proposal pkmp beti

35
1 A. Judul Penelitian Pengaruh Aktifitas Organisasi Kemahasiswaan Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan (STIKKU) B. Latar Belakang Masalah Tuntutan untuk menghasilkan dan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas menjadi hal penting bagi setiap negara. Kondisi tersebut apabila tidak dicermati oleh suatu negara akan membawa bencana untuk masa depan negara itu. Persaingan kualitas sumber daya manusia global menjadi isu yang menarik untuk diperbincangkan karena berpengaruh pada kondisi ketenagakerjaan di suatu negara. Oleh karena itu sangat penting kualitas dan kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu negara. Pembicaraan tersebut tidak akan lepas dari pendidikan sebagai aspek yang berfungsi untuk menghasilkan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas di suatu negara. Melalui pendidikan, manusia Indonesia dipersiapkan untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, ahli dan terampil bekerja sehingga pada akhirnya mampu mendukung dan menyukseskan pembangunan nasional. Peran dunia pendidikan dalam menghasilkan lulusan yang kompeten masih diragukan oleh dunia kerja. Lulusan perguruan tinggi hanya memiliki ijazah, namun tidak memiliki kompetensi. Akibatnya, mereka tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dalam dunia kerja. Sorotan tersebut terutama ditujukan kepada lulusan dari perguruan tinggi. Terdapat jurang yang lebar/gap (mismatch) antara lulusan di perguruan tinggi dengan dunia kerja yang memberikan pekerjaan (Fachrunisa, 2008). Oleh karena itu, perlu segera dilakukan upaya untuk mencegah dan mengatasi persoalan tersebut. Jurang yang lebar antara lulusan perguruan tinggi

Upload: -ilma-ituw-iwecs-

Post on 28-Nov-2015

54 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal PKMP Beti

1

A. Judul Penelitian

Pengaruh Aktifitas Organisasi Kemahasiswaan Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan (STIKKU)

B. Latar Belakang MasalahTuntutan untuk menghasilkan dan memiliki sumber daya manusia

yang berkualitas menjadi hal penting bagi setiap negara. Kondisi tersebut apabila tidak dicermati oleh suatu negara akan membawa bencana untuk masa depan negara itu. Persaingan kualitas sumber daya manusia global menjadi isu yang menarik untuk diperbincangkan karena berpengaruh pada kondisi ketenagakerjaan di suatu negara. Oleh karena itu sangat penting kualitas dan kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu negara. Pembicaraan tersebut tidak akan lepas dari pendidikan sebagai aspek yang berfungsi untuk menghasilkan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas di suatu negara. Melalui pendidikan, manusia Indonesia dipersiapkan untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, ahli dan terampil bekerja sehingga pada akhirnya mampu mendukung dan menyukseskan pembangunan nasional.

Peran dunia pendidikan dalam menghasilkan lulusan yang kompeten masih diragukan oleh dunia kerja. Lulusan perguruan tinggi hanya memiliki ijazah, namun tidak memiliki kompetensi. Akibatnya, mereka tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dalam dunia kerja. Sorotan tersebut terutama ditujukan kepada lulusan dari perguruan tinggi. Terdapat jurang yang lebar/gap (mismatch) antara lulusan di perguruan tinggi dengan dunia kerja yang memberikan pekerjaan (Fachrunisa, 2008).

Oleh karena itu, perlu segera dilakukan upaya untuk mencegah dan mengatasi persoalan tersebut. Jurang yang lebar antara lulusan perguruan tinggi dan dunia kerja perlu segera diatasi sehingga dapat terjadi link and match antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Untuk menciptakan link and match itu, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mencari dari sisi pandang pengguna lulusan. Melalui mereka, perguruan tinggi dapat mengetahui kompetensi yang diharapkan oleh pengguna lulusan mereka (users). Pada akhirnya, perguruan tinggi akan merespon melalui kurikulum, metode pengajaran, media pengajaran dan hal-hal lain yang dapat digunakan untuk menciptakan link and match antara perguruan tinggi dan dunia kerja.

Kini banyak pihak yang mulai meragukan peran prestasi belajar selama berstatus menjadi mahasiswa dalam mempengaruhi keberhasilan mahasiswa tersebut saat memasuki dunia kerja. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang kerap dinilai sebagai bukti kehebatan mahasiswa, dalam indikator orang sukses ternyata menempati posisi hampir buncit,

Page 2: Proposal PKMP Beti

2

yaitu nomor 17. Pencapaian prestasi belajar mahasiswa yang berlaku dalam sistem yang berjalan saat ini cenderung mengarah pada pengukuran kemampuan akademik atau kecerdasan intelektual semata, tanpa melibatkan kecerdasan lain yang justru sangat dibutuhkan di dunia kerja. Namun demikian pada kenyataannya fenomena yang terjadi di dunia kerja juga agak ironis, dimana masih banyak dunia kerja yang masih mempersyaratkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebagai salah satu persyaratan rekrutmen tenaga kerja. Karena itu, betapa pun pencapaian IPK ini disadari tidak mencerminkan suatu penguasaan kecerdasan dan potensi yang dimiliki mahasiswa secara utuh, namun tetap menjadi penting manakala dihadapkan pada situasi pragmatis dalam dunia kerja saat ini. Hal ini dapat dipahami karena dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK di perguruan tinggi yang saat ini sedang diujicobakan, pada akhirnya penguasaan kompetensi itu juga dikuantifikasi melalui pencapaian IPK sebagai indikator keberhasilannya.

Pencapaian IPK seorang mahasiswa saat ini masih dijadikan sebagai indikator utama keberhasilan mahasiswa di perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam pasal 14 SK tersebut disebutkan bahwa syarat kelulusan program pendidikan ditetapkan atas pemenuhan jumlah SKS yang disyaratkan dan indeks prestasi kumulatif(IPK) minimum.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar mahasiswa, yang secara garis besar dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari dalam diri siswa yang meliputi kondisi fisiologis dan psikologis siswa. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor dari luar diri siswa, yang meliputi kondisi lingkungan sosial dan nonsosial. Faktor dari dalam diri mahasiswa meliputi motivasi belajar, sikap ketekunan, faktor fisik dan psikis. Sedangkan faktor dari luar diri mahasiswa di antaranya meliputi kondisi lingkungan sosial dan nonsosial (http://ejournal.gunadarma.ac.id/file/A14.pdf).

Sistem akademik yang berlaku di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan (STIKKU) sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi kesehatan di Jawa Barat juga masih menjadikan indikator IPK sebagai syarat kelulusan seorang mahasiswa, baik pada Program Sarjana maupun Diploma. Secara institusional, STIKes Kuningan (STIKKU) berusaha menghasilkan lulusan yang profesional dan berdaya saing. Berdasarkan dokumen penjaminan mutu yang ada, setiap lulusan Program Studi di STIKes Kuningan (STIKKU) diharapkan memiliki IPK minimal 2,75.

Selain program akademik, pembinaan kemahasiswaan juga memiliki peran yang strategis dalam upaya mendorong tumbuhnya suasana akademik yang kondusif. Pembinaan kemahasiswaan diarahkan pada

Page 3: Proposal PKMP Beti

3

upaya mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimiliki mahasiswa, termasuk di dalamnya adalah pembinaan kreatifitas mahasiswa. Salah satu mekanisme pembinaan kemahasiswaan yang dilakukan adalah melalui organisasi kemahasiswaan intrakampus.

Sejak awal kelahirannya, terdapat banyak organisasi kemahasiswaan yang tumbuh di lingkungan STIKes Kuningan. Keluarga Mahasiswa (KM) sebagai wadah utama memiliki beberapa badan kelengkapan seperti Kongres Mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Di bawah BEM terdapat Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) dan beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti Lingkung Seni Sunda (LISES) Dewi Asri, Himpunan Mahasiswa Kebidanan, (Himakeb), Himpunan Mahasiswa Keperawatan (Himakep) dan pada pertengahan tahun 2009 ini berdiri UKM baru yaitu Pers Kampus ‘EMBRIO’. Selain organisasi intrakampus, terdapat juga beberapa organisasi ekstrakampus yang keanggotaannya melibatkan beberapa mahasiswa di STIKes Kuningan, seperti Remaja Aliansi Pita Putih Indonesia (RAPPI) Jawa Barat, Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan (ISMAKES) Jawa Barat, dan Ikatan Mahasiswa Keperawatan Wilayah III (I-MAKEP). Pada intinya, keberadaan seluruh organisasi kemahasiswaan itu ditujukan untuk menyalurkan potensi kreatifitas mahasiswa sebagai salah satu softskills yang dibutuhkan dunia kerja yang pada akhirnya dapat menunjang prestasi akademik mahasiswa.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap mahasiswa Program Studi Diploma di luar Diploma III Kebidanan yang termasuk kategori aktifis kampus, didapatkan data bahwa dari 15 orang yang disurvey ternyata 14 orang di antaranya memiliki nilai IPK di atas 3,00 dan hanya 1 orang mahasiswa saja yang mempunyai nilai IPK di bawah 3, itu pun masih di atas 2,75. Fenomena ini semakin meyakinkan asumsi penulis bahwa aktifitas organisasi bukanlah menjadi faktor yang seharusnya menjadi pemicu buruknya prestasi akademik mahasiswa, namun justru sebaliknya. Berdasarkan beberapa fenomena dan data di atas, pada akhirnya penulis tertarik untuk merumuskan judul penelitian Pengaruh Aktifitas Organisasi Kemahasiswaan Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa di STIKes Kuningan (STIKKU) Tahun 2009”.

Page 4: Proposal PKMP Beti

4

C. PERUMUSAN MASALAHAdapun rumusan masalahnya yaitu Bertitik tolak dari beberapa asumsi yang telah dipaparkan dalam latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini dalam suatu pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh yang signifikan aktifitas organisasi kemahasiswaan terhadap prestasi belajar mahasiswa di STIKes Kuningan (STIKKU) Tahun 2009. Jika ada seberapa kuat pengaruh tersebut?

D. TUJUAN1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktifitas organisasi kemahasiswaan dengan prestasi belajar dan tingkat kesiapan kerja mahasiswa di STIKes Kuningan (STIKKU) Tahun 2009.

2. Tujuan KhususPenelitian ini secara khusus bertujuan untuk:1. Mengetahui gambaran aktifitas organisasi mahasiwa STIKes

Kuningan (STIKKU) Tahun 2009. 2. Mengetahui gambaran prestasi belajar mahasiwa STIKes Kuningan

(STIKKU) Tahun 2009. 3. Mengetahui gambaran tingkat kesiapan kerja mahasiwa STIKes

Kuningan (STIKKU) Tahun 2009. 4. Mengetahui hubungan aktifitas organisasi dengan prestasi belajar

mahasiswa STIKes Kuningan (STIKKU) tahun 2009.5. Mengetahui hubungan aktifitas organisasi dengan tingkat kesiapan

kerja mahasiswa STIKes Kuningan (STIKKU) tahun 2009.

E. LUARAN YANG DIHARAPKANPenelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu artikel ilmiah yang memperkaya wacana tentang pentingnya integrasi softskills dalam implementasi kurikulum di perguruan tinggi. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi salah satu bahan masukan untuk optimalisasi pengembangan kegiatan kemahasiswaan baik ko- maupun ekstrakurikuler di STIKes Kuningan khususnya dan di kampus-kampus sejenis lain di Jawa Barat, karena sepengetahuan penulis belum pernah ada kajian yang komprehensif tentang softskills di perguruan tinggi kesehatan di Jawa Barat.

Page 5: Proposal PKMP Beti

5

F. KEGUNAAN

1. Bagi InstitusiPenelitian ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi sistem pembinaan kemahasiswaan yang selama ini telah dilakukan, terutama dalam hal meningkatkan kegiatan kemahasiswaan yang dapat menunjang secara langsung prestasi akademik mahasiswa secara berkelanjutan.

2. Bagi Badan Eksekutif MahasiswaPenelitian ini diharapkan dapat menjadi motivator khususnya bagi para aktifis organisasi kemahasiswaan intrakampus untuk lebih kreatif dalam menggagas kegiatan kemahasiswaan yang benar-benar dapat meningkatkan softskills bagi mahasiswa.

3. Bagi PenulisPenelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dengan terjun langsung ke lapangan  dan memberikan pengalaman belajar yang menumbuhkan kemampuan dan ketrampilan meneliti serta pengetahuan yang lebih mendalam terutama pada bidang yang dikaji.

Page 6: Proposal PKMP Beti

6

G. TINJAUAN PUSTAKA1. Mahasiswa dan Kegiatan Kemahasiswaan

Secara umum yang dimaksud dengan mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi tertentu. Peserta didik menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut mengamanatkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagai berikut:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.

Khusus pada pendidikan tinggi, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan pembimbingan kemahasiswaan yaitu pembimbingan seluruh kegiatan mahasiswa sebagai peserta didik selama dalam proses pendidikan. Pembimbingan kemahasiswaan pada dasarnya merupakan pembimbingan pembelajaran agar potensi yang dimiliki oleh mahasiswa dapat membentuk kompetensi yang berguna dalam kehidupannya. Acuan untuk pembimbingan kegiatan kemahasiswaan adalah pasal 1 butir 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pembimbingan tersebut meliputi kegiatan yang bersifat kurikuler maupun yang bersifat ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler. Kegiatan yang bersifat kurikuler bertujuan untuk memenuhi standar kurikulum bidang keilmuan yang didukung oleh kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler, sehingga tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat tercapai.

Yang dimaksud dengan kegiatan kemahasiswaan adalah kegiatan kemahasiswaan yang bersifat ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler, dengan tujuan mendorong perubahan sikap mahasiswa menjadi dewasa khususnya dalam bidang keilmuan, tingkah laku dan

Page 7: Proposal PKMP Beti

7

manajemen hidup. Pembimbingan yang bersifat ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler antara lain diarahkan pada pembimbingan kecakapan hidup yang meliputi kecakapan individual, kecakapan sosial, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional, dan pembimbingan kepemudaan yang antara lain meliputi kepanduan, keolahragaan, kesenian, kepemimpinan, kewirausahaan, dan sebagainya. Dalam pelaksanaan kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler, institusi menyediakan fasilitas fisik dan pembimbing, yang di antaranya bertujuan memotivasi mahasiswa sehingga mahasiswa tertarik dan kemudian terlibat dalam kegiatan tersebut.

2. Standar Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan TinggiBerbagai kegiatan kemahasiswaan yang ditawarkan oleh

institusi seharusnya mengacu pada visi dan misi institusi. Visi dan misi tersebut kemudian dijabarkan ke dalam berbagai bentuk program. Selanjutnya, berdasarkan program-program tersebut ditentukan skala prioritas yang menjadi pedoman pembimbingan kemahasiswaan.

Skala prioritas tidak saja ditentukan berdasarkan prestasi keberhasilan, jumlah mahasiswa yang terlibat, serta jumlah dan frekuensi kegiatan kemahasiswaan, tetapi juga ditentukan berdasarkan manfaat yang diperoleh baik untuk kepentingan individu maupun institusi. Semua kegiatan kemahasiswaan ini dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh setiap institusi dengan melakukan benchmark. Untuk mengukur tingkat keberhasilannya, setiap kegiatan kemahasiswaan harus dapat dikuantifikasi dan dievaluasi secara periodik. Hal ini selain untuk mempermudah pelaksanaan evaluasi itu sendiri, juga agar standar tersebut dapat ditingkatkan secara bekelanjutan (continuous improvement). Makin tinggi standar yang digunakan, makin tinggi pula mutu kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan.

Sebelum menetapkan standar mutu bagi kegiatan kemahasiswaan, terlebih dahulu ditentukan jenis-jenis kegiatan yang dapat diselenggarakan. Penentuan jenis kegiatan ini sangat dipengaruhi oleh sifat atau kekhasan perguruan tinggi, dan persepsinya terhadap pembentukan citra lulusannya. Penetapan jenis kegiatan kemahasiswaan tersebut kemudian diikuti dengan penetapan standar mutu masing-masing kegiatan yang dapat terdiri atas standar operasional dan standar keberhasilan.

Penetapan jenis kegiatan kemahasiswaan hendaknya mengacu pada visi dan misi perguruan tinggi, yang kemudian diturunkan menjadi visi dan misi dalam pembimbingan kemahasiswaan. Kegiatan kemahasiswaan diadakan dengan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut akan memberikan kontribusi terhadap upaya pewujudan suasana akademis yang kondusif yang mampu meningkatkan

Page 8: Proposal PKMP Beti

8

kreativitas dan daya nalar mahasiswa. Selain itu, kegiatan kemahasiswaan juga diharapkan mampu meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap permasalahan kehidupan masyarakat, mengangkat nama perguruan tinggi di mata masyarakat, melestarikan kekayaan budaya bangsa, dan sebagainya.

Untuk memudahkan pelaksanaan pembimbingan secara operasional, kegiatan kemahasiswaan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok atau bidang kegiatan, misalnya menjadi empat bidang, yaitu 1) bidang penalaran; 2) bidang minat, bakat dan kegemaran; 3) bidang organisasi, dan 4) bidang kesejahteraan dan bakti sosial. Para mahasiswa dapat memilih satu atau lebih kegiatan tersebut tanpa “mengorbankan” waktu bagi kegiatan akademiknya.a. Peran Pembimbing Kemahasiswaan

Pembimbing kemahasiswaan adalah para dosen atau tenaga kependidikan di perguruan tinggi yang karena tugas atau jabatannya ditetapkan menangani bidang kemahasiswaan.Pembimbing kemahasiswaan adalah orang-orang yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang kegiatan yang terdiri atas dosen pembimbing kegiatan kemahasiswaan, dosen mata kuliah, dan pembimbing internal dari kalangan mahasiswa (Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan/Keluarga Mahasiswa) yang dinilai memiliki kemampuan dan pengalaman dalam suatu kegiatan tertentu. Ketua Jurusan/ Bagian/Departemen dan dosen mata kuliah perlu juga memahami masalah kemahasiswaan, sehingga dapat membantu tugas dosen pembimbing kemahasiswaan.

b. Peran Fasilitas Kegiatan KemahasiswaanKeberhasilan mahasiswa dalam mewujudkan kegiatan

tersebut sangat bergantung pada fasilitas yang disediakan perguruan tinggi, serta kemudahan dalam menggunakan fasilitas tersebut. Fasilitas tersebut terdiri dari sarana prasarana yang menunjang kegiatan kemahasiswaan untuk pengembangan minat, bakat, dan kegemaran, organisasi, kesejahteraan dan bakti sosial. Penerbitan pers kampus dan/atau jurnal ilmiah, sebagai media untuk menyampaikan pandangan dan pendapat, berdasarkan kebebasan akademik yang bertanggung jawab.

Penyediaan fasilitas untuk kegiatan kemahasiswaan diarahkan sedemikian rupa, sehingga dapat menunjang perwujudan suasana akademik yang kondusif. Dengan adanya suasana akademik yang kondusif, mahasiswa diharapkan dapat menyelesaikan studi tepat waktu, dibekali dengan prestasi baik, dan mempunyai pengalaman berorganisasi serta kemampuan dalam peningkatan kreativitas.

Page 9: Proposal PKMP Beti

9

c. Standar Mutu Kegiatan KemahasiswaanStandar mutu suatu kegiatan ditentukan dengan mengacu

kepada sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kegiatan. Sebagai contoh, praktek baik di bawah ini dapat dijadikan standar pada keempat bidang kegiatan kemahasiswaan:1) Bidang penalaran.

Keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan ilmiah di luar kegiatan akademik, dapat diselenggarakan satu kali dalam satu tahun, baik di dalam maupun di luar kampus. Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan mutu hasil kegiatan bidang penalaran.

2) Bidang minat, bakat, dan kegemaranMencakup beberapa kegiatan seperti Pramuka, Resimen Mahasiswa, pers kampus, pencinta alam, korps sukarela Palang Merah Indonesia, olahraga dan kesenian. Standar kualitas kegiatan ini dapat ditentukan dari keteraturan dalam melakukan kegiatan latihan. Dapat pula dimasukkan persentase kehadiran anggota dalam mengikuti kegiatan, maupun peranserta tim dalam kesempatan-kesempatan tertentu.

3) Bidang organisasiMahasiswa mengikuti kegiatan organisasi baik yang sifatnya kepanitiaan maupun kelembagaan, intra maupun ekstra kampus. Standar mutu kegiatan ini dapat ditentukan dari jumlah mahasiswa dan frekuensi keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas organisasi.

4) Bidang kesejahteraan dan bakti sosialMahasiswa mengikuti kegiatan bakti sosial, baik dalam bentuk kegiatan terprogram maupun yang insidental, di dalam dan di luar kampus. Standar kegiatan ini dapat ditentukan berdasarkan jumlah mahasiswa dan frekuensi kegiatan.

d. Mekanisme Pemenuhan Standar KemahasiswaanDosen Pembimbing Kemahasiswaan menetapkan metode

pembimbingan yang efektif dan efisien. Agar dapat menyelenggarakan proses pembimbingan secara efektif dan efisien, dosen perlu dibekali dengan keterampilan untuk menjalankan proses pembimbingan kemahasiswaan. Keterampilan tersebut dapat diperoleh melalui pelatihan khusus seperti Pelatihan Orientasi Pengembangan Pembimbing Kemahasiswaan (OPPEK), Pelatihan Pelatih Orientasi Pengembangan Pembimbing Kemahasiswaan (PPOPPEK), Training for Trainers bidang Penalaran, Pelatihan Pemandu Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (PPLKMM) dan pelatihan sejenis lainnya.

Pelatihan-pelatihan tersebut (OPPEK, PPOPPEK dll.) dapat diselenggarakan oleh Ditjen Dikti maupun oleh perguruan tinggi

Page 10: Proposal PKMP Beti

10

masing-masing. Pelaksanaan pembimbingan kemahasiswaan dapat pula dikoordinasikan dengan badan yang berfungsi membina, mengembangkan, dan mengkoordinasikan berbagai bidang seperti Badan Pembimbing Olah Raga Mahasiswa Indonesia (BAPOMI) untuk bidang olah raga dan Badan Seni Mahasiswa Indonesia (BSMI) untuk bidang kesenian.

Agar kegiatan pembimbingan kemahasiswaan dalam satu semester dapat dilakukan sesuai dengan standar, maka jenis kegiatan dan proses pembimbingannya perlu dituangkan dalam suatu rencana. Rencana tersebut harus mencakup satuan waktu (hari, minggu, atau bulan), jenis kegiatan, prasarana-sarana, dan evaluasi. Pemenuhan jenis kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan atau bersifat insidental, serta didukung prasarana dan sarana yang memadai.

Institusi perlu menyediakan prasarana dan sarana yang sesuai dengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Pembimbingan dapat pula berbentuk pelatihan jangka pendek dengan target kompetensi yang spesifik. Pelatihan tersebut di antaranya adalah pelatihan kepemimpinan, pelatihan kewirausahaan, keterampilan manajemen mahasiswa, forum-forum ilmiah dan sebagainya, yang dimaksudkan untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran mahasiswa agar memenuhi kompetensi yang ditentukan.

Standar kegiatan ditetapkan secara realistis agar pemenuhan standar dapat dicapai dengan baik. Standar kegiatan tersebut harus memberikan informasi tentang perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut hasil evaluasi (PDCA). Mahasiswa yang berprestasi menurut standar kemahasiswaan perlu mendapat penghargaan (award) yang jenis dan besarannya bergantung pada kemampuan setiap institusi.

Standar fasilitas untuk mencapai standar kegiatan kemahasiswaan yang baik dapat disesuaikan dengan kondisi dan potensi masing-masing perguruan tinggi. Kelengkapan dan kualitas fasilitas yang disediakan hendaknya selalu ditingkatkan, sehingga jenis kegiatan yang telah diprogramkan dapat ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya.

e. Manajemen Pengendalian StandarManajemen pengendalian standar dilakukan melalui tahapan

proses dan evaluasi kegiatan yang telah diprogramkan, atau yang sifatnya insidental dalam bidang kemahasiswaan. Manajemen pengendalian standar merupakan tahap evaluasi dari penetapan dan pemenuhan standar. Keberhasilannya ditunjukkan antara lain oleh:

Page 11: Proposal PKMP Beti

11

1) Perilaku mahasiswa.Semakin positif dan terus termotivasi untuk terus belajar melalui organisasi, mampu bekerja dalam tim, memiliki jiwa kepemimpinan, sportif, menghormati norma dan etika yang berlaku di masyarakat yang secara keseluruhan mendorong mahasiswa untuk selalu kreatif dan berprestasi.

2) IPK MahasiswaKegiatan kemahasiswaan yang diikuti mahasiswa harus meningkatkan semangat belajar, sehingga positif mempengaruhi prestasi akademis (IPK).

3) PembimbingPara pembimbing harus selalu mencari peluang untuk meningkatkan kegiatan kemahasiswaan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, di tingkat lokal, nasional, regional ataupun internasional.

4) InstitusiTersedianya berbagai fasilitas untuk mendukung kegiatan kemahasiswaan, seperti sarana olahraga, kesenian, kelompok belajar, atau kegiatan lain, sejalan dengan skala prioritas yang tercantum dalam visi dan misi perguruan tinggi. Peningkatan kualitas kegiatan kemahasiswaan dapat diketahui dari hasil pengukuran kinerja berbagai kegiatan yang relevan. Berdasarkan standar yang ditetapkan dapat dilakukan langkah perencanaan untuk meningkatkan kualitas secara berkelanjutan dan mengimplementasikannya melalui tindakan nyata.

Mekanisme pengendalian seperti ini lazim dikenal dalam manajemen mutu sebagai langkah PDCA (Plan,Do, Check, Action). Berikut beberapa contoh praktek baik (best practices) dari langkah PDCA yang dilakukan terhadap kegiatan kemahasiswaan, seperti (1) keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan, (2) kehadiran dosen dalam proses pembimbingan kegiatan kemahasiswaan, (3) persentase dosen yang mengikuti OPPK, dan (4) peningkatan jumlah/jenis kegiatan kemahasiswaan kokurikuler dan ekstra-kurikuler.

3. Prestasi Belajara. Hakikat Belajar

Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) maupun psikomotorik (keterampilan) (Darsono, 2000:64). Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan bahkan membentuk suatu hirarki. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus tampak sebagai hasil belajar mahasiswa di kampus.

Page 12: Proposal PKMP Beti

12

Belajar secara psikologis adalah suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).

Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahansebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti: berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang terdapat pada individu. Belajar meliputi tidak hanya mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain dan cita-cita (Hamalik 2002 : 45). Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada diri orang yang belajar akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.

b. Ciri-ciri BelajarMenurut Suryabrata (2002 : 24) ciri-ciri kegiatan belajar dapat dijelaskan sebagai berikut:a. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada

diri individu yang belajar baik aktual maupun potensial.b. Perubahan itu pada dasarnya berupa didapatnya kemampuan

baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.c. Perubahan itu terjadi karena usaha atau dengan usaha.

Dalam teori humanistik, setiap orang yang belajar diberi kebebasan untuk memilih sesuai dengan kebutuhannya, menentukan sendiri tingkah lakunya serta tidak terikat pada lingkungan. Hal ini selaras dengan pendapat Wasty Sumanto seperti dikutip oleh Darsono (2000 : 18) bahwa tujuan pendidikan adalah membantu masing-masing individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri masing-masing.

Menurut pandangan dan teori konstruktivisme (Sardiman 2004 : 37), belajar merupakan proses aktif dari siswa untuk merekonstruksi makna sesuatu, baik itu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki sehingga menjadi berkembang. Sehubungan dengan itu, ada

Page 13: Proposal PKMP Beti

13

beberapa ciri atau prinsip dalam belajar seperti dikutip oleh Sardiman (2004 : 38) yang dijelaskan sebagai berikut:a. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh

siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.

b. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi

merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri.

d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.

e. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

Berdasarkan ciri dan prinsip-prinsip tersebut, maka proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa merekonstruksi sendiri pengetahuannya, menggunakan pengetahuannya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Prestasi BelajarBelajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka

mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap (Darsono 2000 : 64). Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan bahkan membentuk suatu hirarki. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah. Untuk itu kegiatan belajar mengajar, di kelas harus berjalan secara efektif dan efisien agar mempengaruhi hasil belajar siswa.

Prestasi adalah kemampuan, keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. Sedangkan pengertian prestasi belajar menurut Tu’u (2004 : 75) adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh dosen. Dengan demikian prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh peserta didik di dalam kegiatan belajar mengajar yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai dari hasil evaluasi yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar di kampus sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum kita yang diukur oleh IQ, IQ yang tinggi meramalkan sukses terhadap prestasi belajar. Namun IQ yang tinggi ternyata tidak menjamin sukses di masyarakat.

Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses dan hasil belajar mahasiswa, yang menggambarkan

Page 14: Proposal PKMP Beti

14

penguasaan mahasiswa atas materi pelajaran atau perilaku yang relatif menetap sebagai akibat adanya proses belajar yang dialami mahasiswa dalam jangka waktu tertentu. Variabel prestasi belajar diungkap dengan melihat indeks prestasi kumulatif mahasiswa, yang merupakan data sekunder. http://www.rider.edu/~suler/psycyber/ suportgp.html).

Prestasi belajar dapat diartikan juga sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Prestasi belajar juga diartikan sebagai kemampuan maksimal yang dicapai seseorang dalam suatu usaha yang menghasilkan pengetahuan atau nilai - nilai kecakapan. Lebih lanjut Nurkancana dan Sunartana (1992) mengatakan bahwa prestasi belajar bisa juga disebut kecakapan aktual (actual ability) yang diperoleh seseorang setelah belajar, suatu kecakapan potensial (potensial ability) yaitu kemampuan dasar yang berupa disposisi yang dimiliki oleh individu untuk memcapai prestasi. Kecakapan aktual dan kecakapan potensial ini dapat dimasukkan ke dalam suatu istilah yang lebih umum yaitu kemampuan (ability).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh siswa setelah siswa yang bersangkutan dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kecakapan nyata (actual) bukan kecakapan potensial. Menurut Nila Parta prestasi siswa pada mata pelajaran matematika dipengaruhi oleh faktor dalam diri siswa yang belajar yang meliputi IQ, motivasi, minat, bakat, kesehatan dan faktor luar siswa yang belajar yang meliputi guru pengajar, materi ajar, latihan, sarana kelengkapan belajar siswa, tempat di sekolah atau di rumah serta di lingkungan sosial siswa.

Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman atau aplikasi suatu konsep.(http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/pengertian-prestasi-belajar.html)

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan hasil dari proses. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Menurut Arifin (1991 : 3) prestasi adalah kemampuan, keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. Sedang prestasi belajar menurut Tu’u (2004 : 75) adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan

Page 15: Proposal PKMP Beti

15

dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh pendidik. Dengan demikian prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh peserta didik di dalam kegiatan belajar mengajar yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai dari hasil evaluasi yang diberikan oleh pendidik (guru atau dosen).

d. Penilaian Prestasi BelajarPrestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor

atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek - aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman atau aplikasi suatu konsep.(http://sobatbaru.blogspot.com/2008/06/). Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan secara langsung pada saat peserta didik melakukan aktivitas belajar, maupun secara tidak langsung melalui bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria kinerja (performance criteria).

Penilaian hasil belajar bertujuan untuk:a. Mengetahui sejauh mana telah terjadi kemajuan hasil belajar

pada diri peserta didik, sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan bimbingan belajar selanjutnya.

b. Mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik, sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan apakah yang bersangkutan berhasil (lulus) atau tidak (belum) berhasil dalam menempuh suatu program pembelajaran.

c. Menetapakan tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi suatu keahlian tertentu sesuai dengan yang dipersyaratkan standar kompetensi. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/ dir/doc.pdf

e. Fungsi Prestasi BelajarMenurut Arifin (1991 : 3), prestasi belajar mempunyai fungsi

yaitu:a. Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang

telah dikuasai anak didik.b. Sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.c. Sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.d. Sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi

pendidikan.e. Dapat dijadikan indikator terhadap daya serap anak didik.

Dengan prestasi belajar guru dapat mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai suatu kompetensi atau belum. Fungsi prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam program tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan. Selain itu, prestasi belajar juga berguna sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan kegiatan

Page 16: Proposal PKMP Beti

16

belajar mengajar sehingga dapat menentukan apakah perlu mengadakan bimbingan atau diagnosis terhadap anak didik.

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi BelajarPrestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

a. Faktor internal, yaitu faktor dari dalam diri siswa yang meliputi kondisi fisiologis dan psikologis siswa. Kondisi fisiologis mahasiswa mencakup kebugaran kondisi umum fisiologis dan tonus (tegangan otot), serta tingkat kesehatan indera penglihatan dan indera pendengaran. Apabila dalam belajarnya, mahasiswa tidak mengalami gangguan kesehatan akan lebih mungkin siswa tersebut mencapai prestasi belajar yang baik. Tentu saja hal ini akan bergantung dengan aspek-aspek lainnya. Kondisi psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa diantaranya adalah intelegensi, motivasi berprestasi, minat, kemandirian, dan keadaan emosi mahasiswa.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri siswa, yang meliputi kondisi lingkungan sosial dan non-sosial.http://ejournal.gunadarma.ac.id/file/A14.pdf

Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi prestasi belajar adalah orang tua dan keluarga atau saudara-saudara dari peserta didik. Utami Munandar (1995) menyatakan bahwa cara paling baik dalam merangsang perkembangan mental anak adalah dengan memberi dorongan, pujian dan kasih sayang, karena dapat menambah harga diri dan kepercayaan anak kepada dirinya sendiri, yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap pencapaian prestasi belajarnya. Selain itu, lingkungan sosial sekolah seperti guru, teman-teman siswa, dan para staf administrasi, dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Para dosen yang senantiasa memberi teladan positif dalam belajar dan memotivasi peserta didik untuk berprestasi, serta teman-teman peserta didik yang rajin dan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam belajar, cenderung dapat mempengaruhi peserta untuk rajin dan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi pula (Syah, 1995).

Lingkungan non-sosial yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik ialah gedung sekolah (ruang kelas) dan letaknya, rumah tempat tinggal peserta didik, alat-alat belajar, kondisi cuaca, dan kondisi-kondisi lingkungan non-sosial lainnya. Misalnya ruang kelas yang terawat dengan baik, sirkulasi udaranya baik, cukup penerangannya, dan sarana belajar di kelas yang

Page 17: Proposal PKMP Beti

17

memadai, cenderung dapat membantu peserta untuk berprestasi dalam belajarnya (Syah, 1995).

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dalam mencapai prestasi belajar. Menurut Carrol seperti dikutip Sudjana (2002 : 40) berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu: (1) bakat, (2) waktu yang tersedia untuk belajar, (3) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (4) kualitas pengajaran dan (5) kemampuan individu. Empat faktor tersebut di atas (1, 2, 3, 5) berkenaan dengan kemampuan individu dan faktor (4) adalah faktor di luar individu. Kedua faktor tersebut (kemampuan siswa dan kualitas pengajaran) mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa. Artinya, makin tinggi kemampuan siswa dan kualitas pengajaran, makin tinggi pula hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor intern sebagai faktor dari dalam diri siswa dan factor ekstern sebagai faktor dari luar diri siswa.

Prestasi belajar siswa didokumentasikan dalam bentuk buku laporan (IP/IPK). Buku laporan berisi informasi hasil belajar peserta didik yang memberikan gambaran secara rinci tentang pencapaian kompetensi pada tahap waktu pemelajaran tertentu. Nilai hasil belajar yang diperoleh siswa, dinyatakan dalam angka dan huruf yang menggambarkan derajat kualitas, kuantitas, dan eksistensi keadaan yang diukur.

Ukuran yang tercantum pada IP/IPK menggambarkan pencapaian hasil belajar pada siswa selama berada di sekolah dalam kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar atau prestasi siswa merupakan informasi yang berguna sebagai umpan balik bagi kegiatan belajar mengajar selanjutnya. Siswa dinyatakan berhasil atau lulus dalam menyelesaikan matakuliah, jika siswa memperoleh nilai minimal 7,00. Apabila seorang siswa belum berhasil mencapai nilai minimal tersebut maka harus melakukan remidi atau perbaikan sampai diperoleh nilai minimal yang dipersyaratkan.

4. Kegiatan Belajar, Kegiatan Kemahasiswaan dan Soft skillKini banyak pihak mulai ramai membicarakan peran soft skills

dalam kaitannya dengan kesuksesan dunia kerja. Soft skills adalah kemampuan di luar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal. Secara garis besar dapat digolongkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu: intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skills mencakup beberapa

Page 18: Proposal PKMP Beti

18

keterampilan di antaranya: 1) kesadaran diri (self awareness) yang meliputi beberapa kemampuan yaitu kepercayaan diri, penilaian diri, dan kesadaran emosional; 2) keterampilan pengelolaan diri yang meliputi kemampuan memperbaiki diri, kemampuan pengendalian diri, kemampuan dapat dipercaya, kemampuan mengelola waktu, sikap proaktif, dan kesadaran diri.

Sedangkan keterampilan interpersonal mencakup kesadaran sosial (social awareness) yang meliputi kesadaran politik, kemampuan mengembangkan orang lain, kemampuan memahami keberagaman, keterampilan melayani orang lain, keterampilan berkomunikasi empatik, dan keterampilan sosial (kepemimpinan, pengaruh, komunikasi, manajemen konflik, kerjasama tim, sinergi). Psikolog kawakan, David McClelland mengatakan bahwa faktor utama keberhasilan para eksekutif muda dunia adalah kepercayaan diri, daya adaptasi, kepemimpinan dan kemampuan mempengaruhi orang lain yang merupakan soft skills. (http://www.infocomcareer.com).

Para pengguna tenaga kerja kerap mengeluhkan lulusan perguruan tinggi (PT) yang berkualitas setengah hati. Bagaimana tidak kecewa, kalau lulusan yang dicetak ternyata kurang tangguh, tidak jujur, cepat bosan, tidak bisa bekerja teamwork, sampai minim kemampuan berkomunikasi lisan dan menulis laporan dengan baik. Bahkan pada Tahun 2001, pihak rektorat ITB pernah menggelar pertemuan dengan berbagai stakeholders penyedia kerja dan pengguna lulusan ITB. Pihak rektorat ITB saat itu menyampaikan imbauan agar perusahaan tidak memotong pelamar kerja semata-mata berdasarkan indeks prestasi (kriteria IP > 2,75). Pertemuan dengan sedikitnya 10 mitra industri itu kemudian membuahkan masukan balik terhadap ITB.

Salah satu respons datang dari perusahaan Schlumberger, yang menyatakan bahwa lulusan ITB kurang tekun meniti karier, sehingga rata-rata memiliki progress career yang kurang baik. Dari 75% intake 20-an tahun lalu, hanya 38% yang mencapai posisi manajer ke atas. Meski punya karakteristik positif, yaitu tingkat intelegensia relatif tinggi, namun boleh dibilang masih kurang dalam sisi kerja keras dan dedikasi.

Dalam dunia kerja, komentar tentang kualitas para sarjana semacam, "pintar sih, tapi kok tidak bisa bekerja sama dengan orang lain" atau "jago bikin perancangan, tapi sayangnya tidak bisa meyakinkan ide hebat itu pada orang lain", atau "baru teken kontrak 1 tahun tapi sudah mundur, kurang tahan banting, nih,”, bukannya tidak jarang terlontar. Tentunya hal itu bisa menjadi bahan evaluasi, bukan hanya bagi kampus tertentu, tetapi juga seluruh kampus di tanah air tanpa terkecuali.

Ada kecenderungan apa yang diberikan di bangku kuliah tidak sepenuhnya serasi dengan kebutuhan di lapangan kerja. Sebagian

Page 19: Proposal PKMP Beti

19

besar menu yang disajikan, boleh dibilang berupa keterampilan keras (hard skill). Padahal, bukti-bukti menunjukkan penentu kesuksesan justru kebanyakan adalah keahlian yang tergolong lunak (soft skill).

Berdasarkan survei dari National Association of College and Employee (NACE), USA (2002), kepada 457 pemimpin, tentang 20 kualitas penting seorang juara. Hasilnya berturut-turut adalah kemampuan komunikasi, kejujuran/integritas, kemampuan bekerja sama, kemampuan interpersonal, beretika, motivasi/inisiatif, kemampuan beradaptasi, daya analitik, kemampuan komputer, kemampuan berorganisasi, berorientasi pada detail, kepemimpinan, kepercayaan diri, ramah, sopan, bijaksana, indeks prestasi (IP lebih dari 3,00), kreatif, humoris, dan kemampuan berwirausaha.

Menurut O'Brien dalam bukunya Making College Count, softskill dapat dikategorikan ke dalam 7 (tujuh) area yang disebut Winning Characteristics, yaitu, communication skills, organizational skills, leadership, logic, effort, group skills, dan ethics. Kemampuan nonteknis yang tidak terlihat wujudnya (intangible) namun sangat diperlukan itu, disebut soft skills.

Ketidakseimbangan pendidikan di ruang kuliah yang lebih bertumpu pada hard skill, tentu saja perlu segera di atasi, antara lain dengan memberikan bobot lebih kepada pengembangan soft skills. Implementasi soft skill tersebut dapat dilakukan baik melalui kurikulum maupun kegiatan ekstrakurikuler.

Pengembangan soft skill dapat diarahkan pada kegiatan nonakademik. Untuk mendorong mahasiswa aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, terdapat perguruan tinggi yang memberlakukan penilaian berbentuk Transkrip Aktivitas Kemahasiswaan (TAK). TAK ini merupakan syarat ikut wisuda dan akan diberikan mendampingi transkrip akademik saat mahasiswa lulus. Syarat kelulusan di antaranya adalah harus mengumpulkan skor tertentu dengan aktif berkegiatan, misalnya, aktif di himpunan, menulis artikel di media massa, peserta lomba, dsb. Sebenarnya fokusnya bukan angka, tapi dengan mahaiswa aktif ada sisi soft skill yang terasah. Dalam pengalaman empiris suatu perguruan tinggi yang telah memberlakukan Transkrip Aktivitas Kemahasiswaan, ternyata terbukti dapat menjadi nilai plus bagi mahasiswa dalam mencari kerja dan beasiswa.

Pentingnya soft skill dalam mencetak lulusan sebenarnya sudah disadari sejak lama oleh kalangan pendidik. Namun, selama ini hanya "dititipkan" ke kurikulum dan belum mendapat perhatian khusus. Selain itu, memang ada keterbatasan waktu dalam bobot SKS. Kesalahan penerjemahan kurikulum telah menyebabkan proses kuliah hanya knowledge delivery, bukannya kompetensi. Arah pendidikan tinggi selama ini telah disadari lebih banyak mendidik orang jadi ilmuwan, padahal soft skill juga sangat dibutuhkan dunia kerja.

Page 20: Proposal PKMP Beti

20

Menurut Putra, apa yang dipelajari selama perkuliahan, paling hanya terpakai beberapa persen, kecuali menjadi pengajar atau peneliti. Teori mungkin tidak akan tersentuh lagi, namun penerapan teori lah yang dibutuhkan. Hal ini bukan berarti kuliah tidak penting. Salah satu yang dilatih dalam perkuliahan adalah belajar untuk belajar. Belajar untuk melakukan proses, agar logika dan keterampilan kita terasah.

Menurut Ichsan, untuk mendiseminasikan soft skill pada para mahasiswa, faktor yang sangat berpengaruh adalah dimulai dari dosen. Para dosen harus bisa jadi living example, mulai dari datang tepat waktu, mengoreksi tugas, dsb. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan presentasi dan menulis mahasiswa masih banyak yang belum bagus. Selain itu, dosen juga harus bisa melatih mahasiswa supaya asertif, supaya berani membicarakan ide. Demikian juga fenomena mahasiswa menyontek juga jangan dianggap biasa, karena ini termasuk faktor kejujuran dan etika dalam soft skill.

Page 21: Proposal PKMP Beti

21

H. METODE PELAKSANAAN1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian korelasional dimana peneliti bermaksud mencari hubungan antara variabel aktifitas organisasi kemahasiswaan dengan prestasi belajar dan tingkat kesiapan kerja pada mahasiswa STIKes Kuningan. Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, dimana peneliti melakukan penelitian baik terhadap variabel bebas maupun variabel terikat dalam satu satuan waktu atau bersamaan.

2. Populasi dan SampelPopulasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa STIKes Kuningan yaitu 354 orang dan yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh mahasiswa STIKes Kuningan Program Reguler yaitu 286 orang. Adapun ukuran sampel (sample size)-nya dihitung berdasarkan rumus Slovin dalam Notoatmodjo (2003), yaitu

n = N/1+N(d2),

dengan demikian jumlah sampelnya berjumlah 166,8 dengan pembulatan 167 orang mahasiswa.Teknik pengambilan sampelnya menggunakan proportionate stratified random sampling dari setiap tingkatan kelas/semester pada kedua program studi yang ada di STIKes Kuningan.

3. Variabel PenelitianPada penelitian ini dapat diidentifikasi 3 variabel penelitian yaitu 1 variabel bebas yaitu aktifitas organisasi kemahasiswaan dan 2 variabel terikat yaitu prestasi belajar mahasiswa dan tingkat kesiapan kerja.Pada penelitian ini penulis mendefinisikan secara operasional variabel aktifitas organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai tingkat intensitas dan keterlibatan seorang mahasiswa yang berstatus aktif dalam organisasi kemahasiswaan baik di dalam maupun di luar kampus yang ditunjukkan dengan skor.Sedangkan variabel prestasi belajar mahasiswa didefinisikan secara operasional sebagai nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) terakhir yang dapat dicapai seorang mahasiswa.Variabel tingkat kesiapan kerja didefinisikan sebagai kesiapan seorang mahasiswa yang diukur berdasarkan jumlah total skor yang dapat dicapai mahasiswa dalam menjawab beberapa pernyataan yang merujuk pada kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja sesuai dengan skor yang telah ditetapkan terhadap masing-masing pernyataan.

Page 22: Proposal PKMP Beti

22

4. Instrumen PenelitianInstrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket (kuesioner) yang terdiri dari pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Instrumen yang akan digunakan dilakukan uji validitas dan reliabilitas dulu kepada 30 orang populasi mahasiswa STIKes Mahardika Cirebon yang memiliki 2 (dua) program studi yang sama seperti di STIKes Kuningan (STIKKU).

5. Prosedur PenelitianPenelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui survey yang dilakukan peneliti dengan menggunakan angket (kuesioner) kepada sampel yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, data sekunder diambil melalui berbagai dokumen yang telah tersedia seperti database kemahasiswaan, daftar hadir mahasiswa, dan data lainnya yang relevan. Survey dilakukan selama 1 minggu.

6. Analisis Data PenelitianSetelah semua data dikumpulkan, kemudian data dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat menggunakan analisis dengan metode statistik deskriptif, sedangkan analisis bivariat dengan menggunakan analisis korelasi Product-Moment dari Pearson dan kemudian ditentukan besaran koefisien korelasinya.

Page 23: Proposal PKMP Beti

23

I. RANCANGAN BIAYA

Page 24: Proposal PKMP Beti

24

J. DAFTAR PUSTAKAAnonim. Penjaminan Mutu Bidang Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI. Jakarta. 2008

Arifin, Zainal. Evaluasi Instruksional: Prinsip-Teknik-Prosedur. Bandung: Rosdakarya. 1991

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi VI Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. 2006

Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2000

Fachrunnisa. Implementasi Softskills di Perguruan Tinggi. Institusi Teknologi Bandung. Makalah. Bandung. 2008

Friedenberg, Lisa. Psychological Testing, Design, Analysis and Use. Allyn and Bacon. 1995

Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2005

Sardiman, AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004

Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2002

Syah, M. Psikologi Belajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1995Tu’u, Tulus. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta:

Grasindo. 2004

http://ejournal.gunadarma.ac.idhttp://digilib.unnes.ac.idhttp://sobatbaru.blogspot.comhttp://infocomcareer.comhttp://rider.edu