenol Mangostenon A Mangostenon B Trapezifolixanthone Tovophyllin B Alfa mangostin Beta mangostin Garcinon B Mangostanol Flavonoid epicatechin Gartanin

Senyawa xanthone merupakan antioksidan kuat yang bermanfaat bagi kesehatan dan hanya dihasilkan dari genus Garcinia.

Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak kulit manggis mempunyai aktivitas melawan sel kanker meliputi payudara, liver, dan leukemia. Selain itu, juga digunakan untuk antihistamin, antiinflamasi, antibakteri, menekan sistem saraf pusat, dan tekanan darah, serta antiperadangan. Kulit buah juga mengandung antosianin seperti cyanidin-3-sophoroside, dan cyanidin-3-glucoside. Senyawa tersebut berperan penting pada pewarnaan kulit manggis. Kulit manggis mengandung senyawa pektin, tanin, dan resin yang dimanfaatkan untuk menyamak kulit dan sebagai zat pewarna hitam untuk makanan dan industri tekstil, sedangkan getah kuning dimanfaatkan sebagai bahan baku cat dan insektisida (Qosim, 2007).

Rebusan kulit buah manggis mempunyai efek antidiare. Ekstrak (n-heksana dan etanol) manggis memiliki tingkat ketoksikan tertentu pada penggunaan metode uji Brine Schrimp Test (BST). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa alfa mangostin (1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis (3metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on) hasil isolasi dari kulit buah manggis mempunyai aktivitas antiinflamasi dan antioksidan. Selain alfa mangostin, kulit buah manggis juga mengandung senyawa xanthone lain yaitu gamma mangostin (1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on. (Nugroho, 2007).

Mangostin merupakan tipe baru dari histamin. Toksisitas pemberian ekstrak daun muda terhadap mencit bunting dengan dosis 500, 1000, dan 1500 mg/kg BB menunjukkan efek pada fetus berupa penurunan berat badan, terjadinya perdarahan pada fetus, dan adanya perubahan jaringan hati fetus. seperti nekrosis pada sel hepar, tetapi tidak terjadi kelainan perkembangan dan aborsi. Ekstrak daun manggis dengan berbagai dosis dapat mengurangi jumlah sel spermatid, terjadi penambahan jumlah spermatozoa abnormal, dan lambatnya gerak maju spermatozoa mencit (Qosim, 2007).

Buah manggis dapat digunakan untuk mengobati diare, radang amandel, keputihan, disentri, wasir, luka/borok. Selain itu, digunakan sebagai peluruh dahak dan untuk sakit gigi. Kulit buah manggis digunakan untuk mengobati sariawan, disentri/diare, nyeri urat, sembelit (Agoes, 2010) Kulit batang

Page 6: Proposal PKM-GT Izacha

6

digunakan untuk mengatasi nyeri perut. Akar untuk mengatasi haid yang tidak teratur (Qosim 2007).

Diare

Definisi DiareDiare pada dasarnya merupakan buang air besar (defekasi) yang berupa

cairan atau setengah cairan, sehingga feses yang dikeluarkan memiliki kadar air lebih tinggi dari biasanya (lebih dari 200 gr atau 200 ml/24 jam) (Sudoyo et.al., 2006). Kadar air feses dikatakan normal adalah di bawah 60 % sedangkan feses ketika diare kadar air lebih dari 60 %, untuk diare sangat parah, kadar air feses bisa mencapai di atas 80 % (sangat cair) (Astawan et.al., 2010 ) Definisi lain tentang diare adalah frekuensi buang air besar encer lebih dari tiga kali sehari yang disertai atau tidak disertai lendir dan darah (Sudoyo et.al., 2006). Sedangkan menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Diare dianggap akut jika berlangsung kurang dari 7 hingga 14 hari dan kronik jika berlangsung lebih dari 2 hingga 3 minggu (Isselbacher, 1999).

Etiologi Diare Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam beberapa

golongan, tetapi yang paling sering ditemukan di masyarakat adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut :

Infeksi yang dapat disebabkan: a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, Escherichia Coli (EPEC, ETEC, EHEC, EIEC,EAEC) golongan vibrio, bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto .

Alergi (misal: alergi makanan karena sudah basi, tidak mencuci tangan sebelum makan)

Malabsorbsi, Gangguan penyerapan makanan akibat malabsorbsi karbohidrat, pada bayi dan anak tersering karena intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan protein.

Keracunan yang dapat disebabkan; a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi oleh jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran.

Imunodefisiensi (Widowati, 2006)

Klasifikasi DiareKlasifikasi jenis diare menurut Departemen Kesehatan RI (2000) dibagi

menjadi empat, sebagai berikut : Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari

(umumnya kurang dari tujuh hari)

Page 7: Proposal PKM-GT Izacha

7

Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya, Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas

hari secara terus menerus. Diare dengan masalah lain yaitu anak yang menderita diare (diare akut

dan persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Patofisiologi / PatomekanismeDiare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi / patomekanisme,

patofisiologi tersebut adalah sebagai berikut (Sudoyo et.al., 2006) : Diare osmotik : Osmolaritas intraluminal yang meningkat Diare sekretorik : Sekresi cairan dan elektrolit meningkat Malabsorbsi asam empedu dan malabsorbsi lemak Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit Motilitas dan waktu transit usus abnormal Gangguan permeabilitas usus Diare inflamatorik : inflamasi dinding usus Diare infeksi : Infeksi dinding usus

Gejala DiareGejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x

atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: Muntah Badan lesu atau lemah Panas Tidak nafsu makan Darah dan lendir dalam kotoran

Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, feses berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan feses mengandung darah atau demam tinggi.

Gambar 2. Diare (medicastore.com)

Page 8: Proposal PKM-GT Izacha

8

Diare dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit (contoh : natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel / cengeng atau terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak.

Diare seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok (Anonim, 2011).

Penatalaksanaan DiareTata laksana diare yang tepat dan efektif merupakan hal yang penting

dalam memberantas penyakit diare terutama dalam mengurangi angka kematian yang masih tinggi (Harianto, 2004). Bahaya diare jelas terletak pada keadaan dehidrasi, maka pengobatan diare dapat dilakukan dengan rehidrasi oral, merupakan tindakan mencegah atau mengatasi keadaan dehidrasi. Dalam hal ini WHO menganjurkan menggunakan ORS (Oral Rehydration Solution). ORS merupakan suatu larutan yang terdiri dari campuran NaCl 3,5 g, KCl 1,5 g, Na-trisitrat 2,5 g dan glukosa 20 g dalam 1 liter air matang (Oralit) (Hoan Tjay dan Rahardja, 2007). Selain itu diare juga dapat diobati dengan obat-obat yang memiliki daya kerja mengurangi peristaltik langsung ke usus atau melindungi, menciutkan lapisan permukaan usus (astringensia) dan zat-zat yang dapat menyerap racun yang dihasilkan bakteri (adsorben). Pengobatan seperti ini disebut dengan pengobatan simptomatik. Selain simptomatik ada juga pengobatan diare secara kausatif yaitu bakteri dimatikan dengan menggunakan zat antibakteri (Sugiarto, 2008).

Faktor Risiko Terjadinya DiareTerdapat enam faktor risiko terjadinya diare (Anonim, 2010)

Usia Biasanya episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Kejadian paling tinggi pada umur 6-11 bulan, yaitu pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 2 tahun

Jenis Kelamin Risiko terjadinya diare pada perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.

Musim Variasi pola musim di daerah tropik menunjukkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada pergantian musim kemarau ke musim penghujan.

Status Gizi Status gizi sangat berpengaruh pada diare. Pada anak kekurangan gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Risiko kematian akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak mengalami kekurangan gizi.

Lingkungan Di daerah kumuh (tidak memenuhi syarat kesehatan) yang padat

Page 9: Proposal PKM-GT Izacha

9

penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang buruk maka penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.

Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi keluarga. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terserang diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terserang diare.

Bakteri Escherichia coli Penyebab Diare

Bakteri E. coli yang dapat menyebabkan diare sangat banyak ditemukan di seluruh dunia. E. coli diklasifikasi berdasarkan sifat virulensinya, dan setiap kelompok menyebabkan penyakit dengan mekanisme yang berbeda.

EPEC (Enteropathogenic E. coli), merupakan penyebab diare pada bayi / balita.

ETEC (Enterotoxigenic E. coli) , merupakan penyebab umum diare pada wisatawan dan penyebab diare yang sangat penting di negara berkembang

EHEC (Enterohaemoragic E. coli), menghasilkan verotoksin, dapat menimbulkan kolitis hemoragik dan diare yang berat.

EIEC (Enteroinvasive E. coli), merupakan penyebab penyakit yang mirip dengan shigelosis.

EAEC (Enteroagregative E. coli), merupakan penyebab diare akut dan kronik (durasi lebih dari 14 hari). (Brooks et.al., 2008)

Bakteri Enteropathogenic Escherichia coli ( EPEC )

Bakteri EPEC merupakan penyebab penting diare pada bayi, terutama di negara berkembang. Enteropathogenic E. coli (EPEC) merupakan E. coli pertama yang dikenali sebagai patogen primer yang menyebabkan wabah diare di ruang perawatan anak (Gillespie, Bamford, 2007). EPEC menempel pada mukosa usus halus. Faktor yang melalui perantara kromososm dapat meningkatkan perlekatannya. Terdapat kehilangan mikrovili (penumpulan), pembentukan tumpuan filamen aktin atau struktur mirip mangkuk, dan kadang-kadang EPEC masuk ke dalam sel mukosa. Lesi yang khas dapat dilihat pada biopsi lesi usus halus di mikrograf elektron.

Akibat infeksi EPEC adalah diare encer (Watery diarrhea) yang biasanya dapat sembuh sendiri, tetapi juga dapat menjadi diare kronik. Diare EPEC

Page 10: Proposal PKM-GT Izacha

Terbentuk filamentous actin pedestal

Kulit Buah Manggis

Bakteri EPEC

Menempel pada mukosa usus halus

Kadar Air feses(Diare)

Kadar Air feses

Senyawa xanthone :MangostinMangostenolMangostenon AMangostenon BTrapezifolixanthoneTovophyllin BAlfa mangostinBeta mangostinGarcinon BMangostanol Flavonoid epicatechinGartanin

10

disebabkan oleh berbagai serotipe spesifik E. coli. Pemeriksaan dalam mengidentifikasi adanya EPEC dapat dilakukan di laboratorium rujukan. Lama diare akibat infeksi EPEC dapat diperpendek dan diare kronik dapat diobati dengan terapi antibiotik (Brooks et.al., 2008).

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Kerangka Konsep

Keterangan :

Bakteri EPEC yang diinduksikan masuk ke dalam tubuh tikus putih kemudian melewati usus halus dan menempel pada mukosa usus halus, pada

Diteliti

Tidak diteliti

Page 11: Proposal PKM-GT Izacha

11

mukosa tersebut akan terbentuk filamentous actin pedestal yang menyebabkan diare cair / encer sehingga kadar air feses meningkat. Kulit buah manggis mengandung senyawa xanthone yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. Melalui antibakteri inilah kulit manggis dapat mematikan bakteri EPEC yang berada dalam tubuh tikus, sehingga dapat menghentikan kadar air feses yang terus meningkat. Pada akhirnya akan terjadi penurunan kadar air feses tikus.

Hipotesis

Kulit buah manggis (Garcinia mangostana Linn.) dapat menurunkan kadar air feses tikus putih (strain wistar) yang diinduksi bakteri Enteropathogenic Escherichia coli ( EPEC ).

GAGASAN

Telah kita ketahui bersama bahwa angka kejadian diare pada bayi atau balita di Indonesia bahkan di dunia sampai saat ini masih sangat tinggi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, diare membunuh 2,5 juta balita di dunia setiap tahun. Data survei lain seperti SKRT ( Survei Kesehatan Rumah Tangga ) tahun 2008, yaitu menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat 162.000 balita atau 460 balita setiap harinya meninggal akibat diare (Astawan et.al., 2010). Dari data tersebut, hal ini jelas menjadi ancaman bagi warga dunia. Tetapi yang sangat disayangkan adalah masyarakat masih sering mengabaikan bahaya akibat diare. Dengan demikian sosialisasi penatalaksanaan diare sangat diperlukan. Salah satu solusi dalam penanganan atau penatalaksanaan diare adalah pemberian zat antidiare. Di Indonesia telah beredar berbagai macam obat / zat antidiare yang dijual di apotek ataupun di toko obat lain sebagai solusi yang pernah ditawarkan. Akan tetapi sebenarnya di Indonesia terdapat berbagai macam kekayaan alam terutama kekayaan tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia. Salah satu dari tumbuh-tumbuhan tersebut adalah Manggis (Garcinia Mangostana L.).

Page 12: Proposal PKM-GT Izacha

12

Page 13: Proposal PKM-GT Izacha

13

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku. 2007. Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia. Jakarta : Makara Kesehatan FK UI (http://journal.ui.ac.id., diakses tanggal 7 November 2011)

Agoes, Azwar. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta : Salemba MedikaAnonim. 2010. Faktor Risiko Terjadinya Diare. (http://astaqauliyah.com, diakses

tanggal 11 November 2011)Anonim. 2011. Gejala Diare. (http://medicastore.com, diakses tanggal 11

November 2011)Astawan, M. dkk. 2010. Gambaran Hematologi Tikus Putih yang Diinfeksi E. coli

Enteropatogenik dan Diberikan Probiotik. Bogor : IPB (http://medpet.journal.ipb.ac.id., diakses tanggal 3 November 2011)

Brooks, Geo F. dkk. 2008. Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Depkes RI. 2000. Klasifikasi Jenis Diare. (http://www.depkes.go.id, diakses tanggal 9 November 2011)

Gillespie, Stephen dan Kathleen Bamford. 2007. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Jakarta : Penerbit Erlangga

Harianto. 2004. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. I No. 1 April : Penyuluhan Penggunaan Oralit untuk Menanggulangi Diare di Masyarakat. Jakarta : FMIPA UI

Hoan Tjay, Tan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, Dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo Gramedia

Hutapea, Johnny. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Isselbacher, Kurt J. dkk. 1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Noer, Sjaifoellah. dkk. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FK UI

Nugroho, Agung E. 2007. Dari Kulit Buah Yang Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu Obat. Yogyakarta : UGM (http://mot.farmasi.ugm.ac.id., diakses tanggal 9 November 2011)

Putri, Kartika H. 2011. Analisis Kimia. Bogor : IPB (http://www.scribd.com, diakses 8 November 2011)

Qosim, Warid Ali. 2007. Kulit Buah Manggis Sebagai Antioksidan. Bandung : Unpad (http://anekaplanta.wordpress.com, diakses tanggal 10 November 2011)

Qosim, Warid Ali. 2007. Sejarah, Penyebaran, dan Botani Tanaman Manggis. Bandung : Unpad (http://anekaplanta.wordpress.com, diakses tanggal 10 November 2011)

Sastroamidjojo, Seno. 2001. Obat Asli Indonesia. Jakarta : Dian RakyatSudoyo, Aru W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat

Penerbitan IPD FK UISugiarto, Netty F. 2008. Uji Antidiare. Jakarta : FMIPA UI

(http://www.pustakaskripsi.com, diakses tanggal 11 November 2011)

Page 14: Proposal PKM-GT Izacha

14

Widowati, Endang. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dengan Larutan Kapur Tohor Ca(OH)2 Pada Kulit Buah Manggis Terhadap Kualitas Kembang Gula Jelly. Semarang : Unnes (http://www.pustakaskripsi.com, diakses tanggal 11 November 2011)